You are on page 1of 20

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

MAKALAH Mata Kuliah: Wawasan Gender

OLEH: HIDJRAH ROCHAYATI (NIM. 0910271452) DOSEN: DARWATI, M.Pd.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) TAHUN AKADEMIK 2009 -2010 Jl. Karimata, No. 49, JEMBER Home Base: STIP Muhammadiyah Lamongan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke 21 kehidupan umat manusia memasuki suatu arena yang baru. Kehidupan modern ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan media. Manusia modern bukan hanya ingin mengendalikan alam semesta dan menaklukkannya, namun juga memiliki peranti dan kemampuan untuk mewujudkan hal itu. Ia semakin yakin bahwa ruang dan waktu pun ia dapat kuasai. Seiring dengan perkembangan tersebut maka sangatlah dimungkinkan pertemuan berbagai budaya yang memberikan pengaruh yang dahsyat bagi perkembangan budaya global. Media masa memberikan masukan utama dalam pembentukan pola pikir global, demikian juga dengan perkembangan ekonomi dan pasar global yang memungkinkan seseorang bergerak dari suatu ruang budaya lokal ke budaya lokal lainnya. Contoh-contoh tersebut membuktikan bahwa arus globalisasi telah mendorong pertemuan multibudaya. Manusia modern berada dalam

persimpangan raya di mana berbagai budaya bertemu. Di situlah dimungkinkan adalanya proses mengenal dan memahami, dan sangat dimungkinkan terjadinya konflik antar budaya. Mau tidak mau generasi yang tumbuh di masa global berada dalam pertentangan budaya lokal dan global. Kadangkala terjadi suatu tegangan antara tuntutan untuk berada dalam ranah

lokal dan melangkah menuju ranah global. Di sinilah diperlukan peranan berbagai pihak untuk dapat mengantar anak sebagai generasi penerus bangsa dalam proses pembentukan karakter dan jati diri bangsa. Generasi muda, termasuk siswa diharapkan dapat menjadi seorang Indonesia yang mampu mengambil keputusan dari berbagai pilihan dalam hidup karena dalam alam modern menuntut upaya-upaya untuk menghasilkan manusia-manusia mandiri. Eksistensi seorang wanita merupakan segmen yang urgen dari sebuah masyarakat sebab wanita adalah bagian sebuah masyarakat, bangsa dan komunitas manusia. Kita tidak akan dapat menutup mata dari peran penting yang dimainkan oleh wanita. Wanita mempunyai peran yang sangat urgen dan fundamental dalam memcoraki karakter pribadi-pribadi suatu masyarakat dan bangsa. Mengingat begitu fundamentalnya peranan wanita dalam membentuk karakter pribadi sebuah bangsa, ia pun sanggup menjadikan bangsa tersebut unggul atau hancur. Sebuah bangsa atau masyarakat adalah komunitas yang terbentuk dari pribadi-pribadi, sedangkan yang membentuk karakter pribadi adalah keluarga. Lantas siapa yang lebih banyak berperan dalam sebuah keluarga? Tentu wanita, yaitu tatkala ia berperan sebagai seorang ibu. Ini merupakan peranannya secara tidak langsung secara dalam mewujudkan sebuah bangsa yang maju. Sedangkan peran langsung yang dapat dimainkan oleh perempuan adalah peran sebagai anggota masyarakat. Yakni seperti

wanita yang berperan dengan menunjukkan kredibilitasnya dalam ranah sosial, politik, ekonomi, sains, dan lain-lain. B. Permasalahan Berkaitan dengan urgentnya pembentukan atau pembangunan karakter bangsa dan posisi penting wanita dalam pembangunan berbagai bidang, diperlukan suatu upaya menempatkan wanita dalam pembangunan karakter bangsa tersebut. Reposisi peranan wanita ini diharapkan dapat mendukung suatu upaya pembangunan karakter bangsa, khususnya melalui jalur pendidikan karakter dan pembangunan. Dari permasalahan yang ada tersebut, dalam makalah ini dapat disusun suatu rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah peranan wanita dalam pembangunan karakter bangsa, khususnya dalam jalur pendidikan karakter dan pembangunan? C. Tujuan Pembahasan Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah untuk memberikan gambaran atau uraian atas peranan wanita dalam pembangunan karakter bangsa, khususnya dalam jalur pendidikan karakter dan pembangunan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembangunan Karakter Bangsa Pembangunan bangsa dan pembangunan karakter bangsa adalah dua istilah yang saling dipertautkan antara satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan artikulasi sebuah bangsa memang berbeda dengan sebuah benda fisik biasa. Sekarang Indonesia telah memasuki era globalisasi, dimana kelak setiap negara akan mudah memasuki Indonesia dan berinvestasi di negeri ini. Fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan kelak akan membawa pengaruh pula terhadap tata nilai dari berbagai bangsa. Tulisan ini dibuat untuk merumuskan sebuah usaha membangun karakter bangsa yang positif dan kokoh menuju era globalisasi, dengan meninjau peranan wanita. Menurut Karen (dalam Megawangi, 2007), kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Sejalan dengan itu, Megawangi (2007) menuturkan bahwa akhlak tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan. Terbentuknya karakter (kepribadian) suatu manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu nature (faktor alami atau fitrah) dan nurture (sosialisasi dan pendidikan). Fitrah manusia menurut perspektif agama adalah cenderung kepada kebaikan, namun pengaruh lingkungan dapat mengganggu proses tumbuhnya fitrah. Faktor lingkungan, yaitu usaha memberikan pendidikan dan

sosialisasi dapat menentukan buah seperti apa yang akan dihasilkan nantinya dari seorang anak. Jadi sebuah bangsa akan terbentuk menjadi bangsa yang berkarakter dengan adanya pengasuhan, pendidikan, dan sosialisasi positif dari lingkungan sekitanya. Menurut Rajasa (2007), pembangunan bangsa yang bertata nilai memiliki dua argumen penting, yaitu pembangunan yang bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangunan yang sepenuhnya berorientasi pada manusia sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan human oriented development dan pembangunan yang bertata nilai juga berarti jalur untuk dapat tercapainya suatu tata pemerintahan yang baik, atau good governance. Tiga hal prinsipil dalam pembinaan karakter bangsa menurut Rajasa (2007) adalah pendidikan sebagai arena untuk re-aktifasi karakter luhur bangsa Indonesia. Hal kedua adalah pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi

pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing bangsa. Hal ketiga adalah pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasi kedua aspek diatas yakni re-aktifasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah. Selain pendidikan, faktor yang mempengaruhi

kemunduran bangsa Indonesia adalah karena bobroknya mental pejabat di pemerintahan. Karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. Kombinasi antara semangat juang, disiplin dan kerja keras. Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah seharusnya dapat menjadi salah satu bangsa yang unggul di kancah dunia. Namun, untuk mencapai hal tersebut bangsa Indonesia haruslah berbenah diri terlebih dahulu dan harus membangun bangsa ini dengan menumbuhkan karakter positif di diri setiap bangsa Indonesia. Pemerintah sebagai regulator bangsa harus menyiapkan langkahlangkah strategis agar dapat membangun karakter bangsa Indonesia yang unggul dan siap bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi melalui beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk membangun karakter bangsa antara lain mengiternalisasikan pendidikan karakter pada instansi pendidikan semenjak tingkat dini atau kanak-kanak, menanamkan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan bersama generasi muda yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap upaya nihilisasi pihak luar terhadap nilai-nilai budaya positif bangsa Indonesia, meningkatkan daya saing bangsa dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan menggunakan media massa sebagai penyalur upaya pembangunan karakter bangsa. Sorotan terhadap kemandirian bangsa saat ini semakin mengemuka. Menghadapi kondisi tersebut, maka kita haruslah meningkatkan daya saing

bangsa, tentunya dalam arti luas, dimana tidak hanya meningkatkan kapasitas secara fisik, tetapi juga kapasitas moral bangsa yang berkarakter. Pembangunan karakter bangsa ini dapat dilakukan pemerintah, khususnya jalur pendidikan melalui internalisasi karakter di instansi pendidikan semenjak dini atau tingkat kanak-kanak dengan menerapkan 9 pilar dalam model SBB dan TK serta menanamkan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan bersama generasi muda yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap upaya nihilisasi pihak luar terhadap nilainilai budaya positif bangsa Indonesia, dan meningkatkan daya saing bangsa dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. B. Wanita dan Pembangunan Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan bangsa Indonesia sebenarnya sudah sejak lama dimulai, secara eksplisit dengan gencarnya dilaksanakan ketika lembaga Kementerian Peranan Wanita didirikan secara resmi akhir tahun 70-an. Realitasnya tidak dapat dipungkiri bahwa peran kaum perempuan dalam pembangunan sedemikian besarnya, ikut serta menentukan arah dan keberhasilan pembangunan karakter bangsa Indonesia.

Konsep

pembangunan

kemampuan

peranan

perempuan

yang

dipergunakan berkembang menjadi pemberdayaan perempuan yang berarti meningkatkan kualitas dan peran perempuan pada semua aspek kehidupan baik secara langsung atau tidak langsung melalui penciptaan situasi-situasi yang kondusif sebagai motivator dan akslerasi proses pembangunan. Sehingga Karls (dalam Dwi Astuti, 2007) memandang bahwa pemberdayaan kaum perempuan sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar, kekuasaan dan pengawasan dalam pembuatan keputusan dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan kaum laki-laki. Pada masalah pembangunan karakter bangsa, perlu adanya sebuah kesadaran bagi wanita untuk menjadi seorang ibu. Kesadaran ini, tentu berkenaan dengan masalah-masalah reproduksi perempuan sebagaimana yang menjadi wacana feminisme. Tetapi, dalam pandangan Suharsono (dalam Arda Dinata, 2009), persoalannya tidaklah cukup dengan melahirkan lalu menjadi ibu dan selesai. Menjadi ibu melibatkan pengertian dan kesadaran baru yang harus dimiliki bagi setiap perempuan. Di samping resiko beratnya melahirkan, menjadi ibu berarti memiliki kesadaran penuh untuk membekali diri dalam rangka mendidik anak-anaknya. Tugas untuk menjadi ibu dalam pengertian seperti ini, membutuhkan bobot spiritual dan intelektualitas yang memadai. Para ibu adalah guru pertama anak-anaknya sendiri. Orang pertama yang akan menjadi sandaran bagi anak-anaknya, tempat bertanya, mengadukan halnya,

dan juga perlindungannya. Jawaban-jawaban yang diberikan serta kepedulian seorang ibu bagi anak-anaknya, sangat menentukan bagi masa depan anakanaknya. C. Pendidikan Karakter dan Peranan Wanita Gagasan pembangunan bangsa unggul sebenarnya telah ada semenjak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pimpinan nasional kita yang pertama yakni Soekarno telah menyatakan perlunya nation and character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. Cukup banyak contoh empiris yang membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar dalam mencapai tingkat keberhasilan dan kemajuan bangsa. Contoh pertama adalah Cina. Negeri ini bisa dikatakan tidak lebih makmur dibandingkan dengan Indonesia di era 70-an. Namun dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun, dengan disiplin baja dan kerja keras, Cina telah berhasil bangkit menggerakkan mesin produksi nasionalnya. Budaya disiplin Cina tercermin dari berhasilnya negeri ini menekan masalah korupsi di kalangan birokrat secara substansial. Sedangkan budaya kerja keras tampak nyata dari semangat rakyat ini untuk bersedia selama 7 hari dalam seminggu untuk bekerja demi mencapai keunggulan dan kejayaan negerinya. Saat ini Cina tidak saja menjadi negara pengekspor terbesar, akan tetapi lebih dari itu, produksi ekspor Cina semakin banyak yang memiliki kandungan teknologi menengah dan teknologi tinggi.

Karakter yang berkualitas adalah sebuah respon yang sudah teruji berkali-kali dan telah berbuahkan kemenangan. Seseorang yang berkali-kali melewati kesulitan dengan kemenangan akan memiliki kualitas yang baik. Tidak ada kualitas yang tidak diuji. Jadi jika ingin berkualitas, tidak ada cara yang lebih ampuh kecuali 'ujian'. Ujian bisa berupa tantangan, tekanan, kesulitan, penderitaan, hal-hal yang tidak kita sukai. Dan jika kita berhasil melewatinya, bukan hanya sekali tapi berkali-kali maka kita akan memiliki kualitas tersebut. Karakter berbeda dengan kepribadian dan temperamen. Kepribadian adalah respon kita atau biasa disebut etika yang kita tunjukkan ketika berada di tengah-tengah orang banyak, seperti cara berpakaian, berjabat tangan, dan berjalan. Temperamen adalah sifat dasar kita yang dipengaruhi oleh kode genetika orang tua, kakek nenek, dan kakek buyut dan nenek buyut kita. Sedangkan karakter adalah respon kita ketika sedang 'diatas' atau ditinggikan. Apakah kita putus asa, sombong, atau lupa diri. Bentuk respon itulah yang kita sebut karakter. Karakter terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit 5 faktor, yaitu: temperamen dasar kita (dominan, intim, stabil, cermat), keyakinan (apa yang kita percayai, paradigma), pendidikan (apa yang kita ketahui, wawasan kita), motivasi hidup (apa yang kita rasakan, semangat hidup) dan Perjalanan (apa yang telah kita alami, masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan). Karakter yang dapat membawa keberhasilan yaitu empati (mengasihi sesama seperti diri sendiri), tahan uji (tetap tabah dan ambil hikmah

kehidupan, bersyukur dalam keadaan apapun, dan beriman (percaya bahwa Tuhan terlibat dalam kehidupan kita). Ketiga karakter tersebut akan mengarahkan seseorang ke jalan keberhasilan. Empati akan menghasilkan hubungan yang baik, tahan uji akan melahirkan ketekunan dan kualitas, beriman akan membuat segala sesuatu menjadi mungkin. Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonominya. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakatnya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsanya. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat. Seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak. Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat. Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang berisiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah

kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan (stress), yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya. Penelitian otak terkini menunjukkan bahwa bagaimana anak belajar untuk berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana ia mengontrol perasaannya sangat dipengaruhi dari pengalamannya terdahulu. Dan kemampuan sosial dan emosi ini sangat berperan dalam menentukan kesuksesan belajar anak di masa yang akan datang. Fakta terus membuktikan bahwa sekolah dapat membantu melakukan perbaikan terhadap kegagalan keluarga dalam mengembangkan karakter anak. Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Apakah untuk itu ibu harus belajar ilmu mendidik dan psikologi anak secara formal? Seorang ibu yang tidak pernah belajar ilmu mendidik dan psikologi secara formal dapat menjadi seorang pendidik, pembimbing dan pengasuh anak yang berhasil. Banyak pejabat dan cendekiawan terkenal ternyata orang tuanya (ibunya) hanya berpendidikan (formal) rendah. Sesungguhnya nilai moral dan budi pekerti yang merupakan fondasi utama perilaku baik dapat dimiliki oleh setiap orang dari keteladanan orang tua dan

tokoh-tokoh masyarakat yang diidolakan. Yang kedua, dengan pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang dianut/diyakini akan membentangi seseorang dari perilaku amoral dan kriminal serta budaya asing yang negatif. Nilai moral, agama dan budi pekerti yang diberikan secara dini akan tertanam dengan kuat menjadi keyakinan/keimanan sehingga menjadikan seseorang tidak mudah tergoda melakukan perbuatan negatif yang tidak sesuai dengan nilai budaya dan agama yang dianutnya. Kunci utama keberhasilan seseorang ibu dalam mendidik anak-anaknya bukan terletak pada tingkat pendidikan atau ilmunya tetapi terletak pada kepeduliannya yang konsisten dalam mengajarkan hal-hal yang baik (maruf) dan mencegah/melarang perbuatan buruk (mungkar) kepada anak-anaknya. Era globalisasi yang berbarengan dengan liberalisasi oleh tidak ada melonggarnya pendidikan/pengasuhan keluarga di rumah karena ibu terlalu sibuk bekerja, arisan, nonton sinetron dan infotainment di TV. Akibatnya, perhatian terhadap anak jadi terabaikan. Sebagian dari orang tua (ibu) beranggapan dengan memberikan sejumlah uang dan fasilitas/mainan sudah merasa cukup memberikan perhatian kepada anak. Padahal yang dibutuhkan anak adalah sentuhan kasih sayang dan perhatian dalam bentuk komunikasi langsung yang intensif. Anak/remaja butuh bimbingan yang menuntun perilaku mereka dan dapat membedakan mana yang boleh dan yang tidak boleh, mana yang baik dan yang buruk. Remaja sebagai usia pra dewasa membutuhkan pendidikan/pengajaran tentang hak dan kewajiban sebagai anak. Mereka juga perlu diajari tentang

tanggung jawab, oleh karena itu anak harus diberi tugas sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangan usianya. Boleh jadi anak bermasalah juga dikarenakan salah asuh. Contoh: anak yang terlalu dimanja dapat mengakibatkan dia kurang percaya diri, dan cengeng. Anak yang terlalu dikekang (over protective), menyebabkan dia bertindak liar, binal dan lepas kendali ketika jauh dari rumah. Sebaliknya, anak yang selalu dibebaskan (dimasabodohkan), dia juga akan masa bodoh (permisif) tentang apa-apa yang terjadi di sekitarnya, dia akan sulit membedakan sesuatu yang benar daripada yang salah serta apa arti sebuah tanggung jawab. Ketika gejala negatif anak dan remaja semakin meningkat sungguh sangat mencemaskan, karena hampir tidak ada upaya signifikan untuk mengatasinya. Seharusnya masalah anak dan remaja itu menjadi perhatian kita bersama, pemerintah dan semua komponen masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga. Perlu ada upaya penyadaran guna merevitalisasi peran ibu dalam pendidikan, bimbingan dan pengasuhan keluarga (anak), karena ibulah yang memiliki kelembutan dan paling banyak berhubungan dengan anak. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata sebagian besar orang terkenal dan berhasil dalam kariernya adalah mereka yang di masa kecil banyak mendapatkan curahan perhatian dan kasih saying dari keluarga, khususnya dari ibunya. Dengan kedekatannya seorang ibu dan anak, ibu akan tahu persis potensi dan kelemahan anak sehingga seorang ibu akan dapat mengarahkan pendidikan anak selanjutnya ke jurusan yang tepat dan atau pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minat anak.

Seorang anak/remaja yang sejak kecil mendapatkan pendidikan moral, agama, budi pekerti dan pengetahuan umum yang seimbang serta keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, cenderung menjadi seorang yang berkepribadian baik, bermanfaat bagi sesama, siap mengabdi bagi nusa dan bangsa serta bela negara. Karena mencintai nusa, bangsa dan bela negara merupakan sebagian dari iman dan kewajiban (right or wrong is my country). Generasi seperti itulah yang diperlukan untuk membangun Indonesia Bangkit yang siap menghadapi tekanan globalisasi, khususnya liberalisasi ekonomi dan westernism (ancaman budaya). Demikian juga dengan ancaman dan tantangan internal, seperti pengangguran, melemahnya daya saing, masalah narkoba dan miras, dan lain-lain di tengah-tengah masyarakat. Masalah-masalah tersebut hanya mungkin dapat diatasi dengan kebersamaan, kebulatan tekad dan kerja keras yang sinergis dalam suasana yang adil, aman dan damai di bawah kepemimpinan orang-orang yang jujur, berani dan bersih. Beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman dalam gerakan revitalisasi ibu dalam pendidikan dan pengasuhan anak yang berkaitan dengan pembangunan karakter bangsa adalah sebagai berikut: 1. Wanita sebagai ibu dapat mengadakan komunikasi (langsung dan tidak langsung) setiap hari dengan anak, berikan komentar (pujian dan celaan) terhadap hal-hal yang anak lakukan, 2. Responsif terhadap pertanyaan anak dalam keadaan sesibuk apapun,

3. Menyediakan waktu untuk berceritera/mendongeng untuk anak dengan ceritera yang edukatif atau kepahlawanan yang bersumber dari dalam negeri, 4. Mengadakan pendampingan ketika anak menonton TV, khususnya untuk balita dan batasi kesempatan nonton TV anak, 5. Menyediakan mainan yang merangsang kecerdasan, keterampilan dan kreativitas anak, 6. Membelikan anak buku-buku bacaan yang bermutu/bernilai edukatif dan arahkan anak agar gemar membaca, 7. Menanamkan kehidupan demokratis, kebersamaan dan saling menghargai dengan sesama anggota keluarga dan lingkungan terdekat sedini mungkin. Seorang ibu dapat memberikan tugas/pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan anak, hal ini penting dalam rangka menanamkan kemandirian. 8. Sekali-kali mengajak anak ke panti asuhan atau panti jompo guna menumbuhkan rasa syukur bagi anak, dan 9. Berwisata ke tempat-tempat bersejarah, pantai, pegunungan, tempattempat yang menarik untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan kebanggaan dan cinta tanah air bagi mereka. Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan wanita, baik sebagai ibu dalam keluarga maupun sebagai pendidik, sangat vital bagi pembangunan dan pembentukan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa ini sangat diperlukan Indonesia, khususnya pada masa-masa krisis moral yang dialami bangsa ini.

BAB III PENUTUP

Anak adalah harapan bangsa, calon penggerak roda kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang. Tentu saja semua orang tua atau siapapun yang berkepentingan akan menyimpan harapan-harapan besar kepada anak untuk lebih maju dibanding orang tuanya atau pendahulunya. Suatu bangsa akan lebih maju di masa yang akan datang apabila pengelola bangsa pada hari ini mampu menyiapkan sumber daya yang diarahkan pada pola dan visi kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Harus diakui bahwa sorotan terhadap kemandirian bangsa saat ini semakin mengemuka. Sebagian dari sorotan tersebut dapat dijawab dengan argumen fenomena globalisasi. Sebuah kondisi dimana mau tidak mau atau suka tidak suka, kita harus memberikan peluang dan akses yang sama kepada segala pihak, termasuk pihak asing, untuk ikut terlibat dalam berbagai percaturan nasional maupun regional di berbagai bidang, berikut segala konsekuensinya. Menghadapi kondisi tersebut, maka kita haruslah meningkatkan daya saing bangsa, tentunya dalam arti luas, dimana tidak hanya meningkatkan kapasitas secara fisik, tetapi juga kapasitas moral bangsa yang berkarakter. Pembangunan karakter bangsa ini dapat dilakukan pemerintah melalui internalisasi karakter di instansi pendidikan semenjak dini atau tingkat kanakkanak dengan menerapkan 9 pilar dalam model SBB dan TK. Pembangunan karakter juga tidak terlepas dari peran seorang ibu sebagai wanita, baik dalam

posisinya di keluarga maupun sebagai pendidik. Jika wanita secara tulus melakukan tugas-tugas rumah tangganya, maka keluarga yang berakhlak dan berkarakter dengan sendirinya akan lebih mudah terbina. Sebab pendidikan yang paling mulia bagi anak tidak lain bermula dari ibu. Maka anak-anak langsung memperoleh pendidikan dan kasih sayang seorang ibu, lebih terjamin akhlaknya. Anak-anak akhirnya lebih terkendali dan bersosialisasi di tengah pergaulan masyarakat. Mereka tidak mudah terjerat pada sekian penyimpangan dari perilaku chaos serta tawaran-tawaran nilai baru untuk melakukan pengingkaran normanorma sosial, terutama moral serta etika agama. Di sinilah pentingnya sebuah kesadaran untuk menjadi seorang ibu. Kesadaran ini, tentu berkenaan dengan masalah-masalah reproduksi perempuan sebagaimana yang menjadi wacana feminisme. Menjadi ibu melibatkan pengertian dan kesadaran baru yang harus dimiliki bagi setiap perempuan. Di samping resiko beratnya melahirkan, menjadi ibu berarti memiliki kesadaran penuh untuk membekali diri dalam rangka mendidik anak-anaknya. Tugas untuk menjadi ibu dalam pengertian seperti ini, membutuhkan bobot spiritual dan intelektualitas yang memadai. Para ibu adalah guru pertama anak-anaknya sendiri. Mengingat begitu penting dan mendasarnya pendidikan, bimbingan dan pengasuhan anak secara dini oleh para ibu di rumah dalam memberikan landasan, pola hidup dan perilaku anak di kemudian hari, seyogyanya pendidikan, bimbingan dan pengasuhan anak di rumah menjadi perhatian kaum ibu. Untuk itu psikologi keluarga sebagai pengetahuan dasar bimbingan dan pengasuhan anak perlu disosialisasikan melalui berbagai media komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arda Dinata. 2009. Meluruskan Emansipasi dan Membangun Karakter Bangsa. www.kotasantri.com. Diakses Juni 2010. Dwi Astuti, Imam Sujarwo. 2007. Pencitraan Peran Perempuan dalam Pembangunan. Bangka: Bangka Pos Edisi 05 November. Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter. Cimanggis: Indonesian Heritage Foundation. Rajasa, Hatta. 2007. Memaknai Kemerdekaan dari Perspektif Pembinaan Karakter.http://www.setneg.go.id/index.php.option.com. Diakses Juni 2010.

You might also like