PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN
KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 1 PENERAPAN LESSON STUDY PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DI MAN DENANYAR JOMBANG Ririn Eva Hidayati MAN Denanyar Jombang ririneva@yahoo.co.id Abstract: This research is a discription research. This study aims to determine the application of lesson study on the subject matter of salt hydrolysis in term of: 1) learning management, 2) the activities of teachers and students and 3) mastery learning students. The results showed that the ability of teacher in mananging learning is increased in the first round 75% and the second round 88%. Activities of stu- dents in a discussions with teachers and among students has also increased respectively in the first round 72% and 81%, and second round 83% and 91%. The students mastery learning in the first round 69% and in the second round 71%. Kata kunci: lesson study, hidrolisis garam Selama ini proses pembelajaran kurang mendapat perhatian dari orang tua dan pemerintah. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Supervisi yang dilakukan oleh pengawas atau kepala sekolah umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi guru, seperti RPP dari pada masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran oleh seorang guru (Isjoni, 2003). Akibatnya guru tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik, memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan untuk percobaan IPA di laboratorium. Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak ceramah dihadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran(Imam, 2004). Kesiapan guru dalam penguasaan bidang keilmuan yang menjadi kewenangannya, merupakan modal dasar bagi terlaksananya pembelajaran yang efektif. Guru yang profesional dituntut untuk memiliki persiapan dan penguasaan yang cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam merancang program pembelajaran yang disajikan. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis oleh guru. Untuk itu, guru semestinya memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengaplikasikan metodologi dan pendekatan pembelajaran secara tepat. Kompetensi profesional dari guru perlu dikombinasikan dengan kemampuan dalam memahami dinamika perilaku dan perkembangan yang dijalani oleh para siswa. Memelihara suasana pembelajaran yang dinamis dan menyenangkan merupakan kondisi esensial dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, perlu ditanamkan persepsi positif pada setiap diri siswa, bahwa kegiatan pembelajaran merupakan peluang bagi mereka untuk menggali potensi diri sehingga mampu menguasai kompetensi yang diperlukan untuk kehidupannya kelak. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 2 Selain faktor guru, keberhasilan proses pembelajaran banyak bertumpu pada sikap dan cara belajar siswa, baik perorangan maupun kelompok. Selain itu, tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran secara tepat merupakan faktor pendorong dan pemelihara kegiatan belajar siswa yang produktif, efektif, dan efisien. Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru professional (Handoko, 2001). Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing. Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Satori, 2003). Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu melakukan lesson study, sehingga guru dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya. Lesson study muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif (Lewis, 2002). Lesson study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Mulyana, 2007). Lesson study sebagai salah satu program kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kualitas pembelajaran dapat dikembangkan di sekolah sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu. Lesson study pada dasarnya adalah salah satu bentuk kegiatan pengembangan profesional guru yang bercirikan guru membuka pelajaran yang dikelolanya untuk guru sejawat lainnya sebagai observer, sehingga memungkinkan guru-guru dapat membagi pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya. Lesson study merupakan proses pelatihan guru yang bersiklus, diawali dengan seorang guru: 1) merencanakan pelajaran melalui eksplorasi akademik terhadap materi ajar dan alat-alat pelajaran; 2) melakukan pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat untuk mengobservasi; 3) melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, dan diskusi dengan para observer. Lesson study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson study dapat dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran (Saito, 2006). Lesson study dapat mendatangkan banyak manfaat meliputi meningkatnya pengetahuan guru tentang materi ajar dan pembelajarannya, aktivitas belajar siswa, menguatnya hubungan kolegalitas baik antar guru maupun dengan observer selain guru. Hal ini akan dapat meningkatkan motivasi guru. Dengan motivasi tinggi untuk selalu berkembang pada guru akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan strategi pembelajaran. Akhirnya menuju pada peningkatan yang professional. Lesson study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar, (3) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 3 dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002). Kedua, lesson study yang didisain dengan baik akan menjadikan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru; (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa; (7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002). Saito (2006) mengatakan bahwa lesson study memiliki beberapa manfaat sebagai berikut: 1). Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya) 2).Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya 3). Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan materi dalam kurikulum. 4). Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa. 5). Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan belajar siswa 6). Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru. Tahapan pelalsanaan lesson study adalah: (1) Merencanakan pembelajaran dengan penggalian akademis pada topik dan alat-alat pembelajaran yang digunakan, yang selanjutnya disebut tahap Plan. (2) Melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta mengundang rekan-rekan sejawat untuk mengamati. Kegiatan ini disebut tahap Do.(3) Melaksanakan refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi bersama pengamat/observer. Kegiatan ini disebut tahap See. Lesson study belum banyak dilaksanakan di madrasah. Hal ini disebabkan antara lain: a) belum ada dana khusus untuk kegiatan tersebut, b) keyakinan akan manfaat lesson study dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran masih kurang. METODE Ditinjau dari tingkat eksplanasinya, jenis penelitihan ini termasuk deskriptif. Sedang yang dideskripsikan adalah gambaran yang lengkap tentang: a) informasi-informasi yang diperoleh peneliti dari open klas lesson study, b) seberapa baik praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru model lesson study. Sumber Data Data yang dikumpulkan adalah RPP, aktivitas siswa, pengelolahan guru, refleksi kolaborasi Metode Pengumpulan Data 1. Metode observasi (pengamatan), adapun yang diamati adalah: cara mengajar guru model, dan aktivitas siswa 2. Metode dokoumentasi yang termasuk dokumen yang dikumpulkan peneliti adalah profil madrasah, hasil refleksi guru model pada open kelas I , II, lembar observasi guru model pada open kelas I dan II., lember observasi aktivitas siswa dalam lesson study, dan hasil evaluasi. ANALISIS DATA Data yang akan dianalisis adalah data cara mengajar guru, aktivitas siswa, dan data hasil belajar siswa, yang akan dijelaskan sebagai berikut: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 4 1. Hasil belajar siswa Data hasil belajar dari tes akhir, dari data ini akan diketahui ketuntasan belajar siswa. Cara menganalisis tes akhir dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Menurut kriteria ketuntasan belajar, siswa disebut tuntas belajar jika telah mencapai skor 65% dari skor maksimal. Kelas dikatakan berhasil atau tuntas belajar, jika 70% siswanya mempunyai skor minimal 70. Rumus untuk ketuntasan belajar adalah: P = % 100 N F
Keterangan: P = persentase siswa yang tuntas belajar F = jumlah siswa yang tuntas belajar N = jumlah seluruh siswa 1. Hasil Aktivitas Belajar Siswa Data hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran dianalisis secara deskriptif berdasarkan ketercapaian tindakan siswa yaitu pencapaian langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan aktivitas yang dilakukan oleh siswa di tunjukan dengan banyaknya jumlah pada lembar observasi. Persentase ketercapaian tindakan guru dan siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut: Persentase skor keberhasilan = 100% maksimum skor Jumlah dicapai yang skor Jumlah
Tabel 1. Penentuan Taraf Keberhasilan Tindakan dari Aspek Siswa A. Persentase Keberhasilan Taraf Keberhasilan Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka 85 < x s 100 73 < x s 85 61 < x s 72 48 < x s 61 33 < x s 48 Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang A B C D E 5 4 3 2 1 Tabel 2. Penentuan Taraf Keberhasilan Tindakan dari Aspek Guru B. Persentase Keberhasilan Taraf Keberhasilan Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka 85 < x s 100 73 < x s 85 61 < x s 72 48 < x s 61 33 < x s 48 Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang A B C D E 5 4 3 2 1
Untuk mempermudah perhitungan persentase keberhasilan dan penentuan taraf keberhasilan tindakan, baik semua aspek secara keseluruhan maupun masing-masing aspek diringkas dan ditampilkan dalam Ta- bel 3. Tabel 3. Taraf Keberhasilan Tindakan Siklus ke- Skor klasikal yang diperoleh Skor klasikal maksimum Persentase keber- hasilan Nilai degan huruf Nilai dengan angka 1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 5 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Cara Penyajian Materi yang Dilakukan oleh Guru Model Dalam Pembelajaran Pada Materi Hidrolisis Garam Di MAN Denanyar Jombang Melalui Lesson Study Hasil perbandingan cara penyajian guru dalam menerapkan lesson study disajikan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Hasil Ringkasan Analisis Data Observasi Cara Penyajian Materi pada Tahap Pendahuluan Open klas Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Maksimum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka I II 1 2 2 2 50 100 D A 1 5
Pada Tabel 4 diketahui bahwa kegiatan guru dalam menerapkan lesson study tahap pendahuluan pada open klas II mengalami peningkatan bila dibandingan dengan open klas I. Tabel 5. Hasil Ringkasan Analisis Data Observasi Kegiatan Guru dalam Menerapkan Lesson study Tahap Inti Siklus ke Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Mak- simum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka I II 6 8 8 8 75 100 B A 4 5
Pada Tabel 5 diketahui bahwa cara penyajian materi dalam menerapkan lesson study tahap inti pada open klas II mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan open klas I Tabel 6. Hasil Ringkasan Analisis Data Observasi Kegiatan Guru dalam Menerapkan Lesson study Tahap Penutup Siklus ke Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Mak- simum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka I II 2 2 2 2 100 100 A A 5 5
Pada Tabel 6 diketahui bahwa cara penyajian materi guru dalam menerapkan lesson study tahap penu- tup pada open klas II tidak mengalami peningkatan dibandingkan open I. Namun kinerja guru sudah din- yatakan sangat baik Refleksi Pembelajaran di Kelas (open klas I) 1. Siswa masih cenderung bekerja secara individual, belum berkomunikasi secara aktif dengan teman sekelompoknya hal ini terbukti masih ada siswa yang mengerjakan soal dengan menutupi bukunya agar tidak dicontoh oleh temannya. 2. Beberapa siswa dalam pembelajaran masih ada yang hanya bermain-main dengan bukunya, serta suka mengganggu temannya yang aktif belajar. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 6 3. Beberapa siswa masih ada yang belum mengerti dari pembelajaran yang disampaikan oleh guru model, ini dibuktikan dari kelompok 4 masih kebingungan dengan pernyataan bahwa garam bersifat asam dapat memerahkan kertas lakmus biru. 4. Perhatian siswa pada saat pembelajaran masih belum fokus, hal ini dibuktikan bahwa kelompok 3 pada waktu salah siswa dari kelompok lain persentasi di depan kelas tidak memperhatikan dan berbicara sendiri-sendiri. 5. Pembagian waktu dalam pembelajaran yang dilaksanakan guru model masih kurang jelas, hal ini ditunjukkan bahwa Kelompok 6 saat guru memberi tugas untuk menyimpulkan kurang memperhatikan, siswa masih sibuk untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan 6. Masih ada beberapa siswa yang kesulitan dalam mengisi lembar demonstrasi atau lembar kerja siswa. Dari data refleksi pada open klas I cara mengajar guru masih dirasa kurang baik. Hal ini terbukti masih ada beberapa siswa yang belum mengerti tentang konsep garam bersifat asam. Motivasi siswa pada pembelajaran juga masih kurang. Hal ini terlihat pada perhatian siswa juga belum terfokus. Managemen waktu guru juga belum baik hal ini masih ada siswa yang belum mengumpulkan tugas padahal waktu sudah habis. Refleksi Pembelajaran di Kelas (open klas II) a. Siswa berkomunikasi secara aktif dengan teman sekelompoknya hal ini terbukti dari setiap kelompok apabila dalam mengerjakan soal ada yang tidak bisa maka langsung saling bertanya antar teman. b. Dalam pembelajaran tidak ada siswa yang bermain-main dengan bukunya, serta tidak mengganggu temannya yang aktif belajar. c. Pembelajaran yang disampaikan oleh guru model, sangat mudah diterima oleh siswa dan mudah dimengerti. d. Pada saat pembelajaran berlangsung perhatian siswa sangat fokus. e. Pada saat guru memberi tugas untuk membuat kesimpulan tidak ada siswa yang sibuk untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan karena alokasi waktu yang diberikan oleh guru model cukup memadai. f. Siswa tidak kesulitan dalam mengisi lembar demonstrasi atau lembar kerja siswa g. Dari hasil refleksi open klas II, cara mengajar guru dirasa sudah baik. Hal ini terlihat bahwa semua siswa sudah mengerti, siwa tidak kesulitan dalam mengisi lembar demonstrasi, dan semua tugas-tugas sudah dikerjakan dengan baik. Ini berarti pula kolaborasi guru pada lesson study telah meningkatkan kemampuan guru dalam menyampaikan materi.
Hasil Observasi Aktivitas Siswa Aspek Melakukan Pengamatan Aktivitas siswa saat melakukan demontrasi diindikasikan dengan melihat jumlah siswa yang melakukan pengamatan sesuai LKS, secara sungguh-sungguh dan tidak bergurau berjumlah 17 siswa yang melakukan pengamatan sesuai dengan LKS tetapi sering bergurau 8 anak dan yang tidak melakukan pengamatan sebanyak 7. Persentase keberhasilan tindakan analisis datanya dapat diringkas dan ditampilkan yang dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Melakukan Pengamatan Open klas ke Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Maksimum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 7 I II 69 80 96 96 72 83 B A 4 5
Aspek Merekam Data Pengamatan Presentasi aspek merekam data pengamatan dalam pembelajaran dengan demonstrasi dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Merekam Data Pengamatan Open klas ke Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Maksimum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka I II 78 88 96 96 81 91 B A 4 5
Aspek Mengumpulkan Hasil Pengamatan Presentasi aspek merekam data pengamatan dalam pembelajaran dengan demonstrasi dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Mengumpulkan Hasil Pengamatan Siklus ke Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Maksimum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka I II 65 87 96 96 68 90 B A 4 5
Aspek penyelesaian tugas Presentasi aspek menyelesaikan tugas dapat dilihat pada tabel 10 Tabel 10 Hasil Ringkasan Analisis Data Aktivitas Siswa Aspek Penyelesaian Tugas Siklus ke Skor Klasikal yang Diperoleh Skor Mak- simum Persentase Nilai dengan Huruf Nilai dengan Angka I II 67 90 96 96 69 93 C A 3 5
Dari tabel hasil ringkasan analisis akivitas siswa mulai 7 sampai 10 dapat disimpulkan terjadi pening- katan aktivitas dari semua indikator kerja. Ini berarti siswa telah termotivasi dengan baik. Berarti pula kepuasan siswa terhadap pembelajaran juga baik. Interaksi Siswa dengan Siswa pada Open Klas I 1. Kelompok 1 terutama siswa nomor absen 3 masih pasif 2. Kelompok 4 ditemukan masih kurang aktif karena terdapat satu siswa dengan nomor absen 12 masih pasif PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 8 3. Kelompok 2 cenderung pasif tetapi ada salah satu siswa yang aktif dan memimpin kelompoknya yaitu siswa dengan nomor absen 14 sedangkan nomor absen 17, 29, dan 12 tidak aktif cenderung menunggu dari siswa nomor absen 14 4. Kelompok 5 terbagi menjadi 2 kelompok kecil karena ada 2 LKS, setiap 2 orang siswa mengerjakan 1 LKS, tidak terjadi diskusi pada kelompoknya secara utuh (nomor absen 26 berkelompok dengan nomor 24, nomor absen 1 berkelompok dengan nomor 21) 5. Kelompok Kelompok 3 antar siswa masih belum bisa berkomunikasi dengan baik dan siswa bekerja sendiri-sendiri 6. Kelompok 6 siswa masih bekerja secara individual bahkan ada salah satu siswa nomor absen 21 mengerjakan soal dengan menutupi bukunya Interaksi Siswa dengan Siswa pada Open Klas II 1. Berjalan dengan baik, hal ini terbukti bahwa tiap-tiap kelompok saat mengerjakan soal yang ditugaskan oleh guru model maka dikerjakan secara bersama-sama. 2. Pada saat awal pembelajaran dimulai ada beberapa siswa yang masih kurang aktif, tetapi setelah guru model memberikan arahan dan motifasi lebih lanjut maka siswa menjadi aktif kembali dan berkomunikasi antar siswa berjalan dengan baik 3. Dari masing-masing kelompok dapat diskusi pada kelompoknya secara utuh dan tidak terjadi diskusi kelompok-kelompok kecil 4. Siswa dapat berkomunikasi dengan baik antar temannya dalam satu kelompok terbukti bila ada salah satu siswa yang kesulitan tentang pelajaran yang disampaikan oleh guru model maka mereka saling mendiskusikan permasalahan tersebut. Interaksi Siswa dengan Sumber/Media Belajar pada Open Klas I 1. Dari kelompok 2 tidak semua siswa berinteraksi secara aktif dengan media belajar terbukti ditemukan siswa nomor absen 29 hanya bermain-main dengan bukunya 2. Kelompok 3 masih belum bisa interaksi sepenuhnya dengan sumber belajar hal ini ditunjukkan bahwa siswa nomor absen 13 dan 15 saat mengerjakan soal agak pasif dan suka mengganggu teman sekelompoknya, sedangkan yang paling aktif mengerjakan soal yaitu siswan nomor absen 6 3. Dari kelompok 4 masih kebingungan dengan pernyataan bahwa garam bersifat asam dapat memerahkan kertas lakmus biru 4. Kelompok 5 sangat antusias dalam mengerjakan soal LKS setelah guru melakukan demonstrasi, media yang disiapkan guru sangat menarik dan sesuai 5. Kelompok 1 Masih belum bisa interaksi secara menyeluruh dengan sumber/media belajar karena masih ada anggota dari kelompok tersebut hanya mempermainkan media dan sumber belajar Interaksi Siswa dengan Sumber/Media Belajar pada Open Klas II 1. Dari kelompok 4 siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan media belajar, terbukti saat tidak bisa menjawab pertanyaan maka berusaha mencari jawaban dengan membaca bukunya 2. Kelompok 3 masih berinteraksi dengan sumber belajar dengan, hal ini ditunjukkan bahwa saat guru model memberi tugas untuk mengerjakan soal maka dikerjakan dengan penuh kesadaran. 3. Kelompok 5 sangat antusias dalam mengerjakan soal LKS setelah guru melakukan demonstrasi, media yang disiapkan guru sangat menarik dan sesuai Interaksi Siswa dengan Guru pada Open Klas I 1. Kelompok 6 saat guru memberi tugas untuk menyimpulkan kurang memperhatikan hal ini disebabkan siswa masih sibuk untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 9 2. Dari kelompok 2 siswa masih pasif dan hanya sebagaian saja yang aktif dan mau berinteraksi dengan guru karena saat siswa nomor absen 14 dan 12 kesulitan menjawab lembar demonstrasi/ LKS langsung bertanya kepada guru 3. Kelompok 5 sangat berinteraksi sekali dengan gurunya terutama pada saat apersepsi guru memberikan intruksi-intruksi dan para siswa semangat untuk mengikuti pembelajaran 4. Kelompok 4 sangat antusias sekali dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model hal ini dibuktikan pada saat siswa mendapat kesulitan dalam menyimpulkan dari jawaban yang diisi di lembar demonstrasi/ LKS langsung meminta guru untuk menjelaskan
Interaksi Siswa dengan Guru pada Open Klas II 1. Dari kelompok 1 berinteraksi dengan guru sangat baik terbukti saat siswa nomor absen 5 dan 13 kesulitan menjawab lembar demonstrasi/ LKS langsung bertanya kepada guru model. 2. Kelompok 2 dan 6 sangat berinteraksi sekali dengan gurunya terutama pada saat apersepsi guru memberikan intruksi-intruksi dan para siswa semangat untuk mengikuti pembelajaran 3. Kelompok 3 dan 7 sangat antusias sekali dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model hal ini dibuktikan pada saat siswa mendapat kesulitan dalam menyimpulkan dari jawaban yang diisi di lembar demonstrasi/ LKS langsung meminta guru untuk menjelaskan Isi Pembicaraan Siswa pada Open Klas I 1. Dari kelompok 2 pada saat mengerjakan LKS siswa nomor absen 17 dan 12 masih terkesan kurang serius dan bercerita kesana kemari yang tidak ada ujung dan pangkalnya. 2. Dari kelompok 5 pembicaraan yang sering dimunculkan yaitu membahas materi-materi yang disampaikan oleh guru 3. Kelompok 3 pada waktu salah siswa dari kelompok lain persentasi di depan tidak memperhatikan dan berbicara sendiri-sendiri Isi Pembicaraan Siswa pada Open Klas II 1. Dari kelompok 5 pembicaraan yang sering dimunculkan yaitu membahas materi-materi yang disampaikan oleh guru model 2. Secara umum dari semua kelompok pada saat teman dari kelompok lain persentasi di depan rata-rata memperhatikan dan tidak berbicara sendiri-sendiri.
Dari data perbandingan interaksi siswa dari open klas I dengan open klas II telah terjadi peningkatan interaksi yang positif. Ini berarti aktivitas, motivasi, kepuasan siswa terhadap pembelajaran sangat baik. Berarti pula aktivitas kolaborasi lesson study dapat meningkatkan kepuasan siswa.
C. Data Hasil Belajar Siswa Dari pengumpulan penilaian pada pembelajaran baik pada open klas I dan open klas II dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 11. Hasil Ringkasan Hasil Belajar Siswa pada Open Klas I No. Nama Peserta Didik Nilai Keterangan 1. AHYANA FATIH EZA ROBIN 70 Tuntas 2. ANIK MASRUROH 78 Tuntas PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Tabel 12.Hasil Ringkasan Hasil Belajar Siswa pada Open Klas II No. Nama Peserta Didik Nilai Keterangan 1. AHYANA FATIH EZA ROBIN 67 Tuntas PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Dari perbandingan hasil belajar siswa pada open klas I dengan open klas II telah terjadi peningkatan dari 69 menjadi 71. Ini berati aktivitas lesson study dapat digunakan suatu program yang dapat mencapai tujuan sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 12 KESIMPULAN Lesson study dapat meningkatkan efektivitas praktek pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang. Hal ini dapat dirinci dengan indikator ketercapaian efektivitas pembelajaran sebagai berikut: 1. Cara penyajian materi yang dilakukan oleh guru model dalam pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang melalui lesson study mengalami peningkatan yang sangat baik 2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang melalui lesson study mengalami peningkatan yang sangat baik. 3. Pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang melalui lesson study dapat mencapai tujuannya DAFTAR PUSTAKA Garfield, J. 2006. Exploring the Impact of Lesson study on Developing Effective Statistics Curriculum. www.stat.auckland.ac.nz/-iase/publication/-11/Garfield.doc, diakses pada 19 Juni 2006. Handoko, T. H. 2001. Manajemen, Edisi 2. Yogyakarta : BPFE UGM. Iman, M. S. 2004. Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safira Insania Press. Isjoni. 2003. SMK dan Permasalahanya. http://researchengines.com/isjoni3.html, diakses pada 8 Desember 2007 Lewis, C. C. 2002. Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Re- search for Better Schools, Inc Marwansyah, & Mukaram. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat Penerbit Admistrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung. Robinson, N. 2011. Lesson study: An example of its adaptation to Israeli middle school teachers . www.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/ Robinson_proposal.doc, diakses pada 3 Januari 2011 Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Jurnal Pendidikan Mimbar Pendidikan, No.3. Th. XXIV: 24-32. Saito, E., 2006. Development of school based in-service teacher training under the Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project . Improving Schools. Vol.9 (1): 47-59 Satori, D. (2003). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Steers, R. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga. Sukmadinata, N. S. 2002. Pengendalian Mutu Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan Instrumen. Bandung: Remaja Rosda Karya. Robbin, S. P. 2001. Orgazinational Behaviour. New Jersey: Pearson Educational International.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 13 PEMBELAJARAN KIMIA MATERI ASAM BASA DI SMPN 2 GEMPOL PASURUAN Yayuk Sudarwati, Korie Suzana SMP Negeri 2 Gempol Jl. Dau Darmorejo Kepulungan Gempol
Abstrak: Materi kimia di SMPN 2 Gempol dalam pembelajaran disampaikan oleh guru fisika. Melalui MGMPS, RPP kimia asam basa diupayakan dapat digunakan dengan baik dalam pembelajaran, dengan tujuan materi ini dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Materi ini memerlukan banyak bahan untuk diteliti. Untuk itu berbagai persiapan harus dilakukan sebelum melakukan pembelajaran meliputi persiapan alat, bahan, dan tehnik yang tepat, untuk mengurangi kesalahan hasil pengamatan dan kesalahan konsep. Model pembelajaran STAD dipilih dalam proses pembelajaran ini sebab tahap- tahapnya sangat mendukung proses pemahaman siswa SMP dalam materi asam basa. Agar lebih kontekstual bahan yang digunakan adalah bahan yang biasa ditemukan disekitar siswa. Tehnik pembelajaran yang didukung dengan persiapan yang bagus dapat mempermudah pemahaman siswa. Kata kunci: persiapan pembelajaran, STAD, asam basa Materi kimia kelas VII tingkat SMP semester satu adalah mengelompokan larutan asam, basa dan netral dengan menggunakan indikator yang tepat. Materi asam- basa yang tertulis dalam laporan ini disampaikan oleh guru fisika di SMPN 2 Gempol menggunakan indikator kertas lakmus merah dan lakmus biru. Bagi guru materi ini bukanlah hal baru sebab tiap tahun harus melaksanakan pembelajaran di kelas yang berbeda. Melalui pembelajaran Lesson Study baik MGMP Home Base ataupun LSBS, guru berkesempatan terus mendapat masukan untuk memperbaiki cara menyajikan pembelajaran dengan harapan mengurangi kesalahan-kesalahan konsep yang mungkinmuncul dalam proses pembelajaran, sekaligus meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Dalam PermenDiknas No 22 tahun 2006 dinyatakan bahwa Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu prinsip pengembangan kurikulum yaitu Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, untuk itu dalam melaksanakan pembelajaran gur-guru di SMPN 2 Gempol berusaha terus menyesuaikan dengan perkembangan tehnologi dan kebutuhan siswa secara kontesktual. Hal ini mengacu pula pada undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 19, untuk melaksanakan tugas secara professional, guru dituntut untuk memiliki kemauan dan kemampuan untuk melakukan inovasi-inovasi dalam melaksanakan tugas untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dalam RPP berkarakter ini dirancang pembelajaran kooperatif Leraning tipe STAD memanfaatkan bahan-bahan yang tiap hari ditemui di sekitar siswa untuk diamati. Guru melakukan pemilihan bahan, mempersiapkan alat dan bahan secara detail, membagi kelompok kerja 4 siswa tiap PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 14 kelompok, mempersiapkan alat evaluasi berupa soal tes, dan mempersiapkan strategi pembelajaran yang akan diterapkan. COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) Pembelajaran cooperative tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran coopera- tive yang dinilai lebih tepat diterapkan dalam pembelajaran Asam-Basa sebab menggunakan kelompok- kelompok kecil dengan anggota 4 atau 5 siswa tiap kelompok, diawali dengan penyampaian tujuan pembe- lajaran, pemyampaian materi, kegiatan kelompok/eksperimen, kuis dan penghargaan. Slavin (dalam Nur, 2000:26) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 sampai 5 siswa yang merupakan campuran heterogen menurut tingkat prestasi, jenis ke- lamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, memberi petunjuk cara kerja kelompok, kemudian siswa be- kerja dalam tim hingga seluruh anggota tim dapat memahami pelajaran tersebut. Berikutnya seluruh siswa diberikan tes tentang materi hari itu secara individu. Persiapan-persiapan matang yang perlu dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran antara lain: - Perangkat pembelajaran berupa RPP, LKS, alat evaluasi dan lembar jawaban - Membentuk kelompok cooperative, perlu memperhatikan prestasi akademik, jenis kelamin, cara belajar individu yang relatif heterogen - Pengaturan tempat duduk a. Kerja kelompok, dilatih dan dibimbing guru b. Soal evaluasi dan jawaban c. Penghargaan atas keberhasilan kelompok direncanakan berupa hadiah atau berupa pujian saja
Pembelajaran yang dituliskan berikut ini adalah hasil pengamatan/observasi pembelajaran yang dis- ampaikan oleh Korie Suzana, S.Pd di kelas 7 F SMPN 2 Gempol Pasuruan. Open class kali ini sudah perbaikan dari pembelajaran-pembelajaran sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan kualitas pembelajaran bisa dilakukan dengan cara mengevaluasi pembelajaran sendiri atau pembelajaran orang lain melalui kegiatan observasi dan refleksi. PERSIAPAN PEMBELAJARAN Disekitar kita terdapat berbagai macam jenis sayur dan buah-buahan dapat dimakan dan dibuat minuman. Rasanya berbeda-beda, manis, tawar dan masam. Bahan-bahan tersebut mengandung senyawa yang bersifat asam, basa atau netral. Asam adalah senyawa yang dapat membuat kertas lakmus biru menjadi merah. Asam dalam makanan, sayuran dan buah-buahan adalah asam organik yang tidak bersifat korosif/merusak. Asam mineral lebih kuat daripada asam organik, biasanya terdapatlarutan asam ini digunakan dalam produk rumah tangga dan industri. Basa adalah senyawa yang dapat membuat kertas lakmus merah menjadi biru. Garam dapur (NaCl) adalh contoh bahan yang bersifat netral, tidak mengubah warna kertas lakmus, tetap merah atau tetap biru seperti warna asalnya. Dari banyak bahan yang ada, disiapkan bahan-bahan berupa larutan-larutan teh, garam dapur, air kapur, jeruk, cuka, sabun, dan air mineral dengan alasan bahan tersebut mudah ditemukan disekitar siswa sehingga lebih kontekstual, harganya murah dan tidak terlalu banyak macamnya untuk menyesuaikan dengan waktu pembelajaran. Alat-alat yang dipersiapkan meliputi gelas kimia 6 buah atau beker glass dan pipet tetes 6 buah, tabung reaksi dan rak tabung reaksi, kertas lakmus merah dan biru. Gelas kimia dan pipet tetes dibersihkan sebelum digunakan. Gelas kimia 100ml digunakan untuk menyiapkan larutan 6 macam bahan diatas dengan air secukupnya. Tiap gelas kimia diberi 1 pipet tetes untuk mengambil larutan yang dimasukan kedalam tabung reaksi. Pipet tidak boleh dipindah ke gelas kimia lain agar bahan uji tidak bercampur, hal ini dijelaskan oleh guru sebelum siswa melakukan eksperimen. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 15 Tabung reaksi dan rak tabung reaksi disiapkan untuk tiap kelompok 12 tabung reaksi, Tiap larutan bahan dimasukan kedalam 2 tabung reaksi masing-masing sekitar 15 tetes. 6 tabung untuk pengamatan menggunakan indikator kertas lakmus merah dan 6 lainya untuk kertas lakmus biru.
Kertas lakmus dipotong kecil-kecil dengan ukuran 2 cm x 2mm agar lebih hemat tapi bisa diamati dengan jelas. Untuk menghindari kesalahan pengamatan, pada rak tabung reaksi sudah dibubuhi tulisan BIRU dan MERAH sebagai tanda pengingat bahwa lakmus biru dimasukankan pada deretan tabung reaksi lurus tulisan biru. Semua alat tersebut disiapkan di depan meja guru untuk memudahkan guru me- mantau siswa mengambil alat dan bahan. PROSES PEMBELAJARAN Awal pembelajaran guru melakukan apersepsi dengan menanyakan rasa jeruk dan teh pada siswa. Mengapa jeruk berasa masam, sambil menjelaskan bahwa tidak semua bahan uji boleh di coba dengan panca indra apalagi dicicipi. Tujuan pengamatan dalam pembelajaran disampaikan yaitu mengelompokkan zat-zat yang bersifat asam, basa dan netral menggunakan indikator kertas lakmus.
Kegiatan inti meliputi 3 tahap yaitu:
Tahap Eksplorasi, guru menjelaskan materi singkat, alat dan bahan yang akan digunakan siswa, dengan petunjuk-petunjuk sebagai berikut: - Wadah-wadah yang digunakan serba gelas yaitu gelas ukur, pipet tetes dan tabung reaksi, hati-hati awas pecah. - Proses pengambilan bergantian urut dari kelompok satu sampai kelompok sembilan. - Sambil menunggu yang lain ambil LKS langsung baca - Pipet tetes digunakan untuk mengambil satu jenis larutan, tidak boleh dipindah ke larutan yang lain - Tidak boleh mencicipi bahan dengan lidah - Kertas lakmus merah dan biru dimasukan ke dalam tabung reaksi sesuai deretan yang tertulis pada rak tabung reaksi, awas jangan terbalik meletakan
Tahap Elaborasi, (1) siswa mulai bekerjasama dalam kelompok, bergantian mengambil bahan, membaca prosedur eksperimen dalam LKS, memasukan kertas lakmus merah dan biru kedalam tabung reaksi sesuai petunjuk guru. (2) perubahan warna indikator yang terjadi dicatat dalam tabel, diskusi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 16 kelompok berlangsung sampai soal dalam LKS mengarah pada kesimpulan selesai dikerjakan. Guru terus berputar membimbing kerja kelompok siswa. Ada hal yang menarik selama pengamatan terjadi pada air mineral. 2 menit pertama kertas lakmus merah yang dicelupkan dalam air mineral berwarna tetap merah, setelah itu berangsur-angsur berubah kebiruan. (3) Pada proses diskusi kelas terjadi perbedaan pendapat mengenai air mineral yang dipakai saat itu, K4 dan K9 mejawab basa karena tabelnya ditulis biru muda. K5 menulis ungu tetapi mempertahankan pendapat bahwa air min eral semuanya netral. Kelompok yang lain setuju menjawab netral.
Tahap konfirmasi, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali pemahaman siswa hari ini, sambil memberikan penguatan konsep asam basa. Mengenai air mineral guru mengulas bahwa air mineral tidak harus netral sebab mungkin mengandung mineral tertentu dari pabrik. Penguatan materi disampaikan guru sebelum evaluasi. Pada akhir pembelajaran diberikan 5 soal evaluasi secara individu. Hasil penilaian tes individu, 8 siswa benar semua (nilai 100), 16 siswa salah satu soal (nilai 80),12 siswa salah 2 (nilai 60) dan 6 anak salah 3 (nilai 40). Dalam proses pembelajaran terjadi kesalahan-kesalahan kecil dilakukan siswa yang perlu dibahas untuk dicermati selanjutnya dilakukan perbaikan antara lain memegang kertas lakmus dengan jari langsung, kertas lakmus diletakan di telapak tangan sebelum dimasukan ke tagung reaksi dengan alas an berhati-hati, mendorong lakmus yang menempel pada tabung reaksi dengan ujung jari sampai tercelup dalam larutan bahan. Hal tersebut beresiko kertas lakmus terkontaminasi dengan keringat atau bahan yang terbawa tangan, tentu dapat mengurangi keabsahan perubahan waena lakmus. TEMUAN OBSERVASI REFLEKSI Meskipun persiapan pembelajaran sudah dilakukan oleh guru dengan baik dengan harapan dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin muncul mengganggu proses pemahaman siswa, namun pembelajaran selalu menemukan hal-hal baru. Kejadian-kejadian barutersebut dapat digunakan oleh guru dan semua observer untuk terus belajar meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Dari hasil observasi refleksi tertulis masukan-masukan penting sebagai berikut (1)Guru atau siswa semua membawa apel merah atau jeruk kuning atau pisang agar lebih menarik, digunakan pada apersepsi, dan digunakan lagi pada tahap konfirmasi agar siswa tahu buah-buahan yang mereka makan mengandung apa (2)Pembagian kelompok harap heterogen dengan perlu memperhatikan tipe belajar siswa ABC, agar tidak ada kelompok yang pasif atau kurang komunikatif seperti K8 (3)Cara mengambil kertas lakmus harus dengan pinset tidak boleh dengan tangan agar tidak terkontaminasi keringat atau bahan lain yang mungkin nempel di tangan. Tentu menyebabkan hasil pengamatan kurang akurat (4)Kebersihan wadah sebelum digunakan harus diperhatikan agar tidak tercampur dengan bahan yang digunakan sebelumnya (5)Siswa perlu diberitahu mengenai gradasi warna PH asam sampai basa, diperbesar melalui LCD atau cara lain agar siswa bisa mengelompokan zat termasuk asam atau basa. Hal-hal penting dari Dosen Pendamping, Pak Sigit (Dosen Kimia UM) sebagai berikut: - Persiapan RPP sudah bagus, proses pembelajaran sudah menerapkan RPP yang berkarakter. Siswa eksperimen dengan jujur, sesudah praktikum siswa diajari bertanggung jawab membersihkan alat yang sudah digunakan, komunikasi dengan gru sopan dan lancar - Boleh mencoba bahan uji dengan mencicipi jika bahan berupa bahan makanan yang aman untuk dimakan - Kalau ada jawaban yang salah selama pengamatan dan diskusi siswa, tidak apa-apa. Data pengamatan yang dicatat siswa harus jujur, tugas guru mengarahkan diskusi untuk memberikan penguatan konsep - Air mineral sesuai namanya tetntu mengandung mineral tertentu dari pabrik, jangan dipaksakan netral. Kalau ingin lebih kontekstual pakai saja air kran yang dialirkan di laboratorium ini PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 17 - Pada tahap konfirmasi, usahakan memanfaatkan potensi lingkungan. Misalnya, siswa diajak menganalisa mengapa makan mangga muda harus dengan garam atau kecap, atau menganalisa buah yang mereka suka yang dibawa siswa sendiri - Untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sampaikan informasi pada siswa sebaiknya jangan marah. Kelenjar gondok Orang marah cenderung tertekan sehingga air ludahnya lebih masam. Itulah sebabnya orang yang suka marah biasanya menderita sakit asam lambung. Perintah JANGAN MARAH sesuai dengan perintah agama karena tidak baik untuk kesehatan dan lingkungan.
Kesimpulan Model pembelajaran cooperative tipe STAD dinilai tepat dalam pembelajaran materi asam basa, fase- fase yang dilakukan dapat membantu siswa menemukan pemahaman yang benar mengenai konsep ini. Suara guru cukup menjangkau seluruh isi kelas, kedekatan guru dengan siswa dan sikap yang komunikatif cukup membantu semangat belajar siswa. Setiap siswa mempunyai hak untuk belajar. Adalah kewajiban guru untuk menjamin siswa mampu mempelajari dan memahami apa yang diajarkan guru. Untuk mendukung kewajiban tersebut guru harus mampu memahami isi materi yang diajarkan, merancang dan mempersiapkan pembelajaran, mengamati individu siswa dan melihat apakah mereka benar-benar belajar atau tidak, mau mengamati pembelajaran guru lain dan menyerap hal-hal yang berguna, sebab semua guru lain pasti punya kelebihan tersendiri yang bisa diadopsi. Pembelajaran harus menerapkan model dan metode yang sesuai dengan materi ajar agar lebih efektif. Open class Lesson Study mendorong meningkatnya motivasi guru untuk senantiasa memperbaiki diri dalam menyajikan pembelajaran menggunakan metode, model pembelajaran, media yang sesuai dan inovatif. Sikap sportif dan kebersamaan akan tumbuh secara bertahap diantara guru-guru peserta lesson study, hal ini membuka peluang semua guru untuk dapat mengoreksi diri sendiri melalui saran orang lain dalam refleksi demi kemajuan perbaikan kualitas pembelajaran. Saran Beberapa yang perlu dipertimbangkan bagi pembaca bahwa jika ingin memperbaiki kualitas mengajar jangan ragu-ragu melakukan lesson study, jangan takut dikritik setelah membuka kelas, pengamatan orang lain selama observasi justru penting bagi kita untuk memperbaiki pembelajaran berikutnya, keterbukaan menerima saran orang lain perlu dilatih terus melalui refleksi bersama. Sikap ini tidak tumbuh dengan sendirinya namun perlu proses kualitas proses dan hasil belajar siswa dapat disampaikan dalam pertemuan- pertemuan observasi refleksi setelah open class. Semoga LSBS dapat dikembangkan oleh semua sekolah secara berkesinambungan untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan yang sejatinya adalah kepentingan kita bersama sebagai pendidik sebagai pemegang amanat Negara untuk mempersiapkan generasi-generasi bangsa yang terampil dan cerdas.
DAFTAR PUSTAKA Kamajaya, Fatimah (2007), Inspirasi KIMIA Kelas VII, Ganeca Trianto (2007), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka Nurhadi, Burhan Yusin, Agus Gurrad Senduk (2004), Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK, Universitas Negeri Malang. Universitas Negeri Malang (2003), Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 18
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PRAKTIKUM KIMIA UMUM MAHASISWA KIMIA FMIPA UM SEMESTER I TAHUN 2011/2012 MENGGUNAKAN STRATEGI PEMBELAJARAN STANDAR PROSES YANG DIMODIFIKASI Muntholib Aman Santoso
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, 65145, e-mail: abumalik.150710@gmail.com
Abstrak: Perkuliahan tahun pertama merupakan masa transisi bagai pebelajar, dari kehidupan sekolah (SLTA) menuju kehidupan kampus (PT). Pada tahun pertama prestasi belajar mahasiswa untuk mata kuliah bidang studi biasanya kurang memuaskan. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti mencoba menerapkan strategi pembelajaran standar proses yang dimodifikasi, disesuaikan dengan strategi pembelajaran di perguruan tinggi. Tujuan studi ini adalah mengetahui efektifitas strateri pembelajaran standar proses yang dimodifikasi dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar Kinetika Kimia mata kuliah Praktikum Kimia Umum Mahasiswa Kimia FMIPA UM tahun perkuliahan 2011/2012.Studi ini menggunakan design classroom action research berbasis Lesson Study dalam dua siklus. Observer penelitian ini adalah empat orang asisten yang terdiri atas satu orang mahasiswa pendidikan kimia tingkat akhir, dua orang sarjana pendidikan kimia fresh graduate, dan satu orang mahasiswa pasca sarjana pendidikan kimia.Intrumen study ini mencakup pretes, lembar kerja, lembar pengamatan aktifitas mahasiswa, dan postes. Hasil studi menunjukkan bahwa strategi pembelajaran standar proses yang dimodifikasi dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar mahasiswa; rata- rata skor tes Laju Reaksi (siklus I) meningkat dari 62,1 (pretes) menjadi 85,2 (postes) dan Kesetimbangan Kimia (siklus II) meningkat dari 63,6 (pretes) menjadi 88,3 (postes). Kata kunci: proses belajar, hasil belajar, pembelajaran standar proses yang dimodifikasi
Tahun pertama merupakan masa transisi bagi pebelajar, dari kehidupan sekolah (SLTA) ke kehidupan kampus (Perguruan Tinggi), dari sistem pembelajaran di mana pebelajar sangat tergantung pada pembelajar ke pembelajaran yang lebih mandiri. Pada masa ini, prestasi belajar pebelajar biasanya masih cukup baik. Namun demikian sering kali prestasi ini semu. Prestasi yang sekilas tampak baik ini belum tentu benar- benar baik. Pada tahun pertama, beban kuliah mahasiswa masih didominasi oleh matakuliah umum seperti Agama, Pancasila, Bahasa, Ilmu Sosial / Alamiah Dasar, atau matakuliah umum yang lain. Sementara matakuliah bidang studi belum terlalu dominan dan isinyapun masih pendalaman dari materi pelajaran SMA. Oleh karena itu, tidak jarang prestasi belajar mahasiswa yang terlihat bagus yang sesungguhnya bagus adalah prestasi matakuliah umum, bukan matakuliah bidang studi. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 19 Matakuliah bidang studi tahun pertama, meskipun sifatnya masih berupa pendalaman materi pelajaran SMA, sangat penting bagi keberhasilan studi mahasiswa. Materi kuliah matakuliah-matakuliah ini adalah dasar-dasar pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, setiap mahasiswa dituntut untuk menguasai materi kuliah bidang studi tahun pertama dengan baik. Salah satu matakuliah bidang studi yang wajib diikuti oleh mahasiswa kimia tahun pertama adalah Praktikum Kimia Umum. Matakuliah ini memiliki bobot 1 satuan kredit semester (sks) 3 jam semester (js).Salah satu materi pelajaran matakuliah ini adalah kinetika kimia yang mencakup kecepatan reaksi dan kesetimbangan kimia. Dari tahun ke tahun prestasi belajar mahasiswa untuk matakuliah ini relatif tetap, pada kisaran skor 56 80 atau C sampai B+. Design perkuliahan praktikum yang biasa dilakukan di laboratorium kimia adalah penjelasan awal, pelaksanaan praktikum, dan penutup. Penjelasan awal menyangkut tujuan perkuliahan, dasar teori, cara kerja, dan cara analisis data. Pada pelaksanaan praktikum mahasiswa melaksanakan praktikum di bawah bimbingan asisten dan dosen. Sedangkan pada bagian penutup mahasiswa melaporkan hasil praktikumnya kepada asisten atau dosen. Di tengah dan akhir semester biasanya dosen melakukan review praktikum yang telah dilakukan mahasiswa, dan mengadakan ujian tulis atau ujian praktek. Design perkuliahan praktikum di atas sangat berbeda dengan design pembelajaran standar proses yang ditetapkan pemerintah untuk sekolah dasar dan menengah. Menurut design pembelajaran standar proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2011), pembelajaran dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu: (1) pendahuluan, (2) inti pembelajaran, dan (3) penutup. Kegiatan pendahuluan dimaksudkan untuk memfokuskan perhatian dan membangkitkan motivasi pebelajaruntuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan ini dapat berupa: (1) penarikan perhatian siswa dengan cara menunjukkan specimen/gambar yang menarik, memberikan illustrasi atau menampilkan animasi; (2) mengaitkan pengetahuan awal pebelajar dengan materi yangakan dipelajari; (3) memotivasi pebelajar dengan cara menggambarkan manfaat materi yang akan dipelajari; dan (4) menjelaskan mekanisme pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan sesuai dengan skenario pembelajaran. Kegiatan inti pembelajaran dapat mencakup 3 bagian, yaitu: (1) eksplorasi, (2) elaborasi, dan (3) konfirmasi. Dalam eksplorasi pembelajar (1) membimbing pebelajar mencari informasi yang luas dan dalam tentang materi kuliah yang akan dipelajari secara kontekstual dengan melibatkan berbagai sumber belajar; 2) menggunakan beragam pendekatan dan media pembelajaran;3)mendorong terjadinya interaksi pebelajar-pebelajar dan antara pebelajardengan pembelajar, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;4) melibatkan pebelajar secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan5) membimbing pebelajar melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. Dalam elaborasi pembelajar (1) mendorong pebelajarmembiasakan diri untuk membaca dan menulis; (2) membimbing pebelajar mengemukakan gagasan baik lisan maupun tulisan; (3) membimbing pebelajar menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak; (4) membimbing pebelajar untuk belajar dan bekerja secara kooperatif dan kolaboratif; (5) membimbing pebelajar untuk berkompetisi secara sehat dalam meningkatkan prestasi belajar; (6) membimbing pebelajar untuk membuat laporan eksplorasi, baik lisan maupun tertulis, baik individual maupun kelompok; (7) membimbing pebelajar untuk menyajikan hasil kerjanya, baik kerja individu maupun kelompok; (8) membimbing pebelajar untuk melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; dan (9) membimbing pebelajar untuk melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Dalam konfirmasi pembelajar (1) memberikan umpan balik dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun dalam bentuk hadiah; (2)memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi pebelajar; (3) membimbing pebelajar untuk melakukan refleksi guna memperoleh pengalaman belajar; dan (4) membimbing pebelajar untuk memperoleh pengalaman bermakna. Sedangkan dalam kegiatan penutup pembelajar (1) membimbing pebelajar untuk membuat rangkuman/simpulan; (2) melakukan penilaian dan/atau refleksi; (3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; dan (4)menyampaikan rencana pembelajaran selanjutnya. Meskipun perbedaan antara design perkuliahan praktikum dengan standar proses pembelajaran di atas tidak terlalu jauh, tetapi elaborasi langkah-langkah pembelajarannya jauh berbeda. Pada design perkuliahan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 20 praktikum, pendahuluan tidak mementingkan orientasi, apersepsi, motivasi, dan penjelasan skenario pembelajaran, sebab skenario pembelajaran sudah menjadi aktifitas rutin. Biasanya elaborasi konsep dan prosedur praktikum menjadi menu wajib pada tahap pendahuluan. Eksplorasi tahap inti pembelajaran terfakus pada penggalian data melalui kegiatan percobaan dan sangat sedikit, kalo ada, elaborasi. Konfirmasi juga sedikit sekali, kalau ada, dan dilakukan pada tahap penutup kegiatan pembelajaran. Penelitian ini memperluas elaborasi setiap tahap perkuliahan praktikum mengikuti standar proses pembelajaran sesuai Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 yang disesuaikan dengan kondisi pebelajar, yaitu mahasiswa tahun pertama. Meskipun tidak seluas standar proses, penelitian ini mencoba menghadirkan tahap-tahap pembelajaran yang mencakup pendahuluan, inti pembelajaran, dan penutup dengan merinci inti pembelajaran menjadi tiga bagian, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research) berbasis Lesson Study.Penelitian ini berusaha mengkaji dan merefleksi beberapa aspek pembelajaran yang mencakup partisipasi pebelajar, interaksi pembelajar-pebelajar, interaksi pebelajar-pebelajar, dan hasil pembelajaran. Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus yang disesuaikan dengan alokasi waktu dan materi pembelajaran. Setiap siklus terdiri dari empat langkah (Kemmis dan McTaggart, 1988), yaitu: 1) Perencanaan; perumusan masalah, penentuan tujuan dan metode penelitian serta pembuatan rencana tindakan. 2) Tindakan; upaya perubahan yang dilakukan dalam pembelajaran. 3) Obeservasi; pengamatan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran yang dilakukan secara sistematis. 4) Refleksi; pengkajian terhadap dampak dari tindakan yang dilakukan. Secara operasional prosedur penelitian yang dilakukan pada siklus pertama penelitian ini adalah: 1) Perencanaan; peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Beberapa perangkat yang disi- apkan dalam tahap ini adalah: materi kuliah, rencana pembelajaran, alat evaluasi, worksheet, quis, dan lembar observasi. 2) Pelaksanaan; pembelajar mengimplementasikan strategi pembelajaran standar proses yang dimodifikasi. Pembelajaran dimulai dengan tanya jawab kontekstual yang diikuti dengan pertanyaan pokok yang hanya bisa dijawab setelah pembelajaran berakhir (kegiatan pendahuluan), tanya jawab tentang materi kuliah (eksplorasi), pembentukan kelompok secara heterogen yang diikuti dengan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah (elaborasi), dan diskusi kelas / presentasi (konfirmasi). Kegiatan pembelajaran ditutup dengan kesimpulan dan evaluasi. 3) Observasi; peneliti melakukan observasi terhadap kegiatan pebelajar menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. 4) Refleksi; peneliti melakukan: (a) Analisis hasil observasi yang mencakup keaktifan pebelajar dalam pembelajaran, kemampuan pebelajar da- lam menerapkan konsep, hasil diskusi kelompok pebelajar, hasil postes, dan kualitas presentasi. Hasil-hasil yang diperoleh dan permasalahan yang muncul pada pelaksanaan tindakan pertama dipakai sebagai dasar dalam melakukan perencanaan siklus berikutnya. (b) Analisis beberapa kekurangan/ kelemahan pe- rencanaan dan pelaksanaan. Beberapa indikator keberhasilan siklus I dan II disajikan pada Tabel 1. Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Kimia FMIPA UM. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kimia tahun pertama yang mengikuti perkuliahan Praktikum Kimia Umum pada Semester I tahun 2011/- 2012 yang berjumlah 39 orang. Materi kuliah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinetika kimia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Julisampai dengan Nopember2011. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan bulan September sampai Nopember2011. Tabel 1.Indikator Keberhasilan Proses Siklus I dan Siklus II Aspek Indikator Keberhasilan siklus I (%) siklus II (%) PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 21 Keaktifan pebelajar mengajukan pertanyaan 40 50 Ketepatan waktu melakukan kegiatan eksplorasi dan elaborasi (mengerjakan LKS)
60
75 Interaksi antar pebelajar dalam kerja kelompok 60 80 Kemampuan pebelajar menjelaskan pemecahan masalah 60 75
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: rencana pembelajaran, lembar observasi, worksheet, kuis, dan tes hasil belajar. Instrumen observasi disusun berdasarkan komponen standar proses Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Kuis dan tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui kualitas hasil belajar. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk merekam kualitas pembelajaran. Sedangkan tes digunakan untuk mengetahui kualitas hasil belajar. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I berlangsung 3jam pelajaran @ 50 menit. Pada setiap pertemuandilaksanakan pretes dan pos tes @ 15 menit. Pembelajaran dilakukan secara klasikal (pendahuluan, eksplorasi, konfirmasi dan penutup) dan kelompok (eksplorasi dan elaborasi). Pada pembelajaran kelompok, pebelajar dibagi menjadi 8kelompok yang masing-masing terdiri atas 4 atau 5 orang.Dengan komposisi tersebut pembelajarmasih dapat mengontrol kegiatan pembelajaran. Pembelajar selalu memantau aktifitas setiap pebelajardalam pembelajaran sehingga mereka berpartisipasi dengan sangat baik. Pada saat kerja kelompok, hampir semua anggota kelompok dapat bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang terdapat dalam worksheet. Tetapi masih ada anggota kelompok yang belum bisa bekerja sama dan tampak kebingungan. Demikian juga pada sesi konfirmasi, masih ada anggota kelompok yang sama sekali tidak berani berargumentasi, meskipun pembelajar sudah memandunya dengan pertanyaan-pertanyaan pemandu. Hal ini tampak dari perolehan poin aktifitas pebelajaryang bervasiasi mulai dari 1 sampai dengan 40. Kelompok poin yang menunjukkan tingkat par- tisipasi pebelajar dalam pembelajaran disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Partisipasi Pebelajar dalam Pembelajaran Siklus I Kriteria Kelompok Poin Jumlah pebelajar Persentase (%) Kurang aktif 1-9 7 17,95 Cukup aktif 10-19 16 41,03 Aktif 20-29 12 30,76 Sangat aktif 30-40 4 10,26 Jumlah 39 100
Berdasarkan data Tabel 2 dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I 32 dari 39pebelajar (82%) berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Sebagian besar pebelajar mengikuti pelajaran dengan baik namun belum banyak mangajukan, menjawab, atau menanggapi pertanyaan temannya dalam diskusi. Pebelajar yang benar-beanr aktif 16orang dan 4 orang di antaranya sangat aktif dalam pembela- jaran. Mungkin karena subjeknya mahasiswa tahun pertama yang masih berada pada keadaan transisi dari kehidupan sekolah ke kehidupan kampus. Aktifitas belajar yang baik ini perlu dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap pembelajar sehingga masa studi mahasiswa dapat dikurangi dan dengan kualitas yang memuas- kan. Hasil belajar pebelajar diukur dengan tiga jenis kegiatan evaluasi yaitu penyelesaian tugas, pretes, dan postes. Tabel 3 menyajikan ringkasan hasil belajar.Pada tugas 1 semua kelompok pebelajar mengumpulkan tepat waktu, meskipun belum semua pebelajar bekerja dengan baik. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pebelajarsudah dapat bekerja sama. Pada pertemuan berikutnya, tugas 2, semua kelompok pebelajar PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 22 bekerjasama dengan lebih baik sehingga mereka dapat menyelesaikan praktikum lebih cepat. Namun demikian masih ada tiga pebelajaryang skor postesnya cukup rendah, yakni kurang dari 60. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa ketiga mahasiswa tersebut belum dapat beradaptasi dengan baik, masih suka menyendiri dan kurang percaya diri. Tabel 3. Hasil Belajar Pebelajar pada Siklus I Kriteria Skor rerata Tugas 82,55 Kuis 1 (Pretes) 62,1 Kuis 2 (Postes) 85,3
Penggunaan strategi pembelajaran standar proses yang dimodifikasi dalam pembelajaran laju reaksi dapat meningkatkan aktifitas pebelajar dalam tanya jawab, praktikum, diskusi, dan presentasi. Peningkatan aktifitas ini juga diikuti oleh peningkatan hasil belajar di mana skor pretes pada siklus I adalah 62,1 se- dangkan skor postesnya adalah angka 85,3. Capaian siklus I yang lain disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa pembelajaran yang berlangsung pada siklus I ini berjalan cukup baik. Dari 4 aspek yang diukur, 3 aspek dapat mencapai target dan 1 yang lain mendekati target. Namun demikian kualitas proses ini masih perlu terus ditingkatkan sehingga dicapai pembelajaran yang benar- benar berkualitas. Berdasarkan hasil siklus I, siklus II dilakukan perbaikan-perbaikan sebagai berikut: 1) memperluas elaborasi dan konfirmasi. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi keraguan pebelajar akan kebenaran jawaban temannya; dan 2) Memantau dan memverifikasi pemahaman setiap pebelajar dengan pertanyaan pemantau sehingga setiap pebelajar mempunyai rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, baik dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Dua perbaikan di atas diterapkan pada siklus II dengan strategi pembelajaran yang sama dengan sik- lus I. Di samping penambahan dua perbaikan di atas, materi kuliahnya juga baru, yaitu kesetimbangan ki- mia. Pembelajaran dilakukan 3 jam pelajaran @ 50 menit. Pada akhir pembelajaran dilaksanakan postes selama 15 menit. Tabel 4. Capaian Pelaksanaan Tindakan Siklus I Aspek Target (%) Capaian (%) Keaktifan pebelajar mengajukan atau merespon pertanyaan 40 38 Ketepatan waktu melakukan kegiatan eksplorasi dan elaborasi (mengerjakan LKS) 60 100 Interaksi antar pebelajar dalam kerja kelompok 60 82 Kemampuan pebelajar menjelaskan pemecahan masalah 60 74 Tabel 5. Partisipasi Pebelajar dalam Pembelajaran Siklus II Kriteria Kelompok Poin Jumlah pebelajar Persentase (%) Kurang aktif 1-9 3 7,69 Cukup aktif 10-19 16 41,03 Aktif 20-29 16 41,03 Sangat aktif 30-40 4 10,26 Jumlah 39 100
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 23 Partisipasi pebelajar pada tiap-tiap pertemuan berjalan dengan lebih baik dan lebih interatif diband- ingkan dengan siklus I. Pada siklus ini pembelajarjuga dapat memantau kinerja setiap pebelajar dengan baik. Setiap pebelajar merasa lebih yakin dengan pemahamannya karena setiap respon yang dikemu- kakannya selalu di konfirmasi dan diverifikasi oleh pembelajar. Pada saat presentasi, pembelajar menunjuk anggota kelompok yang akan presentasi sehingga semua anggota kelompok siap menjadi presenter. Demikian juga pada tanggapan masing-masing kelompok, pembelajar menugaskan/menunjuk salah satu anggota kelompok untuk memberikan komentar sehingga aktifitas pebelajaran dalam pembelajaran men- jadi lebih merata. Deskripsi partisipasi pebelajar dalam proses pembelajaran yang dihitung berdasarkan poin yang diperoleh pebelajar disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa 36 dari 39pebelajar (92%) berpartisipasi aktif dalam pembelajaran siklus II. Angka ini lebih baik dari pada siklus I yang besarnya 82%. Pada siklus II ini banyaknya pebelajar yang benar-benar aktif juga bertambah menjadi 51% dari siklus I yang besarnya 41%. Pebelajar lainnya mengikuti pelajaran dengan baik namun tidak mengajukan pertanyaan, menjawab, atau menanggapi pertanyaan dalam diskusi. Di samping kualitas proses pembelajaran, kualitas hasil belajar siklus II juga sedikit lebih baik dari pada siklus I. Tiga jenis evaluasi yang dilakukan pada siklus II, yaitu penyelesaian tugas, pretes, dan postes, memberikan angkat yang lebih baik dari pada siklus I. Ringkasan hasil belajar pebelajarpada siklus II disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Belajar Pebelajar pada Siklus II Kriteria Skor rerata Tugas 90,50 Kuis 1 (Pretes) 63,6 Kuis 2 (Postes) 88,3
Pada siklus II pebelajarjuga diberikan tugas, pretes dan postes. Tabel 6 menunjukkan bahwa motivasi pebelajardalam menyelesaikan tugas-tugas juga tetap tinggi seperti pada siklus I. Semua pebelajar mengerjakan tugas dengan baik dan mengumpulkan tepat waktu. Skor rerata postes pada siklus II (88,3) sedikit lebih tinggi dari pada siklus I (85,2). Penggunaan standar proses yang dimodifikasidengan penekanan pada aspek konfirmasi dapat meningkatkan aktifitas pebelajardalam pembelajaran dan meningkatkan kualitas presentasi dan diskusi kelas. Capaian pebelajar pada siklus II disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Capaian Pelaksanaan Tindakan pada Siklus II Aspek Capaian siklus I (%) Target siklus II (%) Capaian siklus II (%) Keaktifan pebelajar mengajukan pertanyaan 38 50 51 Ketepatan waktu melakukan kegiatan eksplorasi dan elaborasi (mengerjakan LKS)
100
75 100 Interaksi antar pebelajar dalam kerja kelompok 82 80 87 Kemampuan pebelajar menjelaskan pemecahan masalah 74 75 77
Dari 4 aspek yang diukur pada siklus II, semuanya dapat melampaui target. Kemampuan menjelaskan sesuatu memang tidak mudah, tidak hanya membutuhkan kompetensi dalam memahami materi pelajaran tetapi juga kompetensi dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Namun demikian rasa per- PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 24 caya diri yang besar akibat bekal pengetahuan yang dimilki dapat mendorong pebelajar untuk mengemu- kakan pendapatnya, mengemukakan penyelesaian masalah yang diketahuinya. Penerapan standar proses yang dimodifikasi dalam pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran sangat baik,pebelajartidak saja berpartisipasi aktif dalam pembelajaran tetapi juga memperlihatkan aktifitas mental yang menjadi indikator berlangsungnya proses belajar. Pebelajar menelaah setiap masalah yang dihadapi, mendiskusikan penyelesaiannya, dan me- nelaah bahan ajar untuk menemukan jawabannya.Kualitas hasil belajar mendukung analisis yang terjadi pada kualitas proses, skor rerata postes siklus II menunjukkan angka 88,3. Suatu angka hasil belajar yang luar biasa. Kombinasi metode pembelajaran ceramah, tanya jawab, praktikum, diskusi dan presentasi yang diramu secara proporsional membantu mahasiswa memahami materi kuliah dengan sempurna. Kinetika kimia merupakan bagian penting dari kimia fisik, bahan kajian kimia yang ditakuti mahasiswa.Namun demikian, dengan strategi pembelajaran yang baik materi kuliah yang sulit ini bisa dipahami mahasiswa dengan baik. Alur penyajian materi perkuliahan yang baik, dimulai dari orientasi, motivasi dan apersepsi guna membentuk pemahaman awal pebelajar, diikuti dengan eksplorasi dan elaborasi guna memperkaya pemahaman, dilanjutkan dengan presentasi dan konfirmasi guna membentuk pemahaman yang benar, dan diakhiri dengan penutup guna merangkum dan menyimpulkan hasil belajar, melahirkan rasa percaya diri yang tinggi pebelajar sehingga mereka merasa dapat memahami materi kuliah dengan baik. Dengan over- view yang jelas mahasiswa dapat memahami arah dan sasaran perkuliahan. Di setiap tahap dalam introdu- sir konsep (istilah), deskripsi atau mekanisme pembelajar selalu menyelinginya dengan tanya jawab guna memantau dan mengkonfirmasi pemahaman setiap mahasiswa. Dengan cara ini pembelajar mengetahui siapa di antara peserta mata kuliah ini yang bisa mengikuti kuliah dengan baik, bisa mengikuti kuliah den- gan bantuan, dan tidak bisa mengikuti kuliah. Apabila mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep, deskripsi atau mekanisme yang pembelajar jelaskan, pembelajar meminta mereka membuka hand out. Pembelajar beri waktu sejenak untuk membaca sendiri materi kuliahnya. Pembelajar keliling kelas un- tuk memantau pemahaman mahasiswa sambil menjelaskan kosa kata yang barang kali maknanya belum diketahui. Pada akhir tahap elaborasi pembelajar minta mahasiswa berkelompok untuk mendiskusikan penyelesaian worksheets dan mempresentasikan hasilnya. Dengan cara ini pembelajar berharap mahasiswa dapat menerapkan pemahamannya dalam menyelesaikan soal-soal. Akhirnya, setiap perkuliahan selalu diakhiri dengan kesimpulan dan rangkuman yang berisi inti materi perkuliahan. Dengan cara ini mahasiswa yang lambat belajar minimal memahami materi kuliah secara global, sedangkan yang cepat belajar dapat memahami materi kuliah secara detail. Temuan-temuan penting dari implementasi standar proses yang dimodifikasiini adalah: (1) pembela- jaran yang dilakukan dengan memadukan berbagai metode dengan pendekatan tanya jawab untuk mening- katkan proses mental pebelajar memerlukan waktu yang panjang; (2) Bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup yang diperoleh pebelajar dari proses belajar sebelumnya, khusunya kegiatan eksplorasi, me- mudahkan dan meningkatkan motivasi pebelajar pada kegiatan elaborasi. Bekal pengetahuan yang dimak- sud di sini adalah pemahaman konsep terkait, sedangkan bekal keterampilan adalah keterampilan melak- sanakan praktikum; (3) Implementasi standar proses yang dimodifikasi memerlukan kemampuan penge- lolaan kelas yang baik sehingga dinamika dan kinerja setiap pebelajar dapat berjalan baik; dan (4) Pema- haman individu pebelajar perlu dipantau dan dikonfirmasi dengan pertanyaan-pertanyaan konfirmer, baik pebelajar yang cepat belajar apalagi yang lambat belajar.
KESIMPULAN Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Standar proses yang dimodifi- kasidapat diterapkan pada pembelajaran kinetika kimia mata kuliah Praktikum Kimia Umum. Optimasi standar proses dengan pertanyaan pemantau dan pemverifikasi pemahaman dapat menumbuhkan motivasi belajar, keberanian mengemukakan pendapat, dan hasil belajar pebelajar. (2) Implementasi standar proses PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 25 yang dimodifikasi dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Penggunaan strategi ini meningkat- kan partisipasi pebelajar dalam pembelajaran (bertanya, menjawab, dan menanggapi), penyelesaian tugas, interaksi pebelajaran dalam kelompok, dan pemecahan masalah secara kelompok. (3) Implementasi standar proses yang dimodifikasi dapat meningkatkan kualitas hasil belajar pebelajar dari skor rata-rata 62,1 (pre- tes) menjadi 85,2(postes) (siklus I) dan 63,2 (pretes) menjadi 88,3 (postes) (siklus II). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan: 1) standar proses yang dimodifikasiperlu diimplementasikan dalam pembelajaran guna meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran, dan 2) perlu penelitian lanjutan untuk meningkatkan keefektifan penggunaan standar proses yang dimodifikasi dan mengetahui keefektifannya untuk mata kuliah atau materi kuliah yang lain.
DAFTAR RUJUKAN Arends, R.I. 1988. Clasroom Instructional Management. New York: MacGraw Hill Book Companies, Inc. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan NasionalRepublik Indonesia Nomor 41 Ta- hun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pen- didikan Nasional Dasna, I.W.,Kartini, Setyowati, I. 2009. Penggunaan Model Siklus Belajar Group Investigation untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa dalam Mempelajari Kimia. Jurnal SAINS. 38(1):2539-48. Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Katalog Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Malang: Univer- sitas Negeri Malang. Gabel, D. 1999. Improving Teaching and Learning Through Chemistry Education Research. A look to The Fu- ture.Journal of Chemical Education, 76:548-553. Kemmis, S. & McTaggart, R. 1988. The Action Research Planner. Third Edition. Victoria: Deakin University Press. Muntholib. 2011. Increasing Learning Quality of Metabolism for International Level of Teacher Tradining Students Using Standar proses yang dimodifikasi. International Conference Proceeding on Learning Technology. FIP, Universitas Negeri Malang. Rohandi, R. 2001. Menuju Kebiasaan Bertanya Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Senjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Winarni, E.W. 2006. Peningkatan Penguasaan Konsep IPA Siswa melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 35(2):211-225.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 26
PENGARUH PENGGUNAAN MODUL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE -5E UNTUK MATERI KELARUTAN (S) DAN HASIL KALI KELARUTAN (KSP) PADA SISWA KELAS XI SEMESTER 2 MAN 3 MALANG TERHADAP HASIL BELAJAR Binti Afifah 1) Dedek Sukarianingsih 2)
1) MAN 3 Malang 2) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
Abstract: This study was aimed at knowing the influence of using the Learning Cycle 5E module on solubility matter (s) and constant solubility product (Ksp) on the students learning results. The second graders of MAN 3 Malang which were at the beginning of the second semester 2010/2011 were the subjects of the research. In this case, there were two classes selected randomly to be experimental and control groups. To collect the data, lesson plan, observation sheet, tests, and questionnaires were em- ployed as research instrument. The influence of using the Learning Cycle 5E module on the students learning results was analyzed by comparing the learning results of the experimental and control groups after the whole materials were already taught. The study shows that (1) the quality of the experimental group learning prosses performed better than the control one (2) Based on the T-test 2 point of views, it was found that there were no significant differences of the students learning results (3) Based on the questionnaire results, the students gave the positive responses toward the implementation of the Learn- ing Cycle 5E module with the percentage of 76,32%. Key words: learning module, learning cycle-5E model, solubility (s), constant solubility product (Ksp)
Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari meningkatnya kemampuan belajar siswa secara mandiri, sehingga pengetahuan yang dikuasai siswa adalah hasil belajar yang dilakukannya sendiri (Novak & Gowin, 1984; Arend, 2001 dalam Idris, 2005: 82). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemam- puan belajar siswa secara mandiri masih rendah, terutama dalam kelompok mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam. Hal ini, menyebabkan hasil belajar siswa pada kelompok mata pelajaran MIPA, salah satunya mata pelajaran kimia relatif rendah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar kimia secara bermakna disebabkan oleh rendahnya kualitas pemahaman terhadap kon- sep dasar kimia (Pickering, 1990; Sawrey, 1990; Stavy, 1988; Griffith and Preston, 1989; Friedel dan Ma- loney, 1992 dalam Kirna, 2002). Kesulitan belajar ini berpengaruh terhadap minat dan motivasi belajar kimia. Kondisi ini bermuara kepada kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia cenderung rendah. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 27 Rendahnya kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar kimia juga diakibatkan adanya anggapan keliru dari sebagian guru bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran pengajar (guru) kepada pebelajar (siswa). Implikasinya, dalam kegiatan belajar mengajar, guru mendominasi dengan metode ceramah dan kurang mengaitkan materi pelajaran yang diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa. Hal ini merupakan tantangan bagi pengajar untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat agar indikator pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah penggunaan model pembelajaran learning cycle -5E atau biasa disingkat LC -5E. Paradigma konstruktivistik berusaha mengurangi ciri guru konvensional yang banyak berfungsi sebagai pemberi ilmu dan penceramah untuk bergeser fungsinya menjadi fasilitator (Srini,2001). Model learning cycle -5E adalah suatu model pembelajaran konstruktivistik yang diduga memenuhi tuntutan tersebut, sebab pada dasamya model pembelajaran ini tidak hanya merupakan rangkaian kegiatan yang menyoroti konsep-konsep ilmu kimia yang sedang dipelajari tetapi sekaligus mengaitkan konsep baru tersebut dengan konsep-konsep yang pernah dipelajari siswa dan fenomena di kehidupan atau di bidang teknologi yang dikenal siswa. Dengan learning cycle siswa diajak lebih memahami fenomena alam dan teknologi secara ilmiah dengan cara membangun konsep-konsep sendiri (Srini, 2004: 10). Secara garis besar, di dalam proses pembelajaran dengan model LC-5E peserta didik dituntun untuk memperoleh pengetahuannya sendiri dengan cara melewati beberapa tahapan atau fase pembelajaran dalam tiap pertemuan. Untuk mendukung keterlaksanaan model tersebut supaya efektif dan efisien diperlukan sumber belajar yang relevan. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan bahan ajar berupa modul pembelajaran model LC -5E. Modul Menurut Russel (dalam Setyosari dan Effendi, 1990:8) dalam bukunya Modular Instruction, menjelaskan pengertian modul adalah sebagai berikut A modul is an instructional package dealing with a single conceptual unit of subject matter. It is in attemt to individualize learning by enabling the student to master one unit of content before moving to another. Menurut Mulyasa (2002:43) modul merupakan paket belajar yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Mbulu (2001:89), modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap, yang terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang secara empiris telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif dan spesifik. Modul yang diterapkan adalah modul learning cycle -5E pada materi kelarutan (s) dan hasil kali kela- rutan (Ksp). Salah satu alasan di pilihnya materi tersebut adalah Pada materi tersebut banyak dijumpai pengetahuan yang bersifat abstrak serta beberapa hitungan. Keabstrakan maupun hitungan yang terdapat dalam materi Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) memerlukan pemahaman yang lebih agar tu- juan pembelajaran dapat tercapai. Untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (memahami konsep-konsep penting), siswa perlu dituntun secara berurutan dan dilatih untuk mandiri. Siswa dituntun secara berurutan maksudnya jelas tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menuju ke pemahaman suatu konsep. Mandiri artinya siswa belajar sendiri dari modul yang dibuat dilengkapi dengan langkah-langkah (biasanya berupa kalimat perintah) dalam penggunaan modul maupun yang menyangkut tentang materi atau pengerjaan soal. Modul yang diterapkan dengan model LC -5E, meliputi tahapan engagement, exploration, explana- tion, elaboration, dan evaluation (Dasna, 2006). Dalam penerapannya di kelas modul pembelajaran ini dirangkai dalam 5 tahap kegiatan, yakni tahap engagement (Membangkitkan minat dan keingintahuan sis- wa tentang topik yang akan diajarkan), tahap exploration (Memberi kesempatan pada siswa untuk menga- jukan prediksi & menguji hipotesis melalui kegiatan praktikum atau telaah literatur), tahap explanation (Bertujuan menjelaskan konsep yang sedang dipelajari dengan kalimat tersendiri dan mengaitkannya den- gan hasil exploration ), tahap elaboration (menerapkan konsep dan keterampilan yang mereka kuasai dalam situasi baru ), tahap evaluation (Refleksi terhadap pemahaman konsep siswa mengenai materi yang telah dipelajari). Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut diharapkan siswa dapat belajar kimia secara bermakna yang nantinya akan bermuara terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar yang baik. Penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui keterlaksanaan pembelajaran menggunakan modul dengan model Learning Cycle -5E (2) Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa (3) Mengetahui persepsi siswa. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 28
METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang pada dasarnya bertujuan mengkaji pen- garuh penggunaan modul learning cycle- 5E di kelas terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu dibutuhkan dua macam subyek yang paralel, satu diperlakukan sebagai sampel dan lainnya sebagai kontrol. Kelas eksperi- men diajar dengan modul learning cycle -5E sedangkan kelas kontrol diajar dengan model learning cycle- 5E berbantuan LKS. Desain penelitian secara ringkas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Desain Penelitian
Subjek Pretes Perlakuan Postes Eksperimen - X 1 O Kontrol - X 2 O
Keterangan: X 1 = pembelajaran model LC -5E berbantuan modul X 2 = pembelajaran model LC -5E berbantuan LKS O = postes dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang tidak acak
Untuk menjawab tujuan penelitian tentang keterlaksanaan proses pembelajaran dengan modul digunakan lembar observasi, persepsi siswa terhadap penggunaan modul selama proses pembelajaran kimia digunakan rancangan deskriptif kualitatif dengan menggunakan angket. Pelaksanaan penelitian mencakup tahap-tahap persiapan (perijinan dan diskusi dengan guru di sekolah uji coba dan sasaran), pengembangan instrumen, uji coba, pelaksanaan pengambilan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX semester 2 MAN 3 Malang sebanyak dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan lainnya sebagai kelas kontrol. Pemilihan dua kelas sebagai sampel penelitian adalah didasarkan atas kesetaraan kemampuan siswa di kedua kelas tersebut yang dibuktikan oleh nilai kimia siswa pada pokok bahasan sebelumnya, yaitu hidrolisis. Kemampuan awal siswa kelas kontrol dan eksperimen dibuktikan seimbang dengan uji-t. Instrumen penelitian ini mencakup: (1) instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran model Learning Cycle -5E berbantuan modul pada siswa kelas ekperimen, dan model pembelajaran learning cycle -5E tanpa bantuan modul pada kelas kontrol. (2) intrumen pengukuran berupa angket (mengetahui persepsi siswa), tes (mengetahui hasil belajar siswa setelah penggunaan modul pembelajaran) tes ini dilakukan setiap kali pertemuan berupa kuis (fase evaluasi) dan diakhir materi (ulangan harian), lembar observasi (mengetahui keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung). Instrumen tes di validasi dan di uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian oleh 3 validator yang berkompeten di bidang kimia. Pelaku penelitian adalah peneliti, guru kimia dan 3 observer (mahasiswa kimia). Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam bulan Maret-April 2011. Data penelitian berupa: data keterlaksanaan model pembelajaran LC -5E, data kemampuan awal siswa, data hasil belajar siswa (nilai kuis pada fase evaluasi dan ulangan harian), data hasil belajar afektif, data hasil belajar psikomotorik dan data persepsi siswa. Data dalam penelitian ini akan dianalisis baik secana kuantitatif maupun kualitatif untuk dapat membandingkan subyek yang menjadi sampel dan kontrol. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 29
HASIL - Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran LC 5E Tabel 1: Deskripsi Persentase Ketercapaian setiap Aspek pada Model Pembelajaran Learning Cycle - 5E Kelas Eksperimen
Aspek RPP I RPP II RPP III RPP IV RPP V skor % skor % skor % skor % skor % A 19 95 19 95 19 95 19 95 19 95 B 19 95 19 95 19 95 19 95 19 95 C 22 91 22 91 22 91 21 87 22 91 D 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 E 8 100 5 62 8 100 8 100 8 100 F 3 75 3 75 3 75 3 75 4 100 G 3 75 3 75 3 75 3 75 3 75 H 4 100 4 100 3 75 3 75 4 100 Rerata 11,3 91,4 10,8 86,7 11,1 88,3 11 87,8 11,3 94,5 Kriteria Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
Tabel 2: Deskripsi Persentase Ketercapaian setiap Aspek pada Model Pembelajaran Learning Cycle - 5E Kelas kontrol
aspek RPP I RPP II RPP III RPP VI RPP V skor % skor %
skor %
skor %
skor % A 18 90 18 90 18 90 18 90 18 90 B 17 85 16 80 16 80 16 80 16 80 C 18 75 20 83 20 83 20 83 20 83 D 10 83 9 75 9 75 9 75 9 75 E 4 50 3 37 7 87 7 87 7 87 F 2 50 2 50 3 75 3 75 3 75 G 3 75 3 75 3 75 3 75 3 75 H 4 100 3 75 3 75 3 75 3 75 rerata 9,5 76 9,2 70,5 9,8 80 9,8 80 9,8 90 Kriteria Baik Baik Baik Baik Sangat baik
Keterangan: A : Fase pendahuluan (engagement) B : Fase eksplorasi (exploration) C : Fase penjelasan (explanation) D : Fase penerapan (elaboration) E : Fase evaluasi (evaluation) F : Pengelolaan waktu G : Mengakomodasi pembelajaran berpusat pada siswa H : Kemampuan guru mengakomodasi masalah di kelas Sangat Baik : 81% - 100% PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 30 Baik : 61% - 80% cukup : 41% - 60% jelek : 1% - 40%
Secara umum keterlaksanaan proses pembelajaran modul learning cycle-5E pada kelas eksperiment rata-rata sebesar 89,74 dengan kategori sangat baik dan kelas kontrol rata-rata sebesar 79,30 dengan kategori baik. - Kemampuan Awal Siswa Data kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai materi hidrolisis. Data nilai kemampuan awal tersebut kemudian dilakukan uji homogenitas, uji normalitas dan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t kemampuan awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen seimbang. Tabel 3: Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa Kelas Nilai Probabilitas Kesimpulan Eksperimen 0.304 Normal Kontrol 0,450 Normal Tabel 4: Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa F hitung F Tabel , = 0,05 Kesimpulan 0.245 3.990 Homogen Tabel 5: Data Uji-t Kemampuan Awal Siswa Kelompok Jumlah Siswa Rerata Sig. t hitung t Tabel Kesimpulan Eksperimen 34 83.88 0,662 0,245 2,000 Tidak terdapat perbedaan antara kemampuan awal siswa kelas kontrol dan kelas ekperimen
Pemberian kuis pada fase evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa yang telah dipelajari pada masing-masing fase dan sebagai bahan refleksi untuk melakukan siklus lebih lanjut. Ber- dasarkan data nilai kuis pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. - Data Nilai Hasil Belajar Kognitif Tabel 7: Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Hasil Tes Kelas Eksperimen Kelas Kontrol % Kriteria tuntas E K 0,00- 74 8 Siswa 14 Siswa 23,52 45,45 Belum tuntas 75-100 28 Siswa 19 Siswa Jumlah siswa 34 Siswa 33 Siswa Nilai tertinggi 100 95 76,48 54,55 Tuntas Nilai terendah 61 41 Rata-rata kelas 82,32 77,15 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 31 Tabel 8: Data Uji Normalitas Hasil Belajar Kognitif Siswa
Kelas Nilai Probabilitas Kesimpulan Eksperimen 0,266 Normal Kontrol 0,414 Normal Tabel 9: Data Uji homogenitas Hasil Belajar Kognitif Siswa
F hitung F Tabel , = 0,05 Kesimpulan 2.742 3.990 Homogen Tabel 10: Data Uji-t Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelompok Jum- lah Siswa Rerata Sig. t hitung t Tabel Kesimpulan Eksperimen 3 4 8 2,32 0 ,085 .750 .000 Tidak terdapat per- bedaan antara hasil belajar siswa kelas kontrol dan siswa kelas ekperimen Kontrol 33 77.15
Berdasarkan Tabel 10 hasil pengujian hipotesis hasil belajar siswa dengan uji t dua pihak tersebut, H1 ditolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran learning cycle -5E berban- tuan modul sama efektifnya dibanding model pembelajaran learning cycle -5E untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp). - Data Hasil Belajar Afektif Tabel 11: Data Nilai Afektif Siswa aktivitas Eksperimen Kontrol Selisih Nilai rerata Nilai rerata A 93 87 6 B 79 74 5 C 77 62 15 D 79 77 2
Keterangan : A : Kehadiran siswa B : Kuantitas dan kualitas bertanya C : Kuantitas dan kualitas menjawab pertanyaan D : Partisipasi individu dalam kelompok PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 32 Tabel 12: Data Rerata Nilai Afektif Siswa Parameter Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Selisih rerata aktivitas N 34 33 1 X rata-rata 82 75 7 Xmin 93 62 31 Xmax 93 69 24 - Data Hasil Belajar Psikomotorik Tabel 13: Data Nilai Psikomotor Siswa aktivitas Eksperimen Kontrol selisih Nilai rerata Nilai rerata A 87 87 0 B 100 87 13 C 67 66 1
Keterangan : A : Penilaian kinerja praktikum B : Pengamatan percobaan C : Kebersihan alat setelah praktikum Tabel 14: Deskripsi Rerata Nilai Psikomotor Siswa Parameter Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Selisih rerata aktivitas N 34 33 1 X rata-rata 84,7 80 4,7 Xmin 91.7 75 16,7 Xmax 91.7 75 16,7 - Data persepsi siswa Tabel 15. Data persepsi siswa No Isi angket Jumlah skor % skor Kriteria respon A. Modul kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp) Engagement 1 Penggunaan contoh dan gambar pada fase ini sudah sesuai dengan materi yang akan dipelajari 112 82 Sangat positif 2 Penggunaan contoh dan gambar pada fase ini apakah dapat membangkitkan rasa ingin tahu tentang materi yang akan dipelajari 107 75 positif 3 Kalimat pada fase ini mudah dipahami 103 76 Sangat positif Fase Eksplorasi 4 Pertanyaan-pertanyaan pada awal paragraf dapat membuat anda mengerti tentang materi yang akan dipelajari 105 77 Sangat positif PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 33 (kemampuan awal anda) 5 Fase ini dapat memberi kesempatan kepada anda untuk lebih aktif berpikir dan bekerja 108 79 Sangat positif 6 LKS pada fase ini sesuai dengan materi yang sedang dipelajari 114 83 Sangat positif 7 Kegiatan pada LKS mudah untuk anda pahami 110 80 Sangat positif 8 Alat dan bahan yang digunakan sesuai dengan materi yang sedang dipelajari 110 80 Sangat positif 9 Pertanyaan yang terdapat pada fase ini mudah anda pahami dan kerjakan 99 72 positif 10 Kalimat pada fase ini mudah dipahami 108 79 Sangat positif Fase Eksplanasi 11 Materi pada fase ini mudah anda pahami dan mengerti 109 80 Sangat positif 12 Kalimat pada fase ini mudah dipahami 107 78 Sangat positif Fase Elaboration 13 Soal-soal pada fase ini mudah anda pahami 102 75 positif 14 Soal-soal pada fase ini sesuai dengan materi yang sedang dipelajari 110 80 Sangat positif 15 Soal-soal pada fase ini menambah pemahaman anda 102 75 positif Fase Evaluation 16 Soal-soal pada fase ini sesuai dengan materi yang dipelajari 110 80 Sangat positif 17 Kalimat pada fase ini mudah dipahami 108 79 Sangat positif Glosarium 18 Isi glosarium pada masing-masing kegiatan sudah jelas 115 84 Sangat positif 19 Glosarium pada masing-masing kegiatan belajar sesuai dengan materi 114 83 Sangat positif 20 Kalimat pada fase ini mudah dipahami 108 79 Sangat positif B PEMBELAJARAN DENGAN MODUL 21 Dengan menggunakan modul belajar kimia lebih mudah dan menyenangkan 110 80 Sangat positif 22 Dengan menggunakan modul anda lebih termotivasi untuk belajar kimia 109 80 Sangat positif 23 Dengan menggunakan modul kesempatan belajar anda akan lebih banyak 109 80 Sangat positif 24 Anda tidak merasa kesulitan selama belajar dengan menggunakan modul 95 70 positif 25 Anda merasa senang selama belajar dengan menggunakan modul 104 76 Sangat positif 26 Anda selalu berusaha memahami isi dari modul 104 76 Sangat positif 27 Anda selalu mempersiapkan diri untuk mempelajari kembali materi yang telah dipelajari disekolah 85 62 positif 28 Anda mempelajari kembali materi yang dipelajari 97 71 positif 29 Anda mengerjakan sendiri tiap tahap dalam modul 94 69 positif 30 Anda dapat mengerjakan tiap tahap dalam modul dengan tepat waktu 90 66 positif 31 Anda dapat belajar sendiri dengan modul tanpa bantuan dari guru 82 60 positif PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 34
Berdasarkan hasil angket, siswa memberikan respon sangat positif terhadap penerapan model pembe- lajaran learning cycle -5E berbantuan modul yakni 76,32%. BAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan model pembelajaran learning cycle -5E berban- tuan modul memiliki persentase yang lebih besar daripada model pembelajaran learning cycle -5E tanpa bantuan modul (LKS). Hal ini dapat terjadi dengan alasan penggunaan modul pembelajaran berpengaruh terhadap proses pembelajaran yakni menjadi lebih efektif dan efisien. Efektif dan efisiensi ini berdasarkan ketercapaian tujuan pembelajaran dalam setiap fase learning cycle, pengelolaan waktu pembelajaran dan kemampuan guru dalam mengakomodasi masalah di kelas. Penggunaan modul pembelajaran dapat menarik perhatian dan motivasi belajar siswa di kelas sehingga proses interaksi dalam kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa dapat berlangsung dengan tepat. berdasarkan hasil uji-t 2 pihak dengan = 0,05 tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifi- kan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul den- gan rata-rata sebesar 82,32 dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan LKS dengan rata-rata sebesar 77,15. Berdasarkan hasil angket, siswa memberikan respon san- gat positif terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul yakni 76,32%, Artinya penggunaan modul pembelajaran tersebut efektif dalam meningkatkan proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari nilai kuis, nilai afektif dan psikomotor siswa yang dibelajarkan dengan model pembe- lajaran learning cycle 5 E berbantuan modul lebih tinggi daripada yang dibelajarkan dengan model pembe- lajaran learning cycle -5E berbantuan LKS. Dengan model learning cycle siswa memiliki wadah untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya. Tahap-tahap dalam model learning cycle memungkinkan siswa mengkonstruksi konsep-konsep yang dipe- lajari dengan penuh makna, apalagi ditunjang modul yang menarik yang didalamya terdapat tahapan- taha- pan yang menuntun mereka menguasai konsep secara utuh. Model dan bahan ajar yang digunakan mem- bangkitkan motivasi belajar mereka, sehingga peluang mendapatkan nilai tinggi menjadi lebih terbuka. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah: (1) Kualitas keterlaksanaan pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul lebih tinggi dibandingkan dengan Kualitas keterlak- sanaan pembelajaran learning cycle -5E tanpa modul. (2) Hasil belajar siswa yang diajar dengan menerap- kan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul tidak berbeda secara signifikansiswa yang diajar dengan menerapakan model pembelajaran Learning Cycle -5E berbantuan LKS sesuai dengan uji-t diperoleh nilai Sig. (0,085) > 0,05. dan thitung (1.750) < tTabel (2,000) (3) Persepsi siswa terhadap model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul sebesar 76,32 % artinya siswa memberikan respon sangat positif terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle -5E berbantuan modul. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Modul learning cycle-5e dapat dijadikan strategi alternatif dalam pembelajaran kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp) di SMA, Akan tetapi penggunaan modul ini perlu adanya bimbingan guru supaya siswa lebih mudah memahami isi modul. (2) Perlu dilakukan penelitian pererapan modul learning cycle-5e untuk pokok bahasan kimia lain- nya, dan (3) Perlu dilakukan penelitian pengaruh penggunaan modul learning cycle- 5e untuk pokok ba- hasan yang sama terhadap variabel-variabel yang lain. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 35 DAFTAR RUJUKAN Dasna, W.I. 2005. Model Siklus Belajar (LC) Kajian Teoritis dan Implementasinya dalam Pembelajaran Kimia. Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP JICA. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Idris, Jamaluddin. 2005. Analisis Kritis Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Taufiqiyah Saadah & Suluh Press. Iskandar, Srini M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Kimia. Malang: FMIPA UM Iskandar, Srini M. 2001. Penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia di SMU. Media Komunikasi Kimia. No 2 (5) hal 1-12. Kirna, I Made. 2002. Penerapan Strategi Realita-Analogi-Diskusi Menggunakan Multimedia Untuk Meningkatkan Kualitas Pemahaman Siswa SMU Kelas I Semester I Tentang Konsep Partikel Materi, Zat Tunggal, Campuran, Atom, dan Molekul. (Laporan Penelitian). IKIP Negeri Singaraja Mbulu, Joseph. 2001. Pengajaran Individual: Konsep Dasar, Metode, dan Media. Malang: Yayasan Elang Mas. Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya Setyosari, P., & Effendi. 1991. Pengajaran Modul (buku penunjang perkuliahan). Malang: depdikbud IKIP Malang. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung:CV.Alfabeta. Tim Penulis. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Keempat. Malang: UM Press.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 36
PENGARUH STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI IA SMA NEGERI I MALANG Anis Syukrun Nimah 1) Srini Murtinah Iskandar 2)
Siti Marfuah3) Jurusan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang 65145 Telp. (0341) 567382 E-mail: modifysoldier@yahoo.com 1)
Abstract: The curriculum in SBI or RSBI is KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) and enriched by curriculum of developed country, but the most dominant is KTSP. Based on the character- istics of Buffer Solution such as abstract, conceptual, sequenced, and has algorithm elements therefore one of the most suitable strategy is brain-based learning. The aims of this research are: (1) describing the implementation of brain-based learning strategy and describing affective and psychomotor learning outcome of students learned by brain-based learning strategy and students learned by discussion- preentation; (2) knowing the difference of cognitive learning outcome between students learned by brain-based learning strategy and students learned by discussion-presentation. This research use de- scriptive and quasy experiment designs. The result of research shows that: (1) the implementation of brain-based learning strategy in SMA Negeri 1 Malang is well done; (2) there is difference between cognitive learning outcome of students learned by brain-based learning strategy and students learned by discussion-presentation; (3) affective and psychomotor learning outcomes of students learned by brain- based learning strategy is better than students learned by discussion-presentation. Keywords: brain-based learning, chemistry learning outcomes, buffer solution
Mutu pendidikan yang dimiliki oleh suatu bangsa ditunjukkan oleh kualitas sumber daya yang dimilikinya. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia juga senantiasa memperbaiki mutu pendidikan untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan tersebut di antaranya adalah dengan mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan juga mengadakan perubahan paradigma kurikulum, sehingga saat ini kita mengenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Efendi (2009:183) menjelaskan sebagai berikut. Sekolah Bertaraf Internasional merupakan sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 37 Berdasarkan pengertian Sekolah Bertaraf Internasional tersebut, maka kurikulum yang digunakan di Sekolah Bertaraf Internasional adalah KTSP yang diperkaya dengan kurikulum asing dari salah satu negara tersebut. Namun kurikulum yang lebih mendominasi tentu saja adalah KTSP. KTSP 2006 memberikan kesempatan kepada guru untuk memilih cara-cara penyampaian pembelajaran yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga guru bisa menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif. Makmun (2001) menyebutkan bahwa memilih dan menetapkan prosedur, model dan teknik belajar mengajar yang dipandang paling efektif dan efisien serta produktif dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya sehingga siswa menguasai materi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Dengan demikian untuk membuat siswa menguasai materi, diperlukan cara penyampaian materi yang sesuai dengan karakteristik materi tersebut. Begitu juga untuk menyampaikan materi dalam pelajaran kimia, karena ilmu kimia mencakup proses dan produk. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (nature science) yang mengambil materi (matter) sebagai obyek. Ilmu kimia dibangun dengan metode ilmiah yang terdiri dari tahapan proses-proses ilmiah untuk mendapatkan produk ilmiah (konsep, prinsip, aturan, hukum). Jadi ilmu kimia mencakup dua hal yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Berdasarkan kajian tentang hakikat ilmu kimia tersebut, Sukarna (2000) menyebutkan bahwa ciri-ciri umum ilmu kimia adalah sebagai berikut (1) konsep, prinsip, aturan, hukum dan teori dalam ilmu kimia diperoleh dengan metode ilmiah melalui pendekatan teoretik dan pendekatan eksperimental; (2) sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak mikroskopis; (3) meliputi pengukuran-pengukuran besaran atau mengkaji tentang hitungan kimia; (4) ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya; (5) bahan kajian ilmu kimia sifatnya berurutan dan berkembang sangat cepat sampai menyentuh disiplin ilmu lain. Sukarna (2000) menyebutkan bahwa ilmu kimia di SMA tidak dipelajari dengan cara terpisah berdasarkan bidang ilmu kimia secara sendiri-sendiri, namun dipelajari dalam satu kesatuan. Salah satu materi dalam pelajaran kimia yang diajarkan di SMA kelas XI adalah materi pokok Buffer Solution. Karakteristik dari materi ini adalah abstrak, konseptual, berurutan dan juga mengandung unsur algoritmik. Karakteristik materi yang cukup kompleks ini terkadang membuat siswa bosan atau jenuh dalam pembelajaran sehingga siswa merasa kesulitan dalam memahaminya. Menurut observasi awal yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan wawancara terhadap guru kimia di SMA Negeri I Malang, sebagian besar siswa kelas XI masih mengalami kesulitan dalam memahami materi ini. Data hasil test harian Buffer Solution ditunjukkan oleh Tabel 1. Tabel 1. Data Hasil Test Harian Buffer Solution pada Tahun 2010 Kelas Jumlah siswa Siswa dengan nilai di bawah KKM Rata-Rata XI IA 4 38 55,26 % 53,57 XI IA 5 38 57,89 % 55,0
Tabel 1 atas menunjukkan bahwa lebih dari 50 % siswa belum mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditetapkan oleh SMA Negeri 1 Malang yaitu 75. Faktanya materi Buffer Solution seringkali muncul pada ujian nasional maupun ujian seleksi masuk PTN. Untuk mencapai nilai KKM tersebut diperlukan penguasaan yang baik terhadap materi. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi cerdas dan bisa memahami apa yang dipelajari, sehingga bukanlah hal yang tidak mungkin untuk membuat siswa memahami konsep materi ini dengan mudah. Hal ini didukung oleh pernyataan Tony Buzan dalam Dreyden dan Vos (2003) yang menyebutkan bahwa otak memiliki 100 miliar sel aktif dan masing-masing memiliki 20.000 koneksi (dendrit) pada setiap sel untuk menyimpan informasi. Setiap neuron mirip dengan komputer yang canggih dan masing-masing terhubung dengan sel- sel lain dengan mengirimkan pesan-pesan elektris-kimiawi sepanjang akson. Dari pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa sel otak manusia memiliki kemampuan yang baik dalam mengolah informasi dan memahami sesuatu yang dipelajarinya. Hanya saja untuk memaksimalkan potensi tersebut diperlukan perlakuan dan suasana yang mendukung. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 38 Selama ini ilmuwan telah mencoba untuk memahami cara otak manusia bekerja dari dalam. Dari badan riset tentang otak yang multi-disipliner dan sangat luas inilah lahir cara berpikir tentang pembelajaran. Dalam kenyataannya, otak tidak didesain untuk efisiensi atau ketaatan. Justru otak berkembang paling baik melalui seleksi dan kemampuan bertahan hidup (Jensen, 2008). Hal ini berarti bahwa untuk memaksimalkan pembelajaran, terlebih dahulu harus menemukan bagaimana otak bekerja. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk memaksimalkan potensi otak siswa diperlukan perlakuan dan suasana yang mendukung. Untuk membantu siswa memahami materi yang tergolong kompleks seperti Buffer Solution diperlukan perlakuan dan suasana yang mendukung untuk memaksimalkan kemampuan otaknya sehingga dapat memahami materi Buffer Solution dengan mudah. Perlakuan yang dimaksud adalah pemilihan model atau strategi pembelajaran yang tepat berdasarkan karakteristik materi Buffer Solution. Sedangkan suasana yang dapat mengembangkan potensi manusia, terutama siswa untuk belajar adalah dengan memberikan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Peter Kline dalam Dreyden dan Vos (2003) menyatakan bahwa bagi kebanyakan orang, belajar akan sangat efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan. Dalam keadaan senang dan tidak tertekan siswa akan merasa mudah untuk belajar, menelaah dan memahami setiap materi yang dipelajarinya. Berdasarkan alasan tersebut maka diperlukan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengkaji dan memikirkan materi ini secara mendalam dan juga menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga siswa merasa nyaman dalam lingkungan belajarnya dan dapat menguasai materi ini dengan baik. Ada berbagai macam pendekatan atau strategi yang dapat digunakan untuk membuat siswa aktif, namun tidak semuanya didasarkan pada struktur dan fungsi otak yang memiliki peran utama dalam pembelajaran seseorang. Salah satu strategi yang bisa digunakan untuk menyampaikan materi Buffer Solution adalah strategi brain-based learning. Brain-based learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang berdasarkan pada stuktur dan fungsi otak. Brain-based learning adalah pendekatan yang multi-disipliner dan dibangun di atas sebuah pertanyaan Apa saja yang baik untuk otak? Hal ini merupakan sebuah cara berpikir mengenai pembelajaran, bukan merupakan sebuah disiplin yang berdiri sendiri, dan juga bukan merupakan format yang ditentukan atau dogma. Kelas didesain menjadi suatu lingkungan belajar yang memberikan kenyamanan dan kesenangan bagi siswa dan juga menuntun siswa untuk berpikir secara mendalam dengan memberikan tantangan. Adapun tujuh tahapan dalam brain-based learning adalah: pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan, serta perayaan dan integrasi. Karakteristik materi Buffer Solution memiliki beberapa kesamaan dengan materi Fluida. Karena materi Fluida telah berhasil dengan baik disampaikan dengan strategi brain-based learning, diharapkan materi Buffer Solution akan berhasil dengan baik jika disampaikan dengan strategi brain-based learning sehingga dapat memberian hasil belajar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang baik, karena tahapan dalam strategi brain-based learning melatih siswa untuk berpikir kreatif, kritis, dan menyelesaikan masalah. Selain itu Brain-based learning belum pernah digunakan untuk menyampaikan pelajaran kimia di SMA Negeri I Malang meskipun siswa sudah mengenal pembelajaran konstruktivistik lain misalnya jigsaw, problem posing, dan problem solving, sehingga siswa sudah terbiasa untuk belajar dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning). Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan keterlaksanaan strategi brain-based learning yang dilaksanakan di Kelas XI IA SMA Negeri 1 Malang; (2) mengetahui perbedaan hasil belajar kognitif siswa SMA Negeri I Malang yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dengan siswa yang dibelajarkan dengan metode diskusi dan presentasi pada materi pokok Buffer Solution; (3) mendeskripsikan hasil belajar afektif dan psikomotor siswa kelas XI IA SMA Negeri I Malang yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dan siswa yang dibelajarkan dengan metode diskusi dan presentasi pada materi pokok Buffer Solution. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 39 METODE Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan quasi eksperimen yaitu rancangan pascatest dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang tidak diacak. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Malang pada tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 31 Maret 2011. Sampel dipilih dengan teknik cluster random sampling terdiri atas dua kelas yaitu kelas XI IA 1 (35 siswa) sebagai kelas kontrol dan XI IA 2 (35 siswa) sebagai kelas eksperimen. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas tiga variabel antara lain (1) variabel bebas yaitu strategi brain-based learning; (2) variabel kontrol yaitu syllaby, handout, worksheet, soal postest dan soal final test; (3) variabel terikat yaitu hasil belajar kimia. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Instrumen perlakuan berupa syllaby, lesson plan, handout, dan worksheet. Sedangkan instrumen pengukuran terdiri atas soal final test dan lembar observasi. data keterlaksanaan strategi brain- based lerabing dan data hasil belajar afektif dan psikomotor dianalisis kemudian dideskripsikan. Sedangkan data hasil belajar kognitif dianalisis menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows dengan uji Independent Sample t Test. HASIL Deskripsi Keterlaksanaan Strategi Brain-Based Learning
Deskripsi keterlaksanaan strategi brain-based learning diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan. Hasil observasi keterlaksanaan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Keterlaksanaan Strategi Brain-Based Learning pada Setiap Pertemuan Pertemuan Persentase Keterlaksanaan (%) I 85 II 88 III 100 IV 100 V 100
Data Kemampuan Awal Siswa
Berikut ini diberikan data kemampuan awal siswa yang diperoleh dari nilai test materi Acid-Base So- lution. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan awal antara kels eksperimen dan kelas kontrol. Diperoleh hasil bahwa kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sama. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3 sampai Tabel 6. Tabel 3. Ringkasan Data Kemampuan Awal Siswa Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Mean 76,91 75,17 Median 81,23 81,23 Jumlah Siswa 35 35 Nilai Tertinggi 92 92 Nilai Terendah 42 42 Jumlah Siswa yang Tuntas 22 22 % Ketuntasan (%) 62,86 62,86 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 40 Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa Kemampuan_awal_kelas_eksperimen Kemampuan_awal_kelas_kontrol Chi-square df Asymp. Sig. 7.600* 20 .994 15.057* 23 .893 Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa Levene Statistic df 1 df 2 Sig. .106 1 68 .745 Tabel 6. Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Awal Siswa Levenes test for Equality of Variances t-Tesr for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2 tailed) Kemampuan_Awal Eq. Variances assumed .106 .745 .728
68 .469
Eq. Variances not assumed .728 66.692 .469
Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
Berikut ini diberikan data hasil belajar kognitif siswa yang diperoleh dari nilai test materi Buffer Solution. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 7 sampai Tabel 10. Tabel 7. Ringkasan Data Hasil Belajar Kognitif Siswa Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Mean 89,14 77,29 Median 87,69 74,56 Jumlah Siswa 35 35 Nilai Tertinggi 100 95 Nilai Terendah 65 65 Jumlah Siswa yang Tuntas 30 24 % Ketuntasan (%) 85,71 % 68,57 % Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Kognitif Siswa Hasil_belajar_kelas_eksperimen Hasil_belajar_kelas_kontrol Chi-square df Asymp. Sig. 9.114* 7 .245 10.029* 7 .187
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 41 Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Kognitif Siswa Levene Statistic df 1 df 2 Sig. .371 1 68 .544 Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Hasil Belajar Kognitif Siswa Levenes test for Equality of Variances t-Test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2 tailed) Kemampuan_Awal Eq. Variances assumed .371 .544 2.988 68 .004 Eq. Variances not assumed 2.988 68.855 .004
Data Hasil Belajar Afektif dan Psikomotor Siswa
Hasil belajar afektif dan psikomotor siswa diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan. Kriteria dan deskripsi nilai afektif dan psikomotor di SMA Negeri 1 Malang ditunjukkan oleh Tabel 10. Tabel 11. Kriteria Nilai Afektif dan Psikomotor SMA Negeri 1 Malang Rentang Nilai Kriteria 91-100 Sangat Baik 81-90 Baik 71-80 Cukup 61-70 Kurang 60 Sangat Kurang
Berikut ini disajikan hasil belajar afektif dan psikomotor untuk siswa pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 12. Hasil Belajar Afektif Siswa Kriteria Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Jumlah Siswa Persentase (%) Jumlah Siswa Persentase (%) Sangat Baik 1 2,86 1 2,86 Baik 31 88,57 10 28,57 Cukup 3 8,57 24 68,57 Kurang 0 0 0 0 Sangat Kurang 0 0 0 0
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 42 Tabel 13. Hasil Belajar Psikomotor Siswa Kriteria Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Jumlah Siswa Persentase (%) Jumlah Siswa Persentase (%) Sangat Baik 24 68,57 15 42,86 Baik 11 31,43 20 57,14 Cukup 0 0 0 0 Kurang 0 0 0 0 Sangat Kurang 0 0 0 0 PEMBAHASAN Deskripsi Keterlaksanaan Strategi Brain-Based Learning
Pelaksanaan strategi brain-based learning pada penelitian ini terdiri atas enam kali pertemuan dengan alokasi waktu 10 X 45 menit (8 X 45 menit kegiatan pembelajaran dan 2 X 45 menit untuk tes akhir bab) yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2011 sampai 31 Maret 2011. Kelas yang digunakan sebagai sampel terdiri atas dua kelas yaitu kelas XI IA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IA 2 sebagai kelas eksperimen. Jumlah siswa yang digunakan sebagai sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 35. Brain-based learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang berdasarkan pada stuktur dan fungsi otak. Brain-based learning adalah strategi yang multi-disipliner dan dibangun di atas sebuah pertanyaan apa saja yang baik untuk otak? Brain-based learning melibatkan mind mapping dan musik dalam pembelajarannya. Mind mapping bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami garis besar materi sehingga siswa dapat terbenam dalam sebuah pembelajaran. Musik memberikan relaksasi pada otak, karena otak dapat berpikir paling baik dalam keadaan rileks Tahapan dalam strategi brain-based learning terdiri atas tahap pra-pemaparan, tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan memasukkan memori, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, serta tahap perayaan dan integrasi. Tahap pra pemaparan merupakan sebuah tahapan yang membedakan strategi brain-based learning dengan strategi yang lain, tahap ini bertujuan untuk memberikan ulasan kepada otak tentang pembelajaran baru, sebelum benar-benar menggali lebih jauh. Pra pemaparan membantu otak membangun konsep yang lebih baik, dalam penelitian ini menggunakan bantuan mind map. Pada penelitian ini, mind map disiapkan oleh guru kemudian didiskusikan pada setiap pertemuan dalam tahap pra-pemaparan. Guru menunjukkan sebuah mind map di depan kelas. Kemudian guru mengajak siswa untuk mendiskusikan mind map tersebut dengan memberikan pertanyaan untuk membangunkan otak siswa dan membuat siswa merasa tertarik terhadap pembelajaran. Setelah siswa benar-benar mengetahui apa yang akan mereka pelajari, baru kemudian siswa memasuki tahap yang kedua yaitu tahap persiapan. Tahap persiapan merupakan tahap untuk menciptakan keingintahuan atau kesenangan. Siswa harus merasa terhubung dengan pembelajaran sebelum siswa menginternalkannya. Pada tahap ini guru memberikan fakta, data, atau video yang berkaitan dengan sub materi yang akan dipelajari. Setelah melihat fakta, data, atau video tersebut siswa akan merasa ingin tahu dengan apa yang sedang mereka pelajari. Fakta, data, atau video yang diberikan dapat mengarahkan siswa untuk memahami materi, hal ini sebagaimana telah diungkapkan oleh Jensen (2008:486) bahwa otak dapat belajar paling baik dari pengalaman konkret terlebih dahulu. Dalam materi ini pengalaman konkret diwakili dengan fakta, data, PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 43 atau video. Tahapan ini juga membantu siswa untuk berpikir secara lebih mendalam, bukan hanya menghafal. Pengalaman konkret yang diberikan oleh guru membantu otak siswa untuk berpikir dengan lebih baik. Hal ini akan berbeda jika guru langsung memberikan materi secara langsung karena siswa hanya akan memperoleh penjelasan saja tanpa harus berlatih untuk berpikir. Selanjutnya siswa memasuki tahap ketiga yaitu tahap inisiasi dan akuisisi. Jika pada tahap kedua siswa dihubungkan dengan materi buffer solution melalui data, fakta atau video, maka pada tahap ketiga ini siswa dibuat lebih tertarik dalam pembelajaran dengan mengolah sendiri data, fakta, atau video yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini, siswa berkelompok untuk menganalisis suatu masalah atau melakukan sebuah eksperimen sehingga belajar akan lebih bermakna dan siswa lebih memahami apa yang mereka pelajari. Jensen (2008:487) menyebutkan beberapa hal yang memberikan pembenaman kepada siswa di antaranya pengalaman pembelajaran yang nyata misalnya studi kasus, eksperimen, kunjungan lapangan, wawancara, atau pembelajaran langsung dan juga program komputer yang dirancang dengan baik misalnya video interaktif. Tahap ini juga membantu siswa untuk belajar berpikir tingkat tinggi. Dengan adanya tahap inisiasi dan akuisisi siswa akan terbiasa untuk mengalami sendiri apa yang dipelajari sehingga mereka akan berpikir lebih mendalam dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Tahap keempat merupakan tahap elaborasi. Pada tahap ini, analisis data, fakta, atau video yang telah diperoleh pada tahap ketiga akan dibahas lebih mendalam. Siswa boleh mengeksplorasi berbagai sumber untuk melengkapi hasil diskusinya. Setelah diskusi dalam kelompok selesai, selanjutnya dilakukan presentasi oleh beberapa kelompok. Hal ini dapat berfungsi untuk melatih siswa saling berbagi sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih banyak. Siswa juga berlatih untuk berpikir tingkat tinggi dengan berlatih menyelesaikan soal dalam worksheet tersebut. Keempat tahap tersebut membuat siswa terlatih untuk berpikir secara lebih mendalam. Pembelajaran dimulai dengan memikirkan materi secara keseluruhan, kemudian membahas sebagian materi tersebut berdasarkan suatu data dan membahasnya lagi secara lebih mendalam dan mendetail. Tahap kelima yaitu tahap inkubasi dan memasukkan memori. Tahap kelima ini juga merupakan tahap yang membedakan strategi brain-based learning dengan strategi yang lainnya. Pada tahap ini, otak siswa yang telah bekerja keras pada tahap sebelumnya memasuki tahap istirahat dan pengendapan. Disebut sebagai tahap istirahat karena pada tahap ini siswa diijinkan untuk beristirahat selama lima hingga sepuluh menit sambil mendengarkan musik klasik. Musik klasik yang dipakai dalam penelitian ini adalah musik Mozart yaitu Mozart Greatest Hits 04- Symphony No.40 in G Minor, k. 550 dan Mozart Pachelbel - Canon in D (Violin, Cello & Harp). Musik mozart tersebut dipilih karena kedua musik tersebut memiliki irama yang menenangkan dan bersemangat. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa musik Mozart dapat meningkatkan konsentrasi. Di antaranya studi awal Rauscher pada Centre for the Neurobiology of Learning and Memory di University California mengemukakan bahwa mendengarkan musik Mozart sebelum ujian adalah penting untuk membantu meningkatkan nilai ujian (Jensen, 2008:383). Tahap pengendapan dimaksudkan untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelum memasuki postes. Hal ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Siswa berdiskusi dengan teman dalam kelompok untuk mendiskusikan apa yang telah dipelajari. Selain itu, siswa juga diijinkan membuat jurnal atau catatan penting jika diperlukan. Tahap pengendapan ini sangat bermanfaat untuk membantu siswa memahami pelajaran secara mendalam, karena otak belajar paling efektif dari waktu ke waktu, bukan langsung pada suatu saat (Jensen, 2008:489). Tahap keenam, yaitu tahap verifikasi atau pengecekan keyakinan. Pada penelitian ini dilakukan dengan pemberian test baik secara verbal maupun tertulis. Pemberian test digunakan untuk mengukur seberapa jauh siswa mampu menyerap materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, tahap ketujuh yaitu tahap perayaan dan integrasi. Tahap ini dilakukan untuk memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi dan juga untuk memotivasi semua siswa. Penghargaan dalam hal ini adalah dalam bentuk pujian atau applause. Namun penghargaan atau pujian tidak selalu diberikan karena menurut penelitian Alfie Kohn (1993) dalam Jensen (2008:409), anak-anak dapat menjadi tergantung secara negatif terhadap pujian. Seorang peneliti lain yaitu Martin Ford (1992) dalam Jensen (2008:415) menyatakan bahwa imbalan tidak PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 44 selamanya buruk. Sehingga imbalan dalam proses pembelajarn harus digunakan secara bijaksana, yaitu diberikan seperlunya saja dan jangan terlalu berlebihan. Sebab imbalan yang berlebihan dapat membuat siswa memiliki ketergantungan negatif, sehingga siswa hanya akan belajar karena ingin mendapatkan imbalan tersebut. Dalam strategi brain-based learning justru lebih ditekankan untuk memberikan kegembiraan, variasi, umpan balik, dan motivasi. Oleh sebab itu, pada tahap perayaan dan integrasi guru selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan belajar dan juga merayakan dengan applause untuk semua siswa, tidak hanya untuk siswa yang terbaik. Pada pertemuan terakhir guru membagikan snack untuk semua siswa pada tahap perayaan dan integrasi. Hal ini sebagai bentuk imbalan karena siswa telah belajar dengan baik. Keterlaksanaan strategi brain-based learning dalam penelitian ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 11. Keterlaksanaan strategi brain-based learning pada pertemuan pertama tercatat sebesar 85 %. Hal ini terjadi karena pada pertemuan pertama waktu yang digunakan adalah 1 x 45 menit. Tahap pertama dan kedua dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Namun memasuki tahap ketiga memerlukan waktu 10 menit, yang berarti 5 menit lebih lama dari waktu yang direncanakan. Kemudian pada tahap keempat, siswa juga membutuhkan waktu 20 menit, yaitu 5 menit lebih lama dari waktu yang direncanakan selama 15 menit. Sehingga setelah memasuki tahap keempat siswa langsung mengerjakan postes secara individu. Pada pertemuan kedua, siswa melakukan eksperimen di laboratorium. Tahap pertama dapat berjalan dengan lancar. Namun tahap kedua tidak dapat terlaksana karena LCD di laboratorium mengalami gangguan saat pembelajaran berlangsung. Sehingga video pembuatan larutan penyangga dan grafik kapasitas larutan penyangga yang seharusnya ditayangkan ditunjukkan melalui laptop dan guru memberi penjelasan dengan menggambarkan pembuatan larutan penyangga. Tahap ketiga dapat terlaksana dengan baik namun terjadi kemoloran waktu 10 menit dari waktu yang telah direncanakan yaitu 30 menit. Tahap keempat dan kelima dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Memasuki tahap keenam, siswa dapat mengerjakan soal postes namun sebagian siswa belum menyelesaikannya dan siswa harus menyelesaikan soal tersebut di rumah. Sehingga berdasarkan analisis dari lembar observasi, dapat diketahui bahwa keterlaksanaan strategi brain-based learning pada pertemuan kedua ini adalah sebesar 88 %. Selanjutnya pada pertemuan ketiga, keempat dan kelima semua tahap dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Siswa sudah terbiasa mendiskusikan mind map pada setiap pertemuan. Selain itu siswa sudah langsung duduk berkelompok pada awal pembelajaran dan juga lebih terbiasa dengan strategi brain-based learning. Guru juga sudah mulai mengatur waktu dengan lebih baik sehingga semua tahap dalam strategi brain-based learning dapat telaksana dengan baik dan sesuai dengan lesson plan yang telah direncanakan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa strategi brain-based learning telah terlaksana dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, yaitu pengelolaan kelas yang baik, sebagian besar siswa yang antusias dalam pembelajaran, kondisi kelas yang kondusif, dan sarana-prasarana yang dimiliki oleh sekolah yang sangat mendukung untuk digunakan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor penghambat, di antaranya managemen waktu yang kurang baik dan beberapa orang siswa yang mengalami masalah belajar dan tidak dapat fokus ketika pembelajaran berlangsung. Hasil Belajar Kognitif Siswa Rumusan masalah yang kedua pada penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa SMA Negeri I Malang yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional pada materi pokok Buffer Solution. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut maka peneliti melakukan uji analisis data kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil belajar kognitif pada materi Acid-Base Solution atau Larutan Asam-Basa. Dapat diketahui dari Tabel 4 dan Tabel 5 bahwa data kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terdistribusi normal dan homogen, sehingga analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah statistik parametrik yaitu Independent Sample t-test. Hasil uji Independent Sample t-test pada Tabel 6 menunjukkan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 45 bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol atau dengan kata lain kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sama. Pada penelitian ini, kelas eksperimen diberi perlakuan yaitu penerapan strategi brain-based learning. Sedangkan pada kelas kontrol diberi perlakuan diskusi dan presentasi. Kelas eksperimen dan kelas kontrol menerima handout, worksheet dan soal postest yang sama. Setelah diberi perlakuan berbeda (strategi brain- based learning) selama lima pertemuan dengan alokasi waktu 8 X 45 menit, kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi test yang sama. Hasil test yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis dengan uji prasyarat analisis untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal dan homogen atau tidak. Hasil uji prasyarat analisis pada Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen sehingga uji statistik yang digunakan adalah statistik parametrik yaitu Independent Sample t Test. Hasil uji Independent Sample t Test pada Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dalam hal ini siswa kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning memiliki hasil belajar kognitif yang lebih tinggi daripada kelas kontrol yang dibelajarkan dengan diskusi dan presentasi saja. Berdasarkan teori dari strategi brain-based learning yaitu otak dapat berpikir paling baik saat berada dalam kondisi rileks. Kondisi rileks pada penelitian ini diberikan pada tahap kelima yaitu inkubasi dan memasukkan memori. Dalam tahap ini selain siswa dianjurkan untuk mengendapkan memori dengan cara mengingat kembali apa yang telah dipelajari, siswa juga diberi kesempatan untuk mendengarkan musik klasik. Musik klasik memiliki efek positif terhadap otak dan dapat menghilangkan stres. Musik klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mozart Greatest Hits 04- Symphony No.40 in G Minor, k. 550 dan Mozart Pachelbel - Canon in D (Violin, Cello & Harp). Kedua musik tersebut memiliki irama yang bersemangat dan menenangkan sehingga dapat digunakan untuk merelaksasikan otak dan tidak membuat siswa mengantuk. Selain menghadirkan musik, strategi brain-based learning menggunakan mind map untuk membantu siswa mengenal secara keseluruhan sebelum mempelajari suatu materi secara lebih mendalam. Hal lain yang diberikan pada strategi brain-based learning adalah contoh nyata yang dalam penelitian ini digunakan video dan beberapa data yang berkaitan dengan materi Buffer Solution. Setelah siswa memperoleh contoh nyata tersebut, mereka menganalisis contoh tersebut dan mendiskusikan bersama temannya. Guru memberikan pertanyaan dalam sebuah worksheet untuk didiskusikan bersama temannya. Setelah berdiskusi dalam kelompoknya, siswa melakukan diskusi kelas. Test diberikan pada tahap keenam setelah tahap inkubasi dan memasukkan memori. Tahap terakhir diberikan untuk memotivasi siswa yaitu pada tahap perayaan dan integrasi sehingga siswa lebih termotivasi dan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Hasil Belajar Afektif dan Psikomotor Siswa Berdasarkan data pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa persentase siswa yang mendapatkan kriteria sangat baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, yaitu sebesar 2,86 %. Siswa kelas eksperimen yang mendapatkan kriteria baik sebesar 88,57 % sedangkan siswa kelas kontrol yang mendapatkan kriteria baik sebesar 28,57 %. Untuk kriteria cukup, persentase siswa kelas eksperimen sebesar 8,57 % sedangkan persentase siswa pada kelas kontrol sebesar 68,57 %. Baik siswa kelas eksperimen maupun siswa kelas kontrol tidak ada yang mendapatkan kriteria kurang atau sangat kurang. Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar afektif kelas kontrol. Hal ini disebabkan oleh tahap-tahap dalam strategi brain-based learning menuntut siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah di dalam kelas. Sehingga cara berpikir dan sikap siswa menjadi lebih baik. Berdasarkan data pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa persentase siswa yang mendapatkan kriteria sangat baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 68,57 % sedangkan pada kelas kontrol adalah 42,86 %. Persentase siswa yang mendapatkan kriteria baik pada kelas eksperimen adalah 31,43 % sedangkan pada kelas kontrol adalah 57,14 %. Baik siswa kelas eksperimen maupun siswa kelas kontrol PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 46 tidak ada yang mendapatkan kriteria cukup, kurang, atau sangat kurang. Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar psikomotor kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar afektif kelas kontrol. Dalam strategi brain-based learning siswa dilatih untuk lebih terampil dalam laboratorium. Kesempatan siswa untuk melatih keterampilan yaitu pada tahap inisiasi dan akuisisi membuat siswa lebih antusias dan serius dalam melaksanakan praktikum.
PENUTUP Kesimpulan (1) Penerapan strategi brain-based learning di SMA Negeri 1 Malang dengan materi pokok Buffer Solution dapat terlaksana dengan baik. Keterlaksanan pada pertemuan pertama sebesar 85 %, pertemuan kedua sebesar 88 %, pertemuan ketiga, keempat, dan kelima masing-masing 100 %. (2)Terdapat perbedaan hasil belajar kognitif yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning dan siswa yang dibelajarkan dengan diskusi-presentasi. Hal ini dibuktikan dengan uji t yaitu Independent sample t test yang menunjukkan nilai signifikansi 0,004 < 0,05. (3)Hasil belajar afektif dan psikomotor siswa yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan dengan diskusi-presentasi. Persentase siswa yang memperoleh kriteria sangat baik = 2,86 % ; baik = 88,57 % dan cukup = 8,57 % pada kelas yang dibelajarkan dengan strategi brain-based learning. Sedangkan persentase siswa yang memperoleh kriteria sangat baik = 2, 86 % ; baik = 28,57 % dan cukup = 68,57 % pada kelas yang dibelajarkan dengan diskusi-presentasi. Saran (1) Hasil penelitian ini hanya berlaku di SMA Negeri 1 Malang, sehingga sebaiknya dilakukan beberapa penelitian di sekolah lain yang mengalami kondisi serupa sehingga kesimpulan yang diperoleh dapat berlaku secara umum. (2)Strategi brain-based learning dapat diterapkan pada materi pokok Buffer Solution dengan karakteristik abstrak, konseptual, berurutan, dan algoritmik. Sehingga disarankan untuk diterapkan pada materi pokok lain yang memiliki karakteristik tersebut, misalnya Acid-Base Solution, Salt Hydrolysis, dan Acid-Base Titration. (3) Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam penelitian ini, pengelolaan waktu sangat mempengaruhi pelaksanaan langkah-langkah strategi brain-based learning dalam penelitian. Oleh karena itu disarankan jika hendak diterapkan hendaknya waktu dikelola dengan baik.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang. Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Online), ( http://elektronika.unp.ac.id/wp- content/uploads/2008/11/panduanktsp.pdf) , diakses 29 April 2010. Cahyaningdiah, Irma S. Peningkatan Kemampuan Berpikit Tingkat Tinggi (Higher Order Level) dan Hasil Belajar Melalui Pendekatan Berbasis Kemampuan Otak (Brain-based learning) bagi Siswa Kelas XI IPA 2. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dreyden, Gordon & Jeannette Vos. 2003. Revolusi Cara Belajar The Learning Revolution. Bagian I Keajaiban Pikiran. Bandung: Kaifa. Efendi, Mohammad. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman KBK, KTSP, dan SBI. Ma- lang: Universitas Negeri Malang Efendy. 2008. A-level Chemistry For Senior High School Students Volume 2b. Malang: Bayumedia Publishing PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 47 Gabel, Dorothy L. 1993. Use of The Particle Nature of Matter in Developing Conceptual Understanding, Journal of Chemical Education 70(3): 193-194 Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Ibnu, S., dkk. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang. Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Johari, J. M. C & M. Rachmawati. 2009. Kimia 2 SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Esis. Makmun, A. Syamsuddin. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: MediaKom. Santoso, S. 1999. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sugiyono, 2009.Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sukarna, I Made. 2000. Karakteristik Ilmu Kimia dan Keterkaitannya Dengan Pembelajaran di Tingkat SMU. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta (Proceeding Seminar Nasional FMIPA UNY dan JICA-IMSTEP) Suparno, A. Suhaenah. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti. Suparno, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI) Tim Penyusun PPKI. 2007. Pedoman penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, Edisi Keempat .Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Trihendradi, C. 2007. Langkah Mudah Menguasai Statistik Menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: Andi. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 48 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) PADA MATERI STRUKTUR ATOM, SISTEM PERIODIK, DAN IKATAN KIMIA DI KELAS XI MAN BANGIL SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Suaibatul Islamiyah MAN Bangil Jl. Balai Desa Glanggang 3A Beji Pasuruan suaibatulislamiyah89@yahoo.com
Abstrak: Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan model-model pembelajaran yang bersifat kontruktivistik seperti Cooperatif Learning tipe Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan ceramah bermakna, 2) persepsi siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dan deskriptif. Populasi penelitian adalah siswa MAN Bangil semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah penarikan sampel acak berkelompok (cluster random sampling). Sampel penelitian terdiri dari kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA4 dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 5 dengan model pembelajaran ceramah bermakna. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Anates. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan ceramah bermakna. 2) Persepsi siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diterima siswa dengan baik. Hasil angket persepsi siswa menunjukkan 87% siswa kelas TGT menyukai pembelajaran Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Kata kunci: TGT, struktur Atom, sistem periodik, dan ikatan kimia Konsep-konsep kimia sebagian besar bersifat abstrak. Oleh karena itu guru harus mengarahkan siswa untuk mengembangkan daya berpikir abstrak. Dalam hal ini guru harus mengetahui cara yang efektif bagaimana menyampaikan dan menyajikan kimia yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini sangat perlu untuk dijadikan sebagai bahan kajian bagaimana menjadikan kimia tidak lagi menjadi pelajaran yang sulit dan membosankan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran, komponen utama adalah guru dan siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat, karena model pembelajaran merupakan sarana interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Slavin (2005: 11)dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep atau materi yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan materi-materi kimia dengan temannya. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan pembentukan kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Dalam TGT digunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 49 timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu sebelumnya. Materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia merupakan materi lanjutan dari kelas X yang membutuhkan pemahaman lebih untuk mempelajarinya. Berdasarkan hasil observasi dari guru kimia MAN Bangil, pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia belum pernah dilaksanakan. Pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia biasanya dilakukan dengan metode konvensional dan pemberian tugas LKS. Pembelajaran secara kelompok pernah dilakukan tetapi pembelajaran kelompok yang bersifat klasikal yaitu pembelajaran dimana dalam suatu kelompok, siswa tidak terbagi secara heterogen dan tidak adanya suatu penghargan, turnamen, kuis pada akhir pembelajarannya. Dari latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui: 1) Perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran ceramah bermakna pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia di kelas XI MAN Bangil; 2) Persepsi siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia di kelas XI MAN Bangil. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan penelitian eksperimen semu (Quasy Experimental Design) dan penelitian deskriptif. Penelitian eksperimen digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran ceramah bermakna. Penelitian deskriptif digunakan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia. Penelitian ini dilakukan di MAN Bangil Jl. Balai Desa Glanggang No. 3A Beji Pasuruan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa MAN Bangil tahun pelajaran 2011/2012. Sampel penelitian terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen (XI IPA 4) dan kelas kontrol (XI IPA5) yang diambil dengan teknik sampling purposif (secara acak). Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas yaitu model pembelajaran TGT, variabel terikat yaitu hasil belajar siswa, dan variabel kontrol yaitu tes yang diberikan pada akhir pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Instrumen perlakuan meliputi perangkat pembelajaran pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia kelas XI. Sedangkan instrumen pengukuran meliputi instrumen untuk mengukur hasil belajar siswa dan instrumen untuk mengetahui persepsi siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Instrumen untuk mengukur hasil belajar siswa terhadap materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia berupa soal tes obyektif. Soal tes ini terdiri dari 20 soal pilihan ganda. Pilihan jawaban benar tiap soal mendapat skor 5 dan pilihan jawaban salah mendapat skor 0. Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen yang berupa soal tes obyektif telah divalidasi dan diujicobakan pada siswa kelas XII MAN Bangil. Kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai raport siswa kelas X semester genap tahun pelajaran 2010/2011. Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui persepsi siswa setelah pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Angket berisi 15 butir dan pilihan jawaban pernyataan menggunakan skala Likert dimana jawaban terhadap pernyataan yang favourabel (derajat kesukaan) diberi skor 4 dan terus berurutan 3, 2, 1. Pernyataan yang non favourabel (derajat ketidaksukaan) diberi skor 1 dan terus berurutan 2, 3, 4. Instrumen untuk uji hasil perlakuan sebelum digunakan diujicobakan pada siswa yang telah mendapatkan materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia yaitu pada siswa kelas XII Program Ilmu Alam MAN Bangil. setiap soal yang diujicobakan diberi skor 5 bila dijawab benar dan 0 bila dijawab salah. Selanjutnya hasil uji coba instrumen dianalisis untuk divalidasi. Kemudian hasil dari instrumen perlakuan di uji validitas dan reabilitasnya menggunakan progran Anates. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 50 Validitas instrumen diartikan sebagai derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya (kebenaran), bukan tentang semua soal itu benar atau seluruhnya salah (Lemlit, 1997:73). Dari 25 soal yang diuji cobakan, diperoleh 19 soal yang valid serta 6 butir soal yang tidak valid. dalam penelitian ini, untuk menguji hasil belajar siswa digunakan 20 butir soal dan 5 soal lainnya dibuang. Reliabilitas adalah keajegan atau ketetapan suatu tes. Reliabilitas atau keajegan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan apakah suatu tes telah menyajikan pengukuran yang baik. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.613 dengan katagori tinggi (Arikunto:2003). Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan persepsi siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut: F = % 100 x N B
Keterangan: F = persentase jawaban persepsiden B = Skor jawaban yang diperoleh siswa N = Skor maksimum HASIL DAN PEMBAHASAN Data kemampuan awal siswa merupakan data sebelum siswa diberi perlakuan yang diperoleh dari nilai hasil belajar siswa kelas X semester genap (nilai raport) tahun pelajaran 2010/2011.Kemampuan awal siswa secara singkat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Parameter Kelas TGT Kelas Ceramah Bermakna N X rata-rata X min X max S 30 72.83 55 90 7.9 30 68 50 90 8.7
Setelah dilakukan perlakuan pada proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diukur kemampuan siswa dengan diberi soal evaluasi yaitu soal pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan pilihan jawaban A sampai E. Hasil belajar siswa secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Parameter Kelas TGT Kelas Ceramah Bermakna N X rata-rata X min X max S 30 80 60 100 8.88 30 75 56 92 8.09
Data persepsi siswa tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia diperoleh dari angket balikan setelah proses pembelajaran kooperatif tipe TGT selesai dilaksanakan. Data disajikan pada Tabel 3. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 51 Tabel 3. Distribusi Persepsi Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT No. PERNYATAAN TANGGAPAN SS S TS STS 1. Materi reaksi redoks adalah pelajaran kimia yang sangat menyenangkan 12 16 2 0 2. Saya selalu berusaha mengikuti pelajaran kimia pada materi reaksi redoks 20 10 0 0 3. Saya selalu belajar materi reaksi redoks terlebih dahulu di rumah sebelum mendapatkan materi pelajaran di sekolah 13 14 2 1 4. Saya rajin mengerjakan pekerjaan rumah materi reaksi redoks yang diberikan oleh guru di sekolah 16 14 0 0 5. Saya bosan dengan cara mengajar guru yang berceramah saja 11 9 10 0 6. Saya merasa senang mangikuti pelajaran kimia pada materi reaksi redoks se- cara berkelompok dengan teman sekelas saya 18 12 0 0 7. Saya selalu berusaha menjawab pertanyaan materi reaksi redoks yang diaju- kan oleh guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung 17 13 0 0 8. Saya selalu menanggapi atau menyangga jawaban teman saya jika tidak se- suai dengan pendapat saya 19 11 0 0 9. Saya tidak mendapatkan kesulitan dalam mengikuti pelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran TGT 14 14 1 1 10. Saya saling membantu dengan teman dalam mempelajari materi reaksi redoks 18 12 0 0 11. Saya senang berinteraksi dengan kelompok karena menjadi terbiasa menyampaikan ide 20 9 1 0 12. Dengan model pembelajaran TGT, saya lebih mudah memahami konsep- konsep reaksi redoks 15 14 1 0 13. Dengan model pembelajaran TGT, saya lebih menyukai pelajaran kimia 19 11 0 0 14. Dengan model pembelajaran TGT, menumbuhkan sikap berkompetisi secara sehat antar kelompok 19 11 0 0 15. Saya ingin model pembelajaran TGT diterapkan pada mata pelajaran yang lainnya 13 15 2 0 Jumlah 244 185 19 2 Persentase (%) 54.2% 41.2% 4.2% 0.4%
Persentase persepsi siswa pada pembelajaran kooperatif tipe TGT menunjukkan sikap sangat setuju sebanyak 54.2%, sikap setuju 41.2%, sikap tidak setuju 4.2%, dan sikap sangat tidak setuju 0.4%. Tanggapan sangat setuju diberi skor 4, setuju 3, tidak setuju 2, dan sangat tidak setuju 1. Persepsi siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:
% 27 . 87 % 100 ) 4 15 30 ( ) 1 2 ( ) 2 19 ( ) 3 185 ( ) 4 224 ( = + + + x x x x x x x
Hasil perhitungan persepsi siswa kelas TGT menyatakan 87.27% siswa kelas TGT menyukai pembelajaran materi Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran ceramah bermakna. Dari persentase persepsi siswa kelas eksperimen memberikan hasil yang baik yaitu sebanyak 87.27% siswa menyukai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperaif tipe TGT. Dengan adanya turnamen dalam proses pembelajaran, siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi semangat belajar siswa dan hasil belajarnya menjadi meningkat. Sedangkan pada pembelajaran dengan metode ceramah bermakna, siswa cenderung menjadi lebih pasif, sehingga dapat mempengaruhi semangat belajar siswa dan hasil belajarnya kurang maksimal. Hasil belajar siswa pada kelas eksperimmen yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mejadi meningkat, hal ini sesuai dengan teori PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 52 menurut Slavin. Menurut Slavin (2005: 11) dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep atau materi yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan materi-materi kimia dengan temannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran ceramah bermakna, sehingga dapat disimpulkan lebih lanjut bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada model pembelajaran ceramah bermakna (rata-rata hasil belajar siswa kelas TGT 80 dan kelas ceramah bermakna 75.00). 2. Persepsi siswa menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diterima siswa dengan baik. Persentase persepsi siswa terhadap pembelajaran Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menyatakan 87% siswa kelas TGT menyukai pembelajaran Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran kooperatif tipeTGT.
Saran Penelitian hanya berlaku untuk model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam materi pokok Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia, karena itu peneliti menyarankan:
1. Penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diterapkan pada materi pokok Kimia SMA lain yang sesuai. 2. Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hendaknya dilakukan dengan jumlah siswa yang lebih sedikit sehingga guru bisa lebih leluasa dalam mengontrol kondisi di dalam kelas. 3. Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hendaknya dilakukan dengan waktu yang lebih banyak sehingga waktu pelaksanaan turnamen dapat berjalan sesuai tujuan. 4. Guru hendaknya memberi pengawasan penuh selama proses diskusi siswa berlangsung supaya hasil belajar kelompok dapat maksimal. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arikunto, S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta (edisi revisi): Bumi Aksara Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta Lembaga Penelitian. 1997. Dasar-DasarMetodologi Penelitian. Malang: Dekdikbud IKIP Malang Nurhidayah. 2009. Penerapan Model Learning Cycle dan Team Games Tournament (TGT) dalam Pembelajaran Materi Senyawa Hidrokarbon pada Siswa Kelas X MAN 3 Malang Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM Purba, Michael. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI.Jakarta: Erlangga Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Terjemahan oleh Lita. 2009. Bandung: Nusa Media
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 53 IDENTIFIKASI PERSEPSI KONSEP SUKAR DAN SALAH KONSEP SIFAT PERIODIK UNSUR PADA SISWA SMA NEGERI 5 MALANG Armayanti Devinta, Fariati, Herunata Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang adevint@gmail.com f4riati@gmail.com herunata_spd@yahoo.co.id
Abstrak: Salah satu materi kimia di SMA yang dapat menimbulkan persepsi konsep sukar dan salah konsep siswa adalah Sifat Periodik Unsur. Tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi konsep sukar dan salah konsep yang dialami siswa pada konsep sifat ini adalah periodik unsur. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 3 SMA Negeri 5 Malang tahun ajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berbentuk soal pilihan ganda yang telah disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikatornya dengan menghasilkan reliabilitis 0,64. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persepsi konsep sukar yang dimiliki siswa kelas XI berdasarkan hasil PJS (Persen Jawaban salah) adalah konsep jari-jari atom, energi ionisasi, jari-jari ion, afinitas elektron dan keelektronegatifan. (2) Salah konsep yang dialami siswa kelas XI berdasarkan konsistensi jawaban adalah menganggap (a) jumlah kulit sebagai golongan dan jumlah elektron valensi sebagai periode; (b) konfigurasi elektron ion sebagai hasil penjumlahan nomor atom dan muatannya; (c) unsur- unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah energi ionisasi pertamanya akan selalu makin besar; (d) unsur-unsur yang memiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah afinitas elektron pertamanya selalu makin turun; (e) makin besar nomor atom jumlah elektronnya makin banyak sehingga tingkat keelektronegatifannya makin kecil; (f) makin kecil jari-jari atom maka jari-jari ion negatifnya makin kecil dengan muatan ion negatifnya bertambah. Kata kunci: persepsi konsep sukar, salah konsep, sifat periodik unsur Penguasaan konsep sangat diperlukan dalam mempelajari ilmu kimia karena konsep kimia dikembangkan berurutan dari konsep sederhana hingga komplek (Sastrawijaya, 1988:115). konsep yang kompleks (tingkatan tinggi) hanya dapat dipahami jika konsep yang lebih dasar (fundamental) telah benar- benar dipahami. Kesulitan memahami konsep dapat mengakibatkan konsep sukar yang berpeluang menimbulkan salah konsep. Konsep sukar adalah persepsi siswa terhadap konsep yang dianggap sukar dan diukur oleh soal diagnostik dengan persentase jawaban salah siswa (PJS) 61% (komunikasi pribadi). Berg (dalam Effendy, 2002:10 ) menyatakan bahwa kesalahan yang terjadi terus menerus serta menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu dalam menafsirkan konsep, hubungan antar konsep, atau penerapan konsep yang terjadi karena ada perbedaan pemahaman konsep yang dimaksud oleh buku acuan atau ilmuwan atau masyarakat ilmiah disebut kesalahan konsep. Siswa dikatakan mengalami salah konsep apabila memberikan jawaban salah secara konsisten pada sejumlah soal yang memiliki dasar konsep yang sama. Sifat periodik unsur adalah salah satu konsep dasar kimia yang harus dipahami untuk mempelajari banyak konsep pada tingkatan yang lebih tinggi. Kesukaran dan salah konsep yang dialami PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 54 siswa pada konsep sifat periodik unsur harus segera diatasi agar tidak terjadi kesukaran ketika mempelajari konsep selanjutnya. Sebelum menentukan perlakuan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan diagnosis berupa tes diagnostik umtuk mengidentifikasi persepsi konsep sukar dan salah konsep sifat periodik unsur. METODE Penelitan merupakan deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan (Moehnilabib, dkk, 1997:44). Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan persepsi konsep sukar dan salah konsep yang dimiliki siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 5 Malang tahun ajaran 2011/2012 semester ganjil yang terdiri dari 67 siswa (32 siswa kelas XI-IPA 1 dan 35 siswa kelas XI-IPA 3) dalam memahami konsep jari-jari atom, jari-jari ion, energi ionisasi, afinitas elektron dan keelektronegatifan. Setiap kelas sampel merupakan kelas dengan kemampuan siswa yang merata. Sampel penelitian tidak diberikan perlakuan karena perlakuan telah terjadi sebelumnya melalui kegiatan belajar-mengajar. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berbentuk soal pilihan ganda dengan empat alternatif pilihan jawaban disertai dengan alasan pemilihan jawaban. Soal disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikatornya dengan jumlah 21 soal. Instrumen yang digunakan perlu diuji reliabilitasnya untuk mengetahui kualitas instrumen yang digunakan. Reliabilitas disebut juga keterandalan berkenaan dengan keajegan (consistency) hasil dari pengukuran instrumen. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2008: 86). Dalam penelitian reliabilitas soal dihitung dengan menggunakan pembelahan ganjil-genap dan pengkorelasian kedua belahan dengan korelasi product moment Pearson. Reliabilitas seluruh tes dicari menggunakan rumus Spearman-Brown dengan rumus sebagai berikut: (Arikunto, 2008: 95) Keterangan: r 11 = koefisien reliabilitas = r xy = koefisien korelasi antara variabel x dan y x = skor item ganjil y = skor item genap Kriteria reliabilitas soal adalah sebagai berikut: - r 11 0,80 sampai dengan 1,00 adalah sangat tinggi; - r 11 0,60 sampai dengan 0,79 adalah tinggi; - r 11 0,40 sampai dengan 0,59 adalah cukup; - r 11 0,20 sampai dengan 0,39 adalah rendah; dan - r 11 < 0,20 adalah sangat rendah.
Data penelitian diperoleh dari instrumen penelitian yang berupa tes obyektif dengan pemberian alasan pemilihan jawaban. Jawaban siswa dianalisis untuk menentukan PJS (persen jawaban salah), Px (persentase siswa yang memilih pengecoh) dan PK (kekonsistenan siswa menjawab salah). Berdasarkan hasil PJS, Px dan PK dapat ditentukan persepsi konsep sukar dan salah konsep siswa. Persentase jumlah siswa yang menjawab salah dihitung dengan rumus:
Keterangan: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 55 PJS = persentase jumlah siswa yang menjawab salah S = jumlah siswa yang menjawab salah N = jumlah siswa yang mengikuti tes
Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran siswa didasarkan pada kriteria menurut Arifin (1990: 75) adalah: - 0%-20% adalah sedikit sekali siswa yang mengalami kesukaran; - 21%-40% adalah sedikit siswa yang mengalami kesukaran; - 41%-60% adalah cukup banyak siswa yang mengalami kesukaran; - 61%-80% adalah banyak siswa yang mengalami kesukaran; dan - 81%-100% adalah banyak sekali siswa yang mengalami kesukaran. Untuk setiap jawaban salah pada tiap butir soal, dihitung persentase pengecoh agar dapat diketahui jumlah siswa yang mengalami kesukaran pada konsep yang diwakili oleh pengecoh tersebut. Persentase yang menyatakan jumlah siswa yang memilih jawaban salah menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Px = persentase siswa yang memilih pengecoh Bx = jumlah siswa yang memilih pengecoh N = jumlah siswa yang mengikuti tes x = pilihan jawaban yang disediakan atau alternatif jawaban salah (pengecoh) yang diberikan siswa (A, B, C, atau D). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Reliabilitas seluruh tes diperoleh menggunakan rumus Spearman-Brown dengan nilai sebesar 0,64 yang termasuk dalam kriteria tinggi. (2) nilai dari PJs dan Px dapat diketahui berdasarkan Tabel 1 berikut. Tabel 1. Perhitungan Persentase Pilihan Jawaban Siswa Kelas XI IPA 1 dan IPA 3 No. soal Pilihan Jawaban Siswa % A % B % C % D % salah A B C D omit 1 1 61 2 3 0 67 1.49 91.04 2.99 4.48 8.96 2 1 1 63 2 0 67 1.49 1.49 94.03 2.99 5.97 3 8 9 6 44 0 67 11.94 13.43 8.96 65.67 34.33 4 5 3 57 2 0 67 7.46 4.48 85.07 2.99 13.43 5 36 12 12 7 0 67 53.73 17.91 17.91 10.45 46.27 6 14 14 28 11 0 67 20.90 20.90 41.79 16.42 79.10 7 14 20 26 7 0 67 20.90 29.85 38.81 10.45 79.10 8 11 10 25 21 0 67 16.42 14.93 37.31 31.34 68.66 9 25 4 24 14 0 67 37.31 5.97 35.82 20.90 79.10 10 16 19 14 18 0 67 23.88 28.36 20.90 26.87 79.10 11 16 11 22 18 0 67 23.88 16.42 32.84 26.87 83.58 12 16 23 19 9 0 67 23.88 34.33 28.36 13.43 65.67 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 56 13 11 26 19 11 0 67 16.42 38.81 28.36 16.42 61.19 14 11 15 32 9 0 67 16.42 22.39 47.76 13.43 52.24 15 40 15 8 4 0 67 59.70 22.39 11.94 5.97 40.30 16 14 8 12 33 0 67 20.90 11.94 17.91 49.25 50.75 17 35 10 10 12 0 67 52.24 14.93 14.93 17.91 47.76 18 7 42 10 8 0 67 10.45 62.69 14.93 11.94 37.31 19 11 13 16 27 0 67 16.42 19.40 23.88 40.30 59.70 20 6 7 7 47 0 67 8.96 10.45 10.45 70.15 29.85 21 29 16 17 5 0 67 43.28 23.88 25.37 7.46 56.72 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui ada delapan soal dengan PJS 61% yaitu nomor soal 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Persepsi jenis konsep sukar yang dimiliki siswa kelas XI berdasarkan hasil PJS adalah konsep jari-jari atom (mengidentifikasi sifat periodik jari-jari atom berdasarkan konfigurasi elektron), en- ergi ionisasi (mengidentifikasi sifat periodik energi ionisasi pertama unsur-unsur yang memiliki jumlah ku- lit sama berdasarkan konfigurasi elektron), jari-jari ion (mengidentifikasi sifat periodik jari-jari ion positif berdasarkan nomor atom), afinitas elektron (mendefinisikan afinitas elektron) dan keelektronegatifan (mendefinisikan keelktronegatifan dan mengidentifikasi sifat periodik keelektronegatifan berdasarkan no- mor atom). Hasil analisis soal juga dapat disajikan pada Gambar 1, berikut.
1 2 3 4 .5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 R b i s Px Analisis Soal Kelas XI IPA 1 dan IPA 3
Gambar 1. Grafik Analisis Soal Kelas XI IPA 1 dan IPA 3 Keterangan: Rbis : kolerasi biserial Px : persentase jawaban salah siswa
Gambar 1 menunjukkan bahwa makin tinggi nilai Rbis berarti soal tersebut tergolong dalam kriteria soal baik, sedangkan makin besar Px berarti makin sukar konsep yang ada pada soal tersebut bagi siswa. Misalnya soal nomor 7 merupakan soal dengan nilai Px yang besar, yaitu senilai 0,79 dengan Rbis 0,14 artinya soal tersebut merupakan soal yang dianggap sukar oleh siswa. Identifikasi salah konsep siswa diutamakan pada konsep sukar yang dialami siswa, namun analisis kekonsistenan jawaban salah siswa juga dapat diidentifikasi dari soal dengan konsep mudah. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat diketahui nilai K dan PK salah konsep yang dialami siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3 SMA Negeri 5 Malang yang disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Salah Konsep Sifat Periodik Unsur pada Siswa Kelas XI IPA 1 dan IPA 3
No
Salah Konsep No. soal Kelas XI IPA 1 dan IPA 3 K PK 1 Menganggap jumlah kulit sebagai golongan dan jumlah elektron 1A 1 1,49 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 57 valensi sebagai periode 3C 2 Menganggap konfigurasi elektron ion sebagai hasil penjumlahan no- mor atom dan muatannya 1D 3 4,48 3B 3 Menganggap unsur-unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah energi ionisasi pertamanya akan selalu makin besar 9A 18 26,87 7B 4 Menganggap unsur-unsur yang memiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah afinitas elektron pertamanya selalu makin 15C 4 5,97 11A
5 Menganggap makin besar nomor atom jumlah elektronnya makin banyak sehingga tingkat keelektronegatifannya makin kecil
13C 11 16,42 16C 6 Menganggap makin kecil jari-jari atom maka jari-jari ion negatifnya makin kecil dengan muatan ion negatifnya bertambah 20A 2 2,99 18C
Keterangan: K : Jumlah siswa yang konsisten menjawab salah PK : Persentase siswa yang menjawab salah Jumlah siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 3 = 67 Berdasarkan Tabel 2 diketahui salah konsep terbesar yang dialami siswa kelas XI IPA 1 dan IPA 3 adalah menganggap unsur-unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya ber- tambah energi ionisasi pertamanya akan selalu makin besar. Konsep tersebut terdapat pada soal no. 9A dan 7B. Untuk jawaban siswa yang tidak terjadi kekonsistenan dalam memilih jawaban pada konsep yang sama dengan soal berbeda, hal ini menunjukkan tidak terjadi salah konsep. KESIMPULAN Persepsi konsep sukar yang dimiliki siswa kelas xi ipa 1 dan ipa 3 sma negeri 5 malang berdasarkan hasil pjs (persen jawaban salah) adalah konsep jari-jari atom, energi ionisasi, jari-jari ion, afinitas elektron dan keelektronegatifan. ) salah konsep yang dialami siswa kelas xi berdasarkan konsistensi jawaban adalah menganggap (a) jumlah kulit sebagai golongan dan jumlah elektron valensi sebagai periode; (b) konfigu- rasi elektron ion sebagai hasil penjumlahan nomor atom dan muatannya; (c) unsur-unsur yang memiiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertambah energi ionisasi pertamanya akan selalu makin besar; (d) unsur-unsur yang memiliki jumlah kulit sama, tetapi jumlah elektron valensinya bertam- bah afinitas elektron pertamanya selalu makin turun; (e) makin besar nomor atom jumlah elektronnya makin banyak sehingga tingkat keelektronegatifannya makin kecil; (f) makin kecil jari-jari atom maka jari- jari ion negatifnya makin kecil dengan muatan ion negatifnya bertambah. DAFTAR RUJUKAN Abraham, Grzybowski, Renner & Marek. 1992. Understanding and Misunderstanding of Eight Graders of Five Chem- istry concepts found in Textbooks. Research in Science Education, 29: 105-120. Arifin, Z. 1990. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Effendy. 2002. Upaya untuk Mengurangi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik kognitif. Media Komunikasi Kimia, 2(6): 1-22. Effendy. 2008. A level Chemistry for Senior High School Students Based on 2007 Cambridge Curriculum, Volume IB. Malang: Bayumedia Publishing Firman, H. & Liliasari. 1997. Kimia 1 untuk Sekolah Menengah Umum kelas 1. Departemen Pendidikan dan Kebu- dayaan. Jakarta: PT Balai Pustaka. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 58 Hanik, U. 2011. Identifikasi Konsep Sukar dan Salah Konsep Materi Hukum Kekekalan Massa pada Siswa SMA Negeri 5 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang Istiqomah, H. 2010. Identifikasi Konsep Sukar dan Salah Konsep Materi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi pada Siswa SMA Negeri 2 Pasuruan Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Moehnilabib, Mukhadis, A., Ibnu, S., Suparno, Rofiuddin, A., Sukarnyana, I. W. 1997. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang. Satrawijaya, T. 1988. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK. Sidauruk, S. 1999. Miskonsepsi Siswa SMU Negeri Kotamadya Palangkaraya terhadap Konsep Perubahan Materi, Hukum Kekekalan Massa, dan Sistem Periodik. Jurnal Penelitian Kependidikan 9(2):190-203. Wahyuni, E. 2010. Identifikasi Konsep Sukar dan Salah Konsep dalam Pokok Bahasan Perhitungan Kimia pada Siswa SMA Negeri 8 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 59 IDENTIFIKASI PERSEPSI KONSEP SUKAR DAN KESALAHAN KONSEP MATERI ASAM BASA ARRHENIUS PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 TALUN Anggy Mayestika 1)
Fariati 2)
Herunata 3)
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang 1) e-mail. ai_majesty@yahoo.com 2) e-mail. f4riati@gmail.com 3) e-mail. herunata_spd@yahoo.co.id Abstrak: Salah satu materi kimia di SMA berdasarkan KTSP yang merupakan konsep sukar siswa ada- lah konsep asam basa Arrhenius. Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Sampel pene- litian adalah siswa kelas XII SMA Negeri 1 Talun tahun ajaran 2010/2011. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berben- tuk soal pilihan ganda yang telah disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikatornya den- gan menghasilkan reliabilitis sebesar 0,708. Tujuan penelitian untuk mengetahui konsep sukar dan sa- lah konsep yang dialami siswa pada konsep asam basa Arrhenius. Hasil penelitian menunjukkan bah- wa: (1) konsep sukar yang dimiliki siswa adalah : (a) konsep reaksi asam basa Arrhenius (membedakan asam monoprotik dan poliprotik), (b) konsep penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka (mem- perkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka), dan (c) konsep reaksi penetralan (menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi dan menentukan persamaan ion bersih pada reaksi penetralan). (2) ke- salahan konsep yang dialami siswa adalah menganggap : (a) asam monoprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam yang dalam air da- pat melepaskan satu atom H sebanyak 46%, (b) asam kuat memiliki harga Ka kecil dan asam lemah memiliki harga Ka besar 19%, (c) asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung sebanyak 68%, (d) persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul 41%, (e) basa kuat memiliki harga Kb kecil dan basa lemah memiliki harga Kb besar 32%. Kata kunci: persepsi konsep sukar, salah konsep, asam basa Arrhenius. Salah satu bahan kajian di SMA adalah ilmu kimia, yang bertujuan memberikan ilmu pengetahuan dalam memahami konsep-konsep kimia, memberi bekal kepada siswa SMA agar mampu menerapkan kon- sep-konsep kimia dan metode ilmiah dengan menggunakan pendekatan belajar yang bervariasi untuk me- mecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (Karyadi, 1997). Menyadari peranan konsep sebagai dasar berfikir, maka pemahaman konsep dengan benar menjadi sangat penting. Selain itu, Kean dan Middlecamp (1985:26) mengungkapkan konsep kimia penting karena penyebab kegagalan dalam mempelajari kimia yang terjadi berulang kali adalah kegagalan mempelajari konsep kimia dengan baik. Lebih lanjut menurut Nakhleh (1992:191) bahwa kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu kimia mungkin disebabkan siswa tidak memiliki pemahaman yang tepat terhadap konsep-konsep dasar kimia PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 60 sejak pertama kali siswa mempelajari ilmu kimia. Siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep kemungkinan akan mengalami kesulitan pula dalam mempelajari konsep lain yang berhubungan, kesulitan dalam memahami konsep dengan benar menyebabkan konsep tersebut merupakan konsep sukar bagi siswa. Persepsi konsep sukar adalah persepsi siswa tentang konsep yang dianggapnya sukar dan diukur oleh soal diagnostik dengan persen jawaban salah siswa (PJS) sebesar 61% (Komunikasi pribadi). Kesulitan-kesulitan yang timbul, mungkin mengakibatkan kerancuan pemahaman konsep oleh siswa, kerancuan pemahaman apabila terjadi secara konsisten dapat menimbulkan kesalahan konsep. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Berg dalam Effendy (2002:10) kesalahan konsep adalah kesalahan yang terjadi secara terus-menerus serta menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu. Siswa dikatakan mengalami salah konsep apabila memberikan jawaban salah secara konsisten pada sejumlah soal yang memiliki dasar konsep yang sama. Asam basa Arrhenius adalah salah satu konsep dasar kimia yang harus dipahami untuk mempelajari banyak konsep pada tingkatan yang lebih tinggi. Kesukaran dan salah konsep yang dialami siswa pada konsep asam basa Arrhenius harus segera diatasi agar tidak terjadi kesukaran ketika mempelajari konsep selanjutnya. Sebelum menentukan perlakuan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan tes diagnostik konsep sukar dan salah konsep pada materi asam basa Arrhenius. Penelitan yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan (Lemlit, 1997:44). Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan persepsi konsep sukar dan salah konsep yang dimiliki siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Talun tahun ajaran 2010/2011 semester ganjil yang terdiri dari 93 siswa (30 siswa kelas XI-IPA 1, 32 siswa kelas XII-IPA 2 dan 31 siswa kelas XII-IPA 3) dalam memahami konsep reaksi asam basa Arrhenius, penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka, penetapan kekuatan basa berdasarkan harga Kb, reaksi penetralan dan pH. Setiap kelas sampel merupakan kelas dengan kemampuan siswa yang merata. Sampel penelitian tidak diberikan perlakuan karena perlakuan telah terjadi sebelumnya melalui kegiatan belajar-mengajar. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik berbentuk soal pilihan ganda dengan lima alternatif pilihan jawaban disertai dengan alasan pemilihan jawaban. Soal disusun berdasarkan peta konsep, kisi-kisi soal dan indikator. Sebelum instrumen penelitian digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan verifikasi untuk memastikan bahwa instrumen layak digunakan sebagai alat ukur. Instrumen yang digunakan harus memenuhi kriteria valid yang ditentukan yaitu apabila soal yang dibuat sudah mengandung konsep yang diukur. Tahap pada proses pengambilan data adalah validitas instrumen, uji coba instrumen. Untuk memperoleh butir soal yang baik maka dilakukan analisis hasil uji coba instrumen yang meliputi taraf kesukaran butir soal, daya beda butir soal, validitas butir soal dan reliabilitas soal tes. Setelah soal melalui proses validasi dan uji coba, soal yang tidak valid diperbaiki sehingga layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Teknik pengambilan data dilakukan dengan menyelenggarakan tes tertulis. Lembar jawaban siswa disertai kolom untuk menuliskan alasan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui persepsi konsep sukar dan kesalahan konsep asam basa Arrhenius. Teknik analisis data yang dilakukan meliputi pemberian skor, penentuan persepsi konsep sukar siswa, analisis jumlah siswa yang memilih tiap jawaban pengecoh, penentuan salah konsep siswa. Setelah data dianalisis kemudian dilakukan pengecekan keabsahan temuan. Pengecekan keabsahan temuan dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yeng memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Tujuan data triangulasi adalah untuk mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui tes tertulis sehingga keabsahan data lebih akurat. Dalam penelitian, triangulasi yang dilakukan adalah untuk mendukung data konsep sukar dan kesalahan konsep dengan membandingkan hasil tes tertulis dengan hasil wawancara. Sampel wawancara minimal sebanyak 30% siswa yang menjawab salah pada butir soal yang termasuk konsep sukar (Vaudhi, 2009:42). Wawancara yang dilakukan melalui tahap-tahap yaitu (a) Menyusun format berisi daftar pertanyaan untuk mengidentifikasi kesukaran siswa menjawab butir soal yang termasuk konsep sukar, (b) Sampel wawancara sebanyak 30% siswa yang PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 61 menjawab salah pada butir soal yang termasuk konsep sukar dan salah konsep, (c) Transkripsi hasil wawancara dengan mencatat bagian-bagian penting dari hasil wawancara yang berkaitan dengan konsep sukar yang dimiliki siswa pada konsep yang diteliti, (d) Tabulasi hasil wawancara terhadap siswa yang memiliki konsep sukar tertentu yang diteliti, (e) Mengidentifikasi pola kesukaran siswa pada konsep yang diteliti. Hasil yang diperoleh merupakan penjelasan mengenai letak kesukaran siswa pada konsep tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persen jawaban salah (PJS) siswa pada konsep asam basa Arrhenius. (2) Konsep sukar yang dimiliki siswa kelas XII berdasarkan hasil PJS adalah (a) konsep reaksi asam basa Arrhenius (membedakan asam monoprotik dan poliprotik), (b) konsep penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka (memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka), dan (c) konsep reaksi penetralan (menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi dan menentukan persamaan ion bersih pada reaksi penetralan). (3) kesalahan konsep yang dialami siswa adalah menganggap : (a) asam monoprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan satu atom H sebanyak 46%, (b) asam kuat memiliki harga Ka kecil dan asam lemah memiliki harga Ka besar 19%, (c) asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung sebanyak 68%, (d) persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul 41%, (e) basa kuat memiliki harga Kb kecil dan basa lemah memiliki harga Kb besar 32%. PJS konsep asam basa Arrhenius pada siswa akan ditunjukkan pada Tabel1. Tabel 1. PJS Konsep Asam Basa Arrhenius pada Siswa No Konsep No.Soal Siswa Jawaban salah siswa PJS 1 Reaksi asam basa Arrhenius 1.1 Menentukan asam dan basa Arrhenius pada reaksi asam basa Arrhenius 6 93 28 30 7 93 24 26 1.2 Membedakan asam monoprotik dan poliprotik 1 93 57 61 2 93 70 75 2 Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka 2.1 Memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka 3 93 67 72 4 93 66 71 8 93 41 44 12 93 66 71 3 Penetapan kekuatan basa berdasarkan harga Kb 3.1 Memperkirakan kekuatan basa berdasarkan harga Kb 9 93 50 54 16 93 52 56 4 Reaksi penetralan 4.1 Menjelaskan pengertian reaksi penetralan 10 93 24 26 13 93 27 29 4.2 Menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi 5 93 78 84 14 93 79 85 4.3 Menentukan persamaan ion bersih (net ionic equation) pada reaksi penetralan 11 93 51 55 15 93 76 82 5 Ph 5.1 Menentukan pH asam dan basa berdasarkan indikator asam basa 17 93 46 49 18 93 41 44
Keterangan : Jumlah siswa kelas XII = 93 PJS = Persen jawaban salah siswa
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 62 PJS siswa kelas XII memberikan jumlah informasi jumlah jawaban salah siswa pada konsep asam basa Arrhenius yang meliputi konsep reaksi asam basa Arrhenius, penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka, penetapan kekuatan basa berdasarkan harga Kb, rekasi penetralan dan konsep pH. Berdasarkan PJS pada Tabel 1 dan kriteria (PJS) 61% ditentukan jenis konsep sukar siswa kelas XII. Konsep sukar siswa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsep Sukar Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Talun No Konsep Sukar No.Soal Siswa Jawaban salah siswa PJS 1 Reaksi asam basa Arrhenius 1.2 Membedakan asam monoprotik dan poliprotik 2 93 70 75 2 Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka
2.1 Memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka 3 93 67 72 4 93 66 71 12 93 66 71 3 Reaksi penetralan 3.2 Menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi 5 93 78 84 14 93 79 85 3.3 Menentukan persamaan ion bersih (net ionic equation) pada reaksi penetralan 15 93 76 82 Keterangan: PJS = Persen jawaban salah siswa
Konsep sukar yang dialami siswa kelas XII adalah konsep reaksi asam basa Arrhenius pada soal no- mor 2, Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka pada nomor 3,4 dan 12, reaksi penetralan pada nomor 5,14 dan 15. Konsep sukar yang dialami siswa dapat disebabkan karena sukar dalam: mendefinisi- kan konsep, mengidentifikasikan konsep, membedakan konsep, dan menghubungkan konsep satu dengan konsep yang lain. Berdasarkan penentuan konsep sukar dari hasil data penelitian, maka diperoleh beberapa butir soal yang merupakan konsep sukar. Soal yang termasuk konsep sukar dianalisis persentase siswa yang memilih pengecoh (Px) untuk menentukan dugaan salah konsep yang dialami siswa. Kesalahan kon- sep ditentukan berdasarkan kekonsistenan siswa dalam menjawab salah pada soal berbeda tetapi dasar kon- sepnya sama. Kesalahan konsep siswa akan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kesalahan Konsep pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Talun No Kesalahan Konsep No.Soal K Siswa PK 1. Menganggap asam monoprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan satu atom H 1A/B/D/E 2A/C/D/E 43 93 46 2. Menganggap asam kuat memiliki harga K a kecil dan asam lemah memiliki harga K a besar 3A/C/D/E 4B/C/D/E 8B/C/D/E 12A/B/D/E 18 93 19 3 Menganggap asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung 5A/B/C/E 14A/B/C/D 63 93 68 4 Menganggap persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul 11A/C/D/E 15B/C/D/E 38 93 41 5 Menganggap basa kuat memiliki harga K b kecil dan basa lemah memiliki harga K b besar 9A/B/C/D 16A/B/C/E 30 93 32
Keterangan : K = jumlah siswa yang mengalami kesalahan konsep PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 63 PK = % kesalahan
Landasan penetapan siswa mengalami kesalahan konsep bila secara konsisten menjawab pilihan jawaban salah dengan konsep yang sama pada soal berbeda, hal ini juga dipertegas lagi dari hasil wawancara dengan siswa yang mengalami kesalahan konsep. Pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Talun diperoleh 5 kesalahan konsep dari 18 butir soal. Berdasarkan Tabel 3 kesalahan konsep siswa antara lain ditemukan pada konsep asam basa Arrhenius, penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka, penentuan ion pendukung dari reaksi netralisasi dan penentuan persamaan reaksi ion bersih pada reaksi penetralan. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Konsep sukar yang dimiliki siswa adalah: (a) Konsep asam basa Arrhenius (membedakan asam monoprotik dan poliprotik), (b) Penetapan kekuatan asam berdasarkan harga Ka (memperkirakan kekuatan asam berdasarkan harga Ka), (c) Reaksi penetralan (menentukan ion pendukung dari reaksi netralisasi, menentukan persamaan reaksi ion bersih pada reaksi penetralan). 2. Kesalahan konsep yang terjadi adalah menganggap (a) Menganggap asam monoprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan lebih dari satu atom H sedangkan asam poliprotik adalah asam yang dalam air dapat melepaskan satu atom H (b) Menganggap asam kuat memiliki harga Ka kecil dan asam lemah memiliki harga Ka besar (c) Menganggap asam lemah dan basa lemah memiliki ion pendukung (d) Menganggap persamaan reaksi ion bersih sama dengan persamaan reaksi molekul (e) Menganggap basa kuat memiliki harga Kb kecil dan basa lemah memiliki harga Kb besar. DAFTAR RUJUKAN Effendy. 2002. Upaya Untuk Mengatasi Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi Kimia. 2(6):1-22 Karyadi, B. 1997. Kimia 2 untuk SMA Kelas 2. Jakarta:Depdikbud. Kean, E. Dan Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia. Lemlit. 1997. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang. Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Student Dont Learn Chemistry: Chemical Misconceptions. Journal of Chemical Education. Vol.69, No.3: 191-196. Vaudhi, F. 2009. Identifikasi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Mol pada Siswa SMAN 1 Malang. Skripsi. Ma- lang: Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA UM. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 64 IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA PEMBELAJARAN STEREOKIMIA DAN REAKSI ORGANIK MELALUI STRATEGI RECIPROCAL-ANTITHESIS BERBASIS KOM- PUTER Syahmani 1) Rilia Iriani 2) 1,2) Jl. Brigjen H. Basry FKIP Unlam Banjarmasin, e-mail: syahmanichem@yahoo.co.id
Abstract: One of the least intrested subjects by the student in Organic Chemistry is the stereochemistry and organic reactions. Problems encountered are too difficult for students to understand the synthesis concept including stereochemistry, and organic reaction mechanism. The impact of this problem is the luck understanding to organic chemistry. So, we need a way to overcome this problem in order to in- crease the quality of learning processes, through implementation of lesson study (LS). Lesson study department based Programs conducted with collaboration lecturer in the department involved at the time of plan, do, and see. The results of the implementation of LS on the stereochemistry of this learning was found to increase the quality of learning with the indicator increased mastery of the material and learning process improvement, and the positive response of students. Key word: Lesson study, stereochemistry, organic reaction, the quality of learning, reciprocal teaching strategies-antithesis Kimia Organik III merupakan salah satu MKK Kompetensi Utama yang wajib diprogram mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia. Mata kuliah ini mengkaji tentang konsep-konsep dasar stereokimia, melukiskan fenomena reaksi melalui pendekatan mekanistik serta aplikasinya dalam sintesa senyawa organik. Mata kuliah ini diampu oleh dua dosen, yang masing-masing dosen bertanggung jawab pada topik tertentu yang telah dibagi di awal semester. Sebelum pelaksanaan perkuliahan tim dosen membagi tugas mengajar materi. Pada mata kuliah Kimia Organik III, dosen tidak hanya menyampaikan teori tentang stereokimia dan reaksi organik, tetapi juga disertai pemodelan dan merancang sintesis senyawa organik yang sering digunakan dalam kehidupan. Selama ini proses pembelajaran dalam Kimia Organik III tidak dilakukan secara team teaching yang sesungguhnya, yaitu tim dosen merencanakan dan melaksanakan perkuliahan secara bersama-sama, semua tim dosen masuk kelas perkuliahan tidak hanya pada waktu materi yang diajarkan. Hal ini mengakibatkan anggota tim dosen merasa benar dalam memberi materi perkuliahan karena belum dilakukan refleksi perkuliahan secara bersama-sama. Tingkat pemahaman mahasiswa kimia pada konsep stereokimia dan reaksi organik tergolong masih kurang. Berdasarkan dokumentasi hasil evaluasi dosen mata kuliah Kimia Organik III dua tahun terakhir menunjukkan rata-rata pencapaian nilai yang relatif rendah yakni hanya 44,82 mahasiswa yang mencapai ketuntasan belajar atau dengan nilai >65, sedangkan sebanyak 55.18 belum menguasai konsep tersebut dan memerlukan tindakan remedial. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 65 Pembelajaran mata kuliah Kimia Organik III selama ini belum optimal karena diajarkan dengan metode konvensional. Mahasiswa mengalami kesulitan dalam membayang obyek molekul dalam ruang 3D (tiga dimensi), melukiskan mekanisme, merancang sintesis senyawa organik. Padahal mahasiswa juga dituntut dapat memahami konsep dan aplikasinya. Bila dibiarkan kesulitan berlarut-larut dapat mengakibatkan mahasiswa tidak tertarik dan antipati terhadap pelajaran. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran yang mampu mengvisualisasikan konsep yang abstrak dan bersifat mikroskopis menjadi lebih nyata, dapat dianalogi, menarik dan mudah difahami oleh mahasiswa. Media diharapkan mampu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam memahami materi yang bersifat abstrak. Penggunaan teknologi komputer sebagai media pembelajaran mampu mengkonkritkan konsep abstrak melalui visualisasi 3D yang mampu menampilkan secara konkrit model-model atom dan molekul. Model yang dapat dimanfaatkan untuk merancang media belajar yang dapat menvisualisasi 3D adalah molymod, sedangkan software pembuatan animasi dapat menggunakan Hyper Chem (Hypercube Inc., 1999) dan macromedia flash (Wikepedia, 2006: Roberts, S. 2006.). Program ini dapat menampilkan gambar dan animasi molekuler, penjelasan gambar dapat langsung didengar bersamaan dengan gambar yang tampil, tidak memerlukan waktu yang lama dalam menjelaskan materi dan lebih menarik dan tidak membosankan. Dengan demikian diharapkan mahasiswa termotivasi dalam belajar dan mampu meningkatkan pemahamannya tentang stereokimia. Salah satu cara yang dapat dilakukan tim dosen untuk meningkatkan kualitas perkuliahan Kimia Organik III melalui lesson study. Lesson Study dinilai sebagai rahasia keberhasilan Jepang dalam peningkatan kualitas pendidikannya (Stigler & Hiebert, 1999), karena lesson study menjadi suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community (Hendayana dkk., 2006 ; Mulyana, 2007). Lesson study yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah Lesson Study Berbasis Jurusan (LSBJ) yang melibatkan tidak saja anggota tim pengampu mata kuliah tetapi semua dosen jurusan PMIPA dari berbagai mata kuliah dapat berpartisipasi. Partisipasi dosen dapat terjadi pada saat merencanakan (plan) proses perkuliahan, melaksanakan (do) perkuliahan sebagai observer (see), dan memberikan balikan setelah proses perkuliahan (reflection). Peningkatan kualitas pembelajaran mengikuti adanya pergeseran paradigma yang pada awalnya pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Salah satu pendekatan yang dapat melatih atau mengajar siswa untuk lebih aktif, efektif, dan mandiri dalam pemahaman mereka akan suatu informasi adalah Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik) seperti diungkapkan oleh Weinstein dan Meyer (dalam Nur, 2004) Pengajaran yang baik meliputi mengajarkan kepada siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pengajaran yang baik diperlukan strategi belajar sehingga memudahkan siswa untuk menguasai materi pokok yang sedang dipelajari. Penguasaan materi pokok secara tuntas melalui suatu strategi yang sesuai dapat diajarkan tahap demi tahap. Strategi Reciprocal Teaching termasuk dalam strategi metakognitif, sehingga dapat meningkatkan keaktifan, kemandirian, dan nilai ketuntasan siswa. Reciprocal Teaching adalah pendekatan kontruktivis didasarkan pada prinsip pengajuan pertanyaan, mengajar, keterampilan metakognitif melalui pengajaran dan pemodelan guru untuk memperbaiki kinerja siswa yang memiliki pemahaman rendah. Di dalam Reciprocal Teaching terdapat 4 langkah utama yaitu (1) peringkasan, (2) mengajukan pertanyaan, (3) menjelaskan atau klarifikasi, dan (4) penggambaran kesimpulan. Secara ringkas dari masing- masing tahap diatas digunakan sebagai alat untuk membantu para siswa membangun pengertian dari teks yang mereka baca. Salah satu materi dalam perkuliahan Kimia Organik III adalah stereokimia dan reaksi organik. Dosen biasanya menyampaikan materi dengan metode tanya jawab dan penugasan serta menggunakan media power point. Pada kegiatan LSBJ ini dosen menerapkan strategi Reciprocal Teaching-Antithesis berbasis computer. Ide strategi pembelajaran ini berawal pengalaman peneliti pada mata kuliah Aplikasi Komputer tentang pemodelan molekul, penelitian Erlida, Iriani, dan Leny (2010) tentang pembelajaran PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 66 terbalik (reciprocal teaching) pada konsep laju reaksi, dan tulisan Warren tentang pendekatan diskoneksi (antithesis) dalam sintesis organik. Masalah utama mahasiswa dalam reaksi dan sintesis organik adalah faktor keabstrakan konsep dan belum terlatih menggunakan logika berpikir (analisis-sintesis). Sementara dalam proses pembelajaran belum menggunakan media dan pendekatan yang mampu mengatasi hal ini. Aplikasi pemodelan molekul dijadikan alternatif media untuk mengatasi masalah keabstrakan konsep ste- reokimia dalam reaksi organik. Strategi diskoneksi atau analisis retro-sintesis (antithesis) dikembangkan oleh Warren. Peker- jaannya didasarkan pada karya Corey dan berguna sekali untuk sintesis organik (Jamamoteo & Koesno, 1984). Strategi ini dijadikan alternatif untuk mengatasi rumitnya merancang sntesis organik terutama da- lam menentukan bahan dasar dan pereaksinya. Pendekatan ini akan membantu mahasiswa secara mandiri menemukan rute sintesis yang lebih sederhana dan logis melalui kebalikan langkah sintesis (antithesis) sehingga didapatkan bahan dasar (starting materials) dan pereaksi terpilih setelah menganalisis molekul target (Warren, 1982). Dengan demikian dapat mengembangkan kreativitas mahasiswa dan meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang sntesis organik. Menurut Arend (2007) efektivitas dan kepuasan hanya dapat ditingkatkan bila guru dapat meng- gunakan cukup banyak model dan strategi mengajar yang berbeda. Hal ini berarti bahwa guru harus siap menerapkan pengajaran multimodel (multiple models of instruction). Variasi dalam strategi pembelajaran membuat siswa dan guru tetap tertarik dan terlibat dalam pembelajaran. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas proses mengajar, dan diikuti pula dengan meningkatnya atensi dan partisipasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Kimia Organik III. Dari latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang muncul adalah (1) Apakah kegiatan LS dapat meningkatkan kualitas mengajar dosen pengampu mata kuliah Kimia Organik III? dan (2) Bagaimanakah proses perkuliahan Kimia Organik III pada materi stereokimia dan reaksi organic dengan menerapkan stra- tegi Reciprocal-Antithesis?, (3) Bagaimana respon mahasiswa terhadap pembelajaran? METODE Secara umum metode yang diterapkan dalam lesson study berupa siklus Plan, Do, and See (Ditnaga Dikti, 2009 dan Mulyana, 2007) seperti ditunjukkan pada gambar 1. Pada Plan dosen bersama-sama membahas RPP yang akan dilaksanakan dalam open lesson mata kuliah Kimia Organik III. Do dosen pengampu mata kuliah Kimia Organik III melaksanakan RPP yang sudah disepakati bersama dalam Plan. Pada saat See beberapa dosen yang menjadi observer mengamati pelaksanaan perkuliahan Kimia Organik III dengan menggunakan lembar observasi pembelajaran dan lembar respon mahasiswa terhadap kegiatan belajar mengajar. Selain plan, do and see, pada LSBJ ini dilakukan briefing dan refleksi. Dalam briefing, dosen pen- gampu mata kuliah menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam perkuliahan Kimia Organik III dan tim monev mengingatkan cara mengamati proses perkuliahan agar tidak mengganggu mahasiswa. Kegiatan yang dilakukan setelah do and see adalah refleksi. Refleksi dilakukan sesegera mungkin setelah do and see, hal ini dapat memudahkan dalam memberi balikan karena masih segar dalam ingatan. Kegiatan LSBJ ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2010 bertempat di Jurusan PMIPA Ruang Multimedia. Pelaksanaan lesson study dalam tiga pertemuan, sehingga ada tiga open lesson. Ob- server dalam LSBJ ini adalah 5 dosen dari berbagai mata kuliah dan mahasiswa yang memprogram Kimia Organik III adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia yang berjumlah 44 orang. Adapun materi kuliah Kimia Organik III pada masing-masing pertemuan adalah sebagai berikut: 1) Pertemuan I pokok bahasan stereokimia 2) Pertemuan II pokok bahasan reaksi substitusi pada senyawa aromatik dan aplikasinya 3) Pertemuan III pokok bahasan materi IGF dan prinsip sintesis senyawa alkohol dan derivatnya. Pada pertemuan I menggunakan strategi reciprocal teaching, sedangkan pada pertemuan II dan III digunakan strategi antithesis. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 67 Data dikumpulkan dari tes hasil belajar mahasiswa pada setiap pertemuan I, II, dan III. Indikasi kesa- lahan konsep dianalisis berdasarkan sistematika jawaban dan ketepatan jawaban mahasiswa. Rentang penilaian mengacu pada pedoman penilaian dari FKIP Unlam Banjarmasin.Perkembangan ketuntasan bela- jar dianalisis berdasarkan KKM yang ditetapkan. Selanjutnya dianalisis secara deskriftif menggunakan tek- nik persentase (Sudijono, 2000). Data proses dikumpulkan dengan observasi pembelajaran, sedangkan data respon mahasiswa dikumpulkan melalui angket.
Gambar 1. Tahapan kegiatan lesson study Indikator keberhasilan penelitian ini adalah: a) Tingkat penguasaan materi, tindakan dikatakan berha- sil jika >80% mahasiswa mencapai tingkat penguasaan > 65%.b) Ketelibatan mahasiswa dalam belajar meningkat setiap pertemuan.c) Respon mahasiswa terhadap pembelajaran dalam kategori baik HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Lesson Study pada mata kuliah Kimia Organik III materi stereokimia dan reaksi or- ganik dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam Lesson Study meli- puti Plan, Do, dan See, yang akan dijabarkan dalam setiap pertemuan sebagai berikut:
Pertemuan 1 Plan I dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2010. Dosen model Dra. Rilia Iriani, M.Si memaparkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Perte- muan I materi stereokimia menggunakan menggunakan strategi reciprocal teaching berbasis komputer. Partisipan dalam Plan adalah kolega dosen Jurusan PMIPA dari berbagai rumpun bidang studi tidak hanya rumpun pendidikan kimia. Partisipan tersebut adalah, Dra. Atiek Winarti, M.Si., Dra. Leny, M.Si., Sri Hartini, S.Pd., Dra.. Agni Danaryanti, M.Pd., dan Eko Susilowati, S.Pd.,M.Si. Permasalahan mahasiswa lemah dalam pemahaman materi dan ketika diskusi belum terbiasa sharing pendapat/gagasan. Berdasarkan identifikasi permasalahan belajar maka kemudian ditentukan strategi pem- belajaran; reciprocal teaching agar mahasiswa dapat terlibat dalam pembelajaran, menemukan serta meng- komunikasikan konsep yang dipelajari untuk kemudian menjadi bahan diskusi kelas. Do dan See I dilakukan pada tanggal 23 Maret 2010 pada kelas reguler A di Ruang Multimedia pu- kul 09.15 11.45 WIT. Pelaksanaan open lesson, dosen model berusaha melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan RPP hasil kolaboratif pada saat plan. Diawali dengan dosen memberi appersepsi membawa contoh senyawa kiral yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini obat , gula dan kulit lemon. Dosen menyampaikan tujuan dan startegi pembelajaran yang akan diterapkan (recprocal teaching). Dosen membagi kelompok yang anggotanya 4-5 orang, lalu memberikan buku sumber yang harus mereka miliki 1. Perencanaan (plan) - Penganalisaan akademis - Perencanaan pembelajaran - Persiapan alat 2. Pelaksanaan (do) - Pelaksanaan pembelajaran - Pengamatan oleh teman sejawat 3. Refleksi ( See) - Refleksi dengan rekan - Komentar & diskusi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 68 dan menyuruh mahasiswa untuk membaca materi tentang kiralitas. Dosen menjelaskan dan mengajarkan bahwa pada saat atau selesai membaca untuk memikirkan pertanyaan-pertanyan penting yang dapat diajukan dari apa yang telah dibaca berkenaan dengan wacana dan memastikan bisa menjawabnya. Selanjutnya mahasiswa diminta untuk melakukan telaah terhadap teks dengan 4 tahapan, yaitu: 1) Peringkasan. Pada tahap ini menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengidentifikasi dan mengintegrasikan informasi utama dari teks. Tahap meringkas ini dimulai dari kalimat, paragraf, hingga mahasiswa dapat mengidentifikasi seluruh teks (dilakukan sebelumnya sebagai tugas rumah). 2) Mengajukan pertanyaan. Dari tahap peringkasan kemudian mahasiswa diharap membuat pertanyaan yang mendukung ringkasan tersebut. Tahap pengajuan pertanyaan ini membawa mahasiswa ke tahap pengertian. Saat dikelas dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya dan berdiskusi dengan cara salah seorang mahasiswa untuk membacakan ringkasan dan pertanyaan- pertanyaan yang telah dibuatnya untuk dijawab bersama kelompoknya. (bisa dilakukan bergantian sesuai dengan subbab materi yang dibahas). Dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan yang tidak jelas pada bacaan. Setelah itu dosen membagikan LKM untuk didiskusikan dalam kelompoknya masing-masing. 3) Menjelaskan atau klarifikasi. Menjelaskan merupakan aktivitas utama ketika berdiskusi dengan mahasiswa yang memiliki kesukaran. Para mahasiswa diminta untuk memperjelas perhatian mereka pada fakta yang sukar untuk dimengerti menggunakan model atau simulasi komputer. Mempresentasikan hasil diskusinya. 4) Penggambaran kesimpulan. Tahap ini terjadi ketika para mahasiswa mengadakan hipotesis tentang apa yang akan didiskusikan oleh pengarang pada bagian selanjutnya. Agar tahap ini dapat dilakukan dengan sukses, mahasiswa harus mengaktifkan pengetahuan dasar yang relevan yang telah dikuasai tentang topik tersebut. Dengan tahap penggambaran ini mahasiswa memiliki tujuan untuk membaca yaitu untuk membuktikan atau menginformasikan hipotesis mereka. Tahap ini juga dapat dimanfaatkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dikuasai.
Kegiatan akhir berupa melaksanakan post-test dan memberikan soal-soal untuk dijawab di rumah. Saran yang sampaikan observer pada saat refleksi yaitu: (1) Dosen perlu lebih banyak memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya, (2) Mahasiswa yang tuntas belajar mencapai 60,00%, karena ada empat kelompok mahasiswa mengalami kesulitan dalam hal menentukan jumlah stereoisomer pada senyawa meso (3) Sebaiknya manajemen waktu diperhatikan agar sesuai dengan rencana pembelajaran, (4) LKM dan alat berupa molymood perlu didistriribusi secara merata pada setiap kelompok, (5) Beberapa mahasiswa nampak tidak konsentrasi di awal pembelajaran perlu diperhatikan, (5) Tampilan tulisan LCD pada slide PowerPoint diperbesar agar mudah dibaca dan dibuat lebih interaktif, dan (6) Pada saat temannya mempresentasikan tugasnya, beberapa temannya di belakang masih sibuk berdiskusi sendiri perlu diingatkan agar memperhatikan dan menghargai temannya. Kelebihan yang ditemukan observer pada saat Do I adalah: 1) Strategi yang dipilih tepat dengan upaya dosen mengatasi masalah belajar mahasiswa yang kurang aktif. 2) Penggunaan alat bantu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 3) Soal sesuai dengan indikator pembelajaran 4) RPP dirumuskan dengan bahasa yang mudah dipahami sekalipun oleh observer yang berasal dari jurusan lain
Pelajaran Berharga yang diperoleh yaitu: 1) Penerapan model pembelajaran reciprocal teaching membiasakan mahasiswa untuk banyak mem- baca. 2) Simulasi komputer dalam pembelajaran membantu memfokuskan perhatian mahasiswa. 3) Pembelajaran yang dilakukan dapat mengkonstruk pemikiran siswa. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 69 4) Dosen memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan sehingga siswa tidak kebingungan dalam proses pembelajaran, mengorganisasi siwa dalam kelompok, memberikan respon atas permasalahan mahasiswa dan membimbingnya. 5) Dosen dalam diskusi dapat mengaktifkan mahasiswa dan membuat situasi kondusif dimana maha- siswa tidak takut atau tegang sehingga mahasiswa berani mengeksplor kemampuannya.
Pertemuan 2 Plan 2 dilaksanakan 25 Maret 2010 Dosen model Drs.Syahmani, M.Si memaparkan RPP Pertemuan II materi reaksi substitusi pada sen- yawa aromatik dan aplikasinya menggunakan strategi antithesis dengan berbasis computer /ICT akan dikembangkan dengan menggunakan internet sebagai sumber informasi. Partisipan dalam Plan adalah kolega dosen Jurusan PMIPA dari berbagai rumpun bidang studi tidak hanya rumpun pendidikan kimia. Partisipan tersebut adalah, Dra. Atiek Winarti, M.Si., Dra. Leny, M.Si., Sri Hartini, S.Pd., Dra. Agni Danaryanti, M.Pd.,dan Eko Susilowati, S.Pd.,M.Si. Terdapat beberapa hal yang disarankan pada saat Plan II, yaitu (1) agar lebih mempersiapkan dan membangkitkan minat di awal pembelajaran dengan cara mahasiswa akan memodelkan reaksi substitusi elektrofilik dengan HyperChem, mahasiswa lainya dalam kelompok mengikuti demonstrasi dan instuksi sesuai tugasnya. (2) Pemberian tanya jawab agar mahasiswa akan lebih dilibatkan keaktifannya, (3) Waktu pemberian LKS pada saat kuliah berlangsung perlu diefisienkan, dan mengundi kelompok yang tampil, agar waktu tidak habis untuk presentasi dan tanya jawab. Do dan See II dilakukan pada tanggal 6 April 2010 pada kelas reguler A di Ruang Multimedia pukul 09.15 11.45 WIT. Pelaksanaan open lesson, dosen model berusaha melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan RPP hasil kolaboratif pada saat plan. Diawali dengan dosen memberi appersepsi menanyakan jenis-jenis reaksi organik yang sering dijumpai dalam ilmu kimia disertai contohnya, dan mendapat respon baik dari mahasiswa. Selanjutnya mengajukan pertanyaan mengapa pada senyawa aromatik pada umumnya terjadi reaksi substitusi bukan reaksi adisi? Mahasiswa kelihatan agak ragu menjawab. Dosen mencontohkan reaksi air brom dengan benzena dibandingkan reaksinya alkena. Baru mahasiswa mengerti. Dosen menje- laskan konsep dasar dan contoh reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik. Pada kegiatan inti dosen meminta mahasiswa mengatur/membentuk kelompok menjadi 10 kelom- pok, dan meminta mahasiswa dengan bimbingan mendemonstrasikan reaksi substitusi elektrofilik dengan sofware HyperChem mengacu pada LKM 1 dan meminta menuliskan beberapa reaksi substitusi elektro- filik yang telah dimodelkan masing-masing kelompok, mengapa demikian? Menjelaskan orientasi gugus pengarah dalam substitusi kedua dan seterusnya pada senyawa aromatik dan pentingnya orientasi gugus pengarah dalam sintesis organic. Dosen menjelaskan langkah penting untuk meripta suatu sintesis dengan strategi antithesis (diskoneksi) adalah sebagai berikut : 1) Analisis. Ada 3 tahapan yaitu: (a) Mengenal gugus fungsional dan molekul target (MT) (b)Melakukan diskoneksi dengan metode yang berhubungan dengan reaksi-reaksi yang mungkin, (c) Memastikan bahwa reagen pereaksi hasil pemutusan (sinton) tersedia sebagai starting Material 2) Sintesis. Ada 2 tahapan yaitu: (a) Membuat rencana berdasarkan analisis starting material dan kondisi sintesis, (b) Bila tidak berhasil dalam sintesis dilakukan pengkajian ulang analisis. Meminta mahasiswa mendiskusikan dalam kelompoknya tentang sintesis senyawa aromatic yang digunakan sehari-hari dan industri mengacu pada LKS 2. Meminta salah seorang siswa mempresentasikan hasil diskusi. Pada kegiatan akhir, mahasiswa dibimbing dosen menyimpulkan perkuliahan dan tugas take home menyelesaikan soal-soal sintesis senyawa aromatik. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 70 Saran yang sampaikan observer pada saat refleksi yaitu: (1) Perlu penegasan langkah strategi antitesis agar mahasiswa tidak banyak bertanya ke dosen dalam diskusi kelompok berkaitan tentang analisis terutama dalam hal reagen pereaksi (2) Mahasiswa yang tuntas belajar mencapai 70,00%, karena ada tiga kelompok mahasiswa mengalami kesulitan untuk menulis senyawa awal, dan diperlukan bimbingan (3) Penggunaan laptop untuk membantu mengerjakan tugas perlu dimaksimalkan, (4) Ada 2 mahasiswa bermain laptop ketika dosen sedang menjelaskan sehingga perlu mendapat perhatian dan berupaya belajarkan semua mahasiswa (4) Materi padat jadi tidak sempat melakukan tes, disarankan memisahkan bahasan substitusi elektrofilik, pengarah dalam substitusi elektrofilik dengan sintesis senyawa aromatik meskipun sama-sama senyawa aromatik, (5) Pengaturan tempat duduk kurang mendukung, pada waktu diskusi kelas, beberapa mahasiswa duduk membelakangi papan tulis, agar memutar tempat duduknya atau setting tempat duduk haruf U, (6) Semangat mahasiswa ketika diskusi perlu dipertahankan dari berorientasi pada penyelesaian tugas ke pembagian informasi antar sesama anggota kelompok.
Kelebihan dari pembelajaran yang dilakukan, yaitu: 1) Sajian bagan pada slide yang digunakan dosen cukup menarik perhatian mahasiswa 2) Terjadi perubahan skenario pembelajaran dari 3 menjadi 2 kelompok presentasi, mengingat efisiensi waktu 3) Strategi yang dipilih dikombinasikan dengan diskusi presentasi sudah tepat 4) Bahan ajar dan prasarana belajar cukup mendukung pembelajaran. 5) Mahasiswa mulai terbentuk kemandirian
Pelajaran berharga yang diperoleh yaitu: 1) Diawal diskusi dosen meminta mahasiswa untuk aktif dalam diskusi, tidak hanya mencatat, atau bertugas sendiri-sendiri melainkan semua diminta membaca dan mencoba menyelesaikan permasalahan yang ada secara bersama-sama (kolaboratif). 2) Walaupun mahasiswa memiliki pengetahuan awal yang minim dengan diberi kesempatan menelusuri dan memikirkan melalui LKM, membuat mahasiswa menjadi tertarik dengan apa yang akan dipelajari.
Pertemuan III Plan III dilaksanakan 10 April 2010 Dosen model Drs.Syahmani, M.Si memaparkan RPP Pertemuan III materi IGF dan prinsip sintesis senyawa alkohol dan derivatnya menggunakan strategi antithesis dengan berbasis computer akan dikembangkan dengan menggunakan internet sebagai sumber informasi. Partisipan dalam Plan adalah kolega dosen Jurusan PMIPA dari berbagai rumpun bidang studi tidak hanya rumpun pendidikan kimia. Partisipan tersebut adalah, Dra. Atiek Winarti, M.Si., Dra. Leny, M.Si., Sri Hartini, S.Pd., Dra.. Agni Danaryanti, M.Pd., dan Eko Susilowati, S.Pd.,M.Si. Beberapa saran saat plan adalah (1) Perlu memaksimalkan mahasiswa dalam diskusi dengan kelompok kecil, (2) Mengefektifkan penggunaan media, (3) Mahasiswa melakukan kajian literatur tentang gugus fungsi alkohol dan reaksi-reaksi yang mungkin terjadi sebagai pengetahuan awal, sehingga dalam pembelajaran mahasiswa bisa mengikuti penjelasan dosen secara maksimal.
Kekurangan: 1) Pemilihan pendekatan perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain yang dapat mengali keteram- pilan sains mahasiswa karena materi perkuliahan tergolong sulit. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 71 2) Dosen sebagai fasilitator dalam diskusi, hendaknya dapat mengeksplor pertanyaan yang diajukan mahasiswa dan mendistribusikannya ke kelas, bukannya langsung menjawab sendiri pertanyaan mahasiswa.
Do dan See III dilakukan pada tanggal 20 April 2010 di Ruang Multimedia lab.MIPA, pukul 09.15 11.45 WIT Pelaksanaan open lesson, diawali dengan dosen model memberi appersepsi menanyakan kepada mahasiswa tentang gugus fungsi alkohol dan reaksi-reaksi yang mungkin terjadi? Mahasiswa merepon pertanyaan dengan baik. Selanjutnya menjelaskan tujuan strategi perkuliahan. Pada kegiatan inti dosen menyampaikan materi tentang Interkonversi Gugus Fungsi (IGF) dan prin- sip sintesis senyawa alcohol dan derivatnya. Mahasiswa diminta berfikir (think) tentang materi/ perma- salahan yang disampaikan. Mahasiswa diminta berpasangan (pair) dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing tentang rancangan sintesis senyawa organik den- gan strategi antithesis sesuai prosedur pada LKM . Dosen memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya (share). Berawal dari kegiatan tersebut, dosen mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan oleh mahasiswa. Kegiatan akhir mahasiswa menyimpulkan materi perkuliahan bersama-sama dengan dosen, kemudian dilakukan tes hasil belajar. Secara umum respon dari mahasiswa terhadap pembelajaran media pendidikan yang dilakukan oleh dosen sudah sangat baik (84,31% ), secara lebih terperinci semua respon mahasiswa disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran media pendidikan No. Pertanyaan % 1 Dosen menyampaikan tujuan belajar 100 2 Dosen mendorong mahasiswa giat belajar 79,55 3 Mahasiswa senang belajar dengan cara mengajar dosen 84,09 4 Topik kuliah mendorong ingin tahu topik berikutnya 75,00 5 Dosen menggunakan strategi mengajar dan media agar mahasiswa mudah belajar 88,56 6 Dosen memberikan bahan ajar dan LKM tiap mengajar 81,81 7 Kelompok belajar yang dibentuk berguna untuk saling berkolaborasi 90,90 8 Dosen memberi kesempatan bertanya dan berdiskusi 86,36 9 Dosen membuat mahasiswa semangat belajar lanjut 79,55 10 Dosen berikan tantangan dalam belajar 77,27 Rata-rata 84,31
Saran yang sampaikan observer pada saat refleksi yaitu: (1) mahasiswa yang tuntas belajar mencapai 84,09% , (2) pemilihan strategi perlu dikombinasikan dengan strategi lain yang dapat mengali keterampilan sains mahasiswa karena materi perkuliahan tergolong sulit, (3) dosen sebagai fasilitator dalam diskusi, hendaknya dapat mengeksplor pertanyaan yang diajukan mahasiswa dan mendistribusikannya ke kelas, bukannya langsung menjawab sendiri pertanyaan mahasiswa, (4) Tugas dirancang agar dapat menarik minat mahasiswa.
Kelebihan dari pembelajaran yang dilakukan, yaitu: 1) Diskusi dengan kelompok yang lebih kecil memungkinkan semua mahasiswa untuk aktif berpikir, tidak mengharap jawaban temannya. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 72 2) Antar mahasiswa dalam kelompok telah menujukkan kegiatan berbagi ide/gagasan dalam menyelesaikan permasalahan belajar.
Pelajaran berharga yang diperoleh yaitu: 1) Materi pembelajaran kategori sulit namun ketenangan dosen dalam mengajar merubah persepsi ini 2) Mahasiswa oleh dosen dituntut untuk berpikir mandiri dengan pasangannya baru kemudian berbagi informasi melalui sharing pendapat 3) Penggunaan media belajar yang interaktif lebih disukai mahsiswa untuk membangkitkan minat dalam pembelajaran.
Pemilihan strategi yang tepat untuk materi yang sulit dibutuhkan untuk memaksimalkan kons- truksi pengetahuan oleh mahasiswa. Dari pembelajaran selama 3 pertemuan dapat digambarkan capaian sebagai berikut: 1) Kemampuan mahasiswa meningkat dalam setiap pertemuan 2) Interaksi belajar mahasiswa berjalan makin membaik. Hal ini dikarenakan mereka dengan mudah memahami apa yang harus dikerjakan dan mampu konstruksi pengetahuan dari pengalaman dan latihan. 3) Pengelolaan/manajemen kelas terjadi perbaikan dalam setiap siklusnya sehingga keadaan kelas terkendali dan kondusif untuk terselenggaranya kegiatan belajar-mengajar. Dosen lebih ber- interaksi dengan mahasiswa untuk lebih merangsang keaktifan mereka bertanya dan lebih dekat dalam memonitor proses mereka. 4) Respon siswa terhadap pembelajaran positif.
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. Berbagai temuan dan masukan berharga yang disampai- kan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (see) tentunya menjadi modal bagi dosen maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil LSBJ pada mata kuliah kimia organik III dapat disimpulkan: 1. Implementasi LS pada pembelajaran stereokimia dan reaksi organik menggunakan strategi reciprocal teaching-antithesis dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama untuk mengetahui aktivitas mahasiswa sehingga terjadi peningkatan penguasaan materi dan perbaikan proses pembelajaran. 2. Respon mahasiswa positif terhadap pembelajaran menggunakan strategi reciprocal teaching-antithesis.
Untuk mencapai kematangan pengetahuan mahasiswa memerlukan proses latihan dan kolaborasi tidak hanya dengan sesama mahasiswa atau dengan guru, tetapi juga dengan sumber belajar lainnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Retrosintesis Dan Pendekatan Diskoneksi. (online). http://kimia-ung.blogspot.com diakses tanggal 5 Mei 2011 Arends, R.I. (2007). Learning to Teach. Seventh Edition. New York: McGraw Hill Companies Hendayana, S., Suryadi,D., Abdul Karim, M., Sukirman, Ariswan, Sutopo, Supiatna, A., Sutiman, Santosa, Imansyah, H., Paidi, Ibrohim, Sriyati, S., Permanasari, A., Hikmat, Nurjanah, dan Joharmawan, R., 2006. Lesson Study: Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidikan (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI Press PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 73 Hypercube Inc., (1999), HyperChem for Windows and NT Release 6, USA. Jamamoteo, M., Koesno, R., (1985) Mekanisme Reaksi Kimia Organik, IKIP Surabaya. Erlida, Iriani, dan Leny (2010). Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching) dengan Pemanfaatan Internet Pada Konsep Laju Reaksi Kelas XIA-1 SMAN 1 Banjarmasin Tahun 2009/2010 Mulyana. S. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari. 2004. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan pendekatan Kontruktivis Dalam Pengajaran edisi 4. Surabaya: UNESA Press. Roberts, S. 2006. Animasi Karakter 3D. Banyumedia Publishing, Malang Wikepedia. 2006. 3D Studio Max. http://id.wikipedia.org/wiki/3D_Studio_Max Sudijono, A. 2000. Pengantar Statistik Pendidikan. Rajawali. Jakarta. Stigler, J. W., & J. Hiebert. 1999. The Teaching Gap: Best Ideas from the Worlds Teachers for Improving Education in the Classroom. New York: The Free Press Warren, S., (1982), Organic Synthesis, the Disconnection Opproach, John Wiley & Sons, NewYork. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 74 PEMBELAJARAN INSTRUKSI LANGSUNG PADA PENGA- JARAN KIMIA FISIKA II TENTANG ORDE REAKSI DI JURU- SAN KIMIA FMIPA UM SEMESTER I TAHUN 2011 Darsono Sigit Mahmudi Hayuni Retno Widarti Muntholib
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
Abstrak: Pelaksanaan pembelajaran Kimia Fisika II tentang orde reaksi yang telah dilakukan dosen, dengan hasil yang kiranya masih perlu peningkatan. Upaya upaya dosen untuk meningkatkan hasil pembelajaran orde reaksi, yang telah dilakukan selama ini, perlu kiranya mendapatkan apresiassi dari sesama dosen kimia. Apresiasi yang dapat diberikan oleh sesama dosen kimia adalah pembahasan lebih lanjut , dengan mengemas ke dalam topic : Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan dosen model dengan caranya sendiri.Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang diberikan oleh dosen observer, untuk menerapkan model pembelajaran intruksi (direct instruction) langsung pada pengajaran orde reaksi tahap berikutnya. Kegiatan pembelajaran orde reaksi yang berlangsung selama ini dapat disimpulkan : Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan saat ini, masih perlu peningkatan dalam upaya lebih mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar, dengan : menambah macam media pembelajaran; menyempurnakan lembar kerja mahasiswa; menyempurnakan tahapan proses pembelajaran mahasiswa. Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi , menghasilkan : perlunya penyesuaian model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter materi orde reaksi, kecenderungan cara belajar siswa, kecenderungan cara mengajar dosen model . Model pembelajaran yang sesuai dengan ketiga aspek tersebut adalah model pembelajaran instruksi langsung dengan tahapan : Dosen model memotivasi berkaitan dengan orde reaksi ,meninjau materi sebelumnya yaitu laju reaksi, menentukan tujuan pembelajaran yaitu penentuan orde rekasi dan harga k , menentukan prosedur pengajaran. Memberikan penjelasan materi orde reaksi oleh dosen. Mahasiswa belajar kelompok terstruktur; Mahasiwa belajar dengan bimbingan dosen ; Mahasiswa mengerjakan tugas mandiri. Selanjutnya dosen model menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan tetang orde reaksi. Kata kunci : instruksi langsung; orde reaksi, kimia fisika Dosen Kimia Fisika II di Jurusan Kimia FMIPA UM, merasakan saat setelah mengajarkan materi orde reaksi, bahwa topik yang baru saja disajikan kepada mahasiswanya masih belum tuntas. Hal ini dikarenakan, mahasiswa masih kelihatan berat untuk memahami materi orde reaksi. Kondisi kelas yang besar, gabungan kelas prodi pendidikan kimia dan prodi kimia, berdampak dosen kurang dapat mengajarkan materi orde reaksi dengan cepat,serta mengingat masih banyak mahasiswa yang lamban menerima pelajaran secara cepat. Upaya dosen Kimia Fisika II agar pembelajaran berhasil dengan lebih baik adalah : Melakukan tes pada setiap selesai mengajarkan sub-sub topik Kimia Fisika II. Jika dirasa masih ada mahasiswa yang belum tuntas, maka dilakukan tes ulang. Upaya peningkatan profesi sebagai PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 75 dosen Kimia Fisika II, maka perlu kiranya seorang dosen pada setiap selesai mengajar, sebaiknya dilakukan refleksi. Salah satu tujuan refleksi adalah dosen memperoleh masukan tentang penerapan model pembelajaran yang lebih sesuai dengan karakter bahan ajar materi orde reaksi. Materi ini merupakan materi dengan pemahaman konsep yang beruntun, yang cara penyajiannya tidak dapat di acak, di bolak- balik. Karakter materi penentuan orde reaksi yang cara pemahammannya perlu berkelanjutan, berurutan, sesuai kiranya jika materi ini disajikan kepada mahasiswa melalui model pembelajaran yang berurutan pula, salah satunya adalah model pembelajaran instruksi langsung (direct instruction). Diharapkan kepada dosen pada pertemuan pengajaran orde reaksi berikutnya menggunakan model pembelajaran instruksi langsung. METODA Pelaksanaan pembelajaran Kimia Fisika II tentang orde reaksi yang telah dilakukan dosen, dengan hasil yang kiranya masih perlu peningkatan. Upaya upaya dosen untuk meningkatkan hasil pembelajaran orde reaksi, yang telah dilakukan selama ini, perlu kiranya mendapatkan apresiassi dari sesama dosen kimia. Apresiasi yang dapat diberikan oleh sesame dosen kimia adalah pembahasan lebih lanjut , dengan mengemas ke dalam topik : - Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan dosen model dengan caranya sendiri - Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang diberikan oleh dosen observer, untuk menerapkan model pembelajaran intruksi (direct instruction) langsung pada pengajaran orde reaksi tahap berikutnya.
Pembahasan Topik Mata kuliah Kimia Fisika II (KIU421) dengan bobot 3 satuan kredit semester (sks) dan 4 jam semester (js). memuat kompetensi : Memahami secara komprehensif dan konseptual prinsip prinsip laju reaksi agar dapat menjelaskan gejala-gejala kimia yang terkait. Materi laju reaksi meliputi antara lain : kinetika kimia empiric yang terdiri dari urutan materi di antaranya : laju konsumsi dan pembentukan ; laju reaksi ; persamaan laju empiric; orde reaksi;reaksi orde nol; reaksi orde I; reaksi orde II; reaksi orde III . Pelaksanaan perkuliahan Kimia Fisika II dilakukan pada Semester I tahun ajaran 2011 pada kelas Program Studi Pendidikan Kimia 36 mahasiswa digabung Program Studi Kimia 36 mahasiswa. Perkulihan dilakukan hari Kamis, 31 Maret 2011 , jam ke 3-4, di ruang 303 GKB FIPA UM Jl. Semarang 5 Malang, dengan dosen model : Mahmudi, dan dosen observer : Muntholib; Hayuni Retno Widarti; Darsono Sigit. Tahapan pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan dosen model : Tahap pertama, dosen model menyusun rencana pembelajaran, dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran, dengan dosen observer sebanyak tiga dosen, masing-masing satu dosen kimia fisika, dosen analitik, dosen biokimia. Tahap kedua, setelah dosen model melaksanakan pembelajaran orde pertama, dilakukan refleksi bersama antara dosen model dan ketiga dosen observer. Refleksi dilakukan untuk memberikan masukan saran rekomendasi kepada dosen model berdasarkan temuan doesn observer. Hasil refelksi diharapkan dapat, sebagai bahan pertimbangan oleh dosen model untuk penyusunan rencana pembelajaran orde kedua berikutnya yang lebih sempurna, antara lain dengan menggunakan model pembelajaran instruksi langsung . Proses pelaksanaan pembelajaran orde reaksi dan refleksinya dibahas lebih lanjut dan dimuat dalam topik-topik.
Pelaksanaan Pembelajaran Orde Reaksi Yang Dilakukan Dosen Model Dengan Caranya Sendiri Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh dosen Kimia Fisika II sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan mahasiswa peserta perkuliahan. Kelas Kimia Fisika II yang terdiri dari gabungan 36 mahasiswa prodi pendidikan kimia dan 36 mahasiswa prodi kimia , merupakan kelas besar dengan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 76 jumlah peserta 72 mahasiswa. Mengajar kelas besar, merupakan masalah tersendiri bagi dosen yang mengajarnya. Maka tidak mengherankan jika dosen yang mengajar kelas besar menggunakan cara mengajar dengan tahapan caranya sendiri. Hal ini dilakukan berdasarkan pengalaman keberhasilan pribadinya yang lama mengajar untuk kelas besar.
Tahapan Mengajar Yang Dilakukan Dosen Model : Pembukaan : Dosen model membuka pelajaran dengan : Menginformasikan kepada mahasiswa, bahwa nilai hasil tes materi laju reaksi yang dilakukan pertemuan sebelumnya adalah baik. Selanjutnya dosen mengingatkan kembali kepada mahasiswa tentang tujuan pembelajaran yang diinformasikan pada hari kamis yang lalu dengan menuliskan di papan , tujuan pembelajaran hari ini adalah pemahaman orde reaksi.
Kegiatan Inti : Dosen model memberikan penjelasan tentang pengertian orde reaksi , sebagai berikut: Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk perhitungan dimana data hasil eksperimennya dapat ditampilkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung dari data hasil eksperimen, dan dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketuhi untuk seluruh orde reaksi ,dan dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing- masing reaktan, yang dinamai sebagai orde reaksi untuk masing-masing komponen. Banyaknya molekul yang diambil bagian dalam suatu tahap dasar dikenal sebagai molekularitas. Orde dan molekularitas dari suatu tahap dasar adalah sama. Namun untuk reaksi komplek tidak selalu sama antara orde dan molekularitas. 1. Dosen model memberikan contoh soal orde atau molekularitas: Contoh no. 1. Carilah molekularitas dari reaksi-reaksi berikut : NO + N 2 O 5 3 NO 2 . Jawab : Jumlah molekul dalam reaksi NO + N 2 O 5 3 NO 2 adalah dua, sehingga molekularitasnya adalah dua atau bimolekuler
2. Dosen model memberikan penjelasan tentang reaksi orde I. Reaksi reaksi orde I adalah reaksi-reaksi yang lajunya berbanding langsung dengan konsentrasi reak- tannya: , jika diintegrasinya memberikan : atau atau [C]o adalah konsentrasi reaktan pada t=0. Untuk reaksi-reaksi orde I, plot ln [C] (atau log [C]) terhadap t, merupakan suatu garis lurus . intersep memberikan konsentrasi pada t=0 dan k dapat dihitung dari kemiringan tersebut. 3. Dosen model memberikan contoh soal reaksi orde I Contoh soal no.2. Emisi fosforescensi dari Aseton-d6 (0,05M) dalam Asetonitril pada suhu 200C diukur pada 450 nm. Hitung konstanta lajunya dari data berikut :
t ( detik) 20 32 40 60 80 100 120 140 Intensitas (I) 5,5 4,6 4,0 2,9 2,1 1,5 1,05 0,75 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 77 log I 0,74 0,66 0,60 0,46 0,33 0,18 0,025 0,12 log I diplot terhadap waktu , harga kemiringan yang diperoleh adalah -0,72 x 104s-1
Harga k = kemiringan x 2,303 k = - (-0,72 x 104s-1) x 2,303 k = 1,66 x 104 s-1
4. Dosen model memberikan tugas kepada setiap mahasiswa , dengan memberikan soal orde reaksi dan reaksi orde I untuk dikerjakan : Tugas no.1. Carilah harga molekularitas dari reaksi : 2 NO + Cl 2 2 NOCl.
Tugas no.2. Suatu reaksi 25% sempurna dalam 25 menit. Jika reaksi tersebut mengikuti kinetika orde I, Konsentrasi mula-mula adalah 2x104mol.dm-3. Berapakah konsentrasi pada akhir 50 menit setelah itu ?
5. Dosen model, selang 30 menit, seluruh mahasiswa diminta mengumpulkan kedua tugasnya. Terkumpul hasil tugas dari dosen sebanyak 36 berkas lembar jawaban dari mahasiswa prodi pendidi- kan kimia dan 36 berkas lembar jawaban dari mahasiswa prodi kimia.
6. Dosen model , selanjutnya memberikan penjelasan lengkap tentang jawaban ke dua tugas yang diberikan kepada mahasiswa. Jawaban tugas no 1. Jumlah moleku dalam reaksi : 2 NO + Cl 2 2 NOCl adalah dua, sehingga molekularitasnya adalah dua atau bimolekuler.
Jawaban tugas no.2 Karena 25% reaktan dipakai setelah 25 menit, konsentrasi setelah 25 menit akan menjadi : = 2x104mol.dm-3 - 2x104mol.dm-3 x 25/100 = 1,5 mol dm-3 Dengan mensubstitusi harga [C] = 1,5 mol dm-3 Diagram : t ( detik)
vs log I
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 78 Dan harga [C] o = 2x104mol.dm-3.; t = 25 menit, kedalam persamaan
Sekarang [C] = [C] 0 eksp (-kt) = 2x104 mol.dm-3 eksp [(-1,152 x 10-2 menit -1)(75 menit )] Kosentrasi setelah 75 menit adalah = 0,864 mol.dm-3
Beberapa mahasiswa diminta menjawab beberapa pertanyaan dalam tugas dosen, dan diminta meny- impulkannya dengan kalimat meraka sendiri. PENUTUP 1. Dosen memberikan kesimpulan , tentang jawaban pertanyaan yang diberikan kepada maha- siswa. Banyaknya molekul yang diambil bagian dalam suatu tahap dasar dikenal sebagai molekularitas. Orde dan molekularitas dari suatu tahap dasar adalah sama. Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk per- hitungan dimana data hasil eksperimennya dapat ditampilkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung dari data hasil eksperimen, dan dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketuhi untuk seluruh orde reaksi ,dan dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, yang dinamai sebagai orde reaksi untuk masing-masing komponen. Refleksi pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang diberi- kan oleh dosen observer, untuk menerapkan model pembelajaran intruksi (direct instruction) langsung pada pengajaran orde reaksi tahap berikutnya. Refleksi dilakukan pada saat setelah kegiatan pelaksanaan pembelajaran orde reaksi dilakukan. Tahapan refleksi diawali dengan: 2. Kesan Dosen Model Setelah Mengajarkan Orde Reaksi Dosen model merasakan, bahwa materi orde reaksi yang baru saja disajikan kepada mahasiswa masih terasa belum tuntas. Sepertinya mahasiswa tampak agak berat untuk memahami materi orde reaksi yang disajikan dosen model. Hal ini dikarenakan jumlah peserta terlalu besar , 36 mahasiswa prodi pendidikan kimia, dan 36 mahasiswa prodi kimia, total peserta 72 mahasiswa . Juga terdapat beberapa mahasiswa yang tergolong lamban dalam memehami materi orde reaksi. Dosen model telah berupaya untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap pembelajaran orde reaksi , melalui cara pemberian tes pada setiap akhir pertemuan, atau pada setiap akhir materi sub-sub topic orde reaksi selesai disajikan. Hal ini untuk mendapatkan hasil penilaian dari mahasiswa sebanyak mungkin, sehingga pada akhir semester tidak lagi dilakukan tes akhir. Namun hambataanya, bagi maha- siswa yang tidak hadir, akan mengalami sedikit kesulitan dalam pengumpulan nilai hasil tes harian. Cara yang dilakukan adalah dengan memberikan tes susulan, bersamaan dengan tes ulang bagi mahasiswa yang belum tuntas. 3. Masukan Dari Dosen Observer Dosen observer no.1. Ide dosen model sangat cerdas, memberikan tes secara periodic, meski ada resiko, jika ada mahasiswa yang pasif, akan sedikit merepotkan dosen model. Dosen model perlu didukung, perlu memperhatikan satu demi satu mahasiswa peserta, ada beberapa mahasiswa yang ber sms an , tidak membuat catatan. Namun cukup banyak mahasiswa peserta selalu memperhatikan penjelasan dosen model yang di tulis papan tulis. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 79 Melihat mahasiswa cukup semangat, akan lebih baik pada akhir penyampaian materi, yang dilakukan tes, soal tesnya dituliskan pada media LCD. Saran , karena terhalang waktu, sebaiknya materi disajikan sedikit saja, namun mahasiswa dilatih le- bih banyak memahami permasalahannya. Cara pemberian soal, sebaiknya mahasiswa diberikan soal untuk tugas kelompok terlebih dahulu. Setelah tugas kelompok selesai, dilakukan diskusi antar kelompok untuk membahas hasil pemikiran kelompok, termasuk mendiskusikan pendapat dari mahasiswa yang lamban , diharapkan permasalahan bisa selesai. Selanjutnya baru dilakukan tes individu. Sebaiknya kedepan proses pemelajaran mengarah ke pemecahan masalah.
Dosen observer no.2 Dosen observer menemukan bahwa mahasiswa sering kebingungan saat diajar, mahasiswa pasif hanya mendengar penjelasan dari dosen model, jarang bertanya kepada dosen. Mahasiswa hanya menden- gar arahan tugas yang terus menerus dari dosen, tanpa ada kesempatan untuk berfikir apa yang perlu ditanyakan kepada dosen. Mahasiswa mengerjakan tugas individu daari dosen. Saran dosen observer, sebaiknya mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya jawab dengan dosen. Sebaiknya mahasiswa diberikan tugas kelompok, sebelum diberikan tugas individu. Sebaiknya mahasiswa diberikan media pembelajaran yang memadai, antara lain ringkasan bahan ajar, contoh contoh soal yang lebih banyak memacu mahasiswa untuk berdiskusi, bekerja sama kelompok untuk menyimpulkan per- maslahan.
Dosen observer no.3 Dosen observer menemukan, bahwa sebagian dari mahasiswa diam saja , saat dosen model menyam- paikan penjelasan tentang orde reaksi dengan perbadingan keaktifan mahasiswa dan dosen adalah 20% mahasiswa dan 80% dosen. Pada saat dosen memberikan contoh soal mahasiswa meningkat keaktifannya dengan perbandingan: mahasiswa 30%, dosen 70%. Pada saat dosen memberikan tugas mandiri kepada mahasiswa, keaktifan mahasiswa meningkat , dengan perbandingan 80% mahasiswa dan 20% dosen. Tu- gas dosen adalah : Mahasiswa diminta untuk menjelaskan pertanyaan dosen dengan menggunakan bahasa dan kalimat mereka. Mahasiswa saat mengerjakan tugas, pada kelompok mahasiswa prodi pendidikan ki- mia awalnya sering melihat papan terus menerus, yang dilanjutkan dengan mengerjakan tugas dosen. Pada kelompok mahasiswa prodi kimia , sejak awal langsung dengan tekun mengerjakan tugas yang diberikan dosen tanpa diawali melihat papan tulis yang berisi tulisan uraian penjelasan dosen, namun pada waktu selanjutnya baru melihat papan tulis. Di tengah kegiatan siswa sedang melaksanakan tugas dosen, dosen memberikan instruksi, bahwa tugas tidak usah dikerjakan sampai hitungan, namun diminta untuk mencatat tentang informasi apa yang saudara dapatkan dari tugas yang diberikan oleh dosen. Selanjutnya kelompok mahasiswa prodi pendidikan kimia, menanyakan kejelas tugas dosen, dosen memberikan penje- lasan tentang data konsentrasi larutan di papan tulis (tanpa disertai tabel data). Proses mahasiswa mengerjakan tugas dari dosen dengan tahapan : Mahasiswa mngawali, membaca tugas dengan memikirkan tugas sendiri. Mahasiswa selanjutnya meminta penjelasan kepada teman duduknya sebelah kanan, dilanjutkan ke teman sebelah kiri tempat duduknya. Namun mahasiswa yang di- mintahi penjelasan , beridam diri, tidak bisa memberikan penjelasan kepada teman yang menanyakan tugas dari dosen . Saran dari dosen observer, agar mahasiswa lebih aktif , perlu dimotivasi dengan memberikan media pembelajaran yang memadai, antara lain disediakan tabel tentang orde reaksi; diberikan ringkasan dalam bentuk bacaan tentang orde reaksi; diberikan contoh-contoh soal yang bervariasi tentang orde reaksi. Lem- bar kegiatan mahasiswa perlu disesuaikan dengan cara ,tahapan dosen model mengajar, yang cenderung menggunakan model pembelajaran instruksi langsung (direct instruction), namun masih perlu menambah tahapannya khususnya tugas kelompok sebelum mahasiswa diberikan tugas mandiri. Mahasiswa PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 80 cenderung belajar kelompok, saat diberi tugas dosen, mereka cenderung bertanya kepada teman di samping kiri dan kanan tempat duduknya, maka perlu kiranya amahsiswa lebih diberikan waktu untuk belajar kelompok. Memperhatikan skecenderungan mahasiswa yang cenderung belajar kelompok dan sifat materi orde reaksi yang terstruktur secara berurutan, maka sebaiknya mahasiswa yang diberikan materi orde rekasi tersebut, diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran instruksi langsung (direct instruction). Hal tersebut sesuai dengan cara mengajar dosen model adalah menggunakan pembelajaran instruksi langsung . Secara umum urutan model pembelajaran instruksi langsung untuk mengajarkan materi orde reaksi adalah : Orientasi : dosen model memotivasi berkaitan dengan orde reaksi ,meninjau materi sebelumnya yaitu laju reaksi, menentukan tujuan pembelajaran yaitu penentuan orde rekasi dan harga k , menentukan prosedur pengajaran. Memberikan penjelasan materi orde reaksi oleh dosen. Mahasiswa belajar kelompok terstruk- tur; Mahasiwa belajar dengan bimbingan dosen ; Mahasiswa mengerjakan tugas mandiri. Selanjutnya dosen model menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan tetang orde reaksi.
4. Tanggapan balik dosen model Dosen model meraskan adanya pencerahan setelah mendapatkan masukan saran- saran dari teman dosen sejawat, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan profesi sebagai dosen kimia fisika. Sa- ran teman sejawat yang berharga, antara lain adalah mengingatkan kepada dosen model bahwa, se- sungguhnya mengajar adalah bagaian dari layanan dosen terhadap mahasiswa berkaitan dengan tugas penyampaian pengetahuan kimia fisika dari dosen ke mahasiswa, sehingga perlu kiranya dosen lebih mamahami kebiasaan belajar mahasiswa, lebih memahami sifat materi dari orde reaksi, dan juga mengingat kecenderungan dosen model yang model mengajarnya selaras dengan model pembelajaran instruksi langsung. Maka dosen model dengan senang hati akan menerapkan model pembelajaran in- struksi langsung pada penyampaian materi kimia fisika pada kegiatan pembelajaran berikutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan pembelajaran orde reaksi yang berlangsung selama ini dapat disimpulkan : 1) Pelaksanaan pembelajaran orde reaksi yang dilakukan saat ini, masih perlu peningkatan dalam upaya lebih mengak- tifkan mahasiswa dalam proses belajar, dengan : menambah macam media pembelajaran; menyempurna- kan lembar kerja mahasiswa; menyempurnakan tahapan proses pembelajaran mahasiswa.2) Refleksi pe- laksanaan pembelajaran orde reaksi , menghasilkan : perlunya penyesuaian model pembelajaran yang dise- suaikan dengan karakter materi orde reaksi, kecenderungan cara belajar siswa, kecenderungan cara menga- jar dosen model . Model pembelajaran yang sesuai dengan ketiga aspek tersebut adalah model pembela- jaran instruksi langsung dengan tahapan : Dosen model memotivasi berkaitan dengan orde reaksi ,meninjau materi sebelumnya yaitu laju reaksi, menentukan tujuan pembelajaran yaitu penentuan orde rekasi dan harga k , menentukan prosedur pengajaran. Memberikan penjelasan materi orde reaksi oleh dosen. Maha- siswa belajar kelompok terstruktur; Mahasiwa belajar dengan bimbingan dosen ; Mahasiswa mengerjakan tugas mandiri. Selanjutnya dosen model menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan tetang orde reaksi. Kegiatan pembelajaran orde reaksi yang berlangsung selama ini, dapat disarankan :1) Dengan segala upaya dosen model, diharapkan mahasiswa selalu aktif mengikuti pelajaran yang disampaikan dosen model , terus menerus sejak mengikuti perkulihan sampai akhir dari perkuliahan orde reaksi.2) Sudah saatnya, bahwa dosen memulai mengajar dengan cara, gaya mengajar yang disesuaikan dengan cara, gaya belajar mahasiswanya, dengan harapan mahasiswa langsung mengfokuskan pemahamannya pada materi yang disajikan dosen, tanpa terlebih dahulu menyesuaikan cara belajarnya sesuai dengan cara mengajarnya dosen model.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 81 DAFTAR RUJUKAN Alberty, R.A. 2005. Physical Chemistry.New York: Mc. Graw Hill. Atkins, P.W. 2009. The Elements of Physical Chemistry. 5th edition.London:Oxford Castellan, G.W. 1983. Physcal Chemistry.3rd edition. Massachusets: Addison Wesley . Dama, 2006. Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal. Sulteng : BPKB (Online) http://www.jugaguru.com/article. Darsono Sigit ,dkk, 2011. Laporan Lesson study Kimia Fisika II, Malang : Jurusan Kimia FMIPA UM Dogra SK & Dogra K, 2008. Kimia Fisik Dan Soal Soal. Jakarta : UI Press. FMIPA, 2010. Katalog FMIPA UM Jurusan Kimia. Malang : FMIPA Universitas Negeri Malang Istamar Syamsuri & Ibrohim, 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran). Malang: FMIPA UM. Levine, L N, 2009. Physical Chemistry.6th Ed. New York: Mc Graw-Hill. Nurhaeni, Ds. 2010. Andragogi Suatu Orientasi Baru dalam Pembelajaran. Makasar : (Online) Jurnal PILAR Univer- sitas Muhammadiyah Makassar. Rusydi Hikamawan, 2007. Andragogi Pendidikan untuk Pendewasaan (Online) http://pelajarislam.word- press.com/2007/10/2 3/andragogi-pen Sri Mulyani & Hendrawan , 2003. Kimia Fisika II. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA- UPI. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 82 KAJIAN TENTANG PELAKSANAAN LESSON STUDY DALAM PROSES PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI DAN BERPUSAT PADA SISWA Sri Rahayu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang (UM), Email: srirahayu_um@hotmail.com
Abstract. Many efforts have been done by Indonesian government to reform science education. The es- sence of the reform lies on decentralized educational system, competence-based curriculum, and reform of learning paradigm. The new curriculum 2006 suggests that pedagogy at all educational levels should be student-centered. In fact, however, many new instructional strategies havent really implemented in teachers profession. This because teachers dont have supporting teaching culture dan there is no ade- quate system for teachers professional development. The purpose of this research is to examine the process of lesson study as an innovative approach dan to see its effectiveness in practice. Research sub- jects were 19 persons of MGMP chemistry teachers in Pasuruan City. The research was conducted in semester II 2008/2009 and semester II 2009/2010. Research design was descriptive qualitatively. Data was collected by observation, field note, interview and documentation and data in the form of interview transcript, field note, observation record and document. The data was content-analised, triangulated with other data and the results were described qualitatively and narratively. Results reveal that the les- son study activities done are effective in improving students active participation, instructional practice for students and teachers acquisition in professional development, teachers skills in classroom man- agement, and teachers have positive perceptions towards the lesson study. Keywords: chemistry teacher, chemistry instruction, inquiry, lesson study, professional development, student-centered Prestasi belajar siswa Indonesia dibandingkan dengan siswa dari negara-negara lain, misalnya Jepang, dalam bidang studi matematika dan sains relatif rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata siswa dalam PISA (Program for International Student Assessment) 2003 and TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) 1999 seperti nampak dalam Tabel 1 di bawah ini. Hasil PISA dan TIMSS ini meru- pakan salah satu pencetus untuk mereformasi pendidikan sains di Indonesia. Tabel 1. Perolehan skor rata-rata siswa Indonesia dan Jepang dalam bidang matematika dan sains (Lemke et al., 2004; Gonzales et al., 2000) Indonesia Jepang PISA 2003 (Matematika) 360 534 TIMSS 1999 (Matematika) 403 579 TIMSS 1999 (Sains) 435 550 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 83
Salah satu upaya untuk mereformasi pendidikan sains yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah reformasi kurikulum sekolah. Kurikulum yang diberlakukan saat ini adalah kurikulum baru 2006. Esensi dari berbagai program pembaharuan pendidikan sains terletak terletak pada diterapkannya sistem pendidikan desentralisasi, kurikulum berbasis kompetensi dan reformasi paradigma belajar (Sidi, 2008). Kurikulum baru 2006 menyarankan agar pedagogi yang diterapkan di seluruh level sekolah sebaiknya berpusat pada siswa dengan menekankan kreativitas, kompetensi, kecakapan hidup dan pengalaman hands- on (Badan Nasional Standar Pendidikan, 2007). Oleh karena itu, guru bidang studi sains baik di level SD, SMP maupun SMA diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi siswa dalam membangun pemahaman konsep dan ketrampilan sains serta sikap ilmiah. Selama ini, berbagai strategi pembelajaran baru yang dipandang inovatif tidak pernah benar-benar diterapkan dalam profesi mengajar. Hal ini disebabkan karena kultur mengajar guru tidak mendukung. Ha- sil penelitian menunjukkan bahwa strategi mengajar guru yang digunakan saat ini bergantung pada pen- galamannya saat pertama kali mengajar di sekolah. Praktek pengajaran ini tetap bertahan selama karirnya sebagai guru. Strategi pembelajaran yang digunakan guru saat pertama kali mengajar di sekolah digunakan oleh guru sebagai fondasi bagaimana guru mengajar di kelas saat ini. Bahkan seringkali guru tergantung pada strategi pembelajaran yang kurang efektif yang dicontohkan guru kepada mereka saat mereka masih duduk di bangku SMA. Kegiatan pembelajaran yang kurang mendukung pelaksanaan kurikulum baru 2006 harus diubah agar apa yang diharapkan oleh kurikulum dapat terwujud. Salah satu cara adalah mengubah strategi pembela- jaran yang biasanya berpusat pada guru ke arah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sehingga siswa menjadi lebih diberdayakan dalam proses belajarnya. Perubahan ini hanya dapat dilakukan dengan cara mengkaji praktek pengajaran itu dan melihat dampaknya terhadap belajar siswa. Agar supaya peruba- han ini terjadi maka sekolah perlu menciptakan suatu proses bagi guru untuk mengkaji secara sistematik strategi-strategi pembelajaran dan mengambil contoh pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Sayangnya, sejauh ini para guru belum memiliki cara yang sistematik untuk melakukan ko- laborasi dan untuk mengubah praktek pembelajaran. Dengan adanya desentralisasi pendidikan maka pe- rubahan yang harus dilakukan tersebut menjadi tanggungjawab guru dan sekolah. Guru seringkali mengha- dapi kesulitan dalam menemukan strategi pembelajaran dan pembelajaran yang efektif dan yang lebih jelek lagi para guru hanya mengandalkan pemerintah dalam upaya-upaya reformasi pendidikan. Sangat ser- ing guru-guru yang berpengalaman hanya menunggu gerakan reformasi semacam ini. Guru melanjutkan mengimplementasikan metode-metode pembelajaran yang telah mereka gunakan saat memulai karir seba- gai guru. Keadaan ini terjadi bukan karena guru malas atau ingin menggunakan strategi mengajar yang ti- dak efektif, namun karena tidak ada pilihan lain yang disediakan oleh sistem di sekolah. Program pengembangan profesi guru masih menjadi fokus reformasi pendidikan sampai saat ini. Mis- alnya, adanya pelatihan dan workhop yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengenalkan berbagai inovasi pembelajaran. Namun, walaupun kegiatan ini masih tetap berlanjut sampai sekarang, hasil belajar siswa masih kurang memuaskan. Menurut Stigler & Heibert (1999: 12-13) program pengembangan profesi seharusnya memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar tentang pembelajaran. Pengembangan profesi guru merupakan suatu proses pendidikan yang terencana, kolaboratif dan berkelanjutan yang bertujuan un- tuk membantu guru dalam (1) memperdalam materi bidang studi; (2) mengasah ketrampilan mengajar di kelas; (3) menghasilkan dan menyumbang pengetahuan baru terhadap profesi; (4) meningkatkan kemam- puan memonitor belajar siswa, sehingga mereka dapat memberikan umpan balik yang konstruktif pada siswa dan membantu mengarahkan mengajarnya sendiri (5) melanjutkan studi dalam bidang ilmunya dan pendidikan pada umumnya (Glenn, 2000: 18). Salah satu cara pengembangan profesi guru adalah melalui kegiatan lesson study. Dalam kegiatan lesson study guru secara sistematis meningkatkan pembelajaran dan mengurangi ket- erasingan guru jika lesson study dapat dipertahankan secara terus menerus (sustainable). Lesson study me- rupakan sebuah proses bagi guru untuk melakukan kolaborasi dalam mendesain pembelajaran sekaligus PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 84 menguji tingkat keberhasilannya dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pada dasarnya lesson study meliputi langkah-langkah Plan (merencanakan), Do (melaksanakan pembelajaran) dan See (merefleksikan pembelajaran). Dalam proses ini, sekelompok guru bekerja sama dalam melakukan perencanaan untuk menyiapkan antara lain RPP, LKS, dan media pembelajaran, kemudian salah seorang guru mengimple- mentasikan pembelajaran yang telah dikembangkan secara kolaboratif di ruang kelas atau laboratorium sementara para guru yang lain mengamati kegiatan pembelajaran tersebut sambil mengumpulkan bukti- bukti belajar siswa. Setelah pembelajaran yang diamati berakhir, kelompok kolaboratif ini mendiskusikan dan merefleksikan tentang pembelajaran yang baru mereka amati di dalam suatu ruangan yang dipimpin oleh seorang moderator. Menurut Lewis (2000), mengembangkan pembelajaran yang ideal bukanlah komponen yang paling penting dalam proses lesson study. Namun, fokus pada belajar siswa dan kolaborasi secara professional merupakan penggerak proses kelompok lesson study. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji proses lesson study, sebagai pendekatan inovatif, dan melihat efektivitasnya dalam praktek pem- belajarannya. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimanakah gambaran keberhasilan proses lesson study yang diterapkan dalam penelitian ini? METODE PENELITIAN Subyek Subyek penelitian adalah guru-guru Kimia MGMP Kota Pasuruan. Jumlah guru MGMP Kimia yang terlibat dalam kegiatan lesson study adalah 19 orang yang terdiri dari 11 guru dari SMAN, 5 orang dari MAN dan 3 orang dari SMA Swasta.
Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan pada semester II tahun 2008/2009 (tahap I) dan semester II tahun 2009/2010 (tahap II). Tabel 2 berikut menunjukkan jadwal dan kegiatan lesson study dan topik-topik kimia yang diangkat sebagai pembelajaran yang diamati (open lesson). Tabel 2. Kegiatan pada Tahap-Tahap Lesson Study dan Topik Kimia Yang Dikaji Tanggal Semester II 2008/2009 (tahap I) Tanggal Semester II 2009/2010 (tahap II) 21 Feb 2009 Plan 27 Feb 2010 Plan 28 Feb 2009 Plan 6 Maret 2010 Plan 14 Mar 2009 Do &See di kelas 11 dengan topik titrasi asam basa (sesi 1). Guru model adalah Bpk Munadi dan kegiatan dilakukan di SMA Muhammadiyah 10 April 2010 Do & See di kelas 11 dengan topik minyak bumi 21 Mar 2009 Do & See di kelas 11 dengan topik titrasi asam basa (sesi 2). Guru model adlah Ibu Nita dan pembelajaran dilakukan di MAN Pasuruan 24 April 2010 Do & See di kelas 11 dengan topik Titrasi asam basa (sesi 3). Guru model adalah pBpk Rochim dan pembelajaran di- lakukan di MAN Pasuruan 11 April 2009 Do & See di kelas 10 dengan topik Identifikasi unsur C, H, O dalam senyawa karbon. 8 mei 2010 Do & See di kelas 11 dengan topik kelarutan dan pengaruh ion senama.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian dikumpulkan dengan cara observasi, catatan lapangan (field note), wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan data penelitian berupa PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 85 transkrip interview, catatan lapangan, catatan observasi dan dokumen. Data ini dianalisis kontennya, ditriangulasikan dengan data yang lain dan hasilnya dideskripsikan secara kualitatif dan naratif. Sebenarnya, keberhasilan lesson study dapat ditinjau dari partisipasi siswa dalam pembelajaran, hasil belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotor dan afektif, praktek pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam pengembangan profesi, dan kemampuan guru dalam mengelola managemen kelas serta persepsi guru terhadap lesson study. Karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti maka data yang bisa dikumpulkan dan dianalisis dari kedua semester pelaksanaan lesson study ditunjukkan dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Kriteria Keberhasilan Lesson Study Kriteria Keberhasilan Data yang Dikumpulkan Sumber Data a. Siswa berpartisipasi secara aktif. Partisipasi siswa di dalam kelas dengan respon siswa terhadap pertanyaan guru dan aktivitas yang diamati. Catatan lapangan peneliti dan para observer. b. Meningkatnya praktek pembelajaran yang dilakukan siswa dan perolehan guru dalam pengembangan profesi Komentar-komentar dalam melaporkan hasil pengamatan terhadap pembelajaran, umpan balik dari kolega/observer. Catatan tentang alur pembelajaran dan interaksi dgn siswa. Catatan lapangan peneliti , dokumen guru, catatan diskusi dan refleksi. c. Meningkatnya ketrampilan mengelola kelas guru. Umpan balik dari para observer secara keseluruhan, catatan tentang alur pembelajaran Catatan lapangan peneliti, catatan diskusi dan refleksi.
d. Persepsi guru yang positif terhadap kegiatan lesson study Pendapat dan komentar guru selama proses diskusi dan transkrip wawancara Guru, catatan diskusi dan refleksi
Pelaksanaan Lesson study Lesson study yang diterapkan dalam kegiatan ini mencakup langkah-langkah Plan-Do-See, setiap se- mester kegiatan plan dilakukan 2 kali pertemuan sedangkan kegiatan Do-See dilakukan 3 kali seperti nam- pak dalam Tabel 2. Kegiatan ini dilakukan oleh team lesson study MGMP Kimia Kota Pasuruan yang ter- diri dari 19 orang. Dalam Kegiatan Plan semester II 2008/2009, team guru diberikan pemahaman tentang lesson study, model pembelajaran inovatif learning cycle yang berbasis konstruktivistik dan berbasis inkuiri oleh peneliti selaku pendamping lesson study. Selanjutnya, para team guru tersebut memilih sendiri topik yang ingin mereka open class-kan dan ingin ditingkatkan kualitas pembelajarannya. Selanjutnya team membuat RPP dan perangkatnya untuk setiap topik-topik kimia yang dipilih dengan dipandu oleh peneliti/pendamping. Topik-topik yang dipilih adalah topik topik yang sesuai dengan kharakteristik model pembelajaran learning cycle. Pada semester II 2009/2010 kegiatan juga diawali dengan plan 2 kali namun guru sudah paham dengan learning cycle sehingga RPP pada semester II 2009/2010 ini menjadi le- bih baik dan sempurna dalam model pembelajaran itu dan pendamping tidak banyak memberikan input dalam keputusan-keputusan yang diambil oleh team guru. Topik topik yang dipilih adalah topik yang bisa dilakukan inkuiri atau kegiatan berbasis laboratorium, antara lain titrasi asam basa, identifikasi unsur C, H, O dalam senyawa karbon, minyak bumi dan kelarutan dan pengaruh ion senama. Selanjutnya ditetapkan sekolah dan guru yang akan tampil dikelas dengan menggunakan RPP yang telah dibuat di sekolah asalnya. Selain itu, disepakati pula oleh team bahwa pembelajaran yang telah diimplementasikan di kelas oleh guru model di sekolahnya akan diterapkan lagi di kelas yang lain pada topik yang sama namun dengan RPP yang telah diperbaiki berdasarkan diskusi dan refleksi yang dilakukan setelah pembelajaran tersebut dia- mati bersama. Selain mempersiapkan RPP dan perangkatnya serta alat evaluasi pembelajaran, team guru juga menyiapkan peta lokasi duduk siswa lengkap dengan nama masing-masing siswa. Langkah selanjutnya adalah kegiatan Do (open class). Seorang guru model mengajar di kelas dengan RPP yang sudah dibuat secara kolaboratif. Sementara anggota team lesson study yang lainnya menempat- PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 86 kan diri sebagai observer untuk mengumpulkan bukti-bukti belajar siswa. Masing-masing observer mem- bawa RPP, LKS dan daftar nama siswa/denah tempat duduk siswa. Dalam kegiatan mengamati pembela- jaran, seorang observer diberi rambu-rambu pertanyaan-pertanyaan berikut agar pengamatannya menjadi terfokus: - Apakah tujuan pembelajaran jelas bagi siswa? - Apakah aktivitas yang dikerjakan oleh siwa efektif menyumbang tercapainya tujuan pembelajaran? - Apakah alur pembelajaran koheren dan mendukung siswa belajar konsep? - Apakah masalah dan bahan ajar membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran? - Apakah diskusi kelas membantu pemahaman siswa? - Apakah materi pembelajaran cocok dengan tingkat pemahaman siswa? - Apakah siswa menerapkan pengetahuan awalnya untuk memahami materi pelajaran? - Apakah pertanyaan yang diajukan guru menarik perhatian dan memfasilitasi siswa dalam berfikir? - Apakah ide-ide siswa dihargai dan dikaitkan dengan pelajaran? - Apakah kesimpulan pelajaran mengaitkan ide-ide siswa? - Apakah kesimpulan pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran? - Bagaimanakah guru memberikan penguatan terhadap apa yang sudah dipelajari siswa selama pembelajaran?
Langkah terakhir dalam kegiatan lesson study adalah diskusi dan refleksi. Guru model beserta observer melakukan diskusi dan refleksi di sebuah ruangan atau di laboratorium tentang pembelajaran yang baru saja diamati dan dipandu oleh seorang moderator. Yang bertindak sebagai moderator adalah fasilitator lesson study. Kunci keberhasilan tahap diskusi adalah apabila refleksi dan komentar-komentar yang dilontarkan oleh observer bersifat mendukung dan tidak menghakimi guru model (Stepanek dkk., 2007). Hal yang paling penting adalah para pengamat mempertimbangkan bukti-bukti yang akan mereka sampaikan dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan selama diskusi. Dengan menuliskan refleksi personal dari pengamat setelah melakukan pengamatan akan memfokuskan dan mempertajam pembicaraan dalam diskusi dan meningkatkan nilai/manfaat untuk team lesson study. Observer diarahkan untuk memberikan komentar yang bisa memberikan pengaruh paling besar terhadap belajar siswa. Hal ini disebabkan karena mendiskusikan beberapa komentar lebih efektif daripada sekedar membaca daftar panjang pengamatan masing-masing observer. Moderator mendorong observer untuk memberikan komentarnya berlandasakan bukti-bukti yang dikumpulkan selama pengamatan. Agenda yang dilakukan dalam diskusi dan refleksi adalah: - Guru memberikan komentar tentang pembelajaran. Moderator mengundang guru model untuk memberikan kesan-kesannya tentang pembelajaran yang direncanakan oleh team dan menggambarkan tantangan yang dijumpai selama pembelajaran. - Anggota team lesson study memberikan komentar tentang pembelajaran. Moderator mengundang anggota team untuk berkomentar. Mengingat bahwa pembelajaran itu adalah milik seluruh anggota team maka setiap anggota berbagi satu atau dua komentar yang memfokuskan pada bukti-bukti seputar pemahaman siswa. Komentar akan berguna jika mengungkap kekuatan pembelajaran kemudian diikuti oleh tantangan atau kelemahan pembelajaran. Team juga dapat berbagi tentang sesuatu yang mengejutkan atau menarik yang mereka perhatikan selama alur proses pembelajaran berlangsung. - Komentar dari peneliti/pendamping. Moderator meminta komentar dari pendamping berdasarkan data yang dikumpulkannya dari percakapan di kelas, tugas-tugas siswa dan kegiatan siswa. Pendamping tidak serta merta memberikan solusi untuk memperbaiki pembelajaran, namun menunjukkan kekuatan pembelajaran berdasarkan bukti-bukti sebelum berbagi tentang aspek/bidang yang perlu mendapat perhatian. Pendamping adalah patner dalam lesson study, dengan keahlian dan pengalaman, pendamping dapat menambahkan nilai tambah pada kegiatan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 87 team. Jadi peran peneliti di sini adalah berbagi data yang dikumpulkan, membantu team memahami data, dan membantu mereka mempertimbangkan upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk mengarahkan usaha perbaikan.
Setelah diskusi dan refleksi berakhir, maka langkah berikutnya adalah team lesson study merevisi pembelajaran dengan cara memperbaiki RPP dan LKS atau aspek-aspek lain yang perlu diperbaiki. Kemudian anggota team mengajarkan kembali topik tersebut di kelas mereka sendiri kemudian mencatat hasilnya untuk kegiatan diskusi dan refleksi pada kegiatan berikutnya. Pembelajaran yang sudah direvisi pada semester II 2008/2009 selanjutnya diajarkan kembali di tahun berikutnya yaitu semester II 2009/2010. Topik yang direvisi dan diterapkan di tahun berikutnya adalah titrasi asam basa menggunakan model pembelajaran yang tetap yaitu learning cycle berbasis inkuiri dan berpusat pada siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari Beberapa Open Class dan Diskusi-Refleksi Dari analisis field note tentang pembelajaran dalam open class yang dilakukan oleh peneliti dan guru pada tahap I semsester II 2008/2009 dan tahap II semester II 2009/2010 dalam mengajarkan topik-topik kimia, dokumen persiapan mengajar berupa RPP dan LKS yang telah dibuat oleh team, dan catatan hasil diskusi dan refleksi, nampak bahwa: a) pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada tahap II lebih berpusat pada siswa dan lebih banyak menggunakan kegiatan inkuiri baik dilakukan di laboratorium seperti titrasi asam basa dan topik kelarutan dan pengaruh ion senama dan pembelajaran inkuiri yang dilakukan di kelas seperti topik minyak bumi. Kemampuan guru dalam mengelola kelas dengan menggunakan strategi pembelajaran learning cycle menjadi lebih baik dan guru lebih memikirkan bagaimana caranya supaya siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk membangun konsepnya sendiri. Praktek pembelajaran siswa dan perolehan guru dalam kegiatan pengembangan profesi ini menjadi semakin meningkat. Sebagai case study, RPP yang dibuat team pada tahap II pada topik titrasi asam basa (sesi 3) mempertimbangkan pengalaman open class di tahap I dan juga masukan dari hasil diskusi dan refleksi. Sedangkan pada tahap I sendiri, team melakukan perbaikan terhadap RPP yang di open class-kan di sesi 1 untuk kemudian diterapkan lagi di kelas sendiri oleh masing-masing guru dan juga untuk diterapkan di open class sesi 2 pada semester yang sama. Berikut adalah beberapa aspek yang didiskusikan dan direfleksikan sebagai dasar perubahan dan revisi pembelajaran yang dilakukan oleh team lesson study: - Aspek waktu pembelajaran yang direncanakan di RPP untuk titrasi asam basa. RPP pada topik titrasi asam basa untuk open class sesi 1 menggunakan strategi learning cycle direncanakan waktunya 2 x 45 menit. Pada fase engage, guru mengajukan beberapa pertanyaan yang memotivasi siswa. Pada fase explore guru meminta siswa untuk membaca buku teks dan melengkapi LKS yang baru diberikan saat pembelajaran. Setelah itu, siswa dipersilahkan melakukan kegiatan titrasi asam HCl dan basa NaOH. Pada fase explain, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil percobaan dan fase extent siswa diberi beberapa soal untuk dikerjakan. Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran molor waktunya sekitar 30 menit walaupun tujuan pembelajaran 70% sudah tercapai. Siswa kurang terampil dalam berinkuiri karena mereka baru pertama kali mengalami pembelajaran inkuiri sehingga ketika diajak untuk menggali informasi dari buku paket untuk mengisi LKS mereka nampaknya kebingungan selain itu mereka kurang terampil dalam melakukan titrasi, banyak kesalahan yang dibuat oleh siswa sehingga waktunya menjadi molor. Berikut ini cuplikan komentar guru pada saat diskusi dan refleksi: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 88 pada awalnya siswa merasa kebingungan apa yang harus dilakukan (saat diminta untuk melengkapi LKS) seperti pada kelompok 7, namun setelah siswa melihat kelompok lain mereka mencoba walaupun agak kesulitan (Ibu Nita) sekali titrasi siswa dalam kelompok yang saya amati membutuhkan waktu sekitar 20 menit sehingga kalau 3x titrasi maka waktu kegiatan explorasi hanya habis digunakan untuk melakukan titrasi saja(Ibu susi). menurut pemantauan saya sebaiknya waktu untuk eksplorasi ditambah, tidak 30 menit tetapi 60 menit sehingga pada fase ini siswa diberi penekanan-penekanan yang harus dilakukan sehingga tidak mengalami kebingungan (Ibu Tantri)
Berdasarkan hasil diskusi dan refleksi pada sesi 1, maka team lesson study merevisi RPP yang ada untuk digunakan kembali pada sesi 2. Aspek waktu pada RPP sesi 2 tetap dibuat 2x45 menit, namun kegiatan menggali informasi dalam buku teks untuk melengkapi LKS dilakukan oleh siswa dalam kelompoknya di luar jam saat open class dan guru membimbing siswa bagaimana mengisi LKS tersebut dan bagaimana menentukan titik ekivalen. Kegiatan ini dicobakan membutuhkan waktu 40 menit. Selain itu, dilakukan juga pemodelan bagaimana melakukan titrasi di awal kegiatan eksplorasi pada sesi 2 dan diberi penekanan oleh guru. RPP yang sudah direvisi ini diterapkan pada sesi 2 yaitu di MAN Pasuruan. Hasil diskusi dan refleksi pada sesi 2 ini mengungkap bahwa jika guru model melakukan pertemuan di luar open class sesi 2 selama 40 menit hanya membicarakan bagaimana siswa melakukan titrasi, mengisi LKS dan menentukan titik ekivalen, maka bisa disimpulkan bahwa titrasi asam basa dengan menggunakan learning cycle sebenarnya membutuhkan waktu 3 x 45 menit agar tujuan pembelajaran benar-benar tercapai. Apalagi siwa di Pasuruan belum pernah melakukan inkuiri seperti yang ada dalam pembelajaran open class. Oleh karena itu team lesson study merevisi RPP yang digunakan pada sesi 2 menjadi RPP baru untuk sesi 3 dengan perubahan waktu menjadi 3x 45 menit. RPP untuk sesi 3 ini diterapkan di pembelajaran sesi 3 pada tahap II dan nampaknya masalah waktu tidak menjadi isu diskusi dan refleksi lagi. Dari ilustrasi ini disimpulkan bahwa penggunaan waktu untuk pembelajaran topik titrasi asam basa dengan strategi pembelajaran learning cycle yang berbasis inkuiri dan berpusat pada siswa sudah teruji secara empiris membutuhkan waktu efektif 3 x 45 menit dengan kondisi siswa berkemampuan rata-rata dan belum terbiasa dengan model pembelajaran tersebut. - Aspek ketrampilan siswa dalam melakukan titrasi. RPP untuk pembelajaran topik titrasi asam basa menggunakan learning cycle yang merupakan pembelajaran berbasis inkuiri (guided inquiry). Berdasarkan catatan hasil pengamatan dan diskusi dan refleksi pada sesi 1, 2 dan 3 disimpulkan bahwa titrasi merupakan ketrampilan proses mengukur dan oleh karena ketrampilan ini merupakan pengalaman baru bagi siswa di kelas XI maka ketrampilan ini harus diajarkan dulu kepada siswa. Ketrampilan pokok yang ada dalam kegiatan melakukan titrasi adalah memasang buret, memasukkan larutan NaOH kedalam buret, mengukur larutan HCl, melakukan titrasi, membaca buret, menentukan titik ekivalen sampai pada menghitung konsentrasi asam yang dititrasi. Pada sesi 1, siswa sama sekali belum paham tentang titrasi sehingga ketika diberikan tugas melengkapi LKS dan melakukan titrasi banyak sekali dijumpai kesalahan dan tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan maksimmal serta memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang telah direncanakan. Aspek ini ditingkatkan lagi oleh team lesson study dengan cara memberikan pelatihan bagaimana mengisi LKS dan memodelkan cara melakukan titrasi sebelum kegiatan eksplorasi dilakukan sehingga RPP untuk sesi 2 dan juga aktivitas yang akan dilakukan oleh siswa menjadi lebih meningkat. Sehingga pada sesi 3 pembelajaran sudah lebih sempurna dibandingkan dengan pembelajaran sesi 1 dan 2. Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa praktek pembelajaran yang dilakukan siswa dan perolehan guru dalam pengembangan profesi semakin meningkat. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 89
b) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebih meningkat. Hal ini disebabkan karena: a) strategi pembelajaran dengan learning cycle yang diterapkan berbasis konstruktivistik memang pada hakekatnya mengajak siswa untuk aktif berfikir, tugas-tugas siswa dirancang dengan inkuiri yang berbasis hands-on activity dan diarahkan kontekstual sehingga dari tuntutan strategi ini sendiri siswa dapat menjadi lebih aktif. Karena strategi ini merupakan strategi pembelajaran baru bagi guru-guru MGMP Kota Pasuruan nampaknya mereka tertantang untuk menguasai langkah-langkah pembelajaran ini dengan baik; b) kemampuan guru dalam mengelola kelas menjadi semakin meningkat sehingga siswa dapat lebih berpartisipasi dalam belajar. Hal ini dilihat dari alur pembelajaran menjadi lebih baik dan lebih lancar dan guru lebih memposisikan siswa sebagai subyek belajar. Berikut ini cuplikasn komentar para observer pada sesi 1 yang digunakan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan partisipasi siswa pada kegiatan berikutnya: sebenarnya siswa sudah nampak termotivasi terbukti anak-anak menjawab pertanyaan pancingan dari guru model tetapi sangat disayangkan guru model tidak merespon jawaban siswa, terus melanjutkan dengan membagikan LKS (Ibu Nidar sesi 1) kerjasama kelompok sudah sangat bagus sekali misalnya ada kelompok siswa yang bertanya bu ini kelompoknya dibagi? Terus saya jawab silahkan. Jadi mau melakukan diskusi kelompok sepertinya siswa mau membagi diri/tugas dulu (Ibu Nita pada sesi 2). Dari uraian di atas ini dapat disimpulkan bahwa guru-guru MGMP Kimia Kota Pasuruan mengalami peningkatan dalam hal partisipasi siswa dalam pembelajaran, kemampuan guru dalam mengelola kelas, praktek pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan perolehan guru dalam kegiatan lesson study yang antara lain adalah guru menjadi praktisi yang lebih reflektif, lebih mengorientasikan pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered) kearah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dan segala keputusan yang diambil terkait pembelajaran lebih mempertimbangkan pada aspek bagaimana siswa belajar, dan lebih terampil dalam melakukan kolaborasi. Selain itu, siswa menjadi lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dengan learning cycle.
Persepsi Guru Tentang Lesson Study Berdasarkan pendapat dan komentar guru yang diperoleh selama proses diskusi dan refleksi dan didukung oleh wawancara bebas dengan beberapa guru serta kehadiran guru dalam setiap kegiatan lesson study diperoleh kesimpulan bahwa guru memiliki persepsi yang positif tentang lesson study. Berikut ini beberapa cuplikan dari hasil wawancara dengan sekelompok guru: Bagaimanapun juga guru yang maaf cara ngajarnya konvensional guru hanya duduk dan menjelaskan..maaf ya, itu anak khan muak. Dengan adanya lesson study mau tidak mau guru khan nggak bisa duduk aja. Kalau dulu RPP hanya pinjam dan fotokopi saja, sekarang dengan adanya lesson study kita harus membuat sendiri dan merasa ikut memiliki RPP itu guru-guru MGMP merasa tertantang dengan adanya lesson study karena betul-betul menekankan pada siswa yang belajar Dulu saya sering mengikuti kegiatan MGMP tapi lama-lama bosen dan saya jadi tidak suka, sekarang ada lesson study dan tahu manfaatnya, saya senang datang kemari. Dengan adanya lesson study itu kita dipaksa untuk tampil bu dan kita diwarnai oleh banyak orang. Kita jadi senang. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 90 KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan lesson study yang telah dilakukan di semester II 2008/2009 dan semester II 2009/2010 memberikan hasil yang efektif ditinjau dari meningkatnya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran, men- ingkatnya praktek pembelajaran yang dilakukan siswa dan perolehan guru dalam pengembangan profesi, meningkatnya ketrampilan guru dalam mengelola kelas, dan persepsi guru yang positif tentang kegiatan lesson study. Adanya lesson study, sebagai cara mengembangkan profesi, memiliki pengaruh positif seperti: 1. Meningkatkan kolaborasi antar guru sehingga perasaan keterasingan guru menjadi semakin berkurang, rasa saling percaya (trust) menjadi meningkat, dan meningkatkan keinginan guru agar dapat membuka kelasnya untuk diamati dan kemampuan guru untuk belajar bersama. 2. Membantu guru untuk menjadi praktisi yang reflektif untuk menemukan ide-ide baru. Hal ini disebabkan karena adanya forum yang mendiskusikan tentang perbedaan pendapat diantara para guru dan mungkin menguji pendekatan-pendekatan yang berbeda dan mengumpulkan data tentang pengaruhnya terhadap belajar siswa. 3. Mengajak guru untuk belajar bagaimana cara menginvestigasi dan memperoleh pengetahuan dari praktek pembelajaran sehari-hari dan juga dari mengamati siswa belajar. 4. Membantu guru untuk mencari dan memikirkan tentang bagaimana siswa belajar sehingga dalam merencanakan pembelajaran guru bisa mengantisipasi bagaimana kemungkinan respon siswa terhadap sebuah pembelajaran misalnya pertanyaan atau tugas-tugas yang akan diberikan. Oleh karena itu, pada prinsipnya adalah membantu guru dalam memperoleh pemahaman yang baik tentang siswa dan kebutuhan siswa. 5. Membantu guru dalam menemukan pendekatan yang efektif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di masa-masa mendatang bila mereka bisa mempertahankan keberlanjutan dari kegiatan lesson study .
Oleh karena itu, kegiatan lesson study perlu dilakukan secara terus menerus dalam praktek pembelajaran di sekolah. DAFTAR RUJUKAN Badan Nasional Standar Pendidikan. 2007. Standar Proses. Jakarta: BNSP Glenn, John. 2000. Before Its Too Late. A Report to the Nation from the National Commision of Mathematics and Science Teaching for the 21 st Century. Washington: US Department of Education. Gonzales P., Calsyn, C., Jocelyn L., Mak K., Kastberg D., Arafeh S., Williams T., & Tsen, W. (2000). Pursuing excellence: Comparisons of international eighth-grade mathematics and science achievement from a U.S. perspective, 1995 and 1999 (NCES 2001-028). Washington, DC: U.S. Department of Education, National Centre for Education Statistics. Retrieved November 15, 2008, from http://nces.ed.gov/timss/timss-r. Lemke, M., Sen, A., Pahlke, E., Partelow, L., Miller, D., Williams, T., Kastberg, D. & Jocelyn, L. (2004). Inter- national outcomes of learning in mathematics literacy and problem solving: PISA 2003 results from the U.S. perspective (NCES 2005-003). Washington, DC: U.S. Department of Education, National Centre for Education Statistics. Lewis, Chatherine. 2002a. What are theessential elements of lesson study? The CPS Connection, Vol. 2 (6), 1-4 Sidi, I. J. (2008). Synergy of curriculum and the national examination. Paper presented at national seminar on the national examination conducted by the Quality Insurance Board, Middle East of Java, Semarang, Indone- sia. http://sawali.info/2008/08/30/ujian-nasional-un-jalan-terus/. Stigler J. & Hiebert J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the World's Teachers for Improving Education in the Classroom, New York, Free Press. Stepanek, J., Appel, G., Leong, M., Mangan, M.T. & Mitchell, M. 2007. Leading Lesson Study: A Practical Guide fo Teachers and Facilitators. California, USA: Corwin Press PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 91 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIG- SAW UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKO- MUNIKASI DAN KERJASAMA MAHASISWA PADA MATA KULIAH KIMIA ANORGANIK FISIK Nina Kadaritna Universitas Lampung
Abstrak: Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah kimia anorganik fisik masih rendah dalam bekerja- sama dan keterampilan berkomunikasinya, sehingga perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: (1) kerjasama mahasiswa dan (2) keterampilan berkomunikasi, melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah Kimia Anorganik Fisik semester ganjil TA 2011-2012. Subjek pada implementasi lesson study ini adalah mahasiswa program studi pendidikan kimia (PSPK) yang mengambil mata kuliah Kimia Anorganik Fisik, yang berjumlah 32 orang. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi. Hasil dari studi ini adalah dengan model pembela- jaran kooperatif tipe jigsaw mahasiswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi baik dalam diskusi kelompok ahli, pada saat menyampaikan informasi di kelompok asal maupun pada saat presentasi di depan kelas. Setiap mahasiswa diberi tanggung jawab untuk memahami satu topik tertentu, dan harus terampil menyampaikannya pada teman di kelompok asal. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada kesadaran untuk bekerjasama diantara mereka. Dengan demikin dapat disimpulkan bahwa melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik terbukti dapat meningkatkan: (1) keterampilan berkomunikasi dan (2) kerjasama antar mahasiswa. Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, keterampilan komunikasi, kerjasama Proses pembelajaran di perguruan tinggi pada saat ini sedang mengalami pergeseran dari pembelajaran berbasis isi ke kompetensi. Demikian halnya dengan Unila yang mengharuskan setiap program studi merubah model pembelajarannya yang berfokus hanya pada isi bergeser pada proses. Pada program studi pendidikan kimia, khususnya pada perkuliahan Kimia Anorganik Fisik, telah merubah proses pembelajarannya dari teacher centered learning menjadi student centered learning. Saat ini kepemilikan pembelajaran bukan lagi berpusat pada dosen melainkan pada mahasiswa, yang aktif mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Dosen hanya bertindak sebagai fasilitator. Penekanan bukan lagi hanya pada penyampaian teori melainkan juga pada bagaimana suatu pekerjaan dikerjakan. Perkuliahan Kimia Anorganik Fisik pada semester ganjil TA 2011-2012, terdiri dari beberapa angkatan, ada mahasiswa sememester 5, 7 dan bahkan beberapa orang semester 9, sehingga pada saat pembentukan kelompok digabung antar angkatan, supaya diperoleh kelompok yang heterogen. Model pembelajaran yang dipilih tipe STAD, yang secara garis besar tediri dari diskusi kelompok dan presentasi hasil diskusi. Setelah beberapa kali pertemuan teramati yang mempresentasikan hasil diskusi selalu mahasiswa yang sama. Selain itu ada keluhan dari mahasiswa semester 5, bahwa teman sekelompoknya yang semester 7 dan atau semester 9, tidak aktif berdiskusi. Berdasarkan fakta tersebut terbukti, tidak semua mahasiswa aktif dalam diskusi, dengan dugaan mahasiswa tersebut tidak dapat bekerjasama dengan teman satu kelompoknya, dan atau tidak bertanggung PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 92 jawab terhadap tugas yang diberikan dosen. Selain itu juga tidak semua mahasiswa terampil berkomuni- kasi atau presentasi di depan kelas, sehingga mengandalkan adik angkatan atau anggota lain dalam satu kelompoknya. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan, model pembelajaran yang dipilih kurang tepat, sehingga kerjasama tidak terjalin dengan baik, dan keterampilan berkomunikasi belum dimiliki oleh semua mahasiswa yang mengikuti perkuliahan kimia anorganik fisik. Dengan demikian harus dipilih satu model pembelajaran yang memungkinkan semua mahasiswa aktif berdiskusi, bekerjasama, dan memungkinkan memberi tanggung jawab secara merata pada semua anggota kelompok, sehingga dalam satu kelompok tidak saling mengandalkan baik saat diskusi dan mengerjakan tugas kelompok maupun pada waktu presentasi kelas. Tidak berjalannya diskusi kelompok menunjukan lemahnya kerjasama diantara mahasiswa, sedangkan presentasi kelas yang dilakukan oleh mahasiswa tertentu saja menunjukan bahwa keterampilan presentasi atau berkomunikasi mahasiswa belum merata. Kedua komponen tersebut (kerjasama dan keterampilan presentasi) merupakan bagian dari soft skill yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Di masa persaingan yang ketat saat ini, tidak dapat ditawar-tawar lagi bahwa hard skill dan soft skill harus seiring dan sejalan dalam pengembangannya di perguruan tinggi, sebagai pencetak sumberdaya yang tangguh dan unggul. Soft skills dikembangkan tidak melalui satu mata kuliah, melainkan diselipkan di setiap mata kuliah. Apabila atribut soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses pembelajaran yang menggunakan presentasi, diskusi kelompok menjadi perlu dilakukan. Namun, apabila kerjasama yang akan difokuskan, maka penugasan berkelompok yang banyak diberikan. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi atau yang dalam sintak pembelajarannya dapat melatihkan soft skills adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Soejadi (2009), pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan 4-6 orang. Setiap kelompok dinamai kelompok jigsaw atau kelompok asal. Materi pelajaran dibagi menjadi beberapa bagian/ seksi sehingga setiap siswa mempelajari salah satu bagian pelajaran tersebut. Semua siswa dengan bagian pelajaran yang sama belajar bersama dalam sebuah kelompok, yang dikenal sebagai kelompok ahli (tim ahli). Setiap siswa dalam tim ahli berdiskusi dan mengklarifikasi bahan pelajaran dan menyusun sebuah rencana bagaimana cara mereka mengajar kepada teman mereka dari kelompok (tim ahli) yang lain. Jika sudah siap, siswa kembali ke kelompok jigsaw (kelompok asal) mereka, dan mengajarkan bagian yang dipelajari masing-masing kepada temannya dalam kelompok jigsaw tersebut. Hal ini memberikan kemungkinan siswa terlibat aktif dalam diskusi dan saling komunikasi baik di dalam grup jigsaw maupun tim ahli. Keterampilan bekerja dan belajar secara kooperatif dipelajari langsung di dalam kegiatan pada kedua jenis pengelompokan. Siswa juga diberi motivasi untuk selalu mengevaluasi proses pembelajaran mereka, sedangkan fungsi dosen pada pembelajaran sebagai fasilitator dan motivator. Berdasarkan latar belakang tersebut maka diadakan lesson study dengan judul: Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Kerjasama Mahasiswa Pada Mata Kuliah Kimia Anorganik Fisik. Tujuan dari lesson study ini adalah mendeskripsikan: 1. Peningkatan keterampilan berkomunikasi mahasiswa melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik 2. Peningkatan kerjasama mahasiswa melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik.
Keterampilan berkomunikasi dan bekerjasama diantara mahasiswa merupakan bagian dari atribut soft skills yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sehingga dosen harus melatihkan hal tersebut pada mahasiswa melalui perkuliahan yang diampunya. Penulis buku-buku serial manajemen diri, Aribowo, membagi soft skills atau people skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur diri sendiri. Adapun Interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain, yang terdiri PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 93 dari: Communication skill, Relationship building, Motivation skills, Leadership skills, Self-marketing skill, Negotiation skills, Presentation skills, dan Public speaking skills Soft skills yang dimiliki oleh setiap orang berbeda-beda kadarnya, tergantung pada kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru (Aribowo, 2005). Pada saat menentukan metode pembelajaran, yang utama adalah menentukan kemampuan apa yang akan diubah dari mahasiswa setelah menjalani pembelajaran baik dari sisi hard skills maupun soft skills. Dalam satu mata kuliah dapat diterapkan pengembangan soft skills lebih dari 2 atribut sekaligus. Sebagai contoh, jika mata kuliah tersebut mengharapkan peningkatan atribut soft skills komunikasi, kerjasama kelompok, dan berfikir kritis, maka dis- kusi kelompok diikuti dengan penyajian lisan akan menjadi pilihan untuk diterapkan. Salah satu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Aronson, Blaney, Stephen, Sikes & Snapp pada tahun 1978. Dalam metode Jigsaw, menurut Aronson dalam Lie (2010) menyarankan, jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Selanjutnya dalam tipe jigsaw yang dikembangkan Aronson dalam Lie (2010) menyatakan, bahan bacaan dibagi menjadi 4 bagian (4 topik) dan masing- masing anggota mendapat 1 topik, dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut. 1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim sebagai kelompok asal 2. Tiap orang dalam tim diberi bagian/sub bab materi yang berbeda 3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah ditugasi mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka 4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh 5. Tiap kelompok asal mempresentasikan hasil diskusinya 6. Guru memberi evaluasi 7. Penutup. METODE Subjek dalam Lesson Study ini adalah mahasiswa program studi pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah kimia anorganik fisik pada semester ganjil tahun akademik 2011-2012, yang terdiri dari 32 orang dan berasal dari 3 angkatan, yaitu mahasiswa semester 5, 7 dan 9. Observer yang terlibat dalam studi ini, yaitu 2 orang dosen mitra dan 2 orang alumni yang baru lulus. Refleksi dilaksanakan setiap akhir perkuliahan, disampaikan secara lisan dan terulis. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam studi ini yaitu lembar observasi, dan dokumen portofolio mahasiswa. Adapun data dari hasil observasi pembelajaran dari mitra dideskripsikan secara kualitatif dan naratif. Lesson study ini terdiri dari 4 siklus. Pada siklus 1dan 2, materi yang dibahas adalah Teori Ikatan Va- lensi dalam Senyawa Kompleks dengan masing-masing struktur oktahedral serta tetrahedral dan segiem- pat datar. Pada siklus 3 dan 4, tentang Teori Medan Kristal dalam Senyawa Kompleks dengan masing- masing struktur oktahedral serta tetrahedral dan segiempat datar. Adapun tahapannya terdiri dari: a) Plan (merencanakan); b) Do (melaksanakan); dan c) See (merefleksi). PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 94 HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I a. Plan dalam lesson study ini meliputi kegiatan: 1) penyusunan satuan acara pembelajaran dengan model cooperative learning tipe jigsaw; 2) menyusun lembar kerja mahasiswa (LKM) dan handout sebagai bahan untuk diskusi; 3) menyiapkan lembar observasi kegiatan pembelajaran; 4) menyiapkan alat dan bahan untuk presentasi mahasiswa. Dalam tahapan ini juga dibahas tentang kapan, dimana, dan bagai- mana SAP tersebut akan dilaksanakan. Materi yang dibahas pada siklus pertama ini Teori Ikatan Valensi dalam Senyawa Kompleks dengan struktur oktahedral. b. Do (melaksanakan). Pada tahap ini adalah mengimplementasikan SAP yang telah disusun, yang meliputi praktek pembelajaran dan pengamatan. Kedua kegiatan ini berjalan bersamaan saat pelaksanaan. Instrumen yang digunakan sebagai alat pengamatan adalah lembar observasi. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada sintaks model cooperative learning tipe jigsaw. Pada kegiatan pendahuluan mahasiswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompok asal (kelompok jigsaw), ada 8 kelompok asal, dosen menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut, memotivasi mahasiswa dan mempersiapkan mahasiswa untuk belajar tentang teori ikatan valensi dalam senyawa kompleks dengan struktur oktahedral. Mahasiswa dibagi LKM, dan diberi penjelasan tentang fase-fase dalam pembelajaran. Setelah mahasiswa memahaminya kemudian masing-masing anggota kelompok dengan tugas yang sama bergabung menjadi kelompok ahli, sehingga ada 4 kelompok ahli dengan anggota masing-masing 8 orang. Mahasiswa menemukan pengetahuan melalui tahapan-tahapan yang sistematis dalam kelompok ahli, jika mahasiswa ada kesulitan, bertanya pada dosen yang terus berkeliling sambil mengamati jalannya diskusi di setiap kelompok ahli. Setelah selesai diskusi di kelompok ahli, selanjutnya kembali ke masing-masing kelompok asal untuk berbagi informasi yang diperoleh dari kelompok ahli, kepada teman kelompok asal, kemudian masing-masing kelompok asal mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan observasi dilaksanakan oleh dosen mitra dan alumni yang baru lulus. Observasi lebih difokuskan pada aspek kerjasama dan interaksi antar anggota kelompok, serta keterampilan berkomunikasi khususnya dalam presentasi kelas. Pada kegiatan akhir, mahasiswa menyimpulkan materi yang diperoleh pada pembelajaran tersebut. c. See (refleksi). Refleksi dilakukan untuk mengkaji secara menyeluruh pelaksanaan pembelajaran, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dievaluasi guna menyempurnakan rencana tindakan berikutnya. Adapun hasil refleksi pembelajaran pada siklus I yang perlu dipertimbangkan dan dijadikan acuan pada pelaksanaan berikutnya adalah (1) Pada saat diskusi kelompok ahli, mahasiswa masih ada yang merasa malu dan ragu untuk bertanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok ahli maupun dosen. Keadaan ini membutuhkan motivasi dan kiat dari dosen untuk memunculkan keberanian pada mahasiswa. Selain itu jumlah anggota dalam kelompok ahli terlalu banyak, sehingga tidak semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain; (3) Mahasiswa yang presentasi hasil diskusi kelompok yang biasa tampil, dalam hal ini ketua kelompoknya. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan aturan bahwa yang presentasi pada setiap pertemuan harus berbeda orang atau bergiliran. (4) Mahasiswa belum memahami benar tahapan pem- belajaran yang dikehendaki. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan menyampaikan tahapan-tahapan pembelajaran yang akan dilaksanakan sejelas-jelasnya. (5) Masih ada mahasiswa yang belum bisa bekerjasama dengan baik, terutama dalam kelompok ahli. Hal ini mungkin disebabkan kelompok ahli baru terbentuk sebelum diskusi kelompok ahli dimulai, sehingga belum mengenal satu sama lain, berbeda dengan kelompok asal yang sudah terbentuk dari awal perkuliahan. Siklus II a. Plan (perencanaan) pada siklus II, hampir sama dengan siklus I, dengan beberapa perbaikan, sesuai ha- sil refleksi pada siklus I. Pada diskusi kelompok ahli, karena terlalu banyak orangnya (8 mahasiswa) sehingga dibagi lagi menjadi 2 kelompok ahli yang membahas topik yang sama. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 95 b. Do (melaksanakan). Pada kegiatan ini juga tahapannya sama dengan pada siklus I, hanya berbeda pada materi yang dibahas, yang merupakan lanjutan dari siklus I. Pada kegiatan inti, (i) menyiapkan maha- siswa duduk sesuai dengan kelompoknya (kelompok asal); (ii) membagi submateri pada setiap anggota dan bergabung dalam kelompok ahli, (iii) mahasiswa berdiskusi dalam kelompok ahli, dosen menga- mati jalannya diskusi. (iv) kembali ke kelompok asal untuk berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok asal lainnya. (v) mempresentasikan hasil diskusi. c. See (refleksi). Refleksi dilakukan sama seperti pada siklus I, hasilnya adalah: (1) Pada saat diskusi kelompok ahli, kerja sama antar mahasiswa lebih baik, mahasiswa lebih aktif bertanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok ahli maupun dosen. Selain itu jumlah anggota dalam kelompok ahli sudah dibagi 2, menjadi 4 orang, sehingga semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain. Jadi ada 2 kelompok ahli yang membahas topik sama. (2) Meskipun mahasiswa masih saling menunjuk temannya untuk presentasi hasil diskusi kelompok, karena masih malu untuk berkomunikasi di depan kelas, tetapi dari 8 kelompok hanya ada 1 kelompok yang presentasi hasil diskusinya oleh orang yang sama, yang presentasi pada siklus 1. Jadi aturan bahwa yang presentasi pada setiap pertemuan harus berbeda telah ditaati. (3) Mahasiswa sudah mulai memahami tahapan pembelajaran yang dikehendaki. (4) Masih ada mahasiswa yang belum bisa beker- jasama dengan baik, terutama dalam kelompok ahli. Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya yang mengajukan pertanyaan kepada dosen dibandingkan pada temannya di kelompok ahli. Dosen tidak langsung menjawab apa yang ditanyakan, tetapi meminta mahasiswa tersebut mendiskusikannya den- gan teman satu kelompoknya, supaya kerjasama diantara mereka terjalin dengan baik, kecuali kalau semua anggota tidak menemukan solusinya, barulah dosen menjawabnya. Siklus III a. Plan (perencanaan) pada siklus III, hampir sama dengan siklus sebelumnya, dengan beberapa per- baikan, sesuai hasil refleksi pada siklus II. b. Do (melaksanakan). Pada kegiatan ini juga tahapannya sama dengan pada siklus II, hanya berbeda pada materi yang dibahas, yang merupakan lanjutan dari siklus II. c. See (refleksi). Refleksi dilakukan sama seperti pada siklus II, hasilnya adalah: (1) Pada saat diskusi kelompok ahli, kerja sama antar mahasiswa sudah lebih baik lagi, mahasiswa lebih aktif bertanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok ahli maupun dosen. Semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain. (2) Mahasiswa tidak lagi saling menunjuk temannya untuk presentasi hasil diskusi kelompok, karena sudah menyadari tugasnya untuk berkomunikasi atau presentasi di depan kelas secara bergiliran dalam kelompo- knya. Dari 8 kelompok tidak ada yang presentasi hasil diskusinya oleh orang yang sama, baik yang presentasi pada siklus I maupun pada siklus II. Jadi aturan bahwa yang presentasi pada setiap pertemuan harus berbeda telah ditaati. (3) Mahasiswa sudah bisa bekerjasama dengan baik, teru- tama dalam kelompok ahli. Hal ini dapat terlihat dari makin berkurangnya yang mengajukan per- tanyaan kepada dosen.mereka asyik berdiskusi dengan temannya di kelompok ahli. Siklus IV a. Plan (perencanaan) pada siklus IV, hampir sama dengan siklus sebelumnya, dengan beberapa per- baikan, sesuai hasil refleksi pada siklus III. b. Do (melaksanakan). Pada kegiatan ini tahapannya sama dengan pada siklus sebelumnya, hanya ber- beda pada materi yang dibahas, yang merupakan lanjutan dari siklus III. c. See (refleksi). Refleksi dilakukan sama seperti pada siklus III, hasilnya adalah: (1) Pada saat diskusi kelompok ahli maupun saat tukar informasi di kelompok asal, kerja sama antar mahasiswa sudah ter- jalin dengan baik. Keakraban mulai terlihat diantara mereka. Mahasiswa tidak ragu lagi untuk ber- tanya, menjawab maupun berpendapat, baik yang ditujukan kepada teman satu kelompok asal maupun kelompok ahli. Semua anggota kelompok dapat berinteraksi satu sama lain. (2) Kesadaran mahasiswa PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 96 untuk presentasi hasil diskusi kelompok sudah semakin besar, sudah mulai percaya diri untuk berko- munikasi di depan kelas, keterampilan berkomunikasi sudah mulai dimiliki oleh mahasiswa yang pada awalnya tidak percaya diri untuk tampil di depan kelas. KESIMPULAN 1. Implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik terbukti dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi mahasiswa. Karena dengan model jigsaw mahasiswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi baik dalam diskusi kelompok ahli, pada saat menyampaikan informasi di kelompok asal maupun pada saat presentasi di depan kelas. 2. Implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata kuliah kimia anorganik fisik dapat meningkatkan kerjasama mahasiswa. Karena setiap mahasiswa diberi tanggung jawab untuk memahami satu topik tertentu, dan harus terampil menyampaikannya pada teman di kelompok asal. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada kesadaran untuk bekerjasama diantara mereka.
Saran Untuk dosen yang mahasiswanya belum terampil berkomunikasi dan bekerjasama, dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajarannya, karena model ini dapat memberi kesempatan pada tiap mahasiswa untuk melatih keterampilannya. DAFTAR RUJUKAN Asrori, M. 2002. Collaborative Teamwork Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Bekerja Secara Tim. Jurnal Kependidikan, 40. Decentralized Basic Education-2. 2010. Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Jakarta: DBE2-USAID Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara . Jakarta. Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya. Lie, A. 2007. Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas). Gramedia. Jakarta. Pannen, P, dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta. Putra, I.S. dan Pratiwi A. 2005. Sukses dengan Soft Skills. Direktorat Pendidikan ITB. Bandung. Sardiman, AM. 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktuvisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 97 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DAUR BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SEMESTER II SMA NEGERI KEJAYAN KABUPATEN PASURUAN PADA MATERI REAKSI REDOKS Dedek Sukarianingsih Diana Firdaus Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri Kejayan yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar, dengan siswa yang diajar dengan model konvensional, serta persepsi siswa terhadap penggunaan model daur belajar tersebut pada materi pokok Reaksi Redoks. Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei sampai dengan Juni 2005, dengan rancangan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMAN Kejayan, Kabupaten Pasuruan. Dari populasi tersebut masing-masing diambil dua kelas secara acak yang berfungsi sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu tes, angket, dan lembar observasi. Instrumen tes digunakan untuk menjaring data hasil belajar, angket untuk persepsi siswa, dan lembar observasi untuk aspek afektif dan psikomotor. Uji hipotesis perbedaan hasil belajar yang diperoleh menggunakan uji t dua ujung, setelah melewati serangkaian persyaratan analisis. Data persepsi siswa, data afektif dan data psikomotor dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar dengan siswa yang diajar dengan model konvensional. Nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model daur belajar lebih tinggi daripada nilai rata-rata siswa yang diajar dengan model konvensional. Pada materi reaksi redoks nilai rata-rata adalah 62,06 untuk siswa yang diajar dengan model daur belajar, serta 53,59 untuk siswa yang diajar dengan model konvensional. Dari hasil angket persepsi terhadap pembelajaran kimia dan penggunaan model pembelajaran daur belajar menunjukkan sebagian besar siswa memberikan respon sangat positif dan positif. Kata kunci: model pembelajaran daur belajar, reaksi redoks. PENDAHULUAN Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat belajar, kebiasaan siswa belajar, serta faktor IQ-EQ. Faktor ekstrinsik berasal dari luar diri siswa seperti sumber belajar, model pembelajaran, dan media pembelajaran. Guru adalah salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi hasil belajar siswa karena gurulah yang menentukan model pembelajaran yang digunakan. Sebagai penentu penggunaan model pembelajaran, guru harus pandai dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Usaha perbakan pengajaran telah dilakukan di Universitas Negeri Malang (UM) khususnya pada Fakultas MIPA, melalui kegiatan kolaborasi antara guru di SMA dengan dosen-dosen di lingkungan FMIPA. Kegiatan kolaborasi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran MIPA ini disponsori ileh JICA PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 98 dan Dirjen Dikti melalui kegiatan piloting. Kegiatan di Jurusan Kimia dimulai pada tahun 2001 berkolaborasi dengan SMA Negeri I Malang dan SMA Laboratorium UM. Model pembelajaran yang diujicobakan adalah Learning Cycle (Daur Belajar) dengan mengambil pokok bahasan Reaksi Redoks, yaitu salah satu pokok bahasan yang dipelajari di kelas II SMA (Kurikulum 1994). Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa model pembelajaran ini sangat efektif untuk proses belajar mengajar pada pokok bahasan Reaksi Redoks tersebut. Perlu diketahui pada pokok bahasan Reaksi Redoks melibatkan adanya kegiatan praktikum. Hasil yang diperoleh baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat bagus, yaitu rata- rata kelas 80,2 untuk SMA Laboratorium UM, dan 85,7 untuk SMAN 1 Malang. Prestasi ini ditinjau dari hasil tes tertulis pada pokok bahasan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, keaktifan siswa selama proses belajar mengajar, kemandirian siswa dalam membaca, lebih bagus bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang diajar secara konvensional (Laporan Piloting 2001). Kegiatan piloting pada tahun-tahun selanjutnya memberikan hasil yang hampir sama untuk kelas-kelas piloting (Laporan Piloting 2002, 2003, dan 2004). Penelitian tentang penerapan pendekatan Daur Belajar juga telah dilakukan oleh Budiasih (2003) pada perkuliahan praktikum Analisis Instrumentasi. Penelitian tersebut menggunakan Rancangan Penelitian Tindakan Kelas. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa siklus demi siklus dalam hal kemampuan menulis data pengamatan, analisis data, diskusi, atau pembahasan, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan. Demikian juga terjadinya peningkatan kemandirian mahasiswa dalam melakukan praktikum, serta aspek teoritik yang melandasi kegiatan praktikum, yang terbukti dari peningkatan hasil ujian praktikum siklus demi siklus. Berdasarkan pengamatan dan hasil diskusi dengan guru-guru pengajar di SMA Negeri Kejayan Pasuruan, pendekatan pembelajaran yang sering digunakan belum mengalami perubahan secara mendasar dan signifikan. Materi pembelajaran diajarkan dengan metode ceramah, penyampaian konsep-konsep dan penerapannya secara expository dan explanatory. Pendekatan pembelajaran seperti demikian masih bersandarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan dapat ditransfer dari pikiran guru ke pikiran siswa. Pembelajaran yang demikian bernuansa teacher centered dan siswa sebagai passive receiver. Proses pembelajaran cenderung hanya berlangsung satu arah, siswa terkesan pasif, yang tidak berbuat apapun bila tidak diinstruksikan oleh guru. Menurut informasi dari guru bidang studi Kimia di SMAN Kejayan Kabupaten Pasuruan, siswa di sekolah tersebut umumnya mempunyai minat dan motivasi rendah selama proses pembelajaran. Hal ini kemungkinan disebabkan cara mengajar guru yang cenderung monoton. Hal ini seharusnya tidak terjadi, mengingat kurikulum 2004 mengisyaratkan pembelajaran yang bersifat mengaktifkan siswa. Materi Reaksi Oksidasi-Reduksi merupakan materi pemula pada siswa kelas X di semester II. Materi pembelajaran ini sarat dengan konsep-konsep dasar yang nantinya digunakan pada materi-materi lebih lanjut di kelas XI dan XII. Model pembelajaran daur belajar sangat sesuai untuk materi di atas, mengingat fase-fase pembelajaran yang terdapat dalam satu daur sangat menekankan pada keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan, utamanya terkait konsep-konsep dasar. Berdasarkan kajian pada kegiatan piloting Jurusan Kimia yang menggunakan model pembelajaran ini secara intensif di SMA-SMA yang berada di wilayah Malang, demikian juga hasil penelitian oleh Budiasih (2003), maka dirasa perlu melakukan penelitian di wilayah Kabupaten Pasuruan, agar diperoleh kualitas pembelajaran yang lebih baik. Namun demikian, sejauh mana siswa dapat menerima dan terlibat secara aktif dalam inovasi pembelajaran ini, serta dampak penerapan model ini terhadap prestasi hasil belajar siswa masih perlu dicari jawabannya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model daur belajar terhadap hasil belajar siswa kelas X semester II SMA Negeri Kejayan di Kabupaten Pasuruan pada materi pokok Reaksi Oksidasi-Reduksi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 99 Ha: ada perbedaan hasail belajar antara siswa yang diajar menggunakan daur belajar dengan siswa yang diajarkan dengan model konvensional pada pokok bahasan reaksi redoks. PERGESERAN PARADIGMA PEMBELAJARAN 1. Behaviorisme Pada awalnya, pendidikan sebagai upaya guru member bekal kepada siswanya sehingga siswa tersebut mampu menghadapi permasalahan dalam hidupnya. Siswa diibaratkan sebagai permukaan yang bersih dan pembelajaran ibarat tulisan yang digoreskan oleh guru. Karena itu pendidikan terkesan pasif dan statis. Perkembangan berikutnya, memandang pendidikan sebagai pengembangan kemampuan siswa dan bahkan apabila perlu meninggalkan segala sesuatu pengalamannya yang dianggap using. Ibarat pembelajaran dengan memberikan pancing untuk menangkap ikan kurang memadai, maka lebih baik pembelajaran yang mendasarkan kemampuan menangkap ikan itu didasarkan kepada kemampuan menyesuaikan diri yang dapat berkembang secara kontekstual. Pandangan-pandangan tentang pembelajaran di atas mengacu pada teori belajar yang disebut Psikologi Behavioristik. Pandangan behavioristik berhubungan dengan asosiasi stimulus (S) dan respon (R). Perolehan pengetahuan dari sekumpulan S-R menjadi sejumlah pengetahuan. Keterkaitan S-R makin kuat bila diberikan penguatan (reinforcement). Materi pembelajaran umumnya bersifat hirarkis, maka tahap belajar itu tersusun secara hirarkis dari belajar yang paling sederhana (belajar isyarat S-R, rangkaian S-R, asosiasi verbal) meningkat ke diskriminasi konsep, aturan, dan yang tertinggi adalah pemecahan masalah. Urutan yang demikian disebut urutan ketrampilan intelektual dari sederhana ke kompleks (Hudoyo, 2001:2). Berbeda dengan pandangan behavioristik, adalah pandangan kontruktivis. Perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang secara lebih khusus ialah pengetahuan tertanam dalam benak sesuai dengan skema yang dimiliki seseorang. Skema itu tersusun dengan upaya dari individu siswa yang sangat bergantung kepada skema yang telah dimiliki seseorang. Karena itu belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema, sehingga pengetahuan yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip terkait satu sama lain bagaikan jaring laba-laba dan tidak sekedar tersusun hirarkis. Dari sini terlihat bahwa belajar itu merupakan proses membangun atau mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tidak sekedar penggrojokan yang terkesan pasif dan statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis.
2. Konstruktivisme Teori-teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam Constructivist Theorist of Learning yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Belajar itu jauh lebih banyak daripada mengingat. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme, anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus-menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru. Dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Pembelajaran menurut pandangan konstruktivis adalah membantu siswa untuk membangun konsep- konsep atau prinsip-prinsip dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 100 Transformasi tersebut mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya skema dalam benak siswa. Dengan demikian pembelajaran adalah membangun pemahaman. Proses membangun pemahaman inilah yang lebih penting dari hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna kepada materi yang dipelajari. Tekanan belajar tidak mengutamakan perolehan pengetahuan yang banyak, tetapi yang lebih utama adalah memberikan interpretasi melalui skema yang dimiliki siswa. Di dalam pembelajaran, diperoleh informasi tidak langsung satu arah dari sumber informasi ke penerima informasi, tetapi pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi sehingga skema (jaringan konsep)nya menjadi mutakhir. Ini berarti proses pembelajaran merupakan pengelolaan pemrosesan ide dalam benak siswa sehingga dalam interaksi belajar mengajar tidak semata-mata pengelolaan siswa, lingkungan, dan fasilitas belajarnya. Pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Agar spesifik, pembelajaran dalam pandangan konstruktivis antara lain dicirikan sebagai berikut: a. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Siswa belajar bagaimana belajar itu. Hal ini disebabkan pengetahuan itu dikonstruksi dari pengalaman siswa itu. b. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skema yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks terjadi. Dengan demikian informasi baru yang diperoleh siswa itu berasal dari interpretasi individu. c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Perlu disadari bahwa kondisi lingkungan belajar konstruktif tidak secara otomatik menghasilkan belajar konstruktif. Siswa perlu mengembangkan keyakinannya, kebiasaannya dengan gayanya dalam belajar. Filosofi konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada botton up. Top down berarti siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan top down processing berlawanan dengan pendekatan botton up. Salah satu contoh model pembelajaran yang berorientasi pada filosofi konstruktivis adalah model siklus atau daur belajar Siklus atau daur belajar pada awalnya terdiri dari tiga fase, yaitu: exploration, invention, dan discovery, daur belajar tiga fase ini dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya dalam Science Curriculum Improvement Study (SCIS) dari Universitas California, Berkeley tahun 1970-an. Siklus belajar yang terdiri dari tiga fase ini dikembangkan menjadi lima fase, yaitu: engagement, exploration, explanation, elaboration/extention, evaluation. Setiap fase mempunyai fungsi dan tujuan khusus untuk menyumbang proses belajar yang digunakan oleh guru. Fase pertama, engagement, guru berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan dipelajari dengan mengajukan pertanyaan dan merespon siswa yang akan memberikan ide tentang pengetahuan awal siswa. Selain itu, fase ini dapat digunakan guru untuk mengidentifikasi adanya miskonsepsi siswa. Dalam fase exploration, siswa dibagi dalam kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru karena guru harus bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam memformulasikan pertanyaan. Siswa diuji untuk menguji prediksi dan atau membuat prediksi yang baru, mencoba alternatif dan mendiskusikannya dengan teman sekelompok, mencatat pengamatan dan ide-ide. Dalam fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi penjelasan mereka dan saling mendengar secara kritis penjelasan antar siswa dan penjelasan guru. Pada tahap ini guru memberikan definisi dan penjelasan dengan memakai penjelasan siswa sebagai dasar diskusi. Fase elaboration/extention, siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru (tapi mirip) dan menggunakan label dan definisi formal. Guru perlu mengingatkan siswa pada alternatif dan mempertimbangkan data atau bukti-bukti saat mereka mengeksplorasi pengetahuan baru. Strategi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 101 eksplorasi juga diterapkan di sini karena siswa menggunakan informasi terdahulu untuk bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan, melakukan percobaan dan mencatat pengamatan. Fase evaluation, harus terjadi sepanjang pengalaman belajar. Guru harus mengamati pengetahuan dan kemampuan siswa, penerapan konsep-konsep baru dan perubahan-perubahan dalam pikiran siswa atau guru. Siswa harus mengakses belajar mereka sendiri, mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh dahulu.
Pembelajaran dengan model daur belajar bisa dilukiskan menurut gambar berikut:
METODE Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang bersifat mengungkapkan kemungkinan adanya hubungan sebab akibat yang melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok eksperimen, serta menerapkan peristiwa yang terjadi pada masa kini dengan lebih menekankan pada data faktual (Lemlit IKP MALANG, 1997). Dalam penelitian ini pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pengajaran dengan menggunakan model daur belajar, sedangkan pada kelompok kontrol diajar dengan pendekatan konvensional. Rancangan yang digunakan merupakan rancangan pasca tes serta pemilihan kelompok secara acak. Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian ini dapat dilihat padar tabel berikut.
Tabel 1. Rancangan Penelitian Pasca Tes
Kelompok Perlakuan Pasca Tes Eksperimen X 0 Kontrol Y 0
Keterangan: X : perlakuan (berupa pembelajaran dengan pendekatan daur belajar) Y : pembelajaran secara konvensional 0 : observasi (tes pemahaman) Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X di SMA Negeri Kajayan Kabupaten Pasuruan. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) masing-masing dua kelas. Dari dua kelas tersebut, diambilkan perlakuan bagi tiap sampel kelas secara acak. Dari tahap ini terpilih kelas X 3 sebagai kelompok eksperimen, dan kelas X 4
sebagai kelompok kontrol. Dari pengambilan sampel secara acak tersebut, menghasilkan komposisi perlakuan bagi masing-masing kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 102 Tabel 2. Komposisi Perlakuan Masing-masing Kelas
Kelas Cara Pendekatan Jumlah Siswa X 3 Daur belajar 36 X 4 Konvensional 35 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu instrumen perlakuan yang meliputi bahan ajar, skenario pembelajaran, lembar observasi, kuesioner, dan instrumen untuk mengukur hasil belajar yang berupa tes hasil belajar pada materi pokok Reaksi Oksidasi-Reduksi. Bahan ajar dan skenario pembelajaran disusun secara kolaboratif antara dosen, guru dan mahasiswa yang nantinya menggunakan materi pokok tersebut sebagai bahan skripsi. Kuesioner disusun untuk mengetahui persepsi siswa tentang pembelajaran model daur belajar. Lembar observasi digunakan untuk menjaring data afektif dan psikomotor siswa, sedang tes hasil belajar berisi soal-soal yang digunakan untuk mengukur aspek kognitif siswa, yang disusun dan dikembangkan oleh peneliti sendiri dengan memperhatikan ruang lingkup materi dan aspek-aspek ranah kognitif. Ranah kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini sama dengan arti ranah kognitif menurut taksonomi Bloom yang meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, sintesis, analisis dan evaluasi. Sebelum digunakan untuk menjaring data, maka instrumen penelitian yang berupa tes hasil belajar diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakannya. Hasil uji coba itu selanjutnya dianalisis untuk mengetahui validitas, tingkat kesukaran, daya beda dan reliabilitas. Hasil uji validitas butir soal menunjukkan bahwa 2 soal tidak valid. Soal-soal yang tidak valid tetap digunakan setelah melalui revisi. Sedangkan uji tingkat kesukaran butir soal menunjukkan dari 25 soal yang diujicobakan diperoleh 14 soal kriteria sedang, 10 soal mudah, dan 1 soal sukar. Untuk uji daya beda butir soal menunjukkan dari 25 soal yang diujicobakan diperoleh 8 soal kriteria cukup, 9 soal kriteria baik, dan 1 soal kriteria baik sekali. Hasil uji reliabilitas soal diperoleh r 11 = 0,774. Untuk jumlah subyek (siswa) sebanyak 36 orang, harga r tabel = 0,329 pada taraf kepercayaan 95%. Oleh karena r 11 > r tabel , maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan reliabel. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: catatan pada lembar observasi (menggunakan format khusus), respon dari kuesioner, dan tes hasil belajar pada materi pokok Reaksi Oksidasi Reduksi. Lembar observasi digunakan untuk menjaring data afektif dan psikomotor. Berdasarkan hasil observasi, akan diperoleh nilai tiap siswa, baik untuk aspek afektif dan psikomotor. Nilai kesimpulan dihitung berdasarkan rumus: 100 x maksimum Skor skor perolehan Jumlah Nilai =
Dari nilai yang diperoleh, kemudian dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu A, B, C dan D untuk aspek afektif dan baik sekali, baik, cukup dan kurang untuk aspek psikomotor. Respon dari kuesioner (angket) dipergunakan untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap pembelajaran kimia pada umumnya, dan pembelajaran model daur belajar pada khususnya. Pengukuran persepsi siswa dari pengisian kuesioner (angket) menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 103 Kategori pilihan jawaban tersebut masing-masing memiliki bobot SS = 4; S = 3; TS = 2, dan STS = 1. Berdasarkan respon kuesioner akan diperoleh skor total yang akan dicapai siswa. Pada penelitian ini kriteria persepsi siswa diperoleh dengan cara menghitung rentang skor, yang besarnya tergantung skor maksimum, skor minimum yang bisa dicapai. Dari 18 item angket, akan diperoleh rentang skor dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Persepsi Siswa
Skor Kriteria 57 72 sangat positif 45 56 positif 32 44 negatif 18 31 sangat negatif HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Kemampuan Awal Siswa Data kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil belajar siswa pada pokok bahasan sebelumnya yaitu Perhitungan Kimia. Nilai siswa pada pokok bahasan tersebut diasumsikan sebagai data kemam- puan awal siswa. Data hasil belajar dari materi pokok Perhitungan Kimia yang merupakan data ke- mampuan awal siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Data Kemampuan Awal Siswa
Kelompok Jumlah Siswa Nilai Terendah Nilai Tertinggi Nilai Rata-rata Eksperimen 36 35 75 54,14 Kontrol 35 35 80 55,19 Data Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai mengerjakan soal tes materi Reaksi Oksidasi Reduksi. Secara singkat data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Data Hasil Belajar Siswa
Kelompok Jumlah Siswa Nilai Terendah Nilai Tertinggi Nilai Rata-rata Eksperimen 36 32 96 62,06 Kontrol 35 16 92 53,39 Analisis Data Hasil Penelitian Uji prasyarat analisis Sebelum melakukan pengujian hipotesis terhadap data hasil belajar siswa yang diperoleh pada penelitian, maka dilakukan pengujian prasyarat analisis yang dilakukan antara lain uji normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan rerata. Uji normalitas data kemampuan awal siswa dengan menggunakan rumus chi-kuadrat seperti terlihat pada Tabel 6. Dari tabel menunjukkan bahwa data kemampuan awal kedua kelas terdistribusi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 104 normal. Hal tersebut dapat terlihat bahwa nilai _ 2 hitung lebih kecil daripada _ 2 tabel pada taraf signifikan = 0,05.
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Siswa
Kelompok _ 2 hitung _ 2 tabel Kesimpulan Eksperimen 7,52 11,1 _ 2 hitung < _ 2 tabel ; data terdistribusi normal Kontrol 10,36 11,1
Hasil uji normalitas data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa
Kelompok _ 2 hitung _ 2 tabel Kesimpulan Eksperimen 7,52 11,1 _ 2 hitung < _ 2 tabel ; data terdistribusi normal Kontrol 10,36 11,1
Dari tabel tersebut diketahui bahwa data-data hasil belajar kedua kelompok tersebut terdistribusi normal. Hal tersebut terlihat dari nilai _ 2 hitung lebih kecil daripada _ 2 tabel pada taraf signifikan = 0,05. Hasil perhitungan uji homogenitas kemampuan awal siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Siswa
Kelompok Varian Fhitung Ftabel Kesimpulan Eksperimen 122,01 1,15 1,79 Fhitung < Ftabel; maka varian kedua kelompok sampel homogen Kontrol 140,03 Dari hasil uji homogenitas pada Tabel 8, diketahui bahwa data kemampuan awal kedua kelompok adalah homogen. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung lebih kecil daripada F tabel ; pada taraf signifikansi = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau homogen. Hasil uji homogenitas data hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa
Kelompok Varian Fhitung Ftabel Kesimpulan Eksperimen 293,16 1,15 1,79 Fhitung < Ftabel; maka varian kedua kelompok sampel homogen Kontrol 456,88
Dari hasil uji homogenitas data hasil belajar siswa, menunjukkan bahwa data kedua kelompok sampel adalah homogen. Hal tersebut terlihat dari nilai F hitung lebih kecil daripada F tabel ; pada taraf signifikansi = 0,05.
Uji kesamaan rata-rata kemampuan awal siswa Uji kesamaan rata-rata tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelas sama atau tidak. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dua ujung dengan menggunakan data PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 105 awal dari nilai ulangan pada materi sebelumnya. Hasil uji kesamaan rata-rata data kemampuan awal siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Kemampuan Awal Siswa
Kelompok Nilai Rerata t hitung t tabel Kesimpulan Eksperimen 54,14 0,26 2,00 t hitung < t tabel ; maka Ho diterima dan H 1
ditolak Kontrol 55,19
Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel pada taraf signifikansi = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pengujian hipotesis
Hasil perhitungan pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11. Hasil Uji-t Pengujian Hipotesis
Kelompok Nilai Rerata t hitung t tabel Kesimpulan Eksperimen 62,06 2,11 2,00 t hitung > t tabel ; maka H 1
diterima dan H 0
ditolak Kontrol 53,59
Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa hasil uji-t pada pengujian hipotesis diperoleh t hitung lebih besar daripada t tabel pada taraf signifikansi = 0,05, sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar dengan yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan rumusan masalah yang kedua, penelitian in bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap mata pelajaran kimia dan pembelajaran dengan model daur belajar (learning cycle). Hasil analisis angket untuk persepsi siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12. Hasil Uji Data Angket Persepsi
Kategori Persepsi Siswa Jumlah Prosentase Sangat positif 10 27,78 Positif 25 69,44 Negatif 1 2,78 Sangat negatif - -
Analisis data pendukung PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 106 Dari hasil observasi saat proses belajar mengajar berlangsung, didapatkan data pendukung yaitu nilai afektif dan psikomotor siswa. Berdasarkan hasil analisis pada data pendukung tersebut diketahui bahwa dari 6 kali pertemuan didapatkan rata-rata nilai afektif siswa pada materi pokok reaksi redoks, sedangkan untuk psikomotor diambil saat melakukan percobaan pada pertemuan kedua. Hasil analisis data afektif dan psikomotor dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13. Hasil Analisis Data Afektif Siswa
Kategori Nilai Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol % % A 55,56 25,71 B 36,11 62,86 C 8,33 11,43 D 0 0
Tabel 14. Hasil Analisis Data Psikomotor Siswa
Kategori Nilai Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol % % A 50,00 25,71 B 33,33 16,67 C 16,63 57,62 D 0 0
PEMBAHASAN
Dari data hasil belajar siswa pada materi pokok Reaksi Redoks yang diperoleh, menunjukkan adanya perbedaan rata-rata antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran daur belajar dengan siswa yang diajar menggunakan model konvensional. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar memperoleh nilai rata-rata 62,06. Siswa yang diajar dengan model konvensional memperoleh nilai rata-rata 53,39. Berdasarkan hasil analisis uji-t dua ujung menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Siswa yang diajar dengan menggunakan model daur belajar mempunyai nilai rata-rata yang lebih tingg dibanding dengan nilai rata-rata dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran daur belajar dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi Reaksi Redoks. Pada kurikulum 2004, penilaian terhadap hasil belajar siswa tidak hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga diperhatikan kedua aspek tersebut. Dari data nilai-nilai afektif dan psikomotor siswa yang diambil saat proses belajar mengajar berlangsung, diketahui bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar memiliki nilai afektf dan psikomotor yang lebih baik dibanding siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut terlihat dari prosentase siswa yang PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 107 mendapat nilai kategori A dan B lebih besar yaitu 83,33%. Hal tersebut mencerminkan keaktifan siswa, dimana siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar lebih aktif dan mandiri selama proses pembelajaran. Mereka juga lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya dihadapan siswa-siswa lainnya, sehingga jika terjadi kesalahan konsep dapat segera dikoreksi bersama dengan bimbingan guru. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional guru cenderung memberikan begitu saja pengetahuan yang harus dikuasai siswa melalui ceramah serta tanya jawab, yang cenderung berlangsung satu arah saja, yaitu guru pada siswa. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa alasan yang bisa dikemukakan terkait model pembelajaran daur belajar adalah sebagai berikut: Pertama, siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang ada dalam materi pokok reaksi redoks karena siswa dapat menemukan konsep-konsep secara mandiri melalui usahanya sendiri dengan bimbingan guru. Hal tersebut dapat terlihat pada aktivitas siswa di tiap-tiap fase yang ada dalam pembelajaran daur belajar. Pada fase awal guru memberikan pertanyaan yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa tentang konsep dasar materi yang akan disampaikan. Pengetahuan awal siswa belum tentu benar, bisa juga terdapat kesalahan konsep, jadi pada fase ini guru dapat mendeteksi ada tidaknya kesalahan konsep sejak awal. Pada fase berikutnya siswa dapat menggali pengetahuan baik dari literatur yang ada, dari percobaan yang mereka lakukan, ataupun dari hasil diskusinya dengan teman, sehingga siswa dapat memperoleh kebenaran jawaban teman- temannya ataupun jawabannya sendiri. Setelah siswa menemukan pengetahuan baru dari kegiatan tersebut, maka pada fase ketiga dapat mengungkapkan pendapat dengan kata-katanya sendiri untuk menanggapi jawaban teman-temannya pada fase awal. Dalam fase ketiga ini siswa dapat membangun konsep dari materi atas usahanya sendiri, sehingga mereka akan lebih memahami apa yang sedang mereka pelajari. Tetapi terkadang siswa kesulitan dalam merangkai penjelasan dari teman-temannya menjadi suatu konsep yang utuh, karena itulah pada fase berikutnya guru memberikan situasi dimana siswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Dalam hal ini diberikan dalam bentuk latihan-latihan soal yang kemudian jawabannya harus mereka jelaskan. Pada fase ini guru mengarahkan siswa untuk mengambil kesimpulan tentang apa yang telah mereka pelajari. Untuk fase evaluasi, fase ini sebenarnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga tidak hanya pada setiap akhir pembelajaran. Mengingat terbatasnya waktu, fase evaluasi ini dapat dilakukan guru pada akhir pembelajaran dengan memberikan soal latihan, untuk mengecek pemahaman siswa selama proses pembelajaran. Bila kita lihat dari paparan proses pembelajaran dengan menggunakan model daur belajar, tampak siswa berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep dalam materi yang sedang mereka pelajari atas usahanya sendiri dengan didampingi guru. Hal demikian ternyata berpengaruh juga terhadap aspek afektif dan psikomotor siswa sehingga menjadi lebih baik. Jadi, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan siswa sebagai pebelajar aktif. Kedua, siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran kimia karena dengan menggunakan model pembelajaran daur belajar guru lebih banyak memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu siswa untuk belajar agar dapat menjawabnya. Apalagi siswa mengetahui bahwa selama pembelajaran, dilakukan penilaian terhadap aspek afektif dan psikomotor, hal tersebut juga membuat siswa menjadi semakin respon terhadap pembelajaran. Persepsi siswa terhadap pembelajaran kimia dan penggunaan model pembelajaran daur belajar pada materi pokok Reaksi Oksidasi Reduksi 27,78% sangat positif, 69,44% positif, dan 2,78% negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menyukai pelajaran kimia dan penggunaan model pembelajaran daur belajar khususnya pada materi pokok reaksi oksidasi reduksi. Dengan demikian hal tersebut dapat menumbuhkan minat siswa dalam belajar kimia, sehingga akan meningkatkan hasil belajarnya. Dari uraian tersebut tampak bahwa model pembelajaran daur belajar mempunyai keunggulan antara lain: (1) dapat melatih siswa untuk belajar aktif serta mandiri, sebab mereka berusaha PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 108 membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman belajarnya, dan (2) dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Model daur belajar juga mempunyai kekurangan-kekurangan antara lain membutuhkan waktu lebih banyak dibandingkan model belajar ceramah dan tanya jawab. Alokasi waktu yang terdapat dalam rencana pembelajaran sebagian tidak dapat terlaksana sesuai rencana karena terdapat kelebihan penggunaan waktu terutama pada fase explore dan explain. Hal ini disebabkan karena jika diketahui pemahaman siswa masih belum sepenuhnya benar, maka guru akan meminta siswa untuk kembali ke fase explore agar kesalahan konsep dapat dihindari. Pada fase explain, umumnya ditemui kendala, yaitu sangat sulit bagi siswa untuk menjelaskan konsep-konsep yang baru dipelajari dengan kata- katanya sendiri. Apalagi pada fase ini kegiatan diskusi baik diskusi siswa-siswa, siswa-guru harus berlangsung secara intensif. Dengan demikian umumnya pada fase ini membutuhkan waktu lebih banyak. PENUTUP Kesimpulan dan Saran
- Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran daur belajar dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran daur belajar lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model selain daur belajar. Dari aspek afektif dan psikomotor juga menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran daur belajar hasilnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran selain daur belajar. - Persepsi siswa terhadap pembelajaran kimia serta penggunaan model pembelajaran daur belajar pada materi pokok Reaksi Redoks berkategori sangat positif dan positif. - Kepada guru mata pelajaran kimia disarankan untuk mulai mencoba menerapkan model pembelajaran daur belajar khususnya pada materi pokok reaksi redoks ataupun pada materi lainnya, supaya dapat meningkatkan hasil belajar dan minat siswa terhadap pelajaran kimia. - Kepada peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis, hendaknya memperhatikan alokasi waktu yang sudah direncanakan.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi.2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arifin, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: JICA Degeng. 1998. Mencari Paradigma Baru (Pemecahan Masalah Belajar Dari Keteraturn Menuju ke Kesemerawutan). Malang: Depdikbud IKIP MALANG. Depdiknas. 2003. Pedoman Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA tahun 2004. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum Depdiknas. Faizah, Uvi. 2003. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas II Semester 4 SMUN 3 Malang Tahun Ajaran 2002/2003 Pada Pokok Bahasan Aldehida dan Keton. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Hayati, Rifngatun. 2005. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Daur Belajar (Learning Cycle) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas II Semester 2 SMA Negeri 2 Malang pada Konsep Teori Asam Basa Arrhenius dan Browsted-Lowry. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 109 Iskandar, Srini, M. 2004. Learning Cycle dan Problem Posing. Makalah disajikan dalam Workshop kegiatan piloting JICA-IMSTEP FMIPA UM dengan tema peningkatan kualitas pembelajaran MIPA konstruktivistik. Jurusan Kimia UM, 29-31 Januari. Moehnilabib, dkk. 1997. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: IKIP MALANG. Lorsbach, Anthony, W. 1986. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction. (online). (http://www.interconnection.co.uk, www.reviewing .co.uk. diakses 6 Februari 2005. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contectual Teaching and Learning/CTL) dan Pen- erapannya dalam KBK. Malang: UM Press. Purba, M. 2002. Kimia IB untuk SMA Kelas X Kurikulum Berbasi Kompetensi. Jakarta Erlangga. Rahayu, Sri. 2002. Kecenderungan Pembelajaran Kimia Diawal Abad 21. Jurnal MIPA Malang: FMIPA UM. Sabri, M. Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Saukah, Ali., dkk. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang. Sudjana. 1992. Metode Statistika, Edisi ke 5. Bandung Tarsiti. Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Boston: Kanisius. Tim Piloting Jurusan Kimia FMIPA UM. 2004. Penerapan Model Daur Belajar (Learning Cycle) Dalam Pembelajaran Kimia di SMA Kelas II semester 2 Pokok Bahasan Asam Basa, Senyawa Karbon dan Koloid. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Wismoyo, Jaka., dkk. 2004. Standar Kompetensi Kimia dan Kecakapan Hidup jilid IB untuk Kelas I SMA. Jakarta: Ganesa Exact.. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 110 PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PESERTA PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUMENTASI MELALUI PEMBUATAN PETA KONSEP SECARA KOOPERATIF MODEL STAD, SEBUAH PENGALAMAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS Budiasih, E.1 Abstrak : Telah dilakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Kualitas Pembelajaran Peserta Perkuliahan Analisis Instrumentasi Melalui Pembuatan Peta Konsep Secara Kooperatif Model STAD. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas proses belajar mengajar ditinjau dari aspek kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas tiga siklus, dengan mengambil pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri, dan Spektrofotometri Infra Merah. Subyek penelitian adalah mahasiswa S1 Pendidikan Kimia yang sedang mengambil perkuliahan Analisis Instrumentasi di semester pendek 2006 2007, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 36 orang. Instrumen penelitian terdiri dari instrumen pembelajaran, yaitu bahan ajar yang diwajibkan dan suplemen bahan ajar (hands out). Instrumen pengukuran dibedakan menjadi dua macam, yaitu instrumen pengukuran kualitatif (lembar observasi), serta instrumen pengukuran kuantitatif (peta konsep dan tes tertulis). Data kuantitatif dikelompokkan berdasarkan rentangan skor tertentu, dan hasilnya disimpulkan berdasarkan patokan kemampuan yang berlaku di Universitas Negeri Malang. Berdasarkan analisis data, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran melalui pembuatan peta konsep secara kooperatif model STAD pada matakuliah Praktikum Analisis Instrumentasi dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar ditinjau dari aspek kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif peningkatan itu dapat diketahui dari kemampuan kooperatif mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Indikator peningkatan tersebut dapat dilihat dari aspek-aspek saling ketergantungan yang positif, interaksi langsung antar mahasiswa, pertanggungjawaban individu, dan keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok Secara kuantitatif dapat diketahui dari penilaian aspek kognitif, yaitu hasil peta konsep dan hasil ujian pada pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri, dan Spektrofotometri Infra Merah. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa siklus demi siklus. Kata-kata kunci: Peta Konsep, kooperatif, STAD. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, umumnya dosen mengharapkan semua mahasiswanya memiliki motivasi dan minat yang tinggi terhadap matakuliah yang dibinanya. Hal yang paling diharapkan seorang dosen adalah semua mahasiswanya memiliki prestasi yang tinggi. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya motivasi, minat, dan prestasi belajar mahasiswa. Strategi penyajian yang kurang menarik, patut dicatat sebagai faktor utama (Astuti, R.N, 2003). Strategi pembelajaran yang tidak banyak melibatkan mahasiswa cenderung membosankan, sehingga pada akhirnya prestasi belajarnya juga akan rendah. Disamping rendahnya motivasi, minat, dan prestasi belajar, hal yang banyak dikeluhkan dosen adalah kurangnya kemampuan mahasiswa dalam
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 111 berpikir tingkat tinggi. Selama 7 tahun menjadi pengajar perkuliahan Analisis Instrumentasi, hal yang sangat dirasakan adalah rendahnya kemampuan menganalisis, mensintesis, serta mengevaluasi permasalahan yang diberikan Mahasiswa umumnya sangat trampil bila menyelesaikan masalah- masalah sebatas recall, pemahaman, maupun aplikasi. Kegiatan aplikasipun sebatas penyelesaian soal- soal yang ada kaitan secara jelas dengan rumus tertentu. Umumnya mahasiswa tidak bisa menyimpulkan arti fisik dari hasil perhitungan yang diperoleh. Dengan kata lain daya analisis mahasiswa umumnya rendah. Perkuliahan Analisis Instrumentasi merupakan sajian matakuliah bagi mahasiswa semester VI. Ditinjau dari hirarki perkuliahan, matakuliah ini berada pada urutan paling akhir dalam bidang Kimia Analisis, setelah perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analisis dan Pemisahan Kimia. Isi perkuliahan pada prinsipnya terdiri dari tiga pokok bahasan besar, yaitu Analisis Spektroskopi, Analisis Elektrometri, dan Analisis Kromatografi terkait sub pokok bahasan Kromatografi Gas (GC) dan HPLC. Selama menjadi pembina perkuliahan ini + 7 tahun, umumnya mahasiswa kurang menguasai dengan baik pada pokok bahasan terkait Analisis Spektroskopi. Nilai rata-rata pokok bahasan terkait Analisis Spektroskopi pada semester Genap 2005/2006 adalah 40,01 (dalam skala 1 100) yang diikuti 116 mahasiswa (4 offering). Pada tahun-tahun sebelumnya juga berkisar angka yang sama. Bentuk soal yang diberikan adalah essay, dengan rincian 80% bersifat konseptual, dan 20% hitung menghitung. Kontribusi nilai terbesar dari soal hitung menghitung, asalkan kaitan dengan rumus tertentu cukup jelas. Bila kondisi soal dibuat sedikit bervariasi, mahasiswa kurang bisa menyelesaikan soal-soal yang demikian. Dari segi soal terkait masalah konseptual, umumnya mahasiswa akan menjawab dengan kalimat yang sama dengan buku ajar yang dipelajari (dalam perkuliahan ini sudah tersedia buku ajar). Daya analisis, sintesis, dan evaluasi begitu rendah, dan umumnya mahasiswa hanya pandai menghafal, tanpa bisa memahaminya. Ditinjau dari proses pembelajaran yang terjadi, umumnya mahasiswa jarang sekali bertanya, dan kalau ditanya sangat malas menjawab pertanyaan. Oleh karena itu perlu mengubah keadaan tersebut menjadi lebih baik, dengan menggunakan strategi pembelajaran yang melinatkan mahasiswa secara aktif. Strategi penugasan membuat peta konsep dipilih sebagai alternatif pemecahan, karena diyakini pemetaan konsep dapat meningkatkan penyusunan konsep oleh mahasiswa sendiri, serta menghindari miskonsepsi (Fajaroh, 2001). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Iskandar (2002) yang menyatakan bahwa dengan peta konsep, dapat membantu mahasiswa mencapai hasil pembelajaran yang berkualitas tinggi, serta bermakna. Donna, K (1977) dalam tulisannya yang berjudul Mapping for Understanding menyatakan bahwa peta konsep merupakan jendela pembuka pikiran siswa. Pembuatan peta konsep dapat dilakukan secara kooperatif, guna memberikan kesempatan anggota dalam kelompok akan saling belajar dan membelajarkan. Fokus yang ditekankan adalah keberhasilan seorang anggota kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompoknya. Dengan menggalakkan strategi belajar kooperatif, diharapkan mahasiswa dapat saling membantu mengklarifikasi konsep melalui diskusi tentang isu pembelajaran (Novrianto, 2009). Menurut teori motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya cara agar anggota kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka sendiri hanya apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya dengan cara melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil, dan barangkali yang lebih penting lagi adalah mendorong teman kelompoknya untuk melakukan upaya maksimum. Dengan kata lain, memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan kepada penampilan kelompok (atau gabungan dari penampilan individu) menciptakan struktur penghargaan antar perorangan di dalam suatu kelompok sedemikian rupa sehingga anggota kelompok itu akan saling memberikan penguatan sosial (seperti pujian dan dorongan) sebagai respon terhadap upaya- upaya berorientasi tugas teman (Rahayu, S. 2005) kelompoknya. Di dalam suatu kelas kooperatif seorang siswa yang bekerja keras, rajin hadir di kelas, dan membantu yang lain untuk belajar, akan dihargai dan didorong oleh teman-teman kelompoknya, jauh berbeda bila dibandingkan dengan situasi dalam kelas tradisional. Ringkasnya dapat dikatakan bahwa tujuan kooperatif menciptakan norma- PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 112 norma pro-akademik di kalangan siswa, dan norma-norma tersebut memiliki pengaruh penting terhadap hasil belajar siswa (Mackinnu, 2005). Penelitian Jannah dengan judul Pengaruh Pembelajaran Kooperatif STAD Terhadap Prestasi Belajar Kesetimbangan Kimia Siswa Kelas XI SMAN 2 Malang, menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan antara kelompok yang diajar dengan model kooperatif dengan model konvensional. Kelompok kooperatif memiliki nilai rata-rata 65,87, sedangkan kelompok konvensional 56,9. Model STAD (Student Team Achievement Division) dipilih, karena model ini masih relatif sederhana, dan memiliki 5 unsur pokok, yang dirasa sangat sesuai untuk penyelesaian tugas membuat peta konsep. Kelima unsur pokok itu adalah: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi langsung antara siswa, 3) pertanggung jawaban individu, 4) adanya kesamaan tujuan, dan 5) ketrampilan bersosialisasi. (Slavin, R.E., 1995)
TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan apakah strategi penugasan membuat peta konsep secara kooperatif model STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada mahasiswa peserta perkuliahan Analisis Instrumentasi.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini direncanakan berlangsung 3 (tiga) siklus, yang tiap siklusnya akan terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Uraian dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: Siklus I 1) Perencanaan atau Persiapan - Menentukan pokok bahasan acuan, yaitu Hukum Dasar Absorbsi yang merupakan pokok bahasan awal dari kajian spektroskopi. - Menyiapkan Skenario Pembelajaran Model Kooperatif STAD, Suplemen Bahan Ajar, Alat Evaluasi Kognitif dengan penekanan soal-soal yang bersifat analisis, sintesis, dan evaluasi, dan Kinerja (peta konsep). - Menyiapkan instrumen monitoring Proses Belajar Mengajar. 2) Pelaksanaan Tindakan - Membagikan suplemen bahan ajar satu minggu sebelum topik acuan berlangsung, menugaskan mahasiswa membacanya. - Menugaskan mahasiswa membuat peta konsep, kemudian dikumpulkan, dan memberikan penilaian. - Melakukan pembelajaran berdasar skenario yang telah disiapkan, yaitu model kooperatif STAD. - Menugaskan kembali membuat peta konsep pada pokok bahasan yang sama. - Melakukan monitoring proses Belajar Mengajar menggunakan instrumen yang telah disiapkan. - Melakukan ujian pada pokok bahasan acuan. 3) Kegiatan Observasi Kegiatan observasi diarahkan untuk dapat menilai aspek kualitatif proses belajar mengajar. Kegiatan observasi menggunakan instrumen monitoring proses belajar mengajar. 4) Evaluasi dan Refleksi - Evaluasi: Berdasar peta konsep yang dibuat mahasiswa, dan hasil ujian pada pokok bahasan acuan. - Refleksi: Dari hasil observasi dan hasil evaluasi, akan diketahui kelemahan-kelemahan pada siklus I, yang akan dicoba diperbaiki pada siklus II.
Siklus II 1) Perencanaan atau Persiapan - Menentukan pokok bahasan acuan, yaitu Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 113 - Menyiapkan Skenario Pembelajaran (memperhatikan kelemahan siklus I), Suplemen Bahan Ajar, Alat Evaluasi Kognitif, dan Kinerja (peta konsep) secara individual. - Menyiapkan Instrumen Monitoring Proses Belajar Mengajar. 2) Pelaksanaan Tindakan - Membagikan suplemen bahan ajar satu minggu sebelum topik acuan berlangsung, menugaskan mahasiswa membacanya. - Menugaskan mahasiswa membuat peta konsep, kemudian dikumpulkan, dan menunjuk salah satu untuk mempresentasikan ke depan kelas. - Melakukan pembelajaran dengan menggunakan skenario yang telah direvisi. - Menugaskan kembali membuat peta konsep pada pokok bahasan yang sama. - Melakukan monitoring proses belajar mengajar menggunakan instrumen yang telah disiapkan. - Melakukan ujian pada pokok bahasan acuan. 3) Kegiatan Observasi Kegiatan observasi diarahkan untuk dapat menilai aspek kualitatif proses belajar mengajar. Kegiatan observasi menggunakan instrumen monitoring proses belajar mengajar. 4) Evaluasi dan Refleksi - Evaluasi: Berdasar peta konsep yang dibuat mahasiswa, dan hasil ujian pada pokok bahasan acuan. - Refleksi: Dari hasil observasi dan hasil evaluasi, akan diketahui kelemahan-kelemahan pada siklus II, yang akan dicoba diperbaiki pada siklus III. Siklus III Kegiatan siklus III berdasarkan refleksi siklus II, dan akan dilakukan revisi utamanya pada bagian skenario pembelajaran. 1. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah mahasiswa S1 kependidikan, yang sedang mengikuti perkuliahan Analisis Instrumentasi di semester genap tahun 2006/2007, beserta dosen pembina matakuliah tersebut. 2. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, pemeriksaan peta konsep, dan pelaksanaan tes. Teknik observasi dilakukan dengan alat bantu pedoman observasi yang dibuat sendiri oleh peneliti. Dari hasil observasi ini akan diketahui aspek kualitatif proses belajar mengajar, baik dari segi dosen maupun mahasiswa. Data kuantitatif diperoleh melalui penilaian peta konsep yang dibuat mahasiswa, dan hasil ujian siklus demi siklus. 3. Analisis Data Data yang telah terkumpul selanjutnya dipilah-pilah sesuai dengan keperluan. Selanjutnya dilakukan analisis yaitu mencari nilai rata-rata kelas, mengelompokkan skor berdasar rentangan tertentu, dan menyimpulkan hasilnya berdasarkan patokan pencapaian kemampuan yang berlaku di Universitas Negeri Malang. Hasil analisis ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Hasil analisis yang bersifat kualitatif diperoleh melalui informasi berdasarkan lembar observasi yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil analisis ini untuk mengetahui keefektifan strategi penugasan membuat peta konsep terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi. Tingkat pemahaman mahasiswa pada setiap aspek yang diteliti didasarkan atas rentang skor taraf penguasaan atau kemampuan yang terdapat dalam pedoman pendidikan Universitas Negeri Malang, dengan beberapa modifikasi seperti diberikan pada tabel berikut. Taraf Pemahaman Mahasiswa Berdasarkan Rentang Skor Sebutan 85 100 70 84 55 69 50 54 Sangat baik Baik Cukup Kurang PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 114 0 - 49 Sangat kurang
Indikator keberhasilan ditentukan dengan cara menilai peta konsep mahasiswa, dan hasil ujian pada akhir setiap siklus. Penilaian peta konsep mahasiswa menggunakan rubrik penilaian yang ditetapkan oleh dosen. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: Siklus I : Nilai peta konsep > 70 (skala 100) Hasil ujian > 70 (skala 100) Siklus II : Nilai peta konsep > 80 (skala 100) Hasil ujian > 75 (skala 100) Siklus III : Nilai peta konsep > 80 (skala 100) Hasil ujian > 80 (skala 100) Hasil Kegiatan pada Siklus I Implementasi tindakan pada siklus I meliputi: membagikan suplemen bahan ajar pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, melakukan pembelajaran dengan menggunakan model peta konsep secara kooperatif, melakukan observasi, melakukan penilaian peta konsep, dan melakukan ujian peta konsep pada setiap akhir pokok bahasan. Hasil Observasi Selama Kegiatan Proses Belajar Mengajar Data kemampuan kooperatif yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 1 Tabel 1. Data Kemampuan Kooperatif pada Siklus I Kel. Aspek I II III IV V VI VII Saling ketergantungan positif 2 2 2 1 2 1 2 Interaksi langsung antar mahasiswa 2 2 2 2 2 2 2 Pertanggungjawaban individu 2 2 2 2 2 2 2 Keterampilan berinteraksi antar in- dividu dan kelompok 2 2 2 2 2 2 2 Keterangan : 2 : kualitas bagus 1 : kualitas sedang 0 : kualitas kurang Penilaian kemampuan kooperatif dilakukan secara berkelompok mengingat kegiatan perkuliahan dilakukan secara berkelompok. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari tujuh kelompok terdapat lima kelompok yang menunjukkan kemampuan kooperatif dengan kategori bagus. Dengan demikian, dapat disimpulkan pada siklus I ini hanya dua kelompok yang belum menunjukkan kemampuan kooperatif yang sempurna, yaitu pada aspek saling ketergantungan positif. Lembar observasi beserta hasil observasi pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 2.
Hasil Diskusi Penilaian Peta Konsep Berdasarkan kriteria pemberian skor yang ditetapkan peneliti, maka diperoleh sebaran nilai peta konsep seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Peta Konsep pada Siklus I Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) 85 100 70 84 55 69 50 54 - 1 2 4 - 14,2 28,6 57,2 Total 7 100
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 115 Berdasarkan Tabel 2 dan kriteria penilaian pada Bab III, maka dapat disimpulkan bahwa se- bagian besar mahasiswa (57,2 %) belum bisa membuat peta konsep secara benar. Menurut kriteria, maka sebagian besar mahasiswa berada dalam kualifikasi kurang. Berdasarkan hasil refleksi dari pembuatan peta konsep, diperoleh indikasi bahwa mahasiswa belum memahami apa yang dimaksud konsep, dan apa yang dimaksud dengan proposisi. Oleh karena itu pada siklus PTK selanjutnya akan dicoba untuk merevisi skenario pembelajarannya, yaitu terkait pembuatan peta konsep.
Hasil Ujian Siklus I Tabel 3. Skor Ujian Tertulis pada Pokok Bahasan Hukum Dasar Absorpsi Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) 85 100 70 84 55 69 50 54 0 49 3 9 12 5 7 8,3 25,0 33,5 13,9 27,6 Total 36 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa yaitu 24 orang (66,7%) memiliki kemampuan sangat kurang dalam hal pemahaman terkait pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi. Semua kelemahan pada siklus I akan dicoba diperbaiki pada sikus II, baik dari segi pembuatan peta konsep, kerja kooperatif, dari penjelasan terkait materi pembelajaran dalam hands out
Hasil Kegiatan pada Siklus II Berdasarkan refleksi terhadap hasil yang dicapai pada siklus I, maka implementasi tindakan pada siklus II meliputi kegiatan-kegiatan membagikan suplemen bahan ajar (hands out) pokok ba- hasan Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri serta menyuruh mahasiswa mempelajarinya, mem- beri tugas masing-masing kelompok sesuai prosedur, melakukan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif STAD, melakukan observasi, melakukan penilaian peta konsep, melakukan ujian pada pokok bahasan terkait. Pada pembelajaran siklus II ini dilakukan revisi, yaitu dosen menjelaskan dahulu hal-hal terkait materi ajar secara garis besar, kemudian memberi kata-kata kunci sebagai kon- sep yang akan dipetakan. Kemudian menyuruh mahasiswa bekerja secara kooperatif
Hasil Observasi selama Kegiatan Proses Belajar Mengajar Tabel 4. Data Kemampuan Kooperatif pada Siklus II Kel. Aspek I II III IV V VI VII Saling ketergantungan positif 2 2 2 2 2 2 2 Interaksi langsung antar mahasiswa 2 2 2 2 2 2 2 Pertanggungjawaban individu 2 2 1 2 2 2 1 Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok 2 2 2 2 2 2 2 Keterangan : 2 : kualitas bagus 1 : kualitas sedang 0 : kualitas kurang
Seperti halnya pada siklus I, maka penilaian kemampuan kooperatif ini dilakukan secara berkelompok. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari semua kelompok (7 kelompok), masih ada 2 kelompok yang menunjukkan kemampuan kooperatif kurang sempurna, yaitu pada aspek pertanggung jawaban individu. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 116
Hasil Penilaian Peta Konsep Berdasarkan kriteria pemberian nilai yang ditetapkan peneliti, maka diperoleh sebaran nilai peta konsep seperti yang tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Peta Konsep pada Siklus II Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) 85 100 70 84 55 69 50 54 1 3 3 - 14,2 42,9 42,9 - Total 7 100
Berdasarkan Tabel 5 dan kriteria penilaian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada lagi maha- siswa yang berkemampuan kurang. Kondisi ini dapat dikatakan lebih bagus dari siklus I. Kemampuan yang meningkat ini diperkirakan memiliki kaitan dengan prosedur pembuatan peta konsep yang dia- wali dengan penjelasan terlebih dahulu oleh dosen terkait materi pembelajaran. Dosen memberikan kata-kata kunci sebagaikonsep, kemudian mahasiswa melakukan pemetaan. Refleksi dari hasil peta konsep yang dihasilkan, masih ada kelompok yang belum bisa melakukan dengan baik, yaitu 42,9 %, kesalahan yang dibuat yaitu pada aspek penyusunan hirarki. Oleh karena itu konsep pada siklus II tetap dipertahankan dengan melakukan revisi pada penyusunan hirarki.
Hasil Ujian Siklus II Sebaran skor ujian pada pokok bahasan Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Skor Ujian Tertulis pada Pokok Bahasan Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) 85 100 70 84 55 69 50 54 0 49 4 23 1 8 - 11,1 63,9 2,8 22,2 - Total 36 100
Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa tidak ada mahasiswa yang berkemampuan san- gat kurang. Namun masih ada yang berkemampuan kurang yaitu sebanyak 22,2 %, akan tetapi se- bagian besar mahasiswa yaitu 75 % berada dalam kemampuan baik dan sangat baik. Kondisi ini ten- tunya lebih bagus dari siklus I. Dengan demikian cara kerja dimana mahasiswa diberi contoh kata-kata kunci atas dasar hand out sangat membantu, dan cara ini dicoba untuk dipertahankan pada siklus III.
Hasil Kegiatan Pada Siklus III Berdasarkan refleksi terhadap hasil yang dicapai pada siklus II, maka implementasi tindakan pada siklus III meliputi kegiatan-kegiatan: membagikan suplemen bahan ajar pokok bahasan Spektro- fotometri Infra Merah, memberi tugas masing-masing anggota kelompok untuk mencari kata-kata kunci sebagai konsep, melakukan pembelajaran secara kooperatif, melakukan observasi, melakukan penilaian peta konsep, dan melakukan ujian pada akhir pokok bahasan.
Hasil Observasi Selama Kegiatan Proses Belajar Mengajar Penilaian kemampuan Kooperatif Data kemampuan kooperatif yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 7.
Tabel 7. Data Kemampuan Kooperatif pada Siklus III PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 117 Kel. Aspek I II III IV V VI VII Saling ketergantungan positif 2 2 2 2 2 2 2 Interaksi langsung antar mahasiswa 2 2 2 2 2 2 2 Pertanggungjawaban individu 2 2 2 2 2 2 2 Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok 2 2 2 2 2 2 2 Keterangan : 2 : kualitas bagus 1 : kualitas sedang 0 : kualitas kurang Pada siklus III ini kegiatan yang dilakukan menggunakan pola yang sama dengan siklus I dan siklus II, sehingga pada siklus III ini dapat dikatakan bahwa semua kelompok telah melakukan pembe- lajaran kooperatif dengan baik. Pada siklus III ini langkah yang sedikit berbeda dengan siklus I dan II, yaitu dengan menugaskan masing-masing anggota kelompok untuk mencari kata-kata kunci sebagai konsep yang akan dipetakan berdasarkan dengan hand out yang dibagikan.
Hasil Penilaian Peta Konsep Berdasarkan kriteria pemberian nilai yang ditetapkan peneliti, maka diperoleh sebaran nilai peta konsep seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Peta Konsep pada Siklus III Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) 85 100 70 84 55 69 50 54 3 3 1 - 42,9 42,9 14,2 - Total 7 100
Berdasarkan Tabel 8 dan kriteria penilaian, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa telah memahami cara pembuatan peta konsep. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa 42,9 % mahasiswa menunjukkan kemampuan yang baik sekali, dan 42,9 % berkemampuan baik. Den- gan demikian dapat disimpulkan pada akhir siklus III walaupun tidak 100 % telah berkemampuan baik, namun kondisi ini jauh lebih baik dari siklus II.
Hasil Ujian Siklus III Hasil ujian tertulis pada pokok bahasan Spektrofotometri Infra Merah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Skor Ujian pada Pokok Bahasan Spektrofotometri Infra Merah Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) 85 100 70 84 55 69 50 54 0 49 4 32 - - - 11,1 88,9 - - - Total 36 100
Berdasarkan Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa tidak ada mahasiswa yang berkemampuan kurang dan sangat kurang. Kondisi ini jauh lebih bagus dari siklus II, yaitu 22,2% yang berkemampuan kurang. Terjadinya peningkatan kemampuan yang cukup signifikan, yaitu pada kategori kemampuan baik. Pada siklus II terdapat 63,9% mahasiswa berkemampuan baik, yang berubah menjadi 88,9% pada siklus III, Peningkatan kemampuan ini secara umum dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif pembelajaran dengan menggunakan cara pembuatan peta konsep secara kooperatif. Pada model yang diaplikasikan dalam pembelajaran ini, intervensi dosen betul-betul dikurangi, sedang peran mahasiswa demikian besar. Pembahasan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 118 Jika diperhatikan proses pembelajaran siklus demi siklus, tampak bahwa telah ada peningkatan kualitas pembelajaran ditinjau dari kemampuan mahasiswa untuk melakukan kerja kooperatif, dengan unsur-unsur saling ketergantungan yang positif, interaksi langsung antar mahasiswa, pertanggungjawaban individu, dan keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok. Hal ini dapat diamati selama proses pembelajaran, dan dapat dilihat pada lembar observasi. Pada pendekatan pembelajaran ini, terasa bahwa peran dosen sebagai pemberi ilmu telah banyak berkurang, yaitu dengan menyuruh mahasiswa untuk aktif berpikir melalui pemetaan konsep, yang kemudian didiskusikan antar mereka sendiri. Dosen benar-benar hanya sebatas fasilitator. Hal ini berbeda dengan pembelajaran sebelumnya, dengan menjadikan mahasiswa sebagai obyek pembelajaran, dan membuat mereka seperti robot. Dari aspek kuantitatif telah terjadi peningkatan ditinjau dari hasil peta konsep, maupun tes pada pembahasan terkait. Dengan pendekatan ini, tiga pokok bahasan diselesaikan dalam 3 x 4 jam semester, termasuk pelaksanaan tes. Dengan menambah 3 kali kesempatan untuk tes tertulis. Disamping itu mahasiswa masih terbebani untuk membaca hand out di rumah. Dari segi hasil memang bagus, namun dari segi waktu masih kurang sesuai yang diharapkan. Kemungkinan hal ini disebabkan belum terbiasanya mahasiswa maupun dosen untuk mengaplikasikan pembelajaran model ini. Kesimpulan Berdasarkan analisis data, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembe- lajaran melalui pembuatan peta konsep secara kooperatif model STAD pada matakuliah Praktikum Analisis Instrumentasi dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar ditinjau dari aspek kuali- tatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif peningkatan itu dapat diketahui dari kemampuan kooperatif mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Indikator peningkatan tersebut dapat dilihat dari aspek-aspek saling ketergantungan yang positif, interaksi langsung antar mahasiswa, pertang- gungjawaban individu, dan keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok Secara kuantitatif dapat diketahui dari penilaian aspek kognitif, yaitu hasil peta konsep dan hasil ujian pada pokok bahasan Hukum Dasar Absorpsi, Aplikasi Analisis Secara Spektrofotometri, dan Spektrofotometri Infra Merah. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa siklus demi siklus. Saran Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan pembuatan peta konsep secara kooperatif STAD ini hendaknya diaplikasikan juga pada pokok bahasan lain, mengingat hasil yang diperoleh sangat bagus. 2. Perlu diujicobakan jika pokok bahasannya bersifat banyak melibatkan perhitungan atau aplikasi rumus, apakah hasilnya juga sebagus pokok bahasan deskriptif teoritik. 3. Pada penelitian ini penilaian kemampuan psikomotorik dilakukan secara berkelompok. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan, apakah pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan pembuatan peta konsep oleh mahasiswa secara individual.
DAFTAR PUSTAKA Astuti, R.N. 2003. Keefektifan Strategi Menggunakan Peta Konsep Dalam Pengajaran Ditinjau Dari Prestasi Dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 4 Malang Pada Materi Laju Reaksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang.
Dorough, Donna K. Dan Rye, James A. 1997. Mapping for Understanding. The Science Teacher 64 (1): 37-41.
Fajaroh, F. 2001. Penggunaan Peta Konsep Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mol Siswa Ke- las I SMU Laboratorium Universitas Negeri Malang. Media Komunikasi Kimia. Edisi bulan Pebruari, halaman 59-70. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 119
Iskandar, S.M. 2002. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Organik III (KIB 410) Dengan Menggunakan Tugas Membuat Peta Konsep, Tugas Berumpan Balik, Dan Musik Mozart. Laporan Penelitian Tindakan kelas. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Mackinnu. 2005. Belajar Kelompok dalam Pengajaran Kimia. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Berbasis Konstruktivis yang diselenggarakan pada tanggal 23 Juni 2005, di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Novrianto, A. 2000. Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Peta Konsep Ditinjau Dari Prestasi Dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 7 Malang Pada Materi Senyawa Karbon. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang.
Rahayu, Sri. 2005. Implementasi Pembelajaran Kooperatif di Perguruan Tinggi. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Berbasis Konstruktivis yang diselenggarakan pada tanggal 23 Juni 2005, di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Fourth Edition. Massachu- setts: Allyn and Bacon Publisher. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 120 PENERAPAN LEARNING CYCLE 3E UNTUK MENINGKAT- KAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI MAHASISWA PADA MATA KULIAH KIMIA ORGANIK I MELALUI LESSON STUDY Ila Rosilawati Program Studi Pendidikan kimia FKIP Unila ilarosilawati@gmail.com
Abstrak: Mata kuliah Kimia Organik I mempelajari tentang struktur, tatanama, sifat fisik dan reaksi- reaksi senyawa organik. Berdasarkan hasil identifikasi, hasil tes yang paling rendah adalah nilai pada pokok bahasan alkil halida (haloalkana). Hampir separuh dari keseluruhan mahasiswa masih men- galami kesulitan dalam menjelaskan fenomena-fenomena terkait sifat fisika bila disajikan data, mem- berikan alasan yang kronologis, kurangnya kemampuan untuk menghubungkan konsep baru dengan konsep yang pernah dipelajari. Secara umum, mahasiswa masih belum terampil mengkomunikasikan gagasan yang ilmiah. Oleh sebab itu dalam pembelajaran alkil halida diperlukan suatu model pembela- jaran yang memungkinkan mahasiswa dilatihkan mengkomunikasikan gagasan. Hal ini dapat dilak- sanakan melalui penerapan model siklus belajar atau Learning Cycle 3E. Saat ini kegiatan Lesson Study kerap dilaksanakan sebagai bentuk kerjasama antar dosen untuk membantu keberhasilan suatu pembe- lajaran. Tujuan Lesson Study ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa pada materi alkil halida melalui penerapan Learning Cycle 3E. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unila Angkatan 2010 yang berjumlah 29 orang. Rancangan Pe- laksanaan Lesson Study terdiri dari 2 siklus yang tiap siklusnya terdiri dari plan (perencanaaan), do (pe- laksanaan), dan see (refleksi). Implementasi lesson study pada Mata Kuliah Kimia Organik I, yaitu dengan penerapan Learning Cycle 3E dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa pada materi alkil halida. Mahasiswa aktif berinteraksi dan terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik. Kata kunci: Learning Cycle 3E, kemampuan berkomunikasi, Kimia Organik Mata kuliah Kimia Organik I mempelajari tentang struktur, tatanama, sifat fisik dan reaksi-reaksi senyawa organik. Berdasarkan dokumentasi, nilai pada mata kuliah Kimia Organik I Tahun Akademik 2010-2011, persentase mahasiswa yang memperoleh nilai setara huruf mutu A dan B baru 60%, sementara menurut Peraturan Akademik Unila, suatu perkuliahan dikatakan bermutu bila persentase mahasiswa yang memperoleh nilai A dan B > 75%. Berdasarkan hasil identifikasi, hasil tes yang paling rendah adalah nilai rata-rata pada pokok bahasan alkil halida (haloalkana). Pembelajaran materi alkil halida menggunakan metode diskusi tanpa LKM (lembar kerja mahasiswa) yang dilanjutkan dengan latihan soal. Hampir separuh dari keseluruhan mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menjelaskan fenomena-fenomena terkait sifat fisik bila disajikan data, memberikan alasan-alasan yang kronologis, kurangnya kemampuan untuk menghubungkan konsep baru dengan konsep-konsep yang pernah dipelajari. Secara umum, mahasiswa masih belum terampil mengkomuni-kasikan gagasan yang ilmiah. Oleh sebab itu dalam pembelajaran alkil halida PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 121 diperlukan suatu model pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa dilatihkan mengkomunikasikan gagasan. Kemampuan menjelaskan, mendiskusikan hasil pengamatan terhadap data-data hasil percobaan, dapat dibangun bila dosen dalam perkuliahan menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa aktif terlibat menganalis data, mengidentifikasi karakterisitik sifat suatu senyawa, mencermati langkah-langkah atau tahapan dalam mekanisme reaksi. Pada tahap ini diharapkan akan muncul pertanyaan-pertanyaan dalam diri mahasiswa yang mengarah pada berkembang-nya daya nalar tinggi. Pertanyaan-pertanyaan ini selanjutnya dituliskan dalam LKM. Mahasiswa diarahkan untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi, pada tahap ini mahasiswa mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep baru yang dipelajari. Pada tahap ini mahasiswa juga dilatihkan untuk menuliskan dalam LKM, Tahap terakhir adalah mengajak mahasiswa untuk menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan problem solving yang tertulis dalam LKM, sehingga mahasiswa dilatihkan menyelesaikan permasalahan terkait konsep. Tahap-tahap atau langkah-langkah pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan melalui penerapan model siklus belajar atau Learning Cycle. Saat ini untuk melakukan perbaikan dalam suatu perkuliahan dapat dilakukan melalui kegitan lesson study. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam lesson study ini adalah: Bagaimana penerapan Learning Cycle 3E dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa pada materi alkil halida. Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan SCL (Student Centered Learning) dapat dikembangkan soft skills mahasiswa. Soft skill didefinisikan sebagai keterampilan dalam berpikir analitis yang membangun, berpikir logis, kritis, mampu berkomunikasi dan bekerjasama dalam kelompok, serta bersikap dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri (Listyani). Kemampuan komunikasi dapat berupa komunikasi lisan dan non lisan. Komunikasi lisan dikembangkan dengan indikator: menyampaikan ide dengan jelas dan yakin, keruntutan dalam menyampaikan ide, penggunaan bahasa baku sesuai konteks, dan komunikasi interpersonal sesuai dengan situasi. Sedangkan komunikasi non lisan dikembangkan dengan indikator mendengarkan dengan aktif dan mem-berikan tanggapan yang sesuai. Kemampuan bekerja sama dikembangkan dengan indikator: interaksi dalam kelompok, berperan dalam kelompok, memberi sumbangan dalam kelompok, menghargai pendapat orang lain. Apabila soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses pembelajaran menggunakan diskusi kelompok, presentasi menjadi perlu dilakukan Dan apabila kerjasama yang akan difokuskan, maka penugasan kelompok yang banyak diberikan. Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh dosen. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu pertama fase eksploration, kedua fase eksplanasi, ketiga fase penerapan konsep. Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) mengungkapkan bahwa: Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle 3 Phase (LC 3-E) terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept introduction/ explaination), dan penerapan konsep (elaboration). Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 3-E berlangsung secara konstruktivistik adalah:(1)Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa, (2)Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, (3)Terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya, (4)Tersedianya media pembelajaran,(5) Kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga mahasiswa PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 122 terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan. Tujuan lesson study ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berkomuni-kasi mahasiswa pada materi alkil halida melalui penerapan Learning Cycle 3E. METODE Subjek lesson study ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unila angkatan 2010 yang berjumlah 29 orang.Rancangan pelaksanaan lesson study terdiri dari 2 siklus yang tiap siklusnya terdiri dari plan (perencanaaan), do (pelaksanaan), dan see (refleksi). Pada siklus I, kegiatan yang dilaksanakan adalah: 1. Tahap plan: Dosen model dan tim mendiskusikan penyusunan SAP (Satuan Acara Pembelajaran), Lembar Kegiatan Mahasiswa (LKM) berbasis learning cycle, dan lembar observasi aktivitas mahasiswa . 2. Tahap do: Dosen model melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan LKM berbasis learning cycle dan tim dosen lainnya mengobservasi aktivitas mahasiswa selama pembelajaran. 3. Tahap see: Dosen model bersama tim dosen lesson study merefleksi pelaksanaan pembelajaran untuk mengetahui kekurangan dan hambatan pada siklus 1, yang dilanjutkan dengan menyusun perbaikan rancangan pembelajaran untuk siklus berikutnya Pada siklus 2, kegiatan yang dilakukan juga terdiri dari plan, do, see sebagai perbaikan yang didasarkan dari hasil refleksi siklus 1. Data aktivitas mahasiswa diamati dengan lembar observasi yang terdiri dari: (1) Kesiapan mahasiswa menerima pembelajaran, (2) Kerjasama mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya, (3) Presentasi hasil diskusi LKM, (4) Menyimak presentasi, (5) Memberi pendapat/tanggapan terhadap presentasi. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Lesson study dilaksanakan sebanyak 2 siklus. siklus 1 membahas tatanama, sifat fisik dan reaksi substitusi nukleofilik alkil halide, dan siklus 2 membahas reaksi eliminasi alkil halida. Hasil analisis data tentang aktivitas belajar mahasiswa ditunjukkan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Data aktivitas mahasiswa tiap siklus No Aktivitas mahasiswa Siklus I Siklus II 1 Kesiapan mahasiswa menerima pelajaran cukup baik 2 Kerjasama mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya baik Sangat baik 3 Presentasi hasil diskusi LKM cukup baik 4 Menyimak presentasi cukup baik 5 Memberi pendapat/tanggapan terhadap presentasi. cukup baik PEMBAHASAN Siklus 1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 123 Pada tahap plan dilakukan penyusunan RPP sebagai rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran, dan LKM yang disusun berbasis learning cycle 3E dalam bentuk pertanyaan terbuka sebagai pegangan maha- siswa dalam melakukan diskusi kelompok. LKM yang bersifat terbuka memberi makna adanya peluang untuk mengembangkan kreativitas dan daya nalar mahasiswa. LKM pada siklus pertama membahas ta- tanama, sifat fisik dan reaksi substitusi nukleofilik alkil halida. Pada tahap plan ini juga dilakukan pemben- tukan kelompok mahasiswa sebanyak 7 kelompok berdasarkan kemampuan akademik, yaitu nilai quis ma- teri sebelum alkil halida. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang memiliki kemampuan akademik yang heterogen (tinggi, sedang, rendah). Pelaksanaan tahap do. Pada saat pembelajaran dimulai, hanya 5 sampai 6 orang mahasiswa yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen terkait dengan materi yang telah dipelajari sebe- lumnya. Kesiapan mahasiswa menerima pelajaran terkategorikan cukup. Kemudian mahasiswa dikelom- pokkan menjadi 7 kelompok dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setelah setiap kelompok mendapat LKM dengan permasalahan yang sama, mereka berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat di LKM. Selama terjadi diskusi kelompok, dosen memberi bimbingan bagi kelompok maha- siswa yang bertanya. Pada saat diskusi kelompok, sebagian besar mahasiswa menunjukan interaksi dan ter- jadi komunikasi dan kerjasama yang baik dalam mengerjakan LKM, hanya beberapa mahasiswa tidak ter- libat aktif secara intensif, membaca sumber pustaka tetapi tidak aktif menyumbangkan ide. Ada satu kelompok terlihat tidak dapat bekerja sama berdiskusi menyelesaikan LKM, terlihat pasif untuk menyele- saikan LKM. Secara keseluruhan kerjasama mahasiswa berdiskusi dengan kelompoknya sudah baik. Hasil diskusi kelompok dipresentasikan secara lisan dan tulisan di whiteboard. Komunikasi lisan dan tulisan mahasiswa dalam menyampaikan hasil diskusinya sudah cukup. Mahasiswa kesulitan dalam memberi nama suatu senyawa alkil halida yang mempermasalahkan prioritas gugus halogen, menuliskan mekanisme reaksi substitusi nukleofilik unimolekular dan bimolekular belum sempurna. Dua kelompok di bagian be- lakang tidak menyimak dan menanggapi hasil yang dipresentasikan oleh kelompok lainnya. Hasil refleksi (see) menunjukan kemampuan berkomunikasi mahasiswa cukup baik walaupun belum optimal. Hal ini disebabkan kemauan belajar dan kepercayaan mahasiswa masih rendah sehingga antusias dalam proses pembelajaran belum optimal. Untuk perbaikan pembelajaran siklus 2, dosen model harus le- bih memotivasi mahasiswa dan lebih memperhatikan dan membimbing setiap kelompok diskusi. Siklus dua Tahap plan. Dari hasil refleksi pertama, diakhir siklus kedua diadakan tes untuk memotivasi maha- siswa untuk terlibat aktif pada saat diskusi kelompok dan presentasi. Tahap do. Suasana pembelajaran sub bab materi alkil halida, yaitu reaksi eliminasi lebih kondusif dan lebih antusias. Sejak awal perkuliahan, saat dosen melakukan apersepsi, semua mahasiswa berkonsentrasi untuk belajar, kesiapan mahasiswa untuk menerima pelajaran meningkat dibandingkan siklus 1, sudah baik. Pada sesi diskusi kelompok, walaupun ada satu mahasiswa yang pasif , semua kelompok aktif beker- jasama (sangat baik), membaca sumber pustaka dengan seksama untuk menyelesaikan LKM yang diberi- kan dosen. Dosen mengamati pekerjaan setiap kelompok dan membantu/mengarahkan mahasiswa. Kelom- pok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan LKM tidak segan untuk bertanya kepada dosen. Se- mua kelompok antusias untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kemampuan komunikasi secara lisan dan tulisan mengenai tahap-tahap mekanisme reaksi eliminasi unimolekular dan bimolekular di whitebord sudah baik dan benar, kesalahan relatif kecil sekali. Aktivitas menyimak dan menanggapi kelompok yang presentasi pada siklus dua ini juga meningkat menjadi baik, sebagian besar kelompok aktif. Hasil refleksi (see) menunjukan kemampuan berkomunikasi mahasiswa sudah baik. Kemauan belajar dan kepercayaan mahasiswa dalam proses pembelajaran juga baik. Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran learning cycle 3E pada materi alkil halida dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa. Pembelajaran learning cycle 3E memiliki tiga langkah, yaitu pertama fase eksplorasi, kedua fase eksplanasi, dan ketiga fase penerapan kon- sep. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 124 Pada fase exploration, mahasiswa dikelompokan untuk mendiskusikan permasalahan yang diberikan. Diskusi ini memacu munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007), pada tahap exploration, dosen membangkitkan minat dan keingintahuan mahasiswa tentang topik yang akan diajarkan, mahasiswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan pengetahuannya, sehingga mun- cul pertanyaan yang mengarah pada perkembangan daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan tersebut merupakan indikator kesiapan maha- siswa untuk menempuh fase berikutnya. Fase explaination, mahasiswa diarahkan untuk menganalisis data-data yang berhubungan dengan ma- teri, mahasiswa bebas mengkomunikasikan hasil analisisnya. Secara tidak langsung mahasiswa telah di- bimbing untuk berpikir secara sains dan dilatih agar terampil berkomunikasi. Pada tahap ini, dosen menun- juk kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Keadaan ini mampu menggali kemampuan berbicara mahasiswa, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007), pada tahap explaination diharapkan terjadi proses menuju ke- setimbangan antara konsep yang telah dimiliki mahasiswa dengan konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan yang membutuhkan daya nalar yaitu berdiskusi. Fase elaboration, Dosen meminta mahasiswa untuk mengerjakan soal evaluasi pada LKM dan mem- beri tugas mahasiswa mengenai materi yang telah dipelajari. Fakta yang terjadi sesuai dengan pendapat Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007), pada tahap elaboration, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan pemahaman konsep dan keterampilan yang telah diperolehnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Implementasi lesson study pada Mata Kuliah Kimia Organik I, yaitu dengan penerapan Learning Cy- cle 3E dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mahasiswa pada materi alkil halida. Saran 1. Perlu dilakukan keberlanjutan implementasi lesson study pada bab-bab Mata Kuliah Kimia Organik se- lanjutnya dan pada mata kuliah lainnya. 2. Perlu dilakukan tes berupa soal essay yang berisi beberapa indikator kemam-puan berkomunikasi tuli- san yaitu kemampuan berkomunikasi memberikan/ menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/tabel/ diagram, membaca grafik/tabel/diagram. DAFTAR RUJUKAN Fajaroh, F. dan I W. Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle). Universitas Negeri malang. Malang. Herlianti. Bisakah Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Study digabungkan. Tersedia di htpp://yherlanti.wordpress.com. Diakses tanggal 15 oktober 2011 Lawson. 2005. The learning Cycle. www.google.co.id. 2005. 16 Desember 2010. http://www.sahra.arizona.edui/education/pbl_workshop/TheLearningCycle. Listyani, E. Pengembangan soft skills mahasiswa calon guru melalui perkuliahan di Jurusan Pendidikan matematika. Tersedia di htpp://staff.uny.ac.id. Diakses tanggal 8 Oktober 2011 Sahputra, H. 2009. Peningkatan Pembelajaran Kimia dengan Lesson Study. Tersedia di htpp://www.kabarindonesia.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2011. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 125 UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA MELALUI IMPLEMENTASI LESSON STUDY Sri Mulyani Sabang Abstrak: Rendahnya kualitas pembelajaran pada mata kuliah Kimia Dasar disebabkan karena kurangnya partisipasi aktif dari mahasiswa.Partisipasi aktif dari mahasiswa merupakan kunci keberhasilan suatu proses pembelajaran. Olehnya itu diperlukan suatu persiapan yang baik untuk dapat membangkitkan motivasi dan mengaktifkan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu mengimplementasikan Lesson Study dalam meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata kuliah Kimia Dasar pada Program Studi Pendidikan Kimia . Adapun faktor yang dijadikan indikator adalah 1) tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa 2) keaktifan menyelesaikan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa, 3) keberanian mahasiswa tampil di depan menyelesaikan tugas, 4) keaktifan mahasiswa bertanya kepada dosen, dan 5) tingkat ketenangan pada saat pembelajaran berlangsung. Hasil penerapan lesson study menunjukan adanya peningkatan rata-rata kualitas pembelajaran mulai dari Pembelajaran I, II, III, dan IV, yang berturut-turut didapatkan hasil 67,92 %, 75,83%, 80,00%, dan 82,92%.Berdasarkan hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa, pelaksanaan lesson study dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pada mata kuliah Kimia Dasar pada Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNTAD. Kata kunci: kualitas pembelajaran, lesson study Keberhasilan pembelajaran selain ditentukan oleh keterlibatan peserta didik (mahasiswa), juga ditentukan oleh kesiapan dosen. Partisipasi aktif dari mahasiswa merupakan kunci keberhasilan suatu proses pembelajaran. Olehnya itu diperlukan suatu persiapan yang baik untuk dapat membangkitkan motivasi mahasiswa untuk belajar.Membangkitkan motivasi mahasiswa untuk dapat mengikuti mata kuliah dengan baik, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Telah banyak metode dan pendekatan yang telah diterapkan oleh dosen untuk memotivasi mahasiswa agar aktif dalam proses pembelajaran di kelas, namun pada kenyataannya pada akhir proses belajar mengajar tersebut belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengefektifkan pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran di LPTK, dari pembelajaran yang berkualitas inilah diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Namun demikian, indicator peningkatan kualitas pembelajaran pada program studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA UNTAD belum menunjukkan peningkatan yang berarti, khususnya pada mata kuliah Kimia Dasar. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut di atas yaitu mengimplementasikan Lesson Study dalam meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata kuliah Kimia Dasar. Lesson study merupakan salah satu bentuk pembinaan tenaga pengajar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik. Lesson study merupakan kolaboratif antara tenaga pengajar dalam menyusun rencana pembelajaran beserta research lessonnya, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas yang disertai observasi dan refleksi (Lewis, 2002). Program lesson study dapat membuat leluasa para tenaga pengajar meningkatkan kinerja dan keprofesionalannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan menghasilkan output yang berkualitas tinggi (Summer, 2002). Kegiatan lesson study dapat mewujudkan pembelajaran yang multiple pathways of learning yaitu dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran, karena: 1) PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 126 Meningkatkan pengetahuan tentang bahan ajar, 2) Meningkatkan pengetahuan tentang pengajaran 3) Meningkatkan kemampuan untuk mengamati siswa 4) Lebih menguatkan jaringan kolegalitas 5). Lebih menguatkan jalinan antar praktik pengajaran sehari-hari dengan tujuan pendidikan jangka panjang 6) Menguatkan motivasi dan kepekaan 7) Meningkatkan kualitas rencana pembelajaran dan proses pelaksanaannya. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa lesson study dapat dijadikan sebagai sarana untuk meniti ke arah cita-cita proses pembelajaran yang ideal sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Pedidikan. Rancangan pembelajaran pada kurikulum sekarang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik (guru dan dosen) dengan maksud meningkatkan aktivitas dan kreativitas mahasiswa. Rancangan seperti ini telah dikembangkan di Negara maju seperti Jepang yang dinamakan kaji pembelajaran atau lesson study. Stigler dan Hiebert (1999) mengemukakan bahwa lesson study pada umumnya mengikuti 8 (delapan) langkah utama yaitu: 1. Mendefenisikan permasalahan. Hal ini dapat berlaku secara umum, misalnya bagaimana membuat peserta didik menyukai pelajaran. 2. Merencanakan proses belajar mengajar. Proses ini dilakukan secara bersama-sama dan kolaboratif antar anggota kelompok. Tujuannya adalah mencari solusi terbaik dari permasalahan. Sebagai hasilnya adalah sebuah rencana proses belajar mengajar yang detail dan siap diterapkan. 3. Melaksanakan proses belajar mengajar. Proses ini dilaksanakan oleh salah seorang guru sementara anggota yang lain berperan sebagai observer yang mencatat prilaku peserta didik dan hal-hal yang terjadi selama proses belajar mengajar. 4. Melakukan diskusi dan refleksi terhadap proses belajar mengajar yang baru dilakukan. Kegiatan ini bertujuan melakukan evaluasi terhadap proses belajar-mengajar terutama pada penerapan alternative solusi permasalahan 5. Melakukan revisi terhadap rencana proses belajar-mengajar, dari hasil refleksi para anggota kelompok kembali bekerja sama untuk membuat rencana proses belajar-mengajar yang bisa memberikan hasil yang lebih baik daripada sebelumnya. 6. Melaksanakan proses belajar mengajar kembali untuk mencoba rencana pembelajaran yang baru disusun. Pada tahap ini dapat juga diundang observer dari luar untuk memberikan pendapat dan saran bagi pengembangan solusi lebih lanjut. 7. Evaluasi dan refleksi lebih lanjut unuk kembali membahas berbagai hasil dari penerapan solusi pembelajaran yang telah dilaksanakan. 8. Membagi hasil pengalaman tersebut dalam bentuk diskusi atau publikasi berupa tulisan.
Jika kedelapan langkah tersebut betul-betul diimplementasikan di Kelas (guru ataupun dosen) maka kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Kegiatan lesson study dapat dimanfaatkan oleh guru atau dosen untuk mereview terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan melaksanakan lesson study maka wawasan guru stsu dosen akan berkembang dan termotivasi untuk selalu berinovasi yang selanjutnya akan menjadi guru atau dosen yang profesional. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulisan materi ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi Lesson Study di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNTAD pada mata kuliah Kimia Dasar. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 127 METODE Data yang disajikan dalam pemaparan ini diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi dari pelaksanaan Lesson study di Program Studi Pendidikan Kimia. Adapun indicator kualitas pembelajaran yang diamati adalah (1) tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa, (2)keaktifan menyelesaikan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa , (3) keberanian mahasiswa tampil di depan menyelesaikan tugas, (4) keaktifan siswa betanya kepada dosen, (5) tingkat ketenangan pada saat pembelajaran berlangsung. Kegiatan lesson study yang dilaksanakan tediri atas tiga tahap yaitu (1) perencanaan (plan), (2) implementasi dan observasi (do), dan (3) refleksi (see) Pada tahap awal, yaitu kegiatan perencanaan dilakukan bersama oleh tim lesson study meliputi penentuan materi, dosen model dan pembuatan insrumen yang digunakan.Selanjutnya disusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan hasil diskusi bersama dalam tim. Tim Lesson Study mata kuliah Kimia Dasar terdiri dari 4 Dosen, yaitu Dra. Vanny Maria, M.Sc.,Ph.D. Dr. Nurdin Rahman, M.Si. Dr. Suherman, M.S., dan Dra. Sri Mulyani Sabang, M.Si. Adapun yang bertindak sebagai dosen model yaitu, Dra. Vanny Maria, M.Sc.,Ph.D. sedangkan yang lainnya bertindak sebagai pengamat. Tahap ke-dua, yaitu tahap implementasi dan observasi (do), dosen model melaksanakan pembelajaran berdasarkan RPP yang telah disusun bersama tim. Sedangkan anggota tim yang lainnya melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat pada tahap persiapan (plan). Para observer ini mengamati dan mencatat semua hal-hal yang terjadi pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Adapun yang diamati adalah bagaimana aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada saat pelaksanaan ini pula semua kegiatan dan kejadian direkam dalam bentuk video. Hasil rekaman inilah yang digunakan sebagai bahan diskusi dalam tahap refleksi (see). Tahap ke-tiga, yaitu tahap refleksi (see), dimana pada tahap ini semua anggota tim lesson study (dosen model beserta observer) mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada kesempatan ini, observer menyampaikan hasil pengamatannya pada saat pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan, sambil memperhatikan hasil rekaman ditayangkan dan semua anggota tim memberikan komentar tentang apa yang terjadi. Hasil tahap refleksi ini selanjutnya dipakai sebagai acuan untuk menyusun perbaikan rencana pembelajaran berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Perencanaan Pada tahap ini tim lesson study mendiskusikan rencana pembelajaran yang telah dirancang oleh dosen model untuk, guna melakukan evaluasi dan perbaikan perangkat pembelajaran yang akan digunakan untuk open lesson I, II, III, dan IV. Selanjutnya pada tahap ini pula disusun Lembar Kerja Mahasiswa, in- strument penilaian, dan lembar observasi kegiatan pembelajaran. Seluruh kegiatan dilakukan secara ko- laborartif. b. Implementasi dan observasi Pembelajaran I (open lesson I); Dosen model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan dan observer melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi yang telah siapkan. Dari hasil pengamatan disajikan dalam tabel berikut: PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 128 Tabel 1. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson I No. Indikator Rata-rata skor % Kategori 1. Tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa 2,67 66,67 Cukup baik 2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa 2,50 62,50 Kurang baik 3. Keberanian mahasiswa tampil di depan menyelesaikan tugas 2,75 68,75 Cukup baik 4. Keaktifan mahasiswa bertanya kepada dosen 2,50 62,50 Kurang baik 5. Tingkat ketenangan pada saat pembelajaran berlangsung 3,17 79,17 Baik
Pada pembelajaran II (open lesson II) dilakukan hal yang sama pada open lesson I, dimana kele- mahan-kelemahan yang didapatkan pada open I diperbaiki pada open lesson II ini. Adapun data yang diperoleh disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson II No. Indikator Rata-rata skor % Kategori 1. Tingkat perhatian dan keseriusan mahasiswa 3,00 81,25 Baik 2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa 2,75 68,75 cukup baik 3. Keberanian mahasiswa tampil di depan menyelesaikan tugas 3,00 75,00 Baik 4. Keaktifan mahasiswa bertanya kepada dosen 2,92 72,92 cukup baik 5. Tingkat ketenangan pembelajaran berlangsung 3,25 81,25 Baik
Pada pembelajaran III (open lesson III) dilakukan hal yang sama pada open lesson II, dimana kele- mahan-kelemahan yang didapatkan pada open II diperbaiki pada open lesson III ini. Adapun data yang diperoleh disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson III No. Indikator Rata-rata skor % Kategori 1. Tingkat perhatian dan keseriusan siswa 3,17 79,17 Baik 2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa 3,00 75.00 Baik 3. Keberanian siswa tampil di depan menyelesaikan tugas 3,25 81,25 Baik 4. Keaktifan siswa bertanya kepada dosen 3,25 81,25 Baik 5. Tingkat ketenangan pembelajaran berlangsung 3,33 83,33 Baik
Pada pembelajaran IV (open lesson IV) dilakukan hal yang sama pada open lesson III, dimana kele- mahan-kelemahan yang didapatkan pada open III diperbaiki pada open lesson IV ini. Adapun data yang diperoleh disajikan dalam Tabel 4. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 129 Tabel 4. Persentase Rata-rata Kualitas Pembelajaran Open Lesson IV No. Indikator Rata-rata skor % Kategori 1. Tingkat perhatian dan keseriusan siswa 3,25 81,25 Baik 2. Keaktifan menjelaskan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa 3,25 81,25 Baik 3. Keberanian siswa tampil di depan menyelesaikan tugas 3,33 83,33 Baik 4. Keaktifan siswa bertanya kepada dosen 3,33 83,33 Baik 5. Tingkat ketenangan pembelajaran berlangsung 3,42 85,42 Sangat Baik
Berdasarkan hasil yang disajikan dari tabel 1, 2, 3, dan 4 maka diperoleh rata-rata peningkatan mulai dari pembelajaran I, II, III sampai IV (open lesson I, II, III, dan IV), berturut-turut 67,92%, 75,83%, 80,00%, dan 82,92% hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pelaksanaan lesson study dapat dijadi- kan sebagai sarana dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Hal ini terlihat dari tingkat perhatian, ke- seriusan menjelaskan tugas atau diskusi dengan sesama mahasiswa, tampil di depan kelas menyelesaikan tugas, keaktifan bertanya serta tingkat ketenangan selama proses pembelajaran berlangsung semuanya mengarah kepada hasil yang memuaskan. Terjadinya peningkatan aktifitas mahasiswa yang didukung oleh meningkatnya aktivitas dosen dalam memperbaiki suasana pembelajaran yang mengarah kepada peningka- tan kualitas pembelajaran.
c. Refleksi Pembelajaran I; Semua hal-hal yang penting yang dapat diamati dalam kegiatan implementasi dibahas pada tahap ini. Beberapa hal yang didiskusikan diantaranya tingkat perhatian dan kesetriusan mahasiswa masih perlu ditingkatkan, keaktifan mengerjakan tugas masih kurang hal ini terlihat dari masih adanya be- berapa mahasiswa yang cuma duduk diam menunggu jawaban dari temannya, keberanian siswa tampil ma- sih perlu juga ditingkatkan, keaktifan mahasiswa bertanya masih kurang hanya beberapa orang saja yang mengangkat tangan menanyakan materi yang belum mereka pahami. Satu hal yang sangat menggembira- kan yaitu tingkat ketenangan mahasiswa yang baik. Hal tersebut mungkin disebabkan karena keberadaan dosen pengamat di belakang mereka serta adanya perekaman video. Adapun kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Pembelajaran I tersebut meperlihatkan adanya pe- rubahan ke arah yang baik pada pembelajaran II, III, sampai IV. Hal tersebut mengindikasikan adanya manfaat dari tahap refleksi yang dilakukan pada saat pembelajaran telah dilaksanakan. Program lesson study dapat membuat leluasa para tenaga pengajar untuk meningkatkan kinerja dan keprofesionalannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan menghasilkan output yang berkualitas tinggi. Kesimpulan Berdasarkan hasil pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kualitas pembelajaran pada program studi Pendidikan Kimia dapat ditingkatkan melalui implementasi lesson study. 2. Lesson study merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kolegalitas. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 130 DAFTAR RUJUKAN Lewis , C. 2002. Lesson Study: A hand Book of Teacher Lead Instruksion Change. Philadephia, PA: Research for Bet- ter schools,inc. Jamhari, M. 2011. Lesson Study Sebagai Upaya Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Pada Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Tadulako. Disampaikan pada seminar Nasional Implementasi Lesson Study di UNTAD Palu, 28 Oktober 2011. Rahayu, 2005. Meningkatkan kualitas pembelajaran MIPA di kelas dengan Lesson Study. Disampaikan pada seminar dan workshop lesson study kolaborasi FMIPA UM dengan MGMP SMP dan SMA Kota Malang. Satria, 2011. Meningkatkan Aktivitas, Kreativitas, dan Prestasi Belajar Melalui Lesson Study pada Pembelajaran Kimia Kelas X SMA Negeri 2 Palu. Tesis, tidak dipublikasikan. Stigler dan Hiebert, 1999. The Teaching gab Best Ideas From the worlds Teachers for Improving Education in the class New York Summit Books. Summer, (2002). What is Lesson Study (On Line) www.fc.edu/ Lesson Study. html. Diakses tanggal 14 Maret 2011. Suparno, A.S., Paulina, P., Wardani, A.K., Winatapura, Supriyadi, U.S., Budiningsih A.C., dan L. Lifiasari. 2005. Pen- ingkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta. Depdiknas PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 131 LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KAMI (KREA- TIVITAS, AKTIVITAS, MOTIVASI, DAN INOVASI) PADA PEMBELAJARAN KIMIA FISIK Suherman Dosen Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tadulako
Abstrak: Pembelajaran yang berkualitas tercermin pada peningkatan kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi (kami) peserta didik. Pembelajaran kimia fisik yang dilandasi lesson study (LS) bertujuan se- bagai model pembinaan peningkatan professional dosen kimia fisik. Pembinaan ini dilakukan dengan prinsip kolaboratif dan mutual learning untuk membangun learning community di kelompok bidang kimia fisik. Kegiatan ini dilakukan di Prodi Pendidikan Kimia, objeknya adalah mahasiswa yang mem- programkan mata kuliah kimia fisik I. Metode yang digunakan adalah kualitatif deksriptif. Pokok ba- hasan yang digunakan sebagai subyek adalah Termodinamika kimia. Pelaksanaan dilakukan sebanyak 4 kali yang meliputi Perencanaan (plan), Open class (do), dan Refleksi (See). Setiap selesai refleksi segera dilakukan perbaikan untuk kepentingan plan dan do berikutnya. Hasil yang diperoleh selama 4 kali Plan, do, dan see adalah: terjadi perubahan cara pandang dosen kimia fisik untuk merubah dirinya menjadi lebih professional, pelayanan dosen kimia fisik terhadap kesulitan belajar mahasiswa semakin meningkat, kami siswa juga meningkat. Setiap dosen kimia fisik memiliki bahan perencanaan perku- liahan yang dibuat secara kolaboratif. Kata kunci: Lesson Study, Kami, Kimia Fisik Hasil penelitian dari UNDP Human Development Report 2005 tentang Indeks pembangunan manusia. Mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia berada pada peringkat 110 di dunia dan di Asean pun ket- inggalan dari Negara tetangga, bahkan berada di bawah Vietnam. Hal yang menyebabkan demikian adalah produk hasil pendidikan kita mutunya rendah. Pendidikan yang dilaksanakan selama ini lebih berorientasi pada target hasil belajar siswa/mahasiswa, buka hasil pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan kurang memperhatikan profesionalisme (Sumar, 2007). dengan demikian peningkatan kualitas pembela- jaran yang dilakukan oleh guru maupun dosen tidak menjadi target. Kreativitas, aktifitas, motivasi, dan inovasi siswa/mahasiswa tidak menjadi perhatian, namun yang di tonjolkan adalah kemampuan memilih jawaban yang disediakan, atau menguraikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Ironis sekali siswa/mahasiswa tidak mampu menguraikan jawaban dengan benar dari pertanyaan yang serupa bila salah satu varibel soal diganti. Hal ini dimungkinkan karena perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru/dosen kimia fisik kurang menggali fakta dan proses melainkan langsung ke rumusan hukum. Karena itu, siswa/mahasiswa kurang manpu menguraikan solusi dengan tepat/benar dari suatu problema kimia. Hal tersebut guru/dosen harus memberikan bantuan pelayanan kepada siswa/mahasiswa sampai manpu menguraikan solusi dengan benar atas problem kimia. Hal itu dibutuhkan guru/dosen yang professional dalam melaksanakan pembelajran. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme pem- belajaran adalah memberikan pelatihan kepada guru/dosen sampai pada penetapan Undang Undang Guru dan Dosen (Undang Undang RI Nomor 14 tahun 2005). Intinya adalah menjadikan guru dan dosen lebih professional melaksanakan pembelajaran di bidangnya. Namun sampai saat ini guru/dosen yang profes- sional dalam melaksanakan tugas pembelajaran di kelas masih minim jumlahnya. Umumnya guru/dosen melaksanakan tugas pembelajaran di kelas hanya pemenuhan tugas pokok, bukan untuk meningkatkan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 132 kualitas pembelajaran. Di Negara maju seperti Jepang peningkatan kualitas profesionalisme pembelajaran telah dimulai sejak tahun 1890, yaitu pembelajaran merupakan sebuah gerakan pendidikan yang dilakukan para guru. Maksudnya mengimplementasikan pengajaran berpusat pada siswa atau pembelajaran indi- vidual menjadi pembelajaran berkelompok (Istamar, 2008). Peningkatan kualitas pembelajaran dikenal dengan nama Lesson Study. Kiyomi Akita dari Universitas Tokyo mengungkapkan bahwa sekitar 80% guru SD dan 60% guru SMP menyatakan bahwa Lesson Study merupakan bentuk pelatihan professional pembelajaran yang paling efektif. Di Indonesia Lesson Study (Studi Pembelajaran) pertama kali diperkenalkan pada akhir 2004 me- lalui tenaga ahli Japan International Corperation Agency (JICA) dalam rangkaian kegiatan Follow-up Pro- gram dari Indonesian Mathematics and Science Teaching Education ProjecT (IMSTEP) yaitu suatu bentuk kerja sama Pemerintah Indonesia- Jepang untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika dan sains (MIPA) mulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Manfaat yang diperoleh dari program tersebut signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan MIPA (program proyek). Karena itu, Pemerintah RI melalui kementerian Pendidikan Nasional mengembangan studi pembelajaran ke seluruh LPTK melalui program hiba kompetisi. Tahun 2010 Jurusan Pendidikan MIPA (prodi Kimia, Fisika, Biologi, dan Matematiak) Universitas Tadulako dinilai mampu mengembangkan studi pembelajaran (Lesson Studi) berdasarkan kriteria SDM, fasilitas pendukung, dan keberlanjutan program. Pada tahun 2011, Lesson studi diperluas ke program studi non-MIPA yaitu Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, dan Program Studi Pendidikan Bahasa Ing- gris. Di Program Studi Pendidikan Kimia, yang menjadi obyek program Lesson Study adalah mata kuliah kimia fisik I. Alasannya adalah sekitar 92% mahasiswa pendidikan kimia menyatakan bahwa kimia fisik sulit dipahami. Alasan tersebut tercermin pada prestasi hasil belajar mahasiswa rendah yaitu; rata-rata 25% mahasiswa tidak lulus (nilai E), 15% mahasiswa dapat nilai sangat kurang (nilai D), sekitar 30% mendapat nilai cukup (nilai C), sebanyak 20% mendapat nilai baik (nilai B) ,dan sangat baik (nilai A) hanya 5%. Dosen lebih banyak menurungkan rumus dan menggunakan, tetapi kurang menggali kreatifitas, aktivitas, motivasi dan inovasi mahasiswa, dari mana rumus diturungkan dan apa artinya serta bagaimana penera- pannya. Akibat dari itu mahasiswa kurang tertarik ke kimia fisik untuk pengembangan kompetensinya. Penerapan Lesson study di bidang kajian kimia fisik, dosen mata kuliah tersebut memulai merubah cara pandang dirinya, siswanya, dan pembelajaran yang dilakukan. Mengenai kreativitas, aktvitas, motivasi dan inovasi mahasiswa dilakukan pencatatan oleh observer pada saat pelaksanaan open class, dan dirembukkan solusinya secara kolaboratif oleh tim kimia fisik pada saat refleksi untuk plan dan open class berikutnya. METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian dilaksanakan di di Prodi pen- didikan kimia, obyeknya adalah mata kuliah kimia fisik I, pokok bahasan Termodinamika. Implementasi pelaksanaannya yaitu masing-masing 4 kali plan, open class.dan refleksi. Setiap tahapan pelaksanaan dia- wali dengan plan, kemudian open class, dan diahiri denga refleksi. Semua tahapan pelaksanaan diikuti oleh tim kimia fisik, seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Dosen Model, observer, dan materi yang diberikan setiap tahap Lesson Study Tim KF Pelaksanaan / tahapan 1 2 3 4 plan do see plan do see plan do see plan do see Suherman v - v v v v v v v v - v Siang T. Gonggo v v v v - v v v v v v v Sitti Rahmawati v v v v v v v - v v v v Catatan: - sebagai observer pada pelaksanaan do yang lain Materi pembelajaran termodinamika yang di LS-kan masing-masing membahas satu permasalahan untuk ditemukan solusinya oleh mahasiswa peserta KF.1. Masalah 1. Parameter apa saja yang umum digunakan dalam termodinamika PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 133 Masalah 2. Bagaimana rumusan kapasitas kalor pada volume tetap yang diturungkan antar sistem dan ling- kungan Masalah 3. Bagaimana rumusan kapasitas kalor pada tekanan tetap yang diturungkan dari kalor sistem dan lingkungannya Masalah 4. Bagaimana penerapan entalphi kalor (H) bila bergantung pada temperatur
Rancangan pembelajaran hasil plan pada masalah 1 yaitu menggunakan pendekatan koperatif dengan metode inquiri. Rancangan pembelajaran hasil plan pada masalah 2, 3, dan 4 menggunakan pendekatan koperatif dengan strategi assesmen search. Kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi (KAMI) siswa diamati oleh observer masing-masing menggunakan lembar observasi. Tahap open class, Tahapan ini guru model melaksanan pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran,yaitu: (i) siswa diberi nomor punggung 1 sampai 35 dengan maksud mudah diamati oleh observer. (ii) Siswa dikelompokkan, setiap kelompok 5 orang, anggota kelompok heterogen tingkat kecerdasannya, (iii) Anggota kelompok yang cerdas membimbing temannya yang belum memahami materi yang diberikan, dan (iv) setiap kelompok tampil menjelaskan materi yang dipelajari sehingga semua siswa memahami materi yang diberikan, pada tahap ini observer memberi pengamatan kepada siswa tentang KAMI dengan menuliskan nomor punggung, Tahap refleksi (see). Setelah open class selesai langsung dilaksanakan refleksi, yaitu review pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan berapa persen ketercapaian pembelajaran dan apa hambatannya, selanjutnya observer menyampaikan hasil analisis tentang pengamatan yang diperoleh mengenai kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi siswa berdasarkan nomor punggung pada saat proses pembelajaran berlangsung serta adanya miskonsepsi, selanjutnya dicocokkan dengan absensi kehadiran mahasiswa. Pada tahap ini hasil analisis observer langsung ditentukan persentase (%) kreativitas, aktivitas, motivasi, dan inovasi mahasiswa, sehingga tergambar model rancangan pembelajaran tahap berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis observer tentang kreativitas dan keaktifan mahasiswa pada saat open lesson 1 sampai 4, masing-masing diamati mulai dari t 0 sampai t n adalah siswa yang tidak aktif, passif, ribut dan mengganggu temannya, berbicara dengan teman sekelompoknya, informasinya pada Tabel 2. Kreativitas, aktifitas mahasiswa program studi pendidikan kimia pada saat mengikuti pembelajaran termodinamika selama 4 kali pembelajaran berbasis open lesson terlihat pada tabel 2 adalah pada open lesson pertama mahasiswa yang tidak kreatif dan tidak aktif sebesar 8 orang atau sebesar 22,86%. Hal ini terjadi karena mahasiswa belum mengenal sistem pembelajaran yang diobservasi, mereka kelihatan ragu dan gugup mengerjakan tugasnya. Open lesson berikutnya mahasiswa mulai berani mengemukakan pendapatnya sehingga terjadi peningkatan persentase aktivitas siwa dari open lesson 1 sampai 4 yaitu 77,14%, 82,86%, 85,57%, dan 88,57%. Berdasarkan laporan dari observer bahwa pada open Lesson 1, 2, terdapat 5 orang mahasiswa tidak bekerja termasuk mengerjakan LKM * yaitu nomor punggung 4,14,24,31,dan 33, alasannya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sulit. Sedang pada open lesson 2 dan 3 mahasiswa kelihatan malas berdiskusi dengan kelompoknya** yaitu nomor punggung 7 dan 4 karena mahasiswa tidak memahami materi yang akan didiskusikan. Mahasiswa baca materi lain *** , pada open lesson 3 yaitu mahasiswa dengan nomor punggung 34, yang bersangkuntan akan ujian dengan mata kuliah lain setelah jam pembelajaran mata kuliah KF-1. Berdasarkan hasil analisis observer, maka materi kimia fisik pokok bahasan termodinamika sulit dimengerti mahasiswa, karena mereka tidak memahami dasar-dasarnya yang diberikan pada mata kuliah kimia dasar I dan II. Oleh karena itu prasyarat Kimia Fisik.1 adalah telah mengikuti kimia dasar I dan II. Parameter kreativitas siswa adalah kemampuan siswa mengerjakan dan mempresentasikan tugasnya yang variatif, tetapi serasi dengan materi pembelajaran yang ditugaskan. Meskipun presentasi tugas dilakukan secara berkelompok tetapi semua anggota kelompok aktif. Tingkat kreativitas siswa dinilai setelah 4 kali open lesson, lihat Tabel 3. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 134 Tabel 2. Hasil pengamatan observer tentang ketidak kreativitas dan ketidak aktif mhs pada pembe- lajaran open lesson 1 sampai 4 Observer ke Hasil analisis observer No. pung- gung Menit ke Open lesson 1 2 3 4 1 Mahasiswa kurang perhatian 4,7,13,19 37 4 Mahasiswa diam dan passif 28,29,30 45 3 3 Mahasiswa tdk kerjakan LKM * 31 46 -50 1 1 Mahasiswa sulit berdiskusi den- gan kelompoknya ** 7 30 1 2 Mahasiswa diam tidak kreatif 27 dan 32 32-35 2 3 Mhs. ribut tidak bekerja * 4,14.24 31-34 3 1 mahasiswa kelihatan malas dan tdk berdiskusi ** 4 47-49 1 2 Mahasiswa baca materi lain *** 34 56-60 1 3 Mahasiswa gadu 1,23,28 72-75 3 1 Mahasiswa passif 20 ,30 69-74 2 2 Mahasiswa diam tidak kerja * 33 51-55 1 3 Mahasiswa diam tdk bekerja 28 72-74 1 Jumlah tdk kreatif dan aktif - - 8 6 5 4 Persen (%)tdk kreatif dan aktif - - 22,86 17,14 14,43 11,43 Catatan: * Mhs tidak punya inspirasi (dasar ilmu lemah) ** Mhs kurang kesiapan/inspirasi *** Mhs tidak perhatian Tabel 3. Tingkat kreativitas siswa diamati selama 4 kali open lesson No Klp Variasi persentasi tugas ke- Keterangan 1 2 3 4 1 1 Setiap anggota klp diberi kesempatan menjelaskan Presentasi menggunakan LCD dengan menampilkan kondisi lingkungan Presentasi se- cara demonts- rasi Mempilkan keadaan aslinya pada materi yg dipre sentasikan Setiap variasi yg tepat nilainya 2,5 2 2 Setiap anggota klp diberi kesempatan menjelaskan Setiap anggota klp di tugasi pada materi tertentu lalu dipadukan dan dipresentasikan Presentasi den- gan meng- gunakan media natural Presentasi den- gan menggir- ing peserta ak- tif mengikuti- nya Setiap variasi yang tepat nilainya 2,5 3 3 Presentasi dengan membaca tugas yang dibuat Presentasi menggunakan LCD dengan menampilkan kondisi real Presentasi disertai dengan media pembelajaran Presentasi se- cara demonts- rasi Setiap variasi yang tepat nilainya 2,5 4 4 Setiap anggota klp mempresentasikan le- bih awal dipembimb- ingnya Presentasi disertai dengan media pembelajaran Penampilan presentasinya sangat aktif Presentasi di- lakukan secara kelompok. Setiap variasi yang tepat nilainya 2,5 Indikator perhatian mahasiswa pada saat berlangsungnya pembelajaran adalah mahasiswa yang memperhatikan dosen menjelaskan, terjadi interaksi antara mahasiswa dan dosen, mahasiswa dan mahasiswa, interaksi mahasiswa dengan materi pembelajaran yaitu mencatat hal-hal yang penting pada saat dosen memberikan penguatan/penjelasan dan aktif mencari materi dibuku. Demikian pula keaktifan mahasiswa. Bila dilihat Tabel 2 tentang kreatifitas dan keaktifan mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah yaitu terjadi secara utuh pada t 0 sampai t = 30 menit, ini berarti bahwa kemampuan manusia berkonsentrasi terhadap suatu obyek tertentu adalah maksimal 30 menit (Ahmad, 2009). Karena itu penggunaan model dan metode pembelajaran perlu diperhatikan. Maksudnya adalah bagaimana mengaktifkan mahasiswa dan mengkreasikan tugasnya sehingga terfokus perhatiannya. Kreativitas mahasiswa dalam mengikuti PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 135 pembelajaran kimia fisik tidak dibatasi pada pengembangan materi tetapi bagaimana membelajarkan materi kimia dan memformulanya. Kreativiatas mahasiswa akan nampak dalam penyelesaian tugas-tugas yang variatif, menarik, dan benar. Indikator ini menjadi obyek pengamatan oleh observer pada saat open lesson. Setiap variasi yang dibuat sesuai dengan indikator diberi penilaian 2,5 sehingga total nilai sebanyak 4 variasi adalah 10. Berikut informasi pada Tabel 3. Motivasi dan inovasi mahasiswa mengikuti mata kuliah Kimia Fisik 1 adalah keseriusan dan kemampuan mahasiswa melakukan pembaharuan dalam menemukan konsep-konsep atau memformulasi ulang konsep-konsep menjadi konsep baru, Contoh pada keadaan standar 1 mol gas ideal, tekanan 1 atm, dan temperature , nilai tetapan gas ideal (R) adalah 0,082 L atm/ mol K, diubah menjadi 8,314 J/mol K (Laider, 1999). Motivasi dan inovasi siswa dapat dilihat pada Tabel 4. Motivasi dan Inovasi mahasiswa program studi pendidikan kimia pada saat mengikuti pembelajaran termodinamika selama 4 kali pembelajaran berbasis open lesson terlihat pada tabel 4 adalah terjadi peningkatan motivasi dan inovasi mahasiwa dari open lesson 1 sampai 4 yaitu 71,43%, 77,14%, 77,14%, dan 88,57%. Berdasarkan laporan dari observer bahwa pada open Lesson 1,2dan 4 terjadi kesulitan mahasiswa melakukan konversi satuan dan penurunan rumus matematika yaitu nomor punggung 12,14,24, dan 31. Menurut mereka tidak memahami teknik pengkonversian satuan dan tidak biasa menggunakan satuan dalam perhitungan. Sedang motivasi dan inovasi mahasiswa untuk mata kuliah KF.1 pada open lesson 2 yaitu mahasiswa sulit mendiskusikan teknik konversi satuan dengan temannya, yaitu mahasiswa nomor punggung 22, 25, 31. Kesulitan mereka adalah terbiasa dengan soal pilihan ganda yang menyertai satuan. Pada open lesson 3 mahasiswa kesulitan menghitung konversi nilai dari satuan yang berbeda yaitu nomor punggung 34, dan 35. Hal tersebut disebabkan nilai satuan itu tidak bisa dirubah dalam nilai satuan lainnya. Tabel 4. Motivasi dan inovasi siswa dalam mengikuti KF.1 pada pembelajaran open lesson 1 sampai 4 . Observer ke Hasil analisis observer No. punggung Menit ke Open lesson 1 2 3 4 1 Mahasiswa bercerita tidak melakukan konversi 1,4,7,13,19, 27 20 6 2 Mahasiswa tidak menyelesaikan konversi 29,31,27 50 3 3 Mahasiswa menyelesaikan sendiri * 31 76 1 1 Mahasiswa tidak berdiskusi dg kelompoknya un- tuk konversi ** 21,31,25 30 3 2 Mahasiswa keliruh menenpatkan mengkonversi 3 dan 32 35 2 3 Mhs. Berbeda hasil * konversi 12,14.24 50 3 1 Mhs Passif berdiskusi ** 22,25,31 35 3 2 Mahasiswa sulit menghitung nilai konversi *** 34,35 60 2 3 Mahasiswa kelihatan bingun mengkonversi 17,23,28 75 3 1 Mahasiswa sulit membuat penurunan rumus 20 ,30 30 2 2 Mahasiswa kerja sendiri * 12 51-55 1 3 Mahasiswa tidak berdiskusi 25 72-74 1 Jumlah tdk kreatif dan aktif - - 10 8 8 4 Persen tdk kreatif dan aktif - - 28,57 22,86 22,86 11,43
Berdasarkan hal tersebut, maka lesson studi mulai menjajaki kemampuan mahasiswa agar motivasi dan inovasi dalam pembelajaran kimia fisik terjadi perubahan yautu kompetensinya menjadi tuntas, teru- tama dalam pengkonversian dan penurunan rumusan kimia. Hal ini diperlukan karena besar manfaatnya untuk penerapan dalam kehidupan. Lesson Studi mengaati dan melakukan pembinaan kerkelanjutan kepada mahasiswa pendidikan kimia terutama mata kuliah kimia fisik. Hal yang menjadi penyebab ketidak tahuan dalam pengkonversian satuan dan penurunan rumus adalah mahasiswa kurang terlatih pada mata kuliah yang mendasari kimia fisik. KESIMPULAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 136 Rendahnya kreativitas, aktivitas, motivasi, dan inovasi siswa pada saat mengikuti pembelajaran kimia fisik karna dasar-dasar ilmu mereka sangat minimum. Kegiatan Lesson Study (studi pembelajaran) di Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tadulako, khususnya mata kuliah kimia fisik mampu meningkatkan kreativitas, aktivitas, motivasi dan inovasi mahasiswa hingga 88%. DAFTAR RUJUKAN Ahmad, S. 2009. Konsentrasi dan kemampuan berfikir menurut tingkat usia, Makalah, Seminar national Kimia ke- 6, Universitas Tadulako, Palu Herawati, S., dkk. 2009. Lesson Study berbasis Sekolah, Guru Konservatif Menuju Guru Inovatif, Cetakan pertama, Bayumedia Publishing, Malang Istamar Syamsuri dan Ibrohim, 2008. Lesson Study, Model Pembinaan Pendidik secara kolaboratif dan berkelanjutan: dipetik dari program SISTEMS-JICA di Kabupaten Pasuruan-Jawa Timur (2006 2008),FMIPA UM, Malang. Laidler K.J. and Meiser J.H., 1999, Physical Chemistry, 3RD ed., Houghton Mifflin Company, New Yoark. Sumar hendayana, dkk. 2007, Lesson Stdy, suatu Strategi untuk meningkatkan keprofesionalan pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA), FPMIPA UPI dan JICA, Bandung Undang Undang RI Nomor 14, 2005. Tentang Guru dan Dosen, DIKTI, Jakarta. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 137 PEMBINAAN BAGI GURU KIMIA UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN PENILAIAN PORTOFOLIO MELALUI SUPERVISI AKADEMIK KELOMPOK BERBASIS TI SUROTO Dinas Pendidikan Kota Tegal, Jawa Tengah e-mail:surotosr@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya guru dalam melakukan penilaian potofolio berbasis TI. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru Kimia mengimplementasikan penilaian portofolio melalui supervisi akademik berbasis TI di SMA Negeri Tegal pada tahun pelajaran 2010/2011. Tindakan dilakukan sebanyak dua kali dalam dua siklus. Tindakan pertama menerapkan supervisi akademik kelompok berbasis TI yang tidak diawali pembimbingan, dan tindakan kedua menerapkan supervisi akademik kelompok berbasis TI yang diawali pembimbingan. Tahapan tiap siklus terdiri dari : perencanaan tindakan; pelaksanaan tindakan; pengamatan/penilaian tindakan; dan merefleksi tindakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Sekolah. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan yaitu bulan April sampai September 2011. Sedangkan tempat penelitian mengambil tempat di SMA Negeri Tegal. Subyek penelitian ini adalah guru kimia SMA Negeri Tegal pada tahun pelajaran 2010/2011 dan tahun pelajaran 2011/2012. Hasil Penelitian melalui supervisi akademik kelompok berbasis TI dapat meningkatkan kompetensi guru kimia mengimplementasikan penilaian portofolio di SMA Negeri Tegal tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan kemampuan guru ditunjukan oleh kondisi siklus 1 (pertama) dibanding kondisi awal nilai rerata supervisi akademik meningkat dari 79,1 menjadi 82,5 berarti meningkat sebesar 3,4. Sedangkan kondisi siklus 2 (ke-dua) dibanding kondisi siklus 1 (pertama) nilai rerata supervisi akademik meningkat dari 82,5 menjadi 84,2 berarti meningkat sebesar 1,7. Kata Kunci : Supervisi akademik kelompok. Berbasis TI. Kompetensi. Penilaian portofolio. Pengimplementasian penilaian portofolio bagi para guru dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain melalui pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaraan (MGMP), In House Training (IHT), supervisi akademik dan lain-lain. Kali ini penulis akan fokus pada penerapan supervisi akademik oleh Kepala Sekolah dan/atau Pengawas satuan pendidikan. Karena dalam instrumen Penilaian Kinerja Kepala Sekolah yang terkait dengan kompetensi supervisi akademik, kepala sekolah harus merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru dengan diskripsi antara lain: 1) Memiliki program supervisi yang terjadwal secara rinci; 2) Menggunakan instrumen supervisi yang mengacu pada standar proses; 3) Frekuensi supervisi akademik sekurang kurangnya satu kali per tahun untuk setiap orang guru; 4) Program supervisi disosialisasikan kepada guru. Pada kenyataan prakteknya frekuensi supervisi akademik sekurang-kurangnya satu kali pertahun untuk setiap guru, jarang dapat terpenuhi/tercapai. Terutama bagi satuan pendidikan yang memiliki guru yang jumlahnya lebih dari 50 (lima puluh) orang. Walaupun tugas supervisi akademik ini dapat didelegasikan kepada para wakil kepala sekolah dan/atau guru senior. Namun tetap sukar dicapai, karena tidak semua wakil kepala sekolah dan/ataun guru senior dapat diterima oleh semua guru yang disupervisi. Oleh karena itu penulis sebagai pengawas satuan pendidikan terpanggil untuk membantu kepala sekolah untuk dapat mencapai target tersebut, atau sekurang-kurangnya mendekati target tersebut. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 138 Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya. Dalam hal ini penulis akan fokus pada kompetensi guru dalam mengimplementasikan penilaian portofolio. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Paling tidak melalui 2 (dua) siklus bimbingan. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi peserta didiknya. Untuk lebih mengefektifkan siklus bimbingan yang diberikan, maka supervisi akademik dapat menggunakan media internet. Oleh karena itu kegiatan bimbingan ini penulis sebut sebagai supervisi akademik berbasis Teknologi Informasi (TI). Dapatkah bimbingan mengimplementasikan penilaian portofolio dilakukan secara online? Mengkonversi penilaian portofolio menjadi online bukan pekerjaan yang sulit, bahkan cenderung lebih mudah dan low cost. Bagaimana caranya? Di era web 2.0 seperti sekarang ini, aplikasi-aplikasi yang bersifat user generated content menjamur. Kesemua aplikasi tersebut bisa dijadikan alat yang sangat powerfull untuk dijadikan media penilaian portofolio secara online. Penelitian ini akan difokuskan penerapan TI yang sederhana saja, yaitu dengan melalui sarana e-mail. Dalam hal ini semua anggota tim supervisi akademik harus memiliki e-mail yang terbuka untuk sesama anggota. Maksudnya alamat e-mail, user ID, dan passwordnya saling diketahui oleh semua anggota tim supervisi akademik. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan bahwa permasalahan adalah apakah melalui supervisi akademik kelompok berbasis TI dapat meningkatkan kemampuan guru kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio di sma negeri kota tegal tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio melalui supervisi akademik kelompok berbasis TI di SMA Negeri Kota Tegal. METODE Penelitian dilaksanakan pada semester ke-dua tahun pelajaran 2010/2011 sampai dengan semester pertama tahun pelajaran 2011/2012. Dipersiapkan dari awal semester ke-dua tahun pelajaran 2010/2011. Diawali menyusun proposal PTS pada bulan April 2011, kemudian menyusun instrumen penelitian sampai minggu pertama bulan Mei 2011. Dilanjutkan pengumpulan data siklus 1 (pertama) minggu ke-dua bulan Mei 2011 sampai dengan minggu ke-empat bulan Mei 2011. Setelah liburan akhir tahun pelajaran 2010/2011, dilanjutkan pengumpulan data siklus 2 (ke-dua) pada minggu ke-tiga bulan Juli 2011 sampai dengan minggu ke-lima bulan Juli 2011. Kemudian pelaksanaan analisa data dapat diawali minggu pertama sampai dengan minggu ke-lima bulan Agustus 2011. Selanjutnya sekaligus pembahasan/diskusi dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 dan diakhiri menyusun laporan hasil penelitian di bulan September 2011. Pelaksanaan review hasil PTS di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah tanggal 18 - 21 September 2011. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 139 Pengumpulan data siklus 1 (pertama) dilaksanakan mulai minggu ke-dua bulan Mei 2011 karena diperkirakan situasi sekolah sudah agak longgar setelah pelaksanaan ujian nasional dan tindak lanjutnya sampai pengumuman kelulusan tanggal 16 Mei 2011. Kemudian siklus 2 (ke-dua) baru dilaksanakan pada awal tahun pelajaran 2011/2012 setelah liburan tahun pelajaran 2010/2011 dengan harapan ada jeda yang cukup panjang untuk persiapan menuju palaksanaan siklus 2 (ke-dua). Analisa data baru dilaksanakan pada minggu ke-dua bulan Agustus 2011 karena ada liburan awal bulan Ramadhan 1432 H. Ternyata penyusunan laporan hasil penelitian baru dapat dilaksanakan mulai minggu ke-dua bulan September 2011 karena adanya liburan menjelang dan setelah hari raya Idhul Fitri 1432 H yakni tanggal 30-31 Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2, 3, 4, dan 5 Kota Tegal. SMA Negeri 1 Tegal tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena merupakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang mempunyai ciri khas tertentu yang tidak sama dengan yang lain. Sementara diambil hanya untuk sekolah negeri karena ke empat sekolah negeri tersebut memiliki kondisi yang relatif setara dalam hal guru kimianya, yaitu masing-masing lebih dari seorang. Hal ini terkait dengan pelaksanaan supervisi akademik berbasis TI yang akan dilaksanakan secara berkelompok di setiap satuan pendidikan. Setiap kelompok supervisi di setiap satuan pendidikan terdiri dari pengawas sekolah sebagai ketua, dengan anggotanya kepala sekolah dan semua guru kimia yang ada di satuan pendidikan tersebut. Jadi dalam pelaksanaan supervisi akademik nanti minimal terdiri dari 4 (empat) orang bersama-sama mengunjungi satu kelas, satu diantaranya sebagai penyaji dan lainnya sebagai pengamat. Subjek penelitian adalah semua guru kimia yang ada di SMA Negeri 2, 3, 4, dan 5 Kota Tegal, karena latar belakang pendidikan peneliti adalah pendidikan kimia. Dari hasil pengamatan peneliti pada supervisi akademik diketemukan bahwa kemampuan menyusun dan mengimplementasikan penilaian portofolio para guru pada umumnya masih rendah dan perlu ditingkatkan, untuk memperbaiki proses pembelajarannya. Sumber data diperoleh dari subjek penelitian (data primer) yang berupa Nilai Supervisi Akademik hasil pemberian tugas kepada tim supervisi akademik kelompok untuk menyusun bersama RPP dengan topik/KD yang telah ditentukan. Kemudian RPP tersebut praktekkan/diterapkan di kelas dan dinilai dengan menggunakan instrumen supervisi seperti yang tercantum pada lampiran 1 (1.a sampai dengan 1.e). Indikator yang diharapkan pada masing-masing instrumen supervisi yang digunakan adalah: a) prosentase Panduan Wawancara Kesiapan Pembelajaran adalah 70%85% yang mempunyai arti Baik; 2) prosentase Administrasi Perencanaan Pembelajaran adalah 70% 85% yang mempunyai arti Baik; 3) prosentase Kegiatan Pembelajaran adalah 70 % 85% yang mempunyai arti Baik; 4) prosentase Penilaian Portofolio adalah 71% 85% yang bermakna Baik; dan 5) prosentase Administrasi Penilaian Pembelajaran adalah 70% 85% mempunyai makna Baik. Jadi disini teknik pengumpulan data menggunakan teknik non tes yaitu pemberian tugas kepada tim supervisi akademik kelompok untuk menyusun bersama RPP dimana topik/KD-nya seperti yang sudah ditentukan. Kemudian mempraktekkannya di kelas secara nyata. Hal ini dilaksanakan pada keadaan awal, tindakan siklus 1 (pertama), dan tindakan siklus 2 (ke dua). Data yang diperoleh adalah data kuantitatif. Adapun skor nilai yang dimaksud pada instrumen supervisi akademik adalah: 1) Skor nilai 4 bermakna baik sekali; 2) Skor nilai 3 bermakna baik; 3) Skor nilai 2 bermakna cukup baik; 4) Skor nilai 1 bermakna kurang baik; dan 5) Skor nilai 0 bermakna tidak baik / tidak ada. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Karena datanya berbentuk kuantitatif, maka analisis deskriptifnya adalah analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan nilai supervisi akademik tugas yang diperoleh pada kondisi awal, nilai supervisi akademik tugas setelah siklus pertama, dan nilai supervisi akademik tugas setelah siklus kedua. Analisis deskriptif dilanjutkan dengan reflektif untuk merefleksi dari apa yang diperoleh melalui deskriptif komparatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kondisi awal peneliti melaksanakan supervisi kunjungan kelas tanpa memberi tindakan bimbingan tentang penilaian portofolio. Dengan menggunakan instrumen supervisi yang diterapkan pada perangkat pembelajaran yang ada dan mengamati proses pembelajaran dari para guru kimia, maka PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 140 diperoleh Nilai Supervisi Akademik seperti pada Tabel 1. Peneliti merasa perlu melakukan tindakan sekolah dengan melaksanakan supervisi akademik kelompok berbasis TI pada akhir semester genap (2) tahun pelajaran 2010/2011. Tabel 1.Nilai supervisi akademik kondisi awal N o m o r
Nama Guru A s a l
s e k o l a h
Nilai (%) R e r a t a
P a n d u a n
W a w a n c a r a
P r a
P e n g a m a t a n
S u p e r v i s i
A d m i n i s t r a s i
P e r e n c a n a a n
P e m b e l a j a r a n
S u p e r v i s i
K e g i a t a n
P e m b e l a j a r a n
P e n i l a i a n
P o r t o f o l i o
S u p e r v i s i
A d m i n i s t r a s i
P e n i l a i a n
P e m b e l a j a r a n
J u m l a h
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Cyntia SMAN 2 81 75 79 66 71 372 74,4 2 Tarsilah SMAN 2 78 95 81 66 70 390 78,0 3 Suwardoyo SMAN 2 81 95 90 71 75 412 82,4 4 B. Suwignyo SMAN 3 81 85 71 68 71 376 75,2 5 Mislyna SMAN 3 78 88 81 71 77 395 79,0 6 Lucia Supriyati SMAN 4 81 98 81 71 79 410 82,0 7 Esti Wihanani SMAN 4 78 95 78 71 80 402 80,4 8 Indah W. SMAN 5 56 88 90 66 70 370 74,0 9 Nuning Lusiana SMAN 5 59 98 91 70 73 391 78,2 10 Suhaeli SMAN 5 81 98 93 77 89 438 87,6 Nilai terendah 56 76 71 66 70 370 74 Nilai tertinggi 81 98 93 77 89 438 87,6 Nilai rerata 75,4 91,6 83,5 69,7 75,5 395,7 79,1 Tabel 2. Nilai Supervisi Akademik Kondisi awal No. Uraian Kondisi awal (%) 1. Hasil Supervisi akademik kelompok kondisi awal Nilai terrendah 74; nilai tertinggi 87,6; nilai rerata 79,1 Utamanya untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun dan mengimplementasikan penilaian portofolio para guru pada umumnya dan khususnya guru kimia sebagai subjek penelitian. Kemudian peneliti menyusun proposal Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) dan menyusun instrumen supservisi seperti lampiran 1 (dari 1.a sampai dengan 1.e). Apabila guru kimia pada keadaan awal di supervisi (akademik) dengan menggunakan instrumen supervisi tersebut, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 1 yang nilai terrendah, nilai tertinggi, dan nilai reratanya dapat dilihat pada Tabel 2. Deskripsi Hasil Siklus 1 1. Perencanaan Tindakan Dari kondisi pada keadaan awal tersebut di atas, penulis perlu melaksanakan penelitian tindakan seko- lah (PTS) dengan melaksanakan supervisi akademik kelompok berbasis TI dengan langkah-langkah: a. Membentuk Tim Supervisi Akademik Kelompok (TSAK) mata pelajaran Kimia di setiap SMA Negeri Kota Tegal; b. Tim Supervisi Akademik Kelompok (TSAK) mata pelajaran Kimia terdiri dari Pengawas sebagai ketua dengan anggota Kepala Sekolah dan semua guru kimia di setiap satuan pendidikan (SMA Negeri di Kota Tegal); PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 141 c. Tindakan/perlakuan yang diberikan pengawas sebagai ketua TSAK adalah memerintahkan agar topik/KD-nya dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan disajikan pada proses pembelajaran nanti harus dibuat/diprogramkan bersama oleh semua anggota MGMP Kimia dan tidak ditelaah bersama pengawas satuan pendidikan; d. Memberikan pelatihan membuat e-mail bagi semua TSAK; e. Memberikan penjelasan tentang rancangan penilaian hasil belajar dengan menggunakan teknik/cara penilaian portofolio. Disini tidak diberikan bimbingan secara detail bagaimana penggunaan instrumen supervisi penilaian portofolio; f. Membuat kesepakatan (jadwal) pada suatu saat tim berkunjung ke kelas dari salah satu (anggota) guru kimia untuk mengamati proses pembelajarannya. Kunjungan ini dilakukan secara bergantian dari satu guru ke guru yang lain.
2. Pelaksanaan Tindakan a. Sesuai dengan jadwal, tim (TSAK) berkunjung ke kelas salah satu (anggota) guru kimia untuk mengamati proses pembelajarannya; b. Dalam mengamati proses pembelajaran di kelas, setiap anggota tim (TSAK) menggunakan format (instrumen supervisi) yang sudah disepakati, yaitu: 1) Wawancara sebelum tindakan, menggunakan instrumen: Panduan Wawancara Kesiapan Pembelajaran 2) Persiapan Perangkat Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi: Administrasi Perencanaan Pembelajaran 3) Pengamatan Kegiatan Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi: Kegiatan Pembelajaran, penilaian Portofolio 4) Tindak Lanjut Pengamatan, menggunakan intrumen supervisi: Penilaian Pembelajaran; c. Kemudian tim mengadakan pertemuan lanjutan (diskusi) dipimpin oleh pengawas sebagai ketua, untuk membahas hasil pengamatan pada proses pembelajaran; d. Diharapkan diperoleh gambaran/penyempurnaan/pengembangan pelaksanaan penilaian portofolio pada proses pembelajaran PAIKEM. e. Kegiatan ini dilakukan sampai semua guru kimia melaksanakan pembelajaran sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Hasil Pengamatan a. Hasil nilai supervisi akademik kelompok pada siklus 1 (pertama) dari masing-masing guru adalah seperti pada lampiran 2; b. Dari lampiran 2 tersebut diperoleh hasil nilai terrendah, nilai tertinggi, dan nilai rerata seperti pada Tabel 3.
4. Refleksi Kondisi siklus 1 (pertama) bila diperbandingkan dengan kondisi awal, dapat dilihat seperti pada Tabel 4. Tabel 3. Nilai Supervisi Akademik Siklus 1 No. Uraian Kondisi Siklus 1 (%) 1. Hasil Supervisi akademik kelompok tidak diawali dengan bimbingan Nilai terrendah 78,8; nilai tertinggi 87,6; nilai rerata 82,5. Tabel 4. Perbandingan Nilai Supervisi Akademik Kondisi Awal dan Siklus 1 No. Uraian Kondisi Awal (%) Kondisi Siklus 1 (%) 1. Hasil sebelum dan sesudah Nilai terendah 74; nilai tertinggi 87,6; Nilai terrendah 78,8; nilai tertinggi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 142 Supervisi akademik kelompok nilai rerata 79,1 87,6; nilai rerata 82,5.
Kondisi siklus 1 (pertama) sesudah dilaksanakan supervisi akademik kelompok dibandingkan dengan kondisi awal (belum dilaksanakan supervisi akademik kelompok) nilai rerata menigkat dari 79,1 menjadi 82,5 berarti meningkat sebesar 3,4.
Deskripsi Hasil Siklus 2 1. Perencanaan Tindakan a. Diberi perlakuan oleh pengawas bahwa sebelum penyajian (proses pembelajaran) selain topik/KD- nya ditentukan dan dipersiapkan RPP-nya oleh semua anggota MGMP Kimia, juga RPP-nya telah ditelaah bersama dengan pimpinan pengawas; b. Penelaahan tersebut pada a. diatas dapat diutamakan menggunakan fasilitas e-mail yang telah di- latihkan pada perencanaan siklus 1 (pertama) dan atau menggunakan fitur-fitur lain yang tersedia dalam internet. Dapat juga melalui tatap muka secara langsung dalam kelompok; c. Membahas cara menggunakan instrumen yang tersedia secara umum, untuk keperluan pengamatan proses pembelajaran; d. Memberikan penegasan tentang penilaian portofolio dan membahas cara menggunakan instrumen supervisi penilaian portofolio, agar lebih fokus dalam mengiplementasikan teknik penilaian porto- folio; e. Membuat kesepakatan (jadwal) pada suatu saat tim berkunjung ke kelas dari salah satu (anggota sebagai penyaji) guru kimia untuk mengamati proses pembelajarannya; f. Kunjungan ini dilakukan secara bergantian dari satu guru ke guru yang lain.
2. Pelaksanaan Tindakan a. Sesuai dengan jadwal, tim (TSAK) berkunjung ke kelas salah satu (anggota) guru kimia untuk mengamati proses pembelajarannya; b. Dalam mengamati proses pembelajaran di kelas, setiap anggota tim menggunakan format (instrumen supervisi) yang sudah disepakati, yaitu: 1) Wawancara sebelum tindakan, menggunakan instrumen: - Panduan Wawancara Kesiapan Pembelajaran 2) Persiapan Perangkat Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi: - Administrasi Perencanaan Pembelajaran 3) Pengamatan Kegiatan Pembelajaran, menggunakan instrumen supervisi: - Kegiatan Pembelajaran - Penilaian Portofolio 4) Tindak Lanjut Pengamatan, menggunakan intrumen supervisi: - Penilaian Pembelajaran; c. Kemudian tim mengadakan pertemuan lanjutan (diskusi) dipimpin oleh pengawas sebagai ketua, untuk membahas hasil pengamatan pada proses pembelajaran; d. Kegiatan ini dilakukan sampai semua guru kimia melaksanakan pembelajaran sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Hasil Pengamatan a. Hasil nilai supervisi akademik kelompok pada siklus 2 (ke-dua) dari masing-masing guru adalah seperti pada lampiran 3; b. Dari lampiran 3 tersebut diperoleh hasil nilai terrendah, nilai tertinggi, dan nilai rerata seperti pada tabel 5.
4. Refleksi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 143 Kondisi siklus 2 (ke-dua) bila diperbandingkan dengan kondisi 1 (pertama) dapat dilihat seperti pada tabel 6 Tabel 5. Nilai Supervisi Akademik Kondisi Siklus 2 No. Uraian Kondisi Siklus 2 (%) 1. Hasil Supervisi akademik kelompok yang diawali dengan bimbingan Nilai terrendah 80,6; nilai tertinggi 88,2; nilai rerata 84,2. Tabel 6. Perbandingan Nilai Supervisi Akademik Kondisi Siklus 1 dan 2 No. Uraian Kondisi Siklus 1 (%) Kondisi Siklus 2 (%) 1. Hasil Supervisi akademik kelompok tanpa dan den- gan bimbingan Nilai terendah 78,8; nilai tertinggi 87,6; nilai rerata 82,5. Nilai terrendah 80,6; nilai tertinggi 88,2; nilai rerata 84,2.
Kondisi siklus 2 (ke dua) supervisi akademik kelompok dengan bimbingan dibandingkan dengan kondisi siklus 1 (pertama) supervisi akademik kelompok tanpa bimbingan, nilai supervisi akademik reratanya menigkat dari 82,5 menjadi 84,2 berarti meningkat sebesar 1,7.
Pembahasan tiap siklus dan antar siklus Tindakan No Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 1. Kondisi awal pengimple- men-tasian penilaian por- tofolio, pengawas melaku- kan supervisi akademik kepada guru kimia yang topik/KD-nya dibuat/ dipersiapkan sendiri oleh masing-masing guru terse- but tanpa adanya bimbin- gan dari pengawas. Tindakan/perlakuan penga- was sebagai ketua TSAK adalah memberi tugas agar topik /KD-nya dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan disajikan pada proses pembelajaran nanti harus dibuat / dipro- gramkan ber-sama oleh se- mua anggota MGMP Kimia di setiap satuan penididikan, tanpa bimbingan tentang tek- nik penilaian portofolio. Diberi perlakuan oleh pengawas bahwa sebelum penyajian (proses pembelajaran) selain topik/KD-nya ditentukan dan dipersiap-kan RPP- nya oleh semua anggota MGMP Kimia, juga diberikan bimbingan pada saat membahas RPP utamanya tentang teknik penilaian portofolio. Bimbingan dapat langsung atau tak langsung (melalui internet)
Proses No Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Refleksi 1. Pengawas ber-kunjung ke kelas guru kimia untuk mengamati proses pem- bela-jaran yang topik / KD-nya dan Rencana Pe- laksa-naan Pembelajar-an (RPP) dibuat /diprogramkan oleh masing-masing penyaji sendiri.
Sesuai jadwal, tim (TSAK) berkunjung ke kelas salah satu (anggota) guru kimia untuk meng-amati proses pembe-lajaran yang topik/ KD-nya dan Renca-na Pe- laksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat / diprogram- kan bersama oleh semua anggota MGMP Kimia di setiap satuan pendidikan Sesuai jadwal, tim (TSAK) berkunjung ke kelas salah satu (anggota) guru kimia un- tuk meng-amati proses pembe-lajaran yang topik / KD-nya dan Renca-na Pelak- sanaan Pembelajaran (RPP) dibuat / diprogram-kan ber- sama oleh semua anggota MGMP Kimia, dan telah dite- laah bersama pengawas. Membanding-kan antara proses pada kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2. 2. Pengawas mencatat hasil pengamatannya dengan meng-gunakan format (in- strumen) yang sudah dis- ediakan sebagai dasar memberikan tanggapan /saran/kritik pada perte- Setiap anggota tim (selain penyaji) mencatat hasil pengamatannya dengan meng-gunakan format (in- strumen) yang sudah disepakati sebagai dasar memberikan tang- Setiap anggota tim (selain penyaji ) mencatat hasil pen- gamatannya dengan meng- gunakan format (instrumen) yang sudah disepakati sebagai dasar memberikan tang- gapan/saran/kritik pada Membanding-kan antara hasil pada kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 144 No Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Refleksi muan / diskusi setelah pembelajaran selesai. gapan/saran/kritik pada pertemuan / diskusi setelah pembelajaran selesai. pertemuan / diskusi setelah pembelajaran selesai.
Kondisi siklus 1 (pertama) dibanding kondisi awal nilai supervisi akadmik reratanya meningkat dari 79,1 menjadi 82,5 berarti meningkat sebesar 3,4. Kondisi siklus 2 (ke dua) dibanding kondisi siklus 1 (pertama) nilai supervisi akademik reratanya meningkat dari 82,5 menjadi 84,2 berarti meningkat sebesar 1,7.
Hasil o Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Reflek si . Data dari sejumlah guru peserta MGMP diolah sehingga memperoleh: Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rerata Data dari sejumlah guru peserta MGMP diolah sehingga memperoleh: Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rerata Data dari sejumlah guru peserta MGMP diolah sehingga memperoleh: Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rerata Adany a kecen- derungan dari kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 Tabel 7. Nilai Supervisi Akademik Kondisi Awal, Kondisi siklus 1 dan 2 o. Kondisi Awal Kondisi Siklus 1 Kondisi Siklus 2 . Nilai terendah 74; nilai tertinggi 87,6; nilai rerata 79,1. Nilai terrendah 78,8; nilai tertinggi 87,6; nilai rerata 82,5. Nilai terrendah 80,6; nilai tertinggi 88,2; nilai rerata 84,2.
Hasil supervisi akademik kelompok pada kondisi awal, kondisi siklus 1 (pertama), dan kondisi siklus 2 (ke-dua) dapat diperbandingkan seperti terdapat pada tabel 7.
Hasil Tindakan Berdasarkan data empiric tersebut di atas diperoleh simpulan secara empiric bahwa melalui supervisi akademik kelompok berbasis TI dapat meningkatan kompetensi Guru Kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio di SMA Negeri Kota Tegal Tahun pelajaran 2010/2011. KESIMPULAN Berdasarkan hipotesis yang diperoleh secara teoretik menyebutkan bahwa melalui supervisi akademik berbasis TI dapat meningkatan kompetensi Guru Kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio di SMA Negeri Kota Tegal Tahun pelajaran 2010/2011, ternyata juga didukung oleh data yang diperoleh secara empiric yang dari kondisi awal nilai reratanya 82,5; sedangkan kondisi akhir meningkat dengan nilai reratanya menjadi 84,2. Maka dapat disimpulkan bahwa secara teoretik maupun secara empiric melalui su- pervisi akademik berbasis TI dapat meningkatan kompetensi Guru Kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio di SMA Negeri Kota Tegal Tahun pelajaran 2010/2011. Dengan meningkatnya kemampuan guru kimia dalam mengimplementasikan penilaian portofolio diharapkan dapat meningkatkan mutu proses pembelajarannya. Selanjutnya diharapkan akan bermuara pa- da meningkatnya mutu pendidikan pada umumnya. Untuk itu peneliti rekomendasikan agar pelaksanaan supervisi akademik berbasis TI dapat lebih ditingkatkan baik frekuensi maupun efektifitasnya untuk mata- pelajaran yang lain. Rekomendasi ini tentunya ditujukan kepada pihak yang berwenang yaitu para kepala sekolah dan rekan pengawas satuan pendidikan yang lain. Bagi kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik berbasis TI diharapkan bersikap aktif, kreatif dan bijaksana sehingga kunjungan kelas dalam rangka supervisi akademik berbasis TI dapat diteri- ma dengan baik oleh para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sedapat mungkin diupayakan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 145 setiap kunjungan kelas dilanjutkan dengan pertemuan / dialog / bimbingan yang berkaitan dengan perbaik- kan proses pembelajaran lebih lanjut. Terutama yang berkaitan dengan pengimplementasian penilaian por- tofolio dalam RPP yang dibuat oleh guru agar diperiksa dengan teliti, sehingga kemampuan menyusun dan mengiplementasikan penilaian portofolio semakin meningkat. DAFTAR PUSTAKA Dadan Wahidin, 2009. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran.http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/03/18/pemanfaatan-teknologi-informasi-dan- komunikasi-sebagai-media-pembelajaran, Diakses 28 Februari 2011. Dahlan Abdullah, 2008. Potensi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di Kelas. http://www.slideshare.net/fauziah25/peningkatan-tikguru, Diakses 28 Februari 2011. Depdiknas, 2009. Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. -, 2008. Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. -, 2007. Peraturan Mendiknas RI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standard Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah. -, 2007. Peraturan Mendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standard Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah. -, 2007. Peraturan Mendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah. -, 2007. Supervisi Akademik dalam Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan -, 2004. Pedoman Pengembangan Portofolio Untuk Penilaian, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah. Mulyadi HP, 2006. Prosedur / Metodologi Penelitian dalam Penelitian Tindakan Kelas, Semarang: LPMP Jawa Tengah. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 146 LESSON STUDY PEMBELAJARAN PENGUKURAN SUHU DENGAN EKSPERIMEN KONTRADIKTIF DI SMP AR-ROUDHOH BEJI PASURUAN Yoyok Adisetio Laksono 1) Lhoppy Yulia Dwi Habsari 2)
1) Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang, yoyokal@um.ac.id 2) SMP Ar-Roudhoh Beji Pasuruan, chem153_dannda@yahoo.co.id
Abstrak: Telah dilaksanakan open class di SMP Ar-Roudhoh pada materi pengukuran suhu. Pembelajaran dilaksanakan dengan metode eksperimen dengan membuat sebuah kontradiksi ketidakvalidan indera perasa siswa saat kedua tangan masing-masing dicelupkan ke air hangat dan es. Selanjutnya kedua tangan dimasukkan ke air yang bersuhu sama dengan suhu ruangan maka diharapkan menuntun siswa tentang pentingnya alat pengukur suhu yang konsisten. LKS diusahakan dibuat sejelas mungkin dimana siswa mengisi beberapa tabel sebagai bahan diskusi. Dari refleksi terungkap bahwa guru model bukan lulusan pendidikan tetapi lulusan ilmu murni dan usia sekolah baru 2 tahun. Selain itu beberapa fakta tentang pembelajaran diantaranya adalah terlalu lamanya distribusi air ke siswa sehingga mempengaruhi suhu air yang dapat menyebabkan kesalahan data. Juga terjadi bervariasinya isi data yang disebabkan oleh struktur tabel yang kurang menunjukkan kontradiktivitas pengukuran suhu oleh indera. Untuk itu telah diusulkan perbaikan cara pengambilan dan struktur tabel pencatatan data. Selain itu saat penyampaian hasil eksperimen siswa sudah mulai berkurang konsentrasinya sehingga tidak memperhatikan pembacaan jawaban oleh siswa. Untuk mengatasinya bisa dilakukan dengan menimbulkan suasana kompetisi agar setiap siswa memperhatikan jawaban temannya. Kata kunci: lesson study, pengukuran suhu, SMP Ar-Roudhoh Beji Pasuruan. Pengukuran suhu oleh indera manusia diketahui tidak valid. Sebagai contoh jika tangan kiri dimasukkan ke air hangat dan tangan kanan ke air dingin (es) maka saat kedua tangan tersebut dimasukkan ke air bersuhu ruangan maka tangan kiri yang tadinya hangat menjadi dingin dan tangan kanan yang tadinya dingin menjadi terasa hangat. Kontradiksi ini dicoba dilaksanakan didalam pembelajaran pengukuran suhu melalui metode eksperimen di SMP Ar-Roudhoh Beji Pasuruan. LKS sudah disusun sedemikian rupa sehingga diharapkan siswa dapat merasakan ketidakvalidan indera manusia didalam mengukur suhu. Guru model adalah Lhoppy Yulia Dwi Habsari dan open class dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29 Oktober 2011. OPEN CLASS Pembelajaran dimulai dengan apersepsi guru tentang pengukuran suhu dan cara mengukur suhu menggunakan termometer. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada setiap siswa dan memanggil perwakilan anggota kelompok untuk mengambil air. Air hangat disediakan dalam termos dan siswa harus menuang kedalam bejana yang disediakan, demikian juga air es disediakan di dalam wadah tersendiri dan harus dituang kedalam wadah khusus. Pembagian air dilakukan satu persatu untuk setiap kelompok. Setelah selesai membagikan air maka guru meminta siswa segera melaksanakan kegiatan seperti yang sudah ditulis di LKS. Siswa kemudian memasukkan tangan kanan dan kiri ke wadah yang sudah disusun sedemikian sehingga air hangat di sebelah kanan (bejana A) dan air es di sebelah kiri (bejana B), sementara air dengan suhu kamar ada di tengah (bejana C). Menurut petunjuk di LKS siswa diminta memasukkan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 147 tangan ke air selama 30 sekon. Setelah 30 sekon kedua tangan siswa dimasukkan ke bejana yang ada di tengah. Selanjutnya siswa diminta mencatat apa yang dirasakan temannya saat memasukkan kedua tangannya ke air kedalam tabel yang sudah disediakan. Gambar 1 menunjukkan bagaimana seorang siswa memasukkan tangan ke dalam bejana.
Gambar 1. Seorang siswa melakukan eksperimen dengan mencelupkan kedua tangan ke wadah yang berbeda. (Sumber: Dokumentasi SMPN Ar-Roudhoh)
Selanjutnya siswa diminta mengukur suhu air dengan thermometer dan mencatat hasilnya di tabel lain yang sudah disediakan. Dari hasil kedua jenis pengukuran tersebut siswa diminta berdiskusi kelompok un- tuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS. Hasil diskusi kemudian dibacakan di depan kelas. Gambar 2 menunjukkan suasanan pembacaan hasil eksperimen.
Gambar 2. Suasana pembacaan hasil eksperimen. (Sumber: Dokumentasi SMPN Ar-Roudhoh)
Setelah eksperimen guru model memberikan kuis pada secarik kertas dan siswa diminta menuliskan jawaban di kertas tersebut. REFLEKSI DAN PEMBAHASAN Saat diminta menyampaikan apa yang ada di pikirannya, guru model menyampaikan bahwa pembela- jaran IPA di SMP Ar-Roudhoh memiliki hambatan dalam hal jumlah jam yang mestinya 5 jam dipangkas PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 148 menjadi 3 jam. Selain itu guru model menyatakan bahwa dirinya bukan lulusan jurusan pendidikan tetapi ilmu murni dan termasuk guru baru karena usia SMP Ar-Roudhoh-pun masih 2 tahun.
Saat refleksi para observer termasuk dosen pendamping menyampaikan fakta dan saran sebagai berikut.
- Distribusi air ke siswa terlalu lama sehingga bisa mengakibatkan perubahan suhu. Selain itu siswa yang sudah menerima lengkap konsentrasi belajarnya menjadi turun karena tidak segera melakukan pengukuran suhu. Sebaiknya air sudah disiapkan sedari awal sehingga distribusi air tidak terlalu lama dan bagi kelompok yang sudah lengkap menerima air maka kelompok tersebut segera langsung melakukan eksperimen tanpa perlu menunggu semua kelompok menerima air.
- Pengukuran suhu dengan thermometer sebaiknya dilaksanakan sebelum atau bersamaan dengan tangan yang dimasukkan kedalam bejana. Hal ini untuk menghindari terjadinya perbedaan suhu pengukuran melalui indera dengan termometer.
- Lama waktu pencelupan tangan ke air sebaiknya dipersingkat menjadi 5-10 sekon. Jika terlalu lama dikhawatirkan terjadi perubahan suhu sehingga untuk siswa giliran berikutnya suhu air tidak berubah terlalu banyak.
- Beberapa kelompok mencatat hasil yang salah dimana rasa suhu tangan kanan dan kiri ternyata berbeda dengan yang diharapkan. Tercatat ada yang menulis saat tangan kiri hangat dan tangan kanan dingin ternyata saat dicelupkan ke air bersuhu kamar menulis rasa suhunya biasa untuk kedua tangan. Kenapa siswa menjawab suhunya biasa (artinya tidak terasa hangat atau dingin) kemungkinan karena waktu untuk mencelupkan tangan ke air terlalu lama sehingga suhu tangan yang semula hangat dan dingin berubah menjadi suhu kamar.
- Ada juga yang menulis rasa suhunya di bejana C sama dengan rasa suhu di bejana A dan B, padahal mestinya berlawanan. Kemungkinan besar siswa salah mengingat rasa suhu karena siswa baru mencatat rasa suhu setelah kedua tangan dimasukkan ke bejana C apalagi lama waktu mencelupkan tangan terlalu lama. Untuk itu diusulkan agar siswa diminta segera mencatat suhu sejak tangan dimasukkan ke bejana A dan B.
- Dari hasil pengamatan ternyata hanya ada tiga kelompok yaitu kelompok 6, 7, dan 8 saja yang pencatatan datanya benar.
- Adanya beberapa siswa yang membaca suhu di termometer sedemikian hingga terjadi kesalahan paralaks. Untuk itu diusulkan agar cara pembacaan skala termometer yang benar, termasuk adanya kesalahan paralaks, disampaikan terlebih dahulu. - Table pencatatan data suhu dengan tangan dan termometer diusulkan diubah agar siswa bisa melihat langsung perbandingan kontradiksi antara rasa suhu dengan termometer. Semula tabel data berbentuk demikian.
Kegiatan Hasil Memasukkan tangan kanan kedalam bejana berisi air hangat (A) Memasukkan tangan kanan kedalam bejana berisi air es (B) Memasukkan tangan kanan kedalam bejana berisi air sumur (C) secara bersamaan
Tabel ini memiliki kelemahan hanya menyimpan rasa suhu dan pada baris ketiga kurang terstruktur karena dua item (rasa suhu tangan kanan dan kiri) harus ditulis dalam satu sel sehingga terjadi variasi jawaban siswa. Adapun hasil pengukuran suhu dengan termometer disimpan dalam tabel terpisah berikut ini. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 149
Alat Ukur Suhu ( o C) Air Hangat Air Dingin/Es Air Sumur Termometer 1 Termometer 2
Akibat terpisahnya tabel data antara pengukuran dengan indera dengan termometer maka siswa tidak bisa langsung melihat secara visual kontradiksi antara pengukuran dengan tangan dengan termometer.
Usulan perbaikan tabel data pengukuran suhu adalah sebagai berikut beserta contoh isian datanya.
Bejana A Bejana B Bejana C Tangan kanan Rasa Hangat - Dingin Termometer ( o C) 40 0 - 30 0 Tangan kiri Rasa - Dingin Hangat Termometer ( o C) - 15 0 30 0
Dengan tabel seperti ini maka di kolom Bejana C siswa dapat melihat langsung kontradiksi hasil pen- gukuran antara indera tangan dan suhu termometer. Dari struktur tabel tersebut maka siswa akan tertantang untuk menjawab dan menyimpulkan kenapa tangan kanan yang semula terasa hangat kemudian terasa din- gin, sementara tangan kiri yang semula dingin berubah menjadi hangat saat di bejana C. Diharapkan siswa menyimpulkan dan memahami bahwa indera manusia kurang dipercaya untuk mengukur suhu ketika di- bandingkan dengan termometer.
Rata-rata observer mencatat bahwa siswa mulai belajar saat eksperimen dimulai dan kehilangan kon- sentrasi saat pembacaan hasil eksperimen seperti nampak dalam Gambar 2. Agar siswa masih berkonsen- trasi saat pembacaan hasil eksperimen atau diskusi maka salah satu cara adalah dengan memberikan iklim kompetisi saat pembacaan dengan memberi hadiah atau poin nilai bagi kelompok yang bisa memberi jawa- ban yang benar bagi kelompok yang salah. KESIMPULAN Ketika pembelajaran berbasis eksperimen kontradiktif diimplementasikan dalam pembelajaran maka diperlukan kecermatan didalam merancang pelaksanaan dan struktur tabel data agar tujuan dari pembela- jaran dapat tercapai. Dari open class ini pelajaran berharga yang dapat dipetik adalah untuk eksperimen dimana karakteristik benda yang diteliti tergantung waktu, dalam hal ini ada peristiwa pendinginan dan penghangatan, maka kecepatan pendistribusian bahan harus diperhatikan. Untuk pembelajaran yang men- gandalkan peristiwa kontradiktif maka tabel data diusahakan disusun berdampingan sedemikian rupa se- hingga siswa dapat segera langsung melihat data yang bersifat kontradiktif. Agar konsentrasi siswa tetap terjaga saat penyampaian hasil eksperimen maka salah satu cara adalah menciptakan iklim kompetisi. DAFTAR RUJUKAN --. (2011) Notulen refleksi lesson study SMP Ar-Roudhoh Beji Pandaan. Tim MGMP SMP IPA Beji Pasuruan. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 150 PENINGKATAN HASIL BELAJAR TERMOKIMIA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL LEARNING CYCLE 5E KELAS XI IPA SMA NEGERI 2 MALANG Laksmi Purnajanti Guru Kimia SMA Negeri 2 Malang Goodmom01@yahoo.co.id
Abstrak : Makalah ini membahas hasil penelitian tindakan kelas mata pelajaran kimia pada topik termokimia kelas XI dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa jika dibanding hasil belajar pada tahun sebelumnya. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus dan masing-masing siklus menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E (LC5E). Perbedaan masing-masing siklus tertelak pada ketersediaan bahan baca siswa, pada siklus satu siswa hanya menggunakan buku teks yang tersediasebagai bahan baca pada fase explore dan fase explain, Pada siklus edua selain buku teks, ditambah dokumen peta konsep (PK) yang dibuat siswa dirumah dan pada siklus tiga, buku teks ditambah dokumen PK yang telah direvisi dengan acuan PK dari guru kelas. Hasil penelitian menunjukkan model LC 5E mampu meningkatkan persentase hasil belajar siswa berdasar nilai ketuntasan dengan KKM 75 dari 13% menjadi 37,14%. Selain itu keberadaan dokumen PK siswa mampu meningkatkan persentase ketuntasan dari 11,4% pada sikuls satu menjadi 42,8% pada siklus dua dan menjadi 62,8% pada siklus tiga. Kata kunci : termokimia, learning cycle, peta konsep, kriteris ketuntasan minimal(KKM) PENDAHULUAN Ilmu kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mencakup materi amat luas yang meliputi fakta, konsep, aturan, hukum, prinsip, teori dan soal-soal (Kean and MidelCamp, 1985). Cakupan materi ilmu kimia tersebut sebagian besar adalah konsep-konsep yang bersifat abstrak dan sangat komplek. Selain itu di dalam ilmu kimia juga dilibatkan hitungan-hitungan matematis. Kombinasi dari sifat-sifat ilmu kimia yang abstrak dan perhitungan matematis menjadikan ilmu kimia sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Willam, Turner, Debreuil, Fast dan Berestiansky (dalam Maysara, 2006) yang menyatakan bahwa kombinasi antara fakta-fakta, perhitungan matematis dan teori menjadikan ilmu kimia sebagai salah satu pelajaran tersulit dan memerlukan kemampuan intelektual tinggi untuk memahaminya. Menurut Beistel (1975), Wiseman (1981), dan Herron (1978) kemampuan intelektual yang tinggi hanya dimiliki oleh individu yang telah mencapai tingkat berfikir formal ditinjau dari teori perkembangan intelek Piaget. Permasalahannya adalah tidak semua siswa yang mempelajari konsep-konsep dasar ilmu kimia mencapai tingkat berfikir formal sehingga hal ini dapat diduga sebagai penyebab sulitnya konsep-konsep dasar kimia dipahami siswa. Hal ini dipertegas oleh pengalaman hasil evaluasi ulangan harian siswa pada materi termokimia kelas XI IPA tahun ajaran 2010/2011, dimana proses pem-belajaran dilakukan dengan perpaduan model ceramah, diskusi kelas dengan bantuan media visual, menghasilkan nilai PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 151 rata-rata hasil evaluasi ulangan harian sebesar 56,5. Ditinjau dari nilai ketuntasan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75, dari jumlah keseluruhan 124 siswa, 108 siswa (87 %) dinyatakan tidak tuntas. Berdasarkan data hasil penyebaran 100 lembar angket yang telah dilakukan peneliti di SMA Negeri 2 Malang pada bulan September 2010, tentang pendapat siswa mengenai kesulitan pada pemahaman konsep- konsep ilmu kimia, didapatkan data bahwa 65% siswa mengatakan paling sulit pemahaman terhadap konsep termokimia karena pemahaman konsep pada termokimia tersebut mem-bingungkan, istilah pada konsep-konsepnya sering keliru dan mereka menyatakan bahwa hasil ulangan termokimia merupakan yang terjelek diantara nilai-nilai ulangan kimia pada materi pokok yang lain. Berdasarkan masalah yang telah di-kemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah bagaimanakah meningkatkan hasil belajar termokimia pada pembelajaran kimia melalui model LC5E di kelas XI IPA A-2 SMA Negeri 2 Malang tahun pelajaran 2011/2012? Cara memecahkan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini yaitu menerapkan pembelajaran model LC5E dan tidak menutup kemungkinan dilanjutkan model LC 5E berbantuan dokumen peta konsep (PK) yang dibuat siswa dirumah. Dengan metoda ini diharapkan hasil evaluasi harian siswa dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran materi termokimia pada pembelajaran kimia akan meningkat. Tujuan PTK ini adalah meningkatkan hasil belajar termokimia pada pembelajaran kimia melalui model LC 5E di kelas XI IPA A-2 SMA Negeri 2 Malang tahun pelajaran 2011/2012.
1. Kajian Teori LC 5E (Engage, Explore, Explain, Elabo-rate, dan Evaluate) merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan prinsip-prinsip konstruktivistik dan teori per-kembangan Intelek Piaget (Abraham, 1997). Model ini dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman materi pelajaran dengan lebih baik melalui strategi berfikir metakognitif (Krueger & Sutton, 2001 dalam Martin, Sexton, Franklin, Gerlovich, 2005). Selain itu, LC juga memberi kesempatan ke-pada siswa untuk menunjukkan pengetahuan awalnya (khususnya kesalahan-kesalahan konsep yang dimiliki) dan kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka. Menurut Lawson, proses ini akan menghasilkan cognitive disequilibrium dan juga dimung-kinkan untuk dapat mengembangkan pena-laran tingkat tinggi (higher level of reasoning) (Trowbridge and Bybee, 1996). Oleh karena itu dapat diprediksikan bahwa penerapan LC dapat membantu meningkatkan prestasi belajar siswa. Kelemahan LC sebagaimana dinyatakan Soebagio (2000) adalah LC memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran, ketidaksiapan guru menjadikan efektifitas pembelajaran rendah, memerlukan pengelolaan kelas yang lebih berencana. LC menjadikan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran sehingga kesiapan siswa diperlukan untuk memperbaiki kelemahan tersebut. Ausubel mengemukakan bahwa bila pengetahuan yang baru terkait dengan konsep-konsep yang relevan sudah ada dalam struktur kognitif, maka terjadilah belajar bermakna (dalam Dahar,1988). Untuk terjadinya belajar bermakna diperlukan suatu strategi atau model pembelajaran yang tepat. Hamalik (2001) mengemukakan strategi belajar me-ngajar dapat berdaya guna secara lebih efektif apabila dibarengi dengan penggunaan media pembelajaran. Briggs dan Gagne, 1970 (dalam Sadiman, 2002) menyatakan bahwa media merupakan alat yang dapat merangsang siswa untuk belajar dan salah satu contoh media pembelajaran adalah PK. Dengan demikian PK yang dibuat siswa di rumah dapat difungsikan sebagai alat yang dapat membantu siswa menyusun pengetahuan (Dabbagh, 2001) pada fase exploration dan fase explaination model LC 5E, sehingga dapat diduga fase-fase pembelajaran model LC berbantuan PK akan lebih efektif ditinjau dari fungsi hasil belajar dan waktu.
1.1 Kerangka Pemecahan Masalah Kerangka pemecahan masalah dan gambaran pola pemecahannya melalui tahapan sebagai berikut:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 152
Gambar 1 diagram kerangka pemecahan masalah
Variabel yang Diselidiki Variabel-variabel dalam penelitian ini akan dijadikan titik-titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. variabel tersebut berupa (1) variabel input, (2) variabel proses, dan (3) variabel output. Variabel input berkaitan dengan kondisi siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, dan prosedur eva- luasi. Variabel proses mencakup interaksi belajar mengajar, keterampilan siswa ber-tanya, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, dan implementasi metoda mengajar di kelas sedangkan variabel output meliputi hasil belajar siswa.
2. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam setting kelas, yaitu pada kelompok siswa kelas XI IPA A-2 tahun ajaran 2011/2012 SMA Negeri 2 Malang dengan lama tindakan sembilan kali tatap muka. Jumlah siswa dalam penelitian ini sebanyak 35 orang. Pelaksanaan dilakukan 9 kali tatap muka yang akan dibagi menjadi 3 siklus yaitu siklus satu sebanyak 4 kali tatap muka, siklus dua 3 kali tatap muka, dan siklus tiga 2 kali tatap muka. Masing-masing tatap muka berlangsung selama 90 menit. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2011/2012 yaitu pada bulan Agustus sampai bulan September 2011 dengan me-ngacu pada kalender akademik sekolah.
2.1 Siklus PTK 3.1.1 Siklus Satu Meliputi perencanaan, pelaksanaan tin-dakan, pengamatan, analisis dan refleksi. Perencanaan mencakup; 1) analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang a-kan disampaikan kepada siswa, 2) membuat rencana pelaksana pembelajaran (RPP), 3) membuat lembar kerja siswa, membuat instrumen pengukuran, menyusun alat eva-luasi pembelajaran. Pelaksanaan tindakan di-awali dengan pelaksanaan pre test dan pembelajaran dengan penerapan model LC 5E sekaligus dilaksanakan pengamatan oleh guru. Pengamatan mencakup perekaman data mengenai proses dan produk dari implemen-tasi pembelajaran model LC khususnya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan diakhiri oleh post test. Selanjutnya hasil siklus pertama dianalisa dengan melihat hasil belajar siswa dengan membandingkan data lama dengan data yang diperoleh ditinjau dari rata-rata kelas dan persentase ketuntasan. Apabila hasilnya kurang dari yang diharapkan maka dilanjutkan siklus dua. 3.1.2 Siklus Dua Meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis dan refleksi. Perencanaan mencakup perbaikan RPP berdasarkan hasil refleksi siklus satu, pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan penerapan model LC dan jika hasil refleksi pertama kurang memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan pelaksanaan tindakan menggunakan pembelajaran model LC 5E berbantuan dokumen PK. Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran dan diakhiri dengan post test. Selanjutnya hasil PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 153 siklus dua dianalisa dengan melihat hasil belajar siswa dengan membandingkan siklus satu dengan data yang diperoleh siklus dua ditinjau dari rata-rata kelas dan persentase ketuntasan dan keaktifan siswa.
3.1.3 Siklus Tiga Siklus tiga akan dilaksanakan jika ber-dasar hasil refleksi dua belum memberikan hasil sebagaimana yang peneliti inginkan. Kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, analisis dan refleksi. Perencanaan mencakup perbaikan RPP berdasarkan hasil refleksi siklus dua, pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran model LC 5E ber-bantuan dokumen PK yang telah direvisi sesuai PK yang dibuat oleh peneliti. Melakukan pengamatan selama proses pembelajaran dan diakhiri dengan post test. Selanjutnya hasil siklus tiga dianalisa dengan melihat hasil belajar siswa dengan membandingkan siklus satu, dua dengan data yang diperoleh siklus dari siklus tiga ditinjau dari rata-rata kelas dan persentase ketuntasan dan keaktifan siswa.
3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam pene-litian ini adalah (1) test, (2) observasi. Test dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa. Test mencakup pre test, dan post test tiap siklus. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar yang akhirnya menuju data keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Alat pengumpulan data dalam PTK ini meliputi dokumen test, dan observasi. Dokumen test yang dimaksud adalah ins-trumen soal yang telah disiapkan, divalidasi butir soal dan digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa serta lembar observasi keaktifan siswa.
3.3 Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan siswa dan guru. Indikator yang berkaitan dengan siswa adalah persentase siswa yang aktif selama proses belajar mengajar, hasil ulangan harian sedangkan indikator kinerja yang berkaitan dengan guru adalah ketersediaan perangkat terkini atau perangkat yang telah diperbaiki jika ada kekurangan, kegiatan refleksi dan perbaikan-perbaikan selama proses berlang-sung.
3.4 Analisa Data Data yang telah diperoleh dalam setiap siklus dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang menyangkut hasil belajar (persentase ketuntasan), partisipasi atau keaktifan siswa, implementasi model pembe-lajaran dengan klasifikasi berhasil, kurang berhasil, dan tidak berhasil.
3.5 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan pengamatan serta refleksi untuk setiap siklus. Pada siklus satu, perencanaan meliputi analisis dokumen kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan ke siswa, menelaah dokumen (RPP) sekaligus membuat rencana pembelajaran model LC 5E, mem-persiapkan lembar kerja siswa, menyusun perangkat evaluasi pre dan post test, serta mempersiapkan instrumen untuk pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung. Pada tahap pelaksanaan, diawali dengan fase pembuka oleh guru dan sekaligus men-yampaikan tujuan pembelajaran materi termokimia, dilanjutkan dengan membagi siswa dalam delapan kelompok kerja praktikum. Guru melakukan pre test untuk tujuan penjajakan awal kondisi siswa selama 45 menit. Selanjutnya guru melaksanakan proses belajar mengajar dengan model LC 5E sekaligus melakukan pengamatan terhadap para siswa khususnya keaktifan siswa dalam merespon model pembelajaran LC. Disetiap akhir tatap muka guru mengolah data hasil observasi sekaligus memetakan permasalahan yang terjadi dan di akhir siklus guru melakukan evaluasi terhadap siswa. Hasil evaluasi beserta dokumen pengamatan digunakan bahan refleksi siklus satu. Pada siklus dua, diawali dengan kegiatan perencanaan yang terkait dengan perbaikan perangkat dan teknik belajar mengajar berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terjadi berdasar hasil refleksi siklus satu. Melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan dokumen persiapan terkini dan sekaligus PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 154 melaksanakan kegiatan observasi terhadap keaktifan siswa. Melaksanakan evaluasi pada akhir siklus dan hasilnya digunakan sebagai bahan refleksi siklus dua. Pada siklus tiga, perencanaan diawali dengan perbaikan perangkat, perbaikan kualitas mengajar dengan model LC 5E disertai merencanakan langkah-langkah atau membuat skenerio-skenario yang harus dilakukan jika hasil pengamatan menunjukkan gejala penurunan kualitas proses belajar mengajar. Melaksanakan proses pembelajaran dengan model LC 5E sekaligus guru mela-kukan pengamatan, analisa terhadap hasil yang diperoleh setiap kali tatap muka sekaligus mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Kegiatan siklus tiga diakhiri dengan evaluasi dan melakukan analisa sekaligus membuat kesimpulan terhadap proses dan hasil dari ketiga siklus pada pembelajaran termokimia.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Siklus satu. Siklus satu diawali dengan penjajakan kemampuan siswa awal melalui pre test. Pre-test dilaksanakan selama 45 menit dengan 15 soal pilihan. Hasil menunjukkan, siswa belum mempunyai pemahaman tentang materi sebab dari 35 siswa, nilai tertinggi 47 dan terendah 13 dengan nilai rata-rata 29,34 dan standar deviasi 9,5. Siklus satu dilaksanakan 4 kali tatap muka (4x 90 menit) termasuk pre dan post test. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan model LC 5E untuk teori dan praktikum. Hasil perekaman kegiatan menun-jukkan 60 % siswa aktif dalam proses kegiatan, 31 % kurang aktif, dan 9 % tidak aktif sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Oren and Tescan (2009) yang mana model pem-belajaran LC dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
Gambar 2. Persentase keaktifan siswa siklus satu
Hasil post test pada siklus ini me-nunjukkan nilai rata-rata kelas 55,74 dengan nilai minimal 33, nilai maksimal 75 dengan standar deviasi 10,0. Pada siklus ini ada empat siswa (11,4%) yang memperoleh nilai sama atau di atas nilai KKM (kriteria ketuntasan minimal) sebesar 75. Secara keseluruhan hasil ujian siklus satu belum seperti yang dinginkan dalam penelitian ini. Hasil pengamatan melalui interview menduga, penyebab rendahnya persentase ketuntasan karena persiapan mereka kurang dan bahkan ditemukan ada sembilan siswa tidak belajar walaupun mereka mengetahui akan ada test sebelum kelas berakhir. Refleksi siklus satu memutuskan siswa harus membuat rangkuman materi melalui peta konsep yang akan digunakan sebagai dokumen pendukung buku teks yang akan digunakan pada fase explore dan fase explain.
3.2 Siklus Dua Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru sama dengan siklus satu tetapi siswa harus mampu menunjukkan hasil peta konsep yang mereka buat dirumah sebelum proses pembelajaran dimulai. Peta konsep yang siswa buat dinilai sebagai tugas sehingga pada waktu dimulai siklus dua, dokumen peta konsep telah tersedia di masing-masing siswa. siklus dua berjalan selama tiga tatap muka termasuk post test siklus dua. Siklus dua berjalan lebih terstruktur sesuai rencana pengajaran khususnya berkaitan dengan waktu tiap fase. Keaktifan siswa terasa lebih tinggi dan dari hasil perekaman, data menunjukkan siswa yang aktif naik dari 60% menjadi 77% dan tidak ditemukan siswa yang tidak aktif.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 155
Gambar 3. Persentase keaktifan siswa siklus dua.
Hasil evaluasi siklus dua juga menun-jukkan kenaikan yang cukup signifikan dimana terjadi kenaikan nilai rata-rata kelas dari 55.74 menjadi 73,71 dengan stardar deviasi 8,57. Jumlah siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 15 siswa (42,8%) dan jika dibanding siklus satu menghasilkan perbedaan yang nyata. Karena perilaku model pembelajaran pada siklus dua sama dengan siklus satu maka menaikan prestasi ini dapat dipastikan karena siswa mempersiapkan diri sebelum pembelajaran dimulai dan PK yang mereka buat dirumah sangat membantu siswa dalam membangun pemahaman konsep yang sedang mereka pelajari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dabbagh (2001) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa PK yang dibuat siswa dapat difungsikan sebagai alat yang dapat membantu siswa menyusun pengetahuan. Refleksi siklus dua memutuskan guru tetap menggunakan model pembelajaran LC 5E namun guru memberikan PK materi ter-mokimia dan siswa dapat mencocokan hasil dan mengkoreksi PK yang mereka buat dengan PK guru. PK yang telah dikoreksi tetap digunakan sebagai dokumen siswa pada siklus tiga.
3.3 Siklus Tiga Siklus tiga dilaksanakan dua kali tatap muka termasuk eveluasi selama 45 menit. Model pembelajaran tetap menggunakan LC 5E. Perbedaan antara siklus tiga dan siklus dua hanya pada dokumen PK siswa. Hasil perekaman data menunjukkan keaktifan siswa selama siklus tiga lebih tinggi tetapi tidak terlalu signifikan. Kalau pada siklus dua persentase siswa aktif sebesar 77%, pada siklus tiga siswa aktif sebesar 80%, kurang aktif 17% dan tidak aktif 3% seperti diperlihatkan dalam Gambar 4. Hasil evaluasi post test menujukkan kenaikan nilai rata-rata kelas dari 73,71 menjadi 79,6 dengan standar deviasi 10, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 22 orang (62,8%)
Gambar 4 Keaktifan siswa siklus tiga
Hasil keseluruhan dari evaluasi post test diperlihatkan dalam tabel-1
Tabel 1 Nilai post test 3 siklus No. Absen Siswa L/P POST TEST Nilai rerata SKL- 1 SKL- 2 SKL- 3 1 L 75 87 93 84 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 156 2 L 60 80 87 76 3 P 73 73 80 75 4 L 47 60 67 58 5 L 75 80 87 80 6 P 53 80 80 71 7 P 47 73 80 67 8 P 75 87 80 78 9 L 53 60 73 62 10 P 53 73 67 64 11 P 53 80 93 75 12 P 53 73 60 62 13 P 47 60 60 56 14 P 40 80 93 71 15 P 60 80 93 78 16 P 60 80 87 76 17 P 47 67 73 62 18 P 53 87 87 76 19 P 67 73 93 78 20 P 53 73 80 69 21 P 53 67 60 60 22 P 75 80 93 80 23 P 67 60 73 67 24 P 53 73 73 66 25 P 53 60 67 60 26 P 47 67 80 65 27 P 53 60 80 64 28 L 47 80 73 67 29 P 53 73 80 69 30 P 53 73 73 66 31 L 60 67 87 71 32 P 33 80 87 67 33 P 53 67 73 64 34 L 60 80 87 76 35 P 53 87 87 76
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 157 Hasil nilai rata-rata diperoleh dari penjumlahan nilai post test yang dibagi tiga.
Gambar 5 Nilai post test rata-rata tiap siklus Tabel 1 memperlihatkan ada 13 siswa (37,14%) yang memperoleh nilai diatas KKM. Data ini menunjukkan model pembelajaran LC dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan dokumen PK yang dibuat siswa dirumah mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa sebagaimana pernyataan Horton and Conney (1993) Selain itu kelemahan model LC 5E dapat diminimalkan dengan keberadaan dokumen PK siswa hal ini dibuktikan dengan perencanaan waktu tiap fasa oleh guru sesuai dengan kebutuhan waktu di kelas. PENUTUP Kesimpulan Dari keseluruhan hasil dari proses siklus satu sampai siklus tiga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran LC 5E dapat meningkatkan persentase partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan meningkatkan hasil belajar siswa jika disertai persiapan-persiapan, baik ditinjau dari sisi guru dan ditinjau dari sisi siswa. Dari sisi guru instrumen ajar lengkap harus tersedia dan dari sisi siswa tersedia dokumen ringkasan materi yang bermakna seperti peta konsep.
Saran Pembelajaran model LC 5E hendaknya dihindari untuk materi yang sarat dengan matematis tingkat tinggi. Selain PK, dokumen peta pikiran (mind mapping) dapat dipilih agar siswa tidak jenuh. DAFTAR PUSTAKA
Abraham, M.R. 1997. The Learning Cycle Approach to Science Instruction. Research Matters to the Science Teacher, No. 9701. January 2, 1997 (http://www.narst.org/publication/Research/cycle.cmf), diakses 2 Maret 2011 Beistel, D.W. 1975. A Piagetian Approach to General Chemistry. Journal of Chemical Education, 52 (3): 151-152. Dabbagh, N. 2001. Concept Mapping as a Mindtool for Critical Thinking. Journal of Computing in Teacher Education, 17 (2): 16-24. Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dirjen DIKTI. Hamalik, O. 2001. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Herron, J.D. 1978. Piaget in the Classroom. Guidlines for Application. Journal of Chemical Education, 77 (1): 104- 110. Horton, P.B. & Mc Conney, A.A. 1993. An Investigation of the Efektiviness of Concept Maping as an Instructional Tool. Science Education, 77 (1): 95-115. Kean, E. & Midlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 158 Lawson, A. E. 1989. A Theory of Instruction: Using The Learning Cycle To Teach Science Concepts and Thinking Skills. NARST Monograph, Number One. Lorsbach, A.W. 2007. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction. Illinois State University. (http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm), diakses 2 Desember 2007. Maysara. 2006. Keefektifan Model Pembelajaran Learning Cycle Ditinjau dari Prestasi Belajar dan Persepsi Siswa untuk Topik Bahasan Laju Reaksi Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Kendari. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Oren, F.S. & Tezcan, R. 2009. The Effectiveness of The Learning Cycle Approach on Learners Attitude toward Science in Seventh Grade Science Classes of Elementary School. Elementary Education Online, 8 (1): 103- 118. Piaget, J. 1972. Intellectual Evolution from Adolescence to Adulthood. Human Development, (5): 1-12 Sadiman, A.S., Rahardjo, S., Haryono, A. dan Rahardjito. 2002. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soebagio, Soetarno, Wiwik, H. 2001. Penggunaan Daur Belajar Untuk Peningkat an Kualitas Pembelajaran Konsep Sel Elektrolisis pada Siswa Kelas II SMU Negeri 2 Jombang. Media Komunikasi Kimia, 1 (5): 49-57. Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. 1996. Teaching Secondary School Science: Strategies for Developing Scientific Literacy (6 th Ed.). New Jersey: Prentice-Hall. Turkmen, H. & Usta, E. 2007. The Role of Learning Cycle Approach in Overcoming Misconception in Science. Kastamonu Education Journal, 15(2) 491-500. Wiseman, F.L. 1981. The Teaching of College Chemistry, Role of Student Development Level. Journal of Chemical Education, 58 (6): 484-488. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 159 IDENTIFIKASI PRAKONSEPSI MAHASISWA BARU PEN- DIDIKAN KIMIA SEBAGAI LANGKAH AWAL PENENTUAN STRATEGI PEMBELAJARAN YANG TEPAT Habiddin, Jurusan Kimia FMIPA UM Habiddin_wuni@kimia.um.ac.id
Abstrak : Mahasiswa baru pendidikan kimia diharapkan telah menguasai konsep-konsep dasar kimia sebagai prakonsepsi atau pengetahuan awal untuk mempelajari kimia lebih lanjut Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru sangat jarang dilakukan karena dianggap mereka telah menguasai konsep- konsep kimia sekolah menengah. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa baru pendidikan kimia UM angkatan 2011 off B yang mengambil mata kuliah Kimia Umum, menggunakan tes tertulis gabungan soal biasa dan soal mikroskopik. Tes diberikan sebelum perkuliahan sehingga benar-benar menggambarkan kemampuan awal mahasiswa sebagai perolehannya di sekolah menengah. Tes yang diberikan mencakup konsep partikulat materi, tata nama senyawa sederhana, stoikiometri, dan energi bebas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) banyak mahasiswa yang belum memahami konsep partikulat materi (2) kebanyakan mahasiswa kesulitan memberikan nama/ rumus kimia senyawa ionik biner terutama untuk senyawa ionik yang mengandung unsur dapat membentuk lebih dari satu kation, serta penamaan molekul/ ion poliatomik. Sedangkan untuk senyawa kovalen biner umumnya mahasiswa telah memahaminya dengan baik (3) pada topik stoikiometri, konsep yang masih sukar bagi mahasiswa adalah konsep pereaksi pembatas dalam bentuk soal mikroskopik, adapun dalam bentuk soal biasa hanya sebagian saja yang masih kesulitan. Pada topik penyetaraan reaksi, kesulitan terjadi sebagai akibat kurangnya pemahaman dalam tata nama senyawa sederhana (bila soal diberikan tanpa memberikan rumus kimianya) (4) pada konsep energi bebas semua mahasiswa belum memiliki pemahaman yang benar. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dalam pembelajaran kimia umum untuk mahasiswa baru (1) menekankan penguasaan tata nama senyawa sebagai langkah awal perkuliahan (2) menggunakan gambaran mikroskopik untuk menguatkan pemahaman mahasiswa. PENDAHULUAN Mahasiswa baru pendidikan kimia diharapkan telah menguasai konsep-konsep dasar kimia sebagai prakonsepsi atau pengetahuan awal untuk mempelajari kimia lebih lanjut. Semakin baik pemahamannya di sekolah menengah dan semakin kuat retensinya maka semakin baik kemampuannya dalam mempelajari kimia di perguruan tinggi. Barke, dkk (2009:26) menyatakan bahwa satu hal yang harus disadari bahwa konsep-konsep yang barusaja diperoleh siswa tidak dapat bertahan selamanya dan dapat dengan mudah terpengaruh setelah pembelajaran berlalu. Konsepsi yang telah diperoleh mahasiswa disekolah menengah merupakan kemampuan awalnya (prakonsepsi). Soekamto & Winataputra (1997:38) mendefinisikan prakonsepsi sebagai kemampuan yang telah dimiliki mahasiswa sebelum mengikuti pelajaran. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan mahasiswa dalam menerima pelajaran yang akan diberikan. Ausubel dalam Biemans & Simons (1995) menekankan pentingnya prakonsepsi dalam pembelajaran. Lebih lanjut Soekamto & Winataputra (1997:38) menyatakan bahwa kemampuan awal penting untuk diketahui sebelum pembelajaran berlangsung, karena dengan demikian akan diketahui, (a) apakah mahasiswa telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan prasyarat, (b) sejauhmana mahasiswa PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 160 telah memahami materi yang akan dipelajari. Prakonsepsi dapat diukur melalaui tes awal, wawancara atau bentuk lainnya. Fakta menunjukan bahwa seringkali dosen melaksanakan pembelajaran dengan asumsi bahwa mahasiswa telah mempunyai pengetahuan atau keterampilan prasyarat dan belum mengetahui sama sekali pelajaran yang akan disajikan. Untuk mengetahui apakah konsep-konsep prasyarat yang dibutuhkan mahasiswa pendidikan kimia untuk menempuh perkuliahan kimia lebih lanjut telah cukup, perlu adanya identifikasi pendahuluan terhadap konsep-konsep yang telah dipelajarinya di sekolah menengah. Hasil identifikasi tersebut merupakan gambaran prakonsepsi mahasiswa terhadap konsep-konsep dasar kimia. Kean & Middlecamp (1985) menyatakan bahwa konsep-konsep dalam kimia adalah berjenjang dan hierarkis. Sehingga untuk memahami konsep yang lebih kompleks diperlukan pemahaman konsep-konsep yang lebih sederhana. Karakteristik ilmu kimia benar-benar menekankan pentingnya prakonsepsi yang mantap. Oleh karena itu, identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru pada program studi pendidikan kimia sangat penting dilakukan sebelum perkuliahan berlangsung. Dengan demikian gambaran prakonsepsi mahasiswa baru sebagai pengetahuan yang diperoleh disekolah menengah dapat diketahui. Weaver (2009) menyatakan bahwa untuk membuat pembelajaran lebih efektif, sangat penting untuk mengetahui konsepsi awal siswa dan melaksanakan pembelajaran yang dapat mendorong perubahan konsepsi-konsepsi yang tidak tepat. Hal ini sangat membantu untuk menentukan model pembelajaran yang dibutuhkan mahasiswa agar pemahaman mahasiswa lebih baik. Mahasiswa baru pendidikan kimia UM berasal dari berbagai Sekolah Menengah pada hampir semua daerah di Jawa Timur. Dengan demikian akan terjadi beragam prakonsepsi yang berbeda antar mahasiswa sebagai akibat perbedaan proses pembelajaran kimia yang berlangsung disekolahnya masing-masing disamping perbedaan kemampuan individu meskipun semua sekolah mengacu pada standar isi dan standar proses yang sama. Prakonsepsi mahasiswa diperoleh melalui proses pembelajaran di sekolah maupun diperoleh secara individu dari berbagai sumber yang dimilikinya. Barke, dkk (2009:21) mengatakan bahwa konsep-konsep yang dikembangkan sendiri oleh pebelajar tidak selalu cocok dengan konsep-konsep sains yang sebenarnya. Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru sangat jarang dilakukan karena adanya anggapan bahwa mahasiswa baru telah menguasai konsep-konsep kimia sekolah menengah. Kenyataannya masih banyak konsep-konsep kimia sekolah menengah yang belum dikuasai dengan baik oleh mahasiswa baru. Sebagai contoh, tata nama senyawa sederhana belum dipahami dengan baik oleh mahasiswa. Hal ini terlihat pada kesulitan mahasiswa menyelesaikan soal ketika suatu molekul/senyawa dalam soal tersebut hanya disebutkan namanya tanpa menuliskan rumus kimianya. Misalnya pada soal tuliskan persamaan reaksi antara besi(III) oksida dan karbon monoksida menghasilkan besi dan karbon dioksida, banyak mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan soal karena salah dalam menuliskan rumus kimia besi(III) oksida. Namun bila soal diberikan dalam bentuk lain setarakan persamaan reaksi berikut ini, KClO3 + C12H22O11 KCl + CO2 + H2O semua mahasiswa dapat menyelesaikannya dengan benar. Fenomena ini tentu akan menyebabkan kesulitan bagi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan dan dalam menyelesaikan soal-soal kimia lebih lanjut. Konsep-konsep kimia di sekolah menengah merupakan konsep-konsep dasar yang harus dikuasai mahasiswa baru agar dapat menguasai konsep-konsep kimia lebih lanjut. Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru disamping dapat memberikan gambaran tentang kemampuan awal dan konsep-konsep sukar bagi mahasiswa, dapat juga memberikan informasi tentang adanya miskonsepsi yang dimiliki oleh mahasiswa baru. Miskonsepsi dapat bersumber dari prakonsepsi mahasiswa sendiri maupun sekolah (Barke, dkk., 2009). Miskonkepsi yang bersumber dari prakonsepsi merupakan mikonsepsi yang berasal dari interpretasi mahasiswa terhadap gejala-gejala yang terjadi. Misalnya ada mahasiswa yang beranggapan bahwa uap air yang berada pada dinding luar gelas berisi batu es berasal dari air dalam gelas yang meresap melalui pori-pori gelas. Miskonsepsi yang bersumber dari sekolah dapat berasal dari guru maupun buku pelajaran yang digunakan sebagaimana telah ditunjukan beberapa hasil penelitian. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 161 Pengetahuan terhadap prakonsepsi (kemampuan awal mahasiswa baru), konsep-konsep yang dianggap sukar maupun miskonsepsinya dapat menjadi petunjuk untuk memilih strategi pembelajaran yang tepat. Dengan mengetahui konsep-konsep yang telah dan belum dipahami oleh mahasiswa, dosen dapat menentukan prioritas konsep yang akan disajikan dan strategi pembelajarannya. Demikian pula pengetahuan terhadap konsep-konsep yang dianggap sukar maupun miskonsepsi yang terjadi dapat membantu dosen untuk mengatasi masalah tersebut dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitiannya, Taber & Coll (2002) memberikan beberapa rekomendasi diantaranya bahwa dalam pembelajaran ikatan kimia guru dianjurkan untuk fokus pada molekul dan ion-ion daripada atom, hati-hati dalam penggunaan bahasa/istilah, dan lain-lain. Barke, dkk (2009:271) berdasarkan hasil penelitiannya tentang miskonsepsi dalam energi dan temperatur, merekomendasikan untuk memberikan konflik kognitif bahwa penambahan energi selalu menyebabkan peningkatan dalam temperatur. Identifikasi prakonsepsi, konsep sukar, terutama miskonsepsi harus dilakukan dengan alat evaluasi yang baik. Penggunaan tes mikroskopik sangat tepat dalam mengidentifikasi miskonsepsi maupun konsep yang dianggap sukar oleh mahasiswa. Winarni (2006) menggunakan tes mikroskopik untuk mengidentifikasi kesalahan konsep mahasiswa UIN Malang pada materi gaya-gaya antar molekul. Disamping itu, penggunaan alat evaluasi yang tepat dapat mengidentifikasi pemahaman konsep mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa mampu menyelesaikan soal dengan penggunaan operasi matematik namun tidak memahami aspek konseptualnya. Nurrenbern & Pickering dalam Herron (1996) menemukan bahwa siswa dapat menyelesaikan soal tentang hukum gas dan stoikimetrinya dengan baik, tetapi ketika diminta untuk mengidentifikasi diagram yang menggambarkan distribusi molekul gas dalam sebuah wadah atau diminta menggambarkan diagram untuk menunjukan perubahan dalam molekul yang terjadi pada soal-soal stoikiometri, kebanyakan siswa sangat kesulitan. METODE Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa baru Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang, angkatan 2011 off B yang mengambil mata kuliah Kimia Umum sebanyak 35 Mahasiswa. Instrumen yang digunakan adalah berupa tes tertulis. Soal-soal dalam tes tersebut dibuat bervariasi yakni berupa representasi mikroskopik dan bentuk soal biasa. Tes diberikan sebelum perkuliahan Kimia Umum dilaksanakan untuk menjamin bahwa jawaban mahasiswa benar-benar menggambarkan prakonsepsi/ kemampuan awal mahasiswa. Konsep-konsep yang ditunjukan oleh mahasiswa benar-benar hasil perolehannya di sekolah menengah. Tes yang diberikan pada penelitian ini terbatas pada konsep partikulat materi, tata nama senyawa sederhana, stoikiometri dan energi bebas. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa pada Konsep Partikulat Materi Identifikasi prakonsepsi mahasiswa pada konsep partikulat materi diperoleh melalui penggunaan tes mikroskopik seperti yang ditunjukan pada gambar 1 berikut ini. Berdasarkan gambar tersebut, mahasiswa diminta untuk mengidentifikasi apakah termasuk atom, molekul, unsur, atau senyawa. Dalam soal ini mahasiswa telah diberi pentunjuk bahwa satu gambar dimungkinkan merupakan representasi lebih dari satu kategori sebagaimana diberikan di atas. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 162
Gambar 1. Soal untuk mengidentifikasi prakonsepsi mahasiswa baru pada konsep partikulat materi (sumber gambar : Whitten, dkk., 2010)
Pada soal bagian A, semua mahasiswa bisa menjawab dengan benar namun semua menganggap bah- wa gambar A hanyalah merupakan atom. Ini menunjukan bahwa mereka tidak memahami bahwa molekul dapat berupa atom tunggal yang stabil. Pada gambar B, sebagian kecil mahasiswa menganggapnya sebagai unsur. Hal ini sungguh sangat janggal, karena dalam soal biasa mahasiswa dapat menyebutkan pengertian unsur dengan tepat. Sebagian besar bisa menjawab dengan benar, namun hanya satu orang yang dapat me- nentukan bahwa gambar B merupakan molekul dan juga senyawa. Selebihnya ada yang memilih molekul saja dan ada yang memilih senyawa saja. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa belum memahami makna dari definisi molekul dan senyawa dengan benar. Kondisi yang sama terjadi pada soal gambar D dan E. Pada gambar E, hampir semua mahasiswa bisa menjawab dengan benar. Sebagian kecil mahasiswa juga menganggap bahwa gambar tersebut merupakan unsur, atom dan juga senyawa. bagi mahasiswa yang menjawab atom, sedikitnya masih bisa dimaklumi karena gambar tersebut memang terdiri dari atom-atom yang sama. Namun, jika mereka lebih analitis seharusnya dapat menghubungkan pada definisi unsur yang telah mereka ketahui. Bagi yang menjawab senyawa benar-benar menunjukan pemahamannya belum baik, karena definisi senyawa yang mensyaratkan bergabung secara kimia tidak terlihat sama sekali pada gambar tersebut. Gejala ini merupakan masalah serius yang harus diperhatikan karena akan berpengaruh besar pada pengasaan konsep-konsep kimia lebih lanjut. Treagust & Harrison (2002) mengatakan bahwa sangat banyak fenomena biologis, kimiawi dan fisika yang hanya dapat dijelaskan melalui pemahaman terhadap perubahaan penataan dan pergerakan atom dan molekul. Konsep partikulat materi adalah sangat fundamental dalam hampir setiap topik kimia. hal ini termasuk teori partikel (teori kinetik molekuler) yang merupakan dasar penjelasan struktur atom, ikatan kimia, sebagain besar kimia larutan dan reaksi-reaksi kimia, kesetimbangan dan energetika kimia. Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa tentang Tata Nama Senyawa Sederhana Sebagian besar mahasiswa belum memahami dengan baik sistem tata nama senyawa biner terutama senyawa ionik biner. Adapun senyawa kovalen biner hanya sebagian kecil saja yang belum paham. Gambaran prakonsepsi mahasiswa tentang tata nama senyawa sederhana dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel. 1. Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa Baru Pada Materi Tata Nama Senyawa Sederhana No. Materi Contoh Soal Jawaban Mahasiswa % Pemilih 1. Senyawa ionik biner tipe I Al(OH) 3 Alumunium (III) hidroksida 47,91 MgO Magnesium (II) oksida 42,34 Magnesium fosfida MgF 3 25,12 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Tabel di atas menunjukan bahwa prakonsepsi mahasiswa baru dalam sistem tata nama senyawa se- derhana masih rendah. Kesalahan yang terjadi bukan hanya dalam pemberian nama atau rumus kimia suatu senyawa, tetapi juga cara penulisan seperti yang terlihat pada jawaban Tembaga (II) klorida. Mahasiswa selalu menuliskan angka romawi yang menunjukan muatan kation secara terpisah dengan kationnya. Jawaban-jawaban yang diberikan mahasiswa menunjukan mereka belum bisa membedakan antara senyawa ionik biner tipe I (senyawa ionik yang mengandung logam hanya dapat membentuk satu kation) dan senyawa ionik biner tipe II (senyawa ionik yang mengandung logam dapat membentuk lebih dari satu kation). Gejala ini terlhat pada penamaan alumunium(III) hidroksida untuk Al(OH) 3 dan tembaga klorida untuk CuCl serta besi(II) oksida atau besi oksida saja untuk Fe 2 O 3 . Sistem Stock, untuk senyawa ionik biner tipe II, masih merupakan aspek dimana prakonsepsi maha- siswa baru juga sangat rendah. Hal ini terlihat dari beragamnya jawaban mahasiswa dalam menuliskan ru- mus timbal(II) kromat. Secara keseluruhan 60,27% mahasiswa menjawab salah. Bahkan untuk KH 2 PO 4 , 69,04% mahasiswa menjawab salah. Tata nama ion poliatomik merupakan aspek dimana prakonsepsi mahasiswa paling rendah dibandingkan senyawa ionik biner tipe I dan tipe II. Kesulitan ini dimungkan ter- jadi karena beberafa faktor, diantaranya kurangnya pengetahuan mahasiswa terhadap nama beberapa ion poliatomik yang umum digunakan. Fakta ini ditunjukan dengan banyaknya mahasiswa yang kesulitan me- netukan rumus ion kromat. Rendahnya prakonsepsi mahasiswa baru dalam sistem tata nama senyawa sederhana akan memberi- kan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuannya dalam mengikuti perkuliahan kimia lebih lanjut. Sebagai contoh, dalam menyelesaikan persamaan kimia dimana rumus kimia senyawa tidak dituliskan (hanya dituliskan namanya), banyak mahasiswa yang kesulitan. Temuan ini memperkuat hasil penelitian Winarsi, dkk (2010) bahwa pada materi tata nama senyawa sederhana, sistem stock dan anion poliatomik merupakan konsep yang sukar dipahami oleh siswa. Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa tentang Stoikiometri Identifikasi prakonsepsi mahasiswa baru pada topik stoikiometri difokuskan pada penyetaraan reaksi dan pereaksi pembatas. Hampir semua mahasiswa memiliki pakonsepsi yang baik pada soal-soal stoiki- ometri untuk jenis soal algoritmik. Namun, ketika soal diberikan dalam bentuk konseptual, seperti ditunju- kan pada gambar 2 berikut ini, sebagian mahasiswa masih kesulitan. Gambar 2. Soal mikroskopik stoikiometri, mahasiswa diminta a. menuliskan persamaan reaksinya, b.Menentukan pereaksi pembatas (sumber gambar : Brown, dkk. 2011) PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 164 (i) (ii) Bentuk soal seperti gambar 2 di atas menyebabkan banyak mahasiswa yang tidak dapat menyelesai- kannya dengan benar. Meskipun dalam bentuk biasa, semua mahasiswa dapat menyelesaikannya dengan benar. Fenomena di atas menggambarkan bahwa kebanyakan mahasiswa mampu menyelesaikan soal algo- ritmik tanpa memahmi arti konseptualnya dengan baik. Beberapa hasil penelitian menguatkan bahwa pe- mahaman konseptual tertinggal dari pemahaman algoritmik pada kebanyakan siswa maupun mahasiswa. Gambaran Prakonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Energi Bebas Prakonsepsi mahasiswa dalam konsep energi bebas merupakan aspek yang paling rendah karena se- mua mahasiswa tidak dapat menyelesaikan soal mikroskopik yang diberikan. Pada konsep ini soal hanya diberikan dalam bentuk mikroskopik, tidak diberikan dalam bentuk soal algoritmik. Gambar 3. Representasi peningkatan entropi suatu sistem yang berlangsung nonspontan (sumber gambar : McMurry, dkk., 2011)
Pada bentuk soal di atas, mahasiswa diminta untuk menuliskan tanda H, S dan G. Hasil ini menunjukan bahwa mahasiswa tidak memiliki prakonsepsi yang baik dalam konsep energi bebas, khusus- nya dalam aspek konseptual. Kesulitan mahasiswa dalam aspek ini menegaskan bahwa konsep dianggap sukar bagi kebanyakan pebelajar. Berdasarkan hasil-hasil penelitiannya, Goedhart & Kaper (2002) men- yatakan bahwa terdapat banyak miskonsepsi siswa dan konsep sukar dalam termodinamika kimia. Misal- nya, siswa menganggap bahwa reaksi-rekasi endotermik tidak dapat berlangsung spontan, tidak dapat membedakan sistem dan lingkungan, tidak dapat menghubungkan panas dan kerja selama reaksi kimia se- bagaimana dinyatakan dalam hukum pertama termodinamika. Garbriela, dkk dalam Goedhart & Kaper (2002) menyimpulkan berdasarkan hasil penelitiannya, pemahaman siswa tentang konsep spontan terkait energi bebas dipengaruhi oleh pemahamannya tentang konsep spontan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil-hasil penelitian Goedhart & Kaper (2002) diperguruan tinggi menunjukan bahwa banyak maha- siswa yang kesulitan dan mengalami miskonsepsi dalam aspek ini. Diantaranya makna sebagai peruba- han dalam H dan S tidak dipahami oleh mahasiswa. Lebih lanjut Carson & Watson dalam Goedhart & Kaper (2002) menyimpulkan dari hasil penelitiannya pada mahasiswa peserta kuliah termodinamika kimia, bahwa tidak ada perubahan signifikan terhadap pemahaman mahasiswa sebelum dan sesudah mengikuti perkuliahan. Setelah perkuliahan mahasiswa belum juga dapat membedakan antara entalpi dan energi atau panas. Barke, dkk (2009) juga melaporkan bahwa ditemukan banyak miskonsepsi dalam konsep energi. Fakta-fakta tersebut menunjukan bahwa konsep energi merupakan konsep yang dianggap sukar. Strategi Pembelajaran yang Disarankan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 165 Mengacu pada respon mahasiswa baru terhadap soal-soal yang diberikan, sajian mata kuliah Kimia Umum maupun matakuliah-matakuliah lebih lanjut harus memperhatikan beberapa aspek berikut ini. Penguasaan tata nama senyawa sederhana merupakan aspek yang harus pertama kali dikuasai oleh mahasiswa karena memberikan pengaruh yang signifikan pada kemampuan mengikuti perkuliahan lebih lanjut. Agar mahasiswa dapat menguasai topik ini, pembelajaran pada topik ini dapat dilaksanakan dengan strategi deduktif. Aturan-aturan tata nama senyawa sederhana diberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti pemberian contoh/ latihan soal. Agar mahasiswa memiliki pemahaman yang baik dalam konsep partikulat materi, maka sajian materi harus selalu disertakan gambaran mikroskopik. Konsep materi yang dikaji dalam ilmu kimia adalah sangat abstrak sehingga tanpa penggambaran mikroskopik, mahasiswa akan memilik representasi yang berbeda sesuai dengan konsepsinya masing-masing. Demikian pula halnya dalam topik stoikiometri, proporsi soal konseptual perlu diperbanyak daripada soal-soal algoritmik. Adapun pada topik energi, mengingat prakonsepsi mahasiswa sangat lemah diperlukan perpaduan beberapa strategi pembelajaran inovatif agar pemahaman mahasiswa menjadi lebih baik. KESIMPULAN DAN SARAN Mengacu pada hasil-hasil yang diperoleh, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, prakonsepsi mahasiswa baru program studi pendidikan kimia angkatan 2011 off B pada konsep partikulat materi cukup rendah; pada sistem tata nama senyawa sederhana adalah rendah; pada topik stoikiometri cukup baik; dan pada konsep energi bebas sangat rendah. Pembelajaran kimia di awal perkuliahan bagi mahasiswa baru diharapkan disertakan dengan penguatan aspek mikroskopik. DAFTAR PUSTAKA Barke, H.D., Al Hazari, Yitbarek, S. 2009. Misconception in Chemistry, Addressing Perceptions in Chemical Educa- tion. Berlin : Springer-Verlag Berlin Heidelberg Biemans, H.J.A. & Simons, P.R.J. 1995. How to Use Preconceptions, The Contact Strategy to Dismantled. European Journal of Psychology. 9(3) : 243-259 Brown, T.L., Lee May, H.E., Bursten, B.E., Murphy, C.J., & Woodward, P.M. 2011. Chemistry, The Central Science. 12 th edition. Boston : Pearson Prentice Hall Goedhart, M.J. & Kaper, W. 2002. From Chemical Energetics to Chemical Thermodynamics. In Gilbert, J. G., De Jong, O., Justi, R., Treagust, D. F. & van Driel, J. H. (Eds.) Chemical Education: Towards Research Based Practice. 339- 362. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Herron, D.J. 1996. The Chemistry Classroom, Formula for Successful Teaching. Washington : American Chemical Society Kean & Middlecamp. 198. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama McMurry, J.E., Fay, R.C. & Fantini, J. 2011. Chemistry. 6 th edition. Boston : Pearson Prentice Hall Soekamto, T. & Winataputra, U.S. 1995. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti Depdikbud Taber, K.S. & Coll, R.K. 2002. Teaching and Learning about Bonding. In Gilbert, J. G., De Jong, O., Justi, R., Treagust, D. F. & van Driel, J. H. (Eds.) Chemical Education: Towards Research Based Practice. 213- 234. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Treagust, D.F. & Harrioson, A.G. 2002. The Particulate Nature of Matter: Challenges in Understanding The Submi- croscopic World. In Gilbert, J. G., De Jong, O., Justi, R., Treagust, D. F. & van Driel, J. H. (Eds.) Chemical Education: Towards Research Based Practice. 189- 212. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Weaver, G.C. 2009. Teaching to Achieve Conceptual Change. Chemists' Guide to Effective Teaching, Volume II. In Pienta, N.J., Copper, M.M., Greenbowe, T.J (eds). New Jersey : Prentice Hall PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 166 Whitten, K.W., Davis, R.E., Peck, M.L., & Stanley, G.G. 2010. Chemistry, 9 th edition. Belmont : Brooks/Cole, Cen- gage Learning Winarni, S. 2006. Koreksi Kesalahan Konsep Gaya-Gaya Antar Molekul Terhadap Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Malang. Tesis, tidak diterbitkan. Malang : PPS UM Winarsi, H., Fariati & Herunata. 2010. Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Tatanama Senyawa Biner dan Ion Poliatomik Siswa SMA. Prosiding, Seminar Nasional Lesson Study 3. FMIPA Universitas Negeri Malang, 9 Oktober 2010. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 167 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (LC) 6E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA RSBI KELAS XI SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 MALANG PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM Auliawati 1) , Srini Murtinah Iskandar 2) , dan Mahmudi 3)
Program Sarjana Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Malang
Abstract : Learning model is one of ways used to achieve learning goals. One of learning models that can be used to improve learning outcomes is Learning Cycle (LC) 6E. The purpose of this research was to examine the effectiveness of Learning Cycle (LC) 6E in improving the chemistry learning outcomes of RSBI students, 2 nd semester of class XI SMAN 1 Malang on salt hydrolysis topic and to observe the student learning activities in class. This model implemented based on the teachers questions are struc- tured since the second phase until the fifth phase. The results of this research showed that the applica- tion of Learning Cycle 6E could improve the learning outcomes of RSBI students, 2 nd semester of class XI SMAN 1 Malang as indicated by the mean score of 86,76 of the experimental class compared to 80,54 of the control class. It could be concluded that the high learning outcomes was due to the process of students active learning in the experimental class. Keywords: Learning Cycle, Learning Outcomes, salt hydrolysis PENDAHULUAN Belajar merupakan proses aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk membangun dan memahami konsep. Belajar wajib dilakukan oleh setiap individu sepanjang hidupnya yang hasilnya ditunjukkan dari sikap berpikir dan berperilaku (Arifin, 2005:2). Dalam belajar terjadi proses pengembangan aspek kognitif siswa yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Aspek kognitif ini meliputi pengetahuan dan kemampuan intelektual. Orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi akan menunjukkan keterampilan berpikir yang baik. Selain itu kemampuan intelektual mencerminkan kemampuan seseorang dalam merespon dan memecahkan masalah yang dihadapi (Arifin, 2005:73-74). Kemampuan kognitif yang dimiliki siswa merupakan aspek yang fundamental dalam menentukan sikap untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan kognitif juga akan membangun pengetahuan siswa secara aktif dan mendiri. Hal ini dikembangkan oleh Piaget yang dikenal dengan Teori Kognitif Piaget. Piaget dalam teori kognitifnya menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Belajar menurut konstruktivistik adalah mengkonstruksi informasi melalui pengalaman dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga terjadi proses perkembangan pengetahuan. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung terus menerus setiap terjadi interaksi dengan fenomena yang baru. Dalam kegiatan belajar, siswa berperan secara aktif membangun pengetahuannya PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 168 sendiri. Siswa mengolah informasi yang didapat dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk membentuk pengetahuan baru. Dalam pembelajaran yang berbasis konstruktivistik, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru hanya menyediakan sarana yang dapat memotivasi siswa untuk berpikir. Hal ini dilakukan dengan memberikan pengalaman belajar dan kegiatan-kegiatan yang dapat membangkitkan keingintahuan siswa. Selain itu membebaskan siswa dalam mengemukakan gagasannya dan menciptakan situasi yang membuat siswa antusias untuk belajar. Peranan ini menuntut guru untuk memiliki pengetahuan yang luas tentang materi yang akan diajarkan. Pengetahuan yang luas ini diharapkan dapat menerima perbedaan gagasan yang disampaikan siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa dalam membangun pengetahuan (Suparno, 1997:61-71). Ada berbagai macam model pembelajaran yang berbasis konstruktivistik. Salah satunya adalah model pembelajaran Learning Cycle atau siklus belajar. Dalam Learning Cycle, siswa membangun pengetahuannya secara aktif melalui kegiatan percobaan maupun menggali informasi dari buku. Pengembangan model ini berdasarkan pada teori perkembangan kognitif Piaget. Piaget (dalam Arifin, 2005: 98) menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar terjadi proses asimilasi dimana siswa menggunakan struktur kognitifnya untuk merespon lingkungannya. Jika siswa tidak mampu beradaptasi antara struktur kognitif dengan lingkungannya maka akan terjadi disequilibrium. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses akomodasi dimana terjadi perubahan struktur kognitif yang ada dan terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini digunakan untuk merespon masalah yang dihadapi. Respon masalah yang dilakukan mencerminkan organisasi intelektualnya. Teori Piaget ini dikembangkan ke dalam fase-fase dalam Learning Cycle. Pada mulanya, model pembelajaran Learning Cycle terdiri dari 3 fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Learning Cycle berkembang dari 3 fase menjadi 5 fase dan akhirnya 6 fase. Menurut Johnston (dalam Iskandar 2004), fase-fase dalam Learning Cycle 6 antara lain (1) fase identifikasi (elicit) dimana pada fase ini guru menentukan tujuan pembelajaran; (2) fase undangan (engagement) dimana pada fase ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi untuk berpikir sehingga timbul rasa ingin tahu tentang topik yang akan dipelajari. Hal ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa yang ada kaitannya dengan materi yang akan dipelajari. Siswa diberi kebebasan dalam mengemukakan gagasannya; (3) fase eksplorasi (exploration) dimana siswa melakukan kajian pustaka dari berbagai sumber. Tujuan pada fase ini adalah untuk mengetahui apakah pengetahuan awal siswa sudah sesuai atau belum dengan konsep; (4) fase penjelasan (expalanation) dimana dalam fase ini siswa berkesempatan untuk menjelaskan hasil eksplorasinya. Selain itu siswa dapat menghasilkan pengetahuan baru setelah menghubungkan konsep yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru diterimanya. Guru hanya memberikan penegasan terhadap konsep siswa; (5) fase penarapan konsep (elaboration) dimana pada fase ini siswa menerapkan konsep yang sudah dimiliki kedalam situasi baru. Penerapan konsep kedalam situasi baru menunjukkan bahwa siswa dapat menghubungan antar konsep sehingga pemahaman siswa menjadi semakin baik; (6) fase evaluasi (evaluation) dimana dalam fase ini guru melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Bentuk evaluasi dapat berupa tes tulis maupun tes lisan. Dalam kegiatan pembelajaran, terjadi interaksi antara proses belajar dan proses mengajar. Hasil akhir dari interaksi kedua proses tersebut diperoleh hasil belajar. Hasil belajar ini dapat menjadi pembangkit motivasi belajar serta dapat digunakan untuk memilih teknik belajar yang tepat (Dimyati dan Mudjiono, 2006:3-4). Hasil belajar ini digunakan guru untuk berbagai keperluan antara lain (1) mendiagnosis kelemahan dan kelebihan siswa beserta penyebabnya. Hasil diagnosis ini akan berguna untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa ; (2) menyeleksi dan menempatkan siswa pada kelompok yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki; (3) Sebagai dasar pertimbangan guru dalam membuat keputusan kenaikan kelas (Dimyati dan Mudjiono, 2006:200-201). PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 169 Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui efektivitas model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa RSBI kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada materi pokok hidrolisis garam; (2) mengetahui aktivitas belajar siswa di kelas pada saat menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E METODE Jenis rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental semu (quasy experimental design) dan rancangan penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu model pembelajaran Learning Cycle 6E dan ceramah, variabel terikatnya adalah hasil belajar dan aktivitas siswa, dan variabel kontrolnya adalah materi pokok hidrolisis garam. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik random sederhana dan didapatkan 2 kelas penelitian yaitu, kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 6E dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol yang menggunakan metode diskusi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain instrumen pembelajaran dan instrumen pengukuran. Instrument yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validitas, reliabilitas, uji tingkat kesukaran butir soal, dan uji daya beda butir soal. Teknik analisis data yang digunakan terdiri dari analisis pendahuluan yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas serta analisis hasil yang terdiri dari uji hipotesis dan analisis deskriptif.
HASIL Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Nilai kemampuan awal siswa berasal dari nilai ulangan harian pada materi sebelumnya yakni materi larutan penyangga. Nilai ini dianalisis untuk mengetahui rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji yang digunakan dalam analisis ini yaitu uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t dengan menggunakan uji Independent Samples Test. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen terdistribusi normal. Hasil uji normalitas kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa Kelas X 2 hi tung X 2 tabel Nilai probabilitas Kesimpulan Eksperimen 7,757 35,172 0,999 Terdistribusi normal Kontrol 9.622 33,924 0,989 Terdistribusi normal Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa X 2 hitung < X 2 tabel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa data kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol terdistribusi normal. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen homogen. Hasil uji homogenitas kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kon- trol ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa Fhitu ng Nilai probabili tas Kesimpulan Kemampuan awal 3,456 0,067 Data homogen PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 170 Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,067) > (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji t kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji t Kemampuan Awal Siswa thitung Nilai probabilitas Kesimpulan Kemampuan awal 1,855 0,068 Tidak ada perbedaan yang signifikan Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,068) > (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Deskripsi Data Hasil Belajar Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Uji prasyarat ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa KKelas X 2 hitung X 2 tabel Nilai probabilitas Kesimpulan Eksperimen 5,568 12,592 0,473 Terdistribusi normal Kontrol 8,486 15,507 0,387 Terdistribusi normal Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa X 2 hitung < X 2 tabel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Siswa Fhitung Nilai probabilitas Kesimpulan Hasil Belajar 2,755 0,101 Data homogen
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,101) > (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen. Uji hipotesis menggunakan uji Independent Samples Test. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji hipotesis hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Hasil Belajar Siswa t hitung Nilai probabilitas Kesimpulan Hasil Belajar 2,475 0,016 Ada perbedaan yang signifi- kan Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (0,016) < (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Deskripsi Data Aktivitas Siswa Pada Saat Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 6E PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 171 Data aktivitas siswa diambil dari lembar observasi yang dilakukan oleh observer. Aktivitas siswa diamati mulai dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Data aktivitas siswa pada tiap-tiap petemuan dapat lihat pada Tabel berikut. Tabel 4.7 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menjawab Pertanyaan Guru Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 10 27,03 8 21,62 3 8,11 0 0 2 16 43,24 15 40,54 15 40,54 14 37,84 3 8 21,62 10 27,03 11 29,73 13 35,13 4 3 8,11 4 10,81 8 21,62 10 27,03 Keterangan: skor 1: Siswa tidak dapat memberikan jawaban skor 2: Siswa dapat memberikan 1 jawaban skor 3: Siswa dapat memberikan 2 jawaban skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 jawaban Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Pada pertemuan pertama sebanyak 11 siswa atau 29,73% siswa yang dapat memberikan 2 jawaban atau lebih pada saat fase undangan (Engagement). Begitu pula pada pertemuan kedua sebanyak 14 siswa atau 37,84% siswa dapat memberikan 2 jawaban atau lebih. Pada pertemuan ketiga sebanyak 19 siswa atau 51,35% dan pertemuan keempat sebanyak 23 siswa atau 62,16% yang dapat memberikan 2 jawaban atau lebih pada fase undangan (Engagement). Tabel 4.8 Skor Aktivitas Siswa Dalam Mengeksplorasi Buku Teks Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 10 27,03 4 10,81 4 10,81 3 8,11 2 11 29,73 12 32,43 9 24,32 12 32,43 3 8 21,62 10 27,03 13 35,14 10 27,03 4 8 21,62 11 29,73 11 29,73 12 32,43 Keterangan: skor 1: Siswa tidak membuka atau membawa buku teks dan tidak mengeksplorasi buku teks skor 2: Siswa pura-pura atau tidak mengeksplorasi buku teks skor 3: Siswa mengeksplorasi buku teks dan tidak mendiskusikan dengan teman sebangkunya (indi- vidual) skor 4: Siswa mengeksplorasi buku teks dan mendiskusikan dengan teman sebangkunya Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan dari pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga. Pada pertemuan pertama sebanyak 16 siswa atau 43,24% siswa mengeksplorasi buku teks baik se- cara individual maupun mendiskusikannya dengan teman sebangkunya. Pada pertemuan kedua sebanyak 21 siswa atau 56,76% dan pada pertemuan ketiga sebanyak 24 siswa atau 64,87% siswa mengeksplorasi PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 172 buku teks baik secara individual maupun mendiskusikannya dengan teman sebangkunya. Namun pada pertemuan keempat terjadi sedikit penurunan keaktifan siswa. Hal ini tampak pada pertemuan keempat se- banyak 22 siswa atau 35,59,46% siswa mengeksplorasi buku teks baik secara individual maupun mendiskusikannya dengan teman sebangkunya. Penurunan ini tidak terlalu signifikan sehingga tidak ber- dampak pada keaktifan siswa secara keseluruhan. Tabel 4.9 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyampaikan Hasil Eksplorasi Buku Teks Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 10 27,03 6 16,22 8 21,62 1 2,70 2 14 37,84 11 29,73 9 24,32 4 10,81 3 11 29,73 12 32,43 10 27,03 16 43,24 4 2 5,40 8 21,62 10 27,03 16 43,24 Keterangan: skor 1: Siswa tidak dapat memberikan pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi skor 2: Siswa dapat memberikan 1 pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi skor 3: Siswa dapat memberikan 2 pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 pernyataan mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase ek- splorasi Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan siswa pada pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Pada pertemuan pertama sebanyak 13 siswa atau 35,13% siswa dapat memberikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi. Pada pertemuan kedua se- banyak 20 siswa atau 54,05% siswa dapat memberikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi. Pada pertemuan ketiga sebanyak 20 siswa atau 54,06% dan pada perte- muan keempat sebanyak 32 siswa atau 86,48% siswa dapat memberikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah dipelajari ketika fase eksplorasi. Tabel 4.10 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal LKS Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 13 35,14 13 35,14 9 24,32 7 18,92 2 7 18,92 7 18,92 10 27,03 3 8,11 3 12 32,43 12 32,43 7 18,92 12 32,43 4 5 13,51 5 13,51 11 29,73 15 40,54 Keterangan: skor 1: Siswa tidak dapat mengerjakan soal di LKS atau mengerjakan soal LKS tetapi salah semua skor 2: Siswa dapat mengerjakan 1-3 soal di LKS tetapi benar 1 skor 3: Siswa dapat mengerjakan 2-3 soal di LKS tetapi benar 2 skor 4: Siswa dapat mengerjakan 3 soal di LKS dan benar semua PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 173 Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Pada pertemuan pertama dan kedua sebanyak 17 siswa atau 45,94% siswa dapat mengerjakan 2-3 soal di LKS tetapi benar 2 atau bahkan benar semua. Pada pertemuan ketiga sebanyak 18 siswa atau 48,65% siswa dan pada pertemuan keempat sebanyak 27 siswa atau 72,97% siswa dapat mengerjakan 2-3 soal di LKS tetapi benar 2 atau bahkan benar semua. Tabel 4.11 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyampaikan Hasil Diskusi LKS Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 2 4,40 11 29,73 4 10,81 7 18,92 2 10 27,03 15 40,54 16 43,24 9 24,32 3 15 40,54 10 27,03 10 27,03 9 24,32 4 10 27,03 1 2,70 7 18,92 12 32,43 Keterangan: skor 1: Siswa tidak dapat menyampaikan hasil diskusi skor 2: Siswa dapat menyampaikan 1 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok skor 3: Siswa dapat menyampaikan 2 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok skor 4: Siswa dapat menyampaikan lebih dari 2 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok
Berdasarkan Tabel di atas, pada pertemuan pertama sebanyak 25 siswa atau 67,57% siswa dapat menyampaikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok. Namun pada pertemuan kedua terjadi penurunan keaktifan. Sebanyak 11 siswa atau 29,73% siswa dapat menyampaikan 2 pernyataan atau lebih mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok. Pada pertemuan ini lebih banyak siswa menyampaikan 1 pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok. Hal ini disebabkan karena banyak konsep yang harus dipahami siswa mengenai hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah terutama garam yang bervalensi dua. Pada pertemuan ketiga dan keempat sudah terjadi peningkatan keaktifan. Sebanyak 17 siswa atau 45,95% pada pertemuan ketiga dan pada pertemuan keempat sebanyak 21 siswa atau 56,75% siswa dapat menyampaikan 2 atau lebih pernyataan mengenai apa yang telah didiskusikan dalam kelompok. Tabel 4.12 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menanggapi Hasil Diskusi Kelompok Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 14 37,84 13 35,14 7 18,92 8 21,62 2 16 43,24 16 43,24 11 29,73 8 21,62 3 7 18,92 8 21,62 11 29,73 14 37,84 4 0 0 0 0 8 21,62 7 18,92 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 174 Keterangan: skor 1: Siswa tidak dapat memberikan tanggapan skor 2: Siswa dapat memberikan 1 tanggapan skor 3: Siswa dapat memberikan 2 tanggapan skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 tanggapan Berdasarkan Tabel di atas, terjadi peningkatan keaktifan siswa pada pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Pada pertemuan pertama sebanyak 7 siswa atau 18,92% dan pada pertemuan kedua sebanyak 8 siswa atau 21,62% siswa dapat memberikan 2 tanggapan. Namun pada pertemuan ketiga dan keempat terjadi peningkatan keaktifan. Pada pertemuan ketiga sebanyak 19 siswa atau 51,35% dan pada pertemuan keempat sebanyak 21 siswa atau 56,76% siswa dapat memberikan 2 atau lebih tanggapan. Tabel 4.13 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Evaluasi Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 0 0 6 16,22 5 13,51 0 0 2 1 2,70 11 29,73 1 2,70 4 10,81 3 7 18,92 12 32,43 3 8,11 15 40,54 4 29 78,38 8 21,62 28 75,68 18 48,65 Keterangan: skor 1: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 0-25% skor 2: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 26-50% skor 3: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-75% skor 4: Siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 76-100%
Berdasarkan Tabel di atas, pada pertemuan pertama sebanyak 36 siswa atau 97,3% siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-100%. Sedangkan pada pertemuan kedua terjadi penurunan. Sebanyak 20 siswa atau 54,05% siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51- 100%. Penurunan ini disebabkan karena beberapa diantara siswa mengalami kesulitan dalam menentukan ion mana yang terhidrolisis khususnya garam yang bervalensi dua. Selain itu kesalahan juga terletak pada penulisan persamaan reaksi yang kurang tepat. Namun pada pertemuan ketiga dan keempat sudah terjadi peningkatan. Pada pertemuan ketiga sebanyak 31 siswa atau 83,79% dan pada pertemuan keempat sebanyak 33 siswa atau 89,19% siswa dapat menjawab dengan benar soal kuis sebanyak 51-100%. Tabel 4.14 Skor Aktivitas Siswa Dalam Menyampaikan Kesimpulan Pada Pertemuan I hingga pertemuan IV Skor RPP I RPP II RPP III RPP IV Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % Jumlah siswa % 1 16 43,24 10 40,54 2 5,40 9 24,32 2 14 37,84 19 51,35 18 48,65 2 5,40 3 6 16,22 4 10,81 10 27,03 7 18,92 4 1 2,70 0 0 7 18,92 19 51,35 PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 175 Keterangan: skor 1: Siswa tidak menyampaikan kesimpulan skor 2: Siswa dapat memberikan 1 kesimpulan skor 3: Siswa dapat memberikan 2 kesimpulan skor 4: Siswa dapat memberikan lebih dari 2 kesimpulan Berdasarkan Tabel di atas, pada pertemuan pertama sebanyak 7 siswa atau 18,92% siswa dapat memberikan 2 atau lebih kesimpulan. Namun pada pertemuan kedua terjadi penurunan keaktifan. Sebanyak 4 siswa atau 10,81% siswa pada pertemuan kedua hanya dapat memberikan 2 kesimpulan. Namun pada pertemuan ketiga dan keempat sudah terjadi peningkatan. Pada pertemuan ketiga sebanyak 17 siswa atau 45,95% dan pada pertemuan keempat sebanyak 26 siswa atau 70,27% siswa dapat memberikan 2 atau lebih kesimpulan. Penurunan ini tidak terlalu signifikan sehingga tidak berdampak pada keaktifan siswa secara keseluruhan.
PEMBAHASAN Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan metode diskusi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa RSBI kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada materi pokok hidrolisis garam. Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E menekankan pada keaktifan siswa dalam memperoleh pengetahuan. Model pembelajaran ini membantu siswa dalam mengkonstruk pengetahuan secara bertahap melalui pemberian pertanyaan sehingga dihasilkan pengetahuan baru. Guru hanya berperan dalam membimbing siswanya untuk mencapai tujuan belajar. Penelitian yang serupa dari Amrulloh (2005) dengan judul Efektivitas Penggunaan Model Learning Cycle Enam Fase Untuk Pembela- jaran Alkohol dan Eter Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Malang menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas II SMA Negeri 4 Malang yang diajar dengan model Learning Cycle enam fase dapat mening- kat. Sedangkan pada siswa yang diajar dengan metode diskusi dengan diskusi kelompok kurang aktif sehingga sehingga hasil belajarnya lebih rendah. Aktivitas Belajar Siswa Di kelas Pada Saat Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E Keaktifan siswa pada saat pembelajaran dengan model Learning Cycle (Lc) 6E diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa ini dilihat dari aktivitas memotivasi siswa, menjawab pertanya- an guru, mengeksplorasi buku teks, menyampaikan hasil eksplorasi buku teks, mendiskusikan LKS secara berkelompok, menyampaikan hasil diskusi kelompok, menanggapi hasil diskusi kelompok, menyelesaikan soal evaluasi, dan menyampaikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan pada pertemuan pertama sis- wa aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Namun pada pertemuan kedua terjadi sedikit penurunan. Hal ini disebabkan karena pada pertemuan kedua banyak konsep yang harus dipahami siswa mengenai hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah terutama garam yang bervalensi dua. Beberapa diantara siswa mengalami kesulitan dalam menentukan ion mana yang ter- hidrolisis khususnya garam yang bervalensi dua. Selain itu kesalahan juga terletak pada penulisan persamaan reaksi yang kurang tepat. Namun secara keseluruhan sudah terjadi peningkatan keaktifan siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Keaktifan siswa ini berdampak pada hasil belajar yang lebih baik. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 176 Secara teoritis, menurut Ahmadi (2004:170) menyatakan bahwa seseorang yang belajar dengan aktif dan mandiri dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar secara aktif dan mandiri menyebabkan pengetahuan yang didapat dapat tersimpan lama.
PENUTUP Kesimpulan (1) penerapan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa RSBI kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada materi pokok hidrolisis garam. Hal ini ditun- jukkan dari rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada hasil belajar pada kelas kon- trol yakni 86,76 pada kelas eksperimen dan 80,54 pada kelas kontrol; (2) aktivitas siswa pada kelas yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E secara keseluruhan menunjukkan bahwa siswa aktif dalam proses pembelajaran. Namun demikian masih terjadi sedikit penurunan keaktifan terutama pada pertemuan kedua. Saran (1)penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen sebaiknya dilakukan pengundian terlebih dahulu meskipun mendapatkan 2 kelas penelitian dari sekolah; (2) rubrik observasi harus benar-benar jelas dan terukur sebelum dilakukan penelitian; (3) peneliti lain diharapakan dapat menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 6E pada materi lain ataupun menggabungkan model Learning Cycle (LC) 6E dengan model pembelajaran lain. DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, A. dan Widodo S. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Amrulloh. 2005. Efektivitas Penggunaan Model Learning Cycle Enam Fase Untuk Pembelajaran Alkohol dan Eter Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Malang. Skripsi tidak ditrebitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Arifin, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang. Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin, H. dan Esa N.W. 2010. Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dimyati dan Mudjiono. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Kimia. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Johari dan Rachmawati. 2006. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Esis. Lembaga Penelitian IKIP Malang. 1997. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Ma- lang. Rubianus. 2008. Keefektifan model learning cycle terhadap hasil belajar kimia siswa dari tingkatan motivasi belajar yang berbeda (Studi kasus pada siswa kelas XI IPA SMAN 1 makale tahun pelajaran 2007/2008). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Sudijono, A. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Trihendradi, C. 2007. Langkah Mudah Manguasai Statistik Menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: Andi. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 177 PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KIMIA ORGANIK (KMA504) MENGGUNAKAN TUGAS PRESENTASI KELOMPOK, PASCATES SESUDAH PRESENTASI, DAN TUTORIAL SESUDAH DISKUSI Srini M. Iskandar Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
Abstrak : Matakuliah Kimia Organik (KMA504) disajikan pada semester gasal di Program Pendidikan Kimia, Program Pasca Sarjana (PPS), Universitas Negeri Malang, dengan beban 3 sks. Sajian matakuliah meliputi peran gugus fungsi dalam senyawa organik dengan penekanan tinjauan dari aspek struktur, stereokimia, dan mekanisme reaksi serta sintesa. Dari perkuliahan prapasca Kimia Organik, dan dari nilai pretes yang diberikan sebelum para mahasiswa mengikuti perkuliahan ini didapatkan bahwa para mahasiswa peserta KMA504 menghadapi kesulitan dengan indikator rerata nilai pretes di bawah 60. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran Kimia Organik (KMA504). PTK ini dirancang dalam 2 (dua) siklus, yang setiap siklusnya meliputi 4 (empat) tahap yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Tahap-tahap Siklus I adalah: 1) perencanaan tindakan yaitu pengelompokkan berdasarkan heterogenitas perolehan pretes dan penugasan presentasi kelompok, 2) pelaksanaan tindakan berupa penugasan presentasi submateri pokok kepada tiap kelompok, 3) observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan pascates diberikan setelah 2 (dua) submateri pokok dipresentasikan, 4) refleksi adalah langkah asesmen atas tindakan yang diberikan kepada para mahasiswa. Tahap-tahap Siklus II adalah: 1) perencanaan tindakan yaitu penugasan presentasi kepada masing-masing kelompok yang sama pada Siklus I, dan pemberian pascates setelah 2 (dua) submateri pokok dipresentasikan, 2) pelaksanaan tutorial setelah diskusi kelas, 3) observasi meliputi pengamatan selama proses pembelajaran dan evaluasi pascates, 4) refleksi merupakan langkah asesmen atas tindakan yang diberikan kepada para mahasiswa. Hasil PTK menunjukkan peningkatan rerata raw mean score dari Siklus I ke Siklus II yaitu dari 61,55 menjadi 83,38. Dari hasil analisis angket yang didistribusikan kepada mahasiswa: 60% merasa sangat tertantang dan termotivasi mengikuti perkuliahan ini, 35% merasa tertantang dan termotivasi, sedangkan 5% tidak merespon pertanyaan bagaimana perasaan menghadapi perkuliahan ini. Kata kunci: kualitas pembelajaran, kimia organik, presentasi, tutorial. PENDAHULUAN Matakuliah Kimia Organik (KMA504) yang termasuk dalam kelompok matakuliah keilmuan dan keterampilan (MKK) dsajikan dalam semester gasal dengan beban 3 sks, di Program Pendidikan Kimia, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Malang. Kompetensi perkuliahan ini adalah pemahaman yang mendalam dan penguasaan konsep-konsep dasar senyawa organik berbasis gugus fungsional dan golongan (catalog Program Pasca Sarjana UM, edisi 2009). Adapun materi kajiannya meliputi: reaksi S N 1 kecepatan reaksi, mekanisme, efek gugus pergi, stereokimia, dan efek pelarut; reaksi E1 kecepatan reaksi, mekanisme reaks, efek gugus pergi, stereokimia, dan kompetisi antara S N 1 dan E1; S N 2 kecepatan reaksi, mekanisme, stereokimia, efek gugus pergi, dan efek pelarut pada S N 2; E2 kecepatan reaksi, mekanisme, PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 178 efek gugus pergi, stereokimia, dan kompetisi antara S N 2 dan E2; reaksi karbokation pada senyawa alilik dan benzilik; S N 2 pada senyawa alilik dan benzilik; mekanisme reaksi substitusi elektrofilik pada benzen dan benzen tersubstitusi; reaksi substitusi elektrofilik pada naftalena dan turunannya; dan reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa-senyawa heterosiklik (Fessenden and Fessenden, 1990; Fogiel, 1983; Loudon, 1988; Wade, Jr., 1987). Ditinjau dari prestasi belajar mahasiswa kelas A dan B, angkatan 2011 dalam perkuliahan prapasca Kimia Organik, dan dari raw mean score pretest, dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa menghadapi kesulitan dalam mengikuti perkuliahan Kimia Organik. Bahwa para mahasiswa menghadapi kesulitan dalam perkuliahan ini ditunjukkan dari raw mean score pretest yang di bawah nilai 60. Rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah: pembelajaran Kimia Organik (KMA504) perlu diberi tindakan karena kesulitan yang dihadapi mahasiswa pesertanya. Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka peneliti merancang dan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia organik (KMA504) menggunakan kelompok belajar, tugas presentasi, dan pascates sesudah presentasi. Manfaat penelitian ini adalah memberdayakan para mahasiswa dengan kelompok belajar berdasarkan nilai pretes (nilai tinggi, nilai sedang dan nilai rendah dalam satu kelompok). Presentasi kelompok bermanfaat untuk melatih para mahasiswa bertanggung jawab akan pembelajaran mereka sendiri, serta membelajarkan rekan-rekannya. Pada dasarnya melakukan presentasi adalah mengkomunikasikan ide-ide kepada audience, yang mencakup keterampilan berbicara, mendengar dan berpikir. Ada 9 (sembilan) langkah yang harus diikuti untuk menjadi pembicara/presenter yang efektif. Langkah-langkah tersebut adalah: (1) mengatasi demam panggung, (2) berbicara dengan tulus dan penuh keyakinan, (3) mengorganisasikan bahan yang akan dipresentasikan, (4) memberi penekanan terhadap hal- hal yang penting dengan tepat, (5) memperhatikan variasi suara yang artinya tinggi rendah, volume, dan kecepatan berbicara, (6) mempergunakan istilah-istilah secara tepat sesuai dengan yang dimaksudkan, (7) menggunakan media untuk membantu memfokuskan topik, (8) berbicara dengan persuasif sehingga pendengar tertarik pada topik yang dibahas, dan (9) mengupayakan agar presentasi menjadi inspirasi bagi pendengar (Ford, 2007). Penerapan kerja kelompok dalam pembelajaran pada penelitian ini, mengacu kepada metoda-metoda pembelajaran kooperatif yang diteliti oleh Slavin (1995). Ide dasar dalam pembentukkan kelompok adalah bila para pebelajar ingin berhasil secara kelompok maka masing-masing pebelajar akan saling membantu agar kelompoknya sukses. Pebelajar yang lebih cepat memahami materi (high achiever student) akan membantu rekannya yang lambat (low achiever student). Itulah sebabnya kelompok heterogen harus dibentuk terdiri dari anggota yang cepat memahami, yang sedang dalam memahami, dan yang lambat dalam memahami materi (high achiever, medium achiever, and low achiever). Pembelajaran kooperatif sebenarnya tidak merupakan hal baru. Penerapan pembelajaran kooperatif telah terjadi sejak tahun 1920-an. Penggunaan pembelajaran kooperatif dipergunakan secara terbatas oleh pengajar untuk keperluan-keperluan tertentu, misalnya untuk proyek-proyek kelompok atau untuk menulis laporan kelompok, serta kelompok kerja dalam laboratorium. Kendatipun demikian, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat dipergunakan secara efektif di berbagai jenjang pendidikan untuk membelajarkan berbagai materi pokok, dari matematika, membaca, serta pelajaran IPA sekalipun. Pembelajaran kooperatif dapat dipergunakan oleh pengajar untuk mengatasi masalah keterampilan dasar sampai ke pemecahan masalah yang rumit. Ditengarai ada beberapa alasan mengapa pembelajaran kooperatif menjadi populer dewasa ini di dalam dunia pendidikan; berdasarkan hasil penelitian model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi pebelajar dan meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam kelompok kecil utamanya dalam kelompok yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, berbagai kemampuan akademik, serta memperbaiki rasa harga diri/percaya diri pebelajar. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 179 Keunikan pembelajaran kooperatif adalah perbedaan menjadi sumber daya dan bukan menjadi masalah, itu sebabnya heterogenitas seyogyanya atau sebaiknya menjadi pertimbangan utama dalam membentuk kelompok belajar dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Arends (2004), model pembelajaran kooperatif tidak bertolak dari teori belajar seseorang atau dari pendekatan pembelajaran tertentu. Akarnya bersumber dari praktek pembelajaran pada zaman Yunani kuno, tetapi perkembangannya dapat dirunut dari penelitian dan pekerjaan para ahli psikologi pendidikan dan para ahli pedagogi di awal abad ke 20. John Dewey (1916), dalam Arends, (2004) menulis buku yang berjudul Democracy and Educa- tion. Dalam bukunya tersebut, konsep Dewey mengenai pendidikan adalah ruang kelas haruslah meru- pakan cermin dari masyarakat luas dan merupakan sebuah laboratorium untuk pembelajaran dalam ke- hidupan yang sesungguhnya. Pengajar menurut Dewey haruslah dapat menciptakan suatu lingkungan bela- jar yang ditandai dengan prosedur yang demokratis dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama para pengajar adalah melibatkan pebelajar dalam proses inkuiri untuk masalah-masalah sosial dan masalah- masalah antar personal. Prosedur instruksional di kelas yang dideskripsikan oleh Dewey secara spesifik adalah penekanan pada kelompok kecil pebelajar, yang mencari jawaban atas pertanyaan mereka sendiri, dan yang mempelajari prinsip-prinsip belajar demokratis melalui interaksi satu sama lain hari demi hari. Menurut Dewey dan pengikut-pengikutnya, penggunaan model pembelajaran kooperatif memberi pengaruh lebih dari sekedar peningkatan prestasi belajar. Proses-proses dan tingkah laku kooperatif merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang demokratis. Untuk mencapai hal ini maka struktur pembelajaran di kelas dan kegiatan pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga memodelkan hasil yang diharapkan. Hubungan antar kelompok dalam model pembelajaran kooperatif diteliti oleh David Johnson dan Roger Johnson (1979; 1998) dalam Arends (2004). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa lingkungan kelas yang berorientasi pada model pembelajaran kooperatif, meningkatkan prestasi belajar para pebelajar, serta sikap positif terhadap pebelajar berkebutuhan khusus oleh pebelajar yang normal. Para peneliti model pembelajaran kooperatif yang lain (Leinhardt, 1992; Slavin, 1995; dan Stronge, 2002 dalam Arends, 2004) menyimpulkan bahwa model pembelajaran ini secara signifikan meningkatkan prestasi akademik pebelajar, dan meningkatkan pula keterampilan antar personal yaitu toleransi terhadap perbedaan, serta memupuk sikap-sikap demokratis. Agak berlawanan dari para peneliti model kooperatif yang menunjukkan hasil-hasil positif, Robinson (1996) dalam Arends (2004) memperingatkan bahwa pebelajar yang sangat berbakat kurang mendapat manfaat dari pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, para pemula yang akan mempergunakan model pembelajaran kooperatif hendaknya waspada akan kelemahan-kelemahan model ini. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) bersiklus 2 (dua), dengan subyek penelitian para mahasiswa Program Pendidikan Kimia kelas A dan kelas B, angkatan tahun 2011, PPS UM yang mengikuti perkuliahan Kimia .Organik (KMA504) sejumlah 32 (tiga puluh dua) mahasiswa. Prosedur PTK meliputi: 1. Identifikasi masalah, yaitu mahasiswa kelas A dan B angkatan 2011 menghadapi kesulitan dalam perkuliahan Kimia Organik (KMA504). 2. Siklus I terdiri dari: (a) Tahap Perencanaan terdiri dari: penyusunan kelompok berdasarkan nilai pretes, pendistri- busian sub materi pokok yang akan dipresentasikan oleh tiap kelompok, penyampaian daftar rujukan dan menyiapkan alat penilaian. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 180 (b) Tahap Pelaksanaan Siklus I terdiri dari: pelaksanaan PBM (presentasi sub materi pokok Ki- mia Organik oleh tiap-tiap kelompok belajar), dan peneliti melakukan pengamatan berdasar- kan alat penilaian dan observasi yang dirancang dalam Tahap Perencanaan. Alat penilaian tersebut meliputi unjuk kerja dalam presentasi dan instrument berupa pascates 1 dan pascates 2 (tiap tiga sub materi pokok dilakukan pemberian pascates). (c) Tahap Penilaian Siklus I terdiri dari melakukan penilaian unjuk kerja presentasi semua kelompok, dan melakukan penilaian hasil belajar. (d) Analisis dan Refleksi Siklus I diperoleh dari pengamatan unjuk kerja presentasi para mahasiswa. (e) Simpulan Siklus I, perlu dilaksanakan Siklus II, karena proses pembelajaran Siklus I belum memenuhi harapan, karena rerata mean score pascates adalah 61,55. 3. Siklus II Pada hakekatnya langkah-langkah dalam Siklus II hampir sama dengan Siklus I, kecuali penugasan berdiskusi kelas mengenai soal-soal yang belum terpecahkan, demikian juga jika ada konsep-konsep yang belum difahami. Bila setelah berdiskusi kelas masih ada masalah yang belum terpecahkan, maka peneliti yang juga pengampu KMA504 membantu memecahan masalah tersebut. PTK tidak menuntut analisis statistik yang rumit, sedangkan hipotesisnya menggambarkan dampak kegiatan yang akan dilaksanakan. Prosedurnya berlangsung siklis dan fleksibel terhadap perubahan rancangan (Kemmis dan McTaggart, 1988, dalam Berg, 2004). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Adapun hasil penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1) Siklus I Dari Siklus I diperoleh hasil pengamatan bahwa unjuk kerja presentasi para mahasiswa masih terdapat kekurangan dalam penguasaan Bahasa Inggris yang belum memadai, namun power point yang disusun para mahasiswa sudah baik dan kreatif. Rerata prestasi belajar mereka sudah cukup baik yaitu dengan nilai 75,04. Menurut yang dilakukan terhadap para mahasiswa, ternyata mereka yang aktif bertanya dan mengajukan pertanyaan yang berbobot mendapat nilai prestasi belajar yang tinggi. Unjuk kerja presentasi Siklus I pada umumnya para mahasiswa masih belum menunjukkan penguasaan materi pokok yang memadai, ditinjau dari cara menjelaskan konsep dan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh audience. Dari analisis dan refleksi Siklus I didapatkan bahwa proses belajar mengajar belum memadai se- hingga diperlukan pelaksanaan Siklus II. 2) Siklus II Dari hasil analisis dan refleksi pada Siklus II, didapatkan bahwa para mahasiswa tidak lagi mendapat kesulitan dalam hal menyampaikan presentasi dalam Bahasa Inggris. Kemudian, rerata prestasi belajar mereka menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu nilai 87,96. Pada Siklus II para mahasiswa sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini disebabkan instrument yang diberikan ketika pascates berbentuk pertanyaan seperti yang disebutkan di atas. Unjuk kerja presentasi dalam Siklus II para mahasiswa sudah menunjukkan penguasaan cara presentasi yang baik, ditinjau dari cara menjelaskan konsep-konsep dan cara menjawab pertanyaan. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Dari hasil analisis dan refleksi baik Siklus I maupun Siklus II didapatkan bahwa tindakan berupa pengelompokan berdasarkan modalitas, tugas presentasi dalam Bahasa Inggris serta pascates sesudah PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 181 presentasi menunjukkan peningkatan unjuk kerja dan prestasi belajar serta penguasaan Bahasa Inggris yang lebih baik yang ditunjukkan dari nilai rerata Siklus I dan Siklus II yaitu 75,04 dan 87,96. Saran dan rekomendasi yang dapat dikemukakan adalah pengajar hendaknya memperkenalkan pembelajaran dalam kelompok belajar kepada mahasiswa dan menganjurkan menerapkannya sesering mungkin. Tugas presentasi sangat baik karena memberikan dampak yang positif yaitu kemandirian mahasiswa dalam segi penguasaan materi Kimia Organik. DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. Sixth Edition. Dubuque, IA: McGraw Hill Inc. Berg, B.L. 2004. Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Fifth Edition. San Francisco, CA: Pearson Education, Inc. Fessenden, R.J. , and Fessenden, J.S. 1990. Organic Chemistry. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole Publication Company. Ford, C. K. 2007. How to Make a Good Presentation. Toastmaster Magazine. Page: 3-10. Mission Viejo California: USA. Fogiel, M. 1983. The Organic Chemistry Problem Solver. Volume I, II, III. New York, NY: Research and Education Association. Katalog PPS UM, Edisi 2009. Malang: UM Press. Loudon, G.M. 1988. OrganicChemistry. Menlo Park,CA: The Benjamin/ Cummings Publishing Company. Wade, Jr., 1987. Organic Chemistry. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall Inc. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 182 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LC DIPADU DIAGRAM ALIR DAN KEMAMPUAN AKADEMIK TERHADAP KUALITAS PROSES, HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF KIMIA SISWA Suryati Suhadi Ibnu Subandi FPMIPA IKIP Mataram (yati.sur82@yahoo.co.id)
Abstrak : Laju reaksi merupakan salah satu pokok bahasan yang dianggap sulit oleh siswa, karena karakteristik konsep-konsep dalam materi laju reaksi yang pada umumnya merupakan konsep-konsep yang abstrak dan melibatkan perhitungan-perhitungan kimia yang cukup sulit serta siswa harus memahami konsep lain yang mendasarinya seperti stoikiometri dan konsentrasi. Di samping itu kesulitan yang dihadapi siswa adalah rendahnya kemampuan berpikir siswa. Selain penguasaan konsep yang dilihat dari hasil belajar, kemampuan metakognitif yang banyak memberdayakan kemampuan berpikir, dirasa perlu dimiliki siswa terutama siswa SMA. Model pembelajaran Learning Cycle (LC) dipadu dengan diagram alir dipandang potensial efektif untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Learning Cycle dipadu dengan diagram alir dan kemampuan akademik terhadap kualitas proses, hasil belajar dan kemampuan metakognitif kimia siswa kelas XI SMAN 2 Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dan rancangan eksperimen semu. Penelitian dilaksanakan di SMAN 2 Malang, pengambilan sampel ditentukan dengan teknik purposive random sampling, memilih 2 kelas yaitu kelas XI-A1 sebagai kelas eksperimen dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle dipadu dengan diagram alir sedangkan kelas XI-A2 sebagai kelas kontrol dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle saja pada materi laju reaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pada materi laju reaksi hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu diagram alir lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC saja, 2) Pada materi laju reaksi terdapat perbedaan hasil belajar yang lebih tinggi pada siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah dan tidak terdapat perbedaan kemampuan metakognitif yang signifikan antara siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, 3) Pada materi laju reaksi kualitas proses pembelajaran siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu dengan diagram alir dan pembelajaran model LC saja berlangsung dengan baik. Kata Kunci: Learning Cycle, diagram alir, kualitas proses pembelajaran, hasil belajar, kemampuan metakognitif PENDAHULUAN Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari sifat dan perubahan zat, hukum, dan prinsip yang berkaitan dengan perubahan zat serta teori yang menafsirkan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 183 perubahan tersebut (Slaubaugh & Parsons, 1976:2). Menurut Middlecamp dan Kean (1985:9), ilmu kimia rnenyangkut materi yang amat luas yang terdiri atas fakta, konsep, aturan, hukum, prinsip, teori, dan soal- soal. Cakupan materi ilmu kimia tersebut sebagian besar terdiri atas konsep yang bersifat abstrak dan kompleks seperti konsep tentang atom, molekul, ion, ikatan kimia, dan masih banyak yang lain. Di samping itu, ilmu kimia juga melibatkan hitungan-hitungan yang menggunakan operasi matematis. Berdasarkan Kurukulum kimia 2006, tujuan mata pelajaran kimia di SMA adalah agar para peserta didik: a) memperoleh pengalaman dalam menerapkan metoda ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penapsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; dan b) memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Pencapaian tujuan pembelajaran tersebut mengacu pada standar yang telah ditetapkan pemerintah melalui Kemendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP). Salah satu di antara SKL-SP tersebut menyatakan bahwa lulusan SMA/MA/SMA LB/Paket C mampu membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif dan inovatif serta menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Kedua SKL-SP tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berpikir siswa perlu dirancang dan dilaksanakan secara terencana melalui pembelajaran. Untuk menunjang penguasaan materi kimia bagi siswa dan pencapaian tujuan pembelajaran serta standar kompetensi lulusan tersebut, seorang guru dalam menyusun dan melaksanakan program pembelajaran, perlu memperhatikan kemampuan awal (kemampuan akademik siswa). Secara alami dalam suatu kelas kemampuan akademik siswa bervariasi. Nasution (2000) menyatakan, kemampuan akademik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Kemampuan akademik siswa berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa yang berbeda kemampuannya (Suratno, 2009). Dalam penelitian ini kemampuan akademik siswa terbagi dalam 2 kelompok, yaitu kemampuan akademik tinggi dan kemampuan akademik rendah. Pengelompokkan ini berdasarkan pada nilai Indeks Prestasi Komulatif (IPK) rapor semua mata pelajaran semester tiga. Berdasarkan standar kompetensi lulusan satuan pendidikan salah satu kemampuan berpikir yang menjadi tujuan pembelajaran kimia di SMA adalah kemampuan berpikir kristis. Kemampuan metakognitif merupakan bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis (higher order and critical thinking). Menurut Eggen dan Kauchak (1996), kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis mencakup empat macam kemampuan, salah satu diantaranya adalah kemampuan metakognitif (metacognition). Selanjutnya menurut Eggen & Kauchak (1996) dan DeGallow (1991), contoh high order and critical thinking skill adalah memecahkan masalah dan kemampuan metakognitif. Kemampuan metakognitif penting dimiliki siswa, karena kemampuan ini berkaitan dengan strategi bagaimana seseorang belajar atau learning how to learn dan thinking about thinking (Slavin, 1995; Livingston, 1997). Temuan Hollingworth dan McLoughlin (2001) menunjukkan bahwa sains sangat potensial untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan metakognitif siswa apabila strategi pembelajarannya dirancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan siswa secara proaktif melakukan pemecahan masalah dan mengembangkan metakognisi, terutama dalam bentuk mencoba dan menguji strategi-strategi mereka sendiri selama proses pemecahan masalah. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa sains (kimia) dipandang potensial digunakan sebagai bahan kajian untuk meningkatkan kemampuan anak memecahkan masalah dan juga kemampuan metakognitif siswa, selain kualitas proses dan hasil belajar kimia itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan apabila model dan strategi pembelajarannya dirancang sedemikian rupa yaitu dengan menggunakan alternatif model pembelajaran konstruktivis yang dinilai potensial dan persiapan pembelajaran yang dirancang secara tepat oleh pengajar, sehingga memungkinkan siswa secara proaktif melakukan pemecahan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 184 masalah dan mengembangkan metakognisi, terutama dalam bentuk mencoba dan menguji strategi- strategi mereka sendiri selama proses pemecahan masalah. Dalam rangka peningkatan kualitas proses, kemampuan penguasaan konsep kimia yang diukur dari hasil belajar, peningkatan pemecahan masalah dan kemampuan metakognitif siswa SMA, beberapa alternatif model dan strategi pembelajaran konstruktivis dinilai sangat potensial. Model dan strategi pembelajaran ini perlu dicoba diimplementasikan guru mata pelajaran kimia. Salah satu dari model pembelajaran yang potensial tersebut adalah model pembelajaran Learning Cycle (LC). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dengan jalan berperanan aktif. Menurut Hudojo (2001) dalam Dasna (2007), implementasi LC dalam pembelajaran sesuai pandangan konstruktivis yaitu: (1) Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir; (2) Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa; dan (3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan LC 5 fase. Tahap-tahap LC 5 fase (Lorsbach, 2002), yaitu (1) Engagement (fase mengajak), (2) Exploration (fase menggali), (3) Explanation (fase menjelaskan), (4) Elaboration (fase aplikasi), dan (5) Evaluation (fase evaluasi). Hasil penelitian terkait penerapan LC dalam pembelajaran kimia dilakukan oleh Stuessy dan Metty (2007), menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran LC mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam kelas dan hasil belajar serta kemampuan laboratorium siswa. Widayanti (2010) menyatakan bahwa pengelompokan siswa berdasarkan gaya belajar dan multiple intelligences pada model pembelajaran LC berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar dan kemampuan higher order thinking siswa pada materi laju reaksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru kimia di SMA Negeri 2 Malang, yang juga merupakan guru project piloting kerjasama FMIPA-UM dengan IMSTEP JICA, ditemukan kendala dalam implementasi model pembelajaran LC, yakni memerlukan waktu lebih panjang bila dibandingkan model ceramah. Hal tersebut juga dipertegas oleh Soebagio (2000), Kartini dan Budiasih ( 2003) bahwa salah satu kelemahan LC adalah memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Selaras dengan hal tersebut Dahar (1988) (dalam Jelita, 2003), mengemukakan bahwa di lapangan masih banyak guru dan siswa mengalami hambatan dalam melakukan eksperimen. Hambatan yang sering terjadi pada guru adalah bahwa waktu yang diperlukan untuk melakukan eksperimen tidak cukup. Padahal belum semua guru memahami pendekatan keterampilan proses, sehingga menyebabkan siswa kurang mampu melakukan eksperimen. Nakhleh (1994) dan Johnstone (1997) menyatakan bahwa ketidakmampuan siswa tersebut mungkin disebabkan siswa kurang memiliki persiapan yang cukup sebelum melakukan eksperimen, khususnya kurangnya konsep dasar (pengetahuan awal) yang dimiliki siswa. Menurut Friedler dan Tamir (dalam Nakhleh, 1994), kurangnya konsep dasar yang dimiliki siswa dapat menyebabkan siswa kurang dapat memahami prosedur kerja dan kurang dapat menghubungkan pengetahuan awal yang dimilikinya dengan konsep-konsep yang dieksperimenkan. Kualitas proses/keterampilan proses mungkin dapat dilakukan secara lebih baik apabila sebelum eksperimen siswa diminta untuk membuat diagram alir (flow diagram). Dengan melihat kelebihan-kelebihan pada diagram alir yang dibuat oleh siswa, maka hal tersebut diduga mampu menutupi kekurangan model pembelajaran LC dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Diagram alir (flow diagram) adalah suatu rangkaian yang memperlihatkan urutan suatu proses atau hubungan beberapa prosedur yang menggambarkan tahapan-tahapan dari suatu prosedur kerja menjadi suatu keutuhan menuju penyelesaian suatu pekerjaan. Rangkaian tersebut berupa gambar-gambar sederhana dalam suatu aliran yang sesuai dengan tahapan-tahapan. Tahapan tersebut ditulis dengan arah sesuai tanda panah yang diikuti dengan kata-kata yang dilengkapi dengan keterangan (Mngomezulu, 1993). Dengan demikian pembelajaran menggunakan diagram alir dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam sehingga hasil belajar siswa diharapkan meningkat. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 185 Diagram alir yang dikembangkan memiliki keunggulan karena pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi memaksimalkan kegiatan laboratorium, dan proses pemahaman mengembangkan latihan berpikir (kemampuan metakognisi) kimia siswa (Davidowitz dan Rollnick, 2001). Penelitian yang menggunakan diagram alir telah dilakukan oleh Kartini (2007) yang menerapkan LC dan diagram alir pada konsep stoikhiometri larutan dan larutan penyangga. Hasil penelitian ini melaporkan bahwa hasil belajar (ranah kognitif, afektif dan psikomotorik) siswa memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran dengan LC saja. Johnstone (1997), Bucat dan Shand (1996), dan Mngomezulu (1993), serta Davidowitz dan Rollnick (2001) melaporkan bahwa penggunaan diagram alir dalam kegiatan laboratorium dapat meningkatkan keterampilan berpikir (keterampilan metakognisi) siswa, pemahaman konsep kimia serta dapat menghubungkan eksperimen dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki sebelumnya. Selanjutnya Davidowitz dan Rollnick (2005) dari hasil penelitiannya tentang skema analisa diagram alir menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu menggambarkan diagram alir yang menunjukkan fakta proses dan mengetahui konsep bagaimana alat-alat bekerja, digunakan untuk mengelompokkan tingkatan siswa dari pemahaman praktik siswa secara manual dan dapat digunakan sebagai alat pembelajaran serta bagian dari sesi penilaian. Pada paragraf pertama menyatakan bahwa cakupan materi ilmu kimia sebagian besar terdiri atas konsep yang bersifat abstrak dan kompleks serta melibatkan hitungan-hitungan yang menggunakan operasi matematis. Kombinasi dari sifat-sifat ilmu kimia yang abstrak dan perhitungan-perhitungan matematis menjadikan ilmu kimia sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Dalam mempelajari konsep-konsep yang abstrak tersebut diperlukan kemampuan intelektual yang relatif tinggi, yaitu kemampuan berpikir formal yang dimiliki oleh individu yang telah mencapai tingkat operasi formal berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget (Beistel 1975, Wiseman, 1981, dan Herron, 1975). Siswa yang telah mencapai tingkat berpikir formal secara langsung akan memiliki kecerdasan yang tinggi dan dengan tingkat kecerdasan yang tinggi tersebut maka prestasi siswa juga akan meningkat sebagaimana dinyatakan oleh Winkel (1987) bahwa faktor intelek sangat besar perannya terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar. Permasalahannya adalah tidak semua siswa yang mempelajari konsep-konsep dasar ilmu kimia mencapai tingkat berpikir formal. Mc Kinnon dan Renner, Kolodiy, et al., Haley dan Good (dalam Good, et al., 1979: 428) melaporkan bahwa sebagian besar siswa sekolah menengah dan mahasiswa yang mempelajari sains belum mencapai tingkat berpikir formal. Belum tercapainya tingkat berpikir formal oleh siswa dan mahasiswa memungkinkan timbulnya kesulitan dalam menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia (Wiseman, 1981: 484). Salah satu materi ilmu kimia di Sekolah Menengah Atas adalah laju reaksi. Pokok bahasan laju reaksi terdiri atas molaritas, konsep laju reaksi, orde reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, teori tumbukan dan penerapan laju reaksi. Materi laju reaksi melibatkan konsep yang sulit karena untuk mempelajari konsep tersebut membutuhkan kemampuan menjelaskan definisi dan rumus laju reaksi, menghitung laju reaksi berdasarkan data konsentrasi, menentukan orde reaksi, serta memahami faktor- faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Reaksi kimia yang terjadi pada materi ada yang berlangsung cepat dan ada yang berlangsung lambat. Sebelum mengetahui prinsip laju reaksi, bagaimana mengontrol laju reaksi maka terlebih dahulu siswa memahami konsep laju reaksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Brady (1990:619) bahwa memahami laju reaksi kimia merupakan hal yang sangat penting agar dapat mengontrol bagaimana laju reaksi terjadi pada materi, akan tetapi masih banyak siswa yang kurang memahami konsep laju reaksi pada khususnya dan konsep kimia pada umumnya. Hasil penelitian Maysara (2006:78-80), dan Sadiyah (2003:56) di SMAN 2 Malang menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep laju reaksi terutama materi yang melibatkan perhitungan dan analisis yang tinggi yaitu pada sub pokok bahasan persamaan laju reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, teori tumbukan dan penerapan laju reaksi; penguasaan konsep terhadap materi laju reaksi siswa SMAN 2 Malang masih sangat rendah serta masih ada sebagian siswa yang merasa kesulitan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi laju PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 186 reaksi. Selanjutnya, Cakmakci, Donnelly & Leach (2003) menemukan bahwa salah satu kesulitan utama siswa adalah menjelaskan hubungan antara laju reaksi dengan waktu dan siswa gagal dalam menggambarkan grafik hubungan antara keduanya. Kesulitan tersebut bersumber pada karakteristik konsep-konsep dalam materi laju reaksi yang pada umumnya merupakan konsep-konsep yang abstrak dan melibatkan perhitungan-perhitungan kimia yang cukup sulit serta siswa harus memahami konsep lain yang mendasarinya seperti stoikiometri dan konsentrasi. Materi laju reaksi memiliki kesesuaian dan kecocokan jika diajarkan dengan pembelajaran Learning Cycle. Hal ini disebabkan karena pembelajaran Learning Cycle sangat cocok digunakan dalam mengajarkan materi yang banyak melibatkan konsep (Lawson, 1989). Dalam pembelajaran Learning Cycle aktivitas pembelajarannya lebih banyak ditentukan oleh siswa, sehingga diharapkan siswa lebih aktif dan banyak terlibat dalam proses belajar. Di samping itu dalam proses pembelajaran untuk setiap fasenya dapat dilalui apabila konsep pada fase sebelumnya sudah bisa dipahami, yang mana setiap fase yang baru dan fase sebelumnya saling berkaitan. Dengan penerapan pembelajaran Learning Cycle yang dipadukan dengan diagram alir pada materi laju reaksi diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik terhadap kualitas proses, hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan hasil belajar dan kemampuan metakognitif antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu diagram alir dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC saja pada materi laju reaksi, 2) perbedaan hasil belajar dan kemampuan metakognitif antara siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah pada materi laju reaksi, 3) pengaruh interaksi model pembelajaran LC dipadu diagram alir dengan kemampuan akademik terhadap hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa pada materi laju reaksi, 4) kualitas proses pembelajaran siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu dengan diagram alir dan pembelajaran model LC saja pada materi laju reaksi, dan 5) persepsi siswa terhadap implementasi pembelajaran model LC dipadu dengan diagram alir. METODE PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dan eksperimen semu (quasi eksperimen) yaitu perlakuan diberikan pada variabel bebas untuk menentukan pengaruhnya pada variabel terikat, tetapi variabel-variabel yang berpengaruh tidak dapat dikontrol dengan ketat (Wiersman, 1991). Rancangan eksperimen semu pada penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2x2, yang mengandung arti bahwa variabel pertama memiliki 2 tingkatan dan variabel kedua juga memiliki 2 tingkatan. Sampel dalam penelitian ini di ambil dari siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011. Pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive random sampling, memilih 2 kelas, yaitu kelas XI-A1 dengan jumlah 32 siswa dan kelas XI-A2 dengan jumlah 32 siswa. Pemilihan 2 kelas tersebut sebagai sampel penelitian dengan mempertimbangkan karakteristik (kemampuan akademik berdasarkan IPK dari nilai rapor semester tiga) yang hampir sama menurut informasi dari sekolah tempat penelitian. Kelas XI-A1 diajar dengan model pembelajaran LC dipadu Diagram Alir sebagai kelas eksperimen dan kelas XI-A2 diajar dengan model pembelajaran LC saja sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran yang digunakan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Instrumen perlakuan berupa silabus, RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) dan LKS (lembar kerja siswa) sedangkan instrumen pengukuran yang digunakan terdiri dari empat jenis, yaitu (l) instrumen penilaian hasil belajar (penilain kognitif, psikomotorik, dan afektif), dimana penilaian kognitif yang berupa tes akan digunakan untuk mengukur variabel terikat (variabel penelitian yang memperoleh dampak langsung dari perlakuan dan yang diperlukan sebagai unit analisis utama), (2) instrumen untuk mengukur kualitas proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan berupa PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 187 pedoman observasi, dokumentasi dan hasil diskusi dari LKS untuk melihat kualitas proses pembelajaran. (3) instrumen persepsi siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan dengan menggunakan angket dengan skor berdasarkan Pengukuran Skala Likert, dan (4) kuesioner inventori, digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan metakognitif siswa yang diukur dengan lembar kuesioner MAI-Jr. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh 2 orang observer yang bertugas untuk mengamati aktivitas siswa dalam lembar observasi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dan 1 orang untuk mengumpulkan dokumentasi. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan (pengumpulan data) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)Tahap persiapan yang terdiri dari: a) Menyusun proposal penelitian, b) Mempersiapkan instrument penelitian, c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), instrumen untuk menilai hasil belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, lembar observasi kualitas proses pembelajaran, angket persepsi siswa, dan kuesioner kemampuan metakognitif siswa, d) Mengurus surat izin penelitian, e) Mengatur jadwal pengumpulan data, f) Menentukan kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol sebagai sampel secara acak berdasarkan kemampuan awal, dan g) Dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan tentang kemampuan awal siswa dari nilai rapor semester tiga kelas XI yang digunakan untuk mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dan rendah; 2) Tahap pelaksanaan yang terdiri dari: a) Melakukan ujicoba instrumen, b) Melakukan pretes, digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi laju reaksi sebelum penelitian dilakukan. Di samping itu sebelum penelitian dilaksanakan diberikan juga kuesioner kemampuan metakognitif pada siswa, c) Melaksanakan kegiatan pembelajaran kimia pada materi laju reaksi dengan pembelajaran model LC dipadu diagram alir pada kelas eksperimen dan model pembelajaran LC saja pada kelas control, d) Mengamati kegiatan siswa (pengamatan aspek afektif dan aspek psikomotorik) dan keterlaksanaan pembelajaran oleh dua orang pengamat dengan lembaran observasi untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, e) Pengambilan dokumentasi selama proses pembelajaran pada pokok bahasan Laju Reaksi berlangsung oleh satu orang pengamat, f) Melakukan pascates, dimana pascates digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran materi laju reaksi. Siswa diberikan lagi kuesioner kemampuan metakognitif dan angket persepsi setelah seluruh kegiatan pembelajaran berakhir dan setelah pascates dilakukan, g) Mengumpulkan data yang diperoleh, dan h) Menganalisis data dan penulisan laporan. Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistik kovarian (anakova). Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan proses pembelajaran, penilaian psikomotorik dan afektif siswa. Persepsi siswa tentang model pembelajaran juga akan dianalisis secara deskriptif sedangkan analisis statistik yang digunakan adalah uji prasyarat analisis data, dan uji hipotesis dengan anakova. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL BELAJAR KOGNITIF Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Kognitif Strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pendidikan, dan hal ini sangat tergantung pada kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran. Model pembelajaran LC dipadu diagram alir sebagai model pembelajaran konstruktivis dianggap potensial dalam meningkatkan ha- sil belajar siswa. Model pembelajaran yang tepat sangat diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan ha- sil analisis anakova menunjukkan model pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar kogni- tif siswa dengan F h =7.160, p < 0.05. Adanya pengaruh signifikan dapat diartikan bahwa perbedaan hasil PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 188 belajar kognitif siswa sebagai akibat penerapan model pembelajaran yaitu model pembelajaran LC dan model pembelajaran LC dipadu diagram alir. Perbedaan hasil belajar kognitif siswa sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran sesuai dengan pendapat Arend (2007) yang menyatakan bahwa model atau strategi pembelajaran dapat membantu siswa mendapatkan informasi baru, mempelajari berbagai keteram- pilan penting dan memikirkan serta memperoses informasi yang sudah diperoleh. Perbedaan hasil belajar tersebut tergambar dari adanya perbedaan rata-rata skor hasil belajar kognitif siswa dari hasi uji lanjut. Rata-rata skor terkoreksi hasil belajar kognitif siswa yang diajar dengan model LC dipadu diagram alir adalah lebih tinggi 6.3% dari skor rata-rata terkoreksi hasil belajar kognitif siswa yang diajar dengan model LC saja pada materi laju reaksi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelum- nya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mngomenzulu (1993), Davidowitz dan Rollnick (2001), Davidowitz, dkk (2001), Jelita (2003), Sarman (2007), dan Kartini (2007). Semua penelitian yang dilaku- kan peneliti tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan melibatkan pembuatan diagram alir dapat meningkatkan hasil belajar (pemahaman konsep) siswa dalam pembelajaran kimia. Pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir, terbukti meningkatkan pemahaman konsep siswa yang ditandai dengan ke- berhasilan siswa menghasilkan produk berupa diagram alir. Pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir yang telah dilakukan mampu menjembatani tingkat kerumitan konsep yang ada dalam materi laju reaksi. Hal ini khususnya tampak dengan adanya ke- sempatan siswa memahami prosedur kegiatan dengan cara membuat urutan kerja dalam bentuk diagram alir dengan cara optimalisasi kreativitas siswa dalam kelompok masing-masing. Rangkaian kata-kata atau ide-ide yang disampaikan oleh siswa dalam diagram alir mencerminkan suatu kegiatan proses kerja. Ga- gasan-gagasan atau ide-ide ini merupakan pencerminan dari pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Meester dan Maskill (1995) menyatakan dalam membuat diagram alir, siswa akan mempunyai persiapan awal atau pengetahuan awal sebelum melakukan kegiatan laboratorium. Masalah penyiapan kegiatan praktikum dengan mempertimbangkan siswa akan masuk kegiatan laboratorium dapat berfungsi sebagai advance organizer untuk menyiapkan atau mewaspadakan siswa sehingga menyediakan kerangka kon- septual yang dapat digunakan oleh siswa untuk memperoleh kejelasan terlebih dahulu mengenai apa yang akan dipelajari kemudian. Dengan demikian pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir mampu mempersiapkan siswa sebelum materi pokok laju reaksi diberikan, di mana diagram alir dapat digunakan sebagai petunjuk persiapan pra laboratorium yang merupakan strategi yang efektif dalam meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa di laboratorium.
Pengaruh Kemampuan Akademik terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Kemampuan akademik atau pengetahuan awal adalah sebuah proses akumulatif yang meliputi pen- guasaan pengetahuan baru dan dapat meningkatkan keterampilan yang telah dimiliki. Kemampuan akademik siswa merupakan bagian dari komponen proses pembelajaran yang harus diperhatikan oleh tenaga pendidik. Hasil analisis anakova menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kemampuan akademik dengan hasil belajar kognitif siswa, yaitu F hitung = 4.063, p< 0.05. Dari hasil uji lanjut dengan uji Least Significant Difference (LSD) pada level signifikansi 0.05 diperoleh rata-rata skor terkoreksi pada siswa akademik tinggi adalah 80.7 sedangkan skor rata-rata terkoreksi siswa akademik rendah adalah 77.1. Berdasarkan skor rata-rata terkoreksi tersebut dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata siswa akademik tinggi lebih tinggi dan berbeda signifikan dengan skor rata-rata hasil belajar kognitif siswa akademik ren- dah. Hasil penelitian ini sejalan dengan Cottrell dan McNamara (2002) yang melaporkan bahwa dengan menerapkan pengetahuan awal dapat meningkatkan pemahaman sains dengan F hitung = 1.140, Beta=0.21, p < 0.05 dan Brand (1987) telah melaporkan bahwa siswa bervariasi perolehannya dalam pembelajaran seir- ing dengan meningkatnya tingkat kemampuan akademik. Selanjutnya menurut hasil penelitian Sarman (2007) melaporkan bahwa kemampuan awal memberikan pengaruh secara signifikan terhadap pencapaian hasil belajar. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi telah berhasil menguasai konsep prasyarat pada materi pokok larutan penyangga. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 189 Temuan penelitian ini mendukung pendapat Guntur et.al. (dalam Lawrence, 1998), yang mengemu- kakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi pencapaian berpikir tingginya lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kemampuan akademik bawah. Sementara menurut Nasution (2000) menyatakan, kemampuan akademik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Pernyataan ini mengandung arti bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi akan memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dari siswa yang berkemampuan akademik rendah. Ander- son (dalam Nasution, 2000) mengemukakan bahwa apabila siswa memiliki tingkat kemampuan akademik berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama maka hasil belajar akan berbeda-beda sesuai dengan ting- katan kemampuannya. Hal ini dapat dijelaskan karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari, kemampuan akademik yang dimiliki siswa sangat menentukan keberhasilan dalam menggunakan kognitif tinggi.
Pengaruh Interaksi Model Pembelajaran dan Kemampuan Akademik terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Pembelajaran yang berorientasi peningkatan pemahaman konsep siswa (hasil belajar kognitif) sangat penting karena dalam tangga belajar menduduki posisi strategis sebagai tonggak untuk memperoleh wawasan khususnya yang berkaitan dengan konsep-konsep kimia. Pembelajaran yang dimaksudkan adalah hendaknya perencanaan pembelajaran berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran dengan mem- pertimbangkan kemampuan akademik siswa (prior knowledge) sehingga berdampak pada pencapaian hasil belajar siswa yang optimal atau pencapaian ketuntasan belajar. Pencapaian ketuntasan belajar tersebut tidak terlepas dari kelihaian tenaga pendidik dalam menentukan atau memilih model pembelajaran, mengidenti- fikasi kesesuaian antara model pembelajaran dengan materi pelajaran, kompetensi guru tentang pengem- bangan dan pendalaman materi, serta pemberdayaan kemampuan akademik siswa. Dalam penelitian ini ada empat kombinasi yang terjadi yaitu kombinasi pembelajaran model LC saja siswa berkemampuan akademik tinggi, kombinasi pembelajaran model LC saja siswa berkemampuan akademik rendah, kombinasi pembelajaran model LC dipadu diagram alir siswa berkemampuan akademik tinggi, dan kombinasi pembelajaran model LC dipadu diagram alir siswa berkemampuan akademik rendah. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan anakova diperoleh bahwa interaksi model LC dipadu diagram alir dengan kemampuan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar kognitif siswa. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara model pembelajaran LC dipadu diagram alir dengan kemampuan akademik saling melemahkan sehingga interaksinya tidak memberikan pengaruh terhadap ha- sil belajar kognitif siswa. Meskipun hasil anakova menunjukkan pengaruh tidak signifikan dari interaksi model pembelajaran dengan kemampuan akademik terhadap hasil belajar kognitif siswa, perlu diungkap hasil belajar kognitif pada kombinasi dalam interaksi tersebut untuk mengetahui posisi masing-masing interaksi model pembela- jaran dengan kemampuan akademik dalam meningkatkan hasil belajar kognitif. Hasil uji LSD rata-rata skor terkoreksi hasil belajar kognitif menunjukkan interaksi model pembela- jaran LC dipadu diagram alir kemampuan akademik tinggi dan model pembelajaran LC dipadu diagram alir kemampuan akademik rendah tidak berbeda nyata terhadap hasil belajar kognitif (Tabel 1). Artinya model pembelajaran LC dipadu diagram alir dapat diaplikasikan pada siswa dengan kemampuan akademik tinggi maupun kemampuan akademik rendah untuk meningkatkan hasil belajar kognitif. Model pembelajarn LC dipadu diagram alir tidak sekedar handal dalam meningkatkan hasil belajar kognitif pada kemampuan akademik tinggi namun juga handal pada kemampuan akademik rendah. Model pembelajaran LC dipadu diagram alir mampu membantu siswa kemampuan akademik rendah meningkatkan hasil belajar kognitif mendekati kemampuan akademik tinggi.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 190 Tabel 1 Ringkasan Hasil Uji Lanjut Pengaruh Interaksi Model Pembelajaran dan Kemampuan Akademik terhadap Hasil Belajar Kognitif MODEL Akademk CODE PRE PASCA SELISIH PASCOR Notation 1=LC Rendah 1 38,9 75,1 36,2 75,0 a 1=LC Tinggi 2 38,6 78,2 39,6 78,1 a 2=LC+Diagram Alir Rendah 3 32,8 78,9 46,1 79,3 a b 2=LC+Diagram Alir Tinggi 4 38,5 83,5 45,0 83,4 b HASIL BELAJAR RANAH AFEKTIF Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya ter- hadap pelajaran, etika dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinan dalam mengikuti pelajaran lainnya (Sagala, 2010). Selain itu tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial (Sudjana, 2009). Hasil belajar ranah afektif dalam penelitian ini diperoleh dari dua aspek yaitu (1) hasil belajar afektif aktivitas siswa dalam kerja kelompok dalam proses pembelajaran, dan (2) hasil angket persepsi diberikan setelah proses pembelajaran dan pascates dilakukan. HASIL BELAJAR RANAH AFEKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN Berdasarkan hasil observasi penilaian afektif siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, si- kap siswa selama proses belajar menunjukkan kriteria sangat berminat, bahwa hasil belajar ranah afektif siswa kelas eksperimen memperoleh skor rata-rata 85.9 dan kelas kontrol memperoleh skor rata-rata 81.8. Hal tersebut juga memberikan gambaran bahwa siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat ber- interaksi dengan temannya dalam kelompok, kerjasama siswa dalam kelompok, keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dan keefektifan menggunakan waktu dalam kerja kelompok un- tuk menyelesaikan masalah. Dengan pembelajaran ini siswa merasa tertantang untuk berperan serta secara aktif dalam proses pembelajaran, karena mereka menyadari bahwa belajar berarti usaha untuk mengubah tingkah laku. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu, tetapi juga berbentuk keterampi- lan, kecakapan, sikap, pengertian, keseriusan, harga diri serta watak dan penyesuaian diri. PERSEPSI SISWA Persepsi siswa dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan responden (siswa) terhadap proses pembe- lajaran. Dalam hal ini, ada tujuh variabel yang diukur. Skor rata-rata untuk ketujuh variabel tersebut diper- lihatkan dalam Gambar 1 yang menampilkan persepsi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu diagram alir memperoleh skor 3.8 dengan persentase 76.0% dengan enam variabel berkriteria positif dan satu variabel berkriteria sangat positif. Berdasarkan data tersebut secara umum siswa memberi- kan persepsi positif (setuju) terhadap pembelajaran LC dipadu diagram alir pada materi laju reaksi. Semen- tara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC memperoleh skor rata-rata persepsi 3.5 dan dengan persentase 70.0% dan semua variabel berkriteria positif. Berdasarkan data tersebut secara umum siswa memberikan persepsi positif (setuju) terhadap pembelajaran LC pada materi laju reaksi. Perbedaan persentase persepsi siswa terlihat pada Gambar 1 dimana pada masing-masing variabel menunjukkan siswa yang dibelajarkan dengan model LC dipadu diagram alir memperoleh persentase lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan model LC, terutama dalam kemudahan siswa memahami materi pelajaran, senang belajar dan termotivasi untuk menyelesaikan soal. Siswa merasa dilibatkan secara aktif dalam memperoleh konsep, siswa diberi kesempatan untuk belajar memperoleh konsep, sehingga dapat PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 191 memudahkan pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari. Di samping itu, ada kegiatan yang meli- batkan siswa bekerja secara mandiri dan kelompok, sehingga siswa merasa bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakan sehingga memungkinkan siswa untuk bekerja secara sungguh-sungguh.
Gambar 1 Persentase Persepsi Siswa HASIL BELAJAR RANAH PSIKOMOTORIK Hasil belajar ranah psikomotor merupakan perpaduan dari persiapan yang dilakukan siswa sebelum melakukan kegiatan eksperimen dan penilaian terhadap kinerja siswa pada saat eksperimen di laborato- rium. Aspek yang dinilai pada kegiatan laboratorium meliputi cara memasukkan larutan ke dalam tabung reaksi, cara mengukur larutan dalam gelas ukur, ketelitian dan kecermatan dalam pengamatan, kerjasama dalam melakukan praktikum, dan membersihkan alat dan tempat praktikum sebelum dan sesudah prakti- kum dengan skor minimal adalah satu dan skor maksimal adalah dua yang diberikan oleh pengamat. Berdasarkan hasil belajar ranah psikomotorik, keterlaksanaan dari aspek yang berkaitan dengan ket- erampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah siswa menerima pengalaman tertentu, menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen 85.7 dan kelas kontrol 81.0, terdapat perbe- daan hasil belajar psikomotorik antara siswa yang dibelajarkan dengan model LC dipadu diagram alir den- gan siswa yang dibelajarkan dengan model LC pada kelas XI IPA SMAN 2 Malang pada materi laju reaksi. Hal ini terjadi karena siswa yang dibelajarkan dengan model LC dipadu diagram alir siswa aktif se- lama proses pembelajaran berlangsung. Siswa diberikan kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pengeta- huan dibenak mereka, mereka belajar secara mandiri dan mengembangkan konsep yang telah didapatkan pada alur pikir yang benar. Keaktifan siswa terlihat dari sebelum proses pembelajaran, siswa nampak ber- tanggung jawab pada pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran keaktifan siswa meningkat dengan ak- tifnya siswa menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menanggapi jawaban teman. Dengan bertanya siswa dapat menggali informasi , mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui. Hal ini terjadi karena tingkat persiapan yang dilakukan siswa sebelum melakukan kegiatan eksperimen dan kinerja siswa pada saat eksperimen di laboratorium pada kelas eksperimen lebih baik bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Johnston (1997) mengatakan bahwa kegiatan laboratorium adalah bagian dimana siswa-siswa memperoleh informasi yang melewati batas pengalaman. Jika siswa- siswa tidak disiapkan sebelum kegiatan laboratorium, mereka tidak mungkin mampu memahami prosedur yang diberikan dengan baik. KEMAMPUAN METAKOGNITIF PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 192 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF Berdasarkan hasil analisis anakova menunjukkan model pembelajaran berpengaruh signifikan terha- dap kemampuan metakognitif siswa dengan F h =12.035, p < 0.05 yaitu 0.001. Adanya pengaruh signifikan dapat diartikan bahwa perbedaan kemampuan metakognitif siswa sebagai akibat penerapan model pembe- lajaran yaitu model pembelajaran LC dan model pembelajaran LC dipadu diagram alir. Perbedaan kemampuan metakognitif tersebut tergambar dari adanya perbedaan rata-rata skor terko- reksi kemampuan metakognitif siswa dari hasi uji lanjut. Rata-rata skor terkoreksi kemampuan metakogni- tif siswa model LC dipadu diagram alir adalah lebih tinggi 3.9% dari skor rata-rata terkoreksi kemampuan metakognitif siswa model LC pada materi laju reaksi, tetapi peningkatan ini belum sampai pada peningka- tan pada kategori berkembang sangat baik. Pada penelitian ini rata-rata skor kemampuan metakognitif pre- tes dan pascates siswa pada semua kelompok subyek termasuk kategori berkembang baik. Kelompok tersebut yaitu model pembelajaran LC, model LC dipadu diagram alir, kemampuan akademik tinggi, ke- mampuan akademik rendah, interaksi LC-AT, interaksi LC-AR, interaksi LC dipadu diagram alir-AT, dan interaksi LC dipadu diagram alir-AR, terlihat pada Tabel 2. Kelas yang dibelajarkan dengan model LC di- padu diagram alir dan kelas yang dibelajarkan dengan LC saja sama-sama menunjukkan kategori berkem- bang baik, hal tersebut disebabkan karena kedua model tersebut sama-sama sebagai model pembelajaran inovatif, dimana siswa dilibatkan secara aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Ber- dasarkan hasil wawancara dengan Corebima (2011) yang merupakan dosen biologi dan pakar dalam bidang tersebut, bahwa dari hasil penelitian yang dikumpulkan sebanyak 80 penelitian menunjukkan rata- rata skor kemampuan metakognitif pretes dan pascates siswa pada semua kelompok subyek termasuk kate- gori di bawah berkembang baik dan ketiga variabel pembelajaran yang diteliti baik pengaruh model/strategi, pengaruh kemampuan akademik, dan pengaruh interaksi model/strategi pembelajaran dan kemampuan akademik tidak signifikan terhadap kemampuan metakognitif. Selanjutnya Corebima berpen- dapat bahwa hal tersebut disebabkan karena pada semua penelitian tersebut membandingkan antara model pembelajaran inovatif dengan strategi konvensional, karakter anak didik (populasi) yang ada di Negara kita yang ditunjukkan pada butir-butir inventori kurang cocok dengan karakter yang ada dengan Negara luar (Negara asal), dan kurangnya kejujuran siswa dalam menjawab pertanyaan inventori dimana siswa men- ganggap bahwa skor tertinggi dengan pilihan jawaban SS/Sangat Setuju (skor 4) pada inventori merupakan nilai paling baik. Kemampuan metakognitif siswa tidak dapat muncul dengan sendirinya tanpa difasilitasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Cao dan Nietfeld (2007) yang menyatakan bahwa metakognisi tidak mun- cul dengan sendirinya dalam pembelajaran. Tabel 2 Rata-rata Skor Kemampuan Metakognitif Pretes dan Pascates No Variabel Pembelajaran Pretes Kategori Pascates Kategori 1 LC 65.8 Bb 70.7 Bb 2 LC + DA 65.7 Bb 73.4 Bb 3 Akademik Tinggi (AT) 65.7 Bb 72.3 Bb 4 Akademik Rendah (AR) 65.8 Bb 71.8 Bb 5 Interaksi LC-AT 66.0 Bb 70.8 Bb 6 Interaksi LC-AR 65.6 Bb 70.6 Bb 7 Interaksi LC + DA-AT 65.5 Bb 73.7 Bb 8 Interaksi LC + DA-AR 65.9 Bb 73.1 Bb Keterangan: DA = Diagram Alir Bb = Berkembang baik
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 193 Perpaduan model pembelajaran LC dengan diagram alir memberikan peluang kepada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir terutama kemampuan metakognitif dalam memecahkan suatu permasala- han dan latihan-latihan menghadapi masalah kimia dengan bantuan guru sebagai fasilitator dan bantuan dari teman kelompok. Peningkatan kemampuan metakognitif ini disebabkan adanya keyakinan bahwa ber- pikir kompleks secara terbimbing akan melatih siswa belajar bermakna, berpikir alternatif, serta reflektif (Peng, 2004; Arends, 2004). Hal ini dilihat dari langkah-langkah dari pembelajaran model LC yang dipa- dukan dengan diagram alir dapat memberikan kontribusi untuk memberdayakan kemampuan metakognitif. Menurut pendapat Dirkes (1985) (dalam Corebima, 2010) bahwa salah satu strategi metakognitif dasar adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan terdahulu. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Mengajarkan strategi metakognitif pada siswa dapat mendorong pemahaman siswa. Siswa dapat berpikir tentang bagaimana proses berpikirnya dan menerapkan strategi tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit. Hal ini termasuk membuat pertanyaan dan menjawabnya sendiri, membuat ringkasan, peta konsep tentang ma- teri yang telah dibaca, atau mengucapkan dengan kata-kata sendiri apa yang telah mereka dengar (Slavin, 1994). Dengan membuat diagram alir di rumah merupakan bentuk tugas yang diberikan guru kepada siswa sebagai persiapan awal siswa sebelum melakukan praktikum dan presentase diagram alir yang telah dibuat pada fase kedua dari LC yang berfungsi untuk lebih memberikan pemahaman kepada siswa tentang apa yang akan dieksperimenkan. Untuk lebih memaksimalkan proses kemampuan berpikir siswa maka model LC perlu dipadukan dengan diagram alir, dimana semua aktivitas-aktivitas belajar dan aktivitas-aktivitas mental yang akan dilalui ini telah disediakan pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam LKS semua aktivitas belajar siswa disusun dalam bentuk kalimat perintah dan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang sedemikian rupa untuk melatih kemampuan berpikir siswa. Temuan penelitian ini memperkuat pendapat Davidowitz dan Rollnick (2001), bahwa diagram alir yang dikembangkan memiliki keunggulan karena pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek kog- nitif saja, tetapi memaksimalkan kegiatan laboratorium, dan proses pemahaman mengembangkan latihan berpikir (kemampuan metakognisi) kimia siswa. Di samping itu Davidowitz dan Rollnick dalam peneli- tiannya pada mahasiswa jurusan kimia, melaporkan bahwa pembuatan diagram alir sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan metakognitif pada semua mahasiswa yang dijadikan sebagai sampel penelitian. PENGARUH KEMAMPUAN AKADEMIK TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kemampuan metakognitif siswa tidak berbeda signi- fikan antara siswa berkemampuan akademik tinggi dengan siswa yang berkemampuan akademik rendah. Siswa yang berkemampuan akademik tinggi memperoleh rata-rata skor kemampuan metakognitif yang hampir sama dengan siswa yang berkemampuan akademik rendah. Menurut Nur, dkk. (1998) bahwa kebanyakan siswa secara bertahap mengembangkan keterampilan metakognitifnya dan sebagian yang lain tidak berkembang. Dengan melatihkan strategi metakognitif, siswa mampu menjadi pebelajar yang mandiri, siswa dapat menumbuhkan sikap jujur dan berani mengakui ke- salahan membawa kearah peningkatan hasil belajar mereka secara nyata. Kemampuan akademik siswa yang tidak berbeda secara nyata antara siswa yang mempunyai kemam- puan akademik rendah dan siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dalam penelitian ini diduga lebih disebabkan oleh pada saat mengisi kuesioner (inventori) metakognitif, kebanyakan siswa mengisi sesuai dengan kondisi ideal, tanpa menyesuaikan dengan keadaan diri yang sesungguhnya. Selain itu dalam mengisi kuesioner relatif cepat, padahal untuk mengisi atau menjawab pertanyaan siswa seharus- nya melihat atau mencocokan dengan keadaan dirinya yang sesungguhnya, memerlukan pemikiran yang mendalam dan memerlukan waktu yang lama. Berdasarkan fakta tersebut di atas maka tujuan yang diharapkan dalam melatihkan strategi metakogni- tif kepada siswa bisa dikatakan belum tercapai, karena siswa masih belum memiliki kejujuran dan kebera- nian untuk mengemukakan keadaan diri yang sesungguhnya. Menurut Goleman (2007) bahwa tindakan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 194 pikiran rasional dan tindakan pikiran emosional bersifat saling mempengaruhi dalam membentuk ke- hidupan mental manusia. Pikiran rasional merupakan model pemahaman yang lazimnya disadari, lebih menonjol kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati, dan merefleksi. Selanjutnya, bersamaan dengan itu ada sistem pemahaman yang lain impulsive dan berpengaruh besar yaitu pikiran emosional. Pikiran emosional munculnya jauh lebih cepat tetapi ceroboh, sehingga mampu mengesampingkan pikiran hati-hati dan analitis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2008) dan Karmana (2010), yang melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara siswa berkemampuan akademik rendah dengan siswa berkemampuan akademik tinggi terhadap kesadaran atau keterampilan metakognitif. Namun temuan penelitian yang dilakukan Sarman (2007) pada jurusan kimia, melaporkan bahwa kemam- puan awal atau kemampuan akademik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan ber- pikir kritis. Kemampuan metakognitif merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Eggen & Kauchak, 1996). Hasil penelitian ini kurang mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Coutinho (2007), bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bagus maka kemampuan metakognisi siswa juga bagus dan hasil belajar (IPK) siswa juga akan bagus. Selanjutnya hasil penelitian ini juga kurang mendukung teori yang dinyatakan Dunning, dkk (2003) yang menyatakan bahwa berpikir metakognitif penting dalam bela- jar dan merupakan penentu penting dalam keberhasilan akademik. Siswa yang memiliki metakognitif yang bagus memperlihatkan keberhasilan akademik yang bagus pula dibandingkan dengan siswa yang memiliki metakognitif kurang bagus. Menurut Schraw dan Dennison (1994) mengatakan bahwa siswa yang meng- gunakan pengetahuan dan pengaturan metakognitif meningkatkan kemampuan akademisnya. Dari pern- yataan-pernyataan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi semestinya memiliki kemampuan metakognitif yang lebih tinggi dari siswa yang berkemampuan akademik rendah. PENGARUH INTERAKSI MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN AKADEMIK TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF Hasil uji anakova menunjukkan bahwa interaksi model pembelajaran dengan kemampuan akademik tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan metakognitif. Interaksi model pembelajaran dengan ke- mampuan akademik tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan metakognitif siswa sebagai akibat in- teraksi antara model pembelajaran dengan kemampuan akademik. Tidak ada perbedaan nyata kemampuan metakognitif siswa sebagai akibat kombinasi model pembela- jaran dengan kemampuan akademik. Hal ini menunjukkan model pembelajaran LC dipadu diagram alir dan model pembelajaran LC saja mempunyai potensi setara pada kemampuan akademik tinggi dan kemampuan akademik rendah dalam meningkatkan kemampuan metakognitif. PENILAIAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN KIMIA Dalam penelitian ini kualitas proses pembelajaran diamati menggunakan lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa, dokumentasi, dan hasil diskusi dari LKS selama proses pembelajaran berlangsung. Sesuai dengan hasil analisis secara deskriptif terhadap kualitas proses pembelajaran materi laju reaksi pada siswa yang belajar dengan LC dan siswa yang belajar dengan LC dipadu diagram alir sama-sama berlangsung baik tetapi skor kualitas proses pembelajaran secara umum untuk kelas LC dipadu diagram alir lebih tinggi dari kelas yang belajar dengan LC saja. KELAS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 195 Berdasarkan hasil observasi pembelajaran dengan model LC, bahwa kualitas proses pembelajaran se- cara keseluruhan berlangsung dengan baik dengan perolehan total rata-rata skor dari tahap kegiatan awal (pra pembelajaran), kegiatan inti dan kegiatan penutup adalah 3.3 dari skor maksimum 4.0. Aspek kon- struktivis berlangsung sesuai konsep yang dimulai dengan menggali pengetahuan awal dengan pengumpu- lan informasi dan ide-ide dengan mengajukan pertanyaan tentang proses aktual dalam kehidupan sehari- hari atau fenomena yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari, dari pertanyaan tersebut siswa diajak untuk mengemukakan suatu gagasan atau membuat hipotesis berlangsung dengan baik. Tahap beri- kutnya adalah siswa menguji prediksi atau hipotesis, siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan percobaan, melakukan pengamatan, mengumpulkan data, analisis dan interpretasi data serta membuat suatu kesimpulan dalam kerangka pemikiran membentuk suatu konsep yang semuanya tertuang dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) terlaksana dengan baik pada tahap exploration. Selanjutnya siswa menjelaskan konsep yang telah diperoleh dengan kalimat sendiri dan membuat kesimpulan kegiatan berlangsung dengan baik. Pada tahap elaboration dan evaluation siswa menyelesaikan masalah dalam kondisi yang baru berlangsung dengan baik. Peningkatan kualitas proses pembelajaran pada penelitian ini juga terlihat pada hasil diskusi dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikumpulkan dari pertemuan pertama sampai dengan keenam dan dari hasil tersebut menunjukkan bagaimana keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran yang berupa keakti- fan dalam menjawab pertanyaan, bertanya dan menanggapi jawaban teman. Pada penerapan LC lima fase ini terlihat pada Gambar 2 tentang keaktifan siswa yang semakin meningkat dari pertemuan pertama sam- pai ke enam. Pada pertemuan kelima dan keenam pada konsep teori tumbukan dan penerapan laju reaksi si- fat materinya abstrak, sehingga siswa perlu dijelaskan beberapa kali dan menunjukkan sedikit penurunan perolehan skor pada LKS 5 dan LKS 6.
Gambar 2 Pencapaian Rata-rata Skor Diskusi KELAS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DIPADU DIAGRAM ALIR Kelas yang dibelajarkan dengan LC dipadu diagram alir merupakan kelas pembelajaran LC tetapi dia- gram alir dibuat di rumah sebagai tugas sebelum kegiatan praktikum dilakukan dan dipresentasikan pada saat proses pembelajarn oleh siswa. Diagram alir yang dikerjakan siswa berfungsi sebagai pengetahuan awal dan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang apa yang akan di eksperimenkan. Davidowitz dan Rollnick (2001) mengemukakan bahwa diagram alir merupakan gambaran dari pengeta- huan awal dan digunakan sebagai persiapan awal untuk melakukan eksperimen. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989) pengetahuan awal ini dapat mengarahkan para siswa ke materi-materi yang akan dipelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Selanjutnya Ausubel (dalam Nur, 1998) mengemukakan PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 196 bahwa pengetahuan awal ini penting dalam mengaitkan konsep yang telah ada pada struktur kognitif siswa agar terjadi pembelajaran bermakna. Fase-fase pembelajaran LC dipadu diagram alir ini sama dengan fase pembelajaran kelas LC, dengan menggunakan LKS yang sama, perlakuan yang hampir sama tetapi perbe- daannya terletak pada fase eksplorasi dimana pada kelas LC dipadu diagram alir sebelum praktikum dimu- lai siswa mempresentasikan diagram alir yang telah dibuat di rumah. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran dengan model LC dipadu diagram alir, bahwa kualitas proses pembelajaran secara keseluruhan berlangsung dengan baik dengan perolehan total rata-rata skor dari tahap kegiatan awal (pra pembelajaran), kegiatan inti dan kegiatan penutup adalah 3.4 dari skor maksimum 4.0. Angka ini lebih tinggi dibanding kelas yang belajar dengan model LC saja.
Gambar 3 Perbandingan Penilaian Kelas LC dan kelas LC Dipadu Diagram Alir Gambar 3 memperlihatkan perbandingan skor yang diberikan oleh observer, yang mana proses pem- belajaran untuk fase exploration, explanation, elaboration, dan evaluation untuk kelas LC dipadu diagram alir lebih baik dibanding dengan kelas LC saja. Dengan adanya perpaduan model LC dengan diagram alir membuat kelas lebih siap dalam pembelajaran jika dibandingkan dengan kelas LC saja. Hal ini disebabkan diagram alir dapat berfungsi sebagai pengetahuan awal dan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang apa yang akan di eksperimenkan. Meester dan Maskill (1995) menyatakan dalam membuat dia- gram alir, siswa akan mempunyai persiapan awal atau pengetahuan awal sebelum melakukan kegiatan la- boratorium. Ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Johnstone (1997), Bucat dan Shand (1996), dan Mngomezulu (1993), serta Davidowitz dan Rollnick (2001), bahwa penggunaan diagram alir dalam kegiatan laboratorium dapat meningkatkan keterampilan berpikir (keterampilan metakognisi) siswa, pemahaman konsep kimia serta dapat menghubungkan eksperimen dengan konsep-konsep yang sudah di- miliki sebelumnya. Gambar 3 juga menunjukkan bahwa skor rata-rata kualitas proses pembelajaran kelas LC dipadu dia- gram alir lebih tinggi jika dibandingkan dengan skor rata-rata kualitas proses pembelajaran kelas LC saja, di samping itu lebih tingginya skor rata-rata kualitas proses pembelajaran kelas LC dipadu diagram alir da- pat diperoleh dari skor rata-rata hasil diskusi siswa yang ditunjukkan pada Gambar 2 dari LKS pertama sampai LKS keenam. Hasil diskusi yang dikumpulkan oleh siswa melalui LKS, menunjukkan bagaimana keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran yang berupa keaktifan dalam menjawab pertanyaan, ber- tanya dan menanggapi jawaban teman. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 197 Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dikemu- kakan kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1) Pada materi laju reaksi hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC dipadu diagram alir lebih tinggi di- bandingkan dengan hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran LC saja, 2) Pada materi laju reaksi terdapat perbedaan hasil belajar yang lebih tinggi pada siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah dan tidak terdapat perbedaan kemampuan metakognitif yang signifikan antara siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, 3) Tidak terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran LC dipadu diagram alir dengan kemampuan akademik terhadap hasil belajar dan kemampuan metakognitif siswa pada materi laju reaksi, 4) Pada materi laju reaksi kualitas proses pembelajaran siswa yang dibelajarkan dengan model pembela- jaran LC dipadu dengan diagram alir dan pembelajaran model LC saja berlangsung dengan baik, dan 5) Siswa memberikan persepsi lebih positif (setuju) sebanyak 76.0% terhadap implementasi model pembela- jaran LC dipadu diagram alir sedangkan persepsi siswa terhadap implementasi model pembelajaran LC saja memberikan persepsi positif (setuju) sebanyak 70.0%. SARAN 1. Penerapan model pembelajaran LC dipadu dengan diagram alir ini perlu dilanjutkan pada pembelajaran kimia khususnya IPA (fisika, kimia, dan biologi) yang banyak melibatkan kegiatan laboratorium dan dalam penerapan model pembelajaran LC dipadu diagram alir ini perlu dilengkapi dengan perangkat pembelajaran (silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), dan diupayakan adanya teks ajar karena: (a) membantu siswa meningkatkan keterampilan berpikir (keterampilan metakognitif), (b) membantu siswa meningkatkan hasil belajar (pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik), dan (c) menguntungkan bagi siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dan rendah 2. Bagi guru yang akan mengimplementasikan model pembelajaran LC dipadu diagram alir, hendaknya diawali dengan mengajarkan siswa cara membuat diagram alir pada materi sebelumnya dan guru juga hendaknya telah menguasai langkah-langkah pembuatan diagram alir. 3. Pemberian angket persepsi dan lembar kuesioner kemampuan metakognitif siswa sebaiknya dikerjakan di kelas pada saat jam pelajaran berlangsung supaya hasil yang didapatkan tidak bias. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pemberdayaan kemampuan metakognitif siswa pada konsep-konsep kimia yang lain mengingat penelitian tentang variabel tersebut pertama kali dilakukan di kimia, dengan mengupayakan inventori kemampuan metakognisi yang terintegrasi dengan hasil belajar (penguasaan konsep) dalam bentuk rubrik sehingga pengukuran kemampuan metakognisi siswa menjadi objektif dan tidak bias. 5. Guru hendaknya memanfaatkan kemampuan akademik siswa dalam menyusun kelompok diskusi agar pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien. DAFTAR RUJUKAN Beistel, D.W. 1975. A Piagetian Approach to General Chemistry. Journal of Chemical Education, 52 (3): 151-152. Bucat, B. & Shand, T. 1996. Thinking Task in Chemistry: Teaching for Understanding. Departement of Chemistry, Nedlands: Western Australia. Cakmakci, D., Donnelly, J., & Leach, J. 2003. A cross-sectional study of the understanding of the relationships be- tween concentration and reaction rate among Turkish secondary and undergraduate students. European Science Educational Research Association (ESERA) conference. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 198 Cao, L & Nietfeld, J.L. 2007. College Students Metacognitive Awareness of Difficulties in Learning the Class Con- tent Does Not Automatically Lead to Adjusment of Study Strategies. Australian Journal of Educational & De- velopmental Psychology. Vol. (7): 31-46. Corebima, A.D. 2010. Berdayakan Keterampilan Berpikir Selama Pembelajaran Sains Demi Masa Depan Kita. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Sains dengan tema Optimalisasi Sains untuk Memberdayakan Manusia, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Surabaya, 16 Januari. Cottrell, S.A.& McNamara, D.S. 2002. Cognitive Precursors to Science Comprehension, (Online), (http://csep.psyc.memphis.edu/cohmetric/cottrell_McNamara_CogSci_final.pdf), diakses 9 Agustus 2010. Coutinho, S.A. 2007. The Relationship Between Goals, Metacognition, and Academic Success. Research Paper. Edu- cate, (Online), Vol 7 (1), (http://www.educatejournal.org/), diakses 7 September 2010. Davidowitz, B. & Rollnick, M. 2001. Effectiveness of Flow Diagrams as a Strategy for Learning in Laboratories. Aus- tralian Journal of Education in Chemistry. 57: 18-24. Davidowitz, B. & Rollnick, M. 2005. Development and Application of a Rubric for Analysis of Novice Students Laboratory Flow Diagrams. International Journal of Science Education. 27(1): 43-59. Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Ma- drasah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang. Eggen, P.D. & Kauchak, D.P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and Thinking Skill. (Third edition). Boston: Allyn and Bacon. Fajaroh, F. & Dasna, I.W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Model-Model Pembelajaran Inovatif. LP3 UM: UM Press. Good, R, Kromhout, R.A. & Melon, E.K. 1979. Piagets Work and Chemical Education. Journal of Chemical Educa- tion, 57 (7): 426-430. Herron, J.D. 1975. Piaget for Chemists Explaining What Good Student Cannot Understand. Journal of Chemical Education, 52 (3): 146-150. Hollingworth, R.W. and McLoughlin, C. 2001. Developing Science Students Metacognitive Problem Solving Skills. Australian Journal of Educational Technology, 17(1). Johnstone, A.H. 1997. ChemistryTeaching-Science or Alchemy? Journal of chemical Education, 76(3): 262-268. Kean, E & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar.Jakarta: Gramedia. Lawson, A.E. 1989. A Theory of Instruction: Using The Learning Cycle to Teach Science Concepts and Thinking Skills. NARST Monograph, Number One. Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview, (Online), (http: //www. gse. buffalo. Edu/fas/-shuell/Cep 514/- Metacog. htm), diakses 10 Juni 2010. Lorsbach, A.W. 2002. The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction. (Online), (http: //www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.html),diakses 5 Agustus 2010). Meester, M.A.M. & Maskill, R. 1995. First Year Chemistry Practicals at Universities in England and Wales: Aims and the Scientific Level of Experiments. International Journal of Science Education, 17(5): 575-588. Mngomezulu. 1993. Use of a Flow Diagram to Do Practical Work. Paper Presented at the 15 th National Conventa- tion of Mathematic and Natural Science Education. South Africa: University of Arrange Free State. Nakhleh, B.M. 1994 Chemical Education in the Laboratory Environment. Journal of Chemical Education, 71(3): 201- 205. Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Schraw, G. & Denninson, R.S. 1994. Assesing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psychology, 19: 460-475, (Online), (http://literacy.kent.edu/ohioeff/resources/06newsMetacognition.doc), diakses 20 Juli 2010. Slabaugh, W.H. & Parsons, T.D.1976. General Chemistry. 3 rd Edition. New York: McGraw-Hill Book Company. Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning, 2 nd . Ed. Boston: Allyn and Bacon. Soebagio, Rukmini, Widayati, N.S., Suryadharma, I.B. 2000. Penggunaan Siklus Belajar dan Peta Konsep untuk Pen- ingkatan Kualitas Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN (Continuing Professional Development)
Seminar Nasional Lesson Study 4 Kimia | 199 Stuessy, C.L. & Metty, J.S. 2007. The Learning Research Cycle: Bridging Research and Practice. Journal Science Teacher Education. Vol 18: 725-750. Wiersman. 1991. Research Method in Education. (5 th ed). Boston: Allyn and Bacon. Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia. Wiseman, F.L. 1981. Teaching of College Chemistry, Role of Student Development Level. Journal of Chemical Edu- cation, 58 (6): 484-488.