You are on page 1of 15

MAKALAH FILSAFAT HUKUM

Filsafat Hukum Pancasila dan Dampak Transplantasi Hukum Serta Benturan Nilai-nilai pada Sistem Hukum Indonesia.

Harwendro Hadityo Dewanto Rahmatul Hidayat (22) Samuel Hutasoit (23)

MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2011

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Ketentuan diberlakukannya kesepakatan perdagangan dunia yang berlaku secara global memang tidak dapat kita elakkan. Dalam kehidupan dunia yang serba modern dan terbuka, keterkaitan kebutuhan antar satu dan yang lain sangatlah tinggi dan makin meningkat. Semuanya pada akhirnya menghadapkan kita untuk mau tidak mau mengikuti ketentuan dan kesepakatan yang diberlakukan secara umum pada keadaan antau interaksi yang terjadi antarnegara. Dalam mana suatu negara tidak mengikuti aturan perdagangan yang berlaku secara liberal, maka kemungkinan negara tersebut akan tersisihkan dan terkucil dari sistem perdagangan internasional. Globalisasi ekonomi adalah kehidupan ekonomi global yang bersifat terbuka dan tidak mengenal batas-batas territorial, atau kewilayahan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Disini dunia dianggap sebagai suatu kesatuan yang semua daerah dapat terjangkau dengan cepat dan mudah. Sisi perdagangan dan investaris menuju kearah liberalisasi dan kapitalisme sehingga semua orang bebas untuk berusaha di mana saja dan kapan saja di dunia ini. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal barang dan jasa.1 Mencermati persaingan yang makin tajam dan untuk menjaga fairness, maka World Trade Organization (WTO) atas prakarsa negara-negara pendiri, mengupayakan suatu kerjasama multilateral untuk mendorong semua negara anggota memilih kebijakan perdagangan bebas, sehingga diharapkan dapat memperoleh solusi kerjasama yang optimal. Sistem perdagangan multilateral yang
1

http://hukum.kompasiana.com/2011/01/24/globalisasi-ekonomi-dan-tantangan-dalam-perdagangan internasional -sebagai-implementasi-dari-konvensi-wina-1969/ (Artikel ini diakses pada 12 Desember 2011).

dijalankan WTO sesungguhnya merupakan pengembangan dari kesepakatan perjanjian multilateral di bawah kerangka General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang dibentuk pada tahun 1947. Dalam proses keikutsertaannya tersebut, telah banyak langkah-langkah di bidang hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, mulai dari penyusunan, penetapan, sampai pelaksanaan beberapa peraturan perundangundangan yang khusus terkait pelaksanaan perdagangan bebas tersebut.

I.2. Perumusan Masalah Untuk membahas lebih jauh lagi tentang peran aktif pemerintah Indonesia dalam perdagangan internasional yang nantinya apakah dampak transplantasi kebijakan ini akan berbenturan dengan nilai-nilai pada sistem hukum Indonesia jika dikaitkan dengan filsafat hukum pancasila, maka menarik untuk mengkaji permasalahan berikut di bawah ini :
1.

Apakah perdagangan internasional yang diikuti

oleh pemerintah

Indonesia sejalan dengan nafas Pancasila? 2. Apakah dampak yang akan terjadi dalam transplantasi hukum mengenai

keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam perdagangan internasional?

I.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini ialah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum. Untuk itu makalah ini diberi judul Filsafat Hukum Pancasila dan Dampak Transplantasi Hukum Serta Benturan Nilai-nilai pada Sistem Hukum Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

A. Filsafat Hukum Pancasila2

Pancasila sebagai sendi keserasian hukum terbukti dalam benih keserasian yang terdapat dalam tiap sila-silanya. Berikut diuraikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila tersebut yakni : a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Mengungkapkan hubungan yang serasi antara Pencipta dan ciptaanNya. Wawasan tentang pencipta itu mungkin berbeda pada manusia yang satu daripada manusia lainnya. Walaupun demikian manusia yang mengakui dan yakin akan adanya Pencipta itu akan berikhtiar memantapkan dan tidak mengganggu hubungan yang serasi antara Pencipta dan ciptaanNya apakah itu dirinya sendiri sebagai makhluk termulia maupun segala ciptaan pencipta yang ada dalam lingkungannya. Hal inilah yang mengharuskan manusia untuk hidup serasi dalam lingkungan yang serasi pula. Dengan demikian wajarlah kalau hukum itu tidak hanya untuk keserasian hidup antara manusia, tetapi juga keserasian lingkungan pergaulan hidup mereka. b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan api, bila apinya besar maka cahayanya terang; jadi, bila peradabannya tinggi maka keadilanpun mantap. Peradaban merupakan kodrat khusus manusiawi. Sesuai dengan kodrat alami maka manusia mempunyai pikiran/cipta dan perasaan/rasa yang bila dikombinasikan akan menjadi kehendak/karsa yang merupakan motif daripada sikap tindak/karya. Karena penggunaan cipta, rasa dan karsa itu maka terbentuklah kalbu atau geweten manusia. Namun kalbu manusia ada kalanya
2

Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet Ke-5, h. 81-88.

berkeadaan positif atau negatif tergantung sarana (cipta, rasa, karsa) pembentukannya yang juga mungkin positif atau negatif karena itu ada sebutan orang biadab atau rendah peradabannya. c. Sila Persatuan Indonesia Persatuan Indonesia tidak lain maksudnya ialah persatuan suku serta golongan yang sekaligus pula terjelma sebagai satu bangsa, sehingga tidak sewajarnya yang satu meniadakan yang lainnya, tetapi haruslah ada keserasian antara kebinaan suku sertta golongan dan ketunggalan bangsa. d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan Manusia sebagaai pribadi maupun dalam kelompok pergaulan hidup mempunyai aneka macam kepentingan. Pada suatu ketika kepentingan itu mungkin berbeda bagi pribadi/kelompok yang satu dengan yang lainnya. Bahkan kepentingan itu dapat bertentangan adanya, misalnya, kelompok yang satu menyetujui pembaharuan sedang yang lain menginginkan pelestarian dan sebagainya. Keadaan keolompok yang berbeda kepentingan itu mungkin:
1. Sederajat atau 2. Berbeda derajat (Penguasa, atasan : warga, bawahan).

Dalam hubungan yang sederajat dapat timbul masalah mayoritas dan minoritas dengan perbedaan kepentingan, tetapi manusia yang beradab akan mencegah atau mengurangi kemungkinan perbedaan itu menjadi meruncing sehingga pergaulan hidup dapat terpelihara dan tidak berubah menjadi pergumulan hidup. Untuk mempertahankan kebersamaan dan kebedaan diperlukan upaya yaitu ikhtiar mencapai keserasian dalam consensus yang dapat bersifat substansial dan formil. Dalam lingkup kenegaraan, maka sila ke IV daripada Pancasila itulah yang merupakan upaya konsensus yang dalam (Ilmu) Hukum Internasional dikenal sebagai konsultasi. Apabila pada suatu ketika peruncingan perbedaan kepentingan terjadi tetapi masih diinginkan penanggulangan melalui upaya
5

damai agar dapat dipertahankan adanya kebersamaan dalam kebedaan, maka di samping konsultasi masih ada upaya: Good offices, Mediation, dan Peradilan.
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Rumusan terakhir terarah pada tujuan setiap pribadi manusia yaitu keserasian rohaniah dan jasmaniah. Komposisi manusia terdiri dari unsur rohani/spiritual dan unsure jasmaniah/materiel serta unsur (antara) jalinan saraf yang menyetarafkan ke dua unsur lainnya agar serasi dalam kepribadiannya. Peranan kodrati manusia ialah memelihara dan meningkatkan daya tahan ke tiga unsurnya. Daya tahan unsur jasmaniah dipelihara dan ditingkatkan sarana kegiatan ekonomis (pangan, papan, dan sandang), berolahraga dan sebagainya. Daya tahan unsur rohaniah terdiri dari dua tingkat yaitu: 1. Taraf alami yang meliputi cipta, rasa, dan karsa, sebagai potensi; serta 2. Taraf budaya (kesadaran) yang berupa trias-spiritualia yaitu: a. Logika ilmu pengetahuan b. Estetik keseniana (sebagai daya kreasi), dan c. Ethika keimanan; keakhlakan; sopan santun; hukum.

Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa secara merata dan berkesinambungan setiap manusia mengalami sungguh keserasian rohaniah dan jasmaniah. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi tujuan berdirinya negara Republik Indonesia hanya dapat dicapai melalui pembangunan. Sebab pembangunan merupakan serangkaian usaha-usaha peningkatan taraf hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat dalam segala aspeknya.3

A. Gunawan Setiardja, Filsafat Pancasila Bagian I, (Badan Penerbit Univeristas Diponegoro, 2009), hlm. 56

Dengan mengadakan pembangunan yang melibatkan seluruh rakyat dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaanya maka keadilan sosial akan tercapai. Dalam pembangunan itu rakyat tampil baik sebagai subjek maupun sebagai objek. Tujuan pembangunan nasional adalah rakyat itu sendiri pula.4 Keberadaan negara bukanlah tujuan melainkan sebagai kesatuan pribadipribadi negara yang adalah sarana untuk membantu para warganya dan melengkapi mereka dengan segala sesuatu yang tidak dapat diusahakan oleh mereka masing-masing secara sewajarnya. Negara memang untuk kepentingan rakyat namun tidak berarti rakyat tidak perlu berbuat sesuatu dan menantikan segala sesuatu dari negara. Tugas negara adalah subsidier artinya memberikan subsidium (bantuan) kepada warga-warganya yang tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri sewajarnya.5 Berdasarkan sila kelima Pancasila di atas terdapat konsekuensi nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama yakni : 6 Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara

terhadap warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajibannya ; Keadilan legal (keadilan bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan

antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara ; Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga

satu dengan lainnya secara timbal balik

4 5

Ibid, A. Gunawan Setiardja, hlm. 56 A. Gunawan Setiardja, Filsafat Pancasila Bagian II, (Badan Penerbit Univeristas Diponegoro, 2010), hlm. 52 Kaelan M.S., Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, ( Yogkarta: Paradigma, 2007), hlm. 36

Nilai-nilai keadilan haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warga serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya serta mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antarnegara sesama bangsa di dunia ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antarbangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama ( keadilan sosial).7 Dengan demikian dapat disimpulkan keadilan sosial adalah keadaan dalam mana semua orang dan semua golongan memperoleh apa yang menjadi haknya dan hanya dapat dicapai melalui usaha-usaha keadilan ialah kegiatankegiatan dan sikap untuk tetap dan terusmenerus serta benar-benar memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.8 Kajian teori hukum terhadap status pancasila sebagai dasar negara melalui alur dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum akan sampai pada tingkat hukum yang menempatkan Pancasila sebagai landasan filsafat hukum Indonesia. Dengan demikian filsafat hukum yang berlandaskan Pancasila disebut sebagai filsafat hukum Pancasila.9 Filsafat hukum Pancasila bila diterima dan dikembangkan akan menjadi juridisme yang dianut. Artinya menjadi paham hukum nasional yang disebut yuridisme Pancasila. Juridisme akan mengalir rechtsidee yang mempunyai fungsi konstitutif dan regulatif terhadap hukum nasional.10

B. Keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam Perdagangan Internasional

ditinjau dari nilai-nilai Pancasila.


7 8

Ibid., Kaelan M.S., hlm. 36 A. Gunawan Setiardja, Filsafat Pancasila Bagian II, (Badan Penerbit Univeristas Diponegoro, 2010), hlm. 58 9 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 23 10 Oetojo Oesman dan Alfian, penyunting, Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP 7-Pusat, 1991), hlm, 71

Globalisasi pada awala abad 21 memberikan pengaruh dalam pembangunan nasional pada umumnya khususnya di bidang perdagangan yaitu terjadinya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas dunia baik secara multilateral, regional maupun bilateral. Saat di mana Indonesia sebagai bagian dari pelaku ekonomi internasional tidak terlepas dari dampak dinamika percaturan ekonomi internasional, yang sarat dengan berbagai kepentingan nasional masing-masing negara pelaku ekonomi internasional.11 Saat ini perdagangan internasional sudah menjadi bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan suatu negara di dunia, begitupula dengan Indonesia sebagai bagian dari perekonomian dunia juga tidak mungkin terlepas dari kegiatan perdagangan internasional, baik itu perdagangan barang maupun jasa. Ide perdagangan bebas digagas pertama kali oleh David Ricardo, yang kemudian menjadi cikal bakal teori perdagangan internasional. Menurut David Ricardo dalam teorinya yang dikenal sebagai teori keuntungan komparatif itu, pedagangan bebas antar bangsa pasti akan menguntungan setiap negara yang terlibat. Dalam membahas perdagangan bebas penting diketahui konteks yang melatar belakangi munculnya ide perdagangan bebas dan teori yang mendasari pengembangan ide tersebut. Alasannya adalah dengan perdagangan bebas antar bangsa yang meliputi dua negara atau lebih, maka masing-masing negara akan didesak untuk meningkatkan dan mengefisienkan penggunaan sumberdaya produktif yang dimilikinya. Awal pangkal teori David Ricardo ini adalah sekedar tenaga kerja yang bila asumsikan bahwa dengan adanya perdagangan bebas, setiap negara akan menggeser penggunaan tenaga kerjanya untuk hanya memproduksi barang yang dapat diproduksi secara paling produktif dan efisien. Menurut ekonom dunia pada umumnya, walaupun sudah berusia satu abad lebih tapi sampai sekarang teori itu masih tetap terbukti kebenarannya sehingga masih relevan. Artinya para ekonom yakin betul bahwa perdagangan bebas akan menguntungkan semua negara. Namun ada hal-hal yang perlu diwaspadai dari ide David Ricardo itu adalah,

11

http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=liberalisasi%20perdagangan%20oleh%20donny %20Adityawarman (Artikel ini diakses pada 10 Desember 2011)

pertama, secara ideologis, ide perdagangan bebas dikembangkan dalam konteks kapitalisme. Sehingga ide itu tidak dapat berjalan bila ideologinya bukan kapitalisme. kedua, secara konseptual, sejak David Ricardo hingga saat ini, teori-teori perdagangan internasional sama sekali tidak berbicara mengenai siapa yang secara khusus paling diuntungkan dari perdagangan bebas tersebut. Mengenai siapa yang paling diuntungkan pada masingmasing negara adalah urusan lain, karena ilmu ekonomi tidak berbicara mengenai siapa yang diuntungkan atau dirugikan. Apakah yang diuntungkan itu kaum kapitalis, buruh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa segala pembahasan terkait dengan perdagangan bebas, secara ideologis tidak dapat dilepaskan dari kapitalisme dan secara teori ekonomi ini termasuk kedalam kelompok teori ekonomi klasik dan neoklasik atau yang belakangan ini dikenal sebagai neoliberalisme. Liberalisasi perdagangan akan sangat tergantung dengan kemampuan daya saing bangsa, artinya makin tinggi tingkat daya saingnya, maka negara tersebut akan makin siap untuk menjalankan persaingan perdagangan di pasar internasional. Namun karena sistem liberalisasi perdagangan ini umumnya muncul dari negaranegara maju, maka diperlukan kehati-hatian bagi negara dunia ketiga atau negara berkembang untuk mengikatkan diri pada kesepakatan liberalisasi perdagangan. Tetapi yang seringkali kita temui dan terjadi pada umumnya, negara berkembang ikut atau masuk dalam sistem liberalisasi perdagangan karena adanya keterikatan aspek politik atau hutang misalnya, yang pada akhirnya dengan terpaksa masuk dalam kesepakatan liberalisasi. Bukan hanya itu, kecerobohan juga dapat terjadi karena kurangnya tingkat kemahiran dalam bernegosiasi, sehingga pada akhirnya liberalisasi perdagangan memberatkan negara berkembang.12 Warisan budaya lndonesia memiliki peran penting dalam pembentukan awal hukum perdagangan modern internasional, namun sebagian besar orang lndonesia
12

http://baubaupos.com/page.php?kat=10&id_berita=1104 (Artikel ini diakses pada 11 Desember 2011).

10

baru telah bertindak melawan aturan World Trade Organization ( selanjutnya disingkat dengan WTO), karena dalam evolusi ide dan praktek perdagangan bebas telah tercemar oleh nilai-nilai ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya lndonesia. Sifat eksploitasi dalam pembentukan hukum perdagangan internasional telah banyak dalam pembentukan aturan WTO. Sejauh ini, aturan WTO telah diklaim sebagai sebuah rezim "perdagangan bebas".13 Hukum adat yang digunakan oleh Indonesia sebagai sistem hukum yang didasarkan pada non-liberal yang terkondensasi dalam pancasila, di mana lebih menghargai komunalisme daripada individualisme, lebih melekat untuk romantisme daripada rasionalisme, dan lebih mematuhi spiritualisme daripada nilai-nilai materialisme.14 Jadi keikutsertaan Indonesia dalam percaturan perdagangan internasional dikatakan tidak sejalan dengan Pancasila, dan juga ideologi dasar negara Indonesia adalah Pancasila, dan pengamalannya dalam bidang ekonomi dibimbing oleh Pasal 33, Pasal 27 ayat 2, dan Pasal 34 UUD 1945. Sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, sistem perekonomian yang hendak dikembangkan di Indonesia disebut sebagai sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 33 ayat 1, perekonomian Indonesia harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. Selain itu pula bahwa pada bagian penjelasan pasal 33 yang asli, terdapat kalimat yang menyatakan bahwa produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan bersama, lalu kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang per orang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. C. Apakah dampak yang akan terjadi dalam transplantasi hukum mengenai keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam perdagangan internasional? Problematika yang dihadapi oleh yurisdiksi penerima transplantasi hukum itu sendiri di dalamnya memiliki pluralisme hukum sehingga penyesuaian yang
Agus Brotosusilo, Culture And Free Trade: The Indonesia Experience, Makalah pada The International Conference on Law and Culture in South East Asia, in cooperation between Hankuk University of Foreign Studies- Faculty of Law University of Indonesia, Jakarta, July 13 2011. 14 Ibid, h.6
13

11

dilakukan memerlukan usaha yang dua kali lebih besar. Indonesia merupakan negara yang di dalamnya memiliki pluralisme hukum yang besar. Tradisi hukum yang ada bukan saja menyangkut Civil law, tetapi juga terdapat hukum adat dan hukum Islam. Pluralisme hukum pula yang menjadi sebab sulitnya melakukan transplantasi hukum tanpa membedol seluruh jaringan sistem institusional yang menjadi konteksnya. Akan tetapi bisa saja hal tersebut dipertimbangkan, jika pada suatu masyarakat sedang terjadi proses perubahan sosial yang mengarah pada perubahan nilai-nilai di mana nilai yang berubah menjadi lebih adaptif dengan nilai-nilai baru yang diperkenalkan oleh hukum baru maka mungkin tidak akan timbul banyak masalah. Berdasarkan penjelasan dari UUD 1945 pasal 33 diketahui bahwa cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, jika tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang per orang dan rakyat yang banyak ditindasnya. Dari penjelasan itu memperihatkan bahwa pasal 33 sangat anti kapitalisme. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat benturan ideologis yang sangat mendasar antara perdagangan bebas dengan amanat konsitusi. Konteks permasalahan kemudian adalah bagaimana sikap konstitusional bangsa Indonesia jika ingin konsisten dengan pasal 33 UUD 1945, tetapi terus menjalin hubungan antar bangsa. Untuk itu dasarnya adalah bahwa Indonesia harus mengurus dan menata dahulu masalah dalam negeri sesuai dengan amanat konstitusi, setelah itu baru berbicara hubungan dengan negara lain. Sejak dahulu Bung Hatta mengatakan bahwa ekspor dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Tapi yang terjadi sekarang semua produksi diutamakan untuk diekspor, sehingga kebutuhan dalam negeri dikorbankan. Hal ini dilakukan karena hutang yang besar dan dibuat dalam valuta asing, sehingga mau tidak mau ekspor harus digenjot, karena itu satu-satunya cara untuk bisa membayar hutang. Dan akibatnya pun seperti yang terjadi saat ini, di mana hasil gas diekspor sehingga menyebabkan pabrik pupuk yang notabene BUMN menjadi tutup, kebutuhan pupuk untuk petani

12

tidak terpenuhi, dan kebutuhan energi untuk industri menjadi tidak efisien karena harga BBM yang jauh lebih mahal dibanding gas.15

BAB III PENUTUP


Kesimpulan 1. Bahwa pada dasarnya sistem perekonomian Indonesia didasarkan pada asas-asas atau nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang berorientasi pada terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.
2. Pada dasarnya sistem perekonomian suatu negara ditujukan untuk meciptakan

masyarakat yang sejahtera dan tidak ditujukan untuk menjawab tantangan global. Pun demikian terciptanya perdagangan bebas dan pasar bebas tidak hanya mendapat hambatan dari perekonomian negara berkembang saja, melainkan juga dari seluruh bentuk perekonomian negara konvensional. Kekhawatiran negara terhadap pelaksanaan pasar bebas adalah terkikisnya kedaulatan negara hingga titik minimum. 3. Terbukanya pasar bebas dalam keadaan negara Indonesia seperti sekarang sangat berbahaya terhadap rakyat kecil dan para pelaku usaha lainnya yang berskala kecil karena tidak mampu bersaing dengan produk global.

Saran 1. Negara harus berperan aktif dan campur tangan dalam perekonomian

rakyat dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera sebagaimana amanat dalam sila-sila Pancasila dan UUD 1945

15

Makalah pada Lokakarya Perdagangan Bebas dan Kerjasama Internasional Institute for Global Justice, Jokjakarta, 14-16 Desember 2010 Pandangan Kalangan Akademisi (Universitas Gajah Mada)

13

2.

Dalam hal negara membuka diri terhadap pasar global untuk kemajuan

dan kepentingan negara, pemerintah harus dapat memberikan jaminan dan keadilan sosial bagi rakyat kecil dan pelaku usaha yang tidak mampu bersaing dengan produk global.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Brotosusilo, Culture And Free Trade: The Indonesia Experience, Makalah pada The International Conference on Law and Culture in South East Asia, in cooperation between Hankuk University of Foreign Studies- Faculty of Law University of Indonesia, Jakarta, July 13 2011.
A. Gunawan Setiardja Filsafat Pancasila Bagian I, (Badan Penerbit Univeristas

Diponegoro, 2009),
A. Gunawan Setiardja, Filsafat Pancasila Bagian II, (Badan Penerbit Univeristas

Diponegoro, 2010), Kaelan M.S., Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, ( Yogkarta: Paradigma, 2007 Makalah pada Lokakarya Perdagangan Bebas dan Kerjasama Internasional Institute for Global Justice, Yogjakarta, 14-16 Desember 2010 Pandangan Kalangan Akademisi (Universitas Gajah Mada) Oetojo Oesman dan Alfian, penyunting, Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP 7-Pusat, 1991) Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994) Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) http://baubaupos.com/page.php?kat=10&id_berita=1104 (Artikel ini diakses pada 11 Desember 2011)

14

http://hukum.kompasiana.com/2011/01/24/globalisasi-ekonomi-dan-tantangan-dalamperdagangan internasional -sebagai-implementasi-dari-konvensi-wina-1969/ (Artikel ini diakses pada 12 Desember 2011) http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=liberalisasi%20perdagangan%20oleh %20donny%20Adityawarman (Artikel ini diakses pada 10 Desember 2011)

15

You might also like