You are on page 1of 11

ALAT INDRA: HIDUNG DAN TELINGA

A. HIDUNG Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra pembau. Indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak bergerombol seperti tunas pengecap. Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-sel olfaktori yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau. Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung beberapa rambut-rambut pembau yang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan di udara. Morfologi dan Anatomi Hidung Rongga hidung mempunyai tiga lapisan yang dipisahkan oleh tulang. Rongga atas berisi ujung-ujung cabang saraf cranial, yaitu saraf olfaktori (saraf pembau). Hidung terlindung dari lapisan tulang rawan dan bagian rongga dalam mengandung sel-sel epitel yang berfungsi untuk menerima rangsang kimia. Bagian tersebut dilengkapi lendir dan rambut-rambut pembau. Struktur dan anatomi hidung manusia dapat dilihat pada gambar di berikut ini:

Gambar 1. Struktur dan Anatomi Hidung Manusia

Bulu hidung di dalam kaviti hidung menapis debu dan mikroorganisme dari udara yang masuk dan lapisan mukus yang memerangkapnya. Bekalan darah yang banyak ke membran mukus membantu mengawal udara yang masuk menjadi hampir sama dengan suhu badan di samping melembabkannya. Selain itu hidung juga berfungsi sebagai organ untuk membau kerana reseptor bau terletak di mukosa bahagian atas hidung. Hidung juga membantu menghasilkan dengungan (fonasi). Anatomi Hidung Luar Hidung terdiri atas hidung bagian luar dan bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dan bibir atas. Struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas ialah kubah tulang yang tidak dapat digerakkan, bagian di bawah kubah tulang yakni kubah kartigi yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobus hidung yang dapat dengan mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagianbagiannya yang terdiri atas (dari bagian atas ke bagian bawah) : 1. Pangkal hidung (bridge) 2. Batang hidung (dorsum nasi) 3. Puncak hidung (hip) 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung (Soetjipto dan Mangunkusumo, 2004). Anatomi Hidung Dalam Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os. Internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nesofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan mautus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior (Ballenger, 1994 ; Dhingra, 2007 ; Hilger, 1997).

Proses Terjadinya Penciuman Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara inspirasi mencapai reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung, sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori). Saraf otak ke I ini menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.

Gambar 2. Proses Terjadinya Penciuman

Beberapa Macam Gangguan pada Hidung 1. Rinosinusitis Hidung mempunyai peranan penting bagi tubuh manusia terutama dalam fungsi penciuman dan pernapasan. Sama seperti bagian tubuh lainnya, hidung juga tidak luput dari berbagai penyakit. Salah satu gangguan seputar hidung adalah sinusitis. Meskipun sebagian besar tidak membahayakan, namun dapat mempengaruhi dan mengganggu kualitas hidup.

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus (rongga) yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Umumnya gangguan pada sinus hampir selalu berhubungan dengan gangguan hidung, sehingga kini lebih dikenal dengan istilah rinosinusitis. Berdasarkan klasifikasi terbaru dari AAAI (American Academy of Allergy, Asthma and Immunology), rinosinusitis terbagi menjadi 2 golongan : a. Rinosinusitis Akut Ciri-ciri : gangguan ini berlangsung kurang dari 12 minggu. Biasanya terjadi 4 kali dalam setahun. Tapi biasanya, setelah diterapi selaput pada hidung bisa kembali normal. b. Rinosinusitis Kronis Ciri-cirinya : Gangguan ini berlangsung lebih dari 12 minggu. Dalam setahun bisa terjadi 4 kali dan selaput atau mukosa tidak dapat kembali normal. Penyebab rinosinusitis bisa bermacam-macam. Pada rinosinusitis akut biasanya disebabkan oleh penyakit asma, alergi dan gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir. Sementara rinosinusitis kronis, dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, peradangan menahun pada saluran hidung, penyakit tertentu

seperti gangguan sistem kekebalan dan kelainan sekresi lendir. Gejala khas kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Sementara gejala lainnya adalah demam, rasa letih, lesu, batuk dan hidung tersumbat ataupun berlendir. Gigi berlubang juga dapat menyebabkan sinusitis terutama jika lubang terdapat pada gigi geraham atas. Akar pada gigi geraham atas dapat menembus sampai ke dasar sinus maksilaris sehingga infeksi pada gigi dapat menjalar ke rongga sinus. 2. Polip Hidung Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Kelainan pada hidung biasanya timbul karena manifestasi dari penyakit yang lain dan tidak berdiri sendiri, penyakit ini sering dihubungkan dengan astma, rhinitis alergika, dan sinusitis, di luar negeri sendiri penyakit ini sering dihubungkan dengan seringnya penggunaan aspirin.

3. Etiologi dan Patogenesis Etiologi pasti hingga sekarang belum diketahui, tetapi terdapat 3 faktor penting yang berperan didalam terjadinya polip, yaitu : 1.) Peradangan lama dan berulang pada selaput permukaan hidung dan sinus. 2.) Gangguan keseimbangan Vasomotor. 3.) Peningkatan tekanan cairan antar ruang sel dan bengkak selaput permukaan hidung. Fenomena bernouli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya, sehingga jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga menyebabkan polip, fenomena ini dapat menjelaskan mengapa polip banyak terjadi pada area yang sempit di kompleks osteomatal. Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan yang kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab menjadi berbenjol-benjol. Bila proses terus membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terjadi Polip. Pada anamnesis kasus polip biasanya timbul keluhan utama adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Pasiensering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah hiposmia (gangguan penciuman). Gejala lainnya dapat timbul jika teradapat kelainan diorgan sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka, telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Secara pemeriksaan mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan selaput permukaan hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan subselaput permukaan yang sembab. Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masih seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Pemeriksaan Rontgen dan CT scandapat dilakukan untuk mendeteksi adanya sinusitis.

B. TELINGA Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan

normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN = cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).

Gambar 3. Struktur Telinga Manusia Anatomi Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi

seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

Gambar 4. Anatomi Telinga Luar Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga. Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

Gambar 5. Anatomi Telinga Tengah

Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan

percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak.

Gambar 6. Anatomi Telinga Dalam Proses Terjadinya Pendengaran Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran.

Beberapa Gangguan/Kelainan pada Telinga Beberapa kelainan yang terjadi pada telinga sebagai alat indra pendengar manusia adalah sebagai berikut (Suhardi, 2007): 1. Infeksi Telinga Tengah Dapat terjadi setelah seseorang influenza, campak, atau peradangan di rongga hidung. Di samping itu, infeksi telinga tengah dapat terjadi disebabkan oleh tusukan benda tajam atau kemasukan air. 2. Labirintis Biasanya disebabkan akibat menjalarnya infeksi dari telinga tengah. Gejalanya adalah kepala pusing-pusing, muntah, dan akhirnya menjadi tuli. 3. Hilangnya Keseimbangan Yaitu gangguan sementara akibat setelah operasi atau mabuk perjalanan. 4. Ketulian Penyebabnya bermacam-macam, misalnya akibat pecahnya gendang telinga atau ruysaknya saraf pendengar sehingga menjadi tuli. Secara umum, ketulian terbagi menjadi : a. Tuli konduksi Tidak mendengar karena penyumbatan saluran telinga, pecahnya

membran timpani, pengapuran pada tulang pendengaran. b. Tuli saraf Tuli akibat kerusakan saraf auditori

5. Pengaruh Kegaduhan Dapat mengakibatkan bertambah cepatnya denyut nadi sehingga dapat menjadi hipertensi. Beberapa contoh tingkat kegaduhan: Suara lemah antara 60 70 desibel (db) Pembicaraab biasa antara 80 90 db Lalu-lintas ramai antara 100 110 db Suara mesin jet antara 140 150 db

SUMBER:

Ballenger JJ, 1994, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga,Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid 2, Edisi 13, Bina Rupa Aksara, Jakarta, hal: 1-25 Dhingra PL. 2007. Neoplasms of Paranasal Sinuses In : Diseases of Ear Nose and Throat. 4th ed. Elsevier. New Delhi. pp: 194-8 Hilger PA, 1997, Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan, dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6, Jakarta, hal: 173-89 http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0088%20Bio%20210b.htm http://biologi-itey.blogspot.com/2010/01/hidung-indera-penciuman.html http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/ http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25985/4/Chapter%20II.pdf http://www.scribd.com/doc/22509791/HiDung Soetjipto D, Mangunkusumo E. 2004. Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi V. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal: 88-95.

You might also like