You are on page 1of 15

PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERUSAHAAN RETAIL YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA (BEI) PERIODE TAHUN 2008-2010


Xeldenna Lydia Reliadi Program Sarjana Fakultas Manajemen dan Bisnis Universitas Padjadjaran Email: dennareliadi@hotmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen modal kerja terhadap Return on Assets (ROA). Manajemen modal kerja meliputi manajemen terhadap current assets dan current liabilities yang terdiri dari pengelolaan kas, piutang dagang, persediaan, dan hutang dagang. Pengelolaan modal kerja yang efektif dan efisien sangat penting karena dapat meningkatkan penjualan dan akan memperbesar laba yang diperoleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan ROA. Dalam penelitian ini perusahaan yang dijadikan sampel terdiri dari 17 perusahaan retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis uji regresi berganda dan uji koefisien determinasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, dan siklus konversi kas terhadap Return on Assets (ROA), sedangkan periode pembayaran hutang dagang berpengaruh positif signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Keempat variabel independen tersebut memberikan pengaruh sebesar 50,9% terhadap variabel dependen ROA. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaruh manajemen modal kerja cukup besar terhadap ROA, oleh karena itu perusahaan diharuskan mengelola modal kerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tingkat profitabilitas yang optimal. Kata kunci : manajemen modal kerja, ROA, siklus konversi kas, CCC, perusahaan retail.

1. Pendahuluan Perusahaan retail merupakan perusahaan yang melakukan penjualan langsung barang di setiap jenis outlet seperti kios atau warung, tradisional, pasar modern, department store, butik, dan lainnya termasuk layanan pengiriman yang umumnya memasok untuk pembeli konsumsi pribadi. 1 Bisnis retail di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, modern retail dan tradisional retail. Modern retail merupakan perkembangan baru dari tradisional retail dengan perkembangan teknologi serta perubahan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan dalam berbelanja, banyak modern retail yang berkembang saat ini. Industri retail modern memiliki tingkat keuntungan moderat, biasanya sekitar 7-15 persen dari omset. Namun demikian, bisnis ini sangat likuid karena pembelian konsumen umumnya dilakukan dalam bentuk tunai, sementara pembayaran kepada pemasok umumnya dibayar kemudian.2 Dalam lingkungan ekonomi global yang sedang resesi saat ini, keberlangsungan perusahaan sangat bergantung pada kemampuan dan keberhasilan fungsi manajemen keuangan. Kebanyakan perusahaan melibatkan keputusan manajemen keuangan dalam tiga bidang yaitu : penganggaran modal, struktur modal, dan manajemen modal kerja. Dalam kerangka ini pengelolaan modal kerja merupakan keputusan tentang modal kerja yang melibatkan pengelolaan hubungan antara aset lancar dan kewajiban lancar. Dikutip dari skripsi Niken Hastuti, Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian mengemukakan berdasarkan penelitian ditemukan bahwa sebagian besar waktu manajer digunakan untuk mengatur modal kerja (lebih dari sepertiga waktu manajemen keuangan dihabiskan untuk mengelola aktiva lancar dan seperempat dari waktu manajemen dihabiskan mengelola hutang lancar). Bagi banyak perusahaan, aktiva lancar dan hutang lancar merupakan bagian dari investasi dan pendanaan yang besar. Aktiva lancar dan hutang lancar merupakan pos yang cepat berubah. Berikut ini adalah rasio aktiva lancar dan hutang lancar terhadap total aktiva pada perusahaan-perusahaan retail yang terdaftar di BEI. Tabel 1.1 Rasio Aktiva Lancar dan Hutang Lancar Terhadap Total Aktiva Pada Perusahaan Retail yang Terdaftar di BEI per 31 Desember 2010
No. Nama Perusahaan Aktiva Lancar (dalam jutaan Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8
1 2

Hutang Lancar (dalam jutaan Rp) 110.310 2.775.514 231.301 1.076.522 1.419.239 895.595 1.766.357 373.013

Total Aktiva (dalam jutaan Rp) 1.191.333 4.262.929 327.559 1.704.910 3.254.770 1.101.333 3.125.368 510.959

Aktiva Lancar/ Total Aktiva (%) 72% 51% 87% 74% 84% 95% 45% 84%

Hutang Lancar/ Total Aktiva (%) 9% 65% 71% 63% 44% 81% 57% 73%

Ace Hardware Indonesia Tbk. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Centrin Online Tbk. Catur Sentosa Adiprana Tbk. Enseval Putra Megatrading Tbk. FKS Multi Agro Tbk. Hero Supermarket Tbk. Kokoh Inti Arebama Tbk.

862.190 2.165.078 285.871 1.257.862 2.734.592 1.041.057 1.398.756 429.191

Foreign Agricultural Services, USDA, http://www.fas.usda.gov/info/factsheets/China/distribution.html Ibid, pg. 276, 2009

9 10 11 12 13 14 15 16 17

Millennium Pharmacon Intl Tbk. 250.505 Mitra Adiperkasa Tbk. 1.865 PT. Multi Indocitra Tbk. 228.891 Matahari Putra Prima Tbk. 5.394.910 Ramayana Lestari Sentosa Tbk. 1.940.365 Sona Topas Tourism Industri 278.920 Tbk. Tigaraksa Satria Tbk. 1.578.982 Toko Gunung Agung Tbk. 67.993 Trikomsel Oke Tbk. 2.254.333 RATA-RATA

176.393 1.469 67.407 3.063.982 3.063.982 276.270 1.086.531 92.795 1.527.754

276.516 3.670 371.831 11.420.600 3.485.982 623.872 1.741.975 104.623 2.394.039

91% 51% 62% 47% 56% 45% 91% 65% 94% 70%

64% 40% 18% 27% 88% 44% 62% 89% 64% 56%

Sumber : www.idx.co.id data diolah Pada umumnya aktiva lancar mencapai 40 persen dari total aktivanya. Aktiva lancar harus lebih besar daripada hutang lancar yang secara umum paling tidak berbanding 2:1 dan net working capital paling tidak 1:1 (Weston dan Brigham, 1990). Hal ini dimaksudkan sebagai jaminan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendeknya. Terlihat dari tabel bahwa perusahaan retail memiliki rata-rata perbandingan aktiva lancar mencapai 70 persen dari total aktivanya, serta memiliki hutang lancar sebesar 56 persen dari total aktivanya. Hal inilah yang membedakan perusahaan retail dengan perusahaan lainnya seperti perusahaan manufaktur karena perusahaan retail memiliki aset lancar yang lebih besar. Pada perusahaan retail, investasi dalam aktiva tetap bisa dikurangi misalnya dengan menyewa, tetapi investasi dalam kas dan persediaan seringkali tidak mungkin dihindarkan. Grafik 1.1 Rasio Aktiva Lancar dan Hutang Lancar Terhadap Total Aktiva Pada Perusahaan Retail yang Terdaftar di BEI per 31 Desember 2010

100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

Aktiva Lancar/Total Aktiva Hutang Lancar/Total Aktiva

Grafik di atas membuktikan bahwa perusahaan yang bergerak dalam bidang retail membutuhkan pengelolaan terhadap modal kerja secara lebih efektif dan efisien. Hal ini karena aktiva lancar perusahaan retail bisa mengembangkan lebih dari separuh total aktivanya. Tingkat aktiva lancar yang berlebih dapat dengan mudah membuat perusahaan
3

merealisasi pengembalian atas aset (ROA) yang rendah. Akan tetapi, perusahaan dengan jumlah aktiva lancar yang terlalu sedikit dapat mengalami kekurangan dan kesulitan dalam mempertahankan operasi yang lancar (Van Horne dan Wachowicz, 2009:308). Pengelolaan modal kerja terdiri dari, pertama, kebijakan pengumpulan, yang diukur dengan periode pengumpulan piutang rata-rata atau Average Collection Period (ACP) yang berarti jangka waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengkonversikan piutang dagang menjadi kas. Kedua, kebijakan persediaan, yang dinyatakan dengan periode lamanya persediaan atau Average Age of Inventory (AAI), ini berarti jangka waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menjual barang dagangan yang ada di gudang. Ketiga, kebijakan pembayaran yang diukur dengan jangka waktu pembayaran rata-rata atau Average Payment Period (APP) yang berarti jangka waktu rata-rata sejak pembelian barang dagangan hingga terlaksananya pembayaran. Pengelolaan ini mengharuskan perusahaan untuk mempercepat pengumpulan piutang, mempercepat persediaan, menunda siklus pembayaran, sehingga hal ini akan mengurangi besarnya kebutuhan modal kerja. Kebijakan yang disebutkan sebelumnya dapat digabungkan dalam satu kebijakan umum, yang disebut siklus konversi kas atau Cash Conversion Cycle (CCC) yang dikembangkan oleh Richards dan Laughlin (1980) yang berfokus pada lamanya waktu antara ketika perusahaan melakukan pembayaran dan ketika perusahaan menerima kas masuk. Salah satu tujuan dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan laba yang maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan manajemen dengan tingkat efektifitas yang tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas manajemen dapat ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan rasio profitabilitas (Weston dan Brigham, 2006:64). Dengan mengetahui rasio profitabilitas yang dimiliki, perusahaan dapat memonitor perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu. Singkatnya, pengelolaan modal kerja yang efisien terutama bertujuan untuk memastikan keseimbangan optimal antara profitabilitas dan risiko (Ricci dan Di Vito, 2000). Tujuan ini dapat dicapai dengan pemantauan terus-menerus dari komponen-komponen modal kerja seperti piutang dagang, persediaan dan hutang dagang oleh karena itu keberhasilan suatu perusahaan sangat bergantung pada keterampilan yang efektif dari para manajer keuangan. Penelitian ini menggunakan Return on Assets (ROA) sebagai alat untuk mengukur profitablitas perusahaan. ROA measures the overall effectiveness of management in generating profits with its available assets (Gitman, 2009). Return on Assets (ROA) yang menggambarkan sejauh mana kemampuan asset-asset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba (Tandelilin,2010:372). ROA diperoleh dengan membagi laba bersih dengan total aktiva (Mardiyanto,2009:62). Rasio ini adalah ukuran kinerja terbaik dan signifikansinya tidak dapat dibantah lagi. ROA merupakan ukuran efisiensi operasi yang utama dan ROA merupakan rasio yang paling dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan (Walsh,2004 : 64). Rasio ROA sering digunakan oleh top manajemen untuk mengevaluasi unit-unit usaha dalam perusahaan yang multidivisional. Manajer divisi mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktiva yang digunakan dalam divisi tersebut, tetapi kurang mempunyai pengaruh terhadap bagaimana aktiva tersebut dibiayai. Rasio ROA dipilih dalam penelitian ini karena ROA merupakan rasio yang paling tepat digunakan sebab penelitian ini meneliti hubungan pengelolaan modal kerja yang berkaitan dengan pengelolaan current assets dan current liabilities perusahaan. Kondisi
4

dalam setiap operasi bisnis dapat berubah dari hari ke hari dan dalam situasi yang dinamis ini, rasio-rasio keuangan akan menginformasikan kepada manajemen masalah paling penting yang segera memerlukan perhatian (Ciaran Walsh, 2004:4).

2. Hubungan Antara Manajemen Modal Kerja dengan ROA Kemampuan memperoleh profit bagi suatu perusahaan lebih penting daripada masalah profit, karena profit yang besar bukan merupakan suatu ukuran bahwa suatu perusahaan telah bekerja secara efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan cara membandingkan laba bersih terhadap aktiva atau modal. Modal kerja yang minimum dicapai dengan menagih secara cepat kas dari penjualan, mempercepat periode lamanya persediaan, dan menunda pembayaran tunai kepada supplier. Semua faktor tersebut dapat digabungkan ke dalam ukuran tunggal yang disebut dengan siklus konversi kas. Periode pengumpulan piutang cepat dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan, sehingga profit (laba) yang diterima akan tinggi jumlahnya. Tingginya laba akan mempertinggi tingkat profitabilitas. Lalu jika dilihat dari segi biaya, apabila lamanya persediaan semakin lama, maka persediaan menumpuk, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan semakin tinggi hal ini juga akan semakin memperkecil laba. Pembayaran hutang dagang juga harus dilakukan secara optimal, karena hutang dagang dapat digunakan sebagai tambahan modal untuk investasi dan biaya dana investasi menjadi lebih rendah sehingga efektifitas ini dapat mempengaruhi perusahaan sehingga mampu meningkatkan laba. Secara teori, semakin pendek waktu yang diperlukan dalam siklus konversi kas, semakin baik bagi perusahaan. Sebaliknya semakin panjang waktu yang diperlukan, semakin banyak modal yang harus ditanamkan. Jadi, siklus konversi kas diharapkan akan memiliki efek negatif terhadap ROA. 3. Objek Penelitian Pada penelitian kali ini penulis menggunakan 2 variabel, yaitu variabel X atau variabel independen yang terdiri dari Periode Pengumpulan Piutang Dagang (X1), Periode Lamanya persediaan (X2), Periode Pembayaran hutang dagang (X3), Siklus Konversi Kas (X4) dan variabel dependen yaitu ROA sebagai variabel Y. 4. Sampel Penelitian Sumber data perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan 17 perusahaan retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 2010 yang diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) 2010 serta dari laporan keuangan perusahaan yang bersumber dari www.idx.co.id.

Tabel 4.1 Daftar Perusahaan Retail Sampel Penelitian Tahun 2008-2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KODE ACES AMRT CENT CSAP EPMT FISH HERO KOIN SDPC MAPI MICE MPPA RALS SONA TGKA TKGA TRIO Nama Perusahaan PT. Ace Hardware Indonesia Tbk. PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. PT. Centrin Online Tbk. PT. Catur Sentosa Adiprana Tbk. PT. Enseval Putra Megatrading Tbk. PT. FKS Multi Agro Tbk. PT. Hero Supermarket Tbk. PT. Kokoh Inti Arebama Tbk. PT. Millennium Pharmacon Intl Tbk. PT. Mitra Adiperkasa Tbk. PT. Multi Indocitra Tbk. PT. Matahari Putra Prima Tbk. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk. PT. Sona Topas Tourism Industry Tbk. PT. Tigaraksa Satria Tbk. PT. Toko Gunung Agung Tbk. PT. Trikomsel Oke Tbk.

5. Deskripsi Statistik Di bawah ini merupakan tabel data deskripsi statistik dari variabel X dan Y pada penelitian kali ini : Tabel 5.1 Deskripsi Statistik
Descriptive Statistics N ACP AAI APP CCC ROA Valid N (listwise) 51 51 51 51 51 51 Minimum ,08 4,62 3,39 -53,59 -17,29 Maximum 227,13 203,53 326,94 197,00 50,79 Sum 1517,81 3685,07 3579,89 1627,49 321,23 Mean 29,7610 72,2564 70,1940 31,9115 6,2986 Std. Deviation 38,99560 48,04526 62,91744 51,60826 8,48508 Variance 1520,657 2308,347 3958,605 2663,413 71,997

Dari tabel 4.1 sampai dengan 4.5 di atas dapat dilihat terdapat 51 data dengan nilai maksimum pada variabel periode pengumpulan piutang atau average collection period (ACP) sebesar 227 hari sedangkan untuk nilai minimumnya adalah 0 atau dapat diartikan bahwa penjualan tersebut dilakukan secara tunai dan tidak terdapat periode pengumpulan piutang, dengan rata-rata sebesar 30 hari. Pada variabel periode lamanya persediaan atau average age of inventory (AAI) nilai minimum sebesar 5 hari dan maksimum sebesar 204 hari, dengan rata-rata 72 hari. Pada variabel periode pembayaran hutang dagang atau average payment
6

period (APP) nilai minimum sebesar 3 hari dan maksimum sebesar 327 hari, dengan rata-rata 70 hari. Pada variabel siklus konversi kas atau cash conversion cycle (CCC) nilai minumum sebesar -53 dan maksimum sebesar 196, dengan rata-rata 32 hari. Sedangkan pada variabel Return on Assets (ROA), nilai minimum sebesar -17% dan nilai maksimum sebesar 51%, dengan rata-rata 6%. Berikut ini adalah grafik yang menunjukan perkembangan modal kerja dari perusahaan retail : Grafik 5.1 Periode Pengumpulan Piutang Pada Perusahaan Retail Tahun 2008-2010
250 200 150

2008
100 50 0 MPPA EPMT SONA CENT KOIN HERO RALS TGKA TKGA ACES AMRT MAPI MICE SDPC CSAP TRIO FISH 2009 2010

Dapat dilihat dari grafik 5.1 di atas rata-rata penerimaan kas paling rendah pada tahun 20082010 dimiliki oleh perusahaan PT. Toko Gunung Agung Tbk. sebesar 0 hari, ini artinya PT. Toko Gunung Agung tidak memiliki periode piutang karena penjualannya dilakukan secara tunai. Sedangkan untuk periode pengumpulan piutang tertinggi pada tahun 2008-2009 dimiliki oleh PT. Kokoh Inti Arebama Tbk. yang berkonsentrasi pada bisnis distribusi material building sebesar 69 dan 116 hari, lalu pada tahun 2010 periode pengumpulan piutang paling tinggi dimiliki oleh perusahaan jasa teknologi informasi yaitu PT. Centrin Online Tbk. sebesar 227 hari. Perusahaan retail kebanyakan memiliki periode pengumpulan piutang yang kecil karena kebanyakan pembelian dilakukan secara tunai. Ini membuktikan perusahaan retail rata-rata menggunakan kebijakan restricted current assets yaitu upaya meminimumkan piutang usaha dan aset lancar lainnya. Semakin cepat periode pengumpulan piutang berarti kas yang kembali tersebut dapat digunakan kembali untuk penjualan kredit atau melakukan pembayaran hutang dagang sehingga kegiatan operasional perusahaan tidak terganggu.

Grafik 5.2 Periode Lamanya Persediaan Pada Perusahaan Retail Tahun 2008-2010
250 200

150
2008

100
50 0

2009 2010

MPPA

CENT

HERO

KOIN

RALS

AMRT

EPMT

SONA

ACES

MICE

TGKA

Dari grafik 5.2 di atas dapat dilihat periode lamanya persediaan terendah pada tahun 20082009 dimiliki oleh PT. Centrin Online Tbk. lalu untuk tahun 2010 dimiliki oleh PT. Toko Gunung Agung Tbk. sedangkan periode lamanya persediaan tertinggi pada tahun 2008 dimiliki oleh PT. Sona Topas Tourism Industry Tbk. sebesar 160 hari, lalu pada tahun 20092010 dimiliki oleh PT. Mitra Adiperkasa Tbk. yang merupakan perusahaan distributor yaitu sebesar 204 hari dan 168 hari. Periode lamanya persediaan perlu diperhatikan oleh perusahaan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan persediaan. Hal ini dikarenakan semakin lama periode lamanya persediaan, maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjaga agar persediaan di gudang tetap baik. Jika biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan persediaan semakin tinggi maka hal ini akan semakin memperkecil laba, karena laba merupakan hasil dari pendapatan dikurangi biaya. Jadi, semakin besar biaya yang harus ditanggung perusahaan maka semakin kecil laba yang didapat. Perusahaan dengan pengelolaan persediaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki periode lamanya persediaan relatif kecil karena hal itu membuktikan bahwa perusahaan mampu menjual barang dengan lebih cepat sehingga penerimaan kas juga menjadi lebih cepat sehingga semakin kecil modal yang harus diinvestasikan dalam persediaan dan kegiatan operasional perusahaan berjalan lancar.

TKGA

SDPC

MAPI

CSAP

TRIO

FISH

Grafik 5.3 Periode Pembayaran Hutang Dagang Pada Perusahaan Retail Tahun 2008-2010
350 300 250 200 150 100 50 -

2008
2009 2010

MPPA

EPMT

CENT

KOIN

ACES

HERO

RALS

SONA

MICE

SDPC

TGKA

AMRT

Dari grafik 5.3 di atas dapat dilihat periode pembayaran hutang dagang terendah pada tahun 2008 dan 2010 dimiliki oleh PT. Trikomsel Oke Tbk. tetapi untuk tahun 2009 dimiliki oleh PT. Ace Hardware Indonesia Tbk. sedangkan periode pembayaran hutang dagang tertinggi pada tahun 2008 dimiliki oleh PT. Sona Topas Tourism Industry Tbk. sebesar 216 hari, pada tahun 2009 dimiliki oleh PT. Kokoh Inti Arebama Tbk sebesar 239 hari dan pada tahun 2010 dimiliki oleh PT. Centrin Online Tbk. sebesar 327 hari. Periode pembayaran hutang dagang ini dapat menunjukan seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut untuk melunasi hutangnya kepada supplier. Hutang dagang dapat menghasilkan tambahan permodalan. Apabila pembayaran hutang dagang diperlama, maka tambahan modal yang dimiliki dapat digunakan untuk melakukan investasi. Dengan adanya investasi maka perusahaan dapat melakukan kegiatan produksi dengan lebih efektif. Selanjutnya dengan memperpanjang periode pembayaran hutang dagang, biaya dana untuk investasi jadi lebih rendah. Adanya efektifitas ini akan mempengaruhi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.

TKGA

MAPI

CSAP

TRIO

FISH

Grafik 5.4 Siklus Konversi Kas Pada Perusahaan Retail Tahun 2008-2010
250 200

150 100
50 0 KOIN MPPA CENT EPMT HERO RALS SONA ACES AMRT MICE TGKA -50 -100 TKGA SDPC MAPI CSAP TRIO FISH 2008 2009 2010

Dari perhitungan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa siklus konversi kas terendah dimiliki oleh PT. Sona Topas Tourism Industry Tbk. pada tahun 2008-2009 yaitu sebesar -51 dan -36 sedangkan untuk tahun 2010 siklus konversi kas terendah dimiliki oleh PT. Matahari Putra Prima Tbk. sebesar -54. Siklus konversi kas yang negatif ini menunjukan perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar pemasoknya sebelum menerima barang yang akan dibeli dari pemasok dan perusahaan menerima kas dari pelanggannya dengan cepat. Siklus konversi kas yang negatif ini disebabkan oleh rata-rata periode pembayaran hutang dagang perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan periode pengumpulan piutang dan periode lamanya persediaan. Sedangkan untuk siklus konversi kas tertinggi dimiliki oleh PT. Multi Indocitra Tbk. yang merupakan distributor dari perusahaan consumer goods, pada tahun 2008 dan 2010 sebesar 181 dan 197 hari, lalu untuk tahun 2009 siklus konversi kas tertinggi dimiliki oleh PT. Mitra Adiperkasa Tbk., perusahaan yang mengelola bisnis penyedia alat-alat transportasi, sebesar 148 hari. Grafik 5.5 Return on Assets (ROA) Pada Perusahaan Retail Tahun 2008-2010
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% EPMT TGKA AMRT MPPA HERO SONA TKGA SDPC 2008 2009 2010

FISH

MAPI

CENT

KOIN

ACES

RALS

CSAP

-10% -20% -30%

MICE

TRIO

10

Dari perhitungan tabel 5.5 di atas dapat dilihat, perusahaan yang memiliki ROA terendah selama tahun 2008 adalah PT. Centrin Online Tbk. yaitu sebesar -17% hal ini bisa jadi dikarenakan oleh mengalami loss income, sedangkan ROA terendah pada tahun 2009-2010 dimiliki oleh PT. Toko Gunung Agung yaitu sebesar 0% dan -6%, walaupun pengelolaan siklus konversi kas perusahaan ini tergolong cukup baik karena memiliki angka CCC negatif, namun pada kenyataannya perusahaan ini justru mengalami loss dan tingkat pengembalian atas aset atau ROA yang kecil jika dibandingkan perusahaan retail lainnya. Sedangkan perusahaan retail yang memiliki tingkat ROA tertinggi pada tahun 2008-2009 adalah PT. Ace Hardware Indonesia Tbk. yaitu sebesar 17% dan 16%, walaupun mengalami penurunan ROA namun perusahaan ini merupakan perusahaan retail yang memiliki ROA tertinggi dalam penelitian ini. Lalu untuk tahun 2010, tingkat ROA tertinggi dimiliki oleh PT. Matahari Putra Prima Tbk. yang melonjak drastis dari hanya 3% pada tahun 2009 menjadi 51% pada tahun 2010. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh pelepasan saham anak usaha perseroan (PT Matahari Department Store Tbk) kepada Meadow Asia pada tahun 2010. Meadow merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan CVC Capital Partners. 6. Hasil Penelitian Analisis Regresi Berganda Berdasarkan uji asumsi klasik, maka diketahui bahwa model regresi tersebut bisa diuji menggunakan uji regresi linier berganda. Berikut hasil pengujian analisis regresi linier berganda : Tabel 6.1 Hasil Pengujian Regresi Linier
Coefficients Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 6,975 2,327 ACP -,152 ,035 AAI -,106 ,032 APP ,110 ,022 CCC -,143 ,015 a. Dependent Variable: ROA
a

Standardized Coefficients Beta -,484 -,412 ,626 ,685

t 2,997 -4,371 -3,253 4,952 6,134

Sig. ,004 ,000 ,002 ,000 ,000

Sumber : hasil output SPSS 19 Dari data diatas dapat dilihat besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang dapat diketahui dari beta unstandardized yang ada. Dari Tabel 6.1 diatas, dapat dirumuskan persamaan matematis sebagai berikut : Y = 6,975 - 0,152X1 - 0,106X2 + 0,110X3 - 0.143X4 Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa variabel periode pengumpulan piutang (X1), periode lamanya persediaan (X2) dan siklus konversi kas (X4) memiliki koefisien regresi dengan arah negatif, sedangkan periode pembayaran hutang (X3) memiliki koefisien regresi
11

dengan arah positif. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, dan siklus konversi kas yang cepat akan dapat menghasilkan ROA yang tinggi, sedangkan perusahaan dengan periode pembayaran hutang yang cepat justru akan menurunkan tingkat ROA. Analisis Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi (R2) berfungsi untuk melihat sejauh mana keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Apabila angka koefisien determinasi semakin kuat, yang berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sedangkan nilai koefisien determinasi (adjusted R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Tabel 6.2 Uji R2
Model Summary Adjusted R Model 1 R ,741a R Square ,549 Square ,509
b

Std. Error of the Estimate 8,71318 Durbin-Watson 1,705

a. Predictors: (Constant), CCC, APP, ACP, AAI b. Dependent Variable: ROA

Sumber : hasil output SPSS 19

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada tabel 6.2 di atas, besarnya nilai adjusted R2 dalam model regresi perusahaan retail diperoleh sebesar 0,509. Hal ini menunjukkan bahwa besar pengaruh variabel independen yaitu periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, periode pembayaran hutang dagang dan siklus konversi kas terhadap variabel dependen ROA yang dapat diterangkan oleh persamaan ini sebesar 50,9%. Sedangkan sisanya 49,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi. 7. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata periode pengumpulan piutang dagang pada perusahaan-perusahaan retail yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2010 yaitu sebesar 30 hari. Dari hasil yang didapat, diketahui bahwa PT. Toko Gunung Agung Tbk, PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk. dan PT. Ace Hardware Indonesia memiliki rata-rata periode pengumpulan piutang yang paling cepat pada tahun 2008-2010 di antara perusahaan-perusahaan retail lainnya. 2. Rata-rata periode lamanya persediaan pada perusahaan-perusahaan retail yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2010 yaitu sebesar 72 hari. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki rata-rata periode lamanya persediaan paling cepat dari tahun 2008-2010 adalah PT. Toko Gunung Agung Tbk, PT. Centrin Online Tbk. dan PT. Sumber Alfaria Trijaya.
12

3. Rata-rata periode pembayaran hutang dagang pada perusahaan-perusahaan retail yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2010 yaitu sebesar 70 hari. Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa periode pembayaran hutang dagang yang lama adalah PT. Sona Topas Tourism Industry Tbk., PT. Centrin Online Tbk. dan PT. Kokoh Inti Arebama Tbk. 4. Rata-rata siklus konversi kas pada perusahaan retail yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2010 yaitu sebesar 32 hari. Perusahaan retail yang memiliki rata-rata siklus konversi kas paling cepat di antara perusahaan retail lainnya pada tahun 2008-2010 adalah PT. Centrin Online Tbk., PT. Matahari Putra Prima Tbk., dan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. 5. Rata-rata Return on Assets (ROA) atau kemampuan perusahaan retail untuk menghasilkan laba bersih dari total aktiva yang dimiliki pada tahun 2008-2010 adalah sebesar 6%. Perusahaan retail yang memiliki rata-rata Return on Assets (ROA) paling tinggi di antara perusahaan retail lainnya pada tahun 2008-2010 adalah PT. Matahari Putra Prima Tbk., PT. Ace Hardware Indonesia Tbk., dan PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk. 6. Pengaruh manajemen modal kerja yang terdiri dari pengelolaan periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, periode pembayaran hutang, dan siklus konversi kas terhadap Return on Assets (ROA) pada perusahaan-perusahaan retail yang terdaftar di BEI periode tahun 2008-2010 adalah sebagai berikut : Periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, dan siklus konversi kas memiliki berpengaruh negatif terhadap ROA, sedangkan periode pembayaran hutang dagang memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, dan siklus konversi kas yang cepat akan dapat menghasilkan ROA yang tinggi, sedangkan perusahaan dengan periode pembayaran hutang dagang yang cepat justru akan menurunkan tingkat ROA. Variabel independen yaitu periode pengumpulan piutang, periode lamanya persediaan, periode pembayaran hutang dagang dan siklus konversi kas memiliki pengaruh sebesar 50,9% terhadap variabel dependen ROA. 8. Saran Hasil penelitian ini menunjukan gambaran tentang pengelolaan modal kerja pada perusahaan retail. Penelitian menunjukan bahwa perusahaan retail rata-rata memiliki periode pembayaran hutang yang cukup panjang sekitar 70 hari dan siklus konversi kas yang relatif sedang dengan rata-rata sebesar 32 hari. Ini berarti pengelolaan modal kerja cukup baik dan hal ini bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan pemasok untuk memberikan kredit kepada perusahaan retail. Selain itu juga perusahaan pemasok harus mempertimbangkan biaya bunga yang harus dibayarkan ke bank apabila pemasok membeli barang dengan cara meminjam ke bank. Oleh karena itu margin yang didapatkan harus mencukupi untuk membayar biaya bunga. Untuk manajer perusahaan retail, sebaiknya pengelolaan aset lancar dan hutang lancar sangat diperhatikan, terutama untuk pengelolaan siklus konversi kas karena semakin tinggi siklus konversi kas maka semakin besar pendanaan eksternal yang dibutuhkan. Biaya yang besar ini akan berdampak pada menurunnya net income yang didapatkan perusahaan. Sedangkan siklus konversi kas yang cepat dapat meningkatkan ROA.
13

DAFTAR PUSTAKA Brigham, Eugene F. dan Houston, Joel F., 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Buku 1, Edisi 10, diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto, Jakarta: Salemba Empat. _______________________________________. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Buku 2, Edisi 10, diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto, Jakarta: Salemba Empat. _______________________________________.2009. Essentials of Financial Management. United States of America: Thomson Deloof, M. 2003. Does Working Capital Management Affect Profitability of Belgian Firms? Dikjaya, Satrio. 2009. Pengaruh Siklus Konversi Kas Terhadap Likuiditas Pada Perusahaan Retail yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Djarwanto, PS, 2004, Pokok-pokok Analisi Laporan Keuangan, Edisi kedua, Yogyakarta: BPFE Ekasandra, Pitria. 2008. Pengaruh Modal Kerja Terhadap Tingkat Profitabilitas PT. Nippon Suissan Investment Indonesia Tahun 2005-2007 Gitman, Lawrence. J. 2009. Priciples of Managerial Finance 12th ed. United States of America: Pearson Prentice Hall Harahap, Sofyan, Safri, 2006, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi Kesatu, Cetakan ke Empat, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Hastuti, Niken. 2010. Analisis Pengaruh Periode Perputaran Persediaan, Periode Perputaran Hutang Dagang, Rasio Lancar, Leverage, Pertumbuhan Penjualan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Pada : Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Pada Tahun 2006-2008) Hayajneh, Osama Suhail. 2011. The Impact of Working Capital Efficiency on Profitability an Empirical Analysis on Jordanian Manufacturing Firms. Karaduman, Hasan Agan. 2011. The Relationship between Working Capital Management and Profitability: Evidence from an Emerging Market. Padachi, Kesseven. 2006. Trends in Working Capital Management and Its Impact on Firms Performance : An Analysis of Mauritian Small Manufacturing Firms. Samiloglu, F., K. Demirgunes.2008. The Effect of Working Capital Management on Firm Profitability : Evidence from Turkey. Shin, Soenen. 1998. Efficiency of Working Capital and Corporate Profitability. Suhari, Endang. 2009. Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2006. Syahyunan, 2004, Manajemen keuangan I, Medan: USU Press
14

Syamsudin, Lukman. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Kanisius Teruel, Pedro Juan Garcia dan Pedro Martinez Solano. 2007. Effects of Working Capital Management on SME profitability International Journal of Managerial Finance. Tunggal, Amin Widjaja. 1995. Dasar-Dasar Penganggaran, Cetakan Pertama. Jakarta. Rincka Cipta. Van Horne, James. dan Wachowicz, JR. 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat Walsh, Ciaran. 2004. Key Management Ratios. Jakarta : Erlangga Data Laporan Keuangan Perusahaan Retail, http://www.idx.co.id/Home/ListedCompanies/ReportDocument/tabid/91/language/idID/Default.aspx, diakses 12 Oktober 2011 Data daftar perusahaan retail yang terdaftar di BEI, http://www.duniainvestasi.com/bei/sectors/perdagangan_jasa_dan_investasi/perdagangan_eceran , diakses 16 Oktober 2011 Data info perusahaan retail, http://www.fas.usda.gov/news_retail, diakses 16 Oktober 2011

15

You might also like