You are on page 1of 12

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

DIFFERENSIASI UNTUK MENGATASI MASALAH PERGURUAN TINGGI SWASTA


Oleh Arijo Isnoer Narjono *)

Abstraksi Kemampuan mengembangkan sektor pendidikan tinggi merupakan salah satu kunci keberhasilan investasi SDM yang dilakukan oleh suatu negara. Di Indonesia, sektor ini ternyata dapat dikatagorikan sebagai sedang terpuruk yang ditandai dengan banyaknya PTS yang bermasalah dan bangkrut. Solusi untuk memecahkan masalah ini sangat mendesak untuk ditemukan kalau tidak ingin sektor pendidikan tinggi semakin terpuruk lebih dalam lagi. Salah satu solusinya adalah mengembangkan keunggulan bersaing PTS yang berbentuk deferensiasi. Kata Kunci: Differensiasi, Masalah PTS *) Dosen Manajemen STIE ASIA Malang Pendahuluan Kondisi terseok-seoknya PTS terus menjadi persoalan. Banyak PTS yang gulung tikar ataupun menutup program studinya karena kalah bersaing. Menurut data APTISI pusat, sebanyak 30 persen atau 800-an perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia gulung tikar (Kompas, 2008). Sementara di Jawa Timur sendiri, ada 30 dari 351 PTS yang tutup selama kurun waktu lima tahun terakhir (sampai tahun 2009). Selain itu, sebanyak 49 PTS di Jawa Timur dikatakan berada dalam keadaan tidak sehat (Koran Tempo, 2009). Bangkrutnya PTS PTS tersebut terutama disebabkan tidak ada atau kurangnya minat calon mahasiswa yang mau mendaftar pada PTS tersebut. Akibatnya, sekolah swasta yang mengandalkan dana masyarakat tersebut tidak mampu membiayai operasional pendidikan. Jika jumlah mahasiswa tidak cukup, kecil kemungkinan PTS bisa survive karena sumber dana sebagian besar berasal dari mahasiswa. Walaupun demikian, banyak PTS yang tetap memaksakan diri membuka program studi meskipun jumlah mahasiswanya tidak memadai. Bahkan, ada pula PTS yang tinggal papan nama karena kekurangan mahasiswa tetap beroperasi.

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang

88

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

Umumnya PTS PTS yang gulung tikar tersebut dianggap telah lama bermasalah atau tidak berkualitas. Beberapa permasalahan yang dihadapi mayoritas PTS di Indonesia, di antaranya terkait pengelolaan keuangan, sarana dan prasarana , kepemimpinan, sumberdaya manusia, citra lembaga, dan organisasi yang tidak sehat sehingga saling gugat di pengadilan. Perkembangan dan perubahan lingkungan yang begitu cepat dan dramatis, termasuk perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi serta perubahan sosial ekonomi, telah mempengaruhi sektor pendidikan tinggi sehingga mengakibatkan timbulnya persaingan bisnis dalam industri pendidikan tinggi yang begitu ketat. Perkembangan dan perubahan terjadi secara lintas geografis. Secara populer perkembangan tersebut dikenal dengan istilah globalisasi (Siagian, 1995). Kondisi yang demikian menuntut setiap PTS untuk bisa menggali dan mengembangkan sumber-sumber keunggulan bersaing agar dapat bertahan hidup. Perubahan yang kian cepat di tengah arus globalisasi dan industrialisasi menuntut antisipasi para pengelola pendidikan tinggi, khususnya untuk menghasilkan lulusan yang adaptif. Kalau tidak, akan semakin banyak lagi PTS PTS yang gulung tikar. Faktanya, dari sekitar 2.746 perguruan tinggi swasta (PTS), hanya sekitar 20 persennya yang siap menyambut tantangan tersebut, selebihnya dinilai belum siap bersaing di era global. Jangankan bersaing di era globalisasi, bersaing di tingkat lokal saja sudah setengah mati.(Hendrawan, 2009) Permasalahannya sekarang, apa yang diperlukan oleh sebuah PTS jika ingin bukan hanya bertahan, akan tetapi juga tumbuh dimasa datang bahkan di kancah internasional? Masalah PTS Akibat Industrialisasi Mcleod (2001) mendifinisikan masalah baik secara negatip maupun secara positip.

Menurutnya masalah adalah suatu kondisi yang memiliki potensi menimbulkan kerugian luar biasa atau menghasilkan keuntungan yang luar biasa. Yang terjadi di sektor pendidikan tinggi adalah masalah dalam arti yang negatip, yaitu adanya kondisi yang telah menimbulkan bangkrutnya banyak PTS. Kalau ditelusuri, masalah yang dihadapi oleh kalangan perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia sebenarnya merupakan dampak industrialisai terhadap pendidikan tinggi. Seperti kita ketahui bahwa industrialisasi telah lama merambah dan masuk dalam sektor pendidikan tinggi di Indonesia yaitu sejak masa pemerintahan orde baru yang menempatkan pertumbuhan ekonomi dan industri sebagai prioritas terpenting. Realitas ini berlanjut sampai sekarang meskipun pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 89

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

orde baru telah jatuh dan digantikan pemerintahan orde reformasi. Hal ini akibat berkembangnya paradigma yang menyatakan bahwa industrialisasi, materialisme dan liberalisme dapat membawa kemajuan bagi dunia pendidikan tinggi. Dalam beberapa hal, paradigma tersebut memang terbukti membawa dampak positip bagi perkembangan dunia pendidikan tinggi. Industrialisasi telah mengantarkan pendidikan tinggi di Indonesia mengenal alat alat teknik dan komunikasi yang canggih, prosedur akademik yang efesien, manajemen modern dan teknik pemasaran jasa yang makin maju dan agresif. Akibat deregulasi, reformasi dan liberalisasi pendidikan tinggi, PTS PTS baru (dan PTN baru) juga banyak didirikan dan dikembangkan. Berbagai gedung perkuliahan, perpustakaan, atau laboratorium gencar di bangun. Lama pendidikan menjadi semakin pendek, proses kelulusan menjadi semakin mudah dan jumlah lulusan perguruan tinggi menjadi maksimal dan meningkat berkesinambungan. Pendidikan tinggi juga telah menjadi sebuah komoditas jasa yang tersedia secara massal dan merata di hampir seluruh kabupaten di Indonesia. Kehadiran perguruan tinggi (terutama PTS) di daerah - daerah telah mencegah banyaknya migrasi penduduk dari daerah- daerah ke kota - kota besar. Modernisasi perguruan tinggi dan beragamnya pilihan program studi di dalam negeri juga telah mencegah banyaknya anak anak orang kaya pergi belajar ke luar negeri, sehingga dapat menghemat devisa. Di lain pihak, perkembangan dan kemajuan tersebut bukan tidak membawa masalah. Maraknya PTS telah meningkatkan intesitas persaingan di dunia pendidikan tinggi. Perguruan tinggi sebagai unit pengelolah pendidikan tinggi akhirnya direkayasa seperti perusahaan raksasa modern yang selalu memperhatikan efesiensi dan efektivitas. Perang pemasaran dengan menawarkan berbagai janji dan beragam kemudahan menjadi hal biasa dalam usaha menarik mahasiswa. Bagi PTS yang tidak siap dengan persaingan dan industialisasi pendidikan tinggi, akhirnya gulung tikar atau menutup program studinya karena kalah bersaing. Ekspansi industri juga telah memberikan efek yang sangat luas dan mendalam kepada kondisi sosial di kalangan masyarakat akademik. Pendidikan tinggi menjadi tidak bebas otonom. Kurikulum, praktek mengajar, materi pelajaran dan sasaran pengajaran, semuanya harus disesuaikan dengan persyaratan teknis dari dunia industri. Kalau tidak link and match dengan dunia industri, maka akan kesulitan mendapatkan mahasiswa dan menyalurkan lulusannya. Fenomena tidak link and match ini banyak dialami oleh kalangan perguruan tinggi swasta (PTS) sehingga berakibat PTS tersebut tidak diminati oleh calon mahasiswa. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 90

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

Dengan kata lain, perguruan tinggi telah dibebani tanggungjawab dan tuntutan yang luar biasa besarnya oleh dunia industri. Lembaga ini dituntut untuk mampu memproduksi manusia manusia super tukang dan insinyur unggulan yang amat terampil dan piawai, mau bekerja keras dan berdisiplin tinggi. Lulusannya diharapkan menjadi manusia manusia super cerdas, sangat kreatip dan inovatip yang bisa membawa konsep dan cara cara baru demi kemajuan, modernitas, kesejahteraan dan kemakmuran bukan saja bagi dunia industri tetapi umat manusia secara keseluruhan. Banyak perguruan tinggi (terutama PTS) yang tidak mau dan tidak sanggup beradaptasi terhadap tuntutan dan norma industri ini, akhirnya tidak laku dan menghadapi banyak masalah. Kondisi eksternal dan internal yang komplek telah mengakibatkan banyak PTS yang tidak mampu bertahan hidup atau bangkrut. Agar tidak banyak lagi PTS yang gulung tikar, maka di kalangan pengelola PTS perlu terus ditumbuhkan kesadaran bahwa dampak industrialisasi dan berbagai macam tuntutannya memang tidak bisa dihindarkan. Setiap PTS harus tetap menyadari dan menerima kenyataan bahwa persaingan adalah hal yang wajar dan mau atau tidak mau - harus dihadapi di era industrialisasi dan globalisasi. Para pengelola PTS dituntut untuk selalu mempersiapkan lembaganya dalam menghadapi setiap bentuk kekuatan persaingan industri pendidikan tinggi yang ada. Perlunya Keunggulan Kompetitif Dilihat dari sudut pandang para industrialis, maka perguruan tinggi dianggap sebagai sebuah perusahaan yang memproduksi dan menjual sebuah produk yang berupa jasa pendidikan tinggi atau ilmu pengetahuan ( Kartini Kartono, 1997). Sehingga harus memperhatikan prinsip prinsip manajemen perusahaan dan profesionalisme dalam mengelolanya agar (survive) dan berkembang. Banyak riset para ahli yang telah membuktikan bahwa keahlian ataupun keterampilan superior (superior skills) akan menghasilkan superioritas kinerja (superior performance). Keterampilan superior merupakan kompetensi unik (distinctive competence) yang mendukung perusahaan (PTS) untuk mencapai keunggulan posisional (positional advantage). Keunggulan posisional perusahaan dinyatakan dengan hasil-hasil kinerja (performance outcomes) yang antara lain dalam bentuk kepuasan (satisfaction) dan kesetiaan (loyalty)pelanggan (Cravens, 1996). Dalam hal ini, Rue & Byard (1997) mengilustrasikan kinerja perusahaan sebagai tingkat pencapaian prestasi perusahaan yang diukur dalam bentuk hasil-hasil kerja. bisa bertahan hidup

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang

91

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

Menurut Porter (1994), keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan bergantung pada keunggulan bersaingnya. Setiap perusahaan harus mampu menciptakan dan mempertahankan keunggulan bersaingnya dalam industri mereka, jika ingin tetap hidup (survive) dan bila perlu berkembang. Konsepsi ini berlaku juga bagi sebuah perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi swasta (PTS). Berpegang pada konsepsi ini maka setiap pengelola PTS perlu selalu mengevaluasi posisi bersaing PTSnya dan melaksanakan langkah langkah tindakan spesifik yang diperlukan untuk memperbaikinya agar unggul dalam persaingan. Sebuah PTS yang mampu mengembangkan keunggulan bersaingnya setidak tidaknya tidak akan ditinggalkan mahasiswanya dan minat calon mahasiswa tetap tinggi terhadap PTS tersebut. Keunggulan bersaing berkaitan dengan cara bagaimana perusahaan memilih dan benar-benar dapat melaksanakan strategi generik ke dalam praktik (Porter, 1994). Selanjutnya Porter (1994) mengatakan bahwa keunggulan bersaing pada dasarnya berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh sebuah perusahaan untuk pembelinya yang melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya. Nilai adalah apa yang pembeli bersedia bayarkan untuk apa yang perusahaan berikan pada mereka. Nilai yang unggul dapat berasal dari tawaran harga yang lebih rendah daripada pesaing untuk manfaat yang sepadan atau memberikan manfaat unik yang lebih daripada sekedarnya untuk mengimbangi harga yang lebih tinggi. Nilai yang unggul ini dapat dicapai baik pada pasar sasaran yang luas atau yang sempit (fokus). Dengan kata lain, ada dua jenis dasar keunggulan bersaing tanpa menghiraukan luas atau sempitnya pasar sasaran, yaitu keunggulan biaya dan diferensiasi (Porter, 1994; Hunger & Wheelen, 2001). Sebuah PTS dapat memilih salah satu dari bentuk keunggulan bersaing ini yakni menawarkan biaya pendidikan yang lebih murah daripada rata rata biaya pendidikan yang ditawarkan PTS pesaingnya, atau memberikan manfaat pendidikan yang unik (yang lebih dari sekedarnya) yang dapat mengimbangi tawaran biaya pendidikan yang lebih tinggi daripada rata rata biaya pendidikan yang ditawarkan PTS pesaingnya. Pengelola sebuah PTS hanya dapat memahami keunggulan bersaing PTSnya, jika dapat memandang lembaganya sebagai suatu keseluruhan. Pada sebuah perusahaan, keunggulan bersaing bisa berasal dari banyak aktivitas berlainan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendesain, memasarkan, menyerahkan dan mendukung produknya. Masing masing aktivitas ini dapat mendukung posisi biaya relatip dan untuk diferensiasi.

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang

92

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

Porter (1994) memberikan sebuah perspektif baru dan praktis dengan memperkenalkan suatu alat yang dikenal sebagai analisis rantai nilai. Melalui alat ini, manajemen dapat memadukan semua aktivitas perusahaan sehingga membentuk sinergi yang pada gilirannya akan mendatangkan keunggulan bersaing (lihat gambar 1).
Gambar 1.Rantai Nilai Generik

Sumber: Porter (1994, hal.37)

Analisis terhadap rantai nilai memungkinkan pengelola sebuah PTS dapat memisahkan aktivitas aktivitas mendasar yang dilaksanakan oleh lembaganya yang relevan secara strategis sebagai sumber keunggulan bersaing. Menurut konsep ini, setiap perusahaan terdiri dari dua aktivitas nilai, yaitu aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer adalah aktivitas yang berhubungan dengan produksi dan penawaran nilai yang lebih besar kepada pelanggan daripada yang dilakukan pesaingnya. Pada sebuah PTS, yang tergolong aktivitas primer adalah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 93

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

aktivitas pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, marketing serta administrasi dan pelayanan mahasiswa. Sedangkan aktivitas pendukung adalah aktivitas yang menyediakan input dan infrastruktur yang memungkinkan aktivitas utama berlangsung. Semua aktivitas selain aktivitas primer digolongkan sebagai aktivitas pendukung, seperti aktivitas pembelian, manajemen SDM, akuntansi dan keuangan, manajemen PTS, perencanaan, manajemen mutu dan lain - lain. Semua aktivitas ini dapat menjadi sumber keunggulan bersaing jika dapat dilakukan dengan lebih efesien atau menawarkan keunikan tertentu dibandingkan para pesaingnya. Dengan menggunakan analisis rantai nilai ini, pengelola sebuah PTS dapat melakukan aktivitas berikut: 1)Memahami perilaku biaya 2)Mengidentifikasi apa yang menciptakan nilai bagi pembeli 3)Memilih strategi teknologi yang mencerminkan signifikansi teknologi PTS yang dikelolanya untuk keunggulan bersaing 4)Memanajemeni hubungan strategik antar unit usaha yang ada, dan sebagainya. Para ahli strategi perusahaan, banyak menggunakan rantai nilai bukan hanya untuk mendiagnosis keunggulan bersaing, tetapi juga untuk meningkatkannya. Rantai nilai merupakan cara yang sistematis yang dapat digunakan untuk memeriksa semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan bagaimana semua aktivitas itu berinteraksi (Porter, 1994). Hanya saja untuk memperoleh dan mempertahankan keunggulan bersaing tidak hanya bergantung pada pemahaman mengenai rantai nilai saja, tetapi bagaimana sebuah perusahaan (PTS) cocok di dalam keseluruhan arus nilai yang lebih besar. Banyak perusahaan sekarang yang mengaitkan rantai nilai perusahaan dengan rantai nilai organisasi organisasi lainnya agar memperoleh keunggulan tambahan. Sebuah PTS bisa saja mengaitkan rantai nilainya dengan rantai nilai sebuah SMU atau lembaga penempatan kerja agar tercipta sinergi yang tidak bisa dicapai dengan bekerja sendiri sendiri. Diferensiasi Sebagai Pilihan Keunggulan kompetitip Diferensiasi menjadi pilihan yang menarik sebagai bentuk keunggulan bersaing ditengah gencarnya tuntutan dan kritikan terhadap PTS untuk meningkatkan kualitasnya. Rasanya sangat

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang

94

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

mustahil untuk memilih keunggulan biaya sebagai bentuk keunggulan bersaing daripada diferensiasi dalam mengimbangi tuntutan kualitas yang baik. Peningkatan kualitas sering membutuhkan dana yang besar. Menekan biaya operasional dan pelayanan bisa berakibat menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri. Kualitas pendidikan yang buruk sering dijadikan kambing hitam bagi berkurangnya minat calon mahasiswa terhadap sebuah PTS, sehingga mengalami kebangkrutan. Biaya pendidikan yang sangat murah ( di bawah rata rata biaya kuliah di PTS lainnya yang sejenis) juga bisa membawa citra (image) bahwa PTS tersebut kurang bonafid. Calon mahasiswa bisa mencurigai PTS tersebut menyediakan pelayanan pendidikan yang asal asalan dan dikelola tidak profesional. Image yang kurang baik juga bisa mengurangi minat calon mahasiswa untuk mendaftar pada sebuah PTS. Hanya saja yang perlu dipahami disini adalah konsep diferensiasi tidak boleh dirancukan dengan konsep kualitas. Diferensiasi memang mencakup kualitas, tetapi merupakan konsep yang lebih luas. Kualitas pada umumnya berhubungan dengan produk. Diferensiasi berupaya menciptakan nilai bagi pembeli di seluruh rantai nilai yang ada. Konsep tentang analisis keunggulan bersaing sendiri menunjukkan pentingnya perbedaan dan keunikannya di antara para pesaing. Sumber keunggulan bersaing itu adalah keterampilan, sumber daya dan pengendalian yang superior. Keterampilan yang superior memungkinkan organisasi untuk memilih dan melaksanakan strategi yang akan membedakan organisasi dari persaingan. Keterampilan mencakup kemampuan teknis, manajerial dan operasional. Sebagai contoh, pengetahuan tentang keinginan dan permintaan konsumen membantu perusahaan dalam menggunakan kemampuannya untuk memuaskan konsumen. Sementara itu, sumber daya yang superior memungkinkan pembentukan dimensi keunggulan. Contohnya, jaringan kerja distribusi yang kuat, kemampuan produksi, kekuatan pemasaran (wiraniaga yang berpengalaman), teknologi dan sumber daya alam. Pengendalian yang superior mencakup kemampuan memantau dan menganalisis proses dan hasil bisnis. Kalau diperhatikan dengan lebih teliti, konsep ini memberi peluang yang lebih besar bagi keunggulan bersaing yang berbasis diferensiasi daripada yang berbasis keunggulan biaya dalam meningkatkan kinerja perusahaan. PTS yang memilih keunggulan bersaing berbasis pada diferensiasi harus memiliki kemampuan untuk menyediakan nilai unik dan superior kepada mahasiswa atau calon mahasiswa dari segi kualitas, keistimewaan / ciri ciri khusus, atau layanan purna lulus kuliah. Logika dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 95

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

diferensiasi mengharuskan PTS memilih atribut yang berbeda dengan atribut rivalnya. PTS harus benar benar unik di sepanjang beberapa dimensi yang secara umum dihargai oleh mahasiswa atau calon mahasiswa. Sebuah PTS dapat menyeleksi satu atau beberapa atribut yang dipandang penting oleh banyak mahasiswa dan secara unik menempatkan diri untuk memenuhi kebutuhan itu. Karena keunikannya ini, maka PTS tersebut bisa dihargai dengan biaya pendidikan yang didasarkan pada harga premi (premium price). Sebuah PTS yang melakukan diferensiasi hanya bisa memperoleh prestasi unggul jika harga premi yang ditawarkan lebih besar daripada biaya tambah mana pun dari usaha memperoleh keunikan itu. Yang perlu diperhatikan di sini, dalam menentukan biaya pendidikan yang didasarkan pada harga premi (premium price) tidak boleh terlalu jauh di atas rata rata biaya pendidikan para PTS pesaingnya. Biaya pendidikan yang terlalu jauh di atas rata rata yang ditentukan para pesaing juga bisa mengurangi minat mahasiswa atau calon mahasiswa untuk kuliah di PTS tersebut. Tidak banyak mahasiswa atau calon mahasiswa yang mau dan mampu membayar biaya pendidikan yang terlalu mahal, meskipun mereka mengetahui keunggulan PTS tersebut. Diferensiasi yang tepat bisa memberikan penyekat terhadap persaingan karena bisa menciptakan loyalitas dari mahasiswa dan berkurangnya kepekaan terhadap biaya pendidikan. Kesetiaan mahasiswa yang dihasilkan dan kebutuhan PTS pesaing untuk mengatasi keunikan menciptakan hambatan masuk perseptual karena mahasiswa atau calon mahasiswa menganggap tidak ada PTS lain yang mampu menyediakan nilai unik dan superior yang sebanding. Akibat selanjutnya, mahasiswa atau calon mahasiswa kurang begitu peduli terhadap biaya pendidikan yang ditentukan oleh pihak PTS sehingga biaya pendidikan tidak menghalangi minat mahasiswa atau calon mahasiswa untuk memilih kuliah di PTS tersebut. Memelihara loyalitas mahasiswa juga merupakan tuntutan yang harus segera dilaksanakan karena sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup sebuah PTS. Mahasiswa yang loyal cenderung akan memanfaatkan ulang jasa pendidikan dan juga melakukan kegiatan word of mouth melalui pemberian rekomendasi kepada orang orang terdekat mereka untuk menjadi mahasiswa di PTS tersebut. Yang paling penting untuk selalu dicermati bagi PTS yang ingin menikmati keunggulan bersaing di pasar adalah perbedaan antara produknya dan produk PTS pesaing harus dapat dirasakan di pasaran. PTS tersebut harus mampu menghasilkan Kesenjangan kapasitas (a capabelity gap), yaitu suatu perbedaan antara posisi PTS tersebut dan PTS pesaing terkuat untuk kriteria pembelian. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 96

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

Mereka harus dapat merefleksikan pada beberapa produk/atribut yang akan disampaikan, yang merupakan kriteria pokok pembelian (key buying criterion) pasar. Keunggulan bersaing terjadi pada saat kemampuan perusahaan (sebuah PTS) melebihi PTS pesaing terkuat untuk kriteria pembelian yang penting bagi para pembeli (calon mahasiswa). Keunggulan bersaing diperoleh dengan mencari aspek-aspek diferensiasi yang akan dinilai sebagai nilai superior oleh calon mahasiswa yang merupakan konsumen sasaran dan yang tidak mudah diduplikasikan oleh PTS pesaingnya. Diferensiasi, jika tercapai, akan dapat membantu mengatasi masalah keuangan yang sedang melanda banyak PTS akhir akhir ini. Diferensiasi dengan harga preminya (premium price) merupakan bentuk keunggulan kompetitif yang baik untuk menghasilkan marjin laba di atas ratarata dalam industri pendidikan tinggi karena bisa menciptakan posisi yang aman untuk mengatasi kekuatan keuatan persaingan. Untuk bisa mencapai keunggulan bersaing berbasis diferensiasi yang berkelanjutan perlu diciptakan hambatan sehingga sulit bagi PTS pesaing untuk melakukan imitasi. Namun, hambatan imitasi lambat laun juga akan terkikis dengan bertambahnya PTS pesaing dan meningkatnya persaingan, sehingga sebuah PTS dituntut terus menerus memperbaiki kompetensinya untuk mempertahankan keunggulan bersaing yang dimilikinya. Jadi penciptaan keunggulan bersaing merupakan hasil umpan balik jangka panjang atau suatu proses siklis. Proses siklis atau determinism sequential tersebut berada dalam kondisi lingkungan yang kompleks, penuh ketidak pastian, penyimpangan-penyimpangan umpan balik dan kekakuan struktural (Cravens, 1996). Kesimpulan 1) Masalah PTS merupakan dampak industrialisasi dan globalisasi yang ditandai dengan kompetisi dan kontradiksi di sektor pendidikan tinggi yang semakin tajam. 2) Keunggulan bersaing yang tepat perlu dimiliki oleh sebuah PTS agar mampu bertahan hidup di era industrialisasi dan globalisasi 3) Diferensiasi adalah bentuk keunggulan bersaing yang paling tepat untuk mengatasi berbagai masalah PTS saat ini. 4) Diferensiasi dapat meningkatkan kinerja sebuah PTS Saran Sebuah PTS perlu memiliki keunggulan bersaing agar mampu bertahan hidup (survive) bahkan kalau perlu tumbuh dan berkembang di kancah internasional.. Tuntutan lingkungan

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang

97

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

eksternal saat ini mengisyaratkan bahwa diferensiasi adalah bentuk keunggulan bersaing yang paling tepat bagi sebuah PTS untuk mengatasi kekuatan kekuatan persaingan industri pendidikan tinggi. Banyak permasalahan PTS yang akan dapat dipecahkan melalui penggunaan keunggulan bersaing berbentuk diferensiasi ini, terutama yang berkaitan dengan masalah kualitas, jumlah dan minat mahasiswa, serta masalah keuangan. Para pengelola (manajemen) PTS yang bermasalah perlu menemukan bentuk diferensiasi yang paling tepat sehingga dapat meningkatkan kinerja lembaganya. Khususnya diferensiasi yang akan meningkatkan image PTS dan yang akan berakibat pula pada meningkatnya minat masyarakat untuk menguliahkan anaknya di PTS tersebut. Peningkatan jumlah mahasiswa berati juga peningkatan pendapatan bagi PTS tersebut, terutama pendapatan dari Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) dan Dana Pembangunan Pendidikan (DPP) / uang gedung mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Cravens, D.W. 1996. Pemasaran Strategis, Alih Bahasa: Lina Salim,Edisi Keempat, Jilid Satu, Penerbit Erlangga, Jakarta. Hendrawan, D. 2009. PTS Indonesia Kian Kedodoran. (Online). (http:/www.Suarakarya.com. Diakses tanggal 20 Januari 2010). Hunger, J.D. & Wheelen, T.L. 2001. Manajemen Strategis. Diterjemahkan oleh Julianto Agung S. Edisi I, Penerbit Andi. Yogyakarta. Kartono, K. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Beberapa Kritik dan Sugesti. Cetakan Pertama. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Koran Tempo. 2009. PTN Melanggar Aturan Kuota Mahasiswa. (http:www.korantempo/korantempo/koran/2009/08/03/Berita_Utama__Jatim/krn.20090803.172841.id. html. , diakses tanggal 12 Januari 2010) (Online),

Mcleod, R,Jr & Schell, G. 2001. Sistem Informasi Manajemen. Alih bahasa: Hendra Teguh. PT INDEKS. Jakarta. Porter, ME. 1994. Keunggulan Bersaing Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Alih Bahasa: Tim Penerjemah Binarupa Aksara. Cetakan Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. Rue, L.W. & Byars, L.L, 1997. Management, Skill & Aplication, Mc. Graw Hill Companies. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang 98

Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi ASIA

Vol. 4 No. 1. Desember 2009

Siagian, S.P. 1995. Manajemen Stratejik, Bumi Aksara, Jakarta. Kompas. 2008. 800 PTS Gulung Tikar. (Online), (http:/www.kompas.com/read/xml/2008/ s.gulung.tikar. Diakses tanggal 20 januari 2010).

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ASIA Malang

99

You might also like