Professional Documents
Culture Documents
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang mcmbahas bcrbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penclitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedoktcran; bila telah pernah dibahas atau Index Mcdicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submittcd
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Joumals (Ann Intem Mcd 1979; 90 : 95-9). Contoh :
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. lst cd. Baltimore, London:
Naskah ditulis dalam bahasa lndonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984. Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa lndonesia yang Weinstein L., Swartz MN. Pathogenctic properties of invading microorganisms.
berlaku. lstilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa lndonesia Dalam: Sodeman WA Jr, Sodeman WA, cds. Pathologic physiology: Mccha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia . Redaksi berhak nisms of discascs. Philadclphia: WB Saundcrs, 1974 : 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati . Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa lndonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. 1990; 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa lndonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak se butkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa lnggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ PO Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, Iebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis Iengkap, disertai keterangan Iembaga/fakultas/institut te mpat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/i lustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direpruduksi , diberi nomor amplo p beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
(I)
Kongres Ke Vl Daftar Isi :
PERSI 5. Laporan Ketua Panitia
Saudara-saudara sekalian,
Seperti sama-sama kita ketahui Pembangunan Jangka Panjang Tahap I telah kita lam-
paui dengan baik, telah banyak yang bisa dicapai selama ini. Jelas bahwa PJPT II tidak
bertambah ringan, karena selain mempertahankan hasil yang telah dicapai pada PJPT I,
diperlukan berbagai upaya pengembangan baru yang inovatif untuk mengejar ketinggalan
kita dalam pembangunan kesehatan.
Sesuai dengan tema Meningkatkan peran RS dalam menyongsong PJPT II
perkenankanlah kami melaporkan beberapa hal mengenai penyelenggaraan Kongres dan
Hospital Expo sebagai berikut :
1) Sidang organisasi sebagai pertemuan tertinggi organisasi akan dihadiri oleh seluruh
cabang PERSI yang ada dari seluruh tanah air (21 cabang).
Di dalam sidang akan dibahas masalah organisasi sehingga diharapkan organisasi
PERSI akan menjadi semakin baik, mantap dan sempurna.
Sidang akan diakhiri dengan pemilihan ketua baru PERSI untuk periode 1993 - 1996.
2) Seperti sama-sama kita ketahui rumah sakit memiliki kekhususan dalam manajemen-
nya dan tidak jarang dihadapkan pada masalah-masalah yang kompleks, karena rumah
sakit padat modal, padat ilmu dan teknologi serta padat karya.
Pada acara ilmiah kali ini kita pilihkan para pembicara yang terdiri dari pakar-pakar
bertaraf internasional dan nasional. Kami berbahagia sekali bahwa pada kesempatan ini
Errol Pickering Sekjen International Hospital Federation bisa hadir dan memberikan
ceramah mengenai kecenderungan rumah sakit di dunia.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Ke-
sehatan, Menteri Sosial, Menteri Ristek, Menteri Lingkungan dan Bapak Dirjen maupun
para pakar di bidang perumah sakitan yang bersedia memberikan pada kita ceramah-
ceramah untuk bekal kita memasuki PJPT II dan bagi kita semua.
Saudara-saudara sekalian,
3) Kongres PERSI selalu diikuti oleh Hospital Expo, pameran peralatan rumah sakit
terbesar di Indonesia. Terdapat sekitar 70 perusahaan yang akan ikut memamerkan
peralatan-peralatan kedokteran canggih maupun peralatan-peralatan lain yang biasa
dipakai di rumah sakit. Peralatan-peralatan tersebut ada yang didatangkan khusus dari
pabrik-pabrik di luar negeri maupun perusahaan dalam negeri.
Diharapkan para peserta bisa melihat, bertanya, berdiskusi dengan perusahaan-
perusahaan tersebut bisa juga memesan dan membeli secara langsung sehingga peralatan
dan teknologi yang dipakai oleh rumah sakit bisa sesuai, berhasil guna dan berdaya guna.
4) Sebagai akhir dari Kongres akan diadakan Penataran Pasca Kongres di RS Kanker
Dharmais dengan topik-topik yang ditawatkan :
Ketua Panitia
Samsi Jacobalis
Kebijaksanaan
Pengembangan Rumah Sakit
dalam Pembangunan Jangka Panjang
Tahap II
Dr. Broto Wasisto, MPH
Direktur Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta ,
21 - 25 November 1993.
3) Pembiayaan 6) Manajemen
• Pembiayaan rumah sakit mengutamakan sumber-sumber • Rumah sakit secara berangsur-angsur harus dikelola dengan
Paul Samuelson :"........ akhirnya harus kita sadari bahwa ekonomi bukanlah ilmu
eksakta, dan tidak ada di antara kita yang dapat melihat lebih jauh daripada dua tahun
ke muka" (Algemeen Dagblad, 17 April 1993).
George R. Terry :"The future begins with the present; it is not an immense and sudden
jump to a distant destination" (Bukunya : Principles of Management).
MEREKA MASA DEPAN rang masih hidup), tidak ada orang yang dapat melihat terlalu
Pendapat dua pakar di atas agaknya bertentangan satu de- jauh ke depan. Apalagi kebutuhan kesehatan masa depan itu di-
ngan yang lain. Jika bersandar pada pendapat Samuelson tidak pengaruhi oleh begitu banyak variabel yang sebagian besar tidak
ada yang dapat memprakirakan bagaimana perkembangan eksak sifatnya.
ekonomi Indonesia (dan searah dengan itu bagaimana perkem-
bangan perumah-sakitan kita) nanti dalam PJPT II (1994–2019). AKHIR PJPT I, IDAMAN DALAM PJPT II
Sebaliknya jika mengandal pada Terry, PJPT II bukanlah lon- Selama 25 tahun terakhir Indonesia telah menikmati per-
catan mendadak ke sasaran yang jauh di depan. PJPT II adalah tumbuhan ekonomi yang cukup kuat. Pembangunan kesehatan
sinambung dengan PJPT I. PJPT II adalah era tinggal landas, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi itu. Dalam naskah Garis-
setelah landasnya sendiri (PJPT I) cukup kokoh untuk menjamin Garis Besar Haluan Negara 1993 diikhtisarkan tentang penca-
keselarriatan "penerbangan" selanjutnya. Artinya hari esok dalam paian sektor kesehatan sebagai berikut :"Dalam PJPT I pelayan-
pembangunan adalah kelanjutan hari ini. Masa depan dibangun an kesehatan telah meningkat dan telah mampu menjangkau
sehari demi sehari sejak masa lalu. Masa depan dapat direka hampir seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan di bidang
berdasarkan kenyataan hari ini dan hari-hari yang sudah dilewati. kesehatan serta keluarga berencana telah berhasil meningkatkan
Kita mencoba sepakat dengan Terry dengan membuat usia harapan hidup dan menekan laju pertumbuhan penduduk
proyeksi tentang transisi kesehatan di masa depan bertolak dari yang didukung oleh perumahan dan pemukiman yang layak".
data perkembangan selama PJPT I. Dari proyeksi itu dicoba di- Ikhtisar yang dinyatakan hanya dalam beberapa kalimat itu
buat tinjauan tentang kemungkinan perkembangan rumah sakit kedengarannya sederhana sekali. Padahal untuk mencapai itu
dalam PJPT II, sebagai rekaan respons terhadap tantangan sangat besar modal manusia (human capital) dan sumberdaya
memenuhi kebutuhan kesehatan di waktu itu nanti. Iain yang sudah dikerahkan. Keberhasilan lain yang juga secara
Namun demikian disadari sepenuhnya proyeksi itu dapat tidak langsung besar dampaknya pada status kesehatan bangsa
meleset sama sekali, karena seperti kata Samuelson (pemenang adalah :
hadiah Nobel yang dianggap ahli ekonomi terbesar yang seka- – Kita sudah swasembada dalam kebutuhan paling pokok,
Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo , Jakarta .
21 — 25 November 1993.
what they may expect of the health service provider. The listings 1. To be given detailed information on local health services, including quality
which follow provide more detail of the patient's charter in standards and maximum waiting times.
Britain (see attachments 2 & 3) . 2. To be guarantecd admission for treatment by a specific date no later than two
Another approach that governments are using to define years from the day when your consultant places you on a waiting list.
3. To have any complaint about NHS services — whoever provides them —
quality in health services is to look at the health status of the investigated and to receive a full and prompt written reply from the chief
community. In particular they are setting targets for preventable executive or general manager.
Critical Preadmit: Tele Unitl OR POD 1 POD 2 POD 3 POD 4 POD 5 POD 6 POD 7
Occurances Tele Unit Cath Day
LOS Day 0 LOS Day 1 LOS Day 2 LOS Day 3 LOS Day 4 LOS Day 5 LOS Day 6 LOS Day 7 LOS Day 8 LOS Day 9
Tests ECG. CXR. Pre-op Labs Post-op DC ECG DC CXR D/C labs
Labs. ECG, CXR, except PT GXT Done
labs, VS, continue scheduled prior 9a
Neuro
checks
Transfer Complete
record
Discuss D/C
plans
I
Teaching Cath Begin post-op Review
Booklet Tcaching tcaching meds,
and tour activity
level , S&S
to report,
diet, labs,
appts.
Pre-op
Attachment 5
Figure 4. CardiacPath'"' —Paticnt and Financial Outcomes Comparison
Pre-CardiacPath Post-CardiacPath
Procedure
Avcragc Total Avcragc % Averagc Total Avcragc %
Charges * LOS Mortality Charges * LOS Mortality
CABG Surgcry
$37,648 11.1 2.7 $33,913 9.9 2.7
( DRG 106-107)
PTCA
$17,566 3.8 0.9 $15,738 2.4 0.7
(DRG 112)
tial proportions of their budget on research and development; in Community health status data
some industries this is as high as 30% of their input whereas in ↓
health care we tend to spend nothing or very little. The establish- Health morbidity geographic and social data
ment of these Health Service Research Institutes and the use of ↓
data can result in rational health policy development. This means Present resource allocation information
↓
that health policy can be developed based on the following flow Planned policy initiative
chart (attachment 8). ↓
Community and professional feedback
↓
CONTEMPLATIONS
Pilot initiative
Indonesia has been one of the success stories of health status ↓
improvement over recent years. Indeed it is true to say that you Evaluation of impact
have much to show the world in regard to how to rapidly improve ↓
Policy amendment, abandonment or implementation
the health status of a nation. Can I then say that whilst all of the
trends I've outlined today are of great interest, all countries need
to carefully assess new trends before they take action to imple-
ment them. My advice would be to keep in touch with the world problem is one which requires a priority solution. In short to
through reading and attendance at conferences but to digest the develop Indonesian solutions to Indonesian problems.
information carefully. Ask yourself whether what you've just Thank you for the honour of being invited to speak at your
read or heard relates to a problem in your country and whether the conference and may I wish the rest of your deliberations well.
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta ,
21 - 25 November 1993 .
Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo , Jakarta,
21 — 25 November 1993.
34 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 90, 1994
profesional kesehatan berpendapat bahwa makan, pakaian, hatan. Pendapat umum yang secara tradisional dianut adalah
tempat tinggal dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar "orang tidak layak mengambil keuntungan dari penyakit orang
manusia yang harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, ter- lain". Memang umumnya pelayanan kesehatan pada mulanya
lepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya. Ini diselenggarakan dengan motif sosial, misalnya dalam bentuk
menyebabkan distribusi pelayanan kesehatan sering sekali Yayasan. Namun sekarang ini terjadi perubahan orientasi, ter-
dilakukan atas dasar kebutuhan (need) dan bukan atas dasar utama setelah pemilik modal dan dunia bisnis melihat sektor
kemampuan membayar (demand). kesehatan sebagai peluang investasi yang menguntungkan.
Ini menyebabkan issu pemerataan (equity) sangat menonjol
dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Kebijaksanaan dan 6) Padat karya
program untuk menyesuaikan tarif pelayanan kesehatan seperti Otomatisasi ternyata tidak membuat pelayanan kesehatan
sekarang ramai dilakukan, senantiasa mempertimbangkan semakin bebas dari input tenaga manusia. Kecenderungan spe-
implikasinya terhadap issu equity tersebut. Misalnya, dalam sialisasi dan superspesialisasi menyebabkan komponen tenaga
pentarifan RS berkembang pemikiran perlunya cross subsidy dalam pelayanan kesehatan semakin besar, seperti misalnya
untuk pemerataan. Demikian pula, kebijaksanaan subsidi adalah pelayanan RS. Analisis biaya RS misalnya menunjukkan bahwa
dalam rangka menjamin hak tersebut, yaitu bagi penduduk yang komponen tenaga tersebut bisa mencapai antara 40-60% dari
tidak mampu. keseluruhan biaya. Ini berarti bahwa sektor kesehatan adalah
sektor yang bersifat padat karya.
4. Eksternalitas
Ciri khusus lainnya adalah efek eksternal yang ada dalam 7) Mix outputs
penggunaan pelayanan kesehatan. Seperti diketahui, efek eks- Cirilain adalahbanyaknya ragam "komoditi" yang dihasilkan
temal adalah dampak (positif atau negatif) yang dialami orang daari berbagai program kesehatan. Yang dikonsumsi oleh pasien
lain sebagai akibat perbuatan seseorang. Sebagai misal, immu- adalah satu paket pelayanan: sejumlah pemeriksaan diagnosis,
nisasi yang dilakukan seseorang untuk mencegah penyakit perawatan, terapi dan nasihat kesehatan. Paket tersebut ber-
menularjuga akan memberi manfaat kepada masyarakat banyak. variasi antar individu dan sangat tergantung pada jenis penyakit.
Bahkan manfaat yang diterima orang banyak tersebut secara Keadaan ini menyebabkan analisis demand terhadap pelayanan
kumulatif jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk kesehatan menjadi kompleks. Di samping pelayanan kesehatan,
immunisasi individu bersangkutan. upaya kesehatan bisa juga menghasilkan output lain, yaitu hasil-
Dalam ekonomi dikatakan bahwa social marginal benefit hasil penelitian serta pendidikan dan latihan tenaga kesehatan.
yang diperoleh dari immunisasi j auh lebih besar dari pada private
marginal benefit bagi individu tersebut. Itulah sebabnya, 8) Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi
menurut perhitungan ekonomi, pemerintah perlu menjamin Dalam jangka pendek, upaya kesehatan terlihat sebagai
agar program-program semacam immunisasi betul-betul dapat sektor yang konsumptif, tidak memberikan return on investment
terlaksana, oleh karena bisa terjadi keadaan demand seseorang secaza jelas. Oleh sebab itu, sering kali sektor kesehatan ada pada
(dalam arti kemauan membayar) tidak tinggi dibandingkan dengan urutan bawah dalam skala prioritas pembangunan, terutama
demand untuk pelayanan kuratif yang tidak mempunyai efek kalau titik berat pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi.
eksternal. Namun kalau orientasi pembangunan pada akhirnya adalah
Memang efek eksternal tersebut bervariasi antar berbagai pembangunan manusia, maka pembangunan sektor kesehatan
jenis pelayanan kesehatan. Pelayanan yang tergolong pen- sesungguhnya adalah suatu investasi, paling tidak untuk jangka
cegahan umumnya mempunyai eksternalitas besar, sehingga di- panj ang. Untuk jangka pendek pun, kalau penduduk employed di
golongkan sebagai "komoditi masyazakat" atau public good. usaha produktif, pembangunan kesehatan jelas memberikan re-
Sedangkan pelayanan kuratif, lebih-lebih pelayanan yang ber- turn on investment yang dapat diukur.
tujuan kosmetika, eksternalitasnya umumnya kecil. Pelayanan
ini sering disebut sebagai private good. 9). Restriksi berkompetisi
Ada pendapat yang mengatakan bahawa pelayanan ke- Ciri khusus selanjutnya adalah pembatasan praktek kom-
sehatan yang bersifat public goodseyogyanya mendapat subsidi petisi. Ini menyebabkan mekanisme pasar dalam pelayanan
ataubahkan disediakan oleh pemerintah secara gratis. Sebaliknya kesehatan tidak bisa sesempurna mekanisme pasar untuk komoditi
pelayanan kesehatan yang tergolong sebagai private good lain. Dalam mekanisme pasar (intervensi pemerintah kecil),
hendaknya dibayar atau dibiayai sendiri oleh penggunaannya wujud kompetisi adalah kegiatan pemasaran (promosi, iklan,
atau oleh pihak swasta. dll.). Dalam sektor kesehatan tidak pernah terdengar adanya
promosi discount atau bonus atau "banting harga" dalam pela-
5) Motif non-profit yanan kesehatan.
Walaupun dalam praktek ada industri kesehatan yang
memperoleh untung, seperti misalnya rumah sakit tertentu EKONOMI PELAYANAN KESEHATAN
milik swasta, secara ideal memperoleh untung maksimum
(profit maximization) bukanlah tujuan utama pelayanan kese- Aspek Produksi (Supply)
1. Aceh 19 19 19 19 19 1485 1508 1600 1600 1612 50.9 50.3 52 50.4 50.2
2. SumatraUtara 129 130 130 129 132 12247 12193 11080 11141 11022 132.7 129.1 114.6 112.7 108.8
3. SumatraBarat 57 62 62 66 59 2939 3160 3338 3504 3431 79.3 83.6 86.7 89.3 88.2
4. Riau 30 34 34 39 37 1302 1487 1528 1566 1600 53.3 59.2 59.1 59.1 56.9
5. Jambi 21 21 21 21 21 918 965 1005 999 893 54.3 55.1 55.2 52.9 50.4
6. SumatraSelatan 37 37 37 37 55 4162 4071 3940 4152 4391 79.1 75.1 70.5 72.1 74.8
7. Bengkulu 7 7 7 7 7 307 354 364 394 394 33.8 37.4 36.9 38.4 36.8
8. Lampung 30 28 28 31 31 1780 1814 1811 1885 1892 30.8 29.8 28.2 27.8 27.7
9. DKIJaya 169 188 188 203 214 13592 14162 14643 15196 15644 179.2 179.9 179.4 179.5 179.8
10. JawaBarat 113 119 119 143 144 11039 11231 11950 12546 12876 36.3 36.1 37.5 38.5 38.9
11. JawaTengah 193 199 199 223 225 15232 15451 15660 16066 16523 56.4 56.4 56.4 57.1 59.1
12. DI.Yogyakarta 35 37 37 38 42 3018 3137 3217 3337 3493 105.3 108.5 110.4 113.6 114.4
13. JawaTimur 158 157 157 160 166 16671 16988 17236 17384 17609 54.1 54.3 54.5 54.3 54.1
14. Bali 22 22 22 22 25 2214 2156 2207 2278 2361 84.1 80.7 81.5 82.9 85.2
15. NTB 14 14 14 14 14 762 786 816 783 843 25.6 25.8 25.5 24.7 26.6
16. -NTT 25 25 25 25 25 1537 1579 1600 1682 1756 52.5 52.7 52.5 54.3 53.5
17. KalimantanBarat 23 25 25 26 26 1992 1974 1988 1980 2010 73.4 71.2 70.3 68.7 66.1
18, KalimantanTengah 14 14 14 14 13 552 477 533 534 524 50.7 40.5 46.1 44.7 42.6
19. KalimantanSelatan 25 25 25 25 24 1369 1422 1585 1592 1644 61.1 62.2 68.1 67.1 68.2
20. KalimantanTimur 22 22 22 24 25 1828 1865 1950 1944 2032 120.2 116.3 115.3 109.1 118.1
21. Sulut 31 33 33 32 31 3171 3103 3035 2914 2902 137.3 103.9 126.1 118.8 118.9
22. Sulteng 14 14 14 17 17 749 951 992 1090 1149 50.1 61.4 61.8 65.6 69.2
23. Sulsel 73 73 73 78 79 5455 5387 5465 5639 5726 84.3 81.9 81.9 83.4 82.2
24. Sultra 12 13 13 13 13 575 659 624 680 715 54.2 60.4 55.6 58.9 57.7
25. Maluku 20 21 21 21 21 1404 1460 1433 1584 1646 89.1 90.3 86.4 93.1 94.6
26. IrianJaya 23 23 23 23 24 1545 11539 1470 1521 1539 118.9 115.5 107.8 109.1 101.9
27. Timor Timur 5 5 5 5 10 464 439 386 335 510 82.6 72.2 62.4 53.3 75.1
Indonesia 1312 1367 1367 1456 1499 108307 110318 111456 114318 116757 67.2 66.8 66.1 66.7 66.7
Yang termasuk dalam kategori (A) dalam matriks tersebut kemungkinan-kemungkinan yang paling menarik, sesuai dengan
misalnya adalah RS, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, pro- motivasi masing-masing.
gram-program kesehatan masyarakatan yang baik pembiaya- 4) Inflasi biaya
annya maupun penyelenggaranya adalah fihak pemerintah. Elemen biaya RS secara garis besar dibagi dalam (1) biaya
Peranan swasta bisa berbentuk penyediaan pelayanan yang operasionaldan pemeliharaan dan (2) biaya investasi. Tabel 2
biayanya ditanggung oleh pemerintah. Misalnya adalah pela- dan Tabel 3 menyajikan daftar elemen biaya tersebut, berikut
yanan-pelayanan yang dikontrakkan kepada fihak swasta, seperti contoh hasilnya dari sebuah RS-X.
cleaning service, pemeliharaan alat dan lain-lain, yang tergolong Angka biaya investasi yang disampaikan pada Tabel 3
kategori (B) dalam matriks di atas. adalah nilai sekarang (present value) biaya investasi untuk satu
Selanjutnya, pelayanan atau pelaksanaan upaya kesehatan tahun (annualized fixed cost), di mana harga beli, tahun beli,
dapatdilakukan oleh pemerintah sedangkan biayanyadari swasta, masa pakai dan laju inflasi dihitung.
yaitu kategori (C). Contohnya adalah pembayaran langsung oleh Angka-angka untuk RS tersebut adalah tipikal; untuk RS di
pasien di fasilitas Pemerintah, pengoperasian pavilun swasta di Indonesia, seperti juga ditemukan pada banyak RS lain. Tampak
RS Pemerintah, atau pelayanan kesehatan untuk peserata asu- bahwa perbandingan antara biaya investasi tahunan dengan
tansi kesehatan swasta oleh fasilitas pemerintah. biaya operasional dan pemeliharaan 1:8.7 (atau 224.500.000
Akhirnya ada pula kategori (D), yaitu baik pembiayaan banding Rp. 1.962.397.013). (Tabel 2 dan 3)
maupun pelayanan kesehatan dilakukan oleh swasta. Contohnya Tabel 2 . Biaya Investasi Tahunan, RS-X
adalah pembayaran oleh pasien atau perusahaan swasta kepada
fasilitas swasta (RS, laboratorium klinik, praktek dokter dan Gedung 140.776.067 62.70%
Alat Non-medis 8.736.149 3.89%
bidan, rumah bersalin, dan lain-lain. Pembiayaan tersebut bisa Alat Medis + Penujang Medis 74.999.566 33.41%
juga dilakukan oleh sebuah asuransi kesehatan.swasta.
Dari matriks tersebut dapat dilihat bahwa pergeseran peran 224.511.782 100.00%
antara pemerintah dan swata dapat terjadi dalam berbagai
kemungkinan. Nampaknya dalam tahun-tahun mendatang, baik Dalam kelompok biaya operasional dan pemeliharaan,
pemerintah maupun swasta akan melakukan eksplorasi tampak bahwa biaya personil dan biaya obat merupakan kompo-
Kapasitas terpakai
Jenis alat (%)
PENUTUP
1. Hemodialisis 96.3 Dalam makalah ini telah disampaikan secara ringkas ten-
2. Bronchoscopy 33.2 tang (1) ciri khusus sektor kesehatan, (2) produksi atau supply
3. Gastroscopy 31.5 pelayanan kesehatan, khususnya RS dan (3) konsumsi atau
4. MRI 20.7
demand terhadap pelayanan RS.
5. Body CT Scan 61.5
6. Head CT Scan 18.5 Dari segi supply dan demand, nampak bahwa laju pertam-
7. Lithotriptor 50.5 bahan penyediaan pelayanan RS tertinggal dibanding dengan
8. Biochemical analyzer 46.4 laju pertambahan penduduk serta peningkatan kebutuhan akan
9. USG 53.6
pelayanan RS (akibat transisi epidemiologis, perbaikan tingkat
10. Endoscopy 67.9
pendapatan dan ekonomi). Keadaan ini akan lebih memacu laju
Sumber : inflasi, yaitu karena demand melebihi supply.
Tafal, Z: Studi Pemanfaatan Alat Kedokteran Canggih, 1991. Khusus tentang alat-alat canggih di RS, sebuah studi terbatas
menunjukkan bahwa investasi alat-alat tersebut secara ekonomis
Keadaan penggunaan yang rendah membawa dampak besar
umumnya tidak efisien. Inipun akan mendorong terj adinya inflasi
terhadap sistem pembiayaan fasilitas bersangkutan. Karena biaya
biaya yang lebih tinggi.
investasi alat tersebut mahal, maka annualized fixed cost (pres-
ent value biaya investasi tahunan) secara keseluruhan akan naik. KEPUSTAKAAN
Dalam keadaan demikian RS bersangkutan menghadapi tekanan 1. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia, 1992. Pusat Data Kesehatan. Jakarta,
untuk menaikkan revenue. Kondisi ini bisa mendorong kebijak- 1993.
sanaan pelayanan yang tidak profesional, misalnya (1) menaik- 2. G. Ascobat. Ekonomi Kesehatan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
Proceeding Semiloka "Penggunaan Ilmu Ekonomi di bidang Kesehatan
kan tarif penggunaan alat setinggi-tingginya yang akan sangat Masyarakat", Pertemuan Tahunan PPEKI, Jakarta 7 - 8 Nopember 1990.
memberatkan pasien dan (2) memperlonggar indikasi profesi 3. G. Ascobat. Ekonoimi Kesehatan. Lokakarya Ekonomi Kesehatan. Unit
medis yang sesungguhnya. Dengan perkataan lain, keadaan ini Analisa Kebijaksanaan Depkes RI, Cimacan, Oktober 1989.
bisa menyebabkan meningkatnya unnecessary procedures. Se- 4. G. Ascobat. Pendekatan Ekonomi Makro dan Mikro Pelayanan Kesehatan.
Seminar Ekonomi Kesehatan. FKM-UI. Jakarta Agustus 1993.
lanjutnya, studi tersebut j uga mengungkapkan bahwa pengadaan 5. Jacobs, The Economics of Health and Medical Care. Univ. Park. Press.
alat canggih di suatu RS lebih banyak didasarkan pada pertim- Baltimore, 1980.
bangan profesional daripada pertimbangan ekonomis. 6. Klarman E. The Economics of Health. Columbia Univ. Press. N.Y, 1965.
7. Malik R. Pola Pencarian Pelayanan dan Pengeluaran Masyarakat untuk
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka ada beberapa Kesehatan Berdasarkan Susenas 1990. Badan Litbang Depkes, September
kebijaksanaan atau langkah penting yang pelu dilakukan di masa 1992.
yang akan datang, yaitu sebagai berikut : 8. Tafal Z. et al : Studi Pemanfaatan Alat Kedokteran Canggih. Unit Analisis
1) Pelaksanaan utilization review (UR) secara berkala terhadap Kebijaksanaan Depkes RI, Jakarta, 1991.
LATAR BELAKANG dan tersier maka dapat dipahami bahwa rumah sakit secara relatif
Rumah sakit sebagai salah satu mata rantai pelayanan dalam akan ada di daerah urban dan semi-urban. Sebagai contoh, pada
Sistim Kesehatan Nasional di Indonesia akhir-akhir ini menun- awal Pelita V hampir 9% dari RSU di Indonesia berada di Jakarta
jukkan pertumbuhan yang cukup bermakna. Dalam kurun waktu yaitu sebanyak 71 RSU. Jumlah ini kemudian meningkat pesat
15 tahun ini (akhir Pelita I sampai awal Pelita V) angka pertum- dengan tingkat pertumbuhan sekitar 11,8% per tahun sehingga
buhan rumah sakit umum dan khusus adalah 37% atau rata-rata pada tahun 1991 terdapat 86 RSU di Jakarta.
2,1% per tahun (dari 1.116 menjadi 1.533 RS). Sedangkan angka Ditinjau dari jumlah tempat tidur yang sebanyak 11.591
pertumbuhan tempat tidur di rumah sakit menunjukkan pertum- maka dapat dikatakan bahwa sekitar 12,7% dari seluruh tempat
buhan yang lebih tinggi yaitu 45% dalam 15 tahun atau 2,5% per tidur RSU di negeri ini berada di Jakarta. Tetapi, dengan angka
tahun (dazi 81.753 TT menjadi 118.565 TT). pertumbuhan tempat tidur RSU per tahun sebesar 0,96% maka
Rumah sakit umum sendiri, yang jumlahnya relatif sama dapat dilihat bahwa di Jakarta terjadi kecenderungan tumbuhnya
besar dengan rumah sakit khusus, menunjukkan pertumbuhan RSU dengan jumlah tempat tidur 50–100 buah per RS, di bawah
sekitar 30% selama kurun waktu tersebut (dari 581 RSU menjadi rata-rata nasional yang sekitar 125–150 tempat tidur per RS.
756 RSU). Sedangkan jumlah tempat tidurnya menampilkan Mengacu kepada angka pertumbuhan keadaan di daerah urban
pertumbuhan sekitar 44% dalam waktu yang sama yaitu dari atau semi-urban lainnya di Indonesia tersebut maka dapat
63.643 TT menjadi 81.888 TT. Ini menampilkan bahwa walau- dikatakan bahwa tingkat kompetisi antar RSU terutama swasta di
pun jumlah RSU dan RS Khusus hampir sama, tetapi jumlah daerah urban akan cukup tinggi. Dengan tingkat kompetisi yang
tempat tidur RSU adalah sekitar 78% dari seluruh rumah sakit tinggi adalah wajar bagi setiap rumah sakit untuk melakukan
yang ada. segala upaya yang diperlukan dalam mempertahankan keber -
Yang menarik untuk diperhatikan adalah jumlah rumah adaannya.
sakit umum swasta pada kurun waktu 15 tahun menampilkan
angka pertumbuhan sekitar 104% (dari 113 menjadi 231 rumah KOMPETISI DAN ECONOMIES OF SCALE LAYANAN
sakit). Angka ini, pada akhir tahun 1990 ternyata bertambah DI RUMAH SAKIT
menjadi sebesar 244 rumah sakit swasta di Indonesia. Dari Dalam situasi kompetisi yang ketat, tidak dapat disangkal
pertumbuhan ini berarti jumlah rumah sakit umum swasta yang bahwa peranan pembiayaan dalam menyediakan layanan di
pada akhir Pelita I hanya sekitar 19% dari seluruh RSU, pada rumah sakit menjadi sangat penting. Hanya rumah sakit yang
akhir 1990 tumbuh menjadi sekitar 32% dari seluruh RSU di dapat menyediakan layanan yang bermutu dengan pembiayaan
Indonesia. yang relatif rendah dapat unggul dapatkompetisi ketat tersebut.
Sesuai dengan sifat layanan kesehatan di rumah sakit yang Untuk itu maka perlu diketahui beberapa faktor yangdiasumsi-
terutama diarahkan pada jenjang layanan kesehatan sekunder kan terkait erat dengan biaya layanan rumah sakit.
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta,
21 — 25 November 1993.
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo , Jakarta .
21- 25 November 1993.
RUMAH SAKIT SEBAGAI SARANA KESEHATAN ETIKA RUMAH SAKIT (HOSPITAL ETHICS)
Dalam Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan Dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan ter-
Bab I Ketentuan Umum, diberi batasan mengenai sarana kese- dapat ikatan antara berbagai fihak yaitu pasien, dokter dan rumah
hatan yaitu :"Sarana kesehatan adalah tempat untuk menye- sakit yang kesemuanya diatur hak dan kewajibannya. Dalam
lenggarakan upaya kesehatan". Sedangkan dalam Bab VI Bagian makalah ini hanya akan dibicarakan hubungan antara dua
Ketiga Pasal 56 dikatakan bahwa Sarana kesehatan meliputi fihak saja yaitu pasien dan rumah sakit.
Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,
21— 25 November 1993.
Pelayanan kuratif, betapapun juga, memenuhi kriteria (memi- menggunakan uang negara (rakyat). Bahkan sejak sebelum pro-
liki eksternalitas) untuk dapat digolongkan sebagai private com- gram swadana pun rumah sakit pemerintah seharusnya sudah
modity. Dan selama ini pun baik dokter maupun masyarakat dikelola secara business, terutama rumah sakit daerah yang
memperlakukan pelayanan kuratif sebagai private commodity. dibebani untuk membantu target Pendapatan Asli Daerah
Pasien bersedia menunggu untuk dilayani dan bersedia mem- (PAD). Kembali di sini ada keengganan menggunakan kata
bayar untuk mendapatkan pelayanan kuratif, baik yang diberikan "bisnis" karena beranggapan bahwa "bisnis" identik dengan
oleh dukun maupun dokter. Keengganan kita untuk melihat berdagang, dan pelayanan kuratif tidak seharusnya diperda-
pelayanan kuratif sebagai private commodity hanyalah karena gangkan.
kata "komoditi" memberikan konotasi adanya unsur dagang, Karena betapa pun juga rumah sakit adalah lembaga bisnis,
sedangkan anggapan yang berlaku di masyarakat menghendaki maka etika rumah sakit pun lebih didasari oleh etika bisnis dan
agar dokter menjauhkan diri dari berdagang dalam memberikan harus dibedakan dari etika profesi kedokteran. Etika bisnis,
pelayanan kepada pasien. Kata "komoditi" dalam hal ini adalah menurut Thiroux', berkaitan dengan menegakkan dan menjaga
istilah dalam ilmu ekonomi, dan tidak perlu dikaitkan dengan hubungan baikdi antarapengusaha, pegawainya, dan konsumen.
masalah dagang. Artinya, kalau ada dokter yang mau mem- Demikian juga seharusnya etika bisnis rumah sakit, ditujukan
berikan pelayanan kuratif tanpa dibayar tentu boleh-boleh saja. untuk menegakkan dan menjaga hubungan baik antara peng-
Karena pelayanan kuratif adalah suatu private commodity, usaha (pemilik) rumah sakit, staf yang bekerja di sana, serta
maka penyedia pelayanan kuratif akan berhadapan dengan konsumen (khususnya pasien) yang menggunakan atau mem-
masalah tentang bagaimana memberikan pelayanan yang beli jasa pelayanan rumah sakit tersebut. Di sini tersirat bahwa
dapat memuaskan konsumen (dalam hal ini : pasien), dan dalam dalam etika bisnis pun (termasuk bisnis rumah sakit) dituntut
membuka tempat pelayanan akan selalu memperhitungkan adanya sikap jujur. Jujur terhadap konsumen (pasien) dalam
aspek need dan demand. Maka perhitungan bisnis, betapapun memberikan pelayanan, jujur dalam melakukan pemasaran
(diakui atau tidak) juga sudah masuk dalam pikiran para penyedia untuk mencari klien, dan jujur dalam bersaing. Kita perhatikan
pelayanan jasa kuratif. beberapa pasal etika rumah sakit di Amerika Serikat 2 , misal-
Rumah sakit adalah sebuah institusi penyedia jasa pe- nya :
layanan kuratif yang kompleks dan perlu dikelola secara pro- 1) Recognizing that the care of the sick is their first responsi-
fesional (baik yang for profit maupun yang non-profit). bility and a sacred trust, hospitals must at all times strive to
Pengertian pengelolaan profesional di sini mencakup pula per- provide the best possible care and treatment to all in need of
hitungan aspek ekonomi dan bisnis, meskipun itu rumah sakit hospitalization
pemerintah. Perhitungan tentang kelaikan suatu rencana dipan- 2) Hospitals should be fair, honest, and impartial in all their
dang dari segi cost and benefit pada rumah sakit pemerintah business relationship . . . .
justru harus lebih ketat karena rumah sakit pemerintah Kalau di Indonesia tampaknya terjadi kerancuan dalam
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospilal Expo, Jakarla,
21 - 25 November 1993.
Marketplace medicine will become a medicine in the service of the rich and powerful,
while the poor and weak watch and pray.
Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,
21 — 25 November 1993.
1. Relman AS. What are hospitals for? Economic Considerations in 6. Gemala Hatta. Peranan Rekam Medis dalam tanggung gugat praktek
Emergency Care. N. Engl. J. Med 1985; 312 (6) : 372. profesional Tenaga Kesehatan. Seminar Sehari dan Rakemas I PORMIKI,
2. Sluyters B. De aansprakelijkheid van Arts en Ziekenhuis. Preadvies BLKM Cilandak, 7-8 Agustus 1993.
Nederlandse Vereniging voor Rechtsvergelijking, Kluwer, Deventer, 7. Kellennann AL. Interhospital patient transfer. N. Engl. J. Med. 1988;
1984. p 60. 319(10):643.
3. Al Purwa Hadiwardoyo. Etika Medis. Pustaka Filsafat, Penerbit Kani- 8. Leenen HJJ. Rechten van Mensen in de Gezondheidszorg. Brussel:
sius, 1989, p 54. Samson Uitgeverij Alphen aan den Rijn, 1978. p. 239.
4. Bohigas L. et. al. Who Runs the Hospital? Hospital Management Inter- 9. Skegg PDG. Law, Ethics, an Medicine. Pada footnote membanding-
national, 1989. kan "Sacred Congregation of the Doctrine of Faith, " Iura et Bona (De-
5. Wrenn K. No Insurance, No Admission. N. Engl. J.Med. 1985; 312 (6). claration on Euthanasia), 1980), 72 Acta Apostolicae Sedits 542-52
Clarendon Press, Oxford (1984). p. 147.
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya kemampuan itu, pemilikan sumber daya alam yang berlimpah
untuk menyampaikan beberapa kebijaksanaan Kantor Menteri sekalipun tidak ada artinya. Lain halnya kalau IPTEK dapat
Negara Riset dan Teknologi tentang Pengembangan IPTEK dikuasai, sumberdaya alam yang langka sekalipun bukan me-
PJPT-II, kepada para peserta Kongres PERSI VI dan Hospital rupakan hambatan. Contohnya, Jepang dan Korea yang sumber
Expo VII yang saya hormati. daya alamnya langka, dapat menjadi negara industri maju karena
Sebentar lagi kita akan memasuki Rencana Pembangunan kemampuan membangun IPTEK-nya. Oleh karena itu sekali
Lima Tahun (REPELITA) VI, yang merupakan REPELITA per- lagi: pembangunan sumberdaya manusia adalah konsep inti
tama dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT-II), pengembangan IPTEK Indonesia.
dimana pembangunan nasional Indonesia akan mulai tinggal Ada lima prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam me-
landas dengan kekuatan sendiri, yang akan mengantarkan bangsa nerapkan IPTEK untuk pembangunan bangsa.
Indonesia menuju masyarakat yang maju, sejahtera, adil dan Prinsip pertama, perlu diselenggarakan pendidikan dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. latihan di berbagai bidang IPTEK yang gayut untuk pemba-
Bangsa Indonesia telah bertekad untuk secara sistematis, tahap ngunan bangsa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
demi tahap, mentransformasikan diri menjadi bangsa yang Prinsip ke dua, perlu dikembangkan konsep yang jelas dan
modern, yaitu bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan realistis serta dilaksanakan secara konsekuen, tentang masya-
teknologi (IPTEK) untuk memenuhi keperluan-keperluan dasar- rakat yang ingin dibangun, dan teknologi yang akan dipakai
nya sendiri, menyediakan prasarana ekonominya sendiri, serta untuk mewujudkannya. Teknologi-teknologi itu tidak harus yang
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kualitas hidup- paling sederhana, dapat juga yang paling canggih yang ada di
nya sendiri yang semakin meningkat. Dalam tahap-tahap inilah, dunia. Yang penting adalah kegunaannya untuk memecahkan
tumpuan pembangunan nasional akan beralih dari pemanfaatan masalah-masalah yang nyata di dalam negeri.
sumber daya alam (SDA) ke pemanfaatan sumber daya yang Prinsip ke tiga, kalau teknologi yang diperlukan itu belum
selalu terbaharukan, yaitu sumber daya manusia (SDM) Indo- ada di Indonesia, maka teknologi itu harus dialihkan dari negara
nesia. Oleh karena itulah, konsep inti pengembangan IPTEK maju, diterapkan dan dikembangkan di Indonesia, untuk me-
adalah pembangunan manusia lndonesia itu sendiri. mecahkan masalah-masalah yang nyata kita hadapi. Karena,
Pembangunan Nasional, dimana kita semua terlibat di da- teknologi itu tidak dapat dimengerti kalau dikembangkan secara
lamnya, adalah pembangunan bangsa. Bangsa di sini memiliki abstrak.
arti yang lebih luas dari pada hanya kemerdekaan politik. Di Prinsip ke empat, untuk dapat menjadi bangsa yang di-
dalamnya tersirat kemandirian ekonomi, kemampuan memper- hormati oleh bangsa lain kita harus bertekad untuk mampu
tahankan budayanya, dan keberhasilan mempertahankan ke- memecahkan masalah-masalah kita sendiri, dan tidak selalu
satuan nasionalnya sendiri: Indonesia. Oleh karena itulah, ke- mengandalkan impor IPTEK buatan luar negeri.
mampuan pengembangan IPTEK menjadi sangat penting. Tanpa Prinsip ke lima, sudah barang tentu pada awalnya setiap
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & H ospital Expo, Jakarta,
21 - 25 November 1993.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 1986
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUDHARMONO, S.H.
MENTERI KEUANGAN
TENTANG
MEMUTUSKAN
Dengan mencabut:
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 655/KMK.04/1984 tentang
Pasal 1
(1) Dalam pelaksanaan pemotongan Pajak Penghasilan atas peng-
hasilan Sehubungan dengan pekerjaan dari tenaga ahli atau
persekutuaan tenaga ahli sebagai Wajib Pajak dalam negeri
berupa honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan atas
jasa profesi yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif
lapisan terendah sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak penghasilan
1984;
(2) Tarif lapisan terendah sebesar 15% (lima belas persen) se-
bagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterangkan atas perkiraan
penghasilan netto dari masing-masing tenaga ahli sebagai
berikut:
1. Pengacara/advokat/penasehat 60
ahli hukum lainnya
2. Akuntan 60
3. Arsitek 50
4. Dokter 40
5. Konsultan 60
6. Notaris 60
7. Tenaga ahli pemberi jasa 50
porofesi lainnya
Pasal 3
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Mei 1986
MENTERI KEUANGAN
RADIUS PRAWIRO
MENTERI KEUANGAN
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 796/KMK.04/1993
TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
ATAS RUMAH SAKIT SWASTA
MEMUTUSKAN
(1) Yang dimaksud dengan Rumah Sakit Swasta dalam keputusan ini adalah
Rumah Sakit Swasta IPSM (Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat) yang:
a. 25% dari jumlah tempat tidur digunakan untuk pasien yang tidak mampu;
b. Sisa Hasil Usaha (SHU) digunakan untuk reinvestasi Rumah Sakit dalam
rangka pengembangan Rumah Sakit dan tidak digunakan untuk Investasi di
luar Rumah Sakit.
(2) Atas bumi dan/atau bangunagan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh
Rumah Sakit Swasta IPSM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 50% dari jumlah Pajak Bumi dan Bangunan
yang seharusnya terhutang.
Pasal 2
Runah Sakit Swasta Pemodal yang bukan merupakan Rumah Sakit Swasta IPSM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan didirikan oleh suatu badan yang berbentuk
Perseroan Terbatas, dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan sepenuhnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pelaksanaan teknis keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 6
Ditetapkan di :JAKARTA
SALINAN sesuai dengan aslinya Pada tanggal : 20 Agustus 1993
KEPALA BIRO UMUM
u.b. MENTERI KEUANGAN
KEPALA BAGIAN T.U. DEPARTEMEN
ttd
ttd.
MAR'IE MUHAMMAD
Ny. HERTATI MULATSIH
NIP. 110016245
James E. Wawoeroendeng
James E. Wawoeroendeng & Associates, Loma Linda, California, USA
STRATEGIES Diversification
There are a number of patterns to describe the long-run • Entering into related or unrelated businesses: real estate,
strategic thrusts of hospitals. The following summary are generic shopping centers, restaurants, medical plaza or medical office
grand strategies applicable for health care organizations con- buildings.
sidered common: expansion of the product line or area, service • A strategy to spread risks or maximize earnings through
investment opportunities.
specialization or niche, vertical or horicontal integration, joint
• A strategy to protect against the risks of uncertainties.
venture, diversification, and retrenchment.
• A strategy to improve cash flow.
Expansion of the Product Line
Retrenchment
• A strategy to increase or maintain market share.
• Downsizing, divestment, eliminating unprofitable services
• Developing new product lines, Pediatric Cardiovascular,
or reducing in order to survive.
Oncology, etc.
• A strategy to prevent insolvency by reprioritizing funds
• Selling of underused capacity, (dietary, housekeeping,
allocation.
laundry, EDS).
• Establishing freestanding ambulatory service, diagnostic
departement, dialysis. STRUCTURE AND PROGRAMS
There are two main strategic variables at the disposal of
Service Specialization
hospital management that may be altered to meet changes in the
• A strategy to focus and serve a particular segment of the environment: organizational structure or organizational pro-
market; differentiation. grams. These are the variables and the focus of strategic planning
• Service to age group,. diagnosis group, socioeconomic when reviewing and analyzing the mazket. The structures and
class, or geographic area. programs reviewed in this paper have to be viewed in the context
• Specialization in Pediatric, Rehabilitation, Prenatal Care, of the prevailing conditions in the United States, and they are:
Oncology, Burn Unit, Sport Medicine, Geriatric Care, Mammo- • growing trend of prospective payment system
graphy. • decreasing reimbursement from third party payors
Integration, Service Vertical Integration & Horizontal • continued high health care costs
• Establishing organizational arrangements that provide a • accelerated competition
range of services. • tighter profit margins
• A strategy to retain patients within the system or chain by • decreasing inpatient census
providing more services. Pre-admission services and post- • large excess capacity, overbedded
discharge care. Post discharge care: skilled-nursing 'care, long- • intense consumer pressures and expectations for change
term care, home care. • growing pressures from business community
• Non-clinical integration include entering businesses that • labor shortage in professional and technical categories
supply/manufacture hospital products or services (pharmaceuti- • new delivery systems, HMOs, PPOs, IPAs
cals, prosthesis, linen, IV). • increasing ambulatory services
• A strategy to control the use of supplies and resources used • declining average length of stay (ALOS)
by hospitals. • increase in investor-owned corporations
• Voluntary merger of two entities providing same or related • growing participation in alliances, chains
CONCLUSION
PLANNING AHEAD Today, health care organizations are intently concentrating
Expecting the worst, hospitals in the US are stepping up on strategy formulation as the focal point of strategic planning.
There is greater interest in the output of strategic planning -
planning. Two main forces are rearranging hospital system in the
strategies - as opposed to the process. Selecting a strategy with a
United States : President Bill Clinton's proposed managed com-
view of defining a destiny - is the challenge hospital management
petiton and prospective payment system. A survey published by
must face with. In the final analysis, doing the right thing at the
hospitals & health networks of October 5, 1993 indicate the
right moment at the right place is what strategic management is
following hospital planning activities :
Managed care planning 76% all about.
As Indonesia moves into the rank of the newly industriali-
Expense reduction 74%
zed countries (NICs), commensureable responses from hospitals
Physician/hospital; organization 69%
shall be evaluated for their appropriateness, effectiveness and
Affiliation with another hospital 62%
cost efficiency. Strategic planning is a tool among many stra-
Medical Staff development 59%
Job- reengineeri ng 53% tegic planning I submit, may be the most effective tool available
Strategic planning 55% for the hospital management to span the entire horizon, and select
Merger activity 15% the most fit organisational structure and program and redeftne its
These planning activities indicate that in order to redefine destiny.
the US imperfect health care system two trends will emerge :
• Increased used of competition to enhance market effi- REFERENCES
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta ,
21 — 25 November 1993.
Pada dasarnya lahir dan berkembangnya asuransi kesehatan Setiap tahun sekitar 9% peserta Askes yang mengunjungi
di BUMN miliki Departemen Kesehatan adalah dalam mengikuti Puskesmas dirujuk ke Rumah Sakit, namun biaya pelayanan
perkembangan industri kesehatan. Dibentuk sebagai Badan Pe- kesehatan Askes meningkat 17% per tahun. Dalam memudah-
nyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) pada kan administrasi dikenal berbagai bentuk pembiayaan seperti
tahun 1968 untuk menangani pengobatan pegawai dan keluar- sistim anggaran (budget system), kapitasi dan sistem paket di
ganya yang tidak dapat lagi ditanggulangi oleh APBN maka samping bentuk tradisional fee for service. Di luar negeri juga
dengan KEPRES ditetapkan bahwa pegawai negeri harus telah dikembangkan DRG (Diagnostic Related Group).
membayar premium sebesar 2% dari gaji pokoknya. Pada tahun Asuransi Kesehatan jika diselenggarakan secara luas
1984 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ber- dapat menjadi subsistem pembiayaan kesehatan, dan akan
Iaku tidak memungkinkan lagi keberadaan "Badan " di luar struktur mengurangi beban Pemerintah sehingga dapat mengalihkan
Departemen maka BPDPK dirubah menjadi suatu Perusahaan perhatiannya ke kesehatan masyarakat.
Umum di lingkungan Departemen Kesehatan yaitu Perum Husada Dalam menangani asuransi kesehatan di Rumah Sakit
Bhakti. Di samping itu dengan berubah status menjadi BUMN ditemukan berbagai masalah. PT Askes telah menerapkan prin-
memudahkan dalam pengolahan dana guna mengembangkan sip asuransi kesehatan di Rumah Sakit ditemukan berbagai
serta meningkatkan pelayanan. Pada tahun 1992 Perum Husada masalah. PT Askes telah menerapkan prinsip asuransi dan
Bhakti berubah menjadi PT (Persero) Asuransi Kesehatan In- akuntansinya masih menggunakan cash basis, terutama di
donesia. Rumah Sakit Pemerintah. Masalah prinsip lainnya adalah masalah
Dalam masa tersebut fungsi rumah sakit mengalami per- mutu, antara lain belum tersedia dan belum dilaksanakannya
ubahan, yang dulu bersifat sosial dan samaritan yang dikem- SOP pelayanan kesehatan di sebagian besar rumah sakit,
bangkan lembaga keagamaan seperti Misi dan Muhammadiah, penggunaan obat yang tidak rasional, hari rawat (LOS) yang
sekarang telah menjadi lembaga sosioekonomi bahkan menjadi terpalu panjang, serta adanya moral hazard. Suatu penelitian di
profit centers. Perkembangan dan peranan rumah sakit semakin USA mememukan bahwa 30% dari pembiayaan kesehatan ada-
pesat terutama di daerah perkotaan. Sumbangannya pada pe- lah adalah waste, duplication, fraud and abuse.
ningkatan dan pemulihan kesehatan tidak dapat dibntah, se- Melalui PERSI PT Askes mengharapkan kerja sama dengan
baliknya biaya pelayanannya semakin meningkat dan imper- rumah sakit dalam mencapai tujuan akhir bersama yaitu pe-
sonal. Hanya Rumah Sakit Pemerintah sesuai dengan misinya ningkatan kesehatan masyarakat Indonesia dengan peningkatan
masih menjalankan fungsi sosialnya dengan tarip yang relatif Etika, QualityAssurance, dan pengendalian bersama, sertaefisien-
murah. si dan efektifitas agar tercapai pelayanan kesehatan yang me-
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta,
21 — 25 November 1993.
3 9
Dari seluruh pembiayaan pelayanan kesehatan PT ASKES guna mencapai kemudahan administrasi pembiyaaan pelayanan
tahun 1992, 45,29% merupakan biaya rumah sakit, obat pela- kesehatan persertanya melalui "Kapitasi Total" pada beberapa
yanan kesehatan di rumah sakit adalah 29,05%; berarti 84,24% daerah. Sejalan dengan perubahan sistem pembiayaan PT. ASKES
dari anggaran pelayanan kesehatan PT ASKES dipergunakan juga memperkenalkan program pengendalian mutu antara lain
untuk pelayanan di rumah sakit (pengobatan). PT ASKES me- dengan menyusun daftar obat (DPHO) yang didasarkan Daftar
rupakan suatu perusahaan asuransi kesehatan dengan penggunaan Obat Esensial Nasional. Pada saat ini sudah pula dikembangkan
biaya pelayanan sangat tinggi dengan rata-rata biaya pelayanan kerj asama dengan rumah sakit dalam program quality assurance.
kesehatanan menyerap 88% dari iuran. Upaya kerjasama ini perlu ditingkatkan untuk menyamakan
Berdasarkan penelitian Rand Coprporation di California persepsi dan meningkatkan pelayanan.
sepertujuh sampai sepertiga dari beberapa jenis operasi sebe- Pada saat ini BOR rumah sakit milik Depkes 65,8%, diikuti
narnya tidak perlu dilakukan. Seperempat (1 juta) bayi dilahirkan dengan rumah sakit swasta 55,4%, rumah sakit Pemda 53,0%,
dengan caesar yang diragukan keuntungannya baik bagi ibu Departemen lain 47,7% dan rumah sakit ABRI 42,1%. Melihat
maupun bagi bayi. Di Amerika dilakukan 600.000 histerektomi potensi yang ada pada PT. ASKES perlu dihitung berapa %
per tahun, kemungkinan untuk mengalami operasi ini 6 kali lebih penggunaan rumah sakit oleh peserta ASKES dan berapa dana
besar dari wanita Norwegia, yang memakan biaya lebih dari US yang diperoleh setiap rumah sakit per bulan dari ASKES. LOS
$ 5 milyar. Hal yang sama ditemukan pula untuk diagnostic test. rata-rata untuk RS kelas A yaitu 10 hari, kelas B 7 hari, kelas C
CT Scan telah meningkat dari 300.000 (1980) menjadi 1,5 juta dan 5 hari, sedangkan untuk pasien ASKES, LOS tahun 1992
(1991). rata-rata untuk RS ABRI 11,3 hari, RS Swasta 7,3 hari dan RS
Di Indonesia diyakini hal ini terjadi pula, penempatan dan Khusus 22,1 hari. Di Amerika LOS RS umum tahun 1990 rata-
penyebbaran alat canggih telah meningkatkan biaya pelayanan rata adalah 6,4 hari, untuk laki-laki diatas 65 tahun rata-rata 8,3
kesehatan secara bermakna. PT ASKES telah meningkatkan hari dan wanita 8,9 hari. Pada akhir-akhir ini terlihat kenaikan
pelayanan hemodialisis dari penggunaan 14 fasilitas HD di 4 pada pasien rawat jalan dan atau one day care. Penurunan LOS
propinsi tahun 1989 menjadi 23 fasilitas HD di 12 propinsi tahun sangat berarti dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang
1990; hal ini telah meningkatkan kasushaemodialisis dari 8.802 tentunya biaya ini dapat dipergunakan untuk kenaikan tarif per
tahun 1989 menjadi 32.826 tahun 1990 dengan biaya Rp. 0,97 hari dan biaya pelayanan lainnya.
milyar tahun 1989 menjadi Rp. 4,25 milyar tahun 1990 dan Peningkatan biaya pelayanan rumah sakit dapat pula dise-
mencapai biaya Rp. 7,65 milyar tahun 1992. babkan karena meningkatnya biaya/jasa tenaga profesional, ter-
Penyakit jantung yang telah menjadi penyakit nomer 1, utama dokter spesialis. Dokter dan perusahaan obat sekarang
termasuk di Indonesia juga menjadi sasaran operasi terutama banyak yang memperoleh untung dari profesinya. Pada tahun
bypass. Di Amerika bypass telah meningkat 2800% sejak tahun 1991 income rata-rata dokter di USA adalah US $ 139,000.00,
1970 yang jauh lebih tinggi dari negara lain. PT. ASKES telah spesialis memperoleh antara US $ 280,000.000 - 450,000.00 per
membiayai pelayanan jantung dari Rp. 0,31 milyar pada tahun tahun. Seluruh income dokter mencapai US $ 74 milyar dalam
1988 menjadi Rp. 3,8 milyar pada tahun 1992. Namun Kaiser tahun 1992.
Permanente, asuransi kesehatan yang menjalankan managed Di Indonesia angka income ini tidak diketahui, walaupun
care (JPKM) mengemukakan bahwa jumlah operasi bypass diketahui terdapat perbedaan yang mencolok.
sedikit, tanpa mengurangi kesehatan pesertanya tetapi lebih Pada suatu survey yang dilakukan untuk Johnson Founda-
menekankan pada kontrol hipertensi, kadar cholesterol darah, tion di USA, responden diminta pendapatannya secara berurutan
dan upaya preventif lainnya. tentang penyebab utama peningkatan biaya kesehatan. Hasilnya
Sistem pembiayaan rumah sakit yang berlaku umum di adalah sebagai berikut :
Indonesia adalah secara tradisional yaitu fee for service. Penga- – 67% rakus dan cari untung (greed and profits)
laman di Amerika menunjukkan bahwa pembiayaan dengan – 64% tuntutan karena mal practice
menggunakan sistem fee for service tanpa pengendalian telah – 61% sia-sia dan inefisiensi (waste & ineffeciency).
mengakibatkan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan secara
cepat, sehingga pada dekade 70 an dikembangkan sistem pem- ASURANSI KESEHATAN / JPKM
biayaan pelayanan kesehatan dengan cara prepaid (capitation & Saat ini ada 3 undang-undang yang erat kaitannya dengan
budgetsystem) disertai pengendalian biaya melalui cost contaim- penyelenggaraan asuransi kesehatan yaitu UU No. 2 Th 1992
ment. Di samping itu mutu pelayanan tetap dijaga melalui pro- tentang Usaha Asuransi, UU No. 3 Th. 1992 tentang Jaminan
gram quality assurance dan utilization review. Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan UU No. 23 Th 1992
PT. ASKES sejak tahun 1988 (Perum Husada Bhakti) telah tentang Kesehatan yang di dalamnya tercakup pula program
mulai memperkenalkan sistem pembiayaan secara kapitasi untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Pemerintah telah
pelayanan kesehatan dasar. Untuk pembiayaan pelayanan rumah menerbitkan beberapa PP yang No. 73/92 tentang penyelengga-
sakit telah diperkenalkan pembayaran paket per hari rawat, paket raan Usaha Asuransi, PP No. 14/93 tentang penyelenggaraan
pelayanan, dan budget disamping pembiayaan paket per hari JAMSOSTEK, dan PP No. 69/91 tentang penyelenggaraan
rawat, paket pelayanan,dan budget di samping pembiayaan se- Pemeliharaan Kesehatan PNS, PP, Veteran dan Perintis Ke-
carafee for service. Sistem pembiayaan ini terus disempurnakan merdekaan serta Perluasan Kepesertaan ASKES. Kita me-
Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta,
21 — 25 November 1993.
Menimbang :
a) bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan sebagai upaya sadar dan
berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup, perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha atau kegiatan;
b) bahwa setiap usaha atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkunan hidup yang perlu
dianalisa sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan
dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin;
c) bahwa analisis mengenai dampak Iingkungan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana usaha atau kegiatan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup;
d) bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Nommor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selama ini berlaku perlu disempurnakan sesuai dengan berbagai
perkembangan baru yang terjadi;
e) bahwa berdasarkan hal tersebut di atas dipandang perlu mengatur penyempurnaan tersebut dalam Peraturan
Pemerintah;
Mengingat :
1) Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
MEMUTUSKAN:
Dengan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Ling-
kungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42);
Menetapkan :
PEATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
(1) Usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup meli-
puti :
a) pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b) eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui;
c) proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan, dan kemerosotan
sumberdaya alam dalam pemanfaatannya;
d) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya;
e) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam
dan atau perlindungan cagar budaya;
f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik;
g) pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h) penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan;
i) kegiatan yang mempunyai risiko tinggi, dan mempengaruhi pertahanan negara.
(2) Menteri menetapkan jenis usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendengar
dan memperhatikan saran dan pendapat instansi yang bertanggung jawab.
(3) Bagi jenis usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib disusun analisis dampak
lingkungan.
(4) Penapisan rencana usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (3) ditinjau secara berkala sekurang-
kurangnya sekali dalam lima tahun.
Pasal 3
(1) Dampak penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup ditentukan oleh :
a) jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b) luas wilayah persebaran dampak;
c) lamanya dampak berlangsung;
d) intensitas dampak;
e) banyakanya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
f) sifat kumulatif dampak;
g) berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
(2) Pedoman mengenai ukuran dampak penting sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) ditetapkan oleh
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
(1) Analisis dampak lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) tidak perlu dibuat bagi
rencana usaha atau kegiatan yang langsung dilaksanakan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat.
(2) Menteri dan atau Pimpinan lembaga pemerintah non departemen yang membidangi usaha atau kegiatan
yang bersangkutan menetapkan telah terjadinya suatu kcadaan darurat setelah mendengar saran-saran dari
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 5
Pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud
Pasal 6
(1) Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha atau
kegiatan.
(2) Hasil analisis mengenai dampak lingkungan digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan
wilayah.
BAB II
TATA LAKSANA
Bagian Pertama
Kerangka Acuan
Pasal 7
(1) Pemrakarsa yang mempunyai rencana usaha atau kegiatan sebagaimana disebut dalam Pasal 2, wajib
menyusun kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan.
(2) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh pemrakarsa kepada komisi
analisis mengenai dampak lingkungan yang bersangkutan.
(3) apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya kerangka
acuan tersebut komisi analisis mengenai dampak lingkungan tidak memberikan tanggapan tertulis, kerangka
acuan tersebut sah digunakan sebagai dasar penyusunan analisis dampak lingkunan atas kekuatan Peraturan
Pemerintah ini.
(4) Kerangka acuan disusun oleh pemrakarsa berdasarkan pedoman umum atau pedoman teknis.
(5) Pedoman umum tentang penyusunan kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.
(6) Pedoman teknis tentang penyusunan kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintahan non departemen yang membidangi usaha atau kegiatan yang
bersangkutan.
Bagian Kedua
Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan, dan
Rencana Pemantauan Lingkungan
Pasal 8
(1) Analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkunagan, dan rencana pemantauan lingkungan
diajukan sekaligus oleh pemrakarsa kepada instansi yang bertanggung jawab.
(2) Instansi yang bertanggung jawab memeberikan bukti penerimaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) kepada pemrakarsa dengan mencantumkan tanggal penerimaan.
(3) Pedoman umum penyusunan analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana
pemantauan lingkungan ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pedoman teknis penyusunan analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana
pemantauan lingkungan ditetapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintahan non departemen yang
membidangi usaha atau kegiatan yang bersangkutan berdasarkan pedoman umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3).
Pasal 9
(1) Penilaian dokumen analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana peman-
tauan lingkungan oleh komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (3), dan Pasal 19
ayat (1) dilakukan secara bersamaan.
(2) Apabila dokumen analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencanapengelolaan
lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan dinilai belum memenuhi persyaratan dalam pedoman teknis,
pemrakarsa wajib memperbaiki sesuai petunjuk komisi analisis mengenai dampak lingkungan yang ber-
tanggung jawab.
(3) Berdasarkan hasil penilaian komisi analisis mengenai dampak lingkungan atas dokumen analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan yang diajukan pemrakarsa,
instansi yang bertanggung jawab menetapkan keputusan terhadap analisis dampak lingkungan, rencana
pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan.
Pasal 10
(1) Keputusan atas analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab
selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan,
rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan.
Pasal 11
(1) Apabila analisis dampak lingkungan menyimpulkan bahwa dampak negatif tidak dapat ditanggulangi
berdasarkan ilmu dan teknologi atau biaya penanggulangan dampak negatif lebih besar dibandingkan dengan
hasil dampak positifnya, maka instansi yang bertanggung jawab memutuskan menolak rencana usaha atau
kegiatan yang bersangkutan.
(2) Terhadap keputusan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemrakarsa dapat mengajukan
keberatan kepada pejabat yang lebih tinggi dari instansi yang bertanggung jawab dengan menyampaikan
tembusannya kepada instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dalam waktu selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan penolakan.
(3) Pejabat yang lebih tinggi dari instansi yang bertanggung jawab memberi keputusan atas pernyataan
keberatan pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) setelah mendapat pertimbangan instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
(4) Keputusan sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) diberikan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak
diterimanya pemyataan keberatan dan merupakan keputusan terakhir.
Pasal 12
(1) Bagi rencana usaha atau kegiatan terpadu/multisektor dilakukan analisis mengenai dampak lingkungan
terpadu.
(2) Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan bagi rencana usaha atau kegiatan terpadu/multisektor
dilaksanakan oleh komisi analisis mengenai dampak lingkungan terpadu dari instansi yang ditugasi meng-
endalikan dampak lingkungan.
(3) Komisi sebagaimana tersebut dalam ayat (2) merupakan komisi gabungan yang keanggotaannya terdiri
dari wakil-wakil instansi dan lembaga terkait tingkat pusat dan daerah, serta lembaga swadaya masyarakat dan
pihak lain yang dianggap perlu, dan ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pedoman teknis penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan usaha atau kegiatan terpadu di-
tetapkan oleh instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, dengan memperhatikan pedoman
teknis yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab.
(5) Persetujuan atas dokumen analisis mengenai dampak lingkungan rencana usaha atau kegiatan terpadu/
multisektor ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Penetapan kriteria tentang rencana usaha atau kegiatan, baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis
yang berada dalam satu kawasan yang berada di bawah kewenangan satu instansi yang bertanggung jawab
ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab tersebut.
(2) Pedoman teknis penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan bagi rencana usaha atau kegiatan
seperti tersebut dalam ayat (1) ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab.
(3) Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan bagi rencana usaha atau kegiatan seperti tersebut dalam
ayat (1), dilaksanakan oleh komisi analisis mengenai dampak lingkungan dari instansi yang bertanggung jawab.
(4) Persetujuan atas dokumen analisis mengenai dampak lingkungan kawasan ditetapkan oleh menteri atau
Pimpinan lembaga pemerintah non departemen yang membidangi usaha atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 14
Ketentuan tentang pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan tentang usaha atau kegiatan yang
direncanakan dalam satu zona rencana pengembangan wilayah, ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri dengan
memperhatikan saran dan pendapat instansi yang bertanggung jawab.
Bagian Ketiga
Kadaluwarsa dan Gugurnya Keputusan Persetujuan Analiais Dampak Lingkungan,
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
Pasal 15
(l) Keputusan persetujuan analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana
pemantauan lingkungan dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana
usaha atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya keputusan
tersebut.
Pasal 16
(1) Apabila terjadi perubahan lingkungan yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain
sebelum dan pada waktu rencana usaha atau kegiatan dilaksanakan, keputusan persetujuan analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan dinyatakan gugur atas
kekuatan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Instansi yang bertanggung jawab, setelah berkonsultasi dengan instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan, menetapkan telah terjadinya perubahan lingkungan yang sangat mendasar sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di lokasi semula yang disetujui dan menjadi dasar pembuatan analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan berdasarkan rona ling-
kungan baru tersebut menurut tata laksana sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3) Kriteria tentang perubahan lingkungan yang sangat mendasar ditetapkan menteri dan atau Pimpinan
lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab setelah berkonsultasi dengan instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Bagian Keempat
Komisi
Pasal 17
(1) Menteri atau Pimpinan lembaga pemerintahan non departemen yang membidangi usaha atau kegiatan
yang bersangkutan membentuk komisi analisis mengenai dampak lingkungan pusat yang terdiri dari anggota
tetap dan anggota tidak tetap.
(2) Anggota tetap terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan departemen atau lembaga pemerintah non
departemen yang bersangkutan, wakil yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri, wakil yang ditunjuk oleh
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, wakil yang ditunjuk oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal, wakil yang ditunjuk oleh Badan Pertahanan Nasional dan para ahli dalam bidang yang
berkaitan, sedangkan anggota tidak tetap diangkat dari unsur departemen dan atau lembaga pemerintah non
departemen yang berkepentingan, lembaga swadaya masyarakat, serta anggota lain yang dipandang perlu.
(3) Komisi analisis mengenai dampak lingkungan pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertugas :
a) menyusun pedoman teknis pembuatan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan yang meliputi
pembuatan kerangka acuan analiais dampak lingkungan, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan
lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan;
b) menanggapi dokumen kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan;
c) menilai dokumen analisis dampak lingkungan;
d) menilai dokumen rencana pengelolaan lingkungan;
e) menilkai dokumen rencana pemantauan lingkungan;
renca f) membantu penyelesaian diterbitkannyakeputusan tentang dokumen analisis dampak lingkungan,
pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan;
(g) melaksanakan tugas lain yang ditentukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen
yang membidangi usaha atau kegiatan yang bersangkutan .
(4) Dalam pelaksanakan tugasnya komisi analisis mengenai dampak lingkungan pusat dapat dibantu oleh tim
teknis yang bertugas menilai dokumen-dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.
(5) Pedoman mengenai susunan keanggotan dan tata kerja komisi analisis mengenai dampak lingkungan pusat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 18
(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 membentuk komisi analisis mengenai dampak lingkungan daerah
yang terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap.
(2) Anggota tetap terdiri dari unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, instansi yang membidangi
lingkungan hidup di daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, Badan Pertahanan Nasional di
daerah, instansi pemerintah yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan di daerah dan pusat studi
lingkungan hidup di daerah, Badan Pertahanan Nasional di daerah, instansi pemerintah yang ditugasi meng-
endalikan dampak lingkungan di daerah dan pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi di daerah yang
bersangkutan, sedangkan anggota tidak tetap diangkat dari unsur instansi pemerintah yang membina sektor
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi analisis mengenai dampak lingkungan pusat dan komisi analisis
mengenai dampak lingkungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18, wajib memperhati-
kan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang,
kepentingan pertahanan keamanan nasional, dan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan.
BAB III
PEMBINAAN
Pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Usaha atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang menimbulkan dampak penting serta bantuan pemerintah di
bidang analisis mengenai dampak lingkungan, ditetapkan lebih lanjutoleh Menteri setelah memperhatikan saran
dan pendapat instansi yang bertanggung jawab.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 22
(1) Setiap rencana usahaatau kegiatan yang perlu dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungannyawajib
diumumkan oleh instansi yang bertanggung jawab.
(2) Dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dari setiap rencana usaha atau kegiatan serta keputusan
mengenai persetujuannya bersifat terbuka untuk umum.
(3) Sifat keterbukaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk peran serta masya-
rakat dengan mengemukakan saran dan pemikirannya secara lisan dan atau tertulis kepada komisi analisis
mengenai dampak lingkungan pusat atau komisi analisis mengenai dampak lingkungan daerah sebagaimanan
dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 sebelum keputusan persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan
terhadap rencana usaha atau kegiatan ditetapkan.
Pasal 23
Bagi rencana usaha atau kegiatan yang menyangkut rahasia negara ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 tidakberlu.
Salinan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan rencana usaha atau kegiatan serta salinan keputusan
atas persetujuan dokumen tersebut disampaikan oleh instansi yang bertanggung jawab.
a) di tingkat pusat kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi terkait yang
berkepentingan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat 11 yang
bersangkutan; atau
b) di tingkat daerah kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan instansi terkait
yang berkepentingan.
(1) lnstansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan menggunakan dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan sebagai bahan pcnguji terhadap;
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 26
Biaya pelaksanaan kegiatan komisi pusat dan komisi daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan Pasal
18 dibebankan pada anggaran instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 27
(1) Biaya untuk menyusun dokumen analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian dari biaya
usaha atau kegiatan yang direncanakan dan dibebankan pada pemrakarsa.
(2) Biaya pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dibebankan pada anggaran pelaksanaan
usaha atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 28
Biaya pemantauan yang dilaksanakan oleh pemerintah terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang dilakukan oleh pemrakarsa menjadi tanggung jawab instansi pemerintah yang bersangkutan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Oktober 1993
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Oktober 1993
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
Pasal 3
Ayat (1)
Faktor yang menentukan adanya dampak penting dalam ayat ini ditetapkan berdasarkan tingkat pengetahuan
yang ada. Faktor ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
tidak bersifat limitatif.
Ayat (2)
Untuk menetapkan ukuran mengenai dampak penting faktor (a) sampai dengan (g) sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan mengadakan konsultasi dengan
Menteri dan atau Pimpinan lembaga pemerintah non departemen yang membidangi usaha atau kegiatan yang
bersangkutan.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan yang kondisi yang sedemikian rupa, sehingga
mengharuskan dilaksanakannya tindakan segera yang mengandung risiko terhadap lingkungan hidup demi
kepentingan umum.
Ayat (2)
Penetapan adanya keadaan darurat harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
saran-saran yang dimaksudkan tersebut adalah berupa masukan secara tertulis dari instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 5
Keputusan atas pelaksanaan yang baik terhadap rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan
lingkungan merupakan prasyarat dalam pemberian izin suatu usaha atau kegiatan bagi rencana usaha atau
kegiatan yang ditetapkan wajib analisis mengenai dampak lingkungan. Izin dimaksud adalah izin usaha tetap
bagi usaha atau kegiatan industri sebelum kegiatan produksi komersialnya dilaksanakan, hak kuasa pertam-
bangan (KP) bagi usaha atau kegiatan di bidang pertambangan, dan hak pengusahaan hutan (HPH) untuk bidang
kehutanan dan izin-izin lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Ayat (1)
Studi kelayakan pada umumnya meliputi analisis dari aspek teknis dan dari aspek ekonomis finansial. Dengan
adanya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, maka studi kelayakan bagi usaha atau kegiatan yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup meliputi komponen analisis teknis, analisis ekonomis
finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan.
Ayat (2)
Karena analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian dari studi kelayakan pada ekosistem tertentu,
maka hasil analisis mengenai dampak lingkungan tersebut sangat penting untuk dijadikan sebagai masukan
dalam perencanaan pembangunan wilayah.
Pasal 7
Ayat (1)
Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan merupakan pegangan yang diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses penyusunan analisis dampak lingkungan.
Pasal 9
Ayat (1)
Hal ini dimaksudkan untuk menghemat waktu dan biaya di dalam penilaian dokumen analisis dampak ling-
kungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Jangka waktu selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan tersebut tidak termasuk hari
libur.
Ayat (2)
Dalam hal instansi yang bertanggung jawab memberikan keputusan berupa penolakan atas analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan, maka instansi tersebut
memberikan petunjuk tentang penyempurnaannya. Apabila setelah dilakukan perbaikan atau penyempurnaan
terhadap studi analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan ling-
kungan yang ditolak tersebut, kemudian diserahkan kepada instansi yang bertanggung jawab dalam waktu 30
(tiga puluh) hari kerja ternyata belum mendapat jawabannya, maka berlaku ketentuan seperti tersebut dalam ayat
(3).
Ayat (3)
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini tetap perlu memperhatikan hasil penilaian komisi analisis
mengenai dampak lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18.
Pasal 11
Ayat (1)
Dalam kegiatan tertentu dampak negatif masih dapat ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi. Namun
terdapat pula kemungkinan bahwa dampak negatif tersebut tidak dapat ditanggulangi berdasarkan ilmu dan
teknologi, sehingga rencana usaha atau kegiatan tersebut harus ditolak dengan memberikan alasan pe-
nolakannya.
Ayat (2)
Apabila pernyataan keberatan atas keputusan penolakan diajukan melewati jangka waktu 14 (empat belas)
hari, maka keberatan yang diajukan pemrakarsa tersebut ditolak.
Pasal 20
Pelaksanaan pendidikan, latihan dan penelitian dan pengembangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan dapat pula dilakukan
oleh usaha swasta atas prakarsa warga masyarakat dengan mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Pengumuman rencana usaha atau kegiatan yang antara lin dapat melalui media massa dan/atau papan pengumuman pada instansi yang
bertanggung jawab dimaksudkan agar masyarakat dapat mengajukan saran dan pemikirannya.
Pengajuan saran dan pemikiran tersebut kepada komisi analisis mengenai dampak lingkungan pusat dan komisi analisis mengenai
dampak lingkungan daerah merupakan peran serta setiap orang dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan terbuka untuk umum adalah bahwa setiap orang dapat memperoleh keterangan dan/atau salinan analisis dampak
lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan serta keputusan mengenai ketiga hal itu.
Dokumen-dokumen tersebut tersedia pada instansi yang bertanggung jawab.
Ayat (3)
Masyarakat yang berkepentingan selalu perlu didorong dan diberikan kesempatan untuk memberikan masukan mengenai rencana usaha
aau kegiatan tersebut kepada komisi analisis mengenai dampak lingkungan yang bersangkutan agar keputusan komisi tersebut sedapat
mungkin menampung aspirasi masyarakat yang berkepentingan tersebut, sebelum dokumen analisis dampak lingkungan disetujui.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ketentuan ini dimaksudkan pula untuk memberikan pelayanan dan kemudahan informasi mengenai pengelolaan lingkungan yang
berkaitan dengan pembangunan. Di samping itu dapat pula dimanfaatkan untuk mengembangkan jaringan informasi pusat dan daerah.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Maksud dikirimkannya hasil pengujian kepada Menteri atau Pimpinan lembaga pemerintah non departemen yang membidangi usaha
atau kegiatan dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan adalah agar dapat dipergunakan dalam rangka melaksanakan
fungsi pengawasan. Hasil pengujian tersebut disertai saran tindakan yang perlu dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab.
Ayat (3)
Tindakan tersebut sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat di antaranya berupa penyelesaian masalah yang ditimbulkan oleh
perbedaan kepentingan antar sektor di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Biaya yang dimaksudkan dalam pasal ni merupakan bagian dari biaya studi kelayakan.
Ayat (2)
Hasil rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan menetapkan perlunya pemrakarsa menyaediakan biaya untuk
melalukan upaya-upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang bersifat mengikat, khususnya pada kegiatan di dalambatas
wilayah proyeknya, sedangkan untuk biaya pemantauan di luar batas proyek \merupakan tanggung jawab pemerintah sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28
Pemerintah mempunyai wewenang untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan
lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan yang dilakukan oleh pemrakarsa. Untuk melakukan aktifitas tersebut pemerintah
menyediakan anggaran biaya melalui anggaran biaya instansinya.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pelayanan Penderita Lanjut Usia
Persiapan Rumah Sakit
dalam Mengantisipasi Kasus Lanjut Usia
Dr. B. Ahmad Sanosal Tambunan
Direktur Rumah Sakit Islam, Jakarta
NILAI-NILAI ISLAM SEBUAH RUMAH SAKIT RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA
1) Niat atau misi waktu mendirikan 1) Surat Al Isra 23 (17:23) :"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
2) Pemilikan aset kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
3) Penampilan : bapakmu dengan sebaik-baiknya ... berarti ada atensi khusus kepada golongan
3.1.1. Mushola Lansia.
3.1.2. Kemudahan pasien beribadah 2) Mengacu kepada ayat Allah pada Qur'an surat Ali Imron ayat 159 :"Maka
3.1.3. Sistem kamar kecil disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
3.1.4. Motto/hiasan dinding Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
3.2 Karyawan : diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi
3.2.1. Kostum mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
3.2.2. Akhlak maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
3.2.3. Penampilan/Hospitality yang bertawakal kepada-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
4) Manajemen : yang mendapat petunjuk". Dalam melakukan pelayanan kepada pasien semua
4.1. Keuangan : jajaran petugas RS Islam Jakarta diwajibkan untuk berlaku lemah lembut, sopan
4.1.1. Auditability dan accountability dan berdedikasi tinggi dalam melayani pasien.
4.1.2. Azas keterbukaan Pasien-pasien baik pasien lansia dan pasien yang lain dilayani di 17
4.1.3. Amanah poliklinik yang disediakan yang dilengkapi dengan alat-alat canggih antara lain
4.2. Kepegawaian : CT. Scan, USG, ESWL dan sebagainya. Namun hingga saat ini RS Islam Jakarta
4.2.1. Musyawarah belum mempunyai klinik khusus untuk pasien usia lanjut.
4.2.2. Kebijakan/hikmah
4.2.3. Kejelasan hak dan kewajiban RAWAT INAP DI RS ISLAM JAKARTA
4.2.4. Kepemimpinan Bagi pasien-pasien yang perlu mendapat perawatan di RS lslam Jakarta
4.3. Modal : maka akan dilakukan asuhan keperawatan bagi pasien-pasien sebagaimana di
4.3.1. Pemeliharaan rumah sakit lain; yang membedakan adalah sclain perawatanjasmani/fisik medis
4.3.2. Amanah juga perawatan rohani dan perawatan dari petugas sosial. Petugas rohani akan
4.3.3. Tidak boros/hemat memberi tuntunan rohani lslam bagi pasien-pasien yang menjelang operasi dan
PROGRAM PERAWATAN KHUSNUL KHATIMAH (DYING CARE) Pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit IslamJakartadengan persetuju-
BAGI PASIEN RAWAT INAP DI RS ISLAM JAKARTA an keluarganya untukdirawat secara khusnul khotimah. Pasien dipilih dari pasien
Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat : 102 "Wahai orang-orang yang dengan kriteria :
beriman !, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenaz-benar taqwa, dan janganlah – Pasien kanker dalam stadium terminal
kamu sekali-kali mati, melainkan dalam beragama Islam (berserah diri)". – Pasien dengan penyakit lain tanpa harapan, misalnya : pasien AIDS,
Rumah Sakit Islam Jakarta yang didirikan pada tahun 1971 mempunyai jantung berat, gagal ginjal berat dan lain-lain, yang kriterianya akan ditentukan
tujuan antara lain memberi pelayanan kesehatan yang Islami, mulai dari saat bersama dengan team medis.
pasien datang ke rumah sakit, dirawat sampai pulang baik dalam keadaan sembuh
maupun dalam keadaan meninggal. Saat penting dalam tahap kehidupan manusia Penatalaksanaan Perawatan :
adalah akhir hayatnya, semua orang Islam mengharapkan bahwa pada akhir Diperlukan satu ruangan khusus, terpisah dengan ruang perawatan lain,
hayatnya akan berakhir secara khusnul khotimah. atau agak jauh dengan ruang perawatan lain, 3 atau 4 kamar yang agak luas, Setiap
Pelayanan khas dari rumah sakit Islam adalah di samping pelayanan kamar untuk satu pasien, dilengkapi dengan kamar mandi, untuk kamar mandi
kesehatan secara medis, diberi pelayanan/bimbingan rohani kepada pasien pada keluarga yang menunggu, dan cukup ruang untuk sholat, atau menggelar tikar
waktu dirawat. Adalah menjadi beban moral bagi petugas di bagian Bimbingan untuk keluarganya yang ingin membacakan Qur'an, menuntun talkin dan se-
Rohani Pasien untuk memberi bimbingan bagi pasien maupun keluarganya agar bagainya. Ruang dilengkapi dengan sound system untuk memperdengarkan
pada saat sakaratul maut pasien tetap berada pada kondisi keimanan yang mantap, bacaan ayat-ayat suci Al Qur'an, adzan serta pada waktu ada siaran sentral. Letak
iklhas sehingga padawaktu menghadap Illahi pasien dalam keadaan berserah diri ruangan di tempat yang tidak terlalu bising, tenang dan teduh, bersih, nyaman dan
jauh dari rasa su'udhan kepada Allah SWT. tidak terkesan angker.
Pasien yang dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta sebagian besar beragama
Islam maka sudah sewajarnyalah biroh mempunyai tugas penting, dalam pembi- Perawatan :
naan pelayanan pasien yang dirawat. Pada beberapa kasus pasien datang dengan Perawatan secara medis : tetap diberikan sesuai dengan instruksi dokter,
penyakit yang belum ada obatnya misalnya kanker, atau datang dalam keadaan asuhan keperawatan sama seperti pasien lain.
terminal state, di mana pengobatan secara medis hanya dimaksudkan sebagai Psikiater harus dipilih. Psikiater adalah untuk menjaga kestabilan jiwa
pengobatan simptomatis saja dan untuk memperpanjang umur. Tidak jarang pasien sekaligus menenangkan dan memberi pengertian kepada keluarganya
karena keadaannya itu pasien atau keluarganya menyalahkan petugas medis untuk berbuat sesuatu yang akan lebih menentramkan si pasien. Psikiaterlah
karena tidak ada kemajuan pengobatan. Dalam keadaan seperti itu mental yang memahami kondisi kejiawaan si pasien pada saat tersebut. Juga kondisi
(rohani) pasien dapat terguncang dan mudah sekali terjerumus dalam hal-hal kejiwaan keluarganyaharus dipersiapkan untuk menghadapi saat-saat perpisahan
yang berbau syirik, misalnya mempercayai bahwa penyakitnya merupakan yang selama-lamanya dengan keluarga yang dicintainya.
"kiriman dari orang yang membencinya". Kondisi kejiwaan yang seperti inilah
yang harus kita selamatkan, kita luruskan agar aqidah si sakit tidak menyeleweng Perawatan oleh Ahli Agama/Pembimbing Rohani
di saat akhir hayatnya. Bersamaan dengan perawatan oleh psikiater, Biroh harus berfungsi secara
Di dalam ajaran Islam sebelum ajal datang dianjurkan untuk membuat aktif mendukung perawatan dokterpsikiater,Biroh bertugas memberi tuntunan
wasiat. Pesan-pesan yang dirawat di RS Islam Jakarta dengan keadaan yang sesuai dengan petunjuk agama baik bagi pasien, maupun bagi keluarganya.
sudah terminal state fidak selalu mengetahui hal tersebut, kadang-kadang keluarga Binroh diharapkan berhasil menyadarkan pasien, bahwa akhir hidupnya segera
pasien tidak tahu dan tidak mampu untuk menyampaikan kepada pasien dimaksud. tiba, dan membawa pasien pada ajaran agama antara lain untuk menuliskan
Padahal ini merupakan sesuatu yang penting agar tidak menimbulkan hal-hal wasiat, atau berwasiat dengan baik kepada yang akan ditinggalkan, serta
yang tidak diinginkan sepeninggal si pasien kelak. menjauhkan pasien dari perilaku syirik dan su'udhon pada akhir hayatnya.
Rumah Sakit Islam Jakarta atau Rumah Sakit lslam lain haruslah mempu- Kepada keluarganya lebih dahulu harus disadarkan akan kondisi si sakit,
nyai suatu ciri khas untuk menangani pasien-pasien dengan kondisi tersebut di dan diberi tuntunan secara agama, bagaimana menghadapi pasien yang sedang
atas dengan cara pasien khusnul khotimah. dalam sakaratul maut, dan melepaskan kepergian orang (saudara) yang dicin-
tainya dengan cara yang ma'ruf sesuai dengan tuntunan agama.
Tujuan : Biroh memberikan tuntunan tata-cara menTalkin, tata cara mengurus dan
Umum : Mengupayakan agar pasien meninggal secara "khusnul khotimah". merawat jenazah serta tata cara mensholat-kan jenazah juga menguburkannya,
Khusus : Memberi perawatan terpadu secara Islami terhadap pasien-pasien dalam serta memberi tuntunan dalam tata cara pembagian warisan.