You are on page 1of 49

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah, dengan fokus penempatan Otonomi Daerah di Kabupaten/Kota berdasarkan Asas Desentralisasi dan Asas Tugas Pembantuan dengan memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk membentuk Lembaga Perangkat Daerah dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa, aspirasi masyarakat sesuai dengan kondisi dan keanekaragaman masing-masing Daerah. Salah satu faktor dominan yang dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sistim pemerintahan yang memenuhi kriteria good governance, sebagaimana yang dibicarakan dalam seminar nasional dengan tema Good Governance Mewujudkan Networking Antar Daerah Otonom Dalam

Menghadapi Era Perdagangan Bebas Asean Tahun 2003, yang berlangsung tanggal 22 s/d 23 Mei 2001, bertempat di Hotel Natour Garuda Jogyakarta. Para pesertanya terdiri dari praktisi pemerintahan baik eksekutif maupun legeslatif, serta perwakilan Kadinda dan LSM yang datang dari seluruh Indonesia. Melalui seminar tersebut dapat diketahui bahwa demikian pentingnya peranan good governance dalam otonomi daerah, dan keberhasilan pemerintahan daerah nantinya akan ditentukan oleh adanya sinergi keterlibatan 3 (tiga) sektor : State, Private Sector dan Society dalam sistim Pemerintahan Daerah itu sendiri dalam suatu kegiatan kolektif untuk mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki, sebagaimana yang kemukakan oleh Hughes dan Ferlie, dkk dalam Osborne dan

Gaebler, (1992) yang merupakan kritik dan koreksi terhadap paradigma manajemen publik terdahulu, yang dianggap kurang efektif dalam memecahkan masalah,

memberikan pelayanan public, termasuk membangun masyarakatnya. Dengan kata lain terjadi sinergi dalam mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif di Daerah. Idealnya Pemerintahan Daerah, minimalnya memiliki 6 (enam) elemen yang menjadi ciri suatu pemerintahan yang memenuhi kriteria good governance, antara lain ; Commpetence, maksudnya setiap pejabat yang dipilih menduduki jabatan terrtentu benar-benar orang yang memiliki kompetensi dari setiap aspek penilaian, baik; dari segi pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek lainnya misalnya the right man on the right place. Transparancy, prinsip keterbukaan harus benar-benar diterapkan pada setiap aspek dan fungsi pemerintahan di daerah, apalagi bila dilengkapi dengan prinsip merit system dan reward and punishment, akan menjadi fungsi pendorong bagi optimalisasi dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, Accountability, sejalan dengan prinsip transparansi, prinsip akuntabilitas akan mendorong setiap pejabat untuk melaksanakan tugasnya dengan cara yang terbaik, karena setiap tindakan yang diambilnya akan dipertanggungjawabkan kehadapan publik dan hukum,

Participation, mengingat tanggung jawab dan intensitasnya di daerah terutama dihadapkan pada kemampuan untuk mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki daerahnya maka diperlukan prakarsa, kreativitas dan peran serta masyarakat guna memajukan daerah, Rule of Law, merupakan kepastian akan penegakan hukum yang jelas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Social Justice, bahwa prinsip kesetaraan dan keadilan bagi setiap anggota masyarakat mesti diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Selanjutnya diperlukan networking (kerjasama) antar daerah dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif/keunggulan kompetitif yang d miliki oleh masing-masing daerah, sehingga terbentuk kerjasama yang saling menguntungkan yang bersifat positif dan saling memperkuat antar daerah, melalui manfaat : Sharing of experiences, bahwa dengan adanya kerjasama, maka masing-masing daerah akan dapat belajar/berbagi pengalaman untuk saling memanfaatkan, dengan demikian kesalahan/kesulitan-kesulitan yang telah dialami tidak akan terulang kembali, Sharing of Bennefits, Melalui adanya kerjasama yang baik maka potensi potensi yang dimiliki masing-masing daerah akan jelas terbudidayakan secara proporsional, Sharing of Burdens, sejalan dengan prinsip Sharing of Bennefits , maka biaya operasional dalam usaha bersama tentunya juga akan dipikul secara bersama-sama pula secara proporsional pula. Dikarenakan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang good governance itu bukanlah sesuatu hal yang mudah, sekaligus mampu menciptakan pemerintahan yang efisiensi dan efektifitasnya tinggi, diperlukan penataan kelembagaan yang tidak hanya menganut filosofi miskin struktur kaya fungsi, akan tetapi juga

meperhatikan/berfokus pada hasil (output berupa pelayanan yang maksimal), sesuai dengan mandatnya sebagai Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, apapun

urusan dan kewenangannya sebagai Aparatur Daerah. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak yang merupakan salah satu dari Dinas yang kebijakan dan pelayanannya akan secara langsung dirasakan oleh masyarakat Siak, tentunya memerlukan cerminan output yang demikian, sehingga dalam pencapaiaan keberhasilannya Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak tersebut, juga akan ditentukan oleh adanya sinergi keterlibatan 3 (tiga) sektor : State, Private Sector dan Society dalam suatu kegiatan kolektif sehingga dapat berfungsi secara maksimal., dan menjadi esensi dari penerapan good governance

melalui

(enam)

elemen

Commpetence,

Transparancy,

Accountability,

Participation, Rule of Law, dan Social Justice, diperlukan suatu penelitian. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka penulis menganggap perlunya dilakukan suatu penelitian yang dapat memaparkan secara deskriftif tentang kenyataan yang sebenarnya terjadi dilapangan, dan akan dituangkan kedalam Thesis yang berjudul Penerapan Perda Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001, Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance di Era Otonomi Daerah. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang yang dikemukakan diatas maka penulis merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Penerapan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 itu dapat


mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam upaya mewujudkan


good governance pada Dipenda Kabupaten Siak ? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji dan memahami Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 sebagai upaya mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat upaya mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak. D. Manfaat Penelitian

Diharapkan, informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat bermanfaat baik secara akademis maupun praktis.

1. Akademis Melalui penelitian ini, diharapkan akan didapat konsep dan teori baru khususnya yang berkaitan dengan adanya penerapan Peraturan Daerah dalam upaya mewujudkan good governance dalam era otonomi daerah. 2. Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah untuk memahami persoalan yang sama dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), yang jelas saja melibatkan peran aktif para stakeholders di Daerah.
E. Pembatasan Masalah Pokok persolalan yang akan diteliti dalam penelitian ini hanya melihat bagaimana Penerapan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 itu dapat mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak dan faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat terhadap upaya mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini di bagi atau diorganisasikan kedalam beberapa bab, yakni : Bab I Pendahuluan Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab ini merupakan pengantar yang akan memudahkan dalam pemahaman bab-bab selanjutnya.

Bab II Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran terdiri atas teori dan konsep-konsep tentang

implementasi, factor penghambat implementasi kebijakan publik, good governance, desentralisasi dan otonomi daerah, defenisi konseptual, dan defenisi operasional. Bab III Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitian, subjek dan sumber data, instrumen penelitian, proses pengumpulan data, teknik analisa data. Bab IV Penerapan Perda Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak. Pada bab ini diuraikan tentang penerapan Perda Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak sampai saat ini. Bab IV Analisa dan Interpretasi Data Pada bab ini diuraikan tentang penerapan Perda Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak sampai saat ini. Bab V. Penutup Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan bab-bab sebelumnya mengenai Penerapan Perda Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance pada Dipenda Kabupaten Siak sampai saat ini dan faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaanya dan memberikan beberapa rekomendasi guna perbaikan dalam konteks bidang yang sama dimasa mendatang.

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

Untuk mempermudah dan mewujudkan hal-hal yang telah dijadikan sebagai tujuan penelitian, diperlukan kerangka pemikiran yang bertitik tolak dari pemahaman terhadap konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan implementasi kebijakan publik dan upaya mewujudkan good governance sehingga dampak atau perubahan-perubahan tertentu yang diharapkan akan muncul, dan dapat

menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitian melalui variabel dan indikator yang berhubungan dengan masalah penelitian ini antara lain :
A. Landasan Teori

1. Konsep Implementasi Kebijakan Publik. Konsep Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini, dikarenakan Implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan, sebagaimana yang

dikemukakan Grindle (1980) berpendapat bahwa Implementasi Kebijaksanaan sesungguhnya penjabaran bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme

keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin

lewat saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Implementasi merupakan salah satu bagian dari tahap-tahap pembuatan kebijakan, secara keseluruhan tahapan tersebut berupa ; penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. (William N. Dunn, 1999 :hal. 24).

Dari kelima tahapan pembuatan kebijakan di atas, implementasi memegang peran yang sangat penting. Bahkan Udoji dengan tegas menyatakan bahwa " the execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented" artinya pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Solichin A. Wahab, 1997: hal.59). Senada dengan Udoji, Edward II (1980 : hlm. 1) mengatakan "

without effective implementation the decisions of policymakers will not be carried out successfully". Dua pendapat tersebut, tidak berarti menyepelekan posisi yang lain dari keseluruhun tahapan kebijakan itu sendiri, akan tetapi mestilah disadari bahwa biarpun formulasi atau perumusan kebijakan telah dilakukan dengan begitu baik dan kemudian akan bermuara pada dikeluarkannya satu kebijakan, tanpa diimplementasikan dalam suatu program atau kegiatan, kebijakan tersebut tidak berarti apa-apa. Sama halnya disket di dalam kotak, bila tidak digunakan maka disket tersebut hanyalah sebuah benda tak berarti, bila tidak digunakan untuk menyimpan data. Berdasarkan pengertian di atas, maka implementasi merupakan suatu proses melaksanakan kebijakan (baik di tingkatan nasional maupun tingkatan lokal) melalui satu atau serangkaian program atau proyek dengan implikasi pengaturan dan pengalokasian risorsis tertentu serta serta konsekuensi pengaruh atau dampak yang ditimbulkannya. Dalam konteks yang sama Sofian Effendi (2000) menyatakan bahwa "implementasi kebijakan adalah proses pelaksanaan kebijakan atau menerapkan kebijakan setelah kebijakan itu disahkan untuk menghasilkan outcome yang

diinginkan". Berarti tidak hanya mengandung maksud terjadinya suatu proses tunggal atau berdiri sendiri, tapi ada proses lain yang dilakukan dalam upaya persiapan implementasi dan proses "yang sebenarnya" dari implementasi kebijakan itu sendiri. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanakan atau menerapkan kebijakan melalui serangkaian tindakan operasional untuk menghasilkan outcome yang diinginkan. 2. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Dalam studi kebijakan, dipahami benar bahwa bukan persoalan yang mudah untuk melahirkan satu kebijakan bahkan untuk kebijakan pada tingkatan lokal, apalagi kebijakan yang memiliki cakupan serta pengaruh luas, menyangkut kelompok sasaran serta daerah atau wilayah yang besar. Pada tatanan implementasi pun, persoalan yang sama terjadi, bahkan menjadi lebih rumit lagi karena dalam melaksanakan satu kebijakan selalu terkait dengan kelompok sasaran dan birokrat itu sendiri, dengan kompleksitasnya masing-masing. Tidak saja dalam proses implementasi, dalam realitas ditemukan juga walaupun kebijakan dengan tujuan yang jelas telah dikeluarkan tetapi mengalami hambatan dalam implementasi (tidak atau belum dapat diimplementasikan) hambatan. Seperti yang dikemukakan oleh Effendi (2000) dan Darwin (1999) bahwa ada kebijakan yang mudah diimplementasikan, tetapi ada pula yang sulit diimplementasikan, oleh Darwin (1999) ditegaskan "karena itu, salah satu hal yang penting dalam studi implementasi adalah bagaimana mengenali tingkat kesulitan suatu kebijakan untuk diimplementasikan, dan bagaimana agar kebijakan tersebut dapat lebih terimplementasi". Pertanyaan yang sama karena dihadapkan dengan berbagai kesulitan atau

ditegaskan pula oleh Edward II (1980:2) yakni " what are the preconditions for successful policy implementation ?". Prakondisi-prakondisi yang dimaksud dapat berupa hambatan/kesulitan ataupun pendorong agar kebijakan dapat

diimplementasikan. Lebih lanjut, Darwin (1999) menyatakan bahwa ada 5 aspek yang menentukan tingkat implementabilitas kebijakan publik, yaitu : a. Sifat kepentingan yang dipengaruhi Dalam proses implementasi satu kebijakan publik seringkali

menimbulkan konflik dari kelompok sasaran atau masyarakat, artinya terbuka peluang munculnya kelompok tertentu diuntungkan (gainer), sedangkan dipihak lain implementasi kebijakan tersebut justru merugikan kelompok lain (looser) (Agus Dwiyanto, 2000). Implikasinya, masalah yang muncul kemudian berasal dari

orang-orang yang merasa dirugikan. Upaya untuk menghalang-halangi, tindakan complain, bahkan benturan fisik bisa saja terjadi. Singkatnya, semakin besar konflik kepentingan yang terjadi dalam implementasi kebijakan publik, maka semakin sulit pula proses implementasi nantinya, demikian pula sebaliknya. b. Kejelasan manfaat Dalam konteks pemerintahan yang amanah, berarti pemerintah haruslah menyelesaikan persoalan-persoalan walaupun tidak bisa dikatakan seluruh persoalan, karena keterbatasan diri pemerintah sendiri, untuk kemudian memberdayakan masyarakat atau melalui LSM dan organisasi lainnya untuk menyelesaikan persoalan yang muncul dalam masyarakat, dimana upaya intervensi pemerintah haruslah bermanfaat bagi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.

10

Jika dilihat dari aspek bermanfaat atau tidak, maka semakin bermanfaat implementasi kebijakan publik, dengan sendirinya dalam proses implementasi nantinya akan lebih mudah, dalam artian untuk waktu yang tidak begitu lama implementasi kebijakan dilaksanakan serta mudah dalam proses implementas, sebaliknya bila tidak bermanfaat maka akan sulit dalam proses implementasi lebih lanjut. c. Perubahan perilaku yang dibutuhkan Aspek lain yang harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan publik adalah perubahan perilaku kelompok sasaran atau masyarakat. Maksudnya, sebelum implementasi kebijakan kelompok sasaran atau masyarakat melakukan sesuatu dengan pola implementasi kebijakan terdahulu. Ketika satu kebijakan baru diimplementasikan, terjadi perubahan baik dalam finansial, cara atau tempat dan sebagainya. Perubahan tersebut akan menimbulkan resistensi dari kelompok sasaran. Masalahnya, lebih banyak implementasi kebijakan yang menuntut perubahan perilaku, baik sedikit atau banyak, artinya pengambil kebijakan seharusnya memilih alternatif kebijakan yang paling kecil menimbulkan pengaruh pada perubahan perilaku kelompok sasaran atau masyarakat. Oleh Darwin (1999) menyatakan bahwa : Dalam hal ini pengambil kebijakan perlu menghindari pengambilan kebijakan yang menuntut perubahan perilaku terlalu jauh, dan tentunya tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, atau pola hidup masyarakat yang sudah turun temurun. d. Aparat pelaksana Aparat pelaksana atau implementor merupakan faktor lain yang menentukan apakah satu kebijakan publik sulit atau tidak diimplementasikan. Komitment untuk berperilaku sesuai tujuan kebijakan penting dimiliki oleh

11

aparat pelaksana. Oleh Darwin (1999) mengatakan bahwa dalam hal ini diperlukan pengembangan aturan yang jelas dan sistem monitoring dan kontrol yang efektif dan transparan yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya perilaku aparat yang berlawanan dengan tujuan publik tersebut. Selain itu, masyarakat perlu diberdayakan agar lebih kritis dalam mensikapi perilaku aparat yang menyimpang, pilihan proram merupakan upaya mengimplementasikan kebijakan in-built mekanisme yang menjamin

transparasi dan pengawasan, hal ini penting untuk mengarahkan perilaku aparat. Selain itu, kualitas aparat dalam melaksanakan proses impementasi pun menjadi kendala yang sering dijumpai. Terutama, menyangkut

implementasi kebijakan yang membutuhkan ketrampilan khusus. Dengan demikian memberikan indikasi bahwa aparat pelaksana kebijakan menjadi salah satu aspek untuk menilai sulit tidaknya implementasi kebijakan. Komitmen, kualitas dan persepsi yang baik nantinya akan memudahkan dalam proses implementasi kebijakan dan sebaliknya. e. Dukungan sumber daya Suatu program akan dapat terimplementasi dengan baik jika didukung oleh sumber daya yang memadai, dalam hal ini dapat berbentuk dana, peralatan teknologi, dan sarana serta prasarana lainnya. Kesulitan untuk melaksanakan satu program terkait erat dengan beberapa hal yang disebut terakhir, bila sumber daya yang ada tidak mendukung maka implementasi program tersebut nantinya dalam implementasi program tersebut akan menemui kesulitan. Kelima faktor yang menentukan sulit atau tidaknya proses implementasi kebijakan publik di atas oleh Muhadjir Darwin nampaknya diuraikan secara umum, dalam pengertian tidak dibedakan mana aspek organisasi serta mana

12

faktor lingkungan. Oleh Effendi (2000) dikatakan bahwa perbedaan antara studi implementasi dengan penelitian ilmiah biasa terletak di dalam variabel penelitian (khususnya variabel independen). Dimana, penelitian ilmiah biasa bebas menentukan variabel independen, artinya variabel yang secara teoritis penting, dapat dijadikan variabel independen atau dependen sebagai obyek atau topik penelitian. Sedangkan studi implementasi, ada keharusan dimana variabel penelitian (independen) adalah variabel yang comparable (dapat

diimplementasikan). disebabkan oleh variabel-variabel independen tersebut digunakan untuk memperbaiki implementasi kebijakan, karenanya tidak semua variabel dapat dijadikan topik untuk studi implementasi. Lebih lanjut Effendi menyatakan bahwa ada tiga variabel independen (faktor pengaruh), yaitu : a. Variabel kebijakan Yang termasuk variabel kebijakan adalah kejelasan tujuan kebijakan, transmisi (penyampaian kebijakan). Tujuan yang tidak jelas dan

penyampaian kebijakan kepada implementor menimbulkan perbedaan persepsi. Kondisi ini akan menyulitkan dalam proses implementasi kebijakan nantinya. b. Variabel atau faktor organisasi Satu kebijakan publik harus dilaksanakan melalui sebuah instrumen atau alat serta wahana tertentu, singkatnya tidak ada kebijakan publik tanpa terkait dengan alat tertentu. Instrumen untuk melaksanakan kebijakan publik ini dalam konteks administrasi negara dilasanakan melalui organisasi atau organisasi publik. Organisasi yang dimaksudkan penulis bukanlah struktur organisasi tetapi lebih pada personil (aparat pelaksana).

13

c. Variabel atau faktor lingkungan implementasi Suatu kebijakan yang dilaksanakan oleh organisasi atau sekelompok organisasi tidak terjadi pada ruang hampa, tetapi terjadi pada lingkungan impelemtasi tertentu. Lingkungan implementasi bisa berbentuk kondisi pendidikan masyarakat, kondisi sosial dimana kebijakan itu

diimplementasikan serta kondisi politik (Sofian Effendi:2000). Pernyataan di atas mengasumsikan, jika satu kebijakan dilaksanakan dalam dua lingkungan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Artinya, penerapan kebijakan harus memperhatikan lingkungan kebijakan dimana dia diimplementasikan. Ketiga variabel di atas, walaupun disebut sebagai variabel yang mempengaruhi keberhasilan atau untuk mengukur kinerja implementasi

kebijakan, artinya untuk mengukur sejauh mana kebijakan yang telah diimplementasikan mencapai tujuan kebijakan. Tetapi variabel tersebut dapat dimodifikasi sebagai faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan, dalam pengertian faktor-faktor yang mempersulit sehingga implementasi kebijakan tidak bisa atau belum dapat direalisasikan. Dari pendapat Effendi dan Darwin di atas, ternyata 5 faktor yang disebutkan orang yang terakhir, dapat dimasukkan ke dalam variabel yang disebutkan oleh Effendi. Dimana, faktor kejelasan manfaat dapat dimasukkan ke dalam variabel kebijakan, yaitu sejauh mana implementasi kebijakan tersebut menetapkan tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat atau kelompok sasaran. Kemudian faktor sifat kepentingan yang dipengaruhi dan perubahan perilaku yang dibutuhkan dapat dimasukkan ke dalam variabel lingkungan implementasi. Sedangkan, faktor aparat pelaksana dan sumber daya termasuk pada variabel organisasi implementasi.

14

Disamping

itu,

kesulitan-kesulitan

lain

yang

menghambat

diimplementasikannya satu kebijakan, dapat pula dipengaruhi oleh orientasi atau interest aparat atau pimpinan organisasi pemerintah daerah terhadap kebijakan yang ada. Banyak persoalan yang harus dikerjakan, prioritas pilihan kebijakan apa yang akan diimplementasikan tergantung pada interest serta orientasi pimpinan daerah. 3. Good Governance Menurut Ganie-Rochman (Widodo, 2001, 18) konsep governance

melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negara, tapi juga peran berbagai actor diluar pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif. Pinto dalam Nisjar. (1997:119) mengatakan bahwa governance adalah praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Sementara itu, Hughes dan Ferlie, dkk dalam Osborne dan Gaebler, (1992) berpendapat bahwa Good Governance, memiliki kriteria yang berkemampuan untuk memacu kompetisi, akuntabilitas, responsip terhadap perubahan , transparan, berpegang pada aturan hukum, mendorong adanya partisipasi pengguna jasa, mementingkan kualitas, efektif dan efisien, mempertimbangkan rasa keadilan bagi seluruh pengguna jasa, dan terbangunnya suatu orientasi pada nilai-nilai. Sedangkan governance Lembaga proses Administrasi Negara (2000, 1) mengartikan dalam

sebagai

penyelenggaraan

kekuasaan

negara

melaksanakan penyediaan public goods dan services. Lebih lanjut ditegaskan bahwa apabila dilihat dari segi aspek fungsional, governance dapat ditinjau dari

15

apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya. Berkaitan dengan system penyelenggaraan pemerintahan, UNDP (1997, 10) mengemukakan bahwa : Systemic governance encompasses the processes and structures of society that guide political and socio-economic relationships to protect cultural and religius beliefs and values and to creat maintenance an environment of health, freedom, security and with the opportunity to exercise capabilities that lead to a better life for all people. Unsur utama (domains) yang dilibatkan dalam penyelenggaraan

pemerintahan (governance) menurut UNDP terdiri dari 3 (tiga) komponen yakni : The State pada masa yang akan datang mempunyai tugas penting

yakni menciptakan lingkungan politik (political environment) guna mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan (sustainable huam development) sekaligus meredefinisi peran pemerintah dalam integrasi social ekonomi, melindungi lingkungan, kemiskinan, menyediakan infrastruktur, desentralisasi dan demokratisasi pemerintah, memperkuat financial dan kapasitas administrasi Pemerintah Daerah. Disamping itu, Pemerintah juga perlu memberdayakan rakyat (empowering the people) yang menghendaki pemberian layanan, penyediaan kesempatan yang sama secara ekonomi dan politik. Pemberdayaan tersebut akan terwujud apabila diciptakan suatu lingkungan yang kondusif dengan system dan fungsi yang berjalan sesuai dengan peraturan yang jelas. The Private Sector akan memiliki peranan penting karena lebih

berorientasi kepada pendekatan pasar (market approach) dalam pembangunan ekonomi serta berkaitan dengan penciptaan kondisi dimana produksi barang dan jasa (good and services) dalam lingkungan yang kondusif untuk melakukan aktivitasnya dengan lingkup kerja incentives and rewards secara ekonomi bagi individu dan organisasi yang memiliki kinerja baik.

16

Civil Society Organizations merupakan wadah yang memfasilitasi

interaksi social dan politik yang dapat memobilisasi berbagai kelompok didalam masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas social, ekonomi dan politik sekaligus melakukan check and balances terhadap kekuasaan pemerintah dan

memberikan kontribusi yang memperkuat unsur (komponen) lainnya. Civil society juga merupakan penyalur partisipasi masyarakat dalam aktivitas social dan ekonomi kemudian mengorganisir mereka kedalam suatu kelompok yang lebih potensial yang memonitor lingkungan,kelangkkan akan sumber daya (resources depletion), polusi dan kekejaman sosial lalu memberikan kontribusi terhadap pembangunan melalui destribusi manfaat yang merata dalam masyarakat dan menciptakan kesempatan baru bagi setiap individu guna

memperbaiki `standar hidup mereka. Hal terpenting lainnya adalah harapan yang akan mempengaruhi penerapan kebijakan publik, serta sebagai sarana yang melindungi (protecting) dan memperkuat (strengthening) kultur, keyakinan agama dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Hubungan ketiga komponen tersebut dalam penyelenggaraan

pemerintahan (governance) dapat digambarkan : Gambar 1 Hubungan Antar Stakeholders Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

State

Private Sector

Society

Sumber ; Lembaga Administrasi Negara, Akuntabilitas dan Good Governance, 2000:6

17

Berdasarkan uraian diatas, dapatlah disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara ketiga domain (State, Private Sector and Society) yang minimal memiliki 6 (enam) kriteria berikut :
1.

Commpetence, maksudnya setiap pejabat yang dipilih menduduki jabatan terrtentu benar-benar orang yang memiliki kompetensi dari setiap aspek penilaian, baik; dari segi pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek lainnya misalnya the right man on the right place.

2.

Transparancy, prinsip keterbukaan harus benar-benar diterapkan pada setiap aspek dan fungsi pemerintahan di daerah, apalagi bila dilengkapi dengan prinsip merit system dan reward and punishment, akan menjadi fungsi pendorong bagi optimalisasi dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan,

3.

Accountability, sejalan dengan prinsip transparansi, prinsip akuntabilitas akan mendorong setiap pejabat untuk melaksanakan tugasnya dengan cara yang terbaik, karena setiap tindakan yang diambilnya akan dipertanggungjawabkan kehadapan publik dan hukum,

4.

Participation, mengingat tanggung jawab dan intensitasnya di daerah terutama dihadapkan pada kemampuan untuk mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki daerahnya maka diperlukan prakarsa, kreativitas dan peran serta masyarakat guna memajukan daerah,

5.

Rule of Law, merupakan kepastian akan penegakan hukum yang jelas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah,

6.

Social Justice, bahwa prinsip kesetaraan dan keadilan bagi setiap anggota masyarakat mesti diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

18

Dalam konteks penelitian ini, yang dimaksud good governance adalah penerapan 6 (enam) kriteria, berupa : Commpetence, Transparancy, Accountability, Participation, Rule of Law, dan Social Justice melalui penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001, khususnya terhadap Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak yang berdampak penyelengaraan pemerintahan ditingkat

Kabupaten di Era Otonomi Daerah dalam rangka mewujudkan good governance di Kabupaten Siak. 4. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Rondinelli (1983) mengatakan bahwa desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari

pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit administratif lokal, semi otonom dan organisasi parastatal. Sementara itu, Koswara (2000) melihat otonomi daerah sebagai landasan untuk berekspresi dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan aspirasi dan keanekaragaman daerah. Otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan secara vertikal. Desentralisasi (kewilayahan) terbagi menjadi dua yaitu desentralisasi teritorial

dan desentralisasi fungsional. Desentraliasi kewilayahan berarti

pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah di dalam negara. Desentralisasi fungsional berarti pelimpahan wewenang kepada organisasi

fungsional (teknis) yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat. Jadi dengan demikian desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dari pusat ke bagian-bagiannya, baik bersifat kewilayahan maupun kefungsian. Prinsip ini mengacu kepada fakta adanya span of control dari organisasi pemerintahan (struktur birokrasi).

19

Desentralisasi atau otonomi merupakan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi atau desentralisasi bukanlah semata-mata bernuansa technical

administration atau practical administration, tetapi harus dilihat sebagai process of political interaction, yang sangat berkaitan dengan demokrasi pada tingkal lokal (local democracy) yang arahnya pada pemberdayaan (empowering) atau

kemandirian daerah. Otonomi adalah derivat dari desentralisasi. Daerah otonom adalah daerah yang mandiri dengan tingkat kemandirian diturunkan dari tingkat desentralisasi yang diselenggarakan. Semakin tinggi derajat desentralisasi semakin tinggi tingkat otonomi daerah. Ada beberapa perbedaan tentang konsep otonomi daerah diantaranya: 1) otonomi daerah sebagai prinsip penghormatan terhadap kehidupan regional sesuai riwayat, adat istiadat, dan sifat-sifatnya dalam negara kesatuan 2) otonomi sebagai upaya berperspektif ekonomi politik dimana daerah diberi peluang untuk berdemokrasi dan berprakarsa memenuhi kepentingannya, 3) otonomi sebagai kemerdekaan dalam segala urusan yang menjadi hak daerah, 4) otonomi sebagai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam memenuhi kepentingan masyarakat lokal, 5) otonomi daerah sebagai suatu mekanisme empowerment (Keban, 2000). Pemberian otonomi yang diwujudkan dalam UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999 merupakan manifestasi dari proses pemberdayaan rakyat dalam kerangka demokrasi di mana daerah Kabupaten/Kota yang merupakan unit pemerintahan terdekat dengan rakyat diberikan keleluasaan untuk berekspresi menyangkut kebutuhan daerahnya sendiri guna memperlancar pembangunan daerah.

20

Berdasarkan pandangan yang diuraikan oleh para ahli yang tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya Desentralisasi dan otonomi daerah : desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit administratif lokal, semi otonom dan organisasi parastatal. sedangkan Otonomi Daerah adalah : wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan secara vertikal. Yang dimaksud Desentralisasi dan otonomi daerah dalam penelitian ini adalah penerapan desentralisasi yang merupakan transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada daerah di Kabupaten Siak. sedangkan Otonomi Daerah adalah : wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahandi

Kabupaten Siak, yang merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan secara vertikal. B. Defenisi Konseptual Guna memudahkan dan memberikan arah dalam pencapaian tujuan penelitian, perlu dilakukan pendefinisian secara konseptual dalam penelitian ini berupa definisi konsep yang mengekspresikan suatu abstraksi yang terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena-fenomena. Terkait dengan penelitian yang penulis lakukan, maka definisi konsep berupaya mengekspresikan abstraksi sebagai berikut :
a)

Implementasi kebijakan publik : kegiatan yang tidak hanya menyangkut badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk

perilaku

melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut pula jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan

21

sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua yang terlibat dan akhirnya mempengaruhi dampak, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan berdasarkan : 1. Organisasi implementasi Organisasi implementasi merupakan kemampuan alat, instrumen atau unit yang diiberikan wewenang melaksanakan atau mengimplementasikan kebijakan publik untuk mengelola dan mengadministrasikan proses

implementasi kebijakan. 2. Lingkungan implementasi Lingkungan implementasi adalah suasana, kondisi atau tempat dimana implementasi kebijakan dilakukan. b. Good governance : merupakan sinergi keterlibatan 3 (tiga) sektor : State, Private Sector dan Community dalam sistim pemerintahan dalam suatu kegiatan kolektif untuk mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki, melalui cerminan minimal menyangkut 6 (enam) elemen, berupa : Commpetence, Transparancy, Accountability, Participation, Rule of Law, dan Social Justice. c. Desentralisasi dan otonomi daerah : desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit administratif lokal, semi otonom dan organisasi parastatal. sedangkan Otonomi Daerah adalah : wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan secara vertikal. C. Definisi Operasional Upaya penulis untuk mengoperasionalisasikan definisi konsep di atas dilakukan dengan membuat definisi operasional, dengan maksud membuat atau

22

menentukan konsep tersebut menjadi variabel yang dapat diukur. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Implementasi kebijakan publik merupakan kegiatan yang tidak hanya

menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut pula jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua yang terlibat dan akhirnya mempengaruhi dampak, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan berdasarkan :

a. Variabel independen yaitu : 1) Variabel kebijakan Yang termasuk variabel kebijakan adalah kejelasan tujuan kebijakan, transmisi (penyampaian kebijakan). Tujuan yang tidak jelas dan penyampaian kebijakan kepada implementor menimbulkan perbedaan persepsi. Kondisi ini akan menyulitkan dalam proses implementasi kebijakan nantinya. 2) Variabel atau faktor organisasi Satu kebijakan publik harus dilaksanakan melalui sebuah instrumen atau alat serta wahana tertentu, singkatnya tidak ada kebijakan publik tanpa terkait dengan alat tertentu. Instrumen untuk melaksanakan kebijakan publik ini dalam konteks administrasi negara dilasanakan melalui organisasi atau organisasi publik. Organisasi yang dimaksudkan penulis bukanlah struktur organisasi tetapi lebih pada personil (aparat

pelaksana). 3) Variabel atau faktor lingkungan implementasi

23

Suatu kebijakan yang dilaksanakan oleh organisasi atau sekelompok organisasi tidak terjadi pada ruang hampa, tetapi terjadi pada lingkungan impelemtasi tertentu. Lingkungan implementasi bisa berbentuk kondisi pendidikan masyarakat, kondisi sosial dimana kebijakan itu

diimplementasikan serta kondisi politik b. Variabel Dependen yaitu : 1) Variabel Organisasi Implementasi : Variabel organisasi implementasi diukur dengan penggabungan dan modifikasi instrumen yang dikemukakan oleh Sofian Effendi, Muhadjir Darwin, O'toole dan Montjoy. Modifikasi dan penggabungan tersebut menghasilkan 6 (enam) faktor yang mengukur variabel organisasi implementasi, yaitu : Kualitas aparat pelaksana Orientasi pimpinan Koordinasi Keleluasaan mengambil keputusan Sosialisasi program Sumberdaya

2. Variabel lingkungan organisasi : Variabel lingkungan organisasi diukur dengan menggambungkan dan modifikasi instrumen yang dikemukakan oleh Sofian Effendi dan Muhadjir Darwin, melalui indikator sebagai berikut : Sifat kepentingan yang dipengaruhi Manfaat kebijakan bagi masyarakat Orientasi lembaga legeslatif

24

B. Good governance : merupakan sinergi keterlibatan 3 (tiga) sektor : State, Private Sector dan Community dalam sistim pemerintahan dalam suatu kegiatan kolektif untuk mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki, melalui cerminan minimal menyangkut 6 (enam) elemen, berupa : Commpetence, Transparancy, Accountability, Participation, Rule of Law, dan Social Justice. C. Desentralisasi dan otonomi daerah : desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit administratif lokal, semi otonom dan organisasi parastatal. sedangkan Otonomi Daerah adalah : wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang merupakan penerapan konsep teori areal division of power yang membagi kekuasaan secara vertikal. D. Variabel Penelitian : Berdasarkan fungsi variabel dalam hubungan antar variabel, maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel independent dan variabel dependen. Adapun yang akan diteliti penulis sebagai berikut : 1. Variabel independen, terdiri dari : a. b. c. Kebijakan Organisasi Lingkungan Implementasi

2. Variabel Dependen, terdiri dari :

a. Implementasi Perda Nomor 24 Tahun 2001


b. Good Governance

25

Gambar 2 Skema Variabel Penelitian Variabel Independen


Kebijakan
IMPLEMENTASI :

Variabel Dependen

Organisasi

Lingkungan

- Kualitas Aparat pelaksana - Orientasi pimpinan - Koordinasi pimpinan - Keleluasaan mengambil keputusan - Sosialisasi program - Sumberdaya Lingkungan Implementasi : - Sifat kepentingan yang dipengaruhi - Manfaat kebijakan bagi masyarakat - Orientasi lembaga legislatif

Organisasi Implementasi :

GOOD GOVERNANCE : - Competence - Transparancy - Accountability - Participation - Rule of law - Social justice

26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang lebih menekankan pada pengungkapan makna dan proses dari berbagai faktor yang berhubungan dengan perubahan struktur organisasi, tipologi organisasi birokrasi, khususnya di lingkungan Kabupaten Siak. Penelitian kualitatif selain dapat mengungkapkan peristiwa-peristiwa riil yang terjadi dilapangan, juga dapat mengungkapkan nilai-nilai yang tersembunyi (hidden value), yakni nilai yang belum terungkap dibalik proses penataan kelembagaan di Kabupaten Siak, yaitu berupa tugas pokok dan fungsi organisasi, sehingga bertindak sebagai instrument kunci dalam penelitian ini. Metode ini menjadi pilihan peneliti karena diharapkan akan mampu mengungkap realitas yang terjadi di lapangan, dan lebih sensitive dan adaptif terhadap peran berbagai factor dalam penelitian, serta lebih peka terhadap informasi-informasi yang bersifat deskriptif dan berusaha mempertahankan keutuhan objek yang diteliti. B. Fokus Penelitian Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi peneliti sehingga terhindar dan tidak terjebak dalam pengumpulan data pada bidang yang sangat umum dan luas atau kurang relevan dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu penentuan fokus penelitian berfungsi untuk memilih data yang relevan dan tidak relevan, meskipun menarik, maka tidak perlu dimasukkan ke dalam data yang sedang dikumpulkan (Strauss dan Corbin, dalam Moleong, 1990).

27

Fokus penelitian ini sangat penting dijadikan sarana untuk memandu dan mengarahkan jalannya penelitian, berpedoman kepada fokus penelitian, maka peneliti membatasi bidang-bidang temuan dengan arahan focus penelitian, peneliti akan mengetahui dengan pasti data mana yang perlu dimasukkan kedalam

sejumlah data yang sedang dikumpulkan. Adapun penelitian ini difokuskan pada deskripsi penerapan Perda Kabupaten Siak Nomor 24 Tahun 2001, khususnya pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak dalam rangka mewujudkan Good Governance di Era Otonomi Daerah . C. Lokasi Penelitian Dalam penentuan lokasi penelitian, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh peneliti, sehubungan dengan hal ini, Moleong (1994)

menegaskan bahwa cara terbaik yang perlu ditempuh adalah memprtimbangkan teori substantif, dengan cara melakukan evaluasi di lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian teori dengan kenyataan yang ada dilapangan. Adapun penelitian ini dilakukan di lingkungan Dipenda Kabupaten Siak, yang dipilih sebagai lokasi penelitian. Untuk memperkaya nuansa data kualitatif dalam penelitian ini maka penetapan situs penelitian atas situasi dan suasana dalam pengumpulan data. Situasi dan suasana dalam pengumpulan data ini bisa saja diperoleh dilokasi perkantoran, ruang kerja pimpinan, ruang kerja pegawai, maupun dirumah pegawai yang bersangkutan atau dilokasi lainnya yang relevan dengan penelitian ini. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan untuk mengetahui penerapan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance di Dipenda Kabupaten Siak ini, adalah peneliti sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan Muhadjir (2000), pada penelitian kualitatif lazimnya dilaksanakan oleh pelaku tunggal

28

(lone ranger). Dalam kaitan ini Guba (ibid)

mengungkapkan bahwa salah satu

karakteristik penelitian kualitatif adalah penggunaan human instrument, yang menuntut agar diri sendiri atau orang lain menjadi instrument pengumpul data, karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai realitas. Namun demikian, dalam penelitian ini, peneliti membutuhkan pedoman wawancara serta sarana dokumentasi. Instrumen disusun berdasarkan fokus penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya. E. Subjek dan Sumber Data Lofland and Lofland (Moleong, 1994) menegaskan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen misalnya fhoto dan data statistik. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Bogman dan Taylor (1993) bahwa sumber data dari penelitian kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Kemudian sehubungan dengan konteks tersebut Yin (1997) mengemukakan bahwa bukti-bukti dapat datang dari enam sumber, yakni; dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi pameran serta perangkat fisik. Yang menjadi sumber data dalam kegiatan penelitian ini adalah : 1. Orang (informan) yang dipilih secara sengaja, yang pada awalnya dan kemudian mungkin saja dikembangkan peneliti dilapangan, objeknya antara lain sebagai informan adalah : Sekwilda, Kabag Ortal, Kabag Kepegawaiaan, Kadipenda, Kepala Tata Usaha, Kepala seksi Dipenda, beberapa pegawai

Dipenda, Ketua DPRD, Ketua Komisi A (Bidang Pemerintahan), LSM, Dunia Usaha dan Pihak-pihak yang terkait (Stakeholder) yang relevan dalam penelitian ini yang berada di Kabupaten Siak. 2. Peristiwa/situasi, yaitu peristiwa-peristiwa atau situasi, berupa fenomena yang terjadi atau pernah terjadi dan yang relevan dengan fokus penelitian.

29

3. Dokumen, berbagai dokumentasi yang relevan dengan focus penelitian. Dalam penelitian kualitatif, jumlah sampel atau informan tidak ditentukan terlebih dahulu karena dalam proses pengumpulan data bila tidak ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi melanjutkan dengan mencari informasi baru sampai hasil yang diperoleh sama dengan informasi sebelumnya. Jadi jumlah sampel bisa saja sedikit tetapi juga bisa banyak, hal ini tergantung dari : tepat tidaknya pemilihan informan kunci, kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang diteliti. Oleh sebab itu yang bisa ditentukan hanya sampel awal saja. Dalam proses pengumpulan data jika tidak ditemukan lagi variasi informasi/telah mencapai titik jenuh, maka peneliti tidak lagi mencari informasi baru, dan proses pengumpulan informasi dianggap selesai/telah cukup. Dalam penelitian kualitatif, ada tiga tahap pemilihan informan yang baik jika kita memakai teknik snowball sampling dalam pengumpulan informasi antara lain : 1. Pemilihan sample awal, yakni berupaya menemukan informan awal untuk diwawancarai. 2. Pemilihan informan lanjutan, guna memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi informasi yang mungkin ada. 3. Menghentikan pemilihan informan lanjutan, bilamana sudah tidak ditemukan lagi variasi informasi. Dilapangan untuk menemui informan peneliti bebas melakukan wawancara, baik pagi maupun siang harinya, begitu juga tempatnya sesuai dengan situs penelitian. Umumnya peneliti melakukan wawancara di kantor ataupun dirumah informan, hal ini dilakukan agar sekaligus dapat dilakukan observasi langsung dilapangan. Demi terciptanya hubungan yang akrab dengan informan, disepakat untuk memakai bahasa Indonesia, sehingga mudah dimengerti kedua belah pihak, agar terjadi komunikasi dua arah dengan lancar.

30

F. Proses Pengumpulan data Proses pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yakni :

1. Proses memasuki lokasi penelitian (getting in), diupayakan keberadaan peneliti


sebagai peneliti dilokasi penelitian dan hanya diketahui pihak yang terbatas. Sebelum itu peneliti mengadakan pendekatan informal terhadap subjek penelitian untuk menjelaskan rencana dan maksud kedatangan peneliti secara etis dan simpatik. Setelah ada kesepahaman peneliti menjalin hubungan baik, etik dan simpatik dengan sumber data/informan yang dilakukan baik secara formal maupun non formal. Untuk memperoleh data yang valid dan realible, peneliti melakukan adaptasi dan proses belajar dengan sumber data sehingga bisa mengurangi jarak antara peneliti dengan sumber data.

2. Ketika berada dilokasi penelitian (getting along), pada tahap ini peneliti berusaha
melakukan hubungan langsung secara pribadi yang akrab dengan subjek penelitian. Dengan menggunakan teknik snowball peneliti melakukan wawancara maupun observasi untuk mencari informasi yang lengkap dan tepat sesuai dengan fokus penelitian dan menangkap dan mencerna makna intisari dari informasi dan fenomena yang diperoleh.

3. Mengumpulkan data (logging the data), dalam tahap ini peneliti menggunakan
tehnik : Pertama, wawancara mendalam (in-depth interviewing) yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan menangkap deskripsi tentang penerapan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance di Dipenda Kabupaten Siak; Kedua, pengamatan (observe) yang dilakukan untuk mengungkap dan memperoleh deskripsi secara utuh dan sistematis tentang suasana yang melingkupi penerapan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2001 dalam rangka mewujudkan good governance di Dipenda Kabupaten Siak ; Ketiga, dokumentasi (documentation) yang dilakukan guna

31

mengungkap

bukti-bukti

nyata

berbentuk

dokumen,

seperti

peraturan

perundang-undangan dan laporan hasil kegiatan Dipenda Kabupaten Siak. G. Teknik Analisa Data Teknik analsia data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif (interactive model of analysis) yang dikembangkan oleh Miles & Huberman (1992) yang terdiri dari tiga komponen analisis berupa :

1. Reduksi data (reduction data), yakni data yang diperoleh dilokasi


penelitian/data lapangan yang dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci. Laporan lapangan akan direduksi, dirangkum, dipilih hal pokok, difocuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Selanjutnya membuat ringkasan mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus dan menulis memo.

2. Sajian data (data display), yakni memudahkan bagi peneliti untuk melihat
gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3. Penarikan kesimpulan (congclution drawing), yakni melakukan verifikasi


secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisis data yang dikumpulkan dengan cara mencari pola, tema, hubungan persamaan hal-hal yang sering muncul dan lain sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif, akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus, dan setiap kesimpulan senatiasa dilakukan verifikasi selama berlangsungnya penelitian.

32

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Siak


Kabupaten Siak yang dibentuk berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999

merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, sesuai dengan Keputusan Gubernur KDH Propinsi Riau No. 253/U/1999 tanggal 26 Mei 1999. Wilayah Kabupaten Siak terletak pada 01o - 05' Lintang Utara, 00o - 20' Lintang Selatan, 100o 55' Bujur Barat dan 102o - 5' Bujur Timur. Pada awalnya Siak adalah sebuah kerajaan besar dan termahsyur di Nusantara, kerajaan ini mulai berdiri pada awal abad XVIII. Pada tahun 1723 oleh Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah, pusat Kerajaan Siak berpindah-pindah dari kota Buantan ke Mempura, ke Senapelan Pekanbaru kembali lagi ke Mempura dan akhirnya menetap dikota Siak Sri Indrapura. Siak Sri Indrapura terletak ditepi Sungai Siak yang dulunya disebut Sungai Jantan, lebih kurang 125 Km dari Pekanbaru mengarah ke Timur ke Selat Malaka, dapat ditempuh melalui jalan darat dan sungai. Dengan berdirinya Kerajaan Siak ini terbukalah lembaran baru dalam sejarah Kerajaan Melayu di Sumatera yang menguasai selat malaka. Kerajaan Melayu ini terus berkembang hingga kelak dikemudian hari merupakan Kerajaan Melayu Islam terbesar dikawasan pantai Timur Sumatera dan Selat Malaka hingga sampai ke pulau Kalimantan.

Raja Kecil membangun Negeri, melakukan konsolidasi dalam bidang pemerintahan, militer dan perbaikan ekonomi negerinya, Sultan sebagai pemegang pucuk pimpinan pemerintahan didampingi oleh dewan kerajaan yang terdiri dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan dan

33

penasehat Sultan. Sultan Siak I bernama SULTAN ABDUL DJALIL RACHMADSJAH (1723 - 1746) dan Sultan Siak XII (terakhir) bernama SULTAN ASSJAIDIS SJARIF KASIM II ABDUL DJALIL SJAIFUDDIN (1915 - 1946). Adapun luas Wilayah Kabupaten Siak 8.556,03 Km2 dengan Siak Sri Indrapura sebagai Ibukotanya, Kabupaten ini terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999, melalui dasar hukum UU. RI. No. 53 Tahun 1999, dengan jarak ke Ibukota Propinsi Riau 121 km, terdapat 3 (tiga) Kecamatan yakni Kecamatan Siak,

Kecamatan Sungai Apit dan Kecamatan Minas, 5 (lima) Kecamatan Pembantu, yakni Kecamatan Tualang, Kecamatan Bunga Raya, Kecamatan Sungai Mandau, Kecamatan Dayun dan Kecamatan Kerinci Kanan, 3 (tiga) Kelurahan, 87 (delapan puluh tujuh) Desa, sedangkan jumlah penduduk 238.468 jiwa, yang terdiri dari 125.347 jiwa Penduduk laki-laki dan 113.121 jiwa Penduduk perempuan, dengan 59.376 KK Rumah Tangga, Kepadatan penduduk di Kabupaten Siak ini 28 jiwa / Km2 ,sedangkan laju pertumbuhan penduduk dalam periode lima tahun terakhir adalah 6,34 %, sedangkan APBD Kabupaten Siak Rp. 63.170.000.000,00, PAD sampai dengan bulan Agustus 2002, pencapaian penerimaan daerah Kabupaten Siak Tahun 2002 sebesar Rp 8.443.001.783,00 atau baru 46,96% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 17.979.650.000,00. Hal ini disebabkan oleh sumber-sumber potensial penerimaan daerah belum diterima seperti bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, sedangkan komoditi utama yang terdapat pada Kabupaten Siak ini berupa Minyak bumi, kelapa sawit, padi, kertas. 1. Kondisi Geografi Secara administratif lokasi wilayah Kabupaten Siak berbatasan dengan beberapa kabupaten lain dalam wilayah Propinsi Riau. Letak geografis Kabupaten Siak berada posisi 1000 54,5 Bujur Timur - 1020 52 Bujur Timur dan 00 30 - 10 13,6 Lintang Utara. Secara administratif lokasi wilayah Kabupaten

34

Siak berbatasan dengan beberapa kabupaten lain dalam wilayah Propinsi Riau. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Rokan Hulu. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kabupaten Siak tergolong dalan tipe afa, yakni iklim tipe hujan hutan tropis. Curah hujan rata-rata setiap tahun 96,0-169,5 mm, dengan curah hujan rata-rata tertinggi di Kecamatan Sungai Apit dan curah hujan rata-rata terendah di Kecamatan Minas. Suhu udara rata-rata tahunan sebesar 25,90C dengan kisaran 22,60C-31,30C. Pola penyebaran hujan bersifat bimodal, dengan puncak curah hujan terjadi pada bulan September s/d bulan Januari, serta bulan kering pada bulan Februari s/d bulan Agustus. Lebih dari setengah luas wilayah Kabupaten Siak merupakan lahan gambut. Kecamatan Siak dan Kecamatan Sungai Apit merupakan kecamatan yang memiliki wilayah dengan tekstur tanah sedang/lempung. Jenis tanah di wilayah tersebut sebagian besar menunjukkan jenis tanah organosol dan humus. Jenis tersebut dapat ditemukan di seluruh wilayah kecamatan dan sisanya berupa jenis tanah podsolik merah kuning terdapat di Kecamatan Siak. Kabupaten Siak merupakan daerah yang memiliki banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil (anak sungai) yang tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada. Sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten Siak antara lain Sungai Siak dan Sungai Gasib yang terdapat di Kecamatan Siak, Sungai Apit, Sungai Rawa dan Sungai Buantan terdapat di Kecamatan Sungai Apit, serta Sungai Mandau yang terdapat di Kecamatan Minas. Keadaan drainase di Kabupaten Siak sebagian besar bercirikan tanah gambut, dengan demikian ditemukan beberapa wilayah yang tergenang air.

35

Pengamatan terhadap penggunaan lahan yang ada menampakkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Siak merupakan hutan dengan luas 306.826 Ha atau 35,86% dari luas wilayah Kabupaten Siak. Sedangkan selebihnya seluas 159.081 Ha (18,59%) berupa perkebunan, rawa,

perkampungan, ladang/tegalan, sawah, semak/rumput maupun kolam/empang. Sementara lahan yang sedang tidak diusahakan mencapai luas 290.663 Ha (34%). Kondisi ini mengisyaratkan bahwa Kabupaten Siak masih memiliki sumberdaya lahan yang cukup potensial untuk dimanfaatkan. Namun demikian perlu dipertimbangkan bahwa lahan yang sedang tidak diusahakan tersebut mungkin berupa lahan dengan produktivitas tanah yang cukup rendah untuk kegiatan pertanian. Kabupaten Siak terkenal akan sumber daya alam migas dan non migas berupa hasil komoditas perkebunan, kehutanan, pariwisata dan komoditas unggulan khas Siak yaitu Tenun Siak. Dengan kekayaan sumber daya alam dan budaya yang dimiliki, terbuka peluang yang sangat besar bagi investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Siak. Salah satu sumberdaya alam berupa deposit benda tambang dan endapan atau sedimentasi yang ada di daerah ini adalah minyak bumi, terdapat di semua kecamatan di Kabupaten Siak. Sedangkan lokasi bahan tambang minyak bumi yang paling potensial ada di daerah sekitar Kecamatan Minas, yang memberikan kontribusi cukup besar dalam memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Kegiatan pertambangan perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan salah satu kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lahan. Pada kegiatan ini seringkali menyebabkan ketidakteraturan topografi (lubang-lubang bekas galian), hilangnya lapisan humus, hilangnya vegetasi penutup yang menyebabkan erosi dan lahan sukar diolah kembali.

36

Sumberdaya alam lain yang berupa hutan di wilayah Kabupaten Siak merupakan sumberdaya yang cukup besar karena dari seluruh lahan yang terdapat di wilayah kabupaten ini berupa hutan mencapai 306.826 Ha (35,86%), baik yang diusahakan oleh rakyat/hutan rakyat sebesar 450 Ha maupun berupa hutan negara sebesar 306.376 Ha. wilayah Kabupaten Siak terdapat hutan Pelestarian dan Pengawetan Alam (PPA). Sementara hutan produksi yaitu hutan yang dapat dimanfaatkan kayu maupun hasil lainnya dengan tetap

memperhatikan fungsi konservasinya juga terdapat di semua kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Siak.

2. Kondisi Demografi
Berdasarkan Sensus Penduduk 2000, jumlah penduduk di Kabupaten Siak hingga saat ini sebesar 238.468 jiwa yang tersebar di tiga Kecamatan, sedangkan pada tahun 1999 jumlah penduduk Kabupaten Siak sejumlah 233.841 jiwa dan tahun 1996 masih sejumlah 173.021 jiwa. Berdasarkan perubahan jumlah penduduk tersebut maka selama kurun waktu lima tahun terakhir penduduk Kabupaten Siak telah mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10,56% per tahun. Penduduk Kabupaten Siak tersebar pada bentang wilayah dengan kepadatan yang cukup rendah dan sebagian besar terkonsentrasi di ibukota kecamatan. Tahun 2000 kepadatan penduduk Kabupaten Siak sedikit lebih meningkat menjadi 27,87 jiwa/Km2 jika

dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kabupaten Siak 27,3 jiwa/Km2 tahun 1999. Sementara kepadatan penduduk Kecamatan Siak selama lima tahun terakhir meningkat lebih cepat dibandingkan dengan kepadatan penduduk kecamatan lainnya. Jumlah kepadatan penduduk di Kecamatan Siak (52,8 jiwa/Km2) bahkan di atas jumlah kepadatan penduduk Propinsi Riau yang mencapai 48,5 jiwa/Km2.

37

Struktur

penduduk

Kabupaten

Siak

berdasarkan

jenis

kelamin

menunjukkan posisi yang hampir seimbang antara jumlah penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, yaitu laki-laki 51,51% dan perempuan 48,59% dengan seks rasio sebesar 106 pada saat ini. Ini berarti terdapat 106 laki-laki untuk setiap 100 orang perempuan. Dalam kurun waktu 20 tahun perkembangan jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Siak jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangan jumlah penduduk perempuan. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa Kabupaten Siak mempunyai potensi sumberdaya manusia yang cukup baik dalam membangunan dan mengembangkan wilayah Kabupaten Siak. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk menurut kelompok usia, maka jumlah penduduk kelompok dewasa yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dari kelompok dewasa yang perempuan.

3. Kondisi Sosial Ekonomi


Keadaan pendidikan suatu wilayah dapat menjadi indikator kesiapan penduduk dalam menerima perkembangan ilmu dan teknologi. Pada umumnya tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah, hal ini setidaknya terlihat dari tingginya murid tamatan SLTP yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (SMU). Sebagai Kabupaten yang baru terbentuk Kabupaten Siak belum memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang relatif cukup memadai khususnya untuk jenjang pendidikan menengah umum ke atas. Hingga tahun 1998 jumlah SMU di Kabupaten Siak tercatat 6 buah dan SLTP sebanyak 20 buah, dengan persebaran yang terkonsentrasi di Kecamatan Siak. Sedangkan persebaran jumlah SD cukup merata pada masing-masing kecamatan, tercatat 141 buah SD.

38

Sebagai pusat budaya Melayu dengan nuansa keIslaman yang sangat kental, maka pendidikan dalam keagamaan cukup dominan di kabupaten ini. Sedangkan masyarakat yang tinggal di Kabupaten Siak berasal dari latar belakang yang cukup heterogen. Heterogenitas masyarakat tersebut muncul dalam segala aspek kehidupan, baik aspek sosial budaya maupun aspek ekonomis. Selain etnik Melayu Kabupaten Siak juga dihuni oleh Batak, Jawa, Madura dan beberapa berasal dari etnik Bugis yang pada umumnya mendominasi sektor industri. Mereka adalah pendatang yang biasanya menempati daerah desa yang terbuka, daerah kota dan pesisir. Khususnya etnik Minang, mereka biasanya lebih menguasai sektor perdagangan (pasar). Sementara etnik Cina sebagaimana di daerah lainnya merupakan pelaku ekonomi yang cukup kuat. Etnik Sakai merupakan penduduk asli, pada umumnya mereka tinggal di pedalaman dan membentuk sebuah komunitas tersendiri. Penduduk asli ini pada umumnya masih memiliki kearifan tradisional khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam yang tumbuh dan berkembang sejak nenek moyang mereka, ratusan tahun yang silam. Pola kearifan ekologis tersebut merupakan potensi yang dapat didayagunakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya kawasan hutan. Secara umum kondisi perekonomian wilayah dapat digambarkan melalui Produk Domestik Regional Bruto. Dengan menggunakan PDRB akan dapat diketahui pertumbuhan ekonomi wilayah, struktur perekonomian wilayah dan pendapatan per kapita penduduk. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Siak dalam kurun waktu 1995-1997 meningkat rata-rata 7,36% per tahun tanpa

39

memperhitungkan sektor migas. Laju pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan Propinsi Riau dalam kurun waktu yang sama mencapai 9,28%. Krisis ekonomi sebagai akibat depresiasi Rupiah terhadap Dollar sangat berpengaruh terhadap kemampuan daerah dalam menghasilkan barang dan jasa. Oleh karena itu selama kurun waktu 1997-1998, laju pertumbuhan ekonomi (tanpa migas) melambat menjadi 2,01% per tahun. Setahun kemudian, setelah terjadi pemulihan ekonomi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Siak sedikit meningkat menjadi 3,82% selama 1998-1999. Berdasarkan data yang ada di daerah memperlihatkan bahwa

perekonomian Kabupaten Siak sangat tergantung pada sektor industri pengolahan dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 1993, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Siak adalah 54,89% selanjutnya pada tahun 1999 meningkat menjadi 56,66%. Besarnya kontribusi sektor industri pengolahan ini terutama berasal dari nilai tambah yang dihasilkan oleh industri pengolahan skala besar dan sedang. Basis ekonomi Kabupaten Siak yang merangsang migrasi bertumpu pada kegiatan ekonomi skala menengah/besar, berorientasi ekspor, bersifat

ekstraktif/eksploitatif, dengan produk olahan antara, seperti pulp, kayu gergajian, kayu lapis, CPO dan bahan-bahan lain yang umumnya mengandung nilai tambah rendah dan muatan teknologi rendah. Keterkaitan ke belakang kegiatan semacam itu cenderung rendah dan berisiko lingkungan tinggi. Sementara itu kemampuannya untuk mengangkat kualitas SDM ke tingkat yang lebih tinggi melalui imbas berantai teknologi relatif terbatas. Struktur ekonomi Kabupaten Siak memperlihatkan ketergantungan yang sangat tinggi pada kegiatan ekstraktif yang menghasilkan barang-barang mentah/setengah jadi, serta ketergantungan pada jenis produksi yang ragamnya

40

terbatas. Kecenderungan mengandalkan industri pengolahan hasil hutan dan hutan alam mengandung risiko lingkungan, risiko ekonomi dan risiko politik perdagangan yang tinggi. Karena itu secara bertahap sudah harus

dikembangkan industri hasil hutan yang bertumpu pada hutan, budidaya dan perhutanan rakyat.

B. Kondisi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak


Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, serta peraturan pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang pedoman organisasi dan perangkat daerah, pada prinsipnya menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota berdasarkan asas desentralisasi dan asas tugas pembantuan dengan memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada daerah kabupaten untuk membentuk lembaga perangkat daerah dan melaksanakan kebijaksanaan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Pembentukan Organisasi Dipenda kabupaten Siak didasarkan pada Kebutuhan Daerah dan tertera didalam Perda Kabupten Siak No.24 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, yang merupakan pedoman yang dapat memberikan arahan yang jelas meliputi mekanisme ; kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, pengangkatan dalam jabatan, tata kerja, dan pembiayaan pada suatu Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Siak. Selaras dengan visi tersebut, maka misi yang diemban oleh Dinas Pendapatan daerah Kabupaten siak adalah :

41

Mengupayakan terpetanya Potensi Penerimaan baik dalam bentuk PAD

maupun Dana Perimbangan.

Meningkatkan Profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang

Pendapatan Daerah.

Mengupayakan terselenggaranya Sinkronisasi dan Koordinasi dalam upaya

peningkatan Pendapatan daerah.

Mengoptimalkan pelayanan Prima kepada masyarakat secara efsien dan

efektif.

Mendorong terwujudnya Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan

keuangan daerah.

Terwujudnya kesesuaian dan akurasi Data, trasparansi kinerja Aparat

Dipenda yang dapat di pertanggung jawabkan kepada publik. Adapun tujuan yang hendak dicapai berkaitan dengan penataan

kelembagaan Dinas Pendapatan Daerah kabupaten Siak, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2000, adalah :

Tersedianya data yang akurat dari Sumber-sumber penerimaan baik dari

PAD maupun dari Dana Perimbang an dan Penerimaan lainnya.

Meningkatkan Kinerja Aparatur dalam menggali Sumber-sumber potensi

Penerimaan Daerah dan pelayanan yang Prima terhadap Masyarakat.

Menjamin adanya keselarasan baik dafam kebijakan 3. Penyederhanaan

sistem dan prosedur dalam upaya maupun pelaksanaan upaya peningkatan Pendapatan peningkatan penerimaan daerah secara berdaya guna Daerah pada level propinsi dan lintas Kabupaten/Kota, dan berhasil guna.

42

Meningkatkan mutu pelayanan Aparat dalam upaya terciptanya mekanisme

pelayanan Aparat bagi Masyarakat, penyelesaian pekerjaan lebih cepat dan tepat secara tepat waktu. Sedangkan sasaran dari penataan kelembagaan dimaksud, adalah :

Mempermudah dalam menyusun Perencanaan Penerimaan Daerah yang

Akuntabel dan transparan.

Meningkatnya

Penerimaan

Daerah

yang

dapat

dimanfaatkan

untuk

Pembangunan dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat.

Menerapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun

2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang ditindak lanjuti oleh Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2000 tentang Retribusi Daerah.

Peningkatan keterampilan Manusia (SDM) sesuai dengan perkembangan

jaman.

Memperjelas kewenangan penerimaan Daerah antara Kabupaten/Kota. Menyederhanakan berbagai peraturan dengan peningkatan pelayanan

secara terpadu.

C. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak


Secara kelembagaan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, didirikan dengan mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor : 24 Tahun 2001 tanggal, 27 November 2001 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tatakerja DinasDinas Daerah. Dinas Pendapatan Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah dibidang pendapatan daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas dan berada sepenuhnya dibawah serta bertanggung

43

jawab kepada Kepala Daerah. Secara organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak melaksanakan tugas dan fungsi sebagai berikut : 1. Perumusan Kebijaksanaan Teknis, Penyusunan Rencana Pelaksanaan dan

Pengaturan di Bidang Pendapatan Daerah. 2. Pelaksanaan Pendaftaran dan Pendapatan Wajib Pajak dan Retribusi

Daerah. 3. 4. Pelaksanaan Penetapan Besarnya Pajak dan Retribusi Daerah. Pelaksanaan Pendapatan Objek dan Subjek PBB yang dilaksanakan oleh dalam hal menyampaikan dan

Direktorat Jenderal Pajak/Direktorat PBB menerima kembali SPOP wajib Pajak. 5.

Penyampaian SPPT,SKP,SPT dan Sarana Administrasi PBB lainnya yang

diterbitkan oleh Dirjen Pajak kepada Wajib Pajak serta menyampaikan DHPP PBB yang dibuat oleh Dirjen Pajak kepada Pemungut PBB yang ada dibawah pengawasannya. 6. Penyelenggaraan Pembukuan dan Pelaporan atas Pungutan dan

penyetoran Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta Pendapatan Daerah Lainnya. 7. Koordinasi dan Pengawasan atas pekerjaan Penagihan Pajak Daerah,

Retribusi Daerah dan Penerimaan Asli Daerah Lainnya serta Penagihan PBB yang dilimpahkan oleh Menteri Keuangan Kepada Daerah. 8. Perencanaan dan Pengendalian Operasional di bIdang Pendapatan,

Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya serta PBB. 9. Pengelolaan Administrasi Umum, meliputi ; Ketata Laksanaan, Keuangan,

Kepegawaiaan, Peralatan dan Perlengkapan Dinas. 10. Pengelolaan Cabang Dinas dan UPTD.

44

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana tersebut diatas, maka Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Siak, mempunyai kelengkapan unsur organisasi sebagai berikut :

a. Unsur Pimpinan adalah Kepala, b. Unsur Pembantu adalah Bagian Tata Usaha terdiri dari : 1. 2. 3.
Subbagian Perencanaan dan Program, Subbagian Keuangan, Subbagian Administrasi dan Umum.

c. Unsur Pelaksana dan Sub-Sub Dinas, terdiri dari;


1. Sub Dinas Pendataan dan Penetapan terdiri dari :

a) Seksi Pendataan dan Pendaftaran, b) Seksi Pemeriksaan, c) Seksi Informasi, d) Seksi Penetapan.
2. Sub Dinas Penagihan terdiri dari :
a)

Seksi Pembukuan dan verifikasi,

b) Seksi Penagihan dan Perhitungan, c)

Seksi Retribusi dan konsultasi,

d) Seksi Pertimbangan dan Penyelesaiaan Keberatan.

3. Sub Dinas Retribusi dan Pendapatan Lain Lain terdiri dari :

a) Seksi Penatausahaan, b) Seksi Penerimaan dan Retribusi, c) Seksi Penerimaan dan Pendapatan Lain Lain, d) Seksi Inventory dan Pembukuan Benda dan Barang Berharga.

45

4. Sub Dinas Bagi Hasil Pendapatan terdiri dari :

a) Seksi Penatausahaan Bagi Hasil Pajak dan Non Pajak,


b) Seksi Bagi Hasil Pajak,

c) Seksi Bagi Hasil Non Pajak, d) Seksi Peraturan Per Undang Undangan dan Pengkajian Pendapatan.
5. Jabatan Fungsional;

6. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).


Adapun uraian tugas dan fungsi dari masing-masing Bagian dan Sub Dinas tersebut diatas dijelaskan dalam rincian sebagai berikut :

(1) Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kedalam maupun


keluar pada semua unsur yang berkaitan dengan lingkup tugas dan fungsi instansinya. (2) Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan pelayanan adminitrasi kepada semua unsur dilingkungan dinas.

(3)

Sub Dinas Sub Dinas Pendataan dan Penetapan mempunyai tugas melaksanakan pendataan, pemeriksaan, informasi bagi wajib pajak.

(4) Sub Dinas Penagihan mempunyai tugas melaksanakan penagihan Pembukuan


dan verifikasi dan Perhitungan, serta konsultasi, pertimbangan dan

penyelesaiaan keberatan wajib pajak.

(5) Sub Dinas Retribusi dan Pendapatan Lain Lain mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi tentang tehnis perhitungan dan pendapatan lain lain daerah yang syah yang berasal sumber daya alam dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, serta tehnis pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

46

(6) Sub

Dinas

Bagi

Hasil

Pendapatan

mempunyai

tugas

melaksanakan

Penatausahaan Bagi Hasil Pajak dan Non Pajak, dan menetapkan peraturan per Undang Undangan dan pengkajian pendapatan daerah. (7) Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. (8) Unit Pelaksana Tehnis Dinas (UPTD) adalah pelaksana tehnis dinas yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas. Sedangkan untuk menegaskan garis kewenangan, pembagian kerja dan kegiatan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja, telah diatur sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing melalui struktur organisasi, sebagai berikut :

Gambar 3 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SIAK

KEPALA

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

BAGIAN TAT USAHA

SUB BAG
PERENCANAAN DAN PROGRAM

SUB BAG
KEUANGAN

SUBBAG
ADMINISTRASI DAN UMUM

SUB DINAS PENDATAAN DAN PENETAPAN

SUB DINAS PENAGIHAN

SUB DINAS RETRIBUSI DAN PENDAPATAN LAIN-LAIN

SUB DINAS BAGI HASIL PENDAPATAN

SEKSI PENDATAN DAN PENDAFTARAN SEKSI PENDATAAN SEKSI PEMERIKSAAN SEKSI PENETAPAN INFORMASI

SEKSI PEMBUKUAN DAN VERIFIKASI

SEKSI PENATA USAHAAN

SEKSI PENATAA USAHA BAGI HASIL PEND PAJAK DAN NON PAJAK

SEKSI PENAGIHAN DAN SEKSI PERHITUNGAN SEKSI RETRIBUSI PERTIMBANGAN DAN KONSULTASI DAN PENY.KEBERATAN

SEKSI PENERIMAAN SEKSI SEKSI INVENTORY RETRIBUSI DAN PEMBUKUAN PENERIMAAN BENDA & BARANG PENDAPATAN LAIN-LAIN

SEKSI 47 BAGI HASIL PAJAK SEKSI SEKSI PERATURAN PERUNDANG-UND BAGI HASIL DAN PENGKAJIAN NON PAJAK
PENDAPATAN

CABANG DINAS

UPTD

Sumber : Lampiran PERDA KABUPATEN SIAK Nomor 24 Tahun 2001

Sumber daya manusia yang dimiliki Dipenda Kabupaten Siak saat ini masih belum memadai, terutama menyangkut kuantitasnya, untuk itu dapatlah digolongkan bahwa Dipenda Kabupaten Siak memiliki pegawai sebagai berikut :
a. b. c.

Golongan II = Golongan III = Golongan IV =

6 orang 12 orang 1 orang

Dipenda Kabupaten Siak sebagai koordinator pemungutan daerah di Kecamatan dibantu oleh Kantor unit pelaksana teknis Dinas (UPTD) terdiri dari (tiga) UPTD dari 3 Kecamatan yang ada di Kabupaten Siak yaitu :
a. b. c.

UPTD Kecamatan Siak. UPTD Kecamatan Sungai Apit. UPTD Kecamatan Minas. Jumlah pegawai Dipenda Siak sebagaimana yang telah diuraikan diatas

masih sangat kurang dengan rasio perbandingan berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

48

Tabel 1 Persentase Jumlah Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan


NO 1 2 3 PENDIDIKAN S1 Sarjana Muda SLTA Jumlah JUMLAH 8 1 10 19
PERSENTASE (%)

42.1 5.3 52.6 100

Sumber : Dipenda Siak Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pegawai Dipenda Siak yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi berimbang dengan pegawai yang berpendidikan SLTA yakni 47, 4 % : 52,6 %.

49

You might also like