You are on page 1of 3

Ubi Cilembu 'Bohong' Banyak di Pasaran

Endang (37), ketua Kelompok Tani Desa Siaga, Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat mengatakan, jumlah ubi madu yang dibudidayakan di desa Cilembu tidak banyak beredar di pasaran. Karena hasil panen yang diperoleh para petani ubi madu asli desa Cilembu rata-rata telah terjual di Sumedang, Bandung dan sekitarnya pasca panen. Tetapi belakangan ini, begitu banyak ubi Cilembu ditawarkan ke Jakarta dan di beberapa kota besar sekitar Jawa Barat dengan tetap menggunakan label 'Ubi Madu Cilembu'. Menurut Endang, sekitar 200 petani yang tergabung dalam wadah Kelompok Tani Desa Siaga Cilembu, setiap kali selesai panen ubi, seperti biasa mereka beralih ke usaha peternakan sapi perah sampai tiba musim menanam ubi kembali. "Artinya, mereka tidak terus-menerus menanam ubi setiap selesai panen, dengan maksud memberikan waktu jedah pada tanah agar kualitas ubi tetap terjaga saat ditanam kembali. Anehnya, setelah hasil panen habis terjual, ubi madu Cilembu masih banyak beredar di pasaran dalam jumlah besar dan selalu nampak baru panen. Ternyata sejak tahun 1990-an para petani desa Rancakalong dan Situraja 'ikutan' menanam ubi sejenis. "Masyarakat tani di dua desa ini berhasil menanam ubi sejenis dengan hasil panen berlipat ganda dibanding ubi madu yang dihasilkan kelompok tani Siaga di desa Cilembu," kata Endang. Tetapi setelah diamati secara cermat, mutu dan rasa ubi madu produk Rancakalong dan Situraja jauh di bawah mutu Ubi Madu Asli Cilembu. Memang, kata Endang lagi, ubi madu Cilembu hanya cocok ditanam di desa Cilembu. Habitat ubi madu ini memang lebih akrab dan lebih menyatu dengan kondisi tanah di desa Cilembu. Desa Cilembu hanya berjarak kira-kira 25 kilometer dari kota Sumedang, begitu pula desa Rancakalong dan Situraja, sehingga untuk memasarkan ubi produksi desa-desa tersebut cukup lancar. Sebagai penggemar ubi madu Cilembu, apakah Anda mengkonsumsi ubi Cilembu produk Rancakalong, Situraja, atau ubi madu asli asal Cilembu? Hanya bisa dirasakan perbedaannya setelah ubi itu diobok-obok oleh lidah Anda.(liyan)

Agribisnis Ubi Cilembu


Perlu Diperam Dulu Agar Dapat Hasil Memuaskan Banyak hal yang harus diperhatikan petani dalam membudidayakan ubi cilembu. Selain memperhitungkan kontur tanah yang akan digunakan untuk lahan penanaman, petani juga harus rajin mengairi lahan tersebut. Ubi cilembu juga tidak bisa dikonsumsi langsung setelah dipanen, tapi harus diperam dulu. ADA sejumlah rambu-rambu yang harus diperhatikan petani jika ingin sukses membudidayakan

ubi cilembu. Yang utama adalah masa panen. Lazimnya, tanaman ubi sudah bisa dipanen dalam waktu tiga bulan. Namun, ubi cilembu baru bisa dipanen setelah lima hingga enam bulan dari masa tanam. Ubi cilembu juga memiliki keunggulan. Menurut Roni Triandi, seorang petani ubi di Desa Cilembu, Sumedang, ubi cilembu memiliki tiga varietas unggulan. Yakni, Nirkum, Menes, dan Amet "Ubi jenis ini bisa dua kali panen tiap tahun," katanya Roni bilang, biasanya rata-rata lahan untuk membudidayakan ubi cilembu seluas 280 meter persegi. Total lahan seluas itu bisa menghasilkan sekitar 800 kilogram (kg) hingga 1.000 kg atau 1 ton ubi dalam masa sekali tanam. Dengan harga ubi cilembu mentah Rp 10.000 per kg, maka hasil panen sebanyak tadi bisa menghasilkan omzet Rp 8 juta hingga Rp 10 juta. Roni memiliki lahan budidaya ubi cilembu seluas 1 hektare. Dari lahan seluas itu, dia bisa memanen hingga 2,5 ton ubi dalam satu kali masa panen. Dus, dari hasil panen tersebut dia bisa meraup pendapatan Rp 15 juta "Omzet itu sudah dipotong biaya penanaman dari awal tanam hingga panen yang mencapai Rp 10 juta. Tapi, semakin luas lahan, keuntungannya akan semakin besar," paparnya Biaya pengeluaran sebanyak itu untuk lahan seluas 1 hektare. Tentunya, biaya untuk lahan seluas 280 meter persegi lebih kecil lagi. Roni merinci, biaya penanaman terdiri dari pembibitan, penyangkulan, buruh tani, dan pupuk sekitar Rp 2 juta Selesai penanaman, biasanya ada biaya lagi untuk masa pemeliharaan. Totalnya sekitar Rp 4 juta Ini di luar biaya pengairan yang mencapai Rp 500.000 hingga masa panen. Dalam hitungan Roni, dengan biaya pengeluaran sebesar itu, petani ubi cilembu dengan lahan seluas 280 meter persegi bisa meraih margin keuntungan sekitar 40%. Kendati dalam setahun bisa dua kali panen, petani ubi cilembu biasanya tidak menanam ubi dalam dua masa tanam berturut-turut. Biasanya, penanaman ini diselingi dengan tanaman padi. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan unsur hara di tanah. Selain itu, kondisi tanah bisa membedakan hasil panen di satu tempat dan tempat lain. "Kalau tanahnya lebih subur, hasil panennya bisa besar," kata Ketua Koperasi Mitra Sumedang Yaya Sutarya itu. Petani juga harus memperhatikan kondisi cuaca saat menanam ubi cilembu . "Masa paling baik adalah pertengahan musim hujan. Jadi, bisa dipanen waktu musim kemarau," kata Roni. Pasalnya, lanjut dia, kalau panen di musim hujan kondisi ubi menjadi kurang baik. Rasanya agak pahit. Perawatan ubi cilembu dalam tiga bulan pertama juga harus intensif. Dalam bulan pertama, para petani biasanya membalik arah jalur tanaman. Misalnya, jika daun tanaman merambat ke kiri, maka diubah ke kanan. Selain itu, petani juga harus rajin menyiangi tanaman-tanaman ubi. Pengairan juga harus intensif dalam tiga bulan pertama. Setelah tiga bulan, tidak perlu lagi diairi. Yang tidak kalah pentingnya adalah masa penyimpanan setelah panen. Setelah ubi dipanen, jangan langsung dimasak atau dikonsumsi.

Ubi cilembu harus diperam selama dua hingga tiga pekan. Masa pemeraman ini untuk menunggu getah ubi kering. "Bila getah sudah tidak menetes, sudah bisa di-oveit," kata Roni. Sebenarnya, ubi cilembu ini bisa saja langsung dimasak. Umumnya, setelah diperam hanya perlu waktu sekitar satu jam untuk memasaknya Tapi, jika ubi cilembu tidak diperam, maka untuk memasaknya dibutuhkan waktu sekitar tiga jam.

You might also like