You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bali adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Suku bangsa Bali memiliki potensi alam dan kebudayaan yang sangat tinggi, sehingga Bali tidak hanya dikenal di dalam negeri saja, melainkan sampai ke luar negeri. Bahkan orang orang awam dari luar negeri mengira bahwa Indonesia terletak di pulau Bali. Hal ini menggugah hati penulis, untuk meneliti kehidupan sosial budaya suku bangsa Bali. Bali merupakan pulau yang memiliki adat istiadat/ budaya yang sangat melekat erat dengan kehidupan masyarakat setempat yang sebagian besar beragama hindu. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga sering disebut bahwa Agama Hindu merupakan roh dari Budaya Bali. . Bali memiliki kebudayaan yang cukup beraneka ragam, seperti: Seni Ukir, Seni Tari, Seni Tabuh, kebiasaan masyarakat daerah tertentu yang unik, yang kesemuanya itu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Di dalam ajaran Agama Hindu, Masyarakat Bali mengenal suatu istilah yang disebut Catur Asrama. Catur Asrama merupakan empat tahapan atau tingkatan di dalam menjalankan hidup di dunia , yaitu brahmacari,grhasta, sanyasin, bhiksuka. Grahasta merupakan tahapan kedua dalam kehidupan Masyrakat Bali yang berarti kehidupan di dalam berumah tangga.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa/mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung tentang Antropology Budaya di Bali.Dan diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita smua untuk lebih bisa meningkatkan, memperluas, dan memantapkan keterampilan yang membentuk kemampuan mahasiswa sebagai bekal untuk pembelajaran.
1

1.3 Metode Penelitian

Dalam karya tulis ini penulis menggunakan metode dokumentasi, yaitu dengan mencari informasi tentang suku Bali dari berbagai sumber buku yang ada. adapun langkah langkah penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut; 1. Pada BAB I penulis menulis tentang alasan mengapa penulis memilih Bali sebagai objek penelitian dan bagaimana penyusunannya 2. Pada BAB II penulis menulis tentang hasil penelitian pola kehidupan sosial suku bangsa Bali 3. Pada BAB III penulis menyampaikan tentang harapannya, kesimpulan dari karya tulis ini, dan saran sarannya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Lingkungan Alam Dan Demografi

Masyarakat suku Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni propinsi Bali. Oleh karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di wilayah wilayah lainnya di Indonesia. Pulau ini terletak disebelah timur pulau Jawa yang dihuungkan oleh selat Bali Bali adalah propinsi yang terletak di sebelah timur ditengah tengah lautan, oleh karena itu propinsi Bali mempunyai iklim tropis (panas). Propinsi Bali adalah salah satu propinsi yang padat penduduknya. Pada tahun 1971 penduduknya sebanyak 2.469.930 jiwa, pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 2.777.811 jiwa. Keadaan perhubungan pun sangat baik dan lancar, baik darat, laut, maupun udara

2.2 Latar Belakang Sejarah / Asal Usul

Dahulu pulau Bali disebut dengan nama Walidwipa, yang merupakan suatu kerajaan yaitu kerajaan Bali. Kerajaan ini berkembang sekitar abad ke VIII Masehi. Pemerintahannya berpusat di Shinghamandawa, sebuah tempat yang hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kerajaan ini pernah diperintah oleh dua diansti, yaitu Dinasti Warmmadewa dengan Dinasti Sakellendukirana Kerajaan Bali bercorak Hindu, ini dapat diketahui dari pembagian golongan dalam masyarakat (kasta), pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan. Dalam hal agama dan kepercayaan, pengaruh zaman Megalithikum terasa masih kuat pada masyarakat kerajaan Bali. Keadaan tersebut menunjukan bahwa mayarakat Bali merupakan pemegang teguh tradisi Warisan budaya serta agama dan kepercayaan masih dipegang teguh hingga saat sekarang ini. Kini Bali adalah sebuah propinsi yang berada di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Hindu tetap menjadi agama mayoritas yang wariskan secara turun temurun.

2.3 Sistem Kepercayaan / Religi

Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu Bali, akan tetapi, ada pula sebagian kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan katholik. Penganut agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan katholik terutama terdapat di Denpasar, Jimbaran dan Singaraja Tempat beribadah agama Hindu di berupa pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga), Subak dan Seka, kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur dari klen klen besar. Ada juga yang di sebut Sanggah yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas. Sedangkan kitab suci adalah Weda yang bersisi tentang Arman, Karmapala, Punarbawa, dan Moksa. Di Bali ada seorang pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara keagamaan, terutama upaca besar adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang umumnya disebut Sulingih tetapi tidak semua pendeta disebut Sulingih, misalnya Pedanda untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Budha, atau Resi untyuk pendeta dari kalangan Satria.

2.4 Sistim Kekerabatan dan Kemasyarakatan

Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistim klen dan kasta, orang orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah) setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta. Dahulu, jika terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara fisik, suami istri akan dihukum buang (Maselong) untuk beberapa lama ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang hukuman itu tidak dijalankan lagi. Perkawinan antar kasta sudah relatif banyak dilakukan Struktur Dadia berbeda beda. Di desa desa dan pegunungan, orang orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing masing tempat kediamannya, di desa desa tanah datar, orang orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan di masing masing tempat kediamannya, tempat pemujaan tersebut disebut Kemulan Taksu. Disamping itu, ada lagi kelompok kerabat yang disebut klen besar yang melengkapi beberapa kerabat
4

tunggal dadia (sanggah). Mereka memuja kuil yang sama disebut kuil (pura) Pabian atau Panti

2.5 Teknologi Dan Mata Pencaharian

Teknologi transportasi di Bali sudah sangat memadai, misalnya transportasi darat. Disana ada bus yang dipakai untuk kendaraan pengangkut penumpang antar daerah, baik untuk jarak dekat maupun jarak jauh, bahkan ada yang di pakai untuk mengangkut penumpang antar pulau. Lalu transportasi laut, ada yang disebut angkutan penyembrangan Gilimanuk Ketapang yang menghubungkan Bali dengan Jawa. Disamping itu, Bali mempunytai Bandara Internasional yang sangat baik Umumnya mata pencaharian masyarakat Bali dibidang kesenia, sperti seni pahat, lukis, kerajinan dan lain lain. Tetapi tidak semuanya, ada juga yang bergerak di bidang pertanian dan industri, misalnya perusahaan tenun di Denpasar

2.6 Bahasa Dan Kesenian

Bali dalam kehidupan sehari hari menggunakan bahasa Bali dan sasak. Bali mempunyai beraneka ragam seni tari, seperthi tari Legong yang berlatar belakang kisah cinta Raja Lasem, dan tari Kecak adalah tari yang mengisahkan tentang bala tentara monyet Hanoman dan Sugriwa. Lagu lagu daerahnya pun bermacam macam seperti mejangeran, Macepet Cepetan, Meyong Meyong, Ngusak Asik, dan lain lain. Alat musiknya disebut gamelan Bali. Bali juga mempunyai senjata tradisional, yaitu keris (Kedukan), tombak dan golok. Rumah adatnya pun bermacam macam seperti Gapura Candi Bentar, Bali Bengong, Balai Wanikan, Kori Agung, Kori Babetelan. Sedangkan pakaian adatnya adalah untuk pria Bali berupa ikat kepala (Destar) kain songket saput, dan sebilah keris terselip dipinggang belakang, kaum wanitanya memakai dua helai kain songket, Stagen Songket (Merpada), selendang / senteng serta hiasan bunga emas dan kamboja (Subang, Kalung, Gelang) diatas kepala

2.7 Potensi Dalam Pembangunan

Bali mempunyai potennsi sumber daya alam dan manusia yang sangat baik, yang paling menonjol adalah objek wisatanya. Objek wisata tersebut dapat dijadikan sumber devisa (alat pembayaran utang luar negeri), dengan cara menarik sebanyak banyaknya wisatawan mancanegara. Bukan hanya itu saja, Bali juga mempunyai hutan dan gunung yang bisa digali kekayaan alamnya. Tanahnya pun cukup baik dan subur sehingga bisa dijadikan sebagai lahan pertanian maupun lahan perkebunan, bahkan untuk perindustrian.

2.8 Perkawinan di Bali

Dalam ajaran Hindu terdapat empat tahap dalam mencapai tujuan hidup, adapun tujuan hidup tersebut dinamakan Catur Purusa Artha terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Sementara dalam Perkawinan adalah bentuk perujudan dari suatu usaha untuk mencapai tujuan hidup. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan "Yatha sakti Kayika Dharma" ini bermakna dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma Upacara perkawinan pada hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri. Sedangkan pengertian perkawinaan sendiri adalah jalinan ikatan secara lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan abadi selamanya hingga akhir usia. Bila seseorang sudah berniat melakukan perkawinan, diharapkan sudah mereka sudah siap lahir dan batin dalam menempuk bahtera rumah tangga kelak. Dalam perkawinan umat Hindu di Bali, ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.

Sebelum seseorang memasuki jenjang perkawinan dibutuhkan suatu bimbingan, nasehat dan wejangan agar dalam pelaksaanaannya nanti tidak mengalami kendala, masalah yang mungkin akan timbul dalam mengarui biduk bahtera rumah tangga, bimbingan ini diberikan dari orang yang mengerti dan ahli dalam bidang agama Hindu, orang yang mengerti agama ini akan menerangkan apa yang menjadi tugas dan kewajiban bagi orang yang telah terikat dalam pernikahan sehinggabisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma. Lalu dilanjutkan dengan proses penyucian diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya (umat Hindu di Bali percaya leluhur yang sudah meninggal dapat berenkarnasi dalam perujudan anak cucu kembali) untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia. Melahirkan anak lewat perkawinan mengasuh, membimbing, memeliharanya dan mendidik dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Terlebih lagi kalau anak tersebut dapat menjadi manusia yang sempurna, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara. Perkawinan bagi umat Hindu merupakan sesuatu yang suci dan sakral. Saat itu perkawinan layak atau tidak nya ditentukan oleh seorang Resi, dimana sang Resi (Bramana Sista) ini mampu melihat lewat mata batin cocok tidaknya dari pasanngan yang akan dinikahkan, bila tidak cocok atau jodoh akan dibatalkan karena bisa berakibat buruk bagi kehidupan rumah tangga mereka nanti. Namun seiring masa berganti dan pertimbangan duniawi lebih mempengaruhi orang tua dalam memilih jodoh untuk anak anak mereka dan bukan lagi nilai budi pekerti yang di junjung tinggi Pernikahan adat Bali menggunakan sistem patriarki yaitu semua tahapan dan proses pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria. Menurut UU perkawinan no 1 thn 1974, sah tidaknya suatu perkawinan adalah sesuai menurut hukum dan agama masing masing. Proses upacara adat pernikahan di Bali disebut Mekala-kalaan (natab banten). Pelaksaan upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta yang diadakan di halaman rumah

sebagai titik sentral kekuatan Kala Bhucari yang dipercaya sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan. Makalan-kalaan sendiri berasal dari kata Kala yang mengandung pengertian energi. Upacara mekala-kalaan ini mempunyai maksud untuk menetralisir kekuatan kala/energi yang bersifat buruk/negatif dan berubah menjadi positif/baik. Adapun maksud dari upacara ini adalah sebagai pengesahan perkawinan antara kedua mempelai dan sekaligus penyucian benih yang terkandung di dalam diri kedua mempelai. Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali
y

Sanggah Surya/bambu melekungmerupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupakan istananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.

Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)simbol calon pengantin yang diletakkan sebagai alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.

Tikeh Dadakan (tikar kecil)Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).

Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.

Benang Putihdibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol
8

dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
y

Tegen tegenanMakna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :

1. Batang tebu berarti hidup pengantin mengandung arti kehidup dijalani secara bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis. 2. Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma. 3. Periuk simbol windhu. 4. Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi). 5. Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
y

Suwun-suwunan(sarana jinjingan)Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.

Dagang-daganganmelambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.

Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.

Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat
9

terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
y

Tetimpugadalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.

Rangkaian tahapan upacara pernikahan adat Bali: Upacara Ngekeb: Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga dengan memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik. Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas. Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya. Mungkah Lawang (Buka Pintu): Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu. Upacara Mesegehagung:
10

Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita, kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng Madengendengen: Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian Mewidhi Widana: Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan Mejauman Ngabe Tipat Bantal: Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan/menerima tamu. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buahbuahan serta lauk pauk khas Bali.

11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Jadi secara garis besar suku bangsa Bali merupakan suatu suku bangsa yang memiliki potensi kebudayaan yang sangat tinggi dan sebagai sumber devisa tertinggi di negara Indonesia

3.2 Saran Saran Bali memiliki banyak kebudayaan alangkah lebih baik jika kebudayaan itu kita jaga dan lestarikan bersama sebagai citra bangsa Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
12

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sasak http://www.hukumhindu.com/tag/hukum-adat-bali/ http://www.google.co.id/search?q=makalah%20kebudayaan%20di%20bali&ie=utf8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefoxa&source=hp&channel=np#pq=makalah+kebudayaan+di+bali&hl=id&cp=14&gs_id=2v&xh r=t&q=hukum+adat+bali&pf=p&sclient=psy-ab&client=firefox-a&rls=org.mozilla:enUS%3Aofficial&channel=np&biw=1280&bih=616&source=hp&pbx=1&oq=hukum+adat+b al&aq=0&aqi=g1&aql=&gs_sm=&gs_upl=&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=e7b03274a5 0cf41e

13

You might also like