You are on page 1of 10

PKI sebagai dalang G30S/PKI

Kinflik Intern AD

CIA (Central Intellegence Agency)

Inggris

Letjen. Soeharto

Presiden Soekarno

Faktor intern (dalam negeri) yang didukung faktor ekstern

1. PKI sebagai dalang G30S/PKI


Penganut versi ini berpendapat bahwa PKI telah membangun kekuatan secara sistematis, termasuk menginfiltrasi dan memperalat oknom-oknum ABRI dalam rangka melenyapkan kelompok oposisinya. Bukti pendukung: a. Dukungan terbuka dari Harian Rakjat milik PKI pada 2 Oktober 1965; b. Pengakuan para petinggi PKI di depan Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB); c. Kehadiran Biro Khusus yang dipimpin Syam Kamaruzaman, sebuah organ rahasia nonstruktural yang dipimpin langsung oleh D. N. Aidit.

2. Konflik Intern dalam tubuh Angkatan Darat


Dikemukakan oleh Ben Anderson dan Ruth T. McVey dalam kertas kerjanya yang disebut Cornell Paper. Alasannya saat itu PKI dalam posisi menguntungkan sehingga upaya terbaik adalah bertahan bukan mengacau yang justru akan merugikan posisinya, sementara itu terjadi kekecewaan terhadap pimpinan TNI-AD di sebagian perwira menengah.

3. CIA (Central Intellegence Agency)


Versi ini dikemukakan oleh Peter Dale Scott, guru besar Universitas California, Amerika Serikat. Dinas Intelejen Amerika Serikat itu dianggap melakukan provokasi agar PKI melakukan kudeta. Tapi kudeta itu dikondisikan sedemikian rupa agar berlangsung secara premature. Dengan begitu PKI dapat dihancurkan secara langsung.

4. Inggris
Dikemukakan oleh Audrey dan George Mac Turner Kahin dalam buku Subversion as Foregn Policy, pihak Inggrislah yang paling memiliki motif untuk mendesak perubahan politik di Indonesia. Alasannya, dengan perubahan politik, Ingris tidak perlu mengeluarkan dana besar-besaran guna mempertahankan Malaysia dari konfrontasi yang saat itu dilaksanakan pihak Indonesia.

5. Letjen. Soeharto
1. Pengakuan Kol. A. Latief (gembong PKI) bahwa dua kali ia memberitahukan kepada Soeharto tentang rencana penindakan terhadap sejumlah jendral. Dalam bahasa laten menghadapkan Dewan Jendral kepada Presiden. Namun Soeharto yang pada saat itu Panglima Kostrad tidak mengambil inisiatif melapor kepada atasannya. Dia diam saja dan hanya manggut-manggut mendengar laporan itu. Latief menginformasikan rencana penindakan terhadap pera Jendral itu dua hari dan enam sebelum hari H. 2. Fakta bahwa sebagai perwira tinggi dengan fungsi pemandu di bawah Pangab Jendral A. Yani, Soeharto tidak termasuk sasaran G30S/PKI. Ini bisa dipertanyakan, mengingat strategisnya posisi Kostrad apabila Negara dalam keadaan bahaya. Kalau betul Soeharto tidak berada dalam Inner Cycle gerakan, kemungkinan besar ia termasuk dalam daftar korban yang dihabisi di malam tersebut.

3. Hubungan emosional cukup dan amat dekat Soeharto dengan para pelaku PKI yakni Untung dan Latief sedangkan Sjam termasuk kolega Soeharto di tahun-tahun sesudah Proklamasi. 4. Menurut penuturan Mayjen (Purn) Mursjid, 30 September malam menjelang 1 Oktober 1965 itu pasukan Yon 530/Brawijaya berada di sekitar Monas. Padahal tugas panggilan dari Pangkostrad Mayjen Soeharto adalah untuk defile 5 Oktober. 5. Mayjen (Purn) Suharjo, mantan Pangdam Mulawarman yang sama-sama dalam tahanan dengan Mayor (Purn) Soekardi, eks Wadan Yon 530/Brawijaya menceritakan bahwa surat perintah dari Pangkostrad kepada DanYon 530 itu dalam rangka penugasan yang disinggung Jendral Mursjid tadi, ternyata kemudian dibeli oleh Soeharto seharga Rp 20 juta.

6. Presiden Soekarno
G30S/PKI diduga merupakan skenario Presiden Soekarno untuk melenyapkan oposisi dari pihak perwira tinggi AD yang menentang sikap politiknya. Alasannya adalah kemunculan Soekarno di pangkalan udara Halim Perdanakusuma, perlindungannya kepada sejumlah perwira PKI, dan juga ketidakmampuannya menunjukkan rasa simpati atas terbunuhnya para Jendral. Versi ini berdasarkan pendapat Anthony Dake, sejarawan Amerika Serikat. Kesimpulannya itu didasarkan pada pengakuan Bambang Widjonarko, ajudan Presiden yang memberikan kesaksian di Mahmilub.

7. Faktor Internal yang didukung Faktor Eksternal


Versi ini dikatakan oleh Dr. Asvi Warman Darman, seorang peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

You might also like