You are on page 1of 48

ANALISA PENERIMAAN DOSIS SERAP RADIASI ORGAN REPRODUKSI PADA PEMERIKSAAN ABDOMEN ANTARA PENGGUNAAN kV STANDAR DAN kV TINGGI

Proposal Karya Tulis Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang

Disusun Oleh: RIKA SUMALA NIM.P17430108080

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK & RADIOTERAPI SEMARANG JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK & RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2011

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL .......................................................... DAFTAR ISI........................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... BAB I PENDAHULUAN

i ii iii iv iv

A. B. C. D. E.

Latar Belakang Masalah .................................................................. Rumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................ Manfaat Penelitian .......................................................................... Keaslian Penelitian ..........................................................................

1 3 4 4 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ............................................................................... 1. Abdomen .................................................................................. 2. Sistem Reproduksi .................................................................... 3. Sinar-X ..................................................................................... 4. Faktor Eksposi .......................................................................... 5. Teknik kV Tinggi ..................................................................... 6. Besaran dan Satuan Dosimetri .................................................. 7. Nilai Batas Dosis ...................................................................... 8. Dosimeter Thermoluminisensi .................................................. 9. Alat Proteksi Radiasi ................................................................ 10. Teknik Pemeriksaan Abdomen Antero Posterior ....................... B. Kerangka Teori............................................................................... BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...............................................................................

7 7 8 14 23 24 27 31 33 33 35 36

37

B. C. D. E. F. G. H. I.

Kerangka Konsep ............................................................................ Variabel Penelitian .......................................................................... Definisi Operasional........................................................................ Populasi dan Sampel ....................................................................... Metode Pengumpulan Data ............................................................. Instrumen Penelitian........................................................................ Langkah-langkah Penelitian ............................................................ Pengolahan dan Analisis Data .........................................................

37 38 38 39 39 39 40 43

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

1 2 3 4 5 6 7 8

Abdomen ............................................................................ Potongan sagital organ reproduksi pria ................................. Penampang sagital organ reproduksi wanita ........................ Efek fotolistrik ..................................................................... Hamburan Compton ............................................................. Efek produksi pasangan ...................................................... Posisi pasien pada pemeriksaan abdomen AP ...................... Ilustrasi peletakan TLD pada phantom abdomen proyeksi anteroposterior ......................................................

7 9 12 20 21 22 36 42

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam bidang radiodiagnostik, kualitas radiograf dipengaruhi oleh faktor eksposi. Disisi lain, penggunaan faktor eksposi harus menghasilkan penerimaan dosis radiasi pada pasien yang seminimal mungkin sesuai dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achieveble),

pemanfaatan sumber radiasi selalu menghendaki adanya penerimaan dosis yang serendah mungkin terhadap pasien, pekerja radiasi maupun masyarakat (Akhadi, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas radiograf salah satunya adalah pemilihan faktor eksposi. Faktor eksposi tersebut yang terdiri atas tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (s) (Bushong, 2001). Pengaturan faktor yang eksposi yang tepat dapat mampu

menghasilkan kontras radiograf

optimal yaitu

menunjukkan perbedaan derajat kehitaman yang jelas antara organ yang mempunyai kerapatan berbeda. Tegangan tabung menentukan kualitas radiasi atau daya tembus sinar-X yang dihasilkan. Arus tabung menentukan jumlah elektron yang akan melewati target sehingga dihasilkan sinar-X yang intensitas dan energinya cukup untuk menembus organ tertentu. Waktu penyinaran menentukan lamanya penyinaran sehingga menentukan kuantitas sinar-X yang dihasilkan.

Interaksi

antara

sinar-X

dengan

bahan

dapat

diteruskan,

dihamburkan dan diserap. Banyaknya foton sinar-X yang diteruskan dan dihamburkan akan berpengaruh terhadap kualitas radiograf sedangkan foton sinar-X yang diserap akan berpengaruh terhadap dosis radiasi yang diterima pasien (Bushong, 2001). Pemeriksaan radiografi abdomen menggunakan tegangan tabung 65-75 kV merupakan standar rutin yang biasa dilakukan dipemeriksaan radiologi. Sedangkan pemeriksaan radiografi menggunakan tegangan

tabung 100 kV sampai dengan 150 kV yang dalam penggunaanya disertai dengan penurunan kuat arus tabung dan waktu penyinaran disebut dengan kV tinggi (Jenkins, 1988). Menurut Van Der Plaats (1969) salah satu kelebihan teknik kV tinggi adalah dapat menghasilkan radiograf yang memiliki ketajaman dan detail yang lebih baik dari kV standar. Penggunaan kV tinggi ini dapat mengurangi dosis radiasi yang diterima pasien (Bushong, 2001). Berdasarkan kesepakatan International Comitee of Radiation

Protection (ICRP) besaran dosis radiasi yang diterima oleh masyarakat umum tidak melebihi 1 mSv/ 0,1 rem per tahun. Testis dan ovarium merupakan salah satu organ yang memiliki tingkat sensitivitas paling tinggi terhadap radiasi. Dosis yang direkomendasikan untuk pemeriksaan abdomen yang diterima oleh organ reproduksi pria (testis) 100 mrad dan sistem reproduksi wanita (ovarium) 200 mrad (Statkiewicz, 2002).

Bedasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan mengangkatnya dalam karya tulis ilmiah

dengan judul ANALISA PENERIMAAN DOSIS SERAP RADIASI ORGAN REPRODUKSI PADA PEMERIKSAAN ABDOMEN

ANTARA PENGGUNAAN kV STANDAR DAN kV TINGGI.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Berapa dosis serap radiasi yang diterima oleh organ reproduksi dengan menggunaan kV standar pada pemeriksaan abdomen

proyeksi AP? 2. Berapa dosis serap radiasi yang diterima oleh organ reproduksi dengan menggunaan kV tinggi pada pemeriksaan abdomen proyeksi AP? 3. Apakah ada perbedaan penerimaan dosis serap radiasi organ

reproduksi dengan menggunaan kV standar dan kV tinggi pada pemeriksaan abdomen proyeksi AP ?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian Karya Tulis Ilmiah ini adalah : 1. Untuk mengetahui dosis serap radiasi yang diterima oleh organ reproduksi dengan menggunaan kV standar pada pemeriksaan

abdomen proyeksi AP . 2. Untuk mengetahui dosis serap radiasi yang diterima oleh organ reproduksi dengan menggunaan kV tinggi pada pemeriksaan

abdomen proyeksi AP. 3. Untuk mengetahui perbedaan penerimaan dosis serap radiasi organ reproduksi dengan menggunaan kV standar dan kV tinggi pada

pemeriksaan abdomen proyeksi AP .

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kajian pustaka yang berguna bagi akademis di bidang diagnostik dalam lingkup penerimaan dosis serap radiasi pada organ reproduksi pada pemeriksaan abdomen dengan menggunakan kV standar dan kV tinggi.

2.

Manfaat Aplikasi Teknis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi pelayanan diagnostik di rumah sakit dalam melakukan ekposi pada pemeriksaan abdomen pada khususnya, sehingga dapat diterima dosis radiasi yang serendah mungkin terhadap pasien, pekerja radiasi dan masyarakat umum.

E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul ANALISA PENERIMAAN DOSIS SERAP RADIASI ORGAN REPRODUKSI PADA PEMERIKSAAN ABDOMEN ANTARA PENGGUNAAN KV STANDAR DAN KV TINGGI belum pernah dilakukan sebelunya. Adapun Karya Tulis

Ilmiah yang hampir sama: 1. Yuripratico (2010) dengan judul PENGUKURAN PAPARAN

RADIASI YANG DITERIMA ORGAN SENSITIF AKIBAT HEEL EFFECT PADA PEMERIKSAAN ABDOMEN PROYEKSI

ANTERO-POSTERIOR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai yang diperoleh pada pengukuran paparan radiasi pada organ sensitif akibat heel effect pada pemeriksaan Abdomen proyeksi

antero-posterior serta mengetahui penempatan anoda-katoda yang tepat pada pemeriksaan abdomen proyeksi antero-posterior.

Sedangkan disini peneliti meneliti tentang penerimaan dosis serap

radiasi organ

reproduksi dengan penggunaan kV standar dan kV

tinggi pada pemeriksaan abdomen proyeksi AP. 2. Prihadi (2009) dengan judul PENGARUH TEKNIK KV TINGGI PADA ENTRANCE SKIN EKSPOSURE, pada penelitian ini

rumusan masalah yang dibahas bertujuan untuk mengetahui pengaruh kV tinggi terhadap Entransce Skin Eksposure, kemudian dihasilkan bahwa ada pengaruh kV tinggi terhadap Entransce Skin Eksposure. Sedangkan peneliti disini menganalisa tentang penerimaan dosis serap radiasi pada organ reproduksi dengan menggunakan kV standar dan kV tinggi pada pemeriksaan abdomen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Abdomen Menurut Pearce (2002) Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.

Keterangan: 1-12 : Costae 1-12 T12 : Vertebra Thoracal 12 L1 : Vertebra Lumbal 1 L2 : Vertebra lumbal 2 L3 : Vertebra lumbal 3 L4 : Vertebra lumbal 4 L5 : Vertebra Lumbal 5

:cos

Gambar 1. abdomen (Netter, 1998)

Abdomen bagian atas tersususn atas otot diafragma yang merupakan struktur muskulo-tendeneus berbentuk seperti kubah yang memisahkan rongga thoraks dengan rongga abdomen. Di bawah diafragma terdapat organ hati, lambung, limpa, kelenjar anak ginjal dan kedua ginjal. Selain otot diafragma, terdapat juga otot psoas yang merupakan fleksor yang kuat dari sendi panggul. Abdomen bagian bawah terdiri atas tulang-tulang penyusun rongga pelvis dan organ reproduksi.

2. Sistem Reproduksi a. Sistem Reproduksi Pria Skrotum adalah kantong longgar yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh pada suhu optimum untuk produksi spermatozoa. Testis adalah organ lunak, berbentuk oval, dengan panjang 4 cm sampai 5 cm dan berdiameter 2,5 cm. Terdapat duktus-duktus pada sistem reproduksi pria ini yang berfungsi untuk membawa sperma dari testis kebagian eksterior tubuh. Epididimis adalah tuba terlilit yang panjangnya mencapai 4 m sampai 6 m yang terletak di sepanjang sisi posterior tetis. Bagian ini menerima sperma dari vas eferen. Duktus deferen adalah kelanjutan epididimis. Masing-masing duktus deferen

meninggalkan skrotum,

menanjak menuju dinding abdominal

kanal inguinal. Duktus ini mengalir di balik kandung kemih bagian bawah untuk bergabung dengan duktus ejakulator.

f a g b h i j k l m n o

c d
e

Gambar 2. Potongan sagital organ reproduksi pria (Sanders, 2010)

Keterangan: a. Vesika rinaria b. Simfisis pubis c. Penis d. Corpus carvenosum e. Penis f. Kolon sigmoid g. Rektum h. Vesika seminalis i. Duktus ejakulatorius dan Kelenjar prostat j. Glandula bulbouretral k. Anus l. Duktus deferen m. Epididimis n. Testis o. Scrotum

Duktus ejakulator pada sisi terbentuk dari pertemuan pembesaran ampula di bagian ujung duktus deferen dan duktus dari vesikel seminalis. Setiap duktus ejakulator panjangnya mencapai sekitar 2 cm dan menembus kelenjar prostat untuk bergabung dengan uretra yang berasal dari kandung kemih. Uretra merentang dari kandung kemih sampai ujung penis dan terdiri atas : a. Uretra prostatik merentang mulai dari bagian dasar kandung kemih, menembus prostat dan menerima sekresi kelenjar tersebut. b. Uretra membranosa panjangnya mencapai 1 cm sampai 2 cm . c. Uretra penis (karvenosum) dikelilingi oleh jaringan erektil berspon (korpus spongiosum). Bagian ini membesar ke dalam fossa navicularis sebelum berakhir pada mulut uretra eksternal (Sloane, 2003) b. Sistem Reproduksi Wanita Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ luar (eksterna) dan organ dalam (interna). 1). Organ Reproduksi Eksterna Pada umumnya disebut dengan vulva, meliputi semua organ yang terdapat di antara os pubis ramus inferior dan perineum. Mons veneris adalah bagian yang menonjol dan terdiri dari jaringan lemak yang menutupi bagian depan

simpisis pubis. Labia mayora terdiri batas dua lapisan besar dan tebal yang membentuk sisi vulva. Labia mayora panjangya kira-kira 7,5 cm. Labia minora, terdiri atas dua lipatan kulit yang sempit dan berpigmen dan terletak diantara labia mayora. Labia minora mengandung jaringan erektil. Lipatan kanan dan kiri bertemu di atas klitoris sebagai preputium klitoridis dan dibawah klitoris sebagai frenulum klitoridis. Klitoris Adalah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis pada pria. Letaknya anterior dalam vestibula. Vestibula Di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan vagina. Uretra juga masuk vestibula di depan vagina tepat di belakang klitoris. Hymen adalah diafragma dari membran kecil yang pada tengahnya berlubang untuk jalan kotoran menstruasi yang terletak di mulut vagina dan sebagai pemisah organ genetalia eksterna dan interna (Pearce, 2002).

h i j k l m

b c d e f g

Gambar 3. Penampang sagital organ reproduksi wanita (Sander, 2010)

Keterangan: a. Tuba fallopi b. Vesika urinaria c. Simfisis pubis d. Uretra e. Klitoris f. Labia Minora g. Vagina

h. i. j. k. l. m. n.

Ovarium Kolon sigmoid Uterus Formiks Serviks Rektum Anus

2). Organ Reproduksi Interna Ovarium mempunyai panjang 3 cm sampai 5 cm dan tebal 1 cm. Berbentuk seperti kacang. Masingmasing ovarium ini terletak pada dinding samping rongga pelvis posterior dan ditahan dalam posisi tersebut oleh mesenterium pelvis. Ovarium adalah satusatunya organ dalam rongga pelvis yang

retroperitoneal (terletak di belakang peritoneum).

Dua tuba uterin (tuba fallopii atau oviduk) menerima dan mentranspor oosit ke uterus setelah ovulasi. Setiap tuba uterin, dengan panjang 10 cm dan diameter 0,7 cm, ditopang oleh ligamen besar uterus. a. Infundibulum adalah ujung terbuka menyerupai corong (ostium) pada tuba uterin. Bagian ini memiliki prosesus motil menyerupai jaring (fibria) yang merentang di atas permukaan ovarium untuk membantu menyapu oosit

terovulasi ke dalam tuba. b. c. Ampula adalah bagian segmen tuba. Ismus adalah segmen terdekat uterus. Uterus adalah organ tunggal muskular

berongga. Oosit yang telah dibuahi akan tertanam dalam lapisan endometrium uterus. Uterus berbentuk seperti buah pir terbalik dan dalam keadaan tidak

hamil memiliki panjang 7 cm, lebar 5 cm dan diameter 2,3 cm. Organ ini terletak didalam rongga pelvis di antara rektum dan kandung kemih. Fundus uterus adalah bagian bundar yang letaknya superior terhadap mulut tuba uterin. Badan uterus adalah bagian luas berdinding tebal yang membungkus rongga uterus. Serviks adalah bagian leher bawah uterus.

Vagina merupakan jalan lahir bayi dan aliran menstrual. Organ ini berfungsi sebagai organ kopulasi perempuan. Vagina ini memiliki panjang sekitar 8 cm sampai 10 cm.

3. Sinar-X Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar-X bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat (Rasad, 2005). a. Pembentukan Sinar-X Sinar-X diproduksi dalam tabung hampa udara yang didalamnya terdapat filamen sebagai katoda dan bidang target sebagai anoda. Filamen dipanaskan sehingga terbentuk awan-awan elektron. Antara anoda dan katoda diberi beda potensial yang tinggi, yang menyebabkan elektron akan bergerak dengan kecepatan tinggi menumbuk bidang target. Dari peristiwa tersebut selanjutnya terbentuk radiasi sinar-X yang hanya berkisar 1% dari jumlah energi yang disalurkan dan 99% akan membentuk panas pada anoda (Bushong, 2001).

b. Sifat-sifat sinar-X Menurut Rasad (2005), sinar-X mempunyai beberapa sifat fisik, antara lain: 1) Daya Tembus Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besarnya kV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya. 2) Pertebaran Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut akan bertebaran kesegala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada zat/ bahan yang dilaluinya. 3) Penyerapan Sinar-X dalam radiografi diserap oleh suatu bahan atau zat sesuai dengan berat atau kepadatan bahan/ zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya makin besar penyerapannya. 4) Efek Fotografik Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak bromida) setelah diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

5) Pendar Fluor ( fluoresensi) Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau zink-sulfid memendarkan cahaya

(luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-X. Luminisensi ada 2 jenis, yaitu: a) Fluoresensi Yaitu akan memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi saja. b) Fosforesensi Yaitu pemendaran cahaya akan berlangsung

beberapa saat walaupun radiasi sinar-X sudah dimatikan (after-glow). 6) Ionisasi Efek primer sinar-X apabila mengenai bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan atau zat tersebut. 7) Efek Biologik Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan

biologik pada jaringan. Efek biologik pada jaringan ini dipergunakan dalam pengobatan radioterapi. c. Kualitas Sinar-X Kualitas sinar-X adalah suatu ukuran tentang kemampuan daya tembus dari berkas sinar-X (Carlton, 2001). Kualitas sinar-X

dapat didefinisiakan dalam Half Value Layer atau HVL. HVL merupakan ketebalan bahan yang mampu mereduksi intensitas

radiasi sinar-X menjadi kali intensitas mula-mula (Bushong, 2001). Faktor yang mempengaruhi kualitas sinar-X antara lain Tegangan tabung (kV) dan filtrasi. Apabila kV dinaikkan maka kualitas sinar-X akan meningkat. Filtrasi Begitu pula dengan filtrasi, semakin dinaikkan filtrasinya, maka kualitas sinar-X juga akan meningkat. d. Intensitas Sinar-X Menurut Meredith dan Massey (1997) intensitas sinar-X adalah suatu ukuran jumlah foton sinar-X dalam berkas sinar-X guna. Intensitas sinar-X yang dihasilkan berbanding lurus dengan kuadrat tegangan tabung yang digunakan (Bushong, 2001).


Dimana I1 dan I2 adalah intensitas sinar-X pada saat tegangan tabung kV1 dan kV2. Intensitas sinar-X ini berbanding lurus dengan arus tabung dan waktu eksposi yang digunakan, dirumuskan sebagai berikut: 

Dimana I1 dan I2 adalah intensitas sinar-X pada saat arus tabung mAs1 dan mAs2. Intensitas sinar-X yang dihasilkan oleh tabung sinar-X berbanding terbalik dengan kuadrat jarak yang digunakan. Hubungan ini berlaku hukum kuadrat jarak terbalik (Inverse Square Law) sebagai berikut:  

Dimana I1 dan I2 adalah intensitas sinar-X pada saat jarak d1 dan d2 (Bushong, 2001). e. Interaksi sinar-X dengan bahan Ada lima kemungkinan yang dapat terjadi akibat interaksi radiasi sinar-X dengan bahan tergantung besarnya energi foton yang mengenai bahan, yaitu hamburan klasik (Coherent

scattering), efek fotolistrik (Photoelectric effect), hamburan Compton (Compton scattering), pembentukan pasangan (Pair production) dan fotodisintegrasi (Photodisintegration) (Bushong, 2001). 1) Hamburan Klasik Hamburan klasik terjadi pada energi foton sinar-X sangat rendah di bawah 10 keV tanpa ionisasi. Hamburan ini disebut hamburan koheren, yaitu hamburan yang terjadi pada saat foton berubah arah tanpa merubah energinya. Ada dua

jenis hamburan koheren, yaitu hamburan Thomson (Thomson Scattering) dan hamburan Reyleigh (Reylegh Scattering). Hamburan Thomson terjadi jika interaksinya hanya pada salah satu elektron orbital, sedangkan hamburan Reyleigh terjadi jika interaksi foton melibatkan seluruh atau sekelompok elektron orbital.

2) Efek Fotolistrik Pada efek fotolistrik seluruh foton sinar-X tidak dihamburkan tetapi diserap seluruhnya oleh elektron yang terikat kuat pada suatu atom sehingga elektron tersebut terlepas dari ikatan inti atom sehingga menimbulkan ruang kosong pada selubung. Elektron yang terlepas disebut photoelectron. Elektron terlepas dari atom dengan energi kinetik yang sama dengan selisih antara energi sinar-X dan energi ikat elektron. Untuk mengisi kekosongan tersebut, elektron dari selubung luar jatuh ke bawah. Atom memberi respon dengan mengeluarkan radiasi (energi) dalam bentuk elektron foton karakteristik. Kemudian untuk mengisi kekosongan baru pada selubung luar, elektron lain dari selubung atasnya jatuh dan dikeluarkan foton karakteristik kembali, seterusnya sampai akan mencapai keseimbangan listrik. Efek fotolistrik ini

terutama terjadi pada foton yang berenergi kurang dari 100 keV .

Gambar 4. Efek Fotolistrik (Madina, 2010)

3) Efek Compton Pada proses hamburan Compton, foton sinar-X berinteraksi dengan elektron pada kulit terluar dari inti atom yang menghasilkan foton lain yang menghasilkan foton lebih rendah dari foton yang datang. Foton sinar-X mengeluarkan sebagian energi kinetiknya untuk mengeluarkan elektron elektron dari orbitnya. Elektron berkecapan tinggi yang dikeluarkan dari orbit disebut elektron hamburan Compton yang memiliki energi kinetiknya melalui interaksi dengan atom dan akhrnya berkombinasi ulang dengan atom yang

membutuhkan elektron lain. Foton sinar-X yang melemah karena mengeluarkan

sebagian energinya untuk membebaskan elektron dari orbit, akan tetapi berjalan dengan arah yang berlawanan. Foton ini

memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan atom lain baik dengan proses absorbsi fotoelektrik atau dengan hamburan Compton.

Gambar 5. Hamburan Compton (Madina, 2010)

4) Efek Produksi Pasangan Produksi pasangan terjadi karena interaksi antara foton dengan medan listrik pada inti atom berat. Proses ini hanya dapat terjadi dalam medan listrik di sekitar partikel bermuatan, terutama pada medan sekitar inti. Dalam proses produksi pasangan, dapat dianggap bahwa foton berinteraksi dengan atom secara keseluruhan. Produksi pasangan hanya akan terjadi bila energi foton lebih dari 1,02 MeV.

Gambar 6. Efek Produksi Pasangan (Madina, 2010)

5) Fotodisintegrasi Proses ini terjadi akibat interaksi antara sinar-X dengan energi yang sangat tinggi kira-kira di atas 10 MeV dengan inti atom. Sinar-X diserap secara langsung oleh inti atom dan mengemisikan nuclear fragment. Fotodisintegrasi tidak terjadi dalam radiologi diagnostik.

4. Faktor Ekposi Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan kuantitas dan kualitas radiasi sinar-X terhadap objek yang dikenai sinar-X terhadap objek yang dikenai sinar-X. Terdapat 4 faktor eksposi yaitu tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), waktu eksposi (s) dan jarak fokus ke film (FFD). a. Tegangan Tabung (kV) Tegangan tabung dinyatakan dalam kilovolt (kV). Tegangan tabung ini menunjukkan kecepatan elektron menumbuk

target dan juga menunjukkan kemampuan sinar-X dalam menembus bahan. Dengan meningkatnya tegangan tabung, maka semakin banyak sinar-X yang dipancarkan sehingga semakin tinggi energi dan daya tembusnya. Hal tersebut juga

menimbulkan radiasi hambur yang dapat menimbulkan noise gambar (Bushong, 2001). Tegangan tabung mempengaruhi dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi dapat dikurangi dengan menaikkan kV karena semakin tinggi kV maka semakin tinggi daya tembus sinar-X yang dihasilkan sehingga sinar-X lebih banyak yang diteruskan daripada yang diserap oleh tubuh (Ball and Price, 1989). b. Arus Tabung (mA) Arus ini dinyatakan dalam miliampere (mA). Dengan waktu eksposi yang tetap, mA mengontrol kuantitas sinar-X dan dosis radiasi yang diterima pasien. Semakin banyak aliran elektron yang menuju tabung sinar-X, maka akan semakin banyak sinar-X yang dihasilkan (Bushong, 2001). c. Waktu Eksposi (s) Waktu eksposi dinyatakan dalam second (s). Waktu eksposi biasanya diatur sependek mungkin dengan tujuan untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima pasien dan

meminimalisasi terjadinya ketidaktajaman akibat pergerakan pasien (Bushong, 2001). d. Focus Film Distance (FFD) Focus Film Distance (FFD) adalah jarak antara sumber sinar-X ke image reseptor. Pengaruh jarak penyinaran terhadap intensitas sesuai dengan hukum kuadrat terbalik. FFD

menentukan intensitas paparan sinar-X pada image reseptor tetapi tidak mempengaruhi kualitas sianar-X (Bushong, 2001).

5. Teknik kV Tinggi Teknik kV tinggi merupakan suatu pengembangan teknik radiografi dengan menaikkan nilai kV dari kV standar ( kV yang secara umum digunakan untuk membentuk suatu radiograf dan mampu menghasilkan informasi diagnostik). Tegangan tabung yang digunakan berkisar antar 100 kV sampai 150 kV (Carrol, 1985). Menurut Jenkins (1988), perubahan kV terhadap mAs dengan tidak memperhitungkan faktor grid dan screen dirumuskan sebagai berikut:  

Dimana mAs1 adalah arus tabung mula-mula dan mAs2 adalah arus tabung setelah dihitung, kV1 adalah tegangan tabung mula-mula dan kV2 tegangan tabung setelah ditambah.

Menurut Sprawls (1987) penggunaan teknik kV tinggi mempunyai keuntungan-keuntungan diantaranya: a. Ketajaman gambar akan lebih baik karena dengan kV tinggi nilai mAsnya kecil sehingga focal spot yang digunakan juga kecil akibat efek penumbra menjadi lebih kecil. b. Perbedaan penyerapan pada jaringan semakin kecil sehingga skala kontras semakin panjang akibatnya akan menghasilkan detail gambar yang tinggi. c. Dari segi keawetan pesawat, dengan teknik kV tinggi kV tinggi akan mengurangi panas tabung. Teknik kV tinggi sangat membantu dalam serial radiografi yang membutuhkan kecepatan tinggi. d. Dengan waktu yang kecil maka ketidaktajaman akibat pergerakan objek dapat dikurangi. e. Dosis radiasi yang diterima pasien lebih sedikit, khususnya untuk pemeriksaan kehamilan, organ reproduksi dan jaringan pembuluh darah. Menurut Bryan (1976), aplikasi teknik kV tinggi dalam pemeriksaan radiograf antara lain: a. Pada radiogafi obstetri, karena dapat mengurangi dosis radiasi terhadap ibu dan janin. b. Pada Hysterosalphingography (HSG), karena dapat mengurangi dosis radiasi pada organ reproduksi.

c. Pada pemeriksaan barium serial, karena dengan menggunakan waktu eksposi yang lebih singkat dapat mengurangi panas tabung sinar-X. d. Pada pemeriksaan vertebra lumbo-sakral proyeksi lateral, karena lebih banyak rentang densitas yang ditunjukkan. Salah satu kelebihan teknik kV tinggi adalah dapat dihasilkannya radiograf yang memiliki ketajaman dan detail yang lebih baik, sebab pada kV tinggi ini digunakan mAs yang kecil sehingga fokus yang digunakan kecil. Namun dengan kV tinggi akan mengakibatkan interaksi sinar-X dengan objek semakin banyak sehingga produksi radiasi hambur semakin meningkat. Radiasi hambur akan bergerak ke segala arah dan tidak menyinari film secara merata sehingga menghasilkan pola gambar yang tidak teratur, hal ini menyebabkan kontras berkurang (Van Der Plats, 1969).

6. Besaran dan Satuan Dosimetri Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik pengukurannya didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan radiasi di dalam gas, terutama di udara. Berikut ini adalah besaran-besaran dosimetri:

a. Paparan Radiasi Paparan radiasi pada mulanya merupakan besaran untuk menyatakan intensitas sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Besaran tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dengan dQ adalah jumlah muatan elektron yang timbul sebagai akibat interaksi antara foton dengan atom-atom udara dalam volume udara (C) bermasa dm, dm adalah massa udara (kg), maka satuan X adalah C.kg-1. Satuan paparan radiasi ini Coloumb per kilogram dan biasa diberi nama Rontgen (R). Satu Rontgen didefinisikan sebagai intensitas sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi sebanyak 1,6 x 1015 pasang ion per kilogram udara (Akhadi, 2000). b. Dosis Serap Dosis serap adalah jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap bahan persatuan massa bahan tersebut. Dosis serap ini merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Secara matematis, dosis serap (D) dirumuskan dengan: 

Dimana dE dalam Joule (J) dan dm dalam kilogram (kg), maka satuan dosis serap (D) ini adalah J.kg-1 . Dalam Satuan

internasional dosis serap ini mempunyai satuan Gray (Gy). Hubungan dari satuan tersebut: 1 Rad = 10-2 J.kg-1 1 Rad = 10-2 Gy atau 1 gy = 100 rad Satuan Gray ini menunjukkan nilai dosis serap yang sangat tinggi. Untuk nilai dosis serap yang lebih rendah biasanya digunakan mGy (103 Gy) atau Gy (106 Gy) (Akhadi, 2000). c. Dosis Equivalen Dosis equivalen adalah dosis serap yang telah dibobot, yaitu telah dikalikan dengan faktor bobotnya. Faktor bobot radiasi ini dikaitkan dengan kemampuan radiasi dalam membentuk pasangan ion per satuan panjang lintasan. Semakin banyak pasangan ion yang dapat dibentuk persatuan panjang lintasan, semakin besar pula nilai bobot radiasi itu. Nilai dosis equivalen dalam organ T yang telah menerima penyinaran radiasi R (HT.R) sebagai berikut: HT.R = wR . DT.R Dengan DT.R adalah dosis serap yang dirata-ratakan untuk daerah organ atau jaringan T yang menerima dosis R, sedangkan wR adalah faktor bobot dari radiasi R. Berikut ini adalah tabel faktor bobot radiasi untuk beberapa jenis dan energi radiasi. dapat dirumuskan

Tabel 1 Faktor Bobot Radiasi untuk Beberapa Jenis dan Energi Radiasi (Akhadi, 2000) No Jenis dan Rentang Energi Radiasi wR 1 2 3 Foton semua energi Elektron Neutron dengan energi (En): En 10 keV 10 keV < En 100 keV 100 keV < En 2 keV 2 keV < En 20 keV En > 20 keV 4 5 Proton selain proton terpental (recoil), energi > 2 MeVPartikel hasil belah, inti berat 5 10 20 10 5 5 20 1 2

Dalam sistem satuan internasional satuan dosis ekuivalen sama dengan dosis serap, yaitu J.kg-1. Untuk membedakan kedua satuan tersebut dosis ekuivalen diberi satuan khusus, yaitu Sievert (Sv).

d. Dosis Efektif Dosis efektif adalah keefektifan radiasi dalam

menimbulkan efek tertentu pada suatu organ. Dosis Efektif ini merupakan turunan dari dosis ekuivalen yang dibobot. Faktor pembobot dosis ekuivalen untuk organ T disebut faktor bobot jaringan, wR. Nilai wR dipilih agar setiap dosis ekuivalen yang dierima seragam diseluruh tubuh menghasilkan dosis efektif yang nilainya sama dengan dosis yang seragam tersebut.

Dosis efektif dalam organ T, HE yang menerima penyinaran radiasi dengan dosis ekuivalen HT dapat dirumuskan: HE = wT . HT Dimana HE adalah dosis efektif dalam organ T, wT adalah bobot jaringan T dan HT adalah dosis equivalen.

Tabel 2 Faktor Bobot Jaringan untuk Berbagai Bagian Organ Tubuh (Akhadi, 2000) No Jenis Jaringan/Organ wT 1 Gonad 0,20 2 Sumsum merah tulang 0,12 3 Usus besar 0,12 4 Paru-paru 0,12 5 Lambung 0,12 6 Bladder 0,05 7 Payudara 0,05 8 Hati 0,05 9 Oesophagus 0,05 10 Thyiroid 0,05 11 Kulit 0,01 12 Permukaan tulang 0,01 13 Organ sisa 0,05

Yang termasuk ke dalam organ sisa adalah : adrenal, otak, usus besar atas, usus kecil, ginjal, otot, pankreas, spleen, thymus dan uterus.

7. Nilai Batas Dosis Menurut komisi internasional proteksi radiasi dosis maksimum yang diijinkan diterima seseorang sebagai dosis yang diterima dalam jangka waktu tertentu satau dosis yang berasal dari penyinaran intensif seketika, yang menurut tingkat pengetahuan dewasa ini memberikan

kemungkinan yang dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik gawat atau cacat genetik. Nilai batas dosis bukanlah merupakan batas pemisah antara aman dan bahaya, tetapi nilai batas dosis itu sedikit saja terlampaui, maka peristiwa itu mengindikasikan telah terjadi suatu kekeliruan dalam pengendalian radiasi. Tabel 3 Perkembangan Rekomendasi Penerimaan Dosis Maksimum yang Diijinkan untuk Seluruh Tubuh bagi Masyarakat Umum (Akhadi, 2000) Dosis Maksimum Tahun Keterangan yang Diijinkan 30 mR/ minggu 1952 Di usulkan oleh NCRP 500 mrem / tahun atau 1958 Tahun 1958 diusulkan oleh 10 mrem / minggu NCRP tahun 1959 diusulkan sebagai dosis maksimum untuk gonad atau seluruh tubuh 500 m rem / tahun atau 1958 Di usulkan oleh ICRP sebagai 3 mrem / minggu dosis rata-rata untuk gonad atau seluruh tubuh 100 mrem / tahun atau 1959 Di usulkan oleh komite AdHoc 2 mrem / minggu ICRP 5 mSv / tahun 1977 Direkomendasikan oleh ICRP dengan mengutip prinsip ALARA 1 mSv / tahun 1990 Direkomendasikan oleh ICRP Nilai batas dosis ini juga berlaku di Indonesia, ada satu hal sistem NBD yang ditekankan di Indonesia, yaitu bahwa NBD hanya merupakan bagian dari sistem proteksi radiasi, yang unsur utamanya adalah optimasi. Menurut Akhadi (2000) nilai batas dosis untuk penyinaran lokal : a. Batas dosis efektif yang dievaluasi berdasarkan persamaan HE = wT . HT adalah 50 mSv (5000 mrem) dalam setahun, dosis rata-

rata pada setiap organ atau jaringan yang terkena harus tidak melebihi 500 mSv (50000 mrem) dalam setahun. b. Batas dosis untuk lensa mata adalah 150 mSv (15000 mrem) dalam setahun. c. Batas dosis untuk kulit adalah 500 mSv (50000 mrem) dalam setahun. Apabila penyinaran berasal dari kontaminasi radioaktif pada kulit, batas ini berlaku untuk dosis yang dirata-ratakan pada setiap permukaan 100 cm2. d. Batas dosis untuk tangan, lengan, kaki dan tungkai adalah 500 mSv (50000 mrem) dalam setahun.

Tabel 4 Besar Dosis dari Beberapa Pemeriksaan Radiografi (Statkiewkz, 2006) Pemeriksaan Dosis pada alat Dosis pada alat Radiografi reproduksi pria reproduksi (mrad) perempuan (mrad) Skull <1 <1 Vertebra Cervical <1 <1 Thorax <1 <1 Gastrointestinal atas 2 40 Kantung Empedu 1 20 Vertebra Lumbal 175 400 IVP 150 300 Abdomen 100 200 Pelvis 300 150 Ekstremitas atas <1 <1 Ekstremitas bawah <1 <1

8. Dosimeter Thermoluminesensi Thermoluminesensi Dositometer atau biasa disebut TLD merupakan alat memantau dosis perorangan. TLD ini digunakan karena mempunyai keuntungan, yaitu mudah dalam pengoperasian, evaluasi dosis dapat dilakukan lebih cepat daripada dosimeter lainnya, selain itu juga mampu memantau radiasi dengan rentang dosis dari rendah hingga tinggi, dapat dipakai ulang dan tidak peka terhadap faktor-faktor lingkungan. Selain keuntungan TLD ini juga memiliki kelemahan, yaitu data dosis langsung hilang setelah pembacaan, sehingga tidak dapat dilakukan pembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang meragukan. TLD ini pada umumnya dapat memberikan tanggapan terhadap sinar-X, sinar- , sinar- , elektron dan proton dengan jangkauan dosis radiasinya antara 0,1 mGy sampai dengan 1000 Gy (Akhadi, 2000).

9. Alat Proteksi Radiasi Material yang berguna untuk menyerap radiasi dinamakan perisai (shield). Beberapa macam alat proteksi radiasi ini antara lain: aprons, thyroid shield, lead gloves, gonad shield dan beberapa lainnya (Kelsey, 1995).

a. Apron Menurut International Comitee of Radiation Protection (ICRP) publikasi ke 57 (2009), pekerja harus memproteksi diri, ketika pesawat sinar-X dioperasikan, dimana pekerja tersebut harus menggunakan apron yang tebalnya setara dengan 0,25 mm timbal. Setiap orang diharuskan berdiri dalam jarak 1 m dari tabung sinar-X, ketika pesawat dioperasikan pada tegangan 100 kV maka pasien harus memakai apron minimal setebal 0,35 mm setara dengan Pb. Setiap apron yang digunakan, harus di identifikasi dan di periksa dalam interval bulanan, apron yang rusak maka tidak boleh digunakan. b. Gloves Shielding (Sarung Tangan Pelindung) Sarung tangan pelindung, yaitu: Gloves yang digunakan minimal setebal 0,35 mm setara dengan Pb. c. Thyroid Shielding (Pelindung Tiroid) Pelindung pada tiroid, jika diperlukan maka dapat digunakan dengan tebal disetarakan dengan tebal Pb. d. Gonad Shielding (Pelindung Gonad) Jenis proteksi radiasi ini melindungi sistem reproduksi. Tebal pelindung sistem reproduksi ini sekurang-kurangnya 0,25 mm setara dengan Pb. Penggunaan pelindung gonad pada pria, dapat mengurangi dosis serap radiasi hingga 95% pada gonad tersebut.

Pada wanita pelindung ini dapat mengurangi dosis serap radiasi hingga 50% yang diterima sistem reproduksi tersebut.

10. Teknik Pemeriksaan Abdomen AP Menurut Ballinger (2003) pemeriksaan abdomen proyeksi Anterio Posterior ini dilakukan sebagai berikut: Ukuran kaset Posisi pasien : 35 x 43 cm. : Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan dengan kedua kaki lurus. Posisi obyek : MSP tubuh tegak lurus terhadap meja pemeriksaan dan kedua tangan lurus di samping tubuh. Eksposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan nafas. Arah sinar : Sinar tegak lurus terhadap kaset, menuju ke pertengahan film. Titik bidik : Titik bidik pada Mid Sagital Plane tubuh, setinggi krista illiaka. menahan

Gambar 7. Posisi Pasien Proyeksi AP (Ballinger, 2003)

B. Kerangka Teori

FFD

Faktor Eksposi kV mAs

Dosis serap radiasi yang diterima organ reproduksi Filter Kolimasi

Alat proteksi (Pelindung)

Jenis organ

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis observasional. 1. Lokasi Penelitian Pengambilan data yang menunjang penyusunan karya tulis ini penelitian ini adalah penelitian kuantitatif bersifat

akan dilakukan di di Instalasi Radiologi RSUP dr. Kariadi Semarang. 2. Waktu pengambilan data Waktu pengambilan data akan dilakukan pada bulan Mei 2011.

B. Kerangka Konsep Variabel bebas kV dan mAs Variabel terikat Dosis radiasi yang diterima organ reproduksi

Variabel terkontrol 1. 2. 3. 4. FFD Kolimasi Filter Posisi anoda katoda 5. Posisi phantom

C. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah 1. 2. 3. Variabel bebas Variabel terikat Variabel terkontrol : kV dan mAs : Dosis radiasi yang diterima organ reproduksi : FFD, kolimasi, filter, posisi anoda-katoda, posisi phantom.

D. Definisi Operasional 1. kV standar merupakan kV yang secara umum digunakan untuk membentuk suatu radiograf dan mampu menghasilkan informasi diagnostik. kV yang digunakan antara 65 sampai dengan 75, dengan menggunakan pengukuran skala rasio. Cara mengukur kV dengan melihat kV meter pada. 2. kV tinggi merupakan kV yang digunakan antara 100 sampai dengan 110. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. Cara mengukur kV dengan melihat kV meter pada control table. 3. Dosis serap adalah jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan. Dosis serap ini merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Cara mengukur dosis serap ini dengan menggunakan TLD. Skala pengukuran yang digunakan skala rasio.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah faktor eksposi yang digunakan untuk pemeriksaan abdomen. 2. Sampel Sampel yang digunakan adalah faktor eksposi standar dan kV tinggi untuk abdomen proyeksi anteroposterior. Faktor ekposi untuk kV standar yang dijadikan sampel antara 65-75, sedangkan kV tinggi yang digunakan antara 100-110.

F. Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang akan peneliti lakukan adalah dengan cara observasi.

G. Instrumen Penelitian 1. Pesawat sinar-X merk Trophy TBM N-500 dengan tahun pembuatan 1999, filter permanen 1,5 mmAl, tegangan maksimal 120 kV, arus maksimal 500 mA dan waktu maksimal 5 s di Instalasi Radiologi RSUP dr. Kariadi Semarang. 2. Thermoluminisensi Dosimeter (TLD) 3. Phantom abdomen 4. Digital Meter Gammex 330

5. Kolimator test tool 6. Meteran 7. Alat tulis 8. Steroform atau gabus

H. Langkah-Langkah Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan data untuk penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kondisi Quality Control pesawat sinar-X Pengujian Quality Control yang dilakukan untuk mengetahui semua dalam keadaan standar antara lain: a. Uji kolimator b. Uji ketetapan kVp output c. Uji mA d. Uji Timer 2. Phantom abdomen diatur supine di atas meja pemeriksaan. 3. Pengaturan FFD = 100 cm menggunakan meteran. 4. Pengaturan titik bidik pada mid sagital plane (MSP) setinggi crista iliaca dengan luas lapangan penyinaran seluas kaset. Arah sinar tegak lurus kaset. 5. Dengan prosedur yang sama Thermoluminisensi dosimeter (TLD) diletakkan di phantom pada posisi organ reproduksi pria (5 cm

inferior symfisis pubis) dan untuk organ reproduksi wanita (5 cm

inferior pertemuan kedua

crista iliaca lalu 6 cm lateral kanan)

ovarium kanan digunakan sebagai sampel. 6. Selanjutnya di ekspose dengan faktor eksposi standar kV: 65, mAs: 26; kV: 68, mAs:22; kV:70, mAs: 20; kV: 73, mAs:16; kV: 75, mAs: 15. 7. Dengan tidak merubah posisi phantom dan tabung sinar-X atur TLD dengan posisi yang sama. Ubah faktor ekposi dengan kV tinggi, kV: 100, mAs:5; kV: 103, mAs:4; kV : 105, mAs: 4; kV: 108, mAs:3,5; kV: 110, mAs: 3,2. 8. Pembacaan data pengukuran dengan TLD reader di BATAN. 9. Pengelolaan dan analisa data.

b Gambar 8. Ilustrasi Peletakan TLD pada phantom abdomen Antero Posterior Keterangan: a = letak TLD pada organ reproduksi perempuan (ovarium). b = letak TLD pada organ reproduksi pria (testis)

Alur penelitian:

Pemeriksaan abdomen proyeksi anteroposterior

kV standar

kV tinggi

Pengukuran dosis serap radiasi pada sistem reproduksi dengan TLD

Analisis hasil pengukuran dosis yang diterima organ reproduksi pria dan wanita

I. Pengolahan dan Analisa Data Data hasil pengukuran dengan Thermoluminiscensi dosimeter (TLD) yang telah dibacakan dengan TLD reader di BATAN, dimasukkan dalam tabel dan dibuat grafik menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Hasil pengukuran dengan TLD, baik kV standar maupun dengan kV tinggi dikelompokkan sesuai dengan kondisi faktor eksposi dalam bentuk tabel untuk masing-masing organ reproduksi tersebut dan diratarata, sehingga dapat diketahui dosis radiasi yang diterima organ reproduksi pada kV standar dan kV tinggi. Setelah dikelompokkan dalam bentuk tabel kemudian dibuat grafik untuk masing-masing organ reproduksi tersebut untuk diketahui penurunan atau kenaikan dosis yang diterima pada penggunaan kV standar dan kV tinggi. Dari proses tersebut maka dapat diketahui besar perbedaan dosis radiasi yang diterima organ reproduksi antara penggunaan kV standar dan kV tinggi pada pemeriksaan abdomen.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: Rineka Cipta. Anonim. 2009. Guidelines Protective Clothing. (Publication 57) diakses pada 21 Februari 2011. Dalam www.icrp.org.

Ballinger, P. W. 2003. Merrils Atlas of Radiographic Positions and Radiological Procedures. Tenth Edition. Volume Two. St Louis: Mosby Inc. Bushong, S. C. 2001. Radiologic Science For Tecnologist, Physics, Biologic and Protection. Seventh Edition. St. Louis: Mosby Inc. Carlton, Richard. 2001. Principles of Radiographic Imaging an Art And Science. Third Edition. New York: Arkansas State Univercity. Carrol, Q.B dan Fuch. 1985. Principle of Radiographyc Exposure Processing and Quality Control. Third Edition. Philadelphia: Charless C and Thomas Publishers. Jenkins, David. 1988. Radiographic Photographic and Imaging Process. Marylan. Canada: Aspen Publication. Kelsey, Charles A. 1995. Radiation Information For Hospital Personil. Dalam www.aapm.org. (Report No. 53) diakses pada 19 Februari 2011. Meredith, Massey, J.B. 1977. Fundamental Physic of Radiology. 3th Edition. Bristol: John Wright and Sons Ltd. Pearce, Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia. Rasyad, S, Kartolesuro,S, Ekayuda,I. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FKUI. Sloane, Ethel. 1994. Anatomi and Physiology: An Easy Learner. Dalam Palupi Widyastuti. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Statkiewcz, M,A, Paula, J, Russel, E. 2006. Radiation Protection in Medical Radiography. Canada: Mosby Inc.

You might also like