You are on page 1of 10

PENGOLAHAN EKKADO IKAN NILA (Oreochromis niloticus) VARIASI KONSENTRASI TEPUNG TAPIOKA

Abstrak

Budidaya ikan nila Indonesia mengalami peningkatan produksi ikan nila pada tahun 2004 sebesar 97.116 ton dan pada tahun 2008 sebesar 220.900 ton dengan kenaikan rata-rata sebesar 23,96% (DKP, 2008). Apabila produksi ikan nila melimpah maka perlu diadakan upaya untuk menjaga stabilitas harga sehingga harga ikan nila tidak jatuh dan pembudidaya tidak rugi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan melakukan diversifikasi olahan berbasis ikan. Salah satu produk diversifikasi perikanan yang sudah ada di pasaran adalah ekkado. Ekkado merupakan salah satu jenis olahan fish jelly product dengan menggunakan kulit kembang tahu yang berfungsi sebagai bungkus serta memberikan rasa yang khas. Produk ini dikonsumsi dengan cara digoreng dan siap dihidangkan (DKP, 2008). Bahan pendukung utama pembuatan ekkado adalah tepung tapioka, sehingga dalam makalah ini membahas pengaruh konsentrasi tepung tapioka yang berbeda terhadap mutu ekkado yang dihasilkan. Konsentrasi tepung yang diberikan adalah 0%, 2,5%, 5% dan 7,5%. Parameter mutu yang digunakan untuk menguji ekado yang dihasilkan adalah mutu kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein), mutu organoleptik (hedonik) dan mutu mikrobiologi (ALT). Hasil yang diperoleh adalah mutu organoleptik tertinggi terletak pada ekado dengan penambahan tapioka 2,5% yaitu penampakan 7,92, aroma 7,94, rasa 7,52, tekstur 7,43. Mutu kimia Ekkado yaitu kadar air 67-70,2%, kadar abu 1,69-1,8%, kadar protein 14,89-16,07% dan kadar lemak 7,89-8,07%, sedangkan jumlah ALT 2,8 x 103-4 x 103 koloni/gr.

Kata kunci : ekkado, diversifikasi produk, ikan nila

I. PENDAHULUAN Berdasarkan data statistik produksi perikanan budidaya menyatakan bahwa produksi ikan air tawar, khususnya ikan nila mengalami peningkatan produksi ikan nila pada tahun 2004 sebesar 97.116 ton dan pada tahun 2008 sebesar 220.900 ton dengan kenaikan rata-rata sebesar 23,96% (DKP, 2008). Apabila produksi ikan nila melimpah maka perlu diadakan upaya untuk menjaga stabilitas harga sehingga harga ikan nila tidak jatuh dan pembudidaya tidak rugi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan melakukan diversifikasi olahan berbasis ikan. Produk diversifikasi ini merupakan salah satu bentuk dari penganekaragaman produk dengan menggunakan bahan dasar ikan, yang mana dengan diversifikasi produk ini dapat menambah atau mengembangkan produk baru, memodifikasi produk yang ada dan menemukan kegunaan baru dari produk yang dihasilkan. Salah satu produk diversifikasi perikanan yang sudah ada di pasaran adalah EKKADO. Ekkado merupakan salah satu jenis olahan fish jelly produk dengan menggunakan kulit kembang tahu yang berfungsi sebagai bungkus serta memberikan rasa yang khas. Produk ini dikonsumsi dengan cara digoreng dan siap dihidangkan (DKP, 2008). Mutu ekkado dipengaruhi oleh komposisi bahan yang menyusunnya. Bahan pendukung utama pembuatan ekkado adalah tepung tapioka, sehingga dalam makalah ini membahas pengaruh konsentrasi tepung tapioka yang berbeda terhadap mutu ekkado yang dihasilkan. II. BAHAN DAN METODE Dalam pembuatan ekkado Alat yang digunakan adalah pisau, timbangan, wajan,

pengukusan, baskom, sendok, piring, food processor, kain blacu, talenan, celemek, alat pengepresan dan sarung tangan. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan Ekkado adalah surimi dari ikan Nila. Bahan-bahan lainnya adalah tepung tapioka, bawang putih, garam, gula, merica, dan minyak wijen. Pada pengolahan ekkado dilakukan penambahan tepung tapioka yang bervariasi sebesar 0%, 2,5%, 5% dan 7,5%. Produk yang dihasilkan akan diuji mutu secara organoleptik, mikrobiologi dan kimia (proksimat). Pengujian organoleptik ini dilakukan secara langsung, cepat (secara obyektif) dan hasilnya bisa lebih teliti karena berdasarkan fakta yang jelas pada produk (Yudistira, 2005). Pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan skala hedonik bernilai 1-9. Faktor-faktor yang dinilai adalah penampakan, aroma, rasa, dan tekstur. Bahan disajikan secara acak dengan diberi nomor kode tertentu, kemudian panelis sebanyak 30 orang diminta untuk memberikan penilaiannya menurut tingkat kesukaannya pada formulir yang telah disediakan. Pengujian mikrobiologi meliputi pengujian ALT (Angka Lempeng Total) untuk mengetahui jumlah bakteri total yang terdapat dalam produk ekkado. Sedangkan untuk pengujian kimia meliputi pengujian kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein.

Proses Pengolahan Ekkado Poses pembuatan Ekkado pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap, yaitu pengadonan, pembungkusan dan pengikatan , pengukusan. 1. Pengadonan Proses pengadonan diawali dengan mencampurkan surimi dengan bawang putih, garam, merica, gula, putih telur, tapioka dan minyak wijen, selanjutnya yang terakhir ditambahkan tepung tapioka dalam konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2,5%, 5% dan 7,5%, dicampur sampai

homogen. Pengadonan harus benar-benar diperhatikan tingkat homogenitasnya karena akan mempengaruhi penampakan maupun tekstur dari produk akhir. 2. Pembungkusan dan pengikatan Adonan surimi yang telah ditambahkan bumbu kemudian dilakukan pembungkusan dengan menggunakan lembaran kembang tahu. Ditengah adonan diletakkan telur puyuh yang sudah direbus. Sebelum dipakai, kembang tahu buatan lokal harus direndam dalam air panas terlebih dulu untuk mengangkat garam yang terkandung di dalamnya dan untuk melemaskan kembang tahu agar mudah dipakai untuk membungkus adonan, kemudian diikat menggunakan bunga sedap malam yang telah dilayukan. 3. Pengukusan Proses pengukusan Ekkado dilakukan selama 20 menit dengan suhu 900C menggunakan kukusan thermostat. Secara skematis alur proses pengolahan ekkado adalah sebagai berikut :

Surimi ikan nila

pengadonan ( bawang putih 2%, merica 0,5%, garam 1,5%, minyak wijen 1 sdt, gula 1,5% dan tepung tapioca 0%, 2,5%, 5%, 7,5% ) Pembungkusan diatas lembaran kulit kembang tahu Ditutup dan diikat dengan bunga sedap malam Pengukusan selama 20 menit Ekkado (uji kimia, organoleptik/hedonik, mikrobiologi/ALT)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pengolahan Ekkado Bumbu bumbu yang ditambahkan pada adonan ekkado berfungsi untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta membentuk rupa produk serta memperpanjang masa simpan dan bukan merupakan bahan utama ( Winarno, 2008).

Bahan adonan Ekkado Konsentrasi tapioka yang ditambahkan berfungsi untuk memperbaiki emulsi dan menurunkan penyusutan akibat pemasakan, meningkatkan elastisitas produk. Tapioka berfungsi untuk menyatukan daging ikan dan air sehingga dapat dibentuk menjadi adonan, memberi tekstur dan mengikat air. Bahan pembungkus ekkado digunakan kembang tahu kering lembaran karena

cocok dipakai untuk membungkus adonan. Kandungan proteinnya setara dengan protein hewani dari daging, susu, dan telur. Menurut metode penelitian Haryati (2001) metode pemanasan yang baik adalah yang menggunakan dua tahap yaitu tahap pertama pemanasan suhu rendah bertujuan untuk memberikan sol ikan membentuk daging ikan yang elastis yang berkonstruksi seperti jala. Pemanasan suhu tinggi dimaksudkan untuk pemasakan produk gel ikan (Haryati, 2001). Proses pengukusan dapat dilihat pada gambar berikut :

Proses Pengukusan Menurut Okada (1961) dalam Haryati (2001), pembentukan suwari terjadi pada suhu 200C sampai 500C. Jika suhu pemanasan terus dinaikkan, sebagian gel yang sudah terbentuk akan rusak dan terjadi pelumatan disebut modori. Apabila dipanaskan pada suhu 700C-900C gel sebenarnya terbentuk. Hal ini terjadi karena serat-serat protein miofibril membentuk struktur jala yang kuat. Selama penanganan, penggilingan dan pembentukan adonan, protein aktomiosin tidak boleh mengalami denaturasi agar gel dapat terbentuk dengan baik. Oleh karena itu, suhu ikan harus dipertahankan dibawah 150C selama pengolahan. Adanya protein sarkoplasma dalam

pembuatan produk gel dari ikan akan mempengaruhi proses pembentukan gel, karena pada waktu pemanasan protein ini akan mengalami koagulasi dan melekat bersama-sama protein aktomiosin. Akibatnya gel yang terbentuk menjadi tidak elastis. Hasil Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik atau hedonik dilakukan terhadap penampakan, tekstur, warna, aroma dan rasa Ekkado. Hasil organoleptik dapat dilihat pada tabel berikut : Uji organoleptik penampakan Ekkado Kode samp el A B C D 8.00a 8.00a 8.00a 8.00a 8.00a 8.00a 8.00a 8.00a 7.00a 8.00b 7.00a 7,00a 7.00a 8.00b 7.00ab 7.00a Penampakan Aroma Rasa Tekstur

Keterangan : Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Keterangan : A = Tanpa penambahan tepung tapioka B = Penambahan konsentrasi tepung tapioka 2,5% C = Penambahan konsentrasi tepung tapioka 5% D = Penambahan konsentrasi tepung tapioka 7,5% 1) Penampakan Berdasarkan uji hedonik, diketahui bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap penampakan Ekkado menghasilkan nilai rata-rata antara 7,82 sampai 7,92 yang secara sensorik terletak pada kategori suka sampai sangat suka. Hasil analisis statistik non-parametrik Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata (F Hitung < F Tabel) terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan Ekkado. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan Ekkado dipengaruhi oleh kulit kembang tahu yang digunakan sebagai pembungkus sehingga setiap perlakuan tidak berpengaruh terhadap penampakan. 2) Rasa Menurut Winarno (1997), penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Apabila suatu produk rasanya tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna, aroma, dan teksturnya baik. Oleh karena itu, rasa merupakan salah satu faktor penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menolak atau menerima suatu produk.

Rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa Ekkado berkisara antara 7,00 sampai 7,52 yang secara ssensorik terletak pada kategori suka sampai sangat suka. Hasil analisis statistik nonparametrik Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka

memberikan pengaruh nyata (F Hitung > F Tabel) terhadap rasa Ekkado. Rasa Ekkado dipengaruhi oleh komponen-komponen yang ditambahkan, khususnya bumbu bawang putih dan lada yang ditambahkan pada adonan memberikan rasa yang khas pada Ekkado. Menurut Winarno (1997) penambahan bumbu dalam suatu pangan akan dapat meningkatkan citarasa makanan, beberapa jenis bumbu seperti rempah-rempah dapat menghangatkan dan memberikan aroma yang meresap kuat dalam suatu produk sehingga akan meningkatkan kelezatan produk tersebut. 3) Tekstur Tekstur adalah penginderaan yang dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan. Dari hasil pengujian hedonik diketahui bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur Ekkado menghasilkan nilai antara 7,00 sampai 7,43 yang secara sensorik berarti agak suka sampai suka. Hasil analisis statistik non-parametrik Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa pengaruh penambahan konsentrasi tepung tapioka memberikan pengaruh nyata (F Hitung>F Tabel) terhadap tekstur Ekkado. Tesktur suatu produk dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopeptin dari bahan pengikat yaitu tepung tapioka. Semakin tinggi kandungan dari zat-zat tersebut, semakin tinggi pula elastisitas produk. Jika terjadi gelatinisasi, granula tepung akan menyerap air dan menjadi lunak (elastis) yang dapat memperbaiki tekstur produk. Winarno (1997) menyatakan bahwa perbandingan antara amilosa dan amilopektin ini berperan dalam pembentukan produk olahan. Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil kandungan amilosa dari bahan yang digunakan, semakin lezat produk olahannya. 4) Aroma Aroma makanan dalam banyak hal menentukan enak atau tidaknya makanan. Aroma atau bau-bauan lebih kompleks dari pada rasa dan kepekaan indera pembauan biasanya lebih tinggi dari indera pencicipan. Bahkan industri pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian apakah produk disukai atau tidak (Soekarto, 1985). Dari pengujian hedonik diketahui tingkat penerimaan panelis terhadap aroma Ekkado menghasilkan nilai berkisar antara 7,68 sampai 7,94 yang secara sensorik terletak pada kategori suka sampai sangat suka. Hasil analisis statistik non-parametrik Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata (F Hitung < F Tabel) terhadap aroma Ekkado. Aroma yang didapat dari Ekkado berasal dari aroma kulit tahu dan bumbu - bumbu sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap ekkado dengan variasi penambahan tepung tapioka. Dari keseluruhan hasil pengujian organoleptik diperoleh nilai organoleptik tertinggi pada produk Ekkado dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 2,5% dengan nilai penampakan

7,92, aroma 7,94, rasa 7,52, tekstur 7,43 dari nilai organoleptik tertinggi ini menunjukkan bahwa produk B (2,5%) adalah yang paling disukai konsumen. Hasil Pengujian Kimia Hasil pengujian mutu kimia Ekkado dengan konsentrasi tepung tapioka yang berbeda yang diolah dari bahan baku Ikan Nila dapat dilihat pada tabel berikut : Komposisi kimia Ekkado dengan konsentrasi tepung tapioka yang berbeda Kode sampel A B C D 70,2c 68,38b 68,16ab 67a 1,69a 1,8a 1,76a 1,74a 16.07d 15,66c 15,16b 14,89a 8.07a 7,92a 8a 7,89a Air Abu Protein Lemak

Keterangan : Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Keterangan : A = Tanpa penambahan tepung tapioka B = Penambahan konsentrasi tepung tapioka 2,5% C = Penambahan konsentrasi tepung tapioka 5% D = Penambahan konsentrasi tepung tapioka 7,5% 1) Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur serta citarasa makanan. Kandungan air dalam bahan ikut menentukan kesegaran, daya tahan bahan tersebut (Winarno, 1997). Histogram nilai rata-rata hasil pengujian kadar air disajikan pada gambar berikut :

Histogram nilai rata-rata kadar air Nilai tertinggi terdapat pada Ekkado dengan perlakuan 0% (tanpa penambahan tepung), sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan penambahan tepung tapioca 7,5%. Analisis statistik pada kadar air menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi tepung memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air Ekkado yang dhasilkan (F hitung > F table).

Menurut Winarno (2008), semakin banyak pati yang ditambahkan kedalam

adonan

menyebabkan gugus hidroksil dan molekul pati semakin besar sehingga kemampuan menyerap air juga semakin besar. Kadar air merupakan salah satu sifat kimia yang penting, terutama dalam penentuan daya awet Ekkado. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan produk lebih mudah mengalami kerusakan karena pembusukan 2) Kadar Abu Menurut Desrosier (1988) abu merupakan mineral anorganik yang memiliki ketahanan panas yang cukup tinggi, sehingga keberadaannya dalam pangan dapat mengalami perubahan namun cenderung tetap. Hasil uji kadar abu rata-rata Ekkado berada pada rentang nilai 1,69 % sampai 1,8 %. Pada bahan makanan, sekitar 96% tediri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar akan tetapi zat anorganik tidak terbakar (Winarno, 2008). Histogram nilai rata-rata kadar abu disajikan pada gambar berikut :

Histogram nilai rata-rata kadar abu Analisis statistik pada kadar abu menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata pada Ekkado kadar abu dari Ekkado yang dihasilkan. 3) Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh manusia karena berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pengatur dan pembangun. Selama proses pencernaan, protein akan diubah menjadi asam-asam amino yang kemudian diserap oleh tubuh. Pada umumnya kadar protein dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan tersebut (Winarno, l997). Hasil uji kadar protein Ekkado didapatkan sebesar 14,89% sampai dengan 16,07%. Hasil uji kadar protein Ekkado tersebut dapat dilihat pada gambar berikut : ( F hitung < F table) terhadap

Histogram nilai rata-rata kadar protein Analisis statistik pada kadar protein menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi tepung memberikan pengaruh nyata pada Ekkado ( F hitung > F table) terhadap kadar protein dari Ekkado yang dihasilkan. Secara umum kadar protein menurun akibat perlakuan penambahan konsentrasi tepung tapioka yang diberikan. Menurunnya kadar protein akibat penambahan tepung tapioka dapat dipahami, karena dengan meningkatnya konsentrasi tepung tapioka yang banyak mengandung karbohidrat menyebabkan meningkatnya persentase karbohidrat sehingga menurunkan

persentase kadar protein dalam produk ( Hermawan, 2002 ). 4) Kadar Lemak Hasil uji kadar lemak Ekkado berada pada rentang nilai 7,89% sampai 8,07%, seperti pada histogram berikut :

Histogram nilai rata-rata kadar lemak Analisis statistik kadar lemak menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi tepung tidak memberikan pengaruh nyata pada Ekkado ( F hitung > F table) terhadap kadar lemak dari Ekkado yang dihasilkan. Kadar lemak produk Ekkado tidak mengalami perubahan dengan adanya penambahan tepung tapioka. Hal ini diduga karena selang pelakuan konsentrasi tepung tapioka yang ditambahkan tidak terlalu besar sehingga tidak memberikan perubahan yang nyata terhadap kadar lemak produk.

Hasil Pengujian Mikrobiologi (ALT) Pengujian ALT bertujuan untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam bahan makanan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai ALT Ekkado berkisar antara 2,8 x 103 sampai dengan 4 x 103. Hasil uji ALT dapat dilihat pada tabel berikut : Hasil Uji ALT Kode sampel A B C D ALT ( koloni/gr ) 4 x 103 3,5 x 103 2,8 x 103 3,6 x 103

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa produk Ekkado dengan penambahan konsentrasi tepung tapioka yang berbeda tetap layak dikonsumsi, karena masih berada di bawah nilai standar produk siap masak yaitu sebesar 5 x 105 (SNI 01-2694.1-2006). KESIMPULAN 1. Berdasarkan penilaian mutu secara organoleptik, penambahan tepung tapioka sebanyak 2,5% memiliki nilai tertinggi yaitu penampakan 7,92, aroma 7,94, rasa 7,52, tekstur 7,43 2. Nilai mutu kimia Ekkado yaitu kadar air 67-70,2%, kadar abu 1,69-1,8%, kadar protein 14,8916,07% dan kadar lemak 7,89-8,07%. 3. jumlah ALT 2,8 x 103-4 x 103 koloni/gr

DAFTAR PUSTAKA Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2694.1-2006. Surimi Beku. Dewan Standarisasi

Nasional; Jakarta
Hermawan. J. 2002. Eksplorasi Enzim Fibrinolitik Dari Cacing Tanah Lumbricus Rubellus Strain Lokal. ITB; Bandung

Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia; Jakarta


Winarno.F. G. 2008. Hungry For Science About Food Safety. Adapted from Features The Jakarta Post, an article by Setiono Sugiharto; Jakarta

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara; Jakarta
Haryati. 2001. Hasil Olahan Dari Ikan. IPB; Bogor DKP, 2008. ProdukOlahan Serba Ikan. Bening food. Dirjen P2HP; Jakarta

You might also like