You are on page 1of 280

BABI PENDAHULUAN LatarBelakang Siapayangtidakkenaldengantuberkulosis(TB).Penyakitinikianpopulerdalambeberapa waktu dengan slogan baru yang disandangnya, TB: Bukan Batuk Biasa.

a. Beberapa orang awam mungkin lebih mengenalnya dengan sebutan penyakit flek paru.Tuberkulosis paru merupakan salahsatupenyakitsaluranpernafasanbagianbawah.PenyakitTuberculosis(TBC)merupakansalah satupenyakitmenularyangtersebardiseluruhduniadanmenjadimasalahkesehatanmasyarakat, karenaangkamorbiditasdanmortalitasyangtinggi.Takdisangka,TBternyataadalahpenyakitusang yangsudahditemukansejakjamanMesirkuno.Haliniditandaidenganditemukannyatandapotts deasesakibatTBCpadamumiyangdiperkirakanberumur1000SM.DalamCorpushippocratiumoleh hippocrates di sebutkan phthisis is the most widespespread, fatal diseases of all the time. Catatan tertua tentang TBC di Indonesia dapat di temukan berupa gambaran relief pada candi borobudur. Meskiusang,tapipenyakitinimasihbelumbisajugadibasmidimukabumi.Sampaisampai,TBpun memilikihariperingatanseduniayangjatuhsetiaptanggal24Maret.Denganadanyahariperingatan itu,tentudiharapkanduniaawareterhadappenyakitini. TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anakanak pun terancam. Usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit tuberkulosis (Samallo dalam FKUI, 1998). Samallo mendapatkan angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi terdapat pada golongan umur 06 tahun dan golongan umur 714 tahun. Menurut Rosmayudi (2002), usia anak sangat rawan tertular tuberkulosis, dan bila terinfeksi mereka mudah terkena penyakit tuberkulosis dan cenderung menderita tuberkulosis berat seperti tuberkulosis meningitis, tuberkulosis milierataupenyakitparu berat.Selain itudariseluruh kasus tuberkulosis,didapatkan data bahwa 74,23% terdapat pada golongan anak. Barubaru ini, jumlah kasus TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan, pada kelompok masyarakat berpendapatanrendah,danmerekayangterinfeksikumanHIV. OrganisasiKesehatanDunia(WHO)melaporkansetiaptahundiperkirakanada9,2jutakasus TBC baru (139/100.00 penduduk). Disinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Pada orang dewasa, diagnosispastiditegakkanapabilamenemukankumanM.tuberculosisdalamsputum/dahak.Akan tetapi, anakanak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak

yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asamadalahsebesar35ml,dengankonsistensikentaldanpurulen. MasalahlainadalahjumlahkumanM.tuberculosisdalamsekretbronkusanaklebihsedikit daripada orang dewasa. Hal itu dikarenakan lokasi primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah kuman 5000/ml dahak. Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Halhal tersebutlah yang sering membuatkitamisdiagnosisatauoverdiagnosis.GejalaTBpadaanaksangatbervariasidantidaksaja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang,otak,mata,usus,danorganlain.Jangansampaisalahdiagnosisatauoverdiagnosis! BABII PEMBAHASAN

2.1.DEFENISI
PenyakitTBCadalahpenyakitmenularyangdisebabkanolehmikrobakteriumtuberkulosis.Kumanbatang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerangparu,tetapidapatjugamengenaiorgantubuhlainya(DepkesRI,2002). Penyakittuberkulosisdisebabkanolehkuman/bakteriMycobacteriumtuberculosis.Kumaninipadaumumnya menyerangparuparudansebagianlagidapatmenyerangdiluarparuparu,sepertikelenjargetahbening (kelenjar),kulit,usus/saluranpencernaan,selaputotak,dansebagianya(Laban,2008). Selain defenisi TBC oleh Depkes dan laban, TBC juga didefenisikan sebagai suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili

Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M.microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. Tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu (90%) dibandingkan bagianlaintubuhmanusia(Masrin,2008).

2.2ETIOLOGI
PenyebabTuberkulosis Penyebab tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosa, yang berbentuk batang dan mempunyaisifatkhususyaitutahanterhadapasampadapewarnaan.Olehkarenaitu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Selain itu TBC juga di sebabkan oleh Micobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Micobacterium avium). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Oleh karena itu dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun.Padasifatdormantinikumantuberkulosissuatusaatdimanakeadaankemungkinkanuntuk diaberkembang,kumaninidapatbangkitkembali. MorfologidanidentifikasiMycobacteriumTuberkulosis M.tuberculosismerupakankumanberbentukbatang,berukuranpanjang5danlebar3, tidakmembentukspora,tidakmempunyaikapsuldantermasukbakteriaerob,padadindingselnya terdapatmycolicacidyaitusuatuasamlemakrantaipanjangsehinggamenyebabkanbakteritahan asampadapewarnaangram,OlehkarenaituM.tuberculosisdisebutsebagaiBasilTahanAsamatau BTA. Pada PewarnaanZiehl Nellse n tampak berwarna merah dengan latar belakang biru. Bakteri sulit diwarnai dengan Gram tapi jika berhasil hasilnya Gram positif. Pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron nampak dinding sel tebal, mesosom mengandung lemak (lipid) dengan kandungan 25%, kandungan lipid memberi sifat yang khas pada bakteri yaitu tahan terhadap kekeringan, alkohol, zat asam, alkalis dan germisida tertentu. Sifat tahan asam karena adanya perangkap fuksin intrasel, suatu pertahanan yang dihasilkan dari komplek mikolat fuksin yang terbentukdidinding. Selainitumycolicacidjugamenyebabkanbakteribisabertahanditempatterbukaselama lebih dari 2 minggu. Pada dinding sel M. Tuberculosis lapisan lemak berhubungan dengan arabinogalaktandanpeptidoglikanyangadadibawahnya,halinimenurunkanpermeabilitasdinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, yaitu suatu molekul lain dalam dinding sel M. tuberculosis, yang berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, sehinggaM.tuberculosisdapatbertahanhidupdidalammakrofag.

Mycobacterium dapat di biakan pada medium cair dan padat. Bakteri lebih cepat tumbuh pada medium cair di bandingkan pada medium padat, pada medium padat yang biasa di gunakan adalahlawensteinjenssenyaitumediadenganbahantelur. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6C selama 1520 menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam. Dalam dahak dapat bertahan 2030 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8 10 hari. Biakan basil ini dalam suhukamardapathidup68bulandengantingkatpHoptimal(pH6,47,0).Untukmembelahdari12
o

kumanmembutuhkanwaktu1420jamdandapatdisimpandalamlemaridengansuhu20 Cselama 2 tahun. Mycobacterium bakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol5%asamsulfat15%,asamsitrat3%danNaOH4%.Basilinidihancurkanolehjodiumtinetur dalam5menit,denganalkohol80%akanhancurdalam210menit.

2.3EPIDEMOLOGI
Penyakit tubercolusis bermula sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini di tunjukan dengan di temukannya mumi yang berusia kirakira 1000SM dimana di temukan tanda potts disease akibat tubercolosis.Selainitujgaditemukanpadamumiperuvia(tahun700)ditemukanTBabdominaldan spinal. Dalam corpus hippocratium oleh hipocrates di sebutkan phthisis is the most widespread,fatal diseaseofthetimestentangpenyakittuberculosis. DiIndonesiacatatantertuatentangpenyakitTBCberupagambaranrelifpadacandiborobudur. Tanggal 24 maret 1982, di berlinrobert koch mempresentasikan hasil penemuannya yaitu penemuan tentang bakteri penyebab tubeculosis Mycobacterium tuberculosis. Sehingga kini setiap tanggal24maretdiseluruhduniadiperingatisebagaiharituberculosisTBDay.

Padapertengahanabadke20duaorangpenelitiyaituCallmetedanGuerin,menemukanvaksinBCG ( bacillus Calmette Guerin ). Pada tahun 1940 obat TB mulai di temukan dan pada tahun 1952 pengobatantripledrugsINH,streptomisindanPASyangdiberikanselama24bulanternyatadapat memberikanangkakesembuhanlebihdari90%penderita Obat anti tuberculosis terus di kembangkan sehingga dapat menyembuhkan hanya dengan pengobatanselama6bulan BelumadasatunegarapundiduniainiyangdilaporkanbebasdariTBC,bahkansekarangini

di negara maju angka kesakitan tuberculosis cenderung meningkat sehingga TB di sebut re emergingdisease LaporanterbaruWHO2008,menunjukansetiaptahundiperkirakanada9,2jutakasusTBbaruatau sekitar (139/100.000 penduduk ) 4,1 juta diantaranya (44%) adalah pasien dengan BTA positif dan 0,7jutapasienTByangjugaterinfeksivirusHIV. LimanegarapenyumbangkasusTBterbesaradalahIndia,cina,indonesia,Afrikaselatandan

Nigeria. Incidenrete tertinggi di dunia adalah afrika yaitu sekitar 363/100.000 penduduk. Gglobal tuberculosiscontrolreport2008,menyebutkanprevalensiTBtahun2996adalah14,4jutaorangdan diperkirakan0,5jutapasiendenganMDR(multydrugsresisten).Tahun2006diperkirakanada1,7 jutaorang/tahunyangmenubgalakibatTBC.Dan0,2jutadiantaranyapasiendenganHIVpositif. UntukIndonesia,TBmerupakanmasalahkesehatanyangpenting.Indonesiaadalahnegara

dengan kasus TBC terbesar ketiga di dunia. WHO Report 2008 meyebutkan bahwa insiden semua kasus TBC di Indonesia pada tahun 2006 adalah 534.439 orang (234/100000 orang). Insiden BTA positif sekitar 240.183 orang (105/100.000 pnduduk). Dengan jumlah kematian akibat TBC sekitar 88.113oran(38/100.000penduduk) TBmembunuh1jutaperempuandiduniasetiaptahunnya,diIndonesiapadatahun2007di

temukan 94.614 pasien lakilaki dan 65.643 pasien TB perempuan dengan BTA positif. Untuk BTA negatifditemukan56.756pasienlakilakidan45.678pasienperempuan. DalampenularaninfeksiMycobacteriumtuberculosishalhalyangperludiperhatikanadalah 1.Reservour,sumberdanpenularan Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbukamemindahkaninfeksilangsungmelaluidroplet. 2.Masainkubasi Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enamminggu,interfalantarainfeksiprimerdenganreinfeksibisabeberapatahun.

3.Masadapatmenular Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan. 4.Immunitas Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCGyangmeningkatkantubuhterhadapTBC.

2.5DIAGNOSA
Penegakan pada penyakit TBParu dapat dilakukan dengan melihat keluhan/gejala klinis, pemeriksaanbiakan,pemeriksaanmikroskopis,radiologikdantuberkulintest.

1. Keluhanataugejalaklinis
Untukgejalaklinikakandibahaspadabagianmanifestasiklinis

2. pemeriksaanfisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak menemukan kelainan. Kelainan parupadaumumnyaterletakdidaerahlobussuperiorterutamadaerahapeksdansegmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antaralainsuaranapasmelemah,ronkibasah,tandatandapenarikanparu,diafragmadan mediastinum

3. pemeriksaanlaboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan darahdanpemeriksaanujituberkulin. 1. Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangatpentingdalammenegakkandiagnosa. Bahannya Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu pengambilan, tempat penampungan, waktu penyimpanan dan cara pengiriman bahan pemeriksaan. Pada pemeriksaanlaboratoriumtuberkulosisadabeberapamacambahanpemeriksaanyaitu: 1. Dahak Memeriksadahaksecaramikroskopispada3spesimenyangdikenaldenganistilahSPS (sewaktupagisewaktu)

Dahak yang baik untuk di periksa adalah dahak yang mukopurulen ( nanah berwarna hijau kekuning kuningan) bukan ingus juga bukan ludah, jumlahnya 35ml tiap pengambilan. Pada orang dewasa harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut turut. sewaktu : Dahak di kumpulkan pada saat suspek TBC datang berkunjung pertama kali datangpelayanankesehatan. Padasaatpulangsuspekmembawasebuahpotuntukmengumpulkandahakharikedua. pagi:dahakdikumpulkandirumahpadapagiharikedua,segerasetelahbaguntidur. Pottersebutdiantarsendirikelaboratoriumpelayanankesehatan. Sewaktu : dahak di kumpulkan pada hari pada saat menyerahkan dahak pagi kepada pihakpelayanankesehatan 2. cairanpleura Pemeriksaaninidilakukanpadapasienefusipleurauntukmenegakkandiagnosis 3. liquorcerebrospinal, 4. bilasanbronkus, 5. bilasanlambung Airkuraslambung,Umumnyaanakanakataupenderitayangtidakdapatmengeluarkan dahak. Tujuan dari kuras lambung untuk mendapatkan dahak yang tertelan. Dilakukan pagiharisebelummakandanharuscepatdikerjakan 6. urin Air Kemih, Urin pagi hari, pertama kali keluar, merupakan urin pancaran tengah. Sebaiknyaurinkateter. 7. jaringanbiopsi. Pemeriksaaninidilakukanuntukmembantumenegakkandiagnosistuberkulosis.Bahan jaringandapatdiperolehmelaluibiopsiatauotopsi 8. kurasanbronkoalveolar, Pemeriksaanbakteriologidapatdilakukandengancarapemeriksaanmikroskopisdanbiakan a. PemeriksaanMikroskopis Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung yang merupakanmetodediagnosisstandardenganpewarnaanZiehlNeelsen.Pemeriksaanini untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan

mikroskopismerupakanteknologidiagnostikyangpalingsesuaikarenamengindikasikan derajatpenularan,risikokematiansertaprioritaspengobatan. Pemeriksaan dahak dilakukan selama 3 x yaitu 2 bulan setelah pengobatan, 5 bulan setelahpengobatandan6bulansetelahpengobatan.PemeriksaanBTAdahakpenderita dilakukanolehpetugaslaboratoriumPuskesmas. b. Pemeriksaanbiakankuman Kultur(biakan),MediayangbiasadipakaiadalahmediapadatLowensteinJesen. Dapat pula Middlebrook JH11, juga sutu media padat. Untuk perbenihan kaldu dapat dipakaiMiddlebrookJH9danJH12. Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga MycobacteriumOther Than Tuberculosis(MOTT) c. Uji kepekaan kuman terhadap obatobatan anti tuberkulosis, tujuan dari pemeriksaan ini,mencariobatobatanyangpotenuntukterapipenyakittuberkulosis. 2. pemeriksaandarah hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk tubercolosis.LajuEndapDarah(LED)jampertamadanjamkeduadibutuhkan.Dataini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosaTBC 3. ujituberculin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakandalam"ScreeningTBC".EfektifitasdalammenemukaninfeksiTBCdenganuji tuberkulinadalahlebihdari90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun51%. Daripersentasetersebutdapatdilihatbahwasemakinbesarusiaanakmakahasiluji tuberkulinsemakinkurangspesifik.

Adabeberapacaramelakukanujituberkulin,namunsampaisekarangcaramantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan(indurasi)yangterjadi. Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuansakitTBperluditinjaudariklinisnyadanditunjangfototorak.Pasiendengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalamimasainkubasiinfeksiTB,atauterjadialergi. Penilaianhasil: 1. Pembengkakan(Indurasi) : 04mm,ujimantouxnegatif. Artiklinis:tidakadainfeksiMikobakterium tuberkulosa. 2. Pembengkakan(Indurasi) : 39mm,ujimantouxmeragukan. Halinibisakarenakesalahanteknik,reaksi silangdenganMikobakteriumatipikatau setelahvaksinasiBCG. 3. Pembengkakan(Indurasi) : 10mm,ujimantouxpositif. Artiklinis:sedangataupernahterinfeksi Mikobakteriumtuberkulosa. 4. Pemeriksaanradiologis Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: fotolateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaranbermacammacambentuk. GambaranradiologiyangdicurigailesiTBCaktif

Bayanganberawanataunodulardisegmenapicaldanposteriorlobusatasparudan segmensuperiorlobusbawah

Kapitas,terutamalebihdarisatudikelilingibayanganberawanataunoduler Bayanganbercakmiler Efusipleuraunilateral

GambaranradiologiyangdicurigailesiTBinaktif Fibrotikpadasegmenapikaldanposteriorlobusatas Kalsifikasiataufibrotik Fibrothorakdanataupenebalanpleura

IndikasiPemeriksaanFotoToraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraksperludilakukansesuaidenganindikasisebagaiberikut: Hanya1dari3spesimendahakSPShasilnyaBTApositif.Padakasusinipemeriksaan fototoraksdadadiperlukanuntukmendukungdiagnosisTBparuBTApositif. - Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberianantibiotikanonOAT(nonfluoroquinolon - Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkanbronkiektasisatauaspergiloma 5. pemeriksaankhusus a. BACTEC Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapatmenjadisalahsatualternatifpemeriksaanbiakansecaracepatuntuk membantumenegakkandiagnosisdanmelakukanujikepekaan. b. PCR PemeriksaaniniadalahteknologicanggihyangdapatmendeteksiDNA,termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benardansesuaidenganstandarinternasional.

10

Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen, sehinggapenggunaansampeldarahuntukujiPCRtidakdisarankan.Sebaliknyabila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita tuberkulosisparu,masihadabeberapafaktoryangperludipertimbangkansebelum menggunakanPCRsebagaisaranadiagnosistuberkulosisparu c. PEMERIKSAANSEROLOGI ELISA Teknikinimerupakansalahsatuujiserologiyangdapatmendeteksiresponshumoral berupaprosesantigenantibodiyangterjadi.KelemahanutamadariteknikELISAini adalahpengenceranserumyangtinggidanperludilakukanuntukmencegahikatan nonspesifikdariimunoglobulinmanusiapadaplastik Immunocrhomotografituberculosis(ITC) UjiICTadalahujiserologiuntukmendeteksiantibodiM.Tuberkulosisdalamserum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yangberasaldarimembransitoplasmaM.Tuberculosis PAP(peroksidaseantiperoksidase) Ujiinimerupakansalahsatujenisujiyangmendeteksireaksiserologiyang terjadi Mycodot Ujiinimendeteksiantibodiantimikobakterialdidalamtubuhmanusia.Ujiini menggunakanantigenlipoarabinomananyangditempeldenganalatyangberbentuk sisirplastik IgGTB UjiiniadalahsalahsatupemeriksaanserologidengancaramendeteksiantibodiIgG denganantigenspesifikuntukmikobakteriumtuberkulosis.Diluarnegerimetodeini lebihseringdigunakanuntukmendiagnosaTBekstraparu,tetapikurangbaikuntuk diagnosaTBpadaanak PenentuandiagnosaPenyakitTBCparu Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaandahaksecaramikroskopis. Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya : 1. BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis dinyatakan positif apabila sedikitnya duadaritigaSPSBTAhasilnyapositif.

11

2. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgendadaataupemeriksaanspesimenSPSdiulang. 3. Jika hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTApositif. 4.JikahasilrontgentidakmendukungTB,makapemeriksaanlain,misalnyabiakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin)selama12minggu.Bilatidakadaperubahan,namungejalaklinistetapmencurigakan TB,ulangipemeriksaandahakSPS: 1.JikahasilSPSpositif,didiagnosissebagaipenderitaTBBTApositif. 2. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosisTB. 3. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. 4.BilahasilrontgentidakmendukungTB,penderitatersebutbukanTB. PenentuandiagnosaPenyakitTBCpadaanak Padaanak,kesulitanmenegakkandiagnosispastidisebabkanoleh2hal,yaitu: 1. Sedikitnyajumlahkuman. JumlahkumanTBCdisekretbronkuspasienanaklebihsedikitdaripadadewasakarena lokasi kerusakan jaringan TBC paru primer terletak dikelenjar linfe hilus dan parenkim parubagianperifer.Tingkatkerusakanparenkimparutidakseberatpadadewasa. 2. Sulitnyapengambilanspesimen(sputum)Padaanak, walaupunbatuknyaberdahakbiasanyadahakakan ditelansehinggadiperlukanbilasan lambungyangdiambilmelaluinasogastriktubedanharusdilakukanolehpetugasyang berpengalaman. Karena berbagai alasan diatas, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anakdidasarkanatasgambaranklinis,gambaranfotorontgendadadanujituberkulin. Tabel3.PetunjukWhoUntukDiagnosisTuberkulosisAnak Dicurigaituberculosis ) Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis dengan diagnosis pasti(BTApositif) )Anakdengan: Keadaankliniktidakmembaiksetelahmenderitacampakataubatukrejan ) Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan pengobatanantibiotikuntukpenyakitpernapasan

12

Pembesarankelenjarsuperfisialisyangtidaksakit Mungkintuberkulosis )Ujituberkulinpositif(10mm/lebih) )FotoRontgenparusugestiftuberkulosis )Pemeriksaanhistologisbiopsisugestiftuberkulosis )ResponyangbaikpadapengobatandenganOAT Pastituberkulosis(confirmedTB) Ditemukan basil tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakan. IdentifikasiMycobacteriumtuberculosispadakarakteristikbiakan PetunjukdiagnosisTB. PenentuanDiagnosisTBEkstraParu Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitisTBdanlainlainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinanpenyakitlain. Ketepatandiagnosisbergantungpadametodepengambilanbahanpemeriksaandan ketersediaan alatalat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,fototoraks,danlainlain.

FISIOLOGI DAN ANATOMI SALURAN PERNAPASAN


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluransaluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). 13

Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. 14

Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna MERUPAKAN stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.

2.5PATOGENESIS
CaraPenularan SumberpenularanpenyakitTBCparuadalahpenderitadenganTBCparuBTA(+).Penderita menyebarkankumankeudarapadawaktubatukataubersindalambentukpercikandahak (droplet),percikanyangmengandungkumantuberkulosisdapatbertahandiudara beberapajampadasuhukamar,terhirupolehorangsehatsewaktubernapas, selanjutnyaakanberkembangb i a k d a l a m j a r i n g a n p a r u p a r u , k e m u n g k i n a n p u l a m a s u k k e b a g i a n t u b u h lainnyamelaluipembuluhdarah,saluranlimfe,atau penyebaranlangsungketubuhlainnya(Enarson,1996). Tuberkulosisadalahpenyakitmenular,artinyaorangyangtinggalserumahdenganpenderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positip terutama pada waktu batuk atau bersin, dimanapasienmenyebarkankumankeudaradalambentukpercikandahak(dropletnuclei).Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam ruangandimanapercikandahakberadadalamwaktuyanglama(Depkes,2008). Dayapenularandariseorangpenderitaditentukanoleh

15

1. banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaandahak,makinmenularpenderitatersebut.Bilahasilpemeriksaandahaknegatif (tidakterlihatkuman),makapenderitatersebutdianggaptidakmenular. 2. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi

dropletdalamudaradanlamanyamenghirupudaratersebut 3. Faktor lain yang m e m p e n g a r u h i s e s e o r a n g t e r i n f e k s i T B C a d a l a h d a y a t a h a n t u b u h y a n g rendahdiantaranyakarenagiziburukatauHIV/AIDS(Depkes2001) SelamakumanTBmasukkedalamtubuhmanusiamelaluipernapasan,kumanTBtersebut dapatmenyebardariparukebagiantubuhlainnya,melaluisistemperedarandarah,sistemsaluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian bagian tubuh lainnya. Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara keberadaan sinar matahari langsung dapat membunuhkuman.Percikandapatbertahanselamabeberapajamdalamkeadaanyanggelapdan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makintinggiderajatkepositifanhasilpemeriksaandahak,makinmenularpasientersebut. FaktoryangmemungkinkanseseorangterpajankumanTBparuditentukanolehkonsentrasipercikan dalamudaradanlamanyamenghirupudaratersebut(Depkes,2008). MenurutNurNasri,1997dalamWoro(1997),penularanpenyakitTBdapatterjadisecara: 1) Penularanlangsung Penularanyangterjadidengancarapenularanlangsungdariorangkeorangyaitudalam bentukdropletnucleipadaorangyangberadapadajarakyangsangatberdekatan. 2) Penularanmelaluiudara Penularan ini terjadi tanpa kontak dengan penderita dan dapat terjadi dalam bentuk dropletnucleiyangkeluardari mulutatau hidung, maupun dalambentukdust(debu). Penularan melalui udara memegang peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit TB. Droplet nuclei merupakan partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering. Sedangkan Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagaihasildariresuspensipartikelyangterletakdilantai,ditempattidursertayang tertiupanginbersamadebulantai/tanah 3.Penularanmelaluimakanan/minuman Penularan TB dalam hal ini dapat melalui susu (milk borne disease) karena susu merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikro organisme penyebab, juga karena susu sering diminum dalam keadaan segar tanpa

16

dimasak atau dipasteurisasi, sedangkan pada susu yang mengalami kontaminasi oleh bakteritidakmemperlihatkantandatandatertentu. TBCtidakmenularmelaluiserangga,transfusidarahataupunairminum. Kumankuman TBC akan menetap di dalam tubuh tanpa membuat sakit. Hal tersebut dinamakan infeksi TBC. Sistem kekebalan tubuh kita menjebak kumankuman tersebut, sehingga kita tetap sehat. Dan ketika kekebalan tubuh kita menurun atau tidak dapat melawan,kumankumantersebutmenyerangparuparuatauorgantubuhyanglain.Hal inidinamakanpenyakitTBC. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapatbatuktetapijarangmenghasilkansputum.Bahkanjikaadasputumpun,kumanTBC jarangsebabhanyaterdapatdalamkonsentrasiyangrendahpadasektretendobrokialanak. Prosespenularan Penularanbiasanyamelaluiudara,yaitusecarainhalasidropletnucleusyangmengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1 5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitianmenyebutkan25%50%angkaterjadinyainfeksipadakontaktertutup.Karenadidalam tubuhpejamubelumadakekebalanawal,halinimemungkinkanbasilTBtersebutberkembangbiak danmenyebarmelaluisaluranlimfedanalirandarah. Sebagian basil TB difagositosis oleh makrofag di dalam alveolus tapi belum mampu membunuh basil tersebut, sehingga basil dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembangbiak. Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai kelenjar limfe regional., sedangkan yangmelaluialirandarahakanmencapaiberbagaiorgantubuh,dandidalamorgantersebutakan terjadiprosesdantransferantigenkelimfosit. KumanTBhampirselaludapatbersarangdidalamsumsumtulang,hati,kelenjarlimfe,tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas, sedangkan basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulangdanotaklebihmudahberkembangbiakterutamasebelumimunitasterbentuk. Infeksi yang alami, setelah sekitar 4 8 minggu tubuh melakukan mekanisme pertahanan secaracepat.Padasebagiananakanakatauorangdewasamempunyaipertahananalamiterhadap infeksi primer sehingga secara perlahan dapat sembuh. Tetapi kompleks primer ini dapat lebih

17

progresifdanmembesaryangpadaakhirnyaakanmunculmenjadipenyakittuberkulosissetelah12 bulan. Kurang lebih 10 % individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit terutama pada balita,pubertasdanakil baligdankeadaankeadaanyang menyebabkan turunnyaimunitasseperti infeksiHIV,penggunaanobatobatimunosupresanyanglama,diabetesmelitusdansilikosis. Fokusprimeryangterjadidapatmeleburdanmenghilangatauterjadiperkejuansentrayang terdiriatasotolitisselyangtidaksempurna.Lesilesiiniakanpulihspontan,melunak,mencairatau jika multifikasi basil tuberkulosis dihambat oleh kekebalan tubuh dan pengobatan yang diberikan, makalesiakandibungkusolehfibroflasdanseratkolagen. Proses terakhir yang terjadi adalah hialinasi dan perkapuran. Jika lesi berkembang, maka darah pekejutan akan membesar secara lambat dan seringkali terjadi perforasi ke dalam bronkus, mengakibatkan pengosongan bahan setengah cair tersebut sehingga terbentuk rongga di dalam paruparu. Sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80 90 %), belum tentu menjadi sakit tuberkulosis. Untuk sementara, kuman yang ada dalam tubuh berada dalam keadaan dormant (tidur), dan keberadaan kuman dormant tersebut diketahui hanya dengan tes tuberkulin. Mereka menjadi sakit (menderita tuberkulosis) paling cepat setelah 3 bulan setelah terinfeksi, dan mereka yangtidaksakittetapmempunyairisikountukmenderitatuberkulosissepanjanghidupnya.

RiwayatterjadinyaTBCparu
Riwayat terjadinya Tuberkulosis Infeksi Primer : Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. 18

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) : Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

KlasifikasiPenyakitdanTipePenderita
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu definisi yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.Ada empat hal yang perlu diperhatikandalammenentukandefinisikasus,yaitu: 1.Organtubuhyangsakitparuatauekstraparu 2.HasilpemeriksaandahaksecaramikroskopislangsungBTApositifatauBTANegatif 3.Riwayatpengobatansebelumnya:baruatausudahpernahdiobati 4.Tingkatkeparahanpenyakit:ringanatauberat

1.KlasifikasiPenyakit
1.TuberkulosisParu
Tuberkulosisparuadalahtuberkulosisyangmenyerangjaringanparu,tidaktermasukpleura (selaputparu). Berdasarkanhasilpemeriksaandahak,TBParudibagidalam: a. TuberkulosisParuBTApositif Sekurangkurangnya2dari3spesimendahakmenunjukkanBTApositif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologimenunjukkangambarantuberkulosisaktif HasilpemeriksaansatuspesimendahakmenunjukkanBTApositifdanbiakanpositif

b. TuberkulosisParuBTAnegatif

19

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainanradiologimenunjukkantuberkulosisaktif

Hasilpemeriksaandahak3kalimenunjukkanBTAnegatifdanbiakanmenunjukkan tuberkulosispositif. TBParuBTAnegatifRontgenPositifdibagiberdasarkantingkatkeparahaanTBParu BTANegatifRontgenPositifdibagiberdasarkantingkatkeparahanpenyakitnya,yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advancedataumilier;danataukeadaanumumpenderitaburuk.

2.TuberkulosisEkstraParu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaputjantung(pericardium),kelenjarlymfe,tulang,persendian,kulit,usus,ginjal,salurankencing, alatkelamin,danlainlain. TBekstraparudibagiberdasrkanpadatingkatkeparahanpenyakitnyayaitu: a. TBEkstraParuRingan Misalnya : TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang)sendi,dankelenjaradrenal. b. TBEkstraParuBerat Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, perionitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulangbelakang,TBusus,TBsalurankencingdanalatkelamin.

2.TipePenderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderitayaitu: 1. KasusBaru Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OATkurangdarisatubulan(30dosisharian). 2. Kambuh(Relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosisdantelahdinyatakansembuh,kemudiankembalilagiberobatdenganhasil pemeriksaandahakBTApositif. 3. Pindahan(Transferin)

20

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pinah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawasuratrujukan/pindah. 4. Setelahlalai(Pengobatansetelahdefault/dropout) Adalahpenderitayangsudahberobatpalingkurang1bulan,danberhenti2bulanatau lebih, kemudian atang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasilpemeriksaandahakBTApositif. 5. Lainlaina. a. Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih. adalah penderitadenganhasilBTAnegatifRontgenpositifmmenjadiBTApositifpadaakhir bulanke2pengobatan. b. Karier Penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasilpemeriksaanulahdahak2kaliberturutturutnegatif.Tindaklanjut:penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikutiprosedurtetap.SeharusnyaterhadapsemuapenderitaBTApositifharus dilakukanpemeriksaanulangdahak. c. Kasuskronis Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatanulangkategori2.

21

KlasifikasiTBC(menurutTheAmericanThoracicSociety,1981) Klasifikasi0 KlasifikasiI KlasifikasiII Tidakpernahterinfeksi,tidakadakontak,tidakmenderitaTBC Tidakpernahterinfeksi,adariwayatkontak,tidakmenderitaTBC TerinfeksiTBC/testtuberkulin(+),tetapitidakmenderitaTBC (gejalaTBCtidakada,radiologitidakmendukungdanbakteriologi negatif).

KlasifikasiIII SedangmenderitaTBC KlasifikasiIV PernahTBC,tapisaatinitidakadapenyakitaktif KlasifikasiV


DicurigaiTBC

2.6KelompokyangrentantertularTBC
1. AnakdanorangtuayangmemilikikontakdenganorangdewasadenganTBCaktif,Pajanan terhadaporangdewasayanginfeksius,Resikotimbulnyatransmisikumandariorangdewasa keanakakanlebihtinggijikapasiendewasatersebutmempunyaiBTAsputumyangpositif, terdapatinfiltratluaspadalobusatasataukavitasproduksisputumbanyakdanencer,batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udarayangtidakbaik. Anak 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun,resikosakitTBCiniakanberkurangsecarabertahapseiringpertambahanusia.Pada bayi<1tahunyangterinfeksiTBC,43%nyaakanmenjadisakitTBC,sedangkanpadaanak usia 15 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5 10%.Anak<5tahunmemilikiresikolebihtinggimengalamiTBCdiseminatadenganangka kesakitandankematianyangtinggi. 2. Keadaanmalnutrisi. Kaitanpenyakitinfeksidengankeadaangizikurangmerupakanhubungantimbalbalik,yaitu hubungansebabakibat.Penyakitinfeksidapatmemperburukkeadaangizidankeadaangizi

22

yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnyakasuspenyakittuberkulosiskarenadayatahantubuhyangrendah. 3. Kepadatan hunian, pengangguran, penghasilan yang kurang dan pendidikan yang rendah, jugamerupakanfaktorresiko. 4. Pengidap penyakit penyakit imonocompremaise ( HIV, diabetes melitus dll) ataupun yang sedangmenggunakanobatyangmenekansistimimunjugamemilikiresikoterularpenyakit TBC. 5. Merokok Merokoksangatberpengaruhterhadapkesehatan.Didalamrokokterdapat45jenisbahan kimiaberacun.Merokokdapatmengiritasiparuparuyangsakitsehinggamempersulituntuk menormalkankembalikeadaannya. 6. Orangorangyangkontakfisiksecaradekatdenganpenderita 7. Penggunapsikotropika 8. OrangorangyangberadadinegarayangterkenaepidemiTBCdanOrangorangyangsedang sakitdanturundayatahankekebalantubuhnya

2.7MANIFESTASIKLINIK.

A.TuberkulosaPadaAnak
Tuberkulosis pada anak merupakan penyakit sistemik yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, baik organ paru maupun ekstra paru. Penyakit TB pada anak didapatkan dari penularanolehorangdewasa.PenularandariorangdewasayangmenderitaTBinibiasanyamelalui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis, ketika penderita dewasa batuk,bersindanberbicara.Padaorangyangtidakimun,kumanTBtersebutberkembangdidalam parudankemudianmenyebarmelaluisaluranlimfe,parudandarahkeorganorganlain,walaupun parumerupakanpredileksiutamapenyakitini,namunbukansatuSatunyatempatinfeksi,sebabTB praktis dapat mengenai semua jaringan tubuh manusia oleh karena sifat kuman TB yang obligat aerob. Tuberkulosis pada anak dapat menyerang paru maupun ekstra paru. TB paru merupakan salah satu bentuk TB yang paling sering dijumpai pada anak. Sedangkan jenis TB ekstra paru yang palingseringdijumpaiadalahTBkelenjar.TBkelenjaradalahsuatupembesarandarisatuataulebih kelenjarlimfeyangdisebabkanolehMycobacteriumtuberculosa.

23

GejalaTBpadaanakyangumumterjadiadalahdemamyangtidaktinggi(subfebris),berkisar 38derajadCelcius,biasanyatimbulsorehari,23kaliseminggudanbelangsung12minggudengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tidak terlalu mencolokpadaanak.Mengapa?SebablesiprimerTBparupadaanakumumnyaterdapatdidaerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada anak lebih sering dikarenakanolehasma.Gejalagejalayangtersebutdiatasdikategorikansebagaigejalanonspesifik. Perludicatatbahwagejalanonspesifikdapatjugaditemukanpadakasusinfeksilain.Makadariitu, keberadaan infeksi lain perlu dipikirkan agar anak tidak overtreated. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organlain. Atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak dapat disebutkansebagaiberikut: 1.Beratbadanturuntanpasebabyangjelasatautidaknaikdalam1bulandenganpenanganangizi 2.Anoreksiadengangagaltumbuhdanberatbadantidaknaiksecaraadekuat(failuretothrive) 3.Demamlamadanberulangtanpasebabyangjelas(bukantifus,malaria,atauinfeksisalurannapas akut),dapatdisertaikeringatmalam 4.Pembesarankelenjarlimfesuperfisialisyangtidaksakitdanbiasanyamultipel 5.Batuklamalebihdari30hari 6.Diarepersistenyangtidaksembuhdenganpengobatandiare Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun;TBmata(konjungtivitisfliktenularis,tuberkelkoroid),dll.OlehkarenagejalaTBpadaanak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain, maka ada yang menyebut TB sebagai the great immitator. Perhatikan bila gerak anak kurang aktif jikadibandingkandengananaksebayanya. Kelenjar limfe. Kelenjar limfe superfisialis sering dijumpai, kelenjar yang sering terkena adalahkelenjarlimfekollianterioratauposterior,jugadapatterjadiaksila,inguinal,submandibula dan supra klavikula. Secara klinis kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan dan dapat saling melekat satu sama lain. Perlekatan ini terjadi akibatadanyainflamasipadakapsulkelenjarlimfe. TBCkulit/skrofuloderma.TBCtulangdansendi:Gejalaumumyangseringditemukanadalah adanyanyeri,bengkakdisendiyangterkenadangangguanatauketerbatasangerak.Padabayidan

24

anakyangsedangtumbuhepifisistulangmerupakandaerahdenganbaskularisasitinggiyangdisukai oleh kuman TBC. Tulang punggung (spondilitis) : gibbus, tulang panggul (koksitis) : pincang, pembengkakandipinggul,tulanglutut:pincangdan/ataubengkak,tulangkakidantangan.TBCotak dan saraf: Meningitis TBC, Merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi,terjadiakibatpenyebaranlangsungkumanTBCkejaringanselaputsaraf(meningens).Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntahmuntah dan kesadaran menurun. TBC mata: Conjunctivitis phlyctenularis.Tuberkelkoroid(hanyaterlihatdenganfunduskopi)danLainlain. Jika berdasarkan klasifikasinya, manifestasi TB pada anak adalah sebagai berikut : Ranke membagituberkulosisdalam3stadium,yaitu: a.stadiumpertamayangmerupakankompleksprimerdenganpenyebaranlimfogen. b.StadiumkeduayaituPadawaktuterjadipenyebaranhematogendan c.StadiumketigayaituTuberkulosisparumenahun(crhonicpulmonarytuberkulosis). Klasifikasilaindarituberkulosisadalah: Tuberkulosisprimeryangmerupakaninfeksipertamadarituberculosis, tuberkulosissubprimeryangmerupakankomplikasituberkulosisprimerserta Tuberkulosispascaprimeryangmerupakanreinfeksiyangdapatterjadiendogendan estrogensetelahinfeksiprimersembuh. Adajugayangmembagituberkulosismenjadiduastadium,yaitu
-

Tuberkolosisprimeryangmerupakankompleksprimersertakomplikasinya. DanTubekolosispascaprimer.

Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit secara perlahanlahan. Kadangkadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin secara rutin, dapat ditemukan penyakit tuberkulosispadaanak.Gejalatuberkulosisprimerjugadapatpanasyangnaikturunselama 12minggudenganatautanpabatukdanpilek. Gambaranklinistuberkulosisprimerlainialahpanas,batuk,anoreksiadanberatbadanyang menurun. Kadangkadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifusabdominalispadabayiatauanakkecil,harusdipikirkanjugakemungkinantuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti brokopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan brokopneumonia yang adekuat harus

25

dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anakdengantuberkulkosis,terutamatuberkulosistonsil,adenoiddantelingatengah.Flikten pada mata diduga sebagai gejala hipersensivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada, flikten sering tetap hilang timbul. Flikten sering disertai infeksi sekunder biasanya oleh Staphylococus hemolyticus. Hal lain yang juga dapat menyebabkan timbulnya flikten ialah benda asing, trakoma dan askariasis. Eritema nodusum sangat jarang dijumpai di Indonesia, tetapi bila terdapat pada kulit menunjukkan bahwa penyakit masih aktif. Gambaran klinis lainnya sesuai dengan organ yang terkana misalnya paru, selaput otak, hepar, tulang dan sendi, ginjaldanlainlain.

B.Tubercolosispadadewasa
GejalaklinisyangpentingdariTBdanseringdigunakanuntukmenegakkandiagnosisklinik adalah batuk terus menerus selama 3 (tiga) minggu atau lebih yang disertai dengan keluarnya sputumdanberkurangnyaberatbadan.(Idris,2004) Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik: 1.Gejalarespiratorik,meliputi: a. Batuk Gejalabatuktimbulpalingawaldanmerupakangangguanyangpalingseringdikeluhkan. Biasanyabatuknyaringansehinggadianggapbatukbiasaatauakibatrokok.Prosesyang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, sekret dikeluarkanterusmenerussehinggabatukmenjadilebihdalamdansangatmengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus,batukakanterdengarsangatkeras,lebihseringatauterdengarberulangulang (paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough,yaitubatuktanpatenagadandisertaisuaraserak BatukGejalainibanyakditemukan,batukterjadikarenaadanyairitasipadabronkus.Sifatbantukdimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkanspuntum). b. Batukdarah

26

Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercakbercakdarah, gumpalangumpalandarahataudarahsegardalamjumlahsangatbanyak(profus).Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosisatau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasidan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Batuk darah pada pemerisaan raadiologis tanpak ada kelainan. Sering kali darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam. Berat ringannya batuk darah tergantungdaribesarkecilnyapembuluhdarahyangpecah. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringanparuataudarahberasaldaribronkiektasisyangmerupakansalahsatupenyulit tuberkulosisparu.Padasaatsepertiinidahaktidakmengandungbasiltahanasam

Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Batuk darah a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan b. Darah berbuih bercampur udara c. Darah segar berwarna merah muda d. Darah bersifat alkalis e. Anemia kadang-kadang terjadi f. Benzidin test negatif 2. Muntah darah a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual b. Darah bercampur sisa makanan c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung d. Darah bersifat asam e. Anemia seriang terjadi f. Benzidin test positif 3. Epistaksis a. Darah menetes dari hidung b. Batuk pelan kadang keluar c. Darah berwarna merah segar d. Darah bersifat alkalis e. Anemia jarang terjadi
c. sesaknapasdantimbulbunyimngikataubengek Gejalainiditemukan bila kerusakanparenkim paru sudahluasataukarenaadahalhal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lainlain.atau oleh penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru ataupun karena

27

akibatterjadinyasumbatansebagianbronkus(saluranyangmenujukeparuparu)akibat penekanankelenjargetahbeningyangmembesar. d. Nyeridada NyeridadapadaTBparutermasuknyeripleuritikyangringan.Gejalainitimbulapabila sistem persarafan di pleura terkena sehingga menimbulkan pleuritis . Terjadi gesekan kedua pleurasewaktupasienmenarikataumelepaskannapasnya. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempattempatlain) 2.Gejalasistemik,meliputi: a.Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebasseranganmakinpendek.Panasbadanmeningkatataumenjadilebihtinggibilaproses berkembangmenjadiprogresifsehinggapenderitamerasakanbadannyahangatataumuka terasapanas keadaaninisangatdipengaruhiolehdayatahantubuhpasiendanberatringannyainfeksikumantuberculosis yangmasuk. b.keringatmalam. Keringatmalambukangejalayangpatognomonisuntukpenyakittuberkulosisparu.Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orangorang dengan vasomotorlabil,keringatmalamdapattimbullebihdini.Nausea,takikardidansakitkepala timbulbilaadapanas c.anoreksia,danpenurunanberatbadan Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif. Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimiatubuh d.GangguanMenstruasi

28

status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi.Statusgiziyangburukmenyebabkanmeningkatnyakasuspenyakittuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah. Oleh sebab itu gangguan menstruasi sering terjadi bilaprosestuberkulosisparusudahlanjut e.sertamalaise Gejalainidapatdisebabkanolehkerjaberlebihan,kurangtidurdankeadaanseharihariyang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan,penderitayangkelihatanneurotik.. f.nadi padaumumnyapenderitaTBparumeningkatseiringdemam. g.gejalakhususyanglain Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena,misalnya TBC Ginjal & Saluran Kencing, dengangejala.pyuriaatauhematuriataupuntanpagejala,tidaknyeri:painlessdapatpula dysuria,urgency&frequencysertaprotienuria&hematuria. C. Tuberkulosispadakehamilan Kehamilandantuberculosismerupakanduastressoryangberbedapadaibuhamil. Stressortersebutsecarasimultanmempengaruhikeadaanfisikmentalibuhamil.Lebihdari 50persenkasusTBparuadalahperempuandandataRSCMpadatahun1989sampai1990 diketahui4.300wanitahamil,150diantaranyaadalahpengidapTBparu. EfekTBpadakehamilantergantungpadabeberapafactorantaralaintipe,letakdan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditasdanmortalitasmaternal. Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB. Jika pengobatan tuberkulosis diberikan awal kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien yang tidak hamil, sedangkan diagnosa dan perawatan terlambat dikaitkan dengan meningkatnya resiko morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan

29

meningkatnya resiko preterm labor sebanyak 9x lipat. Status sosioekonomi yang jelek, hypoproteinaemia,anemiadihubungkankemorbiditasibu. Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumoperitoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanitahamildenganTB. Selain paruparu, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaputotak,tulang,dansendi,sertakulit.Jikakumanmenyebarhinggaorganreproduksi, kemungkinanakanmemengaruhitingkatkesuburan(fertilitas)seseorang.Bahkan,TBpada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi.Jikakumansudahmenyerangorganreproduksiwanitabiasanyawanitatersebut mengalamikesulitanuntukhamilkarenauterustidaksiapmenerimahasilkonsepsi. Menurut Harold Oster mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobatiTBnyaterlebihdulusampaituntas.Namun,jikasudahtelanjurhamilmakatetap lanjutkankehamilandantidakperlumelakukanaborsi. Pengaruhtuberkulosisterhadapjanin MenurutOster,(2007)jikakumanTBhanyamenyerangparu,makaakanadasedikitrisiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obatobatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organlaindiluarparudanjaringanlimfa,dimanawanitatersebutmemerlukanperawatandirumah sakitsebelummelahirkan.Sebabkemungkinanbayinyaakanmengalamimasalahsetelahlahir. Penelitian yang dilakukan tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namunjukadibandingkandengankelompokwanitasehatyangtidakmengalamituberculosisselama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segerasetelahlahir(19%:3%),beratbadanlahirrendah(<2500gram). Selainitu,risikojugameningkatpadajanin,seperti:

30

abortus, terhambatnyapertumbuhanjanin, kelahiranprematurdan terjadinyapenularanTBdariibukejaninmelaluiaspirasicairanamnion(disebutTB congenital).

Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 23 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar.Penularankongenitalsampaisaatinimasihbelumjelas,apakahbayitertular saatmasihdiperutatausetelahlahir.

2.8Faktorfaktoryangmampengaruhikejadiantubercolosis
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktoryaitubibitpenyakit(agent),pejamu(host),danlingkungan(environment) 1. Agen Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi/mencukupisyarat untuk menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk padatingkatrendah.Infektifitasadalahkemampuanmikrobauntukmasukkedalamtubuh host dan berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkattinggi. 2. Penjamu Hostataupejamuadalahmanusiaatauhewanhidup,termasukburungdanarthropodayang dapatmemberikantempattinggaldalamkondisialam.Hostuntukkumantuberkulosisparu adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah:

31

1. Jeniskelamin Daricatatanstatistikmeskitidakselamanyakonsisten,mayoritaspenderitatuberkulosis paruadalah wanita. Halinimasihmemerlukanpenyelidikandanpenelitianlebihlanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler. Untuk sementara, diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor risikoyang masih memerlukan evidence pada masingmasing wilayah, sebagai dasar pengendalianataudasarmanajemen 2. Umur umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru. Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembaliketikaseseorangataukelompokmenjelangusiatua. 3. Kondisisosialekonomi WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompokdengansosialekonomilemahataumiskin 4. Kekebalan. Kekebalandibagimenjadiduamacam,yaitu:kekebalanalamiahdanbuatan.Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberivaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemahmakakumantuberkulosisparuakanmudahmenyebabkanpenyakittuberkulosis paru. 5. Statusgizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh padadayatahantubuhsehinggatubuhakantahanterhadapinfeksikumantuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini,karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapatmeningkatkanrisikotuberkulosisparu 6. PenyakitinfeksiHIV Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIVmeningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan

32

meningkat,dengandemikianpenularantuberkulosisparudimasyarakatakanmeningkat pula. 7. KebiasaanMerokokHubungannyaDenganPenyakitTbparu Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidakhanyamengakibatkangangguankesehatanpadaorangyangmerokok,namunjuga kepada orang disekitarnya yang tidak merokok, merokok dapat menyebabkan sistim imun di paru menjadi lemah sehingga mudah untuk perkembangan kuman mycobacterium. 8. AdanyaKontakDenganPenderitaTB Orangyangberadadiruanganyangsamadenganorangbatuktersebutdanmenghirup udarayangsamaberisikomenghirupkumantuberculosis,danrisikopalingtinggiadalah bagimerekayangberadapalingdekatdenganorangyangbatuk.Keduaorangtuadapat berbahaya yang tinggal atau tidur di ruangan sempit.(Crofton,2002) Terjadinya pemaparanolehkumanTBtersebutbiasdimanasajaantaralaindidalamrumah,sekitar rumah, tempattempat umum, seperti sekolah,pasar, rumah sakit, sarana angkutan umum, dan lainnya. Sehingga harus dilindungi dengan melakukan pengawasan sistematispadaindividu,yangkarenapekerjaannyaberhubungandenganoranglain. 9. KebiasaanMenggunakanPeralatanMakanPenderita 10. KebiasaanTidurBersamaDenganPenderitaTB 11. Kurangnyapengetahuandanpemahamantentangpenyakit,khusunyapenyakitTBC. 3. lingkungan

LingkunganRumah LingkunganrumahmenurutWHOadalahsuatustrukturfisikdimanaorangmenggunakannya untuktempatberlindung.Lingkungandaristrukturtersebutjugasemuafasilitasdanpelayananyang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial. Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhipersyaratansebagaiberikut:

33

1.Memenuhikebutuhanfisiologis a. Suhuruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangansampaiterlalutinggidanterlalurendah.Untukiniharusdiusahakanagarperbedaan suhuantaradinding,lantai,atapdanpermukaanjendelatidakterlalubanyak. b. Haruscukupmendapatkanpencahayaanbaiksiangmaupunmalam. Suaturuanganmendapatpeneranganpagidansianghariyangcukupyaitujikaluasventilasi minimal10%darijumlahluaslantai. c. Ruanganharussegardantidakberbau, untukinidiperlukanventilasiyangcukupuntukprosespergantianudara. d. Haruscukupmempunyaiisolasisuarasehinggatenangdantidaktergangguolehsuarasuara yangberasaldaridalammaupundariluarrumah. e. Harusadavariasiruangan,misalnyaruanganuntukanakanakbermain,ruangmakan, ruangtidur,dll. f. Jumlahkamartidurdanpengaturannyadisesuaikandenganumurdanjeniskelaminnya. Ukuranruangtiduranakyangberumurkurangdarilimatahunminimal4,5m,artinyadalam satu ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volumeruangan4,5m(1,5x1x3m)dandiataslimatahunmenggunakanruangan9m(3 x1x3m) 2.Perlindunganterhadappenularanpenyakit a. Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihanrumah,pakaiandanpenghuninya. b. Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga air pembuanganharusbisadialirkandenganbaik. c.Pembuangankotoranmanusiadanlimbahharusmemenuhisyaratkesehatan,yaituharusdapat mencegahagarlimbahtidakmeresapdanmengkontaminasipermukaansumberairbersih. d.Tempatmemasakdantempatmakanhendaknyabebasdaripencemarandangangguanbinatang seranggadandebu.

34

e. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di dalam rumah,jadirumahdalamkontruksinyaharusratproof,flyfight,mosquitofight. f.Harusadaruanganudara(airspace)yangcukup. g.Luaskamartidurminimal8,5mperorangdantinggilangitlangitminimal2.75 meter LingkunganRumahyangBerpengaruhterhadapKejadianTB Pada umunya, lingkungan rumah yang buruk (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit TB. Berikut ini akan diuraikan mengenailingkunganfisikdansosialrumahyangberpengaruhterhadapkejadianTB. 1. KelembabanUdara Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhisyaratkesehatandalamrumahadalah4060%dankelembabanudarayangtidak memenuhisyaratkesehatanadalah<40%atau>60%(DepkesRI,1989). Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi keringsehinggakurangefektifdalammenghadangmikroorganisme. Bakterimycobacteriumtuberculosasepertihalnyabakterilain,akantumbuhdengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80 % volumeselbakteridanmerupakanhalyangessensialuntukpertumbuhandankelangsungan hidup sel bakteri (Gould & Brooker, 2003). Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteribakteri patogentermasukbakterituberkulosis. 2. VentilasiRumah Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: Ventilasi alamdanventilasibuatan Persyaratanventilasiyangbaikadalahsebagaiberikut: 1. Luaslubangventilasitetapminimal5%dariluaslantairuangan,sedangkanluaslubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanyamenjadi10%dariluaslantairuangan.

35

2. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan,debudanlainlain. 3. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barangbarangbesar,misalnyalemari,dinding,sekatdanlainlain. Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah. Luasventilasirumahyang<10%dariluaslantai(tidakmemenuhisyaratkesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapancairandarikulitdanpenyerapan.Kelembabanruanganyangtinggiakanmenjadi mediayangbaikuntuktumbuhdanberkembangbiaknyabakteribakteripatogentermasuk kumantuberkulosis. Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliranudarayangterusmenerus.Bakteriyangterbawaolehudaraakanselalumengalir. Selainitu,luasventilasiyangtidakmemenuhisyaratkesehatanakanmengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah,akibatnyakumantuberkulosisyangadadidalamrumahtidakdapatkeluardanikut terhisapbersamaudarapernafasan 3. SuhuRumah Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu. Suhuudaradibedakanmenjadi: 1). Suhu kering, yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu ruangan setelah diadaptasikanselamakuranglebihsepuluhmenit,umumnyasuhukeringantara2434 C; 2) Suhu basah, yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap air, umumnyalebihrendahdaripadasuhukering,yaituantara2025C.

36

Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan. Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah yang memenuhi syarat kesehatanadalahantara2025C,dansuhurumahyangtidakmemenuhisyaratkesehatan adalah<20Catau>25C.Suhudalamrumahakanmembawapengaruhbagipenguninya. suhu berperan penting dalam metabolisme tubuh, konsumsi oksigen dan tekanan darah. Lennihan dan Fletter (2003), mengemukanan bahwa suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkandengansuhulingkunganmelaluiprosesevaporasi.Kehilanganpanastubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutamainfeksisalurannafasolehagenyangmenular. Sedangkan menurut Goul & Brooker (2003), bakteri mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuhsuburdalamrentang2540C,akantetapiakantumbuhsecaraoptimalpadasuhu 3137C 4. PencahayaanRumah Pencahayaanalamiruanganrumahadalahpeneranganyang bersumberdari sinarmatahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnyamelaluijendelaataugentingkaca(DepkesRi,2006;Notoatmodjo,2008). Cahayaberdasarkansumbernyadibedakanmenjadiduajenis,yaitu: a. CahayaAlamiah Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteribakteripatogendidalamrumah,misalnyakumanTBC(Notoatmodjo,2003).Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup(jendela),luasnyasekurangkurangnya15%20%.Perludiperhatikanagarsinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknyacahayaalamiahjugadiusahakandengangentengkaca. b. CahayaBuatan Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lainlain. Kualitas dari cahaya buatan tergantungdariterangnyasumbercahaya(brightnessofthesource).

37

Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter, yang diukur ditengahtengah ruangan, pada tempat setinggi < 84cmdarilantai,denganketentuantidakmemenuhisyaratkesehatanbila<50luxatau >300lux,danmemenuhisyaratkesehatanbilapencahayaanrumahantara50300lux. MenurutLubisdanNotoatmodjo(2008),cahayamataharimempunyaisifatmembunuh bakteri,terutamakumanmycobacteriumtuberculosa.MenurutDepkesRI(2004),kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadp kejadian tuberkulosis. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2003), kuman tuberkulosis dapat bertahanhiduppadatempatyangsejuk,lembabdangelaptanpasinarmataharisampai bertahuntahun lamanua, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panasapi.MenurutGirsang(2006),kumanmycobacteriumtuberculosaakanmatidalam waktu2jamolehsinarmatahari;olehtincturaiodiiselama5menitdanjugaolehethanol 80% dalam waktu 210 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Menurut Atmosukarto & Soeswati (2005), rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 37 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari. 5. KepadatanPenghuniRumah Kepadatanpenghuniadalahperbandinganantaraluaslantairumahdenganjumlahanggota keluargadalamsaturumahtinggal.Persyaratankepadatanhunianuntukseluruhperumahan biasadinyatakandalammperorang.Luasminimumperorangsangatrelatif,tergantungdari kualitasbangunandanfasilitasyangtersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 10 m/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum3m/orang.Kamartidursebaiknyatidakdihuni>2orang,kecualiuntuksuamiistri dananakdibawahduatahun. Apabilaadaanggotakeluargayangmenjadipenderitapenyakittuberkulosissebaiknyatidak tidurdengananggotakeluargalainnya.Secaraumumpenilaiankepadatanpenghunidengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni > 10 m/orangdankepadatanpenghunitidakmemenuhisyaratkesehatanbiladiperolehhasilbagi antaraluaslantaidenganjumlahpenghuni>10m/orang. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkanperjubelan(overcrowded).Halinitidaksehatkarenadisampingmenyebabakan

38

kurangnyakonsumsioksigen,jugabilasalahsatuanggotakeluargaterkenapenyakitinfeksi, terutamatuberkulosisakanmudahmenularkepadaanggotakeluargayanglain. MenurutpenelitianAtmosukartodariLitbangKesehtan(2000),didapatkandatabahwa: 1)rumahtanggayangpenderitamempunyaikebiasaantidurdenganbalitamempunyairesiko terkenaTB2,8kalidibandingdenganyangtidurterpisah; 2) Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderitarataratadapatmenularkankepada23orangdidalamrumahnya; 3) besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah4kalidibandingrumahtanggadenganhanya1orangpenderitaTB. 6. lantairumah lantairumahmerupakanfaktorresikoterjadinyapenyakitTBC.Lantaitanahmemilikiperan terjadinya penyakit TBC melalui kelembapan ruangan. Lantai perlu dilapisi dengan semen yangkedapairagarruangantidaklembab.Lantaiyanglembabdapatmemperpanjangmasa viabilitasataudayatahanhidupkumanTBCdalamlingkungan. Lingkungantempatkerja. Lingkungan tempat kerja juga sangat mempengaruhi penyebaran penyakit TBC, dimana lingkungankerjayangkurangkebersihandansirkulasiudarayangburukakanmenjadifaktor penyebarankumanTBC. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debuparapekerjatambang,pekerjasemendansebagainya Lingkungansosial Perilaku sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit TBC merupakan penyakit yang memalukan, sehingga tidak mau segera mengunjungi pelayanan kesehatan sehingga segera mendapatkanpengobatanjugatermasuksalahsatupenyebabpeningkatanperkembanagnpenyakit TBC. Selain itu ada masyarakat yang masih memiliki adat istiadat yang kental dan terkadang masih ada yang percaya dengan kekuatan gaib memngangap penyakit TBC di sebabkan karena adanyakekuatangaib,sehinggapenderitaTBCmelakukanpengobatantradisional. Masyarakat masih lebih banyak berfokus pada pengobatan dibandingkan terhadap upaya pencegahanterhadappenularanpenyakittubercolosis.

2.9DAMPAKPENYAKITTUBERCOLOSIS
39

Dampakbagiindividu Penderita penyakit TBC dapat menjadi sangat lemah, dan tidak bisa kerja, atau melakukan tugas harian biasa, misalnya jaga anak atau kerja kebun. Ratarata, seorang penderita penyakit TBC akan kehilangan 34 bulan waktu kerja produktif. Jika tidak diobati, penyakit TBCmenyebabkankesakitanselamajangkapanjang,kecacatandankematian.Kirakira50% penderita penyakit TBC paru yang tidak diobati akan meninggal dalam waktu 5 tahun, mayoritasdari50%iniakanmatidalamwaktu18bulan. BerikutiniakandibahaskomplikasiapasajayangdapatterjadiakibatdaripenyakitTBC.:

KomplikasiPadaPenderitaTuberkulosis
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner PenderitaTBparudengankerusakanjaringanluasyangtelahsembuh(BTAnegatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat,penderita harus dirujuk ke unit spesialistik
a. Pleuritis dan Empiema Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan melapisi rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).

40

Empiema adalah berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga yaitu paru-paru. Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda:
-

Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer.

Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema)walaupun jarang terjadi.

Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura.

Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.
b. Pneumotoraks Spontan

Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas. Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiematuberculosis.
c. Laringitis Tuberkulosis

Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejalaserak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan. Keganasan pada laringjarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkinperlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang sulit. Tuberkulosis laringmemberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebatyang tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu.
d.

Kor Pulmonale

Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru). Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.
e.

Apergilomata

41

Apergilo omata adala kavitas tu ah uberkulosis y yang sudah diobati deng baik dan sudah semb d gan n buh terinfek jamur Asp ksi pergillus fum migatus. A. f fumigatus ya spesies j aitu jamur lingku ungan yang mengha asilkan spora yang terdap di dalam udara deng dihirup s a pat m gan secara terus menerus. Pa sinar ada rontgen dapat diliha semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavi at a itas. Keadaa ini an -kadang men nyebabkan h hemoptisis (b batuk darah) yang berat bahkan fata Fungsi pa ) al. aru kadangsudah se ering rusak b berat karena tuberkolosi a is h k lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.6
GambarapayangterjadipadatubuhseseorangsetelahtertularkumanTBC r e t r m

Dampakbagikeluarga k r an Penderita penyakit TBC yang tidak diobati dengan baik bis menularka bakteri TBC pada sa T keluarganya, termasuk anak. Juga mereka tidak dapat bebas berga jangan sampai a aul n C. ngat sulit bila mereka tin nggal dalam satu rumah dengan h menularkan bakteri TBC Hal ini san ng. banyakoran Dampakbagimasya k arakat TBC banyak menyerang anggota m k g masyarakat usia bekerja (1554 tahu sehingga negara u un), a kekurangan tenagatram mpil.TBCba anyakmenye erangmasya arakatgolonganekonom milemah, sehingga m menambah t tingkat kemiskinan. Pen ngobatan T TBC secara luas sangat mahal. t Pemerintah harus m menyiapkan dana yan besar unt tuk menyed diakan obat tobatan.

42

Sesungguhnya dana untuk obat tersebut dapat digunakan untuk kepentingan membangun daerah.

2.10PENATALAKSANAAN
a.Promotif. PenyuluhankepadamasyarakatapaituTBC Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan,faktorresiko MensosialisasiklanBCGdimasyarakat.

b.Preventif
1.VaksinasiBCG Vaksin BCG merupakan suatu live attenuated vaksin yang mengandung kultur strain MycobacteriumbovisdandigunakansebagaiagenimunisasiaktifterhadapTBCdantelahdigunakan sejaktahun1921.Walaupuntelahdigunakansejaklama,akantetapiefikasinyamenunjukkanhasil yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia. Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktortermasukdiantaranyaumur,cara/teknikvaksinasi,jalurvaksinasi,danbeberapadipengaruhi olehfaktorlingkungan. VaksinBCGsebaiknyadigunakanpadainfants,dananakanakyanghasilujituberculinnya negatifdanyangberadadalamlingkunganorangdewasadengankondisiterinfeksiTBCdantidak menerimaterapiataumenerimaterapitetapiresistenterhadapisoniazidataurifampin.Selainitu, vaksinBCGjugaharusdiberikankepadatenagakesehatanyangbekerjadilingkungandenganpasien infeksiTBCtinggi.SebelumdilakukanpemberianvaksinBCG(selainbayisampaidenganusia3bulan) setiappasienharusterlebihdahulumenjalaniskintest. VaksinBCGtidakdiindikasikanuntukpasienyanghasilujituberculinnyaposistifatautelah menderitaactivetuberculosis,karenapemberianvaksinBCGtidakmemilikiefekuntukpasienyang telahterinfeksiTBC. VaksinBCGmerupakanserbukyangdikeringbekukanuntukinjeksiberupasuspensi. SebelumdigunakanserbukvaksinBCGharusdilarutkandalampelarutkhususyangtelahdisediakan secaraterpisah. PenyimpanansediaanvaksinBCGdiletakkanpadaruangatautempatbersuhu28oCserta terlindungdaricahaya.PemberianvaksinBCGbiasanyadilakukansecarainjeksi

43

intradermal/intrakutan(tidaksecarasubkutan)padalenganbagianatasatauinjeksiperkutan sebagaialternatifbagibayiusiamudayangmungkinsulitmenerimainjeksiintradermal. Dosisyangdigunakanadalahsebagaiberikut: 1. Untukinfantsatauanakanakkurangdari12bulan diberikan1dosisvaksinBCGsebanyak0,05ml(0,05mg). 2. Untukanakanakdiatas12bulandandewasa diberikan1dosisvaksinBCGsebanyak0,1ml(0,1mg). PerlindunganyangdiberikanolehvaksinBCGdapatbertahanuntuk1015tahun.Sehingga revaksinasipadaanakanakumumnyadilakukanpadausia1215tahun.

Tanda Keberhasilan Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut. Jika bisul tak muncul, jangan cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara penyuntikan perlu kehlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntiknya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal. Jadi, medki bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi BCG pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah
VaksinBCGdikontraindikasikanuntukpasienyangmengalamigangguanpadakulitseperti atopicdermatitis,sertabarusajamenerimavaksinasilain(perluadaintervalwaktusetidaknya3 minggu). VaksinBCGjugatidakdiberikanuntuk: 1.Pasiendengangangguanimunitas(immunosuppressed)sepertipasienHIV,pasienyang mengkonsumsiobatobatkortikosteroid(immunosuppressan),ataubarusajamenerima transplantasiorgan. 2.Wanitahamildanmenyusui,walaupunbelumadadatayangmenunjukkanefekbahaya daripemberianvaksinBCGterhadapwanitahamildanmenyusui. BeberapaadversereactionyangmungkinterjadisetelahpemberianvaksinBCGantaralain:

Nyeripadatempatinjeksi,terjadiulcerataukeloidkarenakesalahanpadasaatinjeksi. Kelebihandosisdanpemberianvaksinpadapasiendengantuberculinpositif. Sakitkepala,demam,dantimbulreaksialergi

BeberapacontohvaksinBCGyangtersediadiIndonesiaadalah:VaksinBCGkering(BioFarma)dan BCGVaccineSSI(StatentSerumInstitutDenmark). 2.Menggunakanisoniazid(INH)

44

Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji Tuberculin negatif), tetapikontakdenganpenderitaTBaktif,obatyangdigunakanadalahINH510mg/kgBB/hariselama 23bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin positif, tanpa gejala klinis,danfotoparunormal,tetapimemilikifaktormenjadiTBaktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau imunosupresanlain,penderitapenyakitkeganassan,terinfeksivirus(HIV,morbili),giziburuk,masa akil balik, atau infeksi baru TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang digunakan adalahINH510mg/kgBB/hariselama612bulan 3,Membersihkanlingkungandaritempatyangkotordanlembab(PHBS). DesInfeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu perhatian khususterhadapmuntahandanludah(piring,hundry,tempattidur,pakaian)ventilasirumah dansinarmatahariyangcukup 4. 5,Menghindarifaktorresiko. 6, Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidakdisembarangantempat. Bila Anda harus meludah, gunakan tempat seperti tempolong atau kaleng tertutup, untuk menampung dahak Anda. Cara yang aman untuk menjauhkan dahak Anda dari orang lain adalah buanglah dahak Anda ke lubang WC, atau timbun tampungan dahak Anda ke dalam tanahditempatyangjauhdarikeramaian. 7. Statussosialekonomirendahyangmerupakanfaktormenjadisakit,sepertikepadatanhunian, denganmeningkatkanpendidikankesehatan 8. Penyelidikan orangorang kontak.Tuberculintestbagiseluruhanggotakeluargadenganfoto rontgen yang bereaksi positif, apabila caracara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulanselama3bulan,perlupenyelidikanintensif Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru dan Pemeriksaan screeningdengantuberculintestpadakelompokberesikotinggi,sepertiparaemigrant,orang orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen. 10. MemberantaspenyakitTBCpadapemerahairsusudantukangpotongsapidanpasteurisasiair sususapi 9. BilaadagejalagejalaTBCsegerakePuskesmas/RS,agardapatdiketahuisecaradini.

PeranpetugaslapangandalamhalmemberantaspenyakitTBC

45

Petugaslapangandapatmembantumelalui: Meningkatkan kesadaran/pengetahuan masyarakat mengenai TBC dan cara pencegahannya, misalanya jangan meludah di sembarang tempat, tutup mulut/hidung pada saat batuk/bersin, ventilasirumahyangbaikdll.

Kerjasamadenganpetugaskesehatanpemerintahdanmasyarakatuntukmerujukkan kontak kontak kasus TBC untuk pemeriksaan dan pengobatan (mis.orangyangtinggaldidalam satu rumahdenganpenderitapenyakitTBC.) KerjasamadenganpetugaskesehatanpemerintahuntukmendeteksikasusTBCdanmendorong merekadiperiksadandiobati. MendukungpenderitapenyakitTBCyangmerasasulitminumobatnyasehinggamerekadapat menyelesaikanpengobatannya. Meningkatkan kesadaran/pengetahuan masyarakat mengenai bahaya/resiko jika tidak minum obatTBCsecarateratur/sampaihabis. Meningkatkan kesadaran/pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menyelesaikan pengobatanjikadideritapenyakitTBC.

PENGOBATAN
Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadapOAT. Ada2(dua)kategoriObatAntiTuberkulosa(OAT): 1. OAT Utama (firstline Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis berdasarkan sifatnyayaitu: Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan streptomisin. b. Bakteriostatik,yaituetambutol. KelimaobattersebutdiatastermasukOATutama
a.

2. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Paraaminosalicylic Acid (PAS), ethionamid,sikloserin,kanamisindankapreomisin.OATsekunderiniselainkurangefektifjuga lebihtoksik,sehinggakurangdipakailagi.

46

Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obatobat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yangsudahterjangkitinfeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnyastrainyangresistenterhadapobat. Kombinasiobatobatpilihanadalahisoniazid(hidrazidasamisonikkotinat=INH)denganetambutol (EMB)ataurifamsipin(RIF). DosislazimINHuntukorangdewasa biasanya510mg/kgatausekitar300 mg/hari, 2. EMB,25mg/kgselama60hari,kemudian15mg/kg, 3. RIF600mgsekalisehari.
1.

Dosis obat antituberkulosis (OAT) Obat Dosisharian (mg/kgbb/hari) 515(maks300mg) 1020(maks.600mg) 1540(maks.2g) 1525(maks.2,5g) 1540(maks.1g) Dosis2x/minggu (mg/kgbb/hari) 1540(maks.900mg) 1020(maks.600mg) 5070(maks.4g) 50(maks.2,5g) 2540(maks.1,5g) Dosis3x/minggu (mg/kgbb/hari) 1540(maks.900mg) 1520(maks.600mg) 1530(maks.3g) 1525(maks.2,5g) 2540(maks.1,5g)

INH Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin

Barubaru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis parupengobatan6atau9bulanberkaitandenganresimenyangterdiridariINHdanRIF(tanpaatau dengan obatobat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya:pasientanpapenyakitlainsepertidiabetes,silikosisataukankerdidiagnosisTBCsetelah batukdarah,padahalmengalamibatudanmengeluarkankeringatmalamsekitar3minggu.

47

PaduanobatTBParu
dapatdibagiatas4kategori,yaitu:

KategoriI:
Kasus Pengobatan :TBparuBTA+,BTA,lesiluas : 2RHZE/4RH

yaitu2bulanpertamaminumINH,rimfamisin,etambutoldanpirazinamiddilanjutkan4 bulanberikutnyaminumINHdanrimfamisinATAU 2RHZE/6HE;ATAU 2RHZE/4R3H3.

Yaitu Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

KategoriII:
a. Kasus b. Kasus c. Kasus : RHZES/1RHZE/sesuaihasilujiresistensi 2RHZES/1RHZE/5RHE : : kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES/1RHZE/5RHE : : 2RHZES/!RHZE/5R3H3E3 TBParuputusberobat Gagalpengobatan atau Kambuh Pengobatan:

Pengobatan

Pengobatan

KategoriIII:
Kasus Pengobatan : : 2RHZE/4RHatau TBparuBTAlesiminimal

48

6RHEatau 2RRHZE4R3H3

KategoriIV:
a. Kasus : : Kronik Pengobatan

RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatanminimal18bulan).

b. Kasus

MDRTB

Pengobatan: Sesuaiujiresistensi+OATlini2atauHseumurhidup.

Selain obat rekomendasi dari dokter, ada juga obat tradisional yang bisa digunakan yang sudah sejak dahulu digunakan yaitu : 1. Sambiloto (Andrographis paniculata) : Daun kering digiling ditambah madu secukupnya kemudian dibuat pil dengan diameter 0,5 cm. Satu hari dua kali minum, setiap kali minum 15 30 pil. 2. Tembelekan : Lantana camara : bunga kering 6 10 gram ditambah tiga gelas air lalu direbus hingga setengahnya. Gunakan untuk tiga kali minum setiap harinya.

PengobatanTBpadaanak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu: 1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin Yaitu setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). 2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: Yaitu setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

49

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
INH Rifampisin :5mg/kgbb/hari :10mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH Rifampisin Dosisprednison :10mg/kgbb/hari :15mg/kgbb/hari :12mg/kgbb/hari(maks.60mg) diberikan kortikosteroid yaitu prednison 12 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan perlahan (tapering off) sampai 26 minggu bersamaandenganpemberianobatantituberkulosis. Obattambahanantaralainstreptomycin(diberikanintramuscular)danethambutol PadaTBberatdanekstrapulmonal 1. biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 45 obat selama 2 bulan (ditambah EMB danstreptomisin), 2. dilanjutkandenganINHdanRIFselama410bulansesuaiperkembanganklinis.

PENGOBATANTUBERKULOSISPADAKEADAANKHUSUS

a) Wanitahamil
PadaprinsipnyapengobatanTBCpadawanitahamiltidakberbedadenganpengobatanTBC pada umumnya Semua Jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali streptomisin. Streptomisintidakdapatdipakaipadawanitahamilkarenabersifatpermanentototoxicdan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan nya . Perlu

50

dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar darikemungkinanpenularanTBC. b) Ibumenyusuidanlbayinya PadaPrinsipnyapengobatanTBCpadaibumenyusuitidakberbedadenganpengobatanpada umunyaSemuajenisOATamanuntukibumenyusuiseorangibumenyusuiyangmenderita TBCharusmendapatpaduanOATsecaraadekuat. PemberianOATyangtepatmerupakancaraterbaikuntukmencegahpenulurankumanTBC kepadabayinyaibudanbayitidakperludipisahkandanbayitersebutdapatterusmenyusui, Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. c) WanitaPenderitaTBCpenggunakontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal ( pil KB. Sntikan KB, Susuk KB),Sehinggadapatmenurunkanefektifitaskontrasepsitersebut.Seorangwanitapenderita TBC seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal atau kontrasepsi yang mengandungestrogendosistinggi(50mcg) d) PenderitaTBCdenganinfeksiHIV/AIDS Prosedur pengobatan TBC pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti penderitaTBClainnya.ObatTBCpadapenderitaHIV/AIDSsamaefektifnya e) PenderitaTBCdenganhepatitisakut PemberianOATpadapenderitaTBCdenganhepatitisakutdanatauKlinisikterik,ditunda sampaihepatitisakutnyamengalamipenyembuhan.PadakeadaandimanapengobatanTBC sangatdiperlukandapatdiberikanstreptomisin(S)dan Etambutol(E)maksimal3bulansampaihapatitisnyamenyembuhdandilanjutkandengan Rifampisin(R)danIsoniasid(H)selama6bulan. f) PenderitaTBCdengankelaianhatikronik Bilaadakecurigaangangguanfungsihati.Dianjurkanpemeriksaanfaalhatisebelum pengobatanTBCkalauSGOTdanSGPTmeningkatlebihdari3kaliOATharusdihentikan. Kalaupeningkatannyakurangdari3kali,pengobatandapatditeruskandenganpengawasan ketat.Penderitadengankelainanhati,Pirasinamid(Z)tidakbolehdigunakanPaduanobat yangdapatdianjurkanadalah2RHRS/6RHatau2HES/10HE. g) PenderitaTBCdengangangguanginjal Isoniasid(H),RifampisindanPirasinamid(Z)dapatdiekskresimelaluiempedudandapat dicernamenjadisenyawasenyawayangtidaktoksikOATjenisinidapatdiberikandengan dosisnormalpadapenderitapenderitadengangangguanginjalStreptomisindanEtambutol diekskresimelaluiginjal,Olehkarenaituhindaripenggunaannyapadapenderitadengan gangguanginjal.PaduanOATyangpalingamanuntukpenderitadengangangguanginjal adalah2RHZ/6HR. Apabilasangatdiperlukan,Etambutoldanstreptomisintetapdapatdiberikandosisyang sesuaifaalginjaldenganpengawasanfungsiginjal,

51

h) PenderitaTBCdenganDiabetesMelitus Diabetesnyaharusdikontrol,PerludiperhatikanbahwapenggunaanRifampisinakan mengurangiefektifitasobatoralantidiabetes(sulfonilurea)sehinggadosisnyaperlu ditingkatkan.HatihatidenganpenggunaanEtambutol,karenamempunyaikomplikasi terhadapmata. i) PenderitapenderitaTBCyangperlumendapattambahankortikosteroid Kortikosteroidhanyadigunakanpadakeadankhususyangmembahayakanjiwapenderita seperti: - Meningitis - TBCmillerdenganatautanpagejalagejalameningitis - TBCPleuritiseksidativa - TBCPerikarditiskonstrikiva Prednisondiberikandengandosis3040mgperhari,kemudianditurunkansecara bertahap510mg.Lamapemberiandisesusikandenganjenispenyakitdankemajuan pengobatan j) IndikasiOperasi Penderitapenderitayangperlumendapattindakanoperasi,yaitu: 4. UntukTBCParu: Penderitabatukdarahberatyangtidakdapatdiatasidengancara konservatif Penderitadenganfistulabronkopleuradanempiemayangtidakdapat diatasisecarakonservatif. 5. UntukTBCekstraparu PenderitaTBCekstraparudengankomplikasi,misalnyapenderitaTBC tulangyangdisertaikelaianneurologis. EFEKSAMPINGOAT OBATOBATAN Isoniasid(INH) EFEKSAMPING Hepatitis ( meningkat dengan umur, kelainan fungsihati,pecandualkohol) neuropati perifer, hatihati pada penderita DM,uremia, malnutrisi, keganasan, pecandu alkohol,perempuanhamil. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawahusia20tahundanmencapaipuncaknya padausia60tahunkeatas.Disfungsihati,seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase,ditemukanpada1020%yang mendapatINH.Waktuminimalterapikombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu

52

tahun. rimfampisin gangguansalurancerna hepatitis interaksiobat rash Gejalasepertiflu kelainandarah pirazinamid hepatitis rash nyerisendi hiperuresemia gangguansalurancerna etambutol Opticneurits Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapatdiketahui. Streptomisin ototoksic(hindaripenderita>60thn) _gangguanfungsiginjal ciprofloksasin ofloksasin kanamisin Gangguansalurancerna Gangguansalurancerna gangguantidur,sakitkepala Sepertistreptomisin

2.11PEMANTAUANKEMAJUANHASILPENGOBATANTBCPADA ORANGDEWASA
53

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis . Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah ( LED ) tidak dapat dipakai untuk memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuanpengobatandilakukanpemeriksaanspecimensebanyakduakalisewaktudanpagi)hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif bila salah satu spesimen positif,makahasilpemeriksaanulangdahaktersebutdinyatakanpositif. Pemeriksaanulangdahakuntukmemantaukemajuanpengobatandilakukanpada: a) AkhirtahapIntensif Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan penderita baru BTA positif dengankategari1,atauseminggusebelumakhirbulanke3pengobatanulangpenderita BTApositifdengankategori2. Pemeriksaandahakpadaakhirtahapintensifdilakukanuntukmengetahuiapakahtelah terjadikonversidahakyaituperubahandariBTApositifmenjadinegatif. i. PengobatanpenderitabaruBTApositifdengankategori1: Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar ( seharusnya > 80 % ) dari penderitaDahaknyasudahBTAnegatif(konversi). Penderita ini dapat meneruskan pengobatan dengan tahap lanjutan . jika pemeriksaanulangdahakpadaakhirbulanke2hasilnyamasihBTApositif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Setelah paket sisipan satu bulan selesai, dahak diperiksa kembali, Pengobatan tahap lanjutantetapdiberikanmeskipunhasilpemeriksaanulangdahakBTAmasih tetappositif. ii. PengobatanulangpenderitaBTApositifdengankategori2: Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masih positif, tahap intensif harus diteruskan lagi selama 1 bulan dengan OAT sisipan, Setelah satubulandiberisisipandahakdiperiksakembali.Pengobatantahaplanjutan tetapdiberikanmeskipunhasilpemeriksaandahakulangBTAmasihpositif. Bila hasil uji kepekaan obat menunjukan bahwa kuman sudah resisten tehadap 2 atau lebih jenis OAT,maka penderita tersebut dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat menangani kasus resisten . Bila tidak mungkin , maka pengobatan dengan tahap lanjutan diteruskan sampai selesai.

54

iii. PengobatanpenderitaBTAnegatifrontgenpositifdengankategori3(ringan) ataukategori1(berat): PenderitaTBCparuBTAnegatif,rontgenpositif,baikdenganpengobatan kategori 3 ( ringan ) atau kategori 1 (berat ) tetap dilakukan pemeriksaan ulangdahakpadaakhirbulanke2. BilahasilpemeriksaanulangdahakBTApositifmakaada2kemungkinan: 1. Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama (pada saat diagnsis sebenarnyaadalahBTApositiftapidilaporkansebagaiBTAnegatif) 2.Penderitaberobattidakteratur SeorangpenderitayangdiagnosasebagaipenderitaBTAnegatifdandiobati dengankategori3yanghasilpemeriksaanulangdahakpadaakhirbulanke2 adalahBTApositifharusdidaftarkembalisebagaipenderitagagalBTApositif danmendapatpengobatandengankategori2mulaidariawal Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada penderita baru dan penderita pengobatan ulangBTApositif,dahakmenjadiBTAnegatifpengobatanditeruskanketahaplamjutan. Bila pada pemeriksaan ulang dahak akhir pada tahap akhir intensif penderita BTA negatif Rontgen positifdahakmenjadiBTApositif,penderitadianggapgagaldandimulaipengobatandaripermulaan dengankategori2. b)Sebulansebelumakhirpengobatan Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori1,atauseminggusebelumakhirbulanke7pengobatanulangmenderitaBTApositifdengan katagori2 c)Ahkirpengobatan Dilakukanseminggusebelumakhirbulanke6pengobatanpadapenderitabaruBTApositifdengan kategori1,atauseminggusebelumakhirbulanke8pengobatanulangBTApositif,dengankategori 2. Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan (AP) bertujuanuntukmenilaihasilpengobatan(Sembuhataugagal) Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak ( follow up paling sedikit 2 ( dua ) kali berturutturut hasilnya negatif ( yaitupadaAPdan/atausebulanAp,danpadasatupemeriksaanfollowupsebelumnya).

55

Tipependerita

uraian

HasilBTA negatif positif

Tindaklanjut Tahaplanjutandimulai DilanjutkandenganOAT sisipanselama1bulan.Jika setelahsisipanmasihtetap positiftahaplanjutantetap diberikan sembuh GagalgantidenganOAT kategori2mulaidariawal

Penderita baru positif Akhirtahapintensif dengan kategori1 Sebulan sebelum akhir pengobatan atau akhir pengobatan positif negatif Negatifkeduanya positif pegobatan

Teruskan pengobatan dengan tahaplanjutan Berisisipan1bulanjika setelahsisipanmasihtetep positifteruskanpengobatan tahaplanjutanjikaada fasilitasrujukuntukuji kepekaanobat Sembuh Belumadapengobatan disebutkasuskronikjika mungkinrujukkepadaunit pelayananspesialistikbila tidakmungkinberiINH seumurhidup Terusketahaplanjutan Gantidengankategori2 mulaidariawal

Penderita BTA positif dengan pengobatan Akhirtahapintensif

ulangkategori2

Sebulan sebelum akhir pengobatan atau akhir pengobatan

Negatifkeduanya positif

khirIntensif PenderitaBTA()&Ro( +)denganpengobatan kategori3(ringan) atau kategori1(berat)

Negatif positif

Tabel:TIDAKLANJUTHASILPEMERIKSAANULANGDAHAK HASILPENGOBATANDANTINDAKLANJUT Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai : Sembuh Pengobatan lengkap,meninggal.pindah/Tranfer(out)Defaulter(lalai)DOdanGagal

56

(a) Sembuh Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan nya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak ( Follow Up) paling sedikit 2 ( dua ) kali berturut turut hasilnya negatif ( yaitu pada Ap dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaanFollowupsebelumnya) Contoh: Bilahasilpemeriksaanulangdahaknegatifpadaakhirpengobatan(AP)padasebulan sebelumAP,danpadaakhirintensif Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir intensif ( pada penderitatanpasisipan),meskipunpemeriksaanulangdahakpadabulansebelumAP tidakdiketahuihasilnya. BilahasilpemeriksaanulangdahaknegatifpadaAP,danpadasetelahsisipan(pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaam ulang dahak pada AP tidakdiketahuihasilnya. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada setelah sisipan ( pada penderita yang mendapat sisipan meskipun pemeriksaan ulangdahakpadaAPtidakdiketahuihasilnyatindaklanjut:penderitasdiberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedurtetap. (b) PengobatanLengkap Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasilpemeriksaanulangdahak2kaliberturutturutnegatif Tindaklanjut:penderitadiberitahuapabilagejalamunculkembalisupayamemeriksakandiri denganmengikutiprosedurtetap.SeharusnyaterhadapsemuapenderitaBTApositifharus dilakukanpemeriksaanulangdahak (c) Meninggal Adalahpenderitayangdalammasapengobatandiketahuimeninggalkarenasebabapapun (d) Pindah Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah Kabupaten / Kota lain tindak lanjut Penderita yang ingin pindah dibuatkan surat pindah ( From TB 09 ) dan bersama sisa obat dikirimkeUPKyangbaru.HasilpengobatanpenderitadikirimkembalikeUPKasal,dengan FormulirTB10. (e) DefaultedatauDropout

57

Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturutturut atau lebih sebelum masapengobatannyaselesai tindak lanjut lacak penderita tersebut dan diberi penyuluhan pentingnya berobat secara teratur.Apabilapenderitaakanmelanjutkanpengobatanlakukanpemeriksaandahak,Bila positif mulai pengobatan dengan katagori 2, bila negatif sisa pengobatan katagori 1 dilanjutkan (f) Gagal Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahak nya tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan. Tidak lanjut : Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulaidariawal,PenderitaBTApositifpengobatan ulangdengankatagori2dirujuk keUPKspesialistikatauberikanINHseumurhidup. Penderita BTA Negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2 menjadipositif, Tindaklanjutberikanpengobatankategori2mulaidariawal.

2.12Faktoryangmeyebabkankurangnyaangkakesembuhan pengobatanTBC
Menurut Effendi (2006), rendahnya angka kesembuhan berkaitan dengan karekreristik penderita diantaranya umur, jenis kelamin, tipe penyakit karena terjadiny perubahan perubahan fisiologis, imunitas,danperilakuhidupsehat. 1. Darisegipenderita. Tipe penyakit menentukan kategori obat yang di berikan, semakin lama berobat kecenderungan untuk terjadi kebosanan dan ketidak aturan minum obat sehingga mempengaruhi kesembuhan penderita tubercolosis. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan seorang pengawas menelan obat yang dapat bersikap tegas untuk mengawasi penderita dalam meminum obat. Ketidak teraturan minum obat ini dapat menyebabkan resistensi obat, yang tentu saja akan menyebabkanmakinsulitnyaprosespenyembuhan. Selainituketaatanpenderitadalammemeriksakandahaknyapadasatubulansebelumakhir pengobatan sanagt penting dilakukan karena hal tersebut untuk menilai hasil pengobatan apakah berhasilataaugagal.

58

SeorangpenderitapenyakitTBCyangtidakmenyelesaikanpengobatannyaatautidakminum obatsecarateraturdapatmenjadisangatsakitdandapatmeninggal 2. Darisegikeluarga keluarga penderita jarang datang ke Puskesmas untuk berobat atau menghentikan pengobatan,alasandarikeputusantersebutadalahkarenapasienataukeluargamerasapenyakitnya sudahsembuh.SayamerasasudahsembuhsehinggatidakperlulagiuntukkePuskesmas kebiasaan keluarga yang cendrung tidak atau hampir tidak pernah membuka jendela Ada keluargayangtidakmempunyaijendela. Kurangnyapengawasandarikeluargaterhadapkepatuhanminumobatdaripasienpenderita TBC. Adanya kebiasaan keluarga yang merokok dapat memperparah penderita TBC, terutama bagimerekayangtinggaldalamsaturumah. 3. Darisegipemerintah Rendahnya pencapaian indikator Program Penanggulangan TBC dikarenakan adanya beberapahambatanyangdihadapiolehprogrampenanggulanganTBC,diantaranyaadalah (1) masih rendahnya Rumah Sakit yang menerapkan strategi DOTS dalam penangangan kasusTBC (2)masihrendahnyamanajemendankomitmenpimpinanRumahSakitdandokterspesialis dalampenangangankasusTBC (3)dukunganpendanaandaripemerintahdaerahkabupaten/kotamasihrendah (4)PromosikesehatantentangTBCdimasyarakatmasihkurang (5)LSMyangterlibatdalamTBCmasihterbatasdan (6)pelaksanaansurveilansTBCbelumoptimal. 2.9. PENCEGAHAN 1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahaktidakdisembarangantempat. BilaAndaharusmeludah,gunakantempatsepertitempolongataukalengtertutup,untuk menampungdahakAnda.CarayangamanuntukmenjauhkandahakAndadarioranglain adalah buanglah dahak Anda ke lubang WC, atau timbun tampungan dahak Anda ke dalamtanahditempatyangjauhdarikeramaian.

59

2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus diberikanvaksinasiBCG. 3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antaralainmeliputigejalabahayadanakibatyangditimbulkannya. 4. Isolasi, pemeriksaan kepada orangorang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukanpengembanganprogrampengobatannyayangkarenaalasanalasansosial ekonomidanmedisuntuktidakdikehendakipengobatanjalan. 5.DesInfeksi,Cucitangandantatarumahtanggakeberhasilanyangketat,perluperhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian) ventilasi rumahdansinarmatahariyangcukup. 6. Imunisasi orangorang kontak. Tindakan pencegahan bagi orangorang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasinya denganvaksiBCGdantindaklanjutbagiyangpositiftertular. 7.Penyelidikanorangorang kontak.Tuberculintestbagiseluruhanggota keluargadengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila caracara ini negatif, perlu diulang pemeriksaantiapbulanselama3bulan,perlupenyelidikanintensif. 8.Pengobatankhusus.PenderitadenganTBCaktifperlupengobatanyangtepatobatobat kombinasiyangtelahditetapkanolehdokterdiminumdengantekundanteratur,waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obatobat, dengan pemeriksaaanpenyelidikanolehdokter. B.TindakanPencegahan. 1.Statussosialekonomirendahyangmerupakanfaktormenjadisakit,sepertikepadatanhunian, denganmeningkatkanpendidikankesehatan. 2. Tersedia saranasarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan. 3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif denganpemberianpengobatanINHsebagaipencegahan. 4. BCG, vaksinasi diberikan pertamatama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan. 5.MemberantaspenyakitTBCpadapemerahairsusudantukangpotongsapidanpasteurisasi airsususapi.

60

6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debuparapekerjatambang,pekerjasemendansebagainya. 7.PemeriksaanbakteriologisdahakpadaorangdengangejalaTBCparu. 8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant, orangorang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah,petugasfotorontgen. 9. Pemeriksaanfotorontgenpadaorangorangyangpositifdarihasilpemeriksaantuberculin test. DOTS DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment,Shortcourse adalah strategi penyembuhanTBCjangkapendekdenganpengawasansecaralangsung. DenganmenggunakanstartegiDOTS,makaprosespenyembuhanTBCdapatsecaracepat. DOTSmenekankanpentingnyapengawasanterhadappenderitaTBCagarmenelanobatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan angka kesembuhanyangtinggi,bisasampai95%.StartegiDOTSdirekomendasikanolehWHOsecaraglobal untukmenanggulangiTBC. StrategiDOTSterdiridari5komponen,yaitu: Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguhsungguh

menanggulangiTBC Penemuan penderita dalam pemeriksaan dahak dengan mikroskopis langsung. Pemeriksaanpenunjanglainnyasepertirontgendankulturdapatdilaksanakanpada unitpelayanankesehatanyangmemilikinya Pengobatan TBC dengan paduan obat antiTBC jangka pendek, diawasi secara langsungolehPMO(PengawasMenelanObat). TersedianyapaduanobatantiTBCjangkapendeksecarakonsisten. PencatatandanpelaporanmengenaipenderitaTBCsesuaistandar.

DalamstrategiDOTSdiupayakanagarpenderitayangtelahmenerimaobat/resepobatagar tetapdapatmembeli/mendapatkanobattanpaterputus,minumobatsecarateraturdankembali kontrol untuk menilai hasil pengobatan. Dengan strategi DOTS, maka tujuan pengobatan yang

61

sesungguhnya dapat terpenuhi. Pengobatan penyakit TBC sekarang ini tidak terpisahkan dari programpenanganantuberkulosanasionalterutamadenganstrategiDOTSnya. Prinsif DOTS adalah mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsungdapatmengawasiketeraturanmenelanobatdanmelakukanpelacakanbilapenderitatidak datangmengambilobatsesuaidenganyangditentukan. PengawasanMenelanObat(PMO). Untuk menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegahdropout(lalai)dilakukanpengawasandanDOTSmelaluipengawasanlangsungmenelan obatolehPengawasMenelanObat(PMO). Bagi penderita TB yang rumahnya dekat dengan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya maka PMOnya adalah petugas puskesmas, sedangkan bagi penderita yang rumahnya jauh, diperlukanPMOatasbantuanmasyarakat,LSM,PPTI(PerkumpulanPembantasanTBIndonesia)dan PKK persyaratanuntukmenjadiseorangPMOmenurutDepkes(2005)adalah: (1) Dikenal,dipercayadandisetujuiolehpetugaskesehatandanpenderita,selainitujuga harusdiseganidandihormatiolehpenderita, (2) Dekatdengantempattinggalpenderita, (3) Bersediamembantupenderitadengansukarela, (4) Bersediadilatihdanataumendapatpenyuluhanbersamasamadenganpenderita. SeorangPMOakanbertugasuntukmengawasipenderitaagarmenelanobatsecarateratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktuwaktu yang telah ditentukandan memberipenyuluhanpadaanggotakeluargapenderitaTByangmempunyaigejalagejalatersangka penderitaTBuntuksegeramemeriksakandirikeunitpelayanankesehatan.

2.15ASUPANNUTRISIPADAPENDERITATB
Asupan makan adalah jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang untukmemperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik seharihari. Makanan memasokenergiyangmenjadikebutuhankitamelaluitiga jenisunsurgizidasarpenghasilanenergiyaitukarbohidrat,protein,lemak.Ketigazatgizitersebutsering disebutdenganzatgizimakro6. PenatalaksanaanDiet

62

Tujuan Terapi DietTerapi diit bertujuan memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki dan mencegahkerusakanjaringantubuhlebihlanjutsertamemperbaikistatusgiziagarpenderitadapatmelakukanaktifitas normal.TerapiuntukpenderitakasusTuberkulosisParuadalah: a. Energidiberikansesuaidengankeadaanpenderitauntukmencapaiberatbadannormal. b. Proteintinggiuntukmenggantiselselyangrusakmeningkatkankadaralbuminserumyangrendah(75 100gr). c. Lemakcukup1525%darikebutuhanenergitotal.

d. Karbohidratcukupsisadarikebutuhanenergitotal. e. Vitamindanmineralcukupsesuaikebutuhantotal. MacamdiituntukpenyakitTBC: a)DiitTinggiEnergiTinggiProteinI(TETP1)Energi:2600kkal,protein100gr(2/kgBB). b) Diit Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II) Energi 3000 kkal, protein 125 gr(2,5 gr/kg BB)PenderitadapatdiberikansalahsatudariduamacamdiitTinggiEnergiTinggiProtein(TETP)sesuaitingkat penyakit penderita. Dapat dilihat dibawah ini bahanmakanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada penderitatuberculosis. SyaratDiet: Energitinggi 1.Karbohidratcukup(6070%totalenergi) 2.Proteintinggi(75100gr/hari)/22.5gr/kgBBI 3.Lemakcukup(2025%totalenergi) Vitamindanmineralcukup,terutamavitaminCdanFe(MinimalsesuaiKGA). BentukmakanansesuaikemampuanpasienMakananmudahcerna

KESIMPULAN

Faktorresiko

63

PenyakitTBCadalahpenyakityangdapatditularkan terutamamelaluipercikanludahdariorangyang menderita,namunbiladayatahantubuhseseorangitu baikmakakumanyangadadidalamtubuhhanyaakan menetapdantidakakanmenyebabkaninfeksidansaat dayatahantubuhsedangturunmakakumanakan menjadiaktifdanmenyebabkantimbulnyainfeksi padaorangtersebut.


1.Apakahtandatandabahwaseseorangterkena penyakitTBC?

Perokoksangatberesikomenderita penyakitTBC Tandatandaorangyangdicurigaiterkenapenyakit TBCyaitusecaraumumdapatdilihatdarigejalanyaterlebihdahuluyaitu,demamtidak terlalutinggiyangberlangsunglama,biasanyadirasakanmalamharidisertaikeringat malam.Kadangkadangserangandemamsepertiinfluenzadanbersifathilangtimbul. Penurunannafsumakandanberatbadan.Batukbatukselamalebihdari3minggu(dapat disertaidengandarah).Perasaantidakenak(malaise),lemah.Danuntukmemberikan kepastianmakaorangtersebutharusdiperiksalebihlanjut,jaditidakselalubahwaorang batukbatuklamapastimenderitaTBC,harusdipastikandenganpemeriksaanlaboratorium danfotorontgen.
ApakahsetiaporangyangmengalamibatukberdarahberartimenderitaTBC?

Belumtentu,karenabatukberdarahdapatdisebabkanolehberbagaimacamsebab,bisa karenapenyakitparuparulainnya,karenaadanyaperdarahandidaerahhidungbagian belakangyangtertelandanpadasaatbatukkeluardarimulutataukarenaanakbatukterlalu kerassehinggamenyebabkanlukanyasalurannafassehinggamengeluarkandarah.


TBCmenularmelaluimediaapasaja?Danratarataberapalamagejalatimbulsetelahorang terpaparkumanTBC?

Padaumumnyaadalahmelaluipercikandahakpenderitayangkeluarsaatbatuk(beberapa ahlimengatakanbahwaairludahjugabisamenjadimediaperantara),bisajugamelalui debu,alatmakan/minumyangmengandungkumanTBC.Kumanyangmasukdalamtubuh akanberkembangbiak,lamanyadariterkumpulnyakumansampaitimbulnyagejalapenyakit dapatberbulanbulansampaitahunan.


ApakahkenaudarapagiterusmenerusdanmerokokdapatmenyebabkanTBC?

KenaudarapagiterusmenerustidakterlalubermasalahdalamhalpenularanTBC, sedangkanmerokokdapatmenurunkandayatahandariparuparu,sehinggarelatifakan mempermudahterkenaTBC.


ApakahpenyakitTBCitudiwariskansecaragenetik?

PenyakitTBCtidakdiwariskansecaragenetik,karenapenyakitTBCbukanlahpenyakit turunan.Hanyakarenapenularannyaadalahmelaluipercikandahakyangmengandung kumanTBC,makaorangyanghidupdekatdenganpenderitaTBCdapattertular.


MengapapengobatanTBCmemerlukanwaktuyanglama?

KarenabakteriTBCdapathidupberbulanbulanwalaupunsudahterkenaantibiotika(bakteri TBCmemilikidayatahanyangkuat),sehinggapengobatanTBCmemerlukanwaktuantara6 64

sampai9bulan.WalaupungejalapenyakitTBCsudahhilang,pengobatantetapharus dilakukansampaituntas,karenabakteriTBCsebenarnyamasihberadadalamkeadaanaktif dansiapmembentukresistensiterhadapobat.KombinasibeberapaobatTBCdiperlukan karenauntukmenghadapikumanTBCyangberadadalamberbagaistadiumdanfase pertumbuhanyangcepat.


BagaimanabilapenderitaTBCtidakmengkonsumsiobatsecarateratur?

Haliniakanmenyebabkantidaktuntasnyapenyembuhan,sehinggadikhawatirkanakan timbulresistensibakteriTBCterhadapantibiotikasehinggapengobatanakansemakinsulit danmahal.


BisakahpenyakitTBCdisembuhkansecaratuntas?Bagaimanacaranya?

PenyakitTBCbisadisembuhkansecaratuntasapabilapenderitamengikutianjurantenaga kesehatanuntukminumobatsecarateraturdanrutinsesuaidengandosisyangdianjurkan, sertamengkonsumsimakananyangbergizicukupuntukmeningkatkandayatahan tubuhnya.


ApakahorangyangtelahsembuhdaripenyakitTBCdapatterjangkitkembali?

Dapat,karenasetelahsembuhdaripenyakitTBCtidakadakekebalanseumurhidup.Jadibila telahsembuhdaripenyakitTBCkemudiantertularkembaliolehkumanTBC,makaorang tersebutdapatterjangkitkembali.


ApakahflekkecildiparuparupadaanakbalitasudahdapatdikatakanTBC?

FlekkecildiparuparubalitapadaumumnyamemangdisebabkanolehTBC.Olehkarenaitu perluditelitiapakahadagejalagejalaklinispenyakitTBCatautidak.Bilatidakadaberarti pernahtertularpenyakitTBCtapikarenadayatahantubuhnyatinggisehinggatidak bergejala.AtausaatinianaktersebutsudahsembuhdaripenyakitTBCdanhanya meninggalkanbekasnyasajadiparuparu.


MungkinkahterkenapenyakitTBCbilakitahidupdilingkunganyangbersih?

Kemungkinankitatertularakantetapada,karenakitahiduptidakhanyadilingkungan sekitarrumahkitasaja,bisasajasuatusaatkitaberadadisekolahan,bioskop,kantor,bus yangbelumtentuterbebasdarikumanTBC.Hidupdilingkunganyangbersihmemangakan memperkecilrisikoterjangkitTBC.


BagaimanaefekterhadapjaninbilaibuhamilsedangmengidappenyakitTBC?

BiasanyakeadaangizipenderitaTBCkurangbaik,sehinggahalinidapatmempengaruhi perkembanganbagijanindalamkandungan.Ibuhamiltetapharusdiberikanterapidengan obatTBCdengandosisefektifterendah.ObatTBCyangdiminumolehibudapatmelewati plasentadanmasukkejanindanberdasarkanbeberapakepustakaandisebutkantidak memberikanefekyangterlampauberbahaya,akantetapipemantauanketatpada perkembanganjaninharustetapdilakukan.Setelahbayidilahirkandapatdipisahkan terlebihdahuludariibuselamaTBCmasihaktif.


BagaimanasikapkitabiladirumahterdapatanggotakeluargayangmenderitapenyakitTBC?

Bawapasienkedokteruntukmendapatkanpengobatansecarateratur,awasiminumobat secaraketatdanberimakananbergizi.Sirkulasiudaradansinarmataharidirumahharus baik.Hindarkankontakdenganpercikanbatukpenderita,janganmenggunakanalatalat makan/minum/mandibersamaan. 65

PolahidupbagaimanayangharuskitamilikiagarterhindardaripenyakitTBC?

Polahidupsehatadalahkuncinya,karenakitatidaktahukapankitabisaterpapardengan kumanTBC.Denganpolahidupsehatmakadayatahantubuhkitadiharapkancukupuntuk memberikanperlindungan,sehinggawalaupunkitaterpapardengankumanTBCtidakakan timbulgejala.Polahidupsehatadalahdenganmengkonsumsimakananyangbergizi,selalu menjagakebersihandiridanlingkunganhidupkita,rumahharusmendapatkansinar matahariyangcukup(tidaklembab),dll.Selainituhindariterkenapercikanbatukdari penderitaTBC.

B. PROSES KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut : 1. Riwayat PerjalananPenyakit a. Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. 2. Riwayat Penyakit Sebelumnya: a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh. b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh. c. Pernah berobat tetapi tidak teratur. 66

d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru. e. Daya tahan tubuh yang menurun. f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur. 3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya: a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya. b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum. c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya. d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir. 4. Riwayat Sosial Ekonomi: a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan. b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan. 5. Faktor Pendukung: a. Riwayat lingkungan. b. Pola hidup. Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri. c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya. 6. Pemeriksaan Diagnostik: a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit. b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam). c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru. e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED). f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun. 3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial. 3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

67

4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif 4. Rencana Keperawatan Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Intervensi: a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori. Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

68

h. Bantu inkubasi darurat bila perlu. Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut. 2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan. Intervensi a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan. c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas. d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. e. Monitor GDA. Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. f. Berikan oksigen sesuai indikasi. Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru. 3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman. Intervensi a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi. Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

69

c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan. Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi. e. Monitor temperatur. Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk. g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama. i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. j. Monitor sputum BTA Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi. 4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi: a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat. b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. c. Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). 70

Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. e. Anjurkan bedrest. Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik. f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah. g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster. h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan. Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat. j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi. k. Berikan antipiretik tepat. Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan. Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Intervensi a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya. Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo. Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya. c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat. Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak. d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien. 71

e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain. Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat. f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi. g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau. i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal. Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping. j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan. Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus. k. Anjurkan untuk berhenti merokok. Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis. l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman. 5. Evaluasi a. Keefektifan bersihan jalan napas. b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu. c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi. d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi. e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

72

FAKTOR KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI KABUPATEN CILACAP (KECAMATAN : SIDAREJA, CIPARI, KEDUNGREJA, PATIMUAN, GANDRUNGMANGU, BANTARSARI) TAHUN 2008

TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S2

Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan

Oleh : SITI FATIMAH NIM : E4B005070

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

PENGESAHAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul : FAKTOR KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI KABUPATEN CILACAP (KECAMATAN : SIDAREJA, CIPARI, KEDUNGREJA, PATIMUAN, GANDRUNGMANGU, BANTARSARI) TAHUN 2008 Dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : Siti Fatimah NIM : EAB005070 Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 14 Januari 2009 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima. Pembimbing I Pembimbing II

dr. Suhartono, M.Kes. NIP. 131962238 Penguji I

Ir. Mursid Raharjo, M.Si. NIP. 132174829 Penguji II

dr. Onny Setiani, Ph.D NIP. 131958807

dr. Ari Udiyono, M.Kes. NIP.131962237

Semarang, Universitas Diponegoro Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan Ketua Program

dr. Onny Setiani, Ph.D NIP. 131958807

PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini Nama NIM Judul : Siti Fatimah : E4B005070 : Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil penelitian saya sendiri yang belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan lambang perguruan tinggi lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka. Penulisan ini adalah hanya pemikiran saya. Oleh karena itu karya ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Semarang, Penulis

2009

KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis Panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai. Tak lupa penulis haturkan terima kasih kepada Bapak dr. Suhartono, M.Kes dan Bapak Ir. Mursid Raharjo, M.Si, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu penulis sampaikan terima kasih juga kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Dr. Susilo Wibowo,MS.Med., Sp.And selaku Rektor UNDIP Semarang dan Bapak Prof. Drs. Y. Warella, MPA., Ph.D selaku direktur Pascasarjana UNDIP Semarang, yang telah berkenan menerima Penulis untuk belajar di Program Pascasarjana Magister Kesehatan Lingkungan. 2. Ibu dr. Onny Setiani, PhD selaku ketua Program Pascasarjana Magister Kesehatan Lingkungan Undip Semarang beserta seluruh staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan ilmunya serta memberikan pelayanan selama penulis menuntut ilmu di Universitas Diponegoro. 3. Bapak dr. Ari Udiyono, M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam penulisan tesis ini. 3. Dr. Sugeng Budi Susanto, MMR selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dan Kepala Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian yang penulis perlukan. 4. Suami dan anak-anakku tersayang, Drs. Fachrudin, MH, ananda Lia, Anik dan Nazma yang telah memberikan dukungan, motivasi, serta pengertiannya yang telah ditunjukkan selama penulis mengikuti studi di Pascasarjana Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP Semarang. 5. Kepada Kedua orang tua, karena berkat dorongan dan doa restunya beliau penulis dapat menyelesaikan studi di S2. 6. Saudara-saudaraku, rekan-rekan sejawat dari puskesmas yang telah membantu penelitian ini dan mahasiswa pascasarjana Magister Kesehatan Lingkungan serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. yang telah memberi ijin atas pelaksanaan penelitian ini, sekaligus memberikan sejumlah data

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis harapkan saran dan koreksinya. Dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat, dengan iringan doa semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak menjadi amal sholeh dan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Semarang, Penulis

2009

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN .. PERNYATAAN ................................................................................... KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL . DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK . BAB I PENDAHULUAN .. A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah .. C. Tujuan Penelitian .... 1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus .. D. Manfaat Penelitian .. BAB II TINJAUAN PUSTAKA .. A. Tinjauan Pustaka .... 1. Pengertian .... 2. Patogenesis ... 3. Cara Penularan . 4. Penemuan Penderita Tuberkolosis Paru Pada Orang Dewasa . .. 5. Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa 6. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita .. 10 11 14 1 1 4 4 4 4 5 7 7 7 8 10 Halaman i ii iii iv vi ix xi xii

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru 1. Agent . .. 2. Host ..... 3. Lingkungan . C. Kerangka Teori BAB III METODE PENELITIAN. A. Kerangka Konsep Dan Hipotesis ... B. Jenis dan Rancangan Penelitian . C. Populasi dan Sampel Penelitian . D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran ... E. Sumber Data Penelitian .. F. Alat Penelitian / Instumen Penelitian... G. Pengukuran Data . H. Pengolahan dan Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum B. Karakteristik Responden ................. C. Analisis Faktor Risiko 1. Analisis Univariat .................................................... 2. Analisis Bivariat ...................................................... 3. Analisis Multivariat ................................................. BAB V PEMBAHASAN .. A. Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis . B. Keterbatasan Penelitian . 31 35 36 36 36 38 38 40 43 44 46 53 56 56 61 17 17 18 20 26 27 27 29 30

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN .. A. Kesimpulan . B. Saran ...

63 63 64 66

DAFTAR PUSTAKA ...

DAFTAR TABEL Nomor Tabel 4.1. Halaman Judul Tabel Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Rasio Beban, Rasio Jenis Kelamin dan Kecamatan Kabupaten Cilacap tahun 2007 Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Jumlah rumah tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Yang Menjadi Lokasi Penelitian tahun 2007 Jumlah Penduduk Menurut tingkat Pendidikan Pada Lokasi Penelitian Tahun 2007 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Distribusi Responden Menurut Golongan Umur Distribusi Responden Menurut Tempat Penemuan Kasus TB Paru BTA Positif Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Hasil Analisis Univariat Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Distribusi Pencahayaan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 Distribusi Luas Ventilasi Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 39

4.2.

39

4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10.

41 41 44 42 42 43 45 46

4.11.

47

4.12.

4.13.

Distribusi Keberadaan Jendela dalam Kondisi Terbuka atau Tidak dengan Tuberkulosis Paru BerdasarkanKasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 Distribusi Kelembaban Ruang tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 Distribusi Suhu Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 Distribusi Jenis Lantai dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari)Tahun 2008 Distribusi Jenis Dinding dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari)Tahun 2008 Distribusi Kepadatan Penghuni dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkam Kasus dan Kontrol Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari)Tahun 2008 Distribusi Kontak Penderita dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari)Tahun 2008 Distribusi Status Gizi dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari)Tahun 2008

48

48

4.14.

49

4.15.

50

4.16.

50

4.17.

51

4.18.

52

4.19.

52

4.20.

Hasil Perhitungan Analisis Bivariat dengan uji Chi square 53 Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru

4.21.

Hasil Analisis Multivariat uji Regresi Logistik Beberapa Faktor Risiko Yang berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru

54

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 2 3 4 5 6 Kuesioner Data hasil Penelitian Analisis Bivariat Analisis Multivariat Surat ijin penelitian Dokumentasi (foto) penelitian

MAGISTER KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK SITI FATIMAH Faktor Kesehatan lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 69 Halaman, 21 Tabel, 6 lampiran WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countris terhadap TB Paru, termasuk Indonesia. Jumlah kasus tuberkulosis paru BTA positif di distrik Sidareja Kabupaten Cilacap pada tahun 2007 sebanyak 163 penderita. Kondisi rumah yang memenuhi syarat kesehatan yang baru mencapai 38,99% masih dibawah target Departemen Kesehatan yaitu lebih dari 80%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kesehatan lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di distrik Sidareja Kabupaten Cilacap. Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol. Varibel bebas yang diteliti adalah suhu, kelembaban ventilasi , pencahayaan , kepadatan hunian rumah, lantai rumah, dinding rumah dan status gizi sebagai variabel penganggu. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ternayata ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan pencahayaan (OR = 4,214), ventilasi (OR = 4,932), Keberadaan jendela dibuka (OR = 2,233), Kelembaban (OR = 2,571), suhu (OR = 2,674), jenis dinding (OR = 2,692), status gizi (2,737). Hasil analisis multivariat ternyata ada asosisasi antara kejadian tuberkulosis paru dengan pencahayaan (OR = 3,286), kelembaban (OR = 3,202), ventilasi (OR = 4,144), status gizi (OR = 3,554). Disarankan perlu dilakukan upaya peningkatan penjaringan terhadap penderita tuberkulosis paru, peningkatan perbaikan kondisi lingkungan rumah dengan lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat pada saat membangun rumah dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kata kunci : tuberkulosis paru, kesehatan lingkungan rumah, Kabupaten Cilacap

MAGISTER OF ENVIRONMENTAL HEALTH POST GRADUATE PROGRAM THE UNIVERSITY OF DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRACT SITI FATIMAH Factor environmental health in housing that associate with the Incidence of Lung Tuberculosis in Cilacap district (Sub distric : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) in 2008 69 pages, 21 tables, 6 attachments WHO in Annual Report on Global TB Control 2003 states that there are 22 countries categorial as high burden countries of Lung Tuberculosis included Indonesia. Amount cases of positive lung tuberculosis in Sidareja sub distric of Cilacap district in 2007 , that is 163 cases. Housing condition macthing with health standard are 38,99%, that is still health minister standard >80%. Research aims were to determine association between factors of environmental health in housing and incidence of lung tuberculosis in Cilacap district in 2008. This research apply with a design case control. Free Variable measured are temperature, humidity, lighting degree, ventilation, ventilation rate, density of people, kind of floor, kind of wall. Bivariat analysis showed that there were association between incidence of tuberculosis and lighting : average , OR = 4,214, ventilation : average , OR = 4,932, window of bedroom OR = 2,233, humidity : average OR = 2,571, temperature : average OR = 2,674, kind of floor : OR = 2,692, contact to patients : OR = 2,697, nutrition status : OR = 2,737. Multivariat analysis also showed that there were association between incidence of lung tuberculosis with lighting OR = 3,286, humidity OR = 3,202, ventilation : OR = 4,144, nutrition status : OR = 3,554. Purposed to promoting for health housing, incidence lung tuberculosis, case finding of lung tuberculosis, improving house environmental health with house owners who will renovate their houses are recommended to build a basic of house will sanitation aspects and follow the healthy life behaviour.

Key words : environmental health in housing, lung tuberculosis, Sidareja area in Cilacap district.

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan pada sebagian besar negara di dunia tidak dapat mengendalikan penyakit TBC ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan.1) WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countris terhadap TBC , termasuk Indonesia. 2) Indonesia menduduki urutan ke 3 dunia setelah India dan Cina untuk jumlah penderita TBC di dunia. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2001, menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.2) Tahun 1999 WHO memperkirakan, setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis, dengan kematian karena tuberkulosis sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis paru BTA positif. 3) Kasus di Propinsi Jawa Tengah berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular tahun 2004 ditemukan kasus baru penderita tuberkulosis paru sebanyak 14.329 penderita, meninggal 285 (1,99%). Kasus baru tuberkulosis paru

untuk Jawa Tengah tahun 2005 total absolut 17.523 penderita atau CDR (Case Detection Rate) 49,24%. Angka prevalensi penyakit tuberkulosis paru di tahun 2005 untuk Jawa Tengah sebesar 56,95 per 100.000 penduduk.4) Di Kabupaten Cilacap berdasarkan laporan dari Puskesmas terlihat ada peningkatan kasus tuberkulosis paru dari tahun ke tahun, diantaranya dilihat dari cakupan penemuan penderita tuberkulosis BTA positif atau Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2002 sebesar 18 %, tahun 2003 sebesar 26%, tahun 2004 tercacat 33%, tahun 2005 48,5% dan 53% tahun 2007 . Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Cilacap kasus penyakit tuberkulosis paru masih tinggi.5) Jumlah kasus tuberkulosis paru BTA positif di (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Kabupaten Cilacap

Patimuan,Gandrungmangu,

Bantarsari) pada tahun 2007 sebanyak 163 penderita. Sementara keadaan rumah di Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan,Gandrungmangu, Bantarsari tahun 2007, dari 93.496 rumah, terdapat 36.457 rumah permanen, 26.194 rumah semi permanen dan 21.045 rumah tidak permanen. Kondisi rumah yang memenuhi syarat kesehatan yang baru mencapai 38,99 %, berarti masih dibawah target Departemen Kesehatan yaitu lebih dari 80 % penduduk tinggal dalam rumah sehat. 6) Penyakit tuberkulosis paru yang terjadi pada orang dewasa sebagian besar terjadi pada orang-orang yang mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil yang tidak ditangani dengan baik. Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis adalah adanya sumber penularan, tingkat

paparan, virulensi, daya tahan tubuh yang erat kaitannya dengan faktor genetik, faktor faali, jenis kelamin, usia, status gizi, perumahan dan jenis pekerjaan.7) Hasil penelitian pada tahun 2007 di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang menyiumpulkan bahwa ada hubungan antara variabel kelembaban rumah, kepadatan penghuni rumah, luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis pada anak.8) Penelitian pada tahun 2004 di Kabupaten Agam Sumatera Barat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesehatan lingkungan rumah, status gizi dan sumber penularan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru di kabupaten Agam Sumatera Barat.9) Penelitian pada tahun 2006 di Kabupaten Banyumas menyimpulkan bahwa ada asosiasi antara tuberkulosis paru dengan pencahayaan, kepadatan hunian rumah, ventilasi, keberadaan jendela ruang tidur, jenis lantai, pembagian ruang tidur, jenis dinding, kelembaban luar rumah, suhu luar rumah, kontak penderita dan status gizi.10) Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan ketinggian).2) Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian faktor-faktor kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari).

B. Rumusan Masalah WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countris terhadap TBC , termasuk Indonesia. 2) Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah sistem sirkulasi dan sistem pernafasan. Di Kabupaten Cilacap berdasarkan laporan dari Puskesmas, terlihat adanya peningkatan dari tahun ke tahun hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Cilacap kasus penyakit tuberkulosisi paru masih tinggi. Faktor lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit termasuk tuberkulosis paru. Dari identifikasi masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara faktor kesehatan lingkungan rumah

dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor-faktor kesehatan lingkungan rumah, dengan kejadian tuberkulosis paru, dan besar risiko kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tuberkulosis paru masing-masing faktor risiko terhadap kejadian

b. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor suhu rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. c. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor kelembaban rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. d. Menganalisis hubungan dan besar risiko faktor luas ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. e. Menganalisis hubungan dan besar risiko intensitas pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. f. Menganalisis hubungan dan besar risiko kepadatan hunian rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. g. Menganalisis hubungan dan besar risiko jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap. h. Menganalisis hubungan dan besar risiko jenis dinding rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Cilacap D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama faktor kesehatan lingkungan rumah apa saja yang berhubungan cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya. 2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan) Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program.

3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman langsung dalam pelaksaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam melaksanakan penelitian dilapangan. 4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang faktor kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru, memang sudah pernah dilakukan, akan tetapi untuk penelitian tentang faktor kesehatan lingkungan perumahan yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru yang dilakukan di Kabupaten Cilacap untuk wilayah kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari belum pernah di lakukan.

No 1.

Judul Penelitian Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang Kesehatan lingkungan Rumah dan Kejadian penyakit Tuberkulosis Paru di Kabupaten agam sumatera Barat Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit tuberkulosis Paru di Kabupaten Banyumas

Tahun 2007

Metode Kasus kontrol

Variabel Kepadatan hunian rumah pencahayaaan rumah ventilasi rumah kelembaban rumah Kesehatan lingkungan rumah Status gizi Sumber penularan Pencahayaan Ventilasi Keberadaan jendela ruang tidur Kelembaban ruang tidur Suhu ruang tidur Jenis lantai Pembagian ruang tidur Jenis dinding Kelembaban luar rumah Suhu luar rumah Kontak penderita Status gizi

Hasil OR = 14 OR = 5,58 OR = 3,69 OR = 18,57 OR = 5,96 OR = 4,94 OR = 5,84 OR = 2,478 OR = 2,2 OR = 4,248 OR = 3,281 OR = 3,683 OR = 2,129 OR = 5,508 OR = 2,299 OR = 2,421 OR = 2,384 OR = 5,455 OR = 2,425

2.

2005

Kasus kontrol

3.

2006

Kasus kontrol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis A. 1. Pengertian Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium africanum dan Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari family dan termasuk ke dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering .11) Basilbasil tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme

berbentuk batang, dengan panjang berfariasi antara 1 4 mikron dan diameter 0,3 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik manik atau bersegmen. Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60 0C.12) Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas ( droplet infection ) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya

menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan.13)

A. 2. Patogenesis Penularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1 5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitian menyebutkan 25 % 50 % angka terjadinya infeksi pada kontak tertutup.14) Karena di dalam tubuh pejamu belum ada kekebalan awal, hal ini memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah.15) Sebagian basil TB difagositosis oleh makrofag di dalam alveolus tapi belum mampu membunuh basil tersebut, sehingga basil dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang biak . Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai kelenjar limfe regional., sedangkan yang melalui aliran darah akan mencapai berbagai organ tubuh, dan di dalam organ tersebut akan terjadi proses dan transfer antigen ke limfosit . Kuman TB hampir selalu dapat bersarang di dalam sumsum tulang, hati, kelenjar limfe, tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas, sedangkan basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulang dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas terbentuk . Infeksi yang alami, setelah sekitar 4 8 minggu tubuh melakukan mekanisme pertahanan secara cepat. Pada sebagian anak-anak atau orang dewasa mempunyai

pertahanan alami terhadap infeksi primer sehingga secara perlahan dapat sembuh. Tetapi kompleks primer ini dapat lebih progresif dan membesar yang pada akhirnya akan muncul menjadi penyakit tuberkulosis setelah 12 bulan. Kurang lebih 10 % individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit terutama pada balita, pubertas dan akil balig dan keadaan-keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas seperti infeksi HIV, penggunaan obat-obat imunosupresan yang lama, diabetes melitus dan silikosis. Fokus primer yang terjadi dapat melebur dan menghilang atau terjadi perkejuan sentra yang terdiri atas otolitis sel yang tidak sempurna. Lesi-lesi ini akan pulih spontan, melunak, mencair atau jika multifikasi basil tuberkulosis dihambat oleh kekebalan tubuh dan pengobatan yang diberikan, maka lesi akan dibungkus oleh fibroflas dan serat kolagen. Proses terakhir yang terjadi adalah hialinasi dan perkapuran. Jika lesi berkembang, maka darah pekejutan akan membesar secara lambat dan seringkali terjadi perforasi ke dalam bronkus, mengakibatkan pengosongan bahan setengah cair tersebut sehingga terbentuk rongga di dalam paru-paru. Sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80 90 %), belum tentu menjadi sakit tuberkulosis. Untuk sementara, kuman yang ada dalam tubuh berada dalam keadaan dormant (tidur), dan keberadaan kuman dormant tersebut diketahui hanya dengan tes tuberkulin. Mereka menjadi sakit (menderita tuberkulosis) paling cepat setelah 3 bulan setelah terinfeksi, dan mereka yang tidak sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang hidupnya .13)

A. 3. Cara Penularan 1) Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan, kuman TB Paru tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak negatip (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor yang mempengaryhi kemungkinan seseorang menjadi penderita Tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantarannya gizi buruk atau HIV/AIDS.

A. 4. Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa Penemuan penderita TB Paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal

dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi aktif). Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktupagi-sewaktu (SPS).

A. 5. Diagnosis Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksan dahak SPS diulang. 1. Kalau hasil rontgen mendukung TB Paru, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA positif. 2. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB Paru. Maka pemeriksaan dahak SPS diulangi Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB Paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA positif. 2. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB Paru. a. Bila hasil rontgen mendukungTB Paru, didiagnosis sebagai penderita TB Paru BTA negatif Rontgen positif. b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, penderita tersebut bukan TB Paru. UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen dada.

Tersangka Penderita TBC (Suspek TBC)

Periksa dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)

Hasil BTA +++ ++-

Hasil BTA +--

Hasil BTA ---

Periksa Rontgen Dada Hasil Mendukung TBC Hasil tidak mendukung TBC

Beri Antibiotik Spektrum luas Tidak ada perbaikan Ada perbaikan

Ulangi periksa dahak SPS

Penderita TBC BTA positif

Hasil BTA +++ +++--

Hasil BTA ---

Periksa Rontgen dada Hasil Mendukung TBC Hasil Rontgen neg.

TBC BTA Neg Rontgen Pos

Bukan TBC, Penyakit lain

BAGAN ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA

Di Indonesia pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB Paru pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TB Paru. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tuberculosis. Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TB Paru milier dan morbili.

A. 6. Klasifikasi Penyakit danTipe Penderita Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu definisi yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus, yaitu :

1. Organ tubuh yang sakit paru atau ekstra paru 2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung BTA positif atau BTA negatif 2. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati 3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat

A. 6. 1. Klasifikasi Penyakit 1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis Paru BTA positif Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis Paru BTA negatif Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB Paru BTA negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkantingkat keparahaan TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced atau milier; dan atau keadaan umum penderita buruk. 2. Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TB ekstra paru dibagi berdasrkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu : a. TB Ekstra Paru Ringan Misalnya : TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) sendi, dan kelenjar adrenal.

b. TB Ekstra Paru Berat Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, perionitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

A.6.2. Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu : 1. Kasus Baru Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). 2. Kambuh (Relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 3. Pindahan (Transfer in) Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pinah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindhan tersbut harus membawa surat rujukan/pindah. 4. Setelah lalai (Pengobatan setelah default/drop out) Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian atang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

5. Lain-lain a. Gagal Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih. Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif mmenjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan. b. Kasus kronis Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment).17) 1. Agent Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak

sufficient/memenuhi/mencukupi syarat untuk menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penykit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.

Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak di dalmnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi. 2. Host Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam (lawan dari percobaan) Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah : a. Jenis kelamin Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler. Untuk sementara, diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko yang masih memerlukan evidence pada masing-masing wilayah, sebagai dasar pengendalian atau dasar manajemen.1)

b. Umur Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru. Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, mwnurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda danmenurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua.1) c. Kondisi sosial ekonomi WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin.1) d. Kekebalan Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. e. Status gizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi

buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru. f. Penyakit infeksi HIV Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis paru di masyarakat akan meningkat pula.18) 3. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.19) Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain : 20)

a. Kepadatan Penghuni Rumah Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya. 21) Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepadatan

penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m per orang daerah pedesaan 10 m per orang. b. Kelembaban Rumah Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 180C 300C.22) Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila

kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orangorang tertentu dapat menimbulkan alergi.23) Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah

berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk Bkteri-Bktri termasuk bakteri tuberkulosis.20) Kelembaban di dalam rumah menurut

Depatemen Pekerjaan Umum (1986) dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu : a. Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp ) b. Merembes melalui dinding ( percolating damp ) c. Bocor melalui atap ( roof leaks ) Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup. c. Ventilasi Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan

rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya.24) Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. 20) Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.23) Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.

d. Pencahayaan Sinar Matahari Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch (1843-1910). Dari hasil penelitian dengan melewatkan cahaya matahari pada berbagai warna kaca terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis didapatkan data sebagaimana pada tabel berikut (Azwar, 1995). Tabel 2.2 Hasil Penelitian Dengan melewatkan Cahaya Matahari Pada Berbagai Warna Kaca Terhadap Kuman Tuberkulosis Paru. Warna Kaca Hijau Merah Biru Tak berwarna Sinar matahari dapat dimanfaatkan Waktu mematikan (menit) 45 20 30 10 20 5 10 untuk pencegahan penyakit

tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994). Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.25)

d. Lantai rumah Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya. g. Dinding Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.16)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep dan Hipotesis 1. Kerangka Konsep BAGAN KERANGKA KONSEP Variabel bebas Lingkungan fisik rumah Suhu kelembaban Luas ventilasi intensitas pencahayaan kepadatan hunian Jenis lantai rumah Jenis dinding rumah Kejadian tuberkulosis paru Variabel terikat

Variabel pengganggu umur jenis kelamin status gizi kontak penderita

Dalam penelitian ini, kerangka konsep yang diajukan adalah variabel bebas meliputi suhu dalam rumah, kelembaban kamar tidur, kelembaban rumah, ventilasi rumah, Pencahayaan, kepadatan hunian rumah, lanati rumah, jenis dinding rumah. Untuk variabel pengganggu yaitu umur, jenis kelamin status gizi dan sumber penularan. Variabel terikat adalah kejadian TB Paru. Sedangkan variabel antara yaitu pemaparan Mycobacterium tuberculosis dan kerentanan atau imunitas tidak diteliti mengingat keterbatasan waktu, dan biaya. 2. Hipotesis Rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Ada hubungan faktor suhu rumah dengan kejadian TB Paru. 2. Ada hubungan faktor kelembaban rumah dengan kejadian TB Paru. 3. Ada hubungan faktor luas ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru. 4. Ada hubungan faktor pencahayaan masuk rumah dengan kejadian TB Paru. 5. Ada hubungan faktor kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru. 6. Ada hubungan faktor jenis lantai rumah dengan kejadian TB Paru. 7. Ada hubungan faktor jenis dinding rumah dengan kejadian TB Paru. 8. Ada hubungan faktor status gizi dengan kejadian TB Paru. 9. Ada hubungan faktor kontak penderita dengan kejadian TB Paru.

B. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol (case control) yaitu penelitian survei analitik dimana subjek yaitu kasus dan kontrol telah diketahui dan dipilih berdasarkan telah mempunyai keluaran (out come) tertentu, lalu dilihat

kebelakang (back ward) tentang riwayat status paparan penelitian yang dialami subjek. Gambaran rancangan studi kasus kontrol :

Waktu Arah Pencarian Informasi

Terpapar Kasus Tidak Terpapar Populasi Terpapar

Tidak Terpapar

Kontrol

C. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di Distrik Sidareja Kabupaten Cilacap dengan mempertimbangkan faktor waktu, biaya dan dana. 2. Populasi Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk di Kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari dengan kriteria inklusi telah berumur diatas 15 tahun pada tahun 2008, kondisi rumah tidak mengalami perubahan satu tahun terakhir. 3. Sampel 3.1. Kasus yang menjadi sampel atau subjek penelitian pada kelompok kasus adalah semua dari penderita dengan hasil pemeriksaan sputum pada laboratorium mini Puskesmas dinyatakan BTA positif (menderita TB Paru) mulai bulan Pebruari sampai Juni 2008. 3.2 . Kontrol Adalah sebagian tetangga kelompok kasus yang mempunyai riwayat tidak menderita TB Paru dengan karakteristik yang kurang lebih sama dengan kelompok kasus seperti usia, jenis kelamin. 4. Besar Sampel Jumlah sampel dihitung dengan rumus : 26) n = Z21-/2 {1/[P1(1 P1)] + 1/ [P2(1 P2)]} [In ( 1 )]2

Dimana P1 =

(OR)P2 (OR) P2 + (1 P2)

n Z P1 P2 OR

= besar sampel = nilai pada kurva normal = proporsi terpapar pada kelompok kasus = proporsi terpapar pada kelompok pembanding = presisi/ penyimpangan = diperoleh dari penelitian sebelumnya

Berdasarkan rumus tersebut dengan OR yang diperoleh dari penelitian sebelumnya dan proporsi terpapar 0,4 diperoleh besar sampel untuk masingmasing variabel adalah sebagai berikut : OR dari penelitian terdahulu 18,57 14 5,455 4,248 3,69 2,478 2,2 Besarnya sampel (n) 149,2 122,16 80,52 74,752 41,28 66,63 66,46

Hasil perhitungan OR terkecil (2,2) dari penelitian terdahulu besarnya sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 66 kasus dan 66 kontrol.

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran 1. Variabel bebas : Suhu Kelembaban - Jenis lantai - jenis dinding

Ventilasi Pencahayaan Kepadatan hunian rumah

2. Variabel Pengganggu : umur jenis kelamin Status gizi Kontak penderita

3. Variabel terikat : Kejadian Tuberkulosis Paru

4. Definisi Operasional a. Kejadian TB Paru Kasus adalah responden yang menderita TB Paru. Kontrol adalah responden dari tetangga kelompok kasus yang mempunyai riwayat tidak menderita TB Paru yang mempunyai karakteristik kurang lebih sama dengan kelompok kasus seperti usia, jenis kelamin. b. Suhu Adalah suhu udara di dalam ruangan yang diukur pada tempat dimana penghuninya menghabiskan sebagian waktunya dirumah. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut: Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat bila diantara 180C 300C. - tidak memenuhi syarat < 180C - > 300C.

a. Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara di dalam rumah dan diukur pada tempat dimana menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah menggunakan higrometer. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat (kelembaban 40%-70%) - tidak memenuhi syarat (kelembaban <40% atau >70%) b. Luas Ventilasi Adalah masuknya udara bersih dan sinar matahari kedalam rumah dan keluarnya udara kotor secara alamiah maupun buatan. Diukur pada tempat dimana penghuni menghabiskan sebagian besar waktunya. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat bila luas lubang ventilasi yang meliputi luas lubang angin dan luas jendela dibagi dengan luas lantai dikalikan 100% lebih dari atau sama dengan 10 % luas lantai. - tidak memenuhi syarat bila lubang ventilasi yang meliputi luas lubang angin dan luas jendela dibagi luas lantai dikalikan 100% kurang dari 10 % luas lantai. c. Pencahayaan Adalah penerangan yang berasal dari sinar matahari dalam kamar tidur khususnya digunakan oleh penghuni rumah diukur dengan menggunakan lux meter. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut :

Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat (>60 lux) - Tidak memenuhi syarat ( 60 lux) d. Kepadatan hunian rumah Perbandingan antara luas ruangan yang tersedia dengan penghuni atau anggota keluarga yang berada dalam rumah tersebut. Diukur pada tempat dimana penghuni menghabiskan sebagian waktunya dirumah. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat (kepadatan 9 m2) -Tidak memenuhi syarat (kepadatan <9 m2) g. Jenis lantai Hasil observasi terhadap keadaan lantai rumah apakah tanah atau diplester/ubin atau berkeramik. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat : sebagian atau seluruh lantai rumah diplester/ubin atau keramik - Tidak memenuhi syarat : sebagian atau seluruh lantai rumah adalah tanah. j. Jenis dinding rumah Dinding rumah tempat responden . Skala nominal, untuk analisa maka variabel dikalsifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi variabel : - memenuhi syarat : terbuat dari tembok , pasangan bata/batu yang diplester, papan kedap air (permanen)

-tidak memenuhi syarat : terbuat dari setengah tembok, pasangan bata/batu yang tidak diplester, papan yang tidak kedap air (semi permanen)dan dari anyaman bambu (tidak permanen) k. Status Gizi Adalah berat badan dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Skala nominal, untuk analisa maka variabel diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi variabel : - IMT 18,5 l. Kontak Penderita adalah ada atau tidaknya penderita TB Paru yang serumah. Klasifikasi variabel : - ada : adanya kontak responden dengan penderita tuberkulosis paru dalam satu rumah - tidak ada : tidak adanya kontak responden dengan penderita tuberkulosis paru dalam satu rumah Skala : nominal E. Sumber data Penelitian 1. Data Primer Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara kepada responden . responden diperoleh dari laporan atau register penderita TB Paru yang berobat ke Puskesmas. Kemudian peneliti datang kerumah responden. Dilaksanakan observasi langsung kerumah untuk melaksanakan pengukuran pencahayaan, kepadatan, kelembaban dan suhu didalam rumah dan kamar tidur. - IMT < 18,5

2. Data Sekunder Data sekunder berupa register TB di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap. F. Alat Penelitian / Instrumen Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner untuk dapat mendapatkan informasi subjek penelitian melalui wawancara terstruktur. Kemudian peralatan laboratorium kesehatan lingkungan seperti luxmeter (pengukur cahaya), hidrometer (pengukur kelembaban), meteran (pengukur luas lantai dan tinggi badan) dan timbangan ( pengukur berat badan). G. Pengukuran Data Melakukan pengurusan izin penelitian serta pengumpulan data awal di Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dan Puskesmas. Kemudian melaksanakan pengumpulan data primer kelapangan dengan menggunakan quesioner,

wawancara langsung, observasi, dan melakukan pengukuran. Observasi dan pengukuran dilaksanakan untuk mengetahui variabel kondisi kesehatan lingkungan rumah responden. Pengukuran dilaksanakan oleh pewawancara dengan dibantu petugas lain. Alat yang digunakan antara lain meteran, timbangan, luxmeter, hidrometer, kalkulator . H. Pengolahan dan analisa data 1. Pengolahan data Setelah data dikumpulkan kemudian dilaksanakan editing ( untuk pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan keseragaman data sehingga data dapat terjamin). Kemudian dilaksanakan koding untuk memudahkan

pengolahannya termasuk dalam pemberian skor dan dilanjutkan dengan tabulasi, kemudian data dianalisa dengan menggunakan komputer program SPSS 10 for windows.27) 2. Cara analisa data a. Analisa univariat Untuk menggambarkan keadaan variabel bebas yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi. b. Analisis bivariat Digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas dan variabel terikat ada hubungannya dengan tabulasi silang menggunakan uji chi square dan dihitung Odds Ratio (OR). c. Analisis multivariat Untuk mengetahui peran variabel pengganggu terhadap hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji regresi logistik dengan melihat hasil analisis bivariat yang mempunyai kemaknaan statistik (P< 0,25) dan kemaknaan biologik. Untuk uji kemaknaan kaitan antara variabel yang diteliti terhadap variabel terpengaruh dilihat dari P Value < 0,05 pada = 5%. Selanjutnya untuk memperkirakan besarnya resiko variabel bebas terhadap variabel terikat dilaksanakan penghitungan Odd Ratio (OR).

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum 1. Keadaan Geografis Kabupaten Cilacap merupakan daerah yang cukup luas terletak di ujung barat bagian selatan Propinsi Jawa Tengah dengan batas-batas : - Sebelah Barat - Sebelah Utara - Sebelah Timur - Sebelah Selatan : Kabupaten Ciamis (Jawa Barat) : Kabupaten Brebes dan Banyumas : Kabupaten Kebumen : Samudera Indonesia

Terletak di antara 1080 430 10903030 garis bujur timur dan 7030 704520 garis lintang selatan, mempunyai luas wilayah 225.361 Ha, termasuk Pulau Nusakambangan seluas 11.511 Ha, atau sekitar 6.94 % dari luas Propinsi Jawa Tengah, yang terbagi dalam 24 Kecamatan. Untuk lokasi penelitian terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Cipari, Kecamatan Sidareja, Kecamatan Kedungreja, Kecamatan Patimuan, Kecamatan

Gandrungmangu, dan Kecamatan Bantarsari. 2. Kependudukan Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap (BPS), Jumlah penduduk Kabupaten Cilacap pada Tahun 2007 sebanyak 1.730.569 jiwa, dengan perincian laki-laki sebanyak 865.669 jiwa dan perempuan

sebanyak 864.900 jiwa. Jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel di bawah ini termasuk jumlah penduduk di lokasi penelitian.

Tabel 4.1. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, kelompok umur, rasio beban, rasio jenis kelamin dan kecamatan Kabupaten Cilacap Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 Kelompok Umur (tahun) <1 1 - 4 5 14 15 - 44 45 - 64 65 Jumlah Laki-laki 6.790 43.050 164.163 424.678 159.048 60.964 865.669 Jumlah Penduduk Perempuan 7.500 41.121 160.204 424.019 159.308 65.885 864.900 Jumlah 14.290 84.171 324.367 848.697 318.356 126.849 1.730.569

Kepadatan penduduk pada kecamatan yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Luas wilayah , jumlah desa, jumlah penduduk , jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk menurut kecamatan yang menjadi lokasi penelitian tahun 2007
No Kec. Luas Wilayah (Km2) 121,47 54,95 71,43 75,30 143,19 95,54 Jml Desa 11 10 11 7 14 8 Jml pddk 60.924 56.838 80.191 43.766 100.889 67.641 Jml KK 14.100 14.083 18.423 11.874 23.882 15.571 Rata2 Jiwa/RT 4,32 4,04 4,35 3,69 4,22 4,34 Kepdtan Pddk/ Km2 500 1.034 1.123 581 705 708

1 2 3 4 5 6

Cipari Sidareja Kedungreja Patimuan Gandrung mangu Bantarsari

Di lokasi penelitian pada tahun 2007 penduduk terpadat adalah Kecamatan Kedungreja yaitu 1123 jiwa/km2. Dan yang paling rendah kepadatannya adalah kecamatan Cipari yaitu 502 jiwa/km2. Tingkat pendidikan penduduk pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan paling banyak pada lokasi penelitian adalah tamat SD, urutan kedua adalah berpendidikan tamat SLTP akademi/PT. Tabel 4.3. Jumlah penduduk menurut Tingkat pendidikan pada lokasi penelitian tahun 2007.
No 1 2 3 4 5 6 7 Tingkat pendidikan Tidak/belum pernah sekolah Tidak/belum tamat SD SD sederajat SLTP sederajat SLTA sederajat DIII/Akade mi Universitas Cipari 2.437 14.988 31.071 7.920 3.838 548 122 Sidareja 3.172 13.083 28.987 7.389 3.580 512 113 Kecamatan Kedung Patimuan reja 3.207 1.750 19.727 40.898 10.425 5.052 722 161 10.766 22.321 5.690 2.757 394 88 Gdmangu 4.035 24.775 51.454 13.116 6.356 908 246 Bantar sari 2.706 16.640 34.497 8.793 4.261 609 135

dan urutan terakhir adalah berpendidikan

Fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Cilacap adalah rumah sakit 9 buah terdiri dari rumah sakit umum 5 buah, rumah sakit bersalin 4 buah, Puskesmas 36 buah, Puskesmas pembantu 78 buah, PKD 182 buah. Di lokasi penelitian jumlah fasilitas kesehatan yaitu puskesmas 7 buah, puskesmas pembantu 7 buah, PKD 40 buah. Untuk rumah sakit belum ada. B. Karakteristik Responden

1. Distribusi Responden Menurut Jenis kelamin Jumlah subyek penelitian ada 132 orang terdiri dari 66 kasus dan 66 kontrol, masing-masing kelompok baik kontrol maupun kasus terdiri dari 35 orang (53%) berjenis kelamin laki-laki dan 31 orang (47%) berjenis kelamin perempuan. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Kasus 35(50,0%) 31(47,0%) 66(100,0%) Kontrol 35(50,0%) 31(47,0%) 66(100,0%)

Tabel 4.4. di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus sebanyak 35 (50%) dan kelompok kontrol sebanyak 35 (50%). Demikian juga pada jenis kelamin perempuan proporsinya pada kelompok kasus sebanyak 31 (50%) dan kelompok kontrol sebanyak 31 (50%).

2. Distribusi Responden Menurut Golongan Umur Tabel 4.5. Distribusi Responden menurut golongan umur Kelompok Umur 15 s/d 24 25 s/d 34 35 s/d 44 45 s/d 54 55 s/d 64 65 s/d 74 75 s/d 84 Jumlah Subyek Penelitian Kasus Kontrol 4(6,1%) 4(6,1%) 8(12,1%) 12(18,2%) 18(27,3%) 14(21,2%) 20(30,3%) 18(27,3%) 9(13,6%) 12(18,2%) 4( 6,1%) 5( 7,6%) 3( 4,5%) 1( 1,5%) 66(100%) 66 (100%)

Tabel 4.5. di atas menunjukkan bahwa proporsi umur responden yang paling banyak pada kelompok umur 45 54 tahun yaitu 38 orang (28,8%). Pada kelompok kasus, umur responden yang paling banyak adalah 45 54 tahun yaitu 20 orang (30,3%). Pada kelompok kontrol, umur responden yang paling banyak adalah 45 54 tahun yaitu 18 orang (27,3%). 3. Distribusi Responden Menurut Tempat Penemuan Kasus TB Paru BTA Pos Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Tempat Penemuan Kasus TB Paru BTA Positif Nama Puskesmas Cipari Kedungreja Patimuan Gandrungmangu I Gandrungmangu II Bantarsari Jumlah Tabel Kasus BTA positif 28(42,4%) 12(18,2%) 1(1,5%) 6(9,1%) 7(10,6%) 12(18,2%) 66(100%)

4.6. di atas menunjukkan wilayah Puskesmas Cipari merupakan

Puskesmas dengan penemuan kasus terbanyak yaitu sebanyak 28 Kasus (42,4%), sedangkan penemuan kasus terkecil di wilayah puskesmas Patimuan 1 kasus (1,5%) . 4. Distribusi Responden Menurut tingkat Pendidikan Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Akademi / PT Kasus 3 (4,5%) 17(25,8%) 32(48,5%) 10(15,2%) 2(3%) 2(3%) Kontrol 3(4,5%) 8(12,1%) 24(36,4%) 17(25,8%) 12(18,2%) 2( 3%)

Tabel 4.7. diatas menunjukkan bahwa proporsi tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SD yaitu 56 orang (42,4%). Pada kelompok kasus , tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SD yaitu 32 orang (48,5%), pada kelompok kontrol tingkat pendidikan yang paling banyak juga tamat SD yaitu 24 orang (36,4%).

5. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Tabel 4.8. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan PNS Pedagang Buruh Petani Karyawan swasta Lain-lain Kasus 4 (6,1%) 10 (15,2%) 36 (54,5%) 1 (1,5%) 15 (22,7%) Kontrol 1 (1,5%) 6 (9,1%) 10 (15,2%) 28 (42,4%) 6 (9,1%) 15 (22,7%)

Tabel 4.8. diatas menunjukkan bahwa berdasarkan jenis pekerjaan, proporsi jenis pekerjaan responden paling banyak adalah petani yaitu 64 orang (48,5%) dan yang paling sedikit adalah PNS yaitu 1 orang (0,8%). Pada kelompok kasus , jenis pekerjaan responden yang paling banyak adalah petani yaitu 36 orang (54,5%). Pada kelompok kontrol , jenis

pekerjaan responden yang paling banyak adalah petani yaitu 28 orang (42,4%). C. Analisis Faktor Risiko Diskripsi variabel penelitian ditunjukkan dari hasil distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian . Pengelompokan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel yang akan diteliti dengan

kejadian tuberkulosis paru pada orang yang berumur di atas 15 tahun yang dianalisis dengan menggunakan 3 tahap yaitu tahap pertama menggunakan analisis univariat, kemudian tahap kedua dicari hubungannya dengan kejadian tuberkuloaia paru dengan menggunakan anlisis bivariat, sedangkan tahap ketiga apabila proporsi variabel bebas menunjukkan adanya perbedaan antara kasus dan kontrol dengan melihat significant (p < 0,25), maka dilanjutkan dengan menggunakan analisis multivariat. 1. Analisis Univariat a. Faktor kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian

tuberkulosis paru. Pencahayaan dalam ruang tidur rata-rata 41,08 lux. Proporsi pada kasus yang tidak memenuhi syarat 89,4 % dan yang memenuhi syarat ada 10,6 %. Pencahayaan pada kontrol memenuhi syarat yaitu 66,7 %. Luas ventilasi dalam ruang tidur rata-rata 17,40 % ventilasi ruang tidur pada kasus yang tidak memenuhi syarat yaitu < 10 % luas lantai ada 28,8 % , sedang pada kontrol yang tidak memenuhi syarat yaitu 7,6 %. Keberadaan jendela ruang tidur dalam kondisi terbuka di siang hari pada kasus ada sebanyak 36,4 %, sedangkan pada kontrol sebanyak 56,1%. Kelembaban ruang tidur rata-rata 72,89 %, kelembaban tertinggi 82% sedangkan terendah 60%. Kelembaban pada kasus yang tidak memenuhi syarat sebesar 78,8% , sedang pada kontrol 59,1%.

Jenis lantai pada kelompok kasus yang lantainya tidak memenuhi syarat proporsinya sebesar 37,9%. Sedangkan pada kontrol yaitu sebesar 27,3% Jenis dinding rumah pada kelompok kasus yang dindingnya tidak permanen proporsinya sebesar 60,6%, sedangkan proporsi pada kontrol yaitu sebesar 36,4%. Kepadatan hunian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penghuni dalam rumah pada kasus dan kontrol umumnya tidak padat. Kepadatan penghuni pada kasus yang memenuhi syarat yaitu 92,4% dan kepadatan penghuni pada kontrol yang memenuhi syarat yaitu 90,9%. Tabel 4.9. Hasil Analisis Univariat Faktor Kesehatan lingkungan Rumah yang Berhubungan Dengan Kejadian Paru No. Faktor Risiko 1 2. Pencahayaan 1. < 60 lux 2. 60 lux Luas ventilasi 1. < 10 % Kasus 59(89,4%) 7(10,6%) 19(28,8%) 47(71,2%) 24(36,4%) 42(63,6%) 52(78,8%) 14(21,2%) 23(34,8%) 43(65,2%) 25(37,9%) 41(62,1%) Kontrol 44(66,7%) 22 (33,3%) 5(7,6%) 61(92,4%) 37(56,1%) 29(43,9%) 39(59,1%) 27(40,9%) 11(16,7%) 55(83,3%) 18(27,3%) 48(72,7%)

2. 10 % Kondisi jendela terbuka 1. ya 2. tidak 4. Kelembaban ruang tidur 1. < 40%&>70% 2. 40% - 70% 5. Suhu ruang tidur 1. < 180C Dan > 300C 2. 180C - 300C 6. Jenis lantai 1. tidak kedap air 2. kedap air 3.

7. Jenis dinding 1. tidak atau semi permanen 2. permanen 8. Kepadatan penghuni 1. < 9m2 2. 9m2 9. Status gizi 1. < 18,5 2. > 18,5

40(60,6%) 26(39,4%) 5 (7,6%) 61(92,4%) 28(42,4%) 38(57,6%)

24(36,4%) 42(63,6%) 6(9,1%) 60(90,9%) 14(21,2%) 52 (78,8%)

Selanjutnya data tersebut di atas di analisis dengan uji regresi logistik untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel dengan kejadian tuberkulosis, dengan analisis bivariat. 2. Analisis Bivariat. a. Hubungan Pencahayaan Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencahayaannya < 60 proporsi rumah yang

lux , lebih banyak pada kelompok kasus (89,4%)

dibanding pada kelompok kontrol (66,7%) . Secara statistik hasil analisa menunjukkan nilai p = 0,003 dan OR = 4,214 dengan CI 95% = 1,653 < OR < 10,744 sehingga bermakna karena nilai p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pencahayaan merupakan faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru atau ada hubungan antara pemcahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel.4.10. Distribusi Pencahayaan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008

Pencahayaan Ruang tidur 60 lux > 60 lux OR =4,214

Kasus

Kontrol

59(89,4%) 44(66,7%) 7(10,6%) 22(33,3%) 95%CI = 1,653 - 10,744 nilai p = 0,003

b. Hubungan Luas Ventilasi Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Proporsi rumah yang luas ventilasi < 10% luas lantai lebih banyak pada

kelompok kasus (28,8%) dibanding pada kelompok kontrol (7,6%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,003 dan OR = 4,932 dengan 95%CI = 1,716 < OR < 14,179 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa luas ventilasi merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.11. Distribusi Luas Ventilasi Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Luas ventilasi Kasus Ruang tidur < 10% luas lantai 19(28,8%) 10 % luas lantai 47(71,2%) OR =4,932 95%CI = 1,716 14,179 Kontrol 5( 7,6%) 61(92,4%) nilai p = 0,003

c. Hubungan Keberadaan Jendela dalam Kondisi Terbuka atau tidak dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi rumah yang keberadaan jendela tertutup lebih banyak pada kelompok kasus (63,6%) dibanding pada kelompok kontrol (43,9%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,036 dan OR = 2,233 dengan 95%CI = 1,110 < OR < 4,489 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keberadaan jendela terbuka atau tertutup merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau ada hubungan

antara keberadaan jendela terbuka atau tertutup dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.12. Distribusi Keberadaan Jendela dalam Kondisi Terbuka atau Tidak dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Keberadaan jendela Kasus Ruang tidur Terbuka 24(36,4%) Tertutup 42(63,6%) OR =2,233 95%CI = 1,110 4,489 Kontrol 37(56,1%) 29(43,9%) nilai p = 0,036

d. Hubungan Kelembaban Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Proporsi rumah yang kelembaban ruang tidur < 40% dan >70% (tidak memenuhi syarat) lebih banyak pada kelompok kasus (78,8%) dibanding pada kelompok kontrol (21,2%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,024 dan OR = 2,571 dengan 95%CI = 1,194 < OR <5,540 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kelembaban ruang tidur merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau ada hubungan antara kelembaban ruang tidur dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.13. Distribusi Kelembaban Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Kelembaban Kasus Kontrol Ruang tidur <40% dan >70% 52(78,8%) 39(59,1%) 40% - 70% 14(1,2%) 27(40,9%) OR = 2,571 95%CI = 1,194 - 5,540 nilai p = 0,024

e. Hubungan Suhu Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Proporsi rumah yang suhu ruang tidur < 180C dan >300C (tidak memenuhi

syarat) lebih banyak pada kelompok kasus (34,8%) dibanding pada kelompok kontrol (16,7%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,029 dan OR = 2,674 dengan 95%CI = 1,176 < OR <6,863 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa suhu ruang tidur merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau ada hubungan antara suhu ruang tidur dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.14. Distribusi Suhu Ruang Tidur dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Suhu ruang Tidur Kasus o 0 18 C dan > 30 C 23(34,8%) 180C - 30 0C 43(65,2%) OR = 2,674 95%CI = 1,176 - 6,863 Kontrol 11(16,7%) 55( 83,3%) nilai p = 0,029

f. Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian Tuberculosis Paru Proporsi rumah yang jenis lantai rumahnya tidak kedap air lebih banyak pada kelompok kasus (37,9%) dibanding pada kelompok kontrol (27,3%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,265 dan OR = 1,626 dengan 95%CI = 0,779 < OR <3,392 sehingga tidak bermakna karena p > 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa jenis lantai rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru.

Tabel 4.15. Distribusi Jenis lantai dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkanKasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Jenis lantai Kasus Kontrol tidak kedap air 25(37,9%) 18(27,3%) kedap air 41(62,1%) 48(72,7%) OR = 1,626 95%CI = 0,779 - 3,392 nilai p = 0,265 g. Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian Tuberculosis Paru Proporsi kasus yang jenis dinding rumahnya tidak /semi permanent (tidak

memenuhi syarat) lebih banyak pada kelompok kasus (60,6%) dibanding pada kelompok kontrol (36,4)%. Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,009 dan OR = 2,692 dengan CI 95% = 1,332 < OR <5,442 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa jenis dinding rumah merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.16.Distribusi Jenis Dinding dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Jenis dinding Kasus Kontrol tidak/semi permanen 40(60,6%) 24(36,4%) permanen 26(39,4%) 42(63,6%) OR = 2,692 95%CI = 1,332 - 5,442 nilai p = 0,009

h. Hubungan Kepadatan Penghuni dengan Tuberkulosis Paru Proporsi rumah yang kepadatan huniannya < 9m2 (tidak memenuhi syarat) lebih sedikit pada kelompok kasus (7,6%) dibanding pada kelompok kontrol (99,1%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 1,000 dan OR = 0,820 dengan CI 95% = 0,237 < OR <2,830 sehingga tidak bermakna karena p > 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kepadatan hunian rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau tidak ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.17. Distribusi Kepadatan hunian rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Kepadatan hunian Kasus Kontrol 2 <9m 5(7,6%) 6(9,1%) 9 m2 61(92,4%) 60(90,9%) OR = 0,820 95%CI = 0,237 - 2,830 nilai p = 1,000 i. Hubungan Kontak Penderita dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Proporsi kasus yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita ada 24,2%, lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrol (10,6%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,066 dan OR = 2,697 dengan CI 95% = 1,028 < OR <7,078 sehingga tidak bermakna karena p > 0,05 dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa riwayat kontak dengan penderita bukan merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau tidak ada hubungan antara riwayat kontak dengan penderita dengan kejadian tuberkulosis paru.

Tabel 4.18. Distribusi Kontak Penderita dengan Kejadian Tuberkulosis Paru berdasarkan Kasus dan Kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Kontak Penderita Kasus Ada 16(24,2%) Tidak ada 50(75,8%) OR = 2,697 95%CI = 1,028 < OR < 7,078 Kontrol 7(10,6%) 59(89,4%) nilai p = 0,066

j. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Proporsi responden yang status gizi dengan BMI <18,5 lebih banyak pada

kelompok kasus (66,7%) dibanding pada kelompok kontrol (33,3%). Secara statistik hasil analisa menunjukkan p = 0,015 dan OR = 2,737 dengan 95%CI = 1,272 < OR <5,887 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa status gizi merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis

paru atau ada hubungan antara status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru. Tabel 4.19. Distribusi status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru berdasarkan kasus dan kontrol di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) tahun 2008 Status gizi Kasus Kontrol BMI < 18,5 28(66,7%) 14(33,3%) BMI 18,5 38(42,2%) 50(57,8%) OR = 2,737 CI 95% = 1,272 < OR < 5,887 nilai p = 0,015

Tabel 4.20.Hasil Perhitungan Analisis Bivariat dengan Uji Chi Square Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 10. 11. Faktor risiko Pencahayaan rt Ventilasi rt Keberadaan jendela Kelembaban rt Suhu rt jenis lantai jenis dinding kepadatan hunian Kontak penderita status gizi OR 4,214 4,932 2,233 2,571 2,674 1,626 2,692 0,820 2,697 2,737 95% CI 1,653 10,744 1,716 14,179 1,110 4,489 1,194 5,540 1,176 6,083 0,779 3,392 1,332 5,442 0,237 2,830 1,028 7,078 1,272 5,887 Nilai P 0,003 0,003 0,036 0,024 0,029 0,265 0,009 1,000 0,066 0,009 Ket sig sig sig sig sig tidak sig sig tidak sig tidak sig sig

3. Analisis Multivariat Pada tahap berikutnya data tersebut di analisis secara bersama-sama dengan analisis multivariat untuk mengetahui ada hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Analisis bivariat dari masing-masing variabel faktor risiko yang mempunyai angka kemaknaan p < 0,05 adalah pencahayaan, luas ventilasi, keberadaan jendela dibuka atau tidal, kelembaban, suhu, jenis dinding, kontak penderita, status gizi, frekuensi pembuangan sampah, kepemilikan hewan. Analisa multivariat dapat dilakukan jika hasil analisa bivariat menunjukkan nilai p < 0,25,dengan demikian variabel jenis lantai dimasukkan dalam analisa multivariat karena p < 0,25. dapat

Adapun hasil analisis multivariat faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagaimana tabel 4. 22. di bawah ini : Tabel 4.21. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. No. 1. 2. 3. 4. Variabel terpilih Kelembaban Pencahayaan Ventilasi Status gizi B 1,164 1,190 1,422 1,268 Wald 6,481 5,102 5,584 7,462 Sign 0,011 0,024 0,018 0,006 Exp (B) 3,203 3,286 4,144 3,554 95%CI 1,307-7,843 1,170-9,224 1,274-13,477 1,431-8,828

Selanjutnya persamaan regresi logistik yang telah dimiliki, yaitu : Y = -2,974 + 1,164 x 1 + 1,190 x2 + 1,422 x3 + 1,268 x4 Dapat dihitung ramalan probabilitas (risiko) individu untuk mengalami penyakit tuberkulosis paru dengan rumus : P= 1 1 + e (- + 1x1 + 2x2
+ 3x3+ 4x4

Seseorang atau individu yang tinggal di lingkungan rumah dengan kelembaban <40% dan 70%, pencahayaan < 60 lux, ventilasi <10% luas lantai , status gizi dengan BMI < 18,5 ; memiliki probabilitas untuk terkena penyakit tuberkulosis paru sebesar: P= 1 1 + e (-2,974+(1,164 * 1) + (1,190 * 1) + (1,422 * 1) + (1,268 * 1) P= 1 1 + e 2,07

P=

1 1,8879

P=

0,5296

P = 52,96%

BAB V PEMBAHASAN

A.

Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru Analisis statistik bivariat menunjukkan bahwa terdapat delapan variabel dari sebelas variabel bebas yang berhubungan bermakna (p < 0,05) dengan kejadian tuberkulosis paru. Setelah dilakukan analisis multivariat terdapat empat variabel yang secara bersama-sama berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru yaitu pencahayaan (p = 0,024), kelembaban (p = 0,011), ventilasi (0,018), status gizi (p = 0,006). Dari hasil penelitian tentang faktor kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru , menunjukkan bahwa pencahayaan merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru. Analisis bivariat menunjukkan bahwa p = 0,003 dan OR = 4,214 dengan 95%CI = 1,653 < OR < 10,744 sehingga bermakna karena p < 0,05 dengan demikian seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 4,214 kali lebih besar menderita tuberkulosis paru dibanding orang yang bertempat tinggal dalam rumah dengan pencahayaan yang memenuhi syarat. Banyak jenis bakteri dapat dimatikan jika bakteri tersebut mendapatkan sinar matahari secara langsung, demikian juga kuman tuberkulosis dapat mati karena cahaya sinar ultraviolet dari sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan. Diutamakan cahaya matahari pagi karena cahaya matahari pagi mengandung

sinar ultraviolet yang dapat membunuh kuman. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan Slamet Priyadi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pencahayaan alami dengan kejadian tuberkulosis paru. Dan setelah diuji statistik dengan regresi logistik , ternyata berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Rumah dengan ventilasi yang kurang akan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru. Ventilasi rumah berfungsi untuk mengeluarkan udara yang tercemar (bakteri, CO2) di dalam rumah dan menggantinya dengan udara yang segar dan bersih atau untuk sirkulasi udara tempat masuknya cahaya ultra violet. Dalam penelitian ini ventilasi merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru. Dari hasil analisis multivariat bahwa ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Rumah dengan ventilasi kurang menyebabkan cahaya tidak dapat masuk ke dalam rumah mengakibatkan meningkatnya kelembaban dan suhu udara di dalam rumah. Dengan demikian kuman tuberkulosis paru akan tumbuh dengan baik dan dapat menginfeksi penghuni rumah. Kelembaban dalam penelitian ini adalah kelembaban dalam ruang tidur , memenuhi syarat jika nilai kelembabannya antara 40% - 70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembaban merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru. Hasil analisis statistik bivariat diperoleh p = 0,024 OR =

2,571 95%CI = 1,194 < OR < 5,540. Dengan demikian seseorang yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 2,571 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibandingkan dengan orang yang tinggal di rumah dengan kelembaban yang memenuhi syarat. Penelitian terdahulu menunjukkkan bahwa kelembaban mempunyai risiko 4,68 kali lebih besar bagi seseorang yang tinggal di rumah dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat dibanding dengan seseorang yang tinggal di rumah dengan kelembaban memenuhi syarat. Hasil analisis multivariat dan uji regresi logistik menunjukkan bahwa kelembaban mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru . Kelembaban diakibatkan oleh ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan padat penghuni . Ventilasi yang tidak memenuhi syarat membuat cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah sehingga meningkatkan kelembaban di dalam rumah. Seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan suhu udara tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 2,674 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibanding seseorang yang tinggal di rumah dengan suhu memenuhi syarat. Suhu udara dalam penelitian ini adalah suhu dalam ruang ruang tidur dengan kriteria memenuhi syarat 180 C 300 C dan tidak memenuhi syarat < 180C dan > 300C. Pada uji analisis multivariat suhu tidak mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru . Hasil analisis statistik bivariat maupun multivariat menunjukkan bahwa lantai rumah tidak berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru

karena p > 0,05, dalam analisis bivariat p = 0,265 OR = 1,626 dengan 95%CI = 0,779 < OR < 3,392. Padahal lantai rumah berupa tanah atau tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan udara ruangan menjadi lembab yang dapat mendukung perkembangan kuman tuberkulosis paru. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa lantai merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Karena pada penelitian ini tidak ada perbedaan jenis lantai yang dimiliki antara kelompok kasus dan kontrol . Hasil analisis bivariat menunjukkan hasil bahwa faktor jenis dinding merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosi paru karena p = 0,009 OR = 2,692 dengan CI 95% = 1,3322 < OR < 5,442 . Jenis dinding pada rumah akan berpengaruh terhadap kelembaban dan mata rantai penularan tuberkulosis paru. Seseorang yang bertempat tinggal dengan jenis dinding yang tidak permanen/semi permanen yang terbuat dari papan tidak kedap air dan anyaman bambu serta sebagian tembok yang tidak diplester mempunyai risiko 2,692 kali untuk menderita TB paru dibanding orang yang bertempat tinggal dengan jenis dinding yang permanen atau memenuhi syarat. Hasil analisis multivariat jenis dinding bukan merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga satu rumah tinggal (Lubis,1989). Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuinya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya

akan menyebabkan berjubel (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga lain. Hasil analisis bivariat maupun multivariat variabel kepadatan hunian rumah tidak berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Karena dari hasil observasi diperoleh data bahwa rata- rata kepadatan hunian rumah 20,73 m2 per orang , hal ini masih

memenuhi syarat kesehatan artinya luas rumah masih sebanding dengan jumlah penghuninya sehingga tidak menyebabkan overcrowded.

Kemungkinan untuk terinfeksi tuberkulosis kecil. Riwayat kontak merupakan hal yang penting dalam penelitian penyakit tuberkulosis paru. Dalam etiologi penyakit tuberkulosis, kuman Mycobacterium tuberculosis berukuran sangat kecil, bersifat aerob, dapat bertahan hidup lama dalam sputum kering, ekskreta lain dan dengan mudah dapat dieksresikan melalui inhalasi butir sputum lewat batuk, bersin maupun bicara (droplet infection). Sehingga kontak yang sering dengan penderita tuberkulosis aktif akan menyebabkan infeksi atau paparan terhadap orang yang sehat. Berdasarkan hasil analisis statistik bivariat diperoleh p = 0,066 OR = 2,697 dengan CI 95% = 1,028 < OR < 7,078. Artinya bahwa kontak dengan penderita tidak mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Pada analisis multivariat bahwa diketahui kontak dengan penderita tidak

mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru

karena ada

kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru. Hasil analisis statistik bivariat maupun multivariat menunjukkan bahwa faktor status gizi mempunyai hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru karena p < 0,05 pada analisis bivariat diperoleh hasil p = 0,015 OR = 2,737 dengan CI 95% = 1,272 < OR < 5,887. Artinya status gizi < 18,5 mempuanyai risiko meningkatkan kejadian tuberkulosis paru sebanyak 2,737 kali lebih besar dibanding dengan status gizi 18,5. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa orang dengan BMI < 18,5 mempunyai risiko 4,949 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibanding orang dengan BMI 18,5. B. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini menggunakan studi case control yang mempunyai kelemahan dalam pengendalian recall bias . Strategi pengendalian yang dilakukan adalah melibatkan anggota keluarga lain, dukungan bukti keterangan dari instansi kesehatan atau surat berobat dari puskesmas dan menentukan subyek yang baru didiagnosis oleh puskesmas. 2. Penelitian ini hanya dilakukan di beberapa wilayah puskesmas, sehingga tidak dapat mengetahui perbedaan karakteristik wilayah dan menemukan kasus secara keseluruhan di wilayah kabupaten Cilacap.

3.

Penelitian ini bisa digeneralisasikan pada skala populasi yang lebih besar yaitu wilayah kabupaten sehingga dapat diketahui perbedaan karakteristik wilayah yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru .

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

D.

Kesimpulan Hasil penelitian tentang Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari Kabupaten Cilacap, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengukuran Faktor Kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru menunjukkan bahwa rata-rata

pencahayaan adalah 41,08 lux, rata-rata kelembaban adalah 72,89%, ratarata luas ventilasi adalah 17,4m2 , rata-rata suhu adalah 29,810C, jenis dinding yang tidak memenuhi syarat ada 60,6% , keberadaan jendela ditutup adalah 63,6%, kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat 7,6%, jenis lantai yang tidak memenuhi syarat 37,9%. 2. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa a. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru (p =0,003; OR = 4,214), b. Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,003; OR = 4,932), c. Ada hubungan antara kebiasaan membuka jendela dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,036; OR = 2,233),

d. Ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,024; OR = 2,571), e. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,029; OR = 2,674), f. Ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,009; OR = 2,692), g. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru (p = 0,015; OR = 2,737), 3. Analisis multivariat untuk menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh menggunakan regresi logsitik menemukan ada 4 faktor risiko yang paling besar pengaruh atau kontribusinya terhadap kejadian tuberkulosis paru yaitu pencahayaan (OR = 3,286), kelembaban (OR = 3,202), ventilasi (OR = 4,144), status gizi (OR = 3,554).

E.

Saran 1. Bagi puskesmas perlu ditingkatkan upaya penjaringan terhadap penderita tuberkulosis paru baik secara aktif di lapangan maupun pasif di tempat pelayanan kesehatan dengan melibatkan langsung bidan desa. 2. Untuk mengurangi resiko penularan tuberkulosis paru , agar dilakukan perbaikan kondisi lingkungan rumah dan untuk mengurangi

kelembaban ruangan, sebaiknya ruang tidur sebagian atapnya memakai genteng kaca supaya matahari dapat masuk

3.

Bagi masyarakat yang sedang merenovasi atau membangun rumah untuk lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat seperti ventilasi, pencahayaan, kebiasaan membuka jendela dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru dengan memperhatikan asupan makanan yang bergizi.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN F. Kesimpulan Hasil penelitian tentang Faktor Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari Kabupaten Cilacap, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengukuran Faktor Kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru menunjukkan bahwa rata-rata

pencahayaan adalah 41,08 lux, rata-rata kelembaban adalah 72,89%, ratarata luas ventilasi adalah 17,4m2 , rata-rata suhu adalah 29,810C, jenis dinding yang tidak memenuhi syarat ada 60,6% , keberadaan jendela ditutup adalah 63,6%, kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat 7,6%, jenis lantai yang tidak memenuhi syarat 37,9%. 2. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa h. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan pencahayaan (p =0,003; OR = 4,214), i. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan ventilasi (p = 0,003; OR = 4,932),

j. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan keberadaan jendela dibuka (p = 0,036; OR = 2,233), k. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan kelembaban (p = 0,024; OR = 2,571), l. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan suhu (p = 0,029; OR = 2,674), m. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan jenis dinding (p = 0,009; OR = 2,692), n. Ada hubungan antara kejadian tuberkulosis paru dengan status gizi (p = 0,015; OR = 2,737), 2. Analisis multivariat untuk menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh menggunakan regresi logsitik menemukan ada 4 faktor risiko yang paling besar pengaruh atau kontribusinya terhadap kejadian tuberkulosis paru yaitu pencahayaan (OR = 3,286), kelembaban (OR = 3,202), ventilasi (OR = 4,144), status gizi (OR = 3,554). G. Saran 4. Bagi puskesmas perlu ditingkatkan upaya penjaringan terhadap penderita tuberkulosis paru baik secara aktif di lapangan maupun pasif di tempat pelayanan kesehatan dengan melibatkan langsung bidan desa. 5. Untuk mengurangi resiko penularan tuberkulosis paru , agar dilakukan perbaikan kondisi lingkungan rumah dan untuk mengurangi

kelembaban ruangan, sebaiknya ruang tidur sebagian atapnya memakai genteng kaca supaya matahari dapat masuk 6. Bagi masyarakat yang sedang merenovasi atau membangun rumah untuk lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat seperti ventilasi , pencahayaan, kebiasaan membuka jendela dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru dengan memperhatikan asupan makanan yang bergizi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI, 2001, Departemen Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta : Departemen Kesehatan RI 2. Ahmadi, Umar Fahmi, 2005, Menejemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: Penerbit Buku Kompas 3. TBC, http:// www.mediacastore.com/tbc/ 4. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2004, Profil Kesehatan Jawa Tengah, Semarang 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, 2006 Laporan Monitoring Evaluasi Program TBC Tingkat Kabupaten Cilacap Tahun 2006 6. Data Tipe Rumah di Wilayah Kecamatan Gandrungmangu tahun 2006, Kantor Kecamatan Gandrungmangu Cilacap 7. Amir M. dan Assegaf H., 1989, Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Surabaya : Airlangga University Press 8. Nurhidayah, ikeu dan Laksamana, Mamat dan Rakhmawati, Windy,2007, Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) Pada Anak Di Kecamatan Paseh Kabupaten Subang, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Padjadjaran, Bandung 9. Wajdi, Halim, Soebijanto, Irawati, Susi, 2005, Kesehatan Lingkungan Rumah dan Kejadian Penyakit TB Paru di Kabupaten Agam Sumatera Barat, Jurnal Sains Kesehatan UGM, Jogyakarta 10. Subagyo, Agus, 2007, Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Kabupaten Banyumas, Program Magister Kesehatan Lingkungan, UNDIP, Semarang 11. Stanford S., John P., Herbert MS., 1994., Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi, Edisi 4, Terjemahan Samik W., Jogyakarta : Gajah Mada University Press 12. Miller F. J. W., 1982, Tuberculosis in Children Evolution, Epidemiology Treatment, Prevention, Churchil Livingstone, Edinburgh London Melbourne and New York

13. Soemirat, Juli, 2000, Epidemiologi Lingkungan, Yogyakarta : Gajah Mada Uniersity Press 14. Misnadiarly, Simanjuntak, Ch Pudjarwoto, 1990, Pengaruh Faktor Gizi dan Pemberian BCG terhadap Timbulnya Penyakit tuberkulosis Paru, Cermin Dunia Kedokteran 15. Sanropie, Djasio, dkk,, 1989, Pengawasan Penyehatan Pemukiman untuk Institusi Pendidikan Sanitasi Lingkungan, Jakarta : Pusdiknakes Depkes RI 16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Pengawasan kualitas Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta 17. Aspek Tehnis dalam Penyehatan Rumah, http : //miqra lingkungan blospot . com/2007 18. Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Pedoman Tehnik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, No. 20/kprs/1986, Jakarta 19. Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta: Rineka Cipta 20. Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta 21. Smith P.G. dan Moss A. R. , 1994, Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis, Protection and control, ASM Press, Washington DC 22. Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Journal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005 23. Departemen Kesehatan RI, 1994, Pengawasan Kualitas Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta Kesehatan

24. Departemen Kesehatan RI, 1989, Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta 25. Atmosukarto, Sri Soewati, 2000, Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis, Jakarta, Media Litbang Kesehatan, Vol 9 (4), Depkes RI 26. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan, 2002, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis , Edisi ke-2, Jakarta : CV. Sagung Seto

27. Priyo Hastono, Sutanto, 2001, Modul Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Indonesia 28. Lubis, P, 1989, Perumahan Sehat, Jakarta : Depkes RI 29. Body Mass Index, http//en.wikipedia.org/wiki/Body_mass_index 30. Hadi, Sutrisna, 2004, Motodologi Research jilid 1 dan 2, Yogyakarta : Andi 31. Sudjana, 2005, cet ke-3 , Metode Statistika, Bandung : Tarsito 32. Ariati, J dan Boesri, 1998, Variabel Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta : Majalah Kesehatan Masyarakat No.19 Tahun 1998, Departemen Kesehatan RI 33. Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, http//www.pu.go.id

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian TB Paru TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosae.11 Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.4

2.2. Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37C dengan tingkat pH optimal (pH 6,47,0). Untuk membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.12 Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak

menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.13

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil tuberkulosis, yaitu: 2.2.1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral. 2.2.2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu. 2.2.3. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat. 2.2.4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat antituberkulosis.4,12

2.3. Patogenesis Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.6,13

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Tuberkulosis Primer Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah terinfeksi sebelumnya.6 Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu: a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut . b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat. 3 2.3.2. Tuberkulosis Post Primer Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa sembuh tanpa meninggalkan cacat,

Universitas Sumatera Utara

meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).3

2.4. Klasifikasi Penyakit Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 2.4.1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura.3,7 Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi, yaitu: a. TB Paru BTA Positif yaitu: i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif ii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif iii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b. TB Paru BTA Negatif i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan tuberkulosis positif.3

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih, ginjal, alat kelamin dll).14 Berdasarkan tingkat keparahannya, TB ekstra paru ini dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra paru ringan (not/less severe). Contohnya adalah tuberkulosis milier dimana patogen ke seluruh paru-paru dan memberikan gambaran bintik-bintik kecil seperti mutiara.11 Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe penderita TB Paru, yaitu: a. Kasus baru Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.3 Dimana OAT yang diberikan adalah OAT yang mempunyai efek dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti, isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z).4 b. Kasus kambuh (relaps) Kasus kambuh adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB Paru dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.3

Universitas Sumatera Utara

c. Kasus defaulted atau drop out Kasus drop out adalah penderita yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.3 d. Kasus gagal Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.3 Sejak BTA dalam sputum negatif, dengan memakai tiga obat setiap hari dalam jangka waktu 3-4 bulan pertama (yang belum pernah diberikan sebelumnya): RMP- EMB- PZA- atau SM PAS PZA. Obat lain seperti etambutol atau prothionamid, sikloserin, thiaketazone atau kanamisin dan kapreomisin dapat dipertimbangkan untuk diberikan.4 e. Kasus kronik Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan ulang dengan pengobatan kategori II dengan pengawasan yang baik. Pengobatan kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi diberikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.3

Universitas Sumatera Utara

2.5. Perkembangan Alamiah Penyakit TB Paru 2.5.1. TB Paru primer TB Paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Menurut Meyer yang dikutip oleh Alsagaff ada 2 jenis TB Paru primer, yaitu: a. TB Paru primer sederhana (simple primary tuberculosis) i. Terjadi pada 43,5% dari kasus tuberkulosis ii. Secara radiologis , tidak tampak kelainan iii. Uji kulit tuberkulin memberi reaksi positif b. Infeksi TB Paru primer dengan kelainan radiologis (primary infection tuberculosis) i. Kelainan radiologis berupa pembesaran kelenjar limfe mediastinum ii. Uji kulit tuberkulin, menunjukkan reaksi positif. iii. Kelainan ini dijumpai pada 18,5%. Umumnya TB Paru primer sembuh sendiri, walaupun ada kemungkinan di kemudian hari mengalami kekambuhan dengan proses yang lebih cepat pada organ lain, yang sumbernya berasal dari TB Paru primer tersebut.4

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. TB Paru Post Primer Banyak istilah yang dipergunakan seperti: post primary tuberculosis, progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, phytysis. Infeksi dapat berasal dari: a. Dari luar (eksogen): infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis. b. Dari dalam (endogen): infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali.4

2.6. Komplikasi a. Pleuritis dan Empiema Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan melapisi rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).15,16 Empiema adalah berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga yaitu paru-paru.15,16 Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda: i. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer. ii. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema)walaupun jarang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

iii. Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.6 b. Pneumotoraks Spontan Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas.15,16 Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.6 c. Laringitis Tuberkulosis Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala serak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan.15,16 Keganasan pada laring jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang sulit. Tuberkulosis laring memberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu.6

Universitas Sumatera Utara

d. Kor Pulmonale Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru).15,16 Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.6 e. Apergilomata Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan dihirup secara terus menerus.6,16 Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.6

2.7. Epidemiologi TB Paru 2.7.1. Distribusi Frekuensi Tuberkulosis Paru Sebagian besar negara maju diperkirakan insiden tuberkulosis setiap tahunnya hanya 10-20 dari 100.000 penduduk. Diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia dan setiap tahun sekitar 3 juta orang mati karena penyakit ini.13 Angka

Universitas Sumatera Utara

kematian di negara maju sudah mengalami penurunan sementara di negara berkembang angkanya masih cukup tinggi.3 Di Afrika setiap tahunnya insiden penderita TB Paru 165 per 100.000

penduduk, sementara di Asia 110 per 100.000 penduduk. Di Asia jumlah penduduk lebih banyak dari Afrika sehingga insiden per tahunnya di benua Asia lebih banyak 3,7 kali dari Afrika.12 Pada tahun 2000 di kawasan Asia Tenggara lebih dari 3,9 juta insiden TB Paru dan lebih dari 1,3 juta kematian. WHO memperkirakan bahwa CFR TB Paru di Indonesia setiap tahunnya sebesar 39% (175.000 jumlah kematian akibat tuberkulosis dari 445.000 kasus).7,12 Menurut jenis kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.6 Data Profil Kesehatan 2005 menyatakan bahwa di Indonesia jumlah TB Paru BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 58,70% (93.114 kasus) dari wanita 41,30% (65.526 kasus).8 2.7.2. Determinan Tuberkulosis a. Umur Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia.6 Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular.12 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produtif ( 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru.17

Universitas Sumatera Utara

b. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok.8 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.17 c. Gizi Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi.18 Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.17 d. Merokok Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya.19 Pada perokok banyak dijumpai gejala berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan. Apabila dilakukan uji fungsi paru-paru maka pada perokok jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang bukan perokok.20 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005

Universitas Sumatera Utara

melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita TB Paru.17 e. Kemiskinan Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup dan mengurangi kemampuannya untuk mengatasi stres dan infeksi.21 Hal ini dapat dilihat dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan daya tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering menderita gizi buruk yang memudahkan tuberkulosis berkembang.6 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif

observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki pendapatan rendah 7,5 kali lebih sulit sembuh dari pada pendapatan menengah ke atas pada penderita TB Paru.17 f. Penyakit lain Penyakit lain khususnya penyakit infeksi seperti HIV/AIDS lebih mudah terserang penyakit TB Paru karena penderita mengalami daya tahan tubuh menurun sehingga tidak dapat mengendalikan kuman yang masuk ke dalam tubuh. Di beberapa negara di Afrika sub-Sahara 20-70% pasien dengan tuberkulosis menunjukkan HIV positif. 6 Penyakit lain yang mempengaruhi TB Paru juga adalah penyakit kronis lain (seperti Diabetes Melitus). Penelitian Umar dengan penelitian prospektif

observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki penyakit kronis selain TB Paru 0,3 kali lebih sulit sembuh dari pada penyakit akut pada penyakit TB Paru.17

Universitas Sumatera Utara

2.8. Keluhan dan Gejala Tuberkulosis Paru Keluhan pada penderita tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal di paru dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum. a. Batuk Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai suara serak.4 b. Batuk Darah Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Batuk darah pada pemerisaan raadiologis tanpak ada kelainan. Sering kali darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur dahak yang

Universitas Sumatera Utara

mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak tidak mengandung basil tahan asam (negatif).4 c. Nyeri Dada Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-tempat lain).4 d. Sesak Napas Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru atau oleh penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru.

Penderita yang sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun.6 e. Demam Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.4 f. Menggigil Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih erat.4

Universitas Sumatera Utara

g. Keringat Malam Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.4 h. Gangguan Menstruasi Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan menggunakan penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional menyatakan bahwa status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi.22 Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Oleh sebab itu gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah lanjut.4 i. Anoreksia Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.4,23 Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.24

Universitas Sumatera Utara

j. Lemah Badan Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik.4,23

2.9. Diagnosis Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisis/ jasmani, pemeriksaan bakteriologi.3 Dengan ditemukannya basil tuberkulosis, dapat dipastikan bahwa proses masih aktif dan perlu diberikan pengobatan yang sesuai.4 2.9.1. Pemeriksaan Jasmani Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.3 2.9.2. Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

Universitas Sumatera Utara

bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi. Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan biakan.3 a. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung yang merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian serta prioritas pengobatan.3 b. Pemeriksaan biakan kuman Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT).3 2.9.3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).3 2.9.4. Pemeriksaan BACTEC Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat

mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.

Universitas Sumatera Utara

Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.3 2.9.5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar internasional.3 Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen, sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR sebagai sarana diagnosis tuberkulosis paru.25 2.9.6. Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti: a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25 b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)

Universitas Sumatera Utara

Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.3 c. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk sisir plastik.3 d. Uji peroksidase anti peroksidase Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.3 e. Uji serologi yang baru/ IgG TB Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk diagnosa TB pada anak.3 2.9.7. Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.3 2.9.8. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi.3

Universitas Sumatera Utara

2.9.9. Pemeriksaan darah Hasill pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik.3 2.9.10. Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan berfungsi bila didapatkan konversi, hasil uji positif yang didapat besar. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.3

2.10. Pencegahan 2.10.1. Pencegahan Primer a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara: i. Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna ii. Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur iii. Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar. iv. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.4

Universitas Sumatera Utara

b. Kebersihan Lingkungan i. Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup ii. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini iii. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian4, 26 2.10.2. Pencegahan Sekunder a. Case finding i. X-foto toraks yang dikerjakan secara massal

ii. Uji tuberkulin secara Mountoux iii. Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur, bekerjasama dengan WHO. b. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita. Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi sekaligus mempunyai efek yang dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H), rifampisis (R) dan pirazinamid (Z).3,4,12, ,26 2.10.3. Pencegahan Tertier a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course (DOTS).

Universitas Sumatera Utara

b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.3,5 c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah pengobatan).3,4,12

2.11. Pengobatan Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:3 1. Kategori I: Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3. 2. Kategori II: Kasus: Kambuh Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: Gagal pengobatan Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: TB Paru putus berobat Pengobatan: 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3

Universitas Sumatera Utara

3. Kategori III: Kasus: TB paru BTA lesi minimal Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3 4. Kategori IV: Kasus: Kronik Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan). Kasus: MDR TB Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup.

Universitas Sumatera Utara

+
PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA


Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA


Tuberkulosis

adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, tulang belakang, kulit, saluran kemih, otak

Sebagian

CARA PENULARAN
Sumber penularan adalah pasien TB BTA Positif.

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

CARA PENULARAN
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

RISIKO PENULARAN
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun.

RISIKO PENULARAN
ARTI

sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. di Indonesia bervariasi antara 1-3%. TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

ARTI

Infeksi

RISIKO MENJADI SAKIT TB


Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/ AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

RISIKO MENJADI SAKIT TB


HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

RIWAYAT ALAMIAH BILA TB TIDAK DIOBATI


Pasien

akan: 50% meninggal 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

yang tidak diobati, setelah 5 tahun,

Penangananan Jumlah MDR Biaya Keadaan

yang tidak baik

kasus bertambah TB bertambah semakin mahal

pasien semakin berat

Untreatable

epidemic

GEJALA UMUM TB
Demam

tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. nafsu makan dan berat badan. selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). tidak enak (malaise), lemah.

Kadang-kadang Penurunan

Batuk-batuk Perasaan

GEJALA KHUSUS TB
Tergantung

terkena : suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak sakit dada keluar cairan nanah penurunan kesadaran dan kejang-kejang

dari organ tubuh mana yang

DIAGNOSIS TB PARU
Semua

suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA) diagnosis utama lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Pemeriksaan

DIAGNOSIS TB PARU
Tidak

dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

UJI TUBERKULIN
Dilakukan

4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi: Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
Pembengkakan

meragukan. positif.

(Indurasi) : 59mm, uji mantoux (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux

Pembengkakan

DIAGNOSIS TB EKSTRA PARU


Gejala
kaku

dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya:


kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB

DIAGNOSIS TB EKSTRA PARU


Diagnosis

pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

+ Gambaran klinik mengarah ke


Riwayat:
Infeksi

infeksi HIV pada pasien TB

yang ditularkan melalui kontak seksual Herpes zoster Baru mengalami pneumonia atau kambuh Infeksi bakteri yang berat Baru mendapat pengobatan TB
BB

Gejala:

turun (>10 kg atau >20% berat awal) Diare (> 1 bulan) Nyeri retrosternal waktu menelan (dugaan kondidiasis esofagus) Rasa terbakar di kaki (peripheral sensory neuropathy)

+ Gambaran klinik mengarah ke


Tanda:

infeksi HIV pada pasien TB

Bekas

herpes zoster Ruam bentol kulit yang gatal Sarkoma kaposi Limfadenopati umum simetris Kandidiasis mulut Angular cheilitis Oral hairy leukoplakia Necrotizing gingivitis Giant aphthous ulceration Persistent painful genital ulceration

ALGORITMA PENDEKATAN DIAGNOSIS TB PARU BTA NEGATIF (WHO 2003)


Semua pasien yang DIDUGA mengalami TB Paru Pemeriksaan dahak mikroskopik (BTA) 3 kali pemeriksaan negatif Antibiotika spektrum luas (non OAT, non fluorokuinolon) TIDAK PERBAIKAN Ulang BTA > 1 BTA positif Semua sediaan negatif Foto toraks, kultur, penilaian dokter PERBAIKAN

TB

BUKAN TB

KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN


Lokasi
paru

atau organ tubuh yang sakit:

atau ekstra paru;

Bakteriologi
BTA

(hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis):


positif atau BTA negatif;

Tingkat
ringan

keparahan penyakit:
atau berat.

Riwayat
baru

pengobatan TB sebelumnya:

atau sudah pernah diobati

KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI ORGAN TUBUH


TB

Paru

menyerang

jaringan (parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus
TB

Ekstra Paru

menyerang

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, saluran kencing, alat kelamin.

KLASIFIKASI BERDASARKAN PEMERIKSAAN DAHAK


Paru BTA Positif : Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negdan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon)

TB

KLASIFIKASI BERDASARKAN PEMERIKSAAN DAHAK


TB

Paru BTA Negatif (Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif) : Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan OAT

KLASIFIKASI BERDASARKAN TINGKAT KEPARAHAN


TB

Paru BTA Negatif Foto Toraks Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk

Bentuk

KLASIFIKASI BERDASARKAN TINGKAT KEPARAHAN


TB

ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih, dan alat kelamin.

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT PENGOBATAN


Kasus

Baru Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu) Kambuh (Relaps) Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

Kasus

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT PENGOBATAN


Kasus

Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif Gagal (Failure) Pasien TB yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan

Kasus

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT PENGOBATAN


Kasus

Pindahan (Transfer In) Pasien TB yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya lain Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

Kasus

TERIMA KASIH

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLAFISIKASI TUBERKULOSIS

RETNO ASTI WERDHANI Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

PENDAHULUAN Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah: Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh: o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya). o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis) o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG. o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan. Dampak pandemi HIV. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

PERJALANAN PENYAKIT TUBERKULOSIS Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Cara penularan o Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. o Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. o Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. o Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. o Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko penularan o Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. o Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. o ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. o Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Risiko menjadi sakit TB o Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. o Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. o Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). o HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: o 50% meninggal o 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi o 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

PATOGENESIS TUBERKULOSIS Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat

mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

GEJALA PENYAKIT TBC Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum: Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul Penurunan nafsu makan dan berat badan Perasaan tidak enak (malaise), lemah Gejala khusus: Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah: * Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. * Pemeriksaan fisik. * Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). * Pemeriksaan patologi anatomi (PA). * Rontgen dada (thorax photo). * Uji tuberkulin. Diagnosis TB Paru Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak. (lihat lampiran 2)

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS): S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru pada lampiran 2. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat bagan alur di lampiran 2) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). (lihat bagan alur lampiran 2) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). Diagnosis TB Ekstra Paru Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

Uji Tuberkulin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2 4 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi: 1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis. 2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG. 3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu: 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; 3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah: 1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai 2. Registrasi kasus secara benar 3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan Beberapa istilah dalam definisi kasus: 1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter. 2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk: 1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi 2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) 3. Mengurangi efek samping

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena: 1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit. 1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Catatan: TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik. *** RAW ***

DAFTAR PUSTAKA 1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007 2. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB Anak Depkes IDAI. 2008 3. International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006

10

LAMPIRAN 1. INTERNATIONAL STANDARD FOR TUBERCULOSIS CARE (ISTC) STANDARD UNTUK DIAGNOSIS STANDARD 1 Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk diagnosis adalah berat badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk STANDARD 2 Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat mengeluarkan dahak) yang diduga mengalami TB Paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Jika mungkin minimal satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari STANDARD 3 Pada semua pasien (dewasa, remaja, anak) yang diduga mengalami TB Ekstra Paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia fasiliti dan sumber daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB Paru dan TB Milier. Pemeriksaan dahak perlu dilakukan, bila mungkin juga pada anak STANDARD 4 Semua orang dengan temuan foto toraks diduga TB seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi STANDARD 5 Diagnosis TB Paru sediaan apus dahak Negatif harus didasarkan kriteria berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari) ; temuan foto toraks sesuai TB dan Tidak Ada Respons terhadap antibiotika spektrum luas (Fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M. TB complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada pasien TB. Untuk pasien ini, jika tersedia fasiliti, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan. STANDARD 6 Diagnosis TB Intratoraks (paru, pleura dan KBG hilus atau mediastinum) pada Anak dengan gejala namun sediaan apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai TB dan paparan pada kasus TB menular atau bukti infeksi TB (uji kulit tuberkulis positif atau interferron gamma release assay). Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti, bahan dahak seharusnya diambil untuk biakan (dengan cara batuk, bilas lambung atau induksi dahak) (ADD) Untuk pelaksanaan di Indonesia, diagnosis TB intratoraks pada anak didasarkan atas pajanan kepada kasus TB yang menular atau bukti infeksi TB (uji kulit tuberkulin positif atau interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB

11

STANDARD UNTUK PENGOBATAN STANDARD 7 Setiap praktisi yang mengobati pasien TB mengembang tanggung jawab kesehatan masyarakat yang penting. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai tapi juga harus mampu menilai kepatuhan pasien kepada pengobatan serta dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi. Dengan melakukan hal itu, penyelenggara kesehatan akan mampu meyakinkan kepatuhan kepada paduan sampai pengobatan selesai STANDARD 8 Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang bioavailabilitinya telah diketahui. Fase awal harus terdiri dari isoniazid, rifampisin, piranzinamin, dan etambutol. Fase lanjutan yang dianjurkan terdiri dari isoniazid dan rifampisin diberikan selama 4 bulan. Isoniazid dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif yang pada fase lanjutan yang dapat dipakai jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai, akan tetapi hal ini berisiko tinggi untuk gagal dan kambuh, terutama untuk pasien yang terinfeksi HIV. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat (RH), 3 obat (RHZ), dan 4 obat (RHZE) sangat direkomendasikan terutama jika menelan obat tidak diawasi. (ADD) Etambutol boleh dihilangkan pada fase awal pengobatan pasien dewasa dan anak dengan sediaan apus dahak negatif, tidak mengalami TB paru luas atau penyakit ekstraparu yang berat, serta diketahui HIV negatif (ADD) Secara umum terapi TB diberikan selama 6 bulan, namun pada keadaan tertentu (meningitis TB, TB milier dan TB berat lainnya) terapi TB diberikan lebih lama (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang lebih lengkap sesuai dengan derajat penyakitnya. STANDARD 9 Untuk membina dan menilai kepatuhan pengobatan, suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan pasien, dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua pasien. Pengawasan dan dukungan seharusnya sensitif terhadap jenis kelamin dan spesifik untuk berbagai usia dan harus memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan serta layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien. Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara-cara menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila terjadi. Cara-cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Cara-cara ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan obat (directly observed therapy-DOT) oleh pengawas menelan obat yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan STANDARD 10 Semua pasien harus dimonitor responsnya terhadap terapi ; penilaian terbaik pada pasien TB adalah pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (2 spesimen) minimal pada waktu fase awal pengobatan selesai (2 bulan), pada lima bulan, dan pada akhir pengobatan.

12

Pasien dengan sediaan apus dahak positif pada pengobatan bulan ke5 harus dianggap gagal pengobatan dan pengobatan harus dimodifikasi secara tepat (std.14 dan 15). Pada pasien TB ekstraparu dan TB anak, respons pengobatan terbaik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks umumnya tidak diperlukan dan dapat menyesatkan. (ADD) Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA negatif dapat dinilai dengan foto toraks STANDARD 11 Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien STANDARD 12 Di daerah dengan prevalensi HIV tinggi (> 5 % penduduk) pada populasi umum dan daerah dengan kemungkinan tuberkulosis dan infeksi HIV muncul bersamaan, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi Semua pasien TB sebagai bagian penatalaksanaan rutin Di daerah dengan prevalensi HIV yang lebih rendah, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi pasien TB dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB yang mempunyai riwayat risiko tinggi terpajan HIV STANDARD 13 Semua pasien dengan TB dgn infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk menentukan perlu/tidaknya pengobatan antiretroviral (ARV) diberikan selama masa pengobatan TB. Perencanaan yang tepat untuk mengakses ARV seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat kompleksnya penggunaan serentak OAT dan ATV, konsultasi dengan dokter ahli di bidang ini sangat direkomendasikan sebelum mulai pengobatan serentak untuk infeksi HIV dan TB, tanpa memperhatikan mana yang muncul lebih dahulu. Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan TB tidak boleh ditunda. Pasien TB dengan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya. STANDARD 14 Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan OAT terdahulu, paparan dengan sumber yang mungkin resisten obat, dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien. Pasien gagal pengobatan dan kasus kronik seharusnya selalu dipantau kemungkinan akan resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitifiti obat terhadap RHE seharusnya dilaksanakan segera. STANDARD 15 Pasien TB yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung OAT lini kedua. Paling tidak harus digunakan 4 obat yang masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan. Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB harus dilakukan.

13

STANDARD UNTUK TANGGUNG JAWAB KESEHATAN MASYARAKAT STANDARD 16 Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien TB seharusnya memastikan bahwa semua orang (khususnya anak balita dan orang terinfeksi HIV) yang mempunyai kontak erat dengan pasien TB menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak balita dan orang terinfeksi HIV yang telah terkontak dengan kasus menular seharusnya dievaluasi untuk infeksi laten M. TB maupun TB aktif STANDARD 17 Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus TB baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor dinas kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

14

LAMPIRAN 2. GAMBAR / ALGORITMA

15

16

Alur Diagnosis TB Paru

Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB pada anak

17

Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Faktor Risiko Kejadian TB

18

Tuberkulosis pada kehamilan 2.10.1 Pengaruh tuberculosis terhadap kehamilan Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal, 2007 dalam http://www.mail-archive.com/) Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB. Jika pengobatan tuberkulosis diberikan awal kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien yang tidak hamil, sedangkan diagnosa dan perewatan terlambat dikaitkan dengan meningkatnya resiko morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan meningkatnya resiko preterm labor sebanyak 9x lipat. Status sosio-ekonomi yang jelek, hypo-proteinaemia, anemia dihubungkan ke morbiditas ibu. Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB. Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi. Harold Oster MD,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

2.10.2 Pengaruh tuberkulosis terhadap janin

Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 gram). Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

2.10.3 Pengaruh kehamilan terhadap tuberkolosis Pengetahuan akan meningkatnya diafragma selama kehamilan yang mengakibatkan kolapsnya paru di daerah basal paru masih dipegang sampai abad 19. Awal abad ke-20, aborsi merupakan pilihan terminasi pada wanita hamil dengan tuberculosis. Sekarang, TB diduga semakin memburuk selama kehamilan, khususnya di hubungakann dengan status sosio-ekonomi jelek, imunodefisiensi atau adanya penyakit penyerta. Kehilangan antibodi pelindung ibu selama laktasi juga menguntungkan perkembangan TB. Akan tetapi, lebih banyak studi diperlukan untuk menyokong hipotesa.

2.10.4 Tes Diagnosis TB pada Kehamilan Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari tuberkulin tes. Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin. Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi. Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.

2.10.5 Pengobatan TB pada kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV.

Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium. Tanda dan Gejala:

1. Tanda a. Penurunan berat badan b. Anoreksia c. Dispneu d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. 2. Gejala a. Demam b. Batuk c.Sesak nafas. d. Nyeri dada e.Malaise

Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Jika kuman TB menyerang paru, maka risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Peran bidan dalam menangani klien dengan TB paru adalah dengan memberikan konseling mengenai definisi, penyebab, cara pencegahan dan penularan serta terapi TB Paru, juga menjelaskan pada klien tentang dampak yang ditimbulkan terhadap kehamilan. Di samping itu juga menawarkan alternatif solusi dan melakukan asuhan kebidanan untuk wanita TB Paru masa prakonsepsi dalam mempersiapkan kehamilannya.

3.2 Saran

Setiap pasangan yang akan merencanakan kehamilan, hendaknya berkonsultasi dulu mengenai kondisi kesehatan kepada tenaga kesehatan, termasuk bidan. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit/kelainan yang mungkin dialami calon orang tua,

sehingga dapat melakukan tindakan yang lebih komprehensif dalam mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkan dari penyakit yang diderita, baik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Dalam menjalankan tugasnya, bidan melakukan Asuhan Kebidanan yang tidak hanya pada ibu hamil dan bersalin, tapi juga pada wanita yang menginginkan kehamilan.

SUMBER :
Mekanisme Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired). Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penularan MDR Tb. Banyak faktor penyebab MDR Tb. Beberapa analisis difokuskan pada ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan hambatan pengobatan seperti kurangnya pelayanan diagnostik, obat, transportasi, logistik dan biaya pengendalian program Tb. Survei global resistensi OAT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR Tb dengan kegagalan program Tb nasional yang sesuai petunjuk program Tb WHO. Terdapatnya MDR Tb dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak diobati dapat menginfeksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan terjadi epidemic khususnya di dalam suatu institusi tertutup padat seperti penjara, barak militer dan rumah sakit. Penting sekali ditekankan bahwa MDR Tb merupakan ancaman baru dan hal ini merupakan manmade phenomenon. Pengendalian sistematik dan efektif pengobatan Tb yang sensitive melalui DOTS merupakan senjata terbaik untuk melawan berkembangnya resistensi obat. Terdapat 5 sumber utama resisten obat Tb menurut kontribusi Spigots, yaitu : 1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. Tb resistensi 2. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR Tb dan hilangnya efektiviti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap kontak yang masih sensitif.

3. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan. 4. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi lanjut disebabkan ketidak hatihatian pemberian monoterapi (efek penguat). 5. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit Tb dan penyebab pendeknya masa infeksi. Diagnosis Langkah awal mendiagnosis resisten obat Tb adalah mengenal pasien dalam risiko dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium. Deteksi awal MDR Tb dan memulai sejak awal terapi merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat Tb secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani paduan terapi awal. Kegagalan terapi dapat dipertimbangkan sebagai kemungkinan resisten obat Tb sampai ada hasil uji resistensi obat beberapa minggu kemudian yang menunjukkan terdapatnya paduan terapi yang tidak adekuat. Identifikasi cepat pasien resistensi obat Tb dilakukan terutama pasien memiliki risiko tinggi karena program pengendalian Tb lebih sering menggunakan paduan terapi empiris, minimalisasi penularan, efek samping OAT, memberikan terapi terbaik dan mencegah resistensi obat lanjut. Prediksi seseorang dalam risiko untuk melakukan uji resistensi obat adalah langkah awal deteksi resistensi obat. Prediktor terpenting resistensi obat adalah riwayat terapi Tb sebelumnya, progresiviti klinis dan radiologi selama terapi Tb, berasal dari daerah insidens tinggi resisten obat dan terpajan individu infeksi resisten obat Tb. Setelah pasien dicurigai MDR Tb harus dilakukan pemeriksaan uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Laboratorium harus mengikuti protokol jaminan kualiti dan memiliki akreditasi nasional / internasional. Khususnya 2 sampel dengan hasil yang berbeda dari laboratorium dengan tingkat yang berbeda direkomendasikan untuk diperiksakan pada laboratorium yang lebih balk. Penting sekali laboratorium menekankan pemeriksaan uji resistensi obat yang cepat, adekuat, valid dan mudah dicapai oleh pasien dan layanan kesehatan. Mewujudkan laboratorium seperti ini disuatu daerah merupakan tantangan untuk program pengendalian Tb.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru 1. Definisi Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia (Masrin, 2008).

2. Penyebab Tuberkulosis Paru Penyebab tuberkulosis paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosa, yang berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Oleh karena itu dalam jaringan

tubuh kuman ini dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2002). M. tuberculosis merupakan kuman berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob, pada pewarnaan gram maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu M. tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Pada dinding sel M. Tuberculosis lapisan lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan yang ada dibawahnya, hal ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, yaitu suatu molekul lain dalam dinding sel M. tuberculosis, yang berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, sehingga M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag (Anonim, 2009).

3. Gejala Klinis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat juga dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasi, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) dengan gejala tersebut, dianggap

sebagai tersangka (suspek) pasien TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskospis langsung (Depkes, 2008). Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosa, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosa dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktupagi- sewaktu (S-P-S) (Depkes, 2008).

4. Cara Penularan Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positip terutama pada waktu batuk atau bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama (Depkes, 2008). Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara

keberadaan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman

TB paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes, 2008).

5. Perjalanan Penyakit Menurut Depkes RI (2002) riwayat terjadinya TB paru ada dua yaitu infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif (Depkes, 2008). Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu

menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Kedua tuberkulosis paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes, 2008).

6. Klasifikasi Diagnosis Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit TB paru maka dilakukan serangkaian tindakan yang dimulai anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lanjutan dapat berupa pemeriksaan bakteri, radiologi dan tes tuberkulin. Penetapan diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak menurut

Depkes RI (2002) dikelompokkan menjadi penderita TB paru BTA positif yakni sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberkulosis aktif, dan penderita TB paru BTA Negatif yakni pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif, serta penderita Tuberkulosis Extra Paru, yakni Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,misalnya, selaput otak,selaput jantung kelenjar limfe,tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

7. Pengobatan Penyakit Tuberkulosis paru Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis yang digunakan untuk TB paru sebagaimana tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jenis, sifat dan dosis OAT

Jenis OAT

Sifat

Dosis (mg/kg) Harian

Dosis (mg/kg) 3 x Seminggu 10 ( 8-12 ) 10 ( 8- 12 ) 35 ( 30-40 ) -

Isoniasid ( H )

Bakterisid

5 (4-6 )

Rifampicin ( R )

Bakterisid

10 ( 8 -12 )

Pyrazinamid ( Z )

Bakterisid

25 ( 20-30 )

Steptomycin ( S )

Bakterisid

15 ( 12-18 )

Etambutol ( E )

Bakteriostatik

15 ( 15-20 )

30 ( 20-35 )

(Depkes, 2008).

10

Pengobatan TB paru menurut Depkes RI (2002) dilakukan dengan prinsipprinsip sebagai berikut : 1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. 2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat ( PMO ). 3) Pengobatan TB paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal ( intensif ) dan lanjutan.

Pengobatan TB paru dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan efek samping baik yang bersifat ringan maupun yang berat. Tabel 2 menjelaskan efek samping OAT dari yang ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Tabel 2 Efek samping ringan OAT Efek Samping Tidak ada nafsu makan Penyebab Rifampicin Penatalaksanaan Semua OAT diminum malam sebelum tidur Nyeri sendi Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki Warna kemerahan pada seni ( urine ) (Depkes, 2008). Rifampisin Pyrazinamid INH Beri Aspirin Beri vitamin B6 ( piridoxin ) 100 mg per hari Tidak perlu diberi apa-apa, tapi penjelasan pada pasien

11

Tabel 3 Efek samping berat OAT

Efek Samping Gatal dan kemerahan kulit Tuli Gangguan keseimbangan Ikterus tanpa penyebab lain Bingung dan muntah muntah (permulaan ikterus karena obat) Gangguan penglihatan Purpura dan rejatan (syok ) (Depkes, 2008).

Penyebab Semua jenis OAT Streptomisin Streptomisin

Penatalaksanaan Ikuti petujuk pelaksanaan dibawah . Streptomisin dihentikan Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol

Hampir semua OAT Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang. Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati.

Etambutol Rifampisin

Hentikan Etambutol Hentikan Rifampisin

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit dilakukan dengan menyingkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Sementara dapat diberikan anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal gatal tersebut pada sebagian pasien akan hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini terjadi maka OAT yang diberikan harus dihentikan, dan ditunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis (Depkes, 2008). 12

B. Curcuma Curcuma yang dalam bahasa Jawa disebut dengan temulawak adalah semacam jamu yang terbuat dari tanaman Curcuma xanthorrhizae dari familia (jenis) Zingiberaceae. Jenis lain dalam familia ini termasuk Curcuma domestika atau Curcuma longa, yang lebih dikenal sebagai kunyit, Curcuma heineana atau temu giring, dan Curcuma aeroginosa atau temu hitam. Semuanya mempunyai akar yang disebut sebagai rimpang (rhizoma), dan biasanya bagian ini yang dipakai untuk membuat jamu (Departemen Pertanian, 2004). Secara klinis, khasiat tumbuhan asli Indonesia ini bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Temulawak memiliki kandungan minyak atsiri yang dapat membangkitkan selera makan, membersihkan perut dan memperlancar ASI. Lebih dari itu menurut seorang guru besar Universitas Padjajaran (UNPAD), berdasar hasil penelitian, ekstrak temulawak sangat bermanfaat untuk pengobatan penyakit hati. Di samping itu, juga sudah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan sel hati. Semua khasiat itu adalah berkat adanya kandungan kurkumin, yakni zat yang berguna untuk menjaga menyehatkan fungsi hati atau liver atau hepatoprotektor (Setiawan, 2002). Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang sekresi empedu dan pankreas. Sebagai obat fitofarmatika, temulawak bermanfaat untuk mengobati penyakit saluran pencernaan, kelainan hati, kandung empedu, pankreas, usus halus, tekanan darah tinggi, kontraksi usus, TBC, sariawan, dan dapat digunakan sebagai tonikum (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, 2005).

13

C. Hati 1. Fisiologi Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis (Yusuf, H., 2008). Secara mikroskopis hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut kapsul glisson. Simpai ini akan

14

masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yang disusun di dalam lempengan-lempengan/plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yang disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapilerkapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan arteri hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan sistem bilier dimulai dari kanalikuli biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu (Anonim, 2009). Manifestasi klinis disfungsi hati sangat banyak dan bervariasi. Akibatnya adalah ketidak berdayaan pasien dan kadang muncul ancaman kematian. Keberadaan penyakit hati amat manakutkan dan pengobatannya sering sulit.

15

Konsekuensi yang paling penting dan paling sering ditemukan dari penyakit hati yaitu: a. Ikterus yang terjadi akibat peningkatan konsentasi bilirubin dalam darah. b. Hipertensi portal dan asites yang terjadi akibat perubahan sirkulasi dalam hati yang sakit dan yang mengakibatkan hemoragi gastrointestinal yang hebat serta retesi cairan dan natrium yang nyata. c. Defisiensi nutrisi yang terjadi akibat ketidakmampuan sel-sel hatiyang rusak untuk memetabolisasi vitamin tertentu; defisiensi nutrisi juga bertanggung jawab atas terganggunya fungsi sistem saraf pusat serta perifer dan atas kecendrungan terjadinya perdarahan yang abnormal. d. Ensefalopati atau koma hepatik yang mencerminkan penumpukan amonia dalam serum akibat terganggunya metabolisme protein oleh hati yang sakit (Brunner & suddarth, 2001).

2. Fungsi Hati Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Beberapa fungsi hati meliputi : a) Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi

16

glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). b) Fungsi hati sebagai metabolisme lemak Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus

mengadakan katabolisis asam lemak asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : Senyawa 4 karbon keton bodies, Senyawa 2 karbon active acetat (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol), pembentukan cholesterol,

pembentukan dan pemecahan fosfolipid. Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol . Serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid c) Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Menggunakan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan produk metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di

17

limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000 d) Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. e) Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K. f) Fungsi hati sebagai detoksikasi Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. g) Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi globulin sebagai imun livers mechanism. h) Fungsi hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/menit atau 1000 1800 cc/menit. Darah yang mengalir di dalam A.

18

hepatica 25% dan di dalam V. porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah (Anonim, 2009)

D. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) Alanin amino transferasi (ALT) atau serum glutamic pyrufic transaminase (SGPT) merupakan enzim utama yang berada di jantung, hati, dan jaringan skelet memiliki nilai normal pada laki-laki < 41 U/l dan perempuan < 31 U/l, enzim tersebut meningkat pada keadaan dimana terjadi kerusakan pada sel hati dan pada keadaan-keadaan lain, terutama pada keadaan infark miokardium, selain ALT atau SGPT, parameter lain pemeriksaan enzim yang digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerusakan sel hati atau infark miokardium adalah enzim Aspartat amino transferasi (AST) atau Serum glutamic oxoloacetic transaminase (SGOT) dengan nilai normal 5 sampai 40 unit/ ml, dan enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) dengan nilai normal 200 sampai 500 unit/ml (Price & Wilson, 1994). SGPT adalah enzim transminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila sel-sel hati rusak, misalnya pada hepatitis atau serosis, kadar enzim ini meningkat. Karena itu, SGPT ini bisa memberi gambaran adanya gangguan hati. (Laksmi, 2006), SGPT, alanin transaminase juga merupakan enzim sitosol yang juga ada dalam hati walaupun jumlah absolute kurang dari SGOT. Namun bagian

19

lebih besar berada didalam hati dibanding dengan otot rangka dan jantung, sehingga peningkatan serum ini lebih spesifik untuk kerusakan hati dari pada SGOT. Transaminase merupakan enzim yang bekerja sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus alpha amino alanin untuk menjadi asam glutamate dan asam pyruvat. Enzim ini didapat pada sel hati dalam kadar yang jauh lebih tinggi dari pada dalam sel jantung dan otot, untuk keperluan dalam klinik test SGPT lebih peka bagi pemeriksaan dengan dugaan kerusakan hati akut. Pemeriksaan SGPT mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan kemungkinan dari kerusakan sel hati ( Arjatmo, 2001 ).

20

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

I. DEFINISI

Tuberkulosis (TBC) adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disbabkan oleh mikro organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi pericikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit

II. ETIOLOGI

Penyebab TB paru adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm, tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak/lipid. Lipid ini yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam. Sifat kuman ini adalah aerob dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Ada beberapa jenis kuman ini yang patogenik.

III. PATOFISIOLOGI

IV. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik TB mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah

1/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

timbul apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul infeksi aktif pasien biasanya memperlihatkan:

- Demama, biasanya pagi hari

- Malese

- Keringat malam

- Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat bada

- Batuk purulen produktif disertai nyeri dada sering timbul pada infeksi aktif

V. PENATALAKSANAAN

- Pengobatan untuk individu dengan TB aktif memerlukan waktu lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermutasi apabila terpajan antibiotic yang semula masih efektif. Saat ini terapi untuk pasien dengan infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan berlangsung paling kurang 9 bulan dan biasanya lebih lama. Apabila pasien tidak berespons terhadap obat-obatan tersebut, maka obat dan protocol pengobatan lain akan dicoba.

- Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberculin positif setelah sebelumnya negative biasanya mendapat antibiotic selama 6-9 bulan untuk membantu respons imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basil total.

2/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

VI. KOMPLIKASI

- Pneumonia (radang parenkim paru)

- Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)

- Pneumotorak (adanya udara dan gas dalam rongga selaput dada)

- Empiema

- Lasingitis

- Menjalar ke organ lain (spt, usus)

KOMPLIKASI LANJUT

- Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)

- Kerusakan parenkim berat SOPT/Fibrosis Paru

3/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

- Amiloi dosis

- Karsinoma paru

- Sindrom Gagal Napas (Dewasa (ARDS))

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Lab.

- Anemia bila penyakit berjalan menahun

- Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

- LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan

- GDA=Normal tergantung lokasi

4/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

2. Pemeriksaan Bakteriologik (sputum)

- Kultur spuntum = positif mikobakterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit

- Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) (+), untuk basil asam-cpat

- Test mantox reaksi intradermal antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara bertarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakan pada pasien yang secara klinik sakit berarti TB aktif tidak dapat ditularkan/disebabkan micobakterium

3. Pemeriksaan histologik atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urin menurun, cairan serebrospinal biopsy kulit (+) untuk mycobacterium tubersculosis.

4. Pemeriksaan radiologi

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa

5. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan

5/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural

KONSEP KEPERAWATAN

TUBERKULOSIS PARU (TB)

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan umum dan kelemahan

Napas pendek karena kerja

Kesulitan tidur pada malam

Demam pada malam hari, menggigil, berkeringat dan mimpi buruk.

6/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

Tanda : Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja

Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)

Integritas Ego

Gejala : Adanya/Faktor stress lama

Masalah keuangan atau rumah

Perasaan tak berdaya/tak ada harapan

Populasi budaya/etnik: Amerika asli atau imigran dari Amerika

tengah, Asia tenggara Indian anak benua

Tanda : Menyangkal (Khususnya selama tahap dini)

Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.

Makanan/Cairan

7/8

TUBERKULOSIS
Written by Cyber Nurse Thursday, 08 January 2009 11:18 - Last Updated Thursday, 08 January 2009 11:24

DAFTAR PUSTAKA

- Doengos E Marliyn, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000

- Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bdah, 2000

- Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, EGC, Jakarta

- Prince, Sylvia Anderson Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

- Penyakit Edisi 4, EGC, Jakarta

- Engran Barbara, Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 1999, Volume 1, EGC, Jakarta

- Corwin. J. Elyzabet, Patofisiologi, 2001

8/8

11/14/2008

TUBERCULOSIS PARU - 2
Sub Bagian PARU FK.UWK Surabaya

TB PARU POST PRIMER


Progresisive TB type. Adult TB type. Asal infeksi : - eksogen. - endogen. Faktor yang mempengaruhi : 1. Ada sumber infeksi. 2. Jml kuman banyak (sumber inf). 3. Virulensi kuman tinggi. 4. Daya tahan tubuh menurun.

11/14/2008

Proses TB meluas dengan cara :


1. 2. 3. 4. Penyebaran langsung ke sekitarnya. Bronkogen. Limfe. Hematogen. - Menembus vena pulmonalis. - Dinding vena pecah(proses di dinding). - Dari kelenjar mediastinum M.TB. - Dari TB ekstrapulmoner lainnya.

I.Gambaran Klinik :
Gejala klinik * - Batuk - Keringat malam - Dahak - Gangguan menstruasi - Nyeri dada - Anoreksia - Wheeze - Malaese - Sesak - Panas badanbervariasi - Menggigil * Tanda fisik : - INSP - PERK - PALP - AUSK

11/14/2008

II.Radiologis :
1. 2. Gambaran Ro tampak lebih dulu dari pada klinis. Gambaran Ro berupa: * TB paru kronis: - Segmen apikal/supperior pd lobus superior. - Segmen superior pd lobus inferior. - Tampak dlm berbagai tingkat proses. * Hematogen: - Difus. - Simetris. - Nodul. * Bronkogen : - Tdk simetris. - Lokal. * Gambaran suatu proses pneumonia.

Luas proses pada thorax foto:


1. Minimal laision : - Proses sedikit. - satu/kedua paru. - Tdk > Chond rosternal junction II (depan). - Prosesus spinosus vert.thoracales IV atau corpus thoracales V. - Cavitas (-). 2. Moderately Advenced : - Lebih luas dari I. - Dpt pd satu/kedua paru (tp luas tdk boleh > dari satu paru). - Kavitas (+) < 4 cm.

11/14/2008

3. Far. Advancend: - Lebih luas. - Kavitas total > 4 cm. - Destroyed lung. III.Laboratoris : 1. Dahak (BTA + / BTA -). 2. Cairan pleura BTA. Glukosa. 3. Darah khas (-). 4. L.E.D . 5. Hb : - Anemia sedang. - Normositik. - Fe defisiensi (+).

Uji tuberculin :
Robert Koch (1890) O.T F.B Siebert (1926) P.P.D Cara : Mantoux : heaf, tine. Patch : pirquet. Pembacaan : 6 - 8 jam / 48 jam / 72 jam. Penilaian : (-) < 5 mm x 5 mm. Ragu 5 mm x 10 mm. (+) > 10 mm.

11/14/2008

Tujuan : 1. Infeksi dgn basil TB. 2. Keperluan lain : a. High risk group TB. b. Pra vaksinasi BCG. c. Tuberculous surveilance : - Prevalensi TB infection. - Insidens TB infection. Jenis reaksi Tuberculin : Delayed type hypersensitivity.

Reaksi Tuberkulin (-) :


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Peny berat/akut : - TB Milier; Kakeksia. - Meningitis. Peny virus : - Morbilli ; Rubella. Malnutrisi : Hipoproteinemia Sarkoidosis. Obat-obatan (imunosupresif) : - Kortikosteriod. - Obat antikanker Penyakit keganasan. Hodgkin`s. Post radiasi.

11/14/2008

Diagnosa :
1. 2. Anamnesa (keluhan tdk patognomonis). - Batuk lama : Batuk darah - Nyeri dada, nafsu makan menurun dll. Fisik diagnostik - Lokalisasi proses - Macam proses : - infiltrasi - indurasi - Fibrotik - Kalsifikasi - Kavitas Laboratorium : - LED meningkat - Diff.count - Hb/Leukosit

3.

Diagnosa pasti : - Anamnesa (+) - Fisik diagnostik (+) - Sputum BTA (+) Diagnosa tersangka : - Anamnesa (+) - Fisik diagnostik (+) - Sputum BTA (-) Aktivitas peny : - BTA (+) dlm sputum aktif Klinis aktif : - Anamnesa (+) - Fisik diagnostik (+)

11/14/2008

Gradasi Aktivasi Penyakit :


1. Aktif : - BTA (+) - Ro (+) - Kavitas open case (+) 2. Tenang (Quescent) : - Sputum BTA (-) min 6 bln - Ro stabil/sedikit membaik. - Open case kavitas (+) 3. Tdk aktif : - Sputum BTA (-) per bln 6x - Ro stabil/membaik - Kavitas (-) 4. Ragu-ragu : - Kemungkinan aktif - Kemungkinan tidak aktif

Diagnosa Banding : TB The Great Imitator


1. Proses minimal - Simple pneumonia - Infiltrasi eosinofilik - Kanker dini Proses Kaseosa Pneumonia - Pneumonia Streptoc Stapiloc Diplococ Proses Kronis : - Bronkitis kronis - Emfisema - Bronkiektasis - Kanker - Peny.Paru jantung - dll

2.

3.

11/14/2008

Tatalaksana :
1. Strategi Taktik combined continued 4 T 1W prolonged Tepat indikasi Tepat obat Tepat dosis Waspada efek samping obat Tepat penderita 2. Ekonomi : - Long Term Regimen - Short Term Regimen

3.Jenis obat
Obat Bakterial
Streptolisin (S) Isoniazid (H)

Dosis Hari 15-25 Mg/kg/d 5-10 Mg/kg/d 10 mg/ kgBB

Dosis 2x mgg 25-30mg/ kg BB 15 mg 10 mg/ Kg BB 50 mg/ Kg BB/h

Aktivitas Extrasel pH.N+pHbs Extra/intra Extra/intra pH asam

Rifampisin (R)

Pirazinamid 30-35 (z) Mg/kgBB/h

11/14/2008

Bakteriostatik
Etambutol 15-25 mg/kg BB/h (E) Etionamid 15-30 mg/kg BB/h 150 mg/ kg BB 50 mg/ kg BB Intra/extra

Intra/extra

PAS (P)

Extra lemah

Sifat obat anti TB :


Sifat farmakologis Faktor lingkungan Faktor Lang-Phase Faktor kegiatan bakterisidal Faktor sterilisasi

11/14/2008

1. F.Farmakologis - dosis - cara pemberian - kadar puncak dlm serum - daya penetrasi obat ke dlm sel 2. F.Lingkungan - basil TB lebih aktif di luar sel - dlm sel : suasana asam - di luar sel : suasana basa/netral

Obat 1.INH (+) 2.Rifampisin (R ) 3.PAS (P) 4.Ethambutol (E) 5.Steptomisin (S) 6.Pirazinamid (Z)

Dlm sel (asam) + + + -. D +

Luar sel (basa/netral) +, +, - (BIN) + + +. D + -

10

11/14/2008

3. Faktor Lang Phase ialah waktu yg diperlukan oleh basil TB untuk tumbh kembali (di luar pengaruh) OAT setelah tersentuh OAT. 4. Faktor kegiatan bakterisidal Dua tahap : (pada tumbuh aktif) 1. Tahap dini 1 3 bln 2. Tahap lambat 3 6 bln

OAT pd TB paru dewasa :


1. Ritme pengobatan Setiap hari/ 2 3x semgg 2. a. Satu tahap Setiap hari 2 3x semgg b. Dua tahap -Initial setiap hari 1 3 bln -Lanjut 2 3x semgg 3 6 bln

11

11/14/2008

Periode pengobatan
1. Paduan obat konvensional - 12 18 bln - Bakterisidal 1,5 point contoh : - 1 HPS / 11 H2P2S2 - 3 HPE / 9 H2P2E2 - 1 HPE /11 H2P2E2

2. Paduan jangka pendek a. 2 point bakterisidal b. Biasanya INH + RMP (H+R) (1 HR/ 5-8 H2R2) (1 HSZ/5-8 H2S2Z2) c. Kombinasi H+R bekerja pd 3 populasi (abc) d. Kombinasi paling kuat (H+R+Z)

12

11/14/2008

DOSIS :
1. 2. 3. 4. 5. 6. INH RMP PZA STREP EMB PAS 5-10 mg/ kg BB/hr. 10-20 mg/ kg BB/hr 30-35 mg/ kg BB /hr 20-30 mg/ kg BB/hr 15-20 mg/ kg BB /hr 150 mg/ kg BB/hr

Pencegahan infeksi paru :


1. Terhadap infeksi TB 1.1. Pencegahan BTA (+) a. Case finding (Ro, Uji Tuberkulin) b. Isolasi & obati penderita c. Lingkungan/ rmh tingkatkan higine 1.2. Pasteurisasi susu sapi 2. Daya tahan tubuh 2.1. Gizi,Lingkungan,Istirahat,Olah raga 2.2. Kekebalan tubuh BCG vaksin 3. Obati penderita dgn OAT (adekuat)

13

11/14/2008

TERIMA KASIH
SEKIAN

14

You might also like