You are on page 1of 10

Nama NIM Jumlah SKS dan IPK Dosen Wali Mata Kuliah Pendukung

: Shofiatun Nimah : K2F 008 058 : 143 SKS : Slamet Suharto, SPi., MSi. : 1. Bioteknologi Hasil Perikanan 2. Rancangan Percobaan IPK : 3,71 Kode: 1584 A A

A 3. Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Aktivitas Antibakteri dari Teripang Pasir (Holothuria scraba) Judul skripsi Ide judul Sudah konsultasi Tanda Tangan Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Ikan : : Tugas akhir : Ir. Sumardianto, PGDipl. :

Judul : Aktivitas Antibakteri dari Teripang Pasir (Holothuria scraba) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Ikan

1.1. Latar Belakang


Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit lemak. Ikan memiliki kelemahan yakni mudah membusuk. Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi (Nuraini, 2008).

Pengolahan ikan agar lebih awet perlu dilakukan agar ikan dapat tetap dikonsumsi dalam keadaan yang baik. Pada dasarnya pengawetan ikan bertujuan untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan. Nelayan biasanya memberi es sebagai pendingin agar memperpanjang masa simpan ikan sebelum sampai pada konsumen. Demikian pula dengan maraknya penggunaan bahan tambahan pangan sebagai pengawet yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam makanan seperti formalin yang membahayakan bagi kesehatan (Mahatmanti, et al, 2009).

Bakteri penyebab pembusukan pada ikan antara lain adalah Aeromonas, Enterobactericeae, Pseudomonas, Shewanella, Vibrio, dan lain-lain (Huss, 1994). Menurut Purwani et al (2008) dalam Dewi (2010), beberapa bakteri yang terdapat pada daging ikan segar, yaitu Acinetobacter calcoaciticus, Bacillus alvei, Bacillus cereus ATCC 1178, Bacillus licheniformis, Klebsiella oxytoca ATCC 49131, Klebsiella pneumoniae ATCC 33495, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Staphylococcus saprophyticus ATCC 15305, Enterobacter aerogenes ATCC 13048, Escherichia coli ATCC 11229. Bakteri tersebut berpotensi menyebabkan pembusukan karena aktivitasnya dalam mendegradasi protein, sebab daging mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein digunakan bakteri untuk aktivitas metabolismenya. Penelitian untuk mendapatkan pengawet alami, perlu dilakukan karena sebagian besar bahan pengawet yang beredar merupakan zat kimia dan sifatnya yang tidak aman bagi tubuh. Pengawet alami adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh bahan alam, yang dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Salah satu bahan alam yang berpotensi mempunyai aktivitas sebagai pengawet alami adalah Teripang Pasir (Holothuria scraba), karena ekstrak teripang telah terbukti sebagai agen antimikroba yang potensial dalam beberapa penelitian. Potensi ekstrak antimikroba dari Teripang Pasir dapat berasal dari adanya agen antimikroba yaitu steroidal sapogenin (Bordbar, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak Teripang Pasir terhadap bakteri pembusuk daging ikan, antara lain, Bacillus cereus ATCC 1178 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, sehingga dapat digunakan sabagai bahan pengawet alami.

1.2. Metode Berikut kerangka alur pemikiran dalam penelitian ini: Teripang Pasir (Holothuria scraba) segar

Ekstraksi maserasi dengan pelarut kloroform ratio 1:2 dan 1:3 b/v

Bakteri pembusuk daging ikan: Bacillus cereus

Uji fitokimia

Hasil ekstrak

Pseudomonas aeruginosa

Uji aktivitas antibakteri, konsentrasi ekstrak teripang 30%, 60%, dan 90%

Metode difusi

Metode dilusi

Bahan pengawet alami

1.2.1. Ekstraksi maserasi Ekstaksi teripang dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut kloroform dengan perbandingan teripang dan kloroform 1:2, dan 1:3 (b/v). Maserasi dilakukan dengan merendam simplisia kedalam pelarut kloroform, sampai terendam seluruhnya selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas penyaring. Residu kembali dimaserasi lagi dengan cara yang sama, sampai 3x. Ekstrak hasil maserasi atau filtrat yang dihasilkan, ditampung menjadi satu dan diuapkan, untuk memisahkan pelarutnya. Penguapan dilakukan dengan

menggunakan alat rotary vacuum evaporator pada suhu 55C, sampai pelarut habis menguap, sehingga didapatkan ekstrak teripang. 1.2.2. Uji aktivitas antibakteri 1. Pembuatan media Nutrient Agar (NA) a. untuk membuat 100 ml larutan nutrient agar dibutuhkan 27 gram nutrient agar. b. larutan nutrient agar dipanaskan di atas hot plate dan diberi stirrer sehingga dapat larut homogen. Pemanas dihentikan jika larutan nutrient agar sudah larut sempurna. c. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian disterilkan dalam autoclave dengan suhu 121C, tekanan 1 atm, selama 15 menit. d. Nutrient agar dituang kedalam petridisk sekitar 10 ml per petridisk e. Petridisk yang telah berisi media agar diinkubasi selama 24 jam untuk memastikan bahwa media agar yang digunakan tidak terkontaminasi oleh bakteri sebelum digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. f. Nutrient agar yang tidak langsung dipakai disimpan dalam lemari es.

2. Pembuatan media Nutrient Broth (NB) a. untuk membuat 100 ml larutan nutrient broth dibutuhkan 1,3 gram nutrient broth kering. b. Nutrient broth kering dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan selanjutnya dicampur dengan 100 ml aquades. c. Larutan nutrient broth dipanaskan di atas hot plate dan diberi stirrer sehingga dapat larut sempurna dan berwarna bening. d. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian disterilkan dalam autoclave dengan suhu 121C, tekanan 1 atm, selama 15 menit. e. Nutrient broth yang akan dipakai didinginkan terlebih dahulu hingga mencapai suhhu 30C. bakteri akan mati jika diinokulasikan pada nutrient broth yang masih panas. f. Nutrient broth yang tidak langsung dipakai disimpan dalam lemari es. 3. Pembuatan kultur bakteri di dalam Nutrient Broth a. Masukkan NB masing-masing sebanyak 4 ml ke dalam 2 tabung reaksi dengan menggunakan pipet gondok. b. Diambil biakan bakteri masing-masing sebanyak 5 ose. c. Bakteri dimasukkan ke incubator selama 24 jam dan atur pada suhu 37C. 4. Metode Difusi a. Pada uji aktivitas antibakteri ini menggunakan ekstak antibakteri teripang dengan konsentrasi 30%, 60%, dan 90%.

b. Bakteri yang sudah ditumbuhkan dalam NB (Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa), masing-masing diambil dengan

menggunakan pipet steril sebanyak 1 ml kemudian di spread secara merata ke dalam petridisk yang berisi NA c. Tiap petridisk ditempatkan 5 buah paper disc (D = 5 mm). d. Paper disc pertama direndam dengan aquades sebagai kontrol, paper disc kedua direndam dengan ekstrak teripang 30%, paper disc ketiga direndam dengan ekstrak teripang 60%, paper disc keempat direndam dengan ekstrak teripang 90%, paper disc kelima direndam dengan formalin 1%. e. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam, setiap 24 jam dilakukan pengamatan dan pengukuran daya hambat sampel terhadap bakteri. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong. 5. Metode dilusi Penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) dilakukan dengan metode dilusi/pengenceran, media yang digunakan adalah NB. Penentuan KHM dan KBM untuk 1 bakteri uji digunakan 10 tabung reaksi, yang masing-masing berisi 5 mL media NB. Media NB dibuat dengan cara melarutkan 21 gram bubuk media NB dalam aquades, sampai volume 1 Liter. Larutan dipanaskan sampai bubuk benar-benar larut, selanjutnya dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm, 121C. Setiap tabung reaksi yang berisi 5 mL media NB steril, ditambahkan 200 L dari 3 seri konsentrasi ekstrak teripang, formalin 1%, dan aquades dengan

ditambahkan 200 L kultur bakteri dari hasil pengenceran. Pengenceran kultur bakteri dilakukan dengan cara menambahkan 200 L kultur bakteri dari 10 mL media NB yang telah diinkubasi selama 12-18 jam ke dalam tabung reaksi berisi 4800 L media NB steril (total volume 5 mL). Lima tabung reaksi berisi 5 mL media NB yang telah ditambahkan dengan 3 seri konsentrasi ekstrak teripang, formalin 1%, dan aquades dengan kultur bakteri, kemudian diukur Optical Density (OD) bakteri dengan menggunakan spektrofotometer ( 480 nm) sebagai pembanding sebelum perlakuan atau kontrol. Lima tabung reaksi lainnya, diinkubasi selama 12-18 jam pada suhu 37C dalam inkubator. Hasil inkubasi diukur Optical Density (OD) bakteri dengan menggunakan spektrofotometer ( perlakuan inkubasi. KHM ditentukan dengan membandingkan OD setelah perlakuan inkubasi dikurangi OD sebelum perlakuan. Apabila terdapat konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri, ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan (OD bakteri adalah 0), maka didapatkan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Sedangkan untuk menentukan KBM, dilakukan uji lanjutan dengan cara mengambil 200 L dari konsentrasi yang menunjukkan KHM, ditambahkan kedalam tabung reaksi berisi 5 mL media NB steril. Tabung reaksi diinkubasi selama 12-18 jam pada suhu 37C dalam inkubator, selanjutnya dilakukan pengukuran OD kembali dengan 480 nm), sebagai pembanding sesudah

spektrofotometer ( 480 nm). Apabila hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi terendah ekstrak etanol buah mengkudu mempunyai OD adalah 0 (tidak adanya

kekeruhan), maka didapatkan Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) atau Minimum Bactericidal Concentration (MBC). 1.2.3. Uji Fitokimia Identifikasi senyawa bioaktif dengan liberman burrchat-Fitokimia yaitu penambahan beberapa tetes asam asetat anhidrat dan 0,5 ml kloroform pada sedikit ekstrak teripang pasir lalu diaduk. Selanjutnya ditambahkan satu tetes asam sulfat pekat. 1.3. Alasan Pengambilan Judul Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan biologis yang disebabkan oleh enzim atau mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya. Proses kerusakan ikan berlangsung lebih cepat di daerah tropis karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi. Proses kemunduran mutu tersebut makin dipercepat dengan penanganan dan pengawetan yang kurang baik (Widyastuty, 2008). Nelayan dan para pelaku perikanan telah melakukan cara-cara untuk menangani dan mengawetkan ikan agar ikan tetap terjaga kesegaran dan mutunya, misalnya melalui pendinginan dan pembekuan. Sebagian besar nelayan dan pelaku perikanan banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya untuk mengawetkan ikan, salah satunya adalah formalin. Formalin merupakan salah satu bahan pengawet yang tidak diperuntukkan untuk makanan dan berbahaya jika dikonsumsi secara terus menerus. Menurut Hasyim, et al, (2006), peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/MENKES/PER/X Tahun 1999, disebutkan larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan

makanan dalam makanan. Formalin merupakan zat kimia racun bila tertelan akan menyebabkan iritasi lambung, mual muntah, mulas, mimisan, kerusakan ginjal, radang paru-paru, gangguan jantung, kerusakan hati, kerusakan saraf, iritasi kulit, kebutaan, kerusakan organ reproduksi, bahkan kematian. Maraknya penggunaan bahan pengawet berbahaya, mendasari untuk

melakukan penelitian guna menemukan suatu bahan pengawet alami yang dapat menghambat bahkan membasmi bakteri penyebab pembusukan pada daging ikan, yaitu dengan memanfaatkan ekstrak bioaktif dari Teripang Pasir (Holothuria scraba), karena mengandung steroidal sapogenin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan keberadaanya mudah ditemukan diperairan Indonesia. Penggunaan ekstrak dari Teripang Pasir (Holothuria scraba) diharapkan mampu menghambat bahkan membasmi bakteri pembusuk, sehingga dapat dimanfaatkan nelayan dan pelaku perikanan sebagai alternatif untuk mengawetkan ikan tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya.

You might also like