You are on page 1of 17

MAKALAH FILSAFAT ILMU HERMENEUTIK Pengertian Konsep Tokoh Perkembangannya

Oleh : Rosyita NIM. 2110103182 Dosen Pengampu : Dr. Musnur Heri, M.Ag.

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2012

A. Pengertian Hermeneutika Istilah hermenutika berasal dari bahasa Yunani, dari akar kata hermeneuein Kata Yunani (kata kerja), yang berarti pada menafsirkan, dan hermeneia (kata benda) yang berarti interpretasi. hermeios mengacu seseorang pendeta bijak Delphic. Kata hermeneuein dan kata benda hermeneia diasosiasikan pada dewa Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tepatnya, Hermes diasosiasikan dengan fungsi transmisi apa yang dibalik pemahaman manusia ke dalam bentuk yang dapat ditangkap inteligensia manusia. Bentuk kata yang beragam itu mengasumsikan adanya proses yang menggiring sesuatu atau situasi dari yang sebelumnya tak dapat ditangkap oleh inteligensia menjadi difahami (Palmer, 2005: 14-15). Terdapat tiga varian makna yang dikandung kata hermeneuin, yaitu to say (mengatakan), to explain (menjelaskan) dan to translate (menterjemahkan). Makna dasar pertama dari hermeneuin, yang berarti mengatakan, berhubungan erat dengan fungsi mengumumkan sesuatu dari Hermes. Ini mengesankan bahwa sang rasul tersebut (Hermes), dalam membawa pesannya, mengumumkan dan menyatakan Makna sesuatu; kedua, fungsinya menjelaskan, tidak semata hanya aspek menjelaskan, tetapi juga menyatakan sesuatu. menekankan diskursif pemahaman, lebih menitik beratkan pada tataran penjelasan ketimbang tataran interpretasi. Kata-kata tidak hanya mengatakan sesuatu saja, tapi sebaliknya

menjelaskan

sesuatu,

merasionalisasikannya

dan

membuatnya menjadi lebih clear. Pesan-pesan ketuhanan yang dibawa Hernes merupakan suatu interpretasi dari suatu situasi. Pesan-pesan tersebut memang menghendaki untuk dikatakan atau dinyatakan, namun selebihnya pada saat yang bersamaan ia membawa suatu penjelasan tentang sesuatu-sesuatu yang sebelumnya tidak dijelaskan. Dewa Hermes menjelaskan sesuatu dalam formulasi verbal tentang makna situasi, tentang realitas dan tentang firman itu sendiri. Dalam hal hermeneuin yang bermakna menerjemahkan, menginterpretasikan suatu teks berarti menerjemahkan sesuatu. Secara umum, bila suatu teks hadir dalam bahasa pembaca, maka sesungguhnya ketegangan antara dunia yang ada dalam teks dengan dunia pembaca dapat diminimalisasi. Tetapi bila teks tersebut sangat asing dalam bahasa pembaca, maka kontradiksi dalam perspektif dan horizon antara dua dunia tentu tak dapat dihindari. transliterasi merupakan suatu bentuk spesifik proses interpretatif dari suatu aktivitas menjadikan suatu yang dapat difahami. Dalam hal ini, seseorang membawa sesuatu yang sangat asing ke dalam bahasa seseorang. Sebagaimana halnya Hermes, seorang penerjemah memediasi antara satu dunia dengan dunia lainnya. Dengan transliterasi, seseorang menjadi sadar akan adanya clash pada dunia pemahamannya sendiri dan dunia suatu karya yang sedang dihadapinya. Ketiga makna yang dapat digunakan dalam megartikan hermeneutika di atas inklusif dalam makna menafsirkan atau eksegesi. Pengertian terakhir inilah yang

kemudian lebih dikenal dibandingkan dengan lainnya. meskipun begitu, antara hermeneutika dan eksegesi (penafsiran) terdapat perbedaan mendasar. hermeneutika secara khusus menekankan pada teori atau metodologi penafsiran sementara eksegesi tertuju pada aspek praksis tafsir. Robinson mengatakan bahwa yang pertama adalah exegesis theoretica dan yang terakhir adalah exegesis practica. Dalam mendefenisikan hermeneutika, Braaten menyebutkan bahwa hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan tentang bagaimana suatu kata atau event yang ada pada masa lampau, mungkin untuk difahami dan secara eksistensial dapat bermakna dalam situasi kekinian manusia. Ia mencakup baik peraturan-peraturan metodologis yang diterapkan di dalam penafsiran umum maupun asumsi-asumsi epistemologis pemahaman. Menurut pandangan Saenong (Saenong, 2002:26), hermeneutika adalah disiplin yang relatif luas mengenai teori penafsiran. Ia mencakup metode penafsiran dan filsafat penafsiran sekaligus, bahkan sebelum berkembang sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri. B. Konsep 1. Source of Knowledge (Sumber Pengetahuan) Sumber pengetahuan dalam konsep hermeneutic secara umum adalah erfahrung (pengalaman). istilah erlebnis erlebnis Sementara kata kerja Dilthey mempopulerkan Menurut

(mengalami) yang merupakan turunan yang berasal dari erleben. untuk Dilthey, dipergunakan mengkonotasikan pengalaman

batin

kita

atau

pengalaman ia

yang

hidup apa

(lived yang

experience). Lebih lanjut, dalam karyanya yang berjudul Gesammelte Schriften menjelaskan dimaksud dengan erlebnis (pengalaman yang hidup) yaitu sebuah unit pengalaman yang terdapat dalam alur waktu, yang membentuk kesatuan karena mempunyai arti menyatukan, adalah entitas yang terkecil yang dapat kita sebut pengalaman. Orang dapat menanamkan setiap kesatuan yang mencakup bagianbagian hidup yang dipersatukan dalam alur kehidupan dalam arti umum, sebuah pengalaman. Sebagai contoh: pengalaman-pengalaman akan persahabatan, cinta revolusi, kecantikan, rasa sakit, ambisi, frustasi. Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan contoh pengalaman kehidupan tersebut batin yang penuh makna dan dapat seseorang, hidup pengalaman-pengalaman secara beruntun, meninggalkan kesan dalam hidup kita. Dalam alur kadang-kadang

kadang-kadang biasa-biasa saja, atau bahkan dalam kurun waktu tertentu. Semua erlebnis benarnya merupakan pengalaman dalam arti umum (erfahrung) pula, tetapi tidak semua pengalaman dapat disebutk dengan erlebnis atau pengalaman yang hidup. Bisa jadi, seseorang selama sekian tahun tidak memiliki pengalaman yang hidup selain pengalaman-pengalaman yang menjenuhkan dan tidak bermakna apa-apa (erfahrungen). Tetapi, mengapa Dilthey begitu menekankan pengalaman batin atau erlebnes tersebut? Itu hanya dimaksudkan untuk membedakan antara pengalaman-pengalaman biasa

dari yang

setiap

orang

dengan

pengalaman-pengalaman yang

termasuk

dalam

Geisteswissenschaften

memerlukan metodologi khusus untuk memahaminya. 2. Methode of Knowledge (Metode Pengetahuan) Metode tentang Apakah yang dianjurkan membuat semacam oleh Dilthey adalah metode hermeneutic untuk memecahkan persoalan bagaimana pengetahuan segala itu pengetahuan Jika tentang singularitas eksistensi manusia menjadi ilmiah. mungkin? mungkin, perangkat metode mana yang dipergunakan untuk sampai pada pengetahuan itu? Persoalannya menjadi luas bila kita menyadari bahwa kita bisa memahami orang lain hanya melalui penghayatan atas pengalaman-pengalaman kalau orang ingin mereka. Khususnya dalam sejarah metode sejarah, pemahaman semacam itu sangatlah penting memahami tokoh-tokoh perangkat berdasarkan pengalamannya sendiri. Dilthey a. menawarkan pengoperasian hermeneutic, yaitu: Interpretasi data Individu itu penuh misteri. Jika ada ilmu

pengetahuan yang membahas tentang individu, pasti membahas satu dari dua hal berikut ini, yaitu bahwa individu-individu itu bukan dilihat dari segi hakikatnya melainkan dari segi tipe individu; atau sains itu sendiri hanya sebuah kuasi-sains. Ada beberapa disiplin ilmu yang menggambarkan individu dengan perhatian yang cermat, seperti misalnya kesusastraan, psikologi dan sebagainya. Bagaimana kesadaran individu dapat menjadi materi objektif

seorang ilmuwan bidang sains, yang dapat menjadi objek penelitian objektif dan ilmiahnya adalah bendabenda yang berada dalam dunia fisik, sedangkan halhal dan peristiwa-peristiwa yang bertalian dengan individu hanya dapat difahami dan diinterpretasi. Dalam satu aspek, ungkapan atau pernyataan interpretation naturae (interpretasi terhadap alam) adalah wujud dari ucapan. Dalam hal ini Dilthey menekankan dan bahwa terhadap hanya benda-benda kita untuk hanya mampu mengetahui, sedang memahami interpretasi dipergunakan mengetahui manusia. Jadi menurut Dilthey, suatu proses dimana kita mengetahui sesuatu aspek kejiwaannya atas dasar tanda-tanda sehingga yang dapat ditangkap pancaindera sebut termanifestasikan, kita

komprehensi atau pemahaman. Sebagai contoh: jika kita ingi memahami Leonardo da Vinci, kita harus menginterpretasikan kegiatan-kegiatannya, lukisanlukisannya, seperti ini imajinasinya terdiri atas serta beberapa karya-karya tingkatan, tertulisnya dalam corak yang homogen. Pemahaman tergantung pada minat atau perhatian seseorang. Perhatian semacam itu tidak dapat diatur, sebab subjeknya sendiri selalu banyak mengalami perubahan. Individu- misalnya Da Vinci- adalah makhluk yang sifatnya vital dan mobile (mudah bergerak) Pengetahuan sesuai ilmiah dengan hanya hidup mungkin batinnya. bila objek tepat,

pembahasannya

sudah

diatur

seccara

berhenti

(immobile)

dan final, sehingga

dapat

diteliti secara pasti. Memahami seorang person melibatkan juga pasang-surut kehidupannya yang berlangsung secara terus menerus. Inilah alasannya mengapa Dilthey berkesimpulan bahwa eksegesis atau interpretasi adalah suatu seni memahami manifestasi atau pengejahwantahan hal yang bersifat vital dan ditampakkan pada kebiasaan yang tahan lama. b. Riset sejarah Dilthey mengatakan bahwa peristiwa sejarah dapat difahami dalam tiga proses: 1) 2) yang 3) memahami sudut pandang atau gagasan memahami arti secara langsung atau secara langsung berhubungan dengan tersebut para pelaku asli makna kegiatan-kegiatan mereka pada hal-hal peristiwa sejarah. menilai peristiwa-peristiwa berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat sejarawan itu hidup. (Sumaryono, 2000: 48-53). C. Tokoh-Tokoh Hermeneutika 1. Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834), tokoh hermeneutika romantisis, ia yang memeperluas pemahaman hermeneutika dari sekedar pujian teologi (teks bible) menjadi metode memahami dalam pengertian filsafat. Menurut perspektif tokoh ini, dalam upaya memahami wacana harus ada unsure penafsir,

teks, maksud pengarang, konteks histories, dan konteks cultural. 2. Wilhelm metodis, bermula merupakan masa kini. 3. Edmund Husserl (1889-1911), menyebutkan tokoh hermeneutika proses fenomenologis, bahwa Dilthey dari sebuah (1833-1911), bahwa tokoh proses hermeneutika pemahaman kemudian hidup structural manusia yang berpendapat

pengalaman, Pengalaman neksus

mengekspresikannya.

mempertahankan masa lalu sebagai sebuah kehadiran

pemahaman yang benar harus mampu membebaskan diri dari prasangka, dengan membiarkan teks berbicara sendiri. Oleh sebab itu, menafsirkan sebuah teks berarti secara metodologis mengisolasikan teks dari semua hal yang tidak ada hubungannya, maknanya sendiri kepada subjek. 4. Martin Heidegger (1889-1976), tokoh hermeneutika dialektis, menjelaskan tentang pemahaman sebagai sesuatu yang muncul dan sudah ada mendahului kognisi. ulang. 5. Hans Georg Gadamer (1900-2002), tokoh hermeneutika dialogis, baginya pemahaman yang benar adalah pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis. Artinya, kebenaran dapat dicapai bukan melalui metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan. Dengan dengan Oleh sebab itu, pembacaan atau penafsiran selalu merupakan pembacaan ulang atau penafsiran termasuk bias-bias subjek penafsir dan membiarkannya mengomunikasikan

demikian, bahasa menjadi medium sangat penting bagi terjadinya dialog. 6. Jurgen Habermas (1929), tokoh hermeneutika kritis, menyebutkan bahwa pemahaman didahului kepentingan. Yang menentukan horison pemahaman adalah kepentingan sosial yang melibatkan kepentingan kekuasaan interpreter. Setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial, suku dan gender. 7. Paul Ricour (1913) yang membedakan interpretasi teks tertulis dan percakapan. Makna tidak hanya diambil menurut pandangan hidup 8. Jacques Derrida (1930), pengarang, tetapi juga tokoh hermeneutika menurut pengertian pandangan hidup pembacanya. dekonstruksionis, mengingatkan bahwa setiap upaya menemukan makna selalu menyelipkan tuntutan bagi upaya membangun relasi sederhana antara petanda dan penanda. Makna teks selalu mengalami perubahan tergantung konteks dan pembacanya (http://mualang.wordpress.com/2010/03/09/filsafat-hermeneutika/) D. Perkembangan Hermeneutika Secara umum, hermeneutika berarti theory of the interpretation of meaning. Menurut Palmer (Palmer, 2005: 38-49) sebagaimana dikutip oleh Musnur Hery dalam MEMAHAMI TEKS AGAMA, Interrelasi Hermeneutika Barat dan Islam (Hery, 2009: 23-27), terdapat enam batasan umum hermeneutika yang turut merefleksikan perkembangannya sebagai berikut: 1. Hermeneutika sebagai penafsiran kitab suci.

10

Pengertian

hermeneutika Sacrasive

tertua Methodus ini.

terkait

dengan

penafsiran kitab suci. Palmer menunjukkan bahwa buku Hermeneutica sebagai Exponendarum Dalam buku ini Sacrarum Literarum yang ditulis Danhaeur tahun 1654 representasi tipologi dibedakan antara hermeneutika dan eksegesi. 2. Hermeneutika sebagai Metodologi Filologi. Sejalan dengan perkembangannya rasionalisme dan filologi klasik abad pencerahan, perkembangan besar merambat ke dalam penafsiran Kitab Suci (Bibel). Mazhab grammatis dan historis mengafirmasikan dan mengintroduksi Kitab metode historis kritis dalam bahwa penafsiran Suci melalui gagasan

pengertian verbal Kitab Suci harus tunduk di bawah aturan yang sama dengan penerapan penafsiran pada teks-teks lain secara umum. Ini menendakan bahwa metode hermeneutika Kitab Suci menjadi tidak berbeda dengan teori sekuler, yakni filologi klasik. 3. Hermeneutika Sebagai Ilmu Pemahaman Linguistik. Pada tahap ini, metodologi pemahaman terhadap suatu teks semakin memperlihatkan yang formatnya. Adalah Schleirmacher mempertegas keberadaan

hermeneutika sebagai ilmu atau seni pemahaman sesuatu teks. Konsepsi semacam ini berpengaruh dari sudut pandang filologi, karena ia melampaui konsep hermeneutika sebagai suatu agregat aturan-aturan dan membuat hermeneutika menjadi koheren secara sistematik, suatu ilmu yang mendeskripsikan kondisikondisi bagi suatu pemahaman dalam semua dialog. Ia menganomali format hermeneutika menjadi algemeine

11

hermeneutics (hermeneutika ilmu) yang menjadi pijakan bagi semua bentuk interpretasi teks, yang dengan itu dimulailah hermeneutika non-disipliner yang signifikan bagi diskusi kontemporer. 4. Melanjutkan Hermeneutika apa yang telah Sebagai diusahakan Fondasi gurunya, Metodologis Ilmu-Ilmu Kemanusiaan (Sosial). Dilthey melihat bahwa dalam hermeneutika terdapat disiplin yang dapat menjadi acuan bagi ilmu-ilmu kemanusiaan. dibutuhkan manusia pengetahuan yang aktivitas sudah pemahaman barang tentang historis amat untuk menafsirkan ekspresi tentu apa kehidupan melibatkan terjadi

personal

makna

manusia. Dalam konteks ini, kritik atas nalar yang berlaku pada tataran pemahaman historis- critique of historical reason- menjadi kebutuhan berikutnya. 5. Hermeneutika Sebagai Fenomenologi Dasein dan Pemahaman Eksistensial. Pada tahap ini, hermeneutika sudah melebihi dari sekedar persoalan epistemologi atau metodologi. Ia telah merambah ke dalam spektrum ontologi. Martin Heidegger Tidak dalam studinya Being and Time Dilthey, mengemukakan paradigma Hermeneutika pendahulunya, Dasein.

sebagaimana

hermeneutika bagi Heidegger tidak terkait pada ilmu aturan penafsiran tertentu atas teks, juga tidak pada metodologi human dari koneksi sciences, Heidegger dengan namun ini lebih satu pada sisi pengungkapan Hermeneutika mempunyai fenemenologi eksistensi pada dimensi manusia.

pemahaman

12

ontologi dan pada sisi lain memiliki persamaan pula dengan dimensi fenomenologi. philosophical Visi Heidegger ini ditindak lanjuti muridnya, Hans georg Gadamer, dengan pengembangan hermeneutics dalam bukunya Truth and Method. Gadamer bahkan tidak hanya dapat mengaitkan dengan filsafat pemahaman historis, tetapi juga telah membawanya kepada fase linguistik language. 6. Hermeneutika Sebagai Sistem Penafsiran. Paul Ricoeur mengembalikan corak hermeneutika sebagai teori penafsiran (eksegesi). Ia memandang hermeneutika sebagai teori peraturan yang menata eksegesi tersebut, baik penafsiran terhadap teks-teks tertentu atau kumpulan tanda-tanda yang dapat dianggap sebagai teks secara umum. hermeneutika dengan demikian merupakan proses perolehan makna yang berawal dari makna konkrit samapai dengan makna tersembunyi. Pemerian seperti yang dilakukan Palmer di atas dapat saja berbeda dengan apa yang dilakukan oleh sarjana atau intelektual lain, tergantung sudut pandang pemeriannya. Josep Bleicher misalnya, dalam memetakan perkembangan hermeneutika kontemporer membaginya ke dalam tiga klasifikasi polarisasi. Tradisi Scleirmacher dan Dilthey dan pengikutnya dengan kecendrungan hermeneutika sebagai general body dari prinsip-prinsip metodologis masuk dalam pola hermeneutical theory, dengan Being pernyataannya that can be yang amat is kontroversial, understood

13

sedangkan Heidegger dan muridnya Hans Georg Gadamer serta pengikutnya eksplorasi yang mentradisikan hermeneutika sebagai sebagai filosofis dikategorikan

hermeneutical philosophy yang memusatkan diri pada status ontologi pemahaman dan interpretasi. Klasifikasi terakhir adalah kategori terjadinya hermeneutika kritis yang dalam memfokuskan diri pada penyingkapan tabir-tabir yang menyebabkan interpretasi. Sebagai suatu ilmu dan diskursus, hermeneutika yang cenderung muncul agak belakangan terus berkembang. Perkembangan hermeneutika serimg ditandai dengan dialog dan bahkan perdebatan antara berbagai aliran. Perdebatan seputar metodologi penafsiran inilah yang memfasilitasi terbukanya peluang pengembangan metode penafsiran yang dengan begitu tidak menutup kemungkinan munculnya aliran lain. Di antara perdebatan yang terus berlangsung adlah polemik pertama (hermeneutical theory) dan antara aliran aliran kedua penyimpangan

(hermeneutical philosophy), atau polemik berkepanjangan antara aliran objektivitas dan aliran subjektivitas. E. Kesimpulan 1. Istilah hermenutika berasal dari bahasa Yunani, dari akar kata hermeneuein (kata kerja), yang berarti menafsirkan, dan hermeneia (kata benda) yang berarti interpretasi. dikandung Terdapat kata tiga varian makna yaitu to yang say hermeneuin,

(mengatakan), to explain (menjelaskan) dan to translate (menterjemahkan).

14

2. Source of Knowledge (Sumber Pengetahuan), Sumber pengetahuan dalam konsep hermeneutic secara umum adalah erfahrung (pengalaman). Sementara Dilthey mempopulerkan istilah erlebnis (mengalami). Methode of Knowledge (Metode Pengetahuan). yang dianjurkan oleh Dilthey adalah metode hermeneutic untuk memecahkan persoalan tentang bagaimana membuat segala pengetahuan tentang singularitas eksistensi manusia menjadi ilmiah. Dilthey menawarkan perangkat metode pengoperasian hermeneutic, yaitu: a. b. Interpretasi data Riset sejarah Dilthey mengatakan bahwa peristiwa sejarah dapat difahami dalam tiga proses: 1) 2) yang 3) memahami sudut pandang atau gagasan memahami arti secara langsung atau secara langsung berhubungan dengan tersebut para pelaku asli makna kegiatan-kegiatan mereka pada hal-hal peristiwa sejarah. menilai peristiwa-peristiwa berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat sejarawan itu hidup. 3. Hermeneutika dalam pengertian filsafat pertama-tama bukan sebuah berurusan dengan dan hakikat bisa tetek-bengek cara-cara Ia muncul lebih penafsiran: sebagai kebenaran memperoleh kompeten bagaimana sebuah penafsiran

kebenaran suatu

tersebut.

memperbincangkan kebenaran

15

kebenaran, atau atas dasar apa sebuah penafsiran dapat dikatakan benar. 4. Tokoh-tokoh hermeneutik yaitu; Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (18331911), Edmund Husserl (1889-1911), Martin Heidegger (1889-1976), Hans Georg Gadamer (1900-2002), Jurgen Habermas (1929), Paul Ricour (1913) dan Jacques Derrida (1930). 5. Perkembangan hermeneutika; 1). Hermeneutika sebagai penafsiran Pemahaman Hermeneutika kitab suci, 2). 4). Hermeneutika Hermeneutika sebagai Sebagai dan Metodologi Filologi, 3). Hermeneutika Sebagai Ilmu Linguistik, Sebagai Fondasi Metodologis Ilmu-Ilmu Kemanusiaan (Sosial), 5). Fenomenologi Dasein Pemahaman Eksistensial dan 6). Hermeneutika Sebagai Sistem Penafsiran.

DAFTAR PUSTAKA Abu Zaid, Nashr Hamid, (Terj.) Muhammad Mansur., Hermeneutika Inklusif; Mengatasi Problematika Bacaan dan Cara-Cara Pentakwilan atas Diskursus Keagamaan, Jakarta: ICIP (International Center for Islam ad Pluralism), 2004.

16

Azra, Azyumardi., Dari Neomodernisme ke Islam Liberal, Jakarta : Paramadina. Hery, Musnur., MEMAHAMI TEKS AGAMA, Interrelasi Hermeneutika Barat dan Islam, Yogyakarta: Idea Press, 2009. Palmer, Ricard E, (Terj.) Musnur Hery dan Damanhuri Muhammad., HERMENEUTIKA, Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: 2005. Ricoeur, Paul., (Terj.) Muhammad Syukri, Hermeneutika Sosial, Bantul: Kreasi Wacana, 2009. Saenong, Ilham B., Metodologi Tafsir Al-Quran, Jakarta: Teraju, 2002. Supriyadi, Dedi., Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010. Sumaryono, E., HERMENEUTIK, Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2000. http://mualang.wordpress.com/2010/03/09/filsafat-hermeneutika/ http://tafsirpink.blogspot.com/2011/05/hermeneutika-hans-georg-gadamer.html

17

You might also like