You are on page 1of 6

Tugas Individu

Tantangan Indonesia dalam Pencapaian Tujuan MDGs Pemberantasan Kemiskinan dan Kelaparan

OLEH ISMI NURWAQIYAH IBNU K211 09 001

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Tantangan Indonesia dalam Pencapaian Tujuan MDGs Pemberantasan Kemiskinan dan Kelaparan Millenium Development Goals Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah delapan tujuan dari semua 191 negara anggota PBB telah sepakat untuk mencoba untuk mencapai di Tahun 2015. Deklarasi Milenium PBB, yang ditandatangani pada September 2000 oleh para pemimpin dunia berkomitmen untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, penyakit, buta huruf, degradasi lingkungan, dan diskriminasi terhadap perempuan. MDGs berasal dari Deklarasi ini, dan semua memiliki target dan indikator khusus. Delapan Tujuan Pembangunan Milenium adalah: 1. Untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan 2. Untuk mencapai pendidikan dasar universal 3. Untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi angka kematian anak; 5. Untuk meningkatkan kesehatan ibu; 6. Untuk memerangi HIV / AIDS, malaria, dan penyakit lainnya; 7. Untuk memastikan keberlanjutan lingkungan, dan 8. Untuk mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. MDGs adalah saling bergantung; semua mempengaruhi kesehatan MDG, dan kesehatan mempengaruhi semua MDGs. Misalnya, kesehatan yang lebih baik memungkinkan anak untuk belajar dan orang dewasa untuk mendapatkan pekerjaan. Kesetaraan gender adalah penting untuk pencapaian kesehatan yang lebih baik. Mengurangi degradasi kemiskinan, kelaparan dan lingkungan berpengaruh positif, tetapi juga tergantung pada, kesehatan yang lebih baik. Point pertama yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan merupakan masalah akut di Indonesia, dimana telah banya usaha yang telah dialakukan demi tercapainya tujuan ini. Kemiskinan dan kelaparan telah memberikan sumbangsih besar hancurnya negeri ini. Bersimultan dengan penurunan kemampuan sumber daya manusia, tingginya angka kematian, tingginya gizi buruk. Komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Karena itu, MDGs merupakan acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN

2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014), Rencana Kerja Program Tahunan (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sampai dengan tahun 2010 ini, Indonesia telah mencapai berbagai sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: (a) sasaran yang telah dicapai; (b) sasaran yang menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2105 (ontrack); dan (c) sasaran yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya. Untuk tujuan pemberantasan kemiskinan dan kelaparan itu sendiri, (a) sasaran yang telah dicapai Indonesia yaitu proporsi penduduk yang hidup dengan pendapatan per kapita kurang dari USD 1 perhari telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi 5,9 persen pada tahun 2008. Sebenarnya, Indonesia sudah dikategorikan sebagai negara berpenghasilan menengah. Penghasilan masyarakat Indonesia berdasarkan Gross National Index (GNI), yang dihitung dari nilai pasar total dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, penghasilan per kapita Indonesia tahun 2007 adalah $ 1.420. (b) Sasaran yang menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2105 (ontrack) yaitu prevalensi balita kekurangan gizi telah berkurang hampir setengahnya, dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007. Target 2015 sebesar 15,5 persen diperkirakan akan tercapai. Walaupun secara nasional prevalensinya mungkin saja mendekati harapan yang diinginkan, tapi bila kita melihat data prevalensi kekurangan gizi balita di tiap provinsi banyak yang lebih tinggi dari prevalensi nasional. Seperti di Sul-Sel, NTT, Sulut dan beberapa daerah kawasan timur Indonesia lainnya. (c) Sedangkan sasaran yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya yaitu Indonesia telah menaikkan ukuran untuk target pengurangan kemiskinan dan akan memberikan perhatian khusus untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang diukur terhadap garis kemiskinan nasional dari 13,33 persen (2010) menjadi 8-10 persen pada tahun 2014. Melihat kecenderungan sejak 1990, tampaknya tidak terlalu sulit mencapai target tersebut. Sayangnya, beberapa tahun terakhir sejak 2000, angkanya naik kembali. Pada tahun 2004 diperkirakan 5 juta balita menderita gizi kurang, 1,4 juta di antaranya menderita gizi buruk. Dari jumlah balita gizi buruk tersebut, 140 ribu menderita gizi buruk tingkat berat (marasmus). Pada Susenas 2006 dilakukan penimbangan sejumlah anak sebagai sampel. Hasilnya, mencemaskan, karena lebih dari seperempat anak-anak Indonesia kekurangan gizi.

Banyak bayi yang tidak mendapatkan makanan tepat dalam jumlah yang cukup. Pilihan ideal adalah memberikan ASI eksklusif hingga usia bayi sekitar 6 bulan. Sayangnya, di Indonesia, setelah sekitar empat bulan, jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif kurang dari seperempatnya. Masih banyak masalah lain, seperti kesehatan ibu. Biasanya, ibu yang kekurangan gizi cenderung melahirkan bayi yang juga kekurangan gizi. Penyebabnya, lebih karena kurangnya perhatian. Mungkin, juga terkait kemiskinan. Bisa saja ibu yang miskin kurang memiliki informasi tentang perawatan anak atau hanya memiliki sedikit waktu untuk mengurus bayi. Tantangan di atas adalah hal yang paling mendasar sehingga sangat sulit untuk memenuhi pencapaian tujuan pembanguan millennium ini. Anggaran untuk menanggulangi kemiskinan mengalami kenaikan secara konsisten. Namun, naiknya anggaran tersebut tidak berkorelasi signifikan untuk menurunkan angka kemiskinan. Pada tahun 2005 pemerintah menganggarkan 23 trilliun dan naik lebih tiga kali lipat menjadi 70 trilliun pada tahun 2008. Akan tetapi, kenaikan tersebut hanya berhasil menurunkan angka kemiskinan kurang dari 1%. Karena itu, bukan semata jumlah alokasi untuk mengatasi kemiskinan, tetapi perlu political will dan perubahan kebijakan yang mengarah pada kemandirian dan melibatkan secara aktif orang miskin itu sendiri. Kebijakan pemerintah yang dirancang untuk penduduk miskin kemudian tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah yang lain. Berdasarkan laporan terakhir dari SUSENAS BPS 2008, jumlah penduduk miskin sebanyak 34,96 juta jiwa (15,46%). Jika bercermin pada tahun 2006, target pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan dari 15,1% menjadi 13,35% ternyata gagal tercapai. Untuk tahun 2009, dalam RKP tingkat kemiskinan ditargetkan akan turun menjadi 12%, namun jika melihat berbagai lonjakan harga kebutuhan akibat imbas dari kenaikan harga BBM dapat dipastikan target pemerintah tersebut akan kembali gagal. Belum lagi diperparah tingginya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,4 juta orang. Anggaran pemerintah yang dikatakan terus meningkat setiap tahun untuk pengentasan kemiskinan, hanya sebagai pembuktian bahwa pemerintah bersungguh-sungguh, tapi efektifitas anggaran tersebut tidak menunjukkan hasil signifikan. Jika dilihat dari tingkat efektifitas anggaran dan realisasi program, ternyata 5 tahun kinerja pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sama sekali tidak efektif sehingga peningkatan alokasi anggaran yang dilakukan sia-sia. Tahun 2005 anggaran kemiskinan baru mencapai 23 Trilyun lalu ditingkatkan 3 kali lipat menjadi Rp 70 Trilyun pada tahun 2008 namun hanya berhasil menurunkan angka kemiskinan kurang dari 1 %, dari 15,97% tahun

2005 menjadi 15% tahun 2008. Ini membuktikan,program-program kemiskinan yang tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga dan tersentralisasi di Pemerintah Pusat dalam bentuk dana dekonsentrasi terbukti tidak efektif mengatasi persoalan kemiskinan karena tidak disertai political will dan kesungguh-sungguhan dari pemerintah. Sama kasusna pada anggaran pemerintah untuk anak malnutrisi. Pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 5 juta balita menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,4 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari balita yang menderita gizi buruk tersebut 140.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor, dan total kasus gizi buruk sebanyak 76.178 balita. Program perbaikan gizi masyarakat dalam 5 tahun berjalan telah masuk dalam program tugas wajib pemerintah daerah juga. Namun keseriusan pemerintah untuk menanggapi persoalan gizi buruk masih jauh dari harapan, hal ini dapat dilihat dari kebijakan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan dalam 5 tahun berturut-turut hanya berkisar 2 s/d 2,5% dari total APBN. Dan menurut hasil analisis tahun anggaran 2009, alokasi anggaran untuk perbaikan gizi hanya sebesar Rp 600 miliar dengan jumlah kasus tercatat 33 juta balita. Jika dibagi dengan 33 juta balita bergizi buruk hasilnya sangat menyedihkan setiap anak penderita gizi buruk hanya mendapatkan Rp 18 ribu per kasus per tahun. Jika melihat target pencapaian malnutrisi anak tahun 2015 sebesar 3,3% gizi buruk dan 18% gizi kurang dapat diyakini akan sulit tercapai karena sampai saat ini angka pencapaian masih diposisi tinggi yaitu 8,8% Gizi buruk dan 28% gizi kurang. Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan untuk segera menyelamatkan MDGs ini agar mendapatkan hasil yang optimal sebelum tahun 2015 yaitu : 1. Memenuhi target pemberantasan kemiskinan dan kelparan dalam indicator perencanaan anggaran di tingkat nasional dan daerah. 2. Menerapkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah untuk program-program pencapaian MDGs yang meliputi Penanggulangan Kemiskinan, Pengurangan Gizi Buruk dan Kurang. 3. Memberikan perhatian khusus terhadap 20 daerah-daerah yang pencapaian target MDGs-nya dibawah rata-rata Nasional. 4. Mensinergikan anggaran penanggulangan kemiskinan dan memperbesar proporsi dalam bentuk dana perimbangan di daerah. Persoalan utama anggaran kemiskinan saat ini adalah efektivitas dan efisiensi alokasi angaran.

Daftar Pustaka Kajian Kematian Ibu, Kematian Anak Dan Status Gizi Di Indonesia. Sekretariat Surkesnas, Badan Litbangkes Depkes RI. Http://Surkesnas.Litbang.Depkes.Go.Id. Diakses Pada Tanggal 18 Feb 2012 Pukul 22.10 WITA. Millenium Development Goals Eight Goals 2015.http://www.beta.undp.org/content/undp/en/home/mdgoverview.html. pada tanggal 18 Feb 2012 Pukul 21.09 WITA. for diakses

On World Food Day, A Concerted Effort To Address Root Causes Of Hunger. http://www.un.org/millenniumgoals/. Diakses pada tanggal 18 Feb 2012 Pukul 21.23 WITA. Stalker, Peter. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia. 2008. Kelompok Kerja Tematis MDGs S. Alisjahbana, Armida. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

You might also like