You are on page 1of 17

1

PENANGGULANGAN KORUPSI
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : Jeje Abdul Rojak


Abstraksi

Korupsi merupakan kejahatan yang sangat kronis dan sistemik. Upaya
penanggulangannya membutuhkan kesungguhan, keseriusan, dan kesinambungan
yang tidak boleh ditawar. Usaha seperti ini tetap tidak akan berhasil tanpa
dilandasi moralitas dari semua komponen yang terlibat. Landasan ideologi dapat
dijadikan alat yang memberikan kontribusi dalam memberantas korupsi selama
didasari oleh keyakinan dan tekad yang sungguh-sungguh. Kajian ideologi selalu
didasarkan kepada nilai-nilai spiritualitas. Islam oleh sebagian umat manusia
diyakini kebenarannya sebagai landasan ideologi yang sangat kokoh. Di sini
ditawarkan konsep Islam dalam memberikan sumbangan terhadap pemberantasan
korupsi.

Kata Kunci : Korupsi, Islam, Kejahatan, Hudud.



I. Pendahuluan
Korupsi
*
merupakan masalah besar dan masalah nasional yang
sifatnya sangat kompleks dan banyak seginya. Di era reformasi dan pasca
reformasi yang sudah berusia kurang lebih 10 tahun ini justru korupsi menjadi
wabah dan virus yang menyerbu kemana-mana. Jika di era orde baru dengan
sifatnya yang sentralistik korupsi seolah hanya terbatas dilakukan oleh orang-
orang tertentu di tingkat atas, dan itupun hanya dilakukan kalangan eksekutif
dalam pemerintahan di negeri ini. Tetapi, kini korupsi di zaman demokratisasi
kian menyebar sampai ke daerah terpencil sekalipun.
1
Dulu korupsi terbatas
oleh pejabat eksekutif, sekarang legislatif pun sama-sama serakahnya, baik di
tingkat pusat maupun di daerah, bahkan ada yang berjamaah seluruh anggota


1
Lihat : Rekaman respon terhadap berbagai pola korupsi, Mundzar Fahman menghimpun ulang
tulisannya yang berserakan menjadi buku dengan judul: Kiai dan Korupsi, Andil Rakyat, Kiai dan
Pejabat dalam Korupsi. (Surabaya: Jawa Pos Press, 2004), hal. xi-xiii.


2

DPRD-nya. Korupsi sebenarnya adalah kejahatan dan penyelewengan
administrasi yang sangat menghambat usaha-usaha untuk mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka melaksanakan
pembangunan nasional. Korupsi juga sebagai tindakan penyalahgunaan
kekuasaan, wewenang dan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, norma-norma
masyarakat dan agama.
Korupsi boleh jadi merupakan suatu penyakit masyarakat yang sangat
membahayakan masyarakat dan negara. Karena itu sebagaimana penyakit
lainnya dalam masyarakat, korupsi itu harus diberantas.
Korupsi adalah pencurian kelas kakap yang ada sangkut-pautnya
dengan urusan kenegaraan dan kepentingan umum, yang tidak hanya
merugikan perekonomian perseorangan, tapi justru merugikan perekonomian
negara, merugikan kesejahteraan umum, merusak kemakmuran bersama dan
menghambat berhasilnya pembangunan nasional. Ia adalah perbuatan yang
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dengan menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan-kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan. Korupsi biasa dilakukan oleh orang yang mengerti
hukum, mengerti aturan; perbuatannya dilakukan dalam atau berhubungan
dengan wilayah tugasnya; perbuatannya tidak mudah diketahui oleh umum;
biasanya dilakukan oleh orang yang berperan atau golongan teras. Oleh
karenanya orang yang melakukan tindak pidana korupsi, mereka yakin akan
keberhasilan perbuatan yang dilakukannya, dan yakin akan keamanan dirinya.
Hal demikian merupakan motivator yang mendorong seseorang untuk
melakukan korupsi dari pada tidak melakukannya, bilamana ia dihadapkan
kepada masalah ekonomi yang harus dipecahkannya, hanya sifatnya
tersembunyi, tidak mau diketahui, kecuali mereka yang selalu ingat kepada
Allah.
Dampak negatif korupsi antara lain : merugikan negara, merugikan
rakyat, terhambatnya pemerataan hasil pembangunan, kesenjangan sosial,
kemelaratan rakyat pada umumnya, sedangkan koruptor berpoya-poya,
ongkang-ongkang kaki di atas kelaparan orang banyak, menghilangkan
kepercayaan publik kepada negara dan pemerintahan.


3

Penelusuran teoritik dalam rangka mencari solusi yang komprehensif
untuk menanggulangi korupsi merupakan keharusan yang tidak boleh
dutunda-tunda. Penanggulangan korupsi di Indonesia harus dilakukan secara
sistemik dan radikal, karena korupsi di Indonesia sudah membudaya di semua
lini birokrasi dan menyebar di kehidupan masyarakat luas di pasar dan di
setiap urusan yang ada hubungannya dengan kehidupan orang banyak.

II. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
Menurut penulis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
itu adalah faktor-faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri seseorang
yang disebabkan oleh : 1) Kelemahan iman/tauhid. 2)Kelemahan
akhlak/moral (rakus, tidak jujur, tidak amanah, tidak adil) serta 3) Kurangnya
ilmu yang mengantarkan kebenaran dan lemahnya disiplin.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat di luar diri
seseorang yang meliputi antara lain : 1) Ketiadaan atau kelemahan
kepemimpinan dalam posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan
mempengaruhi tingkah laku yang menunjukkan korupsi. 2) Kurangnya gaji
atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin
hari makin meningkat. 3) Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia
yang merupakan sumber atau penyebab meluasnya korupsi. 4) Managemen
yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien akan
memberikan peluang bagi orang untuk korupsi. 5) Kemiskinan. 6) Taraf
sinkronisasi peraturan perundangan dengan yang rendah kurang baik begitu
pula adanya mental yang rendah dari sebagian oknum penegak hukum. 7)
Pembagian fasilitas yang tidak merata dan adil serta sikap yang lebih
mementingkan hak atas fasilitas dari pada tanggung jawab penggunaannya. 8)
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang mendorong dan merangsang
untuk melakukan korupsi.
Disamping hal di atas, modernisasi membawa perubahan-
perubahan pada nilai dasar dalam masyarakat, juga ikut mengembangkan
korupsi. Karena modernisasi membuka sumber-sumber kekayaan dan
kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan politik tidak


4

diatur oleh norma-norma seperti pada masyarakat tradisional, sedangkan
norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh golongan-
golongan berpengaruh dalam masyarakat. Modernisasi merangsang korupsi
karena perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan
yang tersistem. Seperti halnya yang terjadi di negara-negara yang memulai
modernisasi lebih awal, kemudian ditiru oleh negara-negara berkembang.
Dengan modernisasi berakibat pada upaya memperbesar kekuasaan
pemerintah dan melipat gandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh
peraturan pemerintah.
2

Timbulnya kejahatan korupsi disebabkan karena adanya niatan,
kesempitan, dan kesempatan. Tegasnya, penyebab timbulnya korupsi terdiri
dari tiga faktor : 1) Faktor mental, 2) Faktor kondisi sosial ekonomi, 3) Faktor
sistem tata-aturan. Faktor mental artinya kemerosotan moral akibat penyakit
mental : seperti rakus, iri hati, tamak, gila harta, gila jabatan, curang, tidak
jujur, serakah, seranah, serapah, budak hawa nafsu, nepotisme, despotisme,
sakit jiwa, penyalahgunaan wewenang, dan lain sebagainya. Seorang pejabat,
karena dekadensi mentalnya, berbuat kejahatan korupsi, didorong oleh niatan
untuk mencukupi kebutuhan keluarga, atau mungkin untuk memperkaya diri,
dengan cara-cara berlawanan dengan hukum dan kepentingan bangsa, agar
dapat hidup dengan mewah, dengan merugikan kepentingan negara dan
memelantarkan rakyat banyak. Faktor kondisi sosial ekonomi : kondisi sosial
ekonomi yang tidak sehat, kemelaratan, pengangguran, kekayaan yang
membengkak pada golongan minoritas, dan belum berhasilnya usaha
pemerataan hasil pembangunan. Faktor sistem tata-aturan : seperti
pengumpulan dana yang tidak dilindungi oleh undang-undang, sistem
management yang tidak terbuka, sistem pengawasan yang kurang efektif, dan
lain sebagainya.




2
Lihat : Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya. (Jakarta: Gramedia,
1986), hal. 18 dan 25. Di samping itu bandingkan Sam Santoso, dkk, Seni Korupsi di Perusahaan.
(Surabaya: Jawa Pos Press, 2003). Dalam buku ini digambarkan bagaimana praktek korupsi di


5

III. Upaya Pemberantasan Korupsi
Usaha menciptakan pemerintahan yang bersih di Republik ini
sebenarnya sudah dimulai sejak 52 tahun yang lalu (1957). Dikeluarkanlah
Peraturan Penguasaan Militer No. PRT/PM/06/1957, dimantapkan dengan
Peraturan Tentang Pemilikan Harta Benda No. PRT/PM/08/1957, Peraturan
Penguasaan Militer No. PRT/PM/0011/1957, diterbitkan Peraturan
Penguasaan Perang Pusat No. PRT/Peperpu/013/1958 yang berisi tentang
Pengusutan dan Pemeriksaan, Perbuatan Korupsi, Pidana dan Pemilikan
Harta Benda, tanggal 16 April 1958, oleh Kepala Staf Angkatan Bersenjata ;
Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut PRT/ZI/I/1957, yang mulai berlaku
1958 ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 tahun 1960 ;
Undang-Undang No. 1 tahun 1961 yang berisi tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi ; SK Presiden No.
243/1967 tentang Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) ; SK
Presiden No. 12/1970 tentang Pembentukan Komisi 4 ; SK Presiden No.
52/1970 ditetapkan wajib daftar kekayaan bagi pejabat tinggi golongan IV-C
ke atas dan perwira tinggi ABRI ; Undang-Undang Anti Korupsi No. 3 tahun
1971 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 31/1999 dan terakhir
Undang-Undang No. 20/2001; Instruksi Tertib, dan seterusnya sampai
terakhir sekarang ini adanya komisi khusus yang ditugaskan untuk menjerat
para koruptor yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rasanya
Pemerintah RI telah cukup berusaha keras untuk menanggulangi korupsi
dengan segala macam bentuknya, dengan segala macam aturan dan cara serta
kebijakan, namun hasilnya sangat minim, boleh dikata tidak berhasil, tidak
tuntas dan tidak mengena pada setiap permasalahan, mekanisme pelaksanaan
undang-undang itu sendiri mandeg, undang-undang tetap tinggal sebagai
undang-undang. Stagnasi tersebut, sebagai sebab utamanya adalah mental
masyarakat, khususnya aparatur negara, yang masih perlu diobati terlebih
dahulu, dibersihkan daripada noda-noda psikologis.
Untuk menyembuhkan orang yang sakit, perlu diteliti terlebih dahulu
penyakitnya. Demikian juga dalam hal gejala pathologi sosial. Untuk

perusahaan-perusahaan besar sebagai akibat dari adanya modernisasi dan tumbuhnya industri serta
korporasi-korporasi yang berskala trans nasional.


6

membasmi penyakit korupsi, terapinya harus dikembangkan kepada faktor-
faktor penyebab tindak pidana korupsi. Sebagaimana telah disinggung di atas
bahwa faktor penyebab timbulnya korupsi di Indonesia setidak-tidaknya ada
tiga macam, yaitu faktor mental, faktor kondisi sosial ekonomi, dan faktor
sistem tata-aturan dan pelaksanaannya. Faktor-faktor itu kait-mengkait satu
sama lain yang mana kala dikaji secara mendalam, maka rekayasa
pelaksanaan perundang-undangan tidak lain juga disebabkan faktor mental
aparat eksekutif dan aparat yudikatifnya yang kurang bersih sehingga tidak
berwibawa. Faktor kondisi sosial ekonomi yang memburuk juga karena faktor
mentalitas manusianya yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk
menanggulangi tindak pidana korupsi, perlu dilakukan tindakan-tindakan
yang bersifat operasi mental.
Ditilik dari faktor kondisi sosial, perlu diciptakan antara lain hal-hal
sebagai berikut : 1) Kondisi sosial ekonomi yang stabil, 2) Pemerataan hasil
pembangunan secara adil, 3) Keseimbangan penghasilan para karyawan
dengan volume biaya hidup rumah tangganya.

IV. Penanggulangan Korupsi dalam Perspektif Islam
Islam sebagai agama yang universal dapat berlaku di segala tempat,
waktu dan keadaan dan untuk semua manusia di dunia ini sebagaimana
ditegaskan dalam al-Quran surat (34) as-Saba: 28:
$ 7= & ) $2 $=9 #0 # 39 Y2& $9# =
(Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui).

dan surat (21) al-Anbiya ; 107:
$ =& ) q ==9
(Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam).



7

Bagi Umat Islam ketentuan normatif ideologis di atas dipahami bahwa
Islam sebagai agama yang universal memiliki sifat-sifat asasi, yaitu : 1)
Kaffah ; menyeluruh, lengkap, utuh dan komprehensip. 2) Rahmatan
lilalamien ; rahmat bagi seluruh ummat manusia, segala kelompok dan
segala bangsa. 3) Fitri ; alami ; sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan
yang baik, harkat, martabat, kemampuan dan kebutuhan manusia. 4) Wasath ;
wajar, proporsional, tidak berlebih-lebihan.
Selain itu, dalam pandangan umat Islam ajaran mereka juga
mempunyai kaidah-kaidah yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah seperti
yang termuat dalam At-Tasyrii Ilahi (nas-nas al-Quran dan Sunnah yang
qathiyy al-mana dan wurud) dan juga mempunyai sifat yang dinamis, lentur
dan fleksibel sebagaimana termuat dalam al-Tasyri al-Wadliy. Dengan sifat
ini ajaran Islam mampu merespon dan menampung masalah-masalah yang
timbul sesuai dengan irama kemajuan, kebutuhan dan perkembangan
masyarakat serta kehidupan manusia. Oleh karena itu Islam mengakui dan
menerima adanya perubahan serta perbedaan hukum yang disebabkan oleh
perbedaan waktu, tempat, keadaan dan latar belakang kebudayaan.
Imam Al-Ghazali
3
mengemukakan bahwa tujuan umum syariat Islam
yang diperuntukkan seluruh makhluk (manusia) itu ada 5 hal, yaitu : 1)
Melindungi agama. 2) Melindungi jiwa. 3) Melindungi akal. 4) Melindungi
keturunan. 5) Melindungi harta benda.
Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa setiap sesuatu, perbuatan
dan usaha yang diarahkan untuk menjamin terlindunginya kelima hal tersebut
merupakan kemaslahatan, sedang menentang, mengabaikan kelima hal itu
adalah pengrusakan (mafsadah) dan menolak pengrusakan itu merupakan
maslahat
4
.
Menurut KH. M. Sahal Mahfudh
5
fungsi dan peranan Agama Islam
(nilai-nilai Islam) dalam kehidupan manusia adalah : 1) Sebagai standard

3
Assibai: Isytirokiyyat al-Islamy, terjemahan M. Abdai Rotomi dengan judul Sosialisme Islami,
(Bandung: CV Diponegoro, cet. Pertama, 1969), hal. 75.
4
Dalam masalah ini Al-Shatibi menjelaskan lebih rinci bagaimana tujuan shariat al- Islam
mengantarkan kehidupan umat manusia di dunia mencapai kebahagiaan hakiki dan ketentraman
hidup abadi. Lihat: Al-Shatibi, al-Muwafaqot fi Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah,
2002), hal. 3-60.
5
K.H. Sahal Mahfudh: Nilai-nilai Islam Menyongsong Abad XXI, (Jember: 1988), hal. 34.


8

penilaian yang berfungsi kontrol. Dalam hal ini nilai-nilai Islam merupakan
landasan yang menuntun untuk menilai sesuatu. Bersikap, berfikir dan
pandangan selain itu juga berfungsi mengontrol arus perkembangan yang
timbul dengan diselaraskan dengan apa yang diajarkan oleh Syariah. 2)
Memberikan kesadaran teologi bagi manusia untuk berkembang dan maju.
Jalan yang ditempuh adalah penyadaran eksistensi manusia dan kehidupan.
Manusia sebagai makhluk-ciptaan Allah dan sebagai hamba-Nya dan juga
sebagai kholifah Allah di dunia ini dapat dan mampu mencerna secara benar
arti kehidupan yang telah diberikan oleh Allah. Bagaimana dia berkewajiban
untuk melestarikannya, membangun sesuai dengan ajaran dan kerangka
bimbingan yang diberikan Allah. Selanjutnya akan tercipta kehidupan yang
disiplin dan berkembang pesat namun juga bermoral dan dinamis. 3) Motivasi
tumbuhnya manusia yang sempurna (insan kamil), dalam arti yang punya
potensi keagamaan dan memadai dan disamping itu punya kesadaran secara
pasti akan pentingnya aspek non agamis baik secara individual maupun bagi
scoup sosial yang lebih luas. Manusia yang punya etika Islami namun juga
punya daya pacu untuk berkembang yang dinamis.
Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan umum syariat Islam adalah
untuk membawa kemaslahatan manusia dalam hidup dan kehidupannya serta
melenyapkan, meniadakan dan menolak bahaya (mafsadah) yang akan
menimpa mereka. Perbuatan korupsi termasuk perbuatan yang bersifat
mafsadah terhadap harta benda, dan kemanusiaan.
Dalam lembaran sejarah Islam, telah diberikan beberapa langkah
terobosan penanggulangan korupsi seperti kebijakan-kebijakan Khalifah
Umar bin al-Khathtab ra., pada masa pemerintahannya, untuk
menanggulangi tindak pidana korupsi antara lain : 1) Memberi gaji yang
cukup bagi biaya hidup karyawan dan keluarganya. 2) Dilakukan wajib daftar
kekayaan bagi para pegawai. Kekayaan de facto pegawai disbanding dengan
kekayaan de jure pegawai sesuai dengan daftar kekayaan. Selisih lebih
kekayaan itu, yang separohnya disita, dimiliki oleh negara.
6
Kebijaksanaan

6
Al-Qasimi, Nizham al-Hukmi Fi-1l-Syariah wa al-Tarikh, I, (Beirut : Darun-Nafais, 1394 H/1974
M), hal. 520-522.


9

seperti itu dikenal dengan Tadibul-muwazhaf bil muqasamah-fil-amwal. 3)
Merealisasikan ayat 7 surat (59) al-Hasyr ;
1 3 '! / ${# 3 $ `39?# `9# ` $ 39
#F$ #)?# !# ) !# >$)9#
( supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa
yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya).


4) Melakukan at-Taftisy (waskat) oleh Shahibul-Ummal kepada
bawahannya.
7
Rasulullah s.a.w. melarang seorang pegawai menerima
risywah (suap) dari rakyat. Beliau menjatuhi hukuman administratif berupa
tegoran, dalam peristiwa Ibnul Lutabiyah yang diangkat menjadi pegawai
zakat dan menerima hadiah dari salah seorang anggota masyarakat wajib
zakat. (Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).

Dari faktor tertib hukum, Islam menetapkan sanksi yang berat
terhadap tindak pidana korupsi. Korupsi tidak dianggap sebagai pencurian
biasa ; dilihat dari segi sarana, fasilitas, dan dampak negatif dari tindak
pidana korupsi, sebagaimana disinggung diatas. Tindak pidana korupsi adalah
jenis pencurian yang luar biasa. Oleh karena itu, hukumannya juga luar biasa.
Ia juga termasuk hukuman tazir, yaitu Pemerintah bisa menetapkan dasar
perundang-undangan, jenis-jenis hukuman yang sesuai dengan jenis-jenis
pidana korupsi yang dilakukan, dan sesuai dengan tuntutan kemaslahatan
rakyat dan negara, namun harus lebih berat dari pada hukuman pencurian
biasa dalam obyek kejahatan yang sama nilainya.
Ada kaidah-kaidah umum dalam Asas-asas Hukum Pidana Islam :
' -,-= ,- ,-' -,-= ,- ,-
Hukuman orang kecil adalah kecil, dan hukuman orang besar adalah besar. (Hukuman
terhadap kejahatan besar, harus besar. Sedang kejahatan ringan, harus ringan pula).



7
Ibid., hal. 502-506.


10

' -- -, ---' ='-=' ='-- --- ' - -,
-,-=-' ='-=' ='-- --- -,-' ---=
Manakala kemaslahatan publik menuntut untuk diperberat, maka hukuman diperberat ; dan
manakala kemaslahatan publik menuntut diperingan, maka hukuman diperingan.


Di dalam Islam, ada ketentuan kewajiban untuk melaporkan suatu
tindak kejahatan, yaitu apa yang dikenal dalam hukum pidana modern dengan
mekanisme crime watch. Hal apabila diterapkan dalam tindak pidana
korupsi akan lebih bermanfaat bagi kepentingan umat.
Pola hidup sederhana, sebagaimana yang sudah dianjurkan sejak
Presiden Soeharto, pada tahun 1974, perlu dilembagakan dalam suatu
peraturan yang mantap, berwibawa dan efektif. Untuk dapat mengamalkan
pola hidup sederhana, perlu adanya penghayatan dan pengamalan sifat
qanaah (nerimo, Jawa) yang dianjurkan oleh ajaran tasawuf.
Tindakan-tindakan yang bersifat operasi mental dan pelatihan
kesadaran individu tidak lain adalah untuk menciptakan aparat negara yang
berakhlaqul-karimah (berbudi luhur). Oleh karenanya, para aparatur
pembangunan kesemuanya perlu dibangun mentalnya dengan nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam ajaran tasawuf. Tasawuf adalah mensucikan hati dari
pada sifat-sifat kejiwaan yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat
psikologis yang tercela didesak keluar, dan diisi kedalam jiwa, sifat-sifat
psikologis yang terpuji. Sifat mental hubbud dunya (gila harta), rakus,
tamak, hubbul-jah war-riyasah (gila pangkat dan jabatan), diusir keluar,
dan diisi dengan mental qanaah (nerimo, Jawa), zuhud (tiada
gandrung dunia), Ikhlas, sabar, ridha dan syukur. Penghayatan demikian
dapat dilatih dengan selalu eling/ingat/dzikir kepada Allah. Bisa selalu
dzikrullah harus melalui latihan dengan memakai fungsi ganda : 1) Mendesak
keluar sifat psikis yang buruk, 2) Mengisi kedalam jiwa, sifat psikis yang
terpuji, dan 3) Menggerakkan perbuatan-perbuatan yang terpuji, sesuai
dengan getaran jiwa yang terpuji itu.


11

Disamping dilakukan usaha dan upaya pencegahan terjadinya korupsi
juga harus dilakukan tindakan-tindakan refresy terhadap pelakunya dengan
memberikan sanksi pidana yang berat. Hal ini termasuk bidang hukum
pidana. Dalam hukum Islam hukum pidana termasuk hukum jinayah, dan
dalam hukum jinayah dikenal istilah jarimah.
Abdul Qadir Audah
8
memberi definisi jarimah sebagai berikut :
' ,==-',- -=- '+-= - = ,=- ,==- '+- _
-,-'- . - -= _+-- . ',- '-
Sesungguhnya (Jarimah) itu adalah segala larangan yang dilarang oleh Allah dan diancam
dengan pidana, baik berupa HAD maupun TAZIR. Sedang yang dimaksudkan dengan
larangan (MAHZHURAT) adalah melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan
(tidak melakukan) perbuatan yang diperlukan.


Selanjutnya Audah mengemukakan bahwa jarimah itu dapat dibagi
menjadi : 1) Jaraimul Hudud adalah tindak pidana yang kadar pidananya
telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah. Tindak pidana ini meliputi :
perbuatan zina, menuduh orang lain melakukan zina, mencuri, minum-
minuman keras, perampokan dan pembegalan, riddah (keluar dari Islam),
pemberontakan (bughoh) untuk menggulingkan kekuasaan yang sah atau
membuat huru-hara. 2) Jariaamul Qishash adalah tindak pidana yang
diancam dengan sanksi pidana berupa QISHASH atau DIYAT. Kadar
qishash dan diyah juga telah ditetapkan oleh Allah. Tindak pidana qishash ini
meliputi : pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja,
pembunuhan karena kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, penganiayaan
karena kealpaan.
Disamping dua perbuatan pidana di atas ada lagi yaitu Jaraimut
Tazir. Tindak pidana ini adalah tindak pidana yang ancaman pidananya
tidak ditentukan oleh Allah. Penetapan dan penentuan ancaman pidananya
diserahkan kepada kebijaksanaan penguasa/ulil amri untuk mengaturnya.
Jaraimut Tazir ini merupakan tindak pidana yang bentuk dan ancamannya


12

adalah sangat banyak jumlahnya dan sangat luas bidangnya. Selanjutnya
Abdul Qadir Audah
9
menjelaskan bahwa mashiat yang tidak ditetapkan
ancaman pidananya dan juga tidak ditentukan adanya kafarat-nya, baik
berupa mashiat kepada Allah maupun hak manusia. Yang dimaksud dengan
mashiat kepada Allah ialah perbuatan yang melanggar dan menyangkut
kepentingan umum, keamanan dan ketertiban-Nya. Sedangkan mashiat
kepada hak manusia adalah setiap perbuatan yang melanggar dan yang
menyangkut hak individual. Adapun yang dimaksud dengan mashiat di sini
ialah melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan atau tidak
melakukan perbuatan yang diwajibkan atau yang diperintahkan untuk
dilakukan.
Apabila ditinjau dari sudut hukum Islam, maka tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1971 (LN. No. 19) jo.
UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi maka dapat dikategorikan Jaraimut Tazir dengan hukuman yang
sangat berat.
Menurut penulis UU No. 3 tahun 1971 (LN. No. 19) jo. UU No.
31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jika ditinjau dari segi definisi tindak pidana korupsi seperti tercantum pasal 1
nya dan dari sudut sanksinya seperti tersebut dalam 28 sampai dengan 35 UU
No. 3 tahun 1971 dan hukum formal yang tercantum di dalam UU ini, maka
UU tersebut cukup baik, efektif dan efesien sebagai sarana untuk
memberantas tindak pidana korupsi asal saja oleh para penegak hukum
diterapkan dengan tepat, benar, jeli dan berani tanpa pandang bulu.
Disamping penegak hukumnya sendiri penuh dedikasi dan tidak mudah
tergoda oleh iming-iming para koruptor. Keteguhan dan keberanian aparat
penegak hukumlah kunci bagaimana korupsi ini bisa dihanguskan. Demikian
pula masyarakat secara keseluruhan harus beramai-ramai dididik benci
dengan korupsi.


8
Abdul Qadir Audah, At-Tasyriul Jinail Islami Muqoronan Bil Qanunil Wadliy, I, (Kairo :
Matbaah Darun Nasyri al-Tsaqofah, Iskandariyah, 1949), hal. 66.
9
Ibid., hal. 128.


13

V. Penutup

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Islam adalah agama yang universal, yang menuntut, membimbing dan
mengatur manusia dalam semua bidang kehidupannya, baik yang bersifat
vertical maupun bersifat horizontal. Kedatangan Islam di dunia untuk
membawa rahmat dan kemaslahatan bagi hidup dan kehidupan manusia
di dunia ini dan di akhirat nanti.
2. Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sangat membahayakan
masyarakat, bangsa dan negara yang bersifat nasional yang banyak segi
dan aspeknya. Oleh karena itu harus diberantas dan ditanggulangi oleh
Pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama.
3. Faktor-faktor dan sebab-sebab lahirnya tindak pidana korupsi berasal dari
dalam diri manusia dan luar dirinya, maka pemberantasan dan
perbaikannyapun harus dilakukan dalam diri manusia sendiri dan yang
berada di luar dirinya. Penanam, pembinaan dan pengembangan iman
dan tauhid serta akhlaqul karimah, ketahanan mental spiritual ke dalam
diri manusia itu sangat penting sekali dalam menghadapi dan
memberantas korupsi. Disamping itu juga berusaha mewujudkan situasi
dan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya yang positif yang
menunjang terberantasnya korupsi. Oleh karena itu sudah saatnya
meninjau ulang sistim pendidikan di negara kita, yang masih belum
kondusif mencetak generasi yang unggul serta kepribadian yang mulia.











14

* Dalam pengertian baku perundang-undangan di Indonesia sampai sekarang,
pengertian Korupsi pertama kali mengacu kepada pasal 1 UU No. 3 tahun 1971,
yaitu, dihukum karena tindak pidana korupsi ialah :

1. a. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan
atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya
bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara ;
b. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu Badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang
secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara ;
c. Barang siapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal-pasal 209,
210, 387, 388, 415, 416, 417, 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP ;
d. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti
dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau
sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya
atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat jabatan atau
kedudukan itu ;
e. Barang siapa tanpa alas an yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan
kepadanya, seperti yang tersebut dalam Pasal-pasal 418, 419 dan 420
KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang
berwajib.
2. Barang siapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan
tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e Pasal ini.

Pengertian di atas terus menerus mendapatkan penyempurnaan dengan
lahirnya UU No. 31 tahun 1999 dan disempurnakan dengan Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001. Dari semua pengertian yang ada pada UU Nomor 3 tahun
1971 dan UU Nomor 31 tahun 1999, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001
menjerat semua aspek yang ada indikasi dan keterkaitan dengan korupsi, termasuk
korupsi yang dilakukan oleh korporasi.
Sedangkan lembaga yang diberi wewenang untuk menanggulangi
kejahatan korupsi di Indonesia ini memang sudah berpareatif, disamping lembaga
peradilan yang sudah ada, dan yang paling hangat sekarang adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), hanya saja hasilnya masih dipertanyakan. Kasus
Gubernur Aceh yang sedang hangat, dalam jeratan KPK ternyata masih
dimentahkan oleh Presiden. Akankah kejadian seperti ini akan selalu terjadi dalam
masalah penanggulangan korupsi di Indonesia. Kini gonjang-ganjing berita
tentang KPK bahkan menjadi isu yang menjadikan keprihatinan kita semua.
Polemik antara KPK dan POLRI menjadi suguhan akankah KPK tetap bertahan?





15

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdul Chalim Mohammad, Beberapa Catatan Tentang Sifat Hukum Dalam
Rangka Pembinaan Hukum Pidana Nasional, Jember, 1964.
Abdul Qodir, Audah, At-Tasyriul Jinail Islami Muqoronan Bil Qanunil
Wadliy, I, Kairo: Matbaah Darun Nasyri al-Tsaqofah,
Iskandariyah, 1949.
Abdul Wahhab, Khallaf, Khulashotul Tarikhil Islami, Jakarta : Al Majlisul Ala
al Indonesi Li Dawatil Islamiyah.
------------------, Ilmu Ushulil Fiqh, Kuwait: Al-Tobatuts Tsaminah, al-Darul
Kuaitiyah, 1949.
Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: PT.
Gramedia, 1986.
Husein Alatas, Syed, Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data
Kontemporer, Diterjemahkan oleh Al Ghozie, Jakarta: LP3ES,
Cetakan ketiga, 1983.
Mansyur Semma, Negara dan Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Musthafa Husni Assibaiy, Isytirokiyyatul Islamy, Diterjemahkan oleh
M. Abdai Rotomi dengan judul Sosialisme Islam, Bandung: CV.
Diponegoro, cetakan pertama, 1969.
Mundzar Fahman, Kiai dan Korupsi, Andil Rakyat, Kiai dan Pejabat dalam
Korupsi, Surabaya: Jawa Pos Press, 2004.
Quthb, Muhammad, Islam The Misunderstood Religion, Delhi: The Board of
Islamic Publication, 1968.
Al-Qosimi, Zhafir, Nizham al-Hukmi Fi-1l-Syariah wa al-Tarikh, I, Beirut :
Darun-Nafais, 1394 H./1974 M.
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Diterjemahkan oleh Moh. Nabhan Husein, jilid 9,
Bandung: PT. Almaarif, 1984.
------------------, Fiqh al-Sunnah, Diterjemahkan oleh H. A. Ali, Jilid 10,
Bandung: PT. Almaarif, 1987.
Sahal Mahfudh, KH. M., Nilai-nilai Islam Menyongsong Abad XXI, Jember,
1988.
Al-Shatibiy, Ibrahim bin Musa, al-Muwafaqot, jilid I, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiah, 2002.
Sam Santoso, dkk., Seni Korupsi di Perusahaan, Surabaya: Jawa Pos Press, 2003.





16

Soedarso, B., Korupsi di Indonesia, Jakarta: Bharata, cetakan pertama, 1969.
Wantjik Saleh, K. Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: PT. Ichtiar, Baru, Cetakan
kedua, 1974.
----------------, Pelengkap K.U.H. Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976.
























17

BIODATA


IDENTITAS IDENTITAS IDENTITAS IDENTITAS DIRI DIRI DIRI DIRI
Nama : Drs. Jeje Abdul Rojak, M.Ag.
NIP/NIK : 150 246 366
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir : Sumedang, 15 Oktober 1963
Agama : Islam
Golongan / Pangkat : (IV/c) / Pembina Utama Muda
Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala
Fakultas : Syariah
Perguruan Tinggi : IAIN Sunan Ampel Surabaya
Alamat : Jl. A. Yani 117 Surabaya
Telp./Faks. : 031 8417418
Alamat Rumah : Jl. Gang Nidlomiah No. 25 Jombang
Telp./Faks. : 0321 866367
HP : 081332093875, 088803048204
E-mail : jejeabdulrozaq@yahoo.com







Surabaya, 28 Nopember 2009



Drs. Jeje Abdul Rojak, M.Ag.

You might also like