You are on page 1of 32

1. Judul : Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.

Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 2. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak laju pembangunan nasional yang berkelanjutan. Saat ini, kemampuan sumber daya masih rendah baik dilihat dari kemampuan intelektual maupun keterampilan teknis yang dimiliki. Persoalan yang ada saat ini adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang bisa menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Produktivitas kerja merupakan tuntutan utama bagi perusahaan agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, untuk itu perusahaan harus berusaha menjamin agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dapat dipenuhi secara maksimal. Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat suatu komunitas tertentu. Secara spesifik, budaya dalam organisasi akan ditentukan dalam kondisi team work, leaders dan characteristic of organization serta administration process yang berlaku. Budaya organisasi menjadi penting karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hierarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi. Budaya yang produktif adalah budaya yang dapat menjadikan organisasi lebih kuat dan tercapainya tujuan perusahaan. Faktor lain yang berperan dalam menjadikan karyawan lebih berperilaku terarah apabila ada unsur-unsur positif dalam dirinya masing-masing.

Robbins (2001:528) mengemukakan bahwa organizational culture as an intervening variable. Employee form an overall subjective perception of the organization based on such factor as degree of risk tolerance, team emphasis and support of people. These favorable or unfavorable perception then affect employee performance and satisfaction, with the impact being greater for stronger culture. Motivasi mempersoalkan cara mendorong gairah kerja bawahan agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pada umumnya ada dua hal penting yang mampu memberikan motivasi atau dorongan terhadap para pekerja yakni masalah compensation (kompensasi) dan expectancy (harapan). Kompensasi berkaitan erat dengan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan terhadap para karyawan yang telah memberikan kontribusi bagi perusahaan dan selalu dijadikan ukuran puas atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya. Mengenai expectancy, setiap orang akan memiliki harapan yang berbeda dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Oleh karena itu tanpa nilai harapan yang dimiliki seseorang tidak akan melakukan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun faktor-faktor lain yang mampu memberikan motivasi bagi karyawan yaitu partisipasi, komunikasi, mengakui andil bawahan, pendelegasian wewenang dan pemberian perhatian yang dilakukan oleh atasan (pimpinan). Behavior merupakan bagian dari budaya yang berkaitan dengan kinerja, hal ini disebabkan dengan berperilaku seseorang akan memperoleh apa yang dikehendaki dan apa yang diharapkan. Jadi, tingkah laku merupakan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh apa yang diharapkan. Dalam suatu organisasi tentunya banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan jalannya organisasi atau perusahaan diwarnai oleh perilaku individu yang merasa berkepentingan dalam kelompoknya masing-masing. Perilaku individu yang berada dalam suatu organisasi tentunya sangat mempengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak. Hal ini diakibatkan oleh adanya kemampuan individu yang berbeda-beda dalam menjalankan tugasnya. Perilaku akan timbul akibat adanya pengaruh atau rangsangan dari lingkungan (baik internal maupun eksternal).

Begitu pula individu akan berperilaku karena adanya dorongan oleh serangkaian kebutuhan. Menurut Handoko (1992:193) kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Adanya ketidakpuasan kerja karyawan seharusnya dapat dideteksi oleh perusahaan. Mc Kenna and Beech (1995:121); in research undertaken by Income Data Service, London (IDS,1989) it was concluded that the performance factors most usually appraised were as follows : (1) knowledge, ability and skill on the job, (2) attitude to work, expressed as enthusiasm, commitment and motivation, (3) quality of work on a consistent basis with attention to detail, (4) volume of performance output, (5) interaction, amplified in communication, skill and ability to related to others in terms. Perilaku-perilaku tertentu yang timbul dari para anggota organisasi pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan atau budaya dalam organisasi yang bersangkutan. Begitu pula dengan motivasi, setiap anggota dalam suatu organisasi tentunya memiliki motif yang berbeda-beda dalam melakukan setiap pekerjaan. Berbagai macam motivasi yang berbeda itulah yang nantinya akan menghasilkan output (prestasi kerja yang dicapai) yang berbeda pula. Hasil-hasil dari pekerjaan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja yang selanjutnya akan berdampak pada kinerja karyawan. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang asuransi khususnya asuransi pembiayaan ASTRA. Dalam menjalankan usahanya, Federal International Finance (FIF) Cabang Jember memberikan pelayanan dan kemudahan bagi konsumen baik dalam hal asuransi maupun pemberian kredit kendaraan bermotor (khususnya sepeda motor jenis Honda). Sebagai suatu perusahaan tentu di dalamnya terdapat berbagai macam karakter karyawan dengan segenap kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, perilaku-perilaku tertentu yang menjadi kebiasaan, motivasi yang

dimiliki para anggota dalam melaksanakan tugas dan kepuasan terhadap hasil dari pekerjaan yang dilakukan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan yang telah diuraikan maka permasalahan job performance berkaitan dengan efektivitas kerja, untuk itulah diperlukan suatu model yang membicarakan job performance (kinerja) dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Berpijak dari pemikiran tersebut, penelitian ini dibuat dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diungkapkan dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember ? b. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember ? c. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember ? d. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember ? e. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember ? 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4.1 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. b. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember.

c. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. d. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan pada pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. e. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 4.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat antara lain: bagi peneliti, bagi akademisi dan bagi pihak manajemen. 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti lebih lanjut. 2. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagaimana cara mengaplikasikan teori yang dipelajari di bangku kuliah. 3. Bagi Pihak Manajemen Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak manajemen dalam pengambilan kebijaksanaan terutama bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. 5. Tinjauan Pustaka 5.1 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian Hamid (Universitas Airlangga, 2002) yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi Baru Terhadap Motivasi dan Prestasi Kerja di PT. Nusantara IV (Persero) Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan variabel bebas (X) adalah budaya organisasi baru sedangkan variabel terikat (Y) adalah motivasi (Y1) dan prestasi kerja (Y2). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh konstruk budaya organisasi baru terhadap motivasi kerja dan prestasi kerja dan (2) untuk

mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap prestasi kerja. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa: (a) terdapat pengaruh secara signifikan budaya organisasi baru terhadap motivasi kerja; (b) terdapat pengaruh secara signifikan motivasi kerja baru terhadap prestasi kerja karyawan dan (c) terdapat pengaruh secara signifikan budaya organisasi baru terhadap prestasi kerja. Penelitian Koesmono (2002) yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur, menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini menggunakan teknik quota sampling dengan jumlah sampel sebanyak 382 orang karyawan di lima kota yakni Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Pasuruan. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat efek langsung dari variabel budaya organisasi terhadap motivasi sebesar 0,680; variabel motivasi terhadap kepuasan kerja sebesar 1,462; variabel budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 1,183; variabel budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,506; sedangkan variabel kepuasan kerja terhadap kinerja sebesar 0,003. terdapat pengaruh tidak langsung antara variabel budaya organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 0,994; variabel budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,267; sedangkan pengaruh tidak langsung variabel motivasi terhadap kinerja sebesar 0,005.

Tabel 2.1 Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang Perbedaan Hamid Koesmono Sekarang Tempat PT. Nusantara Industri PT. Federal International penelitian IV (Persero) Pengolahan Finance (FIF) Cabang Jember Sumatera Kayu Skala Utara Menengah Di Jawa Timur Variabel Variabel Variabel Variabel bebas (X) yaitu: yang bebas (X) bebas (X) Budaya organisasi (X1) digunakan yaitu: budaya yaitu: budaya Motivasi (X2) organisasi organisasi Variabel perantara (Z) yaitu: baru Variabel Kepuasan kerja Variabel terikat (Y) Variabel terikat (Y) yaitu: terikat (Y) yaitu: Kinerja karyawan yaitu: Motivasi (Y1) Motivasi (Y1) Kepuasan Prestasi kerja kerja (Y2) (Y2) Jumlah 50 responden 382 40 responden responden responden Alat Structural Structural Analisis jalur (path analysis), uji pengukuran Equation Equation asumsi klasik, uji F dan uji t. Modelling Modelling (SEM) (SEM) 5.2 Landasan Teori 5.2.1 Budaya Organisasi Pada dasarnya seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku masing-masing individu. Beraneka ragamnya bentuk organisasi tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda, hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda pula misalnya, perusahaan jasa, manufaktur dan perdagangan. Menurut Beach (1993:12) kebudayaan merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi, seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Jadi budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas organisasi.

Budaya

organisasi

dalam

perusahaan

merupakan

alat

untuk

mempersatukan setiap individu yang melakukan aktivitas bersama-sama. Kreitner dan Kinicki (1995:532) mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah perekat sosial yang mengikat anggota dari organisasi. Agar suatu karakteristik atau kepribadian yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain dapat dipersatukan dalam suatu kekuatan organisasi maka diperlukan adanya perekat sosial. Menurut Bliss (1999:8) di dalam budaya terdapat kesepakatan yang mengacu pada suatu sistem makna secara bersama, dianut oleh anggota organisasi dalam membedakan organisasi yang satu dengan yang lainnya. Lain halnya dengan Kartono (1994:138) mengemukakan bahwa bentuk kebudayaan yang muncul pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan berasal dari macam-macam sumber, antara lain: dari stratifikasi kelas sosial asal buruh-buruh/pegawai, dari sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan, iklim psikologis perusahaan sendiri yang diciptakan oleh majikan, para direktur dan manajer-manajer yang melatarbelakangi iklim kultur buruh-buruh dalam kelompok kecil-kecil yang informal. Robbins (1998:248) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut, Robbins (1998:248) menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Menurut Robbins (1998:248) terdapat tujuh karakteristik yang membentuk budaya organisasi, yaitu : (1) inovasi dan pengambilan risiko; (2) perhatian terhadap detil; (3) berorientasi pada hasil; (4) berorientasi pada manusia; (5) berorientasi pada tim; (6) agresivitas dan (7) stabilitas. Yang dimaksud dengan: (1) inovasi dan keberanian mengambil risiko (inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil risiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan; (2)

perhatian terhadap detil (attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian; (3) berorientasi kepada hasil (outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut; (4) berorientasi kepada manusia (people orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi; (5) berorientasi tim (team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama; (6) agresivitas (aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya dan (7) stabilitas (stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan. 5.2.2 Motivasi Berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia tentunya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, namun agar keinginan dan kebutuhannya dapat terpenuhi tidaklah mudah didapatkan apabila tanpa diiringi usaha yang maksimal. Mengingat kebutuhan orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda tentunya cara untuk memperolehnya akan berbeda pula. Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang akan berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki dan apa yang mendasari perilakunya, untuk itu dapat dikatakan bahwa dalam diri seseorang ada kekuatan yang mengarah pada tindakannya. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003:58) yang dimaksud dengan motivasi adalah proses pemberian dorongan kepada anak buah supaya anak buah dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan organisasi secara optimal. Pengertian proses pemberian dorongan tersebut adalah serangkaian aktivitas yang harus dilalui atau dilakukan untuk menumbuhkan dorongan kepada pegawai untuk bekerja sejalan dengan tujuan organisasi. Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta

menunjukkan arah tindakannya. Motivasi seseorang berasal dari faktor internal dan eksternal. Menurut Mangkunegara (2005:61) terdapat beberapa aspek yang dapat memotivasi kerja karyawan yaitu partisipasi, komunikasi, mengakui andil bawahan, pendelegasian wewenang dan pemberian perhatian. a. Partisipasi Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. b. Komunikasi Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah untuk dimotivasi kerjanya. c. Mengakui andil bawahan Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. d. Pendelegasian wewenang Pemimpin memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai (bawahan) untuk sewaktu-waktu mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. e. Memberi perhatian Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai (bawahan), akan memotivasi pegawai bekerja sesuai apa yang diharapkan oleh pemimpin. 5.2.3 Kepuasan Kerja Luthans (1995:126) mengemukakan bahwa kepuasan pekerjaan

merupakan hasil persepsi para karyawan tentang seberapa jauh pekerjaan seseorang memberikan segala sesuatu yang dipandang penting melalui hasil kerjanya. Istilah kepuasan pekerjaan ini merujuk pada sikap atau reaksi emosional

10

seorang individu terhadap pekerjaannya. Menurut Handoko (1992:193) yang dimaksud dengan kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaannya. Menurut Dole and Schroeder (2001:238) kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Sedangkan menurut Testa (1999:156) kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Nasarudin (2001:273); Igalens and Roussel (1999:1017) mengemukakan bahwa job satisfaction may be as a pleasurable or positive emotional state resulting from the appraisal of ones job or job experience. Dalam pernyataan tersebut mengandung makna bahwa kepuasan kerja merupakan suatu keadaan emosi yang positif atau dapat menyenangkan yang dihasilkan dari suatu penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman-pengalaman kerja seseorang. Dengan kata lain, kepuasan pekerjaan adalah keadaan emosional seseorang dalam arti pengalaman kerjanya (Luthans, 1995:126). Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbedabeda satu dengan yang lainnya. Seseorang atau kelompok yang mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya, menunjukkan adanya kepuasan pekerjaan yang tinggi. Sebaliknya seseorang atau kelompok yang mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaannya, menunjukkan orang tersebut tidak puas dengan pekerjaannya. Menurut Muchinsky (1997:424), variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover,and job performance. Mengutip pendapat tersebut Asad (1995:103) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism), tingginya keluar masuknya karyawan (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja karyawan

11

(performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja karyawan tersebut muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani supaya tidak merugikan perusahaan. Mengacu pada pendapat Handoko (1992:167) dan Asad (1995:105), Nimran (1998:36) mengemukakan bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengkaitkannya pada output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja menurun, turn over meningkat dan efektivitas lainnya seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan tingginya tingkat kecelakaan. Untuk mengetahui indikator apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja, menurut Luthans (1997:431) terdiri dari atas lima indikator, yaitu: (1) pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan; (2) pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk mengunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal; (3) rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan rekan kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat; (4) promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin; (5) kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen.

12

Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan. 5.2.4 Kinerja Seseorang akan selalu mendambakan penghargaan terhadap hasil pekerjaannya dan mengharapkan imbalan yang adil. Kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Menurut Mangkunegara (2002:67) kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Cascio (1995:275) mengemukakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas-tugasnya yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Soeprihantono (1998:7) kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standart, target/sasaran/kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:9). Menurut Umar dalam Mangkunegara (2005:18) aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja antara lain: (1) mutu pekerjaan; (2) kejujuran karyawan; (3) inisiatif; (4) kehadiran; (5) sikap; (6) kerja sama; (7) keandalan; (8) pengetahuan tentang pekerjaan; (9) tanggung jawab dan (10) pemanfaatan waktu kerja. 5.2.5 Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Mangkunegara (2005:10) penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan menurut Mangkuprawira (2003:223) penilaian

13

kinerja merupakan proses yang dilakukan dalam mengevaluasi pekerjaan seseorang. Penilaian kinerja perlu dilakukan seobjektif mungkin karena akan memotivasi karyawan dalam melakukan kegiatannya. Disamping itu pula, penilaian kinerja dapat memberikan informasi untuk kepentingan pemberian gaji, promosi dan melihat perilaku karyawan. Apabila hal tersebut telah dilakukan dengan benar, maka para karyawan, penyelia, departemen SDM dan juga perusahaan akan memperoleh hasil yang menguntungkan sesuai dengan tujuan organisasi. 5.2.6 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Mangkunegara (2005:10) mengemukakan bahwa tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian kinerja adalah: 1) Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja, 2) Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu, 3) Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang, 4) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya, dan 5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan khusus, rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. Manfaat atau kegunaan penilaian kinerja karyawan adalah: 1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa, 2) Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya,

14

3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan, 4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya kepengawasan, kondisi kerja dan pengawasan, 5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi, 6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik, 7) Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya, 8) Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan, 9) Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan, dan 10) Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description). 5.2.7 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Sesungguhnya antar budaya perusahaan dengan kepuasan karyawan terdapat hubungan di mana budaya (culture) memberi pedoman seorang karyawan dengan cara mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinteraksi dengan kelompoknya, dengan sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya. Hasil penelitian Kirk (2001:640) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. 5.2.8 Pengaruh Budaya Organisai Terhadap Kinerja Karyawan Budaya organisasi yang disosialisasikan dengan komunikasi yang baik dapat menentukan kekuatan menyeluruh perusahaan, kinerja dan daya saing dalam jangka panjang. Molenaar (2002:23), Kotter dan Heskett (1992:149)

15

mengemukakan bahwa budaya mempunyai kekuatan yang penuh, berpengaruh pada individu dan kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi, implementasi budaya disajikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan. Perilaku individu berkenaan dengan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang dan dapat diartikan bahwa dalam melakukan tindakan seseorang pasti tidak akan terlepas dari perilakunya. Berikut ditampilkan diagram yang menggambarkan hubungan antara komunikasi, budaya organisasi yang berdampak pada kinerja karyawan. FAKTOR OBYEKTIF Inovasi dan pengambilan risiko Perhatian terhadap detil Orientasi hasil Orientasi manusia Orientasi tim Agresivitas Stabilitas Manajemen puncak Tinggi Kinerja

Budaya organisasi Gambar 2.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Sumber: Robbins dalam Mangkunegara, 2005:29. Faktor

Kepuasan Rendah komunikasi Berdasarkan diagram, tampak bahwa pembentukan kinerja yang baik atau dihasilkan jika terdapat komunikasi antara seluruh karyawan sehingga membentuk sosialisasi internalisasi budaya perusahaan yang kuat dan dipahami sesuai dengan nilai-nilai organisasi yang dapat menimbulkan persepsi yang positif antara semua tingkatan karyawan untuk mendukung dan mempengaruhi iklim kepuasan yang berdampak pada kinerja karyawan.

5.2.9

Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003:190) kepuasan atau ketidakpuasan

secara individual pegawai dan secara subjektif berasal dari kesimpulan yang berdasarkan pada perbandingan antara apa yang diterima pegawai dari pekerjaan yang dilakukan dengan apa yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan.

16

Kepuasan kerja dapat mempengaruhi kehadiran seseorang dalam dunia kerja dan ingin melakukan perubahan kerja, yang selanjutnya juga berpengaruh terhadap kemauan untuk bekerja. Keinginan pegawai atau motivasu untuk bekerja biasanya ditunjukkan dengan dukungan yang mengarah pada tujuan. Terdapat empat kemungkinan yang menunjukkan hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja, yaitu: a. Kepuasan tinggi, motivasi tinggi, menunjukkan nilai positif untuk organisasi dan pegawai (situasi yang paling ideal), b. Kepuasan rendah, motivasi tinggi, menunjukkan nilai positif untuk organisasi tetapi negatif untuk pegawai, c. Motivasi rendah, kepuasan tinggi, menunjukkan nilai negatif untuk organisasi dan nilai positif untuk pegawai, dan d. Motivasi rendah, kepuasan rendah, menunjukkan nilai negatif untuk organisasi dan pegawai. Gambar 2.2 berikut ini menunjukkan kemungkinan hubungan antara motivasi dan kepuasan kerja pegawai. Tinggi-----------------------------------Kepuasan-----------------------------------Rendah I. Nilai positif untuk organisasi dan II. Nilai positif untuk organisasi, pegawai negatif untuk pegawai III. Nilai negatif untuk organisasi, IV. Nilai negatif untuk organisasi dan positif untuk pegawai pegawai Gambar 2.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Sumber: Klingner & Nalbandian dalam Sulistiyani dan Rosidah, 2003:191.

5.2.10 Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi. Mangkunegara (2005:61) mengemukakan bahwa sikap mental

17

karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Motivasi yang tinggi dapat mengakibatkan moril yang tinggi, suatu sikap dan persamaan yang positif terhadap perusahaan, pekerjaan, atasan, teman-teman sekerja dan orang-orang bawahan. Menurut Moekijat (1999:192) moril yang tinggi mempunyai hubungan yang positif dengan hasil yang tinggi. Jadi motivasi mempengaruhi moril yang selanjutnya mempengaruhi hasil. 5.2.11 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Menurut Strauss dan Syales dalam Handoko (1992:196), kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologik dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat rendah, cepat lelah dan bosan, emosi yang tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran yang baik, dan berprestasi kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan kerja karyawan meningkat maka perputaran karyawan dan absensi menurun. Linz (2002:13) mengemukakan bahwa secara positif sikap terhadap kerja ada hubungan positif dengan kepuasan kerja. Semakin positif sikap kerja makin besar pula kepuasan kerja, pada umumnya seseorang merasa puas dengan pekerjaannya karena berhasil dan memperoleh penilaian yang adil dari pimpinannya. 5.2.12 Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Menurut Kreitner dan Kinicki (1995:532) budaya organisasi sebagai perekat sosial perlu diciptakan dan dihayati serta dilaksanakannya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya demi kehidupan bersama dalam organisasi.

18

Dalam kehidupan sehari-hari sebelum seseorang memiliki motivasi maka akan didahului oleh motif yang ada pada dirinya. Pemenuhan terhadap kebutuhan motivasi tidak terelakkan bagi semua karyawan. Sebab apabila motivasi terpenuhi dengan baik akan muncul kepuasan kerja dan pada akhirnya akan berdampak pada ketenangan kerjanya. Menurut Hughes et al. (1999:388) motivation, satisfaction and performance seem clearly related. Koesmono (2002:10) mengemukakan bahwa faktor-faktor perilaku organisasi: budaya organisasi, motivasi dan kepuasan kerja memang mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan. 5.3 Kerangka Konseptual

Budaya organisasi (X1) Kepuasan kerja (Z) Motivasi (X2)

KINERJA KARYAWAN (Y)

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Sumber: Data Diolah Organisasi harus memiliki nilai-nilai yang telah diyakini, dijunjung tinggi dan menjadi motor penggerak oleh sebagian besar anggota organisasi sebagai aturan main yang sah untuk mencapai tujuan yang dikehedaki, membuat nilai itu menjadi budaya organisasi. Sama halnya dengan motivasi yang juga merupakan pendorong atau penggerak gairah kerja bawahan agar mau bekerja keras untuk mencapai tujuan perusahaan. Pemberian dorongan dimaksudkan untuk menggiatkan orang-orang agar dapat bersemangat dan mencapai hasil yang dikendaki keseluruhan anggota organisasi. Kepuasan kerja juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehadiran seseorang dalam dunia kerja dan ingin melakukan perubahan dalam bekerja yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kemauan

19

untuk bekerja. Apabila dalam suatu organisasi terdapat budaya yang kuat, motivasi dan kepuasan kerja di antara para anggotanya maka kinerja karyawan akan meningkat. Berpijak dari pemikiran tersebut, dikemukakan suatu kerangka konseptual yang berfungsi sebagai penuntun sekaligus mencerminkan alur pemikiran dalam penelitian ini. Kerangka konseptual menggambarkan adanya pengaruh budaya organisasi, motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. 6. Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 2. Diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 3. Diduga motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 4. Diduga motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 5. Diduga kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja pada Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 7. Metodologi Penelitian 7.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada, karakteristik masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai explanatory research atau confirmatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal dan menguji keterkaitan antara beberapa variabel melalui pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (Singarimbun dan Efendi, 1995:256). Peneliti melaksanakan kegiatan penelitian terhadap fakta-fakta yang terjadi saat ini dari suatu populasi pekerja dari PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. Penelitian ini juga akan menyajikan pengaruh budaya

20

organisasi, motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 7.2 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner. Sumber data primer adalah obyek penelitian yaitu responden. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang pengumpulannya dilakukan oleh pihak lain berupa data olahan yang memperkuat data primer. Sumber data sekunder adalah sumber-sumber seperti, artikel, internet, jurnal dan sebagainya. 7.3 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data antara lain: kuesioner, wawancara dan studi pustaka. 1. Kuesioner Yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, selanjutnya responden diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut. 2. Wawancara Yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan bertanya langsung pada responden.

3. Studi Pustaka Yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan buku dan mempelajari literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. 7.4 Identifikasi Variabel

21

a. Variabel independent (X), yaitu variabel bebas atau variabel yang tidak tergantung pada variabel lain. Yang termasuk variabel independent dalam penelitian ini adalah: Variabel X1 : Budaya Organisasi Variabel X2 : Motivasi b. Variabel intervening (Z), yaitu variabel perantara yang secara konkret pengaruhnya tidak tampak tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan tergantung yang sedang diteliti. Yang termasuk intervening variable dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja karyawan. c. Variabel dependent (Y), yaitu variabel yang terikat atau tergantung pada variabel lain. Dalam hal ini yang merupakan variabel dependent adalah kinerja karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. 7.5 Definisi Operasional Variabel dan Teknik Pengukurannya 7.5.1 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah faktor-faktor atau variabel yang digunakan dalam penelitian. Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel independent atau variabel bebas (X) A. Budaya organisasi (X1) adalah perekat sosial yang mengikat anggota organisasi secara bersama-sama. Indikatornya antara lain: 1) Inovasi dan pengambilan risiko, 2) Perhatian terhadap detil, 3) Orientasi terhadap hasil, 4) Orientasi terhadap manusia, 5) Orientasi terhadap tim, 6) Agresivitas dan 7) Stabilitas. B. Motivasi (X2) adalah kekuatan atau dorongan yang menyebabkan seseorang berperilaku dengan cara tertentu. Indikatornya meliputi:

22

1) Partisipasi, 2) Kominikasi, 3) Mengakui andil bawahan, 4) Pendelegasian wewenang, dan 5) Perhatian dari atasan. 2. Variabel intervening (Z) atau variabel perantara adalah kepuasan kerja yaitu tingkat perasaan individu baik secara positif atau negatif aspek-aspek dalam pekerjaannya. Indikatornya meliputi: 1) Pembayaran gaji dan upah, 2) Pekerjaan itu sendiri, 3) Rekan kerja, 4) Promosi pekerjaan, dan 5) Kepenyeliaan (supervisi). 3. Variabel dependent atau variabel terikat (Y) adalah kinerja karyawan yaitu prestasi kerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Indikatornya antara lain: 1) Mutu pekerjaan, 2) Kejujuran karyawan, 3) Inisiatif, 4) Kehadiran, 5) Sikap, 6) Kerja sama, 7) Keandalan, 8) Pengetahuan tentang pekerjaan, 9) Tanggung jawab, dan 10) Pemanfaatan waktu kerja. 7.5.2 Teknik Pengukuran Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Skala ini dimulai dengan pernyataan selalu sampai dengan tidak pernah, dengan skor masing-masing adalah sebagai berikut: Selalu = skor 5

23

Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah

= skor 4 = skor 3 = skor 2 = skor 1

7.6 Metode Populasi dan Pengambilan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember. Menurut Arikunto (1992:34) bila subyek populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua sedangkan bila subyek lebih dari 100 maka diambil 10% sampai 15% dari populasi. Dikarenakan jumlah karyawan PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Jember hanya berjumlah 40 orang, maka populasi dalam penelitian ini bertindak pula sebagai sampel. Atau dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian populasi (sensus). 7.7 Metode Analisis Data 7.7.1 Uji Normalitas Data Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang dilakukan terhadap sampel dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test dengan menetapkan derajat keyakinan () sebesar 5%. Menurut Santoso (2002:74) uji ini digunakan untuk menguji variabel independent dan variabel dependent yang tidak diketahui distribusinya. Apabila distribusi datanya normal atau mendekati normal maka menggunakan statistik parametrik namun bila distribusinya tidak normal maka menggunakan statistik non parametrik. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: a. Signifikansi > 0,05 berarti data terdistribusi normal b. Signifikansi < 0,05 berarti data tidak terdistribusi normal 7.7.2 Uji Validitas

24

Uji validitas dilakukan guna memastikan akurasi alat ukur yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan uji validitas dengan teknik product pearsons moments (Arikunto dalam Umar, 2003:189):
rxy = n X 2 ( X ) n( xy ) ( X )( Y )
2

nY 2 ( Y )

di mana: r Y = korelasi produk momen = total skor X n = skor pertanyaan = jumlah responden

Pengujian keberartian koefisien rxy menggunakan uji t pada taraf signifikansi 5% dengan rumus sebagai berikut (Umar, 1998:197): t= di mana: r df = koefisien korelasi pearsons = degree of freedom (derajat kebebasan)
r n 2 1 r 2

; df = n-2

Keputusan pengujian sebagai berikut: 1. Item pertanyaan instrumen penelitian dikatakan valid apabila thitung > ttabel (t0.05 ;
90

) artinya instrumen dapat digunakan,

2. Item pertanyaan instrumen penelitian dikatakan tidak valid apabila thitung < ttabel (t0.05 ; 90) artinya instrumen tidak dapat digunakan. 7.7.3 Uji Reliabilitas Pengujian keandalan alat ukur dalam penelitian ini menggunakan reliabilitas model Alpha () yang digunakan adalah metode Cronbach (Nasution, 2001:87) yang formulasinya sebagai berikut: = di mana: r k = koefisien reliabilitas = koefisien rata-rata korelasi antar variabel = jumlah variabel bebas dalam persamaan
kr 1 + ( k 1)

25

Tabel 3.1 Hubungan Jumlah Butir Pertanyaan Dengan Reliabilitas Instrumen Jumlah Butir Pertanyaan 5 10 20 40 80 160 320 640 Sumber: Ebel and Frisbie (1991:89) Reliabilitas 0,20 0,33 0,50 0,67 0,80 0,89 0,94 0,97

Dalam penelitian ini, jumlah butir pertanyaan atau item untuk masingmasing variabel adalah 5 butir, maka angka kritis untuk mengukur reliabilitas instrumen adalah 0,20. Keputusan yang digunakan untuk menguji reliabilitas ini adalah : 1. Jika nilai > 0,20 maka seluruh butir pertanyaan reliabel artinya instrumen layak dan dapat digunakan, 2. Jika nilai < 0,20 maka seluruh butir pertanyaan tidak reliabel artinya instrumen tidak layak untuk digunakan. 7.7.4 Path Analysis (Analisis Jalur) Analisis jalur (path analysis) merupakan bagian dari analisis regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antarvariabel di mana variabelvariabel bebas mempengaruhi variabel tergantung, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui satu atau lebih variabel perantara (Sarwono, 2006:147). PyX1 PzY Kepuasan kerja (Z)

Budaya organisasi (X1) PzX1

KINERJA KARYAWAN (Y)

PzX2 Motivasi (X2)

26

PyX2 Gambar 3.1 Model Analisis Jalur (Path Analysis) Sumber: Data Diolah Keterangan: PyX1= koefisien jalur pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PyX2= koefisien jalur pengaruh langsung motivasi terhadap kinerja karyawan PzX1= koefisien jalur pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kepuasan kerja PzX2= koefisien jalur pengaruh langsung motivasi terhadap kepuasan kerja PzY = koefisien jalur pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Persamaan struktural analisis jalur (path analysis) adalah sebagai berikut: Z Y Y X1 X2 Z ei 7.7.5 = PzX1 + PzX2 + ei (persamaan 1) = PyX1 + PyX2 + ei ... (persamaan 2) = kinerja karyawan = budaya organisasi = motivasi = kepuasan kerja = variabel pengganggu Uji Asumsi Klasik Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terjadi masalah mutikolinieritas (multikol). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independent. Untuk mendeteksi adanya multikol (Santoso, 2002:213): 1) Besaran Variance Inflation Factor (VIF) dan TOLERANCE a. Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 b. Mempunyai angka TOLERANCE mendekati 1.

di mana:

7.7.5.1 Uji Multikolinieritas

27

2) Besaran korelasi antar variabel independent Pedoman suatu model regresi yang bebas multikol adalah koefisien korelasi antar variabel independent haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi problem multikol. 7.7.5.2 Uji Autokorelasi Autokorelasi menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Autokorelasi terjadi kebanyakan pada serangkaian data runtut waktu. Maka intisari dari autokorelasi adalah bahwa error term pada satu periode waktu secara sistematik tergantung kepada error term pada periode-periode yang lain. Pengujian yang dipergunakan yaitu uji Durbin-Watson untuk mendeteksi adanya korelasi dalam setiap model. Menurut Sarwoko (2005:141) formula statistik d Durbin-Watson pada pengamatan ke t adalah:
N

d =

(e
t 2

t ) e 1
2 t

e
t 1

di mana: e n t = error term = observasi = waktu Pengujian adanya autokorelasi dalam model dapat digunakan kriteria sebagai berikut: Jika hipotesis Ho menyatakan tidak ada serial korelasi positif, maka: D < DL D > DU DL D DU D > 4-DL D < 4-DU 4-DU d 4-DL : menolak Ho : tidak menolak Ho : tidak tersimpulkan : menolak Ho : tidak menolak Ho : tidak tersimpulkan

Jika hipotesis Ho menyatakan tidak ada serial korelasi negatif, maka:

28

7.7.5.3 Uji Heteroskedastisitas Asumsi ini menyatakan bahwa apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan yang lain. Jika varians satu residual satu pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Namun jika varians residual satu pengamatan lain berbeda, disebut heteroskedastisitas (Santoso, 2002:215). Dalam perhitungan melalui program SPSS dasar pengambilan keputusannya adalah: 1) Jika ada pola tertentu, titik-titik membentuk pola (melebar, bergelombang, menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. 2) Jika tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 7.7.6 Uji Hipotesis Untuk menguji tingkat signifikansi koefisien regresi secara menyeluruh digunakan formulasi uji-F (Dajan, 1991:252) : F= di mana: n k R2 F = jumlah variabel = jumlah variabel bebas = koefisien determinasi = F hitung selanjutnya dibandingkan dengan F tabel X2, X3 terhadap variabel terikat Y. b. Ha: b1: b2: b3 0, ada pengaruh secara simultan antara variabel bebas X1, X2, X3 terhadap variabel terikat Y. c. Level of significant 95% ( = 0.05) d. Kriteria pengambilan keputusan Jika Fhitung < Ftabel : Ho diterima Jika Fhitung > Ftabel : Ho ditolak

7.7.6.1 Uji F

{(

/ k 1 1 R / n k
2 2

{R

a. Ho: b1: b2: b3 = 0, tidak ada pengaruh secara simultan antara variabel bebas X1,

29

7.7.6.2 Uji t Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh secara individu antara variabel budaya organisasi (X1), motivasi (X2) dan kepuasan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y). Keputusan untuk menolak atau menerima Ho dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada derajat kebebasan (df = n-2) dan = 5% dengan formulasi sebagai berikut (Supranto, 1996:253). t= di mana: t bi Sbi = t hitung = bobot regresi = standart deviasi dari variabel bebas X2, X3 terhadap variabel terikat Y. b. Ha: b1: b2: b3 0, ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas X1, X2, X3 terhadap variabel terikat Y. c. Level of significant 95% ( = 0.05) d. Kriteria pengambilan keputusan Jika Fhitung > Ftabel : Ho diterima Jika Fhitung < Ftabel : Ho ditolak 7.8 Kerangka Pemecahan Masalah Untuk mempermudah dan memperjelas dalam pemecahan masalah dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini:
bi Sbi

a. Ho: b1: b2: b3 = 0, tidak ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas X 1,

a. START b. Pengumpulan data

c. Uji Normalitas Data

30

d.1 Uji Validitas

d.2 Uji Reliabilitas

e. Analisis Jalur (Path Analysis) f. Uji Asumsi Klasik g. Uji F dan uji t h. Simpulan i. STOP Gambar 3.2 Kerangka Pemecahan Masalah Sumber: Data Diolah

Keterangan Kerangka Pemecahan Masalah a. Start yaitu tahap awal atau persiapan penelitian terhadap masalah yang dihadapi, b. Tahap pengumpulan data yaitu mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penelitian, c. Uji normalitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang digunakan, d. Menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap data untuk mengetahui sejauh mana keandalan instrumen penelitian dan apakah instrumen tersebut telah sesuai untuk digunakan,

31

e. Melakukan analisis jalur untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, f. Uji asumsi klasik untuk mengetahui adanya multikol, autokorelasi dan heteroskedastisitas, g. Melakukan uji F dan uji t, h. Menyimpulkan hasil penelitian, dan i. Stop yaitu hasil akhir dari penelitian.

32

You might also like