You are on page 1of 8

Indonesia Masih Terjajah?

Jilid 2 (Membedah Peranan Konglomerat Lokal dalam PILPRES)


OPINI | 06 February 2011 | 13:38 200 3 1 dari 1 Kompasianer menilai bermanfaat

Ada deal dalam Sekretariat bersama ? Dengan satu pertimbangan bahwa tulisan saya dalam episode Indonesia masih terjajah ? jilid 2 ini sangat erat kaitannya dengan jilid 1, maka jilid 2 ini segera saya posting agar bisa sekaligus dibaca dan dimengerti maksudnya. Kepentingan Konglomerat lokal dalam Pil Pres agak berbeda dengan negara Asing, yang bila kekuatan Asing lebih menitik beratkan pada eksplorasi sumber alam selain pemanfaatan tenaga kerja yang murah dan pasar bagi idustri mereka, maka Anggaran Belanja Negara menjadi sasaran utama bagi kelompok konglomerat lokal disamping kemudahan dalam bisnis properti dan penguasaan usaha atas tanah-tanah Negara. Persaingan antar mereka memunculkan berbagai langkah pintas dengan usaha melibatkan Birokrasi baik Sipil maupun Militer . Untuk melancarkan usaha ini, ditempuhlah berbagai usaha : Ikut berupaya menentukan siapa tokoh yang dianggap paling sesuai memimpin Negeri ini yang diharapkan akan mampu memberikan peluang atas usahanya. Ikut memberikan dukungan pada tokoh-tokoh politik yang dimungkinkan mampu duduk di Dewan Legislatif yang kemudian diharapkan bisa menjadi jalan keluar bagi kelancaran usahanya. Ikut aktif secara langsung menggerakkan Partai politik , untuk lebih memperjelas posisinya dikancah Politik sekaligus dalam bidang usaha.

Dengan cara pintas melakukan pendekatan baik kepada Jajaran Birokrasi maupun anggota Legislatif yang terkait langsung dengan jenis usahanya.

Langkah langkah strategis yang dilakukan : Dalam ikut menentukan Tokoh pilihannya maka konglomerat ini akan menyediakan dana Kampanye baik diminta maupun tidak. Mereka akan melakukan sendiri atau terkoordinasi bersama-sama menanggung pembiayaan yang proposalnya dibuat oleh Tim Sukses calon Presiden, baik sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan Calon Presidennya. Untuk mendukung posisi usahanya di Dewan Legislatif, para konglomerat ini tidak akan raguragu untuk memberikan bantuan pembiayaan kampanye atas Caleg yang biasanya ada ikatan emosional antara Caleg dengan Pengusaha. Konglomerat dengan posisi yang mantap , tidak akan ragu-ragu untuk terjun langsung dalam partai politik sekaligus mengendalikan Partai Politik yang dijadikan basis kekuatannya dalam mengendalikan Pemerintahan sekaligus memperdalam cengkeramannya melalui kekuatan modalnya. Cara pintas yang dilakukan dengan memberikan grativikasi /suap kepada jajaran birokrasi inilah yang biasanya terkendala dengan aturan dan etika yang masih belum mampu dilewati begitu saja, maka peran mediator /penghubung ( Tim Bayangan ) sangat menentukan pada langkah ini. Berbagai Indikator : Karena tulisan saya ini mengulas tentang Pemenangan PILPRES, maka masalahnya akan saya persempit pada Kemenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dua kali bertuturutturut, walaupun itu juga akan tetap berlaku bila pemenangnya calon yang lain mestinya dengan ulasan yang berbeda. Karena semua Calon Presiden melakukan walaupun dalam kadar dan cara yang berbeda. Untuk Kemenangan SBY Indikatornya antara lain : Keterlibatan lembaga survey yang biayanya cukup tinggi baik saat PilPres 2004 maupun2009 Konsultan politik yang eksis adalah Lembaga Survei Indonesia pimpinan Syaiful Mujani, Lingkaran Survei Indonesia yang dikomandani Denny Januar Ali alias Denny J.A dan Fox Indonesia nya Andi Zulkarnain (Choel) Mallarangeng dan Rizal Mallarangeng. Lembaga Survey ini dikaitkan dengan adanya beberapa pengusaha yang membiayai yang dikaitkan pula dengan kepemilikan simpanan besar di Bank Century yang kemudian harus diselamatkan.

Bergabungnya Partai Golkar setelah tongkat komando berada di tangan Ical , kemudian terbentuknya Sekertaris bersama Partai Koalisi yang dikomandoi oleh Ical menunjukkan adanya hubungan manis tidak resmi ( perselingkuhan ) antara Ical dengan Demokrat dalam pencalonan SBY yang kedua. Beredarnya dana siluman yang tidak pernah diekspose , (karena semua Tim Sukses melakukan ) terhadap semua pemilih dan peserta kampanye berupa biaya makan dan perjalanan yang besarnya antara Rp. 10.000,- ( sepuluh ribu ) sampai Rp 100.000,- ( seratus ribu ) per peserta kampanye / kampanye , atau biaya makan dan perjalanan bagi peserta pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan pada kelompok pemilih lapis bawah. ( kebenaran akan isu ini dibuktikan dalam salah satu wawancara media terhadap salah seorang yang pekerjaannya ikut kampanye , tidak peduli dari Capres yang mana ) )* Pengalamam riil saya, ada teman saya yang selalu menerima order 1 atau 2 truk peserta kampanye yang akan disiapkannya bagi semua calon yang minta dengan harga yang sudah ditetapkan. Dana ini tidak akan pernah terlaporkan sebagai dana kampanye dan sumbernya juga tidak jelas. Dana tak jelas ini, dicurigai perolehan maupun pemanfaatannya dilakukan oleh satu Tim Bayangan yang mempunyai daya tawar tinggi terhadap pengusaha maupun birokrasi sipil, militer maupun kepolisian. Sehingga Tim ini dengan melibatkan diri dalam setiap PilPres akan selalu membayangi semua calon yang maju, dan akan selalu dapat membelenggu siapapun pemenangnya. Daya tawar Tim ini sangat tinggi karena mereka telah memegang truf kart ( Kartu mati ) setiap pengusaha ( nakal ) yang sukses , selain juga telah mengantongi kelemahan kalangan birokrasi ( Tim ini sebagian dari anggotanya juga adalah kalangan birokrasi yang nakal ) dan bahkan politisi pun sudah ada ditangan mereka. ( ingin lihat mereka ? sebagian ada di #intel atau informasi Beny Israel ) Keterlibatan pembiayaan Pemenangan PILPRES oleh konglomerat baik secara suka rela maupun terpaksa inilah yang kemudian membelengu kebijakan/keberanian seorang Presiden untuk bertindak. Tulisan seri sebelumnya, yang terkait dan sebagai pijakan atas tulisan ini :
II. Birokrasi, militer dan pengusaha dalam sistem politik Indonesia Bahasan Birokrasi dan politik Militer dan politik Pengusaha dan politik Birokrasi Birokrasi memiliki berbagai macam dasar moral di dalamnya, yaitu keyakinan akan nilai dan martabat

manusia, kebebasan manusia, adanya aturan hukum yang pasti, asas persetujuan (musyawarah), dan prinsip perbaikan (betterment).

Tipe ideal birokrasi (max weber) Dalam birokrasi terdapat pembangian kerja dengan spesialisasi peranan yang jelas. Pringsi hirarkis: jabatan yang lebih rendah berada dalam kontrol den pengawasan jabatan yang lebih tinggi. Rantai komando Peraturan tertulis yang mengatur tata tertib pejabat semua tingkatan organisasi Keharusan untuk dapat bekerja dengan penuh Promosi jabatan dan jenjang karir didasarkan pada kemampuan

Terdapat garis pemisah antara tugas resmi dalam organisasi dengan kehidupan luar organisasi Anggota organisasi tidak boleh memiliki sumber2 sendiri untuk pelaksanaan kerjanya Pekerjaan birokrat berinteraksi secara impresional Peran penting birokrasi Birokrasi sebagai Lalu Lintas Tindakan Kelompok Strategis Birokrasi dalam Pembangunan sebagai alat integrasi nasional Perkembangan Demokrasi Birokrasi adalah media yang dapat berperan dalam pengembangan demokrasi, ia mampu menjembatani kebijakan administratif dari penguasa dengan aspirasi rakyat. Birokrasi sebagai instrumen kekuasaan Memberikan dukungan langsung kepada partai politik atau rezim pada setiap kali pemilihan umum diadakan. Birokrasi terlibat langsung dlm proses pemenangan Partai politik, birokrasi merupAkan element penting dalam pemilu. Birokrasi penyandang dana bagi parpol MASALAH-MASALAH BIROKRASI DI INDONESIA Nepotisme, dan Korupsi Akuntanbilitas

Militer adalah kelompok yang memegang senjata. Militer adalah organisasi kekerasan fisik yang sah untuk mengamankan negara atau bangsa dari ancaman luar negeri maupun dalam negeri. Dalam hal ini, militer berfungsi sebagai alat negara yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

Militer dan politik 3 aliran pertama militer yang berbasis karakteristik organiasi militer profesional barat: komando sentralistik, hirarki, disiplin dan kohesif. Fungsi militer adalah Management of violance Kedua, intervensi militer dhasilkan dari kondisi lingkungan masyakat yang rendah dalam budaya politik yang menjadi perhatian pokok dari kehidupan infrastruktutr. Ketiga, dinamisasi internal dari hirarki kemiliteran, kepentingan korporasi, ambisi pribadi.

Jenis2 militer dan intervensi dalam politik 1. Militer profesional: Knowledge Skill Bersandar pada standar keprofesionalan pd management of violence. Militer jenis ini menyatakan mereka sebagai instrument negara. Kadar intervensi kearah perpolitikan pada masyarakat sipil rendah. 2. Militer pretorian: Keahlian dan pengetahuan tidak terspesialisasikan Orientasinya mengarah pada pengabdian pada bangsa dan negara tetapi melalui dominasi kelompok, grup primodial dll. Kecendrungan untuk melakukan intervensi bersifat permanen dan berkelanjutan Mil Pretorian dibagi 3: 1. Pretorian moderen otokrasi. Jenis militer ini merupakan pemerintahan oleh satu orang berbentuk tirani. 2. Pretorian moderen oligarki. Jenis militer ini berusaha menguasai kelembagaan politik negara dalam bentuk korporasi atau klik internal elit perwira tinggi militer. 3. Pretorian moderen otoriter: jenis mengintervensi kekuasaan dengan cara berfusi dengan elit sipil Menurut Samuel P.hatington, Pretorian dibedakan atas peran2 tertentu 1) abitrator; dimana pengaruh dan intervensi muncul ketika konflik dalam politik pemerinthan muncul. 2) The rule of army. Militer dlm jenis ini memiliki ambisi untuk berkuasa karena menganggap mempunyai instrument pengendalian atas kekuasaan. 3) Militer pretorian revolusioner. Militer jenis ini mengacu pd adanya klaim bahwa militer juga bertanggung jawab atas keberlangsungan negara revolusi. 4) Militer revolusioner. Jenis militer ini memiliki keahlian dan pengetahuan profesional yang ditunjukan kepada nilai2 sosial dan politik. Orientasi pengabdiannya bersifat pergerakan revolusioner. Intervensi sebelum dan selama revolusi adalah tinggi. Setelah revolusi berkadar rendah.

Keterlibatan militer dalam politik. Berdasrkan fatah dalam iswandi a. keterlibatan langsung dalam administrasi pemerintahan. b, melibatkan dari dalam kehidupan politik. c. mereka melibatkan diri dalam pengisian posisi2 sipil. d. keterlibatan dalam penanganan konflik dengan memajukan sebagai wasit politik. e. Militer pretorian otoriter

f. Terbentuknya junta militer.

Militer dan politik pemerintahan Dwi fungsi ABRI

1) ABRI sebagai Agen of nation development dan agen of political development militer Orde Baru adalah kekuatan sosial-politik yang paling siap dalam hal organisasi dan skills untuk memasuki birokrasi; 2) keadaan awal Orde Baru, ditandai kecurigaan penguasa terhadap politikus sipil yang umumnya berbasiskan partai politik; 3) penetrasi atau malah penguasaan militer terhadap birokrasi dianggap sebagai strategi paling tepat dalam rangka mengamankan pembangunan dan kelangsungan kekuasaan; 4) penetrasi militer ke dalam birokrasi menjadi leluasa karena tiadanya hambatan yang berarti dari masyarakat (awal) Orde Baru yang memang terbukti tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk ikut campur dalam pengaturan birokrasi dan memengaruhi jalannya kebijakankebijakan birokratis. Tiga peran penting 1. Di ibu kota negara TNI memiliki perwakilan angkatan bersenjata dengan tanggung jawab meluas dan membedakan fungsi pemerintahan sipil dan militer. Dalam pemilu 1971,1977,1982,1987,1992,1997 para perwira ABRI menduduki posisi2 kunci dalam tubuh golkar dalam setiap tingkat administratif 2. Para perwira ABRI secara rutin direkrut guna menempati posisi2 pemerintah dengan tujuan meneruskan fungsi sebagai perwakilan DEPHAMKAM. 37 pos kementrian orde baru, 14 seorang ABRI 3. Para perwira ABRI memainkan peran dalam menyelesaikan setiap persoalan , dalam lingkup tanggung jawabnya, lebih luas lagi kebijakan luar negeri melintas pada persoalan lain. Birokrasi, Militer, Golkar Sebuah alat mesin politik dan dominasi orde baru. Masuknya militer masuk dalam dunia politik membuat kalangan sipil memikirkan untuk melakukan pengontrolan terhadap militer agar tidak terjadi kudeta yang bisa mengancam kekuasaan sipil. Oleh karena itulah dibuat sebuah pemerintahan sipil yang bisa mengontrol militer dengan sebaik-baiknya. Tiga model kontrol sipil (Eric Nordinger, Soldiers in Politics) antara lain: Tradisional,Liberal dan Panetrasi; 1) Model Tradisional adalah model kontrol sipil di negara monarki. Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini sangat berpengaruh dalam sistem pemerintahan kerajaan abad ke-17 dan abad ke-18 di Eropa. Hal itu terjadi karena golongan aristokrat Eropa merupakan elit sipil dan juga elit militer. Walaupun kedua golongan elit ini berbeda, akan tetapi dalam

kepentingan dan pandangannya hampir sama karena keduanya berasal dari golongan aristokrat. Golongan bangsawan tidak bisa memanfaatkan kedudukan militer mereka untuk menentang raja karena raja masih sangat dihormati sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Tindakan menentang raja justru akan melemahkan kedudukan politik, ekonomi, dan sosial mereka yang sangat bergantung kepada raja. Dalam model ini biasanya tidak terjadi konflik antara sipil dan militer. Ketika terjadi konflik, mereka lebih memilih untuk mempertahankan statusnya sebagai sipil atau bangsawan yang memiliki previlege. Dalam model ini, militer dianggap sebagai golongan amatir. Model ini mulai runtuh di Eropa Barat setelah tahun 1800-an ketika pendidikan dan kemahiran dijadikan parameter utama dibandingkan status dan kekayaan warisan. 2) Model Liberal dengan jelas mendasarkan pada diferensiasi tugas dan wewenang sipil dan militer. Militer hanya bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Selain itu, militer diberikan kemampuan manajemen militer yang mumpuni. Seluruh kebutuhan militer dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh sipil. Singkat kata, model ini berupaya melakukan depolitisasi semaksimal mungkin terhadap militer. Semua hak militer yang diberikan untuk sipil bukan berarti memberikan kewenangan yang seenaknya kepada sipil untuk melakukan apapun terhadap militer. Dalam hal ini, sipil dituntut untuk memiliki civilian ethic. Ada beberapa etika sipil yang harus dilakukan, antara lain sipil harus menghormati kehormatan militer, keahlian, dan otonomi, serta harus menunjukkan sikap netral. Selain itu, sipil tidak boleh melakukan intervensi ke dalam profesi militer apalagi menyusupkan ide-ide politik bahkan menggunakan militer untuk kepentingan politik tertentu. Model liberal ini sebenarnya memiliki banyak kelebihan, tetapi segalanya bisa bermasalah ketika sipil tidak konsisten dalam setiap etika yang harus dipenuhi. 3) Model Panetrasi adalah suatu model kontrol sipil yang melakukan penebaran ide-ide politik terhadap perwira militer yang masuk dalam partai-partai politik. Dalam hal ini, sipil dan militer adalah satu perangkat ideologi. Model ini hanya bisa diterapkan di suatu negara yang menerapkan sistem partai tunggal. Kontrol sipil terhadap militer dilakukan melalui dua struktur yaitu struktur militer itu sendiri dan struktur partai politik. Militer yang masuk dalam partai politik harus melepaskan semua aturan militernya dan masuk dalam aturan partai politik sehingga semua tunduk dalam aturan partai. Hal ini membuat tidak dominannya peran militer. Kalaupun ada dominasi militer dalam partai hanya mungkin terjadi sebatas faksi. Model panetrasi ini biasanya diterapkan di negara komunis. Apabila model ini diterapkan, ia akan sangat memperlihatkan supremasi sipil. Akan tetapi dalam keadaan tertentu, pelaksanaan yang kurang baik akan menimbulkan resiko yang cukup tinggi. Sama seperti model liberal, dalam model panetrasi ini akan berakibat buruk ketika setiap aksi kelompok sipil mengganggu wilayah otonom militer. Pasal 33 = pegawai negeri dan anggota ABRI tidak menggunakan hak untuk dipilih. 34 = PNS dan ABRI yang dicalonkan oleh suatu partai politik diberhentikan dari status kepegawaaian dan keprajuritannya dengan atau tanpa hak pensiun sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. PENGUSAHA Kaum pengusaha adalah salah satu kel kepentingan yang paling berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan publik, terutama kebijakan2 dibidang ekonomi.

You might also like