You are on page 1of 4

NAMA: REZZA AQUILLA/091024260 KELAS:TP 2009B Model-Model Evaluasi Kurikulum

Perkembangan model untuk evaluasi kurikulum memperlihatkan suatu gejala yang tidak berbeda dengan perkembangan disiplin ilmu pendidikan dan upaya-upaya pendidikan yang pernah dilakukan manusia. Meskipun demikian, sejarah perkembangan bidang evaluasi kurikulum dan kemudian menghasilkan model-model evaluasi kurikulum memperlihatkan sesuatu yang khas. Perkembangan berikutnya memperlihatkan fenomena lain dimana model-model evaluasi kurikulum tadi dikembangkan secara khusus baik secara individual(Provus model) maupun secara kelompok (CIPP). Pada dasarnya model-model evaluasi kurikulum dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu 1. Model Evaluasi Kuantitatif Model kuantitatif ditandai oleh ciri yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigm positivistis. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, paradigma positivisme menjadi tradisi keilmuan dalam evaluasi terutama melalui tradisi psikometrik. Tradisi psikometrik menekankan penggunaan prosedur dan alat evaluasi berdasarkan prosedur yang dikenal pengukuran dan metodologi positivistik. a. Model Black Box Tyler Model tyler dinamakan Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh pengembangnya. Model ini dibangun atas dua dasar, yaitu : evaluasi yang ditujukan kepada peserta didik dan evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum tersebut. Evaluasi kurikulum yang sebenarnya hanya berhubungan dengan hasil belajar. Evaluasi terhadap kurikullum sebagai kegiatan tidak dimasukkan dalam ruang lingkup evaluasi kurikulum oleh Tyler. Pada dasar evaluasi yang kedua, harus dipertimbangkan tingkah laku yang bagaimana yang harus diperlihatkan peserta didik sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Disini, evaluator dituntut untuk mengembangkan kisi-kisi tujuan yang akan dievaluasi dalam tabel dua dimensi, dimensi tingkah laku dan dimensi materi. Alat evaluasi dapat berbentuk tes dan alat ini adalah alat yang banyak digunakan orang. Guru dituntut merumuskan tujuan belajar yang harus dicapai peserta didik dalam bentuk behavioral objectives. Sebagai hasilnya maka muncullah taksonomi tujuan pendidikan yang dikembangkan Bloom dan kawan-kawan. Taksonomi tujuan pendidikan dapat memberikan arahan bagi perencanaan hasil belajar yang terukur. Model Tyler tidak memberikan perhatian mengenai proses yang terjadi di antara kedua tes tersebut, dan oleh karena itu model Tyler dikenal namanya dengan black box. Apabila model ini dagunakan dengan desain eksperimen, maka bagian proses mungkin saja terjadi sesuai yang diharapkan kurikulum. Tetapi ketika digunakan desain penelitian deskriptif dan proses yang terjadi tidak dievaluasi, ada kemungkinan apa yang terjadi pada peserta

didik tidak seperti yang dirancang kurikulum. Karena itu bagian proses ini dianggap sebagai kotak hitam yang menyimpan segala macam teka-teki. Dalam pelaksanannya ada tiga prosedur utama yang harus dilakukan, yaitu : 1. 2. 3. Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi. Menentukan evaluasi dimana peserta didik akan mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan. Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.

b. Model Teoritik Taylor dan Maguire Seperti tersurat dalam judulnya model Taylor dan Maguire ini lebih mendasarkan dirinya pada pertimbangan teoritik suatu model evaluasi kurikulum. Meskipun demikian hal ini tidak berarti bahwa pertimbangan praktis tidak diberikan dalam menerapkan beberapa langkah model tersebut. Model ini dikemukakan dalam versinya yang utuh. Dalam menggunakan model ini, secara tegas ada dua kegiatan utama yang harus dilakukan evaluator. Pertama, mengumpulkan data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai komponen tujuan, lingkungan, personalia, metode dan konten, serta hasil belajat, bbaik hasil belajar langsung maupun hasil belajar dalam jangka panjang. Data itu dikatakan data objektif karena mereka berasal dari luar pertimbangan evaluator. Kedua, pengumpulan data yang merupakan hasil pertimbangan individual terutama mengenai kualitas tujuan, masukan, dan hasil belajar. Unsur-unsur ini yang sebenarnya merupakan variable model ini, dimasukkan dalam suatu diagram yang terdiri atas 4 matriks, yaitu tujuan, penafsiran, strategi, dan hasil belajar. Cara kerja model ini dimulai dari adanya keinginan tertentu dalam masyarakat. Selanjutnya, keinginan tersebut memanifestasikan dirinya berupa tekanan-tekanan atau tuntutan terhadap pendidikan. Tekanan / tuntutan masyarakat ini dikembangkan menjadi tujuan. Tujuan dari masyarakat tadi dikembangkan menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum. c. Model Pendekatan Sistem Alkin Alkin termasuk salah seorang yang aktif dalam evaluasi. Pendekatan yang dilakukannya memiliki keunikan dibandingkan pakar evaluasi lainnya dimana ia selalu memasukkan unsure pendekatan ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Dalam model yang dinamakannya dengan pendekatan systems (systems approach) Alkin telah memasukkan variable perhitungan ekonomi dalam modelnya. Dalam masa-masa kemudian bahkan ia banyak menggunakan pendekatan ekonomi mikro yang lebih murni dalam evaluasi yang dilakukannya. Model ini digambarkan atas empat asumsi, yaitu : 1. 2. 3. Variable perantara, satu-satunya variable yang dapat dimanipulasi. Sistem luar tidak langsung dipengaruhi oleh keluaran sistem (persekolahan). Para pengambil keputusan sekolah tidak memiliki kontrol mengenai pengaruh yang diberikan tas sistem luar terhadap sekolah.

4.

Faktor masukan mempengaruhi aktivitas faktor perantara dan pada gilirannya faktor perantara berpengaruh terhadap faktor keluaran. Keempat asumsi tersebut harus terpenuhi sebelum model Alkin dapat digunakan. D. Model Countenance Stake. Model countenance adalah model pertama evaluasi kurilulum yang dikembangkan Stake. Pengertian countenance adalah keseluruhan, sedangkan pengertian lain adalah sesuatu yang disenangi (favourable). Stake mendasarkan modelnya pada evaluasi formal, suatu kegiatan evaluasi yang sangat tergantung pada pemakaian checklist, structured visitation by peers, controlled comparisons, and standardized testing of students (Stake, 1972 ; 93). Model ini mempunyai keyakinan bahwa suatu evaluasi haruslah memberikan deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai evaluan. Model Countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matriks pertama dinamakan matriks Deskripsi dan yang kedua dinamakan Matriks Pertimbangan. Matriks pertimbangan baru dapat dikerjakan oleh evaluator setelah matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks Desktripsi terdiri atas kategori rencana (intent) dan observasi. Matriks Pertimbangan terdiri atas kategori standard dan pertimbangan. Pada setiap kategori terdapat tiga fokus, bahwa setiap evaluasi harus memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum kegiatan kelas berlangsung (antecendents), ketika kegiatan kelas berlangsung (transaksi), dan menghubungkannya dengan berbagai bentuk hasil belajar (out comes)

1.

Matriks Deskripsi Kategori pertama adalah sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum atau program. Dalam konteks KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan atau digunakan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang dikembangkan guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan yang diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang berhubungan dengan minat, kemampuan, pengalaman,dan lain sebagainya dari peserta didik. Ktegori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai implementasi yang diindinkan pada kategori yang pertama. Ktegori ini juga sebagaimana yang pertama terdiri atas antecendents, transaksi , dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data) mengenai antecendents, transaksi , dan hasil yang ada di suatu satuan pendidikan.

2.

Matriks Pertimbangan Terdiri atas kategori standard an pertimbangan, dan fokus antecendents, transaksi, dan outcomes (hasil yang diperoleh). Standar dapat dikembangkan dari karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi dapat juga dari yang lain (pre-ordinate, mutually adaptive, proses). Kategori kedua adalah kategori pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori yang pertama dan kedua matriks Deskripsi sampai kategori pertama matriks Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian pertimbangan. Keseluruhan matriks yang mendukung model Stake ini terdiri dari 12 kotak. Secara keseluruhan model ini digambarkan sebagai berikut :

3.

Keseluruhan Konsep Countenance

Keseluruhan model countenance ini digambarkan sebagai berikut : Antecendents yang direncanakan Antecendents yang teramati

congruence Contingency Logis Transaksi yang teramati Transaksi yang direncanakan Contingency Empirik

congruence Contingency Logis Hasil yang teramati Hasil yang diharapkan congruence Cara kerja model evaluasi Stake, evaluator mengumpulkan data mengenai apa yang diinginkan pengembang program baik yang berhubungan dengan kondisi awal, transaksi, dan hasil. Data dapat dikumpulkan melalui studi dokumen dapat pula melalui wawancara. Analisis logis diperlukan dalam memberikan pertimbangan mengenai keterkaitan antara prasyarat awal, transaksi, dan hasil dari kotak-kotak tujuan. Evaluator harus dapat menentukan apakah prasyarat awal yang telah dikemukakan pengembang program akan tercapai dengan rencana transaksi yang dikemukakan. Atau sebetulnya ada model transaksi lain yang lebih efektif. Demikian pula mengenai hubungan antara transaksi dengan hasil yang diharapkan. Analisis kedua adalah analisis empirik. Dasar bekerjanya sama dengan analisis logis tapi data yang digunakan adalah data empirik. Pekerjaan evaluator berikutnya adalah mengadakan analisis congruence (kesesuaian) antaraapa yang dikemukakan dalam tujuan (inten) dengan apa yang terjadi dalam kegiatan (observasi). Perlu diperhatikan apakah yang telah direncanakan dalam tujuan sesuai dengan pelaksanaanya di lapangan atau terjadi penyimpanganpenyimpangan. Apabila analisis contingency dan congruence tersebut telah selesai, maka evaluator menyerahkannya kepada tim yang trerdiri dari para ahli dan orang yang terllibat dalam program. Tim ini yang akan meneliti kesahihan hasil analilsis evaluator dan memberikan persepsinya mengenai faktor penting baik dalam contingency maupun congruence. Contingency Empirik

You might also like