You are on page 1of 26

TUGAS KELOMPOK

METODE FARMAKOLOGI
Efek dan cara percobaan untuk Antagonis kalsium, penghambat adrenergik, (reseptor antihistamin, H1 dan H2)

OLEH: RATI NUR AINNA (70100108067) NURFIDDIN FARID (70100108060) FARMASI B

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

SAMATA GOWA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis. Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar. Antagonis kalsium merupakan golongan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit jantung dan hipertensi dengan mekanisme menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard, menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer. Berbagai antagonis kalsium antara lain nifedipin, verapamil, diltiazem, amlodipin, nikardipin, isradipin, dan felodipin. Golongan dihidropiridin (seperti nifedipin, nikardipin, dll) bersifat vaskuloselektif , menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti (efek pada nodus SA dan AV minimal). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi darurat (dosis 10mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit), namun tidak dianjurkan untuk hiperensi dengan penyakit jantung koroner. Efek samping antagonis kalsium antara lain iskemia miokard, hipotensi, edema perifer, bradiaritmia, dll.

Penghambat saraf adrenergik meliputi reserpin, guanetidin dan guanadrel. Reserpin bekerja dengan menghambat uptake dan memecah katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) di ujung vesikel. Efek yang ditimbulkan adalah penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping reserpin antara lain depresi mental, penurunan ambang kejang, bradikardia, hipotensi ortostatik, dan hiperasiditas lambung yang dapat mengeksaserbasi ulkus lambung dll. Sedangkan guanetidin dan guanadrel bekerja dengan menggeser norepinefrin dari vesikel dan mendegradasinya, sehingga menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping guanetidin antara lain hipotensi ortostatik dan diare. Antihistamin adalah Obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme pnghambatan bersaing pada sisi reseptor H1 dan H2.

Aktivasi reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan sekresi mukus. Histamin juga berperan sebagai neurotransmiter dalam susunan saraf pusat. Obat-obat untuk reseptor H1 yaitu difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina. Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP, sedangkan antihistamin H2 memblokade efek tersebut. Pada otot

polos bronkus aktivasi reseptor H1 oleh histamin menyebabkan bronkokonstriksi sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi. Contohnya simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina. B. Rumusan Masalah Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang: 1. Apa Pengertian farmakologi ? 2. Bagaimana mekanisme antagonis kalsium, penghambat adrenergic dan antihistamin H1 dan H2? 3. Efek dan cara percobaan antagonis, penghambat adrenergic dan antihistamin H1 dan H2?

C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang konsep dasar farmakologi secara umum dari antagonis kalsium, penghambat adrenergic, dan antihistamin H1 dan H2 serta bagaimana efek dan cara percobaannya.

D. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

ANTAGONIS KALSIUM Penghambat kanal Ca (PKC), yang pertama kali di temukan (Haas & Hartfelder, 1962) adalah verapamil. Pada tahun tahun selanjutnya ditemukan berbagai macam penghambat kanal Ca yang kemudian digunakan dalam klinik. Penghambat kanal Ca yang mempunyai struktur kimia berbeda satu sama lain, dikenal sebagai derivat : fenilalkilamin (verapamil), dihidropiridin (nifedipin, nikardipin, amlodipin), benzotiazepin (diltiazem), difenilpiperazin (sinarizin, flunarizin) dan diarilaminopropilamin eter (bepridil). Tiga golongan pertama merupakan penghambat kanal Ca yang selektif bekerja terhadap kanal Ca (90-100 %), sedangkan kelompok lainnya menghambat kanal Ca (50-70 %) dan kanal Na. Obat antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda yaitu dengan menghambat masuknya ion kalsium melewati slow channel yang terdapat pada membran sel (sarkolema). Sangat efektif

diberikan kepada: orang kulit hitam lanjut usia

y y

y y y

penderita angina pektoris (nyeri dada) denyut jantung yang cepat sakit kepala migren.

Obat antagonis kalsium membawa keuntungan pada ; 1. pengobatan hipertensi ; menurunkan tahanan tepi tanpa efek samping pada jantung, dan relatif aman dalam kombinasi dengan beta bloker. 2. pengobatan angina ; mengurangi serangan angina tanpa efek samping pada jantung, dan relatif aman dalam kobinasi dengan beta bloker. 3. gangguan fungsi jantung; lebih aman. Obat antagonis kalsium makin sering digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi jangka panjang angina stabil kronik, karena secara umum, obat antagonis kalsium dan beta bloker efektivitasnya sebanding untuk jenis angina ini. Selain itu obat antagonis kalsium lebih jarang menimbulkan efek samping yang serius dibandingkan beta bloker. Obat antagonis kalsium menjadi obat terpilih terutama bila : 1. Beta bloker merupakan kontra indikasi, misalnya pada gagal jantung, sick sinus syndrome, blok AV derajat 2 atau lebih (untuk keadaan-keadaan ini sebaiknya dipilih nifedipin), penyakit paru obstruktif, penyakit vaskular perifer atau diabetes melitus yang berat. 2. penderita tidak dapat mentoleransi efek samping beta bloker. Obat antagonis kalsium juga untuk angina varian seperti angina sewaktu istirahat, angina of effort dengan elevasi segmen ST, angina of effort dengan

ambang serangan yang bervariasi sewaktu kerja fisik pada jam atau hari yang berlainan dan angina yang muncul segera setelah terjadinya infark miokard. Obat antagonis kalsium merupakan penghambat vasospasme yang kuat, karena kerjanya langsung mendilatasi arteri epikardial tempat spasme terjadi, sehingga langsung dapat mengatasi atau mencegah terjadinya vasospasme tersebut. Pada penangan angina tidak stabil, obat antagonis kalsium biasanya digunakan untuk kombinasi dengan golongan nitrat bila hasil pengobatan dengan nitrat kurang memuaskan. Kebanyakan efek samping obat antagonis kalsium berhubungan dengan besarnya dosis. Oleh karena itu dosis untuk setiap penderita harus ditentukan untu mendapatkan dosis efektif sekecil mungkin. Efek samping kardiovaskular akibat dosis obat antagonis kalsium berlebih dapat dihilangkan dengan garam kalsium dan/atau adrenalin bila perlu atropin. Pada obat jantung dan otot polos vascular, Ca terutama berperan dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar Ca dalam sitosol akan meningkatkan kontraksi. Maksudnya Ca dari ruang ekstaksel ke dalam ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar : kadar Ca ekstrasel 10.000 kali lebih tinggi dari pada kadar Ca intrasel sewaktu diastole dan karena ruang intrasel bermuatan negative. Pada otot jantung mamalia masuknya Ca meningkatkan kadar Ca sitosile dan mencetuskan penglepasan Ca dalam jumlah cukup banyak dari depot intrasel (reticulum

sarkoplasma) sehingga aparat kontraktil tempurung (sarkomer) bekerja. Masuknya Ca terutama dan langsung lewat Slow channel. Slow channel berbeda dengan fast Na channel yang melewatkan ion Na dari ruang ekstrasel menuju intrasel dan dihambat oleh tetrodotoksin. Kanal Ca tidak dihambat oleh tetrodotoksin. Secara umum ada 2 jenis kanal Ca. pertama, voltage sensitive (VSC) atau potential-dependent calcium channel (PDC). Kanal jenis ini akan membuka bila ada depolarisasi membrane sel. Kedua, reseptor-operated calcium channel (ROC) yang membuka apabila suatu agonis menempati reseptor dalam kompleks system kanal ini. Contoh : hormone, neorohormon misalnya norepinefrin. Penelitian yang dilakukan Furberg dan rekan-rekan memberikan hasil, bahwa penggunaan nifedipin dengan dosis sedang maupun tinggi pada pasien dengan penyakit arteri koroner, bertanggung jawab pada peningkatan angka kematian. Pengamatan lebih lanjut terhadap proiskemik, arithmogenik dan efek negatifnya pada kematian tersebut mungkin dikarenakan adanya reflek peningkatan irama jantung - akibat dari shortacting antagonis kalsium yang terkait dengan peningkatan aktifitas simpatetik. Tetapi sejak tahun 1996, antogonis kalsium-dihidropiridin yang memiliki waktu paruh panjang diketahui tidak meningkatkan angka kematian pasien dengan gagal jantung kongestif yang terkait dengan penyakit jantung koroner. Untuk percobaan pengujian aktivitas antagonis kalsium dapat di lakukan pada hewan coba misalnya kucing. Pada penelitian yang dilakukan oleh wydiastuti dkk, menggunakan hewan coba kucing dewasa galur dan umurnya

tidak diketahui, dengan berat 3,5 kg, jenis kelamin tidak ditentukan, jumlah sampel purposive. Pada subjek penelitian dilakukan penapisan awal terhadap kondisi kesehatan meliputi tekanan darah dan volume urin per menit dan tanda-tanda pada mata dan hidungnya untuk mengetahui keadaan umumnya. Pada kucing yang memiliki tanda-tanda mata dan hidung banyak mengeluarkan kotoran serta mempunyai tekanan darah basal >150 mmHg dan volume urin awal < 0,002 cc/kg/menit tidak diikutkan. Sebelum perlakuan subjek di puasakan selama 24 jam. Dengan perlakuan pengukuran tekanan darah dan volume darah setiap menitnya pada kondisi basal, blangko, penjepitan, pasca penjepitan, dan pemberian nifedipin secara oral. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan efek dari pemberian nifedipin yaitu terjadi nekrosis pada tubulus proksimal, kenaikan kadar keratin urin akibat kenaikan kadar keratin plasma, dan terjadi peningkatan volume urin,

PENGHAMBAT ADRENERGIK

Gambar system saraf enteral

Sistem saraf pusat merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi organ-organ dalam seperti otot-otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar. Sistem ini melakukan fungsi kontrol, semisal: kontrol tekanan darah, motilitas gastrointestinal, sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, proses berkeringat, suhu tubuh, dan beberapa fungsi lain. Karakteristik utama SSO adalah kemampuan memengaruhi yang sangat cepat (misal: dalam beberapa detik saja denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik, berkeringat yang dapat terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga pengosongan kandung kemih). Sifat ini

menjadikan SSO tepat untuk melakukan pengendalian terhadap homeostasis mengingat gangguan terhadap homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian, SSO merupakan komponen dari refleks visceral. Secara anatomi sususnan saraf otonom terdiri atas saraf praganglion, ganglion dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis (Torakolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan melalui serat torakolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya kemudian berjalan ke ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem persarafan parasimpatis (segmen kraniosakral susunan saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial yaitu N III, N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4. Didalam sistem saraf otonom terdapat obat otonom. Obat otonom adalahobat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai dengan sel efektor. Banyak obat dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis kecil.Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan atau penguraian neurohormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor . Berdasarkan macam-macam saraf otonom tersebut, maka obat berkhasiat pada sistem saraf otonom digolongkan menjadi :

a. Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatik, yang diantaranya sebagai berikut : Simpatomimetik atau adrenergik, yaitu obat yang meniru efek

perangsangan dari saraf simpatik (oleh noradrenalin). Contohnya, efedrin, isoprenalin, dan lain-lain.

Gambar

Sinaps

saraf adrenergik

Simpatolitik atau adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatik ditekan atau melawan efek adrenergik, contohnya alkaloida sekale, propanolol, dan lain-lain.

b. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatik, yang diantaranya sebagai berikut : Parasimpatomimetik atau kolinergik, yaitu obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatik oleh asetilkolin, contohnya pilokarpin dan phisostigmin.

Parasimpatolitik atau antikolinergik, yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatik ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida belladonna. Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik,

parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk 1) mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodic 2) Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum 3) Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson. Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai

antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit Parkinson. Penghambat adrenergic atau adrenolitika ialah golongan obat yang menghambat perangsangan adrenergic. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor dan penghambat syaraf adrenergic. Antagonis adrenoseptor ialah obat yang menduduki adrenoseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergic, dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel efektornya. Ini berrti mengurangi respons sel efektor adrenergic terhadap perangsangan saraf adrenergic maupun

terhadap obat adrenergic eksogen. Antagonis adrenoseptor menduduki reseptor sebaliknya. 1. Antagonis adrenoseptor ( -bloker) , tidak mempengaruhi pada reseptor

( -bloker) hanya . Begitu juga

Terbagi dalam 3 golongan, yaitu: a) -Bloker non selektif Ada 3 kelompok, yaitu derivate haloalkilamin, derivate imidazolin, dan alkaloid ergot. Derivate haloalkilamin sebagai -haloetilamin tersier, obat-obat ini dalm suasana netral ata basa dalam darah akan kehilangan gugus -halogen dan membentuk cincin etilenimonium yang reaktif dan tidak stabil. Kemudian cincin etilenimonium in pecah dan membentuk ion karbonium yang sangat reaktif, yang akan bereaksi dengan gugus sufhidril, amino dan karboksil, membentuk ikatan kovalen yang stabil dengan adrenoseptor . Akibatnay hambatan bersifat irreversible.mekanisme kerja ini memperlihatkan golongan obat in I bekerja lambat walaupun dengan pemberian secara intara vena, dan masa kerja yang panjang menunggu sintesis reseptor yang baru. Maka dari itu disebut yang bekerja nonkompetitif dan masa

kerjanya panjang. Contohnya fenoksibenzamin untuk pengobatan tumor anak ginjal (feokromositoma) dan pengobatan simptomatik hyperplasia prostat benigna. Derivate imidazolin bekerja sepertifenoksibenzamin, obat-obat ini juga bekraja menghambat reseptor serotonin, melepaskan histamine dari sel

mast, merangsang reseptor muskarinik di saluran cerna, merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat. Contoh obat golongan ini yaitu fentolamin untuk mengatasi episode akut hipertensi pada feokromositoma, disfungsi ereksi, mengatasi pseudo-obstruksi usus pada feokromositoma (akibat relaksasi berlenihan oleh NE dan Epi) Alkaloid ergot ialah
1-Bloker

yang pertama kali ditemukan. Sifat

farmakologiknya kompleks sebagai agonis atau antagonis parsial pada reseptor adrenergik, reseptor dopamine dan reseptor serotonin. b)
1-Bloker

selektif

Dalam golongan ini termasuk derivate kuinazolin dan beberapa obat lain, misalnya indoramin dan urapidil. Derivat kuinazolin berefek utama yaitu hasil hambatan reseptor 1 pada otot polos arteriol dan vena, yang menimbulkan vaso- dan venodilatasi sehingga menurunkan resistensi perifer dan alir balik vena. Penurunan resistensi perifer menyebabkan penurunan tekanan darah tapi biasanya tidak menyebabkan takikardi. Penurunan alir balik vena menyebabkan berkurangnya peningkatan curah jantung dan denyut jantung. Kelompok obat ini cenderung memiliki efek yang baik terhadap lipid serum pada manusia, menurunkan kolesterol LDL dan trigliserid serta meningkatkan kadar kolesterol HDL. Dalam kelompok ini termasuk prazosin, terazosin, dan doksazosin.

c)

2-Bloker

selektif
2-Bloker

Sebagai

hanya dikenal yohimbin, yang ditemukan pada kulit

batang pohon Pausinystalia yohimbe dan dalam akar Rauwolfia. Struktur kimianya mirip reserpin. Yohimbin menyebabkan peningkatan aktivitas neuron adrenergik sentral , sehingga meningkatkan penglepasan NE dari ujung saraf adrenergic di perifer. Akibatnay, terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut jantung serta aktivitas motorik dan juga terjadi tremor. Table sediaan dan dosis berbagai -bloker

2. Antagonis adrenoseptor

( -bloker)

-bloker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergic, baik NE dan Epi endogen maupun obat adrenergik eksogen, pada adrenoseptor . Potensi hambatannya dapat dilihat dari kemampuan obat ini dalam menghambat takikardia yang ditimbulakan isoproterenol atau oleh exercise. Efek terutama -bloker adalah terhadap system kardiovaskuler. -bloker mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, selain itu obat ini dapan digunakan dalam

pengobatan hipertensi, ritme jantung dan automatisitas jantung serta pada saluran nafas terutama bronkodilatasi. Tabel Sediaan dan posologi berbagai -bloker

Penghambat saraf adrenergik menghambat aktivitas saraf adrenergik berdasarkan gangguan sintesis, atau penyimpanan dan penglepasan

neurotransmitter di ujung saraf adrenergik. Di dalam kelompok ini termasuk guanetidin, guanadrel, reserpin dan metirosin. Salah satu contoh cara menguji efek farmakologi golongan ini dapat dilihat dari percobaan yang dilakukan oleh Aldilah indah dkk, yaitu: mempersiapkan semua alat untuk percobaan dan bahan yaitu obat-obat yang akan digunakan pada percobaan. Kemudian dilakukan pemilihan hewan percobaan

yaitu mencit lalu diamati kesehatannya dan ditimbang lalu diberi tanda pengenal untuk membedakan. Penimbangan hewan percobaan dimaksudkan untuk perhitungan dosis yang tepat pada percobaan, karena salah satu faktor penting yang dapat memberikan dosis yang berbeda tiap individu adalah berat badan. Tanda pengenal pun sangat penting agar hewan percobaan tidak tertukan saat pengamatan. Kemudian mencit dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok diberi uretan secara intraperitonial menggunakan jarum suntik. Uretan diberikan dengan tujuan untuk membuat mencit tidur atau paling tidak menurunkan aktivitasnya sehingga tidak menyulitkan praktikan dalam melakukan tindakan selanjutnya. Selain itu pembiusan mencit dilakukan karena dalam keadaan tidur biasanya terjadi salvias dimana salivasi ini dimanfaatkan dalam pengujian obat-obat sistem saraf otonom. Sistem syaraf otonom terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sistem syaraf simpatik yang dapat menghambat aliran ludah dan sistem syaraf parasimpatik yang dapat menstimulasi aliran ludah. Setelah pemberian uretan, mencit kelompok 1 diberi atropin secara peroral menggunakan sonde. Setelah 15 menit dari pemberian uretan, mencit kelompok 2 diberi atropin secara subkutan menggunakan jarum suntik. Mencit kelompok 3 digunakan sebagai kelompok kontrol dimana tidak diberikan atropin. Atropin merupakan obat antikolinergik yang akan diuji pengaruhnya pada system saraf otonom. Atropin, seperti agen antimuskarinik lainnya, secara kompetitif dapat menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lain pada neuroefektor parasimpatik postganglionik, kelenjar sekresi dan sistem syaraf pusat, meningkatkan output jantung, mengeringkan

sekresi, juga mengantagonis histamin dan serotonin. Pada dosis rendah atropin dapat menghambat salivasi. Setelah 45 menit dari pemberian uretan, semua kelompok mencit diberiakan pilocarpin menggunakan jarum suntik secara subkutan agar efek yang ditimbulkan cepat. Policarpin adalah obat kolinergik yang merangsang saraf parasimpatik yang dimana efeknya akan menyebabkan percepatan denyut jantung dan mengaktifkan kelenjar-kelenjar pada tubuh salah satunya kelenjar air liur. Hal tersebut dapat memicu terjadinya hipersalivasi sehingga air liur yang dikeluarkan mencit lebih banyak. Setelah semua bahan (obat) sudah diberikan pada mencit, masing-masing mencit diletakan pada kertas saring yang sudah diberi metilen blue di bawahnya sehingga air liur yang dikeluarkan mencit merubah kertas saring menjadi berwarna biru. Masing-masing mencit ditempatkan pada satu kotak dan setiap 5 menit mencit tersebut dipindahkan pada kotak diatasnya. Kemudian diameter salivasi yang terjadi diukur lalu dicatat datanya untuk dilakukan pengolahan. Setelah diamati mencit kelompok 3 rata-rata membuat diameter salvias paling besar yang berarti air liur yang dikeluarkan lebih banyak, dan warna biru yang dihasilkan pada kertas saring paling pekat diantara kelompok yang lain.Hal ini terjadi karena mencit kelompok 3 yang merupakan kontrol negatif tidak diberi atropin sehingga tidak ada penghambat salivasi karena tidak ada obat antikolinergik yang diberikan pada mencit kelompok ini. Mencit kelompok 1 rata-rata mebuat diameter salivasi lebih kecil dari pada kelompok 3. Hal ini terjadi karena pemberian atropin secara peroral pada mencit sehingga menghambat proses hipersalivasi pada mencit yang disebabkan oleh

pilokarpin. Mencit kelompok 2 rata-rata membuat diameter salivasi lebih kecil dari kelompok lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya pemberian atropin secara subkutan pada menit ke 15 sehingga proses salivasi lebih terhambat disbanding kelompok lainnya. Pemberian obat secara subkutan memberikan efek yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pemberian secara peroral. RESEPTOR ANTIHISTAMIN H1 DAN H2 Histamin dihasilakan oleh bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal abad ke 19, histamine dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru segar. Histamine juga ditemukan pada berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu diberi nama histamine (histos=jaringan). Histamin adalah suatu alkoloid yang disimpan di dalam mast sel. Dan menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Pelepasan histamin terjadi akibat reaksi antitigen-antibodi atau kontak antara lain dengan obat, makanan, kemikal dan venom. Histamin ini kemudian mengadakan reaksi dengan reseptornya (H1 dan H2) yang tersebar di berbagai jaringan tubuh. Ketika diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses fisioligi dan patologik, maka dicarikan obat yang mampu mengantagonis efek histamine. Epinefrin merupakan antagonis fisiologik pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972, berates-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian digunakan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda.

Perangsangan reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan reaksi mukus. Aktivitas terpenting histamine adalah : Kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat udema dan pengembangan mukosa Hipersekresi ingus dan air mata, ludah, dahak dan asam lambung Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal. Perangsangan reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang. Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah. Termasuk dalam AH1 non sedatif ini adalah; terfenidin, astemizol, loratadin, mequitazin.

1. Antagonis Reseptor H1 Struktur dasar AH1 adalah sebagai berikut: Ar1 XCH2 CH2N Ar2 H AH1 menghambat efek antihistamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamine endogen yang berlebihan. H

2. Antagonis Reseptor H2 Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam korida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Zat. Burimamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin.

Prosedur Percobaan yang dapat dilakukan untuk menguji obat golongan ini yaitu: 1. PENGARUH PEMBERIAN HISTAMIN AEROSOL. a) Siapkan 2 erkor mencit b) Mencit 1 diberi difenhidramin 15 mg/kg BB secara i.p. tunggu 30 menit semprotkanhistamin aerosol amati Gejala yang dapat diamati : a) Gatal-gatal/alergi b) Bronkokonstriksi c) Gejala alergi/gatal-gatal d) Bronkokonstriksi e) Peningkatan permeabilitas kapiler f) Peningkatan asam lambung

2. EFEK HISTAMIN PADA KULIT KELINCI DENGAN MENGGUNAKAN ZAT WARNA TRYPAN BLUE. a) Cukur bulu kelinci dengan diameter b) Timbang c) Suntik antihistamin secara i.v CTM dosis 0,0138 mg/kg BB (kadar 0,005%) Atau Difenhidramin dosis 5 mg/kg BB (kadar 2%) d) Diamkan 30 menit e) Suntik histamin 0,1 ml secara intradermal (kadar 0,0125%) 5 cm

f) Diamkan 10 menit g) Suntik trypan blue secara i.v dosis 10mg/kg BB (kadar 2%) h) Amati

BAB III KESIMPULAN 1. Efek dari pemberian antagonis kalsium yaitu terjadi nekrosis pada tubulus proksimal, kenaikan kadar keratin urin akibat kenaikan kadar keratin plasma, dan terjadi peningkatan volume urin 2. Efek dari pemberian penghambat adrenergik pada hewan coba yaitu penurunan salviasi 3. Efek dari pemberian histamine pada hewan coba yaitu: Gatal-gatal/alergi, Bronkokonstriksi, Gejala alergi/gatal-gatal, Peningkatan permeabilitas kapiler, Peningkatan asam lambung dan apabila diberikan antihistamin maka efek diatas akan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA Gapar R. Soetiono. 2003. Farmakologi Obat-Obat Antihistamin Non Sedatif

Pada Penyakit Alergi. Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Digitized By USU digital library Sumatera. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/farmakologiantihipertensi/ diakses pada hari selasa 30 januari 2012 01.51 PM http://praktikum-farmakologi.blogspot.com/p/farmakologi-obat-ssp.html pada hari selasa 30 januari 2012 01.51 PM http://akper143.blogspot.com/2011/08/makalah-farmakologi.html diakses pada hari kamis 1 Januari 2012 11.03 PM Widyastuti, dkk. Efek Renoprotektif Nifedipin Pada Gagal Ginjal Iskemik Akibat Penjepitan Arter Utarai Renalis Bilateral: Percobaan Pada Kucing Teranestesi. Program studi ilmu kedokteran Dasar, program pasca sarjana universitas gadjah mada Setiawati arini dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran UI. Jakarta Tjay Hoan Tan dan kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi Ke Enam. PT.Alex komputindo. Jakarta diakses

You might also like