You are on page 1of 9

Noer Soetrisno18-02-2008

1
PEPAN STPATEClS LEMBACA KEUANCAN MlKPO
DALAM MENDUKUNC PEMBANCUNAN PEPUMAHAN

Oleh :
NOER SOETRISNO

1. Latar Belakang
Pembicaraan Kredit Mikro kedalam pembiayaan perumahan mengawali babak
baru pemikiran untuk mencoba lembaga keuangan mikro dibawa pada arus
pembiayaan jangka menengah panjang yang berbeda dengan tradisi LKM yang
hidup dari pembiayaan jangka pendek. Kita sadar setiap langkah baru selalu tidak
mudah, tetapi yang dapat dipastikan langkah baru juga memberikan peluang baru
dan harapan baru. Mengingat catatan di muka pada kesempatan ini akan dikupas
tiga catatan penting, Mengapa kita ingin membawa LKM pada pembiayaan
perumahan atau mengajak LKM menciptakan produk jasa keuangan yang
bernama pembiayaan perumahan.

Pertama, dari segi kedudukan, penyediaan rumah yang layak, adalah hak dasar
setiap warga negara dan bangsa ini mempunyai tanggung jawab memenuhinya.
Pada saat ini diperkirakan sekitar 13 juta penduduk belum menghuni rumah yang
layak, sehingga peningkatan kualitas perumahannya menjadi persoalan
mendesak dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Kedua, dilihat dari persfektif bagaimana masyarakat Indonesia mendapatkan
rumah, survey BPS 2004 melaporkan sekitar 68 % masyarakat Indonesia
memperoleh atau mendapat rumah dengan cara membangun sendiri dan hanya
sekitar 15 % yang membeli rumah baru dari para penjual baik pengembang,
koperasi maupun perorangan. Sementara itu bisnis jual-beli rumah bukan baru
(pasar sekunder) memiliki tempat penting. Di luar itu mereka memenuhi
kebutuhan rumahnya dengan cara lain, termasuk alokasi administratif dari kantor.

Ketiga, Kredit mikro menjadi agenda yang mendunia karena adanya realitas
kehidupan usaha mikro sebagai kegiatan ekonomi berskala mikro yang unik dan
sering bergerak lokal. Mengenai kriteria dan besaran usaha mikro mungkin kita
bisa bedebat dan berbeda, tetapi kita sependapat dengan ciri umum usaha mikro
yakni terabaikan oleh pelayanan bank komersial yang konvensional. Hal ini hanya
Noer Soetrisno18-02-2008
2
mungkin diberikan kalau bank ingin masuk melayani mereka harus disertai
pengertian tersendiri, yaitu upaya khusus dan kasediaan untuk bekerja tidak
seperti biasa. Jika itu lembaga keuangan bukan bank, termasuk koperasi,
memang seharusnya didedikasikan untuk itu karena memang pillihan dan
tugasnya.

2. Agenda Percepatan Pembangunan Perumahan
Secara kuantitatif sasaran Pembangunan Perumahan dalam masa 2005-2009
adalah sebagai berikut:
#. Penataan,Peremajaan dan Revitalisasi 79 Kawasan
#. Membangun 1.350.000 unit Rumah Baru Layak Huni
#. Membangun 60.000 unit Rumah Susun sederhana Sewa
#. Membangun 25.000 unit Rumah susun Sederhana Milik
#.Akses Kredit Mikro pembangunan dan perbaikan rumah swadaya bagi
3.600.000 rumah tangga.

Pencapaian tahun 2005 pada umumnya masih di bawah sasaran RPJM sehingga
diperlukan langkah khusus untuk mengejar ketertinggalan.Tahun 2006 merupakan
Tahun Percepatan Pembangunan Penyediaan Perumahan bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rerndah (MBR) melalu beberapa kegiatan. Paling tidak terdapat
9 Agenda pokok untuk mewujudkan percepatan pembangunan perumahan, yaitu
sebagai berikut:

1) Peninjauan kembali besaran nilai subsidi KPR RSH;
Pada tanggal 29 Desember 2005, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan
Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan melalui KPR/KPRS Bersubsidi, berlaku
mulai 1 Januari 2006.
Besaran subsidi:
Kelompok Sasaran I ( Rp 1,4 jt < Pendapatan < Rp 2,0 jt) yang semula
sebesar Rp 2 juta ditingkatkan menjadi Rp 5 Juta
Kelompok Sasaran II ( Rp 0,8 jt < Pendapatan < Rp 1,4 jt) yang semula
sebesar Rp 3 juta ditingkatkan menjadi Rp 7 Juta
Kelompok Sasaran III ( Pendapatan < Rp 0,8 jt) yang semula sebesar Rp 5
juta ditingkatkan menjadi Rp 9 Juta

Noer Soetrisno18-02-2008
3
Untuk tahap pertama telah dialokasikan dana subsidi sebesar Rp. 63 miliar.
Dengan cara ini sejak awal tahun para pengembang telah memiliki kepastian
arah fasilitasi Pemerintah sejak awal, sehingga jangka waktu penyelesaian
cukup panjang.

2) Peningkatan pembangunan Rusunawa bagi pekerja dan mahasiswa;
Pada tahun 2006 akan dibangun 31 Twin Blok Rusunawa bagi pekerja dan
mahasiswa

3) Peningkatan akses MBR terhadap kredit perumahan, melalui penjaminan
kredit mikro dan asuransi KPR RSH;

Bagi Kelompok sasaran yang tidak mempunyai Penghasilan Tetap, pada
Tahun 2006 ini akan dilakukan penjaminan KPR RSH untuk 640 unit
Rumah Sederhana Sehat (RSH).
Penjaminan kredit melalui Asuransi kredit pemilikan RSH sebanyak
100.000 unit.

4) Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan RSH bersubsidi;
Untuk mengurangi harga jual rumah, Pemerintah dalam Tahun 2006 akan
membantu penyediaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) bagi 1.000 unit
Rumah Sederhana Sehat bersubsidi.

5) Percepatan operasionalisasi dan pengembangan Secondary Mortgage Market
(SMM);
Untuk mengurangi mis-match, kesenjangan pembiayaan perumahan.
Mengingat Sumber pembiayaan KPR saat ini berasal dari sumber dana jangka
pendek (rekening giro, deposito, dan tabungan). Pada Tahun 2006 akan
didorong operasionalisasi PT. Saraa Multigriya Finansial (SMF).

PT SMF akan membeli portofolio KPR melalui mekanisme jual putus (trae-sale)
sehingga Bank tidak lagi menghadapi risiko likuiditas dan gejolak suku bunga.
PT. SMF akan menerbitkan surat berharga (Surat Partisipasi dan Surat Utang)
dalam rangka sekuritisasi portofolio KPR tersebut. Melalui sekuritisasi ini
diharapkan dapat dimobilisasi sumber-sumber dana jangka panjang.


Noer Soetrisno18-02-2008
4
6) Pembangunan kawasan skala besar (Kasiba/Lisiba);
Untuk tahun 2006 disamping akan dilaksanakan pekerjaan lanjutan pada 1
kawasan skala besar (Talangkelapa - Palembang) juga akan dilaksanakan
pembangunan baru 6 kawasan skala besar, yaitu: Kelayan-Banjarmasin,
Lampodi-Buton, Pare-pare, Bontang, Gorontalo, Maja; dan 2 kawasan baru
pada kawasan khusus, yaitu: Entikong-Kalbar, dan Mensapa-Nunukan.

Selanjutnya dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan kawasan
sebagaimana tercantum dalam RPJM Nasional Tahun 2005-2009 yaitu
sebanyak 79 lokasi, maka disamping penanganan kawasan tersebut diatas
juga diusulkan pengembangan kawasan pada 7 lokasi kawasan baru lainnya,
yaitu: Parung Panjang-Bogor, Cogreg-Bogor, Konawe Selatan-Kendari, Blitar,
dan Driyorejo; dan 2 kawasan khusus, yaitu: kawasan permukiman industri di
Sidoarjo dan Kediri.

7) Fasilitasi dan stimulasi perbaikan pembangunan rumah yang bertumpu pada
keswadayaan masyarakat;
Untuk masyarakat yang membangun/memperbaiki rumah secara swadaya
dan mempunyai sertifikat kepemilikan tanah/rumah, dapat memanfaatkan
fasilitas Subsidi KPR untuk membangunan/memperbaiki rumah dengan
besaran subsidi untuk: Kelompok Sasaran I sebesar Rp 5 Jt dengan
minimum kredit Rp 7 juta; Kelompok Sasaran II Rp 7 juta dengan minimum
kredit Rp 5 juta; dan Kelompok Sasaran III Rp 9 juta; dengan minimum
kredit sebesar Rp 3 juta.

Untuk Kelompok sasaran yang tidak Bankable, dilakukan pemberdayaan
masyarakat untuk dapat melakukan perbaikan rumah sebanyak 1.700 unit;
dan pembangunan rumah barusebanyak 800 unit.
Mencanangkan kembali program Prona bagi peruntukan perumahan
dengan luasan kurang dari 500 m2.

8) Percepatan penyusunan peraturan dan perundang-undangan yang dapat
menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan perumahan;
Pada Tahun 2006 akan dilakukan perbaikan/revisi Undang-undang No. 4
Tahun 1992 dan PP No. 80 Tahun 1999 tentang Perumahan dan Permukiman,
Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan revisi PP No.
80 Th 1999 tentang Pengelolaan Kasiba dan Lisiba BS.
Noer Soetrisno18-02-2008
5

9) Penyederhanaan proses perijinan dan pengurangan/penghapusan segala
bentuk pungutan dalam pembangunan perumahan bagi MBR.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) hanya akan
dibebankan kepada transaksi pengalihan dengan nilai minimal transaksi Rp 60
juta, sehingga tidak akan menambah beban MBR dalam memiliki Rumah
Sederhana Sehat, yang saat ini sebesar Rp 42 juta. Untuk maksud ini Menpera
sudah mengajukan surat kepada Menteri Keuangan permohonan pembebasan
BPHTB bagi MBR dimaksud.

Mendorong terciptanya Peraturan Daerah untuk dapat mengurangi atau
menghapuskan segala bentuk Restribusi dan pungutan-pungutan lainnya
dalam pembangunan perumahan RSH. Seperti yang diterapkan di Kota
Pekanbaru, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Semarang, Kota Samarinda
dan Palembang. Secara keseluruhan telah dirintis kerjasama dengan lembaga
Keuangan Mikro, Koperasi dan Asosiasi Pengembangan UKM dan Universitas
untuk memasukkan produk pembangunan dan perbaikan perumahan sebagai
agenda pengembangan bisnis mereka termasuk bisnis persewaan rumah dan
pendampingan pembangunan/perbaikan rumah swadaya.

3. Pembiayaan Mikro dan Perumahan
Jika gambaran tentang LKM dan Pembiayaan Perumahan yang berlaku
demikian, maka mengapa kredit mikro penting bagi pembangunan perumahan ?
Berbisnis pembiayaan mikro adalah kegiatan yang produktif, karena dapat
diselenggarakan secara komersial dan kompetitif serta dapat hidup secara
berlanjut (sustain) dan yang lebih penting pasarnya belum jenuh. Diantara pasar
yang belum jenuh itu adalah pembiayaan perumahan, karena kedudukannya yang
harus dipenuhi dan kaitan kegiatannya rakyat luas dengan saling keterkaitan yang
tinggi. Sekurangnya Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah
memberikan semangat bahwa pasar masih terbuka lebar.

Jika dilihat dari potensi pasar setiap tahun masih akan tumbuh 800.000
rumah tangga baru yang memerlukan hunia. Diantara masyarakat yang belum
memiliki rumah umumnya telah memiliki rencana untuk dapat memiliki atau
menghuni rumah sendiri dalam jangka waktu maksimal tiga tahun, angka ini
diperkirakan mencapai sekitar 35% (BPS, 2004). Dengan demikian potensi
permintaan hunian masih cukup besar, salah satu hambatan untuk merubah dari
Noer Soetrisno18-02-2008
6
potensi menjadi permintaan riel adalah tersedianya pembiayaan untuk membeli
rumah dengan jangka waktu sesuai kemampuan ekonomi konsumen.

Dari persfektif program pembangunan perumahan RPJM telah menetapkan
sasaran pembangunan 1.350.000 rumah baru layak huni (baik tidak bersusun
maupun susun) yang disertai dukungan bantuan prasarana, uang muka dan
subsidi bunga untuk KPR perbankan. Disamping itu Pemerintah telah menetapkan
sasaran akses kredit mikro untuk pembangunan dan perbaikan rumah sebanyak
3.600.000 rumah tangga.

Untuk maksud itu pengenalan program pembangunan kredit mikro
perumahan (baca Pembiayaan Perumahan) adalah satu upaya untuk
mengundang segenap LKM yang ada, baik Bank maupun bukan bank untuk turut
serta masuk dalam pasar pembiayaan perumahan. Kita yakin dengan fakta
perkembangan LKM di tanah air maka sangatlah beralasan untuk mengundang
teman-teman yang bergerak didalam bisnis LKM untuk memikirkan hal itu.

Pekerjaan kepeloporan memang tidak mudah tetapi kemitraan antara
pemerintah-dunia usaha dan masyarakat akan membuka jalan kearah itu.
Jika isu pengaturan dan stimulan menjadi penting maka kita hanya dapat
merumuskan peran apa yang harus dimainkan oleh pemerintah agar LKM dapat
melayani calon pembeli atau konsumen yang ingin memperbaiki rumah
memperoleh pembiayaan. Upaya untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dari
LKM terhadap masyarakat berpenghasilan rendah ini memang penting untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat membangun dan memperbaiki rumahnya.

Peran Pemerintah dalam mempersiapkan dukungan bagi LKM untuk dapat
ikut serta dalam pembiayaan perumahan perlu dikaji, instrumen apa yang dapat
dimanfaatkan serta stimulasi apa yang menjadikannya lebih menarik. Dalam
jangka pendek memang penyediaan dukungan penjaminan dan asuransi dapat
dinilai sebagai pilihan insentif bagi pelaku LKM untuk menyediakan pembiayaan
perumahan. Advokasi untuk alokasi anggaran pada berbagai tingkatan perlu
dilakukan baik pada tatanan APBN, APBD propinsi maupun APBD
kabupaten/kota.



Noer Soetrisno18-02-2008
7
4. Kebijakan Pembiayaan Perumahan
Secara resmi pada saat ini Indonesia telah memiliki Bank khusus untuk
Pembiayaan Perumahan yaitu Bank Tabungan Negara (BTN). Hal ini juga telah
ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berdialog dengan
anggota REI (Real Estate Indonesia) dan ASPERSI. Berdasarkan pengalaman
BTN selama memiliki kemampuan untuk menyediakan kredit perumahan antara
65.000 100.000 setiap tahunnya. BTN akan dipertahankan sebagai Bank
Khusus Perumahan dan akan terus diperkuat keberadaannya

Disamping itu mengingat kesulitan dengan pembiayaan untuk memiliki
rumah berada pada kelompok mesyarakat berpenghasilan rendah maka yang
perlu mendapat perhatian khusus.
Pada tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.05
Tahun 2005 telah ditetapkan batas pendapatan yang layak mendapatkan subsidi
KPR sebesar maksimal Rp. 2.000.000,-/bulan. Batas kredit rumah yang diberikan
tidak melebihi Rp. 42 juta,-. Dengan demikian KPR Bersubsidi pada dasarnya
masih berada dalam batas Kredit Mikro untuk besaran Kredit di bawah Rp. 50 juta,
yang telah menjadi bagian dari kebijakan perbankan nasional. Sehingga ada
keinginan kuat dari para pengembang dan konsumen untuk mengajak semua
Bank Umum, terutama Bank Pemerintah (BUMN), untuk menyediakan KPR
termasuk KPR Bersubsidi. Hal ini akan merupakan perluasan basis pelayanan
kredit perumahan oleh Bank.

Secara mendasar kita juga sedang mengejar ketertinggalan kita dalam
melengkapi instrumen untuk memperkuat penyediaan dana bagi pembangunan
perumahan dengan mengembangkan SMF (Secondary Mortgage Facilitation).
Meskipun pada tahap awal jangkauan luas instrumen ini hanya menyentuh
pembiayaan mikro oleh perbankan, tetapi sebenarnya tidak terbatas disitu. Kita
perlu mencatat bahwa beroperasinya SMF secara nyata masih memerlukan
hadirnya sebuah UU yang mengatur sekuritas. Undang-undang ini akan
meyakinkan terciptanya Sekuritas Beragun Aset (SBA). Yang menarik adalah
pikiran tentang SBA ini bukan hanya menyangkut piutang tetapi juga partisipasi,
sehingga mempunyai manfaat yang luas. Dalam perkiraan saya, UU ini juga
membuka peluang bagi LKM mengaitkan dirinya dengan arus utama dana murah
dari pasar modal, tidak hanya menjadi perpanjangan pasar uang (Perbankan)
yang relatif mahal. Untuk itu saya melihat sama pentingnya LKM untuk
mempelajari agar dapat memanfaatkan instrumen baru ini.
Noer Soetrisno18-02-2008
8

Mengingat pentingnya upaya mewujudkan setiap keluarga menghuni
rumah yang layak maka tanggung jawab pemerintah (Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota) untuk mengelola sumber daya secara berkelanjutan juga
sangatlah strategis. Dengan berlandaskan pada UU No. 1/2004 tentang
perbendaharaan dan PP No. 23/2005 yang mengatur pengelolaan Badan Layanan
Umum sangat penting untuk memasukkan Pengelolaan Dana Pembiayaan
Perumahan Swadaya menjadi unit khusus yang harus berada disetiap PEMDA
dan untuk itu kebijakan kearah itu perlu kita kembangkan. Modalitas
kelembagaan yang dapat dimanfaatkan juga cukup luas antara lain Badan
Layanan Umum di bawah tanggung jawab Unit Kerja PEMDA.

Keberhasilan perkreditan/pembiayaan mikro bukan semata karena alasan
efisiensi, tetapi yang terpenting adalah kecepatan komunikasi antara nasabah
dan LKM. Ini dimungkinkan karena karakter pendampingan dari LKM kepada
nasabahnya sangat menonjol. Karena pembangunan perumahan memerlukan
persyaratan teknis yang tidak menjadi bagian dari keseharian masyarakat,
maka komponen pendamping teknis harus menjadi bagian dari keseharian
pemerintah. Namun harus diingat hal ini akan hemat dan efektif kalau
diserahkan pada LKM dan pendampingnya dan tidak perlu membentuk
pendamping baru tetapi meningkatkan kapasitas pendampingan petugas LKM.

Beberapa catatan kunci ini dapat menjadi landasan dan dukungan bagi
masuknya LKM dalam pembiayaan perumahan swadaya. Langkah strategis
selanjutnya dapat dikembangkan lebih lanjut. Dengan memasuki bisnis baru
ini LKM juga dapat memperluas pasar dan memperkuat kehadirannya dalam
masyarakat.
Selanjutnya yang perlu kita dorong adalah agar dukungan pembiayaan
untuk modal kerja bagi LKM yang masuk dalam pembiayaan perumahan harus
menjadi perhatian semua instansi Pemerintah yang mengembangkan Program
Perkuatan LKM. Misalnya Kementerian Koperasi dan UKM, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Sosial dan
lain-lain. Salah satu caranya adalah dengan mengizinkan bantuan modal
(Perkuatan) LKM untuk masing-masing sektor juga diizinkan sekurang-
kurangnya 10% dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan dan perbaikan
rumah dengan jangka waktu dua tahun atau lebih. Hal ini penting karena
selama ini pembiayaan perumahan hanya dilihat dari sisi konsumsi dan
Noer Soetrisno18-02-2008
9
dianggap tidak produktif serta dalam JUKNIS sering disebutkan jangka waktu
pinjaman kurang dari satu tahun. Padahal kalau hal ini dilakukan dapat
mengerem laju arus balik uang daerah ke kota yang lebih besar, karena uang
bantuan modal harus mengendap lebih lama dalam perputaran usaha di
daerah. Sebagai perhitungan berdasarkan pemantauan KMKUKM pada tahun
2006 dilaporkan terdapat 17.5 Trilyun Rupiah dana perkuatan UKM di berbagai
Departemen/Instansi Pemerintah.
Dengan gambaran diatas ada pontensi pembiayaan dan peluang bisnis baru
pembangunan dan perizinan rumah untuk peningkatan produktivitas usaha dan
kualitas hidup sekitar 1.7 Trilyun setiap tahun dan akan berputar. Kegiatan
membangun rumah berkaitan dengan sekitar 140 macam kegiatan ekonomi
yang umumnya dikerjakan oleh UKM.

5. Penutup.

Pembangunan perumahan dalam lima tahun kedepan menjanjikan
persfektif bisnis yang besar sehingga menuntut basis perluasan dukungan
pembiayaan. Oleh karena disamping mengembangkan peran kredit perbankan
maka peluang lembaga keuangan mikro juga sangat besar. LKM mempunyai
posisi strategis untuk mendukung pengembangan perumahan baik untuk
pembangunan baru maupun perbaikan. Masuknya produk pembiayaan
perumahan ke dalam bisnis LKM akan memperluas pasar dan kegiatan usaha
LKM.

You might also like