You are on page 1of 37

Tinjauan Umum Kesehatan Reproduksi Remaja

Oleh redaksi pada Rab, 01/02/2008 - 11:08.

Artikel

Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000). Mengapa Kesehatan Reproduksi Remaja Sangat Penting? Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis. Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah (Kiragu, 1995:10, dikutip dari Iskandar, 1997). Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi. Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup. Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3). Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse). Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997). Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh (OKeefe, 1997: 368-376). Remaja yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (Kipke et al., 1997:360-367). Para remaja ini berisiko terpapar pengaruh

lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar, 1997). Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik formal maupun informal (Pachauri, 1997). Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai saranan pelayanan yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan pesan-pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual (Iskandar, 1997). Di segi pelayanan kesehatan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di Indonesia hanya dirancang untuk perempuan yang telah menikah, tidak untuk remaja. Petugas kesehatan pun belum dibekali dengan kete-rampilan untuk melayani kebutuhan kesehatan reproduksi para remaja (Iskandar, 1997). Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas. Kalaupun ada, pemanfaatannya relatif terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan atau persalinan tidak direncanakan. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada. Di samping itu, terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada kelompok remaja (Outlook, 2000). Karena kondisinya, remaja merupakan kelompok sasaran pelayanan yang mengutamakan privacy dan confidentiality (Senderowitz, 1997a:10). Hal ini menjadi penyulit, mengingat sistem pelayanan kesehatan dasar di Indonesia masih belum menempatkan kedua hal ini sebagai prioritas dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan yang berorientasi pada klien

Kesehatan Reproduksi Remaja


Oleh : dr. Sri Rejeki PUSKESMAS KEMBIRITAN KECAMATAN GENTENG PENGERTIAN Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. TUMBUH KEMBANG REMAJA.

Masa remaja dibedakan dalam : 1. Masa remaja awal, 10 13 tahun. 2. Masa remaja tengah, 14 16 tahun. 3. Masa remaja akhir, 17 19 tahun. Pertumbuhan fisik pada remaja perempuan : 1. Mulai menstruasi. 2. Payudara dan pantat membesar. 3. Indung telur membesar. 4. Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat. 5. Vagina mengeluarkan cairan. 6. Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina. 7. Tubuh bertambah tinggi. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki : 1. Terjadi perubahan suara mejadi besar dan mantap. 2. Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin. 3. Tumbuh kumis. 4. Mengalami mimpi basah. 5. Tumbuh jakun. 6. Pundak dan dada bertambah besar dan bidang. 7. Penis dan buah zakar membesar. Perubahan psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki, mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu : 1. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya. 2. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua. 3. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri. 4. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya. Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya. MENSTRUASI ATAU HAID. Bila menstruasi baru mulai periodenya mungkin tidak teratur dan dapat terjadi sebulan dua kali menstruasi kemudian beberapa bulan tidak menstruasi lagi. Hal ini memakan

waktu kira-kira 3 tahun sampai menstruasi mempunyai pola yang teratur dan akan berjalan terus secara teratur sampai usia 50 tahun. Bila seorang wanita berhenti menstruasi disebut menopause. Siklus menstruasi meliputi :
1. Indung telur mengeluarkan telur (ovulasi) kurang lebih 14 hari sebelum

menstruasi yang akan datang.

2. Telur berada dalam saluran telur, selaput lendir rahim menebal. 3. Telur berada dalam rahim, selaput lendir rahim menebal dan siap menerima hasil pembuahan.
4. Bila tidak ada pembuahan, selaput rahim akan lepas dari dinding rahim dan

terjadi perdarahan. Telur akan keluar dari rahim bersama darah. Panjang siklus menstruasi berbeda-beda setiap perempuan. Ada yang 26 hari, 28 hari, 30 hari, atau bahkan ada yang 40 hari. Lama menstruasi pada umumnya 5 hari, namun kadang-kadang ada yang lebih cepat 2 hari atau bahkan sampai 5 hari. Jumlah seluruh darah yang dikeluarkan biasanya antara 30 80 ml. Selama masa haid, yang perlu diperhatikan adalah kebersihan daerah kewanitaan dengan mengganti pembalut sesering mungkin. MIMPI BASAH, BAGAIMANA BISA TERJADI ? Ketika seseorang laki-laki memasuki masa pubertas, terjadi pematangan sperma didalam testis. Sperma yang telah diproduksi ini akan dikeluarkan melalui Vas Deferens kemudian berada dalam cairang mani yang diproduksi oleh kelenjar prostat. Air mani yang telah mengandung sperma ini akan keluar yang disebut ejakulasi. Ejakulasi yang tanpa rangsangan yang nyata disebut mimpi basah. Masturbasi adalah memberikan rangsangan pada penis dengan gerakan tangan sendiri sehingga timbul ereksi yang disusul dengan ejakulasi, atau disebut juga onani. KEHAMILAN. Merupakan akibat utama dari hubungan seksual. Kehamilan dapat terjadi bila dalam berhubungan seksual terjadi pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel sperma. Proses kehamilan dapat diilustrasikan sebagai berikut :
1. Sel telur yang keluar dari indung telur pada saat ovulasi akan masuk kedalam sel

telur.

2. Sperma yang tumpah didalam saluran vagina waktu senggama akan bergerak

masuk kedalam rahim dan selanjutnya ke saluran telur.

3. Di saluran telur ini, sperma akan bertemu dengan sel telur dan langsung

membuahi.

Tanda-tanda kehamilan :
1. Sering mual-mual, muntah dan pusing pada saat bangun tidur (morning

sickness) atau sepanjang hari. 2. Mengantuk, lemas, letih dan lesu.


3. Amenorhea (tidak mengalami haid).

4. Nafsu makan menurun, namun pada saat tertentu menghendaki makanan tertentu (nyidam). 5. Dibuktikan melalui tes laboratorium yaitu HCG Test dan USG.
6. Perubahan fisik seperti payudara membesar dan sering mengeras, daerah

sekitar Aerola Mammae (sekitar puting) membesar. Kehamilan dibawah usia 20 tahun Organ reproduksi belum sempurna

sehingga

pada

saat

persalinan

akan

mengalami kesulitan. Belum siap mental sebagai ibu. Bila tidak diinginkan akan Dilakukan abortus : suatu kejadian keluarnya hasil kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus Spontan (tidak disengaja)

Provokatus (disengaja)

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PENYAKIT KELAMIN). Adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Akan beresiko tinggi apabila dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Baik laki-laki maupun perempuan bisa beresiko tertular penyakit kelamin. Perempuan beresiko lebih besar tertular karena bentuk alat reproduksinya lebih rentan terhadap PMS. Sayangnya, 50% dari

perempuan yang tertular PMS tidak tahu bahwa ia sudah tertular. PMS tidak dapat dicegah hanya dengan : 1. Membersihkan alat kelamin setelah berhubungan seksual. 2. Minum jamu tradisional. 3. Minum obat antibiotik sebelum dan sesudah berhubungan seksual. PMS yang umum terdapat di Indonesia adalah : 1. Gonorrea. 2. Clamidia. 3. Sifilis. 4. Herpes genital. 5. Trikonomiasis. 6. Ulkul mole (chancroid). 7. Kutil kelamin. 8. HIV-AIDS. GONORREA (GO) Kuman penyebabnya : Neisseria gonnorrhoeae. Masa inkubasi atau penyebaran kuman : 2 10 hari setelah hubungan seks. Tanda-tanda : nyeri pada saat kencing, merah, bengkak dan bernanah pada alat kelamin. Komplikasi yang timbul : infeksi radang panggunl, mandul, menimbulkan kebutaan pada bayi yang dilahirkan. Pemeriksaan : pewarnaan gram dan biakan agar. SIFILIS (RAJA SINGA) Kuman penyebab : Trepanema palidum.

Masa inkubasi : tanpa gejala berlangsung 3 13 minggu, lalu timbul benjolan sekitar alat kelamin, disertai pusing, nyeri tulang, akan hilang sementara. 6 12 minggu setelah hubungan seks muncul bercak merah pada tubuh yang dapat hilang sendiri tanpa disadari. 5 10 tahun penyakit ini akan menyerang susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung. Komplikasi pada wanita hamil : dapat melahirkan dengan kecacatan fisik seperti kerusakan kulit, limpa, hati dan keterbelakangan mental. Pemeriksaan : tes laboratorium untuk mendeteksi RPR (Rapid Plasma Reagent) dan TPHA (Trepanema Palidum Hemagglutination Assay). TRIKONOMIASIS Disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis. Gejala-gejala yang mungkin ditimbulkan antara lain : Keluar cairan vagina encer berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau busuk; Sekitar kemaluan bengkak, kemerahan, gatal dan terasa tidak nyaman. Komplikasi yang bisa terjadi : lecet sekitar kemaluan, bayi lahir prematur, memudahkan penularan infeksi HIV. Tes laboratorium untuk mendeteksi sediaan basah KOH. ULKUS MOLE (Chancroid) Disebabkan oleh bakteri Hemophilus ducreyi. Gejala-gejala yang mungkin ditimbulkan antara lain : Luka lebih dari diameter 2 cm, cekung, pinggirnya tidak teratur, keluar nanah dan rasa nyeri; Biasanya hanya pada salah satu sisi alat kelamin. Sering (50%) disertai pembengkakan

kelenjar getah bening di lipat paha berwarna kemerahan (bubo) yang bila pecah akan bernanah dan nyeri. Komplikasi yang mungkin terjadi : kematian janin pada ibu hamil yang tertular, memudahkan penularan infeksi HIV. Tes laboratorium untuk mendeteksinya dengan pewarnaag Gram dan Biakan agar selama seminggu. KLAMIDIA Disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Infeksi ini biasanya kronis, karena sebanyak 70% perempuan pada awalnya tidak merasakan gejala apapun sehingga tidak memeriksakan diri. Gejala yang ditimbulkan : Cairan vagina encer berwarna putih kekuningan; Nyeri di rongga panggul; Perdarahan setelah hubungan seksual. Komplikasi yang mungkin terjadi : Biasanya menyertai gonore; Penyakit radang panggul; Kemandulan akibat perlekatan pada saluran falopian; Infeksi mata pada bayi baru lahir; Memudahkan penularan infeksi HIV. Tes laboratorium yang dilakukan untuk mendeteksi adalah Elisa, Rapid Test dan Giemsa. KUTIL KELAMIN Disebabkan oleh Human Papiloma Virus. Gejala yang ditimbulkan : tonjolan kulit seperti kutil besar disekitar alat kelamin (seperti jengger ayam).

Komplikasi yang mungkin terjadi : kutil dapat membesar seperti tumor; bisa berubah menjadi kanker mulut rahim; meningkatkan resiko tertular HIV-AIDS. Tidak perlu mendeteksi laboratorium karena langsung dapat terlihat oleh mata biasa.

HIV-AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyebabkan AIDS. Virus ini menyerang sel darah putih manusia yang merupakan bagian paling penting dalam system kekebalan tubuh. AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah kumpulan gejala-gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. Seseorang yang terinfeksi HIV secara fisik tidak ada bedanya dengan orang yang tidak terinfeksi. Hampir tidak ada gejala yang muncul pada awal terinfeksi HIV. Tetapi ketika berkembang menjadi AIDS, maka orang tersebut perlahan-lahan akan kehilangan kekebalan tubuhnya sehingga mudah terserang penyakit dan tubuh akan melemah. Obat-obatan yang ada pada saat ini, belum mampu untuk menjanjikan suatu kesembuhan yang pasti. Tes HIV (ELISA dua kali) perlu disertai konseling sebelum dan sesudah tes dilakukan. Setiap orang beresiko tertular HIV-AIDS, baik tua maupun muda, kaya atau miskin, heteroseksual maupun homoseksual, terkenal maupun tidak terkenal. Resiko tertular HIV tidak berkaitan dengan siapa kita, tetapi apa yang kita lakukan. HIV dapat ditularkan dengan cara : 1. Hubungan seksual tanpa pelindung dengan Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA). 2. Menggunakan benda tajam yang terkontaminasi oleh virus HIV, misalnya jarum suntik pada pengguna dan pecandu narkoba, alat pembuat tatto dan alat tindik. 3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV. 4. Dari ibu ODHA kepada bayi yang dikandung dan disusuinya. HIV tidak dapat ditularkan kepada orang lain melalui :

1. Bersalaman atau berpelukan. 2. Makanan dari piring yang pernah digunakan ODHA. 3. Batuk atau bersin ODHA. 4. Gigitan nyamuk.
5. Berenang ditempat berenang yang sama dengan ODHA.

6. Mengunjungi ODHA dirumah atau dirumah sakit. ASPEK KESEHATAN YANG PERLU DIPERHATIKAN OLEH REMAJA PUTRI. ANEMIA. Anemia terjadi karena kurangnya zat besi dan asam folat dalam tubuh. Penderita anemia berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah serta kematian pada proses persalinan. Tanda-tanda anemia : 1. Mudah lelah, mengantuk. 2. Pusing, muka pucat. 3. Tidak bersemangat. Mengapa perempuan lebih rentan anemia dibandingkan laki-laki? Kebutuhan zat besi perempuan 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan laki-laki. Perempuan setiap bulan mengalami haid, jadi perlu zat besi untuk mengembalikan kondisi tubuhnya. Demikian pula pada saat hamil, butuh zat besi untuk kebutuhan perkembangan janin. Apa yang perlu dilakukan agar terhindar dari anemia? 1. Mengkonsumsi makanan bergizi. 2. Mengkonsumsi tablet penambah darah.
http://drhandri.wordpress.com/2008/05/14/kesehatan-reproduksi-remaja/

Kesehatan Reproduksi Remaja


Posted by Admin on November 19, 2010, filed in: Psikologi Remaja 5

Kesehatan Reproduksi Remaja

Pengertian kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Definisi kesehatan reproduksi menurut hasil ICPD 1994 di Kairo adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi dan proses. Pengertian kesehatan reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai berikut: 1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi; 2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.

Kesehatan Reproduksi Remaja


Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan repoduksi yaitu :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang

rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada

kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).

3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena

ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb).
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular

seksual, dsb). Demikian sekilas tentang kesehatan reproduksi remaja, mudah-mudahan menambah pengetahuan kita Kata kunci artikel:
Kesehatan Reproduksi Remaja

http://belajarpsikologi.com/kesehatan-reproduksi-remaja/

Remaja dan Kesehatan Reproduksi


Tuesday, 06 September 2011 04:32 Admin Istrator
Remaja pada umumnya menghadapi permasalahan yang sama untuk memahami tentang seksualitas, yaitu minimnya pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi yang disebabkan oleh terbatasnya akses informasi dan advokasi remaja, tidak adanya akses pelayanan yang ramah terhadap remaja, belum adanya kurikulum kesehatan reproduksi remaja di sekolah, serta masih terbatasnya institusi di pemerintah yang menangani remaja secara khusus dan belum ada undang-undang yang mengakomodir hak-hak remaja Regulasi perundangan dan budaya juga menyebabkan remaja semakin kesulitan secara terbuka mendapatkan pengetahuan mengenai seksualitas dan reproduksi. UndangUndang masih membatasi dan menyebutkan melarang pemberian informasi seksual dan pelayanan bagi orang yang belum menikah. Hal itu telah membatasi ruang pendidikan dan sosial untuk memberikan pengetahuan pada remaja mengenai seksualitas. Selain itu, budaya telah menyebabkan remaja tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Ketika itu terjadi, akhirnya jalan lain yang berdampak negatif terhadap perkembangan remaja di pilih. Dan yang terjadi akhirnya banyak remaja yang memuaskan rasa keingintahuannya melalui berbagai macam sumber informasi mengenai seksualitas media massa dan internet. Keingintahuan remaja mengenai seksualitas serta dorongan seksual telah menyebabkan remaja untuk melakukan aktivitas seksual remaja, yang akhirnya menimbulkan persoalan pada remaja yang berkaitan dengan aktivitas

seksual. Seperti kasus-kasus kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan (KTD) pada remaja, aborsi remaja, pernikahan usia muda dan lain sebagainya. Perilaku seksual remaja Dari hasil survey yang dilakukan oleh LKTS (Lembaga Kajian untuk Trasformasi Sosial) Boyolali mengenai Kekerasan dan Perilaku seksual pada kalangan pelajar di Klaten menunjukkan hasil yang memprihatinkan, perilaku seks bebas sudah mulai berkembang di kalangan remaja. Survey menunjukkan bahwa hambatan informasi tentang seks dan kesehatan reproduksi berasal dari orang tua akibat minimnya pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Kondisi ini tercermin dari tingkat pendidikan orang tua siswa, terutama ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah) sebanyak 61%. Padahal ibu memiliki peran penting dalam memberikan informasi tentang seks pada anak-anaknya. Sedangkan ayah yang berpendidikan di bawah SMP sebanyak 49,6% dan di SMA ke atas sebanyak 50,5%. Hal lain yang menjadi kendala adalah faktor budaya yang masih menabukan segala topik yang berkaitan dengan seks dan seksualitas bagi mereka orang yang belum menikah. Minimnya pengetahuan seks membuat remaja mencari sumber informasi di luar rumah. Sayangnya, media yag diakses justru hanya mengarah pada pornografi dan bukan pendidikan seks yang bertanggung jawab. Handphone merupakan sarana favorit remaja untuk bertukar gambar porno (26%), internet juga menjadi media yang cukup banyak diakses oleh responden (20%), peredaran blue film yang longgar juga menyebabkan responden bisa dengan bebas mengaksesnya (13%). Perilaku seksual responden dalam berpacaran telah menjurus pada hubungan seks bebas. Aktifitas berpacaran responden dimulai dari ngobrol (24%), pegang tangan (16%), pelukan (13%), cium pipi (12%). Sedangkan perilaku yang sudah menjurus pada hubungan seks awal (foreplay) adalah cium pipi (9%), necking (9%), meraba organ seksual (4%), petting (2 %) dan hubungan seksual (1%). Kondisi ini menunjukkan betapa sudah sangat mengkhawatirkannya perilaku remaja saat ini. Dalam aktifitas pacaran, responden tidak segan melakukannya di sekolah (14%) meskipun rumah masih merupakan tempat yang sering digunakan oleh responden untuk berpacaran (26%). Tetapi berpacaran di tempat umum, tempat rekreasi bahkan hotel pun sudah bukan barang baru bagi remaja (23%). Arus informasi melalui media masa dengan segala perangkatnya, surat kabar, tabloid media elektronik, televisi, dan internet telah menyebabkan mempercepat terjadinya perubahan. Remaja merupakan salah satu kelompok yang mudah terpengaruh oleh arus informasi baik yang negatif maupun yang positif. Sebagaimana tercermin dalam survey tersebut, Hal ini mempengaruhi remaja untuk berperilaku berisiko antara lain menjalin hubungan seksual pranikah, dan perilaku seksual lainya hingga kekerasan seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan, resiko reproduksi lainnya, serta tertular infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS. Untuk itu, hubungan sinergis pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan dan masyarakat harus dikuatkan untuk menanggulangi permasalahan tersebut, upaya penyadaran remaja mengenai pendidikan seks dan kesehatan reproduksinya harus dilakukan. Harus dikembangkan seluas-luasnya pusat informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi, tersedianya pelayanan remaja yang ramah pada remaja termasuk konsultasi remaja, mengembangkan media informasi dan pendidikan, mengintegrasikan program remaja ke dalam program pencegahan HIV/AIDS dan IMS, memperkuat jaringan dan sistem rujukan ke pusat pelayanan kesehatan yang relevan, memperkuat pelayanan dan informasi bagi remaja termasuk meningkatkan perlindungan bagi remaja untuk menghindari segala upaya eksploitasi dan kekerasan pada remaja.

http://www.kimiafarmaapotek.com/index.php? option=com_content&view=article&id=1388:remaja-dan-kesehatan-reproduksi&catid=222:kesehatan-keluarga&Itemid=97

Masa Remaja
Oleh admin pada Kam, 03/13/2008 - 16:07.

Referensi

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka. Perkembangan fisik Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas kelenjar pituitari pada saat ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa tubuh mendekati tinggi dan berat dewasanya dalam sekitar dua tahun. Dorongan pertumbuhan terjadi lebih awal pada pria daripada wanita, juga menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara seksual daripada pria. Pencapaian kematangan seksual pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran menstruasi dan pada pria ditandai oleh produksi semen. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder: rambut wajah, tubuh, dan kelamin dan suara yang mendalam pada pria; rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar pada wanita. Perubahan fisik dapat berhubungan dengan penyesuaian psikologis; beberapa studi menganjurkan bahwa individu yang menjadi dewasa di usia dini lebih baik dalam menyesuaikan diri daripada rekan-rekan mereka yang menjadi dewasa lebih lambat. Perkembangan intelektual Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Psikolog Perancis Jean Piaget menentukan bahwa masa remaja adalah awal tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan/deduksi. Piaget beranggapan bahwa tahap ini terjadi di antara semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman terkait mereka. Namun bukti riset tidak mendukung hipotesis ini; bukti itu menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul. Perkembangan seksual Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung-jawab atas munculnya dorongan seks. Pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Namun sejak tahun 1960-an, aktivitas seksual telah meningkat di antara remaja; studi akhir menunjukkan bahwa hampir 50 persen remaja di bawah usia 15 dan 75 persen di bawah usia 19 melaporkan telah melakukan hubungan seks. Terlepas dari keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak tertarik pada, atau tahu tentang, metode Keluarga Berencana atau gejala-gejala Penyakit Menular Seksual (PMS). Akibatnya, angka kelahiran tidak sah dan timbulnya penyakit kelamin kian meningkat. Perkembangan emosional Psikolog Amerika G. Stanley Hall mengatakan bahwa masa remaja adalah masa stres emosional, yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Psikolog Amerika kelahiran Jerman Erik Erikson memandang perkembangan sebagai proses psikososial yang terjadi seumur hidup. Tugas psikososial remaja adalah untuk tumbuh dari orang yang tergantung menjadi orang yang tidak tergantung, yang identitasnya memungkinkan orang tersebut berhubungan dengan lainnya dalam gaya dewasa. Kehadiran problem emosional bervariasi antara setiap remaja.

Silakan login atau daftar dulu untuk mengirim komentar

http://www.kesrepro.info/?q=node/385

Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja

Oleh admin pada Kam, 03/13/2008 - 15:39.

Referensi

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Apa yang dimaksud dengan reproduksi? Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi = membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup. Apasih Kesehatan reproduksi itu? KESEHATAN REPRODUKSI (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994). Bagaimana cakupan pelayanannya? Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi: konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB) pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal) pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR) Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kespro

Apa itu Kesehatan Reproduksi Remaja? Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Mengapa Remaja Perlu Mengetahui Kesehatan Reproduksi? Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Pengetahuan dasar apa yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik? Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja) mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif Hak-hak reproduksi

Siapa saja yang Perlu Diberitahu Perihal Informasi Kesehatan Reproduksi? Proses reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung jawab bersama laki-laki maupun perempuan. Karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus tahu dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi. Kesalahan dimana persoalan reproduksi lebih banyak menjadi tanggung jawab perempuan tidak boleh terjadi lagi.

Silakan login atau daftar dulu untuk mengirim komentar

http://www.kesrepro.info/?q=node/380 20nfeb 2012 06.45 pm

Seksualitas Remaja Indonesia


Oleh redaksi pada Rab, 01/02/2008 - 11:06.

Artikel

Oleh: Siti Rokhmawati Darwisyah Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB, 1999a:92). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (LDFEUI & NFPCB, 1999b:14). Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997). Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pretest materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Iskandar, 1997:3). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1). Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi Responden survei remaja di empat propinsi yang dilakukan pada tahun 1998 memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda dalam memandang hubungan seks di luar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah menjadi 12,5% (LDFEUI & NFPCB, 1999a:96-97).

Sebuah studi yang dilakukan LDFEUI di 13 propinsi di Indonesia (Hatmadji dan Rochani, 1993) menemukan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa pengetahuan mengenai kontrasepsi sudah harus dimiliki sebelum menikah. Perilaku Seksual Remaja Survei remaja di empat propinsi kembali melaporkan bahwa ada 2,9% remaja yang telah seksual aktif. Persentase remaja yang telah mempraktikkan seks pra-nikah terdiri dari 3,4% remaja putra dan 2,3% remaja putri (LDFEUI & NFPCB, 1999:101). Sebuah survei terhadap pelajar SMU di Manado, melaporkan persentase yang lebih tinggi, yaitu 20% pada remaja putra dan 6% pada remaja putri (Utomo, dkk., 1998). Sebuah studi di Bali menemukan bahwa 4,4% remaja putri di perkotaan telah seksual aktif. Studi di Jawa Barat menemukan perbedaan antara remaja putri di perkotaan dan pedesaan yang telah seksual aktif yaitu berturut-turut 1,3% dan 1,4% (Kristanti & Depkes, 1996: Tabel 8b). Sebuah studi kualitatif di perkotaan Banjarmasin dan pedesaan Mandiair melaporkan bahwa interval 8-10 tahun adalah rata-rata jarak antara usia pertama kali berhubungan seks dan usia pada saat menikah pada remaja putra, sedangkan pada remaja putri interval tersebut adalah 4-6 tahun (Saifuddin dkk, 1997:78). Tentu saja angka-angka tersebut belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya, mengingat masalah seksualitas termasuk masalah sensitif sehingga tidak setiap orang bersedia mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila angka sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dilaporkan. Daftar Pustaka Iskandar, Meiwita B. "Hasil Uji Coba Modul Reproduksi Sehata Anak & Remaja untuk Orang Tua." Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta, 20-21 Mei 1997. Kristanti, Ch. M dan Depkes. Status Kesehatan Remaja Propinsi Jawa Barat dan Bali: Laporan Penelitian 1995/1996. Jakarta: Depkes-Binkesmas-Binkesga, 1996. LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999 Book I. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999a. LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999. Executive Summary and Recommendation Program. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999b. Rosdiana, D. Pokok-Pokok Pikiran Pendidikan Seks untuk Remaja. Dalam N. Kollman (ed). Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998:9-20. Saifuddin, A. F., dkk. Perilaku Seksual Remaja di Kota dan di Desa: Kasus Kalimantan Selatan. Depok: Laboratorium Antropologi, FISIP-UI, 1997. Utomo, B., Haryanto B. Dharmaputra, D. Hartono, R. Makalew, dan J. Moran Mills. Baseline STD/HIV/Risk Behavioral Surveillance 1996: Result from the Cities of North Jakarta, Surabaya, and Manado. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia, the Ministry of Health RI, dan HAPP/Family Health International, 1998.

http://www.kesrepro.info/?q=node/366

Remaja Indonesia Masih Sangat Membutuhkan Informasi Kesehatan Reproduksi


Oleh redaksi pada Jum, 05/30/2008 - 09:51.

Artikel

Oleh: Adek Ratna Jameela Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organ-organ reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi. Perasaan seksual yang menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain. Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya. Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat dibayangkan, betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak di kemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan. Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik-psikissosial akibat pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal tentang seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala mereka. Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat remaja enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri! Tak tersedianya informasi yang akurat dan "benar" tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang. Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga melalap "pelajaran" seks dari internet, meski saat ini aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun! Memang hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 - 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%. Tetapi beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks yang pertama

saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan. Mana yang lebih akurat? Beberapa pakar berpendapat bahwa angka yang diperoleh melalui penelitian itu hanyalah puncak dari sebuah gunung es, yang kakinya masih terbenam dalam samudera. Biaya Sosial Kelalaian untuk menanggapi kebutuhan remaja (dan sejujurnya, masyarakat luas) akan informasi tentang kesehatan reproduksi dan seks yang bertanggung jawab ternyata berbuah pahit. Begitu populernya perilaku berisiko, begitu banyak korban berjatuhan, begitu tinggi biaya sosial yang harus kita bayar. Percaya atau tidak, angka statistik pernikahan dini --dengan pengantin berumur di bawah 16 tahun-- secara nasional mencapai lebih dari seperempat. Bahkan di beberapa daerah sepertiga, dari pernikahan yang terjadi, tepatnya di Jawa Timur 39,43%; Kalimantan Selatan 35,48%; Jambi 30,63%; Jawa Barat 36% . Di banyak daerah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama. Padahal pernikahan dini berarti mendorong remaja untuk menerabas alur tugas perkembangannya, menjalani peran sebagai dewasa tanpa memikirkan kesiapan fisik, mental dan sosial si pengantin. Di sebuah daerah, 36% penderita penyakit menular seksual adalah pelajar. Mengejutkan memang, tetapi dapat dipahami karena dalam sebuah survei ditemukan hanya 27% remaja Indonesia yang tahu kegunaan kondom, artinya kurang lebih 27% pula yang tahu bahwa kondom dapat mengurangi risiko tertular penyakit seksual. Dari jumlah itu, 1% pernah memakai, 10% mungkin akan membeli bila perlu, sedangkan 12% menyatakan tidak tahu . Dari 14.628 kasus HIV/AIDS, 242 kasus di antaranya adalah anak muda berusia 15-19 tahun (98 kasus karena penggunaan narkoba suntik),4.884 kasus terjadi pada remaja 20-29 tahun (3.089 kasus karena penggunaan narkoba suntik ). Ini artinya, 1 dari 2 penderita HIV/AIDS adalah remaja berusia 15-29 tahun. Jumlah ini masih dapat berlipatganda dan nyatanya banyak remaja memiliki informasi yang salah tentang HIV/AIDS. Hasil survei UNICEF menunjukkan bahwa 20% dari responden remaja yakin bahwa Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pasti terlihat sangat sakit, 7% mengenali ODHA dari bercak di kulitnya, 4% dari wajah yang pucat pasi, dan 41% mengaku tidak tahu bagaimana mengenali ODHA. Hanya 12% yang percaya pada hasil tes darah. Nasib Remaja Putri Nilai-nilai patriarkhis yang berurat akar di masyarakat kita telah meletakkan remaja putri jauh di luar jarak pandang kita dalam kesehatan reproduksi. Undang-undang no. 20/ 1992 mentabukan pula pemberian layanan KB untuk remaja putri yang belum menikah. Bahkan mitos pun memojokkan remaja putri, untuk membujuk-paksa mereka supaya bersedia berhubungan seks secara "suka-sama-suka", bahwa hubungan seks yang hanya dilakukan sekali takkan menyebabkan kehamilan. Berbagai metode kontrasepsi "fiktif" juga beredar luas di kalangan remaja: basuh vagina dengan minuman berkarbonasi, lari-lari di tempat atau squatjump segera setelah berhubungan seks. Ketika pencegahan gagal dan berujung pada kehamilan, lagi-lagi remaja putri yang harus bertanggung jawab. Memilih untuk menjalani kehamilan dini seperti dilakukan 9,5% remaja di bawah 20 tahun , dengan risiko kemungkinan kematian ibu pada saat melahirkan 28% lebih

tinggi dibanding yang berusia 20 tahun ke atas , disertai kegamangan karena tak siap menghadapi peran baru sebagai ibu. Atau menjalani pilihan lain yang tersedia: aborsi! Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja putri belum menikah menerima layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melakukan aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang tiudak aman. Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun. Dari penelitian yang dilaukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685 responden, 27 persen dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan meminum jamu khusus. Sementara 21,8 persen dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya. Pengetahuan Seks Menyedihkan, kekukuhan kita untuk terus mengingkari kenyataan bahwa remaja butuh pengetahuan tentang seks dan kesehatan reproduksi yang benar, telah menjerumuskan mereka membentuk keluarga tak berkualitas: bapak-ibu belia yang tak siap fisik-psikisnya untuk menjadi orangtua, ibu tanpa suami, juga anak-anak yang ditinggal mati ibunya saat melahirkan. Padahal memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi tidak serta-merta memberikan pula kesempatan untuk melakukan seks bebas. Pengalaman menunjukkan, di banyak negara yang telah memberlakukan pendidikan kesehatan reproduksi remaja, yang terjadi kemudian bukanlah promiskuitas atau seks bebas di kalangan remaja seperti yang selalu dikuatirkan, tetapi sebaliknya pendidikan kesehatan reproduksi justru membuat remaja menunda keaktifan seksualnya. Meski perdebatan belum surut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia pun memaklumkan pentingnya kesehatan reproduksi remaja. Ini sudah tertuang dalam Propenas 2001. Betapa melegakan, Indonesia akhirnya menapak maju mengejar ketertinggalannya dibanding negara lain, setidaknya dengan mengawali upaya untuk memberikan informasi yang benar dan akurat tentang kesehatan reproduksi remaja. Tetapi untuk mengejar ketertinggalan dari masalah yang terus berlipatganda bagai deret ukur dibutuhkan lebih dari sekedar pencanangan pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Begitu banyak hal terkait yang bisa dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah dengan berbagai pihak antara lain: Mengkaji ulang dan membuka peluang perubahan aturan, hukum dan perundangan; seperti Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 yang memberikan celah bagi terjadinya pernikahan dini, dan Undang-undang nomor 20 tahun 1992 yang mengganjal layanan kesehatan reproduksi untuk remaja putri yang belum menikah, serta seluruh aturan dan kebijakan yang dibuat berlandaskan undang-undang tersebut. Mengembangkan kebijakan dan program berdasar paradigma baru yang lebih peka gender dan "ramah" pada remaja dengan menempatkan remaja sebagai subjek aktif yang patut didengar, dilibatkan, dan dengan demikian turut bertanggung jawab atas kepentingan mereka sendiri.

Pendidikan kesehatan reproduksi remaja, termasuk di dalamnya informasi tentang keluarga berencana dan hubungan antargender, diberikan tak hanya untuk remaja melalui sekolah dan media lain, tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat. Rumusan baru 'kejantanan' yang lebih menekankan tanggung jawab dan saling menghormati dalam relasi antargender perlu pula dipopulerkan di antara remaja putra. Program pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus mulai dipikirkan, dengan penyedia layanan yang 'ramah remaja': menjaga kerahasiaan, tidak menghakimi, peka pada persoalan remaja. Meneruskan upaya meretas hambatan sosial budaya dan agama dalam persoalan reproduksi dan seksualitas remaja, melibatkan kelompok masyarakat yang lebih luas, seperti ulama-rohaniwan, petinggi adat untuk menilai, merencanakan dan melaksanakan program yang paling tepat untuk kesehatan reproduksi remaja, termasuk juga mendorong keterbukaan dan komunikasi dalam keluarga. Apa pun yang dirancang dengan baik takkan berjalan sempurna tanpa kerja yang sungguhsungguh untuk mendengar remaja kita, berupaya memenuhi kebutuhan psikologisnya, memuaskan rasa ingin tahunya, sembari mengajari mereka menjalani kehidupan dengan bertanggung jawab. sumber: dunia-wanita.com

Silakan login atau daftar dulu untuk mengirim komentar

http://www.kesrepro.info/?q=node/407

eingintahuan yang begitu besar yang tidak diiringi dengan kecukupan pengetahuan dan informasi tentang seks yang benar, ditambah dengan terputus atau tidak idealnya jalur komunikasi dan informasi yang sehat, membuat para remaja kita lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan informasi berkaitan dengan seks ini dari media ataupun teman pergaulan, yang alih-alih memberikan informasi yang benar, malah menjadi sumber belajar yang sesat dan menyesatkan. Berbagai penyimpangan dan perilaku seksual yang keliru justru banyak terinspirasi dan diajarkan oleh sumber-sumber ini.

http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/referensi/media/detail/89

ENGARUH PEMBERIAN LAYANAN INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATANREPRODUKSI PADA SISWA SMP N 3 KEBUMEN

Remaja masih kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau dan terjamin kerahasiaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian layanan informasi kesehatan reproduksi remaja terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa SMP N 3 Kebumen. Rancangan penelitian ini adalah quasi experiment design, dengan model penelitian Non Equivalent Kontrol. Sampel yang digunakan sebanyak 90 siswa kelas VIII SMP N 3 Kebumen sebagai kelompok perlakuan dan kontrol. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan uji statistik t-test. Hasil pretes kelompok perlakuan dan kontrol sebagian besar responden berpengetahuan sedang sebanyak 29 responden (64,45%), sedangkan hasil postes kelompok perlakuan responden sebagian besar pengetahuannya baik yaitu 25 responden (55,55%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar responden berpengetahuan sedang sebanyak 26 responden (57,78%). Selisih nilai rata-rata nilai pretes pada kelompok kontrol (36,29) dan kelompok perlakuan (36,71) hampir sama yaitu 0,42, sedangkan selisih nilai ratarata postes kelompok kontrol (36,64) dan kelompok perlakuan (37,91) mempunyai perbedaan yang lebih besar jika dibandingkan dengan saat pretes yaitu 1,27. Ada pengaruh positif pemberian layanan informasi kesehatan reproduksi remaja terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa SMP N 3 Kebumen, yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Kata kunci : Layanan Informasi, Pengetahuan, Kesehatan Reproduksi Remaja,Remaja. kembali

Kesehatan Reproduksi Remaja


Posted on January 19, 2011

Kesehatan Reproduksi adalah termasuk salah satu dari sekian banyak problem remaja yang perlu mendapat perhatian bagi semua kalangan, baik orang tua, guru, dan maupun konselor sekolah. Mengingat belakangan ini perilaku & pergaulan remaja dengan lawan jenisnya (pacaran) telah mengarah pada perilaku seks dan mengabaikan substansi dalam menjalin hubungan, yang pada dasarnya adalah sebagai ruang belajar dalam bersosialisasi, komunikasi, mengungkapkan emosi, dan berkomitmen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh SMA Negeri 2 Denpasar kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, World Population Foundation (WPF), lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional yang berkantor pusat di Belanda, dan Kita Sayang Remaja (Kisara) Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali pada April 2007 yang lalu, diperoleh informasi bahwa dari 766 responden terdapat 526 responden yang menyatakan mereka telah melakukan aktivitas seksual seperti pelukan, 458 responden sudah berciuman bibir, 202 responden sudah pernah mencium leher (necking), disusul 138 responden sudah menggesekgesekkan alat kelamin tanpa berhubungan seks (petting), 103 responden sudah pernah hubungan seksual, dan 159 menyatakan aktivitas seksual lain selain yang disebutkan tadi. Hasil penelitian Persatuan Keluarga Berencana Indonesia pada tahun 2002 diperoleh informasi bahwa minimnya pengetahuan remaja mengenahi kesehatan reproduksi remaja dapat menjerumuskan remaja pada perilaku seks pra nikah dan sebaliknya, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dapat menunda prilaku seks pra nikah dikalangan remaja. Sementara itu hasil penelitian Soetjiningsih terhadap 398 siswa SMA di Yogyakarta menunjukkan bahwa dari 84% siswa yang tidak setuju dengan perilaku seks pra nikah, 95% dari mereka menyatakan pernah mendapat pendidikan yang berkaitan dengan seksualitas, dan mereka (94.80%) juga setuju dengan pemberian pendidikan seks bagi kalangan remaja dan figure yang dianggap cocok memberikan pendidikan seks adalah dokter, psikolog dan seksolog.Berangkat dari fakta diatas maka sangat dianggap penting untuk memberikan materi KESPRO kepada peserta didik. Tujuan Siswa dapat memahami pentingnya menjaga kesehatan reproduksi serta memiliki wawasan mengenai fungsi, peran, serta sistem reproduksi remaja. Target

Siswa memiliki kesadaran pentingnya menjaga kesehatan reproduksi serta memiliki keberanian dalam mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan reproduksi kepada orang tua dan guru pembimbing di sekolah. Cara Pelaksanaan Kegiatan Materi diberikan dalam bentuk ceramah dan diskusi agar dapat terjalin komunikasi dan diperoleh informasi yang akurat mengenai masalah-masalah kesehatan reproduski remaja yang sedang dialami oleh siswa-siswi. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut: 1) Penyampaian materi dan diskusi. 2) Melakukan evaluasi, untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami materi yang telah diberikan. 3) Meminta siswa untuk melaporkan masalah KESPRO yang sedang dialami dalam bentuk tulisan. 4) Melakukan konseling kepada siswa yang mempunyai permasalahan KESPRO. Materi Materi yang akan disampaikan terdiri dari beberapa sub pokok bahasan, sebagai berikut: Pengertian kesehatan reproduksi remaja, tumbuh kembang remaja, pacaran sehat, penyakit menular seksual.

DAFTAR PUSTAKA Qomariyah, 2002. Siti Nurul, Ringkasan Penelitian Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Dikalangan Siswa SMP, dalam http://www.bkkbn.com, diakses 22 Oktober 2008. Soetjiningsih, 2008, Remaja Usia 15 18 Tahun Banyak Lakukan Perilaku Seksual Pranikah, dalam http://www.gadjahmada.edu. http://www.resep.web.id. (Menyuguhkan informasi seputar tips-tips untuk menjaga kesehatan reproduksi). http://www.bnn.com. (Menyuguhkan informasi & video seputar peredaran narkoba di Indonesia dan bahaya penyalah gunaan narkoba).
http://agammayzulfi.wordpress.com/2011/01/19/kesehatan-reproduksiremajaselain-memberikan-materi-cara-belajar-efektif-saya-juga-memberikanmateri-kesehatan-reproduksi-remaja-pada-siswa-siswi-smp-ta%E2%80%99miriyahhal-ini-dilandasi-oleh-alasan/

ANALISIS SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI INDONESIA


Posted on Kamis, 05 Mei 2011 | 0 komentar Masalah remaja (usia >10-1,9 tahun) merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional di Indonesia. Studi analisis mengenal kecenderungan kesehatan, mengestimasikan bahwa pada tahun 2005 Indonesia akan menjadi negara dengan proporsi populasi usia kurang 15 tahun terbesar, dan diduga mencapal 30.02% pada tahun 2000. Masalah remaja terjadi, karena mereka tidak dipersiapkan mengenai pengetahuan tentang aspek yang berhubungan dengan masalah peralihan dari masa anak ke dewasa.. Masalah kesehatan remaja mencakup aspek fisik biologis dan mental, sosial. Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/ hormonal yang sangat dramatik merupakan pemicu masalah kesehatan remaja serius karena timbuhnya dorongan motivasi seksual yang menjadikan remaja rawan terhadap penyakit dan masalah kesehatan reproduksi, kehamilan remaja dengan segala konsekuensinya yaitu: hubungan seks pranikah, aborsi, PMS & RIV-AIDS serta narkotika, dll. Hasil dari beberapa Studi: Sebagai gambaran tentang masalah remaj'a kaitannya dengan perkembangan kesehatan reproduksi, tulisan ini mengungkap secara ringkas yang bersumber dari beberapa studi yang dilakukan tentang hal tersebut. Banyak studi yang mengungkap bahwa perkawinan yang terlalu dini serta kehamilan dan persalinan pada usia remaja menyebabkan lbu maupun bayinya berisiko tinggi. 'Studi analisis situasi di kecamatan Tebet Jakarta (tahun 1997) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di puskesmas Tebet, dilakukan pengembangan model Pelayanan KRR pada tahun 1997/1998. Kegiatan awal yang dilakukan adalah Analisis Situasi terhadap siswa SMP, SMU, Karang Taruna dan provider dari berbagai unit kerja seperti puskesmas, seksi UKS, Kelurahan, KUA, Kader PKK dan NGO (Yayasan Kusuma Buana), untuk mengidentifikasi masalah remaja, kebutuhan remaja terhadap informasi dan pelayanan serta fasilitas pelayanan yang tersedia. Melalui Focus Group Diskusi (FGD) terungkap berbagai masalah remaja, yaitu hubungan seksual sebelum nikah, hamil diluar nikah, masalah aborsi, dan putus sekolah karena menikah, pemakaian alat kontrasepsi pada remaja. Melalui interview terhadap 41 orang remaja (13-18 tahun) diketahui hanya 19.5% remaja pernah memanfaatkan fasilitas pelayanan khusus macam pelayanan yang diperoleh belum mencerminkan pelayanan KRR.

Sebagian besar remaja menyatakan belum cukup informasi dan membutuhkan informasi tentang PMS/AIDS, perilaku seksual, organ seksual, persiapan perkawinan, KB, kehamilan/ aborsi, dan obat terlarang. Sumber informasi sebaiknya dan guru sekolah, orang tua, petugas kesehatan dan tokoh agama, dan disampaikan oleh orang ahli atau media masa. Mereka menyatakan waktu pelayanan KRR sebaiknya jam 14.00-16.00. Sebagian besar remaja menyatakan sering mengalami sakit kepala dan sulit belajar. Timbuinya jerawat dialami oleh cukup banyak diantara mereka (36.6%), juga sakit mag, masalah haid/ mimpi basah, dll. Sebagian besar provider menyatakan belum dapat menangani permasalahan KRR karena belum adanya petugas untuk pelayanan tersebut. Mereka setuju diadakan pelayanan KRR karena belum adanya petugas khusus untuk pelayanan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa situasi remaja di kecamatan Tebet saat ini memerlukan penanganan segera, dilain pihak pelayanan KRR belum tcrsedia. Perlu segera disusun model pelayanan yang menjawab kebutulian remaja. Status gizi ibu yang buruk berkontribusi terhadap 4 dari 5 penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, abortus, hipertensi, infeksi dan partus macet. Dari studi yang pemah dilakukan terhadap remaja di Madura, Jawa Timur, hasilnya memperlihatkan bahwa remaja wanita memiliki status gizi buruk, meskipun bila dilihat dari pengetahuan remaja tentang gizi dan anemia cukup baik. Sementara itu studi Needs Assesssment,for adolescents Reproductive Health (1999) yang sasarannya kepada, pendidik, orang tua, pemimpin organisasi, provider dan anak-anak remqja sendiri telah dilakukan di propinsi Jawa Tengah, dan propinsi jawa Timur, baik di urban maupun rural dengan metoda indepth interview & FGD. Dari semua kelompok ini ternyata membutuhkan informasi mengenai kesehatan reproduksi sehat remaja. Kelompok remaja mengetahui penyebab anemi karena kekurangan zat besi, pemenuhan gizi dalam makanan tidak tercukupi, serta gejalagejalanya. Hubungan antara anemi dengan kesehatan reproduksi sudah diketahui oleh orang tua, provider dan pendidik, sementara kelompok remaja belum mengetahui sepenuhnya. Mereka hanya mengetahui bahwa penyakit anemia mengganggu proses kehamilan. Dari studi ini diperoleh informasi bahwa para orang tua di daerah penelitian belum mempersiapkan anak-anak mereka dalam menghadapi masa baligh. Hal ini disebabkan pada umumnya mereka nienganggap bahwa masalah seks adalah sesuuatu yang tabu atau saru. Orang tua merasa anak telah mendapatkannya dari sekolah, bacaan atau dari teman. Disamping itu, untuk orang tua yang pendidikan lebih rendah , merasa rendah diri dan menganggap anak-anak mereka sudah jauh lebih tahu dari mereka. Tentang kontrasepsi studi darl PT Surindo temyata sudah mengetahui tentang jenis-jenis kontrasepsi, yaitu hanya sebatas pil, suntik dan kondom. Mereka juga mengetahui bahwa fungsi alat kontrasepsi adalah untuk mencegah kehamilan serta mengatur jarak kehamilan. Studi ini juga mengungkap tentang kejadian aborsi. Dalam waktu 4 bulan sebelum survei menurut provider, ada 4 pasien remaja yang berniat untuk mcnggugurkan kandungan kepada bidan, namun ditolak. Dari hasil FGD mereka menjelaskan tentang cara-cara, menggugurkan kandungan yaitu antara lain dengan minum jamu, urut ke dukun, minum minuman keras atau carnpuran pil KB dengan sprite. Sebab-sebab teradinya kehamilan illegal adalah akibat kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, akibat salah pergaulan dan ada pula yang ingin menguji alat kontrasepsi. Mengenai penyakit menular seksual (PMS) yang umum diketahui remaja adalah HIV/AIDS, dikarenakan selama ini yang sering dipopulerkan secara gencar adalah HIV AIDS. Tabel berikut ini memberikan gambaran tentang Tingkah Laku Seksual Remaja Perkotaan di Indonesia.

Penelitian Lokasi/ Tahun Temuan 1.Istiati 2.Affandi 3.UII 4.Dasakung 5.Sarlito Surakarta, 1991 Jakarta, 1985 Yogyakarta, 1984 Yogyakarta, 1984 Jakarta, 1982 73 kehamilan remaja pranikah 80% remaja yg hamil melakukan sanggama dirumah sendiri 13% dari 846 pernikahan didahului kehamilan 62% dari 29 mahasiswa kumpul kebo 75% remaja wanita menjaga kegadisan Kesimpulan: Remaja wanita merupakan satu kesempatan untuk memperbaiki keadaan dan kelangsungan matemal dan perineonatal bila mereka masuk dalam proses dengan status gizi yang baik. Pengetahuan remaja, orang tua, pcndidik dan pimpinan oraganisasi terkait tentang kesehatan reproduksi remaja perlu ditingkatkan dan perlu informasi serta sosialisasinya.
http://duniaremaja11.blogspot.com/

6 sep 2007

Category Archives: Pengantar Kesehatan Reproduksi, Pentingkah?


Posted by akbidyo in Pengantar September 6, 2007 Kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi isu global saat ini. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran sikap dan perilaku seksual yang bertanggung jawab. Jumlah remaja di Indonesia yaitu mereka yang berusia 10-19 tahun adalah sekitar 30 persen dari jumlah penduduk atau lebih kurang 65 juta jiwa. Perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja berkualitas. Angka aborsi dikalangan remaja tergolong tinggi, diperkirakan sekitar 700 sampai 800 ribu kasus per tahun. Tingkat kelahiran dimasa remaja (adolescence

pregnancy) juga masih relatif tinggi yaitu sekitar 11 persen dari seluruh kelahiran yang terjadi. Persentase remaja yang terjangkit penyakit menular seksual (PMS) serta HIV/AIDS cenderung meningkat. Disamping itu tingkat anemia di kalangan remaja masih sekitar 40-45 persen, padahal anemia sangat berbahaya bagi kehamilan dan proses persalinan. Permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja (KRR) di Indonesia yaitu kurangnya informasi mengenai kesehatan repoduksi, masalah pergeseran perilaku seksual remaja, pelayanan kesehatan yang kurang baik serta perundang-undangan yang belum mendukung. Pemberian informasi mengenai KRR masih menjadi pertentangan berbagai pihak. Dengan adanya pendidikan seksual dikalangan remaja dianggap akan merangsang remaja melakukan hubungan seksual. Selain itu sebagian besar orang tua yang diharapkan dapat memberikan informasi tidak memiliki kemampuan menerangkan serta tidak memiliki informasi yang memadai. Berbicara masalah kesehatan reproduksi dikalangan remaja seringkali dianggap sebagai suatu hal yang tabu. Keterbukaan antar guru, murid, maupun orang tua, di dalam membahas masalah ini sangat penting. Bentuk penyampaian infomasi kesehatan reproduksi remaja tidak harus dilakukan secara vulgar. Penyampaian bisa dilakukan dengan pendekatan yang bermacam-macam dan disesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku di kalangan masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan mengembangkan forum diskusi dalam bentuk web. (red)
http://pikkr.wordpress.com/category/pengantar/

3 des 2011

Remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja merupakan fase kehidupan manusia yang penuh gejolak, karena perkembangan emosi yang belum stabil dan masih rentan mengalami gejolak sosial. Remaja mempunyai dua problem besar dalam hidupnya, yaitu problem internal dan problem eksteral, apabila kedua problem ini tidak diketahui atau dipahami maka remaja bisa tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat secara fisik maupun emosional. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar remaja pernah melakukan hubungan seksual yang hanya didasari suka sama suka, tanpa memikirkan hal yang akan terjadi setelah melakukan hubungan tersebut. Ketika terjadi kehamilan, banyak remaja yang mengambil jalan pintas dengan cara aborsi karena mereka merasa belum siap serta malu kepada masyarakat luas, terutama pada keluarga. Semua hal itu terjadi karena lemahnya akses informasi yang didapatkan para remaja. Sehingga diperlukan suatu pendidikan reproduksi remaja agar dapat menghindari seks bebas, juga dapat mengurangi tindak aborsi yang setiap tahunnya selalu meningkat dikalangan remaja. Salah satu program Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait dengan kesehatan

reproduksi remaja yang ada di Indonesia adalah progam Kesehatan Reproduksi Remaja. Kurang meratanya informasi tentang pendidikan reproduksi yang diperoleh para remeja membuat para ahli pendidikan menyisipkan pendidikan reproduksi dalam bab mata pelajaran tertentu. Tetapi, pemberian informasi yang secara terpisah-pisah ternyata kurang efektif karena membuat remaja semakin bingung dan mendorong untuk mencari informasi yang lebih lengkap di internet meskipun pemberian informasinya belum tentu benar. Oleh karena itu, Pendidikan Reproduksi Remaja dianggap penting untuk dimasukkan kedalam kurikulum, terutama pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena masa pubertas terjadi pada masa tersebut. Pendidikan Reproduksi Remaja (PRR) tidak akan mencapai tujuannya dengan baik apabila tidak mendapat dukungan dari pihak keluarga serta tripusat pendidikan lainnya. Pendidikan reproduksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan anatomi seksual, pembiakan seksual, perhubungan seks, dan aspek-aspek lain kelakuan seksual manusia (Wilkipedia Indonesia). Dalam lembaga pendidikan, pendidikan reproduksi akan memberikan pengetahuan dasar tentang kebersihan dan perlindungan diri dengan cara ilmiah dan mudah dimengerti. Kultur pendidikan reproduksi yang sesuai di Indonesia tidak menekankan pada sisi aman dan sehat dalam berhubungan seks bebas, tapi pendidikan reproduksi yang menjaga harga diri dan kehormatan diri sesuai kebudayaan bangsa. PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-18 tahun (Muchtaromah, 2008) Remaja merupakan fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh gejolak. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua sehingga masa remaja cenderung diartikan sebagai masa transisi atau peralihan. Transisi ke masa dewasa, bervariasi dari satu budaya kebudaya lain, namun secara umum didefinisikan sebagai periode dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka. Remaja mengalami usia pubertas yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat dan mencolok dalam proporsi tubuh sehingga menimbulkan keraguan dan perasaan tidak nyaman pada diri mereka. Perubahan fisik remaja di usia puber yang sangat pesat meliputi perubahan ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), proporsi tubuh (perbandingan bagian-bagian tubuh), ciri-ciri seks primer (organ-organ reproduksi), ciri-ciri seks sekunder (rambut, otot, payudara,suara ), dan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku anak. Karakteristik anak puber antara lain: merasa diri sudah dewasa sehingga anak sering membantah atau menentang, emosi tidak stabil sehingga anak puber cenderung merasa sedih, marah, gelisah, khawatir, mengatur dirinya sendiri sehingga terkesan egois, dan sangat mengutamakan kepentingan kelompok atau genk sehingga mudah terpengaruh oleh teman sekelompoknya. Anak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan budaya baru yang sering bertentangan dengan norma masyarakat, serta memiliki rasa keingitahuan yang besar pada halhal baru yang mengakibatkan perilaku coba-coba tanpa didasari dengan informasi yang benar dan jelas. Perkembangan emosi yang labil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Pada masa ini, terjadi perubahan secara signifikan ( Adolescent growth spurt) pada diri remaja. Peubahan ini, membuat seseorang mengalami

pencarian jati diri dan keingintahuan yang besar mengenai hal-hal baru, terutama seputar perubahan yang terjadi pada dirinya. Pencarian jati diri pada usia remaja tidak selalu terjadi secara positif sehingga mengantarkan pada perilaku tuna sosial di masyarakat. Banyak kasus kriminal yang dilakukan oleh remaja salah satunya adalah seks bebas yang berakibat pada tindak aborsi. Menurut WHO, setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja putra maupun putri ( di Indonesia ) pernah berhubungan seksual; studi akhir menunjukkan bahwa hampir 50% remaja di bawah usia 15 tahun dan 75% di bawah usia 19 tahun melaporkan telah melakukan hubungan seks dan hamil di luar nikah (Jilan, 2009). Penyimpangan ini karena sebagian besar remaja belum mendapatkan pelayanan pendidikan reproduksi sesuai kebutuhan. Di lain sisi, perkembangan teknologi - arus globalisasi- berupa internet dapat dengan mudah diakses, sehingga mendukung para remaja dalam mendapatkan informasi mengenai seksualitas yang belum tentu benar. Menurut Direktur kelembagaan komunikasi Depkominfo Subagyo yang bertindak selaku pembicara pada diskusi publik tentang pemahaman dan implementasi Undang-Undang pornografi di Bandung, prosentase penguna situs pornografi didomonasi usia remaja yang mencapai 90% (RRI, 2009). Hal ini, mengindikasikan kebutuhan informasi reproduksi remaja yang sangat tinggi tetapi belum terwadahi secara terstruktur dan terarah. Pendidikan merupakan akses untuk memajukan kebudayaan, moral, kualitas dan derajat bangsa di mata dunia internasional. Sebagaimana pernah diungkapkan Daoed Joesoef tentang pentingnya pendidikan: pendidikan merupakan alat yang menentukan sekali untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang kehidupan, dalam memilih dan membina kehidupan yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu karya tulis ini dibuat untuk pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait perkembangan generasi mendatang. Rumusan masalah a. Perlukah mata pelajaran Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) diberikan dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) ? b. Bagaimana PRR ( Pendidikan Reproduksi Remaja ) dilaksanakan ? Tujuan a. Untuk mengetahui kebutuhan mata pelajaran Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) b. Untuk mengetahui implementasi Pendidikan Reproduksi Remaja yang diterapkan dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) Manfaat 1. Bagi penulis Berdasarkan hasil studi pustaka dan analisis, penulis dapat mengetahui perkembangan dunia remaja, sehingga memberikan manfaat berupa kewaspadaan dalam pergaulan. 2. Bagi Siswa Dapat terpenuhi haknya dalam memperoleh informasi mengenai pendidikan reproduksi. Sehingga dapat mengantisipasi diri sendiri terhadap ajakan berbagai penyimpangan dalam pergaulan. Serta mendapatkan akses yang terprogram tentang pendidikan reproduksi secara bertahap dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Bagi Guru

Dapat menerangkan tentang pendidikan reproduksi secara lebih lugas dan tuntutan untuk inovatif , karena sudah masuk dalam kurikulum yang terpadu secara nasional. Sehingga mempermudah guru untuk menjalankan tugas dan kewajiban dalam mengajar. 4. Bagi masyarakat Memberikan wawasan tentang perkembangan dunia remaja serta terbantu tugasnya untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pendidikan reproduksi pada anak melalui lembaga sekolah dengan kurikulum yang benar dan terstruktur berdasarkan tingkat kematangan emosional siswa. 5. Bagi Pemerintah Dapat dijadikan referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dan menjadi bahan pertimbangan keputusan untuk membuat kurikulum tambahan tentang fenomena aborsi yang berakar dari penurunan moral bangsa. GAGASAN Kondisi Pendidikan Reproduksi untuk Remaja Pesatnya perkembangan globalisasi dan kebudayaan mempengaruhi perkembangan psikologi remaja pada fase awal ( masa pubertas), yaitu pada masa pemasakan seksual berupa kematangan fungsi jasmaniah yang biologis. Pubertas ( puberty) ialah suatu periode kematangan kerangka dan seksual yang terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Titik mula pubertas terletak pada fenomena pertumbuhan dan pemasakan fisik. Pertumbuhan organ-organ genital yang ada, baik didalam maupun di luar tubuh sangat menentukan bagi perkembangan tingkah laku seksual selanjutnya. Pada masa ini, remaja mulai mengalami krisis jati diri, mereka ingin mengetahui tentang perubahan yang terjadi pada dirinya, terutama tentang seksualitas yang membuat mereka mulai mencari informasi seputar seksualitas dan reproduksi. Dalam perkembangan kognitifnya, masa remaja merupakan masa semakin meningkatnya pengambilan keputusan. Remaja yang lebih tua lebih kompeten dalam mengambil keputusan dibanding remaja yang lebih muda, remaja yang lebih muda lebih kompeten daripada anak-anak. Pengalaman yang luas merupakan faktor terpenting, karena remaja perlu lebih banyak peluang mempraktekkan dan mendiskusikan keputusan yang realistis. Dalam beberapa hal, kesalahan pengambilan keputusan pada remaja yang terjadi dalam realitas yaitu tentang orientasi masyarakat terhadap remaja serta fasilitas-fasilitas yang kurang memadai terutama dalam pemberian informasi kepada remaja. Kondisi remaja yang seperti itu sangat rentan dalam tahap perkembangannya. Remaja menghadapi dua problem besar, problem pertama adalah problem intern yang secara alami akan terjadi pada diri remaja. Hasrat yang berasal dari naluri seksualnya mulai mendorong untuk dipenuhi. Hal ini sangat fitrah karena fisiknya secara primer maupun sekunder sudah mulai berkembang. Problem berikutnya adalah problem eksteren, ketika pencitraan diri remaja sangat dipengaruhi oleh kelompoknya. Pemberian layanan informasi yang kurang mendukung dilingkungannya membuat para remaja semakin ingin tahu akan seksualitas. Fakta membuktikan, free sex yang dilakukan remaja sebagian besar didasari dari rasa keingintahuan akan hal yang tidak mereka dapatkan dari lingkungan sekitarnya, sehingga berakibat fatal yaitu tumbuhnya benih didalam rahimnya, karena belum adanya kesiapan mental, akhirnya jalan yang mereka lalui adalah dengan melalui aborsi. Jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta dan 70% di antaranya dilakukan oleh remaja. Menurut PKBI, Pusat Keluarga Berencana Indonesia, kehamilan tidak diinginkan di kalangan remaja hingga kini masih menjadi dilema yang belum dapat diselesaikan secara tuntas. Kondisi seperti itu terjadi karena informasi

seks yang kebanyakan diterima para remaja bukan dari tangan pertama, sehingga menimbulkan korban dalam pergaulan remaja, Aborsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan sebagian besar pelakunya adalah remaja telah membuktikan betapa buruknya mental para remaja dikarenakan kurangnya pemerolehan informasi yang akurat. Salah satu program Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja yang ada di Indonesia adalah program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang dikeluarkan oleh BKKBN Pusat khususnya oleh Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi yang kegiatannya adalah advokasi, pemberian informasi/promosi dan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari pendidikan seks ini agar remaja menyadari bahwa pemegang kendali utama tubuh adalah diri sendiri, bukan orang tua, pacar, atau teman dari berbagai paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwanya. Namun sayangnya, niat baik pemerintah ini belum dapat dirasakan oleh remaja secara menyeluruh. Karena tidak semua remaja mendapatkan informasi ini. Hal ini terkait cakupan peserta advokasi yang tidak merata. Materi pendidikan reproduksi remaja sebenarnya telah disisipkan dalam bab tertentu pada sejumlah mata pelajaran. Dalam hal ini, mata pelajaran yang terkait yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan ( PenJasKes), dan IPA (Biologi). Adanya pemberian pendidikan reproduksi di bab tertentu dalam beberapa mata pelajaran yang terpisah, membuat informasi tentang reproduksi menjadi jelas tetapi belum bisa dikatakan efektif karena informasi yang didapatkan terpisah-pisah bahkan tidak lengkap Pendidikan Reproduksi Remaja untuk Mengurangi Aborsi Akibat Free Sex Materi pendidikan reproduksi yang didapat siswa dari sekolah melalui bahan ajar yang terpisah kurang efektif bagi perkembangan afektif siswa. Hal tersebut juga disebabkan karena ketidaksiapan tenaga pendidik, terbatasnya bahan ajar bagi guru, masih dianggap tabu dan banyaknya hambatan kultural, sehingga menuntut siswa untuk mencari informasi sendiri yang belum tentu benar ( Kompas , 2008 ). Oleh karena itu, perlu dikembangkan mata pelajaran khusus yang mengakomodasi kebutuhan siswa tentang reproduksi. Pengadaan Mata pelajaran Pendidikan Repoduksi Remaja ( PRR ) dalam kurikulum SMP memiliki tujuan untuk memberikan informasi secara benar dan jelas tentang reproduksi remaja. meliputi kondisi organ reproduksi remaja yang mulai matang, Perubahan secara fisik dan psikis pada remaja, ciri-ciri pubertas remaja, norma pergaulan antar jenis, hingga efek samping penyalah gunaan kehidupan reproduksi termasuk berbagai penyakit yang menyertainya. Kurikulum Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) disusun sesuai tingkat umur siswa. Pemberian materi setiap tatap muka juga diatur agar tetap memenuhi kaidah kebudayaan bangsa. Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) dalam kurikulum SMP menekankan pada pengantar perubahan organ reproduksi dan norma pergaulan remaja yang semestinya dilakukan. Penilaian terhadap pemberian evaluasi juga disarankan lebih berdasar pada perkembangan kognitif, berikutnya diikuti afektif dan psikomotor siswa. Mata pelajaran Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) ini diutamakan untuk menumbuhkan kesadaran pribadi akan norma-norma untuk menghargai, menjaga kehormatan diri sendiri sehingga tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik. Dampak spesifiknya, penyusunan kurikulum ini diprediksi mampu menghindarkan siswa dari tindak penyalahgunaan kegiatan reproduksi yang bermuara pada tindak aborsi, sehingga dalam jangka panjang mampu mengurangi angka aborsi di

Indonesia yang diindikasi sebagai pelaku tindak aborsi terbesar di Asia Tenggara versi kesrepro.info (2007). Pemerintah sebagai Pengakomodasi Kurikulum Pendidikan Reproduksi Tingginya angka aborsi di Indonesia mengindikasikan kurang terlindunginya hak anak. Terutama hak anak mendapatkan informasi yang jelas dan benar. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990. Ratifikasi ini mengisyaratkan bahwa negara Indonesia terikat secara yuridis dan politis atas segala ketentuan yang ada di dalam konvensi tersebut. Selain Konvensi Hak Anak, secara nasional negara Indonesia telah memiliki instrumen hukum yang mengatur ketentuan mengenai pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak. Instrumen hukum tersebut dikenal dengan Undang-Undang No.22 Tahun 2003. Undang-undang inilah yang kemudian menjadi momentum penting bagi seluruh pihak untuk tetap menjalankan komitmen dalam meberikan perlindungan terhadap hak-hak anak di Indonesia ( Imoe, 2009 ) Kata perlindungan menjadi tekanan dalam setiap upaya pemenuhan hak anak, yang diartikan sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta mendapat perlindungan atas tindakan kekerasan dan diskriminasi. Tanggung jawab dalam memberikan perlindungan menyeluruh terhadap pemenuhan hak-hak anak di dalam Undang-Undang ini di bebankan kepada negara dan pemerintah, masyarakat serta orang tua. Dalam UU Perlindungan Anak (UUPA) menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk yang berada dalam kandungan, oleh karena itu, kepadanya wajib diberikan perlindungan menyeluruh terhadap segala tindakan dan situasi yang akan merugikan kehidupan seorang anak. Jika demikian, maka kelompok remaja usia SMP (menurut WHO, remaja adalah kelompok usia 10-18 tahun) juga merupakan kelompok anak-anak yang pemenuhan hak-hak nya di jamin oleh UU Perlindungan Anak. Pasal 10 UUPA menyebutkan bahwa setiap anak berhak menyatakan, dan di dengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusialaan dan kepatutan. Pasal ini menunjukkan kejelasan secara eksplisit yang menyatakan bahwa setiap anak atau remaja berhak mendapatkan informasi untuk pengembangan dirinya, termasuk informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja yang tertuang dalam pendidikan reproduksi remaja. Selain itu, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan. Hal ini memperkuat alasan bahwa pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban mewadahi tiap anak bangsa dalam memperoleh wawasan seluas- luasnya , termasuk pendidikan reproduksi bagi remaja. Pendidikan Reproduksi Remaja dalam Kurikulum SMP Pendidikan reproduksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan anatomi seksual, pembiakan seksual, perhubungan seks, dan aspek-aspek lain kelakuan seksual manusia (Wilkipedia Indonesia). Secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang benar dan jelas. Kata "pendidikan" berarti "proses pengubahan sikap dan tata laku kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Artinya diperkenalkan pengetahuan fisiologi dan pemupukan etika

seksual. Dalam lembaga pendidikan, pendidikan reproduksi akan memberikan pengetahuan dasar tentang kebersihan dan perlindungan diri, dengan cara ilmiah dan mudah dimengerti : menjelaskan kepada para siswa fisiologi masa puber serta perubahan psikologi dan emosi; ekspresi kelainan fisiologi organ reproduksi, serta cara pengaturan diri dan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh perilaku reproduksi tanpa perlindungan; menanamkan kesadaran keamanan reprodiksi para siswa serta rasa tanggung jawab mereka terhadap perilaku reproduksi (Bakti, 2006 ). Kultur pendidikan reproduksi yang sesuai di Indonesia tidak menekankan pada sisi aman dan sehat dalam berhubungan seks bebas, tapi pendidikan reprodiksi yang menjaga harga diri dan kehormatan diri. Pendidikan reproduksi bertujuan untuk mengetahui fungsi organ seks, tanggungjawabnya, halal-haram yang berkaitan dengan organ seks, dan panduan menghindari penyimpangan perilaku seksual sejak dini. Menurut Kartono Mohamad dalam Bakti ( 2006), pendidikan reproduksi yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab. Pendidikan reproduksi yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan reproduksi adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan pendidikan. Interaksi ini dapat berlangsung di lingkungan keluarga, masyarakat, ataupun sekolah. Di lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi ini berjalan tanpa rencana tertulis dan terjadi secara tidak disadari. Dalam lingkungan masyarakat, terjadi berbagai macam interaksi pendidikan. Dari kursus, ceramah, sarasehan, dan pergaulan kerja. Kurikulum yang berlaku juga bervariasi, tergantung kegiatan yang dilaksanakan dalam interaksi pendidikan. Karena adanya variasi ini, para ahli pendidikan lebih menggunakan istilah pendidikan luar sekolah yang sifat interaksi pendidikannya kondisional Berbeda dengan interaksi pendidikan dalam lingkungan sekolah yang lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik telah disiapkan secara formal dan telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagai guru. Selain itu, interaki pendidikan dalam lingkungan sekolah telah diatur dengan rencana, persiapan, dan tujuan yang jelas. Pendidikan formal dalam lingkungan sekolah ditandai dengan rencana atau kurikulum formal dan tertulis. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan ( Pasal 37 Undangundang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989). Sekolah menengah Pertama ( SMP ) adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan dasar di Indonesia setelah lulus sekolah dasar atau sederajat. Usia peserta didik tingkat Sekolah menengah Pertama ( SMP ) pada umumnya adalah 13-15 tahun.Usia ini merupakan usia yang rentan terhadap perubahan. Terutama yang terjadi berkaitan dengan masa pubertas pada remaja. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan

lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan( Pasal 38 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989). Maka jelas pendidikan reproduksi remaja perlu ditambahkan dalam kurikulum SMP demi melindungi hak remaja untuk memperoleh informasi yang benar tentang reproduksi dan menghindarkan mereka dari kasus aborsi. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perlu diselenggarakan mata pelajaran Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) untuk memenuhi hak remaja tentang informasi reproduksi sehingga menghindarkan remaja dari tindak aborsi akibat penyalahgunaan kegiatan reproduksi. 2. Penambahan Kurikulum Pendidikan Reproduksi Remaja pada jenjang Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) sebagai implementasi yang dilakukan untuk menghindari aborsi remaja yang diakibatkan free sex. Penyusunan kurikulum Pendidikan Reproduksi Remaja ( PRR ) didasarkan umur dan tingkat emosional siswa usia Sekolah Menengah Pertama ( SMP )
http://irmanovi.blogspot.com/2011/03/mata-pelajaran-pendidikan-reproduksi.html

Pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi masih sangat kurang dan belum tepat sasaran, khususnya untuk remaja. Sosialisasi mengenainya pun masih terkesan pilih-pilih dan belum menyeluruh. Perilaku seksual remaja yang menyimpang menjadi dampak dari kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi tersebut. Persoalan kesehatan reproduksi remaja menjadi penting mengingat kesehatan reproduksi remaja akhir-akhir ini telah mencapai titik kulminasinya, pun semakin mengkhawatirkan. Persoalan kesehatan reproduksi menjadi spesial karena masih banyak kalangan menganggap bahwa pengetahuan mengenai seksualitas masih dianggap tabu. Padahal, perilaku seperti seks bebas, kasus aborsi, dan sampai pada bertambahnya penderita HIV/AIDS menjadi persoalan yang diakibatkan dari kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi terutama soal seks. Tertutupnya akses pengetahuan tersebut menyebabkan perilaku menyimpang seksual menjadi semakin tinggi dan telah menjadi fenomena gunung es. Tak heran jika Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 307 dari setiap 100.000 kelahiran hidup, dengan Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung menjadi yang tertinggi se-Asia Tenggara dalam hal AKI (Depkes RI, 2005). Badan kesehatan dunia (WHO) menyebutkan sekira 15 juta remaja mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD), dimana 60 %-nya berupaya mengakhirinya. Sekira 40-60 juta ibu dari jumlah penghuni dunia yang tidak menginginkan kehamilan tersebut mengambil jalan aborsi, serta sekira 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman. Sedangkan, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa mahasiswa belum menjadi sasaran program kesehatan reproduksi remaja, baik oleh pemerintah maupun kalangan perguruan tinggi. Semakin meningkatnya permasalahan tersebut menjadi PR tersendiri untuk segera diatasi. Remaja dan Reproduksi Remaja seperti tidak pernah lepas dari persoalannya. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang batasan usianya adalah 12-24 tahun

(WHO). Sedangkan estimasi jumlah remaja usia 10-24 tahun di jawa barat tahun 2008 mencapai 11.662.000 orang (MCR, Jawa Barat). Perilaku seksual remaja yang bermasalah serta harus menjadi perhatian adalah seks di luar nikah, seks tidak aman, dan seks berganti-ganti pasangan. MCR-PKBI Jabar tahun 2001-2006 mencatat, sekira 980 remaja melakukan HUS pranikah, 3752 remaja melakukan aktivitas yang mengarah pada HUS, 222 orang remaja mengalami KTD, 17 remaja tertular HIV/AIDS, dan 47 remaja melakukan aborsi. Jawa Barat menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia dalam hal tersebut. Konsekuensi-konsekuensi seperti, kehamilan di luar nikah (KTD), tertular penyakit menular seksual (PMS), dan HIV/AIDS selama ini tidak diketahui oleh para remaja yang melakukan aktivitas seksual secara aktif. Kebanyakan dari mereka yang melakukan seks secara aktif di luar nikah dikarenakan belum mengetahui dampak perilaku seks tersebut. Mereka beralasan tidak dapat menahan hasrat biologis mereka sehingga memilih jalan untuk melakukan hubungan suami istri (HUS) dengan pasangannya. Simpelnya alasan tersebut adalah indikasi dari adanya kekurangpahaman mengenai seksualitas. Kesehatan reproduksi (kespro) remaja menjadi cukup serius sepanjang hidup. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa elemen-elemen kespro di Indonesia adalah menyangkut keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, penanggulangan infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS (Depkes RI, 1995). Kesehatan reproduksi bukan hanya menyangkut kehamilan atau yang langsung berkaitan dengan kehamilan. Kesehatan reproduksi mencakup area yang lebih luas, yaitu mengenai hubungan keluarga, pubertas, kebersihan alat reproduksi, gender, seksualitas, keterampilan hidup dan pengambilan keputusan. Langkah Konkrit Pemecahan Persoalan Melihat beberapa fenomena tersebut, tidak mengherankan jika ternyata sekarang perkembangan reproduksi berada pada ambang batas yang semakin mengkhawatirkan. Pengetahuan remaja tentang seks dinilai masih sangat kurang. Apalagi jika harus ditambah dengan pemberian informasi yang keliru serta dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, VCD porno, situs porno di internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan persepsi anak tentang seks menjadi salah pula. Beberapa cara dalam mengatasinya patut untuk dicoba. Pertama, pemberian pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (kespro) masih sangat relevan untuk generasi muda. Pendidikan seks bagi remaja menjadi program yang begitu penting sehingga harus direalisasikan. Tak hanya dari keluarga, tetapi juga pendidikan di sekolah. Karena jika tidak segera diperhatikan, masalah kesehatan reproduksi boleh jadi menjadi masalah yang sangat serius. Kedua, perlu adanya peninjauan ulang mengenai pendidikan seks dan reproduksi remaja yang telah berjalan sampai sekarang, apakah pendidikan tersebut akan membuat remaja paham untuk tidak mencoba ataukah malah semakin penasaran untuk mencobanya. Terkadang adanya informasi mengenai seksualitas bukan memberikan pelajaran malah menjadikan remaja penasaran untuk mencoba. Hal ini menjadi penting karena usia remaja adalah suatu fase dimana rasa keingintahuan untuk mencoba sangatlah besar. Remaja semakin akan penasaran ketika dikekang. Untuk itu, besarnya minat untuk ingin tahu tersebut harus disertai dengan pengetahuan yang tepat pula. Harus dingat dan untuk kemudian diluruskan kembali bahwa tujuan dari pendidikan seks ini adalah agar remaja menyadari bahwa pemegang kendali utama tubuh kita berada pada diri kita sendiri bukan pada orang tua, pacar, atau teman dari berbagai paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa kita. Untuk itu, remaja dengan segala dinamikanya diharapkan mampu untuk

menemukan formulasi yang tepat untuk memagari diri mereka sendiri sehingga tidak terjerumus dalam pergaulan bebas (sex bebas, alkohol, dan narkotika) yang dapat merusak moralitas bangsa. Pemimpin bangsa mendatang diharapkan untuk lebih concern terhadap permasalahan kespro ini yang nampak dianak tirikan. Sudah menjadi tugas bersama untuk memberikan pengetahuan yang tepat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas yang masih dianggap tabu tersebut. Kesuksesan sebuah bangsa adalah akumulasi kesuksesan individunya yang salah satunya terletak pada generasi mudanya.

Muchtaromah, Bayyinatul "Pendidikan reproduksi bagi anak menuju aqil baligh / Bayyinatul Muchtaromah" (2008)
Judul: Pendidikan reproduksi bagi anak menuju aqil baligh / Bayyinatul Muchtaromah Penulis: Muchtaromah, Bayyinatul Tahun: 2008 Label: 612.6071 MUC p Penerbit: Malang: UIN-Malang Press Tersedia: 1 Subyek: 1. REPRODUKSI - STUDI DAN PENGAJARAN 2. PENDIDIKAN ISLAM

You might also like