You are on page 1of 65

Cermin 1994

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

93. Kesehatan Daftar Isi :


Penerbangan 2. Editorial
Juni 1994 4. English Summary
Artikel
5. Aspek Aerofisiologi dalam Penerbangan – Sukotjo Danusastro
18. Aspek Kesehatan Bandar Udara – Suroso Wirosoekarto
22. Kesiapan Kesehatan Penumpang Airline – Yusbar Mira, Bintarti
Sampurna, Lukman Hakim
28. Lakespra Saryanto sebagai Pusat Pembina Kesehatan Penerbangan –
Hartono
31. Peranan UNS dalam Kedokteran Dirgantara – A.A. Subiyanto,
Ambar Mudigdo, Sutrisno Danusastro
34. Prospek Penelitian Biomedik di Luar Angkasa – Pratiwi Sudar-
mono
37. Various Types of Specific Acquired Deficient Immune Status
(SADIS) following Various Kinds of Microbial Infection - 5a. the
clinical management of diseases that may produce SADIS with
lymphocyte predominance – RA Handoyo, Anggraeni Inggrid
Handoyo
47. Staple Food – Based Oral Rehydration Solutions – Sukwan Han-
dali, Hao Liying, Martha Kombong, Ata Naiun
49. Sindrom Hemolitik Uremia – laporan kasus – Nuchsan Ūmar Lubis
51. Sindrom Guillain-Barre dan Typhus Abdominalis – laporan kasus –
A. Munandar
53. Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akuta pada HLA-B27 positif -
laporan kasus – Suhardjo, Wasisdi Gunawan
56. Distribusi Geografis Pola Resistensi Salmonella terhadap Khlo-
ramfenikol dan Antibiotik Pilihan Lainnya di Daerah Jakarta dan
Palembang – Pudjarwoto Triatmodjo
60. Informasi Obat : Clamobit®, Motipep®
62. Abstrak
64. RPPIK
Barangkali belum banyak di antara para sejawat yang menyadari bahwa
masalah kesehatan dalam dunia penerbangan mempunyai aspekaspek
khusus, baik yang mengenai para awak/personilnya, maupun bagi para
awam yang menikmati pelayanan penerbangan tersebut. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat akan makin banyak di antara kita yang
menggunakan jasa penerbangan, baik orang sehat maupun orang sakit yang
karena sesuatu hal perlu dipindahkan ke tempat lain melalui udara; dalam
hal ini pengaruh ketinggian dan lingkungan yang khas perlu diperhitungkan.
Hal-hal tersebut merupakan topik pembahasan Cermin Dunia Kedokteran
edisi ini, yang sebelumnya telah didiskusikan di Seminar Kēsehatan
Penerbangan yang berlangsung di Surakarta pada tanggal 30 Oktober 1993.
Artikel lain yang melengkapi edisi ini ialah mengenai penggunaan
bahan makanan biasa sebagai upaya rehidrasi oral dan beberapa laporan
kasus.
Selamat membaca,

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995


Cermin 1995

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. R.P. Sidabutar – Prof. DR. B. Chandra
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
PELAKSANA Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Sriwidodo WS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Surabaya.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
TATA USAHA Jakarta. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sigit Hardiantoro Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Semarang.
ALAMAT REDAKSI Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – DR. Arini Setiawati
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bagian Farmakologi
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Telp. 4892808 Jakarta,
Fax. 4893549, 4891502 – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno – Prof.DR.Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
SKM, MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
NOMOR IJIN Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta
Universitas Indonesia, Jakarta
Tanggal 3 Juli 1976
REDAKSI KEHORMATAN
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Midas Surya Grafindo – DR. Ranti Atmodjo – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary

GUILLIAN-BARRE SYNDROME tis coxae-sacroiliaca, and HLA- The results showed that in
AND TYPHUS ABDOMINALIS B27 positive were reported. The Jakarta area the lowest resistance
main symptoms were blurred were against cotrimoxazole (5%)
A. Munandar vision, ciliary injection, photo- and against kanamycin (12,5%).
Neurology Unit, Husada Hospital, phobia; fibrin in anterior cham- The resistance towards chlo-
Jakarta, Indonesia.
ber, and low back pain. Tissue ramphenicol, ampiclllin and te-
typing for HLA-B27 antigen was tracycline were higher, reaching
Guillain-Barre syndrome is very positive. The patient have severe 20% and over, signifying that for
rarely seen as a cause of muscle acute inflammatory, with low Jakarta area co-trimoxazole.and
weakness in typhoid fever. The back pain. kanamycin and ampicillin (resis-
author reports a case of Guillain- The patient was controlled with tance = 0%), while for co-tri-
Barre syndrome in a typhoid topical steroid, systemic steroid, moxazole, chloramphenicol and
fever patient, adding to a same and sulfas atropine drops. tetracycyline the resistance
case previously reported by were varied from 5,0% to 6,6%.
Chanamugam. This study showed that 5% of
Cermin Dunia Kedokt. 1994; 93:51–52
Cermin Dunia Kedokt. 1994;93:53–55 the Samonella isolates from
s/wrg
am Jakarta area were multiresistant
towards all five antibiotics tested,
while In Palembang area 5% of
the Salmonella isolated were
multiresistant towards chloram-
phenicol and co-trimoxazole,
GEOGRAPHICAL DISTRIBUTION OF and 1,6% were multiresistant
SALMONELLA RESISTANCE TO- towards chloramphenicol and
CLINICAL FEATURE OF ACUTE WARDS CHLORAMPHENICOL AND tetracycline.
ANTERIOR UVEITIS IN HLA-B27 OTHER ANTIBIOTIC IN JAKARTA
POSITIVE : CASE REPORT AND PALEMBANG Cermin Dunla Kedokt. 1994; 93: 56–59
ssz/olh
Pudjarwoto Triatmodjo
Suhardjo, Wasisdi Gunawan
Communicable Diseases Research
Department of Ophthalmology, Faculty
Centre, Health Research and Develop-
of Medicine University of GadJah Mada,
ment Board, Department of Health,
Jogjakarta, Indonesia
Jakarta, Indonesia.

There is a strong relationship Resistance of Salmonella to-


between acute anterior uveitis wards five kinds of antibiotics was
and ankylosing spondylitis, espe- studied. Salmonellae were iso-
cially in the presence of HLA-B27. lated from patients with gastro-
The HLA-B27 positive acute ante- enteritis in Jakarta area and from
rior uveitis patients showed the patients with typhoid fever in
following characteristics: younger Palembang area. The resistance
age at onset, high male to fe- test was performed in vitro using
male ratio, severe ocular symp- the disk diffusion method (Kirby-
toms during activity, and frequent Bauer, 1966). Disk potencies were
association with sero-negative 30 ug each for chloramphenicol,
spondyloarthropathies. kanamycin and tetracycline, 10
A 34 years-old female suffered ug for ampicillin and 25 ug for
from acute anterior uveitis, arthri- cotrimoxazole.

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995


Artikel

Aspek Aerofisiologi dalam Penerbangan


Dr. H. Sukotjo Danusastro, DSKP, MBA
Perkespra Pusat, Jakarta

ABSTRAK
Manusia diciptakan Tuhan untuk hidup di darat dan semua organ tubuh dapat bekerja
dan berfungsi dengan baik dalam kondisi lingkungan darat yang mengelilinginya. Akan
tetapi manusia sejak zaman dahulu ingin terbang seperti burung dan akhirnya berhasil
terbang dengan balon pada abad ke-18.
Sejak abad tersebut dunia penerbangan berkembang sangat pesat baik jarak tempuh,
kecepatan, ketinggian dan daya angkat maupun kegiatannya. Keberhasilan ini telah dapat
meningkatkan kesejahteraan umat manusia, namun bukannya tanpa risiko karena manusia
memang tidak terbiasa tinggal di ketinggian.
Untuk menghadapi hal tersebut maka Ilmu Kesehatan harus mengembangkan diri
untuk mempelajari bahaya-bahaya penerbangan bagi tubuh manusia dan cara-cara pe-
nanggulangannya. Maka lahirlah Ilmu Kesehatan Penerbangan sebagai salah satu cabang
Ilmu Kesehatan, yang dilandasi oleh Fisiologi Penerbangan atau Aerofisiologi.
Faktor-faktor ketinggian yang mempengaruhi faal tubuh manusia adalah menurun-
nya tekanan udara, tekanan parsiil oksigen, suhu udara dan gaya berat dan lain-lain. Di
samping itu manouvre penerbangan dapat mengganggu faal tubuh seperti faal sistem
kardio-vaskuler, sistem pernapasan, penglihatan, keseimbangan, pendengaran dan lain-
lain.
Karena itu mempelajari aspek aerofisiologi dalam penerbangan adalah penting agar
kita dapat mencegah dan mengatasi pengaruh buruk penerbangan. Dengan demikian kita
dapat memanfaatkan udara bagi penerbangan dengan selamat, nyaman, aman dan cepat.

PENDAHULUAN perjuangan tanpa kenal lelah dan gigih akhirnyapada abad ke-18
Umum manusia dapat terbang dengan balon, diikuti dengan keberha-
Manusia diciptakan Tuhan untuk hidup di darat. Sebagai silan terbang dengan pesawat terbang. Bahkan sekarang manusia
makhluk daratan manusia telah terbiasa dan menyesuaikan diri telah berhasil mengarungi ruang angkasa luar.
untuk hidup di lingkungan daratan atau pada, atmosfer yang Dewasa ini banyak orang-orang yang memilih profesinya
paling rendah. Namun sejak zaman dahulu manusia ingin terbang dalam penerbangan, yang berbeda dengan kebiasaan hidupnya di
seperti burung, suatu hal di luar kebiasaannya. Setelah melalui darat. Hal ini tentu saja akan membawa konsekuensi atau risiko-

Makalah ini telah dibacakan pada: Seminar Kesehatan Penerbangan, Surakarta


30 Oktober 1993.
risiko yang harus dihadapinya. Namun demikian merekapun nerbangan lagi bersama Tissander, yang juga menggunakan kan-
menginginkan keamanan dalam menjalankan tugasnya ini, se- tong oksigen dengan kadar 72%. Penerbangan mereka ini men-
hingga Ilmu Kesehatan harus membuka cabangnya untuk mem- capai ketinggian 28.000 kaki dan berakhir dengan kematian
pelajari bahaya-bahaya penerbangan. Hal ini menyebabkan Sivel dan Groce-Spinelli karena hipoksia sedang Tissander hanya
lahirnya Ilmu Kesehatan Penerbangan, yang dilandasi oleh pingsan saja. Tissander membuat catatan yang sangat lengkap
Fisiologi Penerbangan atau Aerofisiologi. tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam penerbangan
Ilmu Kesehatan Penerbangan atau Aviation Medicine akhir- ini. Dari catatan ini dapat disimpulkan bahwa ada gejala euphoria
akhir ini berkembang menjadi Ilnpu Kesehatan Penerbangan dan sebelum hipoksia dan oksigen tidak mencukupi untuk pener-
Ruang Angkasa atau Aerospace Medicine, karena perkembang- bangan tinggi.
an teknologi penerbangan yang memungkinkan menerbangkan Dengan munculnya pesawat terbang, bertambahlah kesu-
orang ke ruang angkasa. karan dan bahaya penerbangan yang dapat mengancam jiwa
penerbang. Pada waktu pesawat udara masih sederhana, yang
SEJARAH ILMU KESEHATAN PENERBANGAN tinggi terbangnya belum besar dan kecepatannya masih rendah,
Pada abad ke 13 dua saudara Montgolfier berhasil membuat telah banyak kecelakaan-kecelakaan yang terjadi; sebagian besar
balon yang dapat terbang dengan membawa muatan. Balon yang ternyata disebabkan oleh kurang mampunya tubuh penerbang
pertama ini diterbangkan di Versaille, Perancis, tanggal 19 Sep- menghadapi perubahan-perubahan atau bahaya-bahaya yang
tember 1963 dengan muatan ayam, bebek dan kambing dan dapat timbul pada penerbangan. Hal ini terbukti pada penelitian-pene-
mencapai ketinggian 1.500 kaki. Sebulan kemudian diadakan litian yang dilakukan pada perang dunia pertama; kira-kira 90%
penerbangan balon lagi yang membawa penumpang manusia, kecelakaan udara disebabkan karena penerbang tidak atau ku-
yaitu Pilatre de Rozier, seorang apoteker, dan Marquis di Arlan- rang tahan uji terhadap bahaya penerbangan.
des. Percobaan ini berhasil dengan selamat. Sejak Perang Dunia ke I selesai Ilmu Kesehatan Penerbang-
Pada tanggal 23 November 1784, seorang dokter Amerika an mendapat tempat yang layak dalam dunia kesehatan, sehingga
John Jeffries tertarik akan penerbangan dan ingin mengetahui perkembangannya makin pesat. Sedang pada akhir-akhir ini
susunan dan sifat atmosfer bagian atas. Ia melakukan penerbang- dengan kemajuan teknologi penerbangan, Ilmu, Kesehatan Pe-
an dengan balon, dengan membawa termometer, hydrometer, nerbangan berkembang dan bahkan sekarang telah menjadi Ilmu
barometer dan elektrometer, sampai ketinggian 9.250 kaki. Da- Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa.
lam penerbangan ini ia mencatat adanya perubahan suhu di ke-
tinggian dari + 51°F menjadi 28,5°F,, sedangkan tekanan udara RUANG LINGKUP DAN SISTEMATIKA
menurun dari 30 inci Hg menjadi 21,25 inci Hg. Ruang lingkup naskah ini meliputi fisiologi penerbangan
Pada tahun 1862, Claisher dan Coxwell terbang dengan atau Aerofisiologi yang mendasari Ilmu Kesehatan Penerbangan
balon sampai setinggi 29.000 kaki dengan tujuan yang sama. Di dan kelainan-kelainan yang timbul dalam tubuh manusia akibat
samping itu mereka melakukan observasi pada dirinya sendiri. penerbangan, dan disusun dengan sistematika sebagai berikut :
untuk mengetahui perubahan-perubahan apa yang akan terjadi 1. Pendahuluan
pada ketinggian. Selama terbang, Clasher mengalami gejala- 2. Atmosfer
gejala aneh pada tubuhnya, yaitu tajam penglihatan dan pen- 3. Pengaruh ketinggian pada faal tubuh
dengaran menurun, kedua belah anggota badan menjadi lumpuh 4. Pengaruh percepatan dan kecepatan terhadap tubuh
dan akhirnya jatuh pingsan. Coxwell juga mengalami kejadian 5. Pengaruh penerbangan pada alat keseimbangan
yang serupa, hanya sebelum pingsan berusaha menarik tali peng- 6. Pengaruh penerbangan pada alat penglihatan
ikat katup balon guna menurunkan balonnya. Usaha ini hampir 7. Penutup
gaga!, karena kedua tangannya tidak dapat digerakkan lagi, se-
hingga dia menarik tali tadi dengan menggigitnya. Dari peng- ATMOSFER
alaman kedua orang ini dapat diambil kesimpulan bahwa terbang
Pengertian
tinggi dapat membahayakan jiwa manusia.
Atmosfer adalah selubung gas atau campuran gas-gas, yang
Paul Bert, seorang ahli ilmu faal Perancis, sangat tertarik
menyelimuti bumi. Campuran gas-gas ini disebut udara. Di atas
dengan kejadian tadi dan pada tahun 1874 mengadakan per-
atmosfer disebut ruang angkasa. Ruang angkasa adalah ruang
cobaan dengan menggunakan kabin bertekanan rendah untuk
dimana tidak ada lagi udara, bila masih ada udara atau gas maka
melihat perubahan apa yang dapat terjadi pada ketinggian atau
daerah itu masih atmosfer, karena molekul gas yang sangat
tempat yang tekanan udaranya kecil. Dari salah satu basil per-
ringan dapat terlepas dari gaya tarik bumi dan beredar ke ruang
cobaan-percobaannya didapatkan adanya hipoksia atau keku-
angkasa. Oleh karena itu dibuat perjanjian tentang batas antara
rangan oksigen pada ketinggian yang dapat diatasi dengan pem-
atmosfer dan ruang angkasa. Batas ini di Rusia, menurut A.A.
berian oksigen pada penerbangan. Hasil penelitian Paul Bert ini
Lavikov adalah 3.000 km, sedang di Amerika, menurut Arm-
dipraktekkan oleh Sivel dan Groce Spinelli, yang terbang sampai
strong adalah 6.000 mil.
18.000 kaki dengan menggunakan kantong oksigen tanpa meng-
alami gangguan. Susunan Atmosfer
Pada tahun 1875, Sivel dan Groce-Spinelli melakukan pe- Susunan atmosfer pada zaman dahulu berbeda dengan su-
sunan atmosfer pada zaman sekarang. Susunan atmosfer pada Tabel 1. Skema Pembagian Atmosfer
zaman dahulu, yaitu pada saat pembentukan atmosfer, terdiri dari Atmospheres Spheres Layers Aproximate Height (mis)
gas-gas Hidrogen, Amoniak, Methan, Helium dan uap air dan
Space Above 1.200
disebut protoatmosfer. Dengan berbagai perubahan terjadilah Outer Exosphere 600 to 1.200
atmosfer seperti sekarang ini, yang disebut neoatmosfer dan Inner Ionosphere Atomic 250 to 600
selanjutnya kita sebut atmosfer. Gas-gas pada neoatmosfer ter- F (F–1 + F–2) 95 to 250
diri dari : Nitrogen dengan prosentase 70,09%, Oksigen dengan E 60 to 95
F 30 to 60
prosentase 20,95%, Argon 0,93%, Karbon Dioksida 0,03% dan Stratosphere Upper Mixing 30 to 50
sisanya terdiri dari gas-gas yang sangat kecil jumlahnya, yaitu Warm 15 to 30
Helium, Neon, Hidrogen dan Xenon. Isothermal 8 to 15
Troposphere Advertion 1.2 to 8
Pembagian Atmosfer Berdasar Sifat-sifatnya Ground 6 ft to 1.2 miles
Berdasarkan sifat-sifatnya atmosfer dapat dibagi menjadi 4 Bottom 0 to 6 ft
(empat) lapisan, yaitu :
1) Lapisan Troposfer
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tipis dan terletak
dari permukaan bumi sampai ke ketinggian 10–12 km. 1) Physiological Zone
Sifat-sifat troposfer pada umumnya adalah: suhu berubah- Daerah ini terbentang dari permukaan bumi sampai ke
ubah, makin tinggi suhu makin rendah, arah dan kecepatan ketinggian 10.000 kaki. Di daerah ini orang praktis tidak meng-
angin berubah-ubah, ada uap air dan hujan, serta ada turbulensi. alami perubahan faal tubuhnya, kecuali daya adaptasi gelapnya
Oleh karena sifat troposfer yang sering berubah-ubah ini, maka saja yang memanjang bila berada pada ketinggian lebih dari
sebenarnya tempat ini kurang ideal untuk penerbangan; tetapi 5.000 kaki.
pada kenyataannya banyak penerbangan dilakukan di lapisan ini, 2) Physiological Defficient
sehingga kemungkinan bahaya penerbangan menjadi lebih besar. Di daerah ini orang akan mengalami kekurangan fisiologi
2) Lapisan Stratosfer atau mengalami kelainan faal tubuh berupa hipoksia, tetapi
Lapisan stratosfer terbentang di atas lapisan troposfer sam- masih dapat ditolong dengan pemberian oksigen saja. Daerah
pai ke ketinggian 50–80 km. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh ini terbentang dari ketinggian 10.000 kaki sampai 50.000 kaki.
lapisan tropopause. 3) Space equivalent zone
Sifat-sifat stratosfer ialah: suhu tetap walaupun ketinggian Atmosfer di atas 50.000 kaki dinamakan space equivalent
berubah yaitu –55°C, tidak ada uap air dan turbulensi. Oleh zone, karena di sini orang akan mengalami hipoksia berat dan
karena sifat-sifat stratosfer lebih stabil dibandingkan dengan canapertolongan atau perlindungan sama seperti di ruang angkasa.
troposfer, maka stratosfer ini sebenarnya adalah tempat yang
ideal untuk kegiatan penerbangan. OZONOSFER
3) Lapisan lonosfer Di samping lapisan-lapisan atmosfer di atas, kita mengenal
Lapisan ionosfer terbentang dari atas stratosfer sampai ke suatu lapisan dalam atmosfer yang disebut ozonosfer karena
ketinggian antara 600-1.000 km. Pada lapisan ini udara sangat mengandung banyak gas ozone. Lapisan ini terbentang antara
renggang dan terjadi reaksi fotokhemis dan fotoelelektris, se- ketinggian 12 km sampai 70 km dan yang terbanyak ozonenya
hingga atom-atom dan molekul-molekul gas ada yang menerima berada pada ketinggian antara 45 km sampai 55 km. Ada pen-
muatan listrik, menjadi ion-ion. Oleh karena pembentukan ion- dapat yang mengatakan bahwa ozonosfer adalah payung bumi
ion inilah maka terjadi panas yang tinggi sehingga suhu udara di terhadap sinar ultra violet.
sini sampai 2.000°C. Tekanan Atmosfer
4) Lapisan Eksosfer Seperti benda-benda lain, gas juga mempunyai berat. Berat
Lapisan Eksosfer adalah lapisan atmosfer yang paling atas, 1 meter kubik udara pada permukaan laut dengan tekanan 760
di sini gas-gas tidak kontinu lagi hubungan molekulnya; atom- mmHg dan suhu 0°C adalah 1.293 gram. Oleh kanena berat udara
atom dan molekul-molekulgas membentuk pulau-pulau udara inilah maka tiap permukaan atau bidang di dalam atmosfer me-
yang satu sama lain dipisahkan oleh ruang hampa. Oleh karena nerima tekānan, yang besarnya sesuai dengan berat udara yang
sifat inilah maka lapisan ini dibedakan dengan ketiga lapisan di ada di atasnya. Tekanan inilah yang disebut tekanan atmosfer
atas. atau tekanan barometer bila diukur untuk tiap sentimeter persegi.
Ketiga lapisan atmosfer yang berada di bawah eksosfer Padapermukaan laut tekanan ini besarnyasama dengan 1,033 kg/
disebut pula atmosfer, sedang eksosfer disebut outer atmosfer cm2. Telah dilakukan pengukuran tekanan atmosfer ini pada
(Tabel 1). garis lintang 45° pada permukaan laut dan suhu 0°C pada luas
permukaan 1 cm2. Hasilnya sama dengan tekanan satu kolom air
raksa setinggi 760 milimeter dengan penampang dan suhu yang
Pembagian Atmosfer Berdasarkan Ilmu Faal sama. Oleh kanena itu 760 mmHg ini disebut 1 atmosfer. Satu
Atmosfer juga dapat dibagi dalam 3 (tiga) daerah berdasar- atmosfer juga sering dinyatakan dengan 14,7 PSI (pound per
'kan ilmu faal, yaitu : Square Inch). Tekanan satu atmosfer ini juga sering digunakan
untuk menyatakan tekanan pada permukaan laut. Makin tinggi 42.000 127,9 – 55,0
44.000 116,3 – 55,0
makin kurang tekanan udaranya, karena jumlah udara yang
46.000 105,7 – 55,0
berada di atasnya makin kurang pula. Jadi tekanan barometer 48.000 96,05 – 55,0
mengecil bila ketinggian bertambah (Tabel 2). 50.000 87,30 – 55,0
52.000 79,34 – 55,0
Tabel 2. Tekanan Barometer pads Ketinggian
54.000 72,12 – 55,0
Tinggi (Km) 0 16 32 48 64 80 56.000 65,55 – 55,0
58.000 59,58 – 55,0
Tekanan (Atm) 1 0,1 0,01 0,00 0,0001 0,00001
60.000 54,15 – 55,0
Tekanan Parsiil Gas
Gas-gas yang menyusun udara mempunyai berat sendiri, Suhu Atmosfer
sehingga mempunyai tekanan masing-masing pula. Tekanan Semakin tinggi kita naik semakin rendah temperatumya.
tiap-tiap gas ini disebut tekanan parsiil gas itu. Jadi tekanan Pada lapisan atmosfer bagian bawah, berlaku suatu ketentuan,
barometer adalah jumlah tekanan parsiil gas-gas yang berada di bahwa suhu akan menurun 2°C setiap kita naik 300 m ke atas
udara. Cara menghitung tekanan parsiil gas : atmosfer. Pada lapisan stratosfer suhu telah menjadi sekitar
PxB –55°C.
P = –––– Pada lapisan ionosfer terjadi reaksi pembentukan ion, se-
100 hingga suhu pada lapisan ini naik menjadi 2.000°C.
P = Tekanan parsiil suatu gas Jelas bahwa pada penerbangan tinggi dengan menggunakan
C = Prosentase gas tersebut pesawat yang ada pada dewasa ini, yang terpenting adalah
B = Tekanan barometer problem penurunan suhu sehingga perlu dilengkapi dengan alat
Oksigen adalah unsur terpenting untuk kehidupan manusia. pemanas.
Prosentase oksigen dalam udara sampai ke ketinggian 110 km Radiasi
adalah tetap, yaitu sekitar 21%. Maka mudahlah bagi kita untuk Radiasi di atas atmosfer berasal dari matahari atau dari
menghitung tekanan parsiil oksigen dalam udara pada beberapa planet-planet lain. Radiasi ini berupa gelombang-gelombang
ketinggian. Misalnya : pada permukaan laut P02 = 159 mmHg, elektromagnetik. Bumi kita diselubungi oleh suatu atmosfer
pada ketinggian 6 km PO2 = 74 mmHg. Tekanan parsiil oksigen yang dapat menahan atau mengabsorbsi sinar-sinar radiasi ter-
ini penting diketahui untuk menjelaskan masalah hipoksia. sebut, sehingga sampai di permukaan bumi tidak lagi memba-
Atmosfer Standar hayakan. Lapisan ozon mempunyai daya untuk mengabsorbsi
Karena sifat-sifat atmosfer sering berubah-ubah, terutama sinar ultra violet sehingga jumlah kecil saja dari sinar tersebut
bagian bawah, maka perlu diadakan suatu perjanjian mengenai yang sampai di permukaan bumi; di samping itu atmosfer juga
sifat-sifat atmosfer yang tetap pada tiap ketinggian. Ketentuan- memantulkan kembali radiasi dari beberapa gelombang elektro-
ketentuan ini merupakan suatu daftar dan disebut susunan magnetik.
atmosfer standard. Tabel 3 merupakan susunan atmosfer stan- Jadi intensitas radiasi akan makin meningkat bila kita naik
dard yang digunakan di Amerika. ke atas atmosfer, sedangkan radiasi yang intensitasnya tinggi
Tabel 3. USA Standard Atmosphere membayakan tubuh manusia.
Ketinggian (kaki) Tekanan (mmHg) Temperatur (°C) Magnit Bumi dan Sabuk Radiasi
0 760,0 15,0 Bumi memiliki magnit yang kutub-kutubnya berada di utara
2.000 706,0 11,0 dan selatan. Akibat adanya magnit bumi ini, maka radiasi yang
4.000 656,3 7,1 berbentuk partikel bermuatan listrik akan bergerak mengikuti
6.000 609,3 3,1 garis medan magnit, sehingga terbentuklah daerah yang intensi-
8.000 564,4 – 0,8
10.000 522,6 4,8
tas radiasinya sangat tinggi. Dr. James A Van Allen menemukan
12.000 483,3 – 8,9 sabuk radiasi yang intensitasnya sangat tinggi ini yang terkenal
14.000 446,4 – 12,7 dengan nama Van Allen Belt. Intensitas radiasi ini demikian
16.000 411,8 – 16,7 besarnya sehingga dapat mematikan manusia yang berada di
18.000 379,4 – 20,7 tempat tersebut. Van Allen Belt ini mengganggu gelombang
20.000 349,1 – 24,6
22.000 370,8 – 28,6 radio yang dipakai untuk komunikasi ke planit lain.
24.000 294,4 – 32,5 Sabuk radiasi ini dibagi dalam dua bagian, yaitu inner belt
26.000 269,8 – 36,5 dan outer belt. Di belahan bumi bagian barat, batas bawahnya
28.000 246,9 – 40,5 antara 500 – 600 km, sedang di belahan bumi sebelah timur batas
30.000 225,6 – 44,4 bawahnya pada ketinggian 1.600 km. Batas luar sabuk ini antara
32.000 205,8 – 48,4
34.000 187,4 – 52,4
7.000 km – 10.000 km.
35.000 175,9 – 55,0 Di atas daerah kutub bumi didapatkan daerah yang bebas
36.000 170,4 – 55,0 dari sabuk radiasi ini. Oleh karenanya penerbangan ruang ang-
38.000 154,9 – 55,0 kasa akan lebih aman bila keluar dari atmosfer bumi melalui
40.000 140,7 - 55,0
daerah kutub. Umum
Ada empat perubahan sifat atmosfer pada ketinggian yang
Hukum Gas dapat merugikan faal tubuh khususnya dan kesehatan pada
Hukum gas berguna untuk menjelaskan gangguan fisiologi umumnya, yaitu :
pada penerbangan. Hukum gas yang penting adalah : 1) Perubahan atau mengecilnya tekanan parsiil oksigen di
1) Hukum Difusi Gas udara. Hal ini dapat mengganggu faal tubuh dan menyebabkan
Hukum difusi gas ini penting untuk menjelaskan pernapas- hipoksia.
an, baik pernapasan luar maupun dalam. Hukum ini mengatakan 2) Perubahan atau mengecilnya tekanan atmosfer. Hal ini
bahwa gas akan berdifusi dari tempat yang bertekanan parsiilnya dapat menyebabkan sindrom dysbarism.
tinggi menuju ke tempat yang tekanan parsiilnya rendah. Sedang 3) Berubahnya suhu atmosfer.
kecepatan berdifusi ini ditentukan oleh besarnya selisih tekanan 4) Meningkatnya radiasi, baik dari matahari (solar radiation)
parsiil tersebut dan tebalnya dinding pemisah. maupun dari kosmos lain (cosmic radiation).
2) Hukum Boyle Dari keempat perubahan ini yang akan dibahas adalah
Hukum ini penting untuk menjelaskan masalah penyakit masalah hipoksia dan dysbarism. Masalah pengaruh perubahan
dekompresi. Hukum Boyle ini mengatakan bahwa apabila vo- suhu hanya dibahas secara umum karena akan lebih banyak
lume suatu gas tersebut berbanding terbalik dengan tekanannya. dibahas pada masalah survival dan masalah bail out. Sedang
P.V = C P = Pressure atau tekanan masalah radiasi tidak dibahas di sini, karena pengaruhnya pada
V = Volume atau isi penerbangan biasa kurang berarti dan hanya penting dibicarakan
C = Constant atau tetap bila kita membahas masalah penerbangan ruang angkasa.
3) Hukum Dalton Hipoksia
Hukum ini penting untuk menghitung tekanan parsiil gas Pengertian :
dalam suatu campuran gas, misalnya menghitung tekanan parsiil Hipoksia adalah keadaan tubuh kekurangan oksigen untuk
oksigen dalam udara pernapasan pada beberapa ketinggian guna menjamin keperluan hidupnya. Dengan menipisnya udara pada
menjelaskan masalah hipoksia. Hukum ini mengatakan bahwa ketinggian, maka tekanan parsiil oksigen dalam udara menurun
tekanan total suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan atau mengecil. Mengecilnya tekanan parsiil oksigen dalam udara
parsiil gas-gas penyusun campuran tersebut. pernapasan akan berakibat terjadinya hipoksia.
pt = P1 + P2 + …….. + Pn Sifat-sifat hipoksia :
Pt = Tekanan total campuran gas 1) Tidak terasa datangnya, sehingga orang awam tidak tahu
P1, P2 dan seterusnya adalah tekanan parsiil masing-masing gas. bahwa bahaya hipoksia ini telah menyerangnya.
4) Hukum Henry 2) Tidak memberikan rasa sakit pada seseorang, bahkan sering
Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit dekom- memberikan rasa gembira (euphoria) pada permulaan serangan-
presi, seperti bends, chokes, dan sebagainya yang dasarnya nya, kemudian timbul gejala-gejala lain yang lebih berat sampai
adalah penguapan gas yang larut. pingsan dan bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian.
Hukum ini mengatakan bahwa jumlah gas yang larut dalam Macam hipoksia
suatu cairan tertentu berbanding lurus dengan tekanan parsiil gas Menurut sebabnya hipoksia ini dibagi menjadi 4 macam,
tersebut pada permukaan cairan itu. yaitu .
1) Hypoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena me-
Al x P2 = A2 x P2
A = jumlah gas yang larut
nurunnya tekanan parsiil oksigen dalam paru-paru atau karena
P = Tekanan parsiil gas pada permukaan cairan. terlalu tebalnya dinding paru-paru. Hypoxic-Hypoxia inilah yang
sering dijumpai pada penerbangan, karena seperti makin tinggi
5) Hukum Charles terbang makin rendah tekanan barometernya sehingga tekanan
Hukum ini penting untuk menjelaskan tentang turunnya parsiil oksigennyapun akan makin kecil.
tekanan oksigen atau berkurangnya persediaan oksigen bila isi 2) Anaemic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang disebabkan karena
tetap, maka tekanan gas tersebut berbanding lurus dengan suhu berkurangnya hemoglobin dalam darah baik kanena jumlah da-
absolutnya. Jadi bila kita membawa oksigen dalam botol pada rahnya sendiri yang kurang (perdarahan) maupun karena kadar
penerbangan tinggi, suhunya akan lebih rendah, maka tekanan Hb dalam darah menurun (anemia).
gas tersebut akan menurun pula. Atau dengan kata lain persediaan 3) Stagnant-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya
oksigen akan berkurang. bendungan sistem peredaran darah sehingga aliran darah tidak
Bila isi tetap : lancar, maka jumlah oksigen yang diangkut dari paru-paru me-
P1 : P2 = T1 : T2
P1 = Tekanan semula nuju sel persatuan waktu menjadi kurang. Stagnant hipoksia ini
P2 = Tekanan yang baru sering terjadi pada penderita penyakit jantung.
T1 = Suhu absolut mula-mula 4) Histotoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena ada-
T2 = Suhu absolut kemudian nya bahan racun dalam tubuh sehingga mengganggu kelancaran
pemapasan dalam.
PENGARUH KETINGGIAN PADA FAAL TUBUH
Gejala-gejala hipoksia ganggu. Oleh karena itu pada daerah ini merupakan keharusan
Gejala yang timbul pada hipoksia sangat individual, sedang mutlak seluruh awak pesawat maupun penumpang untuk meng-
berat ringannya gejala tergantung pada lamanya berada di daerah gunakan oksigen.
itu, cepatnya mencapai ketinggian tersebut, kondisi badan orang 4) Critical Stage, yaitu daerah dari ketinggian 20.000 kaki
yang menderitanya dan lain sebagainya. sampai 23.000 kaki.
Gejala-gejala ini dapat dikelompokkan dalam dua golongan, Pada daerah ini dalam waktu 3 – 5 menit saja orang sudah
yaitu : tidak dapat menggunakan lagi pikiran dan judgement lain tanpa
1) Gejala-gejala Obyektif, meliputi : bantuan oksigen.
a) Air hunger, yaitu rasa ingin menarik napas panjang terus- Time of Useful Consciousness (TUC)
menerus Adalah waktu yang masih dapat digunakan bila kita men-
b) Frekuensi nadi dan pernapasan naik derita serangan hipoksia pada tiap ketinggian; di luar waktu itu
c) Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi kita akan kehilangan kesadaran. Waktu itu berbeda-beda pada
d) Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif misalnya tiap ketinggian, makin tinggi waktu itu makin pendek. TUC ini
memasukkan paku ke dalam lubang yang sempit juga dipengaruhi oleh kondisi badan dan kerentanan seseorang
e) Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku dan bibir menjadi biru terhadap hipoksia. TUC ini perlu diperhatikan oleh para awak
f) Lemas pesawat agar mereka dapat mengetahui berapa waktu yang ter-
g) Kejang-kejang sedia baginya bila mendapat serangan hipoksia pada ketinggian
h) Pingsan dan sebagainya. tersebut. Sebagai contoh : TUC pada ketinggian 22.000 kaki =10
2) Gejala-gejala Subyektif, meliputi : menit, 25.000 kaki = 5 menit, 28.000 kaki = 2,5–3 menit, 30.000
a) Malas kaki = 1,5 menit, 35.000 kaki = 0,5 – 1 menit, 40.000 kaki = 15
b) Ngantuk detik dan 65.000 kaki = 9 detik.
c) Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan kadang-ka- Pengobatan hipoksia
dang timbul rasa sok jagoan. Rasa ini yang harus mendapat per- Pengobatan hipoksia yang paling baik adalah pemberian
hatian yang besar pada awak pesawat, karena euphoria ini banyak oksigen secepat mungkin sebelum terlambat, karena bila terlam-
membawa korban akibat tidak adanya keseimbangan lagi antara bat dapat mengakibatkan kelainan (cacat) sampai ke kematian.
kemampuan yang mulai mundur dan kemauan yang meningkat. Pada penerbangan bila terjadi hipoksia harus segera menggunakan
masker oksigen atau segera turun pada ketinggian yang aman
Pembagian hipoksia berdasarkan ketinggian
yaitu di bawah 10,000 kaki.
Gejala-gejala hipoksia yang timbul ditentukan oleh ke-
Pencegahan hipoksia
tinggian tempat orang tersebut berada. Ketinggian ini dapat
Pencegahan hipoksia dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
mulai dari penggunaan oksigen yang sesuai dengan ketinggian
1) The Indifferent Stage, yaitu ketinggian dari sea level sampai
tempat kita berada, pernapasan dengan tekanan dan penggunaan
ketinggian 10.000 kaki. Biasanya yang terganggu oleh hipoksia
pressure suit, pengawasan yang baik terhadap persediaan oksi-
di daerah ini hanya penglihatan malam dengan daya adaptasi
gen pada penerbangan, pengukuran pressurized cabin, meng-
gelap terganggu. Pada umumnya gangguan ini sudah mulai nyata
ikuti ketentuan-ketentuan dalam penerbangan dan sebagainya.
pada ketinggian di atas 5.000 kaki; oleh karena itu pada latihan
Cara lain untuk pencegahan yaitu latihan mengenal datangnya
terbang malam para awak pesawat diharuskan memakai oksigen
bahaya hipoksia agar dapat selalu siap menghadapi bahaya
sejak di darat.
tersebut.
2) Compensatory Stage, yaitu ketinggian dari 10.000 sampai
15.000 kaki.
Pada daerah ini sistem peredaran darah dan pernapasan telah Dysbarism
mengadakan perubahan dengan menaikkan frekuensi nadi dan Pengertian
pernapasan, menaikkan tekanan darah sistolik dan cardiac out- Menurut Adler yang dimaksud dengan dysbarism adalah
put untuk mengatasi hipoksia yang terjadi. Pada daerah ini sistem semua kelainan yang terjadi akibat berubahnya tekanan sekitar
saraf telah terganggu, oleh karena itu tiap awak pesawat yang tubuh, kecuali hipoksia. Banyak istilah yang telah digunakan
terbang di daerah ini harus menggunakan oksigen. orang untuk memberi nama sindrom ini seperti penyakit dekom-
3) Disturbance Stage, yaitu ketinggian dari 15.000 kaki sampai presi, aeroembolisme, aeroemphysema dan sebagainya. Tetapi
20.000 kaki. istilah dysbarism lebih tepat karena istilah-istilah tidak men-
Pada daerah ini usaha tubuh untuk mengatasi hipoksia cakup keseluruhan pengertian atau seluruh kejadian.
sangat terbatas waktunya, jadi pada daerah ini orang tidak akan Di samping hipoksia masalah dysbarism juga termasuk
dapat lama tanpa bantuan oksigen. Biasanya tanda-tanda serang- masalah yang penting dalam ilmu faal penerbangan. Dysbarism
an hipoksia ini tidak terasa hanya kadang-kadang saja timbul rasa ini telah sejak abad ke XVII dibicarakan orang dan sampai se-
malas, ngantuk, euphoria dan sebagainya, sehingga tahu-tahu karangpun masih ramai didiskusikan karena etiologinya atau
orang tersebut menjadi pingsan. patofisiologinya belum dapat dijelaskan secara sempuma. Ba-
Gejala-gejala obyektif antara lain pandangan menjadi me- nyak teori yang timbul tetapi selalu saja ada kelemahannya.
nyempit (tunnel vision), kepandaian menurun, judgement ter- Pembagian dysbarism
Dysbarism dibagi menjadi dua golongan, yaitu : tubuh melalui tuba Eustachii. Bila bertambahnya ketinggian ter-
1) Sebagai akibat pengembangan gas-gas dalam rongga tubuh. jadi dengan cepat, maka usaha mengadakan keseimbangan tidak
Golongan ini sering juga disebut : pengaruh mekanis pengem- cukup waktu; hal ini akan menyebabkan rasa sakit pada telinga
bangan gas-gas dalam rongga tubuh atau pengaruh mekanis tengah karena teregangnya selaput gendang, bahkan dapat me-
akibat perubahan tekanan sekitar tubuh. robekkan selaput gendang. Kelainan ini disebut aerotitis atau
2) Sebagai akibat penguapan gas-gas yang terlarut dalam tu- barotitis. Kejadian serupa dapat terjadi juga pada waktu keting-
buh. Kelompok ini kadang-kadang jul;a disebut penyakit dekom- gian berkurang, bahkan lebih sering terjadi karena pada waktu
presi, sehingga kadang-kadang mengaburkan pengertian penya- turun tekanan di telinga tengah menjadi lebih kecil dari tekanan
kit dekompresi yang digunakan orang untuk istilah pengganti di luar sehingga udara akan mengalir masuk telinga tengah,
dysbarism. sedang muara tuba eustachii di tenggorokan biasanya sering
tertutup sehingga menyukarkan aliran udara.
Pengaruh Mekanis Gas-gas dalam Rongga Tubuh
Bila ada radang di tenggorokan lubang tuba Eustachii makin
Berubahnya tekanan udara di luar tubuh akan mengganggu
sempit sehingga lebih menyulitkan aliran udana melalui tempat
keseimbangan tekanan antara rongga tubuh yang mengandung
itu; hal ini berarti kemungkinan terjadinya banotitis menjadi lebih
gas dengan udara di luar. Hal ini akan berakibat timbulnya rasa
besar. Di samping itu pada waktu turun udara yang masuk ke
sakit sampai terjadinya kerusakan organ-organ tertentu.
telinga tengah akan melalui daerah radang di tenggorokan, se-
Rongga tubuh yang mengandung gas adalah :
hingga kemungkinan infeksi di telinga tengah sukar dihindarkan.
1. Traktus Castro Intestinalis
Tindakan preventif terhadap kelainan ini adalah :
Gas-gas terutama berkumpul dalam lambung dan usus besar.
a) Mengurangi kecepatan naik maupun kecepatan turun, agar
Sumber gas-gas tersebut sebagian besar adalah dani udara yang
tidak terlalu besar selisih tekanan antana udana luan dengan
ikdt tertelan pada waktu makan dan sebagian kecil timbul dari
telinga tengah.
proses pencernaan, peragian atau pembusukan (dekomposisi
b) Menelan ludah pada waktu pesawat udana naik agar tuba
oleh bakteri). Gas-gas tersebut terdiri dani O2, CO2, metan, H2S
Eustachii terbuka dan mengadakan gerakan Valsava pada waktu
dan N2 (bagian terbesar).
pesawat turun. Gerakan Valsava adalah menutup mulut dan
Apabila ketinggian dicapai dengan perlahan, maka perbe-
hidung kemudian meniup dengan kuat.
daan antara tekanan udara di luar dan di dalam tidak begitu besar
c) Melarang terbang para awak pesawat yang sedang sakit
sehingga pressure equalisation yaitu mekanisme penyamanan
saluran pernapasan bagian atas.
tekanan berjalan dengan lancar dengan jalan kentut atau melalui
d) Penggunaan pesawat udana dengan pressurized cabin.
mulut. Gejala-gejala yang dirasakan adalah ringan yaitu rasa
Tindakan represif pada kelainan ini adalah :
tidak enak (discomfort) pada perut. Sebaliknya apabila ketinggi-
a) Bila terjadinya pada waktu naik, dilakukan :
an dicapai dengan cepat atau terdapat halangan dalam saluran
1) Berhenti naik dan datar pada ketinggian tersebut sambil
pencernaan maka pressure equalisation tidak berjalan dengan
menelan ludah berulang-ulang sampai hilang gejalanya.
lancan, sehingga gas-gas sukar keluar dan timbul rasa discomfort
2) Bila dengan usaha tadi tidak berhasil, maka pesawat ditu-
yang lebih berat. Pada ketinggian di atas 25.000 kaki timbul rasa
runkan kembali dengan cepat sampai hilangnya rasa sakit tadi.
sakit perut yang hebat; sakit perut ini secara reflektoris dapat
b) Bila terjadi pada waktu turun, dilakukan :
menyebabkan turunnya tekanan darah secara drastis, sehingga
1) Berhenti turun dan datar sambil melakukan Valsava ber-
jatuh pingsan.
ulang sampai gejalanya hilang.
Tindakan preventif agar tidak banyak terkumpul gas dalam
2) Bila usaha di atas tidak berhasil, pesawat dinaikkan kembali
saluran pencernaan, meliputi :
sampai rasa sakit hilang, kemudian datar lagi untuk sementara.
a) Dilarang minum bir, air soda dan minuman lain yang me-
Bila rasa sakit sudah hilang sama sekali, maka pesawat diturun-
ngandung gas CO2 sebelum terbang.
kan perlahan-lahan sekali sambil melakukan gerakan Valsava .
b) Makanan yang dilarang sebelum terbang adalah bawang
terus menerus.
merah, bawang putih, kubis, kacang-kacangan, ketimun, se-
Post Flight Ear Block
mangka dan chewing gum.
Ada kejadian seperti barotitis tadi pada waktu selesai ter-
c) Tidak dibenarkan makan dengan tidak teratur, tergesa-gesa
bang tinggi saat penerbangnya sedang tidur pada malam
dan sambil bekerja.
harinya. Banotitis demikian disebut post flight ear block dan
Tindakan regresif bila gejala sudah timbul, adalah :
terjadi kanena penerbang tersebut menggunakan oksigen terus
a) Ketinggian segera dikurangi sampai gejala-gejala ini hilang.
selamapenerbangan sampai ke bumi, sehingga udana yang masuk
b) Diusahakan untuk mengeluarkan udara dani mulut atau
ke telinga tengah kaya akan oksigen. Oksigen ini akan diserap
kentut
oleh selaput pelapis telinga tengah dan tuba Eustachii tertutup
c) Banyak mengadakan gerakan.
sehingga tekanan udara luan menimbulkan rasa sakit.
2. Telinga 3. Sinus Paranasalia
Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan tekanan dalam Muara sinus paranasalis ke rongga hidung pada umumnya
telinga tengah menjadi lebih besar dari tekanan di luar tubuh, sempit. Sehingga bila kecepatan naik atau turun sangat besar,
sehingga akan terjadi aliran udara dani telinga tengah ke luar maka untuk penyesuaian tekanan antara rongga sinus dan udara
luar tidak cukup waktu, sehingga akan timbul rasa sakit di sinus menganqam jiwa penerbang.
yang disebut aerosinusitis. Karena sifat sinus paranasalis yang 3) Gejala-gejala pada kulit
selalu terbuka, maka aerosinusitis ini dapat terjadi pada waktu Gejala-gejala pada kulit adalah perasaan seperti ditusuk-
naik maupun turun dengan prosentase yang sama. Pada keadaan tusuk dengan jarum, gatal-gatal, rasa panas dan dingin, timbul
radang saluran pernapasan bagian atas, kemungkinan terjadinya bercak kemerah-merahan dan gelembung-gelembung pada kulit.
aerosinusitis makin besar. Aerosinusitis ini lebih jarang bila Gejala-gejala ini tidak memberikan gangguan yang berat, tetapi
dibandingkandengan aerotitis, karena bentuk saluran penghubung merupakan tanda bahaya atau tanda permulaan akan datangnya
dengan udara luar. bahaya dysbarism yang lebih berat.
4) Kelainan pada sistem syaraf
4. Gigi
Jarang sekali terjadi dan bila timbul mempunyai gambaran
Pada gigi yang sehat dan normal tidak ada rongga dalam
dengan variasi yang besar yang kadang-kadang saja memberikan
gigi, tetapi pada gigi yang rusak kemungkinan terjadi kantong
komplikasi yang berat. Yang sering diketemukan adalah ke-
udara dalam gigi besar sekali. Dengan mekanisme seperti pada
lainan penglihatan dan sakit kepala yang tidak jelas lokasinya.
proses aerotitis dan aerosinusitis di atas, pada kantong udara di
Dapat pula timbul kelumpuhan sebagian (parsiil), kelainan peng-
gigi yang rusak ini dapat pula timbul rasa sakit. Rasa sakit ini
inderaan, dan sebagainya.
disebut aerodontalgia. Patofisiologi aerodontalgia ini masih
belum jelas.
PENGARUH PERCEPATAN DAN KECEPATAN PADA
Pengaruh Penguapan Gas yang Larut dalam Tubuh PENERBANGAN TERHADAP TUBUH
Dengan berkurangnya tekanan atmosfer bila ketinggian
Umum
bertambah, gas-gas yang tadinya larut dalam sel dan jaringan
Benda di udara apabila dilepaskan akan jatuh bebas karena
tubuh akan keluar sebagian dari larutannya dan timbul sebagai
pengaruh gaya tank bumi. Demikian pula dengan tiap benda
gelembung-gelembung gas sampai tercapainya keseimbangan
yang berada dalam keadaan diam di permukaan bumi ini, akan
baru. Mekanismenya adalah sesuai dengan Hukum Henry. Pada
jatuh bebas ke arah pusat bumi apabila tidak ada tanah tempat
kehidupan sehari-hari peristiwa ini dapat dilihat pada waktu kita
benda tersebut bersandar. Kekuatan yang bekerja pada massa
membuka tutup botol yang bersisi limun, air soda atau bir yaitu
benda kita kenal sebagai berat benda. Berat flap benda dalam
timbul gelembung-gelembung gas.
keadaan diam dipengaruhi oleh gaya tarik bumi sebesar 1 g.
Gelembung-gelembung gas yang timbul dalam tubuh
Percepatan atau akselerasi karena gaya tarik ini adalah sebesar
manusia bila tekanan atmosfer berkurang sebagian besar terdiri
10 m/detik.
dari gas N2. Gejala-gejala pada penerbang baru timbul pada
Apabila sebuah benda dari keadaan diam lalu bergerak,
ketinggian 25.000 kaki. Semakin cepat ketinggian bertambah,
maka karena adanya percepatan yang bekerja pada benda ter-
semakin cepat pula timbul gejala. Pada ketinggian di bawah
sebut, akan terjadi gaya lain pada benda tadi yang arahnya ber-
25.000 kaki gas N2 masih sempat dikeluarkan oleh tubuh melalui
lawanan dengan arah percepatan penggeraknya. Hal ini di-
paru-paru. Gas tersebut diangkut ke paru-paru oleh darah dari
sebabkan karena kelembaman benda tersebut seperti hukum
scl-sel maupun jaringan tubuh. Timbulnya gelembung-gelem-
inertia dari Newton. Misalnya kita di dalam mobil yang tidak
bung ini berhenti bila sudah terdapat keseimbangan antara te-
bergerak kemudian sekonyong-konyong mobil tersebut dilari-
kanan udara di dalam dan tekanan udara di luar. Hal ini dapat di-
kan dengan cepat, maka akan terasa badan kita terlempar ke
mengerti dengan mengingat Hukum Henry dan Hukum Graham.
sandaran belakang. Sebaliknya bila kita berada pada mobil yang
Gelembung-gelembung ini memberikan gejala karena urat-urat
bergerak cepat mendadak berhenti, maka badan kita akan ter-
saraf di dekatnya tertekan olehnya, di samping itu tertekan pula
lempar ke depan.
pembuluh-pembuluh darah kecil di sekitarnya.
Menurut sifat dan lokasinya, gejala-gejala ini terdiri atas : Macam Akselerasi
1) Bends Dalam penerbangan dijumpai macam-macam akselerasi
Bends adalah rasa nyeri yang dalam dan terdapat di sendi yang terbagi atas :
serta dirasakan terus-menerus, dan umumnya makin lama makin 1) Akselerasi Liniair
bertambah berat. Akibatnya penerbang atau awak pesawat tak Akselerasi liniair terjadi apabila ada perubahan kecepatan
dapat sama sekali bergerak karena nyerinya. Sendi yang terkena sedang arah tetap, misalnya terdapat pada take off, catapult take
umumnya adalah sendi yang besar seperti sendi bahu, sendi lutut, off, rocket take off, mengubah kecepatan dalam straight and level
di samping itu juga sendi yang lebih kecil seperti sendi tangan, flying, crash landing, ditching, shock waktu parasut membuka
pergelangan tangan dan pergelangan kaki, tetapi lebih jarang. atau pada saat landing.
2) Chokes 2) Akselerasi Radiair (Sentripetal)
Chokes adalah rasa sakit di bawah tulang dada yang disertai Akselerasi radiair terjadi apabila ada perubahan arah pada
dengan batuk kering yang terjadi pada penerbangan tinggi, gerak pesawat sedang kecepatan tetap, misalnya pada waktu
akibat penguapan gas nitrogen yang membentuk gelembung di turun, loop dan dive.
daerah paru-paru. Chokes lebih jarang terjadi bila dibandingkan 3) Akselerasi Angulair
dengan bends, tetapi bahayanya jauh lebih besar, karena dapat Akselerasi angulair apabila ada perubahan kecepatan dan
arah pesawat sekaligus, misalnya pada roll dan spin. derita bila dibandingkan dengan G-positif. G-negatif ini terjadi
pada penerbangan misalnya pada waktu steep climbing mendadak
Gaya
level flight. Di sini darah akan terlempar ke arah otak, sehingga
Akibat akselerasi timbul gaya yang sama besar akan tetapi
jumlah darah dalam otak meningkat dan tekanannyapun me-
berlawanan arahnya (reactive force) yang dikenal sebagai gaya
ningkat. Hal ini akan berakibat timbulnya rasa sakit kepala
G. Gaya G ini dinyatakan dengan satuan G. Besar tiap-tiap gaya
sampai pecahnya pembuluh darah di otak bila G-negatif tersebut
G yang bekerja pada awak pesawat diukur dengan gaya tarik
sangat besar dan lama. Pada G-negatif sebesar –2 sampai –2,5 G
bumi.
akan terjadi gejala red out, yaitu penglihatan menjadi merah
Pengaruh gaya G pada tubuh dibagi berdasarkan arahnya
semua. Gerakan-gerakan lain yang menghasilkan G-negatif pada
terhadap tubuh, karena toleransi tubuh terhadap gaya G ini
penerbangan adalah pada waktu mengadakan outside loop, out-
tergantung pada arah tersebut di samping lamanya pengaruh G
side turn nose over yang tajam kemudian dive, dan bila eject
tersebut bekerja. Ada 3 gaya G, yaitu :
dengan ejection seat dari bawah pesawat.
1) Gaya G-transversal
3) Gaya G-Transversal
Adalah gaya.G yang arahnya memotong tegak lurus sumbu
Toleransi tubuh manusia terhadap gaya G transversal sangat
panjang tubuh, jadi dapat dari muka ke belakang atau sebalik-
besar, oleh karena itu pada peluncuran pesawat ruang angkasa
nya dan dapat pula dari samping ke samping.
dengan roket, posisi awak pesawat diusahakan agar gaya G yang
2) Gaya G-Positif
timbul pada pelontaran roket tadi menjadi gaya G-transversal
Adalah gaya G yang bekerja dengan arah dari kepala ke
pada tubuh.
kaki.
3) Gaya G-Negatif Meningkatkan Ketahanan Tubuh
Adalah gaya G yang bekerja dengan arah dari kaki ke Cara meningkatkan ketahanan terhadap gaya G-transversal
kepala. tidak diperlukan karena ketahanan kita sendiri sudah cukup
besar, sedang usaha peningkatan ketahanan terhadap gaya G-
Akibat Gaya G pada Badan
negatif tidak ada. Oleh karena itu usaha peningkatan terhadap
Manusia sejak dalam kandungan telah biasa dengan penga-
gaya hanya mengenai gaya G-positif saja, yaitu :
ruh gaya tarik bumi sebesar 1 g. Hal ini berarti bahwa alat-alat
a) Membungkukkan kepala ke arah dada agar jarak jantung ke
rongga badan khususnya jantung dan pembuluh darah telah
mata menjadi lebih pendek, sehingga jantung masih mampu
menyesuaikan diri dengan pengaruh tersebut. Tiap gaya G lebih
memompa darah ke otak.
besar atau lebih kecil dari 1 g akan mengakibatkan gejala-gejala
b) Mengejan atau berteriak agar tekanan dalam perut meningkat,
pada tubuh manusia yang masih dapat diatasi apabila masih
sehingga penumpukan darah (blood storage) dalam traktus
dalam batas-batas toleransi badan.
digestivus berkurang dan menambah darah yang akan diedarkan
Akibat gaya G badan tergantung pada macam gaya G ter-
ke otak.
sebut. Secara rinci akibat gaya G tersebut adalah :
c) Menggunakan G-suit atau anti G-suit, yang prinsip kerjanya
1) Gaya G-Positif
mengadakan penekanan pada bagian bawah tubuh (paha, betis
Akibat gaya G-positif pada badan dapat dirasakan apabila
dan perut) pada waktu ada gaya G-positif yang menyerang tubuh.
kita mengadakan pull-up atau dive. Pada saat pull-up terasa oleh
Hal ini juga akan mengurangi penimbunan darah di bagian
si penerbang badannya tertekan pada tempat duduk karena berat
bawah tubuh sehingga meningkatkan aliran darah ke otak.
badannya bertambah. Si penerbang kelihatan seperti orang tua
karena pipinya tertarik ke bawah.
PENGARUH PENERBANGAN PADA ALAT KESEIM-
Makin besar gaya G yang mempengaruhinya makin besar
BANGAN
perubahan pada mata. Pada+2 G sampai +3 G lantang pandangan
menciut (tubular sight). Pada +3 G sampai +4,5 G penglihatan Umum
menjadi tampak remang (grey out) dan pada +4 sampai +6 G Penerbangan dapat pula mempengaruhi alat keseimbangan
semuanya tampak gelap (black out), akan tetapi si penerbang awak pesawat sehingga dapat membahayakan jiwa. Kelainan
masih sadar. Apabila keadaan ini diteruskan dan gaya G ber- yang timbul pada penerbangan ini biasanya berbentuk ilusi atau
tambah selama lebih dari 3 detik, maka ia akan pingsan. Hal ini disorientasi sehingga dikenal sebagai ilusi penerbangan atau
disebabkan karena untuk memompa darah ke otak, jantung harus juga disebut spatial disorientation tetapi kadang-kadang di-
mengeluarkan gaya lebih besar daripada gaya yang biasanya namakan pula pilot's vertigo.
dikeluarkan untuk mengalahkan kolom darah (+30 cm). Akibatnya Spatial disorientation atau pilot's vertigo adalah suatu
ialah bahwa suplai oksigen ke mata dan otak sudah demikian fenomena yang sejak dulu merupakan bahaya dalam penerbang-
kurangnya sehingga terjadi hipoksia akut. Bila keadaan ini ber- an. Khususnya bagi seorang penerbang militer yang harus me-
langsung terlalu lama, maka akan sangat membahayakan jiwa si laksanakan tugas penerbangan yang cukup kompleks dalam
penerbang. kondisi cuaca apapun. Fenomena ini merupakan suatu masalah
2) Gaya G-Negatif yang tidak boleh dianggap enteng.
Pada gaya G-negatif tubuh manusia kurang besar toleransi- Dengan mengetahui mekanisme pilot's vertigo maupun
nya, artinya dengan G-negatif yang kecil saja tubuh akan men- macam ilusi yang dapat dialami oleh seorang penerbang di-
harapkan dapat diambil langkah-langkah pencegahan demi Pada waktu masuk ke dalam spin, maka setelah 15 – 20 detik
keamanan dan keselamatan penerbang, pesawat dan orang lain. kecepatan endolymph dalam saluran semisirkuler telah sama
dengan kecepatan dinding saluran, sehingga cupula (reseptor)
Fungsi alat-alat keseimbangan
kembali pada keadaan istirahat. Pada waktu pesawat keluar dari
Manusia makhluk darat dapat menjaga keseimbangan
spin, cupula akan bergerak dengan arah yang berlawanan se-
badannya karena dilengkapi dengan tiga alat/sistem : Sistem
hingga seolah-olah terjadi spin untuk kedua kalinya dengan arah
Vestibuler, Sistem Visuil dan Sistem Proprioseptif. Selama
berlawanan. Dengan mengadakan koreksi maka pesawat masuk
manusia masih berhubungan dengan bumi seperti berjalan, ber-
spin kembali dengan arah semula. Pada grave yard spiral tidak
lari, melompat dan lain-lain maka ketiga sistem tersebut ber-
ada spin tetapi banked down.
fungsi secara adekuat dan alat-alat keseimbangan bekerja secara
2) Coriolis Illusion
cermat dan efektif. Akan tetapi apabila ia meninggalkan bumi
Ini terjadi apabila endolymph dari satu set saluran semi-
dan terbang, alat-alat tersebut dapat membuat kesalahan-kesalah-
sirkuler kiri telah mencapai kecepatan yang sama dengan dinding
an, karena impuls-impuls yang tidak lagi adekuat. Kesalahan
saluran, kemudian ada gerakan dari satu set lainnya dalam
tersebut dapat menimbulkan ilusi dan sering mengakibatkan
dinding bidang yang lain dari set pertama. Akibatnya ialah suatu
spatial disorientation.
perasan seolah-olah badan berputar dalam bidang di luar bidang
1) Alat Vestibular, mempunyai 3 bagian :
tersebut misalnya bila ada gerakan yawing dengan kecepatan
a) Tip canalis semicularis (saluran berisi endolymph) yang
yang konstan, maka dengan gerakan pitching dari kepala akan
tegak lurus satu sama lain pada bidang-bidang horisontal, verti-
terasa seolah-olah badan mengalami roll.
kal dan tranversal. Pada muara tiap-tiap saluran ada suatu pe-
Coriolis illusion paling berbahaya dan biasanya terjadi
lebaran dengan di dalamnya sel-sel berambut. Rambut-rambut
sewaktu dalam manuver yang relatif rendah.
tersebut berhimpun menjadi (cupula) dan merupakan reseptor
3) Oculo Gyral Illusion
sensorik. Karena gerakan dan aliran endolymph, cupula ikut
Dalam ilusi ini terlihat suatu obyek di muka mata seolah-
bergerak sesuai arah aliran. Tiap gerakan/akselerasi angulair
olah bergerak. Hal ini akibat rangsangan pada saluran semi-
(roll, pitch, yaw) menimbulkan impuls mekanis pada otak dan
sirkuler dan dapat terjadi waktu grave yard spin, grave yard
melaporkan bahwa sedang ada gerakan rotasi dari kepala.
spiral dan coriolis illusion.
b) Utriculus dan Sacculus berisi reseptor sensorik yang dapat
4) Oculo Grave Illusion
menerima impuls mekanis akibat gerakan/akselerasi linear.
Ilusi ini analog dengan oculo gyral illusion bukan akibat
Reseptor terdiri dari membran otolith yang berisi butir-butir
rangsangan dari saluran semisirkuler tetapi rangsangan pada
kalsium karbonat. Membran ini ada di atas lapisan sel-sel be-
otolith. Ilusi terjadi pada waktu terbang datar dengan high
rambut dengan rambut-rambutnya dalam masa clan membran.
performance air craft dengan kecepatan akselerasi yang tinggi
Gravitasi maupun akselerasi linear dapat menggerakkan mem-
sehingga menimbulkan rasa seolah-olah pesawat dalam nose-up
bran otolith dan dengan demikian rambut-rambut sel berambut.
attitude. Bila penerbang mengadakan koreksi, maka ia akan dive
Impuls ini diterima dan diteruskan lewat syaraf vestibular ke
dengan akibat crash. Ilusi ini sering terjadi bila terbang malam
otak.
atau dalam cuaca buruk, dan tidak terjadi bila di luar ada visual
c) Cochlea. Alat ini digunakan untuk proses pendengaran.
reference yang adekuat.
Pola akselerasi di udara adalah berbeda daripada di bumi,
5) Elevator Illusion
misalnya akselerasi di udara biasanya tidak segera diikuti
Ilusi ini juga terjadi akibat makin besarnya gaya gravitasi
dengan deselerasi seperti terjadi di bumi.
seperti waktu akselerasi ke atas. Hal ini mengakibatkan suatu
2) Sistem visuil, adalah alat terpenting dalam menjaga kese-
refleks bola mata ke bawah sehingga kelihatan seolah-olah panel
imbangan. Dengan menggunakan penglihatan, kita dapat me-
instrumen dan hidung pesawat naik ke atas.
nentukan lokasi dan posisi suatu obyek dalam ruangan. Dengan
6) The Keans
adanya visual horizon seorang penerbang masih dapat meng-
Ini adalah ilusi vestibuler yang sering terjadi karena saluran
adakan orientasi walaupun terjadi ilusi-ilusi akibat persepsi yang
semisirkuler tidak dapat mendeteksi akselerasi angular di bawah
salah dari alat vestibular maupun priprioseptif. Di udara sistem
ambang (2,5/detik). Misalnya pada terbang instrumen meng-
visuil adalah orientation sense yang paling dapat dipercaya dan
adakan roll ke kiri tanpa dirasakan karena kecepatannya di
dengan melalui sistem tersebut, si penerbang dapat menginter-
bawah ambang. Bila ia mengadakan roll ke kanan ia merasakan
prestasikan instrumen pesawat.
pesawatnya dalam keadaan roll ke kanan walaupun sebenarnya
3) Sistem proprioseptif, adalah reseptor sensorik yang meng-
datar. Hal ini dapat dilihat dalam sikap badannya.
adakan respons terhadap tekanan atau tarikan pada jaringan
7) Autokinesis
tubuh. Reseptor ini terdapat dalam jaringan antara lain kulit dan
Sebuah titik cahaya dalam ruangan yang cukup gelap setelah
sendi, dan dapat dirasakan di bagian-bagian badan apabila duduk,
dipandang beberapa detik akan kelihatan seolah-olah bergerak.
berdiri atau berbaring. Sistem proprioseptif ini dikenal sebagai
Fenomena ini dikenal sebagai autokinesis effect dan dapat me-
body sense atau seat of the pants sense.
nyebabkan kekeliruan bila terbang formasi malam hari.
Mekanisme Ilusi 8) Kacau antara bumi dan langit
1) Grave Yard Spin dan Grave Yard Spiral Bila terbang malam dan cukup gelap maka lampu-lampu
landasan dilihat sebagai bintang-bintang. Hal ini membahaya- gangguan-gangguan. Pengaruh tersebut meliputi :
kan karena horizon yang diterimanya kelihatan lebih rendah dari 1) Gangguan terhadap koordinasi otot-otot mata
horizon yang sesungguhnya. Akibatnya pesawat akan diarahkan Koordinasi otot mata tidak sempurna lagi terutama waktu
ke bawah. melihat jauh, kedua sumbu bola mata tidak sejajar lagi sehingga
9) Permukaan bumi atau awan terjadi keadaan yang disebut heterophoria. Kalau sumbu mem-
Terbang di atas daerah yang tidak rata (di atas kaki gunung) bentuk sudut di depan mata disebut esophoria, dan sebaliknya
atau awan yang miring permukaannya mengakibatkan terbang disebut exophoria.
tidak lurus dan tidak datar. Menurut percobaan Powell dalam Decompression Chamber,
10) Seat of the pants sense pada ketinggian 5.000 – 6.000 meter dalam waktu 2 – 3 menit
Bila pesawat membelok maka arah gaya sentrifugal dan untuk penglihatan jauh akan terjadi esophoria, dan pada peng-
gravitasi selalu menuju ke arah lantai pesawat. Dengan demikian lihatan dekat exophoria. Kelainan ini progesif sehingga dapat
si penerbang dengan pressure sensors tersebut sukar mengetahui menyebabkan mata juling (heterotropia). Dalam keadaan ini
mana bawah. Di samping itu perasaan ini dapat menguatkan benda-benda dilihat ganda (double). Pada esophoria yang ringan
oculogravic illusion yang terjadi akibat akselerasi linear pada maka penafsiran jarak tidak tepat lagi, yaitu terlalu dekat (jarak
high performance aircraft. 10 m ditafsirkan 8 m). Bahayanya ialah pada waktu akan
landing penerbang mengalami kesukaran dalam menafsirkan
Tindakan Pencegahan
jarak antara pesawat dan landasan. Pesawat yang diperkirakan
1) Indoktrinasi kepada para penerbang berupa ceramah, de-
akan touch (menyentuh bumi) sebenarnya masih harus menem-
monstrasi dan film mengenai fenomena tersebut untuk mengu-
puh jarak yang tertentu untuk betul-betul sampai di landasan
rangi kecelakaan pesawat karena spatial disorientation.
hingga terjadi keadaan overshoot.
2) Mengubah kedudukan alat peralatan dalam panel instrumen
2) Gangguan terhadap daya konvergensi dan akomodasi
sedemikian rupa sehingga memerlukan gerakan-gerakan kepala
Daya konvergensi akan berkurang dengan terjadinya
yang ekstrim.
gangguan pada koordinasi otot-otot mata seperti disebut di atas.
3) Beberapa latihan terbang seperti instrumen take off and night
Daya akomodasi orang berumur 20 – 23 tahun pada ketinggian
formation rejoin dipandang cukup membahayakan dan tidak
5.500 meter adalah : hipoksia derajat sedang tidak memberikan
diadakan lagi.
pengaruh pada daya akomodasi bila daya akomodasinya tidak
Mabuk Udara melebihi 3 dioptri dan makin besar kemampuan akomodasi
Mabuk udara adalah sebagian dari motion sickness yang makin sensitif orang itu terhadap kekurangan oksigen. Karena
disebabkan oleh penerbangan. Mabuk udara ini terjadi karena itu penerbang yang menderita hypermetropia atau presbyopia
pengaruh Gaya G yang kecil tetapi terjadi secara berulang-ulang sedapat mungkin menghindarkan penerbangan yang memerlu-
yang menyerang alat keseimbangan. Jadi sebenarnya mabuk kan oksigen.
udara termasuk kelainan akibat pengaruh penerbangan pada alat 3) Gangguan terhadap pengenalan warna (color vision)
keseimbangan. Sekitar 16% penerbang selama belajar terbang Daya mengenal warna sudah berkurang pada ketinggian
pernah mengalami mabuk udara ini dan sekitar 5% siswa pener- 3.000 meter. Keadaan ini disebut : hypoxia astenopia chromatica,
bang mengalami secara berulang-ulang. Mabuk udara ini akan yang akan menghilang setelah menghirup oksigen atau kembali
menurun dengan pengalaman dan peningkatan kepercayaanpada ke tanah.
diri sendiri. Mabuk udara juga dialami oleh awak pesawat yang
Pengaruh Percepatan
lain dan para penumpang pesawat angkut.
Seperti diketahui pada penerbangan aerobatik ataupun
Gejala mabuk udara adalah pusing, sakit kepala, perasaan
combat, penerbang dapat mengalami pengaruh gaya baik G-
tidak enak pada lambung, mual, muntah-muntah, pucat dan se-
positif ataupun G-negatif. Pengaruh kedua macam percepatan
bagainya. Berat ringannya gejala ini tergantung pada kepekaan
tersebut adalah :
seseorang terhadap rangsangan pada alat keseimbangan. Gejala
1) Pengaruh G-positif terhadap alat penglihatan
ini akan memberat bila orang tersebut telah lelah, kurang sehat,
Kalau penerbang mengadakan pull up maka penerbang
gangguan pencernaan, mencium bau-bauan yang tidak enak,
akan mengalami suatu G-positif. Otak dan mata kekurangan
alkoholism atau takut terbang. Sebaliknya gejala ini dapat me-
darah. Dengan talc adanya supply darah dapat terjadi gangguan
lihat benda-benda di luar pesawat sebagai titik pengenal.
yaitu penglihatan abu-abu yang disebut grey-out atau kalau G
lebih besar dan terjadi kebutaan total disebut black out. G positif
sebesar 3,5 – 4 G menyebabkan kehilangan pandangan perifer
PENGARUH PENERBANGAN PADA ALAT PENG-
yang kemudian disusul dengan grey-out. Pada G-positif sebesar
LIHATAN
+4 – +6, 5 G terjadi black out.
Pengaruh Hipoksia 2) Pengaruh G-negatif terhadap alat penglihatan
Pengaruh hipoksia pada alat penglihatan di siang hari baru Kalau seorang penerbang membuat dive maka penerbang
terlihat pada penerbangan setinggi 10.000 kaki, dan akan ber- ini akan mengalami G-negatif; tekanan (gaya) tambahan akan
tambah sampai batas 16.000 kaki; setelah itu tidak dapat di- bekerja dengan arah dari perut menuju ke kepala. Akibatnya
imbangi lagi oleh tubuh dan akan menyebabkan terjadinya pembuluh darah di mata penuh dengan darah yang mengakibatkan
penglihatan menjadi merah atau disebut red-out. Biasanya G- banyak dipakai di USAF.
negatif sebesar 2,0 – 2,5 telah menyebabkan red-out.
Night Vision
Pengaruh sinae niatahari
Dalam retina terdapat dua macam sel penerima (reseptor)
1) Sinar ultra violet
yaitu : Rod dan cone atau batang dan kerucut. Tugas rod adalah
Sinar ini terdapat banyak di pinggir pantai dan di lereng
: penglihatan malam dan penglihatan global (bukan detail) atau
pegunungan. Sinar ini tidak menembus ke bagian dalam mata
penglihatan dengan kontras. Tugas cone : penglihatan siang hari,
(oculus interior). Di dalam alat ini, sinar itu sebagian besar
penglihatan detail dan membedakan warna. Sel batang terutama
diserap dan sebagian kecil direfleksikan (dipantulkan). Sinar
terdapat pada bagian pinggir retina sedang kerucut pada bagian
yang diserap ini kemudian menimbulkan reaksi pada alat ter-
tengah retina, sehingga pada malam hari bagian tengah retina
sebut di atas dengan gejala : Beberapa jam setelah penyinaran
merupakan bintik buta dan bagian pinggir merupakan bagian
akan timbul gejala peradangan : pengeluaran air mata yang
yang penting untuk penglihatan.
abnormal, mata menjadi merah dan sakit dengan akibat sukar
Dalam rod terdapat rhodopsin dan dalam cone terdapat
dibuka kelopaknya, banyak keluar kotoran dan dari luar mata
jodopsin. Jumlah zat yang terdapat pada masing-masing sel ini
nampak membengkak.
mempengaruhi sensitivitas sel-sel tersebut, dan dipengaruhi oleh
Pengobatan keadaan ini adalah :
intensitas sinar yang masuk ke dalam mata. Kalau dari kamar
a) Jauhkan diri dari sinar matahari yaitu dengan tinggal di
yang terang masuk ke dalam kamar yang gelap maka untuk
dalam kamar cukup gelap untuk beberapa hari.
beberapa waktu (detik) kita akan buta atau sama sekali tidak
b) Memakai kaca mata hitam untuk beberapa hari atau sampai
melihat. Baru setelah beberapa menit kita dapat mengadakan
gejala-gejala hilang sama sekali.
orientasi apa yang ada dalam kamar itu. Waktu antara masuk ke
c) Kalau perlu diberi salep antibiotika. Biasanya penyembuh-
dalam kamar dan melihat dengan jelas bentuk apa yang ada
an sangat cepat dan tidak akan menimbulkan kelainan-kelainan
dalam kamar itu disebut waktu adaptasi. Waktu adaptasi ini
pada mata (reversibel).
akan lengkap setelah kira-kira 2 jam. Selama adaptasi ber-
2) Sinar infra merah
langsung terbentuk rhodopsin dengan perlahan-lahan di dalam
Sinar ini tersebar di angkasa, dan intensitasnya makin dekat
rod, yang jumlahnya mencapai maksimal setelah kita berada
dengan matahari makin tinggi. Sinar ini dapat menembus masuk
dalam ruangan gelap tadi selama 2 jam.
ke dalam mata bagian dalam (oculus interior), sehingga keru-
Rhodopsin yang terbentuk di atas akan luntur atau terurai
sakan yang diakibatkan terutama pada alat mata bagian dalam
apabila ada sinar yang masuk ke dalam mata, kecuali sinar merah
yaitu : lensa dan retina. Adanya reaksi panas dari sinar infra
yang tidak menyebabkan penguraian ini.
merah menyebabkan protein dalam lensa dan retina menggumpal
sinar
dan terjadi katarak (kekeruhan lensa) kalau kerusakan pada
––––––––––>
lensa, dan retinitis kalau kerusakan pada retina. Penyinaran yang
Rhodopsin Retinin + Protein
lama (berhari-hari atau berminggu-minggu bergantung kepada
<–––––––––
intensitas sinar) baru akan menimbulkan reaksi seperti tersebut
gelap │
di atas. Dan kalau reaksi tadi sudah timbul biasanya akan dapat
Vitamin A
disembuhkan lagi (irreversibel).
Karena hal-hal tersebut di atas maka awak pesawat perlu Vitamin A sangat penting dalam pembentukan rhodopsin, se-
diperlengkapi dengan alat yang dapat meniadakan atau mengu- hingga tidak adanya vitamin A dalam makanan atau dalam darah
rangkan sinar yang dapat masuk ke dalam mata tadi (alat pro- akan mengganggu pembentukan rhodopsin.
teksi). Mata sendiri sebetulnya sudah mempunyai alat itu yaitu: Pada keadaan hipoksia, reaksi di atas juga akan dipengaruhi
diafragma; proteksi dari luar yang dapat diadakan adalah kaca- yaitu menjadi lebih lambat. Akibatnya daya penglihatan malam
mata atau dalam penerbangan sunvisor pada helmet penerbang. akan menurun. Pada ketinggian 1000 meter daya penglihatan
Karena keduanya menyaring sinar maka kita sebut filter. Ada malam menurun 5% dan pada 5.000 m menurun 40%. Juga me-
beberapa macam filter, tetapi yang banyak digunakan adalah rokok 3 batang berturut-turut dapat menurunkan daya penglihat-
colored dan neutral filter. an malam sampai 25%.
Colored filter hanya meneruskan sinar yang warnanya se- Karena itu para penerbang harus mematuhi peraturan untuk
suai dengan filter itu dan meneruskan sebagian kecil sinar yang terbang malam, yaitu :
lain. Sebagai contoh : RAYBAN 3 meneruskan : 25% visible a) Makanan penerbang harus cukup mengandung vitamin A,
rays, 5% sinar ultra violet, 10% sinar infra merah. Untuk ini di bila perlu diberi tambahan pil vitamin.
belakang kaca tadi diberi lapisan chromium atau nikel untuk b) Sebelum terbang dalam harus dites daya adaptasinya dalam
merefleksikan pengaruh panas tadi, sehingga terdapat perasaan gelap dengan adaptometer.
sejuk pada mata. c) Pada hari akan terbang malam, tidak boleh merokok atau
Sifat neutral filter terhadap sinar ultra violet dan inframerah minum minuman keras.
seperti pada colored filter, keuntungannya adalah tak menye- d) Sebelum terbang malam harus mengadakan adaptasi selama
babkan perubahan warna, contoh : RAYBAN G-15; filter ini 30 menit dalam tempat gelap atau ruangan dengan penyinaran
lampu merah. untuk berbagai kegiatan penerbangan dengan aman, nyaman
e) Lampu-lampu dalam cockpit dan instrumen harus merah dan cepat, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan
agar tidak mengganggu adaptasi yang telah ada. kesejahteraan.

PENUTUP KEPUSTAKAAN
Telah dibahas berbagai aspek Ilmu Faal dalam penerbangan
1. AFM 160-5. Physiological technician's Training Manual. Department of the
atau Aerofisiologi yang mendasari Ilmu Kesehatan Penerbangan Air Force, Washington D.C., 1968.
dan Ruang Angkasa (Aerospace Medicine). Dalam makalah ini 2. AFP 161-16. Physiology of Flight. Department of the Air Force, Washington
hanyadibahas pokok-pokoknya sajadan belum mencakup seluruh D.C., 1968.
permasalahan Aerofisiologi. 3. AFP 161-18. Flight Surgeon Guide. Department of The Air Force, Washing-
ton D.C. , 1968.
Dengan mengetahui berbagai aspek Aerofisiologi dalam 4. Armstrong HG. Aerospace Medicine. The Williams and Wilkins Baltimore;
kegiatan penerbangan maka diharapkan dapat dengan mudah 1961.
memahami problema yang dihadapi para penerbang, awak pesawat 5. Davidovic, Vaazduhoplovna Fiziologija. Osnovi Vazduhoplovne Medicine,
lain maupun para penumpang khususnya di bidang kesehatan. Beograd. 1965.
6. Dhenin. Aviation Medicine, Physiology and Human Factors. The Tri-Med
Untuk selanjutnya kita mampu melakukan upaya-upaya pence- Bokks Limited, London, 1978.
gahan dan-pertolongan atas pengaruh buruk penerbangan pada 7. Direktorat Kesehatan TNI-AU. Buku Pedoman Dokter Penerbangan TNI-
tubuh manusia. AU. Jakarta, 1990.
Dengan demikian kitadapat memanfaatkan udara (atmosfer) 8. Harding M. Aviation Medicine. The British Medical Association, London,
1968.
Aspek Kesehatan Bandar Udara
Dr. Suroso Wirosoekarto
Departemen Perhubungan Republik Indonesia, Jakarta

ABSTRAK
Bandar Udara (bandara) merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala
penjuru dunia yang datang dan pergi dengan pesawat udara, dan juga tempat berkum-
pulnya banyak orang yang melakukan kegiatannya masing-masing untuk menunjang
operasi penerbangan yang lancar, aman dan nyaman. Sehubungan dengan hal tersebut
perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya suatu gawat darurat penerbangan, gawat
darurat medik, gawat darurat karena bencana alam, atau suatu kecelakaan kerja. Masalah
hygiene dan sanitasi di bandara harus diperhatikan dan ditangani sungguh-sungguh
karena bandara adalah pintu gerbang suatu negara.
Masalah yang juga penting di bandara adalah yang berhubungan dengan gangguan
kesehatan karena lingkungan kerja, yaitu karena bising,gelombang mikro, debu ra-
dioaktif, dan bahan-bahan kimia yang terdapat di bandara.
Akhirnya masalah penanggulangan dan penyelidikan kecelakaan pesawat udara yang
terjadi di bandara dan sekitarnya, dan selanjutnya sering melalui bandana diangkut
penumpang yang sakit untuk berobat ke kota atau negara.lain; semua ini perlu ditangani.

PENDAHULUAN bed kemudahan pada calon penumpang dan pengunjung, di


Dengan perkembangan dunia penerbangan dan mobilitas bandara disediakan kafetaria, restoran, coffee-shop, duty-free
manusia serta barang yang makin tinggi, maka fungsi bandara shop, kantor pos, bank, money changer dsb. Dan di bandara
(bandara udara) makin bertambah penting. Di daerah-daerah internasional selalu ada kantor/petugas C.I.Q. (Custom, Immi-
penerbangan perintis, bandara masih sederhana, tetapi di kota- gration-Quarantine). Akibat hal-hal di atas timbul masalah
kota besar sudah berkembang menjadi besar dan canggih karena hygiene dan sanitasi di bandara yang harus ditangani sungguh-
merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala penjuru sungguh, sebab suatu bandara internasional adalah pintu gerbang
dunia, dan tempat berkumpulnya banyak orang melakukan ke- suatu negara. Masalah hygiene dan sanitasi di bandana berhu-
giatannya masing-masing untuk menunjang operasi pener- bungan erat dengan penyebaran penyakit menular dan juga
bangan yang aman dan nyaman. Untuk itu dalam pengoperasi- dengan keselamatan penerbangan.
annya suatu bandana harus menyediakan fasilitas medik untuk Di samping masalah-masalah tersebut di atas, sering mela-
dapat menanggulangi gawat darurat penerbangan, gawat darurat lui bandana seorang pasien ingin berobat ke rumah sakit yang,
medik, atau gangguan kesehatan lainnya. Lagipula untuk mem- besar di kota lain, bahkan ke luar negeri. Ini menimbulkan

Makalah ini telah dibacakan pada: Seminar Kesehatan Penerbangan, Surakarta


30 Oktober 1993.
masalah, karena tidak semua orang sakit boleh diangkut dengan tersebut, misalnya toilet untuk orang cacat, lift khusus, conveyor
pesawat udara (pesawat dari airline). belt dsb(10) .

DEFINISI BANDAR UDARA KLASIFIKASI BANDAR UDARA


Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Di Indonesia ada lima klas bandar udara, yaitu :
Organization) : Airpot is a defined area on land or water 1) Bandar Udara klas I
(including any buildings, installations, and equipment) intended 2) Bandar Udara klas II
to be used either wholly or in part for arrival, departure, and 3) Bandar Udara klas III
movements of aircrafts. 4) Bandar Udara klas IV
Menurut PT (persero) Angkasa Pura : Bandar Udara, ialah 5) Bandar Udara klas V
lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang Dasar dari pembagian ini diantaranya ialah : jumlah penumpang
merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya dan pergerakan pesawat per tahun, jenis pesawat yang terbesar
fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat. yang mendarat dsb.
Air base : Pangkalan Udara
Air field : Lapangan Udara PEMBAGIAN WILAYAH BANDAR UDARA
Aerodrome : Airport Dalam rangkapengamanan dan menin gkatkan keselamatan
wilayah bandar udara dibagi menjadi beberapa area, yaitu :
PEMILIHAN LOKASI UNTUK SUATU BANDAR UDARA a) Public Area
Untuk membangun suatu bandar udara harus dipilih loka- b) Non-Public Area
si yang cocok. Lokasi ini harus memenuhi beberapa kriteria(9), c) Restricted Public Area
yaitu : d) Air Side
1) Dekat dengan sumber lalu lintas e) Land-Side
2) Bebas dari rintangan Definisi dari istilah-istilah tersebut di atas terdapat dalam
3) Masih tersedia lahan untuk perluasan/perpanjangan lan- Peraturan dan Tata Tertib Bandar Udara, Surat Keputusan no-
dasan mor : SKEP/100/IX/1985, yaitu :
4) Kecocokan medan di sekitarnya untuk pendaratan PublicArea/DaerahPublik ialah : bagian bandar udara yang
5) Kondisi metereologis terbuka untuk umum.
6) Biaya konstruksi dan pemeliharaan Non Public Area/Daerah Bukan Publik ialah : bagian dari
7) Hubungannya dengan airways yang ada. bandar udara yang tertutup untuk umum.
Air-Side/Sisi udara ialah : bagian dari bandar udara untuk
Kriteria-kriteria tersebut tidak selalu sama pentingnya, operasi pesawat udara dan segala fasilitas penunjangnya yang
misalnya jarak dengan sumber traffic tidak begitu penting bila merupakan Daerah Bukan Publik.
bandar udara yang akan dibangun nanti hanya untuk refueling Land-Side/Sisi darat ialah : bagian dari bandar udara yang
atau untuk overnight stop (tidak menurunkan penumpang). terbuka atau terbatas untuk umum.
Di samping kriteria tersebut juga perlu diperhatikan major
sanitary conditions, yaitu :
1) Jaraknya ke pemukiman penduduk FASILITAS-FASILITAS DI BANDAR UDARA
2) Jaraknya ke daerah nyamuk berkembang biak, terutama Sesuai dengan fungsinya bandar udara harus menyediakan:
rawa atau genangan air yang tidak mengalir a) Fasilitas yang berhubungan langsung dengan penerbangan,
3) Keberadaan serangga, binatang-binatang kecil dan tikus yaitu landasan pacu, taxiway, apron, tower (ATC), peralatan
4) Arab angin sepanjang tahun yang dapat membawa nyamuk navigasi, seperti radar, VASI, VOR, ILS, dsb.
dari tempat jauh b) Fasiltas penunjang operasi penerbangan, yaitu :
5) Sifat persediaan air, terutama sumbernya, status konta- – Terminal dengan isinya : kantor, cafetaria, restoran, check-
minasi dan debitnya yang cukup in counter, duty free shop, dsb.
6) Dalamnya dan sifat permukaan air tanah – PKP-PK (Pemadam Kebakaran dan Pertolongan Kecelakaan
7) Drainage daerah itu berlangsung secara alami atau melalui Penerbangan).
saluran buatan. – Fasilitas Medik : Airport Medical Center, First Aid Room.
c) Kantor C.I.Q. pada bandar udara internasional, yang arti-
Semua masalah sanitasi ini harus dianalisis lebih dahulu nya :
sebelum pembangunan bandar udara dimulai, hal ini untuk C = Custom (Bea Cukai)
mengindari kesulitan-kesulitan baru atau tambahan selama proses I = Immigration (Imigrasi)
konstruksi bandar udara sedang berjalan. Juga perlu diperhatikan Q = Quarantine (Karantina, termasuk hewan dan tanaman)
bahwa tidak semua penumpang itu sehat, tetapi ada orang cacat, Jadi di bandar udara internasional terdapat dua unit kesehatan,
orang tua, wanita hamil dan anak-anak. Maka dalam membangun yaitu :
suatu bandar udara harus dibuat fasilitas untuk orang-orang I. Unit Kesehatan yang berasal dari Departemen Kesehatan,
yaitu KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan, dulu Dinas Karantina) f) Polusi udara
yang tugas utamanya adalah mencegah keluar/masuknya penya- Sehubungan dengan hal-hal tersebut perlu diselenggarakan
kit menular lewat bandar udara. program KKK (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) untuk
II. Unit Kesehatan berasal dari Ditjen Perhubungan Udara, mencegah timbulnya penyakit akibat kerja(2,3,4,5,9).
Departemen Kesehatan, seperti di Bandar Udara Soekarno-Hatta;
unit ini disebut Seksi Kesehatan PT (Persero) Angkasa Pura II; a) Bising (noise)
tugas utamanya adalah : menanggulangi dan mencegah terja- Bising yang terdapat di bandar udara terutama berasal dari
dinya kecelakaan penerbangan dan meningkatkan keselamatan mesin pesawat jet yang mempunyai frekuensi tinggi dan inten-
penerbangan aviation safety). sitas besar, yaitu 90-110 db atau lebih. Akibat bising yang paling
penting adalah menurunnya pendengaran, dan dapat terjadi tuli
MASALAH-MASALAH KESEHATAN DI BANDAR permanen (sensoric deafness). Hampir 15% dari awak darat
UDARA airline mengalami gangguan ini secara tak langsung. Dalam
Bandar Udara yang beroperasi selama 24 jam terus menerus hubungannya dengan pesawat tersebut karyawan dibagi dalam
akan dihadapkan pada masalah-masalah sebagai berikut : golongan, yaitu(3,6) :
a) Gawat Darurat Bandar Udara Golongan I : Mereka yang bekerja dekat sekali dengan
b) Hygiene dan Sanitasi di Bandar Udara pesawat (kurang dari 8 meter) selama runs up.
c) Keselamatan dan Kesehatan Kerja Golongan II : Mereka yang relatif dekat (8 - 50 m) pesawat,
d) Kedokteran Penerbangan (Aviation Medicine) misalnya maintenance personnel, starting crew, dan trouble line
A) Gawat Darurat Bandar Udara personnel.
Gawat Darurat Bandar Udara dapat digolongkan menja- Golongan lII : Mereka yang kadang-kadang harus bekerja
di(7): tidak jauh dari pesawat (50 - 120 m), misalnya pramugari darat,
1) Gawat Darurat yang melibatkan pesawat, yaitu : personel kargo, dsb.
a) Kecelakaan pesawat udara di bandar udara Menurut tingkatan bising (noise level) daerah sekitar pesawat
b) Kecelakaan pesawat udara di sekitar bandar udara dibagi menjadi 4 zone yaitu :
c) Insiden pesawat udara dalam penerbangan Zone A : Daerah dengan tingkatan bising antara 150 dB.
d) Insiden pesawat udara di darat Zone ini jangan dimasuki sama sekali.
e) Sabotase, termasuk ancaman bom Zone B : Daerah dengan tingkatan bising antara 135 - 150
f) Pembajakan dB. Di daerah ini orang harus berusaha sesingkat mungkin, dan
2) Gawat Darurat yang tidak melibatkan pesawat yaitu : harus memakai earmuff.
a) Kebakaran bangunan Zone C : Daerah dengan tingkatan bising antara 115 - 135
b) Sabotase, termasuk ancaman born dB. Semua orang yang bekerja di sini harus memakai earmuff.
c) Bencana alam Bila hanya sebentar boleh memakai ear-plug.
3) Gawat Darurat Medik Zone D : Daerah dengan tingkatan bising antara 100 - 115
dB. Mereka yang bekerja di sini harus mekakai ear-plug terus
B) Hygiene dan sanitasi di bandar udara menerus.
Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi di Untuk mencegah/mengurangi akibat gangguan bising perlu
bandar udara akan menyangkut empat masalah (3,4,8,9), yaitu : dilakukan Hearing Conservation Program, dengan cara :
a) Penyediaan air (water supply) • Pemeriksaan Audiometris secara berkala pada karyawan
b) Kebersihan makanan (food hygiene) tersebut di atas.
c) Pembuangan sampah dan kotoran (waste disposal) • Dilakukan usaha-usaha pencegahannya , di antaranya ialah
d) Pemberantasan serangga/binatang yang dapat menularkan memakai :
penyakit (vector control) a) Helmet : Dipakai bila bekerja dekat sekali dengan pesawat
Hygiene dan sanitasi di bandar udara harus ditangani dengan yang run-up; diperkirakan sebagian bising diserap oleh tulang-
sungguh-sungguh, karena bila tidak, dapat membahayakan ke- tulang kepala, jadi perlu helmet.
selamatan penerbangan. b) Ear-muff : Dibuat dari plastik atau karet dengan ukuran
small, medium dan large.
C) Keselamatan dan Kesehatan Kerja Golongan I memakai helmet dan earplug, golongan II
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di bandar udara memakai ear-muff, golongan III cukup memakai ear-plug.
para petugas dihadapakn kepada hal-hal yang dapat merugikan Dalam pemeriksaan audiometri, dibuat Base-Line Audio-
kesehatannya. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut : gram untuk frekuensi 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 c/s,
a) Bising (noise) yang terpenting adalah frekuensi 500, 1000, dan 2000 cis. Bila
b) Bahan kimia ada seorang dengan hearing loss 15 dB atau lebih, perlu dibuat
c) Debu/bahan radioaktif dan Sinar-X, dsb. audiogram ulangan setelah 48 jam bebas dari bising. Pemeriksaan
d) Gelombang mikro, terdapat pada radar audiometris secara berkala pada karyawan yang terpapar bising,
e) Keadaan yang berbahaya dilalukan tiap 2 - 4 tahun sekali.
b) Bahan Kimia Udara; tetapi bila seorang pilot asing kebutuhan yang lisensi yang
Para personil darat dihadapkan pada bahan kimia, seperti dipunyai habis masa berlakunya, maka Dokter Penerbangan di
bahan bakar (bensin, bensol, avtur) minyak hidrolik, larutan bandar udara dapat melakukannya.
desinfektans, insektisid dsb. Bahan-bahan tersebut dapat me - 2) Penanggulangan/Pencegahan Kecelakaan Pesawat
nyebabkan dermatitis kontak, dan bila tertelan atau terhirup Udara.
dapat terjadi intoksikasi yang membahayakan(3,6). Oleh karena Kecelakaan pesawat paling sering terjadi di bandar udara
itu perlu dicegah dengan cara : atau sekitarnya, yaitu pada waktu landing atau take off. Menjadi
– Memakai sarung tangan dan pakaian kerja, bila perlu tugas dokter atau team medis di bandar udara untuk memberi
masker. pertolongan pada korban, dan bersama team investigasi dari
– Disediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan kamar Ditjen Perhubungan Udara mengadakan penyelidikan tentang
ganti pakaian. setelah kecelakaan, dan mengadakan identifikasi korban. Bia-
Ventilasi kerja harus baik. sanya bandar udara terletak jauh (20 - 30 km) dad kota, maka
– Penyuluhan tentang Kesehatan Kerja. bandar udana harus menyediakan fasilitas medis dan protap
– Pemeriksaan kesehatan berkala (1 - 2 tahun sekalai). (prosedur tetap) untuk penanggulangan kecelakaan tersebut(7).
3) Pengangkutan Orang Sakit Lewat Udara dengan Pesawat
c) Gelombang Mikro (Microwave) Udara
Dalam pengoperasian Radar digunakan gelombang mikro. Tidak semua penumpang pesawat sehat; ada yang cacat
Gangguan yang ditimbulkan gelombang ini akan dirasakan teru- atau sakit untuk berobat ke kota/negara lain yang mempunyai
tama oleh teknisi Radar, jarang pada operator Radar. Gelombang fasilitas medis lebih lengkap. Untuk itu dokter Penerbangan
mikro dapat merusak lensa mata dan terjadilah katarak, atau harus tabu orang sakit yang boleh dan yang tidak boleh diangkut
dapat juga merusak kelenjar testis, akibatnya adalah kemandul- dengan pesawat udara komersial(11).
an. Oleh karena hal-hal tersebut perlu dilakukan usaha pence- Bandar udara harus menyediakan beberapa ambulance un-
gahannya. tuk menjemput pasien dari pesawat terus mengantarkannya ke
rumah sakit, atau sebaliknya. Ambulance dari RS/Unit Kese-
d) Debu/Bahan Radioaktif dan Sinar-X hatan lain tidak diperbolehkan masuk ke daerah parkir (apron),
Petugas ground-handling kadang-kadang harus menangani dengan alasan :
muatan yang berisi bahan radioaktif. Bila terjadi kebocoran – Keamanan dan keselamatan
dalam pengepakan dapat membahayakan sekitarnya. Dan pesawat – Pengemudi ambulance dari luar belum mengenal daerah dan
udara secara berkala di Rō untuk mengetahui keretakan pada kode-kode di apron.
bagian-bagiannya. Kedua radiasi ini dapat membahayakan ke- – Knalpot ambulance dari luar tidak memakai saringan.
sehatan dan perlu dilakukan usaha pencegahannya.

e) Keadaan yang berbahaya


Petugas teknik pesawat sering harus bekerja di atas sayap
pesawat. Mereka dapat jatuh dan terjadi kecelakaan kerja (ini
hanyalah salah satu contoh).
f) Polusi udara di Bandar Udara
Terjadi karena asap yang keluar dari mesin pesawat, kenda- KEPUSTAKAAN
raan ground handling, dan mobil yang lalu lalang. Juga hem-
1. CASK (Civil Aviation Safety Regulation) - Part 10 : Pilot Licence - Part
busan yang kuat (jet blast) yang keluar dari exhaust pesawat 29 : Medical standards.
menyebabkan debu beterbangan; ini akan menambah tingkat 2. Committee on Aerospace Medicine. Physicians Guide to Airport Medicine.
polusi yang sudah ada. JAMA (Feb. 13) 1967;
3. Ditjen Perhubungan Udara. Petujunjuk-petunjuk tentang Kesehatan Pe-
labuhan Udara.
KEDOKTERAN PENERBANGAN (Aviation Medicine) 4. Siegel S. Airport Health Problems. Dept. of Health, Education, and Wel-
Di bandar udara terdapat banyak masalah yang termasuk fare, Washington DC. May 7, 1963.
dalam Kedokteran Penerbangan. Oleh karena hal tersebut, ban- 5. Reighart L. Medical Service at Airport. Boston, USA.
dar udara merupakan salah satu tempat yang baik bagi Dokter 6. IATA (International Air Transport Association). Medical Manual. April 13
1970.
Penerbangan (Flight Surgeon) untuk mempraktekkan ilmunya, 7. ICAO (International Civil Aviation Organization). Airport Service, Airport
dan pejabat Kepala Seksi Kesehatan di bandar udara sebaiknya Emergency Planning, Doc 9137-AN.898 Part 7, First Ed, 1980.
seorang Dokter Penerbangan(5). 8. Bailey J. Guide to Hygiene and Sanitation in Aviation, Geneva : WHO,
Masalah-masalah tersebut diantaranya ialah : 1977.
9. Mc. Farland. Human Factors In Air Transportation. First Mc Graw-Hill
1) Petugas ATC Book Co 1953, pp. 593 - 632. 405 - 483.
Sesuai dengan ICAO Annex 1 dan CASR (1) semua awak 10. Mohler RS et al. Airport Medical Design Guide. Aerospace Medicine
pesawat dan petugas ATC (Air Traffic Control) harus diperiksa (August) 1972; pp 903 - 911.
kesehatannya secara berkala untuk mendapatkan/memperba- 11. Wirosoekarto, S. Pengakutan Orang Sakit Lewat Udara. Medika 1980; 6
hat<ui lisensinya. Ini menjadi wewenang Ditjen Perhubungan (7):401 - 7.
Kesiapan
Kesehatan Penumpang Airline
Yusbar Mira, Bintarti Sampurna, Lukman Hakim
Garuda Indonesia, Jakarta

ABSTRAK
Bepergian dengan menggunakan pesawat udara komersial merupakan cara yang
cepat, efisien, aman dan menyenangkan. Akan tetapi bagi pasien-pasien tertentu, naik
pesawat udara berarti membuka kemungkinan menerima risiko medis tambahan, yang
kadang-kadang tidak disadari baik oleh pasien maupun dokter mereka. Masalah ke-
tinggian yang menyebabkan hipoksi dan dekompresi, masalah ergonomi, kelelahan,
irama sirkadian, stress sejak keberangkatan hingga mendarat kembali adalah sebagian
dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko medis. Untuk itu dikenal beberapa
pertimbangan yang akan menentukan apakah seseorang/pasien cukup fit untuk terbang
sebagai penumpang pesawat airline/sipil, atau haruskah ia diperlakukan secara khusus.
Dalam makalah ini dikemukakan data pasien yang menggunakan penerbangan
Garuda Indonesia dengan penatalaksanaan medis khusus sesuai dengan ketentuan
IATA–Fitness for Air Travel.
Kata Kunci : fitness - penerbangan - IATA.

PENDAHULUAN cacat yang bepergian dengan pesawat udara komersial; banyak


Teknologi pembuatan pesawat terbang modern berkembang di antara mereka yang mengadakan perjalanan untuk memper-
pesat sekali dalam dekade 90-an, sejalan dengan itu industri jasa oleh pengobatan, maupun pasien yang sengaja ditransportasikan
penerbangan juga menunjukkan pertumbuhan dengan semakin lewat udara. Sedangkan mereka yang berusia lanjut atau mem-
banyak rute penerbangan dibuka dan penambahan frekuensi pe- punyai kelemahan fisik, memilih perjalanan udara karena sing-
nerbangan. Kemajuan teknologi memungkinkan waktu tempuh katnya waktu terbang akan sangat mengurangi kelelahan, di
dipersingkat, sehingga bepergian dengan menggunakan pesawat samping itu pada umumnya perusahaan penerbangan memberi-
udara komersial sekarang ini semakin cepat, aman, efisien dan kan pelayanan khusus bagi mereka.
menyenangkan. Selama penerbangan pesawat terbang merupakan suatu
Pada umumnya orang yang bepergian dengan pesawat udara tempat dengan lingkungan khusus yang dapat mempengaruhi
mempunyai kesehatan yang cukup baik. Terhadap mereka, pe- kenyamanan dan kesehatan pasien tertentu. Efek dari ketinggian,
nerbangan dapat dikatakan tidak mengakibatkan gangguan yang masalah ergonomik, variasi iklim, perubahan zona waktu (irama
bermakna. Akan tetapi dengan pesatnya perkembangan industri. sirkadian) dan faktor-faktor fisik serta fisiologis lainnya harus
jasa penerbangan, meningkat pula jumlah orang sakit, lemah dan diperhatikan. Selain itu juga perlu dipertimbangkan adanya ke-

Makalah ini telah dibacakan pada : Seminar Kesehatan Penerbangan, Surakarta 30


Oktober 1993.
terbatasan ruang dan fasilitas dalam kabin, stress fisik dan mental sesuai dengan kondisinya. Akan tetapi tidak jarang dokter per-
selama menunggu pada saat keberangkatan dan kedatangan, ke- usahaan memutuskan penundaan pengangkutan calon penum-
lelahan dalam perjalanan, dan estetika penempatan pasien dalam pang yang sakit demi keselamatannya, sampai kondisinya di-
kabin. Adanya orang sakit dalam pesawat terbang-memerlukan anggap memungkinkan untuk mengikuti penerbangan.
penanganan yang tepat untuk memberikan kenyamanan yang Perencanaan yang baik sangat diperlukan untuk memberi-
maksimal bagi pasien dan meminimalkan timbulnya gangguan kan pelayanan bagi pengangkutan penumpang yang sakit, oleh
bagi penumpang lain. Beberapa persyaratan harus dipenuhi se- karena itu pembukuan untuk penumpang sakit yang akan ikut
belum diputuskan apakah seorang yang sakit boleh melakukan dengan penerbangan Garuda minimal harus dilakukan 2 (dua)
perjalanan melalui udara. hari sebelum tanggal keberangkatan. Sewaktu mengurus pem-
IATA (International Air Transport Association) member- bukuan, harus membawa formulir MEDIF yang telah disetujui
lakukan ketentuan tentang keadaan pasien yang diperkenankan dan disahkan oleh Pusat Kesehatan dan Pelayanan Medis Garuda
untuk terbang dengan pesawat terbang komersial, dan sebagai Indonesia bila di Jakarta atau dokter langganan Perusahaan bila
salah satu anggota IATA, Garuda Indonesia menggunakan for- di daerah.
mulir MEDIF (Medical Information Form for Air Travel) yang Pada waktu check-in, formulir MEDIF yang telah disetujui
mengacu pada ketentuan tersebut. Pengambilan keputusan bahwa harus diserahkan bersama tiket calon penumpang yang sakit,
seorang pasien dapat mengikuti penerbangan Garuda dengan karena pesawat dan pimpinan awak kabin harus mengetahui
segala persyaratannya, ditentukan oleh Pusat Kesehatan dan keberadaan serta kondisi penumpang sakit yang ikut dalam
Pelayanan Medis Garuda Indonesia. penerbangan mereka.

FASILITAS YANG DAPAT DISEDIAKAN


PERSYARATAN PENGANGKUTAN PENUMPANG
Fasilitas khusus untuk pengangkutan penumpang sakit/
SAKIT
cacat/lemah dapat disediakan oleh perusahaan penerbangan,
Perusahaan penerbangan komersial tidak dapat menerbang-
akan tetapi harus tersedia cukup waktu untuk mempersiapkan-
kan penumpang sakit atau cacat dalam penerbangan berjadual,
nya. Fasilitas tersebut antara lain adalah kursi roda, stretcher,
apabila dengan mengangkut mereka akan menimbulkan kerugi-
oksigen selama perjalanan, diet khusus untuk penderita kencing
an/gangguan pada penumpang sehat. Juga tidak diperkenankan
manis, diet rendah kholesterol, diet rendah garam dan lain-lain.
mengangkut orang sakit yang sikap dan tingkah lakunya dapat
Tabung oksigen di pesawat terdapat balk di kokpit maupun di
membahayakan atau menimbulkan ketegangan pada penum-
kabin, yang jumlahnya berbeda-beda tergantung tipe pesawat,
pang lainnya. Selain itu karena kondisi fisik dan fisiologik se-
dan untuk keadaan damrat medik tersedia doctor's kit.
lama penerbangan dapat mempengaruhi bahkan memperburuk
Fasilitas yang tidak dapat disediakan adalah fasilitas untuk
kondisi pasien dengan penyakit tertentu, maka perusahaan pe-
perawatan khusus, seperti EKG, defibrilator, alat infus. Tenaga
nerbangan mempunyai hak untuk memutuskan dapat tidaknya
medis yang akan mendampingi penumpang sakit sampai saat ini
seorang calon penumpang yang sakit/cacat, ikut dalam pener-
masih harus diusahakan sendiri oleh penumpang.
bangan mereka.
Pada prinsipnya penilaian didasarkan atas pertimbangan
PRINSIP PENILAIAN KESEHATAN CALON PENUM-
fisiologis dan fisik, pengambilan keputusan dilaksanakan oleh
PANG
unit kesehatan perusahaan penerbangan atau dokter yang di-
tunjuk perusahaan. Informasi lengkap tentang keadaan klinis A. Pertimbangan Fisiologik
calon penumpang yang sakit diperlukan untuk pengambilan ke- Lingkungan selama penerbangan pada umumnya tidak
putusan dapat tidaknya ditransportasikan dengan pesawat udara, mengakibatkan gangguan yang bermakna pada penumpang se-
apakah memerlukan pendamping tenaga medis; di samping itu hat, akan tetapi untuk penumpang yang lemah/cacat atau sedang
untuk merencanakan persiapan alat yang harus disediakan misal- menderita penyakit dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
nya stretcher case, kursi roda, oksigen, makanan khusus dan lain- Penyebab terjadinya perubahan fisiologik selama pener-
lain. bangan antara lain adalah :
Dokter yang menangani pasien yang akan ditransportasikan 1) Akselerasi dan deselerasi
pesawat Gamda harus mengisi formulir MEDIF dalam rangkap Gaya akselerasi dan deselerasi yang terjadi pada waktu
3 (tiga), kemudian dokter perusahaan akan memeriksa dan lepas landas dan mendarat bukan merupakan gangguan untuk
memutuskan dapat tidaknya pasien diangkut dengan pesawat penumpang sehat dan penerbangan komersial (airline). Bagi
terbang. Sekaligus ditentukan pula peralatan yang dibutuhkan penumpang yang duduk, gaya yang bekerja adalah pada arah
untuk mengangkut pasien, serta kebutuhan adanya pendamping, abdomen-punggung dan sedikit pada arah kepala-kaki sehingga
apakah cukup pendamping dari keluarga ataukah diperlukan mudah ditoleransi; akan tetapi bagi penumpang sakit yang harus
tenaga medis. berbaring, maka gaya yang bekerja terjadi sepanjang sumbu
Kadang-kadang calon penumpang yang sakit boleh terbang badan, sehingga efeknya cukup bermakna.
tanpa persyaratan tertentu (seperti penumpang sehat) atau diper- Bila kepala terletak di arah depan pada saat lepas landas, dan
bolehkan mengikuti penerbangan dengan syarat-syarat tertentu, pesawat dalam posisi climbing akan terjadi venous pooling, yang
dapat mengakibatkan penurunan output jantung; hal ini mungkin 4) Perbedaan waktu dan irama sirkadian
membahayakan pasien-pasien dengan kondisi tertentu. Problem yang terjadi karena penerbangan jarak jauh adalah
Untuk menghindari hal tersebut, posisi yang dianjurkan ke- kelelahan dan gangguan irama sirkadian karena perbedaan
pala di arah belakang, sehingga bila ditakutkan terjadi gangguan waktu. Dalam penerbangan dari timur ke barat dan sebaliknya,
pada kepala akibat gaya akselerasi ke kepala, dengan mudah dalam beberapa jam akan dilampaui beberapa zona waktu, se-
dapat diatasi dengan meninggikan letak kepala dan badannya. hingga sikluskehidupan sehari-hari akan mengalami perubahan.
2) Masalah ketinggian dan perubahan tekanan udara Apabila perbedaan waktu di tempat baru dan di tempat asal
Pasien pada umumnya tidak diperkenankan terbang kalau mencapai 12 jam, diperlukan waktu kurang lebih satu minggu
penyakitnya akan memburuk bila terpapar lingkungan yang untuk penyesuaian dan bila perjalanan dari barat ke timur, waktu
hipoksik atau tekanan udara yang rendah. Semakin tinggi dari penyesuaian akan lebih lama dibandingkan bila terbang dari
permukaan laut, tekanan udara akan semakin rendah. timur ke barat. Gangguan yang timbul adalah kurang tidur
Pesawat terbang modern pada umumnya beroperasi pada karena perbedaan waktu tidur, dan gangguan pencernaan karena
ketinggian di antara 25.000 kaki – 40.000 kaki dengan tekanan perbedaan waktu makan.
dalam kabin yang dipertahankan agar setara dengan tekanan 5) Stress
pada ketinggian antara 5.000 kaki – 7.000 kaki, sistem kabin Stress dapat timbul selama dalam perjalanan, baik stress
bertekanan pada umumnya dapat mengatasi masalah fisiologis fisik maupun mental, yang terjadi sewaktu menunggu ke-
yang timbul pada ketinggian tersebut. berangkatan atau di ruang kedatangan karena ruangan tunggu
Pada ketinggian 6.000 kaki tekanan parsial oksigen di yang kurang nyaman, penundaan jadual penerbangan, fasilitas
alveoli akan turun dari 103 mmHg menjadi 77 mmHg, dan yang terbatas selama perjalanan serta perubahan lingkungan/
saturasi oksigen akan turun 3%. Penurunan tekanan parsial cuaca/zona waktu.
oksigen ini tidak akan mengganggu penumpang yang relatif
sehat, namun dapat mengganggu penumpang penderita penyakit B. Pertimbangan Fisik
yang peka dengan keadaan hipoksia seperti beberapa penyakit 1) Masalah Ergonomik
jantung (gagal jantung, infark miokard), anemia berat, gangguan Ruangan yang tersedia di pesawat sangat terbatas sehingga
sirkulasi darah otak, fungsi paru yang kurang baik dan lain-lain. menyulitkan posisi pasien yang karena sakitnya masih bisa
Pasien dengan bronkitis kronik, emfisema, bronkiektasis dan duduk, tetapi memerlukan tempat yang longgar, seperti kaki
korpulmonale, mungkin membutuhkan O2 tambahan selama yang digips, lutut yang tidak dapat ditekuk dan lain-lain.
penerbangan. Bila waktu penerbangan lama, pemberian O2 Di dalam pesawat sebenarnya terdapat beberapa tempat
murni dilakukan di kabin, sehingga mungkin dapat dipilih cara duduk yang lebih longgar dari tempat lainnya, seperti di deretan
oximetri-telinga sebagai cara melakukan kontrol selama pe- paling depan dari kelas ekonomi, dan di dekat pintu darurat.
nerbangan. Akan tetapi tempat duduk deretan paling depan tersebut biasanya
Terbang dengan tekanan udara kabin yang setara dengan diberikan kepada ibu yang membawa bayi, sedangkan peraturan
ketinggian 6.000 kaki juga berarti berada pada lingkungan keselamatan penerbangan melarang ditempatkannya seorang
dengan tekanan udara kurang lebih 610 mmHg. Hal ini akan penumpang sakit di depan pintu darurat. Oleh karena itu pe-
mengakibatkan meningkatnya volume gas di dalam rongga- numpang yang memerlukan tempat yang lebih longgar harus
rongga tubuh sesuai dengan Hukum Boyle; 100 ml gas akan mempergunakan stretcher atau duduk di first class.
mengembang menjadi 130 ml. 2) Pemakaian stretcher
Keadaan ini akan mengganggu penumpang dengan pe- Penumpang sakit yang tidak dapat duduk, atau yang sakitnya
nyakit THT seperti sinusitis, radang telinga tengah, terutama bila cukup berat dan mengharuskannya untuk berbaring, dapat di-
banyak lendir di dalam saluran, yang akan menghambat ter- angkut dengan menggunakan stretcher. Untuk pemasangan
jadinya penyesuaian tekanan udara. Demikian juga mereka stretcher diperlukan sembilan tempat duduk dan ruangan stretcher
yang menderita penyakit gigi, penyakit saluran pencernaan, tersebut dipisahkan dari tempat duduk penumpang dengan
pneumotoraks, dapat terganggu karena mengembangnya gas menggunakan tirai.
dalam rongga tubuh. Penumpang yang sakit cukup berat harus diantar oleh tenaga
3) Rasa takut dan cemas kesehatan (dokter atau perawat), karena awak kabin tidak dilatih
Banyak orang yang mempunyai rasa takut atau merasa untuk memberikan perawatan/pengobatan penumpang sakit.
cemas dengan perjalanan udara. Sebagian memang pada dasar- Selain itu sebagai pengelola makanan, mereka tidak diperboleh-
nya takut naik pesawat udara, mereka yang bila dibebaskan untuk kan memegang peralatan yang dipergunakan penumpang sakit.
memilih, pilihan mereka adalah tidak mengadakan perjalanan
atau perjalanan dengan kendaraan darat. PENYAKIT/KEADAAN YANG PERLU PERTIMBANG-
Awak pesawat dilatih untuk mengenali, memperkirakan AN MEDIK
serta menangani penumpang yang takut atau cemas. Biasanya IATA melaporkan bahwa dari 120 perusahaan penerbangan
dengan tindakan persuasi sudah berhasil. Penumpang yang (airline), selama tahun 1977–1984 telah terjadi 577 kematian
mempunyai kecemasan berlebihan sebaiknya meminum obat penumpang dalam penerbangan. Umumnya mereka adalah pe-
penenang sebelum terbang. numpang yang tampak sehat, dan meninggal aldbat serangan
jantung. Dari 17 juta penumpang yang diangkut oleh British diperkenankan terbang. Pasien dengan toleransi rendah terhadap
Airways selama kurun waktu 1979–1980, telah terjadi 1063 latihan (dispnu setelah berjalan 50 m) memerlukan penilaian
medical accident, 8 di antaranya termasuk major accident. lebih lanjut dengan uji fungsi paru. Pasien pasca operasi rongga
Sedangkan 1 dari 350 penumpang yang diangkut oleh British dada, sebaiknya baru diperkenankan terbang setelah 3 minggu
Airways dilaporkan adalah mereka yang mempunyai cacat/ pasca operasi karena adanya bahaya ekspansi udara di rongga
kelemahan fisik (disability). The American Medical Services dada yang dapat menambah kerusakan jaringan paru-paru. Ka-
memperkirakan 46–47 kematian penumpang per tahun terjadi rena alasan yang sama, pasien pneumotoraks tidak diperkenan-
di Amerika. kan terbang, sampai gambaran radiologik menunjukkan pe-
Oleh karena itu penilaian kondisi calon penumpang yang ngembangan paru.
sakit untuk dapat diizinkan melakukan perjalanan dengan pe- Penyakit darah
sawat udara sangat penting untuk mencegah terjadinya medical Pasien dengan anemia berat, biasanya bila kadar Hb di
emergency maupun kematian selama penerbangan. bawah 7,5 g/100 ml (50%, atau jumlah sel darah merah kurang
Penyakit atau keadaan yang memerlukan pertimbangan da- dari 2,5 juta per mm3, merupakan kontraindikasi untuk terbang.
pat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu : Penderita leukemia selain karena keadaan anemia juga cenderung
mengalami perdarahan; karena itu penderita penyakit ini hanya
1) Penyakit yang diperberat oleh perjalanan udara diperkenankan terbang dalam upaya mendapatkan pengobatan.
Perjalanan dengan pesawat terbang mengakibatkan keadaan Penyakit kencing manis
yang akan memperberat penyakit, yaitu hipoksia karena berku- Penyakit kencing manis tidak diperkenankan terbang apa-
rangnya suplai oksigen, dan terjadinya pengembangan gas di bila kadar gula darah puasa melebihi 250 mg/100 ml, atau
dalam rongga tubuh. memakai insulin lebih dari 50 unit per hari.
Yang akan diperberat oleh kondisi hipoksia adalah penyakit Penyakit susunan saraf pusat
jantung, paru-paru, kelainan darah, kencing manis, gangguan Pasien yang belum genap 3 minggu mengalami serangan
sistem saraf, epilepsi dan lain-lain. Sedangkan yang diperberat stroke atau infark serebral akut, tidak diijinkan terbang. Dan
oleh karena terjadinya pengembangan gas dalam rongga tubuh karena pasien seperti ini sering confused, maka sebaiknya ada
antara lain adalah sinusitis, radang telinga tengah, gangguan yang mendampingi.
pencernaan, pneumotoraks, TBC paru dengan kavitas dan se- Adanya udara dalam rongga kepala (karena patah tulang ke-
bagainya. pala) merūpakan kontraindikasi untuk terbang, tetapi penderita
Penyakit Kardiovaskuler trauma kepala, tumor otak pada umumnya diijinkan terbang
Gagal jantung yang tidak terkontrol dan infark miokard dengan perhatian khusus dan persiapan oksigen.
yang terjadi kurang dari 6 minggu, adalah kontraindikasi untuk Pasien epilepsi sebaiknya dinaikkan dosis obatnya 24 jam
terbang. Penumpang dengan penyakit tekanan darah tinggi yang sebelum terbang, mengingat kemungkinan timbulnya serangan
berat, diperkenankan mengadakan perjalanan dengan pesawat akibat faktor hipoksia, hiperventilasi, kelelahan dan stress.
udara bila yang bersangkutan minum obat dan sebaiknya tidak Penyakit saluran pencernaan
mengadakan perjalanan jauh/lama, karena hipoksia akan me- Setidaknya dibutuhkan waktu 10 hari, sebelum pasien yang
naikkan tekanan darah. baru mengalami operasi abdomen diperbolehkan terbang. Waktu
Penderita angina pektoris berat sebaiknya juga tidak me- ini dapat diperpanjang apabila ada komplikasi ileus paralitik.
lakukan perjalanan udara dan bila terpaksa harus disediakan Pasien pasca operasi besar seperti pemotongan usus, baru
oksigen selama perjalanan. Pasien dengan cardiac reserve yang dapat diizinkan melakukan perjalanan melalui udara 6 minggu
buruk membutuhkan penilaian yang teliti sebelum diizinkan setelah operasi. Perdarahan di saluran cerna dapat aktif selama
terbang. Sebagai petunjuk praktis dapat dikatakan bahwa pasien penerbangan, sehingga sebaiknya pasien dilarang terbang se-
yang dapat berjalan sejauh 80 m dan naik 10–12 anak tangga belum 3 minggu pasca perdarahan terakhir. Pasien dengan
tanpa gejala sesak nafas, diperkenankan menjadi penumpang ileostomi atau kolostomi perlu membawa dressing lebih banyak
pesawat terbang. selama penerbangan, karena kantong kolostomi akan terisi lebih
Penyakit saluran pernafasan cepat.
Penderita penyakit pm-pm dengan kapasitas vital kurang
dari 50% seperti pada pneumonia, bronkhiektasis, emfisema, Penyakit THT
fibrosis atau keganasan, dapat mengalami hipoksia pada ke- Pasien yang baru mengalami operasi telinga tengah, sebaik-
tinggian rendah, misalnya 5.000 kaki; Oleh karena itu harus nya tidak terbang sampai rongga telinga tengah kering dan luka
tersedia oksigen selama perjalanan. Pasien asma yang tidak teratasi dengan baik. Penderita gangguan sinus, infeksi kronis
dalam serangan atau dalam keadaan terkontrol tidak dilarang hidung dan radang telinga tengah sebaiknya menunda perjalanan
untuk terbang, namun bila masih memproduksi banyak sputum dengan pesawat terbang.
sebaiknya tidak diperkenankan terbang, karena selain akan mem- Cidera patah tulang
pengaruhi ventilasi paru, hal tersebut juga akan mengganggu Pasien patah tulang dengan gips sebaiknya tidak terbang
penumpang lain. bila pada daerah yangcedera tersebut masih edema, karena udara
Pada umumnya, pasien dengan dispnu saat istirahat tidak yang terjebak di dalamnya akan mengembang dan dapat menim-
bulkan nyeri. Patah tulang belakang dan sendi panggul harus pesawat akan menimbulkan kesulitan administratif, di samping
mendapat perhatian khusus, karena goncangan pesawat sewaktu terganggunya jadual penerbangan. Selain itu juga mengakibat-
lepas landas atau mendarat akan mempengaruhi pasien. kan stres pada awak pesawat serta penumpang lainnya.
2) Penyakit menular atau yang membahayakan kesehatan
DATA PENUMPANG GARUDA DENGAN PERTIM-
penumpang lain
BANGAN MEDIK KHUSUS SESUAI KETENTUAN
Secara umum perusahaan penerbangan tidak diperkenankan
IATA SELAMA TAHUN 1991 – 1992
mengangkut seseorang yang menderita penyakit menular, ter-
Dalam kurun waktu tahun 1991 dan 1992, jumlah penum-
masuk penyakit karantina, karena risiko terjadinya penularan
pang sakit/cacat/lemah yang terbang dengan Garuda Indonesia
kepada penumpang lain.
setelah mendapat izin dengan penatalaksanaan medik khusus,
3) Pasien yang ofensif (eenderung menyerang) atau meng- sesuai ketentuan IATA adalah 208 orang dan 189 orang.
ganggu penumpang lain Yang paling banyak dijumpai adalah kasus Penyakit Su-
Penumpang yang kondisi medis dan perilakunya ofensif, sunan Syaraf Pusat (26%). Hampir setengahnya adalah yang
penderita penyakit jiwa dengan perilaku yang mengganggu harus menderita kelainan akibat stroke hemorhagik (12%). British
diberi preparat penenang dan disertai pendamping. Penderita Airways melaporkan keadaan yang sama, bahwa kasus yang pa-
psikosis akut merupakan kontra indikasi terbang; psikosis dalam ling sering dijumpai adalah masalah medik yang berhubungan
episode tenang apabila menunjukkan gejala agresif harus diikat dengan gangguan Susunan Syaraf Pusat.
di tempat duduknya. Calon penumpang yang mabuk minuman Penumpang dengan penyakit saluran cerna, termasuk tumor
keras tidak diperbolehkan naik pesawat terbang. intra abdomen, tercatat sebagai kasus terbanyak nomor dua, yaitu
14%. Sedangkan kasus penyakit jantung dan pembuluh darah,
4) Keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan
penyakit saluran nafas, dan pasien dengan stadium lanjut ke-
khusus
ganasan, jumlahnya kira-kira sama yaitu sekitar 8%. Yang pa-
Kehamilan
ling sedikit adalah kasus gangguan jiwa, hanya 0,5%.
Hamil tua merupakan kontra indikasi untuk perjalanan de-
Penanganan untuk penumpang hamil selama dua tahun
ngan pesawat terbang, dan setiap ibu hamil tentu tidak akan
jumlahnya 30 kasus (7,5%), akan tetapi lebih dari setengah dari
pernah membayangkan untuk melahirkan di pesawat terbang.
kasus yang dijumpai ternyata calon penumpang dengan usia
Karena alasan tersebut, dan adanya risiko terjadinya kelahiran
kehamilan kūrang dari 32 minggu (16 kasus), yang sebetulnya
prematur akibat stress fisiologik dan psikologik dari lamanya
tidak memerlukan pertimbangan khusus. Jumlah kasus dengan
waktu penerbangan, batas usia kehamilan yang masih diperke-
usia kehamilan 32 – 36 minggu adalah 12, dan hanya satu kasus
nankan dalam penerbangan jarak jauh adalah kehamilan kurang
diketahui usia kehamilannya lebih dari 36 minggu.
dari 36 minggu, untuk primi gravida; sedangkan batas untuk
Lebih dari setengah penumpang sakit yang mengadakan
multi gravida adalah 32 minggu. Untuk penerbangan jarak dekat
perjalanandenganGarudadiangkutdenganstretcher, yaitu sekitar
(domestik), tidak ada pembatasan usia kehamilan bagi primi
63% kasus menggunakan kursi roda, dan sisanya dapat duduk
gravida, sedangkan batas usia kehamilan yang masih diperke-
biasa. Dari sejumlah 397 penumpang sakit yang terbang, 367
nankan bagi multi gravida adalah 36 minggu. Semua kondisi di
di antaranya harus didampingi (92%). Pendampingnya adalah
atas masih disertai catatan bahwa kehamilannya normal, dan
keluarga sendiri (49%), perawat (25%), dokter (18%), dokter dan
riwayat persalinan terdahulu juga normal.
perawat (4%), dokter dengan keluarga (1%), serta sisanya di-
Bayi
dampingi oleh perawat dan keluarga. Penumpang sakit yang ha-
Bayi yang lahir cukup bulan, tidak mempunygi kelainan
rus diangkut dengan stretcher semuanya membutuhkan tenaga
jantung dan sistim pernafasan, umumnya mempunyai toleransi
medis sebagai pendamping baik dokter, perawat, bahkan ka-
yang cukup baik terhadap perjalanan melalui udara. IATA dalam
dang-kadang kedua-duanya.
buku petunjuk pengangkutan penumpang sakit menetapkan umur
7 (tujuh) hari sebagai batas diijinkannya bayi naik pesawat
KESIMPULAN
terbang. Pada waktu pesawat turun, sebaiknya bayi dalam keada-
Garuda Indonesia telah mentransportasikan penumpang sa-
an terbangun dan diberi minum, untuk mencegah terjadinya
kit/cacat/lemah sesuai dengan ketentuan IATA. Dengan prose-
barotitis media.
dur yang telah dilaksanakan selama ini, kasus-kasus yang minta
Orang lanjut usia
izin untuk terbang umumnya memang kasus yang harus men-
Tidak ada kontra indikasi untuk melakukan perjalanan udara
dapatkan pertimbangan medik khusus, kecuali kasus kehamilan
karena faktor usia saja, karena toleransi orang tua sehat terhadap
yang berusia kurang dari 32 minggu.
masalah ketinggian adalah sama dengan orang berusia lebih
muda. KEPUSTAKAAN
Kasus-kasus terminal
Calon penumpang yang sakit berat dan tidak akan bertahan 1. Adi Asmono. Ilmu Kesehatan Penerbangan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
sampai dengan akhir perjalanan, tidak dapat diangkut dengan Garuda Indonesia, 1988. pp 103-116.
pesawat terbang. Apabila pasien tersebut sampai meninggal di 2. Spoor DH. The Passenger and the Patient in Flight. In de Hart (ed) :
Fundamentals of Aerospace Medicine. Philadelphia: Lea & Febiger, 1985, 14 6 20
pp 595–610.
3. Harding RM, Mills FJ. Aviation Medicine. 2nd ed Br Med J 1983, 20–54. VI. Patah Tulang
4. Dhenin SG. Aviation Medicine, Health and clinical aspects. Trimed Book 1. Patah tulang Kolumna Vertebralis 7 8 15
limited, London, 1978. 2. Patah tulang lainnya 6 7 13
13 15 28
VII. Penyakit Tulang, Sendi & Otot 4 9 13
Lampiran 1. Data Penggunaan Form IATA Penumpang Garuda Selama
Tahun 1991 dan 1992 VIII. Penyakit Diabetes Mellitus dengan Penyulit
a. Berupa kelainan pembuluh darah, ginjal, 8 7 15
Golongan Penyakit 1991 1992 Total
saraf
I. Penyakit Susunan Saraf b. Infeksi/Gangren 2 – 2
1. Stroke hemorhagik 23 25 48
10 7 17
2. Stroke non hemorhagik 4 9 13
3. Kelumpuhan 16 6 22 IX. Manula dengan Kelemahan 3 2 5
4. Tumor otak 9 5 14
5. Hidrosefalus 1 1 2 X. Keganasan Lain/Stadium Lanjut 18 17 35
6. Pasca Peradangan Otak 2 2 4 14 16 30
XI. Kehamilan
55 48 103
XII. Gangguan Jiwa 2 – 2
II. Penyakit Jantung & Pembuluh Darah
1. Gagal Jantung 4 4 8 XIII. Lain-lain
(Combustio, Trauma, Post Operasi lain, dll). 12 11 23
2. Infark Miokard 2 2 4
3. Insufisiensi koroner 4 1 5
Total 208 189 397
4. Hipertēnsi 6 4 10
5. Penyakit Jantung Kongenital 2 – 2
6. Aneurisma Aorta 1 1 2
19 12 31
III. Penyakit Saluran Cerna
1. Tumor Intra Abdomen Lampiran 2. Data Angkutan Penumpang Sakit Garuda Selama Periode
a. Hepatoma 10 10 20 Tahun 1991 dan 1992
b. Tumor 3 5 8
Cara Pengangkutan
2. Sirosis Hepatis 6 5 11
Jumlah
3. Pasca Operasi Laparatomi 6 7 13 Stretcher Wheel Sitting Case
4. Ulkus Lambung 1 1 2 Case Chair Accompanied
26 28 54 1991 1992 1991 1992 1991 1992 1991 1992
IV. Penyakit Saluran Nafas 208 189 132 117 42 41 34 31
1. Asma Bronkhial 3 5 8
2. Penyakit Paru Obstruktif Menahun – 3 3 Jumlah Escorted by
3. Keganasan Jumlah Penum-
a. Karsinoma Paru 10 9 19 Penum- pang
b. Karsinoma Nasofaring 3 1 4 pang Harus Doctor Nurse Other
D+N D+O N+O
c. Karsinoma Laring I – 1 Sakit Didam- (D) (N) (O)
4. Efusi Pleura 1 – 1 pingi
18 18 36 '91 '92 '91 '92 '91 '92 '91 '92 '91 '92 '91 '92 '91 '92 '91 '92
V. Penyakit Ginjal & Saluran Kemih 208 189 193 174 41 26 53 40 93 86 3 12 1 3 2 7
1. Kegagalan Ginjal 6 1 7
2. Hipertrof/Karsinoma Prostat 3 4 7
3. Sindrom Nefrotik 2 1 3
4. Karsinoma Ginjal 2 – 2
5. Pasca Transplantasi Ginjal 1 – 1

Only the man who knows much can know how little he knows
Lakespra Saryanto
sebagai Pusat Pembinaan
Kesehatan Penerbangan
Kol. Kes. Dr. Hartono P. DSKP
Perkespra Pusat, Jakarta

ABSTRAK
TNI Angkatan Udara sebagai pembina berbagai aspek kedirgantaraan nasional pada
tahun 1965 telah mendirikan Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa
(Lakespra), yang bertujuan untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
kegiatan penerbangan. Lembaga ini didirikan selain untuk menghadapi perkembangan
ilmu dan teknologi kedirgantaraan saat itu, juga disiapkan untuk mengantisipasi per-
kembangan yang akan timbul dalam dekade berikutnya.
Pimpinan Lembaga yang pertama adalah Alm. Dr. Saryanto, yang selanjutnya nama
beliau diabadikan pada sebutan resmi Lembaga Kesehatan Penerbangan ini.
Tugas pokok dari Lakespra Saryanto adalah membina kesehatan awak pesawat dan
petugas khusus TM-AU, agar mereka dapat tetap sehat serta fit untuk menjalankan tugas-
tugas terbangnya. Dalam perkembangan selanjutnya Lembaga ini ternyata tidak saja
berfungsi dalam pembinaan kesehatan penerbangan di lingkungan TM-AU, tetapi juga
dalam lingkup ABRI maupun Nasional pada umumnya.
Bidang-bidang tugas yang selama ini dilaksanakan meliputi antara lain : seleksi
calon maupun anggota awak pesawat, Indoktrinasi dan Latihan Aerofisiologi (ILA),
Rehabilitasi medik awak pesat, pemeliharaan dan peningkatan kesempatan jasmani,
penelitian dan pengembangan kesehatan penerbangan serta pendidikan di bidang ke-
sehatan penerbangan.
Lakespra Saryanto juga aktif dalam membina kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan Kedirgantaraan misalnya : Aerosport (FASI), Tim Pendaki Gunung, Human
Engineering IPTN, Evakuasi Medik Udara dan lain-lain.

PENDAHULUAN Saryanto, yang namanya kemudian diabadikan pada nama 1em-


TNI Angkatan Udara sebagai Pembina Kedirgantaraan Na- baga ini menjadi Lakespra Saryanto. Lembaga ini berperan aktif
sional pada tahun 1985 telah mendirikan Lembaga Kesehatan dalam menangani berbagai masalah kesehatan penerbangan di
Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA), yang bertuju- lingkungan TNI-AU/ABRI maupun lingkup Nasional pada
an untuk mewadahi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan umumnya.
penanganan masalah-masalah kesehatan dalam dunia pener- Secara organisatoris Lakespra Saryanto merupakan satuan
bangan. Lembaga ini dipimpin pertama kali oleh almarhum dr. pelaksana pusat Direktorat Kesehatan TNI-AU, yang mem-
Makalah ini telah dibacakan pada: Seminar Kesehatan Penerbangan, Surakarta
30 Oktober 1993.
punyai tugas pokok untuk membina kesehatan awak pesawat kesehatan awak pesawat TNI-AU/ABRI maupun nasional, se-
serta petugas khusus matra udara lainnya. Termasuk dalam pem- jalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
binaan ini adalah upaya pemeliharaan dan peningkatan kesapta- penerbangan yang terjadi. Kegiatan tersebut meliputi aspek
an jasmani seluruh anggotaTNl-AU. Dalam program pembinaan seleksi media calon awak pesawat, retensi awak pesawat, ILA,
awak pesawat ini, Lakespra Saryanto menyelenggarakan uji Pendidikan di bidang kesehatan Penerbangan serta upaya-upaya
badan baik yang bersifat seleksi maupun periodik, Indoktrinasi lainnya yang berkaitan dengan dukungan terhadap unsur manusia
dan Latihan Aerofisiologi (ILA), serta program rehabilitasi dalam rangka mewujudkan keamanan serta keselamatan pener-
medik terhadap kelainan-kelainan yang berhubungan dengan bangan.
tugas penerbangan.
Uji Badan
Sebagai suatu lembaga ilmiah Lakespra Saryanto juga me-
Kegiatan ini dilaksanakan terhadap calon maupun anggota
laksanakan berbagai pendidikan, latihan, penelitian dan pe-
awak pesawat dan petugas khusus matra udara lainnya, dalam
ngembangan dalam bidang ilmu pengetahuan serta teknologi
rangka program seleksi, retensi serta pemeriksaan atas indikasi
kesehatan penerbangan, baik yang diselenggarakan secara man-
medik maupun non medik seperti misalnya : pasca kecelakaan
diri maupun bekerjasama dengan instansi-instansi ilmiah yang
pesawat, pasca perawatan rumah sakit dan lain-lain.
terkait misalnya FKUI, IPTN dan lain-lain.
Pada tahun 1985 Lakespra Saryanto telah mendapat suatu
kehormatan dari pemerintah yang berupa kepercayaan untuk
ORGANISASI
memeriksa dan melakukan seleksi terhadap para calon Anta-
Struktur organisasi Lakespra Saryanto ditetapkan berdasar-
riksawan Indonesia, dalam program penerbangan Space Shuttle.
kan Surat Keputusan Kasau No. Kep/20/III/1985 tanggal 11
Maret 1985, yang tertuang dalam bentuk Pokok-pokok Organi- ILA
sasi dan Prosedur Lakespra Saryanto. Kegiatan Indoktrinasi dan Latihan Aerofisiologi ditujukan
Secara garis besar susunan organisasi yang telah ditetapkan terhadap penerbang, awak pesawat lain maupun petugas khusus
adalah sebagai berikut : matra udara yang memerlukan penyegaran dan pemantapan
a. Eselon Pimpinan pengetahuan di bidang Aerofisiologi. Pengetahuan ini sangat
b. Eselon Pembantu Pimpinan, yang terdiri dari : penting dalam rangka menghadapi dampak-dampak fisiologi
1. Sekretaris lembaga penerbangan selama menjalankan tugasnya sehari-hari.
2. Kelompok Ahli Lakespra Saryanto juga telah berperan aktif dalam mem-
c. Eselon Pelaksana, yang terdiri dari : berikan dukungan sarana, fasilitas, tenaga ahli maupun program
1. Laboratorium Aerofisiologi ahli tenaga kesehatan penerbangan terhadap kelompok-kelom-
2. Laboratorium Penunjang pok masyarakat yang melakukan kegiatan di suatu ketinggian,
3. Aeroklinik misalnya : tim pendaki gunung, tim terjun payung, tim olah raga
4. Klinik Kesamaptaan Jasmani gantolle dan lain-lain.
Rehabilitasi Medik
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Merupakan upaya pemulihan medik terhadap awak pesawat
Tugas pokok Lakespra Saryanto adalah membina awak
yang mengalami gangguan-gangguan fisik maupun psikologis,
pesawat dan petugas khusus matra udara TNI-AU/ABRI serta
sebelum mereka ditugaskan terbang kembali secara cepat dan
memelihara dan meningkatkan kesamaptaan jasmani anggota
aman. Upaya ini tidak terbatas pada aspek pemulihan jasmaniah
TM-AU dalam rangka menunjang terlaksananya tugas-tugas
saja tetapi juga menyangkut aspek kejiwaan/psikologi serta per-
operasional penerbangan dengan sebaik-baiknya. Dalam pelak-
ubahan/pemantapan perilaku yang diperlukan sesuai dengan
sanaan tugas pokok tersebut, Lakespra Saryanto menyeleng-
tugas-tugasnya sebagai awak pesawat.
garakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a) Uji badan calon anggota awak pesawat Pemeliharaan dan Peningkatan Kesamaptaan Jasmani
b) ILA bagi awak pesawat dan petugas khusus matra udara Merupakan upaya untuk mewujudkan tingkat kesegaran
c) Rehabilitasi medik awak pesawat dan petugas khusus matra jasmani yang setinggi-tingginya dari para awak pesawat, agar
udara mereka senantiasa nampak memikul beban tugas fisik yang
d) Pemeliharaan dan peningkatan kesamaptaan jasmani ang- cukup berat dalam tugasnya sehari-hari di angkasa raya.
gota TM-AU Upaya ini diwujudkan dalam bentuk program-program la-
e) Pendidikan di bidang Kesehatan Penerbangan tihan aerobik maupun non-aerobik (weight training) terhadap
f) Penelitian dan pengembangan ilmu Kesehatan Penerbangan awak pesawat dan anggota lainnya, dalam rangka mencapai
g) Kegiatan Pusat Rujukan Diagnostik bagi jajaran Kesehatan kesamaptaan pada sistem otot/rangka tubuh.
TNI-AU.
Pendidikan di bidang Kesehatan Penerbangan
Sebagai lembaga ilmiah Lakespra Saryanto menyelenggara-
KEGIATAN LAKESPRA SARYANTO kan fungsi-fungsi peningkatan kualifikasi dan profesionalisme
Lakespra Saryanto sejak tahun 1965 hingga saat ini telah di bidang Kesehatan Penerbangan & Ruang Angkasa dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatannya dalam lingkup pembinaan bentuk pelaksanaan sekolah, kursus, penataran dan temu ilmiah
bagi petugas medik maupun paramedik. Kegiatan pendidikan Alat ini disebut juga decompression chamber yang me-
rutin yang hingga kini dilaksanakan di Lakespra Saryanto, antara rupakan sarana pelatihan dan seleksi awak pesawat dalam hal
lain : simulasi kondisi atmosfir di suatu ketinggian, yang ditandai
a) Pendidikan S-2 Kedokteran Penerbangan dengan menurunnya tekanan udara, kandungan oksigen, ke-
b) Sekolah Kesehatan Penerbangan & Ruang Angkasa (Se- lembaban dan suhu udara. Altitude chamber ini dapat mensimu-
kespra) lasikan kondisi atmosfir hingga ketinggian 35.000–40.000 kaki.
c) Sekolah Perawat Udara (Sewatud)
c) Basic Orientation Trainer (BOT)
d) Penataran Kesehatan Penerbangan
Merupakan sarana pelatihan awak pesawat untuk mengenali
e) Kursus Aerophysiological Training Operator
keterbatasan-keterbatasan alat keseimbangan yang dimiliki
f) Membantu satuan TNI-AU/ABRI dan instansi pemerintah
manusia, khususnya dalam menginterprestasi gerakan-gerakan
maupun non pemerintah, dalam menyelenggarakain pendidikan
pesawat di udara serta ilusi-ilusi yang dapat timbul akibat salah
yang berkaitan dengan masalah Kesehatan Penerbangan.
persepsi alat keseimbangan tersebut.
Penelitian dan Pengembangan
d) Night Vision Trainer (NVT)
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di bidang Litbang ini
Merupakan sarana pelatihan awak pesawat untuk pema-
meliputi antara lain :
haman tentang mekanisme fisiologik proses penglihatan baik
a) Upaya Litbang di bidang keamanan dan keselamatan pe-
siang maupun malam hari. Khusus untuk penglihatan malam,
nerbangan khususnya pengkajian terhadap unsur Manusia dan
alat ini dapat mendemonstrasikan keterbatasan-keterbatasan
pengaruh Lingkungan Penerbangan.
kemampuan mata dalam keadaan gelap.
b) Membantu Satuan-satuan TNI-AU/ABRI dan instansi lain-
Selain itu dengan menggunakan alat ini, awak pesawat da-
nya dalam menyelenggarakan Litbang yang berkaitan dengan
pat dilatih untuk membiasakan diri dengan cara-cara yang tepat
bidang Kesehatan Penerbangan & Ruang Angkasa.
untuk melihat obyek di malam hari secara efektif dan efisien.
c) Melaksanakan uji coba terhadap kegiatan-kegiatan medik
dalam penerbangan, yang dapat disimulasikan dengan bantuan e) Ejection Seat Trainer
peralatan/fasilitas Aerofisiologi yang dimiliki oleh Lakespra Merupakan sarana pelatihan awak pesawat dalam mensi-
Saryanto. mulasikan gerakan dan mekanisme bekerjanya kursi lontar pada
d) Membantu satuan-satuan TNI-AU/ABRI dan instansi lain- pesawat-pesawat tempur.
nya dalam menyelenggarakan uji coba terhadap peralatan ke- Melalui pelatihan ini diharapkan penerbang sudah percaya
amanan dan keselamatan penerbangan, dengan menggunakan diri apabila suatu saat berada dalam keadaan darurat harus me-
peralatan/fasilitas Aerofisiologi yang dimiliki oleh Lakespra lontarkan dirinya ke luar pesawat, dengan menggunakan kursi
Saryanto. pelontar pada pesawat tempur.
Kegiatan Pusat Rujukan Diagnostik f) Oxy Fault Trainer
Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dalam menjalankan Alat ini digunakan untuk melatih awak pesawat dalam me-
fungsinya sebagai Pusat Rujukan Diagnostik ini, Lakespra nanggulangi gangguan-gangguan pada sistem pernafasan oksi-
Saryanto melakukan tugas-tugas : gen di pesawat terbang, sehingga apabila penerbang tersebut
a) Konsultasi dan Evaluasi Medik terhadap awak pesawat dan mengalami kejadian yang sebenarnya tidak akan sempat mem-
petugas khusus matra udara yang mengalami permasalahan ke- bahayakan keselamatan jiwanya.
sehatan, yang tidak dapat ditangani oleh satuan-satuan bawah.
g) Positive Pressure Breathing Rig
b) Evaluasi Medik terhadap kasus-kasus khusus yang mem-
Alat ini merupakan sarana pelatihan awak pesawat dalam
butuhkan kebijaksanaan waiver dari Pimpinan TNI-AU.
membiasakan diri bernafas melalui peralatan oksigen di dalam
c) Evaluasi Medik terhadap kelainan-kelainan di bidang ke-
pesawat, dengan tekanan positif pada maskernya. Hal ini harus
sehatan yang tidak dapat didiagnosis secara tuntas di fasilitas-
dilakukan apabila penerbang tempur menjalankan tugas terbang
fasilitas kesehatan TNI-AU di daerah.
tinggi (high altitude flying) yaitu sekitar 40.000 kaki, sehingga
untuk menghindari keadaan hipoksia penerbang tersebut perlu
PERALATAN KESEHATAN MATRA DIRGANTARA
diberikan aliran oksigen 100% dengan tambahan tekanan
Beberapa peralatan kesehatan khas matra dirgantara yang
dalam masker f 2 mmHg dibandingkan dengan tekanan udara
saat ini dimiliki oleh Lakespra Saryanto adalah antara lain :
di luar masker.
a) Human centrifuge
Merupakan sarana pelatihan dan seleksi terhadap awak PENUTUP
pesawat dalam hal simulasi gaya G (G forces) yang biasa mereka Diuraikan secara ringkas peranan Lakespra Saryanto se-
hadapi dalam manuver-manuver aerobik pesawat tempur. Alat bagai Pusat Pembinaan Kesehatan Penerbangan dalam Ling-
ini dapat menghasilkan gaya sentrifugal terhadap tubuh manusia kungan Nasional, yang dirinci dalam tugas pokok, fungsi dan
sampai dengan 8G (8 kali gaya tarik bumi). kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Lakespra Saryanto sejak
tahun 1965 hingga saat ini.
b) Altitude Chamber
Peranan UNS
dalam Kedokteran Dirgantara
A.A. Subiyanto, Ambar Mudigdo, Sutrisno Danusastro
Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Permasalahan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dalam me- Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirasa sudah
laksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup saatnya Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret menyu-
Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian serta Pengabdian pada sun kurikulum tentang matra kemiliteran yang meliputi matra
Masyarakat perlu tanggap dengan tuntutan perkembangan ilmu kepolisian, darat, laut dan khususnya udara (kedokteran pener-
pengetahuan dan teknologi serta tuntutan kepentingan dan ke- bangan). Untuk itu perludiidentifikasi permasalahan yang ada
butuhan masyarakat. Untuk menghadapi abad 21 yang penuh yang merupakan kendala dan keterbatasan baik sumber daya
dengan perkembangan yang menakjubkan, antara lain termasuk manusia maupun prasarana yang sudah dimiliki institusi Fakul-
kemajuan dalam kedirgantaraan, maka dirasa sudah sangat tas Kedokteran.
mendesak adanya usaha untuk mengantisipasi era kemajuan Menurut pendapat penulis terdapat beberapa kendala yang
teknologi kedirgantaraan dengan menyiapkan anak didik suatu harus dipertimbangkan dan dicari solusinya, yaitu :
pemberian bekal ilmu Kedokteran Dirgantara agar alumninya 1) Keterbatasan sumber daya manusia
dapat bekerja secara paripurna di berbagai medan tugas. Sangat disadari bahwa muatan kurikulum matra kemiliteran
Penggunaan jasa transportasi udara menjadi semakin me- khususnya matra kepolisian, laut dan udara merupakan bidang
masyarakat akibat dari basil pembangunan nasional yang se- baru bagi kurikulum kedokteran di Indonesia umumnya dan di
makin merata, yang menuntut mobilisasi anggota masyarakat Fakultas Kedokteran UNS khususnya, di mana staf pengajar di
yang semakin cepat. Di samping itu adanya kemajuan pengguna- Fakultas Kedokteran belum memiliki kemampuan untuk
an pesawat tempur oleh TNI Angkatan Udara Republik Indo- mengampunya.
nesia yang semakin canggih baik dalam kecepatan maupun ke- 2) Keterbatasan alokasi waktu
mungkinan adanya manuver-manuver udara yang semakin dapat Mengingat kurikulum di Fakultas Kedokteran sudah sangat
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan baik pengguna jasa padat, terdapat kendala yaitu dengan disusunnya kurikulum
penerbangan maupun penerbangnya sendiri. Selain itu, sudah matra militer akan mengalami kesulitan alokasi waktu yang
merupakan fakta sejarah bahwa Indonesia telah mulai mema- diperlukan untuk memberikan mata ajaran kematraan tersebut.
suki era penerbangan ruang angkasa dengan terpilihnya calon 3) Keterbatasan kualitas mahasiswa
antariksawan Indonesia yang telah lulus seleksi dan telah men- Untuk menyiapkan mata ajaran matra kemiliteran yang
jalani pendidikan di Amerika Serikat. Hal ini selayaknya men- ideal diperlukan kesiapan fisik, mental dan intelektual serta
jadi- motivator bagi akademisi di Indonesia untuk ikut meng- bakat mahasiswa. Padahal sistem seleksi calon mahasiswa yang
ambil saham terutama dari segi sumber daya manusianya. selama ini dijalankan hanya berdasarkan tes kemampuan kogni-

Makalah ini telah dibacakan pada: SeminarKesehatan Penerbangan,


Surakarta 30 Oktober 1993.
tif melalui tes tertulis ujian masuk perguruan tinggi (UMPTN) ke masing-masing laboratorium yang terkait, seperti Lab. Fisio-
yang tentunya akan mengabaikan kemampuan calon mahasiswa logi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
dari aspek mental, fisik maupun bakat yang dimiliki mereka. sebagainya tanpa mengganggu atau,mengubah alokasi SKS yang
4) Keterbatasan prasarana telah berlangsung. Tentunya pilihan ini akan mempunyai ke-
Mengingat penyelenggaraan pendidikan yang ideal harus terbatasan dalam pemberian ranah afektif dan psikomotor dan
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor, maka di- hanya terbatas pada ranah kognitif saja.
perlukan prasarana yang diperfukan untuk memenuhi tuntutan
C. Solusi keterbatasan mahasiswa
tersebut. Selama ini di Fakultas Kedokteran UNS belum pernah
Persyaratan yang harus dimiliki mahasiswa yang menda-
menyelenggarakan sebagian besar mata ajaran matra kemiliter-
patkan mata ajaran kedokteran penerbangan tentunya berbeda
an tersebut, khususnya kesehatan penerbangan sehingga institusi
dengan mahasiswa yang dipersiapkan hanya sebagai tenaga
ini belum memiliki sebagian besar prasarana dan sarana yang
medis "konvensional", mengingat intensitas dan ekstensitas pe-
diperlukan guna menunjang penyelenggaraan pendidikan bidang
kerjaan yang akan dihadapi para lulusan dokter penerbangan.
tersebut.
Dari keterbatasan masukan calon mahasiswa di Fakultas
C. Tujuan Kedokteran UNS dalam bidang kesamaptaan intelektual, men-
Untuk menghadapi permasalahan di atas, khususnya dalam tal, fisik dan bakat yang sesuai dengan tuntutan persyaratan yang
bidang kesehatan penerbangan, maka Fakultas Kedokteran spesifik yang harus dipenuhi untuk mengikuti pendidikan ke-
Universitas Sebelas Maret perlu menyusun strategi guna meng- dokteran penerbangan, maka penulis mempunyai usulan dua
atasi kendala dan keterbatasan yang ada. alternatif :
1) Meningkatkan passing grade yang harus dilewati oleh para
STRATEGI PEMECAHAN calon mahasiswa yang memasuki Fakultas Kedokteran UNS,
agar dapat terseleksi calon-calon mahasiswa yang benar-benar
A. Solusi keterbatasan sumber daya manusia
memiliki basic qualification yang diperlukan yang meliputi bi-
Fakultas Kedokteran UNS memiliki 203 tenaga pengajar
dang kemampuan intelektual, mental, fisik dan bakat. Sehingga
yang terdiri 62% tenaga pasca sarjana dan delapan persen tenaga
di samping tes tertulis masih perlu diadakan tes kesamaptaan
Doktor, namun belum mempunyai tenaga yang mempunyai
fisik, psikotes maupun tes bakat.
kualifikasi kedokteran penerbangan. Untuk itu dalam jangka
2) Dari calon mahasiswa yang diterima melalui UMPTN
pendek dapat dilakukan kerjasama dengan TNI Angkatan Udara
diseleksi lagi oleh Fakultas Kedokteran untuk mendapatkan
yang kebetulan mempunyai lokasi pusat pendidikan yang dekat
calon mahasiswa yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
dengan UNS yaitu di Panasan Surakarta dan Maguwo Yogya-
pendidikan kedokteran penerbangan.
karta untuk memberikan bantuan tenaga pengajar yang ahli
Penulis berpendapat bahwa dari dua alternatif tersebut di
dalam kedokteran penerbangan. Dalam jangka panjang Fakultas
atas, alternatif yang kedualah yang lebih mudah dilaksanakan
Kedokteran UNS perlu mengadakan program pengiriman tenaga
meskipun hanya akan mendapatkan sebagian kecil mahasiswa.
pengajar untuk dididik dal am bidang kedokteran penerbangan
ke pusat-pusat pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri.
D. Keterbatasan sarana dan prasarana
B. Solusi keterbatasan alokasi waktu Untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana pen-
Penyelenggaraan pendidikan di Fakultas Kedokteran UNS didikan kedokteran penerbangan, maka dalam jangka pendek
selama ini memerlukan 203 satuan kredit semester (SKS) dalam dapat ditempuh kerjasama dengan TNI Angkatan Udara yang
12 semester terdiri dari 149 SKS program Strata-1 dan 54 SKS tentunya sudah memiliki fasilitas yang memadai guna pela-
program profesi dokter. Dari program Strata-1 terdapat mata ksanaan pendidikan.
ajaran Kewiraan yang mendapat alokasi waktu dua SKS dan Menurut pendapat penulis, berdasarkan kendala pada butir-
dari program profesi dokter terdapat mata ajaran Kedokteran butir di atas, maka penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan
Komunitas/Praktek belajar Lapangan yang mempunyai alokasi dengan tiga pilihan, yaitu :
waktu alokasi waktu tiga SKS.
Berdasarkan pertimbangan alokasi waktu tersebut, maka 1) Mata ajaran tersebut merupakan mata ajaran wajib yang
penyelenggaraan mata ajaran matra militer khususnya kesehatan harus diikuti seluruh mahasiswa kedokteran. Hal ini tentunya
penerbangan dapat diselenggarakan dengan dua alternatif : akan memberikan beberapa konsekuensi, antara lain pemberian
1) Menggunakan sebagian waktu dari alokasi lima SKS ter- materi yang sangat terbatas, beban mahasiswa yang semakin
sebut yang merupakan porsi dari mata ajaran Kewiraan dan Ke- berat temtama bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persya-
dokteran Komunitas dengan distribusi pemberian dalam bentuk ratan yang akan berakibat tujuan pendidikan yang sesuai kuri-
teori sebanyak dua SKS pada program Strata-1 dan dalam bentuk kulum sukar tercapai.
kemampuan afektif 'dan psikomotor diberikan pada program 2) Mata ajaran ini merupakan mata ajaran pilihan yang di-
profesi sebanyakl–2 SKS. ambil berdasarkan bakat dan minat mahasiswa. Hanya maha-
2) Muatan mata ajaran kesehatan penerbangan didistribusikan siswa yang sudah lolos dari seleksi saja yang dapat mengikuti
program ini. a. Sejarah Kesehatan Penerbangan
3) Mata ajaran dapat dipilah menjadi mata ajaran yang elemen- b. Dasar-dasar Aerodinamika
ter dan lanjutan. Bagi seluruh mahasiswa diwajibkan mengikuti c. Sifat-sifat Atmosfir
mata ajaran yang elementer. Sedang bagi yang memenuhi per- d. Akselerasi Pesawat Terbang
syaratan dapat mengikuti mata ajaran lanjutan yang lebih leng- e. Fungsi Alat Keseimbangan dalam Penerbangan
kap. f. Fungsi Alat Penglihatan dalam Penerbangan.
2. Kedokteran Penerbangan Terapan
PELAKSANA PENDIDIKAN Meliputi bidang :
Penanggung jawab mata ajaran yang berkaitan dengan ke- a. Pengaruh Hipoksia dan H iperventilasi terhadap Tubuh
sehatan penerbangan dipegang oleh Dekan atau Pembantu Dekan b. Efek Dekompresi terhadap Tubuh
bidang akademis dan pelaksanaannya dapat diampu oleh Biro c. Pengaruh Gaya Gravitasi terhadap Manusia
Koordinasi Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran UNS d. Kebisingan dan Vibrasi
yang sudah terbentuk sejak awal berdirinya UNS. Sedang e. Disorientasi dalam Penerbangan
pengampu mata ajaran tersebut dapat diberikan oleh staf peng- f. Evakuasi Aeromedik
ajar yang sesuai dengan cabang ilmu yang sesuai dengan ke- g. Pertolongan dan Penelitian Kecelakaan Pesawat.
dokteran penerbangan. Menurut penulis laboratorium yang 3. Kedokteran Komunitas Penerbangan
mempunyai kaitan dengan mata ajaran ini adalah dari Laborato- Meliputi bidang :
rium Fisiologi, Ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Kerja, a. Self Imposed Stress dalam Dunia Penerbangan
Mata, THT, Penyakit Dalam dan Patologi. b. Pembinaan Gizi Awak Pesawat
c. Pembinaan Kesamaptaan Jasmani awak Pesawat
BIDANG MATA AJARAN KESEHATAN PENERBANG- d. Program Kesehatan dalam Menunjang Keamanan dan
AN Keselamatan Penerbangan.
Kurikulum disusun dengan memuat tujuan pendidikan yang
meliputi :
1) Hasil keluaran program S 1 Fakultas Kedokteran UNS KEPUSTAKAAN
mempunyai wawasan luas, sehingga dapat memberikan konsul-
1. Darmono SS, Yudiono KS. Pamudji S, Rahardjo, Sadono. Perguruan Tinggi
tasi kepada masyarakat khususnya pada instansi seperti TNI Se-Jawa Tengah, Badan Penerbit Undip, Semarang, 1986.
Angkatan Udara, perusahaan penerbangan, Lapan, Metereologi 2. Fakultas Pascasarjana Unpad. Buku Panduan Program Magister dan Doktor,
& Geofisika dan sebagainya maupun pribadi pengguna jasa BP Unpad, Bandung, 1984.
penerbangan tentang pengaruh penerbangan baik terhadap pe- 3. Guilbert JJ,. Educational Handbook for Health Personnel, World Health
Organization, Geneva, 1977.
numpang pesawat terbang maupun bagi awak pesawat. 4. Nugraha S. Bahan Masukan dari Bidang Kedokteran Penerbangan dalam
2) Lulusan mempunyai kesamaptaan baik pengetahuan, men- Lokakarya Penyusunan Kurikulum Pendidikan S-1 Unibraw Mata Ajaran
tal dan fisik bila mereka memasuki dinas matra militer khusus- Kedokteran Militer, Seminar dan Lokakarya Kesehatan Penerbangan,
nya yang berkaitan dengan penerbangan. Malang, 1993.
5. Konsorsium Ilmu Kesehatan. Pola Pengembangan Praktek Belajar
3) Dapat menjadi embrio bila kondisi atau keadaan membu- Lapangan Pendidikan Dokter Indonesia, Jakarta, 1983.
tuhkan dibukanya spesialisasi kedokteran penerbangan. 6. ––––––––– Rencana Pengembangan Staf Akademik Fakultas Kedokteran
Berdasarkan tujuan pendidikan di atas dan mengacu pada Negeri Se-Indonesia Tabun 1988/1989 – 1998/1999, Jakarta, 1990.
masukan Soleh Nugroho dari Mabes TNI-AU, maka kelompok 7. ––––––––– Pola Pengembangan Staf Akademik Fakultas Kedokteran,
Jakarta, 1992.
mata ajaran yang perlu diberikan di Fakultas Kedokteran UNS 8. Universitas Sebelas Maret. Rencana Induk Pengembangan Akademik
adalah : 1980-1990, Surakarta, 1980.
1. Kedokteran Penerbangan Dasar 9. ––––––––– Buku Pedoman Fakultas Kedokteran, Program D3 Hiperkes
Meliputi bidang : dan Kesempatan Kerja, Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta, 1993.

One's eyes is what one is, one's mouth is what one becomes
Prospek Penelitian Biomedik
di Luar Angkasa
Dr. Pratiwi Sudarmono, PhD
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UI

ABSTRAK
Semenjak manusia bercita-cita menaklukkan ruang angkasa perhatian yang khusus
telah ditujukan kepada berbagai aspek terpenting yaitu perubahan biomedik yang akan
dialami oleh seseorang saat ia berada di luar angkasa. Pengaruh yang paling besar adalah
dari kondisi mikroorganik dan berbagai pengaruh lingkungan hidup yang sangat sulit
untuk disimulasi di bumi.
Kondisi mikrogravitasi menyebabkan terjadinyaperubahan fisiologikpada berbagai
organ seperti sistim homeostasis, sistim kardiovaskuler, sistim muskulo skeletal dan se-
bagainya. Kini kondisi mikrogravitasi dianggap menjadi suatu variabel yang penting
untuk memahami sistim transport ion dan energi dari sel, untuk memantau proses
diferensiasi pada embrio, untuk memahami mekanisme kerja obat dan sebagainya. Pe-
nerbangan luar angkasa melalui pesawat ulang alik dengan program space-lab dan space-
stationnya kini diarahkan sebagai misi ilmiah murni, antara lain untuk penelitian bio-
medik ini.

PENDAHULUAN sel, genetika, embriologi, biologi molekuler dan sebagainya.


Bila kita naik sampai ketinggian lebih dari 110 km dari Dalam makalah ini akan diuraikan berbagai aspek penelitian
permukaan bumi, maka pengaruh kondisi luar angkasa sudah kedokteran/biomedik dan biologi yang menjadi minat dari para
mulai terasa. Mikrogravitasi merupakan faktor yang sangat ber- peneliti saat ini.
makna, terutama bila dilihat pengaruhnya pada kehidupan jangka
panjang di luar angkasa. Namun justru mikrogravitasi merupa- SISTIM MUSKULOSKELETAL
kan kondisi yang paling sulit disimulasi dibumi. Karena kendala Telah diketahui beberapa kelainan dalam sistim muskulo-
tersebut, penelitian-penelitian untuk melihat efek mikrogravitasi skeletal pada para astronot yang kembali dari ruang angkasa.
harus dilakukan dalam pesawat ulang alik, space-lab atau space- Ditemukan.adanya indikasi kelainan metabolisme ion kalsium,
station di ruang angkasa. kelemahan otot-otot motorik dan kelainan pada persendian.
Penelitian biomedik di luar angkasa biomedik di luar angkasa Topik penelitian yang kini dilakukan baik oleh NASA maupun
sekarang dirasakan sama pentingnya dengan penelitian ilmu lain. Rusia dal am stasiun ruang angkasa MIR meliputi hal-hal sebagai
Penelitian biomedik ada yang langsung dikaitkan dengan fisio- berikut :
logi manusia, namun banyak pula yang merupakan penelitian a) Metabolisrne kolagen jaringan kulit dan tulang tikus selama
ilmu kedokteran dasar seperti penelitian mikrobiologi, biologi 7 hari penerbangan luar angkasa.

Makalah ini telah dibacakan pada : Seminar Kesehatan Penerbangan, Surakarta


30 Oktober 1993.
b) Komposisi jaringan tulang menit pada kondisi hipokinesia. ubahan ion, tonus otot, jantung dan sebagainya. Penelitian saat
C) Pengukuran kadar kalsium dengan mikro elektroda pada ini yang mendapatkan perhatian antara lain :
darah para astronot. a) Pengaruh kondisi tanpa bobot pada fungsi jantung paru.
d) Analisis susunan jaringan periosteal pada tibia tikus, b) Pengaruh kondisi tanpa bobot pada fungsi cairan.
e) Pembentukan tulang pada biakan jaringan tulang embrio di c) Pengaruh penerbangan ruang angkasa pada eritrokinetik
tinjau dari perubahan biokimiawi dan karakteristik ultrastruk- manusia.
tural. d) Perubahan-perubahan pada deconditioning jantung.
f) Peranan vitamin D dalam diferensiasi awal dari pembentuk-
an osteoklast.
g) Peranan dari hilangnya beban pada tulang menimbulkan METABOLISME DAN ENDOKRIN
hilangnya induksi untuk penyusunan jaringan tulang baru. Perubahan faal sel tubuh manusia seringkali menyebabkan
adanya perubahan metabolisme dan endokrin; atau sebaliknya.
Perubahan metabolisme yang terjadi seringkali dapat menerang-
SISTIM VESTIBULER kan patofisiologi dari suatu kelainan dalam penerbangan luar
Space adaptation syndrome adalah gejala yang paling sering angkasa. Sedangkan perubahan endokrin sangat erat hubungan-
dialami oleh para astronot; bahkan menjadi suatu sindrom yang nya dengan perubahan perilaku, terutama bila penerbangan di-
paling ditakuti karena menyebabkan tidak dapat bekerja dengan lakukan dalam waktu lama.
layak dalam pesawat ulang alik atau stasiun ruang angkasa. Ber- Penelitian yang dikembangkan antara lain :
bagai upaya medikamentosa dan berbagai latihan untuk melatih a) Patofisiologi mineral loss selama spaceflight.
adaptasi vestibuler sudah dicoba dengan berbagai inovasi dan b) Metabolisme protein selama spaceflight.
modifikasi, tetapi ternyata masih kurang meyakinkan karena c) Perubahan endokrin dan metabolit pada diri para astronot.
jumlah sampel masih sedikit. Diketahui bahwa fungsi vestibuler d) Magnetic resonance imaging setelah penerbangan luar
yang sangat menentukan keseimbangan, dipengaruhi oleh ber- angkasa.
bagai faktor seperti gerak bola mata, refleks vestibulo-spinal, e) Penelitian metabolit dalam urine.
adanya zat metabolik yang berfungsi sebagai vestibulo protector, f) Metalisme vitamin D dan demineralisasi tulang.
lancarnya hemodinamika dalam sistim vestibuler dan sebagainya. Masih banyak lagi topik yang menarik untuk diteliti di luar
Di bumi dapat dilakukan experimental motion sickness yang angkasa. Space-lab dan space station menyediakan berbagai
sedikit banyak akan memberikan informasi yang tepat tentang device yang memungkinkan dilakukannya penelitian tersebut.
sekuens dari motions sickness tersebut. Keringat yang berlebihan, Di NASA, penelitian ini ditampung oleh suatu tim yang berga-
kunang-kunang, rasa mual, pusing, muntah dan disorientasi bung dalam Life Sciences Project Division yang melibatkan diri
merupakan urutan kejadian yang terjadi pada motion sickness. sejak perencanaan sampai evaluasi dari seluruh penelitian life
Penelitian saat ini yang dikerjakan oleh space lab dan space sciences di bumi maupun di luar angkasa. Dua topik yang kini
station antara lain : sedang berlangsung merupakan topik utama dari LSDP yaitu Life
1) Monitoring respons vestibuler terhadap akselerasi. Sciences space biology project dan Extended Duration Crew
2) Pengukuran komparatif terhadap stabilitas-visual di bumi Operations. Aktivitas LSDP ini nantinya akan terus dilanjutkan
dan di luar angkasa. bila Space Station Freedom selesai. Space Station Freedom
3) Penggunaan electro-oculographic signal conditiner dengan merupakan space station yang dirancang bersama oleh 4 negara
rotating chair. yaitu Amerika Serikat, European Space Agency, Jepang dan
Kanada.
SISTIM KARDIOVASKULER Berbagai kalangan ilmiah dari perguruan tinggi dan industri
Fungsi sistim kardiovaskuler mengalami berbagai penyim- ikut berpartisipasi dalam penelitian luar angkasa, baik sebagai
pangan antara lain karena dalam kondisi mikrogravitasi terjadi expertise investigator maupun penyandang dana. Setiap tahun
perubahan hemodinamika darah. Dengan hilangnya tekanan dilakukan review oleh LSDP untuk menentukan urutan prioritas,
perifer, darah dan cairan tubuh cenderung terkumpul di bagian validitas, aktualitas dari usulan-usulan penelitian yang masuk.
proksimal tubuh, menyebabkan rangsangan pada pusat homeo- Usulan penelitian tersebut seringkali mengajukan pula berbagai
statis di otak dan ekskresi cairan lewat urine terjadi dengan cepat. modifikasi dan inovasi alat-alat baru atau suatu sistim baru untuk
Oleh karena itu pada saat-saat awal seorang ada di ruang angkasa, space station agar para astronot dapat lebih mudah dan lebih
diperlukan minum minimal 2 liter untuk menjaga keseimbangan nyaman tinggal di S.S. Freedom. LSDP tidak saja menampung
cairan. Lagipula, karena tonus perifer hilang, jantung tidak usulan penelitian biomedik, namun juga penelitian pada sel
mengalami hambatan dalam pemompaan, sehingga denyut jan- hewan, sel tanaman, penelitian kimiawi, fisika dan sebagainya.
tung melemah namun masih cukup efisien. Sejak space lab I diluncurkan pada November 1093, sudah
Berbagai komputer model dirancang untuk memahami banyak basil penelitian yang dianalisis; sehingga informasi dan
hemodinamika di ruang angkasa. Komputer model yang dikem- penemuan baru dapat dikaji sebagai hal yang sangat berharga
bangkan para ahli bertujuan untuk melakukan simulasi di bumi untuk kepentingan umat manusia, baik dalam kehidupannya di
dengan mengubah variabel-variabel seperti volume darah, per- bumi maupun di luar angkasa.
KEPUSTAKAAN
3. 1988–1989 NASA Space/Gravitational Biology Accomplishments. NASA
1. Life Science Project Division. Johnson Space Center, NASA, USA. Technical Memorandum 4160, 1990.
2. SAE Technical Paper Series, The Engineering Society for Advancing Mo- 4. USSR Space Life Sciences Digest, NASA Contractor Report 3922 (24),
bility Land, Sea. Air and Space, USA. 1989.
Various Types of Specific Acquired
Deficient Immune Status (SADIS) following
Various Kinds of Microbial Infection -
5a. the clinical management of diseases
that may produce SADIS with lymphocyte
predominance
R.A. Handojo*, Anggraeni Inggrid Handojo**
* The Indonesian Association of Pulmonologists, Malang, Indonesia
** The TB Center of Surabaya, Indonesia

Diseases that may produce SADIS may have lymphocyte disease expression that is located in an organ of the host, e.g. the
predominance or lymphocyte depletion. There are three catego- lung (bronchogenic carcinoma), the nasopharynx (nasopharynx
ries of diseases that in the advanced stage may produce SADIS carcinoma), the liver (primary hepatocellular carcinoma) and the
(fig. 1), i.e.: cervix of the uterus (cervix carcinoma). The existence of T-
Fig. 1. Three categories of specific acquired deficient immune status
lymphocyte predominance is a characteristic of the Tb-type of
(SADIS) SADIS. In addition, there is a predominance of the cellular
Category I the Tb-type of SADIS immune system in comparison to the humoral immune system
brought about by: (fig. 2).
• Bacteria : M. tuberculosis
: H. pylori
Fig. 2. Some characteristics of the three types of SADIS
• DNA-viruses : HBV, īlPV, HSV-2, EBV
• RNA-virus : HCV. Type of Disease CMIS*
Category 2 the Lk-type of SADIS SADIS expression
Lymphocytes
HIS**
brought about by:
• DNA-virus : EBV Tb-type primary malignancy predominance >1
(epithelial carcinoma)
• RNA-viruses : HTLV-I, HTLV-II.
Category 3 the Lp-type of SADIS Lk-type primary malignancy predominance >1
brought about by: (leukemia, NHL,***
• RNA-viruses : HTLV-III (HIV-1), HIV-2 Hodgkin's dis.)
• bacterium : M. leprae. Lp-type • AIDS, opportunistic depletion <1
malignancy
• KK-type leprosy depletion <1
1) Diseases that may progress to the tuberculosis-type (Tb-
type) of SADIS, comprising diseases caused by the tubercle Note:
bacillus, the Helicobacter pylori, the hepatitis B virus (HBV), the CMIS : cell mediated immune system
hepatitis C virus (HCV), the human papilloma virus (HPV), the HIS : humoral immune system
NHL : non-Hodgkin's lymphoma
herpes simplex virus type 2 (HSV-2) and the Epstein Barr virus
(EBV). The Lk-type of SADIS has primary hematologic malignancy
2) Diseases that may produce the leukemia-type (Lk-type) of as disease expression that is located in tissues of organs of the
SADIS, comprising a disease caused by the EBV, and diseases host, e.g. in lymph nodes (malignant lymphoma) and in bone
caused by the human T-cell lymphotrope virus type I (HTLV-I) marrow (leukemia). Lymphocyte predominance which is based
and the human T-cell lymphotrope virus type II (HTLV-II). on neoplastic proliferation of lymphocytes, is a characteristic of
3) Diseases that may progress to the leprosy-type (Lp-type) of the Lk-type of SADIS. There is also predominance of the cellular
SADIS, comprising diseases caused by the human immunodefi- immune system when compared to the humoral immune system
ciency virus type I (HIV-1), the human immunodeficiency virus (fig. 2).
type II (HIV-2) and a disease caused by the leprosy bacillus. The Lp-type of SADIS that is brought about by HIV-1 has
The Tb-type of SADIS has primary solid malignancy as the acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) as disease
manifestation. It is characterized by the emergence of opportu- Fig. 3. The clinical management of diseases that may bring about develop-
ment of Tb-type SADIS
nistic infections and the development of opportunistic malignan-
cies as well. The Lp-type of SADIS which is caused by the Purpose: Back to basic which means back to the L-type immune status
leprosy bacillus has the lepromatous leprosy (LL-leprosy) as
Prevailing Immune Status
disease manifestation which is characterized by the existence of
primary clinical resistance to antileprosy chemotherapy. It has L-type K-type
KK-type
neither primary nor opportunistic malignancy as disease expres- (Tb-type SADIS)
sion. In addition, it is characterized by the absence of opportu- • early kill of microbial • early kill of microbial • early kill of microbial
pathogen thru specific pathogen thru specific pathogen thru:
nistic infection. There is lymphocyte depletion in both diseases.
antimicrobial chemo- antimicrobial chemo- • surgery
Predominance of the humoral immune system in comparison to therapy therapy • chemotherapy
the cell mediated immune system is found in the Lp-type of • augmentation of early • radiotherapy
SADIS (fig. 2). kill of microbial • stabilization of cure
The specific immune spectrum and the specific immuno- pathogen thru thru specific anti-
immunomodulator microbial chemo-
logic characteristics of a disease that in its Advanced stage may • stabilization of cure therapy (when avail-
produce SADIS, constitute the specific immunologic fingerprint thru immunotherapy able)
of the disease. Determination of the immunologic fingerprint of with BCG • stabilization of cure
diseases following infection with the causative pathogens that thru immunotherapy
with BCG.
can bring about the development of SADIS, may provide rational
basis for the proper tackling and solving of problems that may
arise in the fight against the causative organisms. Knowledge of stabilization of the cure when disease expression is of the K-type
immunologic fingerprints not only enables the diagnosis of the immune status at start of chemotherapy.
related disease to be made more accurately but also provides a B) The clinical management of diseases that emerge as disease
more rational basis for effective clinical management to be based expression of the KK-type immune status (Tb-type of SADIS)
on. (fig. 3).
Diseases of the same category of SADIS may have identical 1) The institution of the "early kill" of microbial antigen
or almost identical principles of clinical management. In addi- through the advent of:
tion, knowledge of immunologic fingerprint has substantially 1.1. surgical resection of the lesion.
broadened our knowledge and understanding of the pathways 1.2. cytotoxic chemotherapy.
through which the disease may progress or regress. Achievement 1.3. radiotherapy,
of a defined knowledge of clinical management of diseases that for the regression of immune status from the KK-type to the K-
have undergone long-term and thorough tackling and solving of type or even further to the L-type immune status.
the related problems, such as tuberculosis and leprosy, may serve 2) The enhancement of the "early kill" of microbial pathogen
as rational paradigm for effective clinical management to be set through the use of specific anti-microbial chemotherapy for the
up in aid of other diseases that may produce the same category of stabilization of the cure following achievement of complete
SADIS. remission of the lesion.
3) The inoculation of BCG as immuno-therapy for the stabili-
I) THE CLINICAL MANAGEMENT OF DISEASES zation of the cure following the achievement of complete re-
THAT MAY PRODUCE THE TB-TYPE OF SADIS mission of the lesion when specific anti-microbial chemotherapy
Based on the characteristics of the immunologic fingerprint, is not available.
the principles of the clinical management of diseases that may
produce the Tb-type of SADIS are divided into the following: A1) The institution of the "early kill" of microbial antigen
A) The clinical management of diseases that emerge as disease through the advent of specific anti-microbial chemotherapy.
expression of the acute (L-type) and the chronic type (K-type) The tubercle bacillus is the prototype of microbial pathogens
immune status (fig. 3). that can bring about the Tb-type of SADIS. The advent of
1) The institution of "the early kill" of causative microbial adequate anti-TB chemotherapy is crucial in the fight against the
pathogens through the advent of specific anti-microbial chemo- tubercle bacilli before the disease may progress to disease mani-
therapy when disease expression is of the L-type or K-type festation of the Tb-type of SADIS.
immune status. Anti-TB chemotherapy has anti-microbial activity and has
2) The enhancement of the "early kill" of microbial pathogens the added advantage of being able to induce regression of
through the concomitant use of immunomodulators during the immune status from the K-type to the L-type aiming at the
early phase of anti-microbial chemotherapy when disease achievement of better protective immunity. The "early kill" of
expression is of the K-type immune status at start of chemo- tubercle bacilli through the use of adequate anti-microbial
therapy. chemotherapy is essential for the achievement of a successful
The institution of immunotherapy with BCG following result at end of treatment. Anti-tuberculosis drugs exert bacteri-
cessation of a successful anti-microbial chemotherapy for the cidal activity only during a treatment period of six months(1).
During this period, killing of tubercle bacilli and regression of positive patients(6); some may even be cuffed(10). The accelerated
immune status take place. Prolongation of chemotherapy using seroconversion of HBe-Ag coincides with the improvement of
the same treatment regimen produce enhancement of protective clinical, biochemical and histological parameters(10).
capacity without further anti-microbial activity of the drugs(1). Based on the result of a study on the efficacy of interferon
Enhancement of protective immunity is based on the augmenta- given to 18 patients suffering from clinically apparent cirrhosis
tion of bactericidal activity of the macrophage through further of the liver related to chronic hepatitis B, Hoofnagle et al.(11)
regression of immune status to the L-type. pointed out that it is quite reasonable to treat patients with
The advent of anti-Helicobacterpylori drugs such as tetracy- cirrhosis of the liver due to chronic hepatitis B with alpha-
cline hydrochloride or amoxicillin, metronidazole and colloidal interferon. During treatment for the duration of average 12
bismuth subcitrate, known as the triple therapy, has been shown weeks, HBe-Ag and hepatitis B-virus-DNA disappeared from
to be effective for the institution of the "early kill" of Heloco- blood in 12 patients. One to 14 months following cessation of
bacter pylori when disease expression is of the L-type or K-type treatment, hepatitis B-virus-DNA was encountered again in 6 of
immune status. A treatment regimen consisting of colloidal them. The other 6 patients in whom hepatitis B-virus-DNA was
bismuth subcitrate, tetracylin hydrochloride and metronidazole no longer found, remission was achieved in all of them. During
has been shown to eradicate Helicobacter pylori infection in 91% a follow-up period of 4.2 years, no signs of cirrhosis were
of an Australian dyspeptic population (quoted from : Asian encountered(11).
Medical News; Medical Tribune International vol. 12, October 2, At present, there are no uniformly effective drugs against
1990). infection with HCV, an RNA-virus. Clinical drug trials have
Current anti-ulcer regimen using drugs usually termed the shown that treatment using recombinant interferon-alpha for six
HZ receptor antagonists, now designated as immunomodulators, months can normalize liver function in up to 46% of patients.
have been successful but the ulcer recurrence is an inconvenient However, the relapse rate following cessation of successful
and sometimes a serious problem(2). Almost 80% of duodenal therapy is high (up to 51%)(12).
ulcer patients caused by Helicobacter pylori that healed follow- Treatment with interferon-alpha has a favourable effect on
ing the advent of H2-receptor antagonists for the duration of serum liver enzyme activities and on the histologic abnormalities
4–6 weeks, developed relapse within one year, but if an anti- in approximately 50% of patients with chronic hepatitis C(13,14).
microbial regimen consisting of colloidal bismuth subcitrate, There is correlation of the response to treatment and the decrease
metronidazole plus amoxicillin or tetracycline hydrochloride of the number of hepatitis C-RNA in serum(15). Alpha-interferon
(triple therapy) is used as well to control Helicobacterpylori, the and beta-interferon, derived respectively from leukocyte and
relapse rate is reduced to less than 10% if it is completely from fibroblast, are produced in the body of the host as natural
eradicated(3,4,5). Two weeks treatment using triple therapy is response to viral infection. They have a very broad spectrum of
adequate to achieve eradication of Helicobacter pylori in most anti-viral activity(16). Gamma-interferon is produced by T-lym-
patients(2). phocyte following antigen specific and non-specific activation
The result of treatment using interferon and aciclovir in and is a lymphokine or cytokine with immunomodulating capa-
patients suffering from chronic hepatitis B, revealed that both city(17).
drugs are effective for the institution of the "early kill" of HBV, Anti-viral chemotherapy must have the capacity to stop
when disease expression is of the K-type immune status. The replication of virus, termed the virustatic action, in infected cells
result of anti-viral treatment in 12 patients suffering from chronic without bringing about the development of radical alteration in
hepatitis B conducted in 1985 revealed that combination therapy the normal metabolism of cell. A virologic aspect that deserves
of interferon and aciclovir appeared to be obviously more effec- attention is that available drugs are in general effective against
tive than when interferon or aciclovir was given as mono- viruses which are replicating and not effective against viruses
therapy(6). Alpha-interferon has a favourable effect on viral which are not replicating in the cell of the host, the latter being
replication and on the levels of liver enzymes in 25–50% of encountered in latent herpes virus infection(16).
selected patients with chronic hepatitis B virus infection(7,8). An initial episode of herpes genitalis is a good indication for
Active viral replication of HBV is characterized by the persistent anti-microbial treatment with aciclovir(16) . Aciclovir has a selec-
presence of HBs-Ag, HBe-Ag and HBV-DNA-polymerase in tive virustatic action. This action is based on the inhibition of the
blood. viral DNA-polymerase which is essential for the replication of
The presence of HBs-Ag only indicates the emergence of the viral DNA. The herpes simplex virus type 1 (HSV-1) and the
virus-latency; anti-HBe-antibody may also be encountered. During herpes simplex virus type 2 (HSV-2) are sensitive and the
the latent phase of virus elimination, HBs-Ag is no longer varicella zoster virus (VZV) is moderately sensitive to aciclovir
detectable in blood; anti-HBs-antibody and anti-HBe-antibody in vitro(10). There is some activity of aciclovir against the EBV(16).
may be encountered(9). Anti-viral treatment in chronic hepatitis B The cytomegalovirus (CMV) is insensitive to aciclovir(10,16).
patients is exclusively meaningful when active viral replication Aciclovir is not effective against latent herpes virus infec-
exists which can be confirmed by a positive result of HBs-Ag and tion(10,16) and has only a marginal therapeutic effect on recurrent
HBe-Ag test(9). Combination of interferon plus aciclovir may herpes infection of the skin and mucoid membrane, provided it is
induce a state of virus-latency in 80% of chronic HBe-Ag employed in the early phase of the disease(10). The most striking
characteristic of herpes viruses is that they persist in the body of better stabilization of the cure achieved at end of chemotherape(24).
the host following infection(10) . Aciclovir shortens the duration of Inoculation of BCG as immunotherapy has to be carried out
viral shedding, the time for the achievement of cure, the duration following cessation of a successful anti-TB chemotherapy. When
of symptoms, and inhibits the development of new lesions during given preceding the commencement of chemotherapy, inocula-
treatment of patients suffering from herpes genitalis(16). tion of BCG may have a deleterious effect on the prevailing
Treatment using aciclovir doesn't have influence on the rate immune status as was evidenced by the development of a down-
of development and the severity of herpes genitalis relapses. grading reaction in the immune spectrum of tuberculosis, result-
Foscarnet (phosphonoformate) inhibits the DNA-polymerase of ing in a further deterioration of protective immunity(25). When
herpes virus(18). It is mainly used in immunocompromised pa- given during the implement of anti-TB chemotherapy, BCG will
tients with resistent HSV and VZV infections to aciclovir and be killed by the anti-microbial activity of the anti-TB drugs.
with resistent CMV infection to ganciclovir(16). An synergistic The result of specific immunotherapy with BCG for the
anti-CMV-effect in vitro of ganciclovir and foscarnet has been enhancement of protective immunity achieved at end of a
reported(19,20). Casuistic reports and observations revealed successful anti-TB chemotherapy, opens new prospects for the
encouraging results of treatment with the above combination(21,22). investigation whether inoculation of BCG as non-specific
immunotherapy can enhance protective immunity achieved at
A2) The enhancement of the early kill of microbial pathogen
end of a successful anti-microbial chemotherapy in patients with
through the advent of immuno-modulators.
chronic disease due to for instance theHelicobacterpylori or the
The "early kill" of microbial pathogens through the use of
hepatitis B virus infection.
adequate anti-microbial chemotherapy can be augmented by the
use of immuno-modulators, such as cimetidine, isoprinosine and
B1) The institution of the "early kill" of microbial pathogen
levamisole. The advent of cimetidine concomitantly during the
through the mechanism of regression of the KK-type immune
early phase of anti-TB chemotherapy accelerate the incidence of
status.
sputum negativity(23). Immuno-modulators enhance the micro-
The existence of an optimally functioning immune defense
bicidal activity of the macrophage. When given in the absence of
system is a conditio sine qua non for the proper functioning of
anti-microbial chemotherapy, immuno-modulators may delay
anti-microbial activity of anti-tuberculosis drugs.
the progression of immune status from the K-type to the KK-type
Progression of the K-type immune status which has chronic
(SADIS). It is intriguing to speculate that immuno-modulators
TB as disease expression to the KK-type immune status which
have the capacity of an immuno-biological response modifier.
has primary localized malignancy as disease manifestation, is
They likely have the capacity to modify immune status from the
characterized by the existence of a defective immune defense
prevailing one to a previous one from which it has progressed or
system especially related to cell mediated immunity.
regressed. Immuno-modulator as a therapeutic adjunct in the
Anti-TB chemotherapy is no longer effective when employ-
administration of anti-microbial chemotherapy has to be given
ed to tuberculosis patients during the advanced stage of the
during the early phase of chemotherapy or even preceding the
disease that have primary malignancy as disease expression.
commencement of chemotherapy. When given following
(unpublished data). It is like doing shadow boxing; much energy
cessation of a successful anti-microbial chemotherapy, immuno-
is spent without ever hitting the opponent.
modulator may have a deleterious effect on the outcome of
Based on its localized character, clinical management of
chemotherapy; it may accelerate the development of relapse
primary malignancy as disease manifestation of the TB-type of
following cessation of successful chemotherapy.
SADIS, whatsoever is the causative pathogen, should aim at the
It can be expected that the concomitant use of immuno-
achievement of rapid complete remission of the lesion, i.e.
modulator and specific anti-microbial chemotherapy in patients
through the implement of surgical resection of the malignancy as
suffering from diseases that can produce the Tb-type of SADIS
far as it is still operable, curable and resectable. The principal
in their chronic stage (K-type immune status), may accelerate the
advantage of surgery over radiotherapy or cytotoxic chemo-
regression of immune status from the K-type to the L-type. This
therapy lies in the absence of the development of seccundary
implies that in patients with gastric ulceration due toHelicobacter
malignancy. Lymphocyte predominance is a characteristic of the
pylori infection, healing of ulcer will be accelerated.
Tb-type of SADIS. Clinical management of primary malignancy
The use of immuno-modulator in patients with chronic
as disease expression of the TB-type of SADIS, no matter what
hepatitis can be expected to delay the progression of chronic
the causative organism may be, should aim at the achievement of
hepatitis to the development of malignancy.
a complete remission of the malignancy through normalization
A3) The stabilization of cure through the advent of immuno- of the prevailing lymphocyte predominance by way of the advent
therapy. of immuno-suppressive medication especially when the disease
Inoculation of BCG for the purpose of immunotherapy is no longer resectable or operable. Immuno-suppression through
following cessation of a successful anti-tuberculosis chemo- the advent of radiotherapy and/or the use of cytotoxic chemo-
therapy in patients with chronic tuberculosis, gives rise to further therapy are eligible tools for the normalization of the lymphocyte
regression of immune status from the K-type to the L-type, predominance.
resulting in the generation of better protective immunity for Radiotherapy remains a localized form of treatment for what
is usually a disease that tends to disseminate. Its principal The institution of specific anti-microbial chemotherapy when
advantage over surgery is the preservation of structure and available following the achievement of complete remission of
function of treated organs(26). It is unlikely that a malignancy with malignancy through the advent of surgery, cytotoxic chemo-
a mass greater than 5 cm in diameter can be sterilized by radio- therapy and/or radiotherapy, is essential for the stabilization of
therapy(27). Radiation induces profound lymphopenia in lym- cure, the mechanism of which is based on the eradication of the
phoid organs and in the general circulation as well. In addition, remaining causative microbial pathogens.
it suppresses most immuno-competent cell function(28). X-ray Beside its killing effect on the remaining causative microbial
irradiation has a toxic effect on proliferating and intermitotic pathogens, anti-microbial chemotherapy has the added advan-
cells as well and has the effect of cycle-nonspecific drugs in tage of being able to bring about a further shift of the position of
addition. The great majority of immunologically competent immune status in the immune spectrum of the disease from that
lymphocytes are in the intermitotic phase of the proliferaring of healthy subjects following natural infection to that of subjects
cycle. Consequently, radiotherapy may reduce the number of following vaccination.
blood or tissue lymphocytes and may cause a generalized deple-
tion of immunologically competent cells(28). B3) Stabilization of the cure following complete remission of
Cytotoxic chemotherapy is not selectively toxic for compe- malignant lesion through the advent of immuno-therapy.
tent lymphocytes but is potentially capable of killing any cell that When specific anti-microbial chemotherapy is not available
has the capacity to replicate(28). Based on their capacity to kill or when the causative pathogen is not known, inoculation of BCG
cells in different phases of the mitotic cycle, cytotoxic drugs can as immuno-therapy is the eligible alternative measure for the
act as phase-nonspecific drugs, cycle-specific drugs and cycle- stabilization of cure. Immuno-therapy through the advent of
nonspecific drugs. As cycle-nonspecific drugs, cytotoxic drugs BCG is aimed at bringing about further shift of the immune status
are equally toxic to both proliferating and intermitotic cells(28). that has taken place from the KK-type to the K-type following
Consequently, reduction of the number of lymphocytes or even complete remission of malignant lesions through the advent of
lymphocyte depletion may be the outcome of therapy as a great surgery, radiotherapy or cytotoxic chemotherapy. In other words,
deal of the immuno-competent lymphocytes are in an inter- immuno-therapy with BCG following complete remission of
mitotic phase of the proliferating cycle. In general, cytotoxic malignant lesions through the advent of surgery, radiotherapy
chemotherapy and radiotherapy are given separately and in and/or cytotoxic chemotherapy, may bring about a further shift of
sequence(29) . the position of immune status in the immune spectrum of the
Corticosteroids are important adjuncts to the advent of disease from that of healthy individuals following natural infec-
immuno-suppressive therapy using cytotoxic chemotherapy tion to that of healthy individuals following vaccination.
and/or radiotherapy. The production of cytotoxic T-lymphocytes In cancer therapy, immuno-therapy is usually employed
from the non-cytotoxic precursor cells is diminished by cortico- after chemotherapy and radiotherapy. Non-specific systemic
steroids in vitro and in vivo as wellm. Corticosteroids appear to immuno-stimulation can be carried out using agents such as
stop the T-helper cells from secreting T-cell growth factor by an BCG, with the aim of general stimulation of immunologic
indirect effect. They actively preclude macrophages from secret- responsiveness.
ing interleukin-1 which is known to interact with the T-helper Bacillus Calmette Guerin (BCG) is a viable attenuated strain
cells that subsequently elaborate T-cell growth factor(30). Con- of M. bovis obtained by progressive reduction of virulence via
sequently, based on their effect on cell mediated immunity, culture medium enriched with beef bile). It is a whole bacillus
corticosteroids reduce the number of lymphocytes. The effect of vaccine. Bacillus Calmette Guerin acts mainly by stimulating the
corticosteroids on humoral immunity is less profound. Chronic reticulo-endothelial system, i.e. the activation of T-cell and
administration of the drug decreases IgG synthesis, while short- lymphokine production and the activation of macrophage. It also
course treatment doesn't dampen primary or secondary antibody stimulates natural killer cells which can kill different malignant
responses(30). cells non-specifically and without previous sensitization(31). It is
The achievement of complete response to radiotherapy possible that macrophages activated by BCG are more active
and/or cytotoxic chemotherapy as is based on the acievement of killer cells and are more efficient in cleaning antigens or antigen-
complete remission of the disease is a good prognostic sign. antibody complexes, or are capable of inducing active participa-
Achievement of complete remission of pathologic lesion follow- tion of other cells of the immune system in the fight against
ing surgical resection or following immuno-suppressive medica- proliferating tumor cells(31). Bacillus Calmette Guerin appears to
tion through the advent of radiotherapy and/or cytotoxic chemo- enhance the production of stem cells, as was measured by
therapy means the achievement of cure which implies the achieve- hematopoietic colony formation. In addition, some investigators
ment of immune status inherent in healthy naturally infected have made the suggestion that BCG cross-reacts immunologi-
individuals or in healthy BCG-vaccinated individuals in the cally with hepatoma, melanoma and leukemic cells. Immuno-
immune spectrum of tuberculosis. therapy with BCG is employed as adjuvant treatment following
cytoreductive treatment of measurable cancer in order to destroy
B2) The enhancement of the early kill of microbial pathogen
micrometastasis and the residual tumor cells(31).
through the use of anti-microbial chemotherapy.
II. THE CLINICAL MANAGEMENT OF DISEASES therapy for the stabilization of the cure following achievement of
THAT MAY PRODUCE THE LK-TYPE OF SADIS. complete remission of the disease.
(FIG. 4). 3) The inoculation of BCG as immuno-therapy for the stabili-
Fig. 4. The clinical management of diseases that may bring about develop-
zation of the cure following achievement of complete remission
ment of Lk-type SADIS of the disease when specific anti-microbial chemotherapy is not
(yet) available.
Purpose: Back to basic which means back to L-type immune status
A. The clinical management of diseases that emerge as
Prevailing Immune Status
disease manifestation of the acute (L-type) and the chronic
L-type K-type
KK-type (K-type) immune status (fig. 4).
(Lk-type SADIS) Achievement of cure following EBV-infection occurs spon-
• Early kill of microbial • Early kill of microbial • Early kill of microbial . taneously in general in the course of 4–6 weeks. In some of the
pathogen thru specific pathogen thru specific pathogen thru: patients symptomsa may persist during months or years; these
antimicrobial chemo- antimicrobial chemo- • chemotherapy
therapy therapy • radiotherapy patients are considered as suffering from chronic persistent
• Augmentation of early • Stabilization of cure EBV-infection. Most striking is the presence of antibodies against
kill of microbial thru specific anti- EBV-early antigen (EBV-EA) ofteen in high titers(32). There is
pathogen thru microbial chemo- hitherto still no effective drug available for the "early kill" of
immunomodulator therapy (when avail-
• Stabilization of cure able) EBV during the acute and the chronic stage of the disease.
thru immunotherapy • Stabilization of cure According to Lange and Van der Noordam, aciclovir has some
with BCG. thru immunotherapy activity against EBV.
with BCG. Of the herpes viruses, the herpes simplex virus type 1 (HSV-
1) and the herpes simplex virus type 2 (HSV-2) are sensitive to
Like in patients with the Tb-type of SADIS, there is T- concentrations of aciclovir; the Epstein Barr virus and the cyto-
lymphocyte predominance in patients with the Lk-type of SADIS. megalovirus (CMV) are not sensitive to aciclovir. The Varicella-
There is also predominance of the cellular immune system when Zoster-virus (VZV) is moderately sensitive to aciclovir(11).
compared to the humoral immune system (fig. 2). Aciclovir is a selective virustaticum. The drug is active following
Based on the characteristics of the immunologic fingerprint conversion into aciclovir-triphosphate which takes place in the
and its resemblance to the Tb-type of SADIS, the principles of cell that is infected with the virus. Aciclovir is much easier bound
clinical management of diseases that may produce the Lk-type of to viral thymidine-kinase than to thymidine-kinase of the host.
SADIS are the following: The action of aciclovir-triphosphate is based on inhibition of the
A) The clinical management of diseases that emerge as disease viral DNA-polymerase which is essential for the viral DNA
manifestation of the acute (L-type) and chronic (K-type) immune replication. It is important to note that aciclovir is not effective in
status. latent viral infection(10).
1) The institution of the "early kill" of causative microbial No effective drugs are hitherto available for the "early kill"
pathogens through the advent of specific anti-microbial chemo- of HTLV-I and HTLV-H during the acute and chronic stage of the
therapy when disease expresion is of the L-type or the K-type disease. In a small group of Japanese patients suffering from
immune status. HTLV-I infection in the chronic stage of the disease (tropical
2) The augmentation of the "early kill" of causative microbial spastic paraparesis), improvement has been observed following
pathogens through the advent of immuno-modulators during treatment with corticosteroids(32). In other group of patients, this
the early phase of anti-microbial chemotherapy when disease favourable response of treatment was not confirmed(3,4).
expression is of the K-type immune status at start of chemo- The result of analysis on the significance of the mobility of
therapy. the spectrum of the pattern of tuberculin reaction in the immune
3) The institution of immuno-therapy following cessation of a spectrum of tuberculosis related to the use of immuno-modula-
successful anti-microbial chemotherapy for the stabilization of tor(23), opens new prospects for the investigation whether immuno-
the cure when disease expression is of the K-type immune status modulators given to subjects with chronic disease caused by
at start of chemotherapy. EBV, HTLV-I or HTLV-II can accelerate the achievement of
B) The clinical management of diseases that emerge as disease spontaneous cure or delay the progression of the immune status
expression of the KK-type immune status (Lk-type of SADIS). of chronic disease (K-type) to the Lk-type of SADIS.
1) The institution of the "early kill" of causative microbial On the basis of the result of the advent of immuno-therapy
pathogens through the advent of: with BCG in tuberculosis patients following the achievement of
1.1. cytotoxic chemotherapy successful result of chemotherapy(24), it is intriguing to speculate
1.2. radiotherapy that immuno-therapy with BCG given to subjects with chronic
for the regression of immune status from the KK-type to the K- disease caused by EBV, HTLV-I or HTLV-H following the
type or even further to the L-type immune status. achievement of successful result of chemotherapy using effec-
2) The enhancement of the "early kill" of causative microbial tive drugs that hopefully will be made available, may stabilize the
pathogens through the use of specific anti-microbial chemo- achievement of cure.
B. The clinical management of diseases that emerge as typifying has also to be done in order to know whether the NHL
disease expression of the KK-type immune status (Lk-type of is of the B- or the T-cell origine(39).
SADIS) (fig. 4). Patients in stage I or II are treated with radiotherapy on the
Unlike in patients with the Tb-type of SADIS, in patients affected lymph node station or on the affected lymph node
with the Lk-type of SADIS, primary malignancy as disease stations (the socalled involved field radiation therapy(39,40). The
manifestation of SADIS is located in tissues of various organs of disease-free 5-10 year survival is 60% and 50% respectively(41).
the host and tends to have a disseminated rather than a localized This latter group of patients are likely cured(39). The involved
character. Surgical resection of the disease is in general not field radiotherapy is hitherto the only curative treatment mo-
indicated as an effort to achieve complete remission of the lesion. dality in patients with low grade non-Hodgkin's lymphoma in
In patients with the adult T-cell leukemia as disease expression stage I or II(39). Young age-group (< 40-60 year) and/or small
of the Lk-type of SADIS due to HTLV-I, the result of treatment tumor mass are thereby the most important favourable prognostic
with cytostatica is in general bad; remission is not observed or factors. More extensive radiotherapy, i.e. on more lymph node
only of short duration (quoted from: S. Daenan; Nederl. Tijdschr. stations, or combination therapy with chemotherapy, has not led
v. Geneesk. 1984, 128, 957-960). Aggressive treatment is con- to an obvious improvement of the chance for the achievement of
sidered necessary, but the "classical" combination regimens have cure(39).
very little influence on the survival. Usually there is only a In patients with stage III and IV NHL, the follicular lym-
response of short duration. Deoxycoformycine (DCF) has been phoma is very sensitive to chemotherapy(39,40). In 50-60% of
given to a petient with the adult T-cell leukemia with good result. patients, complete remission is achieved and in 10-30% a good
Complete remission was observed. partial remission is achieved with cytostatics like chlorambucil,
Other cytostatics for further eradication of the abnormal T- cyclophosphamide, or a combination therapy with cyclo-
cell (a combination of high dosage corticosteroids, cytarabine, phosphamide, vincristine and prednison (CVP). The advantage
vincristine, doxorubicine and cyclophosphamide) were admi- of the combination treatment is that remission is achieved earlier
nistered following the achievement of complete remission in an in the course of treatmentm. The median duration of remission
effort to "consolidate: this effect. A bone marrow aplasia de- is 2-3 years and afterwards treatment of relapse cases with the
veloped following the use of the above combination treatment. socalled second line chemotherapy leads to remission of 2–3
There was no development of relapse during a follow-up period years duration in 60-70% of the patients(42). The mean duration
of 12 months and the patient remained in good health without of survival in patients with low grade NHL in stage III or IV is 7
specific treatment (quoted from: S. Daenen, Nederl. Tijdschr. v. years.
Geneesk. 1984, 128, 957-960). Although the results of some investigations reveal a higher
Treatment with interferon can be considered on the basis of remission-percentage and prolongation of disease-free interval,
the probable viral genesis(35). Deoxycoformycine (DCF) inhibits the total survival duration with more intensive chemotherapy
specifically the adenosinedeaminase which leads to cumulation does not appear to be prolonged(43). Of much influence on the
of deoxyadenosine and deoxyadenosine triphosphate that are prognosis is whether or not histologic transformation to a higher
toxic for the cell. A peculiar effect of the drug is that only degree of malignancy has taken place. In the course of the disease
lymphocytes, in particular T-lymphocytes, are sensitive to DCF this transformation occurs in 30–40% of the patients. The
(quoted from: S. Daenan: Nederl. Tijdschr. v. Heneesk. 1984. prognosis hereafter is bad. Despite aggressive chemotherapy,
128, 957-960). the median duration of survival is only 1 year(39). Long term treat-
Patients suffering from the hairy cell leukemia with sple- ment with interferon-alpha appears to lead to remission in 40%
nomegaly and pancytopenia should be treated by splenectomy. of patients with follicular lymphoma@3>
Chemotherapy should be reserved for those patients that fail to At the moment examinations are done in several clinical
respond to splenectomy or that exhibit development of relapse investigations to know whether addition of interferon-alpha to
after a transient response to splenectomy(36). conventional chemotherapy leads to improvement of the result of
The non-Hodgkin's lymphomas are a heterogenous group of treatment(39). Chemotherapy is given to almost every patient
malignancies which primarily involve lymphoid tissues. Radio- suffering from NHL located in the pancreas. Complete remission
therapy and/or chemotherapy are useful tools of management in during a minimal follow-up period of 18 months was observed in
patients with NHL. A suitable lymph node, which emerges as a 50% of patients under treatment with chemotherapy as was
single palpable lymph node, should be identified and the whole reported by de Jong et al.(44).
node removed at operation with the minimum of trauma(37). In Treatment of NHL of intermediate and high grade ma-
cases with single site involvement of bowel, i.e. at the ileocaecal lignancy consists primarily of combination chemotherapy. In
junction or the stomach, resection with bowel anastomosis is some treatment schedule, radiotherapy is added as consolidation
indicated(37). Histopathologic diagnosis is of essential impor- treatment, but its additive value has still to be confirmed in an at
tance for the choice of treatment and the prognosis of patients random investigation(45,46). Patients with localized intermediate
with NHL. New diagnostic and therapeutic developments in the grade lymphoma may be put under treatment with radiotherapy
last decades have shown that more patients with NHL can be alone, but apart from the large cell lymphomas, the risk of relapse
cured(38). Beside histopathologic examination, immuno-pheno is high(37).
Patients with stage II–IV large cell lymphoma are at present before diagnosis and fever of more than 38°C with no obvious
treated intensively with combination chemotherapy. Complete infection(52).
remission rate as high as 80% or more have been reported and as Patients with advanced HD (stages IIB-IVB) should be put
many as 40% of patients are cured(37). Patients with stage I under treatment with chemotherapy. Evidence reported by a
(10–20% of all patients with an intermediate or high grade NHL) number of clinical trials now suggests, that adriamycin contain-
can for the greater part (80–90%) be cured with a limited number ing combinations should have a role in the primary treatment of
of CHOP-courses (cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine, advanced HD. Adriamycin, bleomycin, vinblastine and dacarba-
prednison) followed by involved field radiotherapy(45,46). zine (ABVD) have been used alone or in combination with
In stage II–N, a remission percentage of 40–60% is MOPP (mustine, vincristine, procarbazine, prednisolon) by a
observed with the standard treatment CJOP. With this treatment, number of centers, and existing data suggest that this may be
30% of all patients may be cured(47). associated with improved cure rates(52).
Hodgkin's disease (HD) is a multifocal disease(48). The On account of the prolonged survival in patients that have
disease begins in a single lymph node followed by dissemination been put under treatment, late adverse reaction due chemo-
to adjacent lymph nodes and then to other organs in a fairly therapy may emerge, especially the development of neoplasia,
consistent pattern(49). There are the lymphocyte predominance in particular the hematologic malignancies(51).
and the lymphocyte depletion type in HD. Lymphocyte predomi- Since the application of the megavolt apparatus and later the
nance type is observed in younger patients, is usually limited in polychemotherapy it is possible to obtain spectacular response
extent and has an excellent prognosis. Most investigators feel that percentages, resulting in 80–90% disease-free interval in the
the lymphocyte-infiltrate found in HD lesion represents the early stages(58,59) and 60–70% in the advanced stages of the
cellular immune response against the tumor and correlates with disease(60). A child with HD should be treated primarily with
a more favourable prognosis. chemotherapy(61).
Lymphocyte depletion type is at the opposite end of the Radiotherapy in children has important disadvantages.
spectrum, usually presenting with wide-spread disease and Radiotherapy in the period of growth and development appears
constitutional symptoms and having a poor prognosis(50). to be able to bring about growth disturbances of the tissue under
Depletion of lymphocyte is comparatively rare in HD(51,52). treatment which results in misformation. Besides, secondary
Progression from lymphocyte predominance to lymphocyte tumor may develop following radiotherapy.
depletion is associated with worse prognosis(53). The prognosis of In a study on the efficacy of cytostatic therapy alone without
patients suffering from HD is markedly better than that of additional radiotherapy in children with HD of all stages,
patients suffering from NHL as was based on survival chances(54). Behrendt(61) has given to children with small (less than 4 cm)
There is no standard treatment in patients with HD(55). lymph node tumors cytostatic therapy according to MOPP
Radiotherapy is used in patients with HD; chemotherapy is at scheme. Children with initially big (more than 4 cm) lymph node
least a component of treatment for advanced disease(52). Since the tumors have been given the same cytostatic therapy plus involved
advent of radiotherapy and chemotherapy for treatment of pa- field radiotherapy as complementary therapy. The result of the
tients suffering from HD, the prognosis is impressively im- study revealed that of the 16 children treated with chemotherapy
proved; 70% of the patients under treatment may even make alone, survival was 100% during follow-up periods ranging from
recovery(51). 27 to 123 months (median 74 months). Recurrence-free survival
Both chemotherapy and radiotherapy eradicate the disease in this group of children amounted to 87.5%. The survival of the
under certain circumstances. At present time, the best approach 14 children given additional radiotherapy amounted to 93%
to treatment is to use either radiotherapy or combination chemo- during follow-up periods ranging from 26 to 92 months (median
therapy alone in the appropriate stage(48). Radiotherapy and 58 months). Recurrence-free survival in this group of children
chemotherapy are also recommended for treatment of HD(56). For amounted to 85%. Behrendt(61) made the conclusion that a child
most patients with early HD (stages I-IIA), radiotherapy to a with HD should be treated primarily with chemotherapy.
mantle field remains the treatment of choice. Approximately The achievement of complete remission of disease mani-
70% of patients will be cured using radiotherapy alone. Patients festations of the Lk-type of SADIS means the achievement of
in whom relapse develops are put under treatment with chemo- cure and the regression of immune status from the KK-type to the
therapy(52). K-type or even to the L-type, resulting in the augmentation of the
It is unlikely that a tumor with a mass greater than five microbicidal activity of the macrophage. Like in the Tb-type of
centimeter in diameter can be sterilized and the dose of radiation SADIS, it can be expected that in the Lk-type of SADIS specific
would have to be very high(57). Patients with bulky mediastinal chemotherapy against the causative organism (when available)
lymph node enlargement are usually treated with chemotherapy may be given following the achievement of complete remission
initially as are patients with advanced HD, many older patients of the disease with chemotherapy and/or radiotherapy in order to
and those with B symptoms or unfavourable histology(52). stabilize the cure. When specific chemotherapy against the
Approximately 30% of patients have B symptoms as defined by causative organism is not available, inoculation of BCG as
the Ann Arbor staging classification. B-symptoms include night immuno-therapy may then be contemplated.
sweat, unexplained weight loss of more than 10% in 6 months Bacillus Calmette Guerin was first tried by Mathd and
coworkers in patients that suffer from acute lymphocytic leukemia. N Engl J Med 1989; 321: 1501-6. Quoted from: Lange JMA en Van der
Noordaa J. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136: 958–64.
The attempt was based on the experimental observation that 14. Di Bisceglie AM, Martin P, Kassiandes C et al. Recombinant interferon-
drugs were not able to kill all the tumor cells and that other means, alpha therapy for chronic hepatitis C; a randomized, double-blind, placebo-
such as immuno-therapy, were therefore considered necessary to controlled trial. N Engl J Med 1989; 321: 1506-10. Quoted from: Lange
kill the residual leukemic cells(31). Bacillus Calmette Guerin was JMA en Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136: 958–64.
15. Shindo M, Di Bisceglie AM, Cheung Let al. Decrease in serum hepatitis V
found to be effective in leukemic mice if the number of residual viral DNA during alpha-interferon therapy for chronic hepatitis C Ann
malignant cells did not exceed 105 (31). The rationale behind the Intern Med, 1991; 115: 700–4. Quoted from: Lange JMA en Van der
above finding must be based not on the direct killing effect of Noordaa J. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136: 958–64.
BCG but on the effect of BCG on the bactericidal effect of the 16. Lange JMA, Van der Noordaa J. Ontwikkeling en plants bepaling van
antivirale middelen. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136: 958–64.
macrophage. Patients receiving weekly doses of BCG by 17. Nokta MA, Reichman RC, Pollard RB: Pathogenesis of viral infection. In:
scarification for a total duration of 5 years following complete Galasso GJ, Whitley RJ, Merigan TC eds. Antiviral agents and diseases of
remission of acute lymphocytic leukemia through the advent of man. New York: Raven Press, 1990; 49–85. Quoted from: Lange JMA,
chemotherapy and radiotherapy (of the central nervous system) Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136: 958–64.
18. Oberg B: Antiviral effects of phosphonoformate. Pharmacol Ther 1983,19:
appear to have responded best since 7 of 20 (35%) are still in 387–415. Quoted from: Lange JMA, Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v
remission 19 years after initiation of treatment. In contrast, only Geneesk, 1992; 136: 958–64.
21 of 269 children (17.8%) receiving maintenance chemotherapy 19. Freitas VR, Fraser-Smith EB, Matthews TR. Increased efficacy of gan-
alone survive for more than five years(31). ciclovir in combination with foscarnet against cytomegalovirus and herpes
simplex type 2 in vitro and in vivo. Antiviral Res. 1989; 12: 205–12.
Immuno-therapy with intradermal BCG (approximately 106 Quoted from: Lange JMA, Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v Geneesk,
viable bacilli) following radiotherapy in patients with lymphoma 1992; 136: 958–64,
(stage IA and stage IIA) give rise to a lower incidence of relapses 20. Manischewitz JF, Quinnan Jr GV, Lane HC, Wittek AE. Synergistic effect
and longer duration of remission(31). of ganciclovir and foscarnet on cytomegalovirus replication in vitro.
Antimicrobial Agents Chemotherapy 1990; 34: 333–5. Quoted from:
Lange JMA, Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136:
REFERENCES
958–64.
21. Nelson MR, BarterG, Hawkins D, Gazzard BG. Simultaneous treatment of
1. Wibisono J. The duration of augmentation of protective immunity during cytomegalovirus retinitis with ganciclovir and foscarnet. Lancet 1991; 338:
anti-tuberculosis chemotherapy. Joint International Congress, 2nd Asian 250. Quoted from: Lange JMA, Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v
Pacific Society of Respirology, 5th Indonesian Association of Pulmono- Geneesk, 1992; 136: 958–64.
logists.1990, 233 (Abstract). 22. Coker RJ, Tomlinson D, Hooner P, Migdal C, Harris JRW. Treatment of
2. Douglas Piper, Adrian Lee. Duodenal ulcer triple therapy for eradication cytomegalovirus retinitis with ganciclovir and foscarnet. Lancet 1991; 338'
of Helicobacter pylori. Medical Progr 1993; 20: 7–9. 574–5. Quoted from: Lange JMA, Van der Noordaa J. Nederl Tijdschr v
3. Marshal BJ et al. Prospective double blind trial of duodenal ulcer relapse Geneesk, 1992; 136: 958–64.
after eradication of Campylobacter pylory. Lancet 1988; 2: 1437. Quoted 23. Lusiana. Pengaruh penggunaan immuno-modulator dan immuno-therapy
from: Douglas Piper, Adrian Lee, Med Progr 1933; 20: 7–9. terhadap keberhasilan pengobatan. Pam 1987; 1–2: 24–7.
4. George LL et al. Cure of duodenal ulcer after eradication of Helicobacter 24. Lusiana Djunaedi, Adhinata K, Henny CK. How pattern of tuberculin
pylori. Med J Austral 1990, 153, 145. Quoted from: Douglas Piper, Adrian reaction may elucidate the mechanism of action of immuno-therapy with
Lee. Med Progr 1993; 20: 7–9. BCG. Joint International Congress, 2nd Asian Pacific Soc of Respirolo-
5. Rauws EAJ, Tytgat GNJ. Eradication of Helicobaeterpylori cures duodenal gists, 5th Indonesian Association of Pulmonologists 1990; 234 (Abstract).
ulcer. Lancet 1990, 1: 1233. Quoted from: Douglas Piper, Adrian Lee. 25. Liunanda S, Handojo RA, Liunanda D. A down-grading reaction in the
Med Progr 1993; 20: 7–9. immune spectrum of tuberculosis observed following intradermal inocula-
6. Schalm SW, Heytink RA, Buuren HR van, Man RA de. Aciclovir enhances tion of BCG in healthy infected individuals. Joint International Congress,
the antiviral effect of interferon in chronic hepatitis B. Lancet 1985; 1: 2nd Asian Pacific Society of Respirologists, 5th Indonesian Association of
358–60. Quoted from: Schalm SW: Nederl Tijdschr v Geneesk 1987; 131: Pulmonologists 1990, 154 (Abstract).
1209–11. 26. Brada M, Robinson MH. Radiotherapy. Medicine Internat 1991; 4: 3834–41.
7. Thomas HC. Treatment of hepatitis B viral infection. In: Zuckerman AJ. 27. Spiro SG. Lung Cancer, presentation and treatment. Medicine Internat
Viral hepatitis and liver disease. Ndw York, Liss, 1988, 817–22. Quoted 1991; 4: 3798–804.
from: Lange JMA, Van der Noordaa J: Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992, 28. Webb DR, Winkelstein A. Immuno-suppression, Immuno-potentiation and
136: 958–64. anti-inflammatory drugs. In: Basic and Clinical Immunology, 4th Ed. Eds:
8. Hoofnagle JH, Di Bisceglie AM. Antiviral agents and viral diseases of DP Stites, JD Stobo, HH Fudenberg, JV Wells. Maruzen Asian Edition.
man. New York: Raven Press. 1990; 415–59. Quoted from: Lange JMA, Lange Med Publ, Maruzen Asia (Pte) Ltd, page 272–92.
Van der Noordaa J: Nederl Tijdschr v Geneesk, 1992; 136: 958–64. 29. Grattan (Ben) Mead. Principles of Medical Oncology. Medicine Internat
9. Schalm SW. Antivirale therapie bij chronische hepatitis B; een wens of een 1991; 4: 3824–7.
werkelijkheid? Nederl Tijdschr v Geneesk, 1987; 131: 1209–11. 30. Strom TB. Clinical transplantation. In: Basic and Clinical Immunology,
10. Van der Veen J. Voorlopige plants bepaling van het nieuwe virustaticum 4th Ed. Eds: DP Stites, JD Stobo, HH Fudenberg, JV Wells. Maruzen
aciclovir. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1986; 130: 246–9. Asian Ed. Lange Med Publ, Maruzen Asia (Pte) Ltd, page 189–97.
11. Hoofnagle JH, Bisceglie AM di, Waggoner JG, Park Y. Interferon-alpha 31. Fudenberg HH, Wybran J. Experimental Immuno-therapy. In: Basic and
for patients with clinically apparent cirrhosis due to chronic hepatitis B. Clinical Immunology, 4th Ed. Eds: Stites DP, Stobo JD, Fudenberg HH,
Gastro-enterology 1993; 104: 1116–21. Quoted from: Hart W. Nederl Wells JV. Maruzen Asian Ed. Lange Medical Publ, Maruzen Asia (Pte)
Tijdschr v Geneesk, 1993; 137: 1736–7 (Referaat). Ltd, page 718–34.
12. Davis GL, Balart LA, Schiff ER et al. Treatment of chronic hepatitis C 32. Kulberg BJ, Van der Meer JWM, Bolk JH. Het zal wel een virus zijn
with recombinant interferon-alpha; a multicenter randomized controlled Nederl Tijdschr v Geneesk, 1988; 132: 193–5.
trial. N Engl J Med 1989; 321: 1501–6. Quoted from: Lim Che Kit et al. 33. Osame M, Matsumoto M, Usuku K et al. Chronic progressive myelopathy
JAMA, 1993; 9: 7–9 (Editorial). associated with elevated antibodies to human T-lymphotropic virus type I
13. Davis GL, Balart LA, Schiff ER et al. Treatment of chronic hepatitis C with and adult T-cell leukemia-like cells. Ann Neurol 1987; 21: 117–22. Quoted
recombinant interferon-alpha; a multicenter randomized controlled trial. from: Portegies P, Goudsmit J. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135:
1302-6. 47. Coltman CA, Dahlberg S, Jones SE et al. CHOP is curative in thirty percent
34. Portegies P, Goudsmit J. Humaan T-cell lymphotroop virus type I (HTLV of patients with large cell lymphoma; a twelve-year South-West Oncology
I) als oorzaak van progressive myelopathie. Nederl Tijdschr v Geneesk, Group follow-up. In: Skarin AT ed. Advances in cancer chemotherapy.
1991; 135: 1302-6. New York: NY Park Row 1986; 71-7. Quoted from: Hagenbeek A, Mellink
35. Nieweg HO, De Wolf J. Lymphoma malignum en virus. Nederl Tijdschr v WAM. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135: 2213-7.
Geneesk, 1984; 128: 961-2. 48. Ultman JE, Vincent T, DeVito JR. Hodgkin's disease and other lymphomas.
36. Wells JV, Ries CA. Hematologic diseases. In: Basic and Clinical Immuno In: Harrison's Principles of Internal Medicine, 10th Eds. Eds: Petersdorf,
logy, 4th Eds. Eds: DP Stites, JD Stobo, HH Fudenberg, JV Wells. Maruzen Adams, Braunwald, Isselbacher, Martin, Wilson. Taipen: Mei YaPubl Inc.
Asian Edition, Lange Med Publ, Maruzen Asia (Pte) Ltd, page 460-97. New York: Mc Graw-Hill Book Co, 1983; 751-65.
37. Michael Whitehouse. Non-Hodgkin's lymphomas. Medicine Internat 1991; 49. Govan ADT, Macfarlane PS, Callender R. Pathology illustrated (2). Edin
4: 3878-81. burg, London, Melbourne, New York: Churchill Livingstone, 1981.
38. Tweet JG van den. De classificatie van de non-Hodgkin lymfomen; over 50. Wells JV, Ries CA. Hematologic diseases. In: Basic and clinical Immuno
wegingen bij de "working formulation". Nederl Tijdschr v Geneesk, 1990; logy, 4th eds. Eds: DP Stites, JD Stobo, HH Fudenberg, JV Wells. Maruzen
134: 2327-30. Quoted from: Hagenbeek A, Mellink WAM. Nederl Tijdschr Asian Ed. Lange Med Publ, Maruzen Asia (Pte) Ltd, page 460-97.
v Geneesk, 1991; 135: 2213-7. 51. Coleman NC, Williams CJ, Flint A et al. Hematologic neoplasia in patients
39. Hagenbeek A, Mellink WAM. De behandeling van het non-Hodgkin treated for Hodgkin's disease. N Engl J Med 1977; 297: 1249-52. Quoted
lymfoom, anno 1991; is meer beter? Nederl Tijdschry Geneesk, 1991; 135: from: Soesan M. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1987; 131: 1140-1.
2213-7. 52. Mead G (Ben). Hodgkin's disease. Medicine Int 1991; 4: 3875-7.
40. Ossenkoppele GJ, Huygens PC, Langenhuysen MMAC. Stadidring van het 53. Dorreen MS. Hodgkin's disease. Medicine Int 1987; 2: 1667-70.
non-Hodgkin lymfoom; resultaten bij 221 patienten. Nederl Tijdfschr v 54. van den Tweel JG. De classificatie van de non-Hodgkin lymfomen; over
Geneesk, 1986; 130: 1016-9. wegingen bij de working formulation. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1990;
41. Laurence TS, Urba WJ, Steinberg SM et al. Retrospective analysis of stage 134: 2327-30.
I and II indolent lymphomas at the National Cancer Institute. Internal J 55. Mauch P, Larson D, Osteen R et al. Prognostic factors for positive surgical
Radiat Oncol Biol Phys 1988; 14: 417-24. Quoted from: Hagenbeek A, staging in patients with Hodgkin's disease. J Clin Oncol, 1990; 8: 257-65.
Mellink WAM. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135: 2213-7. Quoted from: Noordijk, Kluin-Nekemans. Nederl Tijdschr v Geneesk,
42. Lister TA. The management of follicular lymphoma. Ann Oncol, 1991; 2: 1990; 134: 2423-25.
131-5. Quoted from: Hagenbeek A, Mellink WAM. Nederl Tijdschr v 56. Hancock SL, Cox RS, McDougall IR. Thyroid disease after treatment of
Geneesk, 1991; 135: 2213-7. Hodgkin's disease. N Engl J Med 1991; 225: 599-605. Quoted from: Gittay
43. Gilewski TA, Richards JM. Biologic response modifiers in non-Hodgkin's EJ, Schuurman B. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135: 2400 (Referaat).
lymphomas. Semin Oncol 1990; 17: 74-8. Quoted from: Hagenbeek A, 57. Spiro SG. Lung cancer; presentation and treatment. Medicine Int 1991; 4:
Mellink WAM. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135: 2213-7. 3798-804.
44. de Jong RS, Damen RMPC, Westerveld BD, Nelis GF. Twee patienten met 58. Carde P, Burgers JMV, Henry-Amar M et al. Clinical stages I and II
non-Hodgkin lymfoom gelokaliseerd in het pancreas. Nederl Tijdschr v Hodgkin's disease; a specifically tailored therapy according to prognostic
Geneesk, 1992; 136: 432-4. factors.. Clin Oncol 1988; 6: 239-52. Quoted from: Noordijk, Kluin
45. Longo DL, Glatstein E, Duffey PL et al. Treatment of localized aggressive Nelemans. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1990; 134: 2423-25.
lymphomas with combination chemotherapy followed by involved field 59. Rosenberg SA, Kaplan HS. The evolution and summary results of the
radiation therapy. J Clinic Oncol, 1989; 7: 1295-302. Quoted from: Stanford randomized clinical trials of the management of Hodgkin's disease
Hagenbeek A, Mellink WAM. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135: 1962-1984. Intemat J Radiat Oncol Biol Phys, 1985; 11: 5-23. Quoted
2213-7. from: Noordijk, Kluin-Nelemans. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1990; 134:
46. Jones SE, Miller TP, Connors JM. Long term follow-up and analysis for 2423-5.
prognostic factors for patients with limited-stage diffuse large cell lym 60. Longo DL, Young RC, Wesley M et al. Twenty years of MOPP therapy
phoma treated with initial chemotherapy with or without adjuvant radio for Hodgkin's disease. J Clin Oncol, 1986; 4: 1285-306. Quoted from:
therapy. J Clinic Oncol 1989; 7: 1186-91. Quoted from: Hagenbeek A, Noordijk, Kluin-Nelemans. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1990; 134: 2423-5.
Mellink WAM. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1991; 135: 2213-7. 61. Behrendt H. De ziekte van Hodgkin bij kinderen; behandeling, resultaten
met of zonderradiotherapie. Nederl Tijdschr v Geneesk, 1986; 130: 865-8.

Kegiatan Ilmiah
August 16–18, 1994 – 7th ASEAN Congress of Plastic and Reconstructive Surgery
Bangkok
Information : Congress Secretariat,
Dept of Plastic Surgery, Siriraj Hospital,
Bangkok 10700, Thailand.
Staple Food – Based
Oral Rehydration Solutions
Sukwan Handall*, Hao Llying*, Martha Kombong**, Ata Nalun***
* District Health Office, PO Box 108, Wamena 99501
** Irian Jaya Training, World Vision International, Wamena
*** Regional Health Laboratory, Jayapura

INTRODUCTION Heuich EBA 3S in 1000 rpm for 5 minutes. The supernatants


Diarrhea is still one of the major killers of children under five were taken and two samples were prepared from each kind of
in the Central Highlands of Irian Jaya. One of the causes of this powder.
high mortality is related to the delay of the treatment for the
Measurement of Sodium, Potassium and Glucose
dehydrated children.
1) Sodium and Potassium (Flame photometer method)
To overcome this problem, Sugar Salt Solution (SSS) and
A standard solution (140 mmol/l of Sodium and 5 mmol/lof
even WHO-UNICEF Oral Rehydration Salt Solution (ORS)
Potassium) was prepared (4 ml distilled water and 200 µl stan-
have been used for home-based treatment for early diarrhea with
dard solution).
or without dehydration. Unfortunately, these solutions do not
Two samples of 200µl materials each were added into 4 ml
shorten the duration of diarrhea and/or decrease stool's volume
distilled water. As the concentration of sodium was low, the
and do not encourage parents to rely on these solutions only(1-6).
solution was not diluted further. But, for potassium measure-
Rice-based oral rehydration solution was developed in some
ment, dilution of 2 times was made.
countries and the benefits of this solution have been proven by
The concentrations of sodium and potassium were examined
several studies(1-6). Unfortunately, rice is a luxurious thing and
by a 400 flame photometer [Corning Medical, England], with
not always available for the people in the Central Highlands of
Acetylene gas pressure 1 kg/cm2.
Irian Jaya where sweet potato, banana, sago and corn are their
2) Glucose (GOD-PAP method [Boehringer Manheim])
staple foods.
A standard solution was made (100 µl standard solution and
Developing staple food-based oral rehydration solutions in.
23 ml Reagent Glucose). Two samples of 10µl materials each
the Central Highland will benefit the community.
added to 2.5 ml Reagent Glucose. All the materials were warmed
at 37°C for 15 minutes in Waterbath model YB-131 (American
Scientific Products). All materials absorbences were examined
MATERIALS AND METHODS
on Spectronic 21, (Bausch & Lomb) with filter 610 nm.
Preparation of the materials
Sweet potato (Ipoema batatas) and banana (Musa domes- RESULTS
tica) were peeled, then sliced very thin and dried under the sun for The concentrations of sodium, potassium and glucose in
4 hours. The dried slices of sweet potato, banana and corn were each sample were quite similar, except of the concentration of
pounded with a simple wood mortar. The powder produced was glucose in sweet potato (yellow). Banana has the highest sodium
dried again under the sun for 4 hours. The powder yielded from in the solution, and the potassium was not much different. Corn
sweet potato, corn and banana were 19.2%, 20,8% and 18.2%, has the lowest sodium and potassium concentration.
respectively. Compared with the WHO-UNICEF Oral Rehydration Salt
Fifty grams of each powder boiled and stirred with distilled solution, all the staple food-based Oral Rehydration Solutions are
water for about 20 minutes [added until 1 liter of solution] and hyponatremic, hypokalemic, and hyperglycemic (except yellow
cooled in the air. Then all the samples were centrifuged, using sweet potato, which is a hypoglycemic solution). Unfortunately,
the osmolarity of the solution were not examined so comparisons these staple food-based oral rehydration solutions suitable to be
could not be made with the WHO-UNICEF ORS (Table 1). used as home-treatment of diarrhoea with or without dehydra-
Table 1. Concentrations of Sodium, Potassium and Glucose
tion.
Although preparing powders from the staple food are time-
Staple Food
Sodium Potassium Glucose consuming, the benefit of preparing the powder does not only lie
(Mmol/l) (Mmol/l) (mg %) in using the powder as a home-based oral rehydration solution,
Sweet potato, white 15.6 – 23.7 9.8 – 11.6 174 – 175 but also can be used as the weaning food for babies in the Central
Sweet potato, yellow 28.0 – 37.3 8.7 47 – 49 Highland of Irian Jaya.
Corn 9.3 3.7 112 –113
Banana 37.3 – 46.6 7.5 168 –171
A further study is needed to assess the impact of these staple
WHO-UNICEF food-based oral rehydration solutions use in the treatment of
Oral Rehydration 90 20 111 dehydration among children under five in the highlands of Irian
Sa1ts(7,8) Jaya.
Rice Fluor Solution(3) 1.4 2.0
CONCLUSION
DISCUSSION The staple food (sweet potato, corn and banana)-based oral
The sodium content of the solutions examined in this study rehydration solutions have quite similar contents of minerals and
did not differ very much from the concentration of sodium in glucose as in Sugar-Salt Solution, Rice-based Oral Rehydration
Sugar-Salt Solution and was in the safety range of oral rehydra- Solution and WHO-UNICEF ORS.
tion therapy used for home-treatment(2). Compared with a study
of Rice Flour Solution(3), the sodium content in banana, corn and ACKNOWLEDGEMENT
sweet potato solutions are higher. It means that the risk of We thank Dr. Yenni, Head of Health Laboratory Department in Jayapura
for the permission to use the laboratory, Ms. Andy Hajrah and Ms. Kamla for
hyponatremia with sweet potato, corn or banana solutions will be assisting on the measurement Sodium, Potassium and Glucose concentration.
less than that of Rice-based Oral Rehydration Solution and the We also appreciate the help of Dr. B. Sandjaja MS(PH) and Dr. Budi
risk of hypernatremia is lower than WHO-ORS(8). Subianto MPH, Provincial Health Office for their suggestions and critics. We
The glucose content in corn is acceptable according the also thank Sue Trenier RN for English language corrections.
glucose content of home-made Sugar-Salt Solution and WHO-
UNICEF ORS(2,7,8). The other solutions have higher glucose REFERENCES
content and this might be related to an increase of osmolarity(6).
1. Mahalanabis D. Development of an improved formulation of oral rehydration
Unfortunately, osmolarity of these solutions were not examined. salts with antidiarrhoeal and nutritional properties: a "Super ORS". Geneva:
Although glucose (monosaccharides and dissacharides) increased CDD/DDM/85.3, 1985.
the osmolarity, starch in its polymeric form was found in the 2. Anonymous. Oral rehydration therapy for treatment of diarrhoea in the home.
solution which decreased the osmolarity(6), so the osmolarity Geneva: WHO/CDD/SER/86.9, 1986.
3. Mota-Hemandez F, Bross-Soriano D, Perez-Ricardez ML. Velasquez-Jones
might not be so high in these solutions. The high content of L. Rice Solution and World Health Organization Solution by gastric infusion
glucose in the solutions (except yellow sweet potato and corn) for high stool output diarrhea. AJDC 1991; 145: 937-40.
does not discourage the use of these solutions as the maximum 4. Gore SM, Fontaine 0, Pierce NF. Impact of rice based oral rehydration
glucose that can be absorbed in acute diarrhoea is around 2%. If solution on stool output and duration of diarrhoea: meta-analysis of 13
clinical trials. BMJ 1992; 304: 287–91.
the concentration was over 2%, it may cause osmotic diarrhoea(2). 5. Anonymous. Solving the weanling's dilemma: power-flour to fuel the gruel?
Besides those materials, the solutions could have some Lancet 1991; 338: 605–5.
amount of protein, dipeptides, neutral amino acids or hydrolysed 6. Anonymous. Cereal-based oral rehydration solutions-bridging the gap
proteins which help to couple and to enhance the absorption of between fluid and food. Lancet 1992; 339: 219–20.
7. ME Avery et al. Oral Therapy for Acute Diarrhea: the underused simple
natrium and then, osmotically, water flow in the same direction(1). solution. NEJM 1990; 323(13): 891–3.
All of the contents found in the study of these solutions made 8. Gracey M. Oral therapy for acute diarrhoea. Med 'Austral 1984; 140: 348-9.

Nothing is more exhausting than searching for easy ways to make


a living
Sindrom Hemolitik Uremia
- laporan kasus
Dr M. Nuchsan Umar Lubis DSA
Belgian Anak Rumah Sakit Umum Langsa, Aceh Timur

PENDAHULUAN ringan demam, lesu, muntah, diare. Gejala yang paling menon-
Sindrom Hemolitik Uremia (SHU) adalah penyakit akut jol dan hampir selalu terjadi adalah gastroenteritis(6).
dengan ditandai gejala anemia hemolitik mikroangiopatik, trom- 2) Fase akut
bositopeni dan gagal ginjal akut(1). Timbul pada semua usia, Gejala penderita bertambah berat dengan adanya(3) :
tetapi lazimnya pada usia anak-anak, khususnya pada usia pra- a. Oliguri, hipertensi, edema, hematuri.
sekolah(2). Sindrom ini di negara barat merupakan penyebab b. Anemia hemolitik.
utama kegagalan ginjal akut pada bayi dan anak(3). c. Trombositopeni.

TINJAUAN PUSTAKA PENATALAKSANAAN SHU


Secara epidemiologik terdapat 3 tipe SHU yang secara Pemantauan berupa evaluasi gagal ginjal akut dan kelainan
klinis berbeda meskipun secara patologi mempunyai karakteris- hematologi, serta elektrolit(4).
tik yang same(4). 1) Terapi suportif terhadap anemia
1) Purpura Thrombotik Thrombositopenik Penyebab anemia dalam hal ini hemolisis dan perdarahan,
Dapat mengenai segala umur, terutama wanita 10–50 tahun, packed red cell (PRC) dapat diberikan bila Hb kurang dari 20%
dan jarang terjadi. atau apabila ada gejala klinis akibat anemia, PRC diberikan
Tanda karakteristik yang menonjol: demam, trombosito- perlahan-lahan 10 ml KgBB atau 6 X BB X Hb yang diinginkan.
peni, gangguan neurologik, gagal ginjal akut dan anemia hemo- Transfusi trombosit jarang diperlukan karena dapat menye-
litik mikroangiopatik. babkan sumbatan di dalam pembuluh darah ginjal.
2) Sindrom Hemolitik Uremia pada anak (SHU anak) 2) Terapi terhadap infeksi
Di negara maju, SHU anak merupakan penyebab terbanyak Infeksi dapat terjadi mendahului SHU, clan penggunaan
(40% dari Gagal Ginjal Akut internal pada usia 0–4 tahun. antibiotik harus tepat dan tidak nefrotoksik.
Sedang serangan dapat bersifat endemik maupun non endemik. 3) Terapi terhadap hipertensi
3) Sindrom Hemolitik Uremia pada orang dewasa (SITU de- Hipertensi terjadi terutama sebagai reaksi renin angiotesin
wasa) sehingga obat hipertensi yang dipilih adalah golongan ACE
SHU dewasa merupakan tipe SHU yang tidak banyak inhibitor.
dijumpai, biasanya tidak bersifat sporadik. Gambaran klinik
mirip SHU anak. LAPORAN KASUS
A, perempuan 12 tahun, dirawat untuk pertama kali di
ETIOLOGI bagian Anak RSU Langsa pada tanggal 25 April 1993 dengan ke-
Diduga penyebab SHU adalah infeksi bakteri spesifik, luhan utama pucat; 3 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita
misalnya infeksi demam tifoid dan shigella (terutama pada menderita demam tinggi dan lemas, 2 hari kemudian muntah-
daerah endemi). muntah, pusing, buang air kecil dan buang air besar tidak ada
Di samping itu dapat juga disebabkan virus, riketsia, imu- keluhan, tidak ada riwayat perdarahan sebelumnya dan tidak ada
nologik; dan idiopatik(5). keluarga yang menderita penyakit seperti pasien ini. Riwayat
kehamilan ibu, persalinan ibu dan perkembangan pasien kesan
GAMBARAN KLINIS DAN LABORATORIUM normal.
1) Fase prodromal Pada pemeriksaan fisis didapatkan seorang anak perempuan
Penderita tampak sehat dengan gizi baik. Umumnya gejala dengan kesadaran kompos mentis, pucat, tidak sesak, tidak
sianosis, tidak ikterus, Berat badan 25 kg, tinggi badan 135 cm, tanda kemungkinan kelebihan cairan. Diet nefritis I 2000 kal,
suhu 37°C. Frekuensi napas 22/menit teratur, frekuensi nadi = protein 20 g dan rendah garam. Furosemid 5 mg. Keadaan pasien
frekuensi jantung 120/menit, tekanan darah 120/80 mmHg, jan- agak membaik, selanjutnya pasien dirujuk kebagian Neprologi
tung dan paru tidak ada kelainan. Perut teraba lemas, tidak nyeri Anak Propinsi.
tekan, hati dan limpa tidak teraba; ekstremitas tidak ada kelainan.
Pemeriksaan laboratorium: Hb 6,2 gr/dl, leukosit 8.660/ul, ANALISIS KASUS
trombosit 86000/ul, golongan darah A, eritrosit 2,52 juta/ul, dan Penderita diduga menderita anemia aplastik; setelah di-
hitung jenis: eosinofil 0%, basofil 0%, neutrofil batang 2%, lakukan penjajakan selanjutnya terjadi hemolisis darah; ini ter-
neutrofil segmen 64%, limfosit 32%, monosit 2%, sedangkan lihat setelah ditransfusi terjadi penurunan Hb dan adanya tendensi
pemeriksaan urine menunjukkan adanya proteinuri (2+) eritrosit terjadinya gagal ginjal dilihat dengan meningkatnya kadar ureum.
15–20/Ipb dan leukosit 1–3/1pb pada sedimen. Pada pemeriksaan urine tampak proteinuri, eritrosit, silinder
Diagnosis kerja saat itu: Anemia aplastik dan observasi granuler dan pada darah tepi menunjukkan perubahan morfologi
hematuri. dan trombositopeni.
Terapi diberikan transfusi PRC 250 ml. Penyakit SHU merupakan penyakit yang jarang yang
Sehari kemudian didapati penderita demam tinggi 39,7°C, membawa keterlambatan dalam diagnosis.
kelopak mata sedikit membengkak, warna urine air cucian da-
ging. Tekanan darah 120/80 mmHg; pada jantung, paru dan
abdomen tidak ada kelainan. Penderita ditangani sebagai KEPUSTAKAAN
glomerulonefritis akut, diberi pengobatan antibiotika dan diure-
1. Setiaty Ga TE. Sindroma Hemolitik Uremia. Simposium Nasional Nefrologi
tika serta diet rendah garam. Anak V, dan Simposium Nasional Gawat Danrat II, Medan 1992. Hall-1.
Tangga1 30 April 1993 dilakukan pemeriksaan laboratorium 2. Tune BM. Tice Heanolitic Uremic Syndrome. In: Lieberman. Clinical Pedia-
selanjutnya : Hb 5,2 gr/dl, leukosit 7600/ul, trombosit 76000/ul, trics Nephrology. Toronto: J.B. Lippincott, 1976. p. 294-300.
ureum 425 mg/dl, kreatinin 16,7 mg/dl, ASTO 200S1/ml. 3. Royer P, Habib R, Mathieu H, Broyer M. Hemolytic Uremic Syndrome. In
Royer. Pediatric Nephrology. Major problem in clinical pediatric, VoL XL
Urine : protein (+), eritrosit 20–35/1pb dan leukosit 4–5/Ipb Philadelphia-Toronto: W.B. Saunders, 1974. pp. 291-301.
dalam sedimen. 4. Setiaty Ga TE. Sindroma Hemolitik Uremia, Simposium National Nefrologi
Diagnosis kerja menjadi anemia hemolitik dan uremia, Anak dan Simposium National Gawat Darirat II, Medan 199Z Hall 5.
dengan kemungkinan Sindroma Uremik Hemolitik. 5. Bahrum D, Bahar A, Enggar S. Sindrom Uremik HemolitiL Simposium
Nasional Nefrologi Anak, Bandung 1986; Hal. 89-116.
Diberi pengobatan infus cairan D109b/NaCI 0,9% sebanyak 6. Gianantanio C. Hetnolitic Uremic Syndrome. In: Edelmann. Pediatric
25 ml/kgbb dan PRC 10 ml/kgbb dengan pengawasan atas tanda- Kidney Disease; 1st ed., Vol. 2. Boston: Little Brown 1978. pp. 724-736.
Sindrom Guillain- Barre
dan Typhus Abdominalis
- laporan kasus
A. Munandar
Unit Neurologi, Rmmah Sakit Husada, Jakarta

ABSTRAK

Sindrom Guillain-Barre sebagai bentuk kelumpuhan pada demam tifoid sangat


jarang ditemukan. Penulis melaporkan satu kasus sindrom Guillain-Barre path pen-
derita demam tifoid, menambah kasus serupa yang sebelumnya telah dilaporkan
Chanmugam.

PENDAHULUAN kelainan. Ia mendapat pengobatan dengankloramfenikol 4 x 500


Manifestasi kelumpuhan yang dapat terjadi pada demam mg dan pada hari perawatan ke enam ia menjadi afebril. Pada hari
tifoid mungkin berupa miopati, sindrom Guillain-Barre dan perawatan kelima ia dikonsulkan ke unit neurologi.
polineuropati(1). Bentuk sindrom Guillain-Barre sangat jarang Pada pemeriksaan neurologi ditemukan tetraparesis flaksid
ditemukan dan dalam kepustakaan pernah dilaporkan oleh dengan tenaga 3, refleks tendo dan refleks patologi negatif.
Chanmugam(2). Kasus yang dilaporkan penulis berbeda dengan Gangguan sensorik tidak ditemukan. Pemeriksaan EMG mem-
yang telah diuraikan itu dalam hal penanganannya. Kasus di- perlihatkan penurunan kecepatan hantar saraf, penurunan ge-
kenal pertama sebagai sindrom Guillain-Barre dan mendapat pe- lombang F dan hilangnya refleks H. Cairan serebrospinal :
nanganan sesuai dengan itu dan baru kemudian diketahui meru- jumlah se157/mm', segmen 21 dan limfosit 79; protein 479 mg/
pakan kasus tifoid, sedangkan kasus penulis sejak pertama diobati 100 ml, gula 57 mg/100 ml; tidak ditemukan bakteri. Atas dasar
sebagai tifoid (mungkin karena pasien datang ke dokter penyakit penemuan itu ditegakkan diagnosis sindrom Guillain-Barre.
dalam) dan setelah demamnya mereda baru dikonsulkan ke unit Pengobatan dengan kloramfenikol 4 x 500 mg diteruskan
neurologi. Namun kedua-duanya ialah sindrom Guillan-Barre sampai 10 hari dan kemudian dilanjutkan dengan kloramfenikol
yang timbul pada infeksi Salmonella. 4 x 250 mg. Untuk sindrom Guillain-Barre ia mendapat terapi
penunjang dan fisioterapi.
URAIAN KASUS
Seorang anak laki-laki Indonesia berumur 14 tahun pada DISKUSI
saat masuk perawatan telah menderita demam di rumah selama Sindrom Guillain-Barre biasanya didahului infeksi virus di
empat hari. Bersamaan dengan demamnya ia merasa kesemutan saluran nafas, saluran cerna, (mungkin juga AIDS), vaksinasi,
pada kedua betisnya dan kemudian kedua tungkainya menjadi tindakan bedah atau menjadi penyulit pada proses keganasan.
lemah. Kelemahan itu bertambah hari bertambah parah sehingga Mungkin juga terjadi pada difteri dalam minggu ke 5-8, atau
ia tidak mampu berjalan sendiri. Ia kemudian masuk perawatan kadang-kadang pads penderita uremi yang kehabisan gizi(3,4).
di rumah sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium ialah : Hb 13,6 Dalam kepustakaan baru satu kali dilaporkan sindrom ini pada
g%; leukosit 7300/mm3; hitung jenis menunjukkan eosinofil 0, demam tifoid(2).
batang 5, segmen 84, limfosit 11; tes aglutinasi S typhi O 1/80 dan Awitan sindrom ini biasanya akut atau subakut dengan
H 1/160 positif; biakan darah juga S typhi positif; urine tidak ada keluhan kesemutan, baal dan nyeri otot, disusul kelemahan otot
yang mulai, sedikit banyak secara simetri, di tungkai dan kemu- nya melibatkan komponen motorik, sensorik dan vegetatif. Se-
dian dapat menjalar ke proksimal ke lengan dan saraf otak. Suhu baliknya mengenali sindrom Guillain-Barre tanpa mengetahui
tubuh biasanya normal. Salah satu ciri utama lain ialah kele- kemungkinan kaitannya dengan demam tifoid mungkin juga
mahan otot yang mencolok dan tidak ada atau hanya sedikit berakibat fatal karena infeksi Salmonella tidak diatasi.
gangguan sensorik. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat
dan respon F dan H abnormal(3). Penyakit ini secara alami pulih. KESIMPULAN
Pada terapi yang penting ialah kesiapan untuk bantuan per- Kemungkinan timbulnya sindrom Guillain-Barre pada
nafasan. demam tifoid perlu lebih diketahui dan disadari, khususnya di
Baik pada kasus Chanmugam maupun kasus penulis Indonesia di mana demam tifoid masih merttpakan penyakit
ditemukan demam tinggi pada penderita, yang biasanya tidak menular yang besar.
ditemukan pada sindrom Guillain-Barre(3,4). Demam itu baru Sungguhpun sindrom Guillain-Barre umumnya pulih de-
hilang setelah penderita mendapat pengobatan terhadap demam ngan baik namun mungkin terjadi kegagalan pernafasan yang
tifoidnya sungguhpun padakasus Chanmugam dari segi susunan dapat menimbulkan akhir yang fatal.
saraf sudah terjadi kemajuan secara lambat clan tetap.
Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit menular KEPUSTAKAAN
kedua terbesar setelah gastroenteritis(1). Oleh karena itu sindrom
1. Dody Ranuhardy, Djoko Widodo. Manifestasi kelumpuhan pads Demam
Guillain-Barre sebagai bentuk kelumpuhan pada demam tifoid Tifoid, Medika, 7, 18, 1992; 18(7): 57-59.
mungkin lebih sering dijumpai asalkan diwaspadai. Pengenalan 2. Chanmugam D, Waniganetti A. Guillain-Barre Syndrome associated with
sindrom ini sebagai penyulit demam tifoid perlu disadari karena Typhoid Fever. BMJ 1969; 1: 95-6.
berpotensi fatal akibat kegagalan pernafasan; sehingga tidak 3. Adams RD, Victor M. Principles of Neurology, 4th ed. New York: McGraw-
Hill, 1989: 1035-40.
boleh dianggap sebagai suatu polineuropati. Polineuropati biasa- 4. Pryse-Philips W, Murray TJ. Essential Neurology, 2nd ed. 1984 : 591-3.
Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akuta
pada HLA-B27 positif
- laporan kasus
Suhardjo, Wasisdi Gunawan
Laboratorium Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Yogyakarta

PENDAHULUAN fobia, lakrimasi, rasa sakit, clan penglihatan kabur. Mata yang
Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar terkena biasanya satu pihak, disertai dengan adanya flare dan sel
bagian depan atau pars plikata. Berdasarkan reaksi radang, di dalam bilik mata depan; jarang dijumpai adanya hipopion.
uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granu- Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan
lomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan faktor penyebab. Uveitis anterior yang disebabkan oleh reaksi
endogen. Untuk selanjutnya, yang banyak dibicarakan adalah anafilaksis terhadap protein lensa akan didominir oleh adanya
uveitis anterior endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: sel-sel besar di bilik mata depan; sedang jika disebabkan oleh
infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sindroma Reiter justru didominir oleh eksudat fibrin dan sel-sel
sistemik, neoplastik, dan idiopatik(1). Pola penyebab uveitis kecil atau lazim disebut radang non granulomatosa.
anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik Dalam menentukan penyebab uveitis anterior, sering di-
pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang diagnostik. jumpai banyak kendala di Indonesia. Pemeriksaan cairan hasil
Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, parasentesis dari bilik mata depan merupakan pemeriksaan yang
namun 37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imu- lazinrdikerjakan untuk menegakkan diagnosis, namun hal terse-
nologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik(2). Penyakit but masih sulit diterima para pasien mengingat risiko tindakan
sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior meliputi: juga tidakringan. Di samping itu, beberapa teknik pemeriksaan
spondilitis ankilosa, sindromaReiter, artritis psoriatika,penyakit laboratorium terutama yang menyangkut pemeriksaan imuno-
Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple(1). Keterkaitan logik masih relatif mahal. Teknik pemeriksaan histokompatibi-
antara uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien litas HLA-B27 relatif langka dan tidak terjangkau pada pasien
dengan predisposisi genetik HLA-B27 positif pertama kali di- uveitis anterior umumnya. Pemeriksaan HLA-B27 pada uveitis
laporkan oleh Brewerton et al(3). anterior dapat untuk menentukan diagnosis dan prognosis penya-
Angka prevalensi uveitis anterior sekitar 0,19%; namun kit(7). Di Indonesia belum pernah dilaporkan mengenai gambaran
angka tersebut meningkat menjadi 1% pada kelompok.populasi klinis uveitisanterior pada pasien dengan HLA-B27 positif.
HLA-B27 positif(4). Uveitis anterior merupakan salah satu ra- Kasus demikian mungkin saja banyak dijumpai, namun se-
dang di dalam bola mata yang paling sering dijumpai, dengan hubungan dengan beberapa keterbatasan dalam pemeriksaan
insidensi pertahun bervariasiantara 8,2–12 setiap 100.000 pen- HLA-B27 sehingga tidak pemah ditelaah di Indonesia.
duduk(5,6). Uveitis anterior akuta pada HLA-B27 positif lebih Tulisan ini bertujuan untuk melaporkan kasus uveitis ante-
sering terjadi pada orang Kaukasia dibandingkan orang Jepang. rior akuta dengan gejala sangat spesifik yang disertai adanya
Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal –50 spondilitis ankilosing. Diharapkan tulisan ini dapat menambah
tahun(5). wawasan dalam penanganan uveitis anterior, serta agar dapat
Gejala-gejala uveitis anterior meliputi: mata merah, foto- difahami tentang pentingnya pemeriksaan HLA-B27.

Disajikon pads Konas III Peratnu ni, di Bandung, 22–26 Juni 1993
LAPORAN KASUS serabut fibrin di tepi iris, lensa jemih, segmen belakang tidak
Seorang wanita Ny. M umur 34 tahun, alamat: Jetis, Pedan, dijumpai kelainan. Pasien diperbolehkan pulang, dan bisa di-
Klaten, Jawa Tengah; pada tanggal 7-11-1992 masuk RSUP Dr lakukan rawat jalan.
Sardjito dengann keluhan mata kanan sakit, penglihatan sangat Hasil pemeriksaan terakhir tanggai 4-2-1993 didapatkan
kabur, mata merah, dan berair. Keluhan tersebut diderita sejak 7 status oftalmologis: tidak dijumpai adanya tanda-tanda uveitis
hari sebelumnya, dan sudah berobat ke RSU Tegalyoso namun anterior. Penderita masih sering mengeluh adanya nyeri punggung
tidak ada perbaikan. Berdasarkan basil pemeriksaan didapatkan: bawah yang hilang timbul. Status reumatologis: spondilitis
visits matakanan 1/300, palpebra bleparospasmus berat, injeksi ankilosa; karena penderita tidak tahan terhadap efek samping
siliar pada konjungtiva, kornea udem, bilik mata depan flare 4+, obat anti radang non steroid per oral, disarankan pemberian se-
set 3+, eksudat fibrin hampir menutup pupil, hipopion setinggi cara topikal. Penderita tetap dianjurkan fisioterapi, guna meng-
2 mm, lensa dan belakang lensa tidak dapat dinilai. Mata kiri hindarkan gejala sisa yang timbul akibat spondilitis ankilosa.
visus 6/6, dan tidak dijumpai kelainan. Riwayat keluarga: ayah
pasien menderita sakit sendi tulang belakang. DISKUSI
Hasil pemeriksaan laboratorium rutin didapatkan: angka Reaksi radang yang didominir oleh eksudat fibrin, reaksi
leukosit 14.400, Hb 13,6 g%, laju endap darah 74 mm, per- seluler yang kurang menonjol, adanya hipopion, dan proses
sentase jenis leukosit batang 1%, segmen 90%, dan limfosit 9%. radang bersifat mendadak menunjukkan suatu radang non gra-
Kadar glukosa darah puasa 75 mg%. Kadar enzim fosfatase alkali nulomatosa. Reaksi radang yang berat pada kasus ini ditunjukkan
66 lU/ml, dalam batas normal. dengan rasa sakit yang memaksa pasien harus dirawat, di sam-
Hasil pemeriksaan imunologik: faktor reumatoid negatif, ping visus yang turun sampai tingkat kebutaan. Menurut Rao et
CRP 1/40, ASO 200 lU/ml (+), VDRL negatif, IgG Tokso 600 al (1992) gambaran Minis uveitis anterior pada HLA-B27 ber-
lU/ml, IgM Tokso-ISAGA negatif, HLA-B27 positif. Uji PPD sifat akut, berat, sering kambung, dwipihak tetapi biasanya tidak
pada kulit negatif. Hasil pemeriksaan foto Ro: artritis sakro- bersamaan(1). Kekambuhan biasanya terjadi walaupun penyem-
iliaka dan coxae. buhan uveitis anterior telah menyeluruh. Lama serangan uveitis
Hasil konsultasi antar unit didapatkan: status reumatologis anterior jarang melebihi 6 minggu(8).
didapatkan spondilitis ankilosa, status THT didapatkan etmoidi- Uveitis anterior akuta yang disertai spondilitis ankilosa
tis, status ortopaedis didapatkan skoliosis torakolumbal yang sering mirip dengan sindrom Reiter, karena secara imunologik
balanced, status dermato-venerologis ada persangkaan servisitis sama-sama memikiki HLA-B27 positif dan faktor Rheuma yang
Gonore, status gigi dan mulut didapatkan gigi L 6 gangren. negatif. Pada sindrom Reiter dikenal tiga jelala utama: uretritis,
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan poll artritis, dan konjungtivitis. Gejala pada mata ini dapat diikuti
laboratorium penunjang, dan pemeriksaan konsultasi antar unit, adanya uveitis anterior, walaupun sangat jarang(1,5). Pada kasus
dibuat diagnosis: mata Icarian uveitis anterior akuta pada HLA- ini tidak dijumpai adanya: konjungtivitis, artritis sendi lutut,
B27 positif, spondilitis ankilosa, etmoiditis, gigi L 6 gangren, sendi mata kaki dan tendo Achilles. Pada sindrom Reiter dapat
dan persangkaan servisitis gonore. ditemukan bakteri spesies Chlamydia, Mycoplasma dan spesies
Dilakukan terapi non spesifik pada mata yang meliputi: Salmonella baik dalam discharge uretra maupun cairan sendi
steroid topikal tiap jam, sulfas atropin tetes 1%, injeksi steroid yang mengalami peradangan. Pada kasus ini terdapat persangkaan
sub-tenon anterior 0,8 ml deksametason/hari selama 5 hari, servisitis Gonore yang ditandai dengan adanya discharge muko-
injeksi deksametason 2 ml intra muskuler/hari dap pagi selama purulen serta bakteri Gram negatif. Keberadaan infeksi bakteri
5 had. Untuk etmoiditis, diberikan amoksilin 3x500 mg selama Gram negatif pada saluran genitourinarius dapat dianggao se-
5 hari. Tiamfenikol 3 g/hari selama 2 hari diberikan untuk me- bagai pencetus terjadinya uveitis anterior akuta maupun spon-
nanggulangi persangkaan servisitids gonore. Untuk spondilitis dilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi genetik HLA-
ankilosa perlu diberikan senyawa anti radang non steroid, serta B27(9).
dilakukan fisioterapi. Gigi L 6 gangren yang diduga sebagai Menurut Rothova et al(10) uveitis anterior pada HLA-B27
fokal infeksi dilakukan ekstraksi. positif mempunyai karakteristik: umur rerata yang terkena 34,9
Pemeriksaan setelah 7 hari mendapatkan: visus mata kanan tahun, lama serangan 6,1 minggu, interval kekambuhan 100,6
6/60, segmen depan dijumpai reaksi radang ringan, kornea tidak minggu, dan visus turun rerata 3,2 baris Snellen. Bila dibanding-
udem, bilik mata depanflare 2+, sel 1+, beberapa eksudat fibrin, kan dengan kelompok uveitis anterior dengan HLA-B27 negatif:
hipopion tidak ada, pupil luas dengan tepi kurang rata akibat ada- umur rerata 43,2 tahun, lama serangan 4,4 minggu, interval
nya sinekia posterior, terdapat beberapa sisa fibrin dan pigmen kekambuhan 58,3 minggu, visus turun rerata 2,1 bans Snellen.
iris di permukaan depan lensa. Segmen belakang tidak dijumpai Keberadaan eksudat fibrin di bilik mata depan, hal itu merupakan
kelainan. Dosis terapi steroid diturunkan secara bertahap sampai tanda karakteristik pada uveitis anterior dengan HLA-B27 po-
dosis rumat, sedang pemberian steroid topikal masih tetap. sitif. Pengamatan terhadap 73 penderita uveitis anterior dengan
Setelah perawatan 14 hari diperoleh hasil: visus mata kanan HLA-B27 positif ternyata 56% menjumpai adanya fibrin di bilik
6/6, segmen depan tenang, bilik mata depan flare 0, se10, pupil mata depan; namun sebaliknya hanya 10% path kelompok
luas, ada beberapa pigmen iris menempel pada kapsul lensa, sisa uveitis anterior dengan HLA-B27 negatif(10). Disimpulkan bahwa
prognosis dan penyulit yang terjadi pada kelompok HLA-B27 penyebab spondilitis ankilosa tidak diketahui, namun predis-
positif ternyata lebih serius(10). Pada kasus ini juga dijumpai posisi genetik HLA-B27 dan faktor lingkungan dihipotesiskan
adanya hipopion; keberadaan hipopion menunjukkan bahwa ikut berperanan(4). Menurut Rothova et al (1987), pada pasien-
reaksi radang sangat berat dan bersifat hiperakut(5). pasien spondilitis ankilosa yang disertai serangan akut uveitis
Penyebab uveitis anterior pada kasus ini menyangkut bebe- anterior dijumpai kenaikan kadar IgA dan IgA circulatory
rapa hal, antara lain: tingginya titer anti streptolisin 0, adanya immune complex serum yang berhubungan dengan adanya
infeksi bakteri Gram negatif pada saluran genitourinarius, adanya infeksi bakteri Gram (–) di usus(9). Dalam hal ini antigen bakteri
etmoiditis, dan terjadinya gangren pada gigi L 6. Woods (1956) yang menembus mukosa usus dianggap sebagai faktor pencetus
melaporkan bahwa keberadaan bakteri streptokokus, gonokokus, pada orang dengan predisposisi genetik HLA-B27. Terjadinya
pneumokokus, pseudomonas, dan bakteri koliform dalam suatu deposisi kompleks imun pada uvea anterior dalam waktu tertentu
fokus infeksi akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas dengan dapat menimbulkan reaksi radang. Pada kasus ini ternyata sudah
sasaran jaringan uvea anterior. Namun teori tersebut sudah terjadi deformitas berupa skolibsis, dan diperlukan fisioterapi
mulai ditinggalkan, semenjak ditemukannya faktor predisposisi guna mencegah terjadinya penyulit lebih lanjut.
genetik HLA-B27. Infeksi dianggap sebagai pencetus, khusus-
nya infeksi Gram (–) pada saluran gastro intestinal(11). Antigen KESIMPULAN
bakteri dan HLA-B27 pada membran sel akan menimbulkan Pada setiap kasus uveitis anterior non granulomatosa
reaksi sitotoksis sel T, dan mengakibatkan respons imunologik perlu diperiksa keberadaan HLA-B27, serta kemungkinan
yang tidak lazim(12). Pada kasus ini mungkin yang berperan infeksi bakteri Gram () pada saluran gastro intestinal maupun
sebagai pencetus adalah infeksi bakteri Gram (–) pada saluran genitourinarius. Pada uveitis anterior yang disertai hipopion
genitourinarius. dan fibrin harus dicurigai adanya predisposisi genetik HLA-
Beberapa penyulit yang sering timbul pada uveitis anterior B27. Kasus demikian perlu dikonsulkan untuk dicari kemung-
dengan HLA-B27 positif antara lain: sinekia posterior, katarak, kinan adanya penyakit sistemik yang berkaitan khususnya
glaukoma sekunder, edema makula kistoid, kebutaan, dan bebe- spondilitis ankilosa, dan sindrom Reiter. Perlu dilakukan pe-
rapa kasus perlu intervensi pembedahan(10). Kelompok HLA- nelitian lebih lanjut mengenai pola gambaran klinis penderita
B27 negatif ternyata mempunyai penyulit jauh lebih ringan. uveitis anterior pada HLA-B27 positif di Indonesia, mengingat
Pada kasus ini walaupun terjadi sinekia posterior, tetapi dapat adanya perbedaan etnik maupun lingkungan geografik diban-
dihilangkan; sedang penyulit yang lain tidak dijumpai. dingkan di negara-negara Barat.
Tujuan terapi uveitis anterior antara lain: mencegah sinekia
posterior, mengurangi kekambuhan, mencegah kerusakan vasa
darah iris, mencegah terjadinya penyulit yang mampu menurun- KEPUSTAKAAN
kan visus secara permanen termasuk di sini katarak komplikata
1. Rao NA, Forger DJ, Augsburger H. The Uvea, Uveitis and Intra ocular
dan edema makula kistoid(5,8). Pada kasus ini reaksi radang sangat Neoplasms. London: Gower Med. Publ, 1992.
berat, terapi pilihan yang tepat adalah steroid dosis tinggi baik 2. Baohua F. Endogenous uveitis of the Cantonese. Proc 9th Congres APAO,
topikal, peri okuler, maupun sistemik. Perjalanan klinis uveitis Hongkong, 1983.
anterior akuta terutama yang menyangkut visus tergantung berat 3. Brewerton DA, Caffrey M, Nicholls A. Acute anterior uveitis and HLA-
B27, Lancet 1973; 2: 41-5.
ringannya serangan, jumlah angka kekambuhan, dan responsi- 4. Linssen A, Deller-Says AJ, Dandrieu MR. The HLA-B27 Associated
bilitas terhadap terapi steroid(7). Pada kasus ini keberhasilan Syndrome, Excerpta Medics 1982; 134: 85-8.
terapicukup menggembirakan, mengingat penderita datang dalam 5. Smith RE, Nozik RA. Uveitis, A Clinical Approach to Diagnosis and
kondisi buta dan pulang dengan visus normal. Pemberian anti Management. London: Williams & Wilkins, 1983.
6. Vadot E, Barth E, Billet P. Epidemiology of Uveitis, Preliminary results of
radang non steroid pada uveitis anterior agak mengecewakan prospective study in Savoy. Amsterdam: Elsevier Science Publ, 1984.
hasilnya, walaupun mampu sedikit mengurangi beratnya reaksi 7. Feltkamp TEW. H:LA-B27, acute anterior uveitis and ankylosing spondili-
radang(5): Mungkin secara analogis dapat mengurangi penyulit tis, In: Ziff M, Cohan SB (eds.): Advances in Inflammation Research, Vol.
edema mākula kistoid, berhubung preparat tersebut mampu 9, New York: Raven Press, 1985.
8. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 2nd ed.
mencegah edema makula kistoid pasca bedah katarak(1). London: Butterworth-Heinemann, 1989.
Keterkaitan uveitis anterior dengan penyakit sistemik me- 9. Rothova A, Luyendijk L, Linssen A, Kijlstra A. IgA serum levels and
liputi spondilitis ankilosa, sindrom Reiter, artritis psoriatika, circulating immune complexes containing IgA in different uveitis entities.
penyakitCrohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Uveitis In: Fregona I, Secchi AG (eds): Proc 4th International Symposium on the
Immunology and Immunopathology of the Eye. Padua, 1987.
anterior akuta merupakan pengejawantahan ekstraartikuler yang 10. Rothova A, Veenendaal WB, Linssen A. Clinical features of Acute
paling serius pada spondilitis ankilosa. Uveitis anterior akuta Anterior Uveitis, Am J Ophthalmol 1987; 100: 375-9.
terjadi pada 20–30% pasien spondilitis ankilosa(3). Pasien uveitis 11. Saari KM, Laitinen 0, Leirisals M. Ocular inflammation associated with
anterior akuta dengan HLA-B27 positif harus dikonsulkan ke Yersinia infection, Am J Ophthalmol 1980; 89: 84-8.
12. Simonsen M, Olsson L. Possible roles of compound membrane receptors
rheumatologist untuk mengetahui ada tidaknya spondilitis in the immune system, Ann Immunol 1983; 134: 85-9.
ankilosa; hal ini mengingat diagnosis awal spondilitis ankilosa 13. Linssen A, Rothova A, Luyendijk L. Acute anterior uveitis in relation to
sangat penting. Serangan awal spondilitis ankilosa umumnya Ankylosing Spondilitis and HLA-B27, An epidemiologic survey, 1987.
sudah terjadi 10 tahun sebelum diagnosis ditegakkan(4). Walaupun 14. Woods AC. Endogenous Uveitis. Baltimore: Williams & Wilkins, 1956.
Distribusi Geografis Pola Resistensi
Salmonella terhadap Khloramfenikol
dan Antibiotik Pilihan Lainnya
di Daerah Jakarta dan Palembang
Pudjarwoto Triatmodjo
Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

RINGKASAN
Untuk mengetāhui pola resistensi Salmonella di berbagai daerah terhadap antibiotik,
telah dilakukan uji resistensi isolat Salmonella yang berasal dari pendefita gastroenteritis
di Jakarta dan Salmonella dari penderita demam typhoid di Palembang terhadap 5 jenis
antibiotik yaitu Khloramphenikol dengan potensi disk sebesaz 30 µg, Kanamisin 30 µg,
Ampisilin 10 µg, Tetrasiklin 30µg dan Kotrimoxazol 25 µg. Uji resistensi ini dilakukan
secara in-vitro dengan cara Disk Diffusion (Kirby-Bauer, 1966).
Hasil pengujian menunjukkan, untuk daerah Jakarta tingkat resistensi Salmonella
paling rendah terjadi pada antibiotik Kotrimoxazol sebesar 5,0% dan Kanamisin 12,5%.
Terhadap 3 jenis antibiotik yang lain yaitu Khloramphenikol, Ampisilin dan Tetrasiklin
tingkat resistensi Salmonella mencapai 20,0% ke atas. Ini berarti Kotrimoxazol dan
Kanamisin adalah dua jenigantibiotik yang paling efektif untuk Salmonella khususnya di
Jakarta. Untuk daerah Palembang umumnya ke lima jenis antibiotik yang diujikan di sini
masih cukup efektif terhadap Salmonella. Namun di antara ke lima jenis antibiotik
tersebut yang paling efektif adalah Kanamisin dan Ampisilin karena tingkat resistensi
Salmonella terhadap kedua jenis antibiotik masih 0,0%. Sedangkan terhadap Kotri-
moxazol, Khloramphenikol dan Tetrasiklin tingkat resistensinya antara 5,0% — 6,6%.
Kejadian multiresisten dalam pengujian ini menunjukkan bahwa 5,0% isolat Sal-
monella di Jakarta bersifat multiresisten terhadap 5 jenis antibiotik yaitu terhadap
Khloramphenikol, Tetrasiklin, Ampisilin, Kanamisin dan Kotrimoxazol. Di Palembang
5,0% isolat Salmonella bersifat multiresisten terhadap dua jenis antibiotik yaitu terha-
dap Khloramphenikol dan Kotrimoxazol,1,696 multiresisten terhadap Khloramphenikol
dan Tetrasiklin.

PENDAHULUAN Resistensi S. typhi terhadap Khloramphenikol dilaporkan


Infeksi Salmonella dapat muncul sebagai gastroenteritis, secara sporadik di beberapa daerah di Indonesia, tetapi persen-
typhus abdominalis dan septikemia(1). Pada gastroenteritis tasenya antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1983 tidak
prevalensi Salmonella bervariasi antara satu daerah dengan daerah meningkat, dengan derajat sensitivitas terhadap Khloramphe-
lainnya dan lebih banyak disebabkan oleh infeksi Salmonella nikol sebesar 97,8%, Sulfametaxazol-Trimetoprim 99,0%,
oranienburg, S. krefeld dan S. paratyphi B. Typhus abdomi- meskipun terhadap Ampisilin sudah menunjukkan resistensi
nalis umumnya disebabkan oleh infeksi Salmonella typhi, tapi yang cukup tinggi(1).
dapat juga disebabkan oleh S. paratyphi A, B dan C(3). Gambaran meningkatnya resistensi suatu mikroba terhadap
antibiotik adalah sejalan dengan usia penggunaan antibiotik(4), tetapi hanya 60 isolat yang dilakukan uji resistensinya terhadap
peningkatan resistensi ini dipercepat akibat penggunaan anti- antibiotik. Distribusi spesies Salmonella untuk daerah Jakarta
biotik yang tidak tepat dalam hal indikasi, dosis, dan lama terapi. meliputi Salmonella typhi , S. paratyphi B dan C serta Salmonella
Oleh karena itu test sensitivitas organisme yang mempunyai Group D dan E. Untuk daerah Palembang ditemukan 2 spesies
kecenderungan untuk resisten seperti halnya Salmonella sangat- yaitu Salmonella typhi dan S. paratyphi A (Tabel 1).
lah penting. Pola kuman dan sensitivitasnya dapat bervariasi
pada waktu dan tempat yang berbeda sehingga perlu dilakukan Tabel 1. Distribusi species Salmonella pads penderita Gastroenteritis di
Jakarta dan penderita Demam tifoid di Palembang tahun
surveilans resistensi secant berkala, baik dalam skala lokal,
1987–1989
nasional maupun internasional. Hal ini dimaksudkan untuk ber-
bagai kepentingan, antara lain ialah untuk meningkatkan kuali- Jakarta (n = 40) Palembang (n = 60)
tas penulisan resep dokter, mempengaruhi kebijakan pengguna- Species Salmonella
Jumlah % Jumlah %
an antibiotik di Rumah Sakit, membantu pemerintah dan swasta
untuk membuat kebijakan dalam suplai dan promosi antibio- Salmonella typhi 2 2,0 48 80,0
tik(4,5,6). Salmonella paratyphi A 0 0,0 12 20,0
Salmonella paratyphi B 14 35,0 0 0,0
Untuk menambah -informasi mengenai pola resistensi Sal- Salmonella paratyphi C 7 17,5 0 0,0
monella secara geognlfrs terhadap beberapa jenis antibiotik Salmonella Group D 4 10,0 0 0,0
pilihan, claim makalah ini disajilcan data basil penelitian uji Salmonella Group B 13 32,5 0 0,0
resistensi isolat Salmonella yang berasal dari daerah Jakarta dan
Palembang terhadap 5 jenis antibiotik pilihan untuk Salmonella Keterangan : n = Jumlah isolat Salmonella
yaitu Khloramphenikol, Tetrasiklin, Ampisilin, Kanamisin dan
Kotrimaxazol (Sulfametaxazol-Trimetoprim). Uji resistensi ini Di Jakarta prevalensi S. typhi pada gastroenteritis dalam
dilakukan secara Disk Diffusion (Kirby Bauer, 1966), sifatnya periode 10 tahun tidak banyak berubah. Tabun 1981/1982 di-
Walsh in-vitro. Cara ini tidak memberi keterangan tentang kadar temukan S. typhi sebesar 1,2%, sedangkan penelitian ini men-
that yang dibutuhkan in-vivo, tetapi memberikan petunjuk ter- dapatkan 2,0%(2). Pada gastroenteritis tidak ditemukan Sal-
hadap pemilihan obat secara tepat. monella paratyphi A, tetapi pada kasus-kasus demam tifoid
prevalensi S. paratyphi A cukup menonjol (di Palembang) se-
BAHAN DAN CARA dangkan S. paratyphi B dan C damn pemeriksaan ini prevalensi-
nya sangat kecil sehingga tidak dilakulcan uji resistensi untuk
1) Cara mendapatkan isolat Salmonella isolat tersebut.
Isolat Salmonella yang akan diuji resistensinya terhadap Pola resi stensi Salmonella penyebab gastroenteritis di Jakarta dan
antibiotik diperoleh dari basil isolasi sampel rectal swab yang penyebab demam tifoid di Palembang dapat dilihat pada Tabel
berasal dari penderita gastroenteritis dan sampel darah vena (5 2 dan 3. Dalam tabel 2 tampak bahwa dun jenis antibiotik yang
ml) dari penderita demam tifoid. Terhadap sampel-sampel ter- masih cukup efektif untuk Salmonella penyebab gastro-enteritis
sebut dilaakukan identifikasi Salmonella dengan melalui 3 cara di Jakarta adalah kanamisin dan kotrimoxazol karena
pemeriksaan yaitu plating media (penanaman sampel pada media
perbenihan), test biokimia dan test serologi. Isolat Salmonella Tabel 2. Pola resistensi Salmonella penyebab Gastroenteritis di Jakarta
yang diperoleh dari penderita gastroenteritis (diare) merupakan terhadap 5 jenis antibiotik pada pengujian dengan Disk Diffusion
Method, 1989 (n = 40).
isolat Salmonella yang berasal dari penderita gastroenteritis yang
berobat ke beberapa rumah sakit di Jakarta. Isolat Salmonella Antibiotik/Potensi
Jumlah Isolat redden
dari penderita demam tifoid berasal dari sampel darah dari n %
penderita demam tifoid yang berobat ke Rumah Sakit Pertamina Khloramphenikol/30 µg 8 20,0
Plaju, Palembang. Tetrasiklird30 µg 10 25,0
Kanamisin/30 µg 5 12,5
2) Uji resistensi Salmonella terhadap antibiotik Ampisilin/10 µg 7 17,5
Lima jenis antibiotik (Product BBL) yang diujikan secara Sulfametoxaavl-Trimetoprim/25 µg 2 5,0
disk diffusion dalam penelitian ini adalah khloramphenikol
dengan potensi disk sebesar 30 µg, ampisilin 10µg, kanamisin Tabel 3. Pola resistensi Salmonella penyebab Demam tifoid di Palembang
terhadap 5 jenis antibiotik pads pengujian dengan Disk Diffusion
30 µg, tetrasiklin 30 µg dan kotrimoxazol 25 µg. Methods, 1989 (n = 60)
Ketentuan mengenai resistensi dan sensitivitasnya didasar-
kan pads besarnya zona bebas bakteri di sekitar disk antibiotik Jumlah isolat resisten
Antibtotik/Potenal
dengan berpedoman pads National Committee for Clinical
n 96
Laboratory Standards (NCCLS, 1976).
Khloramphenikoy30 µg 4 6,6
Tetrariklird30 its 3 5,0
HASIL DAN PEMBAHASAN Kanamisin/30 µg 0 0,0
Dari daerah Jakarta telah dapat diperoleh 40 isolat Salmo- Ampisilin/10 µg 0 0,0
nella dan dari daerah Palembang diperoleh cukup banyak isolat, Sulfametoxazol-Trimetoprim/25 µg 3 5,0
tingkat resistensi Salmonella terhadap kedua jenis antibiotik ter- hingga mempercepat timbulnya resistensi(7).
sebut masih cukup rendah yakni sebesar 12,5% dan 5,0%. Tiga Kejadian multiresisten yang timbul pada isolat Salmonella
jenis antibiotik yang lain yaitu ampisilin, khloramphenikol dan untuk daerah Jakarta dan Palembang tertera pada tabel 4 (untuk
tetrasiklin efektivitasnya di bawah kanamisin dan kotrimoxazol. daerah Jakarta) dan tabel 5 (untuk daerah Palembang). Dalam
Di sini terlihat bahwa tingkat resistensi Salmonella terhadap. tabel 4 terlihat bahwa di Jakarta 5,0% isolat Salmonella dalam
ampisilin sebesar 17,5%, khlorampheniko120,0% dan tetrasiklin pengujian ini bersifat multiresisten terhadap 5 jenis antibiotik
25,0%. Mengingat tingkat resistensi Salmonella terhadap khlo- yaitu tetrasildin, ampisilin, kanamisin, khloramphenikol dan
ramphenikol telah mencapai 20,0%, barangkali perlu dipertim- kotrimoxazol. Keadaan ini dapat merisaukan kalangan medis/
bangkan kembali kedudukan khloramphenikol yang sampai saat klinisi karena bila terjadi outbreak yang disebabkan oleh kuman
ini merupakan antibiotik pilihan utama untuk kasus infeksi tersebut maka tidak ada lagi obat pilihan yang mampu mem-
Salmonella. Bila dibandingkan dengan tahun 1983, terlihat bunuh kuman secara sempurna sehingga penderita bisa terancam
penurunan sensitivitas Salmonella terhadap khloramphenikol; jiwanya. Kejadian multiresisten pada isolat Salmonella dari
tahun 1983 sensitivitas Salmonella sebesar 97,8%, tetapi tahun daerah Palembang (tabel 5) belum begitu complicated. Di sini
1989 sebesar 80,0%. Jadi telah terjadi penurunan sensitivitas terlihat bahwa 5,0% isolat Salmonella bersifat multiresisten
sebesar 17,8% dalam kurun waktu sekitar 6 tahun. terhadap dua jenis antibiotik yaitu terhadap khloramphenikol dan
Berbeda dengan Jakarta, di Palembang antibiotik ampisilin kotrimoxazol dan 3,3% multiresisten terhadap khloramphenikol
dankanamisin efektivitasnya terhadap Salmonella paling tinggi dan tetrasiklin.
dibandingkan dengan kotrimoxazol, tetrasildin dan khloramphe- Timbulnya resistensi kuman terhadap berbagai jenis antibiotika
nikol. Dalam uji resistensi ini derajat efektivitas kanamisin dan terjadi karena adanya superinfeksi akibat penggunaan
ampisilin terhadap Salmonella masih mencapai 100%, sedangkan
kotrimoxazol sebesar 95% (Gambar 1). Tabel 4. Pola Resistensi Isolat Salmonella yang diperoleh dari penderita
diare di Jakarta terhadap 5 jenis antibiotik dengan cara Disk
Umumnya efektivitas kotrimoxazol terhadap golongan
Diffusion (Kirby Bauer, 1966) (n = 40)
enterobakteri patogen lebih baik daripada ampisilin seperti hal-
Multi antlbiotik Jumlah isolat resisten 96
nya di Jakarta dan daerah lain. Tetapi di Palembang terjadi hal
yang sebaliknya, efektivitas ampisilin lebih tinggi daripada C, Te, K, Am, SxT 2 5,0
kotrimoxazol. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan anti- C,Te,K,Am 1 2,5
C, Te, Am 4 10,0
biotik kotrimoxazol lebih menonjol secara tidak terarah, se-

Gambar 1. Diagram resistensi isolat Salmonella (dalam %) yang berasal dari Jakarta dan Palembang
terhadap 5 jenis antibiotik tahun 1989
Tabel 5. Pula Resistensi Isolat Salmonella yang berasal dari penderita Salmonella typhi dan S. paratyphi A.
demam tifold dl Palembang terhadap 5 jenis antibiotik dengan
Di Jakarta 2 jenis antibiotik yang paling efektif untuk Sal-
cara Disk Diffusion (Kirby Bauer, 1966) (n = 60)
monella adalah kotrimoxazol (sulfametoxazol-trimetoprim) dan
Multi antlbiotlk Jumiah isolat resisten 96 kanamisin, sedangkan di Palembang adalah ampisilin dan
kanamisin. Multiresistensi isolat Salmonella di Jakarta lebih
C, SxT 3 5,0
C, Te 1 1,6
complicated daripada multiresistensi di Palembang. Di Jakarta
multiresistensi isolat Salmonella mencapai 5 jenis antibiotik
Keterangan : C = Chloramphenieol yaitu khloramphenikol, kanamisin, ampisilin, tetrasiklin dan
Te = Tetracyclin kotrimoxazol, sedangkan di Palembang hanya dua jenis anti-
X = Kanamrycin biotik yaitu terhadap khloramphenikol dan kotrimoxazol.
Am = Ampicillin
SxT = Sulfametoxazol-Trimetoprim (Kotrimoxazol)
KEPUSTAKAAN
(5)
antibiotik secara berlebihan . Mekanisme multiresistensi ini 1. Anonimous. Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility
telah dapat diungkapkan oleh beberapa ahli pada tahun 1970(7) Test. National Committee for Clinical Laboratory Standards, 1976.
yang ternyata berlangsung secara genetik, di mana terdapat suatu 2. Simanjuntak CH. Aspek mikrobiologi penyakit diare (Review). Proc
segmen DNA bersifat mobil yang disebut R-Plasmid yang dapat Patemuan British Penelitian Penyakit Dice di Indonesia. Badan Penelitian
dan Pergembangan Kesehatan Dep Kes RI. Jakarta. 21–23 Oktober 1982.
berpindah dari plasmid yang satu ke plasmid yang lain atau dari Hal: 199-208.
plasmid ke khromosom. R-Plasmid sebagai faktor pembawa 3. Haeruddin Pagam, Ch. Makaliwy. Demam Tifoid pads Antic di RSU
sifat resisten mengkode resistensi kuman terhadap antibiotika. Ujung Pandang. Medika (Jull)1986;12(7): 622-6.
Transfer R-Plasmid di dalam tubuh manusia terjadi karena hi- 4. Gan, R. Setiabudy. Antimikroba. Fannakologi dan Terapi, Edisi III. Pe-
nerbit: Bagian Farmakologi FKUI 1987. Hal: 514-526.
langnya flora normal usus akibat penggunaan antibiotik secara 5. Sudannato P. Kebijakan pemakaian antibiotika dalam kaitannya dengan
berlebihan. Dalam hubungan ini apakah proporsi penggunaan resistensi kuman. Mikrobiologi Klinik Indonesia 1986; I: 22-7.
antibiotik secara berlebihan di Jakarta lebih besar daripada di 6. Anonimous. Pilihan antimikroba pads berbagai infeksi. Infornatorium
Palembang sehingga multiresistensi yang timbul di Jakarta Obat Generik. Direktorat Jenderal POM, Dep Kes RI, 1989.
7. Muhario LH. Aspek genetik resistensi kuman. Kumpulan Makalah Sim-
menjadi lebih complicated merupakan suatu hal yang sangat posium Perkembangan Antibiotika pads Penanggulangan Infeksi dan
menarik untuk diteliti lebih lanjut. Resistensi Kuman. Jakarta, 6 September 1986.
8. WHO. CDD Program for Control Diarrhoeal Diseases. Manual for Labo-
KESIMPULAN ratory Investigation of Acute Enteric Infection, 1987.
9. Suparnan dkk. Ilmu Penyakit. Dalam. Jilid I, Edisi II. Jakarta: Balai
Distribusi spesies Salmonella untuk penyebab diare di Jakarta Penerbit FKUI 1987. hal: 32-48.
meliputi Salmonella typhi, S. paratyphi B dan C, S. Group D dan 10. Rianto Setiabudi. Pemilihan antibiotik secara rational. Maj Farmakol dan
E. Untuk penyebab demam tifoid di Palembang ditemukan Terapi Indon 1988; 5(1): 29–36.

Kegiatan Ilmiah
October 9–14, 1994 – 20th International Congress of the International Academy
of Pathology & 11th World Congress of Academic and
Environmental Pathology
Hong Kong
Information : Congress Coordinator,
Department of Anatomical and Cellular Patho-
logy, The Chinese University of Hong Kong,
Room 38019, 1/F, Prince of Wales Hospital,
Shatin, Hong Kong.
Informasi Obat

Clamobit®
KOMPOSISI : Clamobit ® 250 mg.
Setiap kaplet Clamobit® 500 mg mengandung :
Amoksisilin trihidrat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 578 mg PERINGATAN DAN PERHATIAN :
setara dengan Amoksisilin anhidrat . . . . . . . . . . . 500 mg – Kadang-kadang menimbulkan reaksi hipersensitif pada
Kalium klavulanat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 148,75 mg penderita yang mempunyai riwayat sensitif terhadap ber-
setara dengan Asam Klavulanat . . . . . . . . . . . . . . 125 mg macam alergi.
– Hati-hati bila diberikan pada wanita hamil dan pada bayi
INDIKASI : yang ibunya sensitif terhadap amoksisilin.
Untuk pengobatan : – Pengobatan hendaknya tidak melebihi 14 hari tanpa penin-
– Infeksi traktus respiratorius bagian atas jauan kembali.
– Infeksi traktus respiratorius bagian bawah
– Infeksi traktus urinarlius EFEK SAMPING :
– Infeksi kulit dan urinarlius Amoksisilin/kalium klavulanat umumnya ditoleransi dengan
– Infeksi kulit dan jaringan lunak baik. Efek samping kadang-kadang bisa terjadi diare, mual,
– Gonorhoea. urtikaria. Rēaksi kepekaan yang serius dan fatal adalah anati-
termasuk yang disebabkan oleh kuman penghasil penisilinase laksis terutama terjadi pada penderita yang hipersensitif terhadap
penisilin.
POSOLOGI :
Dewasa dan anak di atas 12 tahun (> 40 kg) infeksi berat 1 KONTRA INDIKASI : Penderita yang hipersensitif terhadap
kaplet, 500 mg 3 x sehari. penisilin.
Infeksi ringan sampai dengan sedang, 1 kaplet 250 mg 3 x sehari. CARA PENYIMPANAN : Simpan di tempat sejuk dan kering.
Pemakaian 1 kaplet Clamobit 500 mg tidak dapat diganti dengan KEMASAN :
2 kaplet Clamobit® 250 mg karena kadar asam klavulanat dalam Clamobit® 500 mg. botol isi @ 15 kaplet No. Reg.
satu kaplet Clamobit® 500 mg tidak sama dengan dua kaplet DKL930280850981

Motipep®
Komposisi : Motipep® mengalami metabolisme lintas pertama secara mini-
Motipep® 20 : Setiap kaplet mengandung Famotidine 20 mg mal. Setelah pemberian dosis oral kadar puncak plasma tercapai
Motipep ® 40 : Setiap kaplet mengandung Famotidine 40 mg dalam 1 - 2 jam.
Kadar plasma setelah pemberian dosis berulang sama dengan
Cara Kerja Obat : pemberian dosis tunggal.
Motipep® suatu antagonis reseptor Histamin H2 yang bekerja Waktu paruh eliminasi Famotidine 2 - 3 jam.
menghambat sekresi asam lambung dan menurunkan sekresi
pepsin yang dirangsang oleh pentagastrin. Indikasi :
pH intragastric noctural meningkat dengan pemberian Moti- – Pengobatan jangka pendek pada duodenal ulcer aktif.
pep® per malam hari yaitu 5,0 dan 6,4. – Terapi pemeliharaan pada penderita yang baru sembuh dari
– duodenal ulcer aktif. Efek Samping:
– Pengobatan pada kondisi hipersekresi patologis seperti Headache, dizziness, konstipasi, diare, thrombocytopenia dan
sindrom Zallinger-Ellison & adenoma endokrin multipel. arthralgia.

Posologi: Kontra Indikasi:


– Terapi akut Hipersensitif terhadap Famotidine.
40 mg sekali sehari sebelum tidur: atau 20 mg dua kali
sehari. Biasanya pengobatan cukup dilakukan selama 4 Interaksi Obat:
minggu dan jarang diperlukan pengobatan lebih dan 6 – 8 Obat mi tidak menimbulkan efek bermakna pada disposisi
minggu. obat-obat yang dimetabolisme melalui sistem enzim sitokrom
– Terapi pemelihanaañ p450 hati seperti teofihin, warfanin, diazepam dan lain-lain.
20 mg sekali sehari, sebelum tidur.
Kondisi hipersekresi patologis : 20 mg setiap 6 jam. Cara Penyimpanan : Simpan di tempat sejuk dan kering.

Peringatan Dan Perhatian:


– Sebelum memulai tetapi dengan Famotidine, malignansi
gaster harus disingkirkan dahulu.
– Pengalaman penggunaan pada anak-anak, wanita hamil dan
menyusui belum mencukupi. Kemasan:
– Dosis Famotidine pada penderita dengan gangguan fungsi Moltipep® 20 No. Reg. DKL 9302808/09 Al - 1 Box isi 3 Strip
ginjal yang berat perlu dikurangi. @ 10 kaplet.
– Hati-hati bila digunakan pada penderita gangguan fungsi Motipep® 40 No. keg. DKL 9302806709 Bl - 1 Box 3 strip @
hati. 10 kaplet.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

ANDA MEMBUTUHKAN MAJALAH CERMIN DUNIA KEDOKTERAN


EDISI LAMA ?
Di dalam persediaan kami masih terdapat Cermin Dunia Kedokteran dan Cermin Dunia
Farmasi, sebagai berikut :
Cermin Dunia Farmasi No. 11 50 eksemplar
Cermin Dunia Farmasi No. 12 100 eksemplar
Cermin Dunia Farmasi No. 14 300 eksemplar
Cermin Dunia Farmasi No. 15 200 eksemplar
Cermin Dunia Farmasi No. 18 100 eksemplar

Cermin Dunia Kedokteran No. 72 – Sanitasi dan Kesehatan 50 eksemplar


Cermin Dunia Kedokteran No. 80 – Edisi Khusus Ulang Tahun USU 100 eksemplar
Cermin Dunia Kedokteran No. 81 – Edisi Khusus RS Sumber Waras 300 eksemplar

Sekiranya edisi tersebut di atas masih diperlukan, sejawat dapat memberitahukan


kepada kami melalui surat; kami akan mengirimkannya selama persediaan masih ada
secara cuma-cuma.
Redaksi
ABSTRAK
CIMETIDINE MENGURANGI BE- EFEK SAMPING KLOZAPIN SALBUTAMOL UNTUK HIPER-
RAT BADAN ? Klozapin merupakan antipsikotik KALEMIA
Menurut penelitian orang Norwegia, yang efektif terutama untuk kasus-kasus Menurut peneliti-peneliti Turki, in-
cimetidine membantu pasien mengu- skizofreniarefrakter; tetapipenggunaan- halasi salbutamol dosis rendah efektif
rangi berat badan. Baik resipien cime- nya menyebabkan risiko agranulosito- dalam mengobati hiperkalemia pada
tidine maupun plasebo diminta meng- sis. penderita dengan gangguan fungsi gin-
ikuti diet rendah kalori. Berat badan Analisis data mengenai penggunaan jal dan karena itu mungkin juga bisa
resipien cimetidine rata-rata berkurang klozapin atas 11.555 pasien menunjuk- digunakan secara intravena.
lebih banyak 7,3 kg daripada resipien kanbahwa agranulositosis dideteksi pada Konsentrasi Kalium plasma turun
plasebo setelah 8 minggu. 73 pasien, 2 pasien di antaranya me- secara bermakna pada kedua kelompok
Dr Stoa - Birketvedt memberi postu- ninggal dunia akibat komplikasi infeksi. pasien setelah 30 menit mendapat salbu-
lat bahwa cimetidine dapat mengurangi Sebanyak 61 pasien di antaranya telah tamo10,18 mg (n=50) atau glukosa IV +
rasa lapar sehingga pasien-pasien dapat dideteksi dalam 3 bulan pertama. insulin IV (n=20). Sebaliknya, kelom-
menjadi lebih ketat terhadap dietnya. Analisis statistik menunjukkan bahwa pok kontrol yang sehat (n=20) tidak
Mekanismenya belum diketahui tapi angka kejadian kumulatif adalah sebesar menunjukkan efek hipokalemia secara
mungkin karena hambatan sekresi asam 0,80% (95%CI: 0,61-0,99) pada satu bermakna setelah menghirup salbuta-
lambung yang berperan terhadap nafsu tahun dan 0,91% (95%CI: 0,62–1,20) mol.
makan. Namun menurut penelitian orang pada satu setengah tahun. Risiko ini Inpharma 1993; 893: 15
Denmark, yang mengulangi penelitian lebih besar pada wanita dan meningkat Id
orang Norwegia tidak ada efek cimeti- sesuai dengan bertambahnya usia.
dine terhadap berat•badan atau rasa la- N. Engl. J. Med. 1993; 329: 162–7 BLOKADE ANDROGEN PADA
par, sehingga basil penelitian menyim- Hk KANKER PROSTAT
pulkan cimetidine tidak efisien dalam Terapi kombinasi gonadorelin dan
pengobatan kegemukan. antiandrogen dapat memperpanjang
Prof. John Garrow, St. Bartho- PEMBASMIAN H. PYLORI masa hidup penderita kanker prostat.
lemew's Hospital Medical College, Menurut Prof. James Freston, Uni- Pengobatan dengan gonadorelin saja
London, UK menentang penemuan Dr. versity of Connecticut, US, adalah hanya menurunkan 50 – 60% level
Stoa - Birketvedt. Beliau menyatakan, tindakan gegabah kalau pasien-pasien hormon prostat (karena tidak terjadi
beberapa hal yang perlu diperhatikan yang menderita ulkus duodeni hanya blokade androgen yang dilepas dari
pada pola penurunan berat badan de- diobati dengan pembasmian Helico- kelenjar adrenal). Dengan penambahan
ngan cimetidine adalah : bacter pylori karena pembasmian He- antiandrogen, terjadi hambatan uptake
− Penurunan berat badan adalah tetap licobacter pylori bukan merupakan androgen dan ikatan pada jaringan tar-
setelah 8 minggu. Umumnya, penurun- jawaban terhadap penyembuhan tapi get mengakibatkan blokade androgen
an berat badan pada orang-orang gemuk hanya merupakan "strategi dominan". secara sempurna.
lebih besar pada minggu-minggu per- Menurut Prof. H Festen dari Groot Penelitian Institut Kanker Nasional,
tama diet, kemudian berkurang. Hospital, Netherlands, regimen stan- US pada 603 penderita kanker prostat
− Laju penurunan berat badan adalah dard yang digunakan saat ini adalah lanjut, menemukan bahwa pengobatan
sama pada individu-individu dengan metronidazol, bismuth, dan amoksisilin dengan gonadorelin, leuprorelin, anti-
berat badan awal yang lebih tinggi mempunyai efek merugikan yang tidak androgen, flutamide meningkatkan
ataupun yang lebih rendah. dapat diterima pada 40% pasien. Prof. masa hidup 6 bulan dan pada salah satu
Kedua hal tersebut masih sulit dije- Freston menambahkan lagi bahwa te- kelompok terjadi perpanjangan 2 tahun.
laskan dan belum diteliti. rapi kombinasi omeprazole dan amoksi- Pada penelitian lain, 23% pasien yang
Kesimpulannya adalah tetap "meng- silin mempunyai efek merugikan yang mendapat regimen kombinasi keadaan-
herankan" bahwa cimetidine dan plasebo lebih kecil dan basil yang lebih baik nya membaik dibanding dengan kelom-
memberi efek yang berbeda di Norwe- daripada regimen triple tersebut. pok kontrol, 54% bertambah parah.
gia dan Denmark. Inpharma 1993; 885: 7 Inpharma 1993; 885: 18
Inpharma 1993; 885: 15 Id Id
Id
ABSTRAK
DEBAT KOLESTEROL Tabel laria, meskipun tidak bermakna secara
Tingginya kadar kolesterol dalam statistik.
darah sampai saat ini dianggap sebagai SUPLEMENTASI VITAMIN A Lancet 1993; 342: 7–12
biang keladi berbagai penyakit, seperti Hk
aterosklerosis dan penyakit-penyakit Health Study yang melibatkan 1455
kardiovaskular. Tetapi apakah menu- anak usia 6-59 bulan telah dilakukan di PEDOMAN PENGOBATAN. HI-
runkan kadar kolesterol betul berman- Ghana untuk melihat pengaruh suple- PERTENSI
faat menurunkan mortalitas ? mentasi vitamin A atas morbiditas dan Pedoman pengobatan hipertensi edisi
Akhir-akhir ini antusiasme terhadap mortalitas. terbaru yang dikeluarkan oleh British
penurunan kadar kolesterol darah agak Anak-anak tersebut dibagi menjadi Hypertension Society untuk pertama
berkurang karena adanya data yang dua kelompok, masing-masing mene- kalinya mencantumkan obat anti hi-
menunjukkan kemungkinan kenaikan rima 200.000 IU retinol (100.000 U un- pertensi baru - penyekat ACE, antagonis
mortalitas akibat sebab-sebab non tuk anak usia kurang dari 12 bulan) atau kalsium dan penyekat alfa - sebagai
kardiovaskular. Beberapa penelitian plasebo setiap 4 bulan selama 26 bulan; obat-obat yang dapatdigunakan sebagai
yang membandingkan obat penurun percobaan ini merupakan bagian dari pilihan pertama pada pasien-pasien yang
kolesterol dengan plasebo menjumpai Survival Study yang melibatkan 21.906 tidak dapat menggunakan penyekat beta
kenaikan angka kematian akibat trauma anak usia 6-90 bulan yang diamati atau diuretik akibat kemungkinan efek
(kecelakaan atau bunuh diri) dan akibat sampai 26 bulan. samping, seperti pasien-pasien dengan
kanker di kelompok yang mendapat obat. Ternyata tidak ada perbedaan ber- diabetes melitus, asma atau impotensi.
Masalah ini agaknya bukan sekedar makna dalam hal pievalensi diare atau- Selain itu pedoman tersebut meng-
kebetulan, dan studi epidemiologik me- pun infeksi saluran napas bagian atas; anjurkan pengobatan atas orang-orang
nunjukkan kemungkinan adanya kaitan meskipun demikian, kelompok vitamin dengan tekanan diastolik90-100 mmHg
antara rendahnyakadarkolesterol darah A lebih jarang mengunjungi klinik yang juga mempunyai faktor risiko
(kurang dari 4 mmol/1) dengan me- (rate ratio 0,88, 95%CI: 0,81 - 0,95, p = seperti penyakit jantung koroner, diabe-
ningkatnya risiko kanker, kecelakaan 0,001), lebih jarang dirawat di rumah tes, pria usia lanjut, perokok dan hiper-
dan infeksi. sakit (rate ratio 0,62, 95%CI: 0,42 – lipidemi.
Beberapa peneliti mengkhawatirkan 0,93, p = 0,02), lebih sedikit yang Tiazid masih dianjurkan sebagai
pengaruh kadar kolesterol yang rendah meninggal dunia (rate ratio 0,81, 95%CI: pilihan pertama pada pasien usia lanjut
terhadap integritas membran sel, se- 0,68 - 0,98, p = 0,03) dibandingkan de- (lebih dari 60 tahun) dan pada pasien
hingga mempengaruhi kemampuannya ngan kelompok plasebo. Angka mor- hipertensi sistolik.
untuk beradaptasi pada keadaan infeksi, talitas akibat gastroenteritis akut juga Scrip 1993; 1812: 34
defisiensi imun atau perubahan-per- lebih rendah di kalangan vitamin A Brw
ubahan prekanker. Prof. Oliver dari (0,66, 95%CI: 0,47 - 0,92, p = 0,02),
Wynn Institute, London mengamati juga akibat penyakit lain, kecuali akibat
rendahnya kadar serotonin dalam otak infeksi saluran nafas bawah dan ma-
pada keadaan tersebut; padahal seroto-
nin merupakan salah satu neurotrans-
miter otak yang penting.
Penelitian masih terus berlanjut,
sementara itu British Hyperlipidemia
Association telah mengeluarkan pedo-
man sebagai berikut (tabel) :
Langkah pertama ialah modifikasi
diet; pemberian obat dipertimbangkan
bila usaha diet tidak berhasil.

Scrip 1993 (April); 13: 6–7


Brw
Ruang Penyegar dan
Penambah Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Physiological zone - daerah yang masih dapat ditoleransi menggunakan :
oleh manusia tanpa perubahan faal yang nyata, beradā dari a) Helmet.
permukaan tanah sampai ke tinggian : b) Ear-muff:
a) 5000 kaki. c) Ear plug.
b) 10000 kaki. d) Head cap.
c) 15000 kaki. e) Semua perlu.
d) 25000 kaki. 7. Masalah kesehatan utama pada penerbangan berkaitan
e) 50000 kaki. dengan :
2. Gejala awal hipoksi yang perlu diwaspadai karena sering a) Kecepatan terbang.
menyesatkan ialah : b) Tekanan udara dalam kabin.
a) Menguap. c) Ruangan yang relatif sempit.
b) Mengantuk (sedation) d) Posisi badan yang statis.
c) Lesu. e) Semua benar.
d) Gembira (euphoria) 8. Usia kehamilan yang merupakan kontraindikasi terbang
e) Disorientasi. bagi primigravida :
3. Gaya gravitasi yang paling dapat ditoleransi tubuh ialah : a) 36 minggu.
a) Gaya G positif. b) 34 minggu.
b) Gaya G negatif. c) 32 minggu.
c) Gaya G transversal. d) 30 minggu.
d) Gaya G horisontal. e) Tidak ada pembatasan.
e) Semua sama toleransinya. 9. Batas yang diperbolehkan bagi penderita stroke untuk ter -
4. Gaya G negatif akan menyebabkan gejala : bang ialah setelah :
a) Red-out a) 1 minggu
b) Black-out. b) 2 minggu
c) Grey-out c) 3 minggu
d) Tubular sight d) 4 minggu
e) Diplopia. e) Sama sekali tidak tidak diperbolehkan
5. Daerah bising yang sama sekali tidak dapat dimasuki ialah 10. Batas minimal Hb seseorang agar diperbolehkan terbang
bila tingkat kebisingannya lebih dari : (g/100 ml) :
a) 100 dB. a) 5
b) 115 dB. b) 7,5
c) 135 dB. c) 8
d) 150 dB. d) 10
e) 180 dB. e) 12
6. Untuk melindungi daya pendengaran, pramugari dianjurkan

10. B 5. D
9. C 4. A
8. A 3. C
7. B 2. D
6. C 1. B : JAW ABAN RPPIK

You might also like