You are on page 1of 8

PERTANIAN

PENDAHULUAN Peranan Sektor Pertanian Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC s (negara sedang berkembang) mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk: a. Kontribusi produk penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan BB untuk industri manufaktur, seperti industri: tekstil, barang dari kulit asli (genuine leather), makanan dan minuman. b. Kontribusi Pasar Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi. c. Kontribusi Faktor ProduksiPenurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal dan TK dari sector pertanian ke sektor lain. Kontribusi Devisa Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor. Kontribusi Pasar Negara agraris merupakan sumber bagi pertumbuhan pasar domestik untuk produk non pertanian, seperti pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dan lain-lain) dan produk konsumsi (pakaian,mebel, dan lain-lain). Pengaruh keterbukaan ekonomi membuat pasar sektor non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestik, tapi juga impor sebagai pihak pesaing, sehingga konsumsi yang tinggi dari petani belum dapat menjamin pertumbuhan yang tinggi sektor non pertanian. Jenis teknologi sektor pertanian Semakin modern, maka semakin tinggi permintaan (demand) produk industri non pertanian. Kontribusi Faktor Produksi Faktor Produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian tenaga kerja dan modal. Di Indonesia hubungan investasi pertanian dan non pertanian harus ditingkatkan agar ketergantungan Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk merealisasi hal tersebut yaitu dibutuhkannya surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sektornya. Market surplus ini harus tetap dijaga dan hal ini juga tergantung kepada faktor penawaran teknologi, infrastruktur dan SDM, serta faktor permintaan nilai tukar produk pertanian dan non pertanian baik di pasar domestik dan LN. Petani harus net savers Pengeluaran konsumsi oleh petani < produksi. Tabungan petani > investasi sektor pertanian. Kontribusi Devisa Kontribusinya devisa secara langsung dapat melalui ekspor produk pertanian dan mengurangi impor, sedangkan dengan cara tidak langsung dengan meningkatkan ekspor dan pengurangan impor produk yang berbasis pertanian seperti tekstil, makanan dan minuman dan sebagainya. Kontradiksi kontribusi produk dan kontribusi devisa peningkatan ekspor produk pertanian akan menyebabkan suplai dalam negeri berkurang sehingga negara disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor produk pertanian dapat berakibat negatif terhadap pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade off ini, ada 2 hal yang harus dilakukan, yaitu meningkatkan kapasitas produksi.dan meningkatkan daya saing produk produk pertanian.

PEMBAHASAN 1. Kinerja dan Peran Sektor Pertanian di Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor pertanian karena Indonesia memiliki daratan yang luas juga tanah yang relatif subur. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam bentuk-bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, seperti: Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan (demand) atau dari sisi penawaran (supply) sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektorsektor lain, seperti industri manufaktur dan perdagangan. Pertanian juga memiliki peranan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya. Pertanian merupakan suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Pertanian merupakan sumber penting bagi surplus perdagangan karena dapat menjadi sumber devisa. 2. Pertumbuhan dan Difersivikasi Impor Kebanyakan Negara berkembang memajukan industrialisasi di negaranya dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Industrialisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu substitusi impor dan diversifikasi impor. Penyelenggaraan industrialisasi membutuhkan banyak perlengkapan kapital (modal), akan tetapi kebanyakan negara berkembang belum mampu membuat perlengkapan kapital secara mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan kapital, negara akan mengekspor barang primernya agar dapat mengimpor dengan barang kapital. Jadi perekonomian negara berkembang dibangun atas dasar ekspor produksi barang impornya. Kebutuhan negara berkembang akan barang kapital berkesinambungan dengan kebutuhan negara maju untuk memelihara kelangsungan produksi barang-barang primer. Karena terlalu fokus pada produksi primer untuk diekspor, negara berkembang mengalami ketidakstabilan pendapatan dalam pembangunan ekonominya. Hal-hal yang menyebabkan ketidakstabilan pendapatan, yaitu: 1. Persaingan barang impor yang semakin tinggi. 2. Nilai tukar barang impor negara berkembang yang berada pada kondisi rendah. 3. Fluktuasi harga produksi primer di pasar dunia. Untuk mengatasi kesulitan pendapatan devisa dan penggunaannya, substitusi impor dan diversifikasi ekspor merupakan cara yang dipercaya ampuh dalam mengatasi masalah tersebut. Melalui diversifikasi ekspor negara tidak hanya terpaku pada satu atau dua macam barang ekspor, sehingga bila terjadi kerugian pada satu barang dapat diimbangi dengan keuntungan dari barang lainnya. Hal ini dikarenakan dasar tukar barang industri lebih tinggi daripada barang produksi primer, sehingga negara dapat menghasilkan sendiri barang kebutuhannya, dan hal tersebut akan mengurangi pengeluaran. Masalah yang terjadi pada ekspor industri primer mengakibatkan kenaikan ekspor lebih lambat daripada kenaikan impor. Ini disebabkan oleh elastisitas pendapatan lebih rendah akan permintaan impor terhadap barang produksi primer. Rendahnya elastisitas pendapatan terhadap impor produksi primer di negara maju disebabkan oleh: 1. Kenaikan produksi barang primer di negara maju. 2. Perubahan pola konsumsi yang dapat menurunkan hasrat mengkonsumsi.

3. Kemajuan teknologi yang mengurangi kebutuhan bahan baku. 4. Perkembangan bahan sintetis (buatan/olahan). 5. Adanya pemberlakukan peraturan atas pembatasan impor barang produksi impor. Sementara itu tingginya elastisitas pendapatan terhadap impor barang produksi di negara berkembang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Bertambahnya jumlah penduduk. 2. Kebutuhan barang produksi yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. 3. Usaha meningkatkan hasil produksi primer guna meningkatkan pendapatkan devisa. 4. Dorongan untuk mendirikan industri subtitusi impor dan industri ekspor. 3. Kontribusi terhadap Kesempatan Kerja Di suatu Negara besar seperti Indonesia, yang notabene ekonomi dalam negerinya masih didominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sektor manufaktur. Hal ini menyimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Jika ditelusuri dari pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang diprediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, maka akan semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder (manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi). Namun demikian, semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya. 4. Ketahanan Pangan A. Kebutuhan Pangan Nasional Ketahanan pangan memiliki tiga dimensi yang saling memiliki keterkaitan, yaitu: Ketersediaan kuantitas pangan dengan kualitas yang baik melalui produksi domestik dan importasi,aksesbilitas masyarakat terhadap sumber daya untuk memperoleh kecukupan pangan dan gizi, dan utilisasi makanan melalui kecukupan pangan, air, sanitasi dan kesehatan. Dengan kondisi pemenuhan kebutuhan pangan nasional yang masih bergantung pada impor maka dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan Indonesia masih lemah. Ironisnya, malahan Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian sebagai tumpuan bagi sebagian besar penduduknya. Namun, mengapa di sisi lain negara kita juga merupakan negara pengimpor pangan dalam jumlah yang cukup besar? Kebutuhan pangan Indonesia masih sangat lemah. Tentunya hal ini dikarenakan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan impor, kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait untuk mendukung program ketahanan pangan serta adanya permasalahan pada jalur distribusi bahan pangan. Stabilitas harga pangan harus dilihat dari dua sisi, pertama adalah dari segi harga bahan pokok harus dapat dijangkau daya beli masyarakat, dan yang kedua adalah dari harga bahan pokok yang juga harus bisa menggairahkan petani untuk berproduksi. Kebijakan

pangan nasional yang hanya mengutamakan pengendalian harga untuk kepentingan konsumen tanpa memperhatikan kesejahteraan petani akan menghancurkan swasembada pangan yang berbasis petani. Seharusnya kebijakan pemerintah tidak hanya bertujuan untuk menekan kenaikan harga pangan tetapi juga menjamin kelangsungan swasembada pangan dan kesejahteraan petani. Bila harga pangan terus ditekan maka petani/produsen pangan akan beralih menanam tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan dan dampak situasi ini akan terasa dalam jangka panjang (program swasembada pangan). Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan stabilitas bahan pangan antara lain sebagai berikut: 1. Upaya Jangka Pendek Upaya jangka pendek dapat berupa kebijakan impor, pemberian subsidi, penanggungan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) oleh pemerintah, menaikkan pungutan ekspor serta pembebasan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI). 2. Upaya Jangka Menengah Upaya jangka menengah dapat berupa perbaikan jalur distribusi dan pemasaran produk hasil pertanian serta kebijakan kuota impor dan ekspor. 3. Upaya Jangka Panjang Upaya jangka panjang dilakukan dengan pencapaian swasembada pangan. Melalui upaya-upaya jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, diharapkan stabilitas kebutuhan pangan dapat tercapai. Upaya pencapaian stabilitas kebutuhan pangan juga harus didukung dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh semua pihak-pihak terkait, baik pemerintah, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat maupun rakyat Indonesia pada umumnya. Tanpa adanya keseriusan serta kesungguhan mustahil stabilitas kebutuhan pangan dapat tercapai. 5. Nilai Tukar Petani A. Pengertian Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kondisi kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barangbarang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian: a. NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar. b. NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar. c. NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar. Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Sedangkan Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. Sebenarnya etani yang dimaksudkan adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan guna dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap

(sewa/kontrak/bagi hasil). Ataupun orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani. Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pembungkusan (packaging) ke dalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga di sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diperoleh petani. Selanjutnya, data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen. Sedangkan harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih. Kita tahu bahwa pasar adalah tempat berlangsungnya transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Pada kecamatan yang sudah terpilih sebagai sampel, pasar yang dicatat haruslah pasar yang mewakili dengan syarat antara lain: paling besar, banyak pembeli dan penjual jenis barang yang diperjualbelikan cukup banyak dan terjamin kelangsungan pencatatan harganya. Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri, bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus (harga yang paling banyak muncul) atau harga rata-rata biasa (mean) dari beberapa pedagang/penjual yang memberikan datanya. Perkembangan NTP di Indonesia Pada bulan November 2010, Nilai Tukar Petani Padi dan Palawija (NTPP) tercatat sebesar 93,25; Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 91,58; Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 110,99; Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPPT) 95,29; dan untuk Nilai Tukar Nelayan (NTN) 99,14. Secara gabungan, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku Utara sebesar 99,673 atau mengalami kenaikan yang sangat kecil yaitu 0,002 % bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Oktober) yang sebesar 99,671 %. Dari 10 Provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia, NTP November 2010 terhadap NTP Oktober 2010 mengalami kenaikan di 6 provinsi, sedangkan di 4 provinsi lainnya telah terjadi penurunan. Kenaikan NTP tertinggi berada pada November 2010 terjadi di provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 0,83 %, sedangkan penurunan drastisi terjadi di Maluku yaitu 0,46 %. Hal ini merupakan dampak Maluku Utara yang pada November 2010 mengalami inflasi sebesar 0,22 % dikarenakan perubahan indeks harga kelompok pengeluaran, masing-masing yaitu: kelompok bahan makanan 0,33 %, makanan jadi, minuman dan rokok 0,19 %, perumahan 0,08 %; pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,13 %, sedangkan kesehatan 0,03 % sedangkan sandang dan transportasi dan komunikasi tidak mengalami perubahan. Secara Nasional, NTP mengalami kenaikan 0,27 % yaitu dari 102,61 pada Oktober 2010 menjadi 102,89 pada November 2010. Adapun inflasi pedesaan Nasional pada bulan November 2010 adalah 0,79 % yakni saat mengalami kenaikan indeks dari 130,76 menjadi 131,79. Nilai Tukar Petani yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persen), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga B.

menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif mengidentifikasikan semakin kuatnya tingkat kemampuan/daya beli petani. Berdasarkan hasil survei harga-harga pedesaan di Kabupaten se-provinsi Maluku Utara pada November 2010 NTP mengalami kenaikan sebesar 0,002 % dibanding bulan Oktober 2010, yaitu dari 99,671 menjadi 99,673. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian dan penurunan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Indeks harga hasil produksi pertanian (IT) mengalami kenaikan sebesar 0,163 % sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 0,161 %. Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) dari ke-5 subsektor menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada November 2010, di Maluku Utara indeks harga yang diterima petani (IT) mengalami kenaikan 0,163 % dibandingkan dengan IT Oktober 2010, yaitu dari 127,50 menjadi 127,71. Dan terjadi kenaikan Indeks Harga yang diterima Petani (IT) pada 3 sub sektor yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,60 %, subsektor holtikultura sebesar 0,49 %, subsektor perternakan sebesar 0,68 %. Sedangkan 2 subsektor lainnya mengalami penurunan yaitu subsektor perkebunan rakyat sebesar (0,04) % dan subsektor perikanan sebesar (0,24) %. Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB) Melalui indeks harga yang dibayar petani (IB) dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada November 2010 di Maluku Utara, indeks harga yang dibayar (IB) petani mengalami kenaikan sebesar 0,161 % bila dibandingkan dengan Oktober 2010. Terjadi kenaikan IB pada ke-5 subsektor yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,04 %, subsektor holtikultura sebesar 0,06 subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,26 %, subsektor perternakan sebesar 0,31 % dan subsektor perikanan sebesar 0,20 %. Penyebab Lemahnya NTP di Indonesia Jika sebelumnya telah dijelaskan perubahan Nilai Tukar Petani (NTP) disebabkan oleh perubahan dari indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB),maka pengkajian terhadap penyebab lemahnya NTP dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor penyebab rendahnya IT dan faktor-faktor penyebab tingginya IB. Faktor-faktor tersebut berbeda menurut jenis komoditasnya. Jika dimisalkan, sisi IT berupa beras dan pepaya yang berbeda pola persaingannya, maka analisisnya di Indonesia beras memiliki persaingan yang ketat, termasuk beras impor sekalipun. Hal ini disebabkan beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, dan diartikan banyak permintaan (demand) akan beras tersebut. Dengan kondisi tersebut, petani cenderung hanya menanam padi saja, hingga akhirnya justru membuat harga beras di pasar domestik cenderung menurun hingga sama dengan biaya marjinalnya (sama dengan biaya rata-rata per unit output). Artinya, bahwa IT akan sama dengan IB, dan berarti keuntungan petani adalah sama dengan 0 (nol). Untuk analisis pepaya, pepaya bukanlah kebutuhan yang sangat signifikan seperti beras bagi masyarakat Indonesia, jadi meskipun harga baik tidak membuat semua petani ingin menanam pepaya. Jadi dapat diartikan diversifikasi output di sektor pertanian sangat menentukan baik tidaknya Nilai Tukar Petani di Indonesia. C.

6. Keterkaitan Produksi Sektor Pertanian dengan Sektor Ekonomi Lainnya A. Terkait dengan Sektor Industri Manufaktur Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Sebagai contoh; Jepang, Taiwan dan Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan proses revolusi sektor pertanian. Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi dikarenakan sektor pertanian kuat pangan terjamin tidak akan ada kondisi kelaparan dan juga akan menciptakan situasi social politik yang stabil. Jika sudut permintaan sektor pertanian kuat, maka pendapatan riil per kapita naik. Sehingga permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik, artinya industri manufaktur berkembang dan output industri menjadi input pada sektor pertanian. Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai sebagai investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil di pedesaan. Namun dalam kondisi nyatanya di Indonesia, keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur masih berada pada posisi sangat lemah dan kedua sektor tersebut masih sangat bergantung kepada barang impor. KESIMPULAN Kontribusi Devisa Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor. Kontribusinya devisa secara langsung dapat melalui ekspor produk pertanian dan mengurangi impor, sedangkan dengan cara tidak langsung dengan meningkatkan ekspor dan pengurangan impor produk yang berbasis pertanian. Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kondisi kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase yang secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Berhasilnya pembangunan ekonomi negara maju dimulai dengan industrialisasi dengan menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setelah subtitusi berhasil, sebagian hasilnya diekspor ke luar negeri dan ditukarkan dengan barang kebutuhan pembangunan. Kebanyakan negara berkembang memajukan industrialisasi di negaranya dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Industrialisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu substitusi impor dan diversifikasi impor. Penyelenggaraan industrialisasi membutuhkan banyak perlengkapan kapital (modal), akan tetapi kebanyakan negara berkembang belum mampu membuat perlengkapan kapital secara mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan kapital, negara akan mengekspor barang primernya agar dapat mengimpor dengan barang kapital. Jadi perekonomian negara berkembang dibangun atas dasar ekspor produksi barang impornya. Kebutuhan negara berkembang akan barang kapital berkesinambungan dengan kebutuhan negara maju untuk memelihara kelangsungan produksi barang-barang primer. Karena terlalu fokus pada produksi primer untuk diekspor, negara berkembang mengalami ketidakstabilan pendapatan dalam pembangunan ekonominya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan permintaan beras lebih di pengaruhi oleh jumlah manusia dan pendapatan masyarakat (pembeli), bukan harga. Oleh karena itu permintaan beras tidak elastis. Akibatnya jika penawaran beras terlalu besar (pada saat musim panen), sementara permintaan relatif sama atau berkembang dengan laju yang tidak terlalu tinggi, maka harga beras bisa jatuh drastis.

You might also like