You are on page 1of 5

KEUTAMAAN SHOLAWAT AL-FATIH

SHOLAWAT AL-FATIH

memiliki 8 martabat keutamaan, dibawah ini hanya keutamaan pada martabat yang pertama saja, sedangkan yang lainnya dirahasiakan oleh Allah SWT, diantaranya adalah : 1. Membaca sholawat al-Fatih 1x setiap hari di jamin hidup bahagia dunia dan akhirat 2. Membaca sholawat al-Fatih 1x menghapus semua dosa 3. Membaca sholawat al-Fatih 1x menyamai pahala ibadah semua mahluk di alam semesta ini 6000x lipat 4. Membaca sholawat al-Fatih 1x menyamai pahala sholawat yang dibaca oleh seluruh mahluk dari awal di ciptakan sampai sekarang 600x lipat 5. Membaca sholawat al-Fatih 1x setiap hari, di jamin mati membawa iman ( husnul khotimah ). 6. Membaca sholawat al-Fatih 10x di malam jumat lebih besar pahalanya dari pada ibadah seorang wali yang tidak membaca sholawat al-Fatih selama 1 juta tahun. 7. Pahala sholawat al-Fatih dapat menutupi dan mengganti kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap orang lain, sehingga ia dapat mengganti tuntutannya di hari kiamat. 8. Membaca sholawat al-Fatih 100x di malam jumat menghapus dosa 400 tahun.

9. Syekh Ahmad at-Tijany r.a berkata :Keistimewaan sholawat al-Fatih sangat sulit di terima oleh akal, karena ia merupakan rahasia Allah SWT yang tersembunyi. Seandainya ada 100,000 bangsa, yang setiap bangsa itu terdiri dari 100,000 kaum, dan setiap kaum terdiri dari 100,000 orang, dan setiap orang diberi umur panjang oleh Allah SWT sampai 100,000 tahun, dan setiap orang bersholawat kepada nabi setiap hari 100,000 x, semua pahala itu belum dapat menandingi pahala membaca sholawat al-Fatih 1x.

SYARAT DITERIMANYA SUATU AMAL Pada hakikatnya syarat diterimanya amal yang dilakukan oleh seorang muslim ada dua, yaitu : 1. Ikhlas dan 2. Sesuai sunnah Rasulullah Syaikhul Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Al-Fawaaid mengatakan bahwa : Amal ibadah tanpa Ikhlas dan Tanpa Mencontoh Rasululloh bagaikan seorang musafir yang mengisi kopernya dengan butirbutir pasir tiada guna yang memberatkannya. Al-Allamah Fudhail bin Iyadh berkata : Amal yang terbaik adalah yang paling ikhlas dan paling benar menurut syariat. Dan beliau ditanya yang dimaksud dengan amal yang paling ikhlas dan paling benar, beliau menjawab : Perbuatan yang ikhlas tapi tidak benar tidak akan diterima, dan jika amalan benar tapi tidak ikhlas maka amalannya juga tidak akan diterima. Amalan yang diterima ialah yang dilakukan karena Alloh Taala dan yang benar adalah yang sesuai dengan sunnah Rasulullah. Syaikh Muhammad Jamil Zainu ketika ditanya mengenai syarat-syarat bisa diterimanya suatu amal dalam kitabnya AlAqidah Islamiyah, beliau menjawab : Syarat-syarat amal bisa diterima adalah : 1. Iman dan Bertauhid

Allah berfirman : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal [QS Al Kahfi: 107] Sabda Rasulullah : Katakanlah : Aku beriman kepada Allah, kemudian tetaplah engkau (dengan iman itu). [HR Muslim]. 2. Tidak berbuat syirik Allah berfirman : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang lalim. [QS Yunus: 106] Allah berfirman : Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [QS: Az Zumar: 65] 3. Ikhlas yaitu beramal karena mengharapkan ridho Alloh, bukan karena riya atau pamrih Allah berfirman : Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. [QS Az Zumar: 2] 4. Cara pelaksanaannya sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah. Allah berfirman : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. [QS Al Hasyr: 7] Sabda Rasulullah: Barangsiapa beramal bukan berdasarkan perintah kami (contoh/sunnah kami) maka amalannya itu tertolak (tidak diterima Alloh Subhanahu wa Taala) [HR Bukhari no.2697, Muslim no.1718, dan Ahmad 6/73, 240, 270] Syarat amal dengan Iman Tauhid dan Tidak berbuat syirik adalah sebagai suatu penegasan, karena sesungguhnya tanpa dijelaskan hal tersebut mutlak bahwa setiap amalan tanpa ada keimanan kepada Allohu Taala maka akan tertolak, dan mutlak pula setiap amalan namun disertai atau dibarengi dengan perbuatan syirik pasti akan tertolak pula. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, bahwa permasalahan Aqidah (iman) dan menyembah hanya kepada Alloh Taala (tauhid) adalah sesuatu yang sangat mendasar dalam agama Islam dan sebagai pilar-pilar Tauhid. Sehingga suatu kaum yang telah disampaikan ajaran Islam ataupun hidup diantara kaum muslim, berarti secara otomatis meliputi pula hakikat agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah yang telah diajarkan secara jelas dan kaum tersebut tidak bisa mengklaim bahwa mereka tidak mengetahui. Syarat amal dengan Ikhlas dan Sesuai Sunnah Rasululloh adalah salah satu prinsip agung dari prinsip-prinsip Islam yang tidak dimiliki oleh agama manapun, dan merupakan parameter amal perbuatan yang terlihat. Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali, bahwa seluruh amal perbuatan yang tidak dimaksudkan untuk mencari keridhaan Alloh Taala maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula halnya segala amal perbuatan yang tidak atas dasar perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya juga tertolak dari pelakunya. Siapa saja yang menciptkan hal-hal baru dalam agama yang tidak dicontohkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka bukanlah termasuk perkara

agama sedikitpun. Jadi barangsiapa amal perbuatannya keluar dari syariat yang dicontohkan dan tidak terikat dengannya, maka tertolak. Jadi sangat disayangkan sekali banyak ummat Islam ini yang mudah terlena dengan pemahaman akal dan perbuatan kebanyakan orang dengan mengharapkan bahwa menurut mereka suatu amal ini adalah tujuannya kebaikan. Tapi mereka mengukur dengan parameter akal dan hawa nafsu, sedangkan parameternya sesungguhnya mereka abaikan bahkan ditinggalkan. Contoh mudah berapa banyak mereka melakukan amal hanya dengan prasangka (dzhon) belaka, seperti halnya merayakan peringatan Maulid Nabi bahwa itu adalah suatu kebaikan, tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga mereka curahkan untuk mensukseskan acara tersebut, tetapi sangat sedikit yang mau berfikir dan memalingkan kepada hadist : Barangsiapa beramal bukan berdasarkan perintah kami (contoh/sunnah kami) maka amalannya itu tertolak, sehingga mereka bisa mengukur dan memiliki parameter, apakah amal yang mereka lakukan itu akan menjadi tertolak atau tidak ? Oleh karena itu Umar bin Khattab berkata dalam doanya : Allohummajal amalii kullahu shoolihaan, wajalhu liwaj hika khoolison, wa laa tajali ahadin fiihi syaian. Artinya : Ya Alloh jadikan amalku semuanya shalih dan ikhlas karena mencari ridha-Mu dan jadikan di dalamnya maksud yang lain. Inilah hakikat perbuatan amal dalam agama Islam, yaitu barangsiapa yang enggan menyerahkan diri kepada Alloh Taala (ikhlas) maka ia termasuk orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Nya, sedangkan barangsiapa yang enggan mengikuti sunnah Rasululloh Sholallohu alaihi wasallam dan mengada-adakan suatu amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh beliau, maka ia termasuk orang yang telah berbuat bidah. Insya Allohu taala nasehat ini berguna buat ana dan antum sekalian. Maraji : 1. Al-Fawaaid, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, terjemahan Mutiara Faedah, terbitan Pustaka Al-Kautsar. 2. Fatwaa fii Attaah wal Baiat, oleh Syaikhul Islam Ibnul Taimiyah, terjemahan Risalah Baiat, terbitan Pustaka At-Tauhid 3. Al-Aqidah Al-Islamiyah, oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, terbitan Cooperative Office for Call and Guidance, PO Box 20824 Riyadh. 4. Majmoo Fataawa wa Maqaalaat Mutnawwiah li Samaahat vol. 7, p. 132, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, artikel dari milis AsSalafi. 5. Jamiul Ulum wal Hikam, oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali, terjemahan Panduan Ilmu dan Hikmah, terbitan Darul Falah. Catatan : Bagi para pembaca Artikel di Situs Ini Harap Dalam menilai Suatu Amalan Harus disertai hujjah yang jelas agar kita tidak beramal kecuali ada sumber yang kuat dari Rasulullah dan sahabatnya, apakah Rasulullah dan melakukan amalan tersebut atau tidak, jika tidak mengapa kita menambah-nambah ajaran yang sudah sempurna (lihat QS. Al Maidah : 3). Kalau kita melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari Rasulullah, maka sia-sia saja kita melakukan amalan itu. Renungkanlah baik-baik, semoga kita mendapatkan hidayah dari Allah. Aamiin

You might also like