You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA (BI-2105) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Tanggal Praktikum : 07 November 2011 Tanggal Pengumpulan : 14 November 2011

Disusun oleh: Luhur / 10610010 Kelompok 10 Asisten : Putri Reno Galih (10609071)

PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan variabilitas genetik, bahkan sampai sekarang karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan. Berbagai galur hasil rekayasa genetika pun biasanya masih memerlukan beberapa kali persilangan untuk memperbaiki penampilan sifat-sifat barunya. Pada dasarnya, persilangan adalah manipulasi komposisi gen dalam populasi. Kita perlu mempelajari persilangan karena persilangan tak bisa lepas dari kehidupan manusia karena persilangan sangat bermanfaat untuk dapat memilih sifat-sifat yang baik dan menghilangkan sifat-sifat yang kurang baik, dengan demikian persilangan dapat digunakan untuk memperoleh bibit unggul atau menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat yang unggul atau yang baik. Manfaat persilangan antara lain menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat yang baik dan menghasilkan bibit unggul baik pada tumbuhan maupun hewan, misalnya varietas tanaman jenis unggul hasil persilangan PB5, PB8, IR22, IR24, juga pada ternak, misalnya sapi Santa gertrudis, hasil persilangan sapi brahman dengan sapi shorthorn ( Johnson, 2006 ). Aplikasi persilangan dalam kehidupan sehari-hari antara lain pemuliaan tumbuhan atau hewan, budidaya tumbuhan atau hewan, domestikasi, dan lain-lain. Kita mengkonsumsi beras hasil persilangan, mengkonsumsi daging sapi hasil persilangan, dan lain-lain. Artinya sebagian besar atau pada umumnya manusia selalu melakukan persilangan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya, contoh ada orang berkulit hitam, untuk memperoleh anak yang berkemungkinan berkulit putih ia harus menikahi wanita yang berkulit putih ( Johnson, 2006 ). 1.2 Tujuan 1. Menentukan jumlah F2 yang diperoleh berdasarkan percobaan yg dilakukan 2. Menentukan hasil 2 berdasarkan percobaan yg dilakukan

BAB II TEORI DASAR


Ilmu genetika modern dicetuskan oleh Gregor Mendel, seorang biarawan Jerman dan ilmuwan yang mempelajari pewarisan sifat dalam tanaman. Dalam makalahnya "Versuche ber Pflanzenhybriden" ("Percobaan pada Tanaman Hibridisasi") pada tahun 1865, Mendel menelusuri pola pewarisan sifat tertentu pada tanaman kacang dan menggambarkan mereka secara matematis. Meskipun pola pewarisan hanya bisa diamati untuk beberapa sifat, karya Mendel menunjukkan bahwa faktor keturunan itu partikulat, bukan diperoleh, dan bahwa pola-pola warisan banyak sifat dapat dijelaskan melalui aturan-aturan sederhana dan rasio. Pentingnya kerja Mendel tidak mendapatkan pemahaman yang luas sampai tahun 1890 ( Pierce, 2008). William Bateson, pendukung kerja Mendel, menciptakan kata genetika pada tahun 1905. Bateson mempopulerkan penggunaan kata genetika untuk menggambarkan studi pola pewarisan sifat dalam pidato pelantikannya pada Konferensi Internasional Ketiga tentang Tanaman Hibridisasi di London, Inggris, pada tahun 1906. Setelah penemuan kembali karya Mendel, para ilmuwan mencoba untuk menentukan molekul dalam sel yang bertanggung jawab untuk pewarisan sifat. Pada tahun 1910, Thomas Hunt Morgan berpendapat bahwa gen berada pada kromosom, berdasarkan pengamatan dari mutasi mata putih terkait-seks di lalat buah. Pada tahun 1913, Alfred muridnya Sturtevant menggunakan fenomena hubungan genetik untuk menunjukkan bahwa gen disusun secara linear dalam kromosom ( Mawer, 2006 ). Meskipun gen diketahui berada pada kromosom, kromosom terdiri dari protein dan DNA. Para ilmuwan tidak tahu apa yang bertanggung jawab untuk pewarisan sifat. Pada tahun 1928, Frederick Griffith menemukan fenomena transformasi. Enam belas tahun kemudian, pada tahun 1944, Oswald Avery Theodore, Colin McLeod dan Maclyn McCarty mengidentifikasi molekul yang bertanggung jawab untuk transformasi sebagai DNA. Percobaan Hershey-Chase pada tahun 1952 juga menunjukkan bahwa DNA (bukan protein) merupakan bahan genetik dari virus yang menginfeksi bakteri, memberikan bukti lebih lanjut bahwa DNA adalah molekul bertanggung jawab dalam penurunan sifat ( Mawer, 2006 ). James D. Watson dan Francis Crick menentukan struktur DNA pada tahun 1953, menggunakan kristalografi sinar-X yang menunjukkan DNA memiliki struktur heliks (yaitu, berbentuk seperti pembuka botol). Double-helix model mereka memiliki dua untai DNA dengan nukleotida menunjuk ke dalam, masing-masing pencocokan nukleotida komplementer pada untai yang lain untuk membentuk apa yang tampak seperti anak tangga pada tangga memutar. Struktur ini menunjukkan bahwa informasi genetik ada dalam urutan nukleotida pada setiap untai DNA ( Mawer, 2006 ).

Hukum Mendel 1 dikenal juga sebagai hukum segregasi. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas itu dikenal sebagai segregasi gen. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Pada waktu fertilisasi, sperma yang jumlahnya banyak bersatu secara acak dengan ovum untuk membentuk individu baru. Mendel melakukan percobaan selama 12 tahun. Dia menyilangkan Pisum sativum dengan memperhatikan satu sifat beda yang mencolok. Misalnya, kacang ercis berbiji bulat disilangkan dengan kacang ercis berbiji keriput, kacang ercis dengan biji warna kuning disilangkan dengan biji warna hijau, kacang ercis berbunga merah dengan bunga putih, dan seterusnya ( Pierce, 2008). Hukum Mendel 2 dikenal juga sebagai Hukum Asortasi atau Hukum Berpasangan Secara Bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen/sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel 2 ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda. Misalnya, bentuk biji (bulat+keriput) dan warna biji (kuning+hijau). Pada persilangan antara tanaman biji bulat warna kuning dengan biji keriput warna hijau diperoleh keturunan biji bulat warna kuning. Karena setiap gen dapat berpasangan secara bebas maka hasil persilangan antara F1 diperoleh tanaman bulat kuning, keriput kuning, bulat hijau dan keriput hijau. Hukum Memdel 2 ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan. Jika kedua gen itu letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini juga tidak berlaku untuk persilangan monohibrid ( Pierce, 2008). Jenis-jenis persilangan antara lain persilangan monohibrida, persilangan dihibrida, dan persilangan dengan gen terpaut kelamin. Monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini berbunyi, Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan akan disegresikan kedalam dua anakan. Mendel pertama kali mengetahui sifat monohibrid pada saat melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Sehingga sampai saat ini di dalam persilangan monohybrid selalu berlaku hukum Mendel I. Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi independent assortment of genes. Atau pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis. Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Mendel menggunakan kacang ercis untuk dihibrid, yang pada bijinya terdapat dua sifat beda, yaitu soal bentuk dan warna biji. B untuk biji bulat, b untuk biji kisut, K untuk warna kuning dan k untuk warna hijau. Sex linkage adalah ekspresi fenotipik dari sebuah alel yang berkaitan dengan seks

kromosom suatu individu. Mode pewarisan ini berbeda dengan pewarisan sifat-sifat pada kromosom autosom, di mana kedua jenis kelamin memiliki probabilitas yang sama dari pewarisan. Karena manusia memiliki lebih banyak gen pada X dari Y, ada sifat yang lebih banyak terkait-X dari sifat Y-linked. Pada mamalia, wanita adalah seks homozigot, dengan dua kromosom X (XX), sedangkan laki-laki adalah heterozigot, dengan satu X dan satu kromosom Y (XY). Gen pada kromosom X atau Y yang disebut gen terkait seks. Pada burung, sebaliknya adalah benar: laki-laki adalah seks homozigot, memiliki dua kromosom Z (ZZ), dan perempuan (ayam) adalah heterozigot, memiliki satu Z dan satu kromosom W (ZW) ( Pierce, 2008). Dalam suatu percobaan, jarang ditemukan hasil yang tepat betul seperti yang diharapkan suatu hipotesis, selalu ada penyimpangan. Apabila penyimpangan terlalu besar, hipotesis harus ditolak, sedangkan bila penyimpangan cukup kecil, hipotesis diterima. Chi-square ( 2 ) merupakan suatu metode pengukuran penyimpangan hasil pengamatan dari hasil yang diharapkan secara hipotesis. Misalkan suatu percobaan diulangi berkali-kali, ternyata penyimpangan atau 2 sebesar 5 terjadi lebih sering dari 5 % kali, dan penyimpangan atau 2 sebesar 10 terjadi lebih jarang dari 5 % kali. Penyimpangan sebesar 5 merupakan kejadian yang normal ( probabilitas > 1/20). Sedangkan penyimpangan sebesar 10 merupakan kejadian yang jarang terjadi (probabilitas < 1/20) untuk suatu hipotesis yang berlaku. Hipotesis dapat diterima bila nilai 2 adalah 5 dan akan ditolak bila nilai 2 adalah 10, bila probabilitas terjadinya suatu penyimpangan >5 % hipotesis diterima dan bila <5 %, hipotesis ditolak. Nilai 5 % dinyatakan sebagai tingkat kepercayaan dari percobaan ( Strickberger, 1962 ).

BAB III METODOLOGI


3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum, antara lain : Bahan Alat

Botol biakan D.melanogaster No.A Botol biakan D.melanogaster No.B Botol media baru Ether Morgue

Etherizer Reetherizer Kuas Bantalan

3.2 Metode Kerja 3.2.1 Minggu 1 ( Pencarian virgin dan persilangan ) Satu botol biakan diperoleh masing-masing mahasiswa. Lalat buah dari botol 1 A dikawinkan dengan 1 B, 2 A dengan 2 B dan seterusnya. Lalat dari botol biakan dipindahkan ke etherizer hingga tidak ada satupun imago yang tertinggal. Ether di teteskan hinga lalat terbius. Lalat diletakkan ke cawan petri. Fenotipe lalat tersebut diamati apakah normal atau mutan. Jika mutan nama mutan tersebut ditentukan. Lalat yang jantan dipilih, dimasukkan ke botol media yang baru dan botol berisi lalat jantan tersebut diberikan ke rekan yang telah ditentukan oleh asisten praktikum. Lalat jantan juga diperoleh praktikan dari rekan tersebut. Sebelum delapan jam setelah botol dikosongkan, lalat betina dipilih yang virgin dan dimasukkan ke dalam botol media berisi lalat jantan dari rekan. Cari sampai diperoleh minimal 10 ekor lalat betina virgin. 3.2.2 Minggu 2 ( Pengeluaran parental dari botol ) Apabila pupa F1 sudah muncul, semua imago parental dikeluarkan. Imago dipindahkan ke dalam etherizer dan diberi beberapa tetes ether. Setelah lalat mati, lalat dimasukkan ke dalam morgue.

3.2.3 Minggu 3 ( Persilangan F1 ) Fenotipe F1 diamati. Imago F1 dipindahkan ke botol media yang baru. Jenis persilangan ditulis. 3.2.4 Minggu 4-6 ( Pengeluaran F1 dari botol dan perhitungan F2 ) Setelah pupa F2 mulai muncul, imago F1 dipindahkan ke dalam etherizer dan beberapa tetes ether diberikan. Setelah lalat mati, lalat dimasukkan ke dalam morgue. Tanggal imago F2 pertama muncul dicatat. Setiap dua hari, imago F2 dipindahkan ke dalam etherizer dan beberapa tetes ether diberikan. Setelah lalat pingsan, lalat diletakkan ke dalam cawan petri dan hitung jumlah masingmasing fenotipe tersebut pada lalat jantan maupun lalat betina. Mutan yang telah diperoleh ditentukan. Lalat yang sudah selesai dihitung dimasukkan ke dalam morgue. Penghitungan jumlah masing-masing fenotipe dilakukan sampai jumlah imago F2 sudah lebih dari 300 ekor atau sampai dengan delapan hari sesudah imago F2 pertama kali muncul. Berdasarkan jumlah masing-masing fenotipe lalat buah yang diperoleh, jenis persilangan ditentukan. Persilangan dapat berupa persilangan monohibrida, dihibrida, atau persilangan dengan gen terpaut kelamin. Diagram persilangan dibuat dari percobaan ini. Hasil yang diperoleh diuji dengan melakukan analisis X2 apakah sesuai dengan yang diharapkan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan Pada tanggal 20 September sampai 22 September 2011 praktikan mengumpulkan mutan claret betina yang masih virgin. Pada tanggal 22 September 2011 , Praktikan memulai persilangan antara mutan claret betina virgin dengan mutan dumpy jantan. Tetapi setelah 2 hari yaitu pada tanggal 24 September 2011, semua lalat jantan mati, menurut praktikan hal itu karena mutan dumpy tidak dapat terbang sehingga apabila dia jatuh ke media dengan posisi terbalik dia mati karena sayapnya menempel pada media. Pada tanggal 25 September 2011, praktikan membuat media baru dan memasukkan mutan claret betina virgin dan mutan dumpy jantan. Besoknya ketika praktikan mengecek, hasilnya sama yaitu semua lalat jantan mati. Pada tanggal 27 September 2011, praktikan membuat media baru dengan 2 tisu agar tempat berpijak mutan dumpy jantan lebih banyak dan memasukkan mutan claret betina virgin dan mutan dumpy jantan. Praktikan memasukkan 10 mutan claret betina virgin dengan 6 mutan dumpy jantan. Pada tanggal 5 Oktober 2011 sudah terdapat F1, dan F1 dipindahkan ke media baru untuk melakukan persilangan dengan F1 lain. Pada tanggal 14 Oktober 2011 mulai diperoleh F2, Pada tanggal 5 November telah diperoleh total F2 sebanyak 224 lalat buah dengan rincian 134 lalat buah normal, 47 mutan claret, 32 mutan dumpy, dan 11 mutan dumpy dengan claret. Persilangan monohibrid berdasarkan Mendel : P1 F1 P2 Jantan \ cadp cadp+ ca+dp ca+dp+ Betina cadp caca+dpdp+ Claret x Dumpy x ca+ca+dpdp caca+dpdp+ ( normal) x caca+dpdp+ ca+dp ca+dp+ caca+dpdp+ (normal) caca+dp+dp+ (normal) ca+ca+dpdp+ (normal) ca+ca+dp+dp+ (normal) cacadp+dp+ Persilangan dihibrid berdasarkan Mendel :

cadp+

cacadpdp (dumpy cacadpdp+ (claret) caca+dpdp(dumpy) dan claret) cacadpdp+ (claret) cacadp+dp+ (claret) caca+dpdp(dumpy) caca+dpdp+ (normal) caca+dpdp+ (normal) caca+dp+dp+ (normal) caca+dpdp+ (normal) ca+ca+dpdp (dumpy) ca+ca+dpdp+ (normal)

Berdasarkan tabel diatas diperoleh perbandingan fenotipe 9(normal) : 3(claret) : 3(dumpy) :

1(claret dan dumpy). 4.2 Pengolahan Data Pada persilangan antara lalat betina claret (cacadp+dp+) dengan lalat jantan dumpy (ca+ca+dpdp) diperoleh keturunan sebanyak 224 ekor, dimana jumlah yang normal 134 ekor, claret 47 ekor, dumpy 32 ekor, dan claret dengan dumpy 11 ekor. Dari persilangan ini, berdasarkan persilangan Mendel diharapkan hasil fenotipe lalat normal adalah 9/16 x 224 = 126 ekor, lalat claret 3/16 x 224 = 42 ekor, lalat dumpy 3/16 x 224 = 42 ekor, dan lalat claret dengan dumpy 1/16 x 224 = 14 ekor. Analisis 2 Tabel 4.1 Analisis 2 Normal Jumlah yang diamati (A) Jumlah yang diharapkan (H) |A-H| |A-H|2 |A-H| /H
2

Claret 47 42 5 25 0.5952

Dumpy 32 42 10 100 2.3809

Claret dan Dumpy 11 14 3 9 0.6428

Jumlah 224 224

134 126 8 64 0.5079

4.1268

Gambar 4.1 Distribusi Chi-Square ( Ghassani, 2011 ) 4.3 Pembahasan Parental betina harus virgin karena lalat buah betina mempunyai spermateka pada tubuhnya. Spermateka adalah kantung sperma yang bermuara di vagina atau saluran telur. Jika lalat buah tidak virgin, maka didalam spermatekanya telah berisi sperma, dan kita tidak tahu sperma tersebut berasal dari jantan yang kita inginkan atau tidak. Jika berasal dari jantan yang tidak kita inginkan, hal ini akan mempengaruhi hasil persilangan sehingga hasil persilangan menjadi tidak sesuai dengan yang

kita inginkan. Terlihat pada hasil analisis 2 , nilai 2 terletak dibagian sebelah kiri. Maka hasil percobaan yang dilakukan praktikan sesuai dengan hipotesis. Hal ini berarti praktikan melakukan rangkaian percobaan dengan benar yaitu memilih lalat betina virgin dengan benar, menyilangkan F1 dengan benar, dan menghitung jumlah F2 dengan benar. Percobaan yang dilakukan praktikan sesuai dengan hukum Mendel, pertama praktikan melakukan penyilangan monohibrid mutan claret dengan mutan dumpy, anakan yang diperoleh semuanya normal dengan membawa sifat claret dan dumpy. Setelah itu praktikan melakukan penyilangan dihibrid dengan menyilangkan F1 dengan F1 dan diperoleh F2 4 fenotipe yaitu lalat normal, mutan claret, mutan dumpy, dan mutan claret dengan dumpy. Setelah di analisis 2 , hipotesis praktikan dinyatakan benar. Berarti percobaan yang praktikan lakukan sesuai dengan hukum Mendel yaitu didapatkan perbandingan fenotipe yaitu 9 normal : 3 mutan claret : 3 mutan dumpy : 1 mutan claret dan dumpy. Morgue digunakan untuk membunuh lalat buah, Fungsinya untuk menghindari terjadinya penyilangan mutan dialam. Sehingga lalat yang mutan dimasukkan ke dalam morgue agar mati dan tidak lepas ke alam bebas. Sebenarnya lalat mutan tidak survive di alam, jadi jika ada beberapa lalat mutan yang kabur ke alam bebas, mereka akan mati dengan sendirinya dialam. Penggunaan morgue hanya untuk mencegah, karena masih ada kemungkinan lalat mutan dapat survive dialam.

BAB V KESIMPULAN
Jumlah F2 yang diperoleh berdasarkan percobaan yg dilakukan sebanyak 224 lalat buah dengan rincian 134 lalat buah normal, 47 mutan claret, 32 mutan dumpy, dan 11 mutan dumpy dengan claret. Hasil 2 berdasarkan percobaan yg dilakukan adalah 4,1268 dan berdasarkan tabel bahwa hipotesis percobaan yg dilakukan diterima.

DAFTAR PUSTAKA Johnson, Rebecca L. 2006. Genetics.USA : Twenty-First Century Books Mawer, Simon. 2006. Gregor Mendel: planting the seeds of genetics .Chicago : Abrams, in association with the Field Museum. Pierce, Benjamin. 2008. Genetics. USA : W. H. Freeman Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetics with Drosophila. New York : John Wiley and Sons Inc.

You might also like