You are on page 1of 199

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4

PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN


KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 1
PENERAPAN LESSON STUDY PADA MATERI HIDROLISIS
GARAM DI MAN DENANYAR JOMBANG
Ririn Eva Hidayati
MAN Denanyar Jombang ririneva@yahoo.co.id
Abstract: This research is a discription research. This study aims to determine the application of lesson
study on the subject matter of salt hydrolysis in term of: 1) learning management, 2) the activities of
teachers and students and 3) mastery learning students. The results showed that the ability of teacher in
mananging learning is increased in the first round 75% and the second round 88%. Activities of stu-
dents in a discussions with teachers and among students has also increased respectively in the first
round 72% and 81%, and second round 83% and 91%. The students mastery learning in the first round
69% and in the second round 71%.
Kata kunci: lesson study, hidrolisis garam
Selama ini proses pembelajaran kurang mendapat perhatian dari orang tua dan pemerintah. Proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Supervisi yang
dilakukan oleh pengawas atau kepala sekolah umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi guru,
seperti RPP dari pada masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran oleh seorang
guru (Isjoni, 2003). Akibatnya guru tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik,
memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan untuk percobaan IPA di
laboratorium.
Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak ceramah dihadapan
siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya
mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam
dokumen kurikulum. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak
melatih siswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir.
Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran(Imam, 2004).
Kesiapan guru dalam penguasaan bidang keilmuan yang menjadi kewenangannya, merupakan modal
dasar bagi terlaksananya pembelajaran yang efektif. Guru yang profesional dituntut untuk memiliki
persiapan dan penguasaan yang cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam merancang
program pembelajaran yang disajikan. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran menggambarkan dinamika
kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis oleh guru. Untuk itu, guru semestinya memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengaplikasikan metodologi dan pendekatan
pembelajaran secara tepat. Kompetensi profesional dari guru perlu dikombinasikan dengan kemampuan
dalam memahami dinamika perilaku dan perkembangan yang dijalani oleh para siswa.
Memelihara suasana pembelajaran yang dinamis dan menyenangkan merupakan kondisi esensial
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, perlu ditanamkan persepsi positif pada setiap diri siswa, bahwa
kegiatan pembelajaran merupakan peluang bagi mereka untuk menggali potensi diri sehingga mampu
menguasai kompetensi yang diperlukan untuk kehidupannya kelak.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 2
Selain faktor guru, keberhasilan proses pembelajaran banyak bertumpu pada sikap dan cara belajar
siswa, baik perorangan maupun kelompok. Selain itu, tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan
media pembelajaran secara tepat merupakan faktor pendorong dan pemelihara kegiatan belajar siswa yang
produktif, efektif, dan efisien.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara
keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas
memadai, materi dan metode affordable, guru professional (Handoko, 2001). Tinjauan utama efektivitas
pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa.
Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran
berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila
rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran
efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Satori, 2003).
Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu melakukan lesson study, sehingga guru dapat melakukan
review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki
kinerjanya. Lesson study muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran
yang selama ini dipandang kurang efektif (Lewis, 2002).
Lesson study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning
untuk membangun komunitas belajar (Mulyana, 2007).
Lesson study sebagai salah satu program kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kualitas
pembelajaran dapat dikembangkan di sekolah sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran
yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran
tertentu.
Lesson study pada dasarnya adalah salah satu bentuk kegiatan pengembangan profesional guru yang
bercirikan guru membuka pelajaran yang dikelolanya untuk guru sejawat lainnya sebagai observer,
sehingga memungkinkan guru-guru dapat membagi pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya. Lesson
study merupakan proses pelatihan guru yang bersiklus, diawali dengan seorang guru: 1) merencanakan
pelajaran melalui eksplorasi akademik terhadap materi ajar dan alat-alat pelajaran; 2) melakukan
pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat untuk
mengobservasi; 3) melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, dan diskusi
dengan para observer.
Lesson study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson study dapat menerapkan
berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang
dihadapi guru. Lesson study dapat dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3
(tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta
refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran (Saito, 2006).
Lesson study dapat mendatangkan banyak manfaat meliputi meningkatnya pengetahuan guru tentang
materi ajar dan pembelajarannya, aktivitas belajar siswa, menguatnya hubungan kolegalitas baik antar guru
maupun dengan observer selain guru. Hal ini akan dapat meningkatkan motivasi guru. Dengan motivasi
tinggi untuk selalu berkembang pada guru akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan strategi
pembelajaran. Akhirnya menuju pada peningkatan yang professional.
Lesson study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan
suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas
belajar siswa. Hal ini karena (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing
pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para
guru, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki
kualitas belajar, (3) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 3
dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi
landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru
sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002).
Kedua, lesson study yang didisain dengan baik akan menjadikan guru yang profesional dan inovatif.
Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa,
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan
pelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang
disajikan para guru; (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan
pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa; (7) mengembangkan
pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang
dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).
Saito (2006) mengatakan bahwa lesson study memiliki beberapa manfaat sebagai berikut: 1).
Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya) 2).Membantu guru untuk mengobservasi dan
mengkritisi pembelajarannya 3). Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan
urutan materi dalam kurikulum. 4). Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas
belajar siswa. 5). Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan belajar
siswa 6). Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru.
Tahapan pelalsanaan lesson study adalah: (1) Merencanakan pembelajaran dengan penggalian
akademis pada topik dan alat-alat pembelajaran yang digunakan, yang selanjutnya disebut tahap Plan. (2)
Melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta
mengundang rekan-rekan sejawat untuk mengamati. Kegiatan ini disebut tahap Do.(3) Melaksanakan
refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi bersama pengamat/observer. Kegiatan ini disebut
tahap See.
Lesson study belum banyak dilaksanakan di madrasah. Hal ini disebabkan antara lain: a) belum ada
dana khusus untuk kegiatan tersebut, b) keyakinan akan manfaat lesson study dapat meningkatkan
efektivitas pembelajaran masih kurang.
METODE
Ditinjau dari tingkat eksplanasinya, jenis penelitihan ini termasuk deskriptif. Sedang yang
dideskripsikan adalah gambaran yang lengkap tentang: a) informasi-informasi yang diperoleh peneliti dari
open klas lesson study, b) seberapa baik praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru model lesson
study.
Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah RPP, aktivitas siswa, pengelolahan guru, refleksi kolaborasi
Metode Pengumpulan Data
1. Metode observasi (pengamatan), adapun yang diamati adalah: cara mengajar guru model, dan
aktivitas siswa
2. Metode dokoumentasi yang termasuk dokumen yang dikumpulkan peneliti adalah profil
madrasah, hasil refleksi guru model pada open kelas I , II, lembar observasi guru model pada
open kelas I dan II., lember observasi aktivitas siswa dalam lesson study, dan hasil evaluasi.
ANALISIS DATA
Data yang akan dianalisis adalah data cara mengajar guru, aktivitas siswa, dan data hasil belajar
siswa, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 4
1. Hasil belajar siswa
Data hasil belajar dari tes akhir, dari data ini akan diketahui ketuntasan belajar siswa. Cara
menganalisis tes akhir dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Menurut kriteria ketuntasan
belajar, siswa disebut tuntas belajar jika telah mencapai skor 65% dari skor maksimal. Kelas dikatakan
berhasil atau tuntas belajar, jika 70% siswanya mempunyai skor minimal 70. Rumus untuk ketuntasan
belajar adalah:
P = % 100
N
F

Keterangan:
P = persentase siswa yang tuntas belajar
F = jumlah siswa yang tuntas belajar
N = jumlah seluruh siswa
1. Hasil Aktivitas Belajar Siswa
Data hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran dianalisis secara deskriptif
berdasarkan ketercapaian tindakan siswa yaitu pencapaian langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan
oleh guru dan aktivitas yang dilakukan oleh siswa di tunjukan dengan banyaknya jumlah pada lembar
observasi. Persentase ketercapaian tindakan guru dan siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase skor keberhasilan = 100%
maksimum skor Jumlah
dicapai yang skor Jumlah

Tabel 1. Penentuan Taraf Keberhasilan Tindakan dari Aspek Siswa
A. Persentase Keberhasilan Taraf Keberhasilan Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka
85 < x s 100
73 < x s 85
61 < x s 72
48 < x s 61
33 < x s 48
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
A
B
C
D
E
5
4
3
2
1
Tabel 2. Penentuan Taraf Keberhasilan Tindakan dari Aspek Guru
B. Persentase Keberhasilan Taraf Keberhasilan Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka
85 < x s 100
73 < x s 85
61 < x s 72
48 < x s 61
33 < x s 48
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
A
B
C
D
E
5
4
3
2
1

Untuk mempermudah perhitungan persentase keberhasilan dan penentuan taraf keberhasilan tindakan,
baik semua aspek secara keseluruhan maupun masing-masing aspek diringkas dan ditampilkan dalam Ta-
bel 3.
Tabel 3. Taraf Keberhasilan Tindakan
Siklus ke-
Skor klasikal
yang
diperoleh
Skor klasikal
maksimum
Persentase keber-
hasilan
Nilai degan
huruf
Nilai dengan
angka
1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 5
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cara Penyajian Materi yang Dilakukan oleh Guru Model Dalam Pembelajaran Pada Materi
Hidrolisis Garam Di MAN Denanyar Jombang Melalui Lesson Study
Hasil perbandingan cara penyajian guru dalam menerapkan lesson study disajikan pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Hasil Ringkasan Analisis Data Observasi Cara Penyajian Materi pada Tahap
Pendahuluan
Open klas
Skor Klasikal
yang Diperoleh
Skor Maksimum Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan
Angka
I
II
1
2
2
2
50
100
D
A
1
5

Pada Tabel 4 diketahui bahwa kegiatan guru dalam menerapkan lesson study tahap pendahuluan pada
open klas II mengalami peningkatan bila dibandingan dengan open klas I.
Tabel 5. Hasil Ringkasan Analisis Data Observasi Kegiatan Guru dalam Menerapkan Lesson study
Tahap Inti
Siklus ke
Skor Klasikal
yang Diperoleh
Skor Mak-
simum
Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan
Angka
I
II
6
8
8
8
75
100
B
A
4
5

Pada Tabel 5 diketahui bahwa cara penyajian materi dalam menerapkan lesson study tahap inti pada
open klas II mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan open klas I
Tabel 6. Hasil Ringkasan Analisis Data Observasi Kegiatan Guru dalam Menerapkan Lesson study
Tahap Penutup
Siklus ke
Skor Klasikal
yang Diperoleh
Skor Mak-
simum
Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan
Angka
I
II
2
2
2
2
100
100
A
A
5
5

Pada Tabel 6 diketahui bahwa cara penyajian materi guru dalam menerapkan lesson study tahap penu-
tup pada open klas II tidak mengalami peningkatan dibandingkan open I. Namun kinerja guru sudah din-
yatakan sangat baik
Refleksi Pembelajaran di Kelas (open klas I)
1. Siswa masih cenderung bekerja secara individual, belum berkomunikasi secara aktif dengan
teman sekelompoknya hal ini terbukti masih ada siswa yang mengerjakan soal dengan menutupi
bukunya agar tidak dicontoh oleh temannya.
2. Beberapa siswa dalam pembelajaran masih ada yang hanya bermain-main dengan bukunya,
serta suka mengganggu temannya yang aktif belajar.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 6
3. Beberapa siswa masih ada yang belum mengerti dari pembelajaran yang disampaikan oleh guru
model, ini dibuktikan dari kelompok 4 masih kebingungan dengan pernyataan bahwa garam
bersifat asam dapat memerahkan kertas lakmus biru.
4. Perhatian siswa pada saat pembelajaran masih belum fokus, hal ini dibuktikan bahwa kelompok
3 pada waktu salah siswa dari kelompok lain persentasi di depan kelas tidak memperhatikan dan
berbicara sendiri-sendiri.
5. Pembagian waktu dalam pembelajaran yang dilaksanakan guru model masih kurang jelas, hal
ini ditunjukkan bahwa Kelompok 6 saat guru memberi tugas untuk menyimpulkan kurang
memperhatikan, siswa masih sibuk untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan
6. Masih ada beberapa siswa yang kesulitan dalam mengisi lembar demonstrasi atau lembar kerja
siswa.
Dari data refleksi pada open klas I cara mengajar guru masih dirasa kurang baik. Hal ini terbukti
masih ada beberapa siswa yang belum mengerti tentang konsep garam bersifat asam. Motivasi siswa pada
pembelajaran juga masih kurang. Hal ini terlihat pada perhatian siswa juga belum terfokus. Managemen
waktu guru juga belum baik hal ini masih ada siswa yang belum mengumpulkan tugas padahal waktu
sudah habis.
Refleksi Pembelajaran di Kelas (open klas II)
a. Siswa berkomunikasi secara aktif dengan teman sekelompoknya hal ini terbukti dari setiap
kelompok apabila dalam mengerjakan soal ada yang tidak bisa maka langsung saling bertanya
antar teman.
b. Dalam pembelajaran tidak ada siswa yang bermain-main dengan bukunya, serta tidak
mengganggu temannya yang aktif belajar.
c. Pembelajaran yang disampaikan oleh guru model, sangat mudah diterima oleh siswa dan mudah
dimengerti.
d. Pada saat pembelajaran berlangsung perhatian siswa sangat fokus.
e. Pada saat guru memberi tugas untuk membuat kesimpulan tidak ada siswa yang sibuk untuk
mengerjakan tugas yang belum terselesaikan karena alokasi waktu yang diberikan oleh guru
model cukup memadai.
f. Siswa tidak kesulitan dalam mengisi lembar demonstrasi atau lembar kerja siswa
g. Dari hasil refleksi open klas II, cara mengajar guru dirasa sudah baik. Hal ini terlihat bahwa
semua siswa sudah mengerti, siwa tidak kesulitan dalam mengisi lembar demonstrasi, dan semua
tugas-tugas sudah dikerjakan dengan baik. Ini berarti pula kolaborasi guru pada lesson study telah
meningkatkan kemampuan guru dalam menyampaikan materi.

Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Aspek Melakukan Pengamatan
Aktivitas siswa saat melakukan demontrasi diindikasikan dengan melihat jumlah siswa yang
melakukan pengamatan sesuai LKS, secara sungguh-sungguh dan tidak bergurau berjumlah 17 siswa yang
melakukan pengamatan sesuai dengan LKS tetapi sering bergurau 8 anak dan yang tidak melakukan
pengamatan sebanyak 7. Persentase keberhasilan tindakan analisis datanya dapat diringkas dan ditampilkan
yang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Melakukan Pengamatan
Open klas ke
Skor Klasikal yang
Diperoleh
Skor Maksimum Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan
Angka
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 7
I
II
69
80
96
96
72
83
B
A
4
5

Aspek Merekam Data Pengamatan
Presentasi aspek merekam data pengamatan dalam pembelajaran dengan demonstrasi dapat dilihat
pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Merekam Data Pengamatan
Open klas ke
Skor Klasikal yang
Diperoleh
Skor Maksimum Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan
Angka
I
II
78
88
96
96
81
91
B
A
4
5

Aspek Mengumpulkan Hasil Pengamatan
Presentasi aspek merekam data pengamatan dalam pembelajaran dengan demonstrasi dapat dilihat
pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Mengumpulkan Hasil Pengamatan
Siklus ke
Skor Klasikal yang
Diperoleh
Skor Maksimum Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan
Angka
I
II
65
87
96
96
68
90
B
A
4
5


Aspek penyelesaian tugas
Presentasi aspek menyelesaikan tugas dapat dilihat pada tabel 10
Tabel 10 Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Penyelesaian Tugas
Siklus ke
Skor Klasikal
yang Diperoleh
Skor Mak-
simum
Persentase
Nilai dengan
Huruf
Nilai dengan Angka
I
II
67
90
96
96
69
93
C
A
3
5

Dari tabel hasil ringkasan analisis akivitas siswa mulai 7 sampai 10 dapat disimpulkan terjadi pening-
katan aktivitas dari semua indikator kerja. Ini berarti siswa telah termotivasi dengan baik. Berarti pula
kepuasan siswa terhadap pembelajaran juga baik.
Interaksi Siswa dengan Siswa pada Open Klas I
1. Kelompok 1 terutama siswa nomor absen 3 masih pasif
2. Kelompok 4 ditemukan masih kurang aktif karena terdapat satu siswa dengan nomor absen 12
masih pasif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 8
3. Kelompok 2 cenderung pasif tetapi ada salah satu siswa yang aktif dan memimpin kelompoknya
yaitu siswa dengan nomor absen 14 sedangkan nomor absen 17, 29, dan 12 tidak aktif cenderung
menunggu dari siswa nomor absen 14
4. Kelompok 5 terbagi menjadi 2 kelompok kecil karena ada 2 LKS, setiap 2 orang siswa
mengerjakan 1 LKS, tidak terjadi diskusi pada kelompoknya secara utuh (nomor absen 26
berkelompok dengan nomor 24, nomor absen 1 berkelompok dengan nomor 21)
5. Kelompok Kelompok 3 antar siswa masih belum bisa berkomunikasi dengan baik dan siswa
bekerja sendiri-sendiri
6. Kelompok 6 siswa masih bekerja secara individual bahkan ada salah satu siswa nomor absen 21
mengerjakan soal dengan menutupi bukunya
Interaksi Siswa dengan Siswa pada Open Klas II
1. Berjalan dengan baik, hal ini terbukti bahwa tiap-tiap kelompok saat mengerjakan soal yang
ditugaskan oleh guru model maka dikerjakan secara bersama-sama.
2. Pada saat awal pembelajaran dimulai ada beberapa siswa yang masih kurang aktif, tetapi setelah
guru model memberikan arahan dan motifasi lebih lanjut maka siswa menjadi aktif kembali dan
berkomunikasi antar siswa berjalan dengan baik
3. Dari masing-masing kelompok dapat diskusi pada kelompoknya secara utuh dan tidak terjadi
diskusi kelompok-kelompok kecil
4. Siswa dapat berkomunikasi dengan baik antar temannya dalam satu kelompok terbukti bila ada
salah satu siswa yang kesulitan tentang pelajaran yang disampaikan oleh guru model maka mereka
saling mendiskusikan permasalahan tersebut.
Interaksi Siswa dengan Sumber/Media Belajar pada Open Klas I
1. Dari kelompok 2 tidak semua siswa berinteraksi secara aktif dengan media belajar terbukti
ditemukan siswa nomor absen 29 hanya bermain-main dengan bukunya
2. Kelompok 3 masih belum bisa interaksi sepenuhnya dengan sumber belajar hal ini ditunjukkan
bahwa siswa nomor absen 13 dan 15 saat mengerjakan soal agak pasif dan suka mengganggu
teman sekelompoknya, sedangkan yang paling aktif mengerjakan soal yaitu siswan nomor absen 6
3. Dari kelompok 4 masih kebingungan dengan pernyataan bahwa garam bersifat asam dapat
memerahkan kertas lakmus biru
4. Kelompok 5 sangat antusias dalam mengerjakan soal LKS setelah guru melakukan demonstrasi,
media yang disiapkan guru sangat menarik dan sesuai
5. Kelompok 1 Masih belum bisa interaksi secara menyeluruh dengan sumber/media belajar karena
masih ada anggota dari kelompok tersebut hanya mempermainkan media dan sumber belajar
Interaksi Siswa dengan Sumber/Media Belajar pada Open Klas II
1. Dari kelompok 4 siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan media belajar, terbukti saat tidak bisa
menjawab pertanyaan maka berusaha mencari jawaban dengan membaca bukunya
2. Kelompok 3 masih berinteraksi dengan sumber belajar dengan, hal ini ditunjukkan bahwa saat guru
model memberi tugas untuk mengerjakan soal maka dikerjakan dengan penuh kesadaran.
3. Kelompok 5 sangat antusias dalam mengerjakan soal LKS setelah guru melakukan demonstrasi, media
yang disiapkan guru sangat menarik dan sesuai
Interaksi Siswa dengan Guru pada Open Klas I
1. Kelompok 6 saat guru memberi tugas untuk menyimpulkan kurang memperhatikan hal ini
disebabkan siswa masih sibuk untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 9
2. Dari kelompok 2 siswa masih pasif dan hanya sebagaian saja yang aktif dan mau berinteraksi
dengan guru karena saat siswa nomor absen 14 dan 12 kesulitan menjawab lembar demonstrasi/
LKS langsung bertanya kepada guru
3. Kelompok 5 sangat berinteraksi sekali dengan gurunya terutama pada saat apersepsi guru
memberikan intruksi-intruksi dan para siswa semangat untuk mengikuti pembelajaran
4. Kelompok 4 sangat antusias sekali dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model hal ini
dibuktikan pada saat siswa mendapat kesulitan dalam menyimpulkan dari jawaban yang diisi di
lembar demonstrasi/ LKS langsung meminta guru untuk menjelaskan

Interaksi Siswa dengan Guru pada Open Klas II
1. Dari kelompok 1 berinteraksi dengan guru sangat baik terbukti saat siswa nomor absen 5 dan 13
kesulitan menjawab lembar demonstrasi/ LKS langsung bertanya kepada guru model.
2. Kelompok 2 dan 6 sangat berinteraksi sekali dengan gurunya terutama pada saat apersepsi guru
memberikan intruksi-intruksi dan para siswa semangat untuk mengikuti pembelajaran
3. Kelompok 3 dan 7 sangat antusias sekali dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model hal ini
dibuktikan pada saat siswa mendapat kesulitan dalam menyimpulkan dari jawaban yang diisi di lembar
demonstrasi/ LKS langsung meminta guru untuk menjelaskan
Isi Pembicaraan Siswa pada Open Klas I
1. Dari kelompok 2 pada saat mengerjakan LKS siswa nomor absen 17 dan 12 masih terkesan kurang
serius dan bercerita kesana kemari yang tidak ada ujung dan pangkalnya.
2. Dari kelompok 5 pembicaraan yang sering dimunculkan yaitu membahas materi-materi yang
disampaikan oleh guru
3. Kelompok 3 pada waktu salah siswa dari kelompok lain persentasi di depan tidak memperhatikan dan
berbicara sendiri-sendiri
Isi Pembicaraan Siswa pada Open Klas II
1. Dari kelompok 5 pembicaraan yang sering dimunculkan yaitu membahas materi-materi yang
disampaikan oleh guru model
2. Secara umum dari semua kelompok pada saat teman dari kelompok lain persentasi di depan rata-rata
memperhatikan dan tidak berbicara sendiri-sendiri.

Dari data perbandingan interaksi siswa dari open klas I dengan open klas II telah terjadi peningkatan
interaksi yang positif. Ini berarti aktivitas, motivasi, kepuasan siswa terhadap pembelajaran sangat baik.
Berarti pula aktivitas kolaborasi lesson study dapat meningkatkan kepuasan siswa.

C. Data Hasil Belajar Siswa
Dari pengumpulan penilaian pada pembelajaran baik pada open klas I dan open klas II dapat
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 11. Hasil Ringkasan Hasil Belajar Siswa pada Open Klas I
No. Nama Peserta Didik Nilai Keterangan
1. AHYANA FATIH EZA ROBIN 70 Tuntas
2. ANIK MASRUROH 78 Tuntas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 10
3. BINTI MAULITA SARI 55 Tidak Tuntas
4. CHOIROTUN NI'MAH 55 Tidak Tuntas
5. DEWI LAILATIS SUBHIYATIL FITRI 75 Tuntas
6. EMILDA RATNA RAHAYU 75 Tuntas
7. FARIHATUL ULA RIZA ROHMAH 55 Tidak Tuntas
8. FAUZIA HIDAYATI 70 Tuntas
9. HABIBATUN NURISDAH 70 Tuntas
10. IRENE ROMADHONA 68 Tuntas
11. KHUSNIN KHOIRIN NADA 58 Tidak Tuntas
12. LAILATUL QOMARIYAH 75 Tuntas
13. LAILY AINUN JARIYAH 75 Tuntas
14. LAILY NUR HIKMAH 78 Tuntas
15. LILIK ZAKIYATUR RODLIYAH 55 Tidak Tuntas
16. MEGA AYU FARIHIN 70 Tuntas
17. MUSDALIFAH 55 Tidak Tuntas
18. NAVITA AJENG SETYO HARDINI 70 Tuntas
19. NI'MATUL FARIHAH 75 Tuntas
20. NITA NURAINI 85 Tuntas
21. NUR LAILATIN NISFAH 78 Tuntas
22. NURUL 'AINI 70 Tuntas
23. RIDHA SERTIAN LAYINATUL F. 65 Tuntas
24. RIKA RATIH 58 Tidak Tuntas
25. RISALATUL MAS'ULAN 65 Tuntas
26. RIZKI ANIS SHOLIKHAH 67 Tuntas
27. ROFIQOH ISTIGHFARIN 72 Tuntas
28. SAYUSNIK NOVITASARI 65 Tuntas
29. SILVIA NINGSIH 72 Tuntas
30. SITI FATIMATUZZUHRIYAH 67 Tuntas
31. SUCI MAIZAROH 70 Tuntas
32. SUCI NUR LEYLLAH 75 Tuntas
Rata-rata 69

Tabel 12.Hasil Ringkasan Hasil Belajar Siswa pada Open Klas II
No. Nama Peserta Didik Nilai Keterangan
1. AHYANA FATIH EZA ROBIN 67 Tuntas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 11
2. ANIK MASRUROH 80 Tuntas
3. BINTI MAULITA SARI 65 Tuntas
4. CHOIROTUN NI'MAH 68 Tuntas
5. DEWI LAILATIS SUBHIYATIL FITRI 69 Tuntas
6. EMILDA RATNA RAHAYU 68 Tuntas
7. FARIHATUL ULA RIZA ROHMAH 70 Tuntas
8. FAUZIA HIDAYATI 65 Tuntas
9. HABIBATUN NURISDAH 78 Tuntas
10. IRENE ROMADHONA 64 Tidak Tuntas
11. KHUSNIN KHOIRIN NADA 66 Tuntas
12. LAILATUL QOMARIYAH 57 Tidak Tuntas
13. LAILY AINUN JARIYAH 66 Tuntas
14. LAILY NUR HIKMAH 62 Tidak Tuntas
15. LILIK ZAKIYATUR RODLIYAH 67 Tuntas
16. MEGA AYU FARIHIN 70 Tuntas
17. MUSDALIFAH 75 Tuntas
18. NAVITA AJENG SETYO HARDINI 70 Tuntas
19. NI'MATUL FARIHAH 75 Tuntas
20. NITA NURAINI 75 Tuntas
21. NUR LAILATIN NISFAH 78 Tuntas
22. NURUL 'AINI 73 Tuntas
23. RIDHA SERTIAN LAYINATUL F. 70 Tuntas
24. RIKA RATIH 75 Tuntas
25. RISALATUL MAS'ULAN 74 Tuntas
26. RIZKI ANIS SHOLIKHAH 74 Tuntas
27. ROFIQOH ISTIGHFARIN 80 Tuntas
28. SAYUSNIK NOVITASARI 80 Tuntas
29. SILVIA NINGSIH 80 Tuntas
30. SITI FATIMATUZZUHRIYAH 65 Tuntas
31. SUCI MAIZAROH 67 Tuntas
32. SUCI NUR LEYLLAH 72 Tuntas
Rata rata 71


Dari perbandingan hasil belajar siswa pada open klas I dengan open klas II telah terjadi peningkatan
dari 69 menjadi 71. Ini berati aktivitas lesson study dapat digunakan suatu program yang dapat mencapai
tujuan sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 12
KESIMPULAN
Lesson study dapat meningkatkan efektivitas praktek pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di
MAN Denanyar Jombang. Hal ini dapat dirinci dengan indikator ketercapaian efektivitas pembelajaran
sebagai berikut:
1. Cara penyajian materi yang dilakukan oleh guru model dalam pembelajaran pada materi Hidrolisis
Garam di MAN Denanyar Jombang melalui lesson study mengalami peningkatan yang sangat baik
2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang
melalui lesson study mengalami peningkatan yang sangat baik.
3. Pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang melalui lesson study dapat
mencapai tujuannya
DAFTAR PUSTAKA
Garfield, J. 2006. Exploring the Impact of Lesson study on Developing Effective Statistics Curriculum.
www.stat.auckland.ac.nz/-iase/publication/-11/Garfield.doc, diakses pada 19 Juni 2006.
Handoko, T. H. 2001. Manajemen, Edisi 2. Yogyakarta : BPFE UGM.
Iman, M. S. 2004. Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safira Insania Press.
Isjoni. 2003. SMK dan Permasalahanya. http://researchengines.com/isjoni3.html, diakses pada 8 Desember 2007
Lewis, C. C. 2002. Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Re-
search for Better Schools, Inc
Marwansyah, & Mukaram. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat Penerbit Admistrasi Niaga
Politeknik Negeri Bandung.
Robinson, N. 2011. Lesson study: An example of its adaptation to Israeli middle school teachers .
www.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/ Robinson_proposal.doc, diakses pada 3 Januari 2011
Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari
IMSTEP. Jurnal Pendidikan Mimbar Pendidikan, No.3. Th. XXIV: 24-32.
Saito, E., 2006. Development of school based in-service teacher training under the Indonesian Mathematics
and Science Teacher Education Project . Improving Schools. Vol.9 (1): 47-59
Satori, D. (2003). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat. Bandung: Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat.
Steers, R. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Sukmadinata, N. S. 2002. Pengendalian Mutu Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan Instrumen. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Robbin, S. P. 2001. Orgazinational Behaviour. New Jersey: Pearson Educational International.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 13
PEMBELAJARAN KIMIA MATERI ASAM BASA DI SMPN 2
GEMPOL PASURUAN
Yayuk Sudarwati, Korie Suzana
SMP Negeri 2 Gempol Jl. Dau Darmorejo Kepulungan Gempol

Abstrak: Materi kimia di SMPN 2 Gempol dalam pembelajaran disampaikan oleh guru fisika. Melalui
MGMPS, RPP kimia asam basa diupayakan dapat digunakan dengan baik dalam pembelajaran, dengan
tujuan materi ini dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Materi ini memerlukan banyak bahan untuk
diteliti. Untuk itu berbagai persiapan harus dilakukan sebelum melakukan pembelajaran meliputi
persiapan alat, bahan, dan tehnik yang tepat, untuk mengurangi kesalahan hasil pengamatan dan
kesalahan konsep. Model pembelajaran STAD dipilih dalam proses pembelajaran ini sebab tahap-
tahapnya sangat mendukung proses pemahaman siswa SMP dalam materi asam basa. Agar lebih
kontekstual bahan yang digunakan adalah bahan yang biasa ditemukan disekitar siswa. Tehnik
pembelajaran yang didukung dengan persiapan yang bagus dapat mempermudah pemahaman siswa.
Kata kunci: persiapan pembelajaran, STAD, asam basa
Materi kimia kelas VII tingkat SMP semester satu adalah mengelompokan larutan asam, basa dan
netral dengan menggunakan indikator yang tepat. Materi asam- basa yang tertulis dalam laporan ini
disampaikan oleh guru fisika di SMPN 2 Gempol menggunakan indikator kertas lakmus merah dan
lakmus biru. Bagi guru materi ini bukanlah hal baru sebab tiap tahun harus melaksanakan
pembelajaran di kelas yang berbeda. Melalui pembelajaran Lesson Study baik MGMP Home Base
ataupun LSBS, guru berkesempatan terus mendapat masukan untuk memperbaiki cara menyajikan
pembelajaran dengan harapan mengurangi kesalahan-kesalahan konsep yang mungkinmuncul dalam
proses pembelajaran, sekaligus meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Dalam PermenDiknas No 22 tahun 2006 dinyatakan bahwa Pendidikan nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu prinsip
pengembangan kurikulum yaitu Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya, untuk itu dalam melaksanakan pembelajaran gur-guru di SMPN 2
Gempol berusaha terus menyesuaikan dengan perkembangan tehnologi dan kebutuhan siswa secara
kontesktual. Hal ini mengacu pula pada undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 19, untuk
melaksanakan tugas secara professional, guru dituntut untuk memiliki kemauan dan kemampuan untuk
melakukan inovasi-inovasi dalam melaksanakan tugas untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
Dalam RPP berkarakter ini dirancang pembelajaran kooperatif Leraning tipe STAD
memanfaatkan bahan-bahan yang tiap hari ditemui di sekitar siswa untuk diamati. Guru melakukan
pemilihan bahan, mempersiapkan alat dan bahan secara detail, membagi kelompok kerja 4 siswa tiap
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 14
kelompok, mempersiapkan alat evaluasi berupa soal tes, dan mempersiapkan strategi pembelajaran
yang akan diterapkan.
COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)
Pembelajaran cooperative tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran coopera-
tive yang dinilai lebih tepat diterapkan dalam pembelajaran Asam-Basa sebab menggunakan kelompok-
kelompok kecil dengan anggota 4 atau 5 siswa tiap kelompok, diawali dengan penyampaian tujuan pembe-
lajaran, pemyampaian materi, kegiatan kelompok/eksperimen, kuis dan penghargaan.
Slavin (dalam Nur, 2000:26) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan 4 sampai 5 siswa yang merupakan campuran heterogen menurut tingkat prestasi, jenis ke-
lamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, memberi petunjuk cara kerja kelompok, kemudian siswa be-
kerja dalam tim hingga seluruh anggota tim dapat memahami pelajaran tersebut. Berikutnya seluruh siswa
diberikan tes tentang materi hari itu secara individu. Persiapan-persiapan matang yang perlu dilakukan
sebelum kegiatan pembelajaran antara lain:
- Perangkat pembelajaran berupa RPP, LKS, alat evaluasi dan lembar jawaban
- Membentuk kelompok cooperative, perlu memperhatikan prestasi akademik, jenis kelamin, cara
belajar individu yang relatif heterogen
- Pengaturan tempat duduk
a. Kerja kelompok, dilatih dan dibimbing guru
b. Soal evaluasi dan jawaban
c. Penghargaan atas keberhasilan kelompok direncanakan berupa hadiah atau berupa pujian saja

Pembelajaran yang dituliskan berikut ini adalah hasil pengamatan/observasi pembelajaran yang dis-
ampaikan oleh Korie Suzana, S.Pd di kelas 7 F SMPN 2 Gempol Pasuruan. Open class kali ini sudah
perbaikan dari pembelajaran-pembelajaran sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan kualitas
pembelajaran bisa dilakukan dengan cara mengevaluasi pembelajaran sendiri atau pembelajaran orang lain
melalui kegiatan observasi dan refleksi.
PERSIAPAN PEMBELAJARAN
Disekitar kita terdapat berbagai macam jenis sayur dan buah-buahan dapat dimakan dan dibuat
minuman. Rasanya berbeda-beda, manis, tawar dan masam. Bahan-bahan tersebut mengandung senyawa
yang bersifat asam, basa atau netral. Asam adalah senyawa yang dapat membuat kertas lakmus biru
menjadi merah. Asam dalam makanan, sayuran dan buah-buahan adalah asam organik yang tidak bersifat
korosif/merusak. Asam mineral lebih kuat daripada asam organik, biasanya terdapatlarutan asam ini
digunakan dalam produk rumah tangga dan industri. Basa adalah senyawa yang dapat membuat kertas
lakmus merah menjadi biru. Garam dapur (NaCl) adalh contoh bahan yang bersifat netral, tidak mengubah
warna kertas lakmus, tetap merah atau tetap biru seperti warna asalnya.
Dari banyak bahan yang ada, disiapkan bahan-bahan berupa larutan-larutan teh, garam dapur, air
kapur, jeruk, cuka, sabun, dan air mineral dengan alasan bahan tersebut mudah ditemukan disekitar siswa
sehingga lebih kontekstual, harganya murah dan tidak terlalu banyak macamnya untuk menyesuaikan
dengan waktu pembelajaran.
Alat-alat yang dipersiapkan meliputi gelas kimia 6 buah atau beker glass dan pipet tetes 6 buah,
tabung reaksi dan rak tabung reaksi, kertas lakmus merah dan biru. Gelas kimia dan pipet tetes dibersihkan
sebelum digunakan. Gelas kimia 100ml digunakan untuk menyiapkan larutan 6 macam bahan diatas
dengan air secukupnya. Tiap gelas kimia diberi 1 pipet tetes untuk mengambil larutan yang dimasukan
kedalam tabung reaksi. Pipet tidak boleh dipindah ke gelas kimia lain agar bahan uji tidak bercampur, hal
ini dijelaskan oleh guru sebelum siswa melakukan eksperimen.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 15
Tabung reaksi dan rak tabung reaksi disiapkan untuk tiap kelompok 12 tabung reaksi,
Tiap larutan bahan dimasukan kedalam 2 tabung reaksi masing-masing sekitar 15 tetes. 6
tabung untuk pengamatan menggunakan indikator kertas lakmus merah dan 6 lainya untuk kertas
lakmus biru.

Kertas lakmus dipotong kecil-kecil dengan ukuran 2 cm x 2mm agar lebih hemat tapi bisa diamati
dengan jelas. Untuk menghindari kesalahan pengamatan, pada rak tabung reaksi sudah dibubuhi tulisan
BIRU dan MERAH sebagai tanda pengingat bahwa lakmus biru dimasukankan pada deretan tabung
reaksi lurus tulisan biru. Semua alat tersebut disiapkan di depan meja guru untuk memudahkan guru me-
mantau siswa mengambil alat dan bahan.
PROSES PEMBELAJARAN
Awal pembelajaran guru melakukan apersepsi dengan menanyakan rasa jeruk dan teh pada siswa.
Mengapa jeruk berasa masam, sambil menjelaskan bahwa tidak semua bahan uji boleh di coba dengan
panca indra apalagi dicicipi. Tujuan pengamatan dalam pembelajaran disampaikan yaitu mengelompokkan
zat-zat yang bersifat asam, basa dan netral menggunakan indikator kertas lakmus.

Kegiatan inti meliputi 3 tahap yaitu:

Tahap Eksplorasi, guru menjelaskan materi singkat, alat dan bahan yang akan digunakan siswa,
dengan petunjuk-petunjuk sebagai berikut:
- Wadah-wadah yang digunakan serba gelas yaitu gelas ukur, pipet tetes dan tabung reaksi, hati-hati
awas pecah.
- Proses pengambilan bergantian urut dari kelompok satu sampai kelompok sembilan.
- Sambil menunggu yang lain ambil LKS langsung baca
- Pipet tetes digunakan untuk mengambil satu jenis larutan, tidak boleh dipindah ke larutan yang
lain
- Tidak boleh mencicipi bahan dengan lidah
- Kertas lakmus merah dan biru dimasukan ke dalam tabung reaksi sesuai deretan yang tertulis pada
rak tabung reaksi, awas jangan terbalik meletakan

Tahap Elaborasi, (1) siswa mulai bekerjasama dalam kelompok, bergantian mengambil bahan,
membaca prosedur eksperimen dalam LKS, memasukan kertas lakmus merah dan biru kedalam tabung
reaksi sesuai petunjuk guru. (2) perubahan warna indikator yang terjadi dicatat dalam tabel, diskusi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 16
kelompok berlangsung sampai soal dalam LKS mengarah pada kesimpulan selesai dikerjakan. Guru terus
berputar membimbing kerja kelompok siswa.
Ada hal yang menarik selama pengamatan terjadi pada air mineral. 2 menit pertama kertas lakmus
merah yang dicelupkan dalam air mineral berwarna tetap merah, setelah itu berangsur-angsur berubah
kebiruan. (3) Pada proses diskusi kelas terjadi perbedaan pendapat mengenai air mineral yang dipakai saat
itu, K4 dan K9 mejawab basa karena tabelnya ditulis biru muda. K5 menulis ungu tetapi mempertahankan
pendapat bahwa air min eral semuanya netral. Kelompok yang lain setuju menjawab netral.

Tahap konfirmasi, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali pemahaman
siswa hari ini, sambil memberikan penguatan konsep asam basa. Mengenai air mineral guru mengulas
bahwa air mineral tidak harus netral sebab mungkin mengandung mineral tertentu dari pabrik. Penguatan
materi disampaikan guru sebelum evaluasi.
Pada akhir pembelajaran diberikan 5 soal evaluasi secara individu. Hasil penilaian tes individu, 8
siswa benar semua (nilai 100), 16 siswa salah satu soal (nilai 80),12 siswa salah 2 (nilai 60) dan 6 anak
salah 3 (nilai 40).
Dalam proses pembelajaran terjadi kesalahan-kesalahan kecil dilakukan siswa yang perlu dibahas
untuk dicermati selanjutnya dilakukan perbaikan antara lain memegang kertas lakmus dengan jari
langsung, kertas lakmus diletakan di telapak tangan sebelum dimasukan ke tagung reaksi dengan alas an
berhati-hati, mendorong lakmus yang menempel pada tabung reaksi dengan ujung jari sampai tercelup
dalam larutan bahan. Hal tersebut beresiko kertas lakmus terkontaminasi dengan keringat atau bahan yang
terbawa tangan, tentu dapat mengurangi keabsahan perubahan waena lakmus.
TEMUAN OBSERVASI REFLEKSI
Meskipun persiapan pembelajaran sudah dilakukan oleh guru dengan baik dengan harapan dapat
mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin muncul mengganggu proses pemahaman siswa, namun
pembelajaran selalu menemukan hal-hal baru. Kejadian-kejadian barutersebut dapat digunakan oleh guru
dan semua observer untuk terus belajar meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Dari hasil
observasi refleksi tertulis masukan-masukan penting sebagai berikut (1)Guru atau siswa semua membawa
apel merah atau jeruk kuning atau pisang agar lebih menarik, digunakan pada apersepsi, dan digunakan lagi
pada tahap konfirmasi agar siswa tahu buah-buahan yang mereka makan mengandung apa (2)Pembagian
kelompok harap heterogen dengan perlu memperhatikan tipe belajar siswa ABC, agar tidak ada kelompok
yang pasif atau kurang komunikatif seperti K8 (3)Cara mengambil kertas lakmus harus dengan pinset tidak
boleh dengan tangan agar tidak terkontaminasi keringat atau bahan lain yang mungkin nempel di tangan.
Tentu menyebabkan hasil pengamatan kurang akurat (4)Kebersihan wadah sebelum digunakan harus
diperhatikan agar tidak tercampur dengan bahan yang digunakan sebelumnya (5)Siswa perlu diberitahu
mengenai gradasi warna PH asam sampai basa, diperbesar melalui LCD atau cara lain agar siswa bisa
mengelompokan zat termasuk asam atau basa.
Hal-hal penting dari Dosen Pendamping, Pak Sigit (Dosen Kimia UM) sebagai berikut:
- Persiapan RPP sudah bagus, proses pembelajaran sudah menerapkan RPP yang berkarakter. Siswa
eksperimen dengan jujur, sesudah praktikum siswa diajari bertanggung jawab membersihkan alat
yang sudah digunakan, komunikasi dengan gru sopan dan lancar
- Boleh mencoba bahan uji dengan mencicipi jika bahan berupa bahan makanan yang aman untuk
dimakan
- Kalau ada jawaban yang salah selama pengamatan dan diskusi siswa, tidak apa-apa. Data
pengamatan yang dicatat siswa harus jujur, tugas guru mengarahkan diskusi untuk memberikan
penguatan konsep
- Air mineral sesuai namanya tetntu mengandung mineral tertentu dari pabrik, jangan dipaksakan
netral. Kalau ingin lebih kontekstual pakai saja air kran yang dialirkan di laboratorium ini
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 17
- Pada tahap konfirmasi, usahakan memanfaatkan potensi lingkungan. Misalnya, siswa diajak
menganalisa mengapa makan mangga muda harus dengan garam atau kecap, atau menganalisa
buah yang mereka suka yang dibawa siswa sendiri
- Untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sampaikan informasi pada siswa sebaiknya jangan
marah. Kelenjar gondok Orang marah cenderung tertekan sehingga air ludahnya lebih masam.
Itulah sebabnya orang yang suka marah biasanya menderita sakit asam lambung. Perintah
JANGAN MARAH sesuai dengan perintah agama karena tidak baik untuk kesehatan dan
lingkungan.

Kesimpulan
Model pembelajaran cooperative tipe STAD dinilai tepat dalam pembelajaran materi asam basa, fase-
fase yang dilakukan dapat membantu siswa menemukan pemahaman yang benar mengenai konsep ini.
Suara guru cukup menjangkau seluruh isi kelas, kedekatan guru dengan siswa dan sikap yang komunikatif
cukup membantu semangat belajar siswa.
Setiap siswa mempunyai hak untuk belajar. Adalah kewajiban guru untuk menjamin siswa mampu
mempelajari dan memahami apa yang diajarkan guru. Untuk mendukung kewajiban tersebut guru harus
mampu memahami isi materi yang diajarkan, merancang dan mempersiapkan pembelajaran, mengamati
individu siswa dan melihat apakah mereka benar-benar belajar atau tidak, mau mengamati pembelajaran
guru lain dan menyerap hal-hal yang berguna, sebab semua guru lain pasti punya kelebihan tersendiri yang
bisa diadopsi.
Pembelajaran harus menerapkan model dan metode yang sesuai dengan materi ajar agar lebih efektif.
Open class Lesson Study mendorong meningkatnya motivasi guru untuk senantiasa memperbaiki diri
dalam menyajikan pembelajaran menggunakan metode, model pembelajaran, media yang sesuai dan
inovatif. Sikap sportif dan kebersamaan akan tumbuh secara bertahap diantara guru-guru peserta lesson
study, hal ini membuka peluang semua guru untuk dapat mengoreksi diri sendiri melalui saran orang lain
dalam refleksi demi kemajuan perbaikan kualitas pembelajaran.
Saran
Beberapa yang perlu dipertimbangkan bagi pembaca bahwa jika ingin memperbaiki kualitas mengajar
jangan ragu-ragu melakukan lesson study, jangan takut dikritik setelah membuka kelas, pengamatan orang
lain selama observasi justru penting bagi kita untuk memperbaiki pembelajaran berikutnya, keterbukaan
menerima saran orang lain perlu dilatih terus melalui refleksi bersama. Sikap ini tidak tumbuh dengan
sendirinya namun perlu proses kualitas proses dan hasil belajar siswa dapat disampaikan dalam pertemuan-
pertemuan observasi refleksi setelah open class.
Semoga LSBS dapat dikembangkan oleh semua sekolah secara berkesinambungan untuk membantu
meningkatkan kualitas pendidikan yang sejatinya adalah kepentingan kita bersama sebagai pendidik
sebagai pemegang amanat Negara untuk mempersiapkan generasi-generasi bangsa yang terampil dan
cerdas.

DAFTAR PUSTAKA
Kamajaya, Fatimah (2007), Inspirasi KIMIA Kelas VII, Ganeca
Trianto (2007), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka
Nurhadi, Burhan Yusin, Agus Gurrad Senduk (2004), Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK,
Universitas Negeri Malang.
Universitas Negeri Malang (2003), Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 18

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PRAKTIKUM
KIMIA UMUM MAHASISWA KIMIA FMIPA UM SEMESTER I
TAHUN 2011/2012 MENGGUNAKAN STRATEGI
PEMBELAJARAN STANDAR PROSES YANG DIMODIFIKASI
Muntholib
Aman Santoso

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang,
Jl. Semarang No. 5 Malang, 65145, e-mail: abumalik.150710@gmail.com

Abstrak: Perkuliahan tahun pertama merupakan masa transisi bagai pebelajar, dari kehidupan sekolah
(SLTA) menuju kehidupan kampus (PT). Pada tahun pertama prestasi belajar mahasiswa untuk mata
kuliah bidang studi biasanya kurang memuaskan. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti mencoba
menerapkan strategi pembelajaran standar proses yang dimodifikasi, disesuaikan dengan strategi
pembelajaran di perguruan tinggi. Tujuan studi ini adalah mengetahui efektifitas strateri pembelajaran
standar proses yang dimodifikasi dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar Kinetika Kimia
mata kuliah Praktikum Kimia Umum Mahasiswa Kimia FMIPA UM tahun perkuliahan
2011/2012.Studi ini menggunakan design classroom action research berbasis Lesson Study dalam dua
siklus. Observer penelitian ini adalah empat orang asisten yang terdiri atas satu orang mahasiswa
pendidikan kimia tingkat akhir, dua orang sarjana pendidikan kimia fresh graduate, dan satu orang
mahasiswa pasca sarjana pendidikan kimia.Intrumen study ini mencakup pretes, lembar kerja, lembar
pengamatan aktifitas mahasiswa, dan postes. Hasil studi menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
standar proses yang dimodifikasi dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar mahasiswa; rata-
rata skor tes Laju Reaksi (siklus I) meningkat dari 62,1 (pretes) menjadi 85,2 (postes) dan
Kesetimbangan Kimia (siklus II) meningkat dari 63,6 (pretes) menjadi 88,3 (postes).
Kata kunci: proses belajar, hasil belajar, pembelajaran standar proses yang dimodifikasi

Tahun pertama merupakan masa transisi bagi pebelajar, dari kehidupan sekolah (SLTA) ke kehidupan
kampus (Perguruan Tinggi), dari sistem pembelajaran di mana pebelajar sangat tergantung pada pembelajar
ke pembelajaran yang lebih mandiri. Pada masa ini, prestasi belajar pebelajar biasanya masih cukup baik.
Namun demikian sering kali prestasi ini semu. Prestasi yang sekilas tampak baik ini belum tentu benar-
benar baik. Pada tahun pertama, beban kuliah mahasiswa masih didominasi oleh matakuliah umum seperti
Agama, Pancasila, Bahasa, Ilmu Sosial / Alamiah Dasar, atau matakuliah umum yang lain. Sementara
matakuliah bidang studi belum terlalu dominan dan isinyapun masih pendalaman dari materi pelajaran
SMA. Oleh karena itu, tidak jarang prestasi belajar mahasiswa yang terlihat bagus yang sesungguhnya
bagus adalah prestasi matakuliah umum, bukan matakuliah bidang studi.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 19
Matakuliah bidang studi tahun pertama, meskipun sifatnya masih berupa pendalaman materi pelajaran
SMA, sangat penting bagi keberhasilan studi mahasiswa. Materi kuliah matakuliah-matakuliah ini adalah
dasar-dasar pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu,
setiap mahasiswa dituntut untuk menguasai materi kuliah bidang studi tahun pertama dengan baik. Salah
satu matakuliah bidang studi yang wajib diikuti oleh mahasiswa kimia tahun pertama adalah Praktikum
Kimia Umum. Matakuliah ini memiliki bobot 1 satuan kredit semester (sks) 3 jam semester (js).Salah satu
materi pelajaran matakuliah ini adalah kinetika kimia yang mencakup kecepatan reaksi dan kesetimbangan
kimia.
Dari tahun ke tahun prestasi belajar mahasiswa untuk matakuliah ini relatif tetap, pada kisaran skor 56
80 atau C sampai B+. Design perkuliahan praktikum yang biasa dilakukan di laboratorium kimia adalah
penjelasan awal, pelaksanaan praktikum, dan penutup. Penjelasan awal menyangkut tujuan perkuliahan,
dasar teori, cara kerja, dan cara analisis data. Pada pelaksanaan praktikum mahasiswa melaksanakan
praktikum di bawah bimbingan asisten dan dosen. Sedangkan pada bagian penutup mahasiswa melaporkan
hasil praktikumnya kepada asisten atau dosen. Di tengah dan akhir semester biasanya dosen melakukan
review praktikum yang telah dilakukan mahasiswa, dan mengadakan ujian tulis atau ujian praktek.
Design perkuliahan praktikum di atas sangat berbeda dengan design pembelajaran standar proses
yang ditetapkan pemerintah untuk sekolah dasar dan menengah. Menurut design pembelajaran standar
proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2011), pembelajaran dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu: (1)
pendahuluan, (2) inti pembelajaran, dan (3) penutup. Kegiatan pendahuluan dimaksudkan untuk
memfokuskan perhatian dan membangkitkan motivasi pebelajaruntuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Kegiatan ini dapat berupa: (1) penarikan perhatian siswa dengan cara menunjukkan
specimen/gambar yang menarik, memberikan illustrasi atau menampilkan animasi; (2) mengaitkan
pengetahuan awal pebelajar dengan materi yangakan dipelajari; (3) memotivasi pebelajar dengan cara
menggambarkan manfaat materi yang akan dipelajari; dan (4) menjelaskan mekanisme pelaksanaan
pembelajaran yang akan dilakukan sesuai dengan skenario pembelajaran. Kegiatan inti pembelajaran dapat
mencakup 3 bagian, yaitu: (1) eksplorasi, (2) elaborasi, dan (3) konfirmasi. Dalam eksplorasi pembelajar
(1) membimbing pebelajar mencari informasi yang luas dan dalam tentang materi kuliah yang akan
dipelajari secara kontekstual dengan melibatkan berbagai sumber belajar; 2) menggunakan beragam
pendekatan dan media pembelajaran;3)mendorong terjadinya interaksi pebelajar-pebelajar dan antara
pebelajardengan pembelajar, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;4) melibatkan pebelajar secara aktif
dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan5) membimbing pebelajar melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan. Dalam elaborasi pembelajar (1) mendorong pebelajarmembiasakan diri untuk
membaca dan menulis; (2) membimbing pebelajar mengemukakan gagasan baik lisan maupun tulisan; (3)
membimbing pebelajar menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak; (4) membimbing pebelajar
untuk belajar dan bekerja secara kooperatif dan kolaboratif; (5) membimbing pebelajar untuk berkompetisi
secara sehat dalam meningkatkan prestasi belajar; (6) membimbing pebelajar untuk membuat laporan
eksplorasi, baik lisan maupun tertulis, baik individual maupun kelompok; (7) membimbing pebelajar untuk
menyajikan hasil kerjanya, baik kerja individu maupun kelompok; (8) membimbing pebelajar untuk
melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; dan (9) membimbing pebelajar
untuk melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Dalam
konfirmasi pembelajar (1) memberikan umpan balik dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat,
maupun dalam bentuk hadiah; (2)memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi pebelajar;
(3) membimbing pebelajar untuk melakukan refleksi guna memperoleh pengalaman belajar; dan (4)
membimbing pebelajar untuk memperoleh pengalaman bermakna. Sedangkan dalam kegiatan penutup
pembelajar (1) membimbing pebelajar untuk membuat rangkuman/simpulan; (2) melakukan penilaian
dan/atau refleksi; (3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; dan
(4)menyampaikan rencana pembelajaran selanjutnya.
Meskipun perbedaan antara design perkuliahan praktikum dengan standar proses pembelajaran di atas
tidak terlalu jauh, tetapi elaborasi langkah-langkah pembelajarannya jauh berbeda. Pada design perkuliahan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 20
praktikum, pendahuluan tidak mementingkan orientasi, apersepsi, motivasi, dan penjelasan skenario
pembelajaran, sebab skenario pembelajaran sudah menjadi aktifitas rutin. Biasanya elaborasi konsep dan
prosedur praktikum menjadi menu wajib pada tahap pendahuluan. Eksplorasi tahap inti pembelajaran
terfakus pada penggalian data melalui kegiatan percobaan dan sangat sedikit, kalo ada, elaborasi.
Konfirmasi juga sedikit sekali, kalau ada, dan dilakukan pada tahap penutup kegiatan pembelajaran.
Penelitian ini memperluas elaborasi setiap tahap perkuliahan praktikum mengikuti standar proses
pembelajaran sesuai Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 yang disesuaikan dengan kondisi pebelajar, yaitu
mahasiswa tahun pertama. Meskipun tidak seluas standar proses, penelitian ini mencoba menghadirkan
tahap-tahap pembelajaran yang mencakup pendahuluan, inti pembelajaran, dan penutup dengan merinci
inti pembelajaran menjadi tiga bagian, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research) berbasis
Lesson Study.Penelitian ini berusaha mengkaji dan merefleksi beberapa aspek pembelajaran yang
mencakup partisipasi pebelajar, interaksi pembelajar-pebelajar, interaksi pebelajar-pebelajar, dan hasil
pembelajaran.
Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus yang disesuaikan dengan alokasi waktu dan materi
pembelajaran. Setiap siklus terdiri dari empat langkah (Kemmis dan McTaggart, 1988), yaitu: 1)
Perencanaan; perumusan masalah, penentuan tujuan dan metode penelitian serta pembuatan rencana
tindakan. 2) Tindakan; upaya perubahan yang dilakukan dalam pembelajaran. 3) Obeservasi; pengamatan
hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran yang dilakukan secara sistematis. 4)
Refleksi; pengkajian terhadap dampak dari tindakan yang dilakukan.
Secara operasional prosedur penelitian yang dilakukan pada siklus pertama penelitian ini adalah: 1)
Perencanaan; peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Beberapa perangkat yang disi-
apkan dalam tahap ini adalah: materi kuliah, rencana pembelajaran, alat evaluasi, worksheet, quis, dan
lembar observasi. 2) Pelaksanaan; pembelajar mengimplementasikan strategi pembelajaran standar proses
yang dimodifikasi. Pembelajaran dimulai dengan tanya jawab kontekstual yang diikuti dengan pertanyaan
pokok yang hanya bisa dijawab setelah pembelajaran berakhir (kegiatan pendahuluan), tanya jawab tentang
materi kuliah (eksplorasi), pembentukan kelompok secara heterogen yang diikuti dengan diskusi kelompok
untuk memecahkan masalah (elaborasi), dan diskusi kelas / presentasi (konfirmasi). Kegiatan pembelajaran
ditutup dengan kesimpulan dan evaluasi. 3) Observasi; peneliti melakukan observasi terhadap kegiatan
pebelajar menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. 4) Refleksi; peneliti melakukan: (a)
Analisis hasil observasi yang mencakup keaktifan pebelajar dalam pembelajaran, kemampuan pebelajar da-
lam menerapkan konsep, hasil diskusi kelompok pebelajar, hasil postes, dan kualitas presentasi. Hasil-hasil
yang diperoleh dan permasalahan yang muncul pada pelaksanaan tindakan pertama dipakai sebagai dasar
dalam melakukan perencanaan siklus berikutnya. (b) Analisis beberapa kekurangan/ kelemahan pe-
rencanaan dan pelaksanaan. Beberapa indikator keberhasilan siklus I dan II disajikan pada Tabel 1.
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Kimia FMIPA UM. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
kimia tahun pertama yang mengikuti perkuliahan Praktikum Kimia Umum pada Semester I tahun 2011/-
2012 yang berjumlah 39 orang. Materi kuliah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinetika kimia.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Julisampai dengan Nopember2011. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan
bulan September sampai Nopember2011.
Tabel 1.Indikator Keberhasilan Proses Siklus I dan Siklus II
Aspek
Indikator Keberhasilan
siklus I (%) siklus II (%)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 21
Keaktifan pebelajar mengajukan pertanyaan 40 50
Ketepatan waktu melakukan kegiatan eksplorasi dan elaborasi
(mengerjakan LKS)

60

75
Interaksi antar pebelajar dalam kerja kelompok 60 80
Kemampuan pebelajar menjelaskan pemecahan masalah 60 75

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: rencana pembelajaran, lembar observasi,
worksheet, kuis, dan tes hasil belajar. Instrumen observasi disusun berdasarkan komponen standar proses
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Kuis dan tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui kualitas hasil
belajar.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk
merekam kualitas pembelajaran. Sedangkan tes digunakan untuk mengetahui kualitas hasil belajar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I berlangsung 3jam pelajaran @ 50 menit. Pada setiap pertemuandilaksanakan pretes dan pos
tes @ 15 menit. Pembelajaran dilakukan secara klasikal (pendahuluan, eksplorasi, konfirmasi dan penutup)
dan kelompok (eksplorasi dan elaborasi). Pada pembelajaran kelompok, pebelajar dibagi menjadi
8kelompok yang masing-masing terdiri atas 4 atau 5 orang.Dengan komposisi tersebut pembelajarmasih
dapat mengontrol kegiatan pembelajaran.
Pembelajar selalu memantau aktifitas setiap pebelajardalam pembelajaran sehingga mereka
berpartisipasi dengan sangat baik. Pada saat kerja kelompok, hampir semua anggota kelompok dapat
bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang terdapat dalam worksheet. Tetapi masih ada anggota
kelompok yang belum bisa bekerja sama dan tampak kebingungan. Demikian juga pada sesi konfirmasi,
masih ada anggota kelompok yang sama sekali tidak berani berargumentasi, meskipun pembelajar sudah
memandunya dengan pertanyaan-pertanyaan pemandu. Hal ini tampak dari perolehan poin aktifitas
pebelajaryang bervasiasi mulai dari 1 sampai dengan 40. Kelompok poin yang menunjukkan tingkat par-
tisipasi pebelajar dalam pembelajaran disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Partisipasi Pebelajar dalam Pembelajaran Siklus I
Kriteria Kelompok Poin Jumlah pebelajar Persentase (%)
Kurang aktif 1-9 7 17,95
Cukup aktif 10-19 16 41,03
Aktif 20-29 12 30,76
Sangat aktif 30-40 4 10,26
Jumlah 39 100

Berdasarkan data Tabel 2 dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I 32 dari
39pebelajar (82%) berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Sebagian besar pebelajar mengikuti pelajaran
dengan baik namun belum banyak mangajukan, menjawab, atau menanggapi pertanyaan temannya dalam
diskusi. Pebelajar yang benar-beanr aktif 16orang dan 4 orang di antaranya sangat aktif dalam pembela-
jaran. Mungkin karena subjeknya mahasiswa tahun pertama yang masih berada pada keadaan transisi dari
kehidupan sekolah ke kehidupan kampus. Aktifitas belajar yang baik ini perlu dipelihara dan ditingkatkan
oleh setiap pembelajar sehingga masa studi mahasiswa dapat dikurangi dan dengan kualitas yang memuas-
kan.
Hasil belajar pebelajar diukur dengan tiga jenis kegiatan evaluasi yaitu penyelesaian tugas, pretes, dan
postes. Tabel 3 menyajikan ringkasan hasil belajar.Pada tugas 1 semua kelompok pebelajar mengumpulkan
tepat waktu, meskipun belum semua pebelajar bekerja dengan baik. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
pebelajarsudah dapat bekerja sama. Pada pertemuan berikutnya, tugas 2, semua kelompok pebelajar
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 22
bekerjasama dengan lebih baik sehingga mereka dapat menyelesaikan praktikum lebih cepat. Namun
demikian masih ada tiga pebelajaryang skor postesnya cukup rendah, yakni kurang dari 60. Hasil
penelusuran menunjukkan bahwa ketiga mahasiswa tersebut belum dapat beradaptasi dengan baik, masih
suka menyendiri dan kurang percaya diri.
Tabel 3. Hasil Belajar Pebelajar pada Siklus I
Kriteria Skor rerata
Tugas 82,55
Kuis 1 (Pretes) 62,1
Kuis 2 (Postes) 85,3

Penggunaan strategi pembelajaran standar proses yang dimodifikasi dalam pembelajaran laju reaksi
dapat meningkatkan aktifitas pebelajar dalam tanya jawab, praktikum, diskusi, dan presentasi. Peningkatan
aktifitas ini juga diikuti oleh peningkatan hasil belajar di mana skor pretes pada siklus I adalah 62,1 se-
dangkan skor postesnya adalah angka 85,3. Capaian siklus I yang lain disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pembelajaran yang berlangsung pada siklus I ini berjalan cukup baik.
Dari 4 aspek yang diukur, 3 aspek dapat mencapai target dan 1 yang lain mendekati target. Namun
demikian kualitas proses ini masih perlu terus ditingkatkan sehingga dicapai pembelajaran yang benar-
benar berkualitas.
Berdasarkan hasil siklus I, siklus II dilakukan perbaikan-perbaikan sebagai berikut: 1) memperluas
elaborasi dan konfirmasi. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi keraguan pebelajar akan kebenaran
jawaban temannya; dan 2) Memantau dan memverifikasi pemahaman setiap pebelajar dengan pertanyaan
pemantau sehingga setiap pebelajar mempunyai rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, baik
dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
Dua perbaikan di atas diterapkan pada siklus II dengan strategi pembelajaran yang sama dengan sik-
lus I. Di samping penambahan dua perbaikan di atas, materi kuliahnya juga baru, yaitu kesetimbangan ki-
mia. Pembelajaran dilakukan 3 jam pelajaran @ 50 menit. Pada akhir pembelajaran dilaksanakan postes
selama 15 menit.
Tabel 4. Capaian Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Aspek Target (%) Capaian (%)
Keaktifan pebelajar mengajukan atau merespon pertanyaan 40 38
Ketepatan waktu melakukan kegiatan eksplorasi dan elaborasi (mengerjakan LKS) 60 100
Interaksi antar pebelajar dalam kerja kelompok 60 82
Kemampuan pebelajar menjelaskan pemecahan masalah 60 74
Tabel 5. Partisipasi Pebelajar dalam Pembelajaran Siklus II
Kriteria Kelompok Poin Jumlah pebelajar Persentase (%)
Kurang aktif 1-9 3 7,69
Cukup aktif 10-19 16 41,03
Aktif 20-29 16 41,03
Sangat aktif 30-40 4 10,26
Jumlah 39 100

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 23
Partisipasi pebelajar pada tiap-tiap pertemuan berjalan dengan lebih baik dan lebih interatif diband-
ingkan dengan siklus I. Pada siklus ini pembelajarjuga dapat memantau kinerja setiap pebelajar dengan
baik. Setiap pebelajar merasa lebih yakin dengan pemahamannya karena setiap respon yang dikemu-
kakannya selalu di konfirmasi dan diverifikasi oleh pembelajar. Pada saat presentasi, pembelajar menunjuk
anggota kelompok yang akan presentasi sehingga semua anggota kelompok siap menjadi presenter.
Demikian juga pada tanggapan masing-masing kelompok, pembelajar menugaskan/menunjuk salah satu
anggota kelompok untuk memberikan komentar sehingga aktifitas pebelajaran dalam pembelajaran men-
jadi lebih merata. Deskripsi partisipasi pebelajar dalam proses pembelajaran yang dihitung berdasarkan
poin yang diperoleh pebelajar disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa 36 dari 39pebelajar (92%) berpartisipasi aktif dalam pembelajaran siklus
II. Angka ini lebih baik dari pada siklus I yang besarnya 82%. Pada siklus II ini banyaknya pebelajar yang
benar-benar aktif juga bertambah menjadi 51% dari siklus I yang besarnya 41%. Pebelajar lainnya
mengikuti pelajaran dengan baik namun tidak mengajukan pertanyaan, menjawab, atau menanggapi
pertanyaan dalam diskusi.
Di samping kualitas proses pembelajaran, kualitas hasil belajar siklus II juga sedikit lebih baik dari
pada siklus I. Tiga jenis evaluasi yang dilakukan pada siklus II, yaitu penyelesaian tugas, pretes, dan postes,
memberikan angkat yang lebih baik dari pada siklus I. Ringkasan hasil belajar pebelajarpada siklus II
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Belajar Pebelajar pada Siklus II
Kriteria Skor rerata
Tugas 90,50
Kuis 1 (Pretes) 63,6
Kuis 2 (Postes) 88,3

Pada siklus II pebelajarjuga diberikan tugas, pretes dan postes. Tabel 6 menunjukkan bahwa motivasi
pebelajardalam menyelesaikan tugas-tugas juga tetap tinggi seperti pada siklus I. Semua pebelajar
mengerjakan tugas dengan baik dan mengumpulkan tepat waktu. Skor rerata postes pada siklus II (88,3)
sedikit lebih tinggi dari pada siklus I (85,2). Penggunaan standar proses yang dimodifikasidengan
penekanan pada aspek konfirmasi dapat meningkatkan aktifitas pebelajardalam pembelajaran dan
meningkatkan kualitas presentasi dan diskusi kelas. Capaian pebelajar pada siklus II disajikan pada Tabel
8.
Tabel 8. Capaian Pelaksanaan Tindakan pada Siklus II
Aspek
Capaian siklus I
(%)
Target siklus II
(%)
Capaian siklus II
(%)
Keaktifan pebelajar mengajukan pertanyaan 38 50 51
Ketepatan waktu melakukan kegiatan eksplorasi dan
elaborasi (mengerjakan LKS)

100

75
100
Interaksi antar pebelajar dalam kerja kelompok 82 80 87
Kemampuan pebelajar menjelaskan pemecahan masalah 74 75
77

Dari 4 aspek yang diukur pada siklus II, semuanya dapat melampaui target. Kemampuan menjelaskan
sesuatu memang tidak mudah, tidak hanya membutuhkan kompetensi dalam memahami materi pelajaran
tetapi juga kompetensi dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Namun demikian rasa per-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 24
caya diri yang besar akibat bekal pengetahuan yang dimilki dapat mendorong pebelajar untuk mengemu-
kakan pendapatnya, mengemukakan penyelesaian masalah yang diketahuinya.
Penerapan standar proses yang dimodifikasi dalam pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan
kualitas pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran sangat baik,pebelajartidak saja berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran tetapi juga memperlihatkan aktifitas mental yang menjadi indikator berlangsungnya
proses belajar. Pebelajar menelaah setiap masalah yang dihadapi, mendiskusikan penyelesaiannya, dan me-
nelaah bahan ajar untuk menemukan jawabannya.Kualitas hasil belajar mendukung analisis yang terjadi
pada kualitas proses, skor rerata postes siklus II menunjukkan angka 88,3. Suatu angka hasil belajar yang
luar biasa.
Kombinasi metode pembelajaran ceramah, tanya jawab, praktikum, diskusi dan presentasi yang
diramu secara proporsional membantu mahasiswa memahami materi kuliah dengan sempurna. Kinetika
kimia merupakan bagian penting dari kimia fisik, bahan kajian kimia yang ditakuti mahasiswa.Namun
demikian, dengan strategi pembelajaran yang baik materi kuliah yang sulit ini bisa dipahami mahasiswa
dengan baik. Alur penyajian materi perkuliahan yang baik, dimulai dari orientasi, motivasi dan apersepsi
guna membentuk pemahaman awal pebelajar, diikuti dengan eksplorasi dan elaborasi guna memperkaya
pemahaman, dilanjutkan dengan presentasi dan konfirmasi guna membentuk pemahaman yang benar, dan
diakhiri dengan penutup guna merangkum dan menyimpulkan hasil belajar, melahirkan rasa percaya diri
yang tinggi pebelajar sehingga mereka merasa dapat memahami materi kuliah dengan baik. Dengan over-
view yang jelas mahasiswa dapat memahami arah dan sasaran perkuliahan. Di setiap tahap dalam introdu-
sir konsep (istilah), deskripsi atau mekanisme pembelajar selalu menyelinginya dengan tanya jawab guna
memantau dan mengkonfirmasi pemahaman setiap mahasiswa. Dengan cara ini pembelajar mengetahui
siapa di antara peserta mata kuliah ini yang bisa mengikuti kuliah dengan baik, bisa mengikuti kuliah den-
gan bantuan, dan tidak bisa mengikuti kuliah. Apabila mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami
konsep, deskripsi atau mekanisme yang pembelajar jelaskan, pembelajar meminta mereka membuka hand
out. Pembelajar beri waktu sejenak untuk membaca sendiri materi kuliahnya. Pembelajar keliling kelas un-
tuk memantau pemahaman mahasiswa sambil menjelaskan kosa kata yang barang kali maknanya belum
diketahui. Pada akhir tahap elaborasi pembelajar minta mahasiswa berkelompok untuk mendiskusikan
penyelesaian worksheets dan mempresentasikan hasilnya. Dengan cara ini pembelajar berharap mahasiswa
dapat menerapkan pemahamannya dalam menyelesaikan soal-soal. Akhirnya, setiap perkuliahan selalu
diakhiri dengan kesimpulan dan rangkuman yang berisi inti materi perkuliahan. Dengan cara ini mahasiswa
yang lambat belajar minimal memahami materi kuliah secara global, sedangkan yang cepat belajar dapat
memahami materi kuliah secara detail.
Temuan-temuan penting dari implementasi standar proses yang dimodifikasiini adalah: (1) pembela-
jaran yang dilakukan dengan memadukan berbagai metode dengan pendekatan tanya jawab untuk mening-
katkan proses mental pebelajar memerlukan waktu yang panjang; (2) Bekal pengetahuan dan keterampilan
yang cukup yang diperoleh pebelajar dari proses belajar sebelumnya, khusunya kegiatan eksplorasi, me-
mudahkan dan meningkatkan motivasi pebelajar pada kegiatan elaborasi. Bekal pengetahuan yang dimak-
sud di sini adalah pemahaman konsep terkait, sedangkan bekal keterampilan adalah keterampilan melak-
sanakan praktikum; (3) Implementasi standar proses yang dimodifikasi memerlukan kemampuan penge-
lolaan kelas yang baik sehingga dinamika dan kinerja setiap pebelajar dapat berjalan baik; dan (4) Pema-
haman individu pebelajar perlu dipantau dan dikonfirmasi dengan pertanyaan-pertanyaan konfirmer, baik
pebelajar yang cepat belajar apalagi yang lambat belajar.

KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Standar proses yang dimodifi-
kasidapat diterapkan pada pembelajaran kinetika kimia mata kuliah Praktikum Kimia Umum. Optimasi
standar proses dengan pertanyaan pemantau dan pemverifikasi pemahaman dapat menumbuhkan motivasi
belajar, keberanian mengemukakan pendapat, dan hasil belajar pebelajar. (2) Implementasi standar proses
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 25
yang dimodifikasi dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Penggunaan strategi ini meningkat-
kan partisipasi pebelajar dalam pembelajaran (bertanya, menjawab, dan menanggapi), penyelesaian tugas,
interaksi pebelajaran dalam kelompok, dan pemecahan masalah secara kelompok. (3) Implementasi standar
proses yang dimodifikasi dapat meningkatkan kualitas hasil belajar pebelajar dari skor rata-rata 62,1 (pre-
tes) menjadi 85,2(postes) (siklus I) dan 63,2 (pretes) menjadi 88,3 (postes) (siklus II).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan: 1) standar proses yang dimodifikasiperlu
diimplementasikan dalam pembelajaran guna meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran, dan 2) perlu
penelitian lanjutan untuk meningkatkan keefektifan penggunaan standar proses yang dimodifikasi dan
mengetahui keefektifannya untuk mata kuliah atau materi kuliah yang lain.

DAFTAR RUJUKAN
Arends, R.I. 1988. Clasroom Instructional Management. New York: MacGraw Hill Book Companies, Inc.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan NasionalRepublik Indonesia Nomor 41 Ta-
hun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pen-
didikan Nasional
Dasna, I.W.,Kartini, Setyowati, I. 2009. Penggunaan Model Siklus Belajar Group Investigation untuk Meningkatkan
Kompetensi Siswa dalam Mempelajari Kimia. Jurnal SAINS. 38(1):2539-48.
Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Katalog Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Malang: Univer-
sitas Negeri Malang.
Gabel, D. 1999. Improving Teaching and Learning Through Chemistry Education Research. A look to The Fu-
ture.Journal of Chemical Education, 76:548-553.
Kemmis, S. & McTaggart, R. 1988. The Action Research Planner. Third Edition. Victoria: Deakin University Press.
Muntholib. 2011. Increasing Learning Quality of Metabolism for International Level of Teacher Tradining Students
Using Standar proses yang dimodifikasi. International Conference Proceeding on Learning Technology. FIP,
Universitas Negeri Malang.
Rohandi, R. 2001. Menuju Kebiasaan Bertanya Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Senjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Winarni, E.W. 2006. Peningkatan Penguasaan Konsep IPA Siswa melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Jurnal
MIPA dan Pembelajarannya, 35(2):211-225.


PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 26

PENGARUH PENGGUNAAN MODUL PEMBELAJARAN
LEARNING CYCLE -5E UNTUK MATERI KELARUTAN (S)
DAN HASIL KALI KELARUTAN (KSP) PADA SISWA KELAS
XI SEMESTER 2 MAN 3 MALANG TERHADAP HASIL
BELAJAR
Binti Afifah
1)
Dedek Sukarianingsih
2)

1) MAN 3 Malang
2) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstract: This study was aimed at knowing the influence of using the Learning Cycle 5E module on
solubility matter (s) and constant solubility product (Ksp) on the students learning results. The second
graders of MAN 3 Malang which were at the beginning of the second semester 2010/2011 were the
subjects of the research. In this case, there were two classes selected randomly to be experimental and
control groups. To collect the data, lesson plan, observation sheet, tests, and questionnaires were em-
ployed as research instrument. The influence of using the Learning Cycle 5E module on the students
learning results was analyzed by comparing the learning results of the experimental and control groups
after the whole materials were already taught. The study shows that (1) the quality of the experimental
group learning prosses performed better than the control one (2) Based on the T-test 2 point of views, it
was found that there were no significant differences of the students learning results (3) Based on the
questionnaire results, the students gave the positive responses toward the implementation of the Learn-
ing Cycle 5E module with the percentage of 76,32%.
Key words: learning module, learning cycle-5E model, solubility (s), constant solubility product (Ksp)

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari meningkatnya kemampuan belajar siswa secara
mandiri, sehingga pengetahuan yang dikuasai siswa adalah hasil belajar yang dilakukannya sendiri (Novak
& Gowin, 1984; Arend, 2001 dalam Idris, 2005: 82). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemam-
puan belajar siswa secara mandiri masih rendah, terutama dalam kelompok mata pelajaran matematika dan
ilmu pengetahuan alam. Hal ini, menyebabkan hasil belajar siswa pada kelompok mata pelajaran MIPA,
salah satunya mata pelajaran kimia relatif rendah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan
siswa dalam belajar kimia secara bermakna disebabkan oleh rendahnya kualitas pemahaman terhadap kon-
sep dasar kimia (Pickering, 1990; Sawrey, 1990; Stavy, 1988; Griffith and Preston, 1989; Friedel dan Ma-
loney, 1992 dalam Kirna, 2002). Kesulitan belajar ini berpengaruh terhadap minat dan motivasi belajar
kimia. Kondisi ini bermuara kepada kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran kimia cenderung rendah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 27
Rendahnya kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar kimia juga diakibatkan adanya anggapan
keliru dari sebagian guru bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran pengajar (guru)
kepada pebelajar (siswa). Implikasinya, dalam kegiatan belajar mengajar, guru mendominasi dengan
metode ceramah dan kurang mengaitkan materi pelajaran yang diberikan dengan pengetahuan yang
dimiliki siswa. Hal ini merupakan tantangan bagi pengajar untuk menentukan strategi pembelajaran yang
tepat agar indikator pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah penggunaan model
pembelajaran learning cycle -5E atau biasa disingkat LC -5E. Paradigma konstruktivistik berusaha
mengurangi ciri guru konvensional yang banyak berfungsi sebagai pemberi ilmu dan penceramah untuk
bergeser fungsinya menjadi fasilitator (Srini,2001). Model learning cycle -5E adalah suatu model
pembelajaran konstruktivistik yang diduga memenuhi tuntutan tersebut, sebab pada dasamya model
pembelajaran ini tidak hanya merupakan rangkaian kegiatan yang menyoroti konsep-konsep ilmu kimia
yang sedang dipelajari tetapi sekaligus mengaitkan konsep baru tersebut dengan konsep-konsep yang
pernah dipelajari siswa dan fenomena di kehidupan atau di bidang teknologi yang dikenal siswa. Dengan
learning cycle siswa diajak lebih memahami fenomena alam dan teknologi secara ilmiah dengan cara
membangun konsep-konsep sendiri (Srini, 2004: 10). Secara garis besar, di dalam proses pembelajaran
dengan model LC-5E peserta didik dituntun untuk memperoleh pengetahuannya sendiri dengan cara
melewati beberapa tahapan atau fase pembelajaran dalam tiap pertemuan. Untuk mendukung
keterlaksanaan model tersebut supaya efektif dan efisien diperlukan sumber belajar yang relevan. Salah
satu caranya yaitu dengan menggunakan bahan ajar berupa modul pembelajaran model LC -5E.
Modul Menurut Russel (dalam Setyosari dan Effendi, 1990:8) dalam bukunya Modular Instruction,
menjelaskan pengertian modul adalah sebagai berikut A modul is an instructional package dealing with a
single conceptual unit of subject matter. It is in attemt to individualize learning by enabling the student to
master one unit of content before moving to another. Menurut Mulyasa (2002:43) modul merupakan paket
belajar yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang untuk membantu
siswa mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Mbulu (2001:89), modul merupakan suatu kesatuan
yang bulat dan lengkap, yang terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang secara empiris telah terbukti
memberi hasil belajar yang efektif dan spesifik.
Modul yang diterapkan adalah modul learning cycle -5E pada materi kelarutan (s) dan hasil kali kela-
rutan (Ksp). Salah satu alasan di pilihnya materi tersebut adalah Pada materi tersebut banyak dijumpai
pengetahuan yang bersifat abstrak serta beberapa hitungan. Keabstrakan maupun hitungan yang terdapat
dalam materi Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) memerlukan pemahaman yang lebih agar tu-
juan pembelajaran dapat tercapai. Untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (memahami konsep-konsep
penting), siswa perlu dituntun secara berurutan dan dilatih untuk mandiri. Siswa dituntun secara berurutan
maksudnya jelas tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menuju ke pemahaman suatu konsep. Mandiri
artinya siswa belajar sendiri dari modul yang dibuat dilengkapi dengan langkah-langkah (biasanya berupa
kalimat perintah) dalam penggunaan modul maupun yang menyangkut tentang materi atau pengerjaan soal.
Modul yang diterapkan dengan model LC -5E, meliputi tahapan engagement, exploration, explana-
tion, elaboration, dan evaluation (Dasna, 2006). Dalam penerapannya di kelas modul pembelajaran ini
dirangkai dalam 5 tahap kegiatan, yakni tahap engagement (Membangkitkan minat dan keingintahuan sis-
wa tentang topik yang akan diajarkan), tahap exploration (Memberi kesempatan pada siswa untuk menga-
jukan prediksi & menguji hipotesis melalui kegiatan praktikum atau telaah literatur), tahap explanation
(Bertujuan menjelaskan konsep yang sedang dipelajari dengan kalimat tersendiri dan mengaitkannya den-
gan hasil exploration ), tahap elaboration (menerapkan konsep dan keterampilan yang mereka kuasai dalam
situasi baru ), tahap evaluation (Refleksi terhadap pemahaman konsep siswa mengenai materi yang telah
dipelajari). Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut diharapkan siswa dapat belajar kimia secara bermakna
yang nantinya akan bermuara terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar yang baik.
Penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui keterlaksanaan pembelajaran menggunakan modul dengan
model Learning Cycle -5E (2) Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa (3) Mengetahui persepsi siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 28

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang pada dasarnya bertujuan mengkaji pen-
garuh penggunaan modul learning cycle- 5E di kelas terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu dibutuhkan dua
macam subyek yang paralel, satu diperlakukan sebagai sampel dan lainnya sebagai kontrol. Kelas eksperi-
men diajar dengan modul learning cycle -5E sedangkan kelas kontrol diajar dengan model learning cycle-
5E berbantuan LKS. Desain penelitian secara ringkas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Desain Penelitian

Subjek Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen - X
1
O
Kontrol - X
2
O

Keterangan:
X
1
= pembelajaran model LC -5E berbantuan modul
X
2
= pembelajaran model LC -5E berbantuan LKS
O = postes dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang tidak acak

Untuk menjawab tujuan penelitian tentang keterlaksanaan proses pembelajaran dengan modul
digunakan lembar observasi, persepsi siswa terhadap penggunaan modul selama proses pembelajaran kimia
digunakan rancangan deskriptif kualitatif dengan menggunakan angket.
Pelaksanaan penelitian mencakup tahap-tahap persiapan (perijinan dan diskusi dengan guru di sekolah
uji coba dan sasaran), pengembangan instrumen, uji coba, pelaksanaan pengambilan data, analisis data, dan
penyusunan laporan penelitian.
Subyek penelitian adalah siswa kelas IX semester 2 MAN 3 Malang sebanyak dua kelas, satu kelas
sebagai kelas eksperimen dan lainnya sebagai kelas kontrol. Pemilihan dua kelas sebagai sampel penelitian
adalah didasarkan atas kesetaraan kemampuan siswa di kedua kelas tersebut yang dibuktikan oleh nilai
kimia siswa pada pokok bahasan sebelumnya, yaitu hidrolisis. Kemampuan awal siswa kelas kontrol dan
eksperimen dibuktikan seimbang dengan uji-t.
Instrumen penelitian ini mencakup: (1) instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran model
Learning Cycle -5E berbantuan modul pada siswa kelas ekperimen, dan model pembelajaran learning cycle
-5E tanpa bantuan modul pada kelas kontrol. (2) intrumen pengukuran berupa angket (mengetahui persepsi
siswa), tes (mengetahui hasil belajar siswa setelah penggunaan modul pembelajaran) tes ini dilakukan
setiap kali pertemuan berupa kuis (fase evaluasi) dan diakhir materi (ulangan harian), lembar observasi
(mengetahui keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung).
Instrumen tes di validasi dan di uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengambil data
penelitian oleh 3 validator yang berkompeten di bidang kimia.
Pelaku penelitian adalah peneliti, guru kimia dan 3 observer (mahasiswa kimia). Pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dalam bulan Maret-April 2011.
Data penelitian berupa: data keterlaksanaan model pembelajaran LC -5E, data kemampuan awal
siswa, data hasil belajar siswa (nilai kuis pada fase evaluasi dan ulangan harian), data hasil belajar afektif,
data hasil belajar psikomotorik dan data persepsi siswa. Data dalam penelitian ini akan dianalisis baik
secana kuantitatif maupun kualitatif untuk dapat membandingkan subyek yang menjadi sampel dan
kontrol.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 29


HASIL
- Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran LC 5E
Tabel 1: Deskripsi Persentase Ketercapaian setiap Aspek pada Model Pembelajaran Learning Cycle -
5E Kelas Eksperimen

Aspek RPP I RPP II RPP III RPP IV RPP V
skor % skor % skor % skor % skor %
A 19 95 19 95 19 95 19 95 19 95
B 19 95 19 95 19 95 19 95 19 95
C 22 91 22 91 22 91 21 87 22 91
D 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
E 8 100 5 62 8 100 8 100 8 100
F 3 75 3 75 3 75 3 75 4 100
G 3 75 3 75 3 75 3 75 3 75
H 4 100 4 100 3 75 3 75 4 100
Rerata 11,3 91,4 10,8 86,7 11,1 88,3 11 87,8 11,3 94,5
Kriteria Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

Tabel 2: Deskripsi Persentase Ketercapaian setiap Aspek pada Model Pembelajaran Learning Cycle -
5E Kelas kontrol

aspek RPP I RPP II RPP III RPP VI RPP V
skor % skor %

skor %

skor %

skor %
A 18 90 18 90 18 90 18 90 18 90
B 17 85 16 80 16 80 16 80 16 80
C 18 75 20 83 20 83 20 83 20 83
D 10 83 9 75 9 75 9 75 9 75
E 4 50 3 37 7 87 7 87 7 87
F 2 50 2 50 3 75 3 75 3 75
G 3 75 3 75 3 75 3 75 3 75
H 4 100 3 75 3 75 3 75 3 75
rerata 9,5 76 9,2 70,5 9,8 80 9,8 80 9,8 90
Kriteria Baik Baik Baik Baik Sangat baik

Keterangan:
A : Fase pendahuluan (engagement)
B : Fase eksplorasi (exploration)
C : Fase penjelasan (explanation)
D : Fase penerapan (elaboration)
E : Fase evaluasi (evaluation)
F : Pengelolaan waktu
G : Mengakomodasi pembelajaran berpusat pada siswa
H : Kemampuan guru mengakomodasi masalah di kelas
Sangat Baik : 81% - 100%
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 30
Baik : 61% - 80%
cukup : 41% - 60%
jelek : 1% - 40%

Secara umum keterlaksanaan proses pembelajaran modul learning cycle-5E pada kelas
eksperiment rata-rata sebesar 89,74 dengan kategori sangat baik dan kelas kontrol rata-rata sebesar 79,30
dengan kategori baik.
- Kemampuan Awal Siswa
Data kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai materi hidrolisis. Data nilai kemampuan awal
tersebut kemudian dilakukan uji homogenitas, uji normalitas dan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t kemampuan
awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen seimbang.
Tabel 3: Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa
Kelas Nilai Probabilitas Kesimpulan
Eksperimen 0.304 Normal
Kontrol 0,450 Normal
Tabel 4: Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa
F
hitung
F
Tabel
, = 0,05 Kesimpulan
0.245 3.990 Homogen
Tabel 5: Data Uji-t Kemampuan Awal Siswa
Kelompok Jumlah Siswa Rerata Sig. t
hitung
t
Tabel
Kesimpulan
Eksperimen 34 83.88 0,662 0,245 2,000
Tidak terdapat perbedaan antara kemampuan
awal siswa kelas kontrol dan kelas ekperimen

Pemberian kuis pada fase evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa yang telah
dipelajari pada masing-masing fase dan sebagai bahan refleksi untuk melakukan siklus lebih lanjut. Ber-
dasarkan data nilai kuis pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas eksperimen
lebih tinggi dari pada kelas kontrol.
- Data Nilai Hasil Belajar Kognitif
Tabel 7: Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Hasil Tes Kelas
Eksperimen
Kelas
Kontrol
% Kriteria tuntas
E K
0,00- 74 8 Siswa 14 Siswa
23,52 45,45 Belum tuntas 75-100 28 Siswa 19 Siswa
Jumlah siswa 34 Siswa 33 Siswa
Nilai tertinggi 100 95
76,48 54,55 Tuntas Nilai terendah 61 41
Rata-rata kelas 82,32 77,15
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 31
Tabel 8: Data Uji Normalitas Hasil Belajar Kognitif Siswa

Kelas Nilai Probabilitas Kesimpulan
Eksperimen 0,266 Normal
Kontrol 0,414 Normal
Tabel 9: Data Uji homogenitas Hasil Belajar Kognitif Siswa

F
hitung
F
Tabel
, = 0,05 Kesimpulan
2.742 3.990 Homogen
Tabel 10: Data Uji-t Hasil Belajar Kognitif Siswa
Kelompok Jum-
lah
Siswa
Rerata Sig. t
hitung
t
Tabel
Kesimpulan
Eksperimen
3
4
8
2,32
0
,085 .750 .000
Tidak terdapat per-
bedaan antara hasil belajar
siswa kelas kontrol dan siswa
kelas ekperimen
Kontrol 33 77.15

Berdasarkan Tabel 10 hasil pengujian hipotesis hasil belajar siswa dengan uji t dua pihak tersebut,
H1 ditolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran learning cycle -5E berban-
tuan modul sama efektifnya dibanding model pembelajaran learning cycle -5E untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi pokok kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp).
- Data Hasil Belajar Afektif
Tabel 11: Data Nilai Afektif Siswa
aktivitas Eksperimen Kontrol Selisih
Nilai rerata Nilai rerata
A 93 87 6
B 79 74 5
C 77 62 15
D 79 77 2

Keterangan :
A : Kehadiran siswa
B : Kuantitas dan kualitas bertanya
C : Kuantitas dan kualitas menjawab pertanyaan
D : Partisipasi individu dalam kelompok
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 32
Tabel 12: Data Rerata Nilai Afektif Siswa
Parameter Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Selisih rerata aktivitas
N 34 33 1
X rata-rata 82 75 7
Xmin 93 62 31
Xmax 93 69 24
- Data Hasil Belajar Psikomotorik
Tabel 13: Data Nilai Psikomotor Siswa
aktivitas Eksperimen Kontrol selisih
Nilai rerata Nilai rerata
A 87 87 0
B 100 87 13
C 67 66 1


Keterangan :
A : Penilaian kinerja praktikum
B : Pengamatan percobaan
C : Kebersihan alat setelah praktikum
Tabel 14: Deskripsi Rerata Nilai Psikomotor Siswa
Parameter Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Selisih rerata aktivitas
N 34 33 1
X rata-rata 84,7 80 4,7
Xmin 91.7 75 16,7
Xmax 91.7 75 16,7
- Data persepsi siswa
Tabel 15. Data persepsi siswa
No Isi angket Jumlah
skor
% skor Kriteria respon
A. Modul kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp)
Engagement
1
Penggunaan contoh dan gambar pada fase ini sudah sesuai
dengan materi yang akan dipelajari
112 82 Sangat positif
2
Penggunaan contoh dan gambar pada fase ini apakah dapat
membangkitkan rasa ingin tahu tentang materi yang akan
dipelajari
107 75 positif
3
Kalimat pada fase ini mudah dipahami
103 76 Sangat positif
Fase Eksplorasi
4
Pertanyaan-pertanyaan pada awal paragraf dapat membuat
anda mengerti tentang materi yang akan dipelajari
105 77 Sangat positif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 33
(kemampuan awal anda)
5
Fase ini dapat memberi kesempatan kepada anda untuk
lebih aktif berpikir dan bekerja
108 79 Sangat positif
6
LKS pada fase ini sesuai dengan materi yang sedang
dipelajari
114 83 Sangat positif
7
Kegiatan pada LKS mudah untuk anda pahami
110 80 Sangat positif
8
Alat dan bahan yang digunakan sesuai dengan materi yang
sedang dipelajari
110 80 Sangat positif
9
Pertanyaan yang terdapat pada fase ini mudah anda pahami
dan kerjakan
99 72 positif
10
Kalimat pada fase ini mudah dipahami
108 79 Sangat positif
Fase Eksplanasi
11
Materi pada fase ini mudah anda pahami dan mengerti
109 80 Sangat positif
12
Kalimat pada fase ini mudah dipahami
107 78 Sangat positif
Fase Elaboration
13
Soal-soal pada fase ini mudah anda pahami
102 75 positif
14
Soal-soal pada fase ini sesuai dengan materi yang sedang
dipelajari
110 80 Sangat positif
15
Soal-soal pada fase ini menambah pemahaman anda
102 75 positif
Fase Evaluation
16
Soal-soal pada fase ini sesuai dengan materi yang
dipelajari
110 80 Sangat positif
17
Kalimat pada fase ini mudah dipahami
108 79 Sangat positif
Glosarium
18
Isi glosarium pada masing-masing kegiatan sudah jelas
115 84 Sangat positif
19
Glosarium pada masing-masing kegiatan belajar sesuai
dengan materi
114 83 Sangat positif
20
Kalimat pada fase ini mudah dipahami
108 79 Sangat positif
B PEMBELAJARAN DENGAN MODUL
21
Dengan menggunakan modul belajar kimia lebih mudah
dan menyenangkan
110 80 Sangat positif
22
Dengan menggunakan modul anda lebih termotivasi untuk
belajar kimia
109 80 Sangat positif
23
Dengan menggunakan modul kesempatan belajar anda
akan lebih banyak
109 80 Sangat positif
24
Anda tidak merasa kesulitan selama belajar dengan
menggunakan modul
95 70 positif
25
Anda merasa senang selama belajar dengan menggunakan
modul
104 76 Sangat positif
26
Anda selalu berusaha memahami isi dari modul
104 76 Sangat positif
27
Anda selalu mempersiapkan diri untuk mempelajari
kembali materi yang telah dipelajari disekolah
85 62 positif
28
Anda mempelajari kembali materi yang dipelajari
97 71 positif
29
Anda mengerjakan sendiri tiap tahap dalam modul
94 69 positif
30
Anda dapat mengerjakan tiap tahap dalam modul dengan
tepat waktu
90 66 positif
31
Anda dapat belajar sendiri dengan modul tanpa bantuan
dari guru
82 60 positif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 34

Berdasarkan hasil angket, siswa memberikan respon sangat positif terhadap penerapan model pembe-
lajaran learning cycle -5E berbantuan modul yakni 76,32%.
BAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan model pembelajaran learning cycle -5E berban-
tuan modul memiliki persentase yang lebih besar daripada model pembelajaran learning cycle -5E tanpa
bantuan modul (LKS). Hal ini dapat terjadi dengan alasan penggunaan modul pembelajaran berpengaruh
terhadap proses pembelajaran yakni menjadi lebih efektif dan efisien. Efektif dan efisiensi ini berdasarkan
ketercapaian tujuan pembelajaran dalam setiap fase learning cycle, pengelolaan waktu pembelajaran dan
kemampuan guru dalam mengakomodasi masalah di kelas. Penggunaan modul pembelajaran dapat
menarik perhatian dan motivasi belajar siswa di kelas sehingga proses interaksi dalam kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa dapat berlangsung dengan tepat.
berdasarkan hasil uji-t 2 pihak dengan = 0,05 tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifi-
kan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul den-
gan rata-rata sebesar 82,32 dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle -5E
berbantuan LKS dengan rata-rata sebesar 77,15. Berdasarkan hasil angket, siswa memberikan respon san-
gat positif terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul yakni 76,32%,
Artinya penggunaan modul pembelajaran tersebut efektif dalam meningkatkan proses pembelajaran. Hal
ini dapat dilihat dari nilai kuis, nilai afektif dan psikomotor siswa yang dibelajarkan dengan model pembe-
lajaran learning cycle 5 E berbantuan modul lebih tinggi daripada yang dibelajarkan dengan model pembe-
lajaran learning cycle -5E berbantuan LKS.
Dengan model learning cycle siswa memiliki wadah untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya.
Tahap-tahap dalam model learning cycle memungkinkan siswa mengkonstruksi konsep-konsep yang dipe-
lajari dengan penuh makna, apalagi ditunjang modul yang menarik yang didalamya terdapat tahapan- taha-
pan yang menuntun mereka menguasai konsep secara utuh. Model dan bahan ajar yang digunakan mem-
bangkitkan motivasi belajar mereka, sehingga peluang mendapatkan nilai tinggi menjadi lebih terbuka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah: (1) Kualitas keterlaksanaan
pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul lebih tinggi dibandingkan dengan Kualitas keterlak-
sanaan pembelajaran learning cycle -5E tanpa modul. (2) Hasil belajar siswa yang diajar dengan menerap-
kan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul tidak berbeda secara signifikansiswa yang
diajar dengan menerapakan model pembelajaran Learning Cycle -5E berbantuan LKS sesuai dengan uji-t
diperoleh nilai Sig. (0,085) > 0,05. dan thitung (1.750) < tTabel (2,000) (3) Persepsi siswa terhadap model
pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul sebesar 76,32 % artinya siswa memberikan respon
sangat positif terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Modul learning cycle-5e dapat
dijadikan strategi alternatif dalam pembelajaran kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp) di SMA, Akan
tetapi penggunaan modul ini perlu adanya bimbingan guru supaya siswa lebih mudah memahami isi
modul. (2) Perlu dilakukan penelitian pererapan modul learning cycle-5e untuk pokok bahasan kimia lain-
nya, dan (3) Perlu dilakukan penelitian pengaruh penggunaan modul learning cycle- 5e untuk pokok ba-
hasan yang sama terhadap variabel-variabel yang lain.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 35
DAFTAR RUJUKAN
Dasna, W.I. 2005. Model Siklus Belajar (LC) Kajian Teoritis dan Implementasinya dalam Pembelajaran Kimia.
Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP JICA. Malang: FMIPA
Universitas Negeri Malang.
Idris, Jamaluddin. 2005. Analisis Kritis Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Taufiqiyah Saadah & Suluh Press.
Iskandar, Srini M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Kimia. Malang: FMIPA UM
Iskandar, Srini M. 2001. Penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia di SMU. Media Komunikasi Kimia.
No 2 (5) hal 1-12.
Kirna, I Made. 2002. Penerapan Strategi Realita-Analogi-Diskusi Menggunakan Multimedia Untuk Meningkatkan
Kualitas Pemahaman Siswa SMU Kelas I Semester I Tentang Konsep Partikel Materi, Zat Tunggal,
Campuran, Atom, dan Molekul. (Laporan Penelitian). IKIP Negeri Singaraja
Mbulu, Joseph. 2001. Pengajaran Individual: Konsep Dasar, Metode, dan Media.
Malang: Yayasan Elang Mas.
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Setyosari, P., & Effendi. 1991. Pengajaran Modul (buku penunjang perkuliahan). Malang: depdikbud IKIP Malang.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung:CV.Alfabeta.
Tim Penulis. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Keempat. Malang: UM Press.


PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 36

PENGARUH STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING
TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI IA
SMA NEGERI I MALANG
Anis Syukrun Nimah
1)
Srini Murtinah Iskandar
2)

Siti Marfuah3)
Jurusan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang 65145
Telp. (0341) 567382
E-mail: modifysoldier@yahoo.com
1)



Abstract: The curriculum in SBI or RSBI is KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) and
enriched by curriculum of developed country, but the most dominant is KTSP. Based on the character-
istics of Buffer Solution such as abstract, conceptual, sequenced, and has algorithm elements therefore
one of the most suitable strategy is brain-based learning. The aims of this research are: (1) describing
the implementation of brain-based learning strategy and describing affective and psychomotor learning
outcome of students learned by brain-based learning strategy and students learned by discussion-
preentation; (2) knowing the difference of cognitive learning outcome between students learned by
brain-based learning strategy and students learned by discussion-presentation. This research use de-
scriptive and quasy experiment designs. The result of research shows that: (1) the implementation of
brain-based learning strategy in SMA Negeri 1 Malang is well done; (2) there is difference between
cognitive learning outcome of students learned by brain-based learning strategy and students learned by
discussion-presentation; (3) affective and psychomotor learning outcomes of students learned by brain-
based learning strategy is better than students learned by discussion-presentation.
Keywords: brain-based learning, chemistry learning outcomes, buffer solution

Mutu pendidikan yang dimiliki oleh suatu bangsa ditunjukkan oleh kualitas sumber daya yang
dimilikinya. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia juga senantiasa memperbaiki mutu pendidikan untuk
menyiapkan generasi penerus bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan tersebut di antaranya adalah dengan mengembangkan
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan juga mengadakan perubahan paradigma kurikulum, sehingga saat
ini kita mengenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Efendi (2009:183) menjelaskan sebagai berikut. Sekolah Bertaraf Internasional merupakan sekolah
yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar
pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga
memiliki daya saing di forum internasional.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 37
Berdasarkan pengertian Sekolah Bertaraf Internasional tersebut, maka kurikulum yang digunakan di
Sekolah Bertaraf Internasional adalah KTSP yang diperkaya dengan kurikulum asing dari salah satu negara
tersebut. Namun kurikulum yang lebih mendominasi tentu saja adalah KTSP.
KTSP 2006 memberikan kesempatan kepada guru untuk memilih cara-cara penyampaian
pembelajaran yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga guru bisa menerapkan berbagai
model pembelajaran inovatif. Makmun (2001) menyebutkan bahwa memilih dan menetapkan prosedur,
model dan teknik belajar mengajar yang dipandang paling efektif dan efisien serta produktif dapat
dijadikan pegangan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya sehingga siswa menguasai
materi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa.
Dengan demikian untuk membuat siswa menguasai materi, diperlukan cara penyampaian materi yang
sesuai dengan karakteristik materi tersebut. Begitu juga untuk menyampaikan materi dalam pelajaran
kimia, karena ilmu kimia mencakup proses dan produk. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan alam (nature science) yang mengambil materi (matter) sebagai obyek. Ilmu kimia dibangun
dengan metode ilmiah yang terdiri dari tahapan proses-proses ilmiah untuk mendapatkan produk ilmiah
(konsep, prinsip, aturan, hukum). Jadi ilmu kimia mencakup dua hal yaitu kimia sebagai produk dan kimia
sebagai proses. Berdasarkan kajian tentang hakikat ilmu kimia tersebut, Sukarna (2000) menyebutkan
bahwa ciri-ciri umum ilmu kimia adalah sebagai berikut (1) konsep, prinsip, aturan, hukum dan teori dalam
ilmu kimia diperoleh dengan metode ilmiah melalui pendekatan teoretik dan pendekatan eksperimental; (2)
sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak mikroskopis; (3) meliputi pengukuran-pengukuran besaran atau
mengkaji tentang hitungan kimia; (4) ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya; (5)
bahan kajian ilmu kimia sifatnya berurutan dan berkembang sangat cepat sampai menyentuh disiplin ilmu
lain. Sukarna (2000) menyebutkan bahwa ilmu kimia di SMA tidak dipelajari dengan cara terpisah
berdasarkan bidang ilmu kimia secara sendiri-sendiri, namun dipelajari dalam satu kesatuan.
Salah satu materi dalam pelajaran kimia yang diajarkan di SMA kelas XI adalah materi pokok Buffer
Solution. Karakteristik dari materi ini adalah abstrak, konseptual, berurutan dan juga mengandung unsur
algoritmik. Karakteristik materi yang cukup kompleks ini terkadang membuat siswa bosan atau jenuh
dalam pembelajaran sehingga siswa merasa kesulitan dalam memahaminya. Menurut observasi awal yang
dilakukan oleh peneliti dengan melakukan wawancara terhadap guru kimia di SMA Negeri I Malang,
sebagian besar siswa kelas XI masih mengalami kesulitan dalam memahami materi ini. Data hasil test
harian Buffer Solution ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Test Harian Buffer Solution pada Tahun 2010
Kelas Jumlah siswa Siswa dengan nilai di bawah KKM Rata-Rata
XI IA 4 38 55,26 % 53,57
XI IA 5 38 57,89 % 55,0

Tabel 1 atas menunjukkan bahwa lebih dari 50 % siswa belum mencapai nilai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimum) yang ditetapkan oleh SMA Negeri 1 Malang yaitu 75. Faktanya materi Buffer
Solution seringkali muncul pada ujian nasional maupun ujian seleksi masuk PTN.
Untuk mencapai nilai KKM tersebut diperlukan penguasaan yang baik terhadap materi. Setiap orang
memiliki potensi untuk menjadi cerdas dan bisa memahami apa yang dipelajari, sehingga bukanlah hal
yang tidak mungkin untuk membuat siswa memahami konsep materi ini dengan mudah. Hal ini didukung
oleh pernyataan Tony Buzan dalam Dreyden dan Vos (2003) yang menyebutkan bahwa otak memiliki 100
miliar sel aktif dan masing-masing memiliki 20.000 koneksi (dendrit) pada setiap sel untuk menyimpan
informasi. Setiap neuron mirip dengan komputer yang canggih dan masing-masing terhubung dengan sel-
sel lain dengan mengirimkan pesan-pesan elektris-kimiawi sepanjang akson. Dari pernyataan tersebut dapat
kita ketahui bahwa sel otak manusia memiliki kemampuan yang baik dalam mengolah informasi dan
memahami sesuatu yang dipelajarinya. Hanya saja untuk memaksimalkan potensi tersebut diperlukan
perlakuan dan suasana yang mendukung.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 38
Selama ini ilmuwan telah mencoba untuk memahami cara otak manusia bekerja dari dalam. Dari
badan riset tentang otak yang multi-disipliner dan sangat luas inilah lahir cara berpikir tentang
pembelajaran. Dalam kenyataannya, otak tidak didesain untuk efisiensi atau ketaatan. Justru otak
berkembang paling baik melalui seleksi dan kemampuan bertahan hidup (Jensen, 2008). Hal ini berarti
bahwa untuk memaksimalkan pembelajaran, terlebih dahulu harus menemukan bagaimana otak bekerja.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk memaksimalkan potensi otak siswa
diperlukan perlakuan dan suasana yang mendukung. Untuk membantu siswa memahami materi yang
tergolong kompleks seperti Buffer Solution diperlukan perlakuan dan suasana yang mendukung untuk
memaksimalkan kemampuan otaknya sehingga dapat memahami materi Buffer Solution dengan mudah.
Perlakuan yang dimaksud adalah pemilihan model atau strategi pembelajaran yang tepat berdasarkan
karakteristik materi Buffer Solution. Sedangkan suasana yang dapat mengembangkan potensi manusia,
terutama siswa untuk belajar adalah dengan memberikan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Peter Kline dalam Dreyden dan Vos (2003) menyatakan bahwa bagi kebanyakan orang, belajar akan sangat
efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan. Dalam keadaan senang dan tidak tertekan siswa akan
merasa mudah untuk belajar, menelaah dan memahami setiap materi yang dipelajarinya.
Berdasarkan alasan tersebut maka diperlukan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang
mendorong siswa untuk mengkaji dan memikirkan materi ini secara mendalam dan juga menciptakan
suasana yang menyenangkan sehingga siswa merasa nyaman dalam lingkungan belajarnya dan dapat
menguasai materi ini dengan baik. Ada berbagai macam pendekatan atau strategi yang dapat digunakan
untuk membuat siswa aktif, namun tidak semuanya didasarkan pada struktur dan fungsi otak yang memiliki
peran utama dalam pembelajaran seseorang. Salah satu strategi yang bisa digunakan untuk menyampaikan
materi Buffer Solution adalah strategi brain-based learning.
Brain-based learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang berdasarkan pada stuktur dan
fungsi otak. Brain-based learning adalah pendekatan yang multi-disipliner dan dibangun di atas sebuah
pertanyaan Apa saja yang baik untuk otak? Hal ini merupakan sebuah cara berpikir mengenai
pembelajaran, bukan merupakan sebuah disiplin yang berdiri sendiri, dan juga bukan merupakan format
yang ditentukan atau dogma. Kelas didesain menjadi suatu lingkungan belajar yang memberikan
kenyamanan dan kesenangan bagi siswa dan juga menuntun siswa untuk berpikir secara mendalam dengan
memberikan tantangan. Adapun tujuh tahapan dalam brain-based learning adalah: pra-pemaparan,
persiapan, inisiasi dan akuisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan
keyakinan, serta perayaan dan integrasi.
Karakteristik materi Buffer Solution memiliki beberapa kesamaan dengan materi Fluida. Karena
materi Fluida telah berhasil dengan baik disampaikan dengan strategi brain-based learning, diharapkan
materi Buffer Solution akan berhasil dengan baik jika disampaikan dengan strategi brain-based learning
sehingga dapat memberian hasil belajar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang baik, karena tahapan
dalam strategi brain-based learning melatih siswa untuk berpikir kreatif, kritis, dan menyelesaikan masalah.
Selain itu Brain-based learning belum pernah digunakan untuk menyampaikan pelajaran kimia di SMA
Negeri I Malang meskipun siswa sudah mengenal pembelajaran konstruktivistik lain misalnya jigsaw,
problem posing, dan problem solving, sehingga siswa sudah terbiasa untuk belajar dengan pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered learning).
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan keterlaksanaan strategi brain-based learning yang
dilaksanakan di Kelas XI IA SMA Negeri 1 Malang; (2) mengetahui perbedaan hasil belajar kognitif siswa
SMA Negeri I Malang yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dengan siswa yang
dibelajarkan dengan metode diskusi dan presentasi pada materi pokok Buffer Solution; (3)
mendeskripsikan hasil belajar afektif dan psikomotor siswa kelas XI IA SMA Negeri I Malang yang
dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dan siswa yang dibelajarkan dengan metode diskusi dan
presentasi pada materi pokok Buffer Solution.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 39
METODE
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan quasi eksperimen yaitu rancangan
pascatest dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang tidak diacak. Penelitian dilaksanakan di SMA
Negeri 1 Malang pada tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 31 Maret 2011. Sampel dipilih dengan teknik
cluster random sampling terdiri atas dua kelas yaitu kelas XI IA 1 (35 siswa) sebagai kelas kontrol dan XI
IA 2 (35 siswa) sebagai kelas eksperimen.
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas tiga variabel antara lain (1) variabel bebas yaitu strategi
brain-based learning; (2) variabel kontrol yaitu syllaby, handout, worksheet, soal postest dan soal final test;
(3) variabel terikat yaitu hasil belajar kimia.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen perlakuan dan instrumen
pengukuran. Instrumen perlakuan berupa syllaby, lesson plan, handout, dan worksheet. Sedangkan
instrumen pengukuran terdiri atas soal final test dan lembar observasi. data keterlaksanaan strategi brain-
based lerabing dan data hasil belajar afektif dan psikomotor dianalisis kemudian dideskripsikan. Sedangkan
data hasil belajar kognitif dianalisis menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows dengan uji Independent
Sample t Test.
HASIL
Deskripsi Keterlaksanaan Strategi Brain-Based Learning

Deskripsi keterlaksanaan strategi brain-based learning diperoleh dari lembar observasi pada setiap
pertemuan. Hasil observasi keterlaksanaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Keterlaksanaan Strategi Brain-Based Learning pada Setiap Pertemuan
Pertemuan Persentase Keterlaksanaan (%)
I 85
II 88
III 100
IV 100
V 100

Data Kemampuan Awal Siswa

Berikut ini diberikan data kemampuan awal siswa yang diperoleh dari nilai test materi Acid-Base So-
lution. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan awal
antara kels eksperimen dan kelas kontrol. Diperoleh hasil bahwa kemampuan awal kelas eksperimen dan
kelas kontrol sama. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3 sampai Tabel 6.
Tabel 3. Ringkasan Data Kemampuan Awal Siswa
Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Mean 76,91 75,17
Median 81,23 81,23
Jumlah Siswa 35 35
Nilai Tertinggi 92 92
Nilai Terendah 42 42
Jumlah Siswa yang Tuntas 22 22
% Ketuntasan (%) 62,86 62,86
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 40
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan_awal_kelas_eksperimen Kemampuan_awal_kelas_kontrol
Chi-square
df
Asymp. Sig.
7.600*
20
.994
15.057*
23
.893
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa
Levene Statistic df 1 df 2 Sig.
.106 1 68 .745
Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Awal Siswa
Levenes test for Equality of
Variances
t-Tesr for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2 tailed)
Kemampuan_Awal Eq. Variances assumed .106 .745 .728

68 .469

Eq. Variances not assumed .728 66.692 .469

Data Hasil Belajar Kognitif Siswa

Berikut ini diberikan data hasil belajar kognitif siswa yang diperoleh dari nilai test materi
Buffer Solution. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil
belajar kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan
hasil belajar kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 7
sampai Tabel 10.
Tabel 7. Ringkasan Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Mean 89,14 77,29
Median 87,69 74,56
Jumlah Siswa 35 35
Nilai Tertinggi 100 95
Nilai Terendah 65 65
Jumlah Siswa yang Tuntas 30 24
% Ketuntasan (%) 85,71 % 68,57 %
Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Kognitif Siswa
Hasil_belajar_kelas_eksperimen Hasil_belajar_kelas_kontrol
Chi-square
df
Asymp. Sig.
9.114*
7
.245
10.029*
7
.187

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 41
Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Kognitif Siswa
Levene Statistic df 1 df 2 Sig.
.371 1 68 .544
Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Hasil Belajar Kognitif Siswa
Levenes test for
Equality of
Variances
t-Test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2 tailed)
Kemampuan_Awal Eq. Variances assumed .371 .544 2.988 68 .004
Eq. Variances not assumed 2.988 68.855 .004


Data Hasil Belajar Afektif dan Psikomotor Siswa

Hasil belajar afektif dan psikomotor siswa diperoleh dari lembar observasi pada setiap
pertemuan. Kriteria dan deskripsi nilai afektif dan psikomotor di SMA Negeri 1 Malang ditunjukkan
oleh Tabel 10.
Tabel 11. Kriteria Nilai Afektif dan Psikomotor SMA Negeri 1 Malang
Rentang Nilai Kriteria
91-100 Sangat Baik
81-90 Baik
71-80 Cukup
61-70 Kurang
60 Sangat Kurang

Berikut ini disajikan hasil belajar afektif dan psikomotor untuk siswa pada Tabel 11 dan Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Belajar Afektif Siswa
Kriteria
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Jumlah
Siswa
Persentase (%)
Jumlah
Siswa
Persentase (%)
Sangat Baik 1 2,86 1 2,86
Baik 31 88,57 10 28,57
Cukup 3 8,57 24 68,57
Kurang 0 0 0 0
Sangat Kurang 0 0 0 0

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 42
Tabel 13. Hasil Belajar Psikomotor Siswa
Kriteria
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Jumlah Siswa Persentase (%) Jumlah Siswa Persentase (%)
Sangat Baik 24 68,57 15 42,86
Baik 11 31,43 20 57,14
Cukup 0 0 0 0
Kurang 0 0 0 0
Sangat Kurang 0 0 0 0
PEMBAHASAN
Deskripsi Keterlaksanaan Strategi Brain-Based Learning

Pelaksanaan strategi brain-based learning pada penelitian ini terdiri atas enam kali pertemuan dengan
alokasi waktu 10 X 45 menit (8 X 45 menit kegiatan pembelajaran dan 2 X 45 menit untuk tes akhir bab)
yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2011 sampai 31 Maret 2011. Kelas yang digunakan sebagai
sampel terdiri atas dua kelas yaitu kelas XI IA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IA 2 sebagai kelas
eksperimen. Jumlah siswa yang digunakan sebagai sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
masing-masing adalah 35.
Brain-based learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang berdasarkan pada stuktur dan
fungsi otak. Brain-based learning adalah strategi yang multi-disipliner dan dibangun di atas sebuah
pertanyaan apa saja yang baik untuk otak? Brain-based learning melibatkan mind mapping dan musik
dalam pembelajarannya. Mind mapping bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami garis besar
materi sehingga siswa dapat terbenam dalam sebuah pembelajaran. Musik memberikan relaksasi pada otak,
karena otak dapat berpikir paling baik dalam keadaan rileks
Tahapan dalam strategi brain-based learning terdiri atas tahap pra-pemaparan, tahap persiapan, tahap
inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan memasukkan memori, tahap verifikasi dan
pengecekan keyakinan, serta tahap perayaan dan integrasi.
Tahap pra pemaparan merupakan sebuah tahapan yang membedakan strategi brain-based learning
dengan strategi yang lain, tahap ini bertujuan untuk memberikan ulasan kepada otak tentang pembelajaran
baru, sebelum benar-benar menggali lebih jauh. Pra pemaparan membantu otak membangun konsep yang
lebih baik, dalam penelitian ini menggunakan bantuan mind map. Pada penelitian ini, mind map disiapkan
oleh guru kemudian didiskusikan pada setiap pertemuan dalam tahap pra-pemaparan. Guru menunjukkan
sebuah mind map di depan kelas. Kemudian guru mengajak siswa untuk mendiskusikan mind map tersebut
dengan memberikan pertanyaan untuk membangunkan otak siswa dan membuat siswa merasa tertarik
terhadap pembelajaran. Setelah siswa benar-benar mengetahui apa yang akan mereka pelajari, baru
kemudian siswa memasuki tahap yang kedua yaitu tahap persiapan.
Tahap persiapan merupakan tahap untuk menciptakan keingintahuan atau kesenangan. Siswa harus
merasa terhubung dengan pembelajaran sebelum siswa menginternalkannya. Pada tahap ini guru
memberikan fakta, data, atau video yang berkaitan dengan sub materi yang akan dipelajari. Setelah melihat
fakta, data, atau video tersebut siswa akan merasa ingin tahu dengan apa yang sedang mereka pelajari.
Fakta, data, atau video yang diberikan dapat mengarahkan siswa untuk memahami materi, hal ini
sebagaimana telah diungkapkan oleh Jensen (2008:486) bahwa otak dapat belajar paling baik dari
pengalaman konkret terlebih dahulu. Dalam materi ini pengalaman konkret diwakili dengan fakta, data,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 43
atau video. Tahapan ini juga membantu siswa untuk berpikir secara lebih mendalam, bukan hanya
menghafal. Pengalaman konkret yang diberikan oleh guru membantu otak siswa untuk berpikir dengan
lebih baik. Hal ini akan berbeda jika guru langsung memberikan materi secara langsung karena siswa
hanya akan memperoleh penjelasan saja tanpa harus berlatih untuk berpikir.
Selanjutnya siswa memasuki tahap ketiga yaitu tahap inisiasi dan akuisisi. Jika pada tahap kedua
siswa dihubungkan dengan materi buffer solution melalui data, fakta atau video, maka pada tahap ketiga ini
siswa dibuat lebih tertarik dalam pembelajaran dengan mengolah sendiri data, fakta, atau video yang
diberikan oleh guru. Pada tahap ini, siswa berkelompok untuk menganalisis suatu masalah atau melakukan
sebuah eksperimen sehingga belajar akan lebih bermakna dan siswa lebih memahami apa yang mereka
pelajari. Jensen (2008:487) menyebutkan beberapa hal yang memberikan pembenaman kepada siswa di
antaranya pengalaman pembelajaran yang nyata misalnya studi kasus, eksperimen, kunjungan lapangan,
wawancara, atau pembelajaran langsung dan juga program komputer yang dirancang dengan baik misalnya
video interaktif. Tahap ini juga membantu siswa untuk belajar berpikir tingkat tinggi. Dengan adanya tahap
inisiasi dan akuisisi siswa akan terbiasa untuk mengalami sendiri apa yang dipelajari sehingga mereka akan
berpikir lebih mendalam dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Tahap keempat merupakan tahap elaborasi. Pada tahap ini, analisis data, fakta, atau video yang telah
diperoleh pada tahap ketiga akan dibahas lebih mendalam. Siswa boleh mengeksplorasi berbagai sumber
untuk melengkapi hasil diskusinya. Setelah diskusi dalam kelompok selesai, selanjutnya dilakukan
presentasi oleh beberapa kelompok. Hal ini dapat berfungsi untuk melatih siswa saling berbagi sehingga
pengetahuan yang diperoleh lebih banyak. Siswa juga berlatih untuk berpikir tingkat tinggi dengan berlatih
menyelesaikan soal dalam worksheet tersebut.
Keempat tahap tersebut membuat siswa terlatih untuk berpikir secara lebih mendalam. Pembelajaran
dimulai dengan memikirkan materi secara keseluruhan, kemudian membahas sebagian materi tersebut
berdasarkan suatu data dan membahasnya lagi secara lebih mendalam dan mendetail.
Tahap kelima yaitu tahap inkubasi dan memasukkan memori. Tahap kelima ini juga merupakan tahap
yang membedakan strategi brain-based learning dengan strategi yang lainnya. Pada tahap ini, otak siswa
yang telah bekerja keras pada tahap sebelumnya memasuki tahap istirahat dan pengendapan. Disebut
sebagai tahap istirahat karena pada tahap ini siswa diijinkan untuk beristirahat selama lima hingga sepuluh
menit sambil mendengarkan musik klasik. Musik klasik yang dipakai dalam penelitian ini adalah musik
Mozart yaitu Mozart Greatest Hits 04- Symphony No.40 in G Minor, k. 550 dan Mozart Pachelbel - Canon
in D (Violin, Cello & Harp). Musik mozart tersebut dipilih karena kedua musik tersebut memiliki irama
yang menenangkan dan bersemangat. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa
musik Mozart dapat meningkatkan konsentrasi. Di antaranya studi awal Rauscher pada Centre for the
Neurobiology of Learning and Memory di University California mengemukakan bahwa mendengarkan
musik Mozart sebelum ujian adalah penting untuk membantu meningkatkan nilai ujian (Jensen, 2008:383).
Tahap pengendapan dimaksudkan untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelum
memasuki postes. Hal ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Siswa berdiskusi dengan
teman dalam kelompok untuk mendiskusikan apa yang telah dipelajari. Selain itu, siswa juga diijinkan
membuat jurnal atau catatan penting jika diperlukan. Tahap pengendapan ini sangat bermanfaat untuk
membantu siswa memahami pelajaran secara mendalam, karena otak belajar paling efektif dari waktu ke
waktu, bukan langsung pada suatu saat (Jensen, 2008:489).
Tahap keenam, yaitu tahap verifikasi atau pengecekan keyakinan. Pada penelitian ini dilakukan
dengan pemberian test baik secara verbal maupun tertulis. Pemberian test digunakan untuk mengukur
seberapa jauh siswa mampu menyerap materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, tahap ketujuh yaitu tahap
perayaan dan integrasi. Tahap ini dilakukan untuk memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi
dan juga untuk memotivasi semua siswa. Penghargaan dalam hal ini adalah dalam bentuk pujian atau
applause. Namun penghargaan atau pujian tidak selalu diberikan karena menurut penelitian Alfie Kohn
(1993) dalam Jensen (2008:409), anak-anak dapat menjadi tergantung secara negatif terhadap pujian.
Seorang peneliti lain yaitu Martin Ford (1992) dalam Jensen (2008:415) menyatakan bahwa imbalan tidak
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 44
selamanya buruk. Sehingga imbalan dalam proses pembelajarn harus digunakan secara bijaksana, yaitu
diberikan seperlunya saja dan jangan terlalu berlebihan. Sebab imbalan yang berlebihan dapat membuat
siswa memiliki ketergantungan negatif, sehingga siswa hanya akan belajar karena ingin mendapatkan
imbalan tersebut. Dalam strategi brain-based learning justru lebih ditekankan untuk memberikan
kegembiraan, variasi, umpan balik, dan motivasi. Oleh sebab itu, pada tahap perayaan dan integrasi guru
selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan belajar dan juga merayakan dengan
applause untuk semua siswa, tidak hanya untuk siswa yang terbaik. Pada pertemuan terakhir guru
membagikan snack untuk semua siswa pada tahap perayaan dan integrasi. Hal ini sebagai bentuk imbalan
karena siswa telah belajar dengan baik.
Keterlaksanaan strategi brain-based learning dalam penelitian ini dapat dilihat selengkapnya pada
Lampiran 11. Keterlaksanaan strategi brain-based learning pada pertemuan pertama tercatat sebesar 85 %.
Hal ini terjadi karena pada pertemuan pertama waktu yang digunakan adalah 1 x 45 menit. Tahap pertama
dan kedua dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Namun memasuki tahap ketiga memerlukan waktu 10
menit, yang berarti 5 menit lebih lama dari waktu yang direncanakan. Kemudian pada tahap keempat,
siswa juga membutuhkan waktu 20 menit, yaitu 5 menit lebih lama dari waktu yang direncanakan selama
15 menit. Sehingga setelah memasuki tahap keempat siswa langsung mengerjakan postes secara individu.
Pada pertemuan kedua, siswa melakukan eksperimen di laboratorium. Tahap pertama dapat berjalan
dengan lancar. Namun tahap kedua tidak dapat terlaksana karena LCD di laboratorium mengalami
gangguan saat pembelajaran berlangsung. Sehingga video pembuatan larutan penyangga dan grafik
kapasitas larutan penyangga yang seharusnya ditayangkan ditunjukkan melalui laptop dan guru memberi
penjelasan dengan menggambarkan pembuatan larutan penyangga. Tahap ketiga dapat terlaksana dengan
baik namun terjadi kemoloran waktu 10 menit dari waktu yang telah direncanakan yaitu 30 menit. Tahap
keempat dan kelima dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Memasuki tahap keenam, siswa dapat
mengerjakan soal postes namun sebagian siswa belum menyelesaikannya dan siswa harus menyelesaikan
soal tersebut di rumah. Sehingga berdasarkan analisis dari lembar observasi, dapat diketahui bahwa
keterlaksanaan strategi brain-based learning pada pertemuan kedua ini adalah sebesar 88 %.
Selanjutnya pada pertemuan ketiga, keempat dan kelima semua tahap dapat terlaksana dengan baik
dan lancar. Siswa sudah terbiasa mendiskusikan mind map pada setiap pertemuan. Selain itu siswa sudah
langsung duduk berkelompok pada awal pembelajaran dan juga lebih terbiasa dengan strategi brain-based
learning. Guru juga sudah mulai mengatur waktu dengan lebih baik sehingga semua tahap dalam strategi
brain-based learning dapat telaksana dengan baik dan sesuai dengan lesson plan yang telah direncanakan.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa strategi brain-based learning telah terlaksana dengan baik.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, yaitu pengelolaan kelas yang baik, sebagian besar
siswa yang antusias dalam pembelajaran, kondisi kelas yang kondusif, dan sarana-prasarana yang dimiliki
oleh sekolah yang sangat mendukung untuk digunakan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa
faktor penghambat, di antaranya managemen waktu yang kurang baik dan beberapa orang siswa yang
mengalami masalah belajar dan tidak dapat fokus ketika pembelajaran berlangsung.
Hasil Belajar Kognitif Siswa
Rumusan masalah yang kedua pada penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan hasil belajar
kognitif siswa SMA Negeri I Malang yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dengan siswa
yang dibelajarkan secara konvensional pada materi pokok Buffer Solution. Untuk menjawab rumusan
masalah tersebut maka peneliti melakukan uji analisis data kemampuan awal siswa. Kemampuan awal
siswa diperoleh dari hasil belajar kognitif pada materi Acid-Base Solution atau Larutan Asam-Basa. Dapat
diketahui dari Tabel 4 dan Tabel 5 bahwa data kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol terdistribusi normal dan homogen, sehingga analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah statistik
parametrik yaitu Independent Sample t-test. Hasil uji Independent Sample t-test pada Tabel 6 menunjukkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 45
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol atau dengan kata
lain kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sama.
Pada penelitian ini, kelas eksperimen diberi perlakuan yaitu penerapan strategi brain-based learning.
Sedangkan pada kelas kontrol diberi perlakuan diskusi dan presentasi. Kelas eksperimen dan kelas kontrol
menerima handout, worksheet dan soal postest yang sama. Setelah diberi perlakuan berbeda (strategi brain-
based learning) selama lima pertemuan dengan alokasi waktu 8 X 45 menit, kedua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol diberi test yang sama. Hasil test yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol dianalisis dengan uji prasyarat analisis untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal
dan homogen atau tidak. Hasil uji prasyarat analisis pada Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal dan homogen sehingga uji statistik yang digunakan adalah statistik parametrik yaitu
Independent Sample t Test. Hasil uji Independent Sample t Test pada Tabel 10 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dalam hal ini siswa kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning
memiliki hasil belajar kognitif yang lebih tinggi daripada kelas kontrol yang dibelajarkan dengan diskusi
dan presentasi saja. Berdasarkan teori dari strategi brain-based learning yaitu otak dapat berpikir paling
baik saat berada dalam kondisi rileks. Kondisi rileks pada penelitian ini diberikan pada tahap kelima yaitu
inkubasi dan memasukkan memori. Dalam tahap ini selain siswa dianjurkan untuk mengendapkan memori
dengan cara mengingat kembali apa yang telah dipelajari, siswa juga diberi kesempatan untuk
mendengarkan musik klasik. Musik klasik memiliki efek positif terhadap otak dan dapat menghilangkan
stres. Musik klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mozart Greatest Hits 04- Symphony No.40
in G Minor, k. 550 dan Mozart Pachelbel - Canon in D (Violin, Cello & Harp). Kedua musik tersebut
memiliki irama yang bersemangat dan menenangkan sehingga dapat digunakan untuk merelaksasikan otak
dan tidak membuat siswa mengantuk.
Selain menghadirkan musik, strategi brain-based learning menggunakan mind map untuk membantu
siswa mengenal secara keseluruhan sebelum mempelajari suatu materi secara lebih mendalam. Hal lain
yang diberikan pada strategi brain-based learning adalah contoh nyata yang dalam penelitian ini digunakan
video dan beberapa data yang berkaitan dengan materi Buffer Solution. Setelah siswa memperoleh contoh
nyata tersebut, mereka menganalisis contoh tersebut dan mendiskusikan bersama temannya. Guru
memberikan pertanyaan dalam sebuah worksheet untuk didiskusikan bersama temannya. Setelah
berdiskusi dalam kelompoknya, siswa melakukan diskusi kelas. Test diberikan pada tahap keenam setelah
tahap inkubasi dan memasukkan memori. Tahap terakhir diberikan untuk memotivasi siswa yaitu pada
tahap perayaan dan integrasi sehingga siswa lebih termotivasi dan dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Hasil Belajar Afektif dan Psikomotor Siswa
Berdasarkan data pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa persentase siswa yang mendapatkan kriteria
sangat baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, yaitu sebesar 2,86 %. Siswa kelas
eksperimen yang mendapatkan kriteria baik sebesar 88,57 % sedangkan siswa kelas kontrol yang
mendapatkan kriteria baik sebesar 28,57 %. Untuk kriteria cukup, persentase siswa kelas eksperimen
sebesar 8,57 % sedangkan persentase siswa pada kelas kontrol sebesar 68,57 %. Baik siswa kelas
eksperimen maupun siswa kelas kontrol tidak ada yang mendapatkan kriteria kurang atau sangat kurang.
Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih baik
daripada hasil belajar afektif kelas kontrol. Hal ini disebabkan oleh tahap-tahap dalam strategi brain-based
learning menuntut siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah di dalam kelas.
Sehingga cara berpikir dan sikap siswa menjadi lebih baik.
Berdasarkan data pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa persentase siswa yang mendapatkan kriteria
sangat baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 68,57 % sedangkan pada kelas kontrol adalah
42,86 %. Persentase siswa yang mendapatkan kriteria baik pada kelas eksperimen adalah 31,43 %
sedangkan pada kelas kontrol adalah 57,14 %. Baik siswa kelas eksperimen maupun siswa kelas kontrol
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 46
tidak ada yang mendapatkan kriteria cukup, kurang, atau sangat kurang. Berdasarkan data-data tersebut
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar psikomotor kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar
afektif kelas kontrol. Dalam strategi brain-based learning siswa dilatih untuk lebih terampil dalam
laboratorium. Kesempatan siswa untuk melatih keterampilan yaitu pada tahap inisiasi dan akuisisi
membuat siswa lebih antusias dan serius dalam melaksanakan praktikum.

PENUTUP
Kesimpulan
(1) Penerapan strategi brain-based learning di SMA Negeri 1 Malang dengan materi pokok Buffer
Solution dapat terlaksana dengan baik. Keterlaksanan pada pertemuan pertama sebesar 85 %, pertemuan
kedua sebesar 88 %, pertemuan ketiga, keempat, dan kelima masing-masing 100 %. (2)Terdapat perbedaan
hasil belajar kognitif yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning
dan siswa yang dibelajarkan dengan diskusi-presentasi. Hal ini dibuktikan dengan uji t yaitu Independent
sample t test yang menunjukkan nilai signifikansi 0,004 < 0,05. (3)Hasil belajar afektif dan psikomotor
siswa yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan
dengan diskusi-presentasi. Persentase siswa yang memperoleh kriteria sangat baik = 2,86 % ; baik = 88,57
% dan cukup = 8,57 % pada kelas yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning. Sedangkan
persentase siswa yang memperoleh kriteria sangat baik = 2, 86 % ; baik = 28,57 % dan cukup = 68,57 %
pada kelas yang dibelajarkan dengan diskusi-presentasi.
Saran
(1) Hasil penelitian ini hanya berlaku di SMA Negeri 1 Malang, sehingga sebaiknya dilakukan
beberapa penelitian di sekolah lain yang mengalami kondisi serupa sehingga kesimpulan yang diperoleh
dapat berlaku secara umum. (2)Strategi brain-based learning dapat diterapkan pada materi pokok Buffer
Solution dengan karakteristik abstrak, konseptual, berurutan, dan algoritmik. Sehingga disarankan untuk
diterapkan pada materi pokok lain yang memiliki karakteristik tersebut, misalnya Acid-Base Solution, Salt
Hydrolysis, dan Acid-Base Titration. (3) Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam penelitian ini,
pengelolaan waktu sangat mempengaruhi pelaksanaan langkah-langkah strategi brain-based learning dalam
penelitian. Oleh karena itu disarankan jika hendak diterapkan hendaknya waktu dikelola dengan baik.

DAFTAR RUJUKAN

Arifin, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah, (Online), ( http://elektronika.unp.ac.id/wp-
content/uploads/2008/11/panduanktsp.pdf) , diakses 29 April 2010.
Cahyaningdiah, Irma S. Peningkatan Kemampuan Berpikit Tingkat Tinggi (Higher Order Level) dan Hasil Belajar
Melalui Pendekatan Berbasis Kemampuan Otak (Brain-based learning) bagi Siswa Kelas XI IPA 2. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dreyden, Gordon & Jeannette Vos. 2003. Revolusi Cara Belajar The Learning Revolution. Bagian I Keajaiban
Pikiran. Bandung: Kaifa.
Efendi, Mohammad. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman KBK, KTSP, dan SBI. Ma-
lang: Universitas Negeri Malang
Efendy. 2008. A-level Chemistry For Senior High School Students Volume 2b. Malang: Bayumedia Publishing
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 47
Gabel, Dorothy L. 1993. Use of The Particle Nature of Matter in Developing Conceptual Understanding, Journal of
Chemical Education 70(3): 193-194
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Ibnu, S., dkk. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.
Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johari, J. M. C & M. Rachmawati. 2009. Kimia 2 SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Esis.
Makmun, A. Syamsuddin. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: MediaKom.
Santoso, S. 1999. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sugiyono, 2009.Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukarna, I Made. 2000. Karakteristik Ilmu Kimia dan Keterkaitannya Dengan Pembelajaran di Tingkat SMU.
Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta (Proceeding Seminar Nasional FMIPA UNY dan JICA-IMSTEP)
Suparno, A. Suhaenah. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.
Suparno, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI)
Tim Penyusun PPKI. 2007. Pedoman penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan
Penelitian, Edisi Keempat .Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Trihendradi, C. 2007. Langkah Mudah Menguasai Statistik Menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: Andi.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 48
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) PADA MATERI
STRUKTUR ATOM, SISTEM PERIODIK, DAN IKATAN KIMIA
DI KELAS XI MAN BANGIL SEMESTER GANJIL TAHUN
PELAJARAN 2011/2012
Suaibatul Islamiyah
MAN Bangil Jl. Balai Desa Glanggang 3A Beji Pasuruan
suaibatulislamiyah89@yahoo.com

Abstrak: Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah
dengan menerapkan model-model pembelajaran yang bersifat kontruktivistik seperti Cooperatif
Learning tipe Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1)
perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dan ceramah bermakna, 2) persepsi siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dan deskriptif. Populasi
penelitian adalah siswa MAN Bangil semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah penarikan sampel acak berkelompok (cluster random sampling). Sampel
penelitian terdiri dari kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA4 dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 5 dengan model pembelajaran ceramah bermakna. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan program Anates. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat
perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dan ceramah bermakna. 2) Persepsi siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
diterima siswa dengan baik. Hasil angket persepsi siswa menunjukkan 87% siswa kelas TGT menyukai
pembelajaran Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT.
Kata kunci: TGT, struktur Atom, sistem periodik, dan ikatan kimia
Konsep-konsep kimia sebagian besar bersifat abstrak. Oleh karena itu guru harus mengarahkan siswa
untuk mengembangkan daya berpikir abstrak. Dalam hal ini guru harus mengetahui cara yang efektif
bagaimana menyampaikan dan menyajikan kimia yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini sangat perlu
untuk dijadikan sebagai bahan kajian bagaimana menjadikan kimia tidak lagi menjadi pelajaran yang sulit
dan membosankan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Keberhasilan proses pembelajaran
merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Dalam proses
pembelajaran, komponen utama adalah guru dan siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu model
pembelajaran yang tepat, karena model pembelajaran merupakan sarana interaksi antara guru dan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Slavin (2005: 11)dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep atau materi yang sulit apabila
mereka dapat saling mendiskusikan materi-materi kimia dengan temannya. Model pembelajaran kooperatif
tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan pembentukan kelompok-kelompok
kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras
ataupun etnis. Dalam TGT digunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 49
timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu sebelumnya.
Materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia merupakan materi lanjutan dari kelas X yang
membutuhkan pemahaman lebih untuk mempelajarinya. Berdasarkan hasil observasi dari guru kimia MAN
Bangil, pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem
Periodik, dan Ikatan Kimia belum pernah dilaksanakan. Pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem
Periodik, dan Ikatan Kimia biasanya dilakukan dengan metode konvensional dan pemberian tugas LKS.
Pembelajaran secara kelompok pernah dilakukan tetapi pembelajaran kelompok yang bersifat klasikal yaitu
pembelajaran dimana dalam suatu kelompok, siswa tidak terbagi secara heterogen dan tidak adanya suatu
penghargan, turnamen, kuis pada akhir pembelajarannya.
Dari latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui: 1)
Perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dengan model pembelajaran ceramah bermakna pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan
Ikatan Kimia di kelas XI MAN Bangil; 2) Persepsi siswa terhadap penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia di kelas XI MAN
Bangil.
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan penelitian eksperimen semu (Quasy Experimental Design) dan penelitian
deskriptif. Penelitian eksperimen digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran ceramah bermakna. Penelitian deskriptif digunakan untuk mengetahui
persepsi siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem
Periodik, dan Ikatan Kimia.
Penelitian ini dilakukan di MAN Bangil Jl. Balai Desa Glanggang No. 3A Beji Pasuruan pada
semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa MAN Bangil
tahun pelajaran 2011/2012. Sampel penelitian terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen (XI IPA 4) dan
kelas kontrol (XI IPA5) yang diambil dengan teknik sampling purposif (secara acak).
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas yaitu model pembelajaran TGT, variabel terikat
yaitu hasil belajar siswa, dan variabel kontrol yaitu tes yang diberikan pada akhir pembelajaran. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Instrumen
perlakuan meliputi perangkat pembelajaran pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia
kelas XI. Sedangkan instrumen pengukuran meliputi instrumen untuk mengukur hasil belajar siswa dan
instrumen untuk mengetahui persepsi siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Instrumen
untuk mengukur hasil belajar siswa terhadap materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia
berupa soal tes obyektif. Soal tes ini terdiri dari 20 soal pilihan ganda. Pilihan jawaban benar tiap soal
mendapat skor 5 dan pilihan jawaban salah mendapat skor 0. Sebelum digunakan dalam penelitian,
instrumen yang berupa soal tes obyektif telah divalidasi dan diujicobakan pada siswa kelas XII MAN
Bangil. Kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai raport siswa kelas X semester genap tahun pelajaran
2010/2011. Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui persepsi siswa setelah pembelajaran materi
Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Angket berisi 15 butir dan pilihan jawaban pernyataan menggunakan skala Likert dimana jawaban terhadap
pernyataan yang favourabel (derajat kesukaan) diberi skor 4 dan terus berurutan 3, 2, 1. Pernyataan yang
non favourabel (derajat ketidaksukaan) diberi skor 1 dan terus berurutan 2, 3, 4.
Instrumen untuk uji hasil perlakuan sebelum digunakan diujicobakan pada siswa yang telah
mendapatkan materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia yaitu pada siswa kelas XII Program
Ilmu Alam MAN Bangil. setiap soal yang diujicobakan diberi skor 5 bila dijawab benar dan 0 bila dijawab
salah. Selanjutnya hasil uji coba instrumen dianalisis untuk divalidasi. Kemudian hasil dari instrumen
perlakuan di uji validitas dan reabilitasnya menggunakan progran Anates.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 50
Validitas instrumen diartikan sebagai derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang
sebenarnya (kebenaran), bukan tentang semua soal itu benar atau seluruhnya salah (Lemlit, 1997:73). Dari
25 soal yang diuji cobakan, diperoleh 19 soal yang valid serta 6 butir soal yang tidak valid. dalam
penelitian ini, untuk menguji hasil belajar siswa digunakan 20 butir soal dan 5 soal lainnya dibuang.
Reliabilitas adalah keajegan atau ketetapan suatu tes. Reliabilitas atau keajegan merupakan hal yang
sangat penting dalam menentukan apakah suatu tes telah menyajikan pengukuran yang baik. Dari
perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.613 dengan katagori tinggi
(Arikunto:2003).
Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan persepsi siswa terhadap model pembelajaran yang
digunakan adalah sebagai berikut:
F = % 100 x
N
B


Keterangan:
F = persentase jawaban persepsiden
B = Skor jawaban yang diperoleh siswa
N = Skor maksimum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kemampuan awal siswa merupakan data sebelum siswa diberi perlakuan yang diperoleh dari
nilai hasil belajar siswa kelas X semester genap (nilai raport) tahun pelajaran 2010/2011.Kemampuan awal
siswa secara singkat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa
Parameter Kelas TGT Kelas Ceramah Bermakna
N
X rata-rata
X min
X max
S
30
72.83
55
90
7.9
30
68
50
90
8.7

Setelah dilakukan perlakuan pada proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, diukur kemampuan siswa dengan diberi soal evaluasi yaitu soal pilihan ganda
sebanyak 20 soal dengan pilihan jawaban A sampai E. Hasil belajar siswa secara singkat dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa
Parameter Kelas TGT Kelas Ceramah Bermakna
N
X rata-rata
X min
X max
S
30
80
60
100
8.88
30
75
56
92
8.09

Data persepsi siswa tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi Struktur
Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia diperoleh dari angket balikan setelah proses pembelajaran
kooperatif tipe TGT selesai dilaksanakan. Data disajikan pada Tabel 3.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 51
Tabel 3. Distribusi Persepsi Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
No. PERNYATAAN TANGGAPAN
SS S TS STS
1. Materi reaksi redoks adalah pelajaran kimia yang sangat menyenangkan 12 16 2 0
2. Saya selalu berusaha mengikuti pelajaran kimia pada materi reaksi redoks 20 10 0 0
3. Saya selalu belajar materi reaksi redoks terlebih dahulu di rumah sebelum
mendapatkan materi pelajaran di sekolah
13 14 2 1
4. Saya rajin mengerjakan pekerjaan rumah materi reaksi redoks yang diberikan
oleh guru di sekolah
16 14 0 0
5. Saya bosan dengan cara mengajar guru yang berceramah saja 11 9 10 0
6. Saya merasa senang mangikuti pelajaran kimia pada materi reaksi redoks se-
cara berkelompok dengan teman sekelas saya
18 12 0 0
7. Saya selalu berusaha menjawab pertanyaan materi reaksi redoks yang diaju-
kan oleh guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung
17 13 0 0
8. Saya selalu menanggapi atau menyangga jawaban teman saya jika tidak se-
suai dengan pendapat saya
19 11 0 0
9. Saya tidak mendapatkan kesulitan dalam mengikuti pelajaran kimia dengan
menggunakan model pembelajaran TGT
14 14 1 1
10. Saya saling membantu dengan teman dalam mempelajari materi reaksi
redoks
18 12 0 0
11. Saya senang berinteraksi dengan kelompok karena menjadi terbiasa
menyampaikan ide
20 9 1 0
12. Dengan model pembelajaran TGT, saya lebih mudah memahami konsep-
konsep reaksi redoks
15 14 1 0
13. Dengan model pembelajaran TGT, saya lebih menyukai pelajaran kimia 19 11 0 0
14. Dengan model pembelajaran TGT, menumbuhkan sikap berkompetisi secara
sehat antar kelompok
19 11 0 0
15. Saya ingin model pembelajaran TGT diterapkan pada mata pelajaran yang
lainnya
13 15 2 0
Jumlah 244 185 19 2
Persentase (%) 54.2% 41.2% 4.2% 0.4%

Persentase persepsi siswa pada pembelajaran kooperatif tipe TGT menunjukkan sikap sangat setuju
sebanyak 54.2%, sikap setuju 41.2%, sikap tidak setuju 4.2%, dan sikap sangat tidak setuju 0.4%.
Tanggapan sangat setuju diberi skor 4, setuju 3, tidak setuju 2, dan sangat tidak setuju 1. Persepsi siswa
kelas eksperimen terhadap pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:


% 27 . 87 % 100
) 4 15 30 (
) 1 2 ( ) 2 19 ( ) 3 185 ( ) 4 224 (
=
+ + +
x
x x
x x x x

Hasil perhitungan persepsi siswa kelas TGT menyatakan 87.27% siswa kelas TGT menyukai
pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar
dengan menggunakan model pembelajaran ceramah bermakna. Dari persentase persepsi siswa kelas
eksperimen memberikan hasil yang baik yaitu sebanyak 87.27% siswa menyukai pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperaif tipe TGT. Dengan adanya turnamen dalam proses
pembelajaran, siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi
semangat belajar siswa dan hasil belajarnya menjadi meningkat. Sedangkan pada pembelajaran dengan
metode ceramah bermakna, siswa cenderung menjadi lebih pasif, sehingga dapat mempengaruhi semangat
belajar siswa dan hasil belajarnya kurang maksimal. Hasil belajar siswa pada kelas eksperimmen yang
diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mejadi meningkat, hal ini sesuai dengan teori
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 52
menurut Slavin. Menurut Slavin (2005: 11) dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep atau materi yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikan materi-materi kimia dengan temannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dengan model pembelajaran ceramah bermakna, sehingga dapat disimpulkan lebih lanjut bahwa hasil
belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada model
pembelajaran ceramah bermakna (rata-rata hasil belajar siswa kelas TGT 80 dan kelas ceramah
bermakna 75.00).
2. Persepsi siswa menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dapat diterima siswa dengan baik. Persentase persepsi siswa terhadap pembelajaran Struktur
Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
menyatakan 87% siswa kelas TGT menyukai pembelajaran Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan
Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipeTGT.

Saran
Penelitian hanya berlaku untuk model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam materi pokok Struktur
Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia, karena itu peneliti menyarankan:

1. Penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diterapkan pada materi pokok
Kimia SMA lain yang sesuai.
2. Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hendaknya dilakukan
dengan jumlah siswa yang lebih sedikit sehingga guru bisa lebih leluasa dalam mengontrol kondisi di
dalam kelas.
3. Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hendaknya dilakukan
dengan waktu yang lebih banyak sehingga waktu pelaksanaan turnamen dapat berjalan sesuai tujuan.
4. Guru hendaknya memberi pengawasan penuh selama proses diskusi siswa berlangsung supaya hasil
belajar kelompok dapat maksimal.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta (edisi revisi): Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Lembaga Penelitian. 1997. Dasar-DasarMetodologi Penelitian. Malang: Dekdikbud IKIP Malang
Nurhidayah. 2009. Penerapan Model Learning Cycle dan Team Games Tournament (TGT) dalam Pembelajaran
Materi Senyawa Hidrokarbon pada Siswa Kelas X MAN 3 Malang Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: UM
Purba, Michael. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI.Jakarta: Erlangga
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Terjemahan oleh Lita. 2009. Bandung: Nusa
Media

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 53
IDENTIFIKASI PERSEPSI KONSEP SUKAR DAN SALAH
KONSEP SIFAT PERIODIK UNSUR PADA SISWA SMA
NEGERI 5 MALANG
Armayanti Devinta, Fariati, Herunata
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang
adevint@gmail.com
f4riati@gmail.com
herunata_spd@yahoo.co.id


Abstrak: Salah satu materi kimia di SMA yang dapat menimbulkan persepsi konsep sukar dan salah
konsep siswa adalah Sifat Periodik Unsur. Tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi konsep sukar
dan salah konsep yang dialami siswa pada konsep sifat ini adalah periodik unsur. Penelitian ini bersifat
deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 3 SMA Negeri 5 Malang
tahun ajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan simple random
sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berbentuk soal pilihan ganda yang telah disusun
berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikatornya dengan menghasilkan reliabilitis 0,64. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persepsi konsep sukar yang dimiliki siswa kelas XI berdasarkan
hasil PJS (Persen Jawaban salah) adalah konsep jari-jari atom, energi ionisasi, jari-jari ion, afinitas
elektron dan keelektronegatifan. (2) Salah konsep yang dialami siswa kelas XI berdasarkan konsistensi
jawaban adalah menganggap (a) jumlah kulit sebagai golongan dan jumlah elektron valensi sebagai
periode; (b) konfigurasi elektron ion sebagai hasil penjumlahan nomor atom dan muatannya; (c) unsur-
unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah energi ionisasi
pertamanya akan selalu makin besar; (d) unsur-unsur yang memiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah
elektron valensinya bertambah afinitas elektron pertamanya selalu makin turun; (e) makin besar nomor
atom jumlah elektronnya makin banyak sehingga tingkat keelektronegatifannya makin kecil; (f) makin
kecil jari-jari atom maka jari-jari ion negatifnya makin kecil dengan muatan ion negatifnya bertambah.
Kata kunci: persepsi konsep sukar, salah konsep, sifat periodik unsur
Penguasaan konsep sangat diperlukan dalam mempelajari ilmu kimia karena konsep kimia
dikembangkan berurutan dari konsep sederhana hingga komplek (Sastrawijaya, 1988:115). konsep yang
kompleks (tingkatan tinggi) hanya dapat dipahami jika konsep yang lebih dasar (fundamental) telah benar-
benar dipahami. Kesulitan memahami konsep dapat mengakibatkan konsep sukar yang berpeluang
menimbulkan salah konsep. Konsep sukar adalah persepsi siswa terhadap konsep yang dianggap sukar dan
diukur oleh soal diagnostik dengan persentase jawaban salah siswa (PJS) 61% (komunikasi pribadi).
Berg (dalam Effendy, 2002:10 ) menyatakan bahwa kesalahan yang terjadi terus menerus serta
menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu dalam menafsirkan konsep, hubungan antar
konsep, atau penerapan konsep yang terjadi karena ada perbedaan pemahaman konsep yang dimaksud oleh
buku acuan atau ilmuwan atau masyarakat ilmiah disebut kesalahan konsep. Siswa dikatakan mengalami
salah konsep apabila memberikan jawaban salah secara konsisten pada sejumlah soal yang memiliki dasar
konsep yang sama. Sifat periodik unsur adalah salah satu konsep dasar kimia yang harus dipahami untuk
mempelajari banyak konsep pada tingkatan yang lebih tinggi. Kesukaran dan salah konsep yang dialami
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 54
siswa pada konsep sifat periodik unsur harus segera diatasi agar tidak terjadi kesukaran ketika mempelajari
konsep selanjutnya. Sebelum menentukan perlakuan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut, maka
diperlukan diagnosis berupa tes diagnostik umtuk mengidentifikasi persepsi konsep sukar dan salah konsep
sifat periodik unsur.
METODE
Penelitan merupakan deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan
peristiwa secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan (Moehnilabib,
dkk, 1997:44). Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan persepsi konsep sukar dan salah konsep yang
dimiliki siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 5 Malang tahun ajaran 2011/2012 semester ganjil yang terdiri
dari 67 siswa (32 siswa kelas XI-IPA 1 dan 35 siswa kelas XI-IPA 3) dalam memahami konsep jari-jari
atom, jari-jari ion, energi ionisasi, afinitas elektron dan keelektronegatifan. Setiap kelas sampel merupakan
kelas dengan kemampuan siswa yang merata. Sampel penelitian tidak diberikan perlakuan karena
perlakuan telah terjadi sebelumnya melalui kegiatan belajar-mengajar.
Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian
berupa tes diagnostik berbentuk soal pilihan ganda dengan empat alternatif pilihan jawaban disertai dengan
alasan pemilihan jawaban. Soal disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikatornya dengan
jumlah 21 soal. Instrumen yang digunakan perlu diuji reliabilitasnya untuk mengetahui kualitas instrumen
yang digunakan. Reliabilitas disebut juga keterandalan berkenaan dengan keajegan (consistency) hasil dari
pengukuran instrumen. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2008: 86). Dalam penelitian reliabilitas soal dihitung
dengan menggunakan pembelahan ganjil-genap dan pengkorelasian kedua belahan dengan korelasi product
moment Pearson. Reliabilitas seluruh tes dicari menggunakan rumus Spearman-Brown dengan rumus
sebagai berikut:
(Arikunto, 2008: 95)
Keterangan:
r
11
= koefisien reliabilitas
= r
xy
= koefisien korelasi antara variabel x dan y
x = skor item ganjil
y = skor item genap
Kriteria reliabilitas soal adalah sebagai berikut:
- r
11
0,80 sampai dengan 1,00 adalah sangat tinggi;
- r
11
0,60 sampai dengan 0,79 adalah tinggi;
- r
11
0,40 sampai dengan 0,59 adalah cukup;
- r
11
0,20 sampai dengan 0,39 adalah rendah; dan
- r
11
< 0,20 adalah sangat rendah.

Data penelitian diperoleh dari instrumen penelitian yang berupa tes obyektif dengan pemberian
alasan pemilihan jawaban. Jawaban siswa dianalisis untuk menentukan PJS (persen jawaban salah), Px
(persentase siswa yang memilih pengecoh) dan PK (kekonsistenan siswa menjawab salah). Berdasarkan
hasil PJS, Px dan PK dapat ditentukan persepsi konsep sukar dan salah konsep siswa. Persentase jumlah
siswa yang menjawab salah dihitung dengan rumus:


Keterangan:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 55
PJS = persentase jumlah siswa yang menjawab salah
S = jumlah siswa yang menjawab salah
N = jumlah siswa yang mengikuti tes


Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran siswa didasarkan pada kriteria menurut
Arifin (1990: 75) adalah:
- 0%-20% adalah sedikit sekali siswa yang mengalami kesukaran;
- 21%-40% adalah sedikit siswa yang mengalami kesukaran;
- 41%-60% adalah cukup banyak siswa yang mengalami kesukaran;
- 61%-80% adalah banyak siswa yang mengalami kesukaran; dan
- 81%-100% adalah banyak sekali siswa yang mengalami kesukaran.
Untuk setiap jawaban salah pada tiap butir soal, dihitung persentase pengecoh agar dapat diketahui
jumlah siswa yang mengalami kesukaran pada konsep yang diwakili oleh pengecoh tersebut. Persentase
yang menyatakan jumlah siswa yang memilih jawaban salah menggunakan rumus sebagai berikut:


Keterangan:
Px = persentase siswa yang memilih pengecoh
Bx = jumlah siswa yang memilih pengecoh
N = jumlah siswa yang mengikuti tes
x = pilihan jawaban yang disediakan atau alternatif jawaban salah (pengecoh) yang diberikan
siswa (A, B,
C, atau D).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Reliabilitas seluruh tes diperoleh menggunakan rumus
Spearman-Brown dengan nilai sebesar 0,64 yang termasuk dalam kriteria tinggi. (2) nilai dari PJs dan Px
dapat diketahui berdasarkan Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perhitungan Persentase Pilihan Jawaban Siswa Kelas XI IPA 1 dan IPA 3
No. soal
Pilihan Jawaban
Siswa % A % B % C % D
%
salah
A B C D omit
1 1 61 2 3 0 67 1.49 91.04 2.99 4.48 8.96
2 1 1 63 2 0 67 1.49 1.49 94.03 2.99 5.97
3 8 9 6 44 0 67 11.94 13.43 8.96 65.67 34.33
4 5 3 57 2 0 67 7.46 4.48 85.07 2.99 13.43
5 36 12 12 7 0 67 53.73 17.91 17.91 10.45 46.27
6 14 14 28 11 0 67 20.90 20.90 41.79 16.42 79.10
7 14 20 26 7 0 67 20.90 29.85 38.81 10.45 79.10
8 11 10 25 21 0 67 16.42 14.93 37.31 31.34 68.66
9 25 4 24 14 0 67 37.31 5.97 35.82 20.90 79.10
10 16 19 14 18 0 67 23.88 28.36 20.90 26.87 79.10
11 16 11 22 18 0 67 23.88 16.42 32.84 26.87 83.58
12 16 23 19 9 0 67 23.88 34.33 28.36 13.43 65.67
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 56
13 11 26 19 11 0 67 16.42 38.81 28.36 16.42 61.19
14 11 15 32 9 0 67 16.42 22.39 47.76 13.43 52.24
15 40 15 8 4 0 67 59.70 22.39 11.94 5.97 40.30
16 14 8 12 33 0 67 20.90 11.94 17.91 49.25 50.75
17 35 10 10 12 0 67 52.24 14.93 14.93 17.91 47.76
18 7 42 10 8 0 67 10.45 62.69 14.93 11.94 37.31
19 11 13 16 27 0 67 16.42 19.40 23.88 40.30 59.70
20 6 7 7 47 0 67 8.96 10.45 10.45 70.15 29.85
21 29 16 17 5 0 67 43.28 23.88 25.37 7.46 56.72
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui ada delapan soal dengan PJS 61% yaitu nomor soal 6, 7, 8,
9, 10, 11, 12 dan 13. Persepsi jenis konsep sukar yang dimiliki siswa kelas XI berdasarkan hasil PJS adalah
konsep jari-jari atom (mengidentifikasi sifat periodik jari-jari atom berdasarkan konfigurasi elektron), en-
ergi ionisasi (mengidentifikasi sifat periodik energi ionisasi pertama unsur-unsur yang memiliki jumlah ku-
lit sama berdasarkan konfigurasi elektron), jari-jari ion (mengidentifikasi sifat periodik jari-jari ion positif
berdasarkan nomor atom), afinitas elektron (mendefinisikan afinitas elektron) dan keelektronegatifan
(mendefinisikan keelktronegatifan dan mengidentifikasi sifat periodik keelektronegatifan berdasarkan no-
mor atom).
Hasil analisis soal juga dapat disajikan pada Gambar 1, berikut.

1
2
3
4
.5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90
R
b
i
s
Px
Analisis Soal Kelas XI IPA 1 dan IPA 3

Gambar 1. Grafik Analisis Soal Kelas XI IPA 1 dan IPA 3
Keterangan:
Rbis : kolerasi biserial
Px : persentase jawaban salah siswa

Gambar 1 menunjukkan bahwa makin tinggi nilai Rbis berarti soal tersebut tergolong dalam kriteria
soal baik, sedangkan makin besar Px berarti makin sukar konsep yang ada pada soal tersebut bagi siswa.
Misalnya soal nomor 7 merupakan soal dengan nilai Px yang besar, yaitu senilai 0,79 dengan Rbis 0,14
artinya soal tersebut merupakan soal yang dianggap sukar oleh siswa.
Identifikasi salah konsep siswa diutamakan pada konsep sukar yang dialami siswa, namun analisis
kekonsistenan jawaban salah siswa juga dapat diidentifikasi dari soal dengan konsep mudah. Berdasarkan
hasil analisis data penelitian, dapat diketahui nilai K dan PK salah konsep yang dialami siswa kelas XI IPA
1 dan XI IPA 3 SMA Negeri 5 Malang yang disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Salah Konsep Sifat Periodik Unsur pada Siswa Kelas XI IPA 1 dan IPA 3

No

Salah Konsep
No.
soal
Kelas XI IPA 1 dan IPA 3
K PK
1 Menganggap jumlah kulit sebagai golongan dan jumlah elektron 1A 1 1,49
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 57
valensi sebagai periode 3C
2 Menganggap konfigurasi elektron ion sebagai hasil penjumlahan no-
mor atom dan muatannya
1D 3 4,48
3B
3 Menganggap unsur-unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi
jumlah elektron valensinya bertambah energi ionisasi pertamanya
akan selalu makin besar
9A 18 26,87
7B
4 Menganggap unsur-unsur yang memiliki jumlah kulit sama, tetapi
jumlah elektron valensinya bertambah afinitas elektron pertamanya
selalu makin
15C 4 5,97
11A

5 Menganggap makin besar nomor atom jumlah elektronnya makin
banyak sehingga tingkat keelektronegatifannya makin kecil

13C 11 16,42
16C
6 Menganggap makin kecil jari-jari atom maka jari-jari ion negatifnya
makin kecil dengan muatan ion negatifnya bertambah
20A 2 2,99
18C

Keterangan:
K : Jumlah siswa yang konsisten menjawab salah
PK : Persentase siswa yang menjawab salah
Jumlah siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 3 = 67
Berdasarkan Tabel 2 diketahui salah konsep terbesar yang dialami siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 3
adalah menganggap unsur-unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya ber-
tambah energi ionisasi pertamanya akan selalu makin besar. Konsep tersebut terdapat pada soal no. 9A dan
7B. Untuk jawaban siswa yang tidak terjadi kekonsistenan dalam memilih jawaban pada konsep yang sama
dengan soal berbeda, hal ini menunjukkan tidak terjadi salah konsep.
KESIMPULAN
Persepsi konsep sukar yang dimiliki siswa kelas xi ipa 1 dan ipa 3 sma negeri 5 malang berdasarkan
hasil pjs (persen jawaban salah) adalah konsep jari-jari atom, energi ionisasi, jari-jari ion, afinitas elektron
dan keelektronegatifan. ) salah konsep yang dialami siswa kelas xi berdasarkan konsistensi jawaban adalah
menganggap (a) jumlah kulit sebagai golongan dan jumlah elektron valensi sebagai periode; (b) konfigu-
rasi elektron ion sebagai hasil penjumlahan nomor atom dan muatannya; (c) unsur-unsur yang memiiliki
jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah energi ionisasi pertamanya akan selalu
makin besar; (d) unsur-unsur yang memiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertam-
bah afinitas elektron pertamanya selalu makin turun; (e) makin besar nomor atom jumlah elektronnya
makin banyak sehingga tingkat keelektronegatifannya makin kecil; (f) makin kecil jari-jari atom maka jari-
jari ion negatifnya makin kecil dengan muatan ion negatifnya bertambah.
DAFTAR RUJUKAN
Abraham, Grzybowski, Renner & Marek. 1992. Understanding and Misunderstanding of Eight Graders of Five Chem-
istry concepts found in Textbooks. Research in Science Education, 29: 105-120.
Arifin, Z. 1990. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Effendy. 2002. Upaya untuk Mengurangi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi
Konflik kognitif. Media Komunikasi Kimia, 2(6): 1-22.
Effendy. 2008. A level Chemistry for Senior High School Students Based on 2007 Cambridge Curriculum, Volume
IB. Malang: Bayumedia Publishing
Firman, H. & Liliasari. 1997. Kimia 1 untuk Sekolah Menengah Umum kelas 1. Departemen Pendidikan dan Kebu-
dayaan. Jakarta: PT Balai Pustaka.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 58
Hanik, U. 2011. Identifikasi Konsep Sukar dan Salah Konsep Materi Hukum Kekekalan Massa pada Siswa SMA
Negeri 5 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang
Istiqomah, H. 2010. Identifikasi Konsep Sukar dan Salah Konsep Materi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju
Reaksi pada Siswa SMA Negeri 2 Pasuruan Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Moehnilabib, Mukhadis, A., Ibnu, S., Suparno, Rofiuddin, A., Sukarnyana, I. W. 1997. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Satrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK.
Sidauruk, S. 1999. Miskonsepsi Siswa SMU Negeri Kotamadya Palangkaraya terhadap Konsep Perubahan Materi,
Hukum Kekekalan Massa, dan Sistem Periodik. Jurnal Penelitian Kependidikan 9(2):190-203.
Wahyuni, E. 2010. Identifikasi Konsep Sukar dan Salah Konsep dalam Pokok Bahasan Perhitungan Kimia pada Siswa
SMA Negeri 8 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 59
IDENTIFIKASI PERSEPSI KONSEP SUKAR DAN
KESALAHAN KONSEP MATERI ASAM BASA ARRHENIUS
PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 TALUN
Anggy Mayestika
1)

Fariati
2)

Herunata
3)


Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang
1)
e-mail. ai_majesty@yahoo.com
2)
e-mail. f4riati@gmail.com
3)
e-mail. herunata_spd@yahoo.co.id
Abstrak: Salah satu materi kimia di SMA berdasarkan KTSP yang merupakan konsep sukar siswa ada-
lah konsep asam basa Arrhenius. Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Sampel pene-
litian adalah siswa kelas XII SMA Negeri 1 Talun tahun ajaran 2010/2011. Teknik pengambilan sampel
penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berben-
tuk soal pilihan ganda yang telah disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikatornya den-
gan menghasilkan reliabilitis sebesar 0,708. Tujuan penelitian untuk mengetahui konsep sukar dan sa-
lah konsep yang dialami siswa pada konsep asam basa Arrhenius. Hasil penelitian menunjukkan bah-
wa: (1) konsep sukar yang dimiliki siswa adalah : (a) konsep reaksi asam basa Arrhenius (membedakan
asam monoprotik dan poliprotik), (b) konsep penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka (mem-
perkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka), dan (c) konsep reaksi penetralan (menentukan ion
pendukung dari reaksi netralisasi dan menentukan persamaan ion bersih pada reaksi penetralan). (2) ke-
salahan konsep yang dialami siswa adalah menganggap : (a) asam monoprotik adalah asam yang dalam
air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam yang dalam air da-
pat melepaskan satu atom H sebanyak 46%, (b) asam kuat memiliki harga Ka kecil dan asam lemah
memiliki harga Ka besar 19%, (c) asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung sebanyak 68%,
(d) persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul 41%, (e) basa kuat memiliki
harga Kb kecil dan basa lemah memiliki harga Kb besar 32%.
Kata kunci: persepsi konsep sukar, salah konsep, asam basa Arrhenius.
Salah satu bahan kajian di SMA adalah ilmu kimia, yang bertujuan memberikan ilmu pengetahuan
dalam memahami konsep-konsep kimia, memberi bekal kepada siswa SMA agar mampu menerapkan kon-
sep-konsep kimia dan metode ilmiah dengan menggunakan pendekatan belajar yang bervariasi untuk me-
mecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (Karyadi, 1997). Menyadari peranan
konsep sebagai dasar berfikir, maka pemahaman konsep dengan benar menjadi sangat penting. Selain itu,
Kean dan Middlecamp (1985:26) mengungkapkan konsep kimia penting karena penyebab kegagalan
dalam mempelajari kimia yang terjadi berulang kali adalah kegagalan mempelajari konsep kimia dengan
baik. Lebih lanjut menurut Nakhleh (1992:191) bahwa kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu kimia
mungkin disebabkan siswa tidak memiliki pemahaman yang tepat terhadap konsep-konsep dasar kimia
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 60
sejak pertama kali siswa mempelajari ilmu kimia. Siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami suatu
konsep kemungkinan akan mengalami kesulitan pula dalam mempelajari konsep lain yang berhubungan,
kesulitan dalam memahami konsep dengan benar menyebabkan konsep tersebut merupakan konsep sukar
bagi siswa. Persepsi konsep sukar adalah persepsi siswa tentang konsep yang dianggapnya sukar dan
diukur oleh soal diagnostik dengan persen jawaban salah siswa (PJS) sebesar 61% (Komunikasi pribadi).
Kesulitan-kesulitan yang timbul, mungkin mengakibatkan kerancuan pemahaman konsep oleh siswa,
kerancuan pemahaman apabila terjadi secara konsisten dapat menimbulkan kesalahan konsep. Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Berg dalam Effendy (2002:10) kesalahan konsep adalah
kesalahan yang terjadi secara terus-menerus serta menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu.
Siswa dikatakan mengalami salah konsep apabila memberikan jawaban salah secara konsisten pada
sejumlah soal yang memiliki dasar konsep yang sama. Asam basa Arrhenius adalah salah satu konsep
dasar kimia yang harus dipahami untuk mempelajari banyak konsep pada tingkatan yang lebih tinggi.
Kesukaran dan salah konsep yang dialami siswa pada konsep asam basa Arrhenius harus segera diatasi
agar tidak terjadi kesukaran ketika mempelajari konsep selanjutnya. Sebelum menentukan perlakuan yang
tepat untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan tes diagnostik konsep sukar dan salah konsep
pada materi asam basa Arrhenius.
Penelitan yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan peristiwa secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual daripada
penyimpulan (Lemlit, 1997:44). Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan persepsi konsep sukar dan
salah konsep yang dimiliki siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Talun tahun ajaran 2010/2011 semester
ganjil yang terdiri dari 93 siswa (30 siswa kelas XI-IPA 1, 32 siswa kelas XII-IPA 2 dan 31 siswa kelas
XII-IPA 3) dalam memahami konsep reaksi asam basa Arrhenius, penetapan kekuatan asam berdasarkan
harga Ka, penetapan kekuatan basa berdasarkan harga Kb, reaksi penetralan dan pH. Setiap kelas sampel
merupakan kelas dengan kemampuan siswa yang merata. Sampel penelitian tidak diberikan perlakuan
karena perlakuan telah terjadi sebelumnya melalui kegiatan belajar-mengajar. Teknik pengambilan sampel
penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berbentuk
soal pilihan ganda dengan lima alternatif pilihan jawaban disertai dengan alasan pemilihan jawaban. Soal
disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikator. Sebelum instrumen penelitian digunakan,
maka terlebih dahulu dilakukan verifikasi untuk memastikan bahwa instrumen layak digunakan sebagai
alat ukur. Instrumen yang digunakan harus memenuhi kriteria valid yang ditentukan yaitu apabila soal yang
dibuat sudah mengandung konsep yang diukur. Tahap pada proses pengambilan data adalah validitas
instrumen, uji coba instrumen. Untuk memperoleh butir soal yang baik maka dilakukan analisis hasil uji
coba instrumen yang meliputi taraf kesukaran butir soal, daya beda butir soal, validitas butir soal dan
reliabilitas soal tes. Setelah soal melalui proses validasi dan uji coba, soal yang tidak valid diperbaiki
sehingga layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Teknik pengambilan data dilakukan dengan
menyelenggarakan tes tertulis. Lembar jawaban siswa disertai kolom untuk menuliskan alasan. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui persepsi konsep sukar dan kesalahan konsep asam basa
Arrhenius. Teknik analisis data yang dilakukan meliputi pemberian skor, penentuan persepsi konsep sukar
siswa, analisis jumlah siswa yang memilih tiap jawaban pengecoh, penentuan salah konsep siswa. Setelah
data dianalisis kemudian dilakukan pengecekan keabsahan temuan. Pengecekan keabsahan temuan
dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yeng
memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut. Tujuan data triangulasi adalah untuk mengecek balik derajat kepercayaan informasi
yang diperoleh melalui tes tertulis sehingga keabsahan data lebih akurat. Dalam penelitian, triangulasi yang
dilakukan adalah untuk mendukung data konsep sukar dan kesalahan konsep dengan membandingkan hasil
tes tertulis dengan hasil wawancara. Sampel wawancara minimal sebanyak 30% siswa yang menjawab
salah pada butir soal yang termasuk konsep sukar (Vaudhi, 2009:42). Wawancara yang dilakukan melalui
tahap-tahap yaitu (a) Menyusun format berisi daftar pertanyaan untuk mengidentifikasi kesukaran siswa
menjawab butir soal yang termasuk konsep sukar, (b) Sampel wawancara sebanyak 30% siswa yang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 61
menjawab salah pada butir soal yang termasuk konsep sukar dan salah konsep, (c) Transkripsi hasil
wawancara dengan mencatat bagian-bagian penting dari hasil wawancara yang berkaitan dengan konsep
sukar yang dimiliki siswa pada konsep yang diteliti, (d) Tabulasi hasil wawancara terhadap siswa yang
memiliki konsep sukar tertentu yang diteliti, (e) Mengidentifikasi pola kesukaran siswa pada konsep yang
diteliti. Hasil yang diperoleh merupakan penjelasan mengenai letak kesukaran siswa pada konsep tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persen jawaban salah (PJS) siswa pada konsep asam basa
Arrhenius. (2) Konsep sukar yang dimiliki siswa kelas XII berdasarkan hasil PJS adalah (a) konsep reaksi
asam basa Arrhenius (membedakan asam monoprotik dan poliprotik), (b) konsep penetapan kekuatan asam
berdasarkan harga Ka (memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka), dan (c) konsep reaksi
penetralan (menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi dan menentukan persamaan ion bersih pada
reaksi penetralan). (3) kesalahan konsep yang dialami siswa adalah menganggap : (a) asam monoprotik
adalah asam yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah
asam yang dalam air dapat melepaskan satu atom H sebanyak 46%, (b) asam kuat memiliki harga Ka kecil
dan asam lemah memiliki harga Ka besar 19%, (c) asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung
sebanyak 68%, (d) persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul 41%, (e) basa kuat
memiliki harga Kb kecil dan basa lemah memiliki harga Kb besar 32%. PJS konsep asam basa Arrhenius
pada siswa akan ditunjukkan pada Tabel1.
Tabel 1. PJS Konsep Asam Basa Arrhenius pada Siswa
No Konsep No.Soal Siswa Jawaban salah
siswa
PJS
1 Reaksi asam basa Arrhenius
1.1 Menentukan asam dan basa Arrhenius pada reaksi
asam basa Arrhenius
6 93 28 30
7 93 24 26
1.2 Membedakan asam monoprotik dan poliprotik 1 93 57 61
2 93 70 75
2 Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka
2.1 Memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka 3 93 67 72
4 93 66 71
8 93 41 44
12 93 66 71
3 Penetapan kekuatan basa berdasarkan harga Kb
3.1 Memperkirakan kekuatan basa berdasarkan harga Kb 9 93 50 54
16 93 52 56
4 Reaksi penetralan
4.1 Menjelaskan pengertian reaksi penetralan 10 93 24 26
13 93 27 29
4.2 Menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi 5 93 78 84
14 93 79 85
4.3 Menentukan persamaan ion bersih (net ionic equation)
pada reaksi penetralan
11 93 51 55
15 93 76 82
5 Ph
5.1 Menentukan pH asam dan basa berdasarkan indikator
asam basa
17 93 46 49
18 93 41 44

Keterangan :
Jumlah siswa kelas XII = 93
PJS = Persen jawaban salah siswa

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 62
PJS siswa kelas XII memberikan jumlah informasi jumlah jawaban salah siswa pada konsep asam
basa Arrhenius yang meliputi konsep reaksi asam basa Arrhenius, penetapan kekuatan asam berdasarkan
harga Ka, penetapan kekuatan basa berdasarkan harga Kb, rekasi penetralan dan konsep pH. Berdasarkan
PJS pada Tabel 1 dan kriteria (PJS) 61% ditentukan jenis konsep sukar siswa kelas XII. Konsep sukar
siswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsep Sukar Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Talun
No Konsep Sukar No.Soal Siswa Jawaban salah
siswa
PJS
1 Reaksi asam basa Arrhenius
1.2 Membedakan asam monoprotik dan poliprotik 2 93 70 75
2 Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga
Ka

2.1 Memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga
Ka
3 93 67 72
4 93 66 71
12 93 66 71
3 Reaksi penetralan
3.2 Menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi 5 93 78 84
14 93 79 85
3.3 Menentukan persamaan ion bersih (net ionic
equation) pada reaksi penetralan
15 93 76 82
Keterangan:
PJS = Persen jawaban salah siswa

Konsep sukar yang dialami siswa kelas XII adalah konsep reaksi asam basa Arrhenius pada soal no-
mor 2, Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka pada nomor 3,4 dan 12, reaksi penetralan pada
nomor 5,14 dan 15. Konsep sukar yang dialami siswa dapat disebabkan karena sukar dalam: mendefinisi-
kan konsep, mengidentifikasikan konsep, membedakan konsep, dan menghubungkan konsep satu dengan
konsep yang lain. Berdasarkan penentuan konsep sukar dari hasil data penelitian, maka diperoleh beberapa
butir soal yang merupakan konsep sukar. Soal yang termasuk konsep sukar dianalisis persentase siswa
yang memilih pengecoh (Px) untuk menentukan dugaan salah konsep yang dialami siswa. Kesalahan kon-
sep ditentukan berdasarkan kekonsistenan siswa dalam menjawab salah pada soal berbeda tetapi dasar kon-
sepnya sama. Kesalahan konsep siswa akan ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kesalahan Konsep pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Talun
No Kesalahan Konsep No.Soal K Siswa PK
1. Menganggap asam monoprotik adalah asam
yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu
atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam
yang dalam air dapat melepaskan satu atom H
1A/B/D/E
2A/C/D/E
43 93 46
2. Menganggap asam kuat memiliki harga K
a
kecil
dan asam lemah memiliki harga K
a
besar
3A/C/D/E
4B/C/D/E
8B/C/D/E
12A/B/D/E
18 93 19
3 Menganggap asam lemah dan basa lemah
memiliki ion pendukung
5A/B/C/E
14A/B/C/D
63 93 68
4 Menganggap persamaan reaksi ion bersih sama
dengan persamaan reaksi molekul
11A/C/D/E
15B/C/D/E
38 93 41
5 Menganggap basa kuat memiliki harga K
b
kecil
dan basa lemah memiliki harga K
b
besar
9A/B/C/D
16A/B/C/E
30 93 32

Keterangan :
K = jumlah siswa yang mengalami kesalahan konsep
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 63
PK = % kesalahan

Landasan penetapan siswa mengalami kesalahan konsep bila secara konsisten menjawab pilihan
jawaban salah dengan konsep yang sama pada soal berbeda, hal ini juga dipertegas lagi dari hasil
wawancara dengan siswa yang mengalami kesalahan konsep. Pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Talun
diperoleh 5 kesalahan konsep dari 18 butir soal. Berdasarkan Tabel 3 kesalahan konsep siswa antara lain
ditemukan pada konsep asam basa Arrhenius, penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka, penentuan
ion pendukung dari reaksi netralisasi dan penentuan persamaan reaksi ion bersih pada reaksi penetralan.
KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Konsep sukar yang dimiliki siswa adalah: (a) Konsep asam basa Arrhenius (membedakan asam
monoprotik dan poliprotik), (b) Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka (memperkirakan
kekuatan asam berdasarkan harga Ka), (c) Reaksi penetralan (menentukan ion pendukung dari reaksi
netralisasi, menentukan persamaan reaksi ion bersih pada reaksi penetralan).
2. Kesalahan konsep yang terjadi adalah menganggap (a) Menganggap asam monoprotik adalah asam
yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam yang
dalam air dapat melepaskan satu atom H (b) Menganggap asam kuat memiliki harga Ka kecil dan asam
lemah memiliki harga Ka besar (c) Menganggap asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung
(d) Menganggap persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul (e) Menganggap
basa kuat memiliki harga Kb kecil dan basa lemah memiliki harga Kb besar.
DAFTAR RUJUKAN
Effendy. 2002. Upaya Untuk Mengatasi Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik
Kognitif. Media Komunikasi Kimia. 2(6):1-22
Karyadi, B. 1997. Kimia 2 untuk SMA Kelas 2. Jakarta:Depdikbud.
Kean, E. Dan Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.
Lemlit. 1997. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Student Dont Learn Chemistry: Chemical Misconceptions. Journal of Chemical
Education. Vol.69, No.3: 191-196.
Vaudhi, F. 2009. Identifikasi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Mol pada Siswa SMAN 1 Malang. Skripsi. Ma-
lang: Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA UM.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 64
IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA PEMBELAJARAN
STEREOKIMIA DAN REAKSI ORGANIK MELALUI
STRATEGI RECIPROCAL-ANTITHESIS BERBASIS KOM-
PUTER
Syahmani
1)
Rilia Iriani
2)
1,2)
Jl. Brigjen H. Basry FKIP Unlam Banjarmasin, e-mail: syahmanichem@yahoo.co.id

Abstract: One of the least intrested subjects by the student in Organic Chemistry is the stereochemistry
and organic reactions. Problems encountered are too difficult for students to understand the synthesis
concept including stereochemistry, and organic reaction mechanism. The impact of this problem is the
luck understanding to organic chemistry. So, we need a way to overcome this problem in order to in-
crease the quality of learning processes, through implementation of lesson study (LS). Lesson study
department based Programs conducted with collaboration lecturer in the department involved at the
time of plan, do, and see. The results of the implementation of LS on the stereochemistry of this
learning was found to increase the quality of learning with the indicator increased mastery of the
material and learning process improvement, and the positive response of students.
Key word: Lesson study, stereochemistry, organic reaction, the quality of learning, reciprocal teaching
strategies-antithesis
Kimia Organik III merupakan salah satu MKK Kompetensi Utama yang wajib diprogram mahasiswa
Prodi Pendidikan Kimia. Mata kuliah ini mengkaji tentang konsep-konsep dasar stereokimia, melukiskan
fenomena reaksi melalui pendekatan mekanistik serta aplikasinya dalam sintesa senyawa organik. Mata
kuliah ini diampu oleh dua dosen, yang masing-masing dosen bertanggung jawab pada topik tertentu yang
telah dibagi di awal semester. Sebelum pelaksanaan perkuliahan tim dosen membagi tugas mengajar
materi.
Pada mata kuliah Kimia Organik III, dosen tidak hanya menyampaikan teori tentang stereokimia dan
reaksi organik, tetapi juga disertai pemodelan dan merancang sintesis senyawa organik yang sering
digunakan dalam kehidupan. Selama ini proses pembelajaran dalam Kimia Organik III tidak dilakukan
secara team teaching yang sesungguhnya, yaitu tim dosen merencanakan dan melaksanakan perkuliahan
secara bersama-sama, semua tim dosen masuk kelas perkuliahan tidak hanya pada waktu materi yang
diajarkan. Hal ini mengakibatkan anggota tim dosen merasa benar dalam memberi materi perkuliahan
karena belum dilakukan refleksi perkuliahan secara bersama-sama.
Tingkat pemahaman mahasiswa kimia pada konsep stereokimia dan reaksi organik tergolong masih
kurang. Berdasarkan dokumentasi hasil evaluasi dosen mata kuliah Kimia Organik III dua tahun terakhir
menunjukkan rata-rata pencapaian nilai yang relatif rendah yakni hanya 44,82 mahasiswa yang
mencapai ketuntasan belajar atau dengan nilai >65, sedangkan sebanyak 55.18 belum menguasai konsep
tersebut dan memerlukan tindakan remedial.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 65
Pembelajaran mata kuliah Kimia Organik III selama ini belum optimal karena diajarkan dengan
metode konvensional. Mahasiswa mengalami kesulitan dalam membayang obyek molekul dalam ruang 3D
(tiga dimensi), melukiskan mekanisme, merancang sintesis senyawa organik. Padahal mahasiswa juga
dituntut dapat memahami konsep dan aplikasinya. Bila dibiarkan kesulitan berlarut-larut dapat
mengakibatkan mahasiswa tidak tertarik dan antipati terhadap pelajaran. Oleh karena itu diperlukan
pembelajaran yang mampu mengvisualisasikan konsep yang abstrak dan bersifat mikroskopis menjadi
lebih nyata, dapat dianalogi, menarik dan mudah difahami oleh mahasiswa.
Media diharapkan mampu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam memahami materi yang bersifat
abstrak. Penggunaan teknologi komputer sebagai media pembelajaran mampu mengkonkritkan konsep
abstrak melalui visualisasi 3D yang mampu menampilkan secara konkrit model-model atom dan molekul.
Model yang dapat dimanfaatkan untuk merancang media belajar yang dapat menvisualisasi 3D adalah
molymod, sedangkan software pembuatan animasi dapat menggunakan Hyper Chem (Hypercube Inc.,
1999) dan macromedia flash (Wikepedia, 2006: Roberts, S. 2006.). Program ini dapat menampilkan
gambar dan animasi molekuler, penjelasan gambar dapat langsung didengar bersamaan dengan gambar
yang tampil, tidak memerlukan waktu yang lama dalam menjelaskan materi dan lebih menarik dan tidak
membosankan. Dengan demikian diharapkan mahasiswa termotivasi dalam belajar dan mampu
meningkatkan pemahamannya tentang stereokimia.
Salah satu cara yang dapat dilakukan tim dosen untuk meningkatkan kualitas perkuliahan Kimia
Organik III melalui lesson study. Lesson Study dinilai sebagai rahasia keberhasilan Jepang dalam
peningkatan kualitas pendidikannya (Stigler & Hiebert, 1999), karena lesson study menjadi suatu model
pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community
(Hendayana dkk., 2006 ; Mulyana, 2007). Lesson study yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah Lesson
Study Berbasis Jurusan (LSBJ) yang melibatkan tidak saja anggota tim pengampu mata kuliah tetapi semua
dosen jurusan PMIPA dari berbagai mata kuliah dapat berpartisipasi. Partisipasi dosen dapat terjadi pada
saat merencanakan (plan) proses perkuliahan, melaksanakan (do) perkuliahan sebagai observer (see), dan
memberikan balikan setelah proses perkuliahan (reflection).
Peningkatan kualitas pembelajaran mengikuti adanya pergeseran paradigma yang pada awalnya
pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student centered). Salah satu pendekatan yang dapat melatih atau mengajar siswa untuk lebih aktif, efektif,
dan mandiri dalam pemahaman mereka akan suatu informasi adalah Reciprocal Teaching (Pengajaran
Timbal Balik) seperti diungkapkan oleh Weinstein dan Meyer (dalam Nur, 2004) Pengajaran yang baik
meliputi mengajarkan kepada siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir, dan
bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pengajaran yang baik diperlukan strategi belajar sehingga
memudahkan siswa untuk menguasai materi pokok yang sedang dipelajari. Penguasaan materi pokok
secara tuntas melalui suatu strategi yang sesuai dapat diajarkan tahap demi tahap. Strategi Reciprocal
Teaching termasuk dalam strategi metakognitif, sehingga dapat meningkatkan keaktifan, kemandirian, dan
nilai ketuntasan siswa.
Reciprocal Teaching adalah pendekatan kontruktivis didasarkan pada prinsip pengajuan pertanyaan,
mengajar, keterampilan metakognitif melalui pengajaran dan pemodelan guru untuk memperbaiki kinerja
siswa yang memiliki pemahaman rendah. Di dalam Reciprocal Teaching terdapat 4 langkah utama yaitu
(1) peringkasan, (2) mengajukan pertanyaan, (3) menjelaskan atau klarifikasi, dan (4) penggambaran
kesimpulan. Secara ringkas dari masing- masing tahap diatas digunakan sebagai alat untuk membantu
para siswa membangun pengertian dari teks yang mereka baca.
Salah satu materi dalam perkuliahan Kimia Organik III adalah stereokimia dan reaksi organik.
Dosen biasanya menyampaikan materi dengan metode tanya jawab dan penugasan serta menggunakan
media power point. Pada kegiatan LSBJ ini dosen menerapkan strategi Reciprocal Teaching-Antithesis
berbasis computer. Ide strategi pembelajaran ini berawal pengalaman peneliti pada mata kuliah Aplikasi
Komputer tentang pemodelan molekul, penelitian Erlida, Iriani, dan Leny (2010) tentang pembelajaran
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 66
terbalik (reciprocal teaching) pada konsep laju reaksi, dan tulisan Warren tentang pendekatan diskoneksi
(antithesis) dalam sintesis organik. Masalah utama mahasiswa dalam reaksi dan sintesis organik adalah
faktor keabstrakan konsep dan belum terlatih menggunakan logika berpikir (analisis-sintesis). Sementara
dalam proses pembelajaran belum menggunakan media dan pendekatan yang mampu mengatasi hal ini.
Aplikasi pemodelan molekul dijadikan alternatif media untuk mengatasi masalah keabstrakan konsep ste-
reokimia dalam reaksi organik.
Strategi diskoneksi atau analisis retro-sintesis (antithesis) dikembangkan oleh Warren. Peker-
jaannya didasarkan pada karya Corey dan berguna sekali untuk sintesis organik (Jamamoteo & Koesno,
1984). Strategi ini dijadikan alternatif untuk mengatasi rumitnya merancang sntesis organik terutama da-
lam menentukan bahan dasar dan pereaksinya. Pendekatan ini akan membantu mahasiswa secara mandiri
menemukan rute sintesis yang lebih sederhana dan logis melalui kebalikan langkah sintesis (antithesis)
sehingga didapatkan bahan dasar (starting materials) dan pereaksi terpilih setelah menganalisis molekul
target (Warren, 1982). Dengan demikian dapat mengembangkan kreativitas mahasiswa dan meningkatkan
pemahaman mahasiswa tentang sntesis organik.
Menurut Arend (2007) efektivitas dan kepuasan hanya dapat ditingkatkan bila guru dapat meng-
gunakan cukup banyak model dan strategi mengajar yang berbeda. Hal ini berarti bahwa guru harus siap
menerapkan pengajaran multimodel (multiple models of instruction). Variasi dalam strategi pembelajaran
membuat siswa dan guru tetap tertarik dan terlibat dalam pembelajaran. Hasil yang diharapkan adalah
meningkatnya kualitas proses mengajar, dan diikuti pula dengan meningkatnya atensi dan partisipasi
mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Kimia Organik III.
Dari latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang muncul adalah (1) Apakah kegiatan LS dapat
meningkatkan kualitas mengajar dosen pengampu mata kuliah Kimia Organik III? dan (2) Bagaimanakah
proses perkuliahan Kimia Organik III pada materi stereokimia dan reaksi organic dengan menerapkan stra-
tegi Reciprocal-Antithesis?, (3) Bagaimana respon mahasiswa terhadap pembelajaran?
METODE
Secara umum metode yang diterapkan dalam lesson study berupa siklus Plan, Do, and See (Ditnaga
Dikti, 2009 dan Mulyana, 2007) seperti ditunjukkan pada gambar 1. Pada Plan dosen bersama-sama
membahas RPP yang akan dilaksanakan dalam open lesson mata kuliah Kimia Organik III. Do dosen
pengampu mata kuliah Kimia Organik III melaksanakan RPP yang sudah disepakati bersama dalam Plan.
Pada saat See beberapa dosen yang menjadi observer mengamati pelaksanaan perkuliahan Kimia Organik
III dengan menggunakan lembar observasi pembelajaran dan lembar respon mahasiswa terhadap kegiatan
belajar mengajar.
Selain plan, do and see, pada LSBJ ini dilakukan briefing dan refleksi. Dalam briefing, dosen pen-
gampu mata kuliah menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam perkuliahan Kimia Organik III
dan tim monev mengingatkan cara mengamati proses perkuliahan agar tidak mengganggu mahasiswa.
Kegiatan yang dilakukan setelah do and see adalah refleksi. Refleksi dilakukan sesegera mungkin setelah
do and see, hal ini dapat memudahkan dalam memberi balikan karena masih segar dalam ingatan.
Kegiatan LSBJ ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2010 bertempat di Jurusan PMIPA
Ruang Multimedia. Pelaksanaan lesson study dalam tiga pertemuan, sehingga ada tiga open lesson. Ob-
server dalam LSBJ ini adalah 5 dosen dari berbagai mata kuliah dan mahasiswa yang memprogram Kimia
Organik III adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia yang berjumlah 44 orang.
Adapun materi kuliah Kimia Organik III pada masing-masing pertemuan adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan I pokok bahasan stereokimia
2) Pertemuan II pokok bahasan reaksi substitusi pada senyawa aromatik dan aplikasinya
3) Pertemuan III pokok bahasan materi IGF dan prinsip sintesis senyawa alkohol dan derivatnya.
Pada pertemuan I menggunakan strategi reciprocal teaching, sedangkan pada pertemuan II dan III
digunakan strategi antithesis.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 67
Data dikumpulkan dari tes hasil belajar mahasiswa pada setiap pertemuan I, II, dan III. Indikasi kesa-
lahan konsep dianalisis berdasarkan sistematika jawaban dan ketepatan jawaban mahasiswa. Rentang
penilaian mengacu pada pedoman penilaian dari FKIP Unlam Banjarmasin.Perkembangan ketuntasan bela-
jar dianalisis berdasarkan KKM yang ditetapkan. Selanjutnya dianalisis secara deskriftif menggunakan tek-
nik persentase (Sudijono, 2000). Data proses dikumpulkan dengan observasi pembelajaran, sedangkan data
respon mahasiswa dikumpulkan melalui angket.

Gambar 1. Tahapan kegiatan lesson study
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah: a) Tingkat penguasaan materi, tindakan dikatakan berha-
sil jika >80% mahasiswa mencapai tingkat penguasaan > 65%.b) Ketelibatan mahasiswa dalam belajar
meningkat setiap pertemuan.c) Respon mahasiswa terhadap pembelajaran dalam kategori baik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Lesson Study pada mata kuliah Kimia Organik III materi stereokimia dan reaksi or-
ganik dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam Lesson Study meli-
puti Plan, Do, dan See, yang akan dijabarkan dalam setiap pertemuan sebagai berikut:

Pertemuan 1
Plan I dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2010.
Dosen model Dra. Rilia Iriani, M.Si memaparkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Perte-
muan I materi stereokimia menggunakan menggunakan strategi reciprocal teaching berbasis komputer.
Partisipan dalam Plan adalah kolega dosen Jurusan PMIPA dari berbagai rumpun bidang studi tidak hanya
rumpun pendidikan kimia. Partisipan tersebut adalah, Dra. Atiek Winarti, M.Si., Dra. Leny, M.Si., Sri
Hartini, S.Pd., Dra.. Agni Danaryanti, M.Pd., dan Eko Susilowati, S.Pd.,M.Si.
Permasalahan mahasiswa lemah dalam pemahaman materi dan ketika diskusi belum terbiasa sharing
pendapat/gagasan. Berdasarkan identifikasi permasalahan belajar maka kemudian ditentukan strategi pem-
belajaran; reciprocal teaching agar mahasiswa dapat terlibat dalam pembelajaran, menemukan serta meng-
komunikasikan konsep yang dipelajari untuk kemudian menjadi bahan diskusi kelas.
Do dan See I dilakukan pada tanggal 23 Maret 2010 pada kelas reguler A di Ruang Multimedia pu-
kul 09.15 11.45 WIT.
Pelaksanaan open lesson, dosen model berusaha melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan
RPP hasil kolaboratif pada saat plan. Diawali dengan dosen memberi appersepsi membawa contoh
senyawa kiral yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini obat , gula dan kulit lemon.
Dosen menyampaikan tujuan dan startegi pembelajaran yang akan diterapkan (recprocal teaching). Dosen
membagi kelompok yang anggotanya 4-5 orang, lalu memberikan buku sumber yang harus mereka miliki
1. Perencanaan (plan)
- Penganalisaan akademis
- Perencanaan pembelajaran
- Persiapan alat
2. Pelaksanaan (do)
- Pelaksanaan pembelajaran
- Pengamatan oleh teman sejawat
3. Refleksi ( See)
- Refleksi dengan rekan
- Komentar & diskusi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 68
dan menyuruh mahasiswa untuk membaca materi tentang kiralitas. Dosen menjelaskan dan mengajarkan
bahwa pada saat atau selesai membaca untuk memikirkan pertanyaan-pertanyan penting yang dapat
diajukan dari apa yang telah dibaca berkenaan dengan wacana dan memastikan bisa menjawabnya.
Selanjutnya mahasiswa diminta untuk melakukan telaah terhadap teks dengan 4 tahapan, yaitu:
1) Peringkasan. Pada tahap ini menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengidentifikasi dan
mengintegrasikan informasi utama dari teks. Tahap meringkas ini dimulai dari kalimat, paragraf,
hingga mahasiswa dapat mengidentifikasi seluruh teks (dilakukan sebelumnya sebagai tugas rumah).
2) Mengajukan pertanyaan. Dari tahap peringkasan kemudian mahasiswa diharap membuat pertanyaan
yang mendukung ringkasan tersebut. Tahap pengajuan pertanyaan ini membawa mahasiswa ke tahap
pengertian. Saat dikelas dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya dan
berdiskusi dengan cara salah seorang mahasiswa untuk membacakan ringkasan dan pertanyaan-
pertanyaan yang telah dibuatnya untuk dijawab bersama kelompoknya. (bisa dilakukan bergantian
sesuai dengan subbab materi yang dibahas). Dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengajukan pertanyaan yang tidak jelas pada bacaan. Setelah itu dosen membagikan LKM untuk
didiskusikan dalam kelompoknya masing-masing.
3) Menjelaskan atau klarifikasi. Menjelaskan merupakan aktivitas utama ketika berdiskusi dengan
mahasiswa yang memiliki kesukaran. Para mahasiswa diminta untuk memperjelas perhatian mereka
pada fakta yang sukar untuk dimengerti menggunakan model atau simulasi komputer.
Mempresentasikan hasil diskusinya.
4) Penggambaran kesimpulan. Tahap ini terjadi ketika para mahasiswa mengadakan hipotesis tentang apa
yang akan didiskusikan oleh pengarang pada bagian selanjutnya. Agar tahap ini dapat dilakukan
dengan sukses, mahasiswa harus mengaktifkan pengetahuan dasar yang relevan yang telah dikuasai
tentang topik tersebut. Dengan tahap penggambaran ini mahasiswa memiliki tujuan untuk membaca
yaitu untuk membuktikan atau menginformasikan hipotesis mereka. Tahap ini juga dapat dimanfaatkan
siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dikuasai.

Kegiatan akhir berupa melaksanakan post-test dan memberikan soal-soal untuk dijawab di rumah.
Saran yang sampaikan observer pada saat refleksi yaitu: (1) Dosen perlu lebih banyak memberi kesempatan
mahasiswa untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya, (2) Mahasiswa yang tuntas belajar mencapai
60,00%, karena ada empat kelompok mahasiswa mengalami kesulitan dalam hal menentukan jumlah
stereoisomer pada senyawa meso (3) Sebaiknya manajemen waktu diperhatikan agar sesuai dengan
rencana pembelajaran, (4) LKM dan alat berupa molymood perlu didistriribusi secara merata pada setiap
kelompok, (5) Beberapa mahasiswa nampak tidak konsentrasi di awal pembelajaran perlu diperhatikan, (5)
Tampilan tulisan LCD pada slide PowerPoint diperbesar agar mudah dibaca dan dibuat lebih interaktif, dan
(6) Pada saat temannya mempresentasikan tugasnya, beberapa temannya di belakang masih sibuk
berdiskusi sendiri perlu diingatkan agar memperhatikan dan menghargai temannya.
Kelebihan yang ditemukan observer pada saat Do I adalah:
1) Strategi yang dipilih tepat dengan upaya dosen mengatasi masalah belajar mahasiswa yang
kurang aktif.
2) Penggunaan alat bantu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3) Soal sesuai dengan indikator pembelajaran
4) RPP dirumuskan dengan bahasa yang mudah dipahami sekalipun oleh observer yang berasal dari
jurusan lain

Pelajaran Berharga yang diperoleh yaitu:
1) Penerapan model pembelajaran reciprocal teaching membiasakan mahasiswa untuk banyak mem-
baca.
2) Simulasi komputer dalam pembelajaran membantu memfokuskan perhatian mahasiswa.
3) Pembelajaran yang dilakukan dapat mengkonstruk pemikiran siswa.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 69
4) Dosen memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan sehingga siswa tidak kebingungan dalam
proses pembelajaran, mengorganisasi siwa dalam kelompok, memberikan respon atas
permasalahan mahasiswa dan membimbingnya.
5) Dosen dalam diskusi dapat mengaktifkan mahasiswa dan membuat situasi kondusif dimana maha-
siswa tidak takut atau tegang sehingga mahasiswa berani mengeksplor kemampuannya.

Pertemuan 2
Plan 2 dilaksanakan 25 Maret 2010
Dosen model Drs.Syahmani, M.Si memaparkan RPP Pertemuan II materi reaksi substitusi pada sen-
yawa aromatik dan aplikasinya menggunakan strategi antithesis dengan berbasis computer /ICT akan
dikembangkan dengan menggunakan internet sebagai sumber informasi. Partisipan dalam Plan adalah
kolega dosen Jurusan PMIPA dari berbagai rumpun bidang studi tidak hanya rumpun pendidikan kimia.
Partisipan tersebut adalah, Dra. Atiek Winarti, M.Si., Dra. Leny, M.Si., Sri Hartini, S.Pd., Dra. Agni
Danaryanti, M.Pd.,dan Eko Susilowati, S.Pd.,M.Si. Terdapat beberapa hal yang disarankan pada saat Plan
II, yaitu (1) agar lebih mempersiapkan dan membangkitkan minat di awal pembelajaran dengan cara
mahasiswa akan memodelkan reaksi substitusi elektrofilik dengan HyperChem, mahasiswa lainya dalam
kelompok mengikuti demonstrasi dan instuksi sesuai tugasnya. (2) Pemberian tanya jawab agar mahasiswa
akan lebih dilibatkan keaktifannya, (3) Waktu pemberian LKS pada saat kuliah berlangsung perlu
diefisienkan, dan mengundi kelompok yang tampil, agar waktu tidak habis untuk presentasi dan tanya
jawab.
Do dan See II dilakukan pada tanggal 6 April 2010 pada kelas reguler A di Ruang Multimedia pukul
09.15 11.45 WIT.
Pelaksanaan open lesson, dosen model berusaha melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan
RPP hasil kolaboratif pada saat plan. Diawali dengan dosen memberi appersepsi menanyakan jenis-jenis
reaksi organik yang sering dijumpai dalam ilmu kimia disertai contohnya, dan mendapat respon baik dari
mahasiswa. Selanjutnya mengajukan pertanyaan mengapa pada senyawa aromatik pada umumnya terjadi
reaksi substitusi bukan reaksi adisi? Mahasiswa kelihatan agak ragu menjawab. Dosen mencontohkan
reaksi air brom dengan benzena dibandingkan reaksinya alkena. Baru mahasiswa mengerti. Dosen menje-
laskan konsep dasar dan contoh reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik.
Pada kegiatan inti dosen meminta mahasiswa mengatur/membentuk kelompok menjadi 10 kelom-
pok, dan meminta mahasiswa dengan bimbingan mendemonstrasikan reaksi substitusi elektrofilik dengan
sofware HyperChem mengacu pada LKM 1 dan meminta menuliskan beberapa reaksi substitusi elektro-
filik yang telah dimodelkan masing-masing kelompok, mengapa demikian? Menjelaskan orientasi gugus
pengarah dalam substitusi kedua dan seterusnya pada senyawa aromatik dan pentingnya orientasi gugus
pengarah dalam sintesis organic. Dosen menjelaskan langkah penting untuk meripta suatu sintesis
dengan strategi antithesis (diskoneksi) adalah sebagai berikut :
1) Analisis. Ada 3 tahapan yaitu: (a) Mengenal gugus fungsional dan molekul target (MT)
(b)Melakukan diskoneksi dengan metode yang berhubungan dengan reaksi-reaksi yang mungkin,
(c) Memastikan bahwa reagen pereaksi hasil pemutusan (sinton) tersedia sebagai starting Material
2) Sintesis. Ada 2 tahapan yaitu: (a) Membuat rencana berdasarkan analisis starting material dan
kondisi sintesis, (b) Bila tidak berhasil dalam sintesis dilakukan pengkajian ulang analisis.
Meminta mahasiswa mendiskusikan dalam kelompoknya tentang sintesis senyawa aromatic yang
digunakan sehari-hari dan industri mengacu pada LKS 2. Meminta salah seorang siswa mempresentasikan
hasil diskusi.
Pada kegiatan akhir, mahasiswa dibimbing dosen menyimpulkan perkuliahan dan tugas take home
menyelesaikan soal-soal sintesis senyawa aromatik.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 70
Saran yang sampaikan observer pada saat refleksi yaitu: (1) Perlu penegasan langkah strategi antitesis
agar mahasiswa tidak banyak bertanya ke dosen dalam diskusi kelompok berkaitan tentang analisis
terutama dalam hal reagen pereaksi (2) Mahasiswa yang tuntas belajar mencapai 70,00%, karena ada tiga
kelompok mahasiswa mengalami kesulitan untuk menulis senyawa awal, dan diperlukan bimbingan (3)
Penggunaan laptop untuk membantu mengerjakan tugas perlu dimaksimalkan, (4) Ada 2 mahasiswa
bermain laptop ketika dosen sedang menjelaskan sehingga perlu mendapat perhatian dan berupaya
belajarkan semua mahasiswa (4) Materi padat jadi tidak sempat melakukan tes, disarankan memisahkan
bahasan substitusi elektrofilik, pengarah dalam substitusi elektrofilik dengan sintesis senyawa aromatik
meskipun sama-sama senyawa aromatik, (5) Pengaturan tempat duduk kurang mendukung, pada waktu
diskusi kelas, beberapa mahasiswa duduk membelakangi papan tulis, agar memutar tempat duduknya atau
setting tempat duduk haruf U, (6) Semangat mahasiswa ketika diskusi perlu dipertahankan dari berorientasi
pada penyelesaian tugas ke pembagian informasi antar sesama anggota kelompok.

Kelebihan dari pembelajaran yang dilakukan, yaitu:
1) Sajian bagan pada slide yang digunakan dosen cukup menarik perhatian mahasiswa
2) Terjadi perubahan skenario pembelajaran dari 3 menjadi 2 kelompok presentasi, mengingat
efisiensi waktu
3) Strategi yang dipilih dikombinasikan dengan diskusi presentasi sudah tepat
4) Bahan ajar dan prasarana belajar cukup mendukung pembelajaran.
5) Mahasiswa mulai terbentuk kemandirian

Pelajaran berharga yang diperoleh yaitu:
1) Diawal diskusi dosen meminta mahasiswa untuk aktif dalam diskusi, tidak hanya mencatat, atau
bertugas sendiri-sendiri melainkan semua diminta membaca dan mencoba menyelesaikan
permasalahan yang ada secara bersama-sama (kolaboratif).
2) Walaupun mahasiswa memiliki pengetahuan awal yang minim dengan diberi kesempatan
menelusuri dan memikirkan melalui LKM, membuat mahasiswa menjadi tertarik dengan apa yang
akan dipelajari.

Pertemuan III
Plan III dilaksanakan 10 April 2010
Dosen model Drs.Syahmani, M.Si memaparkan RPP Pertemuan III materi IGF dan prinsip sintesis
senyawa alkohol dan derivatnya menggunakan strategi antithesis dengan berbasis computer akan
dikembangkan dengan menggunakan internet sebagai sumber informasi. Partisipan dalam Plan adalah
kolega dosen Jurusan PMIPA dari berbagai rumpun bidang studi tidak hanya rumpun pendidikan kimia.
Partisipan tersebut adalah, Dra. Atiek Winarti, M.Si., Dra. Leny, M.Si., Sri Hartini, S.Pd., Dra.. Agni
Danaryanti, M.Pd., dan Eko Susilowati, S.Pd.,M.Si.
Beberapa saran saat plan adalah (1) Perlu memaksimalkan mahasiswa dalam diskusi dengan
kelompok kecil, (2) Mengefektifkan penggunaan media, (3) Mahasiswa melakukan kajian literatur tentang
gugus fungsi alkohol dan reaksi-reaksi yang mungkin terjadi sebagai pengetahuan awal, sehingga dalam
pembelajaran mahasiswa bisa mengikuti penjelasan dosen secara maksimal.

Kekurangan:
1) Pemilihan pendekatan perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain yang dapat mengali keteram-
pilan sains mahasiswa karena materi perkuliahan tergolong sulit.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 71
2) Dosen sebagai fasilitator dalam diskusi, hendaknya dapat mengeksplor pertanyaan yang diajukan
mahasiswa dan mendistribusikannya ke kelas, bukannya langsung menjawab sendiri pertanyaan
mahasiswa.

Do dan See III dilakukan pada tanggal 20 April 2010 di Ruang Multimedia lab.MIPA, pukul 09.15
11.45 WIT
Pelaksanaan open lesson, diawali dengan dosen model memberi appersepsi menanyakan kepada
mahasiswa tentang gugus fungsi alkohol dan reaksi-reaksi yang mungkin terjadi? Mahasiswa merepon
pertanyaan dengan baik. Selanjutnya menjelaskan tujuan strategi perkuliahan.
Pada kegiatan inti dosen menyampaikan materi tentang Interkonversi Gugus Fungsi (IGF) dan prin-
sip sintesis senyawa alcohol dan derivatnya. Mahasiswa diminta berfikir (think) tentang materi/ perma-
salahan yang disampaikan. Mahasiswa diminta berpasangan (pair) dengan teman sebelahnya (kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang rancangan sintesis senyawa organik den-
gan strategi antithesis sesuai prosedur pada LKM . Dosen memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok
mengemukakan hasil diskusinya (share). Berawal dari kegiatan tersebut, dosen mengarahkan pembicaraan
pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan oleh mahasiswa.
Kegiatan akhir mahasiswa menyimpulkan materi perkuliahan bersama-sama dengan dosen, kemudian
dilakukan tes hasil belajar.
Secara umum respon dari mahasiswa terhadap pembelajaran media pendidikan yang dilakukan oleh
dosen sudah sangat baik (84,31% ), secara lebih terperinci semua respon mahasiswa disajikan pada Tabel
4.
Tabel 4. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran media pendidikan
No. Pertanyaan %
1 Dosen menyampaikan tujuan belajar 100
2 Dosen mendorong mahasiswa giat belajar 79,55
3 Mahasiswa senang belajar dengan cara mengajar dosen 84,09
4 Topik kuliah mendorong ingin tahu topik berikutnya 75,00
5 Dosen menggunakan strategi mengajar dan media agar mahasiswa mudah belajar 88,56
6 Dosen memberikan bahan ajar dan LKM tiap mengajar 81,81
7 Kelompok belajar yang dibentuk berguna untuk saling berkolaborasi 90,90
8 Dosen memberi kesempatan bertanya dan berdiskusi 86,36
9 Dosen membuat mahasiswa semangat belajar lanjut 79,55
10 Dosen berikan tantangan dalam belajar 77,27
Rata-rata 84,31

Saran yang sampaikan observer pada saat refleksi yaitu: (1) mahasiswa yang tuntas belajar
mencapai 84,09% , (2) pemilihan strategi perlu dikombinasikan dengan strategi lain yang dapat
mengali keterampilan sains mahasiswa karena materi perkuliahan tergolong sulit, (3) dosen sebagai
fasilitator dalam diskusi, hendaknya dapat mengeksplor pertanyaan yang diajukan mahasiswa dan
mendistribusikannya ke kelas, bukannya langsung menjawab sendiri pertanyaan mahasiswa, (4) Tugas
dirancang agar dapat menarik minat mahasiswa.

Kelebihan dari pembelajaran yang dilakukan, yaitu:
1) Diskusi dengan kelompok yang lebih kecil memungkinkan semua mahasiswa untuk aktif berpikir,
tidak mengharap jawaban temannya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 72
2) Antar mahasiswa dalam kelompok telah menujukkan kegiatan berbagi ide/gagasan dalam
menyelesaikan permasalahan belajar.

Pelajaran berharga yang diperoleh yaitu:
1) Materi pembelajaran kategori sulit namun ketenangan dosen dalam mengajar merubah persepsi ini
2) Mahasiswa oleh dosen dituntut untuk berpikir mandiri dengan pasangannya baru kemudian berbagi
informasi melalui sharing pendapat
3) Penggunaan media belajar yang interaktif lebih disukai mahsiswa untuk membangkitkan minat
dalam pembelajaran.

Pemilihan strategi yang tepat untuk materi yang sulit dibutuhkan untuk memaksimalkan kons-
truksi pengetahuan oleh mahasiswa.
Dari pembelajaran selama 3 pertemuan dapat digambarkan capaian sebagai berikut:
1) Kemampuan mahasiswa meningkat dalam setiap pertemuan
2) Interaksi belajar mahasiswa berjalan makin membaik. Hal ini dikarenakan mereka dengan mudah
memahami apa yang harus dikerjakan dan mampu konstruksi pengetahuan dari pengalaman dan
latihan.
3) Pengelolaan/manajemen kelas terjadi perbaikan dalam setiap siklusnya sehingga keadaan kelas
terkendali dan kondusif untuk terselenggaranya kegiatan belajar-mengajar. Dosen lebih ber-
interaksi dengan mahasiswa untuk lebih merangsang keaktifan mereka bertanya dan lebih dekat
dalam memonitor proses mereka.
4) Respon siswa terhadap pembelajaran positif.


Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna
perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. Berbagai temuan dan masukan berharga yang disampai-
kan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (see) tentunya menjadi modal bagi dosen maupun observer
untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil LSBJ pada mata kuliah kimia organik III dapat disimpulkan:
1. Implementasi LS pada pembelajaran stereokimia dan reaksi organik menggunakan strategi reciprocal
teaching-antithesis dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama untuk mengetahui aktivitas
mahasiswa sehingga terjadi peningkatan penguasaan materi dan perbaikan proses pembelajaran.
2. Respon mahasiswa positif terhadap pembelajaran menggunakan strategi reciprocal teaching-antithesis.

Untuk mencapai kematangan pengetahuan mahasiswa memerlukan proses latihan dan kolaborasi
tidak hanya dengan sesama mahasiswa atau dengan guru, tetapi juga dengan sumber belajar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Retrosintesis Dan Pendekatan Diskoneksi. (online). http://kimia-ung.blogspot.com diakses tanggal 5
Mei 2011
Arends, R.I. (2007). Learning to Teach. Seventh Edition. New York: McGraw Hill Companies
Hendayana, S., Suryadi,D., Abdul Karim, M., Sukirman, Ariswan, Sutopo, Supiatna, A., Sutiman, Santosa, Imansyah,
H., Paidi, Ibrohim, Sriyati, S., Permanasari, A., Hikmat, Nurjanah, dan Joharmawan, R., 2006. Lesson Study:
Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidikan (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI
Press
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 73
Hypercube Inc., (1999), HyperChem for Windows and NT Release 6, USA.
Jamamoteo, M., Koesno, R., (1985) Mekanisme Reaksi Kimia Organik, IKIP Surabaya.
Erlida, Iriani, dan Leny (2010). Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal
Teaching) dengan Pemanfaatan Internet Pada Konsep Laju Reaksi Kelas XIA-1 SMAN 1 Banjarmasin Tahun
2009/2010
Mulyana. S. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat
Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari. 2004. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan pendekatan Kontruktivis
Dalam Pengajaran edisi 4. Surabaya: UNESA Press.
Roberts, S. 2006. Animasi Karakter 3D. Banyumedia Publishing, Malang
Wikepedia. 2006. 3D Studio Max. http://id.wikipedia.org/wiki/3D_Studio_Max
Sudijono, A. 2000. Pengantar Statistik Pendidikan. Rajawali. Jakarta.
Stigler, J. W., & J. Hiebert. 1999. The Teaching Gap: Best Ideas from the Worlds Teachers for Improving Education
in the Classroom. New York: The Free Press
Warren, S., (1982), Organic Synthesis, the Disconnection Opproach, John Wiley & Sons, NewYork.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 74
PEMBELAJARAN INSTRUKSI LANGSUNG PADA PENGA-
JARAN KIMIA FISIKA II TENTANG ORDE REAKSI DI JURU-
SAN KIMIA FMIPA UM SEMESTER I TAHUN 2011
Darsono Sigit
Mahmudi
Hayuni Retno Widarti
Muntholib


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang


Abstrak: Pelaksanaan pembelajaran Kimia Fisika II tentang orde reaksi yang telah dilakukan dosen,
dengan hasil yang kiranya masih perlu peningkatan. Upaya upaya dosen untuk meningkatkan hasil
pembelajaran orde reaksi, yang telah dilakukan selama ini, perlu kiranya mendapatkan apresiassi dari
sesama dosen kimia. Apresiasi yang dapat diberikan oleh sesama dosen kimia adalah pembahasan lebih
lanjut , dengan mengemas ke dalam topic : Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan dosen
model dengan caranya sendiri.Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang diberikan oleh
dosen observer, untuk menerapkan model pembelajaran intruksi (direct instruction) langsung pada
pengajaran orde reaksi tahap berikutnya. Kegiatan pembelajaran orde reaksi yang berlangsung selama
ini dapat disimpulkan : Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan saat ini, masih perlu
peningkatan dalam upaya lebih mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar, dengan : menambah
macam media pembelajaran; menyempurnakan lembar kerja mahasiswa; menyempurnakan tahapan
proses pembelajaran mahasiswa. Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi , menghasilkan :
perlunya penyesuaian model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter materi orde reaksi,
kecenderungan cara belajar siswa, kecenderungan cara mengajar dosen model . Model pembelajaran
yang sesuai dengan ketiga aspek tersebut adalah model pembelajaran instruksi langsung dengan
tahapan : Dosen model memotivasi berkaitan dengan orde reaksi ,meninjau materi sebelumnya yaitu
laju reaksi, menentukan tujuan pembelajaran yaitu penentuan orde rekasi dan harga k , menentukan
prosedur pengajaran. Memberikan penjelasan materi orde reaksi oleh dosen. Mahasiswa belajar
kelompok terstruktur; Mahasiwa belajar dengan bimbingan dosen ; Mahasiswa mengerjakan tugas
mandiri. Selanjutnya dosen model menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan tetang orde reaksi.
Kata kunci : instruksi langsung; orde reaksi, kimia fisika
Dosen Kimia Fisika II di Jurusan Kimia FMIPA UM, merasakan saat setelah mengajarkan materi
orde reaksi, bahwa topik yang baru saja disajikan kepada mahasiswanya masih belum tuntas. Hal ini
dikarenakan, mahasiswa masih kelihatan berat untuk memahami materi orde reaksi. Kondisi kelas yang
besar, gabungan kelas prodi pendidikan kimia dan prodi kimia, berdampak dosen kurang dapat
mengajarkan materi orde reaksi dengan cepat,serta mengingat masih banyak mahasiswa yang lamban
menerima pelajaran secara cepat. Upaya dosen Kimia Fisika II agar pembelajaran berhasil dengan lebih
baik adalah : Melakukan tes pada setiap selesai mengajarkan sub-sub topik Kimia Fisika II. Jika dirasa
masih ada mahasiswa yang belum tuntas, maka dilakukan tes ulang. Upaya peningkatan profesi sebagai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 75
dosen Kimia Fisika II, maka perlu kiranya seorang dosen pada setiap selesai mengajar, sebaiknya
dilakukan refleksi. Salah satu tujuan refleksi adalah dosen memperoleh masukan tentang penerapan model
pembelajaran yang lebih sesuai dengan karakter bahan ajar materi orde reaksi. Materi ini merupakan
materi dengan pemahaman konsep yang beruntun, yang cara penyajiannya tidak dapat di acak, di bolak-
balik. Karakter materi penentuan orde reaksi yang cara pemahammannya perlu berkelanjutan, berurutan,
sesuai kiranya jika materi ini disajikan kepada mahasiswa melalui model pembelajaran yang berurutan
pula, salah satunya adalah model pembelajaran instruksi langsung (direct instruction). Diharapkan kepada
dosen pada pertemuan pengajaran orde reaksi berikutnya menggunakan model pembelajaran instruksi
langsung.
METODA
Pelaksanaan pembelajaran Kimia Fisika II tentang orde reaksi yang telah dilakukan dosen, dengan
hasil yang kiranya masih perlu peningkatan. Upaya upaya dosen untuk meningkatkan hasil pembelajaran
orde reaksi, yang telah dilakukan selama ini, perlu kiranya mendapatkan apresiassi dari sesama dosen
kimia. Apresiasi yang dapat diberikan oleh sesame dosen kimia adalah pembahasan lebih lanjut , dengan
mengemas ke dalam topik :
- Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan dosen model dengan caranya sendiri
- Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang diberikan oleh dosen observer, untuk menerapkan
model pembelajaran intruksi (direct instruction) langsung pada pengajaran orde reaksi tahap
berikutnya.

Pembahasan Topik
Mata kuliah Kimia Fisika II (KIU421) dengan bobot 3 satuan kredit semester (sks) dan 4 jam
semester (js). memuat kompetensi : Memahami secara komprehensif dan konseptual prinsip prinsip laju
reaksi agar dapat menjelaskan gejala-gejala kimia yang terkait. Materi laju reaksi meliputi antara lain :
kinetika kimia empiric yang terdiri dari urutan materi di antaranya : laju konsumsi dan pembentukan ; laju
reaksi ; persamaan laju empiric; orde reaksi;reaksi orde nol; reaksi orde I; reaksi orde II; reaksi orde III .
Pelaksanaan perkuliahan Kimia Fisika II dilakukan pada Semester I tahun ajaran 2011 pada kelas Program
Studi Pendidikan Kimia 36 mahasiswa digabung Program Studi Kimia 36 mahasiswa. Perkulihan
dilakukan hari Kamis, 31 Maret 2011 , jam ke 3-4, di ruang 303 GKB FIPA UM Jl. Semarang 5 Malang,
dengan dosen model : Mahmudi, dan dosen observer : Muntholib; Hayuni Retno Widarti; Darsono Sigit.
Tahapan pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan dosen model : Tahap pertama, dosen model
menyusun rencana pembelajaran, dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran, dengan dosen observer
sebanyak tiga dosen, masing-masing satu dosen kimia fisika, dosen analitik, dosen biokimia. Tahap kedua,
setelah dosen model melaksanakan pembelajaran orde pertama, dilakukan refleksi bersama antara dosen
model dan ketiga dosen observer. Refleksi dilakukan untuk memberikan masukan saran rekomendasi
kepada dosen model berdasarkan temuan doesn observer. Hasil refelksi diharapkan dapat, sebagai bahan
pertimbangan oleh dosen model untuk penyusunan rencana pembelajaran orde kedua berikutnya yang
lebih sempurna, antara lain dengan menggunakan model pembelajaran instruksi langsung . Proses
pelaksanaan pembelajaran orde reaksi dan refleksinya dibahas lebih lanjut dan dimuat dalam topik-topik.

Pelaksanaan Pembelajaran Orde Reaksi Yang Dilakukan Dosen Model Dengan Caranya Sendiri
Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh dosen Kimia Fisika II sangat dipengaruhi oleh
latar belakang pendidikan mahasiswa peserta perkuliahan. Kelas Kimia Fisika II yang terdiri dari gabungan
36 mahasiswa prodi pendidikan kimia dan 36 mahasiswa prodi kimia , merupakan kelas besar dengan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 76
jumlah peserta 72 mahasiswa. Mengajar kelas besar, merupakan masalah tersendiri bagi dosen yang
mengajarnya. Maka tidak mengherankan jika dosen yang mengajar kelas besar menggunakan cara
mengajar dengan tahapan caranya sendiri. Hal ini dilakukan berdasarkan pengalaman keberhasilan
pribadinya yang lama mengajar untuk kelas besar.



Tahapan Mengajar Yang Dilakukan Dosen Model :
Pembukaan :
Dosen model membuka pelajaran dengan : Menginformasikan kepada mahasiswa, bahwa nilai hasil
tes materi laju reaksi yang dilakukan pertemuan sebelumnya adalah baik. Selanjutnya dosen
mengingatkan kembali kepada mahasiswa tentang tujuan pembelajaran yang diinformasikan pada hari
kamis yang lalu dengan menuliskan di papan , tujuan pembelajaran hari ini adalah pemahaman orde reaksi.

Kegiatan Inti :
Dosen model memberikan penjelasan tentang pengertian orde reaksi , sebagai berikut: Orde dari suatu
reaksi menggambarkan bentuk perhitungan dimana data hasil eksperimennya dapat ditampilkan. Orde
reaksi hanya dapat dihitung dari data hasil eksperimen, dan dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi
diketuhi untuk seluruh orde reaksi ,dan dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-
masing reaktan, yang dinamai sebagai orde reaksi untuk masing-masing komponen. Banyaknya molekul
yang diambil bagian dalam suatu tahap dasar dikenal sebagai molekularitas. Orde dan molekularitas dari
suatu tahap dasar adalah sama. Namun untuk reaksi komplek tidak selalu sama antara orde dan
molekularitas.
1. Dosen model memberikan contoh soal orde atau molekularitas:
Contoh no. 1. Carilah molekularitas dari reaksi-reaksi berikut :
NO + N
2
O
5
3 NO
2
.
Jawab : Jumlah molekul dalam reaksi NO + N
2
O
5
3 NO
2
adalah dua, sehingga
molekularitasnya adalah dua atau bimolekuler

2. Dosen model memberikan penjelasan tentang reaksi orde I.
Reaksi reaksi orde I adalah reaksi-reaksi yang lajunya berbanding langsung dengan konsentrasi reak-
tannya: , jika diintegrasinya memberikan : atau
atau
[C]o adalah konsentrasi reaktan pada t=0. Untuk reaksi-reaksi orde I, plot ln [C] (atau log [C])
terhadap t, merupakan suatu garis lurus . intersep memberikan konsentrasi pada t=0 dan k dapat dihitung
dari kemiringan tersebut.
3. Dosen model memberikan contoh soal reaksi orde I
Contoh soal no.2.
Emisi fosforescensi dari Aseton-d6 (0,05M) dalam Asetonitril pada suhu 200C diukur pada 450 nm.
Hitung konstanta lajunya dari data berikut :

t ( detik) 20 32 40 60 80 100 120 140
Intensitas
(I)
5,5 4,6 4,0 2,9 2,1 1,5 1,05 0,75
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 77
log I 0,74 0,66 0,60 0,46 0,33 0,18 0,025 0,12
log I diplot terhadap waktu , harga kemiringan yang diperoleh adalah -0,72 x 104s-1




Harga k = kemiringan x 2,303
k = - (-0,72 x 104s-1) x 2,303
k = 1,66 x 104 s-1

4. Dosen model memberikan tugas kepada setiap mahasiswa , dengan memberikan soal orde
reaksi dan reaksi orde I untuk dikerjakan :
Tugas no.1.
Carilah harga molekularitas dari reaksi : 2 NO + Cl
2
2 NOCl.

Tugas no.2.
Suatu reaksi 25% sempurna dalam 25 menit. Jika reaksi tersebut mengikuti kinetika orde I,
Konsentrasi mula-mula adalah 2x104mol.dm-3. Berapakah konsentrasi pada akhir 50 menit setelah itu
?

5. Dosen model, selang 30 menit, seluruh mahasiswa diminta mengumpulkan kedua tugasnya.
Terkumpul hasil tugas dari dosen sebanyak 36 berkas lembar jawaban dari mahasiswa prodi pendidi-
kan kimia dan 36 berkas lembar jawaban dari mahasiswa prodi kimia.

6. Dosen model , selanjutnya memberikan penjelasan lengkap tentang jawaban ke dua tugas yang
diberikan kepada mahasiswa.
Jawaban tugas no 1.
Jumlah moleku dalam reaksi : 2 NO + Cl
2
2 NOCl adalah dua, sehingga molekularitasnya
adalah dua atau bimolekuler.

Jawaban tugas no.2
Karena 25% reaktan dipakai setelah 25 menit, konsentrasi setelah 25 menit akan menjadi :
= 2x104mol.dm-3 - 2x104mol.dm-3 x 25/100 = 1,5 mol dm-3
Dengan mensubstitusi harga [C] = 1,5 mol dm-3
Diagram :
t ( detik)

vs
log I

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 78
Dan harga [C]
o
= 2x104mol.dm-3.; t = 25 menit, kedalam persamaan


Sekarang [C] = [C]
0
eksp (-kt) = 2x104 mol.dm-3 eksp [(-1,152 x 10-2 menit -1)(75 menit )]
Kosentrasi setelah 75 menit adalah = 0,864 mol.dm-3

Beberapa mahasiswa diminta menjawab beberapa pertanyaan dalam tugas dosen, dan diminta meny-
impulkannya dengan kalimat meraka sendiri.
PENUTUP
1. Dosen memberikan kesimpulan , tentang jawaban pertanyaan yang diberikan kepada maha-
siswa.
Banyaknya molekul yang diambil bagian dalam suatu tahap dasar dikenal sebagai molekularitas. Orde
dan molekularitas dari suatu tahap dasar adalah sama. Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk per-
hitungan dimana data hasil eksperimennya dapat ditampilkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung dari data
hasil eksperimen, dan dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketuhi untuk seluruh orde reaksi
,dan dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, yang dinamai sebagai
orde reaksi untuk masing-masing komponen. Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang diberi-
kan oleh dosen observer, untuk menerapkan model pembelajaran intruksi (direct instruction) langsung pada
pengajaran orde reaksi tahap berikutnya. Refleksi dilakukan pada saat setelah kegiatan pelaksanaan
pembelajaran orde reaksi dilakukan. Tahapan refleksi diawali dengan:
2. Kesan Dosen Model Setelah Mengajarkan Orde Reaksi
Dosen model merasakan, bahwa materi orde reaksi yang baru saja disajikan kepada mahasiswa masih
terasa belum tuntas. Sepertinya mahasiswa tampak agak berat untuk memahami materi orde reaksi yang
disajikan dosen model. Hal ini dikarenakan jumlah peserta terlalu besar , 36 mahasiswa prodi pendidikan
kimia, dan 36 mahasiswa prodi kimia, total peserta 72 mahasiswa . Juga terdapat beberapa mahasiswa
yang tergolong lamban dalam memehami materi orde reaksi.
Dosen model telah berupaya untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap pembelajaran
orde reaksi , melalui cara pemberian tes pada setiap akhir pertemuan, atau pada setiap akhir materi sub-sub
topic orde reaksi selesai disajikan. Hal ini untuk mendapatkan hasil penilaian dari mahasiswa sebanyak
mungkin, sehingga pada akhir semester tidak lagi dilakukan tes akhir. Namun hambataanya, bagi maha-
siswa yang tidak hadir, akan mengalami sedikit kesulitan dalam pengumpulan nilai hasil tes harian. Cara
yang dilakukan adalah dengan memberikan tes susulan, bersamaan dengan tes ulang bagi mahasiswa yang
belum tuntas.
3. Masukan Dari Dosen Observer
Dosen observer no.1.
Ide dosen model sangat cerdas, memberikan tes secara periodic, meski ada resiko, jika ada mahasiswa
yang pasif, akan sedikit merepotkan dosen model. Dosen model perlu didukung, perlu memperhatikan satu
demi satu mahasiswa peserta, ada beberapa mahasiswa yang ber sms an , tidak membuat catatan. Namun
cukup banyak mahasiswa peserta selalu memperhatikan penjelasan dosen model yang di tulis papan tulis.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 79
Melihat mahasiswa cukup semangat, akan lebih baik pada akhir penyampaian materi, yang dilakukan tes,
soal tesnya dituliskan pada media LCD.
Saran , karena terhalang waktu, sebaiknya materi disajikan sedikit saja, namun mahasiswa dilatih le-
bih banyak memahami permasalahannya. Cara pemberian soal, sebaiknya mahasiswa diberikan soal untuk
tugas kelompok terlebih dahulu. Setelah tugas kelompok selesai, dilakukan diskusi antar kelompok untuk
membahas hasil pemikiran kelompok, termasuk mendiskusikan pendapat dari mahasiswa yang lamban ,
diharapkan permasalahan bisa selesai. Selanjutnya baru dilakukan tes individu. Sebaiknya kedepan proses
pemelajaran mengarah ke pemecahan masalah.


Dosen observer no.2
Dosen observer menemukan bahwa mahasiswa sering kebingungan saat diajar, mahasiswa pasif
hanya mendengar penjelasan dari dosen model, jarang bertanya kepada dosen. Mahasiswa hanya menden-
gar arahan tugas yang terus menerus dari dosen, tanpa ada kesempatan untuk berfikir apa yang perlu
ditanyakan kepada dosen. Mahasiswa mengerjakan tugas individu daari dosen.
Saran dosen observer, sebaiknya mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya jawab dengan dosen.
Sebaiknya mahasiswa diberikan tugas kelompok, sebelum diberikan tugas individu. Sebaiknya mahasiswa
diberikan media pembelajaran yang memadai, antara lain ringkasan bahan ajar, contoh contoh soal yang
lebih banyak memacu mahasiswa untuk berdiskusi, bekerja sama kelompok untuk menyimpulkan per-
maslahan.

Dosen observer no.3
Dosen observer menemukan, bahwa sebagian dari mahasiswa diam saja , saat dosen model menyam-
paikan penjelasan tentang orde reaksi dengan perbadingan keaktifan mahasiswa dan dosen adalah 20%
mahasiswa dan 80% dosen. Pada saat dosen memberikan contoh soal mahasiswa meningkat keaktifannya
dengan perbandingan: mahasiswa 30%, dosen 70%. Pada saat dosen memberikan tugas mandiri kepada
mahasiswa, keaktifan mahasiswa meningkat , dengan perbandingan 80% mahasiswa dan 20% dosen. Tu-
gas dosen adalah : Mahasiswa diminta untuk menjelaskan pertanyaan dosen dengan menggunakan bahasa
dan kalimat mereka. Mahasiswa saat mengerjakan tugas, pada kelompok mahasiswa prodi pendidikan ki-
mia awalnya sering melihat papan terus menerus, yang dilanjutkan dengan mengerjakan tugas dosen.
Pada kelompok mahasiswa prodi kimia , sejak awal langsung dengan tekun mengerjakan tugas yang
diberikan dosen tanpa diawali melihat papan tulis yang berisi tulisan uraian penjelasan dosen, namun pada
waktu selanjutnya baru melihat papan tulis. Di tengah kegiatan siswa sedang melaksanakan tugas dosen,
dosen memberikan instruksi, bahwa tugas tidak usah dikerjakan sampai hitungan, namun diminta untuk
mencatat tentang informasi apa yang saudara dapatkan dari tugas yang diberikan oleh dosen. Selanjutnya
kelompok mahasiswa prodi pendidikan kimia, menanyakan kejelas tugas dosen, dosen memberikan penje-
lasan tentang data konsentrasi larutan di papan tulis (tanpa disertai tabel data).
Proses mahasiswa mengerjakan tugas dari dosen dengan tahapan : Mahasiswa mngawali, membaca
tugas dengan memikirkan tugas sendiri. Mahasiswa selanjutnya meminta penjelasan kepada teman
duduknya sebelah kanan, dilanjutkan ke teman sebelah kiri tempat duduknya. Namun mahasiswa yang di-
mintahi penjelasan , beridam diri, tidak bisa memberikan penjelasan kepada teman yang menanyakan tugas
dari dosen .
Saran dari dosen observer, agar mahasiswa lebih aktif , perlu dimotivasi dengan memberikan media
pembelajaran yang memadai, antara lain disediakan tabel tentang orde reaksi; diberikan ringkasan dalam
bentuk bacaan tentang orde reaksi; diberikan contoh-contoh soal yang bervariasi tentang orde reaksi. Lem-
bar kegiatan mahasiswa perlu disesuaikan dengan cara ,tahapan dosen model mengajar, yang cenderung
menggunakan model pembelajaran instruksi langsung (direct instruction), namun masih perlu menambah
tahapannya khususnya tugas kelompok sebelum mahasiswa diberikan tugas mandiri. Mahasiswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 80
cenderung belajar kelompok, saat diberi tugas dosen, mereka cenderung bertanya kepada teman di samping
kiri dan kanan tempat duduknya, maka perlu kiranya amahsiswa lebih diberikan waktu untuk belajar
kelompok. Memperhatikan skecenderungan mahasiswa yang cenderung belajar kelompok dan sifat materi
orde reaksi yang terstruktur secara berurutan, maka sebaiknya mahasiswa yang diberikan materi orde rekasi
tersebut, diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran instruksi langsung (direct instruction). Hal
tersebut sesuai dengan cara mengajar dosen model adalah menggunakan pembelajaran instruksi langsung .
Secara umum urutan model pembelajaran instruksi langsung untuk mengajarkan materi orde reaksi adalah :
Orientasi : dosen model memotivasi berkaitan dengan orde reaksi ,meninjau materi sebelumnya yaitu laju
reaksi, menentukan tujuan pembelajaran yaitu penentuan orde rekasi dan harga k , menentukan prosedur
pengajaran. Memberikan penjelasan materi orde reaksi oleh dosen. Mahasiswa belajar kelompok terstruk-
tur; Mahasiwa belajar dengan bimbingan dosen ; Mahasiswa mengerjakan tugas mandiri. Selanjutnya
dosen model menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan tetang orde reaksi.

4. Tanggapan balik dosen model
Dosen model meraskan adanya pencerahan setelah mendapatkan masukan saran- saran dari
teman dosen sejawat, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan profesi sebagai dosen kimia fisika. Sa-
ran teman sejawat yang berharga, antara lain adalah mengingatkan kepada dosen model bahwa, se-
sungguhnya mengajar adalah bagaian dari layanan dosen terhadap mahasiswa berkaitan dengan tugas
penyampaian pengetahuan kimia fisika dari dosen ke mahasiswa, sehingga perlu kiranya dosen lebih
mamahami kebiasaan belajar mahasiswa, lebih memahami sifat materi dari orde reaksi, dan juga
mengingat kecenderungan dosen model yang model mengajarnya selaras dengan model pembelajaran
instruksi langsung. Maka dosen model dengan senang hati akan menerapkan model pembelajaran in-
struksi langsung pada penyampaian materi kimia fisika pada kegiatan pembelajaran berikutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan pembelajaran orde reaksi yang berlangsung selama ini dapat disimpulkan : 1) Pelaksanaan
pembelajaran orde reaksi yang dilakukan saat ini, masih perlu peningkatan dalam upaya lebih mengak-
tifkan mahasiswa dalam proses belajar, dengan : menambah macam media pembelajaran; menyempurna-
kan lembar kerja mahasiswa; menyempurnakan tahapan proses pembelajaran mahasiswa.2) Refleksi pe-
laksanaan pembelajaran orde reaksi , menghasilkan : perlunya penyesuaian model pembelajaran yang dise-
suaikan dengan karakter materi orde reaksi, kecenderungan cara belajar siswa, kecenderungan cara menga-
jar dosen model . Model pembelajaran yang sesuai dengan ketiga aspek tersebut adalah model pembela-
jaran instruksi langsung dengan tahapan : Dosen model memotivasi berkaitan dengan orde reaksi ,meninjau
materi sebelumnya yaitu laju reaksi, menentukan tujuan pembelajaran yaitu penentuan orde rekasi dan
harga k , menentukan prosedur pengajaran. Memberikan penjelasan materi orde reaksi oleh dosen. Maha-
siswa belajar kelompok terstruktur; Mahasiwa belajar dengan bimbingan dosen ; Mahasiswa mengerjakan
tugas mandiri. Selanjutnya dosen model menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan tetang orde
reaksi.
Kegiatan pembelajaran orde reaksi yang berlangsung selama ini, dapat disarankan :1) Dengan segala
upaya dosen model, diharapkan mahasiswa selalu aktif mengikuti pelajaran yang disampaikan dosen model
, terus menerus sejak mengikuti perkulihan sampai akhir dari perkuliahan orde reaksi.2) Sudah saatnya,
bahwa dosen memulai mengajar dengan cara, gaya mengajar yang disesuaikan dengan cara, gaya belajar
mahasiswanya, dengan harapan mahasiswa langsung mengfokuskan pemahamannya pada materi yang
disajikan dosen, tanpa terlebih dahulu menyesuaikan cara belajarnya sesuai dengan cara mengajarnya
dosen model.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 81
DAFTAR RUJUKAN
Alberty, R.A. 2005. Physical Chemistry.New York: Mc. Graw Hill.
Atkins, P.W. 2009. The Elements of Physical Chemistry. 5th edition.London:Oxford
Castellan, G.W. 1983. Physcal Chemistry.3rd edition. Massachusets: Addison Wesley .
Dama, 2006. Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal. Sulteng : BPKB (Online)
http://www.jugaguru.com/article.
Darsono Sigit ,dkk, 2011. Laporan Lesson study Kimia Fisika II, Malang : Jurusan Kimia FMIPA UM
Dogra SK & Dogra K, 2008. Kimia Fisik Dan Soal Soal. Jakarta : UI Press.
FMIPA, 2010. Katalog FMIPA UM Jurusan Kimia. Malang : FMIPA Universitas Negeri Malang
Istamar Syamsuri & Ibrohim, 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran). Malang: FMIPA UM.
Levine, L N, 2009. Physical Chemistry.6th Ed. New York: Mc Graw-Hill.
Nurhaeni, Ds. 2010. Andragogi Suatu Orientasi Baru dalam Pembelajaran. Makasar : (Online) Jurnal PILAR Univer-
sitas Muhammadiyah Makassar.
Rusydi Hikamawan, 2007. Andragogi Pendidikan untuk Pendewasaan (Online) http://pelajarislam.word-
press.com/2007/10/2 3/andragogi-pen
Sri Mulyani & Hendrawan , 2003. Kimia Fisika II. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA- UPI.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 82
KAJIAN TENTANG PELAKSANAAN LESSON STUDY DALAM
PROSES PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI DAN
BERPUSAT PADA SISWA
Sri Rahayu
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang (UM), Email: srirahayu_um@hotmail.com


Abstract. Many efforts have been done by Indonesian government to reform science education. The es-
sence of the reform lies on decentralized educational system, competence-based curriculum, and reform
of learning paradigm. The new curriculum 2006 suggests that pedagogy at all educational levels should
be student-centered. In fact, however, many new instructional strategies havent really implemented in
teachers profession. This because teachers dont have supporting teaching culture dan there is no ade-
quate system for teachers professional development. The purpose of this research is to examine the
process of lesson study as an innovative approach dan to see its effectiveness in practice. Research sub-
jects were 19 persons of MGMP chemistry teachers in Pasuruan City. The research was conducted in
semester II 2008/2009 and semester II 2009/2010. Research design was descriptive qualitatively. Data
was collected by observation, field note, interview and documentation and data in the form of interview
transcript, field note, observation record and document. The data was content-analised, triangulated
with other data and the results were described qualitatively and narratively. Results reveal that the les-
son study activities done are effective in improving students active participation, instructional practice
for students and teachers acquisition in professional development, teachers skills in classroom man-
agement, and teachers have positive perceptions towards the lesson study.
Keywords: chemistry teacher, chemistry instruction, inquiry, lesson study, professional development,
student-centered
Prestasi belajar siswa Indonesia dibandingkan dengan siswa dari negara-negara lain, misalnya Jepang,
dalam bidang studi matematika dan sains relatif rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata siswa dalam
PISA (Program for International Student Assessment) 2003 and TIMSS (Third International Mathematics
and Science Study) 1999 seperti nampak dalam Tabel 1 di bawah ini. Hasil PISA dan TIMSS ini meru-
pakan salah satu pencetus untuk mereformasi pendidikan sains di Indonesia.
Tabel 1. Perolehan skor rata-rata siswa Indonesia dan Jepang dalam bidang matematika dan sains
(Lemke et al., 2004; Gonzales et al., 2000)
Indonesia Jepang
PISA 2003 (Matematika) 360 534
TIMSS 1999 (Matematika) 403 579
TIMSS 1999 (Sains) 435 550
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 83

Salah satu upaya untuk mereformasi pendidikan sains yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia
adalah reformasi kurikulum sekolah. Kurikulum yang diberlakukan saat ini adalah kurikulum baru 2006.
Esensi dari berbagai program pembaharuan pendidikan sains terletak terletak pada diterapkannya sistem
pendidikan desentralisasi, kurikulum berbasis kompetensi dan reformasi paradigma belajar (Sidi, 2008).
Kurikulum baru 2006 menyarankan agar pedagogi yang diterapkan di seluruh level sekolah sebaiknya
berpusat pada siswa dengan menekankan kreativitas, kompetensi, kecakapan hidup dan pengalaman hands-
on (Badan Nasional Standar Pendidikan, 2007). Oleh karena itu, guru bidang studi sains baik di level SD,
SMP maupun SMA diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi siswa
dalam membangun pemahaman konsep dan ketrampilan sains serta sikap ilmiah.
Selama ini, berbagai strategi pembelajaran baru yang dipandang inovatif tidak pernah benar-benar
diterapkan dalam profesi mengajar. Hal ini disebabkan karena kultur mengajar guru tidak mendukung. Ha-
sil penelitian menunjukkan bahwa strategi mengajar guru yang digunakan saat ini bergantung pada pen-
galamannya saat pertama kali mengajar di sekolah. Praktek pengajaran ini tetap bertahan selama karirnya
sebagai guru. Strategi pembelajaran yang digunakan guru saat pertama kali mengajar di sekolah digunakan
oleh guru sebagai fondasi bagaimana guru mengajar di kelas saat ini. Bahkan seringkali guru tergantung
pada strategi pembelajaran yang kurang efektif yang dicontohkan guru kepada mereka saat mereka masih
duduk di bangku SMA.
Kegiatan pembelajaran yang kurang mendukung pelaksanaan kurikulum baru 2006 harus diubah agar
apa yang diharapkan oleh kurikulum dapat terwujud. Salah satu cara adalah mengubah strategi pembela-
jaran yang biasanya berpusat pada guru ke arah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sehingga
siswa menjadi lebih diberdayakan dalam proses belajarnya. Perubahan ini hanya dapat dilakukan dengan
cara mengkaji praktek pengajaran itu dan melihat dampaknya terhadap belajar siswa. Agar supaya peruba-
han ini terjadi maka sekolah perlu menciptakan suatu proses bagi guru untuk mengkaji secara sistematik
strategi-strategi pembelajaran dan mengambil contoh pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa. Sayangnya, sejauh ini para guru belum memiliki cara yang sistematik untuk melakukan ko-
laborasi dan untuk mengubah praktek pembelajaran. Dengan adanya desentralisasi pendidikan maka pe-
rubahan yang harus dilakukan tersebut menjadi tanggungjawab guru dan sekolah. Guru seringkali mengha-
dapi kesulitan dalam menemukan strategi pembelajaran dan pembelajaran yang efektif dan yang lebih
jelek lagi para guru hanya mengandalkan pemerintah dalam upaya-upaya reformasi pendidikan. Sangat ser-
ing guru-guru yang berpengalaman hanya menunggu gerakan reformasi semacam ini. Guru melanjutkan
mengimplementasikan metode-metode pembelajaran yang telah mereka gunakan saat memulai karir seba-
gai guru. Keadaan ini terjadi bukan karena guru malas atau ingin menggunakan strategi mengajar yang ti-
dak efektif, namun karena tidak ada pilihan lain yang disediakan oleh sistem di sekolah.
Program pengembangan profesi guru masih menjadi fokus reformasi pendidikan sampai saat ini. Mis-
alnya, adanya pelatihan dan workhop yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengenalkan berbagai
inovasi pembelajaran. Namun, walaupun kegiatan ini masih tetap berlanjut sampai sekarang, hasil belajar
siswa masih kurang memuaskan. Menurut Stigler & Heibert (1999: 12-13) program pengembangan profesi
seharusnya memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar tentang pembelajaran. Pengembangan profesi
guru merupakan suatu proses pendidikan yang terencana, kolaboratif dan berkelanjutan yang bertujuan un-
tuk membantu guru dalam (1) memperdalam materi bidang studi; (2) mengasah ketrampilan mengajar di
kelas; (3) menghasilkan dan menyumbang pengetahuan baru terhadap profesi; (4) meningkatkan kemam-
puan memonitor belajar siswa, sehingga mereka dapat memberikan umpan balik yang konstruktif pada
siswa dan membantu mengarahkan mengajarnya sendiri (5) melanjutkan studi dalam bidang ilmunya dan
pendidikan pada umumnya (Glenn, 2000: 18). Salah satu cara pengembangan profesi guru adalah melalui
kegiatan lesson study.
Dalam kegiatan lesson study guru secara sistematis meningkatkan pembelajaran dan mengurangi ket-
erasingan guru jika lesson study dapat dipertahankan secara terus menerus (sustainable). Lesson study me-
rupakan sebuah proses bagi guru untuk melakukan kolaborasi dalam mendesain pembelajaran sekaligus
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 84
menguji tingkat keberhasilannya dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pada dasarnya lesson study
meliputi langkah-langkah Plan (merencanakan), Do (melaksanakan pembelajaran) dan See (merefleksikan
pembelajaran). Dalam proses ini, sekelompok guru bekerja sama dalam melakukan perencanaan untuk
menyiapkan antara lain RPP, LKS, dan media pembelajaran, kemudian salah seorang guru mengimple-
mentasikan pembelajaran yang telah dikembangkan secara kolaboratif di ruang kelas atau laboratorium
sementara para guru yang lain mengamati kegiatan pembelajaran tersebut sambil mengumpulkan bukti-
bukti belajar siswa. Setelah pembelajaran yang diamati berakhir, kelompok kolaboratif ini mendiskusikan
dan merefleksikan tentang pembelajaran yang baru mereka amati di dalam suatu ruangan yang dipimpin
oleh seorang moderator. Menurut Lewis (2000), mengembangkan pembelajaran yang ideal bukanlah
komponen yang paling penting dalam proses lesson study. Namun, fokus pada belajar siswa dan kolaborasi
secara professional merupakan penggerak proses kelompok lesson study. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji proses lesson study, sebagai pendekatan inovatif, dan melihat efektivitasnya dalam praktek pem-
belajarannya. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimanakah gambaran keberhasilan proses lesson
study yang diterapkan dalam penelitian ini?
METODE PENELITIAN
Subyek
Subyek penelitian adalah guru-guru Kimia MGMP Kota Pasuruan. Jumlah guru MGMP Kimia yang
terlibat dalam kegiatan lesson study adalah 19 orang yang terdiri dari 11 guru dari SMAN, 5 orang dari
MAN dan 3 orang dari SMA Swasta.

Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester II tahun 2008/2009 (tahap I) dan semester II tahun 2009/2010
(tahap II). Tabel 2 berikut menunjukkan jadwal dan kegiatan lesson study dan topik-topik kimia yang
diangkat sebagai pembelajaran yang diamati (open lesson).
Tabel 2. Kegiatan pada Tahap-Tahap Lesson Study dan Topik Kimia Yang Dikaji
Tanggal Semester II 2008/2009
(tahap I)
Tanggal Semester II 2009/2010
(tahap II)
21 Feb 2009 Plan 27 Feb 2010 Plan
28 Feb 2009 Plan 6 Maret 2010 Plan
14 Mar 2009 Do &See di kelas 11 dengan topik titrasi asam
basa (sesi 1). Guru model adalah Bpk Munadi
dan kegiatan dilakukan di SMA Muhammadiyah
10 April 2010 Do & See di kelas 11 dengan
topik minyak bumi
21 Mar 2009 Do & See di kelas 11 dengan topik titrasi asam
basa (sesi 2). Guru model adlah Ibu Nita dan
pembelajaran dilakukan di MAN Pasuruan
24 April 2010 Do & See di kelas 11 dengan
topik Titrasi asam basa (sesi
3). Guru model adalah pBpk
Rochim dan pembelajaran di-
lakukan di MAN Pasuruan
11 April 2009 Do & See di kelas 10 dengan topik Identifikasi
unsur C, H, O dalam senyawa karbon.
8 mei 2010 Do & See di kelas 11 dengan
topik kelarutan dan pengaruh
ion senama.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian dikumpulkan dengan cara
observasi, catatan lapangan (field note), wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan data penelitian berupa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 85
transkrip interview, catatan lapangan, catatan observasi dan dokumen. Data ini dianalisis kontennya,
ditriangulasikan dengan data yang lain dan hasilnya dideskripsikan secara kualitatif dan naratif.
Sebenarnya, keberhasilan lesson study dapat ditinjau dari partisipasi siswa dalam pembelajaran, hasil
belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotor dan afektif, praktek pembelajaran yang dilakukan
oleh siswa dan guru dalam pengembangan profesi, dan kemampuan guru dalam mengelola managemen
kelas serta persepsi guru terhadap lesson study. Karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti maka data
yang bisa dikumpulkan dan dianalisis dari kedua semester pelaksanaan lesson study ditunjukkan dalam
Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Kriteria Keberhasilan Lesson Study
Kriteria Keberhasilan Data yang Dikumpulkan Sumber Data
a. Siswa berpartisipasi
secara aktif.
Partisipasi siswa di dalam kelas dengan respon
siswa terhadap pertanyaan guru dan aktivitas
yang diamati.
Catatan lapangan peneliti dan
para observer.
b. Meningkatnya praktek
pembelajaran yang dilakukan
siswa dan perolehan guru dalam
pengembangan profesi
Komentar-komentar dalam melaporkan hasil
pengamatan terhadap pembelajaran, umpan
balik dari kolega/observer. Catatan tentang alur
pembelajaran dan interaksi dgn siswa.
Catatan lapangan peneliti ,
dokumen guru, catatan diskusi
dan refleksi.
c. Meningkatnya
ketrampilan mengelola kelas
guru.
Umpan balik dari para observer secara
keseluruhan, catatan tentang alur pembelajaran
Catatan lapangan peneliti,
catatan diskusi dan refleksi.

d. Persepsi guru yang
positif terhadap kegiatan lesson
study
Pendapat dan komentar guru selama proses
diskusi dan transkrip wawancara
Guru, catatan diskusi dan
refleksi

Pelaksanaan Lesson study
Lesson study yang diterapkan dalam kegiatan ini mencakup langkah-langkah Plan-Do-See, setiap se-
mester kegiatan plan dilakukan 2 kali pertemuan sedangkan kegiatan Do-See dilakukan 3 kali seperti nam-
pak dalam Tabel 2. Kegiatan ini dilakukan oleh team lesson study MGMP Kimia Kota Pasuruan yang ter-
diri dari 19 orang. Dalam Kegiatan Plan semester II 2008/2009, team guru diberikan pemahaman tentang
lesson study, model pembelajaran inovatif learning cycle yang berbasis konstruktivistik dan berbasis
inkuiri oleh peneliti selaku pendamping lesson study. Selanjutnya, para team guru tersebut memilih sendiri
topik yang ingin mereka open class-kan dan ingin ditingkatkan kualitas pembelajarannya. Selanjutnya team
membuat RPP dan perangkatnya untuk setiap topik-topik kimia yang dipilih dengan dipandu oleh
peneliti/pendamping. Topik-topik yang dipilih adalah topik topik yang sesuai dengan kharakteristik
model pembelajaran learning cycle. Pada semester II 2009/2010 kegiatan juga diawali dengan plan 2 kali
namun guru sudah paham dengan learning cycle sehingga RPP pada semester II 2009/2010 ini menjadi le-
bih baik dan sempurna dalam model pembelajaran itu dan pendamping tidak banyak memberikan input
dalam keputusan-keputusan yang diambil oleh team guru. Topik topik yang dipilih adalah topik yang bisa
dilakukan inkuiri atau kegiatan berbasis laboratorium, antara lain titrasi asam basa, identifikasi unsur C, H,
O dalam senyawa karbon, minyak bumi dan kelarutan dan pengaruh ion senama. Selanjutnya ditetapkan
sekolah dan guru yang akan tampil dikelas dengan menggunakan RPP yang telah dibuat di sekolah asalnya.
Selain itu, disepakati pula oleh team bahwa pembelajaran yang telah diimplementasikan di kelas oleh guru
model di sekolahnya akan diterapkan lagi di kelas yang lain pada topik yang sama namun dengan RPP
yang telah diperbaiki berdasarkan diskusi dan refleksi yang dilakukan setelah pembelajaran tersebut dia-
mati bersama. Selain mempersiapkan RPP dan perangkatnya serta alat evaluasi pembelajaran, team guru
juga menyiapkan peta lokasi duduk siswa lengkap dengan nama masing-masing siswa.
Langkah selanjutnya adalah kegiatan Do (open class). Seorang guru model mengajar di kelas dengan
RPP yang sudah dibuat secara kolaboratif. Sementara anggota team lesson study yang lainnya menempat-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 86
kan diri sebagai observer untuk mengumpulkan bukti-bukti belajar siswa. Masing-masing observer mem-
bawa RPP, LKS dan daftar nama siswa/denah tempat duduk siswa. Dalam kegiatan mengamati pembela-
jaran, seorang observer diberi rambu-rambu pertanyaan-pertanyaan berikut agar pengamatannya menjadi
terfokus:
- Apakah tujuan pembelajaran jelas bagi siswa?
- Apakah aktivitas yang dikerjakan oleh siwa efektif menyumbang tercapainya tujuan
pembelajaran?
- Apakah alur pembelajaran koheren dan mendukung siswa belajar konsep?
- Apakah masalah dan bahan ajar membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran?
- Apakah diskusi kelas membantu pemahaman siswa?
- Apakah materi pembelajaran cocok dengan tingkat pemahaman siswa?
- Apakah siswa menerapkan pengetahuan awalnya untuk memahami materi pelajaran?
- Apakah pertanyaan yang diajukan guru menarik perhatian dan memfasilitasi siswa dalam berfikir?
- Apakah ide-ide siswa dihargai dan dikaitkan dengan pelajaran?
- Apakah kesimpulan pelajaran mengaitkan ide-ide siswa?
- Apakah kesimpulan pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran?
- Bagaimanakah guru memberikan penguatan terhadap apa yang sudah dipelajari siswa selama
pembelajaran?

Langkah terakhir dalam kegiatan lesson study adalah diskusi dan refleksi. Guru model beserta
observer melakukan diskusi dan refleksi di sebuah ruangan atau di laboratorium tentang pembelajaran yang
baru saja diamati dan dipandu oleh seorang moderator. Yang bertindak sebagai moderator adalah fasilitator
lesson study. Kunci keberhasilan tahap diskusi adalah apabila refleksi dan komentar-komentar yang
dilontarkan oleh observer bersifat mendukung dan tidak menghakimi guru model (Stepanek dkk., 2007).
Hal yang paling penting adalah para pengamat mempertimbangkan bukti-bukti yang akan mereka
sampaikan dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan selama diskusi. Dengan menuliskan refleksi
personal dari pengamat setelah melakukan pengamatan akan memfokuskan dan mempertajam pembicaraan
dalam diskusi dan meningkatkan nilai/manfaat untuk team lesson study. Observer diarahkan untuk
memberikan komentar yang bisa memberikan pengaruh paling besar terhadap belajar siswa. Hal ini
disebabkan karena mendiskusikan beberapa komentar lebih efektif daripada sekedar membaca daftar
panjang pengamatan masing-masing observer. Moderator mendorong observer untuk memberikan
komentarnya berlandasakan bukti-bukti yang dikumpulkan selama pengamatan. Agenda yang dilakukan
dalam diskusi dan refleksi adalah:
- Guru memberikan komentar tentang pembelajaran. Moderator mengundang guru model untuk
memberikan kesan-kesannya tentang pembelajaran yang direncanakan oleh team dan
menggambarkan tantangan yang dijumpai selama pembelajaran.
- Anggota team lesson study memberikan komentar tentang pembelajaran. Moderator mengundang
anggota team untuk berkomentar. Mengingat bahwa pembelajaran itu adalah milik seluruh anggota
team maka setiap anggota berbagi satu atau dua komentar yang memfokuskan pada bukti-bukti
seputar pemahaman siswa. Komentar akan berguna jika mengungkap kekuatan pembelajaran
kemudian diikuti oleh tantangan atau kelemahan pembelajaran. Team juga dapat berbagi tentang
sesuatu yang mengejutkan atau menarik yang mereka perhatikan selama alur proses pembelajaran
berlangsung.
- Komentar dari peneliti/pendamping. Moderator meminta komentar dari pendamping berdasarkan
data yang dikumpulkannya dari percakapan di kelas, tugas-tugas siswa dan kegiatan siswa.
Pendamping tidak serta merta memberikan solusi untuk memperbaiki pembelajaran, namun
menunjukkan kekuatan pembelajaran berdasarkan bukti-bukti sebelum berbagi tentang
aspek/bidang yang perlu mendapat perhatian. Pendamping adalah patner dalam lesson study,
dengan keahlian dan pengalaman, pendamping dapat menambahkan nilai tambah pada kegiatan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 87
team. Jadi peran peneliti di sini adalah berbagi data yang dikumpulkan, membantu team
memahami data, dan membantu mereka mempertimbangkan upaya-upaya yang bisa dilakukan
untuk mengarahkan usaha perbaikan.

Setelah diskusi dan refleksi berakhir, maka langkah berikutnya adalah team lesson study merevisi
pembelajaran dengan cara memperbaiki RPP dan LKS atau aspek-aspek lain yang perlu diperbaiki.
Kemudian anggota team mengajarkan kembali topik tersebut di kelas mereka sendiri kemudian mencatat
hasilnya untuk kegiatan diskusi dan refleksi pada kegiatan berikutnya. Pembelajaran yang sudah direvisi
pada semester II 2008/2009 selanjutnya diajarkan kembali di tahun berikutnya yaitu semester II 2009/2010.
Topik yang direvisi dan diterapkan di tahun berikutnya adalah titrasi asam basa menggunakan model
pembelajaran yang tetap yaitu learning cycle berbasis inkuiri dan berpusat pada siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari Beberapa Open Class dan Diskusi-Refleksi
Dari analisis field note tentang pembelajaran dalam open class yang dilakukan oleh peneliti dan guru
pada tahap I semsester II 2008/2009 dan tahap II semester II 2009/2010 dalam mengajarkan topik-topik
kimia, dokumen persiapan mengajar berupa RPP dan LKS yang telah dibuat oleh team, dan catatan hasil
diskusi dan refleksi, nampak bahwa:
a) pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada tahap II lebih berpusat pada siswa dan lebih banyak
menggunakan kegiatan inkuiri baik dilakukan di laboratorium seperti titrasi asam basa dan topik
kelarutan dan pengaruh ion senama dan pembelajaran inkuiri yang dilakukan di kelas seperti topik
minyak bumi. Kemampuan guru dalam mengelola kelas dengan menggunakan strategi
pembelajaran learning cycle menjadi lebih baik dan guru lebih memikirkan bagaimana caranya
supaya siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk membangun konsepnya
sendiri. Praktek pembelajaran siswa dan perolehan guru dalam kegiatan pengembangan profesi ini
menjadi semakin meningkat. Sebagai case study, RPP yang dibuat team pada tahap II pada topik
titrasi asam basa (sesi 3) mempertimbangkan pengalaman open class di tahap I dan juga masukan
dari hasil diskusi dan refleksi. Sedangkan pada tahap I sendiri, team melakukan perbaikan
terhadap RPP yang di open class-kan di sesi 1 untuk kemudian diterapkan lagi di kelas sendiri
oleh masing-masing guru dan juga untuk diterapkan di open class sesi 2 pada semester yang sama.
Berikut adalah beberapa aspek yang didiskusikan dan direfleksikan sebagai dasar perubahan dan
revisi pembelajaran yang dilakukan oleh team lesson study:
- Aspek waktu pembelajaran yang direncanakan di RPP untuk titrasi asam basa. RPP pada
topik titrasi asam basa untuk open class sesi 1 menggunakan strategi learning cycle
direncanakan waktunya 2 x 45 menit. Pada fase engage, guru mengajukan beberapa
pertanyaan yang memotivasi siswa. Pada fase explore guru meminta siswa untuk membaca
buku teks dan melengkapi LKS yang baru diberikan saat pembelajaran. Setelah itu, siswa
dipersilahkan melakukan kegiatan titrasi asam HCl dan basa NaOH. Pada fase explain, guru
meminta siswa untuk mempresentasikan hasil percobaan dan fase extent siswa diberi beberapa
soal untuk dikerjakan. Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran molor waktunya sekitar
30 menit walaupun tujuan pembelajaran 70% sudah tercapai. Siswa kurang terampil dalam
berinkuiri karena mereka baru pertama kali mengalami pembelajaran inkuiri sehingga ketika
diajak untuk menggali informasi dari buku paket untuk mengisi LKS mereka nampaknya
kebingungan selain itu mereka kurang terampil dalam melakukan titrasi, banyak kesalahan
yang dibuat oleh siswa sehingga waktunya menjadi molor. Berikut ini cuplikan komentar guru
pada saat diskusi dan refleksi:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 88
pada awalnya siswa merasa kebingungan apa yang harus dilakukan (saat diminta untuk
melengkapi LKS) seperti pada kelompok 7, namun setelah siswa melihat kelompok lain
mereka mencoba walaupun agak kesulitan (Ibu Nita)
sekali titrasi siswa dalam kelompok yang saya amati membutuhkan waktu sekitar 20
menit sehingga kalau 3x titrasi maka waktu kegiatan explorasi hanya habis digunakan
untuk melakukan titrasi saja(Ibu susi).
menurut pemantauan saya sebaiknya waktu untuk eksplorasi ditambah, tidak 30 menit
tetapi 60 menit sehingga pada fase ini siswa diberi penekanan-penekanan yang harus
dilakukan sehingga tidak mengalami kebingungan (Ibu Tantri)

Berdasarkan hasil diskusi dan refleksi pada sesi 1, maka team lesson study merevisi RPP yang ada
untuk digunakan kembali pada sesi 2. Aspek waktu pada RPP sesi 2 tetap dibuat 2x45 menit,
namun kegiatan menggali informasi dalam buku teks untuk melengkapi LKS dilakukan oleh siswa
dalam kelompoknya di luar jam saat open class dan guru membimbing siswa bagaimana mengisi
LKS tersebut dan bagaimana menentukan titik ekivalen. Kegiatan ini dicobakan membutuhkan
waktu 40 menit. Selain itu, dilakukan juga pemodelan bagaimana melakukan titrasi di awal
kegiatan eksplorasi pada sesi 2 dan diberi penekanan oleh guru. RPP yang sudah direvisi ini
diterapkan pada sesi 2 yaitu di MAN Pasuruan. Hasil diskusi dan refleksi pada sesi 2 ini
mengungkap bahwa jika guru model melakukan pertemuan di luar open class sesi 2 selama 40
menit hanya membicarakan bagaimana siswa melakukan titrasi, mengisi LKS dan menentukan titik
ekivalen, maka bisa disimpulkan bahwa titrasi asam basa dengan menggunakan learning cycle
sebenarnya membutuhkan waktu 3 x 45 menit agar tujuan pembelajaran benar-benar tercapai.
Apalagi siwa di Pasuruan belum pernah melakukan inkuiri seperti yang ada dalam pembelajaran
open class. Oleh karena itu team lesson study merevisi RPP yang digunakan pada sesi 2 menjadi
RPP baru untuk sesi 3 dengan perubahan waktu menjadi 3x 45 menit. RPP untuk sesi 3 ini
diterapkan di pembelajaran sesi 3 pada tahap II dan nampaknya masalah waktu tidak menjadi isu
diskusi dan refleksi lagi. Dari ilustrasi ini disimpulkan bahwa penggunaan waktu untuk
pembelajaran topik titrasi asam basa dengan strategi pembelajaran learning cycle yang berbasis
inkuiri dan berpusat pada siswa sudah teruji secara empiris membutuhkan waktu efektif 3 x 45
menit dengan kondisi siswa berkemampuan rata-rata dan belum terbiasa dengan model
pembelajaran tersebut.
- Aspek ketrampilan siswa dalam melakukan titrasi. RPP untuk pembelajaran topik titrasi asam
basa menggunakan learning cycle yang merupakan pembelajaran berbasis inkuiri (guided
inquiry). Berdasarkan catatan hasil pengamatan dan diskusi dan refleksi pada sesi 1, 2 dan 3
disimpulkan bahwa titrasi merupakan ketrampilan proses mengukur dan oleh karena
ketrampilan ini merupakan pengalaman baru bagi siswa di kelas XI maka ketrampilan ini
harus diajarkan dulu kepada siswa. Ketrampilan pokok yang ada dalam kegiatan melakukan
titrasi adalah memasang buret, memasukkan larutan NaOH kedalam buret, mengukur larutan
HCl, melakukan titrasi, membaca buret, menentukan titik ekivalen sampai pada menghitung
konsentrasi asam yang dititrasi. Pada sesi 1, siswa sama sekali belum paham tentang titrasi
sehingga ketika diberikan tugas melengkapi LKS dan melakukan titrasi banyak sekali
dijumpai kesalahan dan tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan maksimmal serta
memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang telah direncanakan. Aspek ini
ditingkatkan lagi oleh team lesson study dengan cara memberikan pelatihan bagaimana
mengisi LKS dan memodelkan cara melakukan titrasi sebelum kegiatan eksplorasi dilakukan
sehingga RPP untuk sesi 2 dan juga aktivitas yang akan dilakukan oleh siswa menjadi lebih
meningkat. Sehingga pada sesi 3 pembelajaran sudah lebih sempurna dibandingkan dengan
pembelajaran sesi 1 dan 2. Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa praktek pembelajaran
yang dilakukan siswa dan perolehan guru dalam pengembangan profesi semakin meningkat.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 89

b) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebih meningkat. Hal ini disebabkan
karena: a) strategi pembelajaran dengan learning cycle yang diterapkan berbasis konstruktivistik
memang pada hakekatnya mengajak siswa untuk aktif berfikir, tugas-tugas siswa dirancang
dengan inkuiri yang berbasis hands-on activity dan diarahkan kontekstual sehingga dari tuntutan
strategi ini sendiri siswa dapat menjadi lebih aktif. Karena strategi ini merupakan strategi
pembelajaran baru bagi guru-guru MGMP Kota Pasuruan nampaknya mereka tertantang untuk
menguasai langkah-langkah pembelajaran ini dengan baik; b) kemampuan guru dalam mengelola
kelas menjadi semakin meningkat sehingga siswa dapat lebih berpartisipasi dalam belajar. Hal ini
dilihat dari alur pembelajaran menjadi lebih baik dan lebih lancar dan guru lebih memposisikan
siswa sebagai subyek belajar. Berikut ini cuplikasn komentar para observer pada sesi 1 yang
digunakan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan partisipasi siswa pada kegiatan berikutnya:
sebenarnya siswa sudah nampak termotivasi terbukti anak-anak menjawab pertanyaan
pancingan dari guru model tetapi sangat disayangkan guru model tidak merespon jawaban
siswa, terus melanjutkan dengan membagikan LKS (Ibu Nidar sesi 1)
kerjasama kelompok sudah sangat bagus sekali misalnya ada kelompok siswa yang bertanya
bu ini kelompoknya dibagi? Terus saya jawab silahkan. Jadi mau melakukan diskusi
kelompok sepertinya siswa mau membagi diri/tugas dulu (Ibu Nita pada sesi 2).
Dari uraian di atas ini dapat disimpulkan bahwa guru-guru MGMP Kimia Kota Pasuruan mengalami
peningkatan dalam hal partisipasi siswa dalam pembelajaran, kemampuan guru dalam mengelola
kelas, praktek pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan perolehan guru dalam kegiatan lesson
study yang antara lain adalah guru menjadi praktisi yang lebih reflektif, lebih mengorientasikan
pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered) kearah pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student-centered) dan segala keputusan yang diambil terkait pembelajaran lebih
mempertimbangkan pada aspek bagaimana siswa belajar, dan lebih terampil dalam melakukan
kolaborasi. Selain itu, siswa menjadi lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dengan
learning cycle.

Persepsi Guru Tentang Lesson Study
Berdasarkan pendapat dan komentar guru yang diperoleh selama proses diskusi dan refleksi dan
didukung oleh wawancara bebas dengan beberapa guru serta kehadiran guru dalam setiap kegiatan lesson
study diperoleh kesimpulan bahwa guru memiliki persepsi yang positif tentang lesson study. Berikut ini
beberapa cuplikan dari hasil wawancara dengan sekelompok guru:
Bagaimanapun juga guru yang maaf cara ngajarnya konvensional guru hanya duduk dan
menjelaskan..maaf ya, itu anak khan muak. Dengan adanya lesson study mau tidak mau guru khan
nggak bisa duduk aja.
Kalau dulu RPP hanya pinjam dan fotokopi saja, sekarang dengan adanya lesson study kita harus
membuat sendiri dan merasa ikut memiliki RPP itu
guru-guru MGMP merasa tertantang dengan adanya lesson study karena betul-betul menekankan
pada siswa yang belajar
Dulu saya sering mengikuti kegiatan MGMP tapi lama-lama bosen dan saya jadi tidak suka,
sekarang ada lesson study dan tahu manfaatnya, saya senang datang kemari.
Dengan adanya lesson study itu kita dipaksa untuk tampil bu dan kita diwarnai oleh banyak
orang. Kita jadi senang.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 90
KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan lesson study yang telah dilakukan di semester II 2008/2009 dan semester II 2009/2010
memberikan hasil yang efektif ditinjau dari meningkatnya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran, men-
ingkatnya praktek pembelajaran yang dilakukan siswa dan perolehan guru dalam pengembangan profesi,
meningkatnya ketrampilan guru dalam mengelola kelas, dan persepsi guru yang positif tentang kegiatan
lesson study. Adanya lesson study, sebagai cara mengembangkan profesi, memiliki pengaruh positif
seperti:
1. Meningkatkan kolaborasi antar guru sehingga perasaan keterasingan guru menjadi semakin
berkurang, rasa saling percaya (trust) menjadi meningkat, dan meningkatkan keinginan guru agar
dapat membuka kelasnya untuk diamati dan kemampuan guru untuk belajar bersama.
2. Membantu guru untuk menjadi praktisi yang reflektif untuk menemukan ide-ide baru. Hal ini
disebabkan karena adanya forum yang mendiskusikan tentang perbedaan pendapat diantara para
guru dan mungkin menguji pendekatan-pendekatan yang berbeda dan mengumpulkan data tentang
pengaruhnya terhadap belajar siswa.
3. Mengajak guru untuk belajar bagaimana cara menginvestigasi dan memperoleh pengetahuan dari
praktek pembelajaran sehari-hari dan juga dari mengamati siswa belajar.
4. Membantu guru untuk mencari dan memikirkan tentang bagaimana siswa belajar sehingga dalam
merencanakan pembelajaran guru bisa mengantisipasi bagaimana kemungkinan respon siswa
terhadap sebuah pembelajaran misalnya pertanyaan atau tugas-tugas yang akan diberikan. Oleh
karena itu, pada prinsipnya adalah membantu guru dalam memperoleh pemahaman yang baik
tentang siswa dan kebutuhan siswa.
5. Membantu guru dalam menemukan pendekatan yang efektif dalam merencanakan kegiatan
pembelajaran di masa-masa mendatang bila mereka bisa mempertahankan keberlanjutan dari
kegiatan lesson study .

Oleh karena itu, kegiatan lesson study perlu dilakukan secara terus menerus dalam praktek
pembelajaran di sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Badan Nasional Standar Pendidikan. 2007. Standar Proses. Jakarta: BNSP
Glenn, John. 2000. Before Its Too Late. A Report to the Nation from the National Commision of Mathematics
and Science Teaching for the 21
st
Century. Washington: US Department of Education.
Gonzales P., Calsyn, C., Jocelyn L., Mak K., Kastberg D., Arafeh S., Williams T., & Tsen, W. (2000). Pursuing
excellence: Comparisons of international eighth-grade mathematics and science achievement from a U.S.
perspective, 1995 and 1999 (NCES 2001-028). Washington, DC: U.S. Department of Education, National
Centre for Education Statistics. Retrieved November 15, 2008, from http://nces.ed.gov/timss/timss-r.
Lemke, M., Sen, A., Pahlke, E., Partelow, L., Miller, D., Williams, T., Kastberg, D. & Jocelyn, L. (2004). Inter-
national outcomes of learning in mathematics literacy and problem solving: PISA 2003 results from the
U.S. perspective (NCES 2005-003). Washington, DC: U.S. Department of Education, National Centre for
Education Statistics.
Lewis, Chatherine. 2002a. What are theessential elements of lesson study? The CPS Connection, Vol. 2 (6), 1-4
Sidi, I. J. (2008). Synergy of curriculum and the national examination. Paper presented at national seminar on the
national examination conducted by the Quality Insurance Board, Middle East of Java, Semarang, Indone-
sia. http://sawali.info/2008/08/30/ujian-nasional-un-jalan-terus/.
Stigler J. & Hiebert J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the World's Teachers for Improving Education
in the Classroom, New York, Free Press.
Stepanek, J., Appel, G., Leong, M., Mangan, M.T. & Mitchell, M. 2007. Leading Lesson Study: A Practical
Guide fo Teachers and Facilitators. California, USA: Corwin Press
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 91
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIG-
SAW UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKO-
MUNIKASI DAN KERJASAMA MAHASISWA PADA MATA
KULIAH KIMIA ANORGANIK FISIK
Nina Kadaritna
Universitas Lampung


Abstrak: Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah kimia anorganik fisik masih rendah dalam bekerja-
sama dan keterampilan berkomunikasinya, sehingga perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan: (1) kerjasama mahasiswa dan (2) keterampilan berkomunikasi, melalui pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah Kimia Anorganik Fisik semester ganjil TA 2011-2012. Subjek
pada implementasi lesson study ini adalah mahasiswa program studi pendidikan kimia (PSPK) yang
mengambil mata kuliah Kimia Anorganik Fisik, yang berjumlah 32 orang. Instrumen yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah lembar observasi. Hasil dari studi ini adalah dengan model pembela-
jaran kooperatif tipe jigsaw mahasiswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi baik dalam diskusi
kelompok ahli, pada saat menyampaikan informasi di kelompok asal maupun pada saat presentasi di
depan kelas. Setiap mahasiswa diberi tanggung jawab untuk memahami satu topik tertentu, dan harus
terampil menyampaikannya pada teman di kelompok asal. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik
tanpa ada kesadaran untuk bekerjasama diantara mereka. Dengan demikin dapat disimpulkan bahwa
melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik
fisik terbukti dapat meningkatkan: (1) keterampilan berkomunikasi dan (2) kerjasama antar mahasiswa.
Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, keterampilan komunikasi, kerjasama
Proses pembelajaran di perguruan tinggi pada saat ini sedang mengalami pergeseran dari
pembelajaran berbasis isi ke kompetensi. Demikian halnya dengan Unila yang mengharuskan setiap
program studi merubah model pembelajarannya yang berfokus hanya pada isi bergeser pada proses. Pada
program studi pendidikan kimia, khususnya pada perkuliahan Kimia Anorganik Fisik, telah merubah
proses pembelajarannya dari teacher centered learning menjadi student centered learning. Saat ini
kepemilikan pembelajaran bukan lagi berpusat pada dosen melainkan pada mahasiswa, yang aktif
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Dosen hanya bertindak sebagai fasilitator. Penekanan bukan lagi
hanya pada penyampaian teori melainkan juga pada bagaimana suatu pekerjaan dikerjakan.
Perkuliahan Kimia Anorganik Fisik pada semester ganjil TA 2011-2012, terdiri dari beberapa
angkatan, ada mahasiswa sememester 5, 7 dan bahkan beberapa orang semester 9, sehingga pada saat
pembentukan kelompok digabung antar angkatan, supaya diperoleh kelompok yang heterogen. Model
pembelajaran yang dipilih tipe STAD, yang secara garis besar tediri dari diskusi kelompok dan presentasi
hasil diskusi. Setelah beberapa kali pertemuan teramati yang mempresentasikan hasil diskusi selalu
mahasiswa yang sama. Selain itu ada keluhan dari mahasiswa semester 5, bahwa teman sekelompoknya
yang semester 7 dan atau semester 9, tidak aktif berdiskusi.
Berdasarkan fakta tersebut terbukti, tidak semua mahasiswa aktif dalam diskusi, dengan dugaan
mahasiswa tersebut tidak dapat bekerjasama dengan teman satu kelompoknya, dan atau tidak bertanggung
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 92
jawab terhadap tugas yang diberikan dosen. Selain itu juga tidak semua mahasiswa terampil berkomuni-
kasi atau presentasi di depan kelas, sehingga mengandalkan adik angkatan atau anggota lain dalam satu
kelompoknya. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan, model pembelajaran yang dipilih kurang tepat,
sehingga kerjasama tidak terjalin dengan baik, dan keterampilan berkomunikasi belum dimiliki oleh semua
mahasiswa yang mengikuti perkuliahan kimia anorganik fisik. Dengan demikian harus dipilih satu model
pembelajaran yang memungkinkan semua mahasiswa aktif berdiskusi, bekerjasama, dan memungkinkan
memberi tanggung jawab secara merata pada semua anggota kelompok, sehingga dalam satu kelompok
tidak saling mengandalkan baik saat diskusi dan mengerjakan tugas kelompok maupun pada waktu
presentasi kelas.
Tidak berjalannya diskusi kelompok menunjukan lemahnya kerjasama diantara mahasiswa,
sedangkan presentasi kelas yang dilakukan oleh mahasiswa tertentu saja menunjukan bahwa keterampilan
presentasi atau berkomunikasi mahasiswa belum merata. Kedua komponen tersebut (kerjasama dan
keterampilan presentasi) merupakan bagian dari soft skill yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Di masa
persaingan yang ketat saat ini, tidak dapat ditawar-tawar lagi bahwa hard skill dan soft skill harus seiring
dan sejalan dalam pengembangannya di perguruan tinggi, sebagai pencetak sumberdaya yang tangguh dan
unggul. Soft skills dikembangkan tidak melalui satu mata kuliah, melainkan diselipkan di setiap mata
kuliah. Apabila atribut soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses
pembelajaran yang menggunakan presentasi, diskusi kelompok menjadi perlu dilakukan. Namun, apabila
kerjasama yang akan difokuskan, maka penugasan berkelompok yang banyak diberikan.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi atau yang dalam sintak pembelajarannya
dapat melatihkan soft skills adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Soejadi (2009), pada
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan 4-6 orang. Setiap
kelompok dinamai kelompok jigsaw atau kelompok asal. Materi pelajaran dibagi menjadi beberapa
bagian/ seksi sehingga setiap siswa mempelajari salah satu bagian pelajaran tersebut. Semua siswa dengan
bagian pelajaran yang sama belajar bersama dalam sebuah kelompok, yang dikenal sebagai kelompok ahli
(tim ahli). Setiap siswa dalam tim ahli berdiskusi dan mengklarifikasi bahan pelajaran dan menyusun
sebuah rencana bagaimana cara mereka mengajar kepada teman mereka dari kelompok (tim ahli) yang lain.
Jika sudah siap, siswa kembali ke kelompok jigsaw (kelompok asal) mereka, dan mengajarkan bagian
yang dipelajari masing-masing kepada temannya dalam kelompok jigsaw tersebut. Hal ini memberikan
kemungkinan siswa terlibat aktif dalam diskusi dan saling komunikasi baik di dalam grup jigsaw maupun
tim ahli. Keterampilan bekerja dan belajar secara kooperatif dipelajari langsung di dalam kegiatan pada
kedua jenis pengelompokan. Siswa juga diberi motivasi untuk selalu mengevaluasi proses pembelajaran
mereka, sedangkan fungsi dosen pada pembelajaran sebagai fasilitator dan motivator.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka diadakan lesson study dengan judul: Implementasi
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Kerjasama
Mahasiswa Pada Mata Kuliah Kimia Anorganik Fisik.
Tujuan dari lesson study ini adalah mendeskripsikan:
1. Peningkatan keterampilan berkomunikasi mahasiswa melalui implementasi pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik
2. Peningkatan kerjasama mahasiswa melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
pada mata kuliah kimia anorganik fisik.

Keterampilan berkomunikasi dan bekerjasama diantara mahasiswa merupakan bagian dari atribut soft
skills yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sehingga dosen harus melatihkan hal tersebut pada mahasiswa
melalui perkuliahan yang diampunya. Penulis buku-buku serial manajemen diri, Aribowo, membagi soft
skills atau people skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills.
Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur diri sendiri. Adapun Interpersonal
skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain, yang terdiri
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 93
dari: Communication skill, Relationship building, Motivation skills, Leadership skills, Self-marketing skill,
Negotiation skills, Presentation skills, dan Public speaking skills
Soft skills yang dimiliki oleh setiap orang berbeda-beda kadarnya, tergantung pada kebiasaan berfikir,
berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya
dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru (Aribowo, 2005).
Pada saat menentukan metode pembelajaran, yang utama adalah menentukan kemampuan apa yang
akan diubah dari mahasiswa setelah menjalani pembelajaran baik dari sisi hard skills maupun soft skills.
Dalam satu mata kuliah dapat diterapkan pengembangan soft skills lebih dari 2 atribut sekaligus. Sebagai
contoh, jika mata kuliah tersebut mengharapkan peningkatan atribut soft skills komunikasi, kerjasama
kelompok, dan berfikir kritis, maka dis- kusi kelompok diikuti dengan penyajian lisan akan menjadi pilihan
untuk diterapkan.
Salah satu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran
ini dikembangkan oleh Aronson, Blaney, Stephen, Sikes & Snapp pada tahun 1978. Dalam metode
Jigsaw, menurut Aronson dalam Lie (2010) menyarankan, jumlah anggota kelompok dibatasi sampai
dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat
anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka
mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk
menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Selanjutnya dalam tipe jigsaw yang dikembangkan
Aronson dalam Lie (2010) menyatakan, bahan bacaan dibagi menjadi 4 bagian (4 topik) dan masing-
masing anggota mendapat 1 topik, dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan
diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk
melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut.
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim sebagai kelompok asal
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian/sub bab materi yang berbeda
3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah ditugasi mempelajari bagian/sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh
5. Tiap kelompok asal mempresentasikan hasil diskusinya
6. Guru memberi evaluasi
7. Penutup.
METODE
Subjek dalam Lesson Study ini adalah mahasiswa program studi pendidikan kimia yang mengambil
mata kuliah kimia anorganik fisik pada semester ganjil tahun akademik 2011-2012, yang terdiri dari 32
orang dan berasal dari 3 angkatan, yaitu mahasiswa semester 5, 7 dan 9. Observer yang terlibat dalam studi
ini, yaitu 2 orang dosen mitra dan 2 orang alumni yang baru lulus. Refleksi dilaksanakan setiap akhir
perkuliahan, disampaikan secara lisan dan terulis. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam
studi ini yaitu lembar observasi, dan dokumen portofolio mahasiswa. Adapun data dari hasil observasi
pembelajaran dari mitra dideskripsikan secara kualitatif dan naratif.
Lesson study ini terdiri dari 4 siklus. Pada siklus 1dan 2, materi yang dibahas adalah Teori Ikatan Va-
lensi dalam Senyawa Kompleks dengan masing-masing struktur oktahedral serta tetrahedral dan segiem-
pat datar. Pada siklus 3 dan 4, tentang Teori Medan Kristal dalam Senyawa Kompleks dengan masing-
masing struktur oktahedral serta tetrahedral dan segiempat datar. Adapun tahapannya terdiri dari: a) Plan
(merencanakan); b) Do (melaksanakan); dan c) See (merefleksi).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 94
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
a. Plan dalam lesson study ini meliputi kegiatan: 1) penyusunan satuan acara pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe jigsaw; 2) menyusun lembar kerja mahasiswa (LKM) dan handout sebagai
bahan untuk diskusi; 3) menyiapkan lembar observasi kegiatan pembelajaran; 4) menyiapkan alat dan
bahan untuk presentasi mahasiswa. Dalam tahapan ini juga dibahas tentang kapan, dimana, dan bagai-
mana SAP tersebut akan dilaksanakan. Materi yang dibahas pada siklus pertama ini Teori Ikatan
Valensi dalam Senyawa Kompleks dengan struktur oktahedral.
b. Do (melaksanakan). Pada tahap ini adalah mengimplementasikan SAP yang telah disusun, yang
meliputi praktek pembelajaran dan pengamatan. Kedua kegiatan ini berjalan bersamaan saat
pelaksanaan. Instrumen yang digunakan sebagai alat pengamatan adalah lembar observasi. Kegiatan
pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada sintaks model cooperative learning tipe jigsaw. Pada
kegiatan pendahuluan mahasiswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompok asal (kelompok
jigsaw), ada 8 kelompok asal, dosen menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut,
memotivasi mahasiswa dan mempersiapkan mahasiswa untuk belajar tentang teori ikatan valensi
dalam senyawa kompleks dengan struktur oktahedral. Mahasiswa dibagi LKM, dan diberi penjelasan
tentang fase-fase dalam pembelajaran. Setelah mahasiswa memahaminya kemudian masing-masing
anggota kelompok dengan tugas yang sama bergabung menjadi kelompok ahli, sehingga ada 4
kelompok ahli dengan anggota masing-masing 8 orang. Mahasiswa menemukan pengetahuan melalui
tahapan-tahapan yang sistematis dalam kelompok ahli, jika mahasiswa ada kesulitan, bertanya pada
dosen yang terus berkeliling sambil mengamati jalannya diskusi di setiap kelompok ahli. Setelah
selesai diskusi di kelompok ahli, selanjutnya kembali ke masing-masing kelompok asal untuk berbagi
informasi yang diperoleh dari kelompok ahli, kepada teman kelompok asal, kemudian masing-masing
kelompok asal mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan observasi dilaksanakan oleh dosen mitra
dan alumni yang baru lulus. Observasi lebih difokuskan pada aspek kerjasama dan interaksi antar
anggota kelompok, serta keterampilan berkomunikasi khususnya dalam presentasi kelas. Pada
kegiatan akhir, mahasiswa menyimpulkan materi yang diperoleh pada pembelajaran tersebut.
c. See (refleksi). Refleksi dilakukan untuk mengkaji secara menyeluruh pelaksanaan pembelajaran,
berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dievaluasi guna menyempurnakan rencana tindakan
berikutnya. Adapun hasil refleksi pembelajaran pada siklus I yang perlu dipertimbangkan dan dijadikan
acuan pada pelaksanaan berikutnya adalah (1) Pada saat diskusi kelompok ahli, mahasiswa masih ada
yang merasa malu dan ragu untuk bertanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan
kepada teman satu kelompok ahli maupun dosen. Keadaan ini membutuhkan motivasi dan kiat dari
dosen untuk memunculkan keberanian pada mahasiswa. Selain itu jumlah anggota dalam kelompok
ahli terlalu banyak, sehingga tidak semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain; (3)
Mahasiswa yang presentasi hasil diskusi kelompok yang biasa tampil, dalam hal ini ketua
kelompoknya. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan aturan bahwa yang presentasi pada setiap
pertemuan harus berbeda orang atau bergiliran. (4) Mahasiswa belum memahami benar tahapan pem-
belajaran yang dikehendaki. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan menyampaikan tahapan-tahapan
pembelajaran yang akan dilaksanakan sejelas-jelasnya. (5) Masih ada mahasiswa yang belum bisa
bekerjasama dengan baik, terutama dalam kelompok ahli. Hal ini mungkin disebabkan kelompok ahli
baru terbentuk sebelum diskusi kelompok ahli dimulai, sehingga belum mengenal satu sama lain,
berbeda dengan kelompok asal yang sudah terbentuk dari awal perkuliahan.
Siklus II
a. Plan (perencanaan) pada siklus II, hampir sama dengan siklus I, dengan beberapa perbaikan, sesuai ha-
sil refleksi pada siklus I. Pada diskusi kelompok ahli, karena terlalu banyak orangnya (8 mahasiswa)
sehingga dibagi lagi menjadi 2 kelompok ahli yang membahas topik yang sama.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 95
b. Do (melaksanakan). Pada kegiatan ini juga tahapannya sama dengan pada siklus I, hanya berbeda pada
materi yang dibahas, yang merupakan lanjutan dari siklus I. Pada kegiatan inti, (i) menyiapkan maha-
siswa duduk sesuai dengan kelompoknya (kelompok asal); (ii) membagi submateri pada setiap anggota
dan bergabung dalam kelompok ahli, (iii) mahasiswa berdiskusi dalam kelompok ahli, dosen menga-
mati jalannya diskusi. (iv) kembali ke kelompok asal untuk berbagi pengetahuan dengan anggota
kelompok asal lainnya. (v) mempresentasikan hasil diskusi.
c. See (refleksi). Refleksi dilakukan sama seperti pada siklus I, hasilnya adalah: (1) Pada saat diskusi
kelompok ahli, kerja sama antar mahasiswa lebih baik, mahasiswa lebih aktif bertanya, menjawab
maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok ahli maupun dosen. Selain itu
jumlah anggota dalam kelompok ahli sudah dibagi 2, menjadi 4 orang, sehingga semua anggota
kelompok dapat berinteraksi satu sama lain. Jadi ada 2 kelompok ahli yang membahas topik sama. (2)
Meskipun mahasiswa masih saling menunjuk temannya untuk presentasi hasil diskusi kelompok,
karena masih malu untuk berkomunikasi di depan kelas, tetapi dari 8 kelompok hanya ada 1 kelompok
yang presentasi hasil diskusinya oleh orang yang sama, yang presentasi pada siklus 1. Jadi aturan
bahwa yang presentasi pada setiap pertemuan harus berbeda telah ditaati. (3) Mahasiswa sudah mulai
memahami tahapan pembelajaran yang dikehendaki. (4) Masih ada mahasiswa yang belum bisa beker-
jasama dengan baik, terutama dalam kelompok ahli. Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya yang
mengajukan pertanyaan kepada dosen dibandingkan pada temannya di kelompok ahli. Dosen tidak
langsung menjawab apa yang ditanyakan, tetapi meminta mahasiswa tersebut mendiskusikannya den-
gan teman satu kelompoknya, supaya kerjasama diantara mereka terjalin dengan baik, kecuali kalau
semua anggota tidak menemukan solusinya, barulah dosen menjawabnya.
Siklus III
a. Plan (perencanaan) pada siklus III, hampir sama dengan siklus sebelumnya, dengan beberapa per-
baikan, sesuai hasil refleksi pada siklus II.
b. Do (melaksanakan). Pada kegiatan ini juga tahapannya sama dengan pada siklus II, hanya berbeda
pada materi yang dibahas, yang merupakan lanjutan dari siklus II.
c. See (refleksi). Refleksi dilakukan sama seperti pada siklus II, hasilnya adalah: (1) Pada saat
diskusi kelompok ahli, kerja sama antar mahasiswa sudah lebih baik lagi, mahasiswa lebih aktif
bertanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok ahli
maupun dosen. Semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain. (2) Mahasiswa tidak
lagi saling menunjuk temannya untuk presentasi hasil diskusi kelompok, karena sudah menyadari
tugasnya untuk berkomunikasi atau presentasi di depan kelas secara bergiliran dalam kelompo-
knya. Dari 8 kelompok tidak ada yang presentasi hasil diskusinya oleh orang yang sama, baik yang
presentasi pada siklus I maupun pada siklus II. Jadi aturan bahwa yang presentasi pada setiap
pertemuan harus berbeda telah ditaati. (3) Mahasiswa sudah bisa bekerjasama dengan baik, teru-
tama dalam kelompok ahli. Hal ini dapat terlihat dari makin berkurangnya yang mengajukan per-
tanyaan kepada dosen.mereka asyik berdiskusi dengan temannya di kelompok ahli.
Siklus IV
a. Plan (perencanaan) pada siklus IV, hampir sama dengan siklus sebelumnya, dengan beberapa per-
baikan, sesuai hasil refleksi pada siklus III.
b. Do (melaksanakan). Pada kegiatan ini tahapannya sama dengan pada siklus sebelumnya, hanya ber-
beda pada materi yang dibahas, yang merupakan lanjutan dari siklus III.
c. See (refleksi). Refleksi dilakukan sama seperti pada siklus III, hasilnya adalah: (1) Pada saat diskusi
kelompok ahli maupun saat tukar informasi di kelompok asal, kerja sama antar mahasiswa sudah ter-
jalin dengan baik. Keakraban mulai terlihat diantara mereka. Mahasiswa tidak ragu lagi untuk ber-
tanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok asal maupun
kelompok ahli. Semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain. (2) Kesadaran mahasiswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 96
untuk presentasi hasil diskusi kelompok sudah semakin besar, sudah mulai percaya diri untuk berko-
munikasi di depan kelas, keterampilan berkomunikasi sudah mulai dimiliki oleh mahasiswa yang pada
awalnya tidak percaya diri untuk tampil di depan kelas.
KESIMPULAN
1. Implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik terbukti
dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi mahasiswa. Karena dengan model jigsaw
mahasiswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi baik dalam diskusi kelompok ahli, pada saat
menyampaikan informasi di kelompok asal maupun pada saat presentasi di depan kelas.
2. Implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik dapat
meningkatkan kerjasama mahasiswa. Karena setiap mahasiswa diberi tanggung jawab untuk
memahami satu topik tertentu, dan harus terampil menyampaikannya pada teman di kelompok asal.
Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada kesadaran untuk bekerjasama diantara
mereka.

Saran
Untuk dosen yang mahasiswanya belum terampil berkomunikasi dan bekerjasama, dapat
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajarannya, karena model ini
dapat memberi kesempatan pada tiap mahasiswa untuk melatih keterampilannya.
DAFTAR RUJUKAN
Asrori, M. 2002. Collaborative Teamwork Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan
Kemampuan Bekerja Secara Tim. Jurnal Kependidikan, 40.
Decentralized Basic Education-2. 2010. Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Jakarta: DBE2-USAID
Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara . Jakarta.
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya.
Lie, A. 2007. Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas). Gramedia.
Jakarta.
Pannen, P, dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.
Putra, I.S. dan Pratiwi A. 2005. Sukses dengan Soft Skills. Direktorat Pendidikan ITB. Bandung.
Sardiman, AM. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktuvisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 97
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DAUR BELAJAR
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SEMESTER II
SMA NEGERI KEJAYAN KABUPATEN PASURUAN PADA
MATERI REAKSI REDOKS
Dedek Sukarianingsih
Diana Firdaus
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang


Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri
Kejayan yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar, dengan siswa yang diajar dengan model
konvensional, serta persepsi siswa terhadap penggunaan model daur belajar tersebut pada materi pokok
Reaksi Redoks. Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei sampai dengan Juni 2005, dengan rancangan
penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMAN Kejayan, Kabupaten
Pasuruan. Dari populasi tersebut masing-masing diambil dua kelas secara acak yang berfungsi sebagai
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu tes,
angket, dan lembar observasi. Instrumen tes digunakan untuk menjaring data hasil belajar, angket untuk
persepsi siswa, dan lembar observasi untuk aspek afektif dan psikomotor. Uji hipotesis perbedaan hasil
belajar yang diperoleh menggunakan uji t dua ujung, setelah melewati serangkaian persyaratan analisis.
Data persepsi siswa, data afektif dan data psikomotor dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
daur belajar dengan siswa yang diajar dengan model konvensional. Nilai rata-rata hasil belajar siswa
yang diajar dengan model daur belajar lebih tinggi daripada nilai rata-rata siswa yang diajar dengan
model konvensional. Pada materi reaksi redoks nilai rata-rata adalah 62,06 untuk siswa yang diajar
dengan model daur belajar, serta 53,59 untuk siswa yang diajar dengan model konvensional. Dari hasil
angket persepsi terhadap pembelajaran kimia dan penggunaan model pembelajaran daur belajar
menunjukkan sebagian besar siswa memberikan respon sangat positif dan positif.
Kata kunci: model pembelajaran daur belajar, reaksi redoks.
PENDAHULUAN
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat belajar, kebiasaan siswa
belajar, serta faktor IQ-EQ. Faktor ekstrinsik berasal dari luar diri siswa seperti sumber belajar, model
pembelajaran, dan media pembelajaran. Guru adalah salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi hasil
belajar siswa karena gurulah yang menentukan model pembelajaran yang digunakan. Sebagai penentu
penggunaan model pembelajaran, guru harus pandai dalam memilih model pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang diajarkan.
Usaha perbakan pengajaran telah dilakukan di Universitas Negeri Malang (UM) khususnya pada
Fakultas MIPA, melalui kegiatan kolaborasi antara guru di SMA dengan dosen-dosen di lingkungan
FMIPA. Kegiatan kolaborasi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran MIPA ini disponsori ileh JICA
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 98
dan Dirjen Dikti melalui kegiatan piloting. Kegiatan di Jurusan Kimia dimulai pada tahun 2001
berkolaborasi dengan SMA Negeri I Malang dan SMA Laboratorium UM. Model pembelajaran yang
diujicobakan adalah Learning Cycle (Daur Belajar) dengan mengambil pokok bahasan Reaksi Redoks,
yaitu salah satu pokok bahasan yang dipelajari di kelas II SMA (Kurikulum 1994). Hasil yang diperoleh
menyatakan bahwa model pembelajaran ini sangat efektif untuk proses belajar mengajar pada pokok
bahasan Reaksi Redoks tersebut. Perlu diketahui pada pokok bahasan Reaksi Redoks melibatkan adanya
kegiatan praktikum. Hasil yang diperoleh baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat bagus, yaitu rata-
rata kelas 80,2 untuk SMA Laboratorium UM, dan 85,7 untuk SMAN 1 Malang. Prestasi ini ditinjau dari
hasil tes tertulis pada pokok bahasan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, keaktifan siswa selama proses belajar mengajar, kemandirian siswa
dalam membaca, lebih bagus bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang diajar secara konvensional
(Laporan Piloting 2001). Kegiatan piloting pada tahun-tahun selanjutnya memberikan hasil yang hampir
sama untuk kelas-kelas piloting (Laporan Piloting 2002, 2003, dan 2004).
Penelitian tentang penerapan pendekatan Daur Belajar juga telah dilakukan oleh Budiasih (2003) pada
perkuliahan praktikum Analisis Instrumentasi. Penelitian tersebut menggunakan Rancangan Penelitian
Tindakan Kelas. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan
mahasiswa siklus demi siklus dalam hal kemampuan menulis data pengamatan, analisis data, diskusi, atau
pembahasan, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan. Demikian juga terjadinya peningkatan kemandirian
mahasiswa dalam melakukan praktikum, serta aspek teoritik yang melandasi kegiatan praktikum, yang
terbukti dari peningkatan hasil ujian praktikum siklus demi siklus.
Berdasarkan pengamatan dan hasil diskusi dengan guru-guru pengajar di SMA Negeri Kejayan
Pasuruan, pendekatan pembelajaran yang sering digunakan belum mengalami perubahan secara mendasar
dan signifikan. Materi pembelajaran diajarkan dengan metode ceramah, penyampaian konsep-konsep dan
penerapannya secara expository dan explanatory. Pendekatan pembelajaran seperti demikian masih
bersandarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan dapat ditransfer dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Pembelajaran yang demikian bernuansa teacher centered dan siswa sebagai passive receiver. Proses
pembelajaran cenderung hanya berlangsung satu arah, siswa terkesan pasif, yang tidak berbuat apapun bila
tidak diinstruksikan oleh guru. Menurut informasi dari guru bidang studi Kimia di SMAN Kejayan
Kabupaten Pasuruan, siswa di sekolah tersebut umumnya mempunyai minat dan motivasi rendah selama
proses pembelajaran. Hal ini kemungkinan disebabkan cara mengajar guru yang cenderung monoton. Hal
ini seharusnya tidak terjadi, mengingat kurikulum 2004 mengisyaratkan pembelajaran yang bersifat
mengaktifkan siswa.
Materi Reaksi Oksidasi-Reduksi merupakan materi pemula pada siswa kelas X di semester II. Materi
pembelajaran ini sarat dengan konsep-konsep dasar yang nantinya digunakan pada materi-materi lebih
lanjut di kelas XI dan XII. Model pembelajaran daur belajar sangat sesuai untuk materi di atas, mengingat
fase-fase pembelajaran yang terdapat dalam satu daur sangat menekankan pada keaktifan siswa dalam
membangun pengetahuan, utamanya terkait konsep-konsep dasar.
Berdasarkan kajian pada kegiatan piloting Jurusan Kimia yang menggunakan model pembelajaran ini
secara intensif di SMA-SMA yang berada di wilayah Malang, demikian juga hasil penelitian oleh Budiasih
(2003), maka dirasa perlu melakukan penelitian di wilayah Kabupaten Pasuruan, agar diperoleh kualitas
pembelajaran yang lebih baik. Namun demikian, sejauh mana siswa dapat menerima dan terlibat secara
aktif dalam inovasi pembelajaran ini, serta dampak penerapan model ini terhadap prestasi hasil belajar
siswa masih perlu dicari jawabannya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan model daur belajar terhadap hasil belajar siswa kelas X semester II SMA Negeri Kejayan di
Kabupaten Pasuruan pada materi pokok Reaksi Oksidasi-Reduksi. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 99
Ha: ada perbedaan hasail belajar antara siswa yang diajar menggunakan daur belajar dengan siswa yang
diajarkan dengan model konvensional pada pokok bahasan reaksi redoks.
PERGESERAN PARADIGMA PEMBELAJARAN
1. Behaviorisme
Pada awalnya, pendidikan sebagai upaya guru member bekal kepada siswanya sehingga siswa
tersebut mampu menghadapi permasalahan dalam hidupnya. Siswa diibaratkan sebagai permukaan yang
bersih dan pembelajaran ibarat tulisan yang digoreskan oleh guru. Karena itu pendidikan terkesan pasif dan
statis.
Perkembangan berikutnya, memandang pendidikan sebagai pengembangan kemampuan siswa dan
bahkan apabila perlu meninggalkan segala sesuatu pengalamannya yang dianggap using. Ibarat
pembelajaran dengan memberikan pancing untuk menangkap ikan kurang memadai, maka lebih baik
pembelajaran yang mendasarkan kemampuan menangkap ikan itu didasarkan kepada kemampuan
menyesuaikan diri yang dapat berkembang secara kontekstual.
Pandangan-pandangan tentang pembelajaran di atas mengacu pada teori belajar yang disebut
Psikologi Behavioristik. Pandangan behavioristik berhubungan dengan asosiasi stimulus (S) dan respon
(R). Perolehan pengetahuan dari sekumpulan S-R menjadi sejumlah pengetahuan. Keterkaitan S-R makin
kuat bila diberikan penguatan (reinforcement). Materi pembelajaran umumnya bersifat hirarkis, maka tahap
belajar itu tersusun secara hirarkis dari belajar yang paling sederhana (belajar isyarat S-R, rangkaian S-R,
asosiasi verbal) meningkat ke diskriminasi konsep, aturan, dan yang tertinggi adalah pemecahan masalah.
Urutan yang demikian disebut urutan ketrampilan intelektual dari sederhana ke kompleks (Hudoyo,
2001:2).
Berbeda dengan pandangan behavioristik, adalah pandangan kontruktivis. Perolehan pengalaman
seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang secara lebih khusus ialah
pengetahuan tertanam dalam benak sesuai dengan skema yang dimiliki seseorang. Skema itu tersusun
dengan upaya dari individu siswa yang sangat bergantung kepada skema yang telah dimiliki seseorang.
Karena itu belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema, sehingga pengetahuan yang
terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip terkait satu sama lain bagaikan jaring laba-laba dan tidak
sekedar tersusun hirarkis. Dari sini terlihat bahwa belajar itu merupakan proses membangun atau
mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tidak sekedar penggrojokan yang terkesan pasif dan
statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis.

2. Konstruktivisme
Teori-teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam
Constructivist Theorist of Learning yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Belajar itu jauh lebih banyak daripada mengingat.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan
suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui
pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme, anak secara aktif membangun
pengetahuan dengan cara terus-menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru. Dengan kata
lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam
membangun pemahaman mereka tentang realita.
Pembelajaran menurut pandangan konstruktivis adalah membantu siswa untuk membangun konsep-
konsep atau prinsip-prinsip dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau
prinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 100
Transformasi tersebut mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya skema dalam benak
siswa. Dengan demikian pembelajaran adalah membangun pemahaman. Proses membangun pemahaman
inilah yang lebih penting dari hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna kepada materi yang
dipelajari. Tekanan belajar tidak mengutamakan perolehan pengetahuan yang banyak, tetapi yang lebih
utama adalah memberikan interpretasi melalui skema yang dimiliki siswa. Di dalam pembelajaran,
diperoleh informasi tidak langsung satu arah dari sumber informasi ke penerima informasi, tetapi
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi sehingga
skema (jaringan konsep)nya menjadi mutakhir. Ini berarti proses pembelajaran merupakan pengelolaan
pemrosesan ide dalam benak siswa sehingga dalam interaksi belajar mengajar tidak semata-mata
pengelolaan siswa, lingkungan, dan fasilitas belajarnya. Pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri
berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Agar spesifik, pembelajaran dalam pandangan konstruktivis antara lain dicirikan sebagai berikut:
a. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi secara bermakna dengan bekerja dan
berpikir. Siswa belajar bagaimana belajar itu. Hal ini disebabkan pengetahuan itu dikonstruksi dari
pengalaman siswa itu.
b. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skema yang dimiliki
siswa agar pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks terjadi. Dengan demikian informasi baru
yang diperoleh siswa itu berasal dari interpretasi individu.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan
masalah.

Perlu disadari bahwa kondisi lingkungan belajar konstruktif tidak secara otomatik menghasilkan belajar
konstruktif. Siswa perlu mengembangkan keyakinannya, kebiasaannya dengan gayanya dalam belajar.
Filosofi konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada botton up.
Top down berarti siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian memecahkan
atau menemukan (dengan bimbingan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan
top down processing berlawanan dengan pendekatan botton up.
Salah satu contoh model pembelajaran yang berorientasi pada filosofi konstruktivis adalah model
siklus atau daur belajar
Siklus atau daur belajar pada awalnya terdiri dari tiga fase, yaitu: exploration, invention, dan
discovery, daur belajar tiga fase ini dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya dalam Science
Curriculum Improvement Study (SCIS) dari Universitas California, Berkeley tahun 1970-an.
Siklus belajar yang terdiri dari tiga fase ini dikembangkan menjadi lima fase, yaitu: engagement,
exploration, explanation, elaboration/extention, evaluation. Setiap fase mempunyai fungsi dan tujuan
khusus untuk menyumbang proses belajar yang digunakan oleh guru.
Fase pertama, engagement, guru berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang
topik yang akan dipelajari dengan mengajukan pertanyaan dan merespon siswa yang akan memberikan ide
tentang pengetahuan awal siswa. Selain itu, fase ini dapat digunakan guru untuk mengidentifikasi adanya
miskonsepsi siswa.
Dalam fase exploration, siswa dibagi dalam kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru
karena guru harus bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam memformulasikan pertanyaan.
Siswa diuji untuk menguji prediksi dan atau membuat prediksi yang baru, mencoba alternatif dan
mendiskusikannya dengan teman sekelompok, mencatat pengamatan dan ide-ide.
Dalam fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat
mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi penjelasan mereka dan saling mendengar secara kritis
penjelasan antar siswa dan penjelasan guru. Pada tahap ini guru memberikan definisi dan penjelasan
dengan memakai penjelasan siswa sebagai dasar diskusi.
Fase elaboration/extention, siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru (tapi mirip)
dan menggunakan label dan definisi formal. Guru perlu mengingatkan siswa pada alternatif dan
mempertimbangkan data atau bukti-bukti saat mereka mengeksplorasi pengetahuan baru. Strategi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 101
eksplorasi juga diterapkan di sini karena siswa menggunakan informasi terdahulu untuk bertanya,
mengusulkan pemecahan, membuat keputusan, melakukan percobaan dan mencatat pengamatan.
Fase evaluation, harus terjadi sepanjang pengalaman belajar. Guru harus mengamati pengetahuan dan
kemampuan siswa, penerapan konsep-konsep baru dan perubahan-perubahan dalam pikiran siswa atau
guru. Siswa harus mengakses belajar mereka sendiri, mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban
yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh dahulu.

Pembelajaran dengan model daur belajar bisa dilukiskan menurut gambar berikut:

METODE
Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang bersifat mengungkapkan
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat yang melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok
eksperimen, serta menerapkan peristiwa yang terjadi pada masa kini dengan lebih menekankan pada
data faktual (Lemlit IKP MALANG, 1997).
Dalam penelitian ini pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pengajaran dengan
menggunakan model daur belajar, sedangkan pada kelompok kontrol diajar dengan pendekatan
konvensional. Rancangan yang digunakan merupakan rancangan pasca tes serta pemilihan kelompok
secara acak. Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian ini dapat dilihat padar tabel berikut.

Tabel 1. Rancangan Penelitian Pasca Tes

Kelompok Perlakuan Pasca Tes
Eksperimen X 0
Kontrol Y 0

Keterangan:
X : perlakuan (berupa pembelajaran dengan
pendekatan daur belajar)
Y : pembelajaran secara konvensional
0 : observasi (tes pemahaman)
Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X di SMA Negeri Kajayan Kabupaten Pasuruan.
Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana (simple
random sampling) masing-masing dua kelas. Dari dua kelas tersebut, diambilkan perlakuan bagi tiap
sampel kelas secara acak. Dari tahap ini terpilih kelas X
3
sebagai kelompok eksperimen, dan kelas X
4

sebagai kelompok kontrol. Dari pengambilan sampel secara acak tersebut, menghasilkan komposisi
perlakuan bagi masing-masing kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 102
Tabel 2. Komposisi Perlakuan Masing-masing Kelas

Kelas Cara Pendekatan Jumlah Siswa
X
3
Daur belajar 36
X
4
Konvensional 35
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu instrumen perlakuan yang meliputi bahan
ajar, skenario pembelajaran, lembar observasi, kuesioner, dan instrumen untuk mengukur hasil belajar
yang berupa tes hasil belajar pada materi pokok Reaksi Oksidasi-Reduksi. Bahan ajar dan skenario
pembelajaran disusun secara kolaboratif antara dosen, guru dan mahasiswa yang nantinya
menggunakan materi pokok tersebut sebagai bahan skripsi. Kuesioner disusun untuk mengetahui
persepsi siswa tentang pembelajaran model daur belajar. Lembar observasi digunakan untuk menjaring
data afektif dan psikomotor siswa, sedang tes hasil belajar berisi soal-soal yang digunakan untuk
mengukur aspek kognitif siswa, yang disusun dan dikembangkan oleh peneliti sendiri dengan
memperhatikan ruang lingkup materi dan aspek-aspek ranah kognitif. Ranah kognitif yang dimaksud
dalam penelitian ini sama dengan arti ranah kognitif menurut taksonomi Bloom yang meliputi:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, sintesis, analisis dan evaluasi.
Sebelum digunakan untuk menjaring data, maka instrumen penelitian yang berupa tes hasil
belajar diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakannya. Hasil uji coba itu selanjutnya
dianalisis untuk mengetahui validitas, tingkat kesukaran, daya beda dan reliabilitas.
Hasil uji validitas butir soal menunjukkan bahwa 2 soal tidak valid. Soal-soal yang tidak valid
tetap digunakan setelah melalui revisi. Sedangkan uji tingkat kesukaran butir soal menunjukkan dari
25 soal yang diujicobakan diperoleh 14 soal kriteria sedang, 10 soal mudah, dan 1 soal sukar. Untuk
uji daya beda butir soal menunjukkan dari 25 soal yang diujicobakan diperoleh 8 soal kriteria cukup, 9
soal kriteria baik, dan 1 soal kriteria baik sekali.
Hasil uji reliabilitas soal diperoleh r
11
= 0,774. Untuk jumlah subyek (siswa) sebanyak 36 orang,
harga r
tabel
= 0,329 pada taraf kepercayaan 95%. Oleh karena r
11
> r
tabel
, maka dapat disimpulkan
bahwa instrumen yang digunakan reliabel.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: catatan pada lembar observasi
(menggunakan format khusus), respon dari kuesioner, dan tes hasil belajar pada materi pokok Reaksi
Oksidasi Reduksi.
Lembar observasi digunakan untuk menjaring data afektif dan psikomotor. Berdasarkan hasil
observasi, akan diperoleh nilai tiap siswa, baik untuk aspek afektif dan psikomotor. Nilai kesimpulan
dihitung berdasarkan rumus:
100 x
maksimum Skor
skor perolehan Jumlah
Nilai =

Dari nilai yang diperoleh, kemudian dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu A, B, C dan D
untuk aspek afektif dan baik sekali, baik, cukup dan kurang untuk aspek psikomotor.
Respon dari kuesioner (angket) dipergunakan untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa
terhadap pembelajaran kimia pada umumnya, dan pembelajaran model daur belajar pada khususnya.
Pengukuran persepsi siswa dari pengisian kuesioner (angket) menggunakan skala Likert dengan empat
pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 103
Kategori pilihan jawaban tersebut masing-masing memiliki bobot SS = 4; S = 3; TS = 2, dan STS = 1.
Berdasarkan respon kuesioner akan diperoleh skor total yang akan dicapai siswa.
Pada penelitian ini kriteria persepsi siswa diperoleh dengan cara menghitung rentang skor, yang
besarnya tergantung skor maksimum, skor minimum yang bisa dicapai. Dari 18 item angket, akan
diperoleh rentang skor dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Persepsi Siswa

Skor Kriteria
57 72 sangat positif
45 56 positif
32 44 negatif
18 31 sangat negatif
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data Kemampuan Awal Siswa
Data kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil belajar siswa pada pokok bahasan sebelumnya
yaitu Perhitungan Kimia. Nilai siswa pada pokok bahasan tersebut diasumsikan sebagai data kemam-
puan awal siswa. Data hasil belajar dari materi pokok Perhitungan Kimia yang merupakan data ke-
mampuan awal siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Data Kemampuan Awal Siswa

Kelompok Jumlah
Siswa
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Nilai
Rata-rata
Eksperimen 36 35 75 54,14
Kontrol 35 35 80 55,19
Data Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai mengerjakan soal tes materi Reaksi Oksidasi Reduksi.
Secara singkat data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Data Hasil Belajar Siswa

Kelompok Jumlah
Siswa
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Nilai
Rata-rata
Eksperimen 36 32 96 62,06
Kontrol 35 16 92 53,39
Analisis Data Hasil Penelitian
Uji prasyarat analisis
Sebelum melakukan pengujian hipotesis terhadap data hasil belajar siswa yang diperoleh pada
penelitian, maka dilakukan pengujian prasyarat analisis yang dilakukan antara lain uji normalitas, uji
homogenitas dan uji kesamaan rerata.
Uji normalitas data kemampuan awal siswa dengan menggunakan rumus chi-kuadrat seperti
terlihat pada Tabel 6. Dari tabel menunjukkan bahwa data kemampuan awal kedua kelas terdistribusi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 104
normal. Hal tersebut dapat terlihat bahwa nilai _
2
hitung
lebih kecil daripada _
2
tabel
pada taraf signifikan
= 0,05.

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Siswa

Kelompok _
2
hitung
_
2
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 7,52 11,1 _
2
hitung
< _
2
tabel
; data
terdistribusi normal
Kontrol 10,36 11,1

Hasil uji normalitas data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa

Kelompok _
2
hitung
_
2
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 7,52 11,1 _
2
hitung
< _
2
tabel
; data
terdistribusi normal
Kontrol 10,36 11,1

Dari tabel tersebut diketahui bahwa data-data hasil belajar kedua kelompok tersebut terdistribusi
normal. Hal tersebut terlihat dari nilai _
2
hitung
lebih kecil daripada _
2
tabel
pada taraf signifikan = 0,05.
Hasil perhitungan uji homogenitas kemampuan awal siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Siswa

Kelompok Varian Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eksperimen 122,01
1,15 1,79
Fhitung < Ftabel;
maka varian
kedua kelompok
sampel homogen
Kontrol 140,03
Dari hasil uji homogenitas pada Tabel 8, diketahui bahwa data kemampuan awal kedua kelompok
adalah homogen. Hal ini dapat dilihat dari nilai F
hitung
lebih kecil daripada F
tabel
; pada taraf signifikansi
= 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau
homogen.
Hasil uji homogenitas data hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa

Kelompok Varian Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eksperimen 293,16
1,15 1,79
Fhitung < Ftabel;
maka varian
kedua kelompok
sampel homogen
Kontrol 456,88

Dari hasil uji homogenitas data hasil belajar siswa, menunjukkan bahwa data kedua kelompok sampel
adalah homogen. Hal tersebut terlihat dari nilai F
hitung
lebih kecil daripada F
tabel
; pada taraf signifikansi
= 0,05.

Uji kesamaan rata-rata kemampuan awal siswa
Uji kesamaan rata-rata tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua
kelas sama atau tidak. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dua ujung dengan menggunakan data
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 105
awal dari nilai ulangan pada materi sebelumnya. Hasil uji kesamaan rata-rata data kemampuan awal
siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Kemampuan Awal Siswa

Kelompok Nilai
Rerata
t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 54,14
0,26 2,00
t
hitung
< t
tabel
;
maka Ho
diterima dan H
1

ditolak
Kontrol 55,19

Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa nilai t
hitung
lebih kecil daripada t
tabel
pada taraf signifikansi
= 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan
awal kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Pengujian hipotesis

Hasil perhitungan pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11. Hasil Uji-t Pengujian Hipotesis

Kelompok Nilai
Rerata
t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 62,06
2,11 2,00
t
hitung
> t
tabel
;
maka H
1

diterima dan H
0

ditolak
Kontrol 53,59

Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa hasil uji-t pada pengujian hipotesis diperoleh t
hitung
lebih
besar daripada t
tabel
pada taraf signifikansi = 0,05, sehingga H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
daur belajar dengan yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan rumusan masalah yang kedua, penelitian in bertujuan untuk mengetahui bagaimana
persepsi siswa terhadap mata pelajaran kimia dan pembelajaran dengan model daur belajar (learning
cycle). Hasil analisis angket untuk persepsi siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12. Hasil Uji Data Angket Persepsi

Kategori Persepsi Siswa Jumlah Prosentase
Sangat positif 10 27,78
Positif 25 69,44
Negatif 1 2,78
Sangat negatif - -


Analisis data pendukung
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 106
Dari hasil observasi saat proses belajar mengajar berlangsung, didapatkan data pendukung yaitu
nilai afektif dan psikomotor siswa. Berdasarkan hasil analisis pada data pendukung tersebut diketahui
bahwa dari 6 kali pertemuan didapatkan rata-rata nilai afektif siswa pada materi pokok reaksi redoks,
sedangkan untuk psikomotor diambil saat melakukan percobaan pada pertemuan kedua.
Hasil analisis data afektif dan psikomotor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13. Hasil Analisis Data Afektif Siswa

Kategori Nilai
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
% %
A 55,56 25,71
B 36,11 62,86
C 8,33 11,43
D 0 0

Tabel 14. Hasil Analisis Data Psikomotor Siswa

Kategori Nilai
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
% %
A 50,00 25,71
B 33,33 16,67
C 16,63 57,62
D 0 0


PEMBAHASAN

Dari data hasil belajar siswa pada materi pokok Reaksi Redoks yang diperoleh, menunjukkan
adanya perbedaan rata-rata antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran daur belajar
dengan siswa yang diajar menggunakan model konvensional. Siswa yang diajar dengan model
pembelajaran daur belajar memperoleh nilai rata-rata 62,06. Siswa yang diajar dengan model
konvensional memperoleh nilai rata-rata 53,39. Berdasarkan hasil analisis uji-t dua ujung
menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan yang
signifikan. Siswa yang diajar dengan menggunakan model daur belajar mempunyai nilai rata-rata yang
lebih tingg dibanding dengan nilai rata-rata dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional. Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran daur belajar dapat
meningkatkan pemahaman siswa pada materi Reaksi Redoks.
Pada kurikulum 2004, penilaian terhadap hasil belajar siswa tidak hanya menitikberatkan pada
aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga
diperhatikan kedua aspek tersebut. Dari data nilai-nilai afektif dan psikomotor siswa yang diambil saat
proses belajar mengajar berlangsung, diketahui bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran
daur belajar memiliki nilai afektf dan psikomotor yang lebih baik dibanding siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut terlihat dari prosentase siswa yang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 107
mendapat nilai kategori A dan B lebih besar yaitu 83,33%. Hal tersebut mencerminkan keaktifan
siswa, dimana siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar lebih aktif dan mandiri
selama proses pembelajaran. Mereka juga lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya dihadapan
siswa-siswa lainnya, sehingga jika terjadi kesalahan konsep dapat segera dikoreksi bersama dengan
bimbingan guru. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional guru cenderung
memberikan begitu saja pengetahuan yang harus dikuasai siswa melalui ceramah serta tanya jawab,
yang cenderung berlangsung satu arah saja, yaitu guru pada siswa. Berdasarkan uraian tersebut,
beberapa alasan yang bisa dikemukakan terkait model pembelajaran daur belajar adalah sebagai
berikut:
Pertama, siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang ada dalam materi pokok reaksi
redoks karena siswa dapat menemukan konsep-konsep secara mandiri melalui usahanya sendiri
dengan bimbingan guru. Hal tersebut dapat terlihat pada aktivitas siswa di tiap-tiap fase yang ada
dalam pembelajaran daur belajar. Pada fase awal guru memberikan pertanyaan yang bertujuan untuk
menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa tentang konsep dasar materi yang akan disampaikan.
Pengetahuan awal siswa belum tentu benar, bisa juga terdapat kesalahan konsep, jadi pada fase ini
guru dapat mendeteksi ada tidaknya kesalahan konsep sejak awal. Pada fase berikutnya siswa dapat
menggali pengetahuan baik dari literatur yang ada, dari percobaan yang mereka lakukan, ataupun dari
hasil diskusinya dengan teman, sehingga siswa dapat memperoleh kebenaran jawaban teman-
temannya ataupun jawabannya sendiri. Setelah siswa menemukan pengetahuan baru dari kegiatan
tersebut, maka pada fase ketiga dapat mengungkapkan pendapat dengan kata-katanya sendiri untuk
menanggapi jawaban teman-temannya pada fase awal. Dalam fase ketiga ini siswa dapat membangun
konsep dari materi atas usahanya sendiri, sehingga mereka akan lebih memahami apa yang sedang
mereka pelajari. Tetapi terkadang siswa kesulitan dalam merangkai penjelasan dari teman-temannya
menjadi suatu konsep yang utuh, karena itulah pada fase berikutnya guru memberikan situasi dimana
siswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Dalam hal ini diberikan dalam
bentuk latihan-latihan soal yang kemudian jawabannya harus mereka jelaskan. Pada fase ini guru
mengarahkan siswa untuk mengambil kesimpulan tentang apa yang telah mereka pelajari. Untuk fase
evaluasi, fase ini sebenarnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga tidak hanya
pada setiap akhir pembelajaran. Mengingat terbatasnya waktu, fase evaluasi ini dapat dilakukan guru
pada akhir pembelajaran dengan memberikan soal latihan, untuk mengecek pemahaman siswa selama
proses pembelajaran. Bila kita lihat dari paparan proses pembelajaran dengan menggunakan model
daur belajar, tampak siswa berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep dalam materi yang
sedang mereka pelajari atas usahanya sendiri dengan didampingi guru. Hal demikian ternyata
berpengaruh juga terhadap aspek afektif dan psikomotor siswa sehingga menjadi lebih baik. Jadi, guru
hanya berperan sebagai fasilitator dan siswa sebagai pebelajar aktif.
Kedua, siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran kimia karena dengan menggunakan
model pembelajaran daur belajar guru lebih banyak memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
memicu siswa untuk belajar agar dapat menjawabnya. Apalagi siswa mengetahui bahwa selama
pembelajaran, dilakukan penilaian terhadap aspek afektif dan psikomotor, hal tersebut juga membuat
siswa menjadi semakin respon terhadap pembelajaran.
Persepsi siswa terhadap pembelajaran kimia dan penggunaan model pembelajaran daur belajar
pada materi pokok Reaksi Oksidasi Reduksi 27,78% sangat positif, 69,44% positif, dan 2,78% negatif.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menyukai pelajaran kimia dan penggunaan
model pembelajaran daur belajar khususnya pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi. Dengan
demikian hal tersebut dapat menumbuhkan minat siswa dalam belajar kimia, sehingga akan
meningkatkan hasil belajarnya.
Dari uraian tersebut tampak bahwa model pembelajaran daur belajar mempunyai keunggulan
antara lain: (1) dapat melatih siswa untuk belajar aktif serta mandiri, sebab mereka berusaha
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 108
membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman belajarnya, dan (2) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Model daur belajar juga mempunyai kekurangan-kekurangan antara lain membutuhkan waktu
lebih banyak dibandingkan model belajar ceramah dan tanya jawab. Alokasi waktu yang terdapat
dalam rencana pembelajaran sebagian tidak dapat terlaksana sesuai rencana karena terdapat kelebihan
penggunaan waktu terutama pada fase explore dan explain. Hal ini disebabkan karena jika diketahui
pemahaman siswa masih belum sepenuhnya benar, maka guru akan meminta siswa untuk kembali ke
fase explore agar kesalahan konsep dapat dihindari. Pada fase explain, umumnya ditemui kendala,
yaitu sangat sulit bagi siswa untuk menjelaskan konsep-konsep yang baru dipelajari dengan kata-
katanya sendiri. Apalagi pada fase ini kegiatan diskusi baik diskusi siswa-siswa, siswa-guru harus
berlangsung secara intensif. Dengan demikian umumnya pada fase ini membutuhkan waktu lebih
banyak.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran

- Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran daur belajar dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran daur belajar lebih tinggi
daripada siswa yang diajar dengan model selain daur belajar. Dari aspek afektif dan psikomotor
juga menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar hasilnya
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran selain daur belajar.
- Persepsi siswa terhadap pembelajaran kimia serta penggunaan model pembelajaran daur belajar
pada materi pokok Reaksi Redoks berkategori sangat positif dan positif.
- Kepada guru mata pelajaran kimia disarankan untuk mulai mencoba menerapkan model
pembelajaran daur belajar khususnya pada materi pokok reaksi redoks ataupun pada materi
lainnya, supaya dapat meningkatkan hasil belajar dan minat siswa terhadap pelajaran kimia.
- Kepada peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis, hendaknya memperhatikan
alokasi waktu yang sudah direncanakan.

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi.2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: JICA
Degeng. 1998. Mencari Paradigma Baru (Pemecahan Masalah Belajar Dari Keteraturn Menuju ke
Kesemerawutan). Malang: Depdikbud IKIP MALANG.
Depdiknas. 2003. Pedoman Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA tahun 2004.
Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum Depdiknas.
Faizah, Uvi. 2003. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas II Semester 4 SMUN 3 Malang Tahun Ajaran 2002/2003 Pada Pokok
Bahasan Aldehida dan Keton. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Hayati, Rifngatun. 2005. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Daur Belajar (Learning Cycle)
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas II Semester 2 SMA Negeri 2 Malang pada Konsep Teori
Asam Basa Arrhenius dan Browsted-Lowry. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 109
Iskandar, Srini, M. 2004. Learning Cycle dan Problem Posing. Makalah disajikan dalam Workshop
kegiatan piloting JICA-IMSTEP FMIPA UM dengan tema peningkatan kualitas pembelajaran
MIPA konstruktivistik. Jurusan Kimia UM, 29-31 Januari.
Moehnilabib, dkk. 1997. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: IKIP MALANG.
Lorsbach, Anthony, W. 1986. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction.
(online). (http://www.interconnection.co.uk, www.reviewing .co.uk. diakses 6 Februari 2005.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contectual Teaching and Learning/CTL) dan Pen-
erapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Purba, M. 2002. Kimia IB untuk SMA Kelas X Kurikulum Berbasi Kompetensi. Jakarta Erlangga.
Rahayu, Sri. 2002. Kecenderungan Pembelajaran Kimia Diawal Abad 21. Jurnal MIPA Malang:
FMIPA UM.
Sabri, M. Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional. Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya.
Saukah, Ali., dkk. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudjana. 1992. Metode Statistika, Edisi ke 5. Bandung Tarsiti.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Boston: Kanisius.
Tim Piloting Jurusan Kimia FMIPA UM. 2004. Penerapan Model Daur Belajar (Learning Cycle)
Dalam Pembelajaran Kimia di SMA Kelas II semester 2 Pokok Bahasan Asam Basa, Senyawa
Karbon dan Koloid. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM.
Wismoyo, Jaka., dkk. 2004. Standar Kompetensi Kimia dan Kecakapan Hidup jilid IB untuk Kelas I SMA.
Jakarta: Ganesa Exact..
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 110
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PESERTA
PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUMENTASI MELALUI
PEMBUATAN PETA KONSEP SECARA KOOPERATIF
MODEL STAD, SEBUAH PENGALAMAN PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
Budiasih, E.1
Abstrak : Telah dilakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Kualitas Pembelajaran Peserta
Perkuliahan Analisis Instrumentasi Melalui Pembuatan Peta Konsep Secara Kooperatif Model STAD.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas proses belajar mengajar
ditinjau dari aspek kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan
kelas tiga siklus, dengan mengambil pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, Aplikasi Analisis Secara
Spektrofotometri, dan Spektrofotometri Infra Merah. Subyek penelitian adalah mahasiswa S1
Pendidikan Kimia yang sedang mengambil perkuliahan Analisis Instrumentasi di semester pendek 2006
2007, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 36 orang. Instrumen penelitian terdiri dari instrumen
pembelajaran, yaitu bahan ajar yang diwajibkan dan suplemen bahan ajar (hands out). Instrumen
pengukuran dibedakan menjadi dua macam, yaitu instrumen pengukuran kualitatif (lembar observasi),
serta instrumen pengukuran kuantitatif (peta konsep dan tes tertulis). Data kuantitatif dikelompokkan
berdasarkan rentangan skor tertentu, dan hasilnya disimpulkan berdasarkan patokan kemampuan yang
berlaku di Universitas Negeri Malang. Berdasarkan analisis data, maka dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran melalui pembuatan peta konsep secara kooperatif model
STAD pada matakuliah Praktikum Analisis Instrumentasi dapat meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar ditinjau dari aspek kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif peningkatan itu dapat
diketahui dari kemampuan kooperatif mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Indikator
peningkatan tersebut dapat dilihat dari aspek-aspek saling ketergantungan yang positif, interaksi
langsung antar mahasiswa, pertanggungjawaban individu, dan keterampilan berinteraksi antar individu
dan kelompok Secara kuantitatif dapat diketahui dari penilaian aspek kognitif, yaitu hasil peta konsep
dan hasil ujian pada pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri,
dan Spektrofotometri Infra Merah. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan telah terjadi
peningkatan kemampuan mahasiswa siklus demi siklus.
Kata-kata kunci: Peta Konsep, kooperatif, STAD.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, umumnya dosen mengharapkan semua
mahasiswanya memiliki motivasi dan minat yang tinggi terhadap matakuliah yang dibinanya. Hal
yang paling diharapkan seorang dosen adalah semua mahasiswanya memiliki prestasi yang tinggi.
Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya motivasi, minat, dan prestasi belajar mahasiswa.
Strategi penyajian yang kurang menarik, patut dicatat sebagai faktor utama (Astuti, R.N, 2003).
Strategi pembelajaran yang tidak banyak melibatkan mahasiswa cenderung membosankan, sehingga
pada akhirnya prestasi belajarnya juga akan rendah. Disamping rendahnya motivasi, minat, dan
prestasi belajar, hal yang banyak dikeluhkan dosen adalah kurangnya kemampuan mahasiswa dalam


PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 111
berpikir tingkat tinggi. Selama 7 tahun menjadi pengajar perkuliahan Analisis Instrumentasi, hal
yang sangat dirasakan adalah rendahnya kemampuan menganalisis, mensintesis, serta mengevaluasi
permasalahan yang diberikan Mahasiswa umumnya sangat trampil bila menyelesaikan masalah-
masalah sebatas recall, pemahaman, maupun aplikasi. Kegiatan aplikasipun sebatas penyelesaian soal-
soal yang ada kaitan secara jelas dengan rumus tertentu. Umumnya mahasiswa tidak bisa
menyimpulkan arti fisik dari hasil perhitungan yang diperoleh. Dengan kata lain daya analisis
mahasiswa umumnya rendah.
Perkuliahan Analisis Instrumentasi merupakan sajian matakuliah bagi mahasiswa semester VI.
Ditinjau dari hirarki perkuliahan, matakuliah ini berada pada urutan paling akhir dalam bidang Kimia
Analisis, setelah perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analisis dan Pemisahan Kimia. Isi perkuliahan pada
prinsipnya terdiri dari tiga pokok bahasan besar, yaitu Analisis Spektroskopi, Analisis Elektrometri,
dan Analisis Kromatografi terkait sub pokok bahasan Kromatografi Gas (GC) dan HPLC. Selama
menjadi pembina perkuliahan ini + 7 tahun, umumnya mahasiswa kurang menguasai dengan baik pada
pokok bahasan terkait Analisis Spektroskopi. Nilai rata-rata pokok bahasan terkait Analisis
Spektroskopi pada semester Genap 2005/2006 adalah 40,01 (dalam skala 1 100) yang diikuti 116
mahasiswa (4 offering). Pada tahun-tahun sebelumnya juga berkisar angka yang sama. Bentuk soal
yang diberikan adalah essay, dengan rincian 80% bersifat konseptual, dan 20% hitung menghitung.
Kontribusi nilai terbesar dari soal hitung menghitung, asalkan kaitan dengan rumus tertentu cukup
jelas. Bila kondisi soal dibuat sedikit bervariasi, mahasiswa kurang bisa menyelesaikan soal-soal yang
demikian. Dari segi soal terkait masalah konseptual, umumnya mahasiswa akan menjawab dengan
kalimat yang sama dengan buku ajar yang dipelajari (dalam perkuliahan ini sudah tersedia buku ajar).
Daya analisis, sintesis, dan evaluasi begitu rendah, dan umumnya mahasiswa hanya pandai menghafal,
tanpa bisa memahaminya. Ditinjau dari proses pembelajaran yang terjadi, umumnya mahasiswa jarang
sekali bertanya, dan kalau ditanya sangat malas menjawab pertanyaan.
Oleh karena itu perlu mengubah keadaan tersebut menjadi lebih baik, dengan menggunakan
strategi pembelajaran yang melinatkan mahasiswa secara aktif. Strategi penugasan membuat peta
konsep dipilih sebagai alternatif pemecahan, karena diyakini pemetaan konsep dapat meningkatkan
penyusunan konsep oleh mahasiswa sendiri, serta menghindari miskonsepsi (Fajaroh, 2001). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Iskandar (2002) yang menyatakan bahwa dengan peta konsep, dapat
membantu mahasiswa mencapai hasil pembelajaran yang berkualitas tinggi, serta bermakna. Donna, K
(1977) dalam tulisannya yang berjudul Mapping for Understanding menyatakan bahwa peta konsep
merupakan jendela pembuka pikiran siswa.
Pembuatan peta konsep dapat dilakukan secara kooperatif, guna memberikan kesempatan
anggota dalam kelompok akan saling belajar dan membelajarkan. Fokus yang ditekankan adalah
keberhasilan seorang anggota kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompoknya.
Dengan menggalakkan strategi belajar kooperatif, diharapkan mahasiswa dapat saling membantu
mengklarifikasi konsep melalui diskusi tentang isu pembelajaran (Novrianto, 2009). Menurut teori
motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya cara agar anggota
kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka sendiri hanya apabila kelompok itu berhasil. Oleh
karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, anggota kelompok harus membantu teman
kelompoknya dengan cara melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil, dan
barangkali yang lebih penting lagi adalah mendorong teman kelompoknya untuk melakukan upaya
maksimum. Dengan kata lain, memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan kepada
penampilan kelompok (atau gabungan dari penampilan individu) menciptakan struktur penghargaan
antar perorangan di dalam suatu kelompok sedemikian rupa sehingga anggota kelompok itu akan
saling memberikan penguatan sosial (seperti pujian dan dorongan) sebagai respon terhadap upaya-
upaya berorientasi tugas teman (Rahayu, S. 2005) kelompoknya. Di dalam suatu kelas kooperatif
seorang siswa yang bekerja keras, rajin hadir di kelas, dan membantu yang lain untuk belajar, akan
dihargai dan didorong oleh teman-teman kelompoknya, jauh berbeda bila dibandingkan dengan situasi
dalam kelas tradisional. Ringkasnya dapat dikatakan bahwa tujuan kooperatif menciptakan norma-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 112
norma pro-akademik di kalangan siswa, dan norma-norma tersebut memiliki pengaruh penting
terhadap hasil belajar siswa (Mackinnu, 2005). Penelitian Jannah dengan judul Pengaruh Pembelajaran
Kooperatif STAD Terhadap Prestasi Belajar Kesetimbangan Kimia Siswa Kelas XI SMAN 2 Malang,
menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan antara kelompok yang diajar dengan model kooperatif
dengan model konvensional. Kelompok kooperatif memiliki nilai rata-rata 65,87, sedangkan
kelompok konvensional 56,9.
Model STAD (Student Team Achievement Division) dipilih, karena model ini masih relatif
sederhana, dan memiliki 5 unsur pokok, yang dirasa sangat sesuai untuk penyelesaian tugas membuat
peta konsep. Kelima unsur pokok itu adalah: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi langsung
antara siswa, 3) pertanggung jawaban individu, 4) adanya kesamaan tujuan, dan 5) ketrampilan
bersosialisasi. (Slavin, R.E., 1995)

TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan apakah strategi penugasan membuat
peta konsep secara kooperatif model STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada
mahasiswa peserta perkuliahan Analisis Instrumentasi.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan berlangsung 3 (tiga) siklus, yang tiap siklusnya akan terdiri dari 4
tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Uraian dari tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
Siklus I
1) Perencanaan atau Persiapan
- Menentukan pokok bahasan acuan, yaitu Hukum Dasar Absorbsi yang merupakan pokok bahasan
awal dari kajian spektroskopi.
- Menyiapkan Skenario Pembelajaran Model Kooperatif STAD, Suplemen Bahan Ajar, Alat
Evaluasi Kognitif dengan penekanan soal-soal yang bersifat analisis, sintesis, dan evaluasi, dan
Kinerja (peta konsep).
- Menyiapkan instrumen monitoring Proses Belajar Mengajar.
2) Pelaksanaan Tindakan
- Membagikan suplemen bahan ajar satu minggu sebelum topik acuan berlangsung, menugaskan
mahasiswa membacanya.
- Menugaskan mahasiswa membuat peta konsep, kemudian dikumpulkan, dan memberikan
penilaian.
- Melakukan pembelajaran berdasar skenario yang telah disiapkan, yaitu model kooperatif STAD.
- Menugaskan kembali membuat peta konsep pada pokok bahasan yang sama.
- Melakukan monitoring proses Belajar Mengajar menggunakan instrumen yang telah disiapkan.
- Melakukan ujian pada pokok bahasan acuan.
3) Kegiatan Observasi
Kegiatan observasi diarahkan untuk dapat menilai aspek kualitatif proses belajar mengajar.
Kegiatan observasi menggunakan instrumen monitoring proses belajar mengajar.
4) Evaluasi dan Refleksi
- Evaluasi: Berdasar peta konsep yang dibuat mahasiswa, dan hasil ujian pada pokok bahasan acuan.
- Refleksi: Dari hasil observasi dan hasil evaluasi, akan diketahui kelemahan-kelemahan pada siklus
I, yang akan dicoba diperbaiki pada siklus II.

Siklus II
1) Perencanaan atau Persiapan
- Menentukan pokok bahasan acuan, yaitu Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 113
- Menyiapkan Skenario Pembelajaran (memperhatikan kelemahan siklus I), Suplemen Bahan Ajar,
Alat Evaluasi Kognitif, dan Kinerja (peta konsep) secara individual.
- Menyiapkan Instrumen Monitoring Proses Belajar Mengajar.
2) Pelaksanaan Tindakan
- Membagikan suplemen bahan ajar satu minggu sebelum topik acuan berlangsung, menugaskan
mahasiswa membacanya.
- Menugaskan mahasiswa membuat peta konsep, kemudian dikumpulkan, dan menunjuk salah satu
untuk mempresentasikan ke depan kelas.
- Melakukan pembelajaran dengan menggunakan skenario yang telah direvisi.
- Menugaskan kembali membuat peta konsep pada pokok bahasan yang sama.
- Melakukan monitoring proses belajar mengajar menggunakan instrumen yang telah disiapkan.
- Melakukan ujian pada pokok bahasan acuan.
3) Kegiatan Observasi
Kegiatan observasi diarahkan untuk dapat menilai aspek kualitatif proses belajar mengajar.
Kegiatan observasi menggunakan instrumen monitoring proses belajar mengajar.
4) Evaluasi dan Refleksi
- Evaluasi: Berdasar peta konsep yang dibuat mahasiswa, dan hasil ujian pada pokok bahasan acuan.
- Refleksi: Dari hasil observasi dan hasil evaluasi, akan diketahui kelemahan-kelemahan pada siklus
II, yang akan dicoba diperbaiki pada siklus III.
Siklus III
Kegiatan siklus III berdasarkan refleksi siklus II, dan akan dilakukan revisi utamanya pada
bagian skenario pembelajaran.
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah mahasiswa S1 kependidikan, yang sedang mengikuti perkuliahan
Analisis Instrumentasi di semester genap tahun 2006/2007, beserta dosen pembina matakuliah
tersebut.
2. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, pemeriksaan peta
konsep, dan pelaksanaan tes. Teknik observasi dilakukan dengan alat bantu pedoman observasi yang
dibuat sendiri oleh peneliti. Dari hasil observasi ini akan diketahui aspek kualitatif proses belajar
mengajar, baik dari segi dosen maupun mahasiswa. Data kuantitatif diperoleh melalui penilaian peta
konsep yang dibuat mahasiswa, dan hasil ujian siklus demi siklus.
3. Analisis Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya dipilah-pilah sesuai dengan keperluan. Selanjutnya
dilakukan analisis yaitu mencari nilai rata-rata kelas, mengelompokkan skor berdasar rentangan
tertentu, dan menyimpulkan hasilnya berdasarkan patokan pencapaian kemampuan yang berlaku di
Universitas Negeri Malang. Hasil analisis ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Hasil
analisis yang bersifat kualitatif diperoleh melalui informasi berdasarkan lembar observasi yang
dikembangkan oleh peneliti. Hasil analisis ini untuk mengetahui keefektifan strategi penugasan
membuat peta konsep terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Tingkat pemahaman mahasiswa pada setiap aspek yang diteliti didasarkan atas rentang skor
taraf penguasaan atau kemampuan yang terdapat dalam pedoman pendidikan Universitas Negeri
Malang, dengan beberapa modifikasi seperti diberikan pada tabel berikut.
Taraf Pemahaman
Mahasiswa Berdasarkan
Rentang Skor
Sebutan
85 100
70 84
55 69
50 54
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 114
0 - 49 Sangat kurang

Indikator keberhasilan ditentukan dengan cara menilai peta konsep mahasiswa, dan hasil ujian
pada akhir setiap siklus. Penilaian peta konsep mahasiswa menggunakan rubrik penilaian yang
ditetapkan oleh dosen.
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Siklus I : Nilai peta konsep > 70 (skala 100)
Hasil ujian > 70 (skala 100)
Siklus II : Nilai peta konsep > 80 (skala 100)
Hasil ujian > 75 (skala 100)
Siklus III : Nilai peta konsep > 80 (skala 100)
Hasil ujian > 80 (skala 100)
Hasil Kegiatan pada Siklus I
Implementasi tindakan pada siklus I meliputi: membagikan suplemen bahan ajar pokok bahasan
Hukum Dasar Absorpsi, melakukan pembelajaran dengan menggunakan model peta konsep secara
kooperatif, melakukan observasi, melakukan penilaian peta konsep, dan melakukan ujian peta konsep
pada setiap akhir pokok bahasan.
Hasil Observasi Selama Kegiatan Proses Belajar Mengajar
Data kemampuan kooperatif yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 1
Tabel 1. Data Kemampuan Kooperatif pada Siklus I
Kel.
Aspek
I II III IV V VI VII
Saling ketergantungan positif 2 2 2 1 2 1 2
Interaksi langsung antar mahasiswa 2 2 2 2 2 2 2
Pertanggungjawaban individu 2 2 2 2 2 2 2
Keterampilan berinteraksi antar in-
dividu dan kelompok
2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : 2 : kualitas bagus
1 : kualitas sedang
0 : kualitas kurang
Penilaian kemampuan kooperatif dilakukan secara berkelompok mengingat kegiatan
perkuliahan dilakukan secara berkelompok. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa dari tujuh kelompok terdapat lima kelompok yang menunjukkan kemampuan
kooperatif dengan kategori bagus. Dengan demikian, dapat disimpulkan pada siklus I ini hanya dua
kelompok yang belum menunjukkan kemampuan kooperatif yang sempurna, yaitu pada aspek saling
ketergantungan positif. Lembar observasi beserta hasil observasi pada siklus I dapat dilihat pada
lampiran 2.

Hasil Diskusi Penilaian Peta Konsep
Berdasarkan kriteria pemberian skor yang ditetapkan peneliti, maka diperoleh sebaran nilai peta
konsep seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Peta Konsep pada Siklus I
Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)
85 100
70 84
55 69
50 54
-
1
2
4
-
14,2
28,6
57,2
Total 7 100

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 115
Berdasarkan Tabel 2 dan kriteria penilaian pada Bab III, maka dapat disimpulkan bahwa se-
bagian besar mahasiswa (57,2 %) belum bisa membuat peta konsep secara benar. Menurut kriteria,
maka sebagian besar mahasiswa berada dalam kualifikasi kurang. Berdasarkan hasil refleksi dari
pembuatan peta konsep, diperoleh indikasi bahwa mahasiswa belum memahami apa yang dimaksud
konsep, dan apa yang dimaksud dengan proposisi. Oleh karena itu pada siklus PTK selanjutnya akan
dicoba untuk merevisi skenario pembelajarannya, yaitu terkait pembuatan peta konsep.

Hasil Ujian Siklus I
Tabel 3. Skor Ujian Tertulis pada Pokok Bahasan Hukum Dasar Absorpsi
Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)
85 100
70 84
55 69
50 54
0 49
3
9
12
5
7
8,3
25,0
33,5
13,9
27,6
Total 36 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 24 orang
(66,7%) memiliki kemampuan sangat kurang dalam hal pemahaman terkait pokok bahasan Hukum
Dasar Absorpsi.
Semua kelemahan pada siklus I akan dicoba diperbaiki pada sikus II, baik dari segi pembuatan
peta konsep, kerja kooperatif, dari penjelasan terkait materi pembelajaran dalam hands out

Hasil Kegiatan pada Siklus II
Berdasarkan refleksi terhadap hasil yang dicapai pada siklus I, maka implementasi tindakan
pada siklus II meliputi kegiatan-kegiatan membagikan suplemen bahan ajar (hands out) pokok ba-
hasan Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri serta menyuruh mahasiswa mempelajarinya, mem-
beri tugas masing-masing kelompok sesuai prosedur, melakukan pembelajaran dengan menggunakan
model kooperatif STAD, melakukan observasi, melakukan penilaian peta konsep, melakukan ujian
pada pokok bahasan terkait. Pada pembelajaran siklus II ini dilakukan revisi, yaitu dosen menjelaskan
dahulu hal-hal terkait materi ajar secara garis besar, kemudian memberi kata-kata kunci sebagai kon-
sep yang akan dipetakan. Kemudian menyuruh mahasiswa bekerja secara kooperatif


Hasil Observasi selama Kegiatan Proses Belajar Mengajar
Tabel 4. Data Kemampuan Kooperatif pada Siklus II
Kel.
Aspek
I II III IV V VI VII
Saling ketergantungan positif 2 2 2 2 2 2 2
Interaksi langsung antar mahasiswa 2 2 2 2 2 2 2
Pertanggungjawaban individu 2 2 1 2 2 2 1
Keterampilan berinteraksi antar individu
dan kelompok
2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : 2 : kualitas bagus
1 : kualitas sedang
0 : kualitas kurang

Seperti halnya pada siklus I, maka penilaian kemampuan kooperatif ini dilakukan secara
berkelompok. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari semua
kelompok (7 kelompok), masih ada 2 kelompok yang menunjukkan kemampuan kooperatif kurang
sempurna, yaitu pada aspek pertanggung jawaban individu.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 116

Hasil Penilaian Peta Konsep
Berdasarkan kriteria pemberian nilai yang ditetapkan peneliti, maka diperoleh sebaran nilai peta
konsep seperti yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Peta Konsep pada Siklus II
Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)
85 100
70 84
55 69
50 54
1
3
3
-
14,2
42,9
42,9
-
Total 7 100

Berdasarkan Tabel 5 dan kriteria penilaian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada lagi maha-
siswa yang berkemampuan kurang. Kondisi ini dapat dikatakan lebih bagus dari siklus I. Kemampuan
yang meningkat ini diperkirakan memiliki kaitan dengan prosedur pembuatan peta konsep yang dia-
wali dengan penjelasan terlebih dahulu oleh dosen terkait materi pembelajaran. Dosen memberikan
kata-kata kunci sebagaikonsep, kemudian mahasiswa melakukan pemetaan. Refleksi dari hasil peta
konsep yang dihasilkan, masih ada kelompok yang belum bisa melakukan dengan baik, yaitu 42,9 %,
kesalahan yang dibuat yaitu pada aspek penyusunan hirarki. Oleh karena itu konsep pada siklus II
tetap dipertahankan dengan melakukan revisi pada penyusunan hirarki.

Hasil Ujian Siklus II
Sebaran skor ujian pada pokok bahasan Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri ditunjukkan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Skor Ujian Tertulis pada Pokok Bahasan Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri
Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)
85 100
70 84
55 69
50 54
0 49
4
23
1
8
-
11,1
63,9
2,8
22,2
-
Total 36 100

Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa tidak ada mahasiswa yang berkemampuan san-
gat kurang. Namun masih ada yang berkemampuan kurang yaitu sebanyak 22,2 %, akan tetapi se-
bagian besar mahasiswa yaitu 75 % berada dalam kemampuan baik dan sangat baik. Kondisi ini ten-
tunya lebih bagus dari siklus I. Dengan demikian cara kerja dimana mahasiswa diberi contoh kata-kata
kunci atas dasar hand out sangat membantu, dan cara ini dicoba untuk dipertahankan pada siklus III.

Hasil Kegiatan Pada Siklus III
Berdasarkan refleksi terhadap hasil yang dicapai pada siklus II, maka implementasi tindakan
pada siklus III meliputi kegiatan-kegiatan: membagikan suplemen bahan ajar pokok bahasan Spektro-
fotometri Infra Merah, memberi tugas masing-masing anggota kelompok untuk mencari kata-kata
kunci sebagai konsep, melakukan pembelajaran secara kooperatif, melakukan observasi, melakukan
penilaian peta konsep, dan melakukan ujian pada akhir pokok bahasan.

Hasil Observasi Selama Kegiatan Proses Belajar Mengajar
Penilaian kemampuan Kooperatif
Data kemampuan kooperatif yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 7.


Tabel 7. Data Kemampuan Kooperatif pada Siklus III
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 117
Kel.
Aspek
I II III IV V VI VII
Saling ketergantungan positif
2 2 2 2 2 2 2
Interaksi langsung antar mahasiswa
2 2 2 2 2 2 2
Pertanggungjawaban individu
2 2 2 2 2 2 2
Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok
2 2 2 2 2 2 2
Keterangan : 2 : kualitas bagus
1 : kualitas sedang
0 : kualitas kurang
Pada siklus III ini kegiatan yang dilakukan menggunakan pola yang sama dengan siklus I dan
siklus II, sehingga pada siklus III ini dapat dikatakan bahwa semua kelompok telah melakukan pembe-
lajaran kooperatif dengan baik. Pada siklus III ini langkah yang sedikit berbeda dengan siklus I dan II,
yaitu dengan menugaskan masing-masing anggota kelompok untuk mencari kata-kata kunci sebagai
konsep yang akan dipetakan berdasarkan dengan hand out yang dibagikan.

Hasil Penilaian Peta Konsep
Berdasarkan kriteria pemberian nilai yang ditetapkan peneliti, maka diperoleh sebaran nilai peta
konsep seperti yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Peta Konsep pada Siklus III
Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)
85 100
70 84
55 69
50 54
3
3
1
-
42,9
42,9
14,2
-
Total 7 100

Berdasarkan Tabel 8 dan kriteria penilaian, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
mahasiswa telah memahami cara pembuatan peta konsep. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa
42,9 % mahasiswa menunjukkan kemampuan yang baik sekali, dan 42,9 % berkemampuan baik. Den-
gan demikian dapat disimpulkan pada akhir siklus III walaupun tidak 100 % telah berkemampuan
baik, namun kondisi ini jauh lebih baik dari siklus II.

Hasil Ujian Siklus III
Hasil ujian tertulis pada pokok bahasan Spektrofotometri Infra Merah dapat dilihat pada Tabel
9.
Tabel 9. Skor Ujian pada Pokok Bahasan Spektrofotometri Infra Merah
Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)
85 100
70 84
55 69
50 54
0 49
4
32
-
-
-
11,1
88,9
-
-
-
Total 36 100

Berdasarkan Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa tidak ada mahasiswa yang berkemampuan
kurang dan sangat kurang. Kondisi ini jauh lebih bagus dari siklus II, yaitu 22,2% yang
berkemampuan kurang. Terjadinya peningkatan kemampuan yang cukup signifikan, yaitu pada
kategori kemampuan baik. Pada siklus II terdapat 63,9% mahasiswa berkemampuan baik, yang
berubah menjadi 88,9% pada siklus III, Peningkatan kemampuan ini secara umum dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh positif pembelajaran dengan menggunakan cara pembuatan peta konsep secara
kooperatif. Pada model yang diaplikasikan dalam pembelajaran ini, intervensi dosen betul-betul
dikurangi, sedang peran mahasiswa demikian besar.
Pembahasan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 118
Jika diperhatikan proses pembelajaran siklus demi siklus, tampak bahwa telah ada peningkatan
kualitas pembelajaran ditinjau dari kemampuan mahasiswa untuk melakukan kerja kooperatif, dengan
unsur-unsur saling ketergantungan yang positif, interaksi langsung antar mahasiswa,
pertanggungjawaban individu, dan keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok. Hal ini
dapat diamati selama proses pembelajaran, dan dapat dilihat pada lembar observasi. Pada pendekatan
pembelajaran ini, terasa bahwa peran dosen sebagai pemberi ilmu telah banyak berkurang, yaitu
dengan menyuruh mahasiswa untuk aktif berpikir melalui pemetaan konsep, yang kemudian
didiskusikan antar mereka sendiri. Dosen benar-benar hanya sebatas fasilitator. Hal ini berbeda dengan
pembelajaran sebelumnya, dengan menjadikan mahasiswa sebagai obyek pembelajaran, dan membuat
mereka seperti robot. Dari aspek kuantitatif telah terjadi peningkatan ditinjau dari hasil peta konsep,
maupun tes pada pembahasan terkait.
Dengan pendekatan ini, tiga pokok bahasan diselesaikan dalam 3 x 4 jam semester, termasuk
pelaksanaan tes. Dengan menambah 3 kali kesempatan untuk tes tertulis. Disamping itu mahasiswa
masih terbebani untuk membaca hand out di rumah. Dari segi hasil memang bagus, namun dari segi
waktu masih kurang sesuai yang diharapkan. Kemungkinan hal ini disebabkan belum terbiasanya
mahasiswa maupun dosen untuk mengaplikasikan pembelajaran model ini.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembe-
lajaran melalui pembuatan peta konsep secara kooperatif model STAD pada matakuliah Praktikum
Analisis Instrumentasi dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar ditinjau dari aspek kuali-
tatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif peningkatan itu dapat diketahui dari kemampuan kooperatif
mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Indikator peningkatan tersebut dapat dilihat
dari aspek-aspek saling ketergantungan yang positif, interaksi langsung antar mahasiswa, pertang-
gungjawaban individu, dan keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok
Secara kuantitatif dapat diketahui dari penilaian aspek kognitif, yaitu hasil peta konsep dan hasil
ujian pada pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri, dan
Spektrofotometri Infra Merah. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan
kemampuan mahasiswa siklus demi siklus.
Saran Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan pembuatan peta konsep secara kooperatif STAD ini hendaknya
diaplikasikan juga pada pokok bahasan lain, mengingat hasil yang diperoleh sangat bagus.
2. Perlu diujicobakan jika pokok bahasannya bersifat banyak melibatkan perhitungan atau aplikasi
rumus, apakah hasilnya juga sebagus pokok bahasan deskriptif teoritik.
3. Pada penelitian ini penilaian kemampuan psikomotorik dilakukan secara berkelompok. Oleh
karena itu diperlukan penelitian lanjutan, apakah pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan
pembuatan peta konsep oleh mahasiswa secara individual.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R.N. 2003. Keefektifan Strategi Menggunakan Peta Konsep Dalam Pengajaran Ditinjau Dari
Prestasi Dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 4 Malang Pada Materi Laju Reaksi.
Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas
Negeri Malang.

Dorough, Donna K. Dan Rye, James A. 1997. Mapping for Understanding. The Science Teacher 64
(1): 37-41.

Fajaroh, F. 2001. Penggunaan Peta Konsep Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mol Siswa Ke-
las I SMU Laboratorium Universitas Negeri Malang. Media Komunikasi Kimia. Edisi bulan
Pebruari, halaman 59-70.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 119

Iskandar, S.M. 2002. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Organik III (KIB 410) Dengan
Menggunakan Tugas Membuat Peta Konsep, Tugas Berumpan Balik, Dan Musik Mozart.
Laporan Penelitian Tindakan kelas. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Mackinnu. 2005. Belajar Kelompok dalam Pengajaran Kimia. Makalah disampaikan pada Seminar
dan Lokakarya Pembelajaran Berbasis Konstruktivis yang diselenggarakan pada tanggal 23 Juni
2005, di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Novrianto, A. 2000. Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Peta Konsep Ditinjau Dari
Prestasi Dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 7 Malang Pada Materi Senyawa
Karbon. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana, Jurusan Pendidikan Kimia,
Universitas Negeri Malang.

Rahayu, Sri. 2005. Implementasi Pembelajaran Kooperatif di Perguruan Tinggi. Makalah
disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Berbasis Konstruktivis yang
diselenggarakan pada tanggal 23 Juni 2005, di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Fourth Edition. Massachu-
setts: Allyn and Bacon Publisher.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 120
PENERAPAN LEARNING CYCLE 3E UNTUK MENINGKAT-
KAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI MAHASISWA PADA
MATA KULIAH KIMIA ORGANIK I MELALUI LESSON
STUDY
Ila Rosilawati
Program Studi Pendidikan kimia FKIP Unila
ilarosilawati@gmail.com

Abstrak: Mata kuliah Kimia Organik I mempelajari tentang struktur, tatanama, sifat fisik dan reaksi-
reaksi senyawa organik. Berdasarkan hasil identifikasi, hasil tes yang paling rendah adalah nilai pada
pokok bahasan alkil halida (haloalkana). Hampir separuh dari keseluruhan mahasiswa masih men-
galami kesulitan dalam menjelaskan fenomena-fenomena terkait sifat fisika bila disajikan data, mem-
berikan alasan yang kronologis, kurangnya kemampuan untuk menghubungkan konsep baru dengan
konsep yang pernah dipelajari. Secara umum, mahasiswa masih belum terampil mengkomunikasikan
gagasan yang ilmiah. Oleh sebab itu dalam pembelajaran alkil halida diperlukan suatu model pembela-
jaran yang memungkinkan mahasiswa dilatihkan mengkomunikasikan gagasan. Hal ini dapat dilak-
sanakan melalui penerapan model siklus belajar atau Learning Cycle 3E. Saat ini kegiatan Lesson Study
kerap dilaksanakan sebagai bentuk kerjasama antar dosen untuk membantu keberhasilan suatu pembe-
lajaran. Tujuan Lesson Study ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa
pada materi alkil halida melalui penerapan Learning Cycle 3E. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unila Angkatan 2010 yang berjumlah 29 orang. Rancangan Pe-
laksanaan Lesson Study terdiri dari 2 siklus yang tiap siklusnya terdiri dari plan (perencanaaan), do (pe-
laksanaan), dan see (refleksi). Implementasi lesson study pada Mata Kuliah Kimia Organik I, yaitu
dengan penerapan Learning Cycle 3E dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa
pada materi alkil halida. Mahasiswa aktif berinteraksi dan terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik.
Kata kunci: Learning Cycle 3E, kemampuan berkomunikasi, Kimia Organik
Mata kuliah Kimia Organik I mempelajari tentang struktur, tatanama, sifat fisik dan reaksi-reaksi
senyawa organik. Berdasarkan dokumentasi, nilai pada mata kuliah Kimia Organik I Tahun Akademik
2010-2011, persentase mahasiswa yang memperoleh nilai setara huruf mutu A dan B baru 60%, sementara
menurut Peraturan Akademik Unila, suatu perkuliahan dikatakan bermutu bila persentase mahasiswa yang
memperoleh nilai A dan B > 75%.
Berdasarkan hasil identifikasi, hasil tes yang paling rendah adalah nilai rata-rata pada pokok bahasan
alkil halida (haloalkana). Pembelajaran materi alkil halida menggunakan metode diskusi tanpa LKM
(lembar kerja mahasiswa) yang dilanjutkan dengan latihan soal. Hampir separuh dari keseluruhan
mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menjelaskan fenomena-fenomena terkait sifat fisik bila
disajikan data, memberikan alasan-alasan yang kronologis, kurangnya kemampuan untuk menghubungkan
konsep baru dengan konsep-konsep yang pernah dipelajari. Secara umum, mahasiswa masih belum
terampil mengkomuni-kasikan gagasan yang ilmiah. Oleh sebab itu dalam pembelajaran alkil halida
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 121
diperlukan suatu model pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa dilatihkan mengkomunikasikan
gagasan.
Kemampuan menjelaskan, mendiskusikan hasil pengamatan terhadap data-data hasil percobaan,
dapat dibangun bila dosen dalam perkuliahan menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan
mahasiswa aktif terlibat menganalis data, mengidentifikasi karakterisitik sifat suatu senyawa, mencermati
langkah-langkah atau tahapan dalam mekanisme reaksi. Pada tahap ini diharapkan akan muncul
pertanyaan-pertanyaan dalam diri mahasiswa yang mengarah pada berkembang-nya daya nalar tinggi.
Pertanyaan-pertanyaan ini selanjutnya dituliskan dalam LKM. Mahasiswa diarahkan untuk melakukan
kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi, pada tahap ini
mahasiswa mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep baru yang dipelajari. Pada tahap ini
mahasiswa juga dilatihkan untuk menuliskan dalam LKM, Tahap terakhir adalah mengajak mahasiswa
untuk menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan problem solving yang tertulis dalam
LKM, sehingga mahasiswa dilatihkan menyelesaikan permasalahan terkait konsep. Tahap-tahap atau
langkah-langkah pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan melalui penerapan model siklus belajar atau
Learning Cycle.
Saat ini untuk melakukan perbaikan dalam suatu perkuliahan dapat dilakukan melalui kegitan lesson
study. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam lesson study ini adalah: Bagaimana
penerapan Learning Cycle 3E dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa pada materi
alkil halida.
Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan SCL (Student Centered Learning) dapat
dikembangkan soft skills mahasiswa. Soft skill didefinisikan sebagai keterampilan dalam berpikir analitis
yang membangun, berpikir logis, kritis, mampu berkomunikasi dan bekerjasama dalam kelompok, serta
bersikap dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri (Listyani).
Kemampuan komunikasi dapat berupa komunikasi lisan dan non lisan. Komunikasi lisan
dikembangkan dengan indikator: menyampaikan ide dengan jelas dan yakin, keruntutan dalam
menyampaikan ide, penggunaan bahasa baku sesuai konteks, dan komunikasi interpersonal sesuai dengan
situasi. Sedangkan komunikasi non lisan dikembangkan dengan indikator mendengarkan dengan aktif dan
mem-berikan tanggapan yang sesuai. Kemampuan bekerja sama dikembangkan dengan indikator: interaksi
dalam kelompok, berperan dalam kelompok, memberi sumbangan dalam kelompok, menghargai pendapat
orang lain.
Apabila soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses pembelajaran
menggunakan diskusi kelompok, presentasi menjadi perlu dilakukan Dan apabila kerjasama yang akan
difokuskan, maka penugasan kelompok yang banyak diberikan.
Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme.
Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya
dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh dosen. Model pembelajaran ini
memiliki tiga langkah sederhana, yaitu pertama fase eksploration, kedua fase eksplanasi, ketiga fase
penerapan konsep. Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) mengungkapkan bahwa:
Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan
(fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang
harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle 3 Phase (LC 3-E) terdiri
dari fase-fase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept introduction/ explaination), dan
penerapan konsep (elaboration).
Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 3-E berlangsung secara konstruktivistik
adalah:(1)Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
mahasiswa, (2)Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, (3)Terjadinya
transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya, (4)Tersedianya media
pembelajaran,(5) Kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga mahasiswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 122
terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan
menyenangkan.
Tujuan lesson study ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berkomuni-kasi mahasiswa pada
materi alkil halida melalui penerapan Learning Cycle 3E.
METODE
Subjek lesson study ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unila angkatan
2010 yang berjumlah 29 orang.Rancangan pelaksanaan lesson study terdiri dari 2 siklus yang tiap siklusnya
terdiri dari plan (perencanaaan), do (pelaksanaan), dan see (refleksi).
Pada siklus I, kegiatan yang dilaksanakan adalah:
1. Tahap plan: Dosen model dan tim mendiskusikan penyusunan SAP (Satuan Acara Pembelajaran),
Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) berbasis learning cycle, dan lembar observasi aktivitas
mahasiswa .
2. Tahap do: Dosen model melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan LKM berbasis learning
cycle dan tim dosen lainnya mengobservasi aktivitas mahasiswa selama pembelajaran.
3. Tahap see: Dosen model bersama tim dosen lesson study merefleksi pelaksanaan pembelajaran untuk
mengetahui kekurangan dan hambatan pada siklus 1, yang dilanjutkan dengan menyusun perbaikan
rancangan pembelajaran untuk siklus berikutnya
Pada siklus 2, kegiatan yang dilakukan juga terdiri dari plan, do, see sebagai perbaikan yang
didasarkan dari hasil refleksi siklus 1.
Data aktivitas mahasiswa diamati dengan lembar observasi yang terdiri dari: (1) Kesiapan mahasiswa
menerima pembelajaran, (2) Kerjasama mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya, (3) Presentasi hasil
diskusi LKM, (4) Menyimak presentasi, (5) Memberi pendapat/tanggapan terhadap presentasi. Analisis
data menggunakan deskriptif kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Lesson study dilaksanakan sebanyak 2 siklus. siklus 1 membahas tatanama, sifat fisik dan reaksi
substitusi nukleofilik alkil halide, dan siklus 2 membahas reaksi eliminasi alkil halida. Hasil analisis data
tentang aktivitas belajar mahasiswa ditunjukkan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Data aktivitas mahasiswa tiap siklus
No Aktivitas mahasiswa Siklus I Siklus II
1 Kesiapan mahasiswa menerima pelajaran cukup baik
2 Kerjasama mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya baik Sangat baik
3 Presentasi hasil diskusi LKM cukup baik
4 Menyimak presentasi cukup baik
5 Memberi pendapat/tanggapan terhadap presentasi. cukup baik
PEMBAHASAN
Siklus 1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 123
Pada tahap plan dilakukan penyusunan RPP sebagai rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran, dan
LKM yang disusun berbasis learning cycle 3E dalam bentuk pertanyaan terbuka sebagai pegangan maha-
siswa dalam melakukan diskusi kelompok. LKM yang bersifat terbuka memberi makna adanya peluang
untuk mengembangkan kreativitas dan daya nalar mahasiswa. LKM pada siklus pertama membahas ta-
tanama, sifat fisik dan reaksi substitusi nukleofilik alkil halida. Pada tahap plan ini juga dilakukan pemben-
tukan kelompok mahasiswa sebanyak 7 kelompok berdasarkan kemampuan akademik, yaitu nilai quis ma-
teri sebelum alkil halida. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang memiliki kemampuan
akademik yang heterogen (tinggi, sedang, rendah).
Pelaksanaan tahap do. Pada saat pembelajaran dimulai, hanya 5 sampai 6 orang mahasiswa yang
menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen terkait dengan materi yang telah dipelajari sebe-
lumnya. Kesiapan mahasiswa menerima pelajaran terkategorikan cukup. Kemudian mahasiswa dikelom-
pokkan menjadi 7 kelompok dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setelah setiap kelompok
mendapat LKM dengan permasalahan yang sama, mereka berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan
yang terdapat di LKM. Selama terjadi diskusi kelompok, dosen memberi bimbingan bagi kelompok maha-
siswa yang bertanya. Pada saat diskusi kelompok, sebagian besar mahasiswa menunjukan interaksi dan ter-
jadi komunikasi dan kerjasama yang baik dalam mengerjakan LKM, hanya beberapa mahasiswa tidak ter-
libat aktif secara intensif, membaca sumber pustaka tetapi tidak aktif menyumbangkan ide. Ada satu
kelompok terlihat tidak dapat bekerja sama berdiskusi menyelesaikan LKM, terlihat pasif untuk menyele-
saikan LKM. Secara keseluruhan kerjasama mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya sudah baik. Hasil
diskusi kelompok dipresentasikan secara lisan dan tulisan di whiteboard. Komunikasi lisan dan tulisan
mahasiswa dalam menyampaikan hasil diskusinya sudah cukup. Mahasiswa kesulitan dalam memberi
nama suatu senyawa alkil halida yang mempermasalahkan prioritas gugus halogen, menuliskan mekanisme
reaksi substitusi nukleofilik unimolekular dan bimolekular belum sempurna. Dua kelompok di bagian be-
lakang tidak menyimak dan menanggapi hasil yang dipresentasikan oleh kelompok lainnya.
Hasil refleksi (see) menunjukan kemampuan berkomunikasi mahasiswa cukup baik walaupun belum
optimal. Hal ini disebabkan kemauan belajar dan kepercayaan mahasiswa masih rendah sehingga antusias
dalam proses pembelajaran belum optimal. Untuk perbaikan pembelajaran siklus 2, dosen model harus le-
bih memotivasi mahasiswa dan lebih memperhatikan dan membimbing setiap kelompok diskusi.
Siklus dua
Tahap plan. Dari hasil refleksi pertama, diakhir siklus kedua diadakan tes untuk memotivasi maha-
siswa untuk terlibat aktif pada saat diskusi kelompok dan presentasi.
Tahap do. Suasana pembelajaran sub bab materi alkil halida, yaitu reaksi eliminasi lebih kondusif dan
lebih antusias. Sejak awal perkuliahan, saat dosen melakukan apersepsi, semua mahasiswa berkonsentrasi
untuk belajar, kesiapan mahasiswa untuk menerima pelajaran meningkat dibandingkan siklus 1, sudah
baik. Pada sesi diskusi kelompok, walaupun ada satu mahasiswa yang pasif , semua kelompok aktif beker-
jasama (sangat baik), membaca sumber pustaka dengan seksama untuk menyelesaikan LKM yang diberi-
kan dosen. Dosen mengamati pekerjaan setiap kelompok dan membantu/mengarahkan mahasiswa. Kelom-
pok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan LKM tidak segan untuk bertanya kepada dosen. Se-
mua kelompok antusias untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kemampuan komunikasi secara lisan
dan tulisan mengenai tahap-tahap mekanisme reaksi eliminasi unimolekular dan bimolekular di whitebord
sudah baik dan benar, kesalahan relatif kecil sekali. Aktivitas menyimak dan menanggapi kelompok yang
presentasi pada siklus dua ini juga meningkat menjadi baik, sebagian besar kelompok aktif.
Hasil refleksi (see) menunjukan kemampuan berkomunikasi mahasiswa sudah baik. Kemauan belajar
dan kepercayaan mahasiswa dalam proses pembelajaran juga baik.
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran learning cycle 3E pada materi alkil
halida dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa. Pembelajaran learning cycle 3E
memiliki tiga langkah, yaitu pertama fase eksplorasi, kedua fase eksplanasi, dan ketiga fase penerapan kon-
sep.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 124
Pada fase exploration, mahasiswa dikelompokan untuk mendiskusikan permasalahan yang diberikan.
Diskusi ini memacu munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar
tingkat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna,
2007), pada tahap exploration, dosen membangkitkan minat dan keingintahuan mahasiswa tentang topik
yang akan diajarkan, mahasiswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan pengetahuannya, sehingga mun-
cul pertanyaan yang mengarah pada perkembangan daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata
seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan tersebut merupakan indikator kesiapan maha-
siswa untuk menempuh fase berikutnya.
Fase explaination, mahasiswa diarahkan untuk menganalisis data-data yang berhubungan dengan ma-
teri, mahasiswa bebas mengkomunikasikan hasil analisisnya. Secara tidak langsung mahasiswa telah di-
bimbing untuk berpikir secara sains dan dilatih agar terampil berkomunikasi. Pada tahap ini, dosen menun-
juk kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Keadaan ini mampu
menggali kemampuan berbicara mahasiswa, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan
Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007), pada tahap explaination diharapkan terjadi proses menuju ke-
setimbangan antara konsep yang telah dimiliki mahasiswa dengan konsep yang baru dipelajari melalui
kegiatan yang membutuhkan daya nalar yaitu berdiskusi.
Fase elaboration, Dosen meminta mahasiswa untuk mengerjakan soal evaluasi pada LKM dan mem-
beri tugas mahasiswa mengenai materi yang telah dipelajari. Fakta yang terjadi sesuai dengan pendapat
Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007), pada tahap elaboration, mahasiswa diharapkan
mampu menerapkan pemahaman konsep dan keterampilan yang telah diperolehnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Implementasi lesson study pada Mata Kuliah Kimia Organik I, yaitu dengan penerapan Learning Cy-
cle 3E dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa pada materi alkil halida.
Saran
1. Perlu dilakukan keberlanjutan implementasi lesson study pada bab-bab Mata Kuliah Kimia Organik se-
lanjutnya dan pada mata kuliah lainnya.
2. Perlu dilakukan tes berupa soal essay yang berisi beberapa indikator kemam-puan berkomunikasi tuli-
san yaitu kemampuan berkomunikasi memberikan/ menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik/tabel/ diagram, membaca grafik/tabel/diagram.
DAFTAR RUJUKAN
Fajaroh, F. dan I W. Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning
cycle). Universitas Negeri malang. Malang.
Herlianti. Bisakah Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Study digabungkan. Tersedia di
htpp://yherlanti.wordpress.com. Diakses tanggal 15 oktober 2011
Lawson. 2005. The learning Cycle. www.google.co.id. 2005. 16 Desember 2010.
http://www.sahra.arizona.edui/education/pbl_workshop/TheLearningCycle.
Listyani, E. Pengembangan soft skills mahasiswa calon guru melalui perkuliahan di Jurusan
Pendidikan matematika. Tersedia di htpp://staff.uny.ac.id. Diakses tanggal 8 Oktober 2011
Sahputra, H. 2009. Peningkatan Pembelajaran Kimia dengan Lesson Study. Tersedia di
htpp://www.kabarindonesia.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2011.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 125
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PADA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA MELALUI
IMPLEMENTASI LESSON STUDY
Sri Mulyani Sabang
Abstrak: Rendahnya kualitas pembelajaran pada mata kuliah Kimia Dasar disebabkan karena
kurangnya partisipasi aktif dari mahasiswa.Partisipasi aktif dari mahasiswa merupakan kunci
keberhasilan suatu proses pembelajaran. Olehnya itu diperlukan suatu persiapan yang baik untuk dapat
membangkitkan motivasi dan mengaktifkan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Salah satu cara
yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu mengimplementasikan Lesson Study dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata kuliah Kimia Dasar pada Program Studi
Pendidikan Kimia . Adapun faktor yang dijadikan indikator adalah 1) tingkat perhatian dan keseriusan
mahasiswa 2) keaktifan menyelesaikan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa, 3) keberanian
mahasiswa tampil di depan menyelesaikan tugas, 4) keaktifan mahasiswa bertanya kepada dosen, dan
5) tingkat ketenangan pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil penerapan lesson study menunjukan
adanya peningkatan rata-rata kualitas pembelajaran mulai dari Pembelajaran I, II, III, dan IV, yang
berturut-turut didapatkan hasil 67,92 %, 75,83%, 80,00%, dan 82,92%.Berdasarkan hasil tersebut, dapat
diambil kesimpulan bahwa, pelaksanaan lesson study dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
khususnya pada mata kuliah Kimia Dasar pada Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNTAD.
Kata kunci: kualitas pembelajaran, lesson study
Keberhasilan pembelajaran selain ditentukan oleh keterlibatan peserta didik (mahasiswa), juga
ditentukan oleh kesiapan dosen. Partisipasi aktif dari mahasiswa merupakan kunci keberhasilan suatu
proses pembelajaran. Olehnya itu diperlukan suatu persiapan yang baik untuk dapat membangkitkan
motivasi mahasiswa untuk belajar.Membangkitkan motivasi mahasiswa untuk dapat mengikuti mata
kuliah dengan baik, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Telah banyak metode dan pendekatan yang telah
diterapkan oleh dosen untuk memotivasi mahasiswa agar aktif dalam proses pembelajaran di kelas, namun
pada kenyataannya pada akhir proses belajar mengajar tersebut belum dapat memberikan hasil yang
memuaskan.
Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengefektifkan pembelajaran guna meningkatkan
kualitas pembelajaran di LPTK, dari pembelajaran yang berkualitas inilah diharapkan dapat meningkatkan
hasil belajar mahasiswa. Namun demikian, indicator peningkatan kualitas pembelajaran pada program studi
Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA UNTAD belum menunjukkan peningkatan yang berarti, khususnya
pada mata kuliah Kimia Dasar.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut di atas yaitu mengimplementasikan
Lesson Study dalam meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata kuliah Kimia Dasar. Lesson
study merupakan salah satu bentuk pembinaan tenaga pengajar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga pendidik. Lesson study merupakan kolaboratif antara tenaga pengajar dalam
menyusun rencana pembelajaran beserta research lessonnya, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
kelas yang disertai observasi dan refleksi (Lewis, 2002).
Program lesson study dapat membuat leluasa para tenaga pengajar meningkatkan kinerja dan
keprofesionalannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan menghasilkan output
yang berkualitas tinggi (Summer, 2002). Kegiatan lesson study dapat mewujudkan pembelajaran yang
multiple pathways of learning yaitu dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran, karena: 1)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 126
Meningkatkan pengetahuan tentang bahan ajar, 2) Meningkatkan pengetahuan tentang pengajaran 3)
Meningkatkan kemampuan untuk mengamati siswa 4) Lebih menguatkan jaringan kolegalitas 5). Lebih
menguatkan jalinan antar praktik pengajaran sehari-hari dengan tujuan pendidikan jangka panjang 6)
Menguatkan motivasi dan kepekaan 7) Meningkatkan kualitas rencana pembelajaran dan proses
pelaksanaannya.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa lesson study dapat dijadikan sebagai sarana untuk meniti ke arah
cita-cita proses pembelajaran yang ideal sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Pedidikan.
Rancangan pembelajaran pada kurikulum sekarang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang
dilakukan oleh tenaga pendidik (guru dan dosen) dengan maksud meningkatkan aktivitas dan kreativitas
mahasiswa. Rancangan seperti ini telah dikembangkan di Negara maju seperti Jepang yang dinamakan
kaji pembelajaran atau lesson study.
Stigler dan Hiebert (1999) mengemukakan bahwa lesson study pada umumnya mengikuti 8 (delapan)
langkah utama yaitu:
1. Mendefenisikan permasalahan. Hal ini dapat berlaku secara umum, misalnya bagaimana membuat
peserta didik menyukai pelajaran.
2. Merencanakan proses belajar mengajar. Proses ini dilakukan secara bersama-sama dan kolaboratif
antar anggota kelompok. Tujuannya adalah mencari solusi terbaik dari permasalahan. Sebagai hasilnya
adalah sebuah rencana proses belajar mengajar yang detail dan siap diterapkan.
3. Melaksanakan proses belajar mengajar. Proses ini dilaksanakan oleh salah seorang guru sementara
anggota yang lain berperan sebagai observer yang mencatat prilaku peserta didik dan hal-hal yang
terjadi selama proses belajar mengajar.
4. Melakukan diskusi dan refleksi terhadap proses belajar mengajar yang baru dilakukan. Kegiatan ini
bertujuan melakukan evaluasi terhadap proses belajar-mengajar terutama pada penerapan alternative
solusi permasalahan
5. Melakukan revisi terhadap rencana proses belajar-mengajar, dari hasil refleksi para anggota kelompok
kembali bekerja sama untuk membuat rencana proses belajar-mengajar yang bisa memberikan hasil
yang lebih baik daripada sebelumnya.
6. Melaksanakan proses belajar mengajar kembali untuk mencoba rencana pembelajaran yang baru
disusun. Pada tahap ini dapat juga diundang observer dari luar untuk memberikan pendapat dan saran
bagi pengembangan solusi lebih lanjut.
7. Evaluasi dan refleksi lebih lanjut unuk kembali membahas berbagai hasil dari penerapan solusi
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
8. Membagi hasil pengalaman tersebut dalam bentuk diskusi atau publikasi berupa tulisan.

Jika kedelapan langkah tersebut betul-betul diimplementasikan di Kelas (guru ataupun dosen) maka
kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Kegiatan lesson study dapat dimanfaatkan oleh guru atau dosen untuk mereview terhadap kinerjanya yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan melaksanakan
lesson study maka wawasan guru stsu dosen akan berkembang dan termotivasi untuk selalu berinovasi
yang selanjutnya akan menjadi guru atau dosen yang profesional.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulisan materi ini bertujuan untuk mendeskripsikan
implementasi Lesson Study di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNTAD pada mata kuliah Kimia
Dasar.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 127
METODE
Data yang disajikan dalam pemaparan ini diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi dari
pelaksanaan Lesson study di Program Studi Pendidikan Kimia. Adapun indicator kualitas pembelajaran
yang diamati adalah (1) tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa, (2)keaktifan menyelesaikan tugas atau
diskusi dengan sesama mahasiswa , (3) keberanian mahasiswa tampil di depan menyelesaikan tugas, (4)
keaktifan siswa betanya kepada dosen, (5) tingkat ketenangan pada saat pembelajaran berlangsung.
Kegiatan lesson study yang dilaksanakan tediri atas tiga tahap yaitu (1) perencanaan (plan), (2)
implementasi dan observasi (do), dan (3) refleksi (see)
Pada tahap awal, yaitu kegiatan perencanaan dilakukan bersama oleh tim lesson study meliputi
penentuan materi, dosen model dan pembuatan insrumen yang digunakan.Selanjutnya disusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan hasil diskusi bersama dalam tim. Tim Lesson Study mata
kuliah Kimia Dasar terdiri dari 4 Dosen, yaitu Dra. Vanny Maria, M.Sc.,Ph.D. Dr. Nurdin Rahman, M.Si.
Dr. Suherman, M.S., dan Dra. Sri Mulyani Sabang, M.Si. Adapun yang bertindak sebagai dosen model
yaitu, Dra. Vanny Maria, M.Sc.,Ph.D. sedangkan yang lainnya bertindak sebagai pengamat.
Tahap ke-dua, yaitu tahap implementasi dan observasi (do), dosen model melaksanakan
pembelajaran berdasarkan RPP yang telah disusun bersama tim. Sedangkan anggota tim yang lainnya
melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat pada tahap persiapan
(plan). Para observer ini mengamati dan mencatat semua hal-hal yang terjadi pada saat pembelajaran
sedang berlangsung. Adapun yang diamati adalah bagaimana aktivitas mahasiswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Pada saat pelaksanaan ini pula semua kegiatan dan kejadian direkam dalam
bentuk video. Hasil rekaman inilah yang digunakan sebagai bahan diskusi dalam tahap refleksi (see).
Tahap ke-tiga, yaitu tahap refleksi (see), dimana pada tahap ini semua anggota tim lesson study
(dosen model beserta observer) mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada
kesempatan ini, observer menyampaikan hasil pengamatannya pada saat pelaksanaan pembelajaran yang
telah dilaksanakan, sambil memperhatikan hasil rekaman ditayangkan dan semua anggota tim memberikan
komentar tentang apa yang terjadi. Hasil tahap refleksi ini selanjutnya dipakai sebagai acuan untuk
menyusun perbaikan rencana pembelajaran berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Perencanaan
Pada tahap ini tim lesson study mendiskusikan rencana pembelajaran yang telah dirancang oleh
dosen model untuk, guna melakukan evaluasi dan perbaikan perangkat pembelajaran yang akan digunakan
untuk open lesson I, II, III, dan IV. Selanjutnya pada tahap ini pula disusun Lembar Kerja Mahasiswa, in-
strument penilaian, dan lembar observasi kegiatan pembelajaran. Seluruh kegiatan dilakukan secara ko-
laborartif.
b. Implementasi dan observasi
Pembelajaran I (open lesson I); Dosen model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan dan observer melakukan pengamatan dengan
menggunakan lembar observasi yang telah siapkan. Dari hasil pengamatan disajikan dalam tabel berikut:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 128
Tabel 1. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson I
No. Indikator Rata-rata skor % Kategori
1. Tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa 2,67 66,67 Cukup baik
2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi
dengan sesama mahasiswa
2,50 62,50 Kurang baik
3. Keberanian mahasiswa tampil di depan
menyelesaikan tugas
2,75 68,75 Cukup baik
4. Keaktifan mahasiswa bertanya kepada dosen 2,50 62,50 Kurang baik
5. Tingkat ketenangan pada saat pembelajaran
berlangsung
3,17 79,17 Baik

Pada pembelajaran II (open lesson II) dilakukan hal yang sama pada open lesson I, dimana kele-
mahan-kelemahan yang didapatkan pada open I diperbaiki pada open lesson II ini. Adapun data yang
diperoleh disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson II
No. Indikator Rata-rata skor % Kategori
1. Tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa 3,00 81,25 Baik
2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan
sesama mahasiswa
2,75 68,75 cukup baik
3. Keberanian mahasiswa tampil di depan
menyelesaikan tugas
3,00 75,00 Baik
4. Keaktifan mahasiswa bertanya kepada dosen 2,92 72,92 cukup baik
5. Tingkat ketenangan pembelajaran berlangsung 3,25 81,25 Baik

Pada pembelajaran III (open lesson III) dilakukan hal yang sama pada open lesson II, dimana kele-
mahan-kelemahan yang didapatkan pada open II diperbaiki pada open lesson III ini. Adapun data yang
diperoleh disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson III
No. Indikator Rata-rata skor % Kategori
1. Tingkat perhatian dan keseriusan siswa 3,17 79,17 Baik
2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan
sesama mahasiswa
3,00 75.00 Baik
3. Keberanian siswa tampil di depan menyelesaikan
tugas
3,25 81,25 Baik
4. Keaktifan siswa bertanya kepada dosen 3,25 81,25 Baik
5. Tingkat ketenangan pembelajaran berlangsung 3,33 83,33 Baik

Pada pembelajaran IV (open lesson IV) dilakukan hal yang sama pada open lesson III, dimana kele-
mahan-kelemahan yang didapatkan pada open III diperbaiki pada open lesson IV ini. Adapun data yang
diperoleh disajikan dalam Tabel 4.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 129
Tabel 4. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson IV
No. Indikator Rata-rata skor % Kategori
1. Tingkat perhatian dan keseriusan siswa 3,25 81,25 Baik
2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan
sesama mahasiswa
3,25 81,25 Baik
3. Keberanian siswa tampil di depan menyelesaikan
tugas
3,33 83,33 Baik
4. Keaktifan siswa bertanya kepada dosen 3,33 83,33 Baik
5. Tingkat ketenangan pembelajaran berlangsung 3,42 85,42 Sangat Baik

Berdasarkan hasil yang disajikan dari tabel 1, 2, 3, dan 4 maka diperoleh rata-rata peningkatan mulai
dari pembelajaran I, II, III sampai IV (open lesson I, II, III, dan IV), berturut-turut 67,92%, 75,83%,
80,00%, dan 82,92% hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pelaksanaan lesson study dapat dijadi-
kan sebagai sarana dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Hal ini terlihat dari tingkat perhatian, ke-
seriusan menjelaskan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa, tampil di depan kelas menyelesaikan
tugas, keaktifan bertanya serta tingkat ketenangan selama proses pembelajaran berlangsung semuanya
mengarah kepada hasil yang memuaskan. Terjadinya peningkatan aktifitas mahasiswa yang didukung oleh
meningkatnya aktivitas dosen dalam memperbaiki suasana pembelajaran yang mengarah kepada peningka-
tan kualitas pembelajaran.

c. Refleksi
Pembelajaran I; Semua hal-hal yang penting yang dapat diamati dalam kegiatan implementasi dibahas
pada tahap ini. Beberapa hal yang didiskusikan diantaranya tingkat perhatian dan kesetriusan mahasiswa
masih perlu ditingkatkan, keaktifan mengerjakan tugas masih kurang hal ini terlihat dari masih adanya be-
berapa mahasiswa yang cuma duduk diam menunggu jawaban dari temannya, keberanian siswa tampil ma-
sih perlu juga ditingkatkan, keaktifan mahasiswa bertanya masih kurang hanya beberapa orang saja yang
mengangkat tangan menanyakan materi yang belum mereka pahami. Satu hal yang sangat menggembira-
kan yaitu tingkat ketenangan mahasiswa yang baik. Hal tersebut mungkin disebabkan karena keberadaan
dosen pengamat di belakang mereka serta adanya perekaman video.
Adapun kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Pembelajaran I tersebut meperlihatkan adanya pe-
rubahan ke arah yang baik pada pembelajaran II, III, sampai IV. Hal tersebut mengindikasikan adanya
manfaat dari tahap refleksi yang dilakukan pada saat pembelajaran telah dilaksanakan. Program lesson
study dapat membuat leluasa para tenaga pengajar untuk meningkatkan kinerja dan keprofesionalannya
yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan menghasilkan output yang berkualitas
tinggi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kualitas pembelajaran pada program studi Pendidikan Kimia dapat ditingkatkan melalui implementasi
lesson study.
2. Lesson study merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kolegalitas.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 130
DAFTAR RUJUKAN
Lewis , C. 2002. Lesson Study: A hand Book of Teacher Lead Instruksion Change. Philadephia, PA: Research for Bet-
ter schools,inc.
Jamhari, M. 2011. Lesson Study Sebagai Upaya Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Pada Program Studi
Pendidikan Biologi Universitas Tadulako. Disampaikan pada seminar Nasional Implementasi Lesson Study di
UNTAD Palu, 28 Oktober 2011.
Rahayu, 2005. Meningkatkan kualitas pembelajaran MIPA di kelas dengan Lesson Study. Disampaikan pada seminar
dan workshop lesson study kolaborasi FMIPA UM dengan MGMP SMP dan SMA Kota Malang.
Satria, 2011. Meningkatkan Aktivitas, Kreativitas, dan Prestasi Belajar Melalui Lesson Study pada Pembelajaran
Kimia Kelas X SMA Negeri 2 Palu. Tesis, tidak dipublikasikan.
Stigler dan Hiebert, 1999. The Teaching gab Best Ideas From the worlds Teachers for Improving Education in the
class New York Summit Books.
Summer, (2002). What is Lesson Study (On Line) www.fc.edu/ Lesson Study. html. Diakses tanggal 14 Maret 2011.
Suparno, A.S., Paulina, P., Wardani, A.K., Winatapura, Supriyadi, U.S., Budiningsih A.C., dan L. Lifiasari. 2005. Pen-
ingkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta. Depdiknas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 131
LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KAMI (KREA-
TIVITAS, AKTIVITAS, MOTIVASI, DAN INOVASI) PADA
PEMBELAJARAN KIMIA FISIK
Suherman
Dosen Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tadulako

Abstrak: Pembelajaran yang berkualitas tercermin pada peningkatan kreativitas, aktivitas, motivasi dan
inovasi (kami) peserta didik. Pembelajaran kimia fisik yang dilandasi lesson study (LS) bertujuan se-
bagai model pembinaan peningkatan professional dosen kimia fisik. Pembinaan ini dilakukan dengan
prinsip kolaboratif dan mutual learning untuk membangun learning community di kelompok bidang
kimia fisik. Kegiatan ini dilakukan di Prodi Pendidikan Kimia, objeknya adalah mahasiswa yang mem-
programkan mata kuliah kimia fisik I. Metode yang digunakan adalah kualitatif deksriptif. Pokok ba-
hasan yang digunakan sebagai subyek adalah Termodinamika kimia. Pelaksanaan dilakukan sebanyak 4
kali yang meliputi Perencanaan (plan), Open class (do), dan Refleksi (See). Setiap selesai refleksi segera
dilakukan perbaikan untuk kepentingan plan dan do berikutnya. Hasil yang diperoleh selama 4 kali
Plan, do, dan see adalah: terjadi perubahan cara pandang dosen kimia fisik untuk merubah dirinya
menjadi lebih professional, pelayanan dosen kimia fisik terhadap kesulitan belajar mahasiswa semakin
meningkat, kami siswa juga meningkat. Setiap dosen kimia fisik memiliki bahan perencanaan perku-
liahan yang dibuat secara kolaboratif.
Kata kunci: Lesson Study, Kami, Kimia Fisik
Hasil penelitian dari UNDP Human Development Report 2005 tentang Indeks pembangunan manusia.
Mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia berada pada peringkat 110 di dunia dan di Asean pun ket-
inggalan dari Negara tetangga, bahkan berada di bawah Vietnam. Hal yang menyebabkan demikian adalah
produk hasil pendidikan kita mutunya rendah. Pendidikan yang dilaksanakan selama ini lebih berorientasi
pada target hasil belajar siswa/mahasiswa, buka hasil pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan
kurang memperhatikan profesionalisme (Sumar, 2007). dengan demikian peningkatan kualitas pembela-
jaran yang dilakukan oleh guru maupun dosen tidak menjadi target. Kreativitas, aktifitas, motivasi, dan
inovasi siswa/mahasiswa tidak menjadi perhatian, namun yang di tonjolkan adalah kemampuan memilih
jawaban yang disediakan, atau menguraikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Ironis sekali
siswa/mahasiswa tidak mampu menguraikan jawaban dengan benar dari pertanyaan yang serupa bila salah
satu varibel soal diganti. Hal ini dimungkinkan karena perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru/dosen kimia fisik kurang menggali fakta dan proses melainkan langsung ke
rumusan hukum. Karena itu, siswa/mahasiswa kurang manpu menguraikan solusi dengan tepat/benar dari
suatu problema kimia. Hal tersebut guru/dosen harus memberikan bantuan pelayanan kepada
siswa/mahasiswa sampai manpu menguraikan solusi dengan benar atas problem kimia. Hal itu dibutuhkan
guru/dosen yang professional dalam melaksanakan pembelajran.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme pem-
belajaran adalah memberikan pelatihan kepada guru/dosen sampai pada penetapan Undang Undang Guru
dan Dosen (Undang Undang RI Nomor 14 tahun 2005). Intinya adalah menjadikan guru dan dosen lebih
professional melaksanakan pembelajaran di bidangnya. Namun sampai saat ini guru/dosen yang profes-
sional dalam melaksanakan tugas pembelajaran di kelas masih minim jumlahnya. Umumnya guru/dosen
melaksanakan tugas pembelajaran di kelas hanya pemenuhan tugas pokok, bukan untuk meningkatkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 132
kualitas pembelajaran. Di Negara maju seperti Jepang peningkatan kualitas profesionalisme pembelajaran
telah dimulai sejak tahun 1890, yaitu pembelajaran merupakan sebuah gerakan pendidikan yang dilakukan
para guru. Maksudnya mengimplementasikan pengajaran berpusat pada siswa atau pembelajaran indi-
vidual menjadi pembelajaran berkelompok (Istamar, 2008). Peningkatan kualitas pembelajaran dikenal
dengan nama Lesson Study. Kiyomi Akita dari Universitas Tokyo mengungkapkan bahwa sekitar 80%
guru SD dan 60% guru SMP menyatakan bahwa Lesson Study merupakan bentuk pelatihan professional
pembelajaran yang paling efektif.
Di Indonesia Lesson Study (Studi Pembelajaran) pertama kali diperkenalkan pada akhir 2004 me-
lalui tenaga ahli Japan International Corperation Agency (JICA) dalam rangkaian kegiatan Follow-up Pro-
gram dari Indonesian Mathematics and Science Teaching Education ProjecT (IMSTEP) yaitu suatu bentuk
kerja sama Pemerintah Indonesia- Jepang untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika dan sains
(MIPA) mulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Manfaat yang diperoleh dari program
tersebut signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan MIPA (program proyek). Karena itu, Pemerintah
RI melalui kementerian Pendidikan Nasional mengembangan studi pembelajaran ke seluruh LPTK melalui
program hiba kompetisi.
Tahun 2010 Jurusan Pendidikan MIPA (prodi Kimia, Fisika, Biologi, dan Matematiak) Universitas
Tadulako dinilai mampu mengembangkan studi pembelajaran (Lesson Studi) berdasarkan kriteria SDM,
fasilitas pendukung, dan keberlanjutan program. Pada tahun 2011, Lesson studi diperluas ke program studi
non-MIPA yaitu Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, dan Program Studi Pendidikan Bahasa Ing-
gris. Di Program Studi Pendidikan Kimia, yang menjadi obyek program Lesson Study adalah mata kuliah
kimia fisik I. Alasannya adalah sekitar 92% mahasiswa pendidikan kimia menyatakan bahwa kimia fisik
sulit dipahami. Alasan tersebut tercermin pada prestasi hasil belajar mahasiswa rendah yaitu; rata-rata 25%
mahasiswa tidak lulus (nilai E), 15% mahasiswa dapat nilai sangat kurang (nilai D), sekitar 30% mendapat
nilai cukup (nilai C), sebanyak 20% mendapat nilai baik (nilai B) ,dan sangat baik (nilai A) hanya 5%.
Dosen lebih banyak menurungkan rumus dan menggunakan, tetapi kurang menggali kreatifitas, aktivitas,
motivasi dan inovasi mahasiswa, dari mana rumus diturungkan dan apa artinya serta bagaimana penera-
pannya. Akibat dari itu mahasiswa kurang tertarik ke kimia fisik untuk pengembangan kompetensinya.
Penerapan Lesson study di bidang kajian kimia fisik, dosen mata kuliah tersebut memulai merubah cara
pandang dirinya, siswanya, dan pembelajaran yang dilakukan. Mengenai kreativitas, aktvitas, motivasi dan
inovasi mahasiswa dilakukan pencatatan oleh observer pada saat pelaksanaan open class, dan dirembukkan
solusinya secara kolaboratif oleh tim kimia fisik pada saat refleksi untuk plan dan open class berikutnya.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian dilaksanakan di di Prodi pen-
didikan kimia, obyeknya adalah mata kuliah kimia fisik I, pokok bahasan Termodinamika. Implementasi
pelaksanaannya yaitu masing-masing 4 kali plan, open class.dan refleksi. Setiap tahapan pelaksanaan dia-
wali dengan plan, kemudian open class, dan diahiri denga refleksi. Semua tahapan pelaksanaan diikuti oleh
tim kimia fisik, seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosen Model, observer, dan materi yang diberikan setiap tahap Lesson Study
Tim KF Pelaksanaan / tahapan
1 2 3 4
plan do see plan do see plan do see plan do see
Suherman v - v v v v v v v v - v
Siang T. Gonggo v v v v - v v v v v v v
Sitti Rahmawati v v v v v v v - v v v v
Catatan: - sebagai observer pada pelaksanaan do yang lain
Materi pembelajaran termodinamika yang di LS-kan masing-masing membahas satu permasalahan untuk
ditemukan solusinya oleh mahasiswa peserta KF.1.
Masalah 1. Parameter apa saja yang umum digunakan dalam termodinamika
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 133
Masalah 2. Bagaimana rumusan kapasitas kalor pada volume tetap yang diturungkan antar sistem dan ling-
kungan
Masalah 3. Bagaimana rumusan kapasitas kalor pada tekanan tetap yang diturungkan dari kalor sistem dan
lingkungannya
Masalah 4. Bagaimana penerapan entalphi kalor (H) bila bergantung pada temperatur

Rancangan pembelajaran hasil plan pada masalah 1 yaitu menggunakan pendekatan koperatif dengan
metode inquiri. Rancangan pembelajaran hasil plan pada masalah 2, 3, dan 4 menggunakan pendekatan
koperatif dengan strategi assesmen search. Kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi (KAMI) siswa
diamati oleh observer masing-masing menggunakan lembar observasi.
Tahap open class, Tahapan ini guru model melaksanan pembelajaran sesuai dengan rancangan
pembelajaran,yaitu: (i) siswa diberi nomor punggung 1 sampai 35 dengan maksud mudah diamati oleh
observer. (ii) Siswa dikelompokkan, setiap kelompok 5 orang, anggota kelompok heterogen tingkat
kecerdasannya, (iii) Anggota kelompok yang cerdas membimbing temannya yang belum memahami
materi yang diberikan, dan (iv) setiap kelompok tampil menjelaskan materi yang dipelajari sehingga semua
siswa memahami materi yang diberikan, pada tahap ini observer memberi pengamatan kepada siswa
tentang KAMI dengan menuliskan nomor punggung,
Tahap refleksi (see). Setelah open class selesai langsung dilaksanakan refleksi, yaitu review
pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan berapa persen ketercapaian pembelajaran dan apa
hambatannya, selanjutnya observer menyampaikan hasil analisis tentang pengamatan yang diperoleh
mengenai kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi siswa berdasarkan nomor punggung pada saat proses
pembelajaran berlangsung serta adanya miskonsepsi, selanjutnya dicocokkan dengan absensi kehadiran
mahasiswa. Pada tahap ini hasil analisis observer langsung ditentukan persentase (%) kreativitas, aktivitas,
motivasi, dan inovasi mahasiswa, sehingga tergambar model rancangan pembelajaran tahap berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis observer tentang kreativitas dan keaktifan mahasiswa pada saat open lesson 1 sampai 4,
masing-masing diamati mulai dari t
0
sampai t
n
adalah siswa yang tidak aktif, passif, ribut dan mengganggu
temannya, berbicara dengan teman sekelompoknya, informasinya pada Tabel 2. Kreativitas, aktifitas
mahasiswa program studi pendidikan kimia pada saat mengikuti pembelajaran termodinamika selama 4
kali pembelajaran berbasis open lesson terlihat pada tabel 2 adalah pada open lesson pertama mahasiswa
yang tidak kreatif dan tidak aktif sebesar 8 orang atau sebesar 22,86%. Hal ini terjadi karena mahasiswa
belum mengenal sistem pembelajaran yang diobservasi, mereka kelihatan ragu dan gugup mengerjakan
tugasnya. Open lesson berikutnya mahasiswa mulai berani mengemukakan pendapatnya sehingga terjadi
peningkatan persentase aktivitas siwa dari open lesson 1 sampai 4 yaitu 77,14%, 82,86%, 85,57%, dan
88,57%. Berdasarkan laporan dari observer bahwa pada open Lesson 1, 2, terdapat 5 orang mahasiswa
tidak bekerja termasuk mengerjakan LKM
*
yaitu nomor punggung 4,14,24,31,dan 33, alasannya adalah
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sulit. Sedang pada open lesson 2 dan 3 mahasiswa kelihatan malas
berdiskusi dengan kelompoknya** yaitu nomor punggung 7 dan 4 karena mahasiswa tidak memahami
materi yang akan didiskusikan. Mahasiswa baca materi lain
***
, pada open lesson 3 yaitu mahasiswa dengan
nomor punggung 34, yang bersangkuntan akan ujian dengan mata kuliah lain setelah jam pembelajaran
mata kuliah KF-1. Berdasarkan hasil analisis observer, maka materi kimia fisik pokok bahasan
termodinamika sulit dimengerti mahasiswa, karena mereka tidak memahami dasar-dasarnya yang diberikan
pada mata kuliah kimia dasar I dan II. Oleh karena itu prasyarat Kimia Fisik.1 adalah telah mengikuti kimia
dasar I dan II.
Parameter kreativitas siswa adalah kemampuan siswa mengerjakan dan mempresentasikan tugasnya
yang variatif, tetapi serasi dengan materi pembelajaran yang ditugaskan. Meskipun presentasi tugas
dilakukan secara berkelompok tetapi semua anggota kelompok aktif. Tingkat kreativitas siswa dinilai
setelah 4 kali open lesson, lihat Tabel 3.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 134
Tabel 2. Hasil pengamatan observer tentang ketidak kreativitas dan ketidak aktif mhs pada pembe-
lajaran open lesson 1 sampai 4
Observer
ke
Hasil analisis observer No. pung-
gung
Menit
ke
Open lesson
1 2 3 4
1 Mahasiswa kurang perhatian 4,7,13,19 37 4
Mahasiswa diam dan passif 28,29,30 45 3
3 Mahasiswa tdk kerjakan LKM
*
31 46 -50 1
1 Mahasiswa sulit berdiskusi den-
gan kelompoknya
**
7 30 1
2 Mahasiswa diam tidak kreatif 27 dan 32 32-35 2
3 Mhs. ribut tidak bekerja
*
4,14.24 31-34 3
1 mahasiswa kelihatan malas dan tdk
berdiskusi
**
4 47-49 1
2 Mahasiswa baca materi lain
***
34 56-60 1
3 Mahasiswa gadu 1,23,28 72-75 3
1 Mahasiswa passif 20 ,30 69-74 2
2 Mahasiswa diam tidak kerja
*
33 51-55 1
3 Mahasiswa diam tdk bekerja 28 72-74 1
Jumlah tdk kreatif dan aktif - - 8 6 5 4
Persen (%)tdk kreatif dan aktif - - 22,86 17,14 14,43 11,43
Catatan:
*
Mhs tidak punya inspirasi (dasar ilmu lemah)
**
Mhs kurang kesiapan/inspirasi
***
Mhs tidak perhatian
Tabel 3. Tingkat kreativitas siswa diamati selama 4 kali open lesson
No Klp Variasi persentasi tugas ke- Keterangan
1 2 3 4
1 1 Setiap anggota klp
diberi kesempatan
menjelaskan
Presentasi
menggunakan LCD
dengan menampilkan
kondisi lingkungan
Presentasi se-
cara demonts-
rasi
Mempilkan
keadaan
aslinya pada
materi yg dipre
sentasikan
Setiap
variasi yg
tepat
nilainya 2,5
2 2 Setiap anggota klp
diberi kesempatan
menjelaskan
Setiap anggota klp di
tugasi pada materi
tertentu lalu
dipadukan dan
dipresentasikan
Presentasi den-
gan meng-
gunakan media
natural
Presentasi den-
gan menggir-
ing peserta ak-
tif mengikuti-
nya
Setiap
variasi yang
tepat
nilainya 2,5
3 3 Presentasi dengan
membaca tugas yang
dibuat
Presentasi
menggunakan LCD
dengan menampilkan
kondisi real
Presentasi
disertai dengan
media
pembelajaran
Presentasi se-
cara demonts-
rasi
Setiap
variasi yang
tepat
nilainya 2,5
4 4 Setiap anggota klp
mempresentasikan le-
bih awal dipembimb-
ingnya
Presentasi disertai
dengan media
pembelajaran
Penampilan
presentasinya
sangat aktif
Presentasi di-
lakukan secara
kelompok.
Setiap
variasi yang
tepat
nilainya 2,5
Indikator perhatian mahasiswa pada saat berlangsungnya pembelajaran adalah mahasiswa yang
memperhatikan dosen menjelaskan, terjadi interaksi antara mahasiswa dan dosen, mahasiswa dan
mahasiswa, interaksi mahasiswa dengan materi pembelajaran yaitu mencatat hal-hal yang penting pada saat
dosen memberikan penguatan/penjelasan dan aktif mencari materi dibuku. Demikian pula keaktifan
mahasiswa. Bila dilihat Tabel 2 tentang kreatifitas dan keaktifan mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah
yaitu terjadi secara utuh pada t
0
sampai t = 30 menit, ini berarti bahwa kemampuan manusia berkonsentrasi
terhadap suatu obyek tertentu adalah maksimal 30 menit (Ahmad, 2009). Karena itu penggunaan model
dan metode pembelajaran perlu diperhatikan. Maksudnya adalah bagaimana mengaktifkan mahasiswa dan
mengkreasikan tugasnya sehingga terfokus perhatiannya. Kreativitas mahasiswa dalam mengikuti
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 135
pembelajaran kimia fisik tidak dibatasi pada pengembangan materi tetapi bagaimana membelajarkan materi
kimia dan memformulanya.
Kreativiatas mahasiswa akan nampak dalam penyelesaian tugas-tugas yang variatif, menarik, dan
benar. Indikator ini menjadi obyek pengamatan oleh observer pada saat open lesson. Setiap variasi yang
dibuat sesuai dengan indikator diberi penilaian 2,5 sehingga total nilai sebanyak 4 variasi adalah 10.
Berikut informasi pada Tabel 3.
Motivasi dan inovasi mahasiswa mengikuti mata kuliah Kimia Fisik 1 adalah keseriusan dan
kemampuan mahasiswa melakukan pembaharuan dalam menemukan konsep-konsep atau memformulasi
ulang konsep-konsep menjadi konsep baru, Contoh pada keadaan standar 1 mol gas ideal, tekanan 1 atm,
dan temperature , nilai tetapan gas ideal (R) adalah 0,082 L atm/ mol K, diubah menjadi 8,314 J/mol K
(Laider, 1999). Motivasi dan inovasi siswa dapat dilihat pada Tabel 4.
Motivasi dan Inovasi mahasiswa program studi pendidikan kimia pada saat mengikuti pembelajaran
termodinamika selama 4 kali pembelajaran berbasis open lesson terlihat pada tabel 4 adalah terjadi
peningkatan motivasi dan inovasi mahasiwa dari open lesson 1 sampai 4 yaitu 71,43%, 77,14%, 77,14%,
dan 88,57%. Berdasarkan laporan dari observer bahwa pada open Lesson 1,2dan 4 terjadi kesulitan
mahasiswa melakukan konversi satuan dan penurunan rumus matematika yaitu nomor punggung 12,14,24,
dan 31. Menurut mereka tidak memahami teknik pengkonversian satuan dan tidak biasa menggunakan
satuan dalam perhitungan. Sedang motivasi dan inovasi mahasiswa untuk mata kuliah KF.1 pada open
lesson 2 yaitu mahasiswa sulit mendiskusikan teknik konversi satuan dengan temannya, yaitu mahasiswa
nomor punggung 22, 25, 31. Kesulitan mereka adalah terbiasa dengan soal pilihan ganda yang menyertai
satuan. Pada open lesson 3 mahasiswa kesulitan menghitung konversi nilai dari satuan yang berbeda yaitu
nomor punggung 34, dan 35. Hal tersebut disebabkan nilai satuan itu tidak bisa dirubah dalam nilai satuan
lainnya.
Tabel 4. Motivasi dan inovasi siswa dalam mengikuti KF.1 pada pembelajaran open lesson 1 sampai
4 .
Observer
ke
Hasil analisis observer No. punggung
Menit
ke
Open lesson
1 2 3 4
1 Mahasiswa bercerita tidak melakukan konversi 1,4,7,13,19, 27 20 6
2 Mahasiswa tidak menyelesaikan konversi 29,31,27 50 3
3 Mahasiswa menyelesaikan sendiri
*
31 76 1
1 Mahasiswa tidak berdiskusi dg kelompoknya un-
tuk konversi
**
21,31,25 30 3
2 Mahasiswa keliruh menenpatkan mengkonversi 3 dan 32 35 2
3 Mhs. Berbeda hasil
*
konversi 12,14.24 50 3
1 Mhs Passif berdiskusi
**
22,25,31 35 3
2 Mahasiswa sulit menghitung nilai konversi
***
34,35 60 2
3 Mahasiswa kelihatan bingun mengkonversi 17,23,28 75 3
1 Mahasiswa sulit membuat penurunan rumus 20 ,30 30 2
2 Mahasiswa kerja sendiri
*
12 51-55 1
3 Mahasiswa tidak berdiskusi 25 72-74 1
Jumlah tdk kreatif dan aktif - - 10 8 8 4
Persen tdk kreatif dan aktif - - 28,57 22,86 22,86 11,43

Berdasarkan hal tersebut, maka lesson studi mulai menjajaki kemampuan mahasiswa agar motivasi
dan inovasi dalam pembelajaran kimia fisik terjadi perubahan yautu kompetensinya menjadi tuntas, teru-
tama dalam pengkonversian dan penurunan rumusan kimia. Hal ini diperlukan karena besar manfaatnya
untuk penerapan dalam kehidupan. Lesson Studi mengaati dan melakukan pembinaan kerkelanjutan kepada
mahasiswa pendidikan kimia terutama mata kuliah kimia fisik. Hal yang menjadi penyebab ketidak tahuan
dalam pengkonversian satuan dan penurunan rumus adalah mahasiswa kurang terlatih pada mata kuliah
yang mendasari kimia fisik.
KESIMPULAN
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 136
Rendahnya kreativitas, aktivitas, motivasi, dan inovasi siswa pada saat mengikuti pembelajaran kimia
fisik karna dasar-dasar ilmu mereka sangat minimum. Kegiatan Lesson Study (studi pembelajaran) di
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tadulako, khususnya mata kuliah kimia fisik mampu
meningkatkan kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi mahasiswa hingga 88%.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad, S. 2009. Konsentrasi dan kemampuan berfikir menurut tingkat usia, Makalah, Seminar national Kimia ke- 6,
Universitas Tadulako, Palu
Herawati, S., dkk. 2009. Lesson Study berbasis Sekolah, Guru Konservatif Menuju Guru Inovatif, Cetakan pertama,
Bayumedia Publishing, Malang
Istamar Syamsuri dan Ibrohim, 2008. Lesson Study, Model Pembinaan Pendidik secara kolaboratif dan berkelanjutan:
dipetik dari program SISTEMS-JICA di Kabupaten Pasuruan-Jawa Timur (2006 2008),FMIPA UM,
Malang.
Laidler K.J. and Meiser J.H., 1999, Physical Chemistry, 3RD ed., Houghton Mifflin Company, New Yoark.
Sumar hendayana, dkk. 2007, Lesson Stdy, suatu Strategi untuk meningkatkan keprofesionalan pendidik (Pengalaman
IMSTEP-JICA), FPMIPA UPI dan JICA, Bandung
Undang Undang RI Nomor 14, 2005. Tentang Guru dan Dosen, DIKTI, Jakarta.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 137
PEMBINAAN BAGI GURU KIMIA UNTUK
MENGIMPLEMENTASIKAN PENILAIAN PORTOFOLIO
MELALUI SUPERVISI AKADEMIK KELOMPOK BERBASIS
TI
SUROTO
Dinas Pendidikan Kota Tegal, Jawa Tengah e-mail:surotosr@yahoo.co.id
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya guru dalam melakukan penilaian potofolio
berbasis TI. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru Kimia
mengimplementasikan penilaian portofolio melalui supervisi akademik berbasis TI di SMA Negeri
Tegal pada tahun pelajaran 2010/2011. Tindakan dilakukan sebanyak dua kali dalam dua siklus.
Tindakan pertama menerapkan supervisi akademik kelompok berbasis TI yang tidak diawali
pembimbingan, dan tindakan kedua menerapkan supervisi akademik kelompok berbasis TI yang
diawali pembimbingan. Tahapan tiap siklus terdiri dari : perencanaan tindakan; pelaksanaan tindakan;
pengamatan/penilaian tindakan; dan merefleksi tindakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode Penelitian Tindakan Sekolah. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan yaitu
bulan April sampai September 2011. Sedangkan tempat penelitian mengambil tempat di SMA Negeri
Tegal. Subyek penelitian ini adalah guru kimia SMA Negeri Tegal pada tahun pelajaran 2010/2011 dan
tahun pelajaran 2011/2012. Hasil Penelitian melalui supervisi akademik kelompok berbasis TI dapat
meningkatkan kompetensi guru kimia mengimplementasikan penilaian portofolio di SMA Negeri Tegal
tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan kemampuan guru ditunjukan oleh kondisi siklus 1 (pertama)
dibanding kondisi awal nilai rerata supervisi akademik meningkat dari 79,1 menjadi 82,5 berarti
meningkat sebesar 3,4. Sedangkan kondisi siklus 2 (ke-dua) dibanding kondisi siklus 1 (pertama) nilai
rerata supervisi akademik meningkat dari 82,5 menjadi 84,2 berarti meningkat sebesar 1,7.
Kata Kunci : Supervisi akademik kelompok. Berbasis TI. Kompetensi. Penilaian portofolio.
Pengimplementasian penilaian portofolio bagi para guru dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
antara lain melalui pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaraan (MGMP), In House Training (IHT),
supervisi akademik dan lain-lain. Kali ini penulis akan fokus pada penerapan supervisi akademik oleh
Kepala Sekolah dan/atau Pengawas satuan pendidikan. Karena dalam instrumen Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah yang terkait dengan kompetensi supervisi akademik, kepala sekolah harus merencanakan program
supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru dengan diskripsi antara lain: 1)
Memiliki program supervisi yang terjadwal secara rinci; 2) Menggunakan instrumen supervisi yang
mengacu pada standar proses; 3) Frekuensi supervisi akademik sekurang kurangnya satu kali per tahun
untuk setiap orang guru; 4) Program supervisi disosialisasikan kepada guru.
Pada kenyataan prakteknya frekuensi supervisi akademik sekurang-kurangnya satu kali pertahun
untuk setiap guru, jarang dapat terpenuhi/tercapai. Terutama bagi satuan pendidikan yang memiliki guru
yang jumlahnya lebih dari 50 (lima puluh) orang. Walaupun tugas supervisi akademik ini dapat
didelegasikan kepada para wakil kepala sekolah dan/atau guru senior. Namun tetap sukar dicapai, karena
tidak semua wakil kepala sekolah dan/ataun guru senior dapat diterima oleh semua guru yang disupervisi.
Oleh karena itu penulis sebagai pengawas satuan pendidikan terpanggil untuk membantu kepala sekolah
untuk dapat mencapai target tersebut, atau sekurang-kurangnya mendekati target tersebut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 138
Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran.
Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai
tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali
bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam
mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa
dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987).
Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian
estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari
serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya
terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu
dikembangkan dan cara mengembangkannya. Dalam hal ini penulis akan fokus pada kompetensi guru
dalam mengimplementasikan penilaian portofolio. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa
setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi
akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan
kemampuannya. Paling tidak melalui 2 (dua) siklus bimbingan. Dengan demikian, melalui supervisi
akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi peserta didiknya.
Untuk lebih mengefektifkan siklus bimbingan yang diberikan, maka supervisi akademik dapat
menggunakan media internet. Oleh karena itu kegiatan bimbingan ini penulis sebut sebagai supervisi
akademik berbasis Teknologi Informasi (TI). Dapatkah bimbingan mengimplementasikan penilaian
portofolio dilakukan secara online? Mengkonversi penilaian portofolio menjadi online bukan pekerjaan
yang sulit, bahkan cenderung lebih mudah dan low cost. Bagaimana caranya? Di era web 2.0 seperti
sekarang ini, aplikasi-aplikasi yang bersifat user generated content menjamur. Kesemua aplikasi tersebut
bisa dijadikan alat yang sangat powerfull untuk dijadikan media penilaian portofolio secara online.
Penelitian ini akan difokuskan penerapan TI yang sederhana saja, yaitu dengan melalui sarana e-mail.
Dalam hal ini semua anggota tim supervisi akademik harus memiliki e-mail yang terbuka untuk sesama
anggota. Maksudnya alamat e-mail, user ID, dan passwordnya saling diketahui oleh semua anggota tim
supervisi akademik.
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan bahwa permasalahan adalah apakah melalui supervisi
akademik kelompok berbasis TI dapat meningkatkan kemampuan guru kimia dalam mengimplementasikan
penilaian portofolio di sma negeri kota tegal tahun pelajaran 2010/2011.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru kimia dalam mengimplementasikan
penilaian portofolio melalui supervisi akademik kelompok berbasis TI di SMA Negeri Kota Tegal.
METODE
Penelitian dilaksanakan pada semester ke-dua tahun pelajaran 2010/2011 sampai dengan semester
pertama tahun pelajaran 2011/2012. Dipersiapkan dari awal semester ke-dua tahun pelajaran 2010/2011.
Diawali menyusun proposal PTS pada bulan April 2011, kemudian menyusun instrumen penelitian sampai
minggu pertama bulan Mei 2011. Dilanjutkan pengumpulan data siklus 1 (pertama) minggu ke-dua bulan
Mei 2011 sampai dengan minggu ke-empat bulan Mei 2011. Setelah liburan akhir tahun pelajaran
2010/2011, dilanjutkan pengumpulan data siklus 2 (ke-dua) pada minggu ke-tiga bulan Juli 2011 sampai
dengan minggu ke-lima bulan Juli 2011. Kemudian pelaksanaan analisa data dapat diawali minggu pertama
sampai dengan minggu ke-lima bulan Agustus 2011. Selanjutnya sekaligus pembahasan/diskusi
dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 dan diakhiri menyusun laporan hasil penelitian di bulan September
2011. Pelaksanaan review hasil PTS di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah tanggal 18 - 21 September
2011.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 139
Pengumpulan data siklus 1 (pertama) dilaksanakan mulai minggu ke-dua bulan Mei 2011 karena
diperkirakan situasi sekolah sudah agak longgar setelah pelaksanaan ujian nasional dan tindak lanjutnya
sampai pengumuman kelulusan tanggal 16 Mei 2011. Kemudian siklus 2 (ke-dua) baru dilaksanakan pada
awal tahun pelajaran 2011/2012 setelah liburan tahun pelajaran 2010/2011 dengan harapan ada jeda yang
cukup panjang untuk persiapan menuju palaksanaan siklus 2 (ke-dua). Analisa data baru dilaksanakan pada
minggu ke-dua bulan Agustus 2011 karena ada liburan awal bulan Ramadhan 1432 H. Ternyata
penyusunan laporan hasil penelitian baru dapat dilaksanakan mulai minggu ke-dua bulan September 2011
karena adanya liburan menjelang dan setelah hari raya Idhul Fitri 1432 H yakni tanggal 30-31 Agustus
2011.
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2, 3, 4, dan 5 Kota Tegal. SMA Negeri 1 Tegal tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini karena merupakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang
mempunyai ciri khas tertentu yang tidak sama dengan yang lain. Sementara diambil hanya untuk sekolah
negeri karena ke empat sekolah negeri tersebut memiliki kondisi yang relatif setara dalam hal guru
kimianya, yaitu masing-masing lebih dari seorang. Hal ini terkait dengan pelaksanaan supervisi akademik
berbasis TI yang akan dilaksanakan secara berkelompok di setiap satuan pendidikan. Setiap kelompok
supervisi di setiap satuan pendidikan terdiri dari pengawas sekolah sebagai ketua, dengan anggotanya
kepala sekolah dan semua guru kimia yang ada di satuan pendidikan tersebut. Jadi dalam pelaksanaan
supervisi akademik nanti minimal terdiri dari 4 (empat) orang bersama-sama mengunjungi satu kelas, satu
diantaranya sebagai penyaji dan lainnya sebagai pengamat.
Subjek penelitian adalah semua guru kimia yang ada di SMA Negeri 2, 3, 4, dan 5 Kota Tegal, karena
latar belakang pendidikan peneliti adalah pendidikan kimia. Dari hasil pengamatan peneliti pada supervisi
akademik diketemukan bahwa kemampuan menyusun dan mengimplementasikan penilaian portofolio para
guru pada umumnya masih rendah dan perlu ditingkatkan, untuk memperbaiki proses pembelajarannya.
Sumber data diperoleh dari subjek penelitian (data primer) yang berupa Nilai Supervisi Akademik
hasil pemberian tugas kepada tim supervisi akademik kelompok untuk menyusun bersama RPP dengan
topik/KD yang telah ditentukan. Kemudian RPP tersebut praktekkan/diterapkan di kelas dan dinilai dengan
menggunakan instrumen supervisi seperti yang tercantum pada lampiran 1 (1.a sampai dengan 1.e).
Indikator yang diharapkan pada masing-masing instrumen supervisi yang digunakan adalah: a)
prosentase Panduan Wawancara Kesiapan Pembelajaran adalah 70%85% yang mempunyai arti Baik; 2)
prosentase Administrasi Perencanaan Pembelajaran adalah 70% 85% yang mempunyai arti Baik; 3)
prosentase Kegiatan Pembelajaran adalah 70 % 85% yang mempunyai arti Baik; 4) prosentase Penilaian
Portofolio adalah 71% 85% yang bermakna Baik; dan 5) prosentase Administrasi Penilaian Pembelajaran
adalah 70% 85% mempunyai makna Baik.
Jadi disini teknik pengumpulan data menggunakan teknik non tes yaitu pemberian tugas kepada tim
supervisi akademik kelompok untuk menyusun bersama RPP dimana topik/KD-nya seperti yang sudah
ditentukan. Kemudian mempraktekkannya di kelas secara nyata. Hal ini dilaksanakan pada keadaan awal,
tindakan siklus 1 (pertama), dan tindakan siklus 2 (ke dua).
Data yang diperoleh adalah data kuantitatif. Adapun skor nilai yang dimaksud pada instrumen
supervisi akademik adalah: 1) Skor nilai 4 bermakna baik sekali; 2) Skor nilai 3 bermakna baik; 3) Skor
nilai 2 bermakna cukup baik; 4) Skor nilai 1 bermakna kurang baik; dan 5) Skor nilai 0 bermakna tidak
baik / tidak ada. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Karena
datanya berbentuk kuantitatif, maka analisis deskriptifnya adalah analisis deskriptif komparatif, yaitu
membandingkan nilai supervisi akademik tugas yang diperoleh pada kondisi awal, nilai supervisi
akademik tugas setelah siklus pertama, dan nilai supervisi akademik tugas setelah siklus kedua. Analisis
deskriptif dilanjutkan dengan reflektif untuk merefleksi dari apa yang diperoleh melalui deskriptif
komparatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada kondisi awal peneliti melaksanakan supervisi kunjungan kelas tanpa memberi tindakan
bimbingan tentang penilaian portofolio. Dengan menggunakan instrumen supervisi yang diterapkan pada
perangkat pembelajaran yang ada dan mengamati proses pembelajaran dari para guru kimia, maka
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 140
diperoleh Nilai Supervisi Akademik seperti pada Tabel 1. Peneliti merasa perlu melakukan tindakan
sekolah dengan melaksanakan supervisi akademik kelompok berbasis TI pada akhir semester genap (2)
tahun pelajaran 2010/2011.
Tabel 1.Nilai supervisi akademik kondisi awal
N
o
m
o
r

Nama Guru
A
s
a
l

s
e
k
o
l
a
h

Nilai (%)
R
e
r
a
t
a

P
a
n
d
u
a
n

W
a
w
a
n
c
a
r
a

P
r
a

P
e
n
g
a
m
a
t
a
n

S
u
p
e
r
v
i
s
i

A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n

P
e
m
b
e
l
a
j
a
r
a
n

S
u
p
e
r
v
i
s
i

K
e
g
i
a
t
a
n

P
e
m
b
e
l
a
j
a
r
a
n

P
e
n
i
l
a
i
a
n

P
o
r
t
o
f
o
l
i
o

S
u
p
e
r
v
i
s
i

A
d
m
i
n
i
s
t
r
a
s
i

P
e
n
i
l
a
i
a
n

P
e
m
b
e
l
a
j
a
r
a
n

J
u
m
l
a
h

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Cyntia SMAN 2 81 75 79 66 71 372 74,4
2 Tarsilah SMAN 2 78 95 81 66 70 390 78,0
3 Suwardoyo SMAN 2 81 95 90 71 75 412 82,4
4 B. Suwignyo SMAN 3 81 85 71 68 71 376 75,2
5 Mislyna SMAN 3 78 88 81 71 77 395 79,0
6 Lucia Supriyati SMAN 4 81 98 81 71 79 410 82,0
7 Esti Wihanani SMAN 4 78 95 78 71 80 402 80,4
8 Indah W. SMAN 5 56 88 90 66 70 370 74,0
9 Nuning Lusiana SMAN 5 59 98 91 70 73 391 78,2
10 Suhaeli SMAN 5 81 98 93 77 89 438 87,6
Nilai terendah 56 76 71 66 70 370 74
Nilai tertinggi 81 98 93 77 89 438 87,6
Nilai rerata 75,4 91,6 83,5 69,7 75,5 395,7 79,1
Tabel 2. Nilai Supervisi Akademik Kondisi awal
No. Uraian Kondisi awal (%)
1. Hasil Supervisi akademik kelompok
kondisi awal
Nilai terrendah 74; nilai tertinggi 87,6; nilai
rerata 79,1
Utamanya untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun dan mengimplementasikan penilaian
portofolio para guru pada umumnya dan khususnya guru kimia sebagai subjek penelitian. Kemudian
peneliti menyusun proposal Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) dan menyusun instrumen supservisi seperti
lampiran 1 (dari 1.a sampai dengan 1.e). Apabila guru kimia pada keadaan awal di supervisi (akademik)
dengan menggunakan instrumen supervisi tersebut, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 1 yang nilai
terrendah, nilai tertinggi, dan nilai reratanya dapat dilihat pada Tabel 2.
Deskripsi Hasil Siklus 1
1. Perencanaan Tindakan
Dari kondisi pada keadaan awal tersebut di atas, penulis perlu melaksanakan penelitian tindakan seko-
lah (PTS) dengan melaksanakan supervisi akademik kelompok berbasis TI dengan langkah-langkah:
a. Membentuk Tim Supervisi Akademik Kelompok (TSAK) mata pelajaran Kimia di setiap SMA
Negeri Kota Tegal;
b. Tim Supervisi Akademik Kelompok (TSAK) mata pelajaran Kimia terdiri dari Pengawas sebagai
ketua dengan anggota Kepala Sekolah dan semua guru kimia di setiap satuan pendidikan (SMA
Negeri di Kota Tegal);
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 141
c. Tindakan/perlakuan yang diberikan pengawas sebagai ketua TSAK adalah memerintahkan agar
topik/KD-nya dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan disajikan pada proses
pembelajaran nanti harus dibuat/diprogramkan bersama oleh semua anggota MGMP Kimia dan
tidak ditelaah bersama pengawas satuan pendidikan;
d. Memberikan pelatihan membuat e-mail bagi semua TSAK;
e. Memberikan penjelasan tentang rancangan penilaian hasil belajar dengan menggunakan teknik/cara
penilaian portofolio. Disini tidak diberikan bimbingan secara detail bagaimana penggunaan
instrumen supervisi penilaian portofolio;
f. Membuat kesepakatan (jadwal) pada suatu saat tim berkunjung ke kelas dari salah satu (anggota)
guru kimia untuk mengamati proses pembelajarannya. Kunjungan ini dilakukan secara bergantian
dari satu guru ke guru yang lain.

2. Pelaksanaan Tindakan
a. Sesuai dengan jadwal, tim (TSAK) berkunjung ke kelas salah satu (anggota) guru kimia untuk
mengamati proses pembelajarannya;
b. Dalam mengamati proses pembelajaran di kelas, setiap anggota tim (TSAK) menggunakan format
(instrumen supervisi) yang sudah disepakati, yaitu:
1) Wawancara sebelum tindakan, menggunakan instrumen: Panduan Wawancara Kesiapan
Pembelajaran
2) Persiapan Perangkat Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi: Administrasi
Perencanaan Pembelajaran
3) Pengamatan Kegiatan Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi: Kegiatan
Pembelajaran, penilaian Portofolio
4) Tindak Lanjut Pengamatan, menggunakan intrumen supervisi: Penilaian Pembelajaran;
c. Kemudian tim mengadakan pertemuan lanjutan (diskusi) dipimpin oleh pengawas sebagai ketua,
untuk membahas hasil pengamatan pada proses pembelajaran;
d. Diharapkan diperoleh gambaran/penyempurnaan/pengembangan pelaksanaan penilaian portofolio
pada proses pembelajaran PAIKEM.
e. Kegiatan ini dilakukan sampai semua guru kimia melaksanakan pembelajaran sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan.

3. Hasil Pengamatan
a. Hasil nilai supervisi akademik kelompok pada siklus 1 (pertama) dari masing-masing guru adalah
seperti pada lampiran 2;
b. Dari lampiran 2 tersebut diperoleh hasil nilai terrendah, nilai tertinggi, dan nilai rerata seperti pada
Tabel 3.

4. Refleksi
Kondisi siklus 1 (pertama) bila diperbandingkan dengan kondisi awal, dapat dilihat seperti
pada Tabel 4.
Tabel 3. Nilai Supervisi Akademik Siklus 1
No. Uraian
Kondisi Siklus 1
(%)
1. Hasil Supervisi akademik kelompok tidak diawali dengan
bimbingan
Nilai terrendah 78,8; nilai tertinggi 87,6; nilai rerata
82,5.
Tabel 4. Perbandingan Nilai Supervisi Akademik Kondisi Awal dan Siklus 1
No. Uraian Kondisi Awal (%) Kondisi Siklus 1 (%)
1. Hasil sebelum dan sesudah Nilai terendah 74; nilai tertinggi 87,6; Nilai terrendah 78,8; nilai tertinggi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 142
Supervisi akademik kelompok nilai rerata 79,1 87,6; nilai rerata 82,5.

Kondisi siklus 1 (pertama) sesudah dilaksanakan supervisi akademik kelompok dibandingkan dengan
kondisi awal (belum dilaksanakan supervisi akademik kelompok) nilai rerata menigkat dari 79,1 menjadi
82,5 berarti meningkat sebesar 3,4.

Deskripsi Hasil Siklus 2
1. Perencanaan Tindakan
a. Diberi perlakuan oleh pengawas bahwa sebelum penyajian (proses pembelajaran) selain topik/KD-
nya ditentukan dan dipersiapkan RPP-nya oleh semua anggota MGMP Kimia, juga RPP-nya telah
ditelaah bersama dengan pimpinan pengawas;
b. Penelaahan tersebut pada a. diatas dapat diutamakan menggunakan fasilitas e-mail yang telah di-
latihkan pada perencanaan siklus 1 (pertama) dan atau menggunakan fitur-fitur lain yang tersedia
dalam internet. Dapat juga melalui tatap muka secara langsung dalam kelompok;
c. Membahas cara menggunakan instrumen yang tersedia secara umum, untuk keperluan pengamatan
proses pembelajaran;
d. Memberikan penegasan tentang penilaian portofolio dan membahas cara menggunakan instrumen
supervisi penilaian portofolio, agar lebih fokus dalam mengiplementasikan teknik penilaian porto-
folio;
e. Membuat kesepakatan (jadwal) pada suatu saat tim berkunjung ke kelas dari salah satu (anggota
sebagai penyaji) guru kimia untuk mengamati proses pembelajarannya;
f. Kunjungan ini dilakukan secara bergantian dari satu guru ke guru yang lain.

2. Pelaksanaan Tindakan
a. Sesuai dengan jadwal, tim (TSAK) berkunjung ke kelas salah satu (anggota) guru kimia untuk
mengamati proses pembelajarannya;
b. Dalam mengamati proses pembelajaran di kelas, setiap anggota tim menggunakan format
(instrumen supervisi) yang sudah disepakati, yaitu:
1) Wawancara sebelum tindakan, menggunakan instrumen:
- Panduan Wawancara Kesiapan Pembelajaran
2) Persiapan Perangkat Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi:
- Administrasi Perencanaan Pembelajaran
3) Pengamatan Kegiatan Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi:
- Kegiatan Pembelajaran
- Penilaian Portofolio
4) Tindak Lanjut Pengamatan, menggunakan intrumen supervisi:
- Penilaian Pembelajaran;
c. Kemudian tim mengadakan pertemuan lanjutan (diskusi) dipimpin oleh pengawas sebagai
ketua, untuk membahas hasil pengamatan pada proses pembelajaran;
d. Kegiatan ini dilakukan sampai semua guru kimia melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan.

3. Hasil Pengamatan
a. Hasil nilai supervisi akademik kelompok pada siklus 2 (ke-dua) dari masing-masing guru
adalah seperti pada lampiran 3;
b. Dari lampiran 3 tersebut diperoleh hasil nilai terrendah, nilai tertinggi, dan nilai rerata seperti
pada tabel 5.

4. Refleksi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 143
Kondisi siklus 2 (ke-dua) bila diperbandingkan dengan kondisi 1 (pertama) dapat dilihat
seperti pada tabel 6
Tabel 5. Nilai Supervisi Akademik Kondisi Siklus 2
No. Uraian
Kondisi Siklus 2
(%)
1. Hasil Supervisi akademik kelompok yang
diawali dengan bimbingan
Nilai terrendah 80,6; nilai tertinggi 88,2;
nilai rerata 84,2.
Tabel 6. Perbandingan Nilai Supervisi Akademik Kondisi Siklus 1 dan 2
No. Uraian
Kondisi Siklus 1
(%)
Kondisi Siklus 2
(%)
1. Hasil Supervisi akademik
kelompok tanpa dan den-
gan bimbingan
Nilai terendah 78,8; nilai
tertinggi 87,6; nilai rerata
82,5.
Nilai terrendah 80,6; nilai
tertinggi 88,2; nilai rerata
84,2.

Kondisi siklus 2 (ke dua) supervisi akademik kelompok dengan bimbingan dibandingkan dengan
kondisi siklus 1 (pertama) supervisi akademik kelompok tanpa bimbingan, nilai supervisi akademik
reratanya menigkat dari 82,5 menjadi 84,2 berarti meningkat sebesar 1,7.

Pembahasan tiap siklus dan antar siklus
Tindakan
No Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2
1. Kondisi awal pengimple-
men-tasian penilaian por-
tofolio, pengawas melaku-
kan supervisi akademik
kepada guru kimia yang
topik/KD-nya dibuat/
dipersiapkan sendiri oleh
masing-masing guru terse-
but tanpa adanya bimbin-
gan dari pengawas.
Tindakan/perlakuan penga-
was sebagai ketua TSAK
adalah memberi tugas agar
topik /KD-nya dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang akan disajikan
pada proses pembelajaran
nanti harus dibuat / dipro-
gramkan ber-sama oleh se-
mua anggota MGMP Kimia
di setiap satuan penididikan,
tanpa bimbingan tentang tek-
nik penilaian portofolio.
Diberi perlakuan oleh pengawas
bahwa sebelum penyajian (proses
pembelajaran) selain topik/KD-nya
ditentukan dan dipersiap-kan RPP-
nya oleh semua anggota MGMP
Kimia, juga diberikan bimbingan
pada saat membahas RPP utamanya
tentang teknik penilaian portofolio.
Bimbingan dapat langsung atau tak
langsung (melalui internet)

Proses
No Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Refleksi
1. Pengawas ber-kunjung ke
kelas guru kimia untuk
mengamati proses pem-
bela-jaran yang topik /
KD-nya dan Rencana Pe-
laksa-naan Pembelajar-an
(RPP) dibuat
/diprogramkan oleh
masing-masing penyaji
sendiri.

Sesuai jadwal, tim (TSAK)
berkunjung ke kelas salah
satu (anggota) guru kimia
untuk meng-amati proses
pembe-lajaran yang topik/
KD-nya dan Renca-na Pe-
laksanaan Pembelajaran
(RPP) dibuat / diprogram-
kan bersama oleh semua
anggota MGMP Kimia di
setiap satuan pendidikan
Sesuai jadwal, tim (TSAK)
berkunjung ke kelas salah
satu (anggota) guru kimia un-
tuk meng-amati proses
pembe-lajaran yang topik /
KD-nya dan Renca-na Pelak-
sanaan Pembelajaran (RPP)
dibuat / diprogram-kan ber-
sama oleh semua anggota
MGMP Kimia, dan telah dite-
laah bersama pengawas.
Membanding-kan
antara proses pada
kondisi awal, siklus
1 dan siklus 2.
2. Pengawas mencatat hasil
pengamatannya dengan
meng-gunakan format (in-
strumen) yang sudah dis-
ediakan sebagai dasar
memberikan tanggapan
/saran/kritik pada perte-
Setiap anggota tim (selain
penyaji) mencatat hasil
pengamatannya dengan
meng-gunakan format (in-
strumen) yang sudah
disepakati sebagai dasar
memberikan tang-
Setiap anggota tim (selain
penyaji ) mencatat hasil pen-
gamatannya dengan meng-
gunakan format (instrumen)
yang sudah disepakati sebagai
dasar memberikan tang-
gapan/saran/kritik pada
Membanding-kan
antara hasil pada
kondisi awal, siklus
1 dan siklus 2.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 144
No Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Refleksi
muan / diskusi setelah
pembelajaran selesai.
gapan/saran/kritik pada
pertemuan / diskusi setelah
pembelajaran selesai.
pertemuan / diskusi setelah
pembelajaran selesai.

Kondisi siklus 1 (pertama) dibanding kondisi awal nilai supervisi akadmik reratanya meningkat dari
79,1 menjadi 82,5 berarti meningkat sebesar 3,4. Kondisi siklus 2 (ke dua) dibanding kondisi siklus 1
(pertama) nilai supervisi akademik reratanya meningkat dari 82,5 menjadi 84,2 berarti meningkat sebesar
1,7.

Hasil
o
Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Reflek
si
.
Data dari
sejumlah guru peserta
MGMP diolah sehingga
memperoleh:
Nilai terendah
Nilai tertinggi
Nilai rerata
Data dari sejumlah
guru peserta MGMP diolah
sehingga memperoleh:
Nilai terendah
Nilai tertinggi
Nilai rerata
Data dari
sejumlah guru peserta
MGMP diolah sehingga
memperoleh:
Nilai terendah
Nilai tertinggi
Nilai rerata
Adany
a kecen-
derungan dari
kondisi awal,
siklus 1 dan
siklus 2
Tabel 7. Nilai Supervisi Akademik Kondisi Awal, Kondisi siklus 1 dan 2
o.
Kondisi Awal Kondisi Siklus 1 Kondisi Siklus 2
.
Nilai terendah 74;
nilai tertinggi 87,6; nilai
rerata 79,1.
Nilai terrendah 78,8;
nilai tertinggi 87,6; nilai rerata
82,5.
Nilai terrendah 80,6; nilai
tertinggi 88,2; nilai rerata 84,2.

Hasil supervisi akademik kelompok pada kondisi awal, kondisi siklus 1 (pertama), dan kondisi siklus
2 (ke-dua) dapat diperbandingkan seperti terdapat pada tabel 7.

Hasil Tindakan
Berdasarkan data empiric tersebut di atas diperoleh simpulan secara empiric bahwa melalui supervisi
akademik kelompok berbasis TI dapat meningkatan kompetensi Guru Kimia dalam mengimplementasikan
penilaian portofolio di SMA Negeri Kota Tegal Tahun pelajaran 2010/2011.
KESIMPULAN
Berdasarkan hipotesis yang diperoleh secara teoretik menyebutkan bahwa melalui supervisi akademik
berbasis TI dapat meningkatan kompetensi Guru Kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio
di SMA Negeri Kota Tegal Tahun pelajaran 2010/2011, ternyata juga didukung oleh data yang diperoleh
secara empiric yang dari kondisi awal nilai reratanya 82,5; sedangkan kondisi akhir meningkat dengan nilai
reratanya menjadi 84,2. Maka dapat disimpulkan bahwa secara teoretik maupun secara empiric melalui su-
pervisi akademik berbasis TI dapat meningkatan kompetensi Guru Kimia dalam mengimplementasikan
penilaian portofolio di SMA Negeri Kota Tegal Tahun pelajaran 2010/2011.
Dengan meningkatnya kemampuan guru kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio
diharapkan dapat meningkatkan mutu proses pembelajarannya. Selanjutnya diharapkan akan bermuara pa-
da meningkatnya mutu pendidikan pada umumnya. Untuk itu peneliti rekomendasikan agar pelaksanaan
supervisi akademik berbasis TI dapat lebih ditingkatkan baik frekuensi maupun efektifitasnya untuk mata-
pelajaran yang lain. Rekomendasi ini tentunya ditujukan kepada pihak yang berwenang yaitu para kepala
sekolah dan rekan pengawas satuan pendidikan yang lain.
Bagi kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik berbasis TI diharapkan bersikap aktif,
kreatif dan bijaksana sehingga kunjungan kelas dalam rangka supervisi akademik berbasis TI dapat diteri-
ma dengan baik oleh para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sedapat mungkin diupayakan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 145
setiap kunjungan kelas dilanjutkan dengan pertemuan / dialog / bimbingan yang berkaitan dengan perbaik-
kan proses pembelajaran lebih lanjut. Terutama yang berkaitan dengan pengimplementasian penilaian por-
tofolio dalam RPP yang dibuat oleh guru agar diperiksa dengan teliti, sehingga kemampuan menyusun dan
mengiplementasikan penilaian portofolio semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Dadan Wahidin, 2009. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Media
Pembelajaran.http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/03/18/pemanfaatan-teknologi-informasi-dan-
komunikasi-sebagai-media-pembelajaran, Diakses 28 Februari 2011.
Dahlan Abdullah, 2008. Potensi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di
Kelas. http://www.slideshare.net/fauziah25/peningkatan-tikguru, Diakses 28 Februari 2011.
Depdiknas, 2009. Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan.
-, 2008. Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
-, 2007. Peraturan Mendiknas RI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standard Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta:
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah.
-, 2007. Peraturan Mendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standard Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta:
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah.
-, 2007. Peraturan Mendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah.
-, 2007. Supervisi Akademik dalam Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
-, 2004. Pedoman Pengembangan Portofolio Untuk Penilaian, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan
Menengah.
Mulyadi HP, 2006. Prosedur / Metodologi Penelitian dalam Penelitian Tindakan Kelas, Semarang: LPMP Jawa
Tengah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 146
LESSON STUDY PEMBELAJARAN PENGUKURAN SUHU
DENGAN EKSPERIMEN KONTRADIKTIF
DI SMP AR-ROUDHOH BEJI PASURUAN
Yoyok Adisetio Laksono
1)
Lhoppy Yulia Dwi Habsari
2)

1)
Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang, yoyokal@um.ac.id
2)
SMP Ar-Roudhoh Beji Pasuruan, chem153_dannda@yahoo.co.id

Abstrak: Telah dilaksanakan open class di SMP Ar-Roudhoh pada materi pengukuran suhu.
Pembelajaran dilaksanakan dengan metode eksperimen dengan membuat sebuah kontradiksi
ketidakvalidan indera perasa siswa saat kedua tangan masing-masing dicelupkan ke air hangat dan es.
Selanjutnya kedua tangan dimasukkan ke air yang bersuhu sama dengan suhu ruangan maka
diharapkan menuntun siswa tentang pentingnya alat pengukur suhu yang konsisten. LKS diusahakan
dibuat sejelas mungkin dimana siswa mengisi beberapa tabel sebagai bahan diskusi. Dari refleksi
terungkap bahwa guru model bukan lulusan pendidikan tetapi lulusan ilmu murni dan usia sekolah baru
2 tahun. Selain itu beberapa fakta tentang pembelajaran diantaranya adalah terlalu lamanya distribusi air
ke siswa sehingga mempengaruhi suhu air yang dapat menyebabkan kesalahan data. Juga terjadi
bervariasinya isi data yang disebabkan oleh struktur tabel yang kurang menunjukkan kontradiktivitas
pengukuran suhu oleh indera. Untuk itu telah diusulkan perbaikan cara pengambilan dan struktur tabel
pencatatan data. Selain itu saat penyampaian hasil eksperimen siswa sudah mulai berkurang
konsentrasinya sehingga tidak memperhatikan pembacaan jawaban oleh siswa. Untuk mengatasinya
bisa dilakukan dengan menimbulkan suasana kompetisi agar setiap siswa memperhatikan jawaban
temannya.
Kata kunci: lesson study, pengukuran suhu, SMP Ar-Roudhoh Beji Pasuruan.
Pengukuran suhu oleh indera manusia diketahui tidak valid. Sebagai contoh jika tangan kiri
dimasukkan ke air hangat dan tangan kanan ke air dingin (es) maka saat kedua tangan tersebut dimasukkan
ke air bersuhu ruangan maka tangan kiri yang tadinya hangat menjadi dingin dan tangan kanan yang
tadinya dingin menjadi terasa hangat. Kontradiksi ini dicoba dilaksanakan didalam pembelajaran
pengukuran suhu melalui metode eksperimen di SMP Ar-Roudhoh Beji Pasuruan. LKS sudah disusun
sedemikian rupa sehingga diharapkan siswa dapat merasakan ketidakvalidan indera manusia didalam
mengukur suhu. Guru model adalah Lhoppy Yulia Dwi Habsari dan open class dilaksanakan pada hari
Sabtu tanggal 29 Oktober 2011.
OPEN CLASS
Pembelajaran dimulai dengan apersepsi guru tentang pengukuran suhu dan cara mengukur suhu
menggunakan termometer. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada setiap siswa dan memanggil
perwakilan anggota kelompok untuk mengambil air. Air hangat disediakan dalam termos dan siswa harus
menuang kedalam bejana yang disediakan, demikian juga air es disediakan di dalam wadah tersendiri dan
harus dituang kedalam wadah khusus. Pembagian air dilakukan satu persatu untuk setiap kelompok.
Setelah selesai membagikan air maka guru meminta siswa segera melaksanakan kegiatan seperti yang
sudah ditulis di LKS. Siswa kemudian memasukkan tangan kanan dan kiri ke wadah yang sudah disusun
sedemikian sehingga air hangat di sebelah kanan (bejana A) dan air es di sebelah kiri (bejana B), sementara
air dengan suhu kamar ada di tengah (bejana C). Menurut petunjuk di LKS siswa diminta memasukkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 147
tangan ke air selama 30 sekon. Setelah 30 sekon kedua tangan siswa dimasukkan ke bejana yang ada di
tengah. Selanjutnya siswa diminta mencatat apa yang dirasakan temannya saat memasukkan kedua
tangannya ke air kedalam tabel yang sudah disediakan. Gambar 1 menunjukkan bagaimana seorang siswa
memasukkan tangan ke dalam bejana.



Gambar 1. Seorang siswa melakukan eksperimen dengan mencelupkan kedua tangan
ke wadah yang berbeda. (Sumber: Dokumentasi SMPN Ar-Roudhoh)

Selanjutnya siswa diminta mengukur suhu air dengan thermometer dan mencatat hasilnya di tabel lain
yang sudah disediakan. Dari hasil kedua jenis pengukuran tersebut siswa diminta berdiskusi kelompok un-
tuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS. Hasil diskusi kemudian dibacakan di depan kelas. Gambar 2
menunjukkan suasanan pembacaan hasil eksperimen.



Gambar 2. Suasana pembacaan hasil eksperimen.
(Sumber: Dokumentasi SMPN Ar-Roudhoh)

Setelah eksperimen guru model memberikan kuis pada secarik kertas dan siswa diminta menuliskan
jawaban di kertas tersebut.
REFLEKSI DAN PEMBAHASAN
Saat diminta menyampaikan apa yang ada di pikirannya, guru model menyampaikan bahwa pembela-
jaran IPA di SMP Ar-Roudhoh memiliki hambatan dalam hal jumlah jam yang mestinya 5 jam dipangkas
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 148
menjadi 3 jam. Selain itu guru model menyatakan bahwa dirinya bukan lulusan jurusan pendidikan tetapi
ilmu murni dan termasuk guru baru karena usia SMP Ar-Roudhoh-pun masih 2 tahun.

Saat refleksi para observer termasuk dosen pendamping menyampaikan fakta dan saran sebagai
berikut.

- Distribusi air ke siswa terlalu lama sehingga bisa mengakibatkan perubahan suhu. Selain itu siswa
yang sudah menerima lengkap konsentrasi belajarnya menjadi turun karena tidak segera
melakukan pengukuran suhu. Sebaiknya air sudah disiapkan sedari awal sehingga distribusi air
tidak terlalu lama dan bagi kelompok yang sudah lengkap menerima air maka kelompok tersebut
segera langsung melakukan eksperimen tanpa perlu menunggu semua kelompok menerima air.

- Pengukuran suhu dengan thermometer sebaiknya dilaksanakan sebelum atau bersamaan dengan
tangan yang dimasukkan kedalam bejana. Hal ini untuk menghindari terjadinya perbedaan suhu
pengukuran melalui indera dengan termometer.

- Lama waktu pencelupan tangan ke air sebaiknya dipersingkat menjadi 5-10 sekon. Jika terlalu
lama dikhawatirkan terjadi perubahan suhu sehingga untuk siswa giliran berikutnya suhu air tidak
berubah terlalu banyak.

- Beberapa kelompok mencatat hasil yang salah dimana rasa suhu tangan kanan dan kiri ternyata
berbeda dengan yang diharapkan. Tercatat ada yang menulis saat tangan kiri hangat dan tangan
kanan dingin ternyata saat dicelupkan ke air bersuhu kamar menulis rasa suhunya biasa untuk
kedua tangan. Kenapa siswa menjawab suhunya biasa (artinya tidak terasa hangat atau dingin)
kemungkinan karena waktu untuk mencelupkan tangan ke air terlalu lama sehingga suhu tangan
yang semula hangat dan dingin berubah menjadi suhu kamar.

- Ada juga yang menulis rasa suhunya di bejana C sama dengan rasa suhu di bejana A dan B,
padahal mestinya berlawanan. Kemungkinan besar siswa salah mengingat rasa suhu karena siswa
baru mencatat rasa suhu setelah kedua tangan dimasukkan ke bejana C apalagi lama waktu
mencelupkan tangan terlalu lama. Untuk itu diusulkan agar siswa diminta segera mencatat suhu
sejak tangan dimasukkan ke bejana A dan B.

- Dari hasil pengamatan ternyata hanya ada tiga kelompok yaitu kelompok 6, 7, dan 8 saja yang
pencatatan datanya benar.

- Adanya beberapa siswa yang membaca suhu di termometer sedemikian hingga terjadi kesalahan
paralaks. Untuk itu diusulkan agar cara pembacaan skala termometer yang benar, termasuk adanya
kesalahan paralaks, disampaikan terlebih dahulu.
- Table pencatatan data suhu dengan tangan dan termometer diusulkan diubah agar siswa bisa
melihat langsung perbandingan kontradiksi antara rasa suhu dengan termometer. Semula tabel data
berbentuk demikian.

Kegiatan Hasil
Memasukkan tangan kanan kedalam bejana berisi air hangat (A)
Memasukkan tangan kanan kedalam bejana berisi air es (B)
Memasukkan tangan kanan kedalam bejana berisi air sumur (C) secara bersamaan

Tabel ini memiliki kelemahan hanya menyimpan rasa suhu dan pada baris ketiga kurang terstruktur
karena dua item (rasa suhu tangan kanan dan kiri) harus ditulis dalam satu sel sehingga terjadi variasi
jawaban siswa. Adapun hasil pengukuran suhu dengan termometer disimpan dalam tabel terpisah berikut
ini.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 149

Alat Ukur
Suhu (
o
C)
Air Hangat Air Dingin/Es Air Sumur
Termometer 1
Termometer 2

Akibat terpisahnya tabel data antara pengukuran dengan indera dengan termometer maka siswa tidak
bisa langsung melihat secara visual kontradiksi antara pengukuran dengan tangan dengan termometer.

Usulan perbaikan tabel data pengukuran suhu adalah sebagai berikut beserta contoh isian datanya.

Bejana A Bejana B Bejana C
Tangan kanan
Rasa Hangat - Dingin
Termometer (
o
C) 40
0
- 30
0
Tangan kiri
Rasa - Dingin Hangat
Termometer (
o
C) - 15
0
30
0

Dengan tabel seperti ini maka di kolom Bejana C siswa dapat melihat langsung kontradiksi hasil pen-
gukuran antara indera tangan dan suhu termometer. Dari struktur tabel tersebut maka siswa akan tertantang
untuk menjawab dan menyimpulkan kenapa tangan kanan yang semula terasa hangat kemudian terasa din-
gin, sementara tangan kiri yang semula dingin berubah menjadi hangat saat di bejana C. Diharapkan siswa
menyimpulkan dan memahami bahwa indera manusia kurang dipercaya untuk mengukur suhu ketika di-
bandingkan dengan termometer.

Rata-rata observer mencatat bahwa siswa mulai belajar saat eksperimen dimulai dan kehilangan kon-
sentrasi saat pembacaan hasil eksperimen seperti nampak dalam Gambar 2. Agar siswa masih berkonsen-
trasi saat pembacaan hasil eksperimen atau diskusi maka salah satu cara adalah dengan memberikan iklim
kompetisi saat pembacaan dengan memberi hadiah atau poin nilai bagi kelompok yang bisa memberi jawa-
ban yang benar bagi kelompok yang salah.
KESIMPULAN
Ketika pembelajaran berbasis eksperimen kontradiktif diimplementasikan dalam pembelajaran maka
diperlukan kecermatan didalam merancang pelaksanaan dan struktur tabel data agar tujuan dari pembela-
jaran dapat tercapai. Dari open class ini pelajaran berharga yang dapat dipetik adalah untuk eksperimen
dimana karakteristik benda yang diteliti tergantung waktu, dalam hal ini ada peristiwa pendinginan dan
penghangatan, maka kecepatan pendistribusian bahan harus diperhatikan. Untuk pembelajaran yang men-
gandalkan peristiwa kontradiktif maka tabel data diusahakan disusun berdampingan sedemikian rupa se-
hingga siswa dapat segera langsung melihat data yang bersifat kontradiktif. Agar konsentrasi siswa tetap
terjaga saat penyampaian hasil eksperimen maka salah satu cara adalah menciptakan iklim kompetisi.
DAFTAR RUJUKAN
--. (2011) Notulen refleksi lesson study SMP Ar-Roudhoh Beji Pandaan. Tim MGMP SMP IPA Beji Pasuruan.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 150
PENINGKATAN HASIL BELAJAR TERMOKIMIA MELALUI
PEMBELAJARAN MODEL LEARNING CYCLE 5E KELAS XI
IPA SMA NEGERI 2 MALANG
Laksmi Purnajanti
Guru Kimia SMA Negeri 2 Malang
Goodmom01@yahoo.co.id


Abstrak : Makalah ini membahas hasil penelitian tindakan kelas mata pelajaran kimia pada topik
termokimia kelas XI dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa jika dibanding hasil belajar
pada tahun sebelumnya. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus dan masing-masing siklus menggunakan
model pembelajaran Learning Cycle 5E (LC5E). Perbedaan masing-masing siklus tertelak pada
ketersediaan bahan baca siswa, pada siklus satu siswa hanya menggunakan buku teks yang
tersediasebagai bahan baca pada fase explore dan fase explain, Pada siklus edua selain buku teks,
ditambah dokumen peta konsep (PK) yang dibuat siswa dirumah dan pada siklus tiga, buku teks
ditambah dokumen PK yang telah direvisi dengan acuan PK dari guru kelas. Hasil penelitian
menunjukkan model LC 5E mampu meningkatkan persentase hasil belajar siswa berdasar nilai
ketuntasan dengan KKM 75 dari 13% menjadi 37,14%. Selain itu keberadaan dokumen PK siswa
mampu meningkatkan persentase ketuntasan dari 11,4% pada sikuls satu menjadi 42,8% pada siklus
dua dan menjadi 62,8% pada siklus tiga.
Kata kunci : termokimia, learning cycle, peta konsep, kriteris ketuntasan minimal(KKM)
PENDAHULUAN
Ilmu kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mencakup materi amat luas yang
meliputi fakta, konsep, aturan, hukum, prinsip, teori dan soal-soal (Kean and MidelCamp, 1985). Cakupan
materi ilmu kimia tersebut sebagian besar adalah konsep-konsep yang bersifat abstrak dan sangat komplek.
Selain itu di dalam ilmu kimia juga dilibatkan hitungan-hitungan matematis. Kombinasi dari sifat-sifat ilmu
kimia yang abstrak dan perhitungan matematis menjadikan ilmu kimia sebagai salah satu mata pelajaran
yang dianggap sulit oleh siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Willam, Turner, Debreuil, Fast dan Berestiansky (dalam Maysara,
2006) yang menyatakan bahwa kombinasi antara fakta-fakta, perhitungan matematis dan teori menjadikan
ilmu kimia sebagai salah satu pelajaran tersulit dan memerlukan kemampuan intelektual tinggi untuk
memahaminya. Menurut Beistel (1975), Wiseman (1981), dan Herron (1978) kemampuan intelektual yang
tinggi hanya dimiliki oleh individu yang telah mencapai tingkat berfikir formal ditinjau dari
teori perkembangan intelek Piaget.
Permasalahannya adalah tidak semua siswa yang mempelajari konsep-konsep dasar ilmu kimia
mencapai tingkat berfikir formal sehingga hal ini dapat diduga sebagai penyebab sulitnya konsep-konsep
dasar kimia dipahami siswa. Hal ini dipertegas oleh pengalaman hasil evaluasi ulangan harian siswa pada
materi termokimia kelas XI IPA tahun ajaran 2010/2011, dimana proses pem-belajaran dilakukan
dengan perpaduan model ceramah, diskusi kelas dengan bantuan media visual, menghasilkan nilai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 151
rata-rata hasil evaluasi ulangan harian sebesar 56,5. Ditinjau dari nilai ketuntasan dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75, dari jumlah keseluruhan 124 siswa, 108 siswa (87 %) dinyatakan
tidak tuntas.
Berdasarkan data hasil penyebaran 100 lembar angket yang telah dilakukan peneliti di SMA Negeri 2
Malang pada bulan September 2010, tentang pendapat siswa mengenai kesulitan pada pemahaman konsep-
konsep ilmu kimia, didapatkan data bahwa 65% siswa mengatakan paling sulit pemahaman terhadap
konsep termokimia karena pemahaman konsep pada termokimia tersebut mem-bingungkan, istilah pada
konsep-konsepnya sering keliru dan mereka menyatakan bahwa hasil ulangan termokimia merupakan yang
terjelek diantara nilai-nilai ulangan kimia pada materi pokok yang lain.
Berdasarkan masalah yang telah di-kemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian
tindakan kelas (PTK) ini adalah bagaimanakah meningkatkan hasil belajar termokimia pada pembelajaran
kimia melalui model LC5E di kelas XI IPA A-2 SMA Negeri 2 Malang tahun pelajaran 2011/2012?
Cara memecahkan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini yaitu menerapkan pembelajaran
model LC5E dan tidak menutup kemungkinan dilanjutkan model LC 5E berbantuan dokumen peta
konsep (PK) yang dibuat siswa dirumah. Dengan metoda ini diharapkan hasil evaluasi harian siswa dan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran materi termokimia pada pembelajaran kimia akan meningkat.
Tujuan PTK ini adalah meningkatkan hasil belajar termokimia pada pembelajaran kimia melalui
model LC 5E di kelas XI IPA A-2 SMA Negeri 2 Malang tahun pelajaran 2011/2012.


1. Kajian Teori
LC 5E (Engage, Explore, Explain, Elabo-rate, dan Evaluate) merupakan salah satu model pembelajaran
yang menggunakan prinsip-prinsip konstruktivistik dan teori per-kembangan Intelek Piaget (Abraham,
1997). Model ini dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman materi pelajaran dengan lebih
baik melalui strategi berfikir metakognitif (Krueger & Sutton, 2001 dalam Martin, Sexton, Franklin,
Gerlovich, 2005). Selain itu, LC juga memberi kesempatan ke-pada siswa untuk menunjukkan
pengetahuan awalnya (khususnya kesalahan-kesalahan konsep yang dimiliki) dan kesempatan untuk
mendiskusikan ide-ide mereka. Menurut Lawson, proses ini akan menghasilkan cognitive disequilibrium
dan juga dimung-kinkan untuk dapat mengembangkan pena-laran tingkat tinggi (higher level of reasoning)
(Trowbridge and Bybee, 1996). Oleh karena itu dapat diprediksikan bahwa penerapan LC dapat membantu
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kelemahan LC sebagaimana dinyatakan Soebagio (2000) adalah LC memerlukan waktu dan tenaga
yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran, ketidaksiapan guru
menjadikan efektifitas pembelajaran rendah, memerlukan pengelolaan kelas yang lebih berencana.
LC menjadikan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran sehingga kesiapan siswa diperlukan untuk
memperbaiki kelemahan tersebut. Ausubel mengemukakan bahwa bila pengetahuan yang baru terkait
dengan konsep-konsep yang relevan sudah ada dalam struktur kognitif, maka terjadilah belajar bermakna
(dalam Dahar,1988). Untuk terjadinya belajar bermakna diperlukan suatu strategi atau model pembelajaran
yang tepat. Hamalik (2001) mengemukakan strategi belajar me-ngajar dapat berdaya guna secara lebih
efektif apabila dibarengi dengan penggunaan media pembelajaran. Briggs dan Gagne, 1970 (dalam
Sadiman, 2002) menyatakan bahwa media merupakan alat yang dapat merangsang siswa untuk belajar dan
salah satu contoh media pembelajaran adalah PK. Dengan demikian PK yang dibuat siswa di rumah dapat
difungsikan sebagai alat yang dapat membantu siswa menyusun pengetahuan (Dabbagh, 2001) pada fase
exploration dan fase explaination model LC 5E, sehingga dapat diduga fase-fase pembelajaran model LC
berbantuan PK akan lebih efektif ditinjau dari fungsi hasil belajar dan waktu.





1.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Kerangka pemecahan masalah dan gambaran pola pemecahannya melalui tahapan sebagai berikut:

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 152

Gambar 1 diagram kerangka pemecahan
masalah



Variabel yang Diselidiki
Variabel-variabel dalam penelitian ini akan dijadikan titik-titik incar untuk menjawab permasalahan
yang dihadapi. variabel tersebut berupa (1) variabel input, (2) variabel proses, dan (3) variabel output.
Variabel input berkaitan dengan kondisi siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, dan prosedur eva-
luasi. Variabel proses mencakup interaksi belajar mengajar, keterampilan siswa ber-tanya, gaya mengajar
guru, cara belajar siswa, dan implementasi metoda mengajar di kelas sedangkan variabel output meliputi
hasil belajar siswa.




2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam setting kelas, yaitu pada kelompok siswa kelas XI IPA A-2 tahun
ajaran 2011/2012 SMA Negeri 2 Malang dengan lama tindakan sembilan kali tatap muka. Jumlah siswa
dalam penelitian ini sebanyak 35 orang. Pelaksanaan dilakukan 9 kali tatap muka yang akan dibagi menjadi
3 siklus yaitu siklus satu sebanyak 4 kali tatap muka, siklus dua 3 kali tatap muka, dan siklus tiga 2 kali
tatap muka. Masing-masing tatap muka berlangsung selama 90 menit. Penelitian ini dilaksanakan pada
tahun ajaran 2011/2012 yaitu pada bulan Agustus sampai bulan September 2011 dengan me-ngacu pada
kalender akademik sekolah.

2.1 Siklus PTK
3.1.1 Siklus Satu
Meliputi perencanaan, pelaksanaan tin-dakan, pengamatan, analisis dan refleksi. Perencanaan
mencakup; 1) analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang a-kan disampaikan kepada
siswa, 2) membuat rencana pelaksana pembelajaran (RPP), 3) membuat lembar kerja siswa, membuat
instrumen pengukuran, menyusun alat eva-luasi pembelajaran. Pelaksanaan tindakan di-awali dengan
pelaksanaan pre test dan pembelajaran dengan penerapan model LC 5E sekaligus dilaksanakan
pengamatan oleh guru. Pengamatan mencakup perekaman data mengenai proses dan produk dari
implemen-tasi pembelajaran model LC khususnya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan
diakhiri oleh post test. Selanjutnya hasil siklus pertama dianalisa dengan melihat hasil belajar siswa
dengan membandingkan data lama dengan data yang diperoleh ditinjau dari rata-rata kelas dan persentase
ketuntasan. Apabila hasilnya kurang dari yang diharapkan maka dilanjutkan siklus dua.
3.1.2 Siklus Dua
Meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis dan refleksi. Perencanaan
mencakup perbaikan RPP berdasarkan hasil refleksi siklus satu, pelaksanaan tindakan pembelajaran
dengan penerapan model LC dan jika hasil refleksi pertama kurang memberikan peningkatan hasil belajar
yang signifikan pelaksanaan tindakan menggunakan pembelajaran model LC 5E berbantuan dokumen
PK. Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran dan diakhiri dengan post test. Selanjutnya hasil
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 153
siklus dua dianalisa dengan melihat hasil belajar siswa dengan membandingkan siklus satu dengan data
yang diperoleh siklus dua ditinjau dari rata-rata kelas dan persentase ketuntasan dan keaktifan siswa.



3.1.3 Siklus Tiga
Siklus tiga akan dilaksanakan jika ber-dasar hasil refleksi dua belum memberikan hasil
sebagaimana yang peneliti inginkan. Kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan,
analisis dan refleksi. Perencanaan mencakup perbaikan RPP berdasarkan hasil refleksi siklus dua,
pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran model LC 5E ber-bantuan dokumen
PK yang telah direvisi sesuai PK yang dibuat oleh peneliti. Melakukan pengamatan selama proses
pembelajaran dan diakhiri dengan post test. Selanjutnya hasil siklus tiga dianalisa dengan melihat hasil
belajar siswa dengan membandingkan siklus satu, dua dengan data yang diperoleh siklus dari siklus tiga
ditinjau dari rata-rata kelas dan persentase ketuntasan dan keaktifan siswa.




3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam pene-litian ini adalah (1) test, (2) observasi. Test dipergunakan
untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa. Test mencakup pre test, dan post test tiap siklus.
Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar
yang akhirnya menuju data keaktifan siswa selama proses pembelajaran.
Alat pengumpulan data dalam PTK ini meliputi dokumen test, dan observasi. Dokumen test yang
dimaksud adalah ins-trumen soal yang telah disiapkan, divalidasi butir soal dan digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa serta lembar observasi keaktifan siswa.



3.3 Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan siswa dan guru. Indikator yang
berkaitan dengan siswa adalah persentase siswa yang aktif selama proses belajar mengajar, hasil ulangan
harian sedangkan indikator kinerja yang berkaitan dengan guru adalah ketersediaan perangkat terkini atau
perangkat yang telah diperbaiki jika ada kekurangan, kegiatan refleksi dan perbaikan-perbaikan selama
proses berlang-sung.



3.4 Analisa Data
Data yang telah diperoleh dalam setiap siklus dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang
menyangkut hasil belajar (persentase ketuntasan), partisipasi atau keaktifan siswa, implementasi model
pembe-lajaran dengan klasifikasi berhasil, kurang berhasil, dan tidak berhasil.


3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan pengamatan serta refleksi untuk
setiap siklus. Pada siklus satu, perencanaan meliputi analisis dokumen kurikulum untuk mengetahui
kompetensi dasar yang akan disampaikan ke siswa, menelaah dokumen (RPP) sekaligus membuat rencana
pembelajaran model LC 5E, mem-persiapkan lembar kerja siswa, menyusun perangkat evaluasi pre dan
post test, serta mempersiapkan instrumen untuk pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung.
Pada tahap pelaksanaan, diawali dengan fase pembuka oleh guru dan sekaligus men-yampaikan tujuan
pembelajaran materi termokimia, dilanjutkan dengan membagi siswa dalam delapan kelompok kerja
praktikum. Guru melakukan pre test untuk tujuan penjajakan awal kondisi siswa selama 45 menit.
Selanjutnya guru melaksanakan proses belajar mengajar dengan model LC 5E sekaligus melakukan
pengamatan terhadap para siswa khususnya keaktifan siswa dalam merespon model pembelajaran LC.
Disetiap akhir tatap muka guru mengolah data hasil observasi sekaligus memetakan permasalahan yang
terjadi dan di akhir siklus guru melakukan evaluasi terhadap siswa. Hasil evaluasi beserta dokumen
pengamatan digunakan bahan refleksi siklus satu.
Pada siklus dua, diawali dengan kegiatan perencanaan yang terkait dengan perbaikan perangkat
dan teknik belajar mengajar berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terjadi berdasar hasil refleksi siklus
satu. Melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan dokumen persiapan terkini dan sekaligus
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 154
melaksanakan kegiatan observasi terhadap keaktifan siswa. Melaksanakan evaluasi pada akhir siklus dan
hasilnya digunakan sebagai bahan refleksi siklus dua.
Pada siklus tiga, perencanaan diawali dengan perbaikan perangkat, perbaikan kualitas mengajar
dengan model LC 5E disertai merencanakan langkah-langkah atau membuat skenerio-skenario yang harus
dilakukan jika hasil pengamatan menunjukkan gejala penurunan kualitas proses belajar mengajar.
Melaksanakan proses pembelajaran dengan model LC 5E sekaligus guru mela-kukan pengamatan, analisa
terhadap hasil yang diperoleh setiap kali tatap muka sekaligus mengambil langkah yang tepat untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi. Kegiatan siklus tiga diakhiri dengan evaluasi dan melakukan analisa
sekaligus membuat kesimpulan terhadap proses dan hasil dari ketiga siklus pada pembelajaran termokimia.




3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Siklus satu.
Siklus satu diawali dengan penjajakan kemampuan siswa awal melalui pre test. Pre-test dilaksanakan
selama 45 menit dengan 15 soal pilihan. Hasil menunjukkan, siswa belum mempunyai pemahaman tentang
materi sebab dari 35 siswa, nilai tertinggi 47 dan terendah 13 dengan nilai rata-rata 29,34 dan standar
deviasi 9,5. Siklus satu dilaksanakan 4 kali tatap muka (4x 90 menit) termasuk pre dan post test. Kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan model LC 5E untuk teori dan praktikum. Hasil perekaman kegiatan
menun-jukkan 60 % siswa aktif dalam proses kegiatan, 31 % kurang aktif, dan 9 % tidak aktif
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Oren and Tescan (2009)
yang mana model pem-belajaran LC dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar.



Gambar 2. Persentase keaktifan siswa
siklus satu

Hasil post test pada siklus ini me-nunjukkan nilai rata-rata kelas 55,74 dengan nilai minimal 33, nilai
maksimal 75 dengan standar deviasi 10,0. Pada siklus ini ada empat siswa (11,4%) yang memperoleh nilai
sama atau di atas nilai KKM (kriteria ketuntasan minimal) sebesar 75. Secara keseluruhan hasil ujian siklus
satu belum seperti yang dinginkan dalam penelitian ini. Hasil pengamatan melalui interview menduga,
penyebab rendahnya persentase ketuntasan karena persiapan mereka kurang dan bahkan ditemukan ada
sembilan siswa tidak belajar walaupun mereka mengetahui akan ada test sebelum kelas berakhir.
Refleksi siklus satu memutuskan siswa harus membuat rangkuman materi melalui peta konsep yang
akan digunakan sebagai dokumen pendukung buku teks yang akan digunakan pada fase explore dan fase
explain.



3.2 Siklus Dua
Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru sama dengan siklus satu tetapi siswa harus mampu
menunjukkan hasil peta konsep yang mereka buat dirumah sebelum proses pembelajaran dimulai. Peta
konsep yang siswa buat dinilai sebagai tugas sehingga pada waktu dimulai siklus dua, dokumen peta
konsep telah tersedia di masing-masing siswa. siklus dua berjalan selama tiga tatap muka termasuk post test
siklus dua. Siklus dua berjalan lebih terstruktur sesuai rencana pengajaran khususnya berkaitan dengan
waktu tiap fase. Keaktifan siswa terasa lebih tinggi dan dari hasil perekaman, data menunjukkan siswa
yang aktif naik dari 60% menjadi 77% dan tidak ditemukan siswa yang tidak aktif.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 155


Gambar 3. Persentase keaktifan siswa
siklus dua.

Hasil evaluasi siklus dua juga menun-jukkan kenaikan yang cukup signifikan dimana terjadi kenaikan
nilai rata-rata kelas dari 55.74 menjadi 73,71 dengan stardar deviasi 8,57. Jumlah siswa yang memperoleh
nilai tuntas sebanyak 15 siswa (42,8%) dan jika dibanding siklus satu menghasilkan perbedaan yang nyata.
Karena perilaku model pembelajaran pada siklus dua sama dengan siklus satu maka menaikan prestasi ini
dapat dipastikan karena siswa mempersiapkan diri sebelum pembelajaran dimulai dan PK yang mereka
buat dirumah sangat membantu siswa dalam membangun pemahaman konsep yang sedang mereka
pelajari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dabbagh (2001) yang dalam salah satu kesimpulannya
menyatakan bahwa PK yang dibuat siswa dapat difungsikan sebagai alat yang dapat membantu siswa
menyusun pengetahuan.
Refleksi siklus dua memutuskan guru tetap menggunakan model pembelajaran LC 5E namun guru
memberikan PK materi ter-mokimia dan siswa dapat mencocokan hasil dan mengkoreksi PK yang mereka
buat dengan PK guru. PK yang telah dikoreksi tetap digunakan sebagai dokumen siswa pada siklus tiga.



3.3 Siklus Tiga
Siklus tiga dilaksanakan dua kali tatap muka termasuk eveluasi selama 45 menit. Model pembelajaran
tetap menggunakan LC 5E. Perbedaan antara siklus tiga dan siklus dua hanya pada dokumen PK siswa.
Hasil perekaman data menunjukkan keaktifan siswa selama siklus tiga lebih tinggi tetapi tidak terlalu
signifikan. Kalau pada siklus dua persentase siswa aktif sebesar 77%, pada siklus tiga siswa aktif sebesar
80%, kurang aktif 17% dan tidak aktif 3% seperti diperlihatkan dalam Gambar 4.
Hasil evaluasi post test menujukkan kenaikan nilai rata-rata kelas dari 73,71 menjadi 79,6 dengan
standar deviasi 10, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 22 orang (62,8%)

Gambar 4 Keaktifan siswa siklus tiga

Hasil keseluruhan dari evaluasi post test diperlihatkan dalam tabel-1


Tabel 1 Nilai post test 3 siklus
No. Absen Siswa L/P
POST TEST
Nilai rerata
SKL-
1
SKL-
2
SKL-
3
1 L 75 87 93 84
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 156
2 L 60 80 87 76
3 P 73 73 80 75
4 L 47 60 67 58
5 L 75 80 87 80
6 P 53 80 80 71
7 P 47 73 80 67
8 P 75 87 80 78
9 L 53 60 73 62
10 P 53 73 67 64
11 P 53 80 93 75
12 P 53 73 60 62
13 P 47 60 60 56
14 P 40 80 93 71
15 P 60 80 93 78
16 P 60 80 87 76
17 P 47 67 73 62
18 P 53 87 87 76
19 P 67 73 93 78
20 P 53 73 80 69
21 P 53 67 60 60
22 P 75 80 93 80
23 P 67 60 73 67
24 P 53 73 73 66
25 P 53 60 67 60
26 P 47 67 80 65
27 P 53 60 80 64
28 L 47 80 73 67
29 P 53 73 80 69
30 P 53 73 73 66
31 L 60 67 87 71
32 P 33 80 87 67
33 P 53 67 73 64
34 L 60 80 87 76
35 P 53 87 87 76


PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 157
Hasil nilai rata-rata diperoleh dari penjumlahan nilai post test yang dibagi tiga.

Gambar 5 Nilai post test rata-rata tiap
siklus
Tabel 1 memperlihatkan ada 13 siswa (37,14%) yang memperoleh nilai diatas KKM. Data ini
menunjukkan model pembelajaran LC dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan
dokumen PK yang dibuat siswa dirumah mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa sebagaimana
pernyataan Horton and Conney (1993)
Selain itu kelemahan model LC 5E dapat diminimalkan dengan keberadaan dokumen PK siswa hal
ini dibuktikan dengan perencanaan waktu tiap fasa oleh guru sesuai dengan kebutuhan waktu di kelas.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari keseluruhan hasil dari proses siklus satu sampai siklus tiga dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran LC 5E dapat meningkatkan persentase partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan
meningkatkan hasil belajar siswa jika disertai persiapan-persiapan, baik ditinjau dari sisi guru dan ditinjau
dari sisi siswa. Dari sisi guru instrumen ajar lengkap harus tersedia dan dari sisi siswa tersedia dokumen
ringkasan materi yang bermakna seperti peta konsep.




Saran
Pembelajaran model LC 5E hendaknya dihindari untuk materi yang sarat dengan matematis tingkat
tinggi. Selain PK, dokumen peta pikiran (mind mapping) dapat dipilih agar siswa tidak jenuh.
DAFTAR PUSTAKA



Abraham, M.R. 1997. The Learning Cycle Approach to Science Instruction. Research Matters to the Science Teacher,
No. 9701. January 2, 1997 (http://www.narst.org/publication/Research/cycle.cmf), diakses 2 Maret 2011
Beistel, D.W. 1975. A Piagetian Approach to General Chemistry. Journal of Chemical Education, 52 (3): 151-152.
Dabbagh, N. 2001. Concept Mapping as a Mindtool for Critical Thinking. Journal of Computing in Teacher
Education, 17 (2): 16-24.
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dirjen DIKTI.
Hamalik, O. 2001. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Herron, J.D. 1978. Piaget in the Classroom. Guidlines for Application. Journal of Chemical Education, 77 (1): 104-
110.
Horton, P.B. & Mc Conney, A.A. 1993. An Investigation of the Efektiviness of Concept Maping as an Instructional
Tool. Science Education, 77 (1): 95-115.
Kean, E. & Midlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 158
Lawson, A. E. 1989. A Theory of Instruction: Using The Learning Cycle To Teach Science Concepts and Thinking
Skills. NARST Monograph, Number One.
Lorsbach, A.W. 2007. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction. Illinois State University.
(http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm), diakses 2 Desember 2007.
Maysara. 2006. Keefektifan Model Pembelajaran Learning Cycle Ditinjau dari Prestasi Belajar dan Persepsi Siswa
untuk Topik Bahasan Laju Reaksi Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Kendari. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
PPs UM.
Oren, F.S. & Tezcan, R. 2009. The Effectiveness of The Learning Cycle Approach on Learners Attitude toward
Science in Seventh Grade Science Classes of Elementary School. Elementary Education Online, 8 (1): 103-
118.
Piaget, J. 1972. Intellectual Evolution from Adolescence to Adulthood. Human Development, (5): 1-12
Sadiman, A.S., Rahardjo, S., Haryono, A. dan Rahardjito. 2002. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soebagio, Soetarno, Wiwik, H. 2001. Penggunaan Daur Belajar Untuk Peningkat an Kualitas Pembelajaran Konsep
Sel Elektrolisis pada Siswa Kelas II SMU Negeri 2 Jombang. Media Komunikasi Kimia, 1 (5): 49-57.
Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. 1996. Teaching Secondary School Science: Strategies for Developing Scientific
Literacy (6
th
Ed.). New Jersey: Prentice-Hall.
Turkmen, H. & Usta, E. 2007. The Role of Learning Cycle Approach in Overcoming Misconception in Science.
Kastamonu Education Journal, 15(2) 491-500.
Wiseman, F.L. 1981. The Teaching of College Chemistry, Role of Student Development Level. Journal of Chemical
Education, 58 (6): 484-488.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 159
IDENTIFIKASI PRAKONSEPSI MAHASISWA BARU PEN-
DIDIKAN KIMIA SEBAGAI LANGKAH AWAL PENENTUAN
STRATEGI PEMBELAJARAN YANG TEPAT
Habiddin, Jurusan Kimia FMIPA UM
Habiddin_wuni@kimia.um.ac.id

Abstrak : Mahasiswa baru pendidikan kimia diharapkan telah menguasai konsep-konsep dasar kimia
sebagai prakonsepsi atau pengetahuan awal untuk mempelajari kimia lebih lanjut Identifikasi
prakonsepsi mahasiswa baru sangat jarang dilakukan karena dianggap mereka telah menguasai konsep-
konsep kimia sekolah menengah. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa baru pendidikan kimia UM
angkatan 2011 off B yang mengambil mata kuliah Kimia Umum, menggunakan tes tertulis gabungan
soal biasa dan soal mikroskopik. Tes diberikan sebelum perkuliahan sehingga benar-benar
menggambarkan kemampuan awal mahasiswa sebagai perolehannya di sekolah menengah. Tes yang
diberikan mencakup konsep partikulat materi, tata nama senyawa sederhana, stoikiometri, dan energi
bebas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) banyak mahasiswa yang belum memahami konsep
partikulat materi (2) kebanyakan mahasiswa kesulitan memberikan nama/ rumus kimia senyawa ionik
biner terutama untuk senyawa ionik yang mengandung unsur dapat membentuk lebih dari satu kation,
serta penamaan molekul/ ion poliatomik. Sedangkan untuk senyawa kovalen biner umumnya
mahasiswa telah memahaminya dengan baik (3) pada topik stoikiometri, konsep yang masih sukar bagi
mahasiswa adalah konsep pereaksi pembatas dalam bentuk soal mikroskopik, adapun dalam bentuk
soal biasa hanya sebagian saja yang masih kesulitan. Pada topik penyetaraan reaksi, kesulitan terjadi
sebagai akibat kurangnya pemahaman dalam tata nama senyawa sederhana (bila soal diberikan tanpa
memberikan rumus kimianya) (4) pada konsep energi bebas semua mahasiswa belum memiliki
pemahaman yang benar. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dalam pembelajaran kimia umum
untuk mahasiswa baru (1) menekankan penguasaan tata nama senyawa sebagai langkah awal
perkuliahan (2) menggunakan gambaran mikroskopik untuk menguatkan pemahaman mahasiswa.
PENDAHULUAN
Mahasiswa baru pendidikan kimia diharapkan telah menguasai konsep-konsep dasar kimia sebagai
prakonsepsi atau pengetahuan awal untuk mempelajari kimia lebih lanjut. Semakin baik pemahamannya di
sekolah menengah dan semakin kuat retensinya maka semakin baik kemampuannya dalam mempelajari
kimia di perguruan tinggi. Barke, dkk (2009:26) menyatakan bahwa satu hal yang harus disadari bahwa
konsep-konsep yang barusaja diperoleh siswa tidak dapat bertahan selamanya dan dapat dengan mudah
terpengaruh setelah pembelajaran berlalu. Konsepsi yang telah diperoleh mahasiswa disekolah menengah
merupakan kemampuan awalnya (prakonsepsi). Soekamto & Winataputra (1997:38) mendefinisikan
prakonsepsi sebagai kemampuan yang telah dimiliki mahasiswa sebelum mengikuti pelajaran.
Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan mahasiswa dalam menerima pelajaran yang akan
diberikan.
Ausubel dalam Biemans & Simons (1995) menekankan pentingnya prakonsepsi dalam
pembelajaran. Lebih lanjut Soekamto & Winataputra (1997:38) menyatakan bahwa kemampuan awal
penting untuk diketahui sebelum pembelajaran berlangsung, karena dengan demikian akan diketahui, (a)
apakah mahasiswa telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan prasyarat, (b) sejauhmana mahasiswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 160
telah memahami materi yang akan dipelajari. Prakonsepsi dapat diukur melalaui tes awal, wawancara atau
bentuk lainnya. Fakta menunjukan bahwa seringkali dosen melaksanakan pembelajaran dengan asumsi
bahwa mahasiswa telah mempunyai pengetahuan atau keterampilan prasyarat dan belum mengetahui sama
sekali pelajaran yang akan disajikan.
Untuk mengetahui apakah konsep-konsep prasyarat yang dibutuhkan mahasiswa pendidikan kimia
untuk menempuh perkuliahan kimia lebih lanjut telah cukup, perlu adanya identifikasi pendahuluan
terhadap konsep-konsep yang telah dipelajarinya di sekolah menengah. Hasil identifikasi tersebut
merupakan gambaran prakonsepsi mahasiswa terhadap konsep-konsep dasar kimia. Kean & Middlecamp
(1985) menyatakan bahwa konsep-konsep dalam kimia adalah berjenjang dan hierarkis. Sehingga untuk
memahami konsep yang lebih kompleks diperlukan pemahaman konsep-konsep yang lebih sederhana.
Karakteristik ilmu kimia benar-benar menekankan pentingnya prakonsepsi yang mantap. Oleh karena itu,
identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru pada program studi pendidikan kimia sangat penting dilakukan
sebelum perkuliahan berlangsung. Dengan demikian gambaran prakonsepsi mahasiswa baru sebagai
pengetahuan yang diperoleh disekolah menengah dapat diketahui. Weaver (2009) menyatakan bahwa
untuk membuat pembelajaran lebih efektif, sangat penting untuk mengetahui konsepsi awal siswa dan
melaksanakan pembelajaran yang dapat mendorong perubahan konsepsi-konsepsi yang tidak tepat. Hal ini
sangat membantu untuk menentukan model pembelajaran yang dibutuhkan mahasiswa agar pemahaman
mahasiswa lebih baik.
Mahasiswa baru pendidikan kimia UM berasal dari berbagai Sekolah Menengah pada hampir semua
daerah di Jawa Timur. Dengan demikian akan terjadi beragam prakonsepsi yang berbeda antar mahasiswa
sebagai akibat perbedaan proses pembelajaran kimia yang berlangsung disekolahnya masing-masing
disamping perbedaan kemampuan individu meskipun semua sekolah mengacu pada standar isi dan standar
proses yang sama. Prakonsepsi mahasiswa diperoleh melalui proses pembelajaran di sekolah maupun
diperoleh secara individu dari berbagai sumber yang dimilikinya. Barke, dkk (2009:21) mengatakan bahwa
konsep-konsep yang dikembangkan sendiri oleh pebelajar tidak selalu cocok dengan konsep-konsep sains
yang sebenarnya.
Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru sangat jarang dilakukan karena adanya anggapan bahwa
mahasiswa baru telah menguasai konsep-konsep kimia sekolah menengah. Kenyataannya masih banyak
konsep-konsep kimia sekolah menengah yang belum dikuasai dengan baik oleh mahasiswa baru. Sebagai
contoh, tata nama senyawa sederhana belum dipahami dengan baik oleh mahasiswa. Hal ini terlihat pada
kesulitan mahasiswa menyelesaikan soal ketika suatu molekul/senyawa dalam soal tersebut hanya
disebutkan namanya tanpa menuliskan rumus kimianya. Misalnya pada soal tuliskan persamaan reaksi
antara besi(III) oksida dan karbon monoksida menghasilkan besi dan karbon dioksida, banyak
mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan soal karena salah dalam menuliskan rumus kimia besi(III)
oksida.
Namun bila soal diberikan dalam bentuk lain setarakan persamaan reaksi berikut ini, KClO3 +
C12H22O11 KCl + CO2 + H2O semua mahasiswa dapat menyelesaikannya dengan benar. Fenomena ini
tentu akan menyebabkan kesulitan bagi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan dan dalam menyelesaikan
soal-soal kimia lebih lanjut. Konsep-konsep kimia di sekolah menengah merupakan konsep-konsep dasar
yang harus dikuasai mahasiswa baru agar dapat menguasai konsep-konsep kimia lebih lanjut.
Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru disamping dapat memberikan gambaran tentang kemampuan
awal dan konsep-konsep sukar bagi mahasiswa, dapat juga memberikan informasi tentang adanya
miskonsepsi yang dimiliki oleh mahasiswa baru. Miskonsepsi dapat bersumber dari prakonsepsi
mahasiswa sendiri maupun sekolah (Barke, dkk., 2009). Miskonkepsi yang bersumber dari prakonsepsi
merupakan mikonsepsi yang berasal dari interpretasi mahasiswa terhadap gejala-gejala yang terjadi.
Misalnya ada mahasiswa yang beranggapan bahwa uap air yang berada pada dinding luar gelas berisi batu
es berasal dari air dalam gelas yang meresap melalui pori-pori gelas. Miskonsepsi yang bersumber dari
sekolah dapat berasal dari guru maupun buku pelajaran yang digunakan sebagaimana telah ditunjukan
beberapa hasil penelitian.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 161
Pengetahuan terhadap prakonsepsi (kemampuan awal mahasiswa baru), konsep-konsep yang
dianggap sukar maupun miskonsepsinya dapat menjadi petunjuk untuk memilih strategi pembelajaran yang
tepat. Dengan mengetahui konsep-konsep yang telah dan belum dipahami oleh mahasiswa, dosen dapat
menentukan prioritas konsep yang akan disajikan dan strategi pembelajarannya. Demikian pula
pengetahuan terhadap konsep-konsep yang dianggap sukar maupun miskonsepsi yang terjadi dapat
membantu dosen untuk mengatasi masalah tersebut dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitiannya,
Taber & Coll (2002) memberikan beberapa rekomendasi diantaranya bahwa dalam pembelajaran ikatan
kimia guru dianjurkan untuk fokus pada molekul dan ion-ion daripada atom, hati-hati dalam penggunaan
bahasa/istilah, dan lain-lain. Barke, dkk (2009:271) berdasarkan hasil penelitiannya tentang miskonsepsi
dalam energi dan temperatur, merekomendasikan untuk memberikan konflik kognitif bahwa penambahan
energi selalu menyebabkan peningkatan dalam temperatur.
Identifikasi prakonsepsi, konsep sukar, terutama miskonsepsi harus dilakukan dengan alat evaluasi
yang baik. Penggunaan tes mikroskopik sangat tepat dalam mengidentifikasi miskonsepsi maupun konsep
yang dianggap sukar oleh mahasiswa. Winarni (2006) menggunakan tes mikroskopik untuk
mengidentifikasi kesalahan konsep mahasiswa UIN Malang pada materi gaya-gaya antar molekul.
Disamping itu, penggunaan alat evaluasi yang tepat dapat mengidentifikasi pemahaman konsep
mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa mampu menyelesaikan soal dengan penggunaan operasi matematik
namun tidak memahami aspek konseptualnya. Nurrenbern & Pickering dalam Herron (1996) menemukan
bahwa siswa dapat menyelesaikan soal tentang hukum gas dan stoikimetrinya dengan baik, tetapi ketika
diminta untuk mengidentifikasi diagram yang menggambarkan distribusi molekul gas dalam sebuah wadah
atau diminta menggambarkan diagram untuk menunjukan perubahan dalam molekul yang terjadi pada
soal-soal stoikiometri, kebanyakan siswa sangat kesulitan.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa baru Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Malang, angkatan 2011 off B yang mengambil mata kuliah Kimia Umum sebanyak 35 Mahasiswa.
Instrumen yang digunakan adalah berupa tes tertulis. Soal-soal dalam tes tersebut dibuat bervariasi yakni
berupa representasi mikroskopik dan bentuk soal biasa. Tes diberikan sebelum perkuliahan Kimia Umum
dilaksanakan untuk menjamin bahwa jawaban mahasiswa benar-benar menggambarkan prakonsepsi/
kemampuan awal mahasiswa. Konsep-konsep yang ditunjukan oleh mahasiswa benar-benar hasil
perolehannya di sekolah menengah. Tes yang diberikan pada penelitian ini terbatas pada konsep partikulat
materi, tata nama senyawa sederhana, stoikiometri dan energi bebas. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa pada Konsep Partikulat Materi
Identifikasi prakonsepsi mahasiswa pada konsep partikulat materi diperoleh melalui penggunaan tes
mikroskopik seperti yang ditunjukan pada gambar 1 berikut ini. Berdasarkan gambar tersebut, mahasiswa
diminta untuk mengidentifikasi apakah termasuk atom, molekul, unsur, atau senyawa. Dalam soal ini
mahasiswa telah diberi pentunjuk bahwa satu gambar dimungkinkan merupakan representasi lebih dari satu
kategori sebagaimana diberikan di atas.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 162

Gambar 1. Soal untuk mengidentifikasi prakonsepsi mahasiswa baru pada konsep partikulat materi
(sumber gambar : Whitten, dkk., 2010)

Pada soal bagian A, semua mahasiswa bisa menjawab dengan benar namun semua menganggap bah-
wa gambar A hanyalah merupakan atom. Ini menunjukan bahwa mereka tidak memahami bahwa molekul
dapat berupa atom tunggal yang stabil. Pada gambar B, sebagian kecil mahasiswa menganggapnya sebagai
unsur. Hal ini sungguh sangat janggal, karena dalam soal biasa mahasiswa dapat menyebutkan pengertian
unsur dengan tepat. Sebagian besar bisa menjawab dengan benar, namun hanya satu orang yang dapat me-
nentukan bahwa gambar B merupakan molekul dan juga senyawa. Selebihnya ada yang memilih molekul
saja dan ada yang memilih senyawa saja. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa belum memahami makna
dari definisi molekul dan senyawa dengan benar. Kondisi yang sama terjadi pada soal gambar D dan E.
Pada gambar E, hampir semua mahasiswa bisa menjawab dengan benar. Sebagian kecil mahasiswa
juga menganggap bahwa gambar tersebut merupakan unsur, atom dan juga senyawa. bagi mahasiswa yang
menjawab atom, sedikitnya masih bisa dimaklumi karena gambar tersebut memang terdiri dari atom-atom
yang sama. Namun, jika mereka lebih analitis seharusnya dapat menghubungkan pada definisi unsur yang
telah mereka ketahui. Bagi yang menjawab senyawa benar-benar menunjukan pemahamannya belum
baik, karena definisi senyawa yang mensyaratkan bergabung secara kimia tidak terlihat sama sekali pada
gambar tersebut.
Gejala ini merupakan masalah serius yang harus diperhatikan karena akan berpengaruh besar pada
pengasaan konsep-konsep kimia lebih lanjut. Treagust & Harrison (2002) mengatakan bahwa sangat
banyak fenomena biologis, kimiawi dan fisika yang hanya dapat dijelaskan melalui pemahaman terhadap
perubahaan penataan dan pergerakan atom dan molekul. Konsep partikulat materi adalah sangat
fundamental dalam hampir setiap topik kimia. hal ini termasuk teori partikel (teori kinetik molekuler) yang
merupakan dasar penjelasan struktur atom, ikatan kimia, sebagain besar kimia larutan dan reaksi-reaksi
kimia, kesetimbangan dan energetika kimia.
Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa tentang Tata Nama Senyawa Sederhana
Sebagian besar mahasiswa belum memahami dengan baik sistem tata nama senyawa biner terutama
senyawa ionik biner. Adapun senyawa kovalen biner hanya sebagian kecil saja yang belum paham.
Gambaran prakonsepsi mahasiswa tentang tata nama senyawa sederhana dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel. 1. Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa Baru Pada Materi Tata Nama Senyawa Sederhana
No. Materi Contoh Soal Jawaban Mahasiswa % Pemilih
1.
Senyawa ionik
biner tipe I
Al(OH)
3
Alumunium (III) hidroksida 47,91
MgO Magnesium (II) oksida 42,34
Magnesium fosfida MgF
3
25,12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 163
MgF 9,52
MgF
2
21,42
MgPO
4
4,56
2.
Senyawa ionik
biner tipe II
CuCl Tembaga klorida 9,52
Fe2O3
Besi (II) oksida 9,52
Besi oksida 11,90
Timbal(II) kromat
Pb
3
Cr
2
8,33
PbCr
2
8,33
CuCrO
3
4,1
Pb(CrO
4
)
2
20,83
PbCr
2
O
4
4,1
PbCrO
2
2,08
PbCrO
3
12,5
3 Ion poliatomik
KH2PO4
Kalium hidrofosfat 21,42
Kalium hidrogen fosfat 47,62
kalium bromat KBr
4
9,52
natrium hipoklorit
Na(ClO)
2
11,90
Na
2
HCl
3
9,52
NaHClO 23,81

Tabel di atas menunjukan bahwa prakonsepsi mahasiswa baru dalam sistem tata nama senyawa se-
derhana masih rendah. Kesalahan yang terjadi bukan hanya dalam pemberian nama atau rumus kimia suatu
senyawa, tetapi juga cara penulisan seperti yang terlihat pada jawaban Tembaga (II) klorida. Mahasiswa
selalu menuliskan angka romawi yang menunjukan muatan kation secara terpisah dengan kationnya.
Jawaban-jawaban yang diberikan mahasiswa menunjukan mereka belum bisa membedakan antara
senyawa ionik biner tipe I (senyawa ionik yang mengandung logam hanya dapat membentuk satu kation)
dan senyawa ionik biner tipe II (senyawa ionik yang mengandung logam dapat membentuk lebih dari satu
kation). Gejala ini terlhat pada penamaan alumunium(III) hidroksida untuk Al(OH)
3
dan tembaga klorida
untuk CuCl serta besi(II) oksida atau besi oksida saja untuk Fe
2
O
3
.
Sistem Stock, untuk senyawa ionik biner tipe II, masih merupakan aspek dimana prakonsepsi maha-
siswa baru juga sangat rendah. Hal ini terlihat dari beragamnya jawaban mahasiswa dalam menuliskan ru-
mus timbal(II) kromat. Secara keseluruhan 60,27% mahasiswa menjawab salah. Bahkan untuk KH
2
PO
4
,
69,04% mahasiswa menjawab salah. Tata nama ion poliatomik merupakan aspek dimana prakonsepsi
mahasiswa paling rendah dibandingkan senyawa ionik biner tipe I dan tipe II. Kesulitan ini dimungkan ter-
jadi karena beberafa faktor, diantaranya kurangnya pengetahuan mahasiswa terhadap nama beberapa ion
poliatomik yang umum digunakan. Fakta ini ditunjukan dengan banyaknya mahasiswa yang kesulitan me-
netukan rumus ion kromat.
Rendahnya prakonsepsi mahasiswa baru dalam sistem tata nama senyawa sederhana akan memberi-
kan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuannya dalam mengikuti perkuliahan kimia lebih lanjut.
Sebagai contoh, dalam menyelesaikan persamaan kimia dimana rumus kimia senyawa tidak dituliskan
(hanya dituliskan namanya), banyak mahasiswa yang kesulitan. Temuan ini memperkuat hasil penelitian
Winarsi, dkk (2010) bahwa pada materi tata nama senyawa sederhana, sistem stock dan anion poliatomik
merupakan konsep yang sukar dipahami oleh siswa.
Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa tentang Stoikiometri
Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru pada topik stoikiometri difokuskan pada penyetaraan reaksi
dan pereaksi pembatas. Hampir semua mahasiswa memiliki pakonsepsi yang baik pada soal-soal stoiki-
ometri untuk jenis soal algoritmik. Namun, ketika soal diberikan dalam bentuk konseptual, seperti ditunju-
kan pada gambar 2 berikut ini, sebagian mahasiswa masih kesulitan.
Gambar 2. Soal mikroskopik stoikiometri, mahasiswa diminta a. menuliskan persamaan reaksinya,
b.Menentukan pereaksi pembatas (sumber gambar : Brown, dkk. 2011)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 164
(i)
(ii)
Bentuk soal seperti gambar 2 di atas menyebabkan banyak mahasiswa yang tidak dapat menyelesai-
kannya dengan benar. Meskipun dalam bentuk biasa, semua mahasiswa dapat menyelesaikannya dengan
benar. Fenomena di atas menggambarkan bahwa kebanyakan mahasiswa mampu menyelesaikan soal algo-
ritmik tanpa memahmi arti konseptualnya dengan baik. Beberapa hasil penelitian menguatkan bahwa pe-
mahaman konseptual tertinggal dari pemahaman algoritmik pada kebanyakan siswa maupun mahasiswa.
Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Energi Bebas
Prakonsepsi mahasiswa dalam konsep energi bebas merupakan aspek yang paling rendah karena se-
mua mahasiswa tidak dapat menyelesaikan soal mikroskopik yang diberikan. Pada konsep ini soal hanya
diberikan dalam bentuk mikroskopik, tidak diberikan dalam bentuk soal algoritmik.
Gambar 3. Representasi peningkatan entropi suatu sistem yang berlangsung nonspontan (sumber gambar :
McMurry, dkk., 2011)

Pada bentuk soal di atas, mahasiswa diminta untuk menuliskan tanda H, S dan G. Hasil ini
menunjukan bahwa mahasiswa tidak memiliki prakonsepsi yang baik dalam konsep energi bebas, khusus-
nya dalam aspek konseptual. Kesulitan mahasiswa dalam aspek ini menegaskan bahwa konsep dianggap
sukar bagi kebanyakan pebelajar. Berdasarkan hasil-hasil penelitiannya, Goedhart & Kaper (2002) men-
yatakan bahwa terdapat banyak miskonsepsi siswa dan konsep sukar dalam termodinamika kimia. Misal-
nya, siswa menganggap bahwa reaksi-rekasi endotermik tidak dapat berlangsung spontan, tidak dapat
membedakan sistem dan lingkungan, tidak dapat menghubungkan panas dan kerja selama reaksi kimia se-
bagaimana dinyatakan dalam hukum pertama termodinamika. Garbriela, dkk dalam Goedhart & Kaper
(2002) menyimpulkan berdasarkan hasil penelitiannya, pemahaman siswa tentang konsep spontan terkait
energi bebas dipengaruhi oleh pemahamannya tentang konsep spontan dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil-hasil penelitian Goedhart & Kaper (2002) diperguruan tinggi menunjukan bahwa banyak maha-
siswa yang kesulitan dan mengalami miskonsepsi dalam aspek ini. Diantaranya makna sebagai peruba-
han dalam H dan S tidak dipahami oleh mahasiswa. Lebih lanjut Carson & Watson dalam Goedhart &
Kaper (2002) menyimpulkan dari hasil penelitiannya pada mahasiswa peserta kuliah termodinamika kimia,
bahwa tidak ada perubahan signifikan terhadap pemahaman mahasiswa sebelum dan sesudah mengikuti
perkuliahan. Setelah perkuliahan mahasiswa belum juga dapat membedakan antara entalpi dan energi atau
panas. Barke, dkk (2009) juga melaporkan bahwa ditemukan banyak miskonsepsi dalam konsep energi.
Fakta-fakta tersebut menunjukan bahwa konsep energi merupakan konsep yang dianggap sukar.
Strategi Pembelajaran yang Disarankan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 165
Mengacu pada respon mahasiswa baru terhadap soal-soal yang diberikan, sajian mata kuliah Kimia
Umum maupun matakuliah-matakuliah lebih lanjut harus memperhatikan beberapa aspek berikut ini.
Penguasaan tata nama senyawa sederhana merupakan aspek yang harus pertama kali dikuasai oleh
mahasiswa karena memberikan pengaruh yang signifikan pada kemampuan mengikuti perkuliahan lebih
lanjut. Agar mahasiswa dapat menguasai topik ini, pembelajaran pada topik ini dapat dilaksanakan dengan
strategi deduktif. Aturan-aturan tata nama senyawa sederhana diberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti
pemberian contoh/ latihan soal.
Agar mahasiswa memiliki pemahaman yang baik dalam konsep partikulat materi, maka sajian materi
harus selalu disertakan gambaran mikroskopik. Konsep materi yang dikaji dalam ilmu kimia adalah sangat
abstrak sehingga tanpa penggambaran mikroskopik, mahasiswa akan memilik representasi yang berbeda
sesuai dengan konsepsinya masing-masing. Demikian pula halnya dalam topik stoikiometri, proporsi soal
konseptual perlu diperbanyak daripada soal-soal algoritmik. Adapun pada topik energi, mengingat
prakonsepsi mahasiswa sangat lemah diperlukan perpaduan beberapa strategi pembelajaran inovatif agar
pemahaman mahasiswa menjadi lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Mengacu pada hasil-hasil yang diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, prakonsepsi
mahasiswa baru program studi pendidikan kimia angkatan 2011 off B pada konsep partikulat materi cukup
rendah; pada sistem tata nama senyawa sederhana adalah rendah; pada topik stoikiometri cukup baik; dan
pada konsep energi bebas sangat rendah. Pembelajaran kimia di awal perkuliahan bagi mahasiswa baru
diharapkan disertakan dengan penguatan aspek mikroskopik.
DAFTAR PUSTAKA
Barke, H.D., Al Hazari, Yitbarek, S. 2009. Misconception in Chemistry, Addressing Perceptions in Chemical Educa-
tion. Berlin : Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Biemans, H.J.A. & Simons, P.R.J. 1995. How to Use Preconceptions, The Contact Strategy to Dismantled. European
Journal of Psychology. 9(3) : 243-259
Brown, T.L., Lee May, H.E., Bursten, B.E., Murphy, C.J., & Woodward, P.M. 2011. Chemistry, The Central Science.
12
th
edition. Boston : Pearson Prentice Hall
Goedhart, M.J. & Kaper, W. 2002. From Chemical Energetics to Chemical Thermodynamics. In Gilbert, J. G., De
Jong, O., Justi, R., Treagust, D. F. & van Driel, J. H. (Eds.) Chemical Education: Towards Research
Based Practice. 339- 362. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer
Herron, D.J. 1996. The Chemistry Classroom, Formula for Successful Teaching. Washington : American Chemical
Society
Kean & Middlecamp. 198. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
McMurry, J.E., Fay, R.C. & Fantini, J. 2011. Chemistry. 6
th
edition. Boston : Pearson Prentice Hall
Soekamto, T. & Winataputra, U.S. 1995. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Pusat Antar
Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti Depdikbud
Taber, K.S. & Coll, R.K. 2002. Teaching and Learning about Bonding. In Gilbert, J. G., De Jong, O., Justi, R.,
Treagust, D. F. & van Driel, J. H. (Eds.) Chemical Education: Towards Research Based Practice.
213- 234. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer
Treagust, D.F. & Harrioson, A.G. 2002. The Particulate Nature of Matter: Challenges in Understanding The Submi-
croscopic World. In Gilbert, J. G., De Jong, O., Justi, R., Treagust, D. F. & van Driel, J. H. (Eds.) Chemical
Education: Towards Research Based Practice. 189- 212. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer
Weaver, G.C. 2009. Teaching to Achieve Conceptual Change. Chemists' Guide to Effective Teaching, Volume II. In
Pienta, N.J., Copper, M.M., Greenbowe, T.J (eds). New Jersey : Prentice Hall
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 166
Whitten, K.W., Davis, R.E., Peck, M.L., & Stanley, G.G. 2010. Chemistry, 9
th
edition. Belmont : Brooks/Cole, Cen-
gage Learning
Winarni, S. 2006. Koreksi Kesalahan Konsep Gaya-Gaya Antar Molekul Terhadap Mahasiswa Pendidikan Kimia
UIN Malang. Tesis, tidak diterbitkan. Malang : PPS UM
Winarsi, H., Fariati & Herunata. 2010. Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Tatanama Senyawa Biner dan Ion
Poliatomik Siswa SMA. Prosiding, Seminar Nasional Lesson Study 3. FMIPA Universitas Negeri Malang, 9
Oktober 2010.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 167
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
(LC) 6E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA
SISWA RSBI KELAS XI SEMESTER 2 SMA NEGERI 1
MALANG PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM
Auliawati
1)
, Srini Murtinah Iskandar
2)
, dan Mahmudi
3)

Program Sarjana Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang



Abstract : Learning model is one of ways used to achieve learning goals. One of learning models that
can be used to improve learning outcomes is Learning Cycle (LC) 6E. The purpose of this research was
to examine the effectiveness of Learning Cycle (LC) 6E in improving the chemistry learning outcomes
of RSBI students, 2
nd
semester of class XI SMAN 1 Malang on salt hydrolysis topic and to observe the
student learning activities in class. This model implemented based on the teachers questions are struc-
tured since the second phase until the fifth phase. The results of this research showed that the applica-
tion of Learning Cycle 6E could improve the learning outcomes of RSBI students, 2
nd
semester of class
XI SMAN 1 Malang as indicated by the mean score of 86,76 of the experimental class compared to
80,54 of the control class. It could be concluded that the high learning outcomes was due to the process
of students active learning in the experimental class.
Keywords: Learning Cycle, Learning Outcomes, salt hydrolysis
PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk membangun dan
memahami konsep. Belajar wajib dilakukan oleh setiap individu sepanjang hidupnya yang hasilnya
ditunjukkan dari sikap berpikir dan berperilaku (Arifin, 2005:2). Dalam belajar terjadi proses
pengembangan aspek kognitif siswa yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Aspek
kognitif ini meliputi pengetahuan dan kemampuan intelektual. Orang yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi akan menunjukkan keterampilan berpikir yang baik. Selain itu kemampuan intelektual
mencerminkan kemampuan seseorang dalam merespon dan memecahkan masalah yang dihadapi (Arifin,
2005:73-74).
Kemampuan kognitif yang dimiliki siswa merupakan aspek yang fundamental dalam menentukan
sikap untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan kognitif juga akan membangun pengetahuan siswa
secara aktif dan mendiri. Hal ini dikembangkan oleh Piaget yang dikenal dengan Teori Kognitif Piaget.
Piaget dalam teori kognitifnya menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar.
Belajar menurut konstruktivistik adalah mengkonstruksi informasi melalui pengalaman dan
menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga terjadi proses perkembangan
pengetahuan. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung terus menerus setiap terjadi interaksi dengan
fenomena yang baru. Dalam kegiatan belajar, siswa berperan secara aktif membangun pengetahuannya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 168
sendiri. Siswa mengolah informasi yang didapat dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki untuk membentuk pengetahuan baru.
Dalam pembelajaran yang berbasis konstruktivistik, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator
dalam proses pembelajaran. Guru hanya menyediakan sarana yang dapat memotivasi siswa untuk berpikir.
Hal ini dilakukan dengan memberikan pengalaman belajar dan kegiatan-kegiatan yang dapat
membangkitkan keingintahuan siswa. Selain itu membebaskan siswa dalam mengemukakan gagasannya
dan menciptakan situasi yang membuat siswa antusias untuk belajar. Peranan ini menuntut guru untuk
memiliki pengetahuan yang luas tentang materi yang akan diajarkan. Pengetahuan yang luas ini diharapkan
dapat menerima perbedaan gagasan yang disampaikan siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran
terjadi interaksi antara guru dan siswa dalam membangun pengetahuan (Suparno, 1997:61-71).
Ada berbagai macam model pembelajaran yang berbasis konstruktivistik. Salah satunya adalah model
pembelajaran Learning Cycle atau siklus belajar. Dalam Learning Cycle, siswa membangun
pengetahuannya secara aktif melalui kegiatan percobaan maupun menggali informasi dari buku.
Pengembangan model ini berdasarkan pada teori perkembangan kognitif Piaget. Piaget (dalam Arifin,
2005: 98) menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar terjadi proses asimilasi dimana siswa menggunakan
struktur kognitifnya untuk merespon lingkungannya. Jika siswa tidak mampu beradaptasi antara struktur
kognitif dengan lingkungannya maka akan terjadi disequilibrium. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses
akomodasi dimana terjadi perubahan struktur kognitif yang ada dan terbentuk pengetahuan baru.
Pengetahuan baru ini digunakan untuk merespon masalah yang dihadapi. Respon masalah yang dilakukan
mencerminkan organisasi intelektualnya.
Teori Piaget ini dikembangkan ke dalam fase-fase dalam Learning Cycle. Pada mulanya, model
pembelajaran Learning Cycle terdiri dari 3 fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase
aplikasi konsep. Learning Cycle berkembang dari 3 fase menjadi 5 fase dan akhirnya 6 fase. Menurut
Johnston (dalam Iskandar 2004), fase-fase dalam Learning Cycle 6 antara lain (1) fase identifikasi (elicit)
dimana pada fase ini guru menentukan tujuan pembelajaran; (2) fase undangan (engagement) dimana pada
fase ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi
untuk berpikir sehingga timbul rasa ingin tahu tentang topik yang akan dipelajari. Hal ini dilakukan dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa yang ada kaitannya dengan materi yang akan dipelajari. Siswa diberi
kebebasan dalam mengemukakan gagasannya; (3) fase eksplorasi (exploration) dimana siswa melakukan
kajian pustaka dari berbagai sumber. Tujuan pada fase ini adalah untuk mengetahui apakah pengetahuan
awal siswa sudah sesuai atau belum dengan konsep; (4) fase penjelasan (expalanation) dimana dalam fase
ini siswa berkesempatan untuk menjelaskan hasil eksplorasinya. Selain itu siswa dapat menghasilkan
pengetahuan baru setelah menghubungkan konsep yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru
diterimanya. Guru hanya memberikan penegasan terhadap konsep siswa; (5) fase penarapan konsep
(elaboration) dimana pada fase ini siswa menerapkan konsep yang sudah dimiliki kedalam situasi baru.
Penerapan konsep kedalam situasi baru menunjukkan bahwa siswa dapat menghubungan antar konsep
sehingga pemahaman siswa menjadi semakin baik; (6) fase evaluasi (evaluation) dimana dalam fase ini
guru melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Bentuk evaluasi dapat berupa tes tulis maupun tes lisan.
Dalam kegiatan pembelajaran, terjadi interaksi antara proses belajar dan proses mengajar. Hasil akhir
dari interaksi kedua proses tersebut diperoleh hasil belajar. Hasil belajar ini dapat menjadi pembangkit
motivasi belajar serta dapat digunakan untuk memilih teknik belajar yang tepat (Dimyati dan Mudjiono,
2006:3-4).
Hasil belajar ini digunakan guru untuk berbagai keperluan antara lain (1) mendiagnosis kelemahan
dan kelebihan siswa beserta penyebabnya. Hasil diagnosis ini akan berguna untuk mengembangkan
kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa ; (2) menyeleksi dan menempatkan siswa
pada kelompok yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki; (3) Sebagai dasar
pertimbangan guru dalam membuat keputusan kenaikan kelas (Dimyati dan Mudjiono, 2006:200-201).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 169
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui efektivitas model pembelajaran Learning Cycle
(LC) 6E dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa RSBI kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang
pada materi pokok hidrolisis garam; (2) mengetahui aktivitas belajar siswa di kelas pada saat menggunakan
model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E
METODE
Jenis rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental semu (quasy
experimental design) dan rancangan penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel
bebas yaitu model pembelajaran Learning Cycle 6E dan ceramah, variabel terikatnya adalah hasil belajar
dan aktivitas siswa, dan variabel kontrolnya adalah materi pokok hidrolisis garam. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang. Pemilihan sampel
dilakukan dengan teknik random sederhana dan didapatkan 2 kelas penelitian yaitu, kelas XI IPA 5 sebagai
kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 6E dan kelas XI IPA 3 sebagai
kelas kontrol yang menggunakan metode diskusi.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain instrumen pembelajaran dan instrumen
pengukuran. Instrument yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validitas, reliabilitas, uji tingkat
kesukaran butir soal, dan uji daya beda butir soal. Teknik analisis data yang digunakan terdiri dari analisis
pendahuluan yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas serta analisis hasil yang terdiri dari uji
hipotesis dan analisis deskriptif.

HASIL
Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa
Nilai kemampuan awal siswa berasal dari nilai ulangan harian pada materi sebelumnya yakni materi
larutan penyangga. Nilai ini dianalisis untuk mengetahui rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Uji yang digunakan dalam analisis ini yaitu uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t dengan
menggunakan uji Independent Samples Test.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data kemampuan awal kelas kontrol dan kelas
eksperimen terdistribusi normal. Hasil uji normalitas kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa
Kelas X
2
hi tung
X
2
tabel
Nilai probabilitas Kesimpulan
Eksperimen 7,757 35,172 0,999 Terdistribusi normal
Kontrol 9.622 33,924 0,989 Terdistribusi normal
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa X
2
hitung
< X
2
tabel
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa data kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol terdistribusi normal.
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data kemampuan awal kelas kontrol dan kelas
eksperimen homogen. Hasil uji homogenitas kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kon-
trol ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa
Fhitu ng Nilai probabili tas Kesimpulan
Kemampuan awal 3,456 0,067 Data homogen
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 170
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,067) > (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
data kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen.
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan awal kelas kontrol dan kelas
eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji t kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji t Kemampuan Awal Siswa
thitung Nilai probabilitas Kesimpulan
Kemampuan awal 1,855 0,068 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,068) > (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Deskripsi Data Hasil Belajar
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Uji prasyarat ini
terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa
KKelas X
2
hitung X
2
tabel Nilai probabilitas Kesimpulan
Eksperimen 5,568 12,592 0,473 Terdistribusi normal
Kontrol 8,486 15,507 0,387 Terdistribusi normal
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa X
2
hitung
< X
2
tabel
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol terdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Siswa
Fhitung Nilai probabilitas Kesimpulan
Hasil Belajar 2,755 0,101 Data homogen

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,101) > (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen.
Uji hipotesis menggunakan uji Independent Samples Test. Uji ini digunakan untuk mengetahui
apakah hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji
hipotesis hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Hasil Belajar Siswa
t
hitung
Nilai probabilitas Kesimpulan
Hasil Belajar 2,475 0,016 Ada perbedaan yang signifi-
kan
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,016) < (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Deskripsi Data Aktivitas Siswa Pada Saat Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 6E
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 171
Data aktivitas siswa diambil dari lembar observasi yang dilakukan oleh observer. Aktivitas siswa
diamati mulai dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Data aktivitas siswa pada tiap-tiap
petemuan dapat lihat pada Tabel berikut.
Tabel 4.7 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menjawab Pertanyaan Guru Pada Pertemuan I hingga
pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 10 27,03 8 21,62 3 8,11 0 0
2 16 43,24 15 40,54 15 40,54 14 37,84
3 8 21,62 10 27,03 11 29,73 13 35,13
4 3 8,11 4 10,81 8 21,62 10 27,03
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak dapat memberikan jawaban
skor 2: Siswa dapat memberikan 1 jawaban
skor 3: Siswa dapat memberikan 2 jawaban
skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 jawaban
Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan dari pertemuan pertama hingga pertemuan
terakhir. Pada pertemuan pertama sebanyak 11 siswa atau 29,73% siswa yang dapat memberikan 2
jawaban atau lebih pada saat fase undangan (Engagement). Begitu pula pada pertemuan kedua sebanyak 14
siswa atau 37,84% siswa dapat memberikan 2 jawaban atau lebih. Pada pertemuan ketiga sebanyak 19
siswa atau 51,35% dan pertemuan keempat sebanyak 23 siswa atau 62,16% yang dapat memberikan 2
jawaban atau lebih pada fase undangan (Engagement).
Tabel 4.8 Skor Aktivitas Siswa Dalam Mengeksplorasi Buku Teks Pada Pertemuan I hingga
pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 10 27,03 4 10,81 4 10,81 3 8,11
2 11 29,73 12 32,43 9 24,32 12 32,43
3 8 21,62 10 27,03 13 35,14 10 27,03
4 8 21,62 11 29,73 11 29,73 12 32,43
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak membuka atau membawa buku teks dan tidak mengeksplorasi buku teks
skor 2: Siswa pura-pura atau tidak mengeksplorasi buku teks
skor 3: Siswa mengeksplorasi buku teks dan tidak mendiskusikan dengan teman sebangkunya (indi-
vidual)
skor 4: Siswa mengeksplorasi buku teks dan mendiskusikan dengan teman sebangkunya
Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan dari pertemuan pertama hingga pertemuan
ketiga. Pada pertemuan pertama sebanyak 16 siswa atau 43,24% siswa mengeksplorasi buku teks baik se-
cara individual maupun mendiskusikannya dengan teman sebangkunya. Pada pertemuan kedua sebanyak
21 siswa atau 56,76% dan pada pertemuan ketiga sebanyak 24 siswa atau 64,87% siswa mengeksplorasi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 172
buku teks baik secara individual maupun mendiskusikannya dengan teman sebangkunya. Namun pada
pertemuan keempat terjadi sedikit penurunan keaktifan siswa. Hal ini tampak pada pertemuan keempat se-
banyak 22 siswa atau 35,59,46% siswa mengeksplorasi buku teks baik secara individual maupun
mendiskusikannya dengan teman sebangkunya. Penurunan ini tidak terlalu signifikan sehingga tidak ber-
dampak pada keaktifan siswa secara keseluruhan.
Tabel 4.9 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyampaikan Hasil Eksplorasi Buku Teks Pada Pertemuan
I hingga pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 10 27,03 6 16,22 8 21,62 1 2,70
2 14 37,84 11 29,73 9 24,32 4 10,81
3 11 29,73 12 32,43 10 27,03 16 43,24
4 2 5,40 8 21,62 10 27,03 16 43,24
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak dapat memberikan pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi
skor 2: Siswa dapat memberikan 1 pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi
skor 3: Siswa dapat memberikan 2 pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi
skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase ek-
splorasi
Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan siswa pada pertemuan pertama hingga
pertemuan terakhir. Pada pertemuan pertama sebanyak 13 siswa atau 35,13% siswa dapat memberikan 2
pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi. Pada pertemuan kedua se-
banyak 20 siswa atau 54,05% siswa dapat memberikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah
dipelajari ketika fase eksplorasi. Pada pertemuan ketiga sebanyak 20 siswa atau 54,06% dan pada perte-
muan keempat sebanyak 32 siswa atau 86,48% siswa dapat memberikan 2 pernyataan atau lebih mengenai
apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi.
Tabel 4.10 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal LKS Pada Pertemuan I hingga
pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 13 35,14 13 35,14 9 24,32 7 18,92
2 7 18,92 7 18,92 10 27,03 3 8,11
3 12 32,43 12 32,43 7 18,92 12 32,43
4 5 13,51 5 13,51 11 29,73 15 40,54
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak dapat mengerjakan soal di LKS atau mengerjakan soal LKS tetapi salah semua
skor 2: Siswa dapat mengerjakan 1-3 soal di LKS tetapi benar 1
skor 3: Siswa dapat mengerjakan 2-3 soal di LKS tetapi benar 2
skor 4: Siswa dapat mengerjakan 3 soal di LKS dan benar semua
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 173
Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir.
Pada pertemuan pertama dan kedua sebanyak 17 siswa atau 45,94% siswa dapat mengerjakan 2-3 soal di
LKS tetapi benar 2 atau bahkan benar semua. Pada pertemuan ketiga sebanyak 18 siswa atau 48,65% siswa
dan pada pertemuan keempat sebanyak 27 siswa atau 72,97% siswa dapat mengerjakan 2-3 soal di LKS
tetapi benar 2 atau bahkan benar semua.
Tabel 4.11 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyampaikan Hasil Diskusi LKS Pada Pertemuan I
hingga pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 2 4,40 11 29,73 4 10,81 7 18,92
2 10 27,03 15 40,54 16 43,24 9 24,32
3 15 40,54 10 27,03 10 27,03 9 24,32
4 10 27,03 1 2,70 7 18,92 12 32,43
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak dapat menyampaikan hasil diskusi
skor 2: Siswa dapat menyampaikan 1 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok
skor 3: Siswa dapat menyampaikan 2 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok
skor 4: Siswa dapat menyampaikan lebih dari 2 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam
kelompok

Berdasarkan Tabel di atas, pada pertemuan pertama sebanyak 25 siswa atau 67,57% siswa dapat
menyampaikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok. Namun
pada pertemuan kedua terjadi penurunan keaktifan. Sebanyak 11 siswa atau 29,73% siswa dapat
menyampaikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok. Pada
pertemuan ini lebih banyak siswa menyampaikan 1 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan
dalam kelompok. Hal ini disebabkan karena banyak konsep yang harus dipahami siswa mengenai hidrolisis
garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah terutama garam yang
bervalensi dua.
Pada pertemuan ketiga dan keempat sudah terjadi peningkatan keaktifan. Sebanyak 17 siswa atau
45,95% pada pertemuan ketiga dan pada pertemuan keempat sebanyak 21 siswa atau 56,75% siswa dapat
menyampaikan 2 atau lebih pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok.
Tabel 4.12 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menanggapi Hasil Diskusi Kelompok Pada Pertemuan I
hingga pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 14 37,84 13 35,14 7 18,92 8 21,62
2 16 43,24 16 43,24 11 29,73 8 21,62
3 7 18,92 8 21,62 11 29,73 14 37,84
4 0 0 0 0 8 21,62 7 18,92
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 174
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak dapat memberikan tanggapan
skor 2: Siswa dapat memberikan 1 tanggapan
skor 3: Siswa dapat memberikan 2 tanggapan
skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 tanggapan
Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan siswa pada pertemuan pertama hingga
pertemuan terakhir. Pada pertemuan pertama sebanyak 7 siswa atau 18,92% dan pada pertemuan kedua
sebanyak 8 siswa atau 21,62% siswa dapat memberikan 2 tanggapan. Namun pada pertemuan ketiga dan
keempat terjadi peningkatan keaktifan. Pada pertemuan ketiga sebanyak 19 siswa atau 51,35% dan pada
pertemuan keempat sebanyak 21 siswa atau 56,76% siswa dapat memberikan 2 atau lebih tanggapan.
Tabel 4.13 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Evaluasi Pada Pertemuan I hingga
pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 0 0 6 16,22 5 13,51 0 0
2 1 2,70 11 29,73 1 2,70 4 10,81
3 7 18,92 12 32,43 3 8,11 15 40,54
4 29 78,38 8 21,62 28 75,68 18 48,65
Keterangan:
skor 1: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 0-25%
skor 2: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 26-50%
skor 3: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-75%
skor 4: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 76-100%

Berdasarkan Tabel di atas, pada pertemuan pertama sebanyak 36 siswa atau 97,3% siswa dapat
menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-100%. Sedangkan pada pertemuan kedua terjadi
penurunan. Sebanyak 20 siswa atau 54,05% siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-
100%. Penurunan ini disebabkan karena beberapa diantara siswa mengalami kesulitan dalam menentukan
ion mana yang terhidrolisis khususnya garam yang bervalensi dua. Selain itu kesalahan juga terletak pada
penulisan persamaan reaksi yang kurang tepat.
Namun pada pertemuan ketiga dan keempat sudah terjadi peningkatan. Pada pertemuan ketiga
sebanyak 31 siswa atau 83,79% dan pada pertemuan keempat sebanyak 33 siswa atau 89,19% siswa dapat
menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-100%.
Tabel 4.14 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyampaikan Kesimpulan Pada Pertemuan I hingga
pertemuan IV
Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV
Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
% Jumlah
siswa
%
1 16 43,24 10 40,54 2 5,40 9 24,32
2 14 37,84 19 51,35 18 48,65 2 5,40
3 6 16,22 4 10,81 10 27,03 7 18,92
4 1 2,70 0 0 7 18,92 19 51,35
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 175
Keterangan:
skor 1: Siswa tidak menyampaikan kesimpulan
skor 2: Siswa dapat memberikan 1 kesimpulan
skor 3: Siswa dapat memberikan 2 kesimpulan
skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 kesimpulan
Berdasarkan Tabel di atas, pada pertemuan pertama sebanyak 7 siswa atau 18,92% siswa dapat
memberikan 2 atau lebih kesimpulan. Namun pada pertemuan kedua terjadi penurunan keaktifan.
Sebanyak 4 siswa atau 10,81% siswa pada pertemuan kedua hanya dapat memberikan 2 kesimpulan.
Namun pada pertemuan ketiga dan keempat sudah terjadi peningkatan. Pada pertemuan ketiga sebanyak 17
siswa atau 45,95% dan pada pertemuan keempat sebanyak 26 siswa atau 70,27% siswa dapat memberikan
2 atau lebih kesimpulan. Penurunan ini tidak terlalu signifikan sehingga tidak berdampak pada keaktifan
siswa secara keseluruhan.

PEMBAHASAN
Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Learning Cycle (LC) 6E lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan metode diskusi. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E dapat meningkatkan hasil
belajar kimia siswa RSBI kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada materi pokok hidrolisis garam.
Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E menekankan pada keaktifan
siswa dalam memperoleh pengetahuan. Model pembelajaran ini membantu siswa dalam mengkonstruk
pengetahuan secara bertahap melalui pemberian pertanyaan sehingga dihasilkan pengetahuan baru. Guru
hanya berperan dalam membimbing siswanya untuk mencapai tujuan belajar. Penelitian yang serupa dari
Amrulloh (2005) dengan judul Efektivitas Penggunaan Model Learning Cycle Enam Fase Untuk Pembela-
jaran Alkohol dan Eter Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Malang menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa kelas II SMA Negeri 4 Malang yang diajar dengan model Learning Cycle enam fase dapat mening-
kat. Sedangkan pada siswa yang diajar dengan metode diskusi dengan diskusi kelompok kurang aktif
sehingga sehingga hasil belajarnya lebih rendah.
Aktivitas Belajar Siswa Di kelas Pada Saat Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle (LC)
6E
Keaktifan siswa pada saat pembelajaran dengan model Learning Cycle (Lc) 6E diamati selama proses
pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa ini dilihat dari aktivitas memotivasi siswa, menjawab pertanya-
an guru, mengeksplorasi buku teks, menyampaikan hasil eksplorasi buku teks, mendiskusikan LKS secara
berkelompok, menyampaikan hasil diskusi kelompok, menanggapi hasil diskusi kelompok, menyelesaikan
soal evaluasi, dan menyampaikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan pada pertemuan pertama sis-
wa aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Namun pada pertemuan kedua terjadi sedikit penurunan.
Hal ini disebabkan karena pada pertemuan kedua banyak konsep yang harus dipahami siswa mengenai
hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah terutama garam
yang bervalensi dua. Beberapa diantara siswa mengalami kesulitan dalam menentukan ion mana yang ter-
hidrolisis khususnya garam yang bervalensi dua. Selain itu kesalahan juga terletak pada penulisan
persamaan reaksi yang kurang tepat. Namun secara keseluruhan sudah terjadi peningkatan keaktifan siswa
dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Keaktifan siswa ini berdampak pada hasil belajar yang
lebih baik.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 176
Secara teoritis, menurut Ahmadi (2004:170) menyatakan bahwa seseorang yang belajar dengan aktif
dan mandiri dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar secara aktif dan
mandiri menyebabkan pengetahuan yang didapat dapat tersimpan lama.

PENUTUP
Kesimpulan
(1) penerapan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E dapat meningkatkan hasil belajar kimia
siswa RSBI kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada materi pokok hidrolisis garam. Hal ini ditun-
jukkan dari rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada hasil belajar pada kelas kon-
trol yakni 86,76 pada kelas eksperimen dan 80,54 pada kelas kontrol; (2) aktivitas siswa pada kelas yang
diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E secara keseluruhan menunjukkan bahwa siswa
aktif dalam proses pembelajaran. Namun demikian masih terjadi sedikit penurunan keaktifan terutama pada
pertemuan kedua.
Saran
(1)penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen sebaiknya dilakukan pengundian terlebih dahulu
meskipun mendapatkan 2 kelas penelitian dari sekolah; (2) rubrik observasi harus benar-benar jelas dan
terukur sebelum dilakukan penelitian; (3) peneliti lain diharapakan dapat menggunakan model
pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E pada materi lain ataupun menggabungkan model Learning Cycle
(LC) 6E dengan model pembelajaran lain.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, A. dan Widodo S. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Amrulloh. 2005. Efektivitas Penggunaan Model Learning Cycle Enam Fase Untuk Pembelajaran Alkohol dan Eter
Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Malang. Skripsi tidak ditrebitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Arifin, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Baharuddin, H. dan Esa N.W. 2010. Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dimyati dan Mudjiono. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Kimia. Malang: FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Johari dan Rachmawati. 2006. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Esis.
Lembaga Penelitian IKIP Malang. 1997. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Ma-
lang.
Rubianus. 2008. Keefektifan model learning cycle terhadap hasil belajar kimia siswa dari tingkatan motivasi belajar
yang berbeda (Studi kasus pada siswa kelas XI IPA SMAN 1 makale tahun pelajaran 2007/2008). Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudijono, A. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Trihendradi, C. 2007. Langkah Mudah Manguasai Statistik Menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: Andi.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 177
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KIMIA
ORGANIK (KMA504) MENGGUNAKAN TUGAS PRESENTASI
KELOMPOK, PASCATES SESUDAH PRESENTASI, DAN
TUTORIAL SESUDAH DISKUSI
Srini M. Iskandar
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak : Matakuliah Kimia Organik (KMA504) disajikan pada semester gasal di Program Pendidikan
Kimia, Program Pasca Sarjana (PPS), Universitas Negeri Malang, dengan beban 3 sks. Sajian
matakuliah meliputi peran gugus fungsi dalam senyawa organik dengan penekanan tinjauan dari aspek
struktur, stereokimia, dan mekanisme reaksi serta sintesa. Dari perkuliahan prapasca Kimia Organik,
dan dari nilai pretes yang diberikan sebelum para mahasiswa mengikuti perkuliahan ini didapatkan
bahwa para mahasiswa peserta KMA504 menghadapi kesulitan dengan indikator rerata nilai pretes di
bawah 60. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran Kimia Organik (KMA504). PTK ini dirancang dalam 2 (dua) siklus, yang setiap
siklusnya meliputi 4 (empat) tahap yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi. Tahap-tahap Siklus I adalah: 1) perencanaan tindakan yaitu pengelompokkan berdasarkan
heterogenitas perolehan pretes dan penugasan presentasi kelompok, 2) pelaksanaan tindakan berupa
penugasan presentasi submateri pokok kepada tiap kelompok, 3) observasi dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung dan pascates diberikan setelah 2 (dua) submateri pokok dipresentasikan, 4)
refleksi adalah langkah asesmen atas tindakan yang diberikan kepada para mahasiswa. Tahap-tahap
Siklus II adalah: 1) perencanaan tindakan yaitu penugasan presentasi kepada masing-masing kelompok
yang sama pada Siklus I, dan pemberian pascates setelah 2 (dua) submateri pokok dipresentasikan, 2)
pelaksanaan tutorial setelah diskusi kelas, 3) observasi meliputi pengamatan selama proses
pembelajaran dan evaluasi pascates, 4) refleksi merupakan langkah asesmen atas tindakan yang
diberikan kepada para mahasiswa. Hasil PTK menunjukkan peningkatan rerata raw mean score dari
Siklus I ke Siklus II yaitu dari 61,55 menjadi 83,38. Dari hasil analisis angket yang didistribusikan
kepada mahasiswa: 60% merasa sangat tertantang dan termotivasi mengikuti perkuliahan ini, 35%
merasa tertantang dan termotivasi, sedangkan 5% tidak merespon pertanyaan bagaimana perasaan
menghadapi perkuliahan ini.
Kata kunci: kualitas pembelajaran, kimia organik, presentasi, tutorial.
PENDAHULUAN
Matakuliah Kimia Organik (KMA504) yang termasuk dalam kelompok matakuliah keilmuan dan
keterampilan (MKK) dsajikan dalam semester gasal dengan beban 3 sks, di Program Pendidikan Kimia,
Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Malang. Kompetensi perkuliahan ini adalah pemahaman yang
mendalam dan penguasaan konsep-konsep dasar senyawa organik berbasis gugus fungsional dan golongan
(catalog Program Pasca Sarjana UM, edisi 2009). Adapun materi kajiannya meliputi: reaksi S
N
1
kecepatan reaksi, mekanisme, efek gugus pergi, stereokimia, dan efek pelarut; reaksi E1 kecepatan reaksi,
mekanisme reaks, efek gugus pergi, stereokimia, dan kompetisi antara S
N
1 dan E1; S
N
2 kecepatan reaksi,
mekanisme, stereokimia, efek gugus pergi, dan efek pelarut pada S
N
2; E2 kecepatan reaksi, mekanisme,
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 178
efek gugus pergi, stereokimia, dan kompetisi antara S
N
2 dan E2; reaksi karbokation pada senyawa alilik
dan benzilik; S
N
2 pada senyawa alilik dan benzilik; mekanisme reaksi substitusi elektrofilik pada benzen
dan benzen tersubstitusi; reaksi substitusi elektrofilik pada naftalena dan turunannya; dan reaksi substitusi
elektrofilik pada senyawa-senyawa heterosiklik (Fessenden and Fessenden, 1990; Fogiel, 1983; Loudon,
1988; Wade, Jr., 1987).
Ditinjau dari prestasi belajar mahasiswa kelas A dan B, angkatan 2011 dalam perkuliahan prapasca
Kimia Organik, dan dari raw mean score pretest, dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa menghadapi
kesulitan dalam mengikuti perkuliahan Kimia Organik. Bahwa para mahasiswa menghadapi kesulitan
dalam perkuliahan ini ditunjukkan dari raw mean score pretest yang di bawah nilai 60. Rumusan masalah
yang dapat dikemukakan adalah: pembelajaran Kimia Organik (KMA504) perlu diberi tindakan karena
kesulitan yang dihadapi mahasiswa pesertanya.
Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka peneliti merancang dan melakukan
penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia organik
(KMA504) menggunakan kelompok belajar, tugas presentasi, dan pascates sesudah presentasi. Manfaat
penelitian ini adalah memberdayakan para mahasiswa dengan kelompok belajar berdasarkan nilai pretes
(nilai tinggi, nilai sedang dan nilai rendah dalam satu kelompok).
Presentasi kelompok bermanfaat untuk melatih para mahasiswa bertanggung jawab akan
pembelajaran mereka sendiri, serta membelajarkan rekan-rekannya. Pada dasarnya melakukan presentasi
adalah mengkomunikasikan ide-ide kepada audience, yang mencakup keterampilan berbicara, mendengar
dan berpikir. Ada 9 (sembilan) langkah yang harus diikuti untuk menjadi pembicara/presenter yang efektif.
Langkah-langkah tersebut adalah: (1) mengatasi demam panggung, (2) berbicara dengan tulus dan penuh
keyakinan, (3) mengorganisasikan bahan yang akan dipresentasikan, (4) memberi penekanan terhadap hal-
hal yang penting dengan tepat, (5) memperhatikan variasi suara yang artinya tinggi rendah, volume, dan
kecepatan berbicara, (6) mempergunakan istilah-istilah secara tepat sesuai dengan yang dimaksudkan, (7)
menggunakan media untuk membantu memfokuskan topik, (8) berbicara dengan persuasif sehingga
pendengar tertarik pada topik yang dibahas, dan (9) mengupayakan agar presentasi menjadi inspirasi bagi
pendengar (Ford, 2007).
Penerapan kerja kelompok dalam pembelajaran pada penelitian ini, mengacu kepada metoda-metoda
pembelajaran kooperatif yang diteliti oleh Slavin (1995). Ide dasar dalam pembentukkan kelompok adalah
bila para pebelajar ingin berhasil secara kelompok maka masing-masing pebelajar akan saling membantu
agar kelompoknya sukses. Pebelajar yang lebih cepat memahami materi (high achiever student) akan
membantu rekannya yang lambat (low achiever student). Itulah sebabnya kelompok heterogen harus
dibentuk terdiri dari anggota yang cepat memahami, yang sedang dalam memahami, dan yang lambat
dalam memahami materi (high achiever, medium achiever, and low achiever).
Pembelajaran kooperatif sebenarnya tidak merupakan hal baru. Penerapan pembelajaran kooperatif
telah terjadi sejak tahun 1920-an. Penggunaan pembelajaran kooperatif dipergunakan secara terbatas oleh
pengajar untuk keperluan-keperluan tertentu, misalnya untuk proyek-proyek kelompok atau untuk menulis
laporan kelompok, serta kelompok kerja dalam laboratorium. Kendatipun demikian, penelitian-penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat dipergunakan secara efektif di berbagai jenjang
pendidikan untuk membelajarkan berbagai materi pokok, dari matematika, membaca, serta pelajaran IPA
sekalipun. Pembelajaran kooperatif dapat dipergunakan oleh pengajar untuk mengatasi masalah
keterampilan dasar sampai ke pemecahan masalah yang rumit.
Ditengarai ada beberapa alasan mengapa pembelajaran kooperatif menjadi populer dewasa ini di
dalam dunia pendidikan; berdasarkan hasil penelitian model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
prestasi pebelajar dan meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam kelompok kecil utamanya dalam
kelompok yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, berbagai kemampuan akademik, serta memperbaiki
rasa harga diri/percaya diri pebelajar.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 179
Keunikan pembelajaran kooperatif adalah perbedaan menjadi sumber daya dan bukan menjadi
masalah, itu sebabnya heterogenitas seyogyanya atau sebaiknya menjadi pertimbangan utama dalam
membentuk kelompok belajar dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut Arends (2004), model pembelajaran kooperatif tidak bertolak dari teori belajar seseorang
atau dari pendekatan pembelajaran tertentu. Akarnya bersumber dari praktek pembelajaran pada zaman
Yunani kuno, tetapi perkembangannya dapat dirunut dari penelitian dan pekerjaan para ahli psikologi
pendidikan dan para ahli pedagogi di awal abad ke 20.
John Dewey (1916), dalam Arends, (2004) menulis buku yang berjudul Democracy and Educa-
tion. Dalam bukunya tersebut, konsep Dewey mengenai pendidikan adalah ruang kelas haruslah meru-
pakan cermin dari masyarakat luas dan merupakan sebuah laboratorium untuk pembelajaran dalam ke-
hidupan yang sesungguhnya. Pengajar menurut Dewey haruslah dapat menciptakan suatu lingkungan bela-
jar yang ditandai dengan prosedur yang demokratis dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama para
pengajar adalah melibatkan pebelajar dalam proses inkuiri untuk masalah-masalah sosial dan masalah-
masalah antar personal.
Prosedur instruksional di kelas yang dideskripsikan oleh Dewey secara spesifik adalah penekanan
pada kelompok kecil pebelajar, yang mencari jawaban atas pertanyaan mereka sendiri, dan yang
mempelajari prinsip-prinsip belajar demokratis melalui interaksi satu sama lain hari demi hari. Menurut
Dewey dan pengikut-pengikutnya, penggunaan model pembelajaran kooperatif memberi pengaruh lebih
dari sekedar peningkatan prestasi belajar. Proses-proses dan tingkah laku kooperatif merupakan dasar yang
kokoh untuk membangun masyarakat yang demokratis. Untuk mencapai hal ini maka struktur
pembelajaran di kelas dan kegiatan pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga memodelkan
hasil yang diharapkan.
Hubungan antar kelompok dalam model pembelajaran kooperatif diteliti oleh David Johnson dan
Roger Johnson (1979; 1998) dalam Arends (2004). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
lingkungan kelas yang berorientasi pada model pembelajaran kooperatif, meningkatkan prestasi belajar
para pebelajar, serta sikap positif terhadap pebelajar berkebutuhan khusus oleh pebelajar yang normal.
Para peneliti model pembelajaran kooperatif yang lain (Leinhardt, 1992; Slavin, 1995; dan Stronge,
2002 dalam Arends, 2004) menyimpulkan bahwa model pembelajaran ini secara signifikan meningkatkan
prestasi akademik pebelajar, dan meningkatkan pula keterampilan antar personal yaitu toleransi terhadap
perbedaan, serta memupuk sikap-sikap demokratis. Agak berlawanan dari para peneliti model kooperatif
yang menunjukkan hasil-hasil positif, Robinson (1996) dalam Arends (2004) memperingatkan bahwa
pebelajar yang sangat berbakat kurang mendapat manfaat dari pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu,
para pemula yang akan mempergunakan model pembelajaran kooperatif hendaknya waspada akan
kelemahan-kelemahan model ini.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) bersiklus
2 (dua), dengan subyek penelitian para mahasiswa Program Pendidikan Kimia kelas A dan kelas B,
angkatan tahun 2011, PPS UM yang mengikuti perkuliahan Kimia .Organik (KMA504) sejumlah 32 (tiga
puluh dua) mahasiswa.
Prosedur PTK meliputi:
1. Identifikasi masalah, yaitu mahasiswa kelas A dan B angkatan 2011 menghadapi kesulitan
dalam perkuliahan Kimia Organik (KMA504).
2. Siklus I terdiri dari:
(a) Tahap Perencanaan terdiri dari: penyusunan kelompok berdasarkan nilai pretes, pendistri-
busian sub materi pokok yang akan dipresentasikan oleh tiap kelompok, penyampaian daftar
rujukan dan menyiapkan alat penilaian.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 180
(b) Tahap Pelaksanaan Siklus I terdiri dari: pelaksanaan PBM (presentasi sub materi pokok Ki-
mia Organik oleh tiap-tiap kelompok belajar), dan peneliti melakukan pengamatan berdasar-
kan alat penilaian dan observasi yang dirancang dalam Tahap Perencanaan. Alat penilaian
tersebut meliputi unjuk kerja dalam presentasi dan instrument berupa pascates 1 dan pascates
2 (tiap tiga sub materi pokok dilakukan pemberian pascates).
(c) Tahap Penilaian Siklus I terdiri dari melakukan penilaian unjuk kerja presentasi semua
kelompok, dan melakukan penilaian hasil belajar.
(d) Analisis dan Refleksi Siklus I diperoleh dari pengamatan unjuk kerja presentasi para
mahasiswa.
(e) Simpulan Siklus I, perlu dilaksanakan Siklus II, karena proses pembelajaran Siklus I belum
memenuhi harapan, karena rerata mean score pascates adalah 61,55.
3. Siklus II
Pada hakekatnya langkah-langkah dalam Siklus II hampir sama dengan Siklus I, kecuali penugasan
berdiskusi kelas mengenai soal-soal yang belum terpecahkan, demikian juga jika ada konsep-konsep yang
belum difahami. Bila setelah berdiskusi kelas masih ada masalah yang belum terpecahkan, maka peneliti
yang juga pengampu KMA504 membantu memecahan masalah tersebut.
PTK tidak menuntut analisis statistik yang rumit, sedangkan hipotesisnya menggambarkan dampak
kegiatan yang akan dilaksanakan. Prosedurnya berlangsung siklis dan fleksibel terhadap perubahan
rancangan (Kemmis dan McTaggart, 1988, dalam Berg, 2004).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
1) Siklus I
Dari Siklus I diperoleh hasil pengamatan bahwa unjuk kerja presentasi para mahasiswa masih
terdapat kekurangan dalam penguasaan Bahasa Inggris yang belum memadai, namun power point yang
disusun para mahasiswa sudah baik dan kreatif. Rerata prestasi belajar mereka sudah cukup baik yaitu
dengan nilai 75,04. Menurut yang dilakukan terhadap para mahasiswa, ternyata mereka yang aktif bertanya
dan mengajukan pertanyaan yang berbobot mendapat nilai prestasi belajar yang tinggi.
Unjuk kerja presentasi Siklus I pada umumnya para mahasiswa masih belum menunjukkan
penguasaan materi pokok yang memadai, ditinjau dari cara menjelaskan konsep dan cara menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh audience.
Dari analisis dan refleksi Siklus I didapatkan bahwa proses belajar mengajar belum memadai se-
hingga diperlukan pelaksanaan Siklus II.
2) Siklus II
Dari hasil analisis dan refleksi pada Siklus II, didapatkan bahwa para mahasiswa tidak lagi mendapat
kesulitan dalam hal menyampaikan presentasi dalam Bahasa Inggris. Kemudian, rerata prestasi belajar
mereka menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu nilai 87,96.
Pada Siklus II para mahasiswa sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini disebabkan instrument yang diberikan ketika pascates
berbentuk pertanyaan seperti yang disebutkan di atas.
Unjuk kerja presentasi dalam Siklus II para mahasiswa sudah menunjukkan penguasaan cara
presentasi yang baik, ditinjau dari cara menjelaskan konsep-konsep dan cara menjawab pertanyaan.
SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil analisis dan refleksi baik Siklus I maupun Siklus II didapatkan bahwa tindakan berupa
pengelompokan berdasarkan modalitas, tugas presentasi dalam Bahasa Inggris serta pascates sesudah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 181
presentasi menunjukkan peningkatan unjuk kerja dan prestasi belajar serta penguasaan Bahasa Inggris yang
lebih baik yang ditunjukkan dari nilai rerata Siklus I dan Siklus II yaitu 75,04 dan 87,96.
Saran dan rekomendasi yang dapat dikemukakan adalah pengajar hendaknya memperkenalkan
pembelajaran dalam kelompok belajar kepada mahasiswa dan menganjurkan menerapkannya sesering
mungkin. Tugas presentasi sangat baik karena memberikan dampak yang positif yaitu kemandirian
mahasiswa dalam segi penguasaan materi Kimia Organik.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. Sixth Edition. Dubuque, IA: McGraw Hill Inc.
Berg, B.L. 2004. Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Fifth Edition. San Francisco, CA: Pearson
Education, Inc.
Fessenden, R.J. , and Fessenden, J.S. 1990. Organic Chemistry. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole Publication
Company.
Ford, C. K. 2007. How to Make a Good Presentation. Toastmaster Magazine. Page: 3-10. Mission Viejo California:
USA.
Fogiel, M. 1983. The Organic Chemistry Problem Solver. Volume I, II, III. New York, NY: Research and Education
Association.
Katalog PPS UM, Edisi 2009. Malang: UM Press.
Loudon, G.M. 1988. OrganicChemistry. Menlo Park,CA: The Benjamin/ Cummings Publishing Company.
Wade, Jr., 1987. Organic Chemistry. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall Inc.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 182
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LC DIPADU
DIAGRAM ALIR DAN KEMAMPUAN AKADEMIK
TERHADAP KUALITAS PROSES, HASIL BELAJAR DAN
KEMAMPUAN METAKOGNITIF KIMIA SISWA
Suryati
Suhadi Ibnu
Subandi
FPMIPA IKIP Mataram (yati.sur82@yahoo.co.id)

Abstrak : Laju reaksi merupakan salah satu pokok bahasan yang dianggap sulit oleh siswa, karena
karakteristik konsep-konsep dalam materi laju reaksi yang pada umumnya merupakan konsep-konsep
yang abstrak dan melibatkan perhitungan-perhitungan kimia yang cukup sulit serta siswa harus
memahami konsep lain yang mendasarinya seperti stoikiometri dan konsentrasi. Di samping itu
kesulitan yang dihadapi siswa adalah rendahnya kemampuan berpikir siswa. Selain penguasaan konsep
yang dilihat dari hasil belajar, kemampuan metakognitif yang banyak memberdayakan kemampuan
berpikir, dirasa perlu dimiliki siswa terutama siswa SMA. Model pembelajaran Learning Cycle (LC)
dipadu dengan diagram alir dipandang potensial efektif untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Learning Cycle
dipadu dengan diagram alir dan kemampuan akademik terhadap kualitas proses, hasil belajar dan
kemampuan metakognitif kimia siswa kelas XI SMAN 2 Malang. Penelitian ini menggunakan
rancangan deskriptif dan rancangan eksperimen semu. Penelitian dilaksanakan di SMAN 2 Malang,
pengambilan sampel ditentukan dengan teknik purposive random sampling, memilih 2 kelas yaitu kelas
XI-A1 sebagai kelas eksperimen dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle dipadu
dengan diagram alir sedangkan kelas XI-A2 sebagai kelas kontrol dibelajarkan dengan model
pembelajaran Learning Cycle saja pada materi laju reaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)
Pada materi laju reaksi hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan
model pembelajaran LC dipadu diagram alir lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar dan
kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC saja, 2) Pada materi
laju reaksi terdapat perbedaan hasil belajar yang lebih tinggi pada siswa yang memiliki kemampuan
akademik tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah
dan tidak terdapat perbedaan kemampuan metakognitif yang signifikan antara siswa yang memiliki
kemampuan akademik tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, 3) Pada
materi laju reaksi kualitas proses pembelajaran siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC
dipadu dengan diagram alir dan pembelajaran model LC saja berlangsung dengan baik.
Kata Kunci: Learning Cycle, diagram alir, kualitas proses pembelajaran, hasil belajar, kemampuan
metakognitif
PENDAHULUAN
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari sifat dan
perubahan zat, hukum, dan prinsip yang berkaitan dengan perubahan zat serta teori yang menafsirkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 183
perubahan tersebut (Slaubaugh & Parsons, 1976:2). Menurut Middlecamp dan Kean (1985:9), ilmu kimia
rnenyangkut materi yang amat luas yang terdiri atas fakta, konsep, aturan, hukum, prinsip, teori, dan soal-
soal. Cakupan materi ilmu kimia tersebut sebagian besar terdiri atas konsep yang bersifat abstrak dan
kompleks seperti konsep tentang atom, molekul, ion, ikatan kimia, dan masih banyak yang lain. Di
samping itu, ilmu kimia juga melibatkan hitungan-hitungan yang menggunakan operasi matematis.
Berdasarkan Kurukulum kimia 2006, tujuan mata pelajaran kimia di SMA adalah agar para peserta
didik: a) memperoleh pengalaman dalam menerapkan metoda ilmiah melalui percobaan atau eksperimen,
dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan
instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penapsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara
lisan dan tertulis; dan b) memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya
dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Pencapaian
tujuan pembelajaran tersebut mengacu pada standar yang telah ditetapkan pemerintah melalui
Kemendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP).
Salah satu di antara SKL-SP tersebut menyatakan bahwa lulusan SMA/MA/SMA LB/Paket C mampu
membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif dan inovatif serta
menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Kedua
SKL-SP tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berpikir siswa perlu dirancang dan dilaksanakan
secara terencana melalui pembelajaran.
Untuk menunjang penguasaan materi kimia bagi siswa dan pencapaian tujuan pembelajaran serta
standar kompetensi lulusan tersebut, seorang guru dalam menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran, perlu memperhatikan kemampuan awal (kemampuan akademik siswa). Secara alami dalam
suatu kelas kemampuan akademik siswa bervariasi. Nasution (2000) menyatakan, kemampuan akademik
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Kemampuan akademik
siswa berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu,
diperlukan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa yang berbeda
kemampuannya (Suratno, 2009). Dalam penelitian ini kemampuan akademik siswa terbagi dalam 2
kelompok, yaitu kemampuan akademik tinggi dan kemampuan akademik rendah. Pengelompokkan ini
berdasarkan pada nilai Indeks Prestasi Komulatif (IPK) rapor semua mata pelajaran semester tiga.
Berdasarkan standar kompetensi lulusan satuan pendidikan salah satu kemampuan berpikir yang
menjadi tujuan pembelajaran kimia di SMA adalah kemampuan berpikir kristis. Kemampuan metakognitif
merupakan bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis (higher order and critical
thinking). Menurut Eggen dan Kauchak (1996), kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis
mencakup empat macam kemampuan, salah satu diantaranya adalah kemampuan metakognitif
(metacognition). Selanjutnya menurut Eggen & Kauchak (1996) dan DeGallow (1991), contoh high order
and critical thinking skill adalah memecahkan masalah dan kemampuan metakognitif. Kemampuan
metakognitif penting dimiliki siswa, karena kemampuan ini berkaitan dengan strategi bagaimana
seseorang belajar atau learning how to learn dan thinking about thinking (Slavin, 1995; Livingston,
1997).
Temuan Hollingworth dan McLoughlin (2001) menunjukkan bahwa sains sangat potensial untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan metakognitif siswa apabila strategi
pembelajarannya dirancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan siswa secara proaktif melakukan
pemecahan masalah dan mengembangkan metakognisi, terutama dalam bentuk mencoba dan menguji
strategi-strategi mereka sendiri selama proses pemecahan masalah.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa sains (kimia) dipandang potensial digunakan sebagai bahan
kajian untuk meningkatkan kemampuan anak memecahkan masalah dan juga kemampuan metakognitif
siswa, selain kualitas proses dan hasil belajar kimia itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan apabila
model dan strategi pembelajarannya dirancang sedemikian rupa yaitu dengan menggunakan alternatif
model pembelajaran konstruktivis yang dinilai potensial dan persiapan pembelajaran yang dirancang
secara tepat oleh pengajar, sehingga memungkinkan siswa secara proaktif melakukan pemecahan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 184
masalah dan mengembangkan metakognisi, terutama dalam bentuk mencoba dan menguji strategi-
strategi mereka sendiri selama proses pemecahan masalah.
Dalam rangka peningkatan kualitas proses, kemampuan penguasaan konsep kimia yang diukur dari
hasil belajar, peningkatan pemecahan masalah dan kemampuan metakognitif siswa SMA, beberapa
alternatif model dan strategi pembelajaran konstruktivis dinilai sangat potensial. Model dan strategi
pembelajaran ini perlu dicoba diimplementasikan guru mata pelajaran kimia. Salah satu dari model
pembelajaran yang potensial tersebut adalah model pembelajaran Learning Cycle (LC). LC merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dengan jalan berperanan aktif. Menurut Hudojo
(2001) dalam Dasna (2007), implementasi LC dalam pembelajaran sesuai pandangan konstruktivis
yaitu: (1) Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan
berpikir; (2) Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa; dan (3) Orientasi
pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. Pada penelitian
ini, peneliti menggunakan LC 5 fase. Tahap-tahap LC 5 fase (Lorsbach, 2002), yaitu (1) Engagement
(fase mengajak), (2) Exploration (fase menggali), (3) Explanation (fase menjelaskan), (4) Elaboration (fase
aplikasi), dan (5) Evaluation (fase evaluasi).
Hasil penelitian terkait penerapan LC dalam pembelajaran kimia dilakukan oleh Stuessy dan Metty
(2007), menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran LC mampu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran dalam kelas dan hasil belajar serta kemampuan laboratorium siswa. Widayanti (2010)
menyatakan bahwa pengelompokan siswa berdasarkan gaya belajar dan multiple intelligences pada model
pembelajaran LC berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar dan kemampuan higher order
thinking siswa pada materi laju reaksi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru kimia di SMA Negeri 2 Malang, yang juga
merupakan guru project piloting kerjasama FMIPA-UM dengan IMSTEP JICA, ditemukan kendala dalam
implementasi model pembelajaran LC, yakni memerlukan waktu lebih panjang bila dibandingkan model
ceramah. Hal tersebut juga dipertegas oleh Soebagio (2000), Kartini dan Budiasih ( 2003) bahwa salah satu
kelemahan LC adalah memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan
melaksanakan pembelajaran. Selaras dengan hal tersebut Dahar (1988) (dalam Jelita, 2003),
mengemukakan bahwa di lapangan masih banyak guru dan siswa mengalami hambatan dalam melakukan
eksperimen. Hambatan yang sering terjadi pada guru adalah bahwa waktu yang diperlukan untuk
melakukan eksperimen tidak cukup. Padahal belum semua guru memahami pendekatan keterampilan
proses, sehingga menyebabkan siswa kurang mampu melakukan eksperimen. Nakhleh (1994) dan
Johnstone (1997) menyatakan bahwa ketidakmampuan siswa tersebut mungkin disebabkan siswa kurang
memiliki persiapan yang cukup sebelum melakukan eksperimen, khususnya kurangnya konsep dasar
(pengetahuan awal) yang dimiliki siswa. Menurut Friedler dan Tamir (dalam Nakhleh, 1994), kurangnya
konsep dasar yang dimiliki siswa dapat menyebabkan siswa kurang dapat memahami prosedur kerja dan
kurang dapat menghubungkan pengetahuan awal yang dimilikinya dengan konsep-konsep yang
dieksperimenkan. Kualitas proses/keterampilan proses mungkin dapat dilakukan secara lebih baik apabila
sebelum eksperimen siswa diminta untuk membuat diagram alir (flow diagram). Dengan melihat
kelebihan-kelebihan pada diagram alir yang dibuat oleh siswa, maka hal tersebut diduga mampu menutupi
kekurangan model pembelajaran LC dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Diagram alir (flow diagram) adalah suatu rangkaian yang memperlihatkan urutan suatu proses atau
hubungan beberapa prosedur yang menggambarkan tahapan-tahapan dari suatu prosedur kerja menjadi
suatu keutuhan menuju penyelesaian suatu pekerjaan. Rangkaian tersebut berupa gambar-gambar
sederhana dalam suatu aliran yang sesuai dengan tahapan-tahapan. Tahapan tersebut ditulis dengan arah
sesuai tanda panah yang diikuti dengan kata-kata yang dilengkapi dengan keterangan (Mngomezulu, 1993).
Dengan demikian pembelajaran menggunakan diagram alir dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam sehingga hasil belajar siswa diharapkan meningkat.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 185
Diagram alir yang dikembangkan memiliki keunggulan karena pembelajaran tidak hanya
menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi memaksimalkan kegiatan laboratorium, dan proses
pemahaman mengembangkan latihan berpikir (kemampuan metakognisi) kimia siswa (Davidowitz dan
Rollnick, 2001).
Penelitian yang menggunakan diagram alir telah dilakukan oleh Kartini (2007) yang menerapkan LC
dan diagram alir pada konsep stoikhiometri larutan dan larutan penyangga. Hasil penelitian ini melaporkan
bahwa hasil belajar (ranah kognitif, afektif dan psikomotorik) siswa memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan dengan pembelajaran dengan LC saja. Johnstone (1997), Bucat dan Shand (1996), dan
Mngomezulu (1993), serta Davidowitz dan Rollnick (2001) melaporkan bahwa penggunaan diagram alir
dalam kegiatan laboratorium dapat meningkatkan keterampilan berpikir (keterampilan metakognisi) siswa,
pemahaman konsep kimia serta dapat menghubungkan eksperimen dengan konsep-konsep yang sudah
dimiliki sebelumnya. Selanjutnya Davidowitz dan Rollnick (2005) dari hasil penelitiannya tentang skema
analisa diagram alir menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu menggambarkan diagram alir yang
menunjukkan fakta proses dan mengetahui konsep bagaimana alat-alat bekerja, digunakan untuk
mengelompokkan tingkatan siswa dari pemahaman praktik siswa secara manual dan dapat digunakan
sebagai alat pembelajaran serta bagian dari sesi penilaian.
Pada paragraf pertama menyatakan bahwa cakupan materi ilmu kimia sebagian besar terdiri atas
konsep yang bersifat abstrak dan kompleks serta melibatkan hitungan-hitungan yang menggunakan operasi
matematis. Kombinasi dari sifat-sifat ilmu kimia yang abstrak dan perhitungan-perhitungan matematis
menjadikan ilmu kimia sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Dalam
mempelajari konsep-konsep yang abstrak tersebut diperlukan kemampuan intelektual yang relatif tinggi,
yaitu kemampuan berpikir formal yang dimiliki oleh individu yang telah mencapai tingkat operasi formal
berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget (Beistel 1975, Wiseman, 1981, dan Herron, 1975). Siswa
yang telah mencapai tingkat berpikir formal secara langsung akan memiliki kecerdasan yang tinggi dan
dengan tingkat kecerdasan yang tinggi tersebut maka prestasi siswa juga akan meningkat sebagaimana
dinyatakan oleh Winkel (1987) bahwa faktor intelek sangat besar perannya terhadap tinggi rendahnya
prestasi belajar. Permasalahannya adalah tidak semua siswa yang mempelajari konsep-konsep dasar ilmu
kimia mencapai tingkat berpikir formal. Mc Kinnon dan Renner, Kolodiy, et al., Haley dan Good (dalam
Good, et al., 1979: 428) melaporkan bahwa sebagian besar siswa sekolah menengah dan mahasiswa yang
mempelajari sains belum mencapai tingkat berpikir formal. Belum tercapainya tingkat berpikir formal oleh
siswa dan mahasiswa memungkinkan timbulnya kesulitan dalam menguasai konsep-konsep dasar ilmu
kimia (Wiseman, 1981: 484).
Salah satu materi ilmu kimia di Sekolah Menengah Atas adalah laju reaksi. Pokok bahasan laju
reaksi terdiri atas molaritas, konsep laju reaksi, orde reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi,
teori tumbukan dan penerapan laju reaksi. Materi laju reaksi melibatkan konsep yang sulit karena untuk
mempelajari konsep tersebut membutuhkan kemampuan menjelaskan definisi dan rumus laju reaksi,
menghitung laju reaksi berdasarkan data konsentrasi, menentukan orde reaksi, serta memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Reaksi kimia yang terjadi pada materi ada yang berlangsung
cepat dan ada yang berlangsung lambat. Sebelum mengetahui prinsip laju reaksi, bagaimana mengontrol
laju reaksi maka terlebih dahulu siswa memahami konsep laju reaksi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Brady (1990:619) bahwa memahami laju reaksi kimia merupakan hal yang sangat penting agar dapat
mengontrol bagaimana laju reaksi terjadi pada materi, akan tetapi masih banyak siswa yang kurang
memahami konsep laju reaksi pada khususnya dan konsep kimia pada umumnya.
Hasil penelitian Maysara (2006:78-80), dan Sadiyah (2003:56) di SMAN 2 Malang menyatakan
bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep laju reaksi terutama materi
yang melibatkan perhitungan dan analisis yang tinggi yaitu pada sub pokok bahasan persamaan laju
reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, teori tumbukan dan penerapan laju reaksi;
penguasaan konsep terhadap materi laju reaksi siswa SMAN 2 Malang masih sangat rendah serta masih
ada sebagian siswa yang merasa kesulitan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi laju
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 186
reaksi. Selanjutnya, Cakmakci, Donnelly & Leach (2003) menemukan bahwa salah satu kesulitan utama
siswa adalah menjelaskan hubungan antara laju reaksi dengan waktu dan siswa gagal dalam
menggambarkan grafik hubungan antara keduanya. Kesulitan tersebut bersumber pada karakteristik
konsep-konsep dalam materi laju reaksi yang pada umumnya merupakan konsep-konsep yang abstrak
dan melibatkan perhitungan-perhitungan kimia yang cukup sulit serta siswa harus memahami konsep
lain yang mendasarinya seperti stoikiometri dan konsentrasi.
Materi laju reaksi memiliki kesesuaian dan kecocokan jika diajarkan dengan pembelajaran Learning
Cycle. Hal ini disebabkan karena pembelajaran Learning Cycle sangat cocok digunakan dalam
mengajarkan materi yang banyak melibatkan konsep (Lawson, 1989). Dalam pembelajaran Learning Cycle
aktivitas pembelajarannya lebih banyak ditentukan oleh siswa, sehingga diharapkan siswa lebih aktif dan
banyak terlibat dalam proses belajar. Di samping itu dalam proses pembelajaran untuk setiap fasenya dapat
dilalui apabila konsep pada fase sebelumnya sudah bisa dipahami, yang mana setiap fase yang baru dan
fase sebelumnya saling berkaitan. Dengan penerapan pembelajaran Learning Cycle yang dipadukan dengan
diagram alir pada materi laju reaksi diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik terhadap kualitas
proses, hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan hasil belajar dan kemampuan metakognitif antara
siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu diagram alir dibandingkan dengan siswa
yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC saja pada materi laju reaksi, 2) perbedaan hasil belajar
dan kemampuan metakognitif antara siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dengan siswa yang
memiliki kemampuan akademik rendah pada materi laju reaksi, 3) pengaruh interaksi model pembelajaran
LC dipadu diagram alir dengan kemampuan akademik terhadap hasil belajar dan kemampuan metakognitif
siswa pada materi laju reaksi, 4) kualitas proses pembelajaran siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran LC dipadu dengan diagram alir dan pembelajaran model LC saja pada materi laju reaksi, dan
5) persepsi siswa terhadap implementasi pembelajaran model LC dipadu dengan diagram alir.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif
dan eksperimen semu (quasi eksperimen) yaitu perlakuan diberikan pada variabel bebas untuk menentukan
pengaruhnya pada variabel terikat, tetapi variabel-variabel yang berpengaruh tidak dapat dikontrol dengan
ketat (Wiersman, 1991). Rancangan eksperimen semu pada penelitian ini menggunakan rancangan
faktorial 2x2, yang mengandung arti bahwa variabel pertama memiliki 2 tingkatan dan variabel kedua
juga memiliki 2 tingkatan.
Sampel dalam penelitian ini di ambil dari siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Malang Tahun
Pelajaran 2010/2011. Pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive random
sampling, memilih 2 kelas, yaitu kelas XI-A1 dengan jumlah 32 siswa dan kelas XI-A2 dengan jumlah 32
siswa. Pemilihan 2 kelas tersebut sebagai sampel penelitian dengan mempertimbangkan karakteristik
(kemampuan akademik berdasarkan IPK dari nilai rapor semester tiga) yang hampir sama menurut
informasi dari sekolah tempat penelitian. Kelas XI-A1 diajar dengan model pembelajaran LC dipadu
Diagram Alir sebagai kelas eksperimen dan kelas XI-A2 diajar dengan model pembelajaran LC saja
sebagai kelas kontrol.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen perlakuan dan
instrumen pengukuran. Instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran yang digunakan baik di
kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Instrumen perlakuan berupa silabus, RPP (rencana pelaksanaan
pembelajaran) dan LKS (lembar kerja siswa) sedangkan instrumen pengukuran yang digunakan terdiri
dari empat jenis, yaitu (l) instrumen penilaian hasil belajar (penilain kognitif, psikomotorik, dan afektif),
dimana penilaian kognitif yang berupa tes akan digunakan untuk mengukur variabel terikat (variabel
penelitian yang memperoleh dampak langsung dari perlakuan dan yang diperlukan sebagai unit analisis
utama), (2) instrumen untuk mengukur kualitas proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan berupa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 187
pedoman observasi, dokumentasi dan hasil diskusi dari LKS untuk melihat kualitas proses pembelajaran.
(3) instrumen persepsi siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang
telah diterapkan dengan menggunakan angket dengan skor berdasarkan Pengukuran Skala Likert, dan (4)
kuesioner inventori, digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan metakognitif siswa yang
diukur dengan lembar kuesioner MAI-Jr.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh 2 orang observer yang bertugas
untuk mengamati aktivitas siswa dalam lembar observasi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung
dan 1 orang untuk mengumpulkan dokumentasi. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan (pengumpulan data) dengan langkah-langkah
sebagai berikut: 1)Tahap persiapan yang terdiri dari: a) Menyusun proposal penelitian, b) Mempersiapkan
instrument penelitian, c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa
(LKS), instrumen untuk menilai hasil belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, lembar observasi
kualitas proses pembelajaran, angket persepsi siswa, dan kuesioner kemampuan metakognitif siswa, d)
Mengurus surat izin penelitian, e) Mengatur jadwal pengumpulan data, f) Menentukan kelompok kelas
eksperimen dan kelompok kelas kontrol sebagai sampel secara acak berdasarkan kemampuan awal, dan g)
Dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan tentang kemampuan awal siswa dari nilai rapor semester
tiga kelas XI yang digunakan untuk mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan akademik
tinggi dan rendah; 2) Tahap pelaksanaan yang terdiri dari: a) Melakukan ujicoba instrumen, b) Melakukan
pretes, digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi laju reaksi sebelum penelitian
dilakukan. Di samping itu sebelum penelitian dilaksanakan diberikan juga kuesioner kemampuan
metakognitif pada siswa, c) Melaksanakan kegiatan pembelajaran kimia pada materi laju reaksi dengan
pembelajaran model LC dipadu diagram alir pada kelas eksperimen dan model pembelajaran LC saja pada
kelas control, d) Mengamati kegiatan siswa (pengamatan aspek afektif dan aspek psikomotorik) dan
keterlaksanaan pembelajaran oleh dua orang pengamat dengan lembaran observasi untuk kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, e) Pengambilan dokumentasi selama proses pembelajaran pada pokok
bahasan Laju Reaksi berlangsung oleh satu orang pengamat, f) Melakukan pascates, dimana pascates
digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran
materi laju reaksi. Siswa diberikan lagi kuesioner kemampuan metakognitif dan angket persepsi setelah
seluruh kegiatan pembelajaran berakhir dan setelah pascates dilakukan, g) Mengumpulkan data yang
diperoleh, dan h) Menganalisis data dan penulisan laporan.
Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistik kovarian
(anakova). Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan proses pembelajaran, penilaian
psikomotorik dan afektif siswa. Persepsi siswa tentang model pembelajaran juga akan dianalisis secara
deskriptif sedangkan analisis statistik yang digunakan adalah uji prasyarat analisis data, dan uji hipotesis
dengan anakova.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL BELAJAR KOGNITIF
Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Kognitif
Strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pendidikan, dan hal ini
sangat tergantung pada kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran. Model pembelajaran LC
dipadu diagram alir sebagai model pembelajaran konstruktivis dianggap potensial dalam meningkatkan ha-
sil belajar siswa.
Model pembelajaran yang tepat sangat diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan ha-
sil analisis anakova menunjukkan model pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar kogni-
tif siswa dengan F
h
=7.160, p < 0.05. Adanya pengaruh signifikan dapat diartikan bahwa perbedaan hasil
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 188
belajar kognitif siswa sebagai akibat penerapan model pembelajaran yaitu model pembelajaran LC dan
model pembelajaran LC dipadu diagram alir. Perbedaan hasil belajar kognitif siswa sebagai akibat dari
penerapan model pembelajaran sesuai dengan pendapat Arend (2007) yang menyatakan bahwa model atau
strategi pembelajaran dapat membantu siswa mendapatkan informasi baru, mempelajari berbagai keteram-
pilan penting dan memikirkan serta memperoses informasi yang sudah diperoleh.
Perbedaan hasil belajar tersebut tergambar dari adanya perbedaan rata-rata skor hasil belajar kognitif
siswa dari hasi uji lanjut. Rata-rata skor terkoreksi hasil belajar kognitif siswa yang diajar dengan model LC
dipadu diagram alir adalah lebih tinggi 6.3% dari skor rata-rata terkoreksi hasil belajar kognitif siswa yang
diajar dengan model LC saja pada materi laju reaksi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelum-
nya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mngomenzulu (1993), Davidowitz dan Rollnick (2001),
Davidowitz, dkk (2001), Jelita (2003), Sarman (2007), dan Kartini (2007). Semua penelitian yang dilaku-
kan peneliti tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan melibatkan pembuatan diagram alir dapat
meningkatkan hasil belajar (pemahaman konsep) siswa dalam pembelajaran kimia. Pembelajaran dengan
model LC dipadu diagram alir, terbukti meningkatkan pemahaman konsep siswa yang ditandai dengan ke-
berhasilan siswa menghasilkan produk berupa diagram alir.
Pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir yang telah dilakukan mampu menjembatani
tingkat kerumitan konsep yang ada dalam materi laju reaksi. Hal ini khususnya tampak dengan adanya ke-
sempatan siswa memahami prosedur kegiatan dengan cara membuat urutan kerja dalam bentuk diagram
alir dengan cara optimalisasi kreativitas siswa dalam kelompok masing-masing. Rangkaian kata-kata atau
ide-ide yang disampaikan oleh siswa dalam diagram alir mencerminkan suatu kegiatan proses kerja. Ga-
gasan-gagasan atau ide-ide ini merupakan pencerminan dari pengetahuan awal yang dimiliki siswa.
Meester dan Maskill (1995) menyatakan dalam membuat diagram alir, siswa akan mempunyai persiapan
awal atau pengetahuan awal sebelum melakukan kegiatan laboratorium. Masalah penyiapan kegiatan
praktikum dengan mempertimbangkan siswa akan masuk kegiatan laboratorium dapat berfungsi sebagai
advance organizer untuk menyiapkan atau mewaspadakan siswa sehingga menyediakan kerangka kon-
septual yang dapat digunakan oleh siswa untuk memperoleh kejelasan terlebih dahulu mengenai apa yang
akan dipelajari kemudian. Dengan demikian pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir mampu
mempersiapkan siswa sebelum materi pokok laju reaksi diberikan, di mana diagram alir dapat digunakan
sebagai petunjuk persiapan pra laboratorium yang merupakan strategi yang efektif dalam meningkatkan
pemahaman dan hasil belajar siswa di laboratorium.

Pengaruh Kemampuan Akademik terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa
Kemampuan akademik atau pengetahuan awal adalah sebuah proses akumulatif yang meliputi pen-
guasaan pengetahuan baru dan dapat meningkatkan keterampilan yang telah dimiliki. Kemampuan
akademik siswa merupakan bagian dari komponen proses pembelajaran yang harus diperhatikan oleh
tenaga pendidik. Hasil analisis anakova menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kemampuan
akademik dengan hasil belajar kognitif siswa, yaitu F
hitung
= 4.063, p< 0.05. Dari hasil uji lanjut dengan uji
Least Significant Difference (LSD) pada level signifikansi 0.05 diperoleh rata-rata skor terkoreksi pada
siswa akademik tinggi adalah 80.7 sedangkan skor rata-rata terkoreksi siswa akademik rendah adalah 77.1.
Berdasarkan skor rata-rata terkoreksi tersebut dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata siswa akademik
tinggi lebih tinggi dan berbeda signifikan dengan skor rata-rata hasil belajar kognitif siswa akademik ren-
dah. Hasil penelitian ini sejalan dengan Cottrell dan McNamara (2002) yang melaporkan bahwa dengan
menerapkan pengetahuan awal dapat meningkatkan pemahaman sains dengan F
hitung
= 1.140, Beta=0.21, p
< 0.05 dan Brand (1987) telah melaporkan bahwa siswa bervariasi perolehannya dalam pembelajaran seir-
ing dengan meningkatnya tingkat kemampuan akademik. Selanjutnya menurut hasil penelitian Sarman
(2007) melaporkan bahwa kemampuan awal memberikan pengaruh secara signifikan terhadap pencapaian
hasil belajar. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi telah berhasil menguasai konsep prasyarat pada
materi pokok larutan penyangga.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 189
Temuan penelitian ini mendukung pendapat Guntur et.al. (dalam Lawrence, 1998), yang mengemu-
kakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi pencapaian berpikir tingginya lebih baik
dari pada siswa yang mempunyai kemampuan akademik bawah. Sementara menurut Nasution (2000)
menyatakan, kemampuan akademik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Pernyataan ini mengandung arti bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi
akan memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dari siswa yang berkemampuan akademik rendah. Ander-
son (dalam Nasution, 2000) mengemukakan bahwa apabila siswa memiliki tingkat kemampuan akademik
berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama maka hasil belajar akan berbeda-beda sesuai dengan ting-
katan kemampuannya. Hal ini dapat dijelaskan karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa
dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari, kemampuan akademik yang dimiliki siswa sangat
menentukan keberhasilan dalam menggunakan kognitif tinggi.

Pengaruh Interaksi Model Pembelajaran dan Kemampuan Akademik terhadap Hasil Belajar
Kognitif Siswa
Pembelajaran yang berorientasi peningkatan pemahaman konsep siswa (hasil belajar kognitif) sangat
penting karena dalam tangga belajar menduduki posisi strategis sebagai tonggak untuk memperoleh
wawasan khususnya yang berkaitan dengan konsep-konsep kimia. Pembelajaran yang dimaksudkan adalah
hendaknya perencanaan pembelajaran berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran dengan mem-
pertimbangkan kemampuan akademik siswa (prior knowledge) sehingga berdampak pada pencapaian hasil
belajar siswa yang optimal atau pencapaian ketuntasan belajar. Pencapaian ketuntasan belajar tersebut tidak
terlepas dari kelihaian tenaga pendidik dalam menentukan atau memilih model pembelajaran, mengidenti-
fikasi kesesuaian antara model pembelajaran dengan materi pelajaran, kompetensi guru tentang pengem-
bangan dan pendalaman materi, serta pemberdayaan kemampuan akademik siswa.
Dalam penelitian ini ada empat kombinasi yang terjadi yaitu kombinasi pembelajaran model LC saja
siswa berkemampuan akademik tinggi, kombinasi pembelajaran model LC saja siswa berkemampuan
akademik rendah, kombinasi pembelajaran model LC dipadu diagram alir siswa berkemampuan akademik
tinggi, dan kombinasi pembelajaran model LC dipadu diagram alir siswa berkemampuan akademik rendah.
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan anakova diperoleh bahwa interaksi model LC dipadu
diagram alir dengan kemampuan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar kognitif
siswa. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara model pembelajaran LC dipadu diagram alir dengan
kemampuan akademik saling melemahkan sehingga interaksinya tidak memberikan pengaruh terhadap ha-
sil belajar kognitif siswa.
Meskipun hasil anakova menunjukkan pengaruh tidak signifikan dari interaksi model pembelajaran
dengan kemampuan akademik terhadap hasil belajar kognitif siswa, perlu diungkap hasil belajar kognitif
pada kombinasi dalam interaksi tersebut untuk mengetahui posisi masing-masing interaksi model pembela-
jaran dengan kemampuan akademik dalam meningkatkan hasil belajar kognitif.
Hasil uji LSD rata-rata skor terkoreksi hasil belajar kognitif menunjukkan interaksi model pembela-
jaran LC dipadu diagram alir kemampuan akademik tinggi dan model pembelajaran LC dipadu diagram alir
kemampuan akademik rendah tidak berbeda nyata terhadap hasil belajar kognitif (Tabel 1). Artinya model
pembelajaran LC dipadu diagram alir dapat diaplikasikan pada siswa dengan kemampuan akademik tinggi
maupun kemampuan akademik rendah untuk meningkatkan hasil belajar kognitif. Model pembelajarn LC
dipadu diagram alir tidak sekedar handal dalam meningkatkan hasil belajar kognitif pada kemampuan
akademik tinggi namun juga handal pada kemampuan akademik rendah. Model pembelajaran LC dipadu
diagram alir mampu membantu siswa kemampuan akademik rendah meningkatkan hasil belajar kognitif
mendekati kemampuan akademik tinggi.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 190
Tabel 1 Ringkasan Hasil Uji Lanjut Pengaruh Interaksi Model Pembelajaran dan Kemampuan
Akademik terhadap Hasil Belajar Kognitif
MODEL Akademk CODE PRE PASCA SELISIH PASCOR Notation
1=LC Rendah 1 38,9 75,1 36,2 75,0 a
1=LC Tinggi 2 38,6 78,2 39,6 78,1 a
2=LC+Diagram
Alir Rendah 3 32,8 78,9 46,1 79,3 a b
2=LC+Diagram
Alir Tinggi 4 38,5 83,5 45,0 83,4 b
HASIL BELAJAR RANAH AFEKTIF
Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya ter-
hadap pelajaran, etika dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinan dalam mengikuti pelajaran lainnya
(Sagala, 2010). Selain itu tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial (Sudjana, 2009).
Hasil belajar ranah afektif dalam penelitian ini diperoleh dari dua aspek yaitu (1) hasil belajar afektif
aktivitas siswa dalam kerja kelompok dalam proses pembelajaran, dan (2) hasil angket persepsi diberikan
setelah proses pembelajaran dan pascates dilakukan.
HASIL BELAJAR RANAH AFEKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Berdasarkan hasil observasi penilaian afektif siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, si-
kap siswa selama proses belajar menunjukkan kriteria sangat berminat, bahwa hasil belajar ranah afektif
siswa kelas eksperimen memperoleh skor rata-rata 85.9 dan kelas kontrol memperoleh skor rata-rata 81.8.
Hal tersebut juga memberikan gambaran bahwa siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat ber-
interaksi dengan temannya dalam kelompok, kerjasama siswa dalam kelompok, keseriusan siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dan keefektifan menggunakan waktu dalam kerja kelompok un-
tuk menyelesaikan masalah. Dengan pembelajaran ini siswa merasa tertantang untuk berperan serta secara
aktif dalam proses pembelajaran, karena mereka menyadari bahwa belajar berarti usaha untuk mengubah
tingkah laku. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu, tetapi juga berbentuk keterampi-
lan, kecakapan, sikap, pengertian, keseriusan, harga diri serta watak dan penyesuaian diri.
PERSEPSI SISWA
Persepsi siswa dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan responden (siswa) terhadap proses pembe-
lajaran. Dalam hal ini, ada tujuh variabel yang diukur. Skor rata-rata untuk ketujuh variabel tersebut diper-
lihatkan dalam Gambar 1 yang menampilkan persepsi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
LC dipadu diagram alir memperoleh skor 3.8 dengan persentase 76.0% dengan enam variabel berkriteria
positif dan satu variabel berkriteria sangat positif. Berdasarkan data tersebut secara umum siswa memberi-
kan persepsi positif (setuju) terhadap pembelajaran LC dipadu diagram alir pada materi laju reaksi. Semen-
tara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC memperoleh skor rata-rata persepsi 3.5 dan
dengan persentase 70.0% dan semua variabel berkriteria positif. Berdasarkan data tersebut secara umum
siswa memberikan persepsi positif (setuju) terhadap pembelajaran LC pada materi laju reaksi.
Perbedaan persentase persepsi siswa terlihat pada Gambar 1 dimana pada masing-masing variabel
menunjukkan siswa yang dibelajarkan dengan model LC dipadu diagram alir memperoleh persentase lebih
tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan model LC, terutama dalam kemudahan siswa memahami materi
pelajaran, senang belajar dan termotivasi untuk menyelesaikan soal. Siswa merasa dilibatkan secara aktif
dalam memperoleh konsep, siswa diberi kesempatan untuk belajar memperoleh konsep, sehingga dapat
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 191
memudahkan pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari. Di samping itu, ada kegiatan yang meli-
batkan siswa bekerja secara mandiri dan kelompok, sehingga siswa merasa bertanggung jawab dengan apa
yang dikerjakan sehingga memungkinkan siswa untuk bekerja secara sungguh-sungguh.

Gambar 1 Persentase Persepsi Siswa
HASIL BELAJAR RANAH PSIKOMOTORIK
Hasil belajar ranah psikomotor merupakan perpaduan dari persiapan yang dilakukan siswa sebelum
melakukan kegiatan eksperimen dan penilaian terhadap kinerja siswa pada saat eksperimen di laborato-
rium. Aspek yang dinilai pada kegiatan laboratorium meliputi cara memasukkan larutan ke dalam tabung
reaksi, cara mengukur larutan dalam gelas ukur, ketelitian dan kecermatan dalam pengamatan, kerjasama
dalam melakukan praktikum, dan membersihkan alat dan tempat praktikum sebelum dan sesudah prakti-
kum dengan skor minimal adalah satu dan skor maksimal adalah dua yang diberikan oleh pengamat.
Berdasarkan hasil belajar ranah psikomotorik, keterlaksanaan dari aspek yang berkaitan dengan ket-
erampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah siswa menerima pengalaman tertentu, menunjukkan
bahwa rata-rata hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen 85.7 dan kelas kontrol 81.0, terdapat perbe-
daan hasil belajar psikomotorik antara siswa yang dibelajarkan dengan model LC dipadu diagram alir den-
gan siswa yang dibelajarkan dengan model LC pada kelas XI IPA SMAN 2 Malang pada materi laju reaksi.
Hal ini terjadi karena siswa yang dibelajarkan dengan model LC dipadu diagram alir siswa aktif se-
lama proses pembelajaran berlangsung. Siswa diberikan kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pengeta-
huan dibenak mereka, mereka belajar secara mandiri dan mengembangkan konsep yang telah didapatkan
pada alur pikir yang benar. Keaktifan siswa terlihat dari sebelum proses pembelajaran, siswa nampak ber-
tanggung jawab pada pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran keaktifan siswa meningkat dengan ak-
tifnya siswa menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menanggapi jawaban teman. Dengan bertanya
siswa dapat menggali informasi , mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui dan mengarahkan pada aspek
yang belum diketahui. Hal ini terjadi karena tingkat persiapan yang dilakukan siswa sebelum melakukan
kegiatan eksperimen dan kinerja siswa pada saat eksperimen di laboratorium pada kelas eksperimen lebih
baik bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Johnston (1997) mengatakan bahwa kegiatan laboratorium
adalah bagian dimana siswa-siswa memperoleh informasi yang melewati batas pengalaman. Jika siswa-
siswa tidak disiapkan sebelum kegiatan laboratorium, mereka tidak mungkin mampu memahami prosedur
yang diberikan dengan baik.
KEMAMPUAN METAKOGNITIF
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 192
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF
Berdasarkan hasil analisis anakova menunjukkan model pembelajaran berpengaruh signifikan terha-
dap kemampuan metakognitif siswa dengan F
h
=12.035, p < 0.05 yaitu 0.001. Adanya pengaruh signifikan
dapat diartikan bahwa perbedaan kemampuan metakognitif siswa sebagai akibat penerapan model pembe-
lajaran yaitu model pembelajaran LC dan model pembelajaran LC dipadu diagram alir.
Perbedaan kemampuan metakognitif tersebut tergambar dari adanya perbedaan rata-rata skor terko-
reksi kemampuan metakognitif siswa dari hasi uji lanjut. Rata-rata skor terkoreksi kemampuan metakogni-
tif siswa model LC dipadu diagram alir adalah lebih tinggi 3.9% dari skor rata-rata terkoreksi kemampuan
metakognitif siswa model LC pada materi laju reaksi, tetapi peningkatan ini belum sampai pada peningka-
tan pada kategori berkembang sangat baik. Pada penelitian ini rata-rata skor kemampuan metakognitif pre-
tes dan pascates siswa pada semua kelompok subyek termasuk kategori berkembang baik. Kelompok
tersebut yaitu model pembelajaran LC, model LC dipadu diagram alir, kemampuan akademik tinggi, ke-
mampuan akademik rendah, interaksi LC-AT, interaksi LC-AR, interaksi LC dipadu diagram alir-AT, dan
interaksi LC dipadu diagram alir-AR, terlihat pada Tabel 2. Kelas yang dibelajarkan dengan model LC di-
padu diagram alir dan kelas yang dibelajarkan dengan LC saja sama-sama menunjukkan kategori berkem-
bang baik, hal tersebut disebabkan karena kedua model tersebut sama-sama sebagai model pembelajaran
inovatif, dimana siswa dilibatkan secara aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Ber-
dasarkan hasil wawancara dengan Corebima (2011) yang merupakan dosen biologi dan pakar dalam
bidang tersebut, bahwa dari hasil penelitian yang dikumpulkan sebanyak 80 penelitian menunjukkan rata-
rata skor kemampuan metakognitif pretes dan pascates siswa pada semua kelompok subyek termasuk kate-
gori di bawah berkembang baik dan ketiga variabel pembelajaran yang diteliti baik pengaruh
model/strategi, pengaruh kemampuan akademik, dan pengaruh interaksi model/strategi pembelajaran dan
kemampuan akademik tidak signifikan terhadap kemampuan metakognitif. Selanjutnya Corebima berpen-
dapat bahwa hal tersebut disebabkan karena pada semua penelitian tersebut membandingkan antara model
pembelajaran inovatif dengan strategi konvensional, karakter anak didik (populasi) yang ada di Negara kita
yang ditunjukkan pada butir-butir inventori kurang cocok dengan karakter yang ada dengan Negara luar
(Negara asal), dan kurangnya kejujuran siswa dalam menjawab pertanyaan inventori dimana siswa men-
ganggap bahwa skor tertinggi dengan pilihan jawaban SS/Sangat Setuju (skor 4) pada inventori merupakan
nilai paling baik. Kemampuan metakognitif siswa tidak dapat muncul dengan sendirinya tanpa difasilitasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Cao dan Nietfeld (2007) yang menyatakan bahwa metakognisi tidak mun-
cul dengan sendirinya dalam pembelajaran.
Tabel 2 Rata-rata Skor Kemampuan Metakognitif Pretes dan Pascates
No Variabel Pembelajaran Pretes Kategori Pascates Kategori
1 LC 65.8 Bb 70.7 Bb
2 LC + DA 65.7 Bb 73.4 Bb
3 Akademik Tinggi (AT) 65.7 Bb 72.3 Bb
4 Akademik Rendah (AR) 65.8 Bb 71.8 Bb
5 Interaksi LC-AT 66.0 Bb 70.8 Bb
6 Interaksi LC-AR 65.6 Bb 70.6 Bb
7 Interaksi LC + DA-AT 65.5 Bb 73.7 Bb
8 Interaksi LC + DA-AR 65.9 Bb 73.1 Bb
Keterangan:
DA = Diagram Alir
Bb = Berkembang baik

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 193
Perpaduan model pembelajaran LC dengan diagram alir memberikan peluang kepada siswa untuk
mengasah kemampuan berpikir terutama kemampuan metakognitif dalam memecahkan suatu permasala-
han dan latihan-latihan menghadapi masalah kimia dengan bantuan guru sebagai fasilitator dan bantuan
dari teman kelompok. Peningkatan kemampuan metakognitif ini disebabkan adanya keyakinan bahwa ber-
pikir kompleks secara terbimbing akan melatih siswa belajar bermakna, berpikir alternatif, serta reflektif
(Peng, 2004; Arends, 2004). Hal ini dilihat dari langkah-langkah dari pembelajaran model LC yang dipa-
dukan dengan diagram alir dapat memberikan kontribusi untuk memberdayakan kemampuan metakognitif.
Menurut pendapat Dirkes (1985) (dalam Corebima, 2010) bahwa salah satu strategi metakognitif
dasar adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan terdahulu. Dengan begitu, siswa merasa
memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Mengajarkan strategi
metakognitif pada siswa dapat mendorong pemahaman siswa. Siswa dapat berpikir tentang bagaimana
proses berpikirnya dan menerapkan strategi tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit. Hal
ini termasuk membuat pertanyaan dan menjawabnya sendiri, membuat ringkasan, peta konsep tentang ma-
teri yang telah dibaca, atau mengucapkan dengan kata-kata sendiri apa yang telah mereka dengar (Slavin,
1994). Dengan membuat diagram alir di rumah merupakan bentuk tugas yang diberikan guru kepada siswa
sebagai persiapan awal siswa sebelum melakukan praktikum dan presentase diagram alir yang telah dibuat
pada fase kedua dari LC yang berfungsi untuk lebih memberikan pemahaman kepada siswa tentang apa
yang akan dieksperimenkan. Untuk lebih memaksimalkan proses kemampuan berpikir siswa maka model
LC perlu dipadukan dengan diagram alir, dimana semua aktivitas-aktivitas belajar dan aktivitas-aktivitas
mental yang akan dilalui ini telah disediakan pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam LKS semua aktivitas
belajar siswa disusun dalam bentuk kalimat perintah dan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
sedemikian rupa untuk melatih kemampuan berpikir siswa.
Temuan penelitian ini memperkuat pendapat Davidowitz dan Rollnick (2001), bahwa diagram alir
yang dikembangkan memiliki keunggulan karena pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek kog-
nitif saja, tetapi memaksimalkan kegiatan laboratorium, dan proses pemahaman mengembangkan latihan
berpikir (kemampuan metakognisi) kimia siswa. Di samping itu Davidowitz dan Rollnick dalam peneli-
tiannya pada mahasiswa jurusan kimia, melaporkan bahwa pembuatan diagram alir sangat berguna dalam
meningkatkan kemampuan metakognitif pada semua mahasiswa yang dijadikan sebagai sampel penelitian.
PENGARUH KEMAMPUAN AKADEMIK TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kemampuan metakognitif siswa tidak berbeda signi-
fikan antara siswa berkemampuan akademik tinggi dengan siswa yang berkemampuan akademik rendah.
Siswa yang berkemampuan akademik tinggi memperoleh rata-rata skor kemampuan metakognitif yang
hampir sama dengan siswa yang berkemampuan akademik rendah.
Menurut Nur, dkk. (1998) bahwa kebanyakan siswa secara bertahap mengembangkan keterampilan
metakognitifnya dan sebagian yang lain tidak berkembang. Dengan melatihkan strategi metakognitif, siswa
mampu menjadi pebelajar yang mandiri, siswa dapat menumbuhkan sikap jujur dan berani mengakui ke-
salahan membawa kearah peningkatan hasil belajar mereka secara nyata.
Kemampuan akademik siswa yang tidak berbeda secara nyata antara siswa yang mempunyai kemam-
puan akademik rendah dan siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dalam penelitian ini
diduga lebih disebabkan oleh pada saat mengisi kuesioner (inventori) metakognitif, kebanyakan siswa
mengisi sesuai dengan kondisi ideal, tanpa menyesuaikan dengan keadaan diri yang sesungguhnya. Selain
itu dalam mengisi kuesioner relatif cepat, padahal untuk mengisi atau menjawab pertanyaan siswa seharus-
nya melihat atau mencocokan dengan keadaan dirinya yang sesungguhnya, memerlukan pemikiran yang
mendalam dan memerlukan waktu yang lama.
Berdasarkan fakta tersebut di atas maka tujuan yang diharapkan dalam melatihkan strategi metakogni-
tif kepada siswa bisa dikatakan belum tercapai, karena siswa masih belum memiliki kejujuran dan kebera-
nian untuk mengemukakan keadaan diri yang sesungguhnya. Menurut Goleman (2007) bahwa tindakan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 194
pikiran rasional dan tindakan pikiran emosional bersifat saling mempengaruhi dalam membentuk ke-
hidupan mental manusia. Pikiran rasional merupakan model pemahaman yang lazimnya disadari, lebih
menonjol kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati, dan merefleksi. Selanjutnya, bersamaan
dengan itu ada sistem pemahaman yang lain impulsive dan berpengaruh besar yaitu pikiran emosional.
Pikiran emosional munculnya jauh lebih cepat tetapi ceroboh, sehingga mampu mengesampingkan pikiran
hati-hati dan analitis.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2008) dan Karmana
(2010), yang melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara siswa berkemampuan akademik
rendah dengan siswa berkemampuan akademik tinggi terhadap kesadaran atau keterampilan metakognitif.
Namun temuan penelitian yang dilakukan Sarman (2007) pada jurusan kimia, melaporkan bahwa kemam-
puan awal atau kemampuan akademik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan ber-
pikir kritis. Kemampuan metakognitif merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Eggen & Kauchak, 1996).
Hasil penelitian ini kurang mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Coutinho (2007), bahwa
siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bagus maka kemampuan metakognisi siswa juga bagus
dan hasil belajar (IPK) siswa juga akan bagus. Selanjutnya hasil penelitian ini juga kurang mendukung teori
yang dinyatakan Dunning, dkk (2003) yang menyatakan bahwa berpikir metakognitif penting dalam bela-
jar dan merupakan penentu penting dalam keberhasilan akademik. Siswa yang memiliki metakognitif yang
bagus memperlihatkan keberhasilan akademik yang bagus pula dibandingkan dengan siswa yang memiliki
metakognitif kurang bagus. Menurut Schraw dan Dennison (1994) mengatakan bahwa siswa yang meng-
gunakan pengetahuan dan pengaturan metakognitif meningkatkan kemampuan akademisnya. Dari pern-
yataan-pernyataan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik
tinggi semestinya memiliki kemampuan metakognitif yang lebih tinggi dari siswa yang berkemampuan
akademik rendah.
PENGARUH INTERAKSI MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN AKADEMIK TERHADAP
KEMAMPUAN METAKOGNITIF
Hasil uji anakova menunjukkan bahwa interaksi model pembelajaran dengan kemampuan akademik
tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan metakognitif. Interaksi model pembelajaran dengan ke-
mampuan akademik tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan metakognitif siswa sebagai akibat in-
teraksi antara model pembelajaran dengan kemampuan akademik.
Tidak ada perbedaan nyata kemampuan metakognitif siswa sebagai akibat kombinasi model pembela-
jaran dengan kemampuan akademik. Hal ini menunjukkan model pembelajaran LC dipadu diagram alir dan
model pembelajaran LC saja mempunyai potensi setara pada kemampuan akademik tinggi dan kemampuan
akademik rendah dalam meningkatkan kemampuan metakognitif.
PENILAIAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN KIMIA
Dalam penelitian ini kualitas proses pembelajaran diamati menggunakan lembar pengamatan aktivitas
guru dan siswa, dokumentasi, dan hasil diskusi dari LKS selama proses pembelajaran berlangsung. Sesuai
dengan hasil analisis secara deskriptif terhadap kualitas proses pembelajaran materi laju reaksi pada siswa
yang belajar dengan LC dan siswa yang belajar dengan LC dipadu diagram alir sama-sama berlangsung
baik tetapi skor kualitas proses pembelajaran secara umum untuk kelas LC dipadu diagram alir lebih tinggi
dari kelas yang belajar dengan LC saja.
KELAS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 195
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran dengan model LC, bahwa kualitas proses pembelajaran se-
cara keseluruhan berlangsung dengan baik dengan perolehan total rata-rata skor dari tahap kegiatan awal
(pra pembelajaran), kegiatan inti dan kegiatan penutup adalah 3.3 dari skor maksimum 4.0. Aspek kon-
struktivis berlangsung sesuai konsep yang dimulai dengan menggali pengetahuan awal dengan pengumpu-
lan informasi dan ide-ide dengan mengajukan pertanyaan tentang proses aktual dalam kehidupan sehari-
hari atau fenomena yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari, dari pertanyaan tersebut siswa
diajak untuk mengemukakan suatu gagasan atau membuat hipotesis berlangsung dengan baik. Tahap beri-
kutnya adalah siswa menguji prediksi atau hipotesis, siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan
percobaan, melakukan pengamatan, mengumpulkan data, analisis dan interpretasi data serta membuat suatu
kesimpulan dalam kerangka pemikiran membentuk suatu konsep yang semuanya tertuang dalam Lembar
Kerja Siswa (LKS) terlaksana dengan baik pada tahap exploration. Selanjutnya siswa menjelaskan konsep
yang telah diperoleh dengan kalimat sendiri dan membuat kesimpulan kegiatan berlangsung dengan baik.
Pada tahap elaboration dan evaluation siswa menyelesaikan masalah dalam kondisi yang baru berlangsung
dengan baik.
Peningkatan kualitas proses pembelajaran pada penelitian ini juga terlihat pada hasil diskusi dari
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikumpulkan dari pertemuan pertama sampai dengan keenam dan dari
hasil tersebut menunjukkan bagaimana keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran yang berupa keakti-
fan dalam menjawab pertanyaan, bertanya dan menanggapi jawaban teman. Pada penerapan LC lima fase
ini terlihat pada Gambar 2 tentang keaktifan siswa yang semakin meningkat dari pertemuan pertama sam-
pai ke enam. Pada pertemuan kelima dan keenam pada konsep teori tumbukan dan penerapan laju reaksi si-
fat materinya abstrak, sehingga siswa perlu dijelaskan beberapa kali dan menunjukkan sedikit penurunan
perolehan skor pada LKS 5 dan LKS 6.





Gambar 2 Pencapaian Rata-rata Skor Diskusi
KELAS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DIPADU DIAGRAM ALIR
Kelas yang dibelajarkan dengan LC dipadu diagram alir merupakan kelas pembelajaran LC tetapi dia-
gram alir dibuat di rumah sebagai tugas sebelum kegiatan praktikum dilakukan dan dipresentasikan pada
saat proses pembelajarn oleh siswa. Diagram alir yang dikerjakan siswa berfungsi sebagai pengetahuan
awal dan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang apa yang akan di eksperimenkan.
Davidowitz dan Rollnick (2001) mengemukakan bahwa diagram alir merupakan gambaran dari pengeta-
huan awal dan digunakan sebagai persiapan awal untuk melakukan eksperimen. Menurut Ausubel (dalam
Dahar, 1989) pengetahuan awal ini dapat mengarahkan para siswa ke materi-materi yang akan dipelajari
dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam
membantu menanamkan pengetahuan baru. Selanjutnya Ausubel (dalam Nur, 1998) mengemukakan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 196
bahwa pengetahuan awal ini penting dalam mengaitkan konsep yang telah ada pada struktur kognitif siswa
agar terjadi pembelajaran bermakna. Fase-fase pembelajaran LC dipadu diagram alir ini sama dengan fase
pembelajaran kelas LC, dengan menggunakan LKS yang sama, perlakuan yang hampir sama tetapi perbe-
daannya terletak pada fase eksplorasi dimana pada kelas LC dipadu diagram alir sebelum praktikum dimu-
lai siswa mempresentasikan diagram alir yang telah dibuat di rumah.
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir, bahwa kualitas
proses pembelajaran secara keseluruhan berlangsung dengan baik dengan perolehan total rata-rata skor dari
tahap kegiatan awal (pra pembelajaran), kegiatan inti dan kegiatan penutup adalah 3.4 dari skor maksimum
4.0. Angka ini lebih tinggi dibanding kelas yang belajar dengan model LC saja.





Gambar 3 Perbandingan Penilaian Kelas LC dan kelas LC Dipadu Diagram Alir
Gambar 3 memperlihatkan perbandingan skor yang diberikan oleh observer, yang mana proses pem-
belajaran untuk fase exploration, explanation, elaboration, dan evaluation untuk kelas LC dipadu diagram
alir lebih baik dibanding dengan kelas LC saja. Dengan adanya perpaduan model LC dengan diagram alir
membuat kelas lebih siap dalam pembelajaran jika dibandingkan dengan kelas LC saja. Hal ini disebabkan
diagram alir dapat berfungsi sebagai pengetahuan awal dan untuk memberikan pemahaman kepada siswa
tentang apa yang akan di eksperimenkan. Meester dan Maskill (1995) menyatakan dalam membuat dia-
gram alir, siswa akan mempunyai persiapan awal atau pengetahuan awal sebelum melakukan kegiatan la-
boratorium. Ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Johnstone (1997), Bucat dan Shand
(1996), dan Mngomezulu (1993), serta Davidowitz dan Rollnick (2001), bahwa penggunaan diagram alir
dalam kegiatan laboratorium dapat meningkatkan keterampilan berpikir (keterampilan metakognisi) siswa,
pemahaman konsep kimia serta dapat menghubungkan eksperimen dengan konsep-konsep yang sudah di-
miliki sebelumnya.
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa skor rata-rata kualitas proses pembelajaran kelas LC dipadu dia-
gram alir lebih tinggi jika dibandingkan dengan skor rata-rata kualitas proses pembelajaran kelas LC saja,
di samping itu lebih tingginya skor rata-rata kualitas proses pembelajaran kelas LC dipadu diagram alir da-
pat diperoleh dari skor rata-rata hasil diskusi siswa yang ditunjukkan pada Gambar 2 dari LKS pertama
sampai LKS keenam. Hasil diskusi yang dikumpulkan oleh siswa melalui LKS, menunjukkan bagaimana
keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran yang berupa keaktifan dalam menjawab pertanyaan, ber-
tanya dan menanggapi jawaban teman.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 197
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dikemu-
kakan kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1) Pada materi laju reaksi hasil belajar dan kemampuan
metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu diagram alir lebih tinggi di-
bandingkan dengan hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran LC saja, 2) Pada materi laju reaksi terdapat perbedaan hasil belajar yang lebih tinggi pada
siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang memiliki
kemampuan akademik rendah dan tidak terdapat perbedaan kemampuan metakognitif yang signifikan
antara siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan
akademik rendah, 3) Tidak terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran LC dipadu diagram alir dengan
kemampuan akademik terhadap hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa pada materi laju reaksi,
4) Pada materi laju reaksi kualitas proses pembelajaran siswa yang dibelajarkan dengan model pembela-
jaran LC dipadu dengan diagram alir dan pembelajaran model LC saja berlangsung dengan baik, dan 5)
Siswa memberikan persepsi lebih positif (setuju) sebanyak 76.0% terhadap implementasi model pembela-
jaran LC dipadu diagram alir sedangkan persepsi siswa terhadap implementasi model pembelajaran LC
saja memberikan persepsi positif (setuju) sebanyak 70.0%.
SARAN
1. Penerapan model pembelajaran LC dipadu dengan diagram alir ini perlu dilanjutkan pada
pembelajaran kimia khususnya IPA (fisika, kimia, dan biologi) yang banyak melibatkan kegiatan
laboratorium dan dalam penerapan model pembelajaran LC dipadu diagram alir ini perlu
dilengkapi dengan perangkat pembelajaran (silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
lembar kerja siswa (LKS), dan diupayakan adanya teks ajar karena: (a) membantu siswa
meningkatkan keterampilan berpikir (keterampilan metakognitif), (b) membantu siswa
meningkatkan hasil belajar (pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik), dan (c)
menguntungkan bagi siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dan rendah
2. Bagi guru yang akan mengimplementasikan model pembelajaran LC dipadu diagram alir,
hendaknya diawali dengan mengajarkan siswa cara membuat diagram alir pada materi sebelumnya
dan guru juga hendaknya telah menguasai langkah-langkah pembuatan diagram alir.
3. Pemberian angket persepsi dan lembar kuesioner kemampuan metakognitif siswa sebaiknya
dikerjakan di kelas pada saat jam pelajaran berlangsung supaya hasil yang didapatkan tidak bias.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pemberdayaan kemampuan metakognitif siswa pada
konsep-konsep kimia yang lain mengingat penelitian tentang variabel tersebut pertama kali
dilakukan di kimia, dengan mengupayakan inventori kemampuan metakognisi yang terintegrasi
dengan hasil belajar (penguasaan konsep) dalam bentuk rubrik sehingga pengukuran kemampuan
metakognisi siswa menjadi objektif dan tidak bias.
5. Guru hendaknya memanfaatkan kemampuan akademik siswa dalam menyusun kelompok diskusi
agar pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien.
DAFTAR RUJUKAN
Beistel, D.W. 1975. A Piagetian Approach to General Chemistry. Journal of Chemical Education, 52 (3): 151-152.
Bucat, B. & Shand, T. 1996. Thinking Task in Chemistry: Teaching for Understanding. Departement of Chemistry,
Nedlands: Western Australia.
Cakmakci, D., Donnelly, J., & Leach, J. 2003. A cross-sectional study of the understanding of the relationships be-
tween concentration and reaction rate among Turkish secondary and undergraduate students. European Science
Educational Research Association (ESERA) conference.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 198
Cao, L & Nietfeld, J.L. 2007. College Students Metacognitive Awareness of Difficulties in Learning the Class Con-
tent Does Not Automatically Lead to Adjusment of Study Strategies. Australian Journal of Educational & De-
velopmental Psychology. Vol. (7): 31-46.
Corebima, A.D. 2010. Berdayakan Keterampilan Berpikir Selama Pembelajaran Sains Demi Masa Depan Kita.
Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Sains dengan tema Optimalisasi Sains untuk Memberdayakan
Manusia, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Surabaya, 16 Januari.
Cottrell, S.A.& McNamara, D.S. 2002. Cognitive Precursors to Science Comprehension, (Online),
(http://csep.psyc.memphis.edu/cohmetric/cottrell_McNamara_CogSci_final.pdf), diakses 9 Agustus 2010.
Coutinho, S.A. 2007. The Relationship Between Goals, Metacognition, and Academic Success. Research Paper. Edu-
cate, (Online), Vol 7 (1), (http://www.educatejournal.org/), diakses 7 September 2010.
Davidowitz, B. & Rollnick, M. 2001. Effectiveness of Flow Diagrams as a Strategy for Learning in Laboratories. Aus-
tralian Journal of Education in Chemistry. 57: 18-24.
Davidowitz, B. & Rollnick, M. 2005. Development and Application of a Rubric for Analysis of Novice Students
Laboratory Flow Diagrams. International Journal of Science Education. 27(1): 43-59.
Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Ma-
drasah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang.
Eggen, P.D. & Kauchak, D.P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and Thinking Skill. (Third edition).
Boston: Allyn and Bacon.
Fajaroh, F. & Dasna, I.W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Model-Model
Pembelajaran Inovatif. LP3 UM: UM Press.
Good, R, Kromhout, R.A. & Melon, E.K. 1979. Piagets Work and Chemical Education. Journal of Chemical Educa-
tion, 57 (7): 426-430.
Herron, J.D. 1975. Piaget for Chemists Explaining What Good Student Cannot Understand. Journal of Chemical
Education, 52 (3): 146-150.
Hollingworth, R.W. and McLoughlin, C. 2001. Developing Science Students Metacognitive Problem Solving Skills.
Australian Journal of Educational Technology, 17(1).
Johnstone, A.H. 1997. ChemistryTeaching-Science or Alchemy? Journal of chemical Education, 76(3): 262-268.
Kean, E & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar.Jakarta:
Gramedia.
Lawson, A.E. 1989. A Theory of Instruction: Using The Learning Cycle to Teach Science Concepts and Thinking
Skills. NARST Monograph, Number One.
Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview, (Online), (http: //www. gse. buffalo. Edu/fas/-shuell/Cep 514/-
Metacog. htm), diakses 10 Juni 2010.
Lorsbach, A.W. 2002. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science
Instruction. (Online),
(http: //www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.html),diakses 5 Agustus 2010).
Meester, M.A.M. & Maskill, R. 1995. First Year Chemistry Practicals at Universities in England and Wales: Aims and
the Scientific Level of Experiments. International Journal of Science Education, 17(5): 575-588.
Mngomezulu. 1993. Use of a Flow Diagram to Do Practical Work. Paper Presented at the 15 th National Conventa-
tion of Mathematic and Natural Science Education. South Africa: University of Arrange Free State.
Nakhleh, B.M. 1994 Chemical Education in the Laboratory Environment. Journal of Chemical Education, 71(3): 201-
205.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Schraw, G. & Denninson, R.S. 1994. Assesing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psychology, 19:
460-475, (Online), (http://literacy.kent.edu/ohioeff/resources/06newsMetacognition.doc), diakses 20 Juli 2010.
Slabaugh, W.H. & Parsons, T.D.1976. General Chemistry. 3
rd
Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning, 2
nd
. Ed. Boston: Allyn and Bacon.
Soebagio, Rukmini, Widayati, N.S., Suryadharma, I.B. 2000. Penggunaan Siklus Belajar dan Peta Konsep untuk Pen-
ingkatan Kualitas Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4
PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)

Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 199
Stuessy, C.L. & Metty, J.S. 2007. The Learning Research Cycle: Bridging Research and Practice. Journal Science
Teacher Education. Vol 18: 725-750.
Wiersman. 1991. Research Method in Education. (5
th
ed). Boston: Allyn and Bacon.
Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
Wiseman, F.L. 1981. Teaching of College Chemistry, Role of Student Development Level. Journal of Chemical Edu-
cation, 58 (6): 484-488.

You might also like