You are on page 1of 15

PENGKAJIAN KEBUTUHAN BELAJAR Pengkajian yang komprehensif tentang kebutuhan belajar dapat digali dari riwayat keperawatan dan

hasil pengkajian fisik serta melalui informasi dari orang yang dekat dengan klien. Pengkajian juga mencakup karakteristik klien yang mungkin akan mempengaruhi proses belajar, misalnya kesiapan belajar, motivasi untuk belajar, dan tingkat kemampuan membaca. Selain penggalian data melalui wawancara, perawat juga harus melakukan observasi terhadap kemampuan dan kebutuhan-kebutuhan klien. Kebutuhan belajar dapat juga diidentifikasi dari pertanyaan klien terhadap perawat tentang sesuatu hal yang tidak mereka ketahui atau tidak terampil dalam melakukannya. A. Pengkajian Faktor Predisposisi 1. Pengkajian riwayat keperawatan Informasi tentang usia akan memberi petunjuk mengenai status perkembangan seseorang, sehingga dapat memberikan arah mengenai isi pendidikan kesehatan dan pendekatan yang harus digunakan. Pertanyaan yang diajukan hendaknya sederhana. Pada klien lanjut usia (lansia), pertanyaan diajukan dengan perlahan dan diulang. Status perkembangan, terutama pada klien anak, dapat dikaji melalui observasi ketika anak melakukan aktivitas atau bermain, sehingga perawat mendapat data tentang kemampuan motorik dan perkembangan intektualnya. Persepsi klien tentang keadaan masalah kesehatannya saat ini dan bagaimana mereka menaruh perhatian terhadap masalahnya dapat memberikan informasi kepada perawat tentang seberapa jauh pengetahuan mereka mengenai masalahnya dan pengaruhnya terhadap kebiasaan aktivitas sehari-hari. Informasi

man/penpromkes

ini dapat memberi petunjuk kepada perawat untuk memberi arahan yang tepat serta sumber-sumber lain yang dapat digunakan oleh klien. Kepercayaan klien tentang kesehatan, kepercayaan tentang agama yang dianut, dan peran gender merupakan faktor penting dalam mengembangkan rencana pendidikan kesehatan. Kepercayaan yang penting digali pada klien, contohnya adalah kepercayaan tidak boleh menerima tranfusi darah, tidak boleh menjadi donor organ tubuh, dan tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi. Berbagai daerah mempunyai kepercayaan dan praktik-praktik tersendiri. Kepercayaan dalam budaya tersebut dapat berhubungan dengan kebiasaan makan, kebiasaan mempertahankan kesehatan, kebiasaan menangani keadaan sakit, serta gaya hidup. Perawat sangat penting mengetahui hal tersebut, namun demikian tidak boleh menarik asumsi bahwa setiap individu dalam suatu etnik dengan kultur tertentu mempunyai kebiasaan yang sama, karena hal ini tidak selalu terjadi. Oleh karena itu, perawat tetap harus mengkaji dan menilai klien secara individual. Keadaan ekonomi klien dapat berpengaruh terhadap proses belajar klien. Bagaimanapun, perawat harus mengkaji hal ini dengan baik, karena perencanaan pendidikan kesehatan dirancang sesuai dengan sumber-sumber yang ada pada klien agar tujuan tercapai. Jika tidak, rancangan tidak akan sesuai dan sulit untuk dilaksanakan. Bagaimana cara klien belajar adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Cara belajar yang terbaik bagi setiap individu bervariasi. Cara terbaik seseorang dalam belajar mungkin dengan melihat atau menonton untuk memahami sesuatu dengan baik. Dilain pihak, yang lain mungkin belajar tidak dengan cara melihat, tetapi dengan cara melakukan secara actual dan menemukan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu hal. Yang lain mungkin dapat belajar

man/penpromkes

dengan baik dengan membaca sesuatu yang dipresentasikan oleh orang lain. Perawat perlu meluangkan waktu dan memupuk keterampilan untuk mengkaji klien dan mengidentifikasi gaya belajar, untuk kemudian mengadaptasi pendidikan kesehatan yang sesuai dengan cara-cara klien belajar. Menggunakan variasi teknik mengajar dan variasi aktivitas selama mengajar adalah jalan yang baik untuk memenuhi kebutuhan gaya belajar klien. Sebuah teknik akan sangat efektif untuk beberapa klien, sebaliknya teknik lain akan cocok untuk klien dengan gaya belajar yang berbeda. Perawat perlu mengkaji system pendukung klien untuk menentukan siapa saja sasaran pendidikan yang mungkin dapat mempertinggi dan mendorong proses belajar klien. Anggota keluarga atau teman dekat mungkin dapat membantu klien dalam mengembangkan keterampilan di rumah dan mempertahankan perubahan gaya hidup yang diperlukan klien. 2. Pengkajian fisk Pengkajian fisik secara umum dapat memberikan petunjuk terhadap kebutuhan belajar klien. Contohnya: status mental, kekuatan fisik, status nutrisi. Hal lain yang mencakup pengkajian fisik adalah pernyataan klien tentang kapasitas fisik untuk belajar dan untuk aktivitas perawatan diri sendiri. Kemampuan melihat dan mendengar memberi pengaruh besar terhadap pemilihan substansi dan pendekatan dalam mengajar. Fungsi system muskuloskelet mempengaruhi kemampuan keterampilan psikomotor dan perawatan diri. Toleransi aktivitas juga dapat mempengaruhi kapasitas klien untuk melakukan aktivitas. 3. Pengkajian Kesiapan Klien untuk Belajar Klien yang siap untuk belajar sering dapat dibedakan dengan klien yang tidak siap. Seorang klien yang siap belajar mungkin mencari informasi, misalnya

man/penpromkes

melalui bertanya, membaca buku atau artikel, tukar pendapat dengan sesama klien yang pada umumnya menunjukkan ketertarikan. Dilain pihak, klien yang tidak siap belajar biasanya lebih suka untuk menghindari masalah atau situasi. Kesiapan fisik penting di kaji oleh perawat apakah klien dapat memfokuskan perhatian atau lebih berfokus status fisiknya, misalnya terhadap nyeri, pusing, lelah, mengantuk, atau lain hal. Kesiapan emosi. Apakah secara emosi klien siap untuk belajar? Klien dalam keadaan cemas, depresi, atau dalam keadaan berduka karena keadaan kesehatannya atau keadaan keluarganya biasanya tidak siap untuk belajar. Perawat tidak dapat memaksakan, tetapi harus menunggu sampai keadaan klien memungkinkan dapat menerima proses pembelajaran. Kesiapan kognitif. Dapatkah klien berpikir secara jernih? apakah klien dalam keadaan sadar penuh, apakah klien tidak dalam pengaruh zat yang mengganggu tingkat kesadaran? Pertanyaan itu sangat penting untuk dikaji. Kesiapan berkomunikasi. Sudahkah klien dapat berhubungan dengan rasa saling percaya dengan perawat? Ataukah klien belum mau menjalin komunikasi karena masih belum menaruh rasa percaya. Hubungan saling percaya antara perawat dank lien menentukan komunikasi dua arah yang diperlukan dalam proses belajar mengajar. 4. Pengkajian Motivasi Secara umum dapat diterima bahwa seseorang harus mempunyai keinginan belajar demi keefektifan pembelajaran. Motivasi dan memberi rangsangan atau jalan untuk belajar merupakan faktor penentu yang sangat kuat untuk kesuksesan dalam mendidik klien dan berhubungan erat dengan pemenuhan kebutuhan klien. Motivasi seseorang dapat dipengaruhi oleh masalah keuangan, penolakan terhadao status kesehatan, kurangnya dorongan dari lingkungan social, pengingkaran terhadap penyakit, kecemasan, ketakutan,rasa malu atau adanya

man/penpromkes

konsep diri yang negatif. Motivasi juga dipengaruhi oleh sikap dan kepercayaan. Contohnya, motivasi belajar seorang pria setengah baya yang dinyatakan hipertensi dan mulai mendapat pengobatan anti hipertensi untuk mengendalikan tekanan darahnya mungkin akan rendah jika teman dekatnya menceritakan bahwa ia impotent setelah mendapat pengobatan yang sama. Pengkajian tentang motivasi belajar sering merupakan bagian dari pengkajian kesehatan secara umum atau diangkat sebagai msalah yang spesifik. Seorang perawat ketika mengkaji motivasi dan kemampuan klien harus betulbetul mengerti sepenuhnya tentang subjek belajar. Motivasi memang sulit untuk dikaji, mungkin dapat ditunjukka secara verbal atau juga secara nonverbal. 1. Pengkajian Kemampuan Membaca Ketidakmampuan membaca dan menulis dapat ditemukan pada setiap langkah kehidupan, pada semua suku dan pada setiap tingkat sosial ekonomi. Penampilan seseorang dan penggunaan bahasa tidak mengindikasikan bahwa ia mampu membaca dan menulis. Banyak orang dengan kemampuan membaca dan menulis rendah memiliki intelegensi rata-rata dan berbicara dengan baik. Bagaimana seorang perawat dapat menentukan tingkat kemampuan membaca klien? Melakukan pengujian secara langsung adalah cara yang terbaik, tetapi sering sulit dipraktikkan. Berikut ini dijelaskan cara mengkaji tingkat kemampuan membaca klien. a. Mengkaji tingkat kesenangan membaca klien; Berikan sesuatu untuk dibaca dan kemudian minta klien menjelaskan apa yang dibacanya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Jika memungkinkan, tawarkan kepada klien beberapa pilihan cara belajar (membaca, menonton/melihat atau mendengarkan). Jika ragu-ragu, gunakan materi bacaan yang mudah dan jika

man/penpromkes

seseorang dalam keadaan stress sebaiknya dimulai dengan materi sederhana, baru kemudian ditambahkan yang lebih kompleks. b. Menggunakan indeks SMOG untuk mengkaji tingkat kemampuan membaca klien terhadap materi pendidikan kesehatan sehingga kemudian dapat ditentukan kesesuaian materi untuk populasi yang akan membacanya. Berikut ini disajikan cara menentukan Tingkat Kesiapan dari pada Materi Tertulis dengan menggunakan indeks SMOG. Untuk menentukan tingkat materi bacaan, untuk belajar klien, pilihlah 30 kalimat dalam bacaan. Ambillah 10 kalimat dari bagian awal, 10 kalimat dari tengah dan 10 kalimat dari bagian akhir bacaan. Hitunglah semua kata yang mengandung 3 atau lebih suku kata (Syllabes), kemudian jumlahkan. Kemudian temukan jumlah tersebut didalam daftar dibawah ini dan baca menyilang untuk menemukan tingkat/grade bacaan/materi belajar. Untuk menurunkan tingkat bacaan dan menyederhanakan materi pendidikan kesehatan untuk klien, maka lakukanlah: a. Gunakanlah kata-kata yang lebih pendek b. Hindari kata-kata dengan beberapa suku kata c. Tulis kalimat-kalimat pendek d. Jelaskan peristilahan-peristilahan yang digunakan e. Gunakan kata-kata yang mudah dan sering digunakan Tebel Indeks SMOG Jumlah kata-kata yang mengandung 3 atau lebih suku kata 02 36 7 12 13 20 21 30 Tingkat bacaan 4 5 6 7 8

man/penpromkes

31 42 43 56 57 72 73 90 B. Pengkajian Faktor Pemungkin

9 10 11 12

Faktor pemungkin mencakup keterampilan serta sumber daya yang penting untuk menampilkan perilaku yang sehat. Sumber daya dimaksud meliputi fasilitas yang ada, personalia yang tersedia, ruangan yang ada, atau sumber-sumber lain yang serupa. Faktor ini juga menyangkut keterjangkauan sumber tersebut oleh klien: apakah biaya, jarak, waktu dapat dijangkau? Bagaimana keterampilan klien untuk melakukan perubahan perilaku perlu diketahui , karena dengan mengetahui sejauh mana klien memiliki keterampilan pemungkin, wawasan yang bernilai bagi perencana pendidikan kesehatan dapat diperoleh. C. Pengkajian Faktor Penguat Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tersebut bergantung kepada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan kesehatan klien di rumah sakit, misalnya, penguat diberikan oleh perawat, dokter, ahli gizi, atau klien lain dan keluarga. Di dalam pendidikan kesehatan di sekolah penguat mungkin berasal dari guru, teman sebaya, pimpinan sekolah, dan keluarga. Apakah faktor penguat itu positif atau negative tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berpengaruh. Pengaruh itu tidak sama, mungkin sebagian mempunyai pengaruh yang sangat kuat dibandingkan dengan yang lainnya dalam mempengaruhi perubahan perilaku. Perawat perlu mengkaji secara cermat faktor penguat ini, untuk menjamin bahwa sasaran pendidikan kesehatan mempunyai kesempatan yang maksimum

man/penpromkes

untuk mendapat umpan balik yang mendukung selama berlangsungnya proses perubahan perilaku. PENEGAKAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan kebutuhan belajar

dikelompokkan di bawah kategori. Kurang Pengetahuan. Defenisi Kurang Pengetahuan adalah: pernyataan pada saat individu, keluarga, atau komunitas tidak dapat memahami, tidak dapat belajar, dan tidak dapat menunjukkan pengetahuannya tentang tindakan-tindakan keperawatan kesehatan yang penting untuk mempertahankan kesehatan (NANDA). Karakteristik definisi tersebut adalah: adanya pengungkapan secara verbal tentang masalah; ketakakuratan mengikuti suatu instruksi; ketakakuratan penampilan dalam suatu uji; ketaksesuaian perilaku atau adanya perilaku berlebihan, misalnya hysteria, permusuhan, agitasi, atau apatis. Faktor-faktor yang berhubungan atau menjadi penyebab dari kurangnya pengetahuan mencakup kurangnya keterpaparan informasi; kurang mengulang pelajaran, adanya kesalahpenafsiran; keterbatasan pengetahuan; kurangnya ketertarikan dalam belajar; tidak familiarnya klien dengan sumber informasi. Sebagai contoh diagnosis keperawatan yang dikemukakan oleh North Americans Nursing Diagnosis Assosiation (NANDA) adalah sebagai berikut 1. Kurang pengetahuan: diet rendah kalori berhubungan dengan tidak punya pengalaman. 2. Kurang pengetahuan: diet Diabetes Mellitus berhubungan dengan tidak familiarnya diri dengan program yang harus diikuti. 3. Kurang pengetahuan: perawatan pra operasi berhubungan dengan belum adanya pengalaman menghadapi prosedur pembedahan. 4. Kurang pengetahuan: efek pengobatan berhubungan dengan adanya perbedaan bahasa dan kesalahan penafsiran informasi.

man/penpromkes

5. Kurangnya pengetahuan: Bahaya keamanan di rumah berhubungan dengan adanya penolakan terhadap penurunan kesehatan dan kurangnya ketertarikan untuk belajar. 6. Kurangnya pengetahuan: penyalahgunaan zat berhubungan dengan kurangnya ketertarikan dalam mempelajari informasi. Cara lain untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar klien adalah menuliskan Kurang Pengetahuan sebagai etiologi atau bagian kedua dari pernyataan diagnosis keperawatan. Sebagai contoh: 1. Risiko tinggi terjadinya gangguan proses menjadi orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam merawat bayi dan menyusui. 2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan dalam hal penyakit menular seksual dan pencegahannya. 3. Risiko tinggi terjadinya injuri/rudapaksa berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam teknik penggunaan tongkat untuk berjalan. 4. Risiko tinggi terjadinya penularan tuberculosis paru pada anggota keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam hal cara-cara dan pencegahan penularan. PERENCANAAN PENDIDIKAN KESEHATAN Mengembangkan perencanaan pengajaran adalah menyelesaikan sejumlah langkah. Melibatkan klien saat perencanaan dapat meningkatkan terciptanya perencanaan yang berguna dan merangsang motivasi klien. Klien yang membantu merumuskan perencanaan pengajaran akan lebih mudah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

A. Menentukan Prioritas Pengajaran

man/penpromkes

Kebutuhan belajar klien harus diurut berdasarkan prioritas. Perawat dan klien hendaknya melakukannya secara bersama-sama. Salah satu yang menjadi criteria yang diprioritaskan adalah motivasi klien untuk berkonsentrasi pada kebutuhan belajar kebutuhan belajar yang telah diidentifikasikan sebagai contoh seseorang yang ingin mengetahui segala sesuatu tentang penyakit jantung koroner mungkin tidak siap untuk memepelajari bagaimana mengubah gaya hidupnya sampai pada saat ia menemukan kebutuhannya untuk belajar tentang penyakit tersebut: atau, contoh lain, seseorang yang baru dinyatakan mengidap penyakit Diabetes Mellitus akan mau mengatur diet sesuai dengan yang dianjurkan sebelum ia tahu bagaimana pengaruh diet tersebut terhadap status gula darah dan kesehatannya. Perawat juga dapat menggunakan kerangka pikir lain, seperti hierarki kebutuhan menurut teori Maslow untuk menetapkan prioritas belajar. Jika klien adalah sebuah keluarga, kelompok, atau komunitas yang lebih besar, penentuan prioritas belajar hendaknya secara lebih luas mempertimbangkan faktor lain yang telah dikaji yakni, faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat. Khusus untuk memprioritaskan pengajaran dikeluarga, skala prioritas yang dikembangkan oleh Bailon dan Maglaya (1988) dapat dipergunakan. Kriteria untuk memprioritaskan pengajaran di dalam komunitas antara lain adalah: kesadaran komunitas terhadap masalah; motivasi komunitas memecahkan masalah; kemampuan perawat untuk mempengaruhi pemecahan masalah; berat serta konsekwensi jika masalah tidak terpecahkan (Goeppinger and Shuster, 1988). B. Menetapkan Tujuan Belajar Tujuan belajar yang ditetapkan dapat disamakan dengan tujuan pada proses asuhan keperawatan. Ketika menetapkan hal ini baik sekali diingat mengenai tiga ranah belajar yaitu kognitif; afektif; dan psikomotor. Tujuan belajar yang

man/penpromkes

10

dirancang dengan baik akan menuntun perencanaan tentang isi atau substansi, metode, strategi, aktivitas, dan perencanaan metode evaluasi belajar. Beberapa ketentuan umum dalam merumuskan tujuan belajar adalah sebagai berikut: 1. Tujuan belajar dinyatakan di dalam perilaku atau penampilan yang dikehendaki, contohnya: klien dapat menunjukkan atau mendemonstrasikan teknik pemberian ASI dengan benar (psikomotor), klien dapat menjelaskan alas an ia harus makan dalam porsi sedikit, tetapi frekuensinya sering (kognitif), klien dapat menguraikan perasaan meningkatnya rasa nyaman setelah pemberian obat (afektif). Tujuan tidak dinyatakan dalam perilaku perawat, misalnya: perawat tidak mengajari klien tentang diet. 2. Tujuan belajar dapat diobservasi, sementara aktivitasnya dapat diukur. Misalnya, hal yang dapat dilihat, klien dapat berjalan di sekitar tempat tidur. Perhatikan kata-kata yang digunakan dalam membuat tujuan pada tabel berikut. DOMAIN AFEKTIF Merubah Menjawab Menentukan Memilih Melengkapi Menyepakati Menuruti/mengikuti Mempertahankan Mendiskusikan Membantu Bekerjasama

KOGNITIF Membandingkan Membedakan Menguraikan Menggambarkan Menjelaskan Mengidentifikasi Memberi tanda Mengurutkan Menjodohkan Menamakan Menyiapkan

PSIKOMOTOR Beradaptasi Memulai Merangkai Menghitung Mengalikan Merubah Membangun Menciptakan Mendemonstrasikan Memanipulasi Mengukur

man/penpromkes

11

Merencanakan Meletakkan kembali Menyatakan kembali Memecahkan Merangkum Menggaris bawahi Menulis

Berpartisipasi Merespon Memperbaiki Memverifikasi

Menggerakkan Mengorganisir Bereaksi Menunjukkan Mengerjakan

3. Dalam tujuan harus terkandung kondisi yang diinginkan untuk mengklarifikasi dimana, kapan, atau bagaimana perilaku ditampilkan. Contohnya klien dapat berjalan dari ujung tempat tidur ke ujung lainnya tanpa menggunakan tongkat pembantu. 4. Dalam tujuan harus tercakup criteria waktu yang spesifik. Contohnya: Klien akan menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi kadar gula darah. Pada akhir diskusi kedua, klien dapat mendemonstrasikan injeksi insulin sendiri dalam dosis dan cara yang benar sebelum pasien dipulangkan. C. Memilih Substansi (Isi Materi) Isi pembelajaran sangat ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai, atau dengan kata lain, informasi yang dibutuhkan mencapai tujuan dengan baik harus diseleksi dari berbagai sumber informasi. Pengetahuan yang dibutuhkan perawat dapat diperoleh melalui pendidikan, buku, jurnal keperawatan, dan perawat lain atau dokter atau anggota tim pelayanan kesehatan lain. Sumber yang dipilih hendaknya: akurat, terbaru, didasarkan atas tujuan belajar, disesuaikan dengan usia klien, budaya, dan kemampuan, konsistensi, serta dipilih dengan mempertimbangkan waktu dan sumber daya yang kungkin untuk mengajar. D. Memilih Strategi Belajar

man/penpromkes

12

Memilih metode mengajar hendaknya cocok untuk individu, cocok dengan materi yang dipelajari, dan cocok dengan pengajar dan berbagai faktor lain perlu dipertimbangkan. Beberapa tujuan belajar mungkin dapat dicapai dengan mudah melalui tatap muka satu persatu antara perawat dengan klien, tetapi yang lain dapat dengan mudah dicapai dengan diskusi kelompok. Sebagai contoh, jika tujuan belajarnya adalah: Klien dapat mengganti balutan pada kakinya dengan teknik steril, diskusi kelompok tidak mungkin diadakan. Metode yang cocok untuk itu adalah metode privat yang disarankan oleh perawat. Di lain pihak jika tujuan belajarnya adalah Klien dapat mendiskusikan perasaannya tentang bagaimana kembali ke rumah sesudah mengalami serangan jantung, tujuan akan lebih mudah dicapai dengan diskusi kelompok dengan klien lain yang mempunyai perasaan yang sama. E. Memilih Alat Bantu Mengajar Alat bantu mengajar telah dibahas pada bab sebelumnya. Alat Bantu mengajar membantu belajar, tetapi bukan suatu pengganti untuk berhubungan dengan manusia. Alat ini baik sekali digunakan untuk menambah atau menguatkan mengajar dengan strategi tatap muka. Alat Bantu mengajar sangat ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai. Oleh karena itu, itu pilihlah alat Bantu secara hati-hati, lihat kembali kegunaan dan kecocokan penggunaan alat bantu pada pembahasan sebelumnya.

F. Membuat Rencana Evaluasi

man/penpromkes

13

Rencana evaluasi harus disebutkan dalam perencanaan kegiatan pendidikan kesehatan, misalnya waktu dan sasaran yang akan dievaluasi, dan indikator apa yang akan dipakai dalam evaluasi itu. Evaluasi dapat dibedakan: 1. Evaluasi pendidikan kesehatan, yakni menilai langkah-langkah yang telah dijadwalkan dalam perencanaan, apakah sesuai atau terjadi perubahan dalam pelaksanaannya. Misalnya tentang jadwal waktu, tempat, dan alat bantu peraga. 2. Evaluasi hasil kegiatan, yakni sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan kesehatan yang dimaksud. Misalnya terjadinya perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakannya.

DAFTAR PUSTAKA

man/penpromkes

14

1. Aswan Z, Syaiful BD., (2002). Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta 2. G. Daftar Acuan : Suliha, et. Al., (2002). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan, Buku Kedokteran-EGC, Jakarta.

man/penpromkes

15

You might also like