You are on page 1of 19

TRAUMA TORAKS

II. Pertimbangan Umum A. Pasien cedera dada seringkali berada dalam kondisi yang kritis dan memerlukan diagnosis yang cepat serta terapi yang adekuat. Torakotomi darurat hanya diperlukan pada sekitar 10% kasus trauma dada mayor. 90% lainnya, memerlukan prosedur resusitasi yang tersedia di UGD, berperalatan lengkap diikuti dengan perawatan rawat inap yang tepat. B. ABC hendaknya diperiksa segera setelah pasien datang di UGD: jalan napas harus terjamin lancar dan pernapasan serta sirkulasi ditopang, jika perlu. C. Jalan napas 1. Jika jalan napas tidak paten, harus dibuat paten segera. Obstruksi sering disebabkan oleh lidah pasien, dan pengarahan rahang dengan mendorong mandibula ke depan seringkali sudah cukuo untuk membuka jalan napas. Bantuan dengan selang oral atau nasal dapat juga membantu. Benda asing, termasuk gigi yang dislokasi, harus dikeluarkan. 2. Intubasi endotrakheal (ET) mungkin diperlukan jika jalan napas tidak dapat diperbaiki dengan langkah-langkah di atas atau jika pasien tidak mendapatkan ventilasi yang cukup. a. Intubasi orotrakheal dapat dilakukan jika terauma vertebrae cervicales sudah disingkirkan secara klinis maupun radiologis. jika masih ada kemungkinan cedera tulang belakang dan intubasi harus dipasang, kepala harus distabilkan dan ditahan dalam posisi yang netral oleh seorrang assisten, lalu proseedur ini dapat dilakukan tanpa menggerakkan vertebrae cervicales.

b. Ktrikotirotomi mungkin diperlukan jika intubasi tidak berhasil, jika ada kemungkinan kuat cedera vertebrae cervicales, atau pada kassus trauma wajah masif. (1) Di UGD, krikotirotomi lebih disukai dari pada trakeostomi karena lebih mudah dilakukan dengan cepat. (2) Krikotirotomi dilakukan dengan cara berikut: (a) Lokasi membrana krikotiroidea ada pada celah melintang yang terletak disebelah kaudal kartilago tiroid dan disebelah sefal kartilago krikoid. (b) Kartilago tiroid distabilkan dengan satu tangan sementara tangan yang satunya melakukan insisi melintang 1 hingga 2 cm. Insisi dilakukan melewati kulit dan membran krikotiroid. (c) Insisi ini kemudia diperluas dan sebuah slang dimasukkan. Dapat dipakai alat trakeostomi atau slang endotrakheal (ETT) kecil (misalnya, nomor 4) yang dipotong pendek. (d) Jarum berkaliber besar atau alat krikotirotomi komersial dapat dipasang sementara ssebagai alternatif yang lebih mudah dan lebih cepat dibanding dengan krikotirotomi bedah yang formal. Meskipun demikian, jalan napas yang kecil seperti itu harus segera diganti dengan slang yang lebih besar dan dimasukkan lewat suatu insisi. D. Pernapasan. Sekalipun jalan napas sudah bersih, pernapasan passien mungkin belum adekuat. Amati dada dan lakukan auskultasi paru. Jika perlu, ventilasi dibantu dengan alat bantu kantong berkatup yang dihubungkan dengan masker atau ETT. E. Sirkulasi. Perfusi harus dipertahankan dengan megendalaikan perdarahan, infus cairan dan darah melalui jalur 4, berkaliber besar sesuai indikasi, dekompresi tension

pneumotoraks atau tamponade perikardium, atau torakotomi terbuka dengan kompresi aorta dan massase jantung internal (lihat pokok-pokok berikut). F. Pemeriksaan awal dapat mengungkapkan patologi dasar yang serius sebagai berikut: 1. Pneumotoraks. Dispnea dengan suara napas yang meredup dan timpani pada satu sisi, mungkin dengan emfisema subkutan. 2. Tension pneumotoraks. Tanda-tanda yang disebut diatas ditambah dengan deviassi trakhea, distensi vena leher, sianosis, dan syok. 3. Pneumotoraks terbuka (sucking chest wound). Luka tembus yaang nyata dengan aliran udara yang melewati defek dinding dada. 4. Flail chest. Sebuah segmen dinding dada bergerak paradoksal, yaitu, kedalam saat inspirasi dan keuar saat ekspirasi. 5. Tamponade perikardium. Hipotensi, yang dapat diikuti dengan distensi vena leher, tetapi bunyi napas simetris.

II. Diagnosis dan Terapi Trauma Dada Trauma dada dapat berupa trauma tumpul atau trauma tembus dan dapat mengakibatkan cedera yang bervariasi dari cedera ringan hinngga mematikan. A. Fraktur Iga 1. Umum a. Fraktur iga sederhana terasa nyeri, tetapi jarang serius. Meskipunn demikian, nyerinya dapat membatasi pernapasan dan menghalangi batuk yang adekuat, khususnya pada orang dewasa sehingga mengakibatkan etelektasis dan pneumonia. b. Fraktur iga multipel dapat menyebabkan fail chest (lihat bagian 2,b)

c. Fraktur iga pertama atau kedua berhubungan dengan insiden cedera pembuluh darah besar yang tinggi. Pertimbangkan aortografi. d. Fraktur iga bawah dapat disertai cedera limfa, hepar, atau ginjal. 2. Diagnosis a. Pasien dengan fraktur iga sederhana mengalami nyeri tekan pada palpasi dann mengeluh nyeri yang bertambah sewaktu batuk, bernapas dalam, atau bergerak. b. Foto thoraks, termasuk gambar iga yang rinci, akan mengkonfirmasi diagnosis dan membantu menyingkirkan kemungkinan adanya pneumotoraks atau hemotoraks. c. Sebagaian besar dinding dada anterior munngkin terdiri dari kartilago yang tidak mengalami klassifikasi sehingga tidak radiopak. Dengan demikian, kartilago iga yang mengalami fkatur tidak tampak pada radiografi, tetapi secara klinis mirip dengan fraktur iga. 3. Terapi a. Nyeri biasanya berkurang dengan analgetik oral, seperi hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. b. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur iga. (1) Bupivakain (marceine), 0,5% 2-5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. Interkostalis pada iga yang fraktur serta iga-iga di atas dan dibawah yang cedera. (2) Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah iga, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostales dan parenkim paru.

c. Pengikatan dada yang kuat tidak dianjukan. Karena dapat membatassi pernapasan. Sabuk iga yang mudah dilepas, dikaitkan dengan velcro dapat memberikan rasa nyaman, tetapi pasien harus diingatkan tentang perlunya bernapas dalam dan panjang secara periodik untuk mencegah hipoaerasi retensi sekret, dan pneumonia. d. Faktor-faktor yang mungkin mengharuskan pasien di rawat di rumah sakit, adalah faktor usia, penyakit kardiorespirasi yang ada sebelumnya, cedera penyerta yang signifikan, fraktur multipel, nilai gas darah abnormal atau komplikasi seperti pneumotoraks. B. Flail Chest 1. Umum a. Jika beberapa iga atau sternum mengalami fraktur pada dua sisi tempat benturan, dapat terjadi dada yang tidak stabila atau fail chest b. Segmen dinding dada yang tidak tertopang bergerak secara paradoksal, yaitu bergerak masuk ketika tekanan intra torakss negatif saat inspirasi dan bergerak keluar saat ekspirasi. c. Gerakan paradoksal ini mengakibatkan volume tidal menurun sehinngga terjadi pirau (shunt) kanan-ke- kiri fungsional dan hipoksia. Akan tetapi, faktor penyebab utama terjadinya hipoksia pada cedera ini, adalah kontusio paru. Yang juga timbul. Semakin berat dan luas kontusio ini maka semakin berat juga kelainnan pertukaran gasnya. 2. Diagnosis Pergerakan paradoksal segmen yang mengambang tadi dapat diketahui dengan observasi atau palpasi langsung. 3. Terapi

a. Segmen yang mengambang harus di stabikan. Dilapangan, para medis dapat menempatkan pasien dengan posisi terlentang atau dekubitus sehingga segmen yang mengambang tadi terletak menempel pada tempat tidur b. Di UGD, stabilisasi internal adalah pendekatan paling baik untuk kasus yang sudah jelas sepoerti flail chest, khususnya jika analisis gas darah memperlihatkan ventilasi atau oksigenasi yang tidak adekuat. Stabilisasi internal terdiri dari intubasi ET dan ventilasi tekanan positif. c. Cedera-cedera terkait, seperti pneumotoraks dan hemotoraks, diterpi dengan torakostomi slang, karena ventilasi tekanan positif dapat menyebabkan pneumotoraks pada paru yang mengalami cedera maka slang-slang dada seringkali juga dipasang pada pasien ketika ventilasi mekanink dipasang d. Blok nervus interkostalis terutama bermanfaat unntuk nyeri berat

C. Pneumotoraks 1. Umum a. Pneumotoraks traumatik dapat terjadi pada cederraa tumpul atau tembus dan dapat disertai dengan hemotoraks. Udara dapat masuk ke ruang pleura dada dari trakhea, bronkhus, atau paru, jika organ-organ ini rusak, atau dari atmosfer sekitarnya jika dinding dada tertembus. b. Jumlah relatif udara di dalam ruang pleura perlu dipastikan dan perlu ditetapkan apakah ruangan ini mengalami tegangan. c. Pneumotoraks dapat digolongkan sebagai pneumotoraks sederhana, tension, atau terbuka. Dua kategori yang terakhir dapat cepat menjadi fatal.

2. Pneumotoraks sederhana a. Pleura parietal dan visceral seharusnya dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan intrapleura yang negatif dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan pleura. b. Jika udara memasuki ruang pleura, faktor-faktor ini hilang. c. Paru disisi cedera menjadi kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. 3. Tension pneumotoraks a. Jika lebih banyak udara masuk ruang pleura pada saat inspirasi dibandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi, akan tercipta efek bola berkatup. b. Tekanan intrapleura terus meninngkat sekalipun paru sudah kolaps total c. Akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mediastinum terdorong ke sisi berlawanan, dan paru sebelah juga terkompresi d. Hipoksia yang sangat berat dapat timbul e. Ketika tekanan intrapleura meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan syok. f. Tension pneumotoraks adalah keadaan darurat yang gawat. Keadaan inni dapat mematikan dalam beberapa menit kalau tidak segera dikoreksi. 4. Pneumotoraks terbuka (sucking chest wound) a. Walaupun ada trauma tembus dinding dada, udara yang masuk ke ruang pleura lebih banyak yang berasal dari paru-paru yang rusak daripada dari defek dinding dada b. Namun, jika defek dinding dada cukup lebar, udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura dari setiap pernapsan sehingga menyebabkan paru didalamnya kolaps.

c. Pnemotoraks terbuka dapat cepat menjadi fatal, kecuali bila segera dilakukan koreksi 5. Diagnosis a. Gejala: dispnea dan nyeri dada pleuritik b. Pemeriksaan fisik (1) Pneumotoraks sederhana. (a) Bunyi pernapasan yang meredup pada auskultasi diatas sisi dada yang sakit (b) Dapat ditemukan timpani pada perkusi (c) Mungkin ada emfisema subkutan (d) Tanda-tanda ini mungkin tidak jelas jika pneumotoraks kecil (2) Tension pneumotoraks (a) Distensi vena leher sering sulit dinilai, trauma jika juga disertai kehilangan darah yang banyak (b) Deviasi trakhea posisi yang berlawanan dari pneumotoraks yang terdeteksi dengan palpasi leher (c) Pergeseran jantung kesisi berlawanan yang terdeteksi dengan perkusi dan auskultasi dada (d) Syok. Syok dengan distensi vena leher memberi dugaan kuat tension pneumotoraks jika bunyi pernapasan meredup/asimetrik, atau dugaan tamponade perikardium jika bunyi pernapssan normal. Syok akibat kehilangan darah akan menyebabkan kolaps pada vena-vena leher. (3) Pneumotoraks terbuka (a) Gelembunng-gelembug udara dapat terlihat bergerak melewati darah didalam luka

(b) Bunyi desis yang khas dapat terdengar ketika udara melintasi defek dinding dada c. Foto toraks (1) Terpisahnya permukaan pleura fiseral dari parietal merupakan tanda nyata pneumotoraks (a) Tepi paru tampak jelas disebelah medial pleura parietal (b) Gambaran garis-garis pembuluh darah paru tidak tampak didaerah antara kedua permukaan pleura (2) Foto dalam keadaan ekspirasi dapat membantu menampakkan pneumotoraks yang tersamar karena saat ekspirasi paru menjadi lebih kecil dengan garis-garis pembuluh darah yang lebih terkonsentrasi sedangkan jumlah udara didalam pleura tetap kontan. (3) Foto tegak sangat dianjurkan jika ada fraktur tulang belakang dan hemodinamik pasien stabil. Pneumotoraks kecil dan sedang mungkin sulit terlihat pada foto terlentang karena udara akan membentuk lapisan di atas seluruh permukaan paru. (4) Petunjuk-petunjuk tentang pneumotoraks berikut ini mungkin terdeteksi pada foto terlentang. (a) Satu lapang paru lebih lusen dibanding dengan lapisan paru lainnya (b) Pneumomediastinum (c) Pneumoperikardium (d) Emfisema subkutan 6. Tarapi a. Observasi mungkin sudah cukup untuk terapi pneumotoraks spontan kecil (<10%) tanpa gejala

b. Pemasangan alat terkatup satu arah melalui dinding dada dapat digunakan tanpa perlu penyedotan untuk drainase pneumotoraks kecil c. Torakostomi slang dengan penyedotan kontinu dianjurkan untuk semua pneumotoraks traumatik, kecuali yang sangat minor. Demikaian juga untuk pneumotoraks spontan berukuran sedang hingga besar. d. Tehnik trakeostomi slang: (1) Ruang interkostal kedua, digaris midklavikula, dapat dipakai pada pneumotoraks spontan (2) Ruang interkostal ke-4 hingga ke-6, dan garis midaksila, hendaknya digunakan pada trauma agar drainase lebih baik untuk hemotoraks yang mungkin terjadi (3) Lakukan perkusi saat ekspirasi penuh untuk meyakinkan bahwa tempat tersebut tidak berada di atas hepar atau limpa. (4) Setelah mempersiapkan kulit, lakukan infiltrasi luas dengan lidokain (xlocaine) sampai periosteum dan permukaan pleura. (5) Buatlah insisi kecil sampai ke tulang iga (6) Dengan menggunakan sebuah hemostat kecil, lakukan diseksi tumpul naik ke atas margo superior iga tersebut sehingga terhindar dari berkas neurovaskular yang berjalan disepanjang tepi bawah iga. (7) Masukkan heostat ke dalam ruang pleura dan bukalah hemostat untuk memperbesar lubang pleura (8) Masukkan jari bersarung ke dalam rongga pleura untuk meyakinkan rongga pleura sudah tercapai dan tidak ada perlengketan yang akan menggang penempatan slang.

(9) Pasang sebuah klem pada slang dan masukkan. Yakinkan bahwa sebuah lubang-lubang samping pada slang sudah berada didalam rongga pleura. (10) Sambungkan slang dengan suatu sekat air (water seal0 dan penyedot kontinu pada tekanan-20 cm air. (11) Jahitkan slang ke dinding dada dengan jahitan matras horizontal dan pasang plester petrolatum kedap udara (12) Penggunaan trokar masih kontroversial, tetapi pasti berbahaya kalau pneumotoraksnya kecil. (13) Untuk pasien trauma, gunakan slang berkaliber besar (36 french). Pneumotoraks spontan dapat diterapi dengan slang lebih kecil (10-12 french). e. Tension pneumotoraks (1) Udara bertekanan harus segera dibebaskan (2) Hendaknya digunakan jarum berkaliber besar (lebih baik dipasang pada tabung semprit yang diisi larutan saline) untuk melonggarkan tekanan. (3) Tidakan ini dilakukan pada ruang interkostal kedua pada garis midklavikula (4) Kemudian dipasang slang dada seperti diuraikan di atas. f. Pneumotoraks terbuka (1) Luka terbuka harus ditutup segera. Mula-mula dapat ditutup dengan tangan pemeriksa yang memakai sarung tangan, kemudian dipasang plester kassa petrolatum sesegera mungkin. (2) Jika penutupan luka terbuka tadi tidak segera diikuti dengan torakostomi slang-terutama jika diperlukan intubasi dan ventilasi bantuan- kadang kala dapat timbul tension pneumotorax. Jika hal ini terjadi, lepaskan perban

penutup untuk memungkinkan udara terkompresi melalui defek dinding dada. (3) Darinase slang pada dada dapat dimulai secepat mungkinn melalui insisi yang terpisaah (4) Pasien mungkin memerlukan operasi definitif untuk reparasi dinding d ada. D. Hemotoraks 1. Umum a. Hemotoraks adalah pengumpulan darah didalam rongga pleura. Ini sering terjadi pada situasi trauma dada mayor dan sering disertai dengan pneumotoraks. b. Hemotoraks dapat disebabkan oleh cedera pembuluh darah dinding dada, pembuluh besar, atau organ-organ intratoraks, seperti paru jantung atau esofagus. c. Hemotoraks besar dapat menimbulkan hal-hal berikut: (1) Syok hipovolemik (2) Hipoksia akibat gangguan ekspansi paru 2. Diagnosis a. Gejala (1) Nyeri dada pleuritik (2) Dispnea b. Pemeriksaan fisik (1) Bunyi pernapasan meredup (2) Pekak pada perkusi, kecuali bila disertai dengan pneumotoraks yang signifikan. c. Foto toraks (1) Cairan terlihat dibawah basis paru pada foto tegak

(2) Hemotoraks mungkin kurang tampak pada foto terlentang dan hanya tampak gambaran berkabut pada sisi yang sakit 3. Terapi a. Hemotoraks yang sangat kecil dapat diatasi dengan observasi b. Hemotoraks yang signifikan harus dialirkan melalui slang torakostomi yang dihubungkan dengan sekat air. Darah dibuang dan paru dikembangkan kembali. Drainase dari slang dada akan mencerminkan beratnya perdarahan. c. Pemulihan volume darah dengan cairan atau darah IV harus dimulai segera d. Torakostomi di ruang operasi perlu dipikirkan jika pada torakostomi slang awal ditemukan darah lebih dari 20 ml/kg. Jika perdarahan menetap dengan kecepatan lebih dari 7ml/kg/jam, atau jika pasien tetap hipotensi-meskipun sudah diberi resusitasi adekuat dan tempat-tempat perdarahan lain sudah disingkirkan E. Kontusio Paru 1. Kontusio paru dapat timbul segera setelah trauma atau dalam 72 jam pertama dan ditandai dengan dispnea, penurunan PO2, arteri, ronki dan infiltrat yang tampak pada foto toraks 2. Kontusio paru berat dapat diikuti dengan sekret trakeobronkial yang banyak, hemoptisis dan edema paru. 3. Terapi kontusio yang signifikan adalah intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi mekanik dengan continous positive endexpiratory pressure (PEEP). 4. Kontusio paru dapat menimbulkan sindrom distres pernapasan dewas. F. Ruptur trakea atau bronkus 1. Pneumomediastinum atau pneumotoraks biasanya terjadi.

2. Tension pneumotoraks dapat timbul 3. Jika pasien memerlukan ventilasi mekanik, tension pneumimediastinum dapat timbul dan menyebabkan kompresi trakea. 4. Ruptur jalan napas dapat mengakibatkan pemasukan udara ke paru tidak adekuat. 5. Emfisema subkutan, terutama di leher, mungkin menunjjukkan ada cedera jalan napas yang serius. 6. Bronkoskopi akan menegakkan diagnosis. 7. Trakeostomi dapat dipakai untuk mengendalikan pernapasan, membersihkan sekret, dan mencegah kebocoran udara lebih lanjut akibat tekanan intra trakeal tinggi yang terjadi pada saat batukatau manuver valsalva. 8. Satu atau beberapa slang dada dapat dipasang jika ada pneumotoraks. 9. Reparasi operatif untuk laserasi trakea atau bronkus diindikasikan sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil G. Ruptur diafragma 1. Ruptur diafragma dapat terlihat setelah terjadi trauma tumpul, baik pada dada maupun pada abdomen. Tanda ruptur dapat muncul segera setelah kejadian atau dapat tertunda berbulan-bulan. 2. Robekan biasanya disisi kiri. Jika defeknya besar, isi abdomen dapat mengalami herniasi ke dalam dada. 3. Perubahan fisiologi pernapasan sangat mirip dengan yang ditemukan pada pneumotoraks. 4. Pada herniasi akut, keluhan pertama adalah dispnea dan nyeri dada sebelah kiri yang mungkin menjalar ke bahu. 5. Diagnosis dibuat dengan radiografi yang dapat memperlihatkan saluran usus berada di dalam dada. Namun, temuan-temuan radiografi awal mungkin ringan

sehingga hanya memperlihatkan atelektasis basis paru atau tepi diafraga yang kabur. 6. Terapi: reduksi hernia secara operatif dan reparasi diafragma yang rupur harys dilakukan sesegera mungkin. H. Cedera Aorta dan Pembuluh Darah Besar 1. Trauma tembus aorta torakalis dapat menyebabkan tamponade jantung atau hemotoraks tergantung pada tempat cederanya, intraperikardial atau ekstraperikardial. 2. Deselerasi cepat merupakan mekanisme paling sering dalam trauma aorta tidaktembus dan menyebabkan diseksi atau ruptur ekstra perikardial. 3. Trauma seperti ini biasanya langsung fatal, tetapi sejumlah kecil korban dapat bertahan cukup lama hingga sampai di Rumah Sakit. 4. Resusitasi cairan harus diberikan untuk memeprtahankan tekanan darah. 5. Aortografi atau CT toraks hendaknya dilakukan jika foto toraks memperlihatkan pelebaran mediastinum atau jika ada dugaan klinis kuat terjadi trauma pembuluh darah besar. Fraktur iga pertama atau kedua dapat disertai trauma pembuluh darah besar. 6. Terapi dengan pembedahan. I. Kontusio Miokardium 1. Trauma tumpul dada dapat menyebabkan kontusio miokardium. Cedera yang terjadi mungkin mirip dengan infak miokardium,, meskipun kerusakannya dapat sembuh total dan perjalanan klinisnya biasanya lebih jinak. 2. Perubahan enzim dan kelainan elektrokardiografi (EKG) dapat berlangsung dalam perjalanan waktu yang sama seperti pada infak non traumatik. Oleh karena itu, kontusio miokardium mungkin tidak jelas pada saat pasien datang.

3. Perubahan EKG dapat meliputi sinus takikardia, blok cabang berkas kanan, anaeka gangguan konduksi, dan disritmia lain. Temuan-temuan inni biasanya dietmukan dini. Hilangnya gejala setelah beberapa jam mengecilkan kemungkinan kontusio miokardim. 4. Karena perjalanan klinisnya dapat berupa resiko disritmia yang serius dan komplikasi lain, pasien yang dicurigai mengalami kontusio miokardium hendaknya dirawat di rumah sakit ntuk pementauan jantung. J. Tamponade Jantung 1. Tamponade jantung terjadi karena pengumpulan darah di kantong perikardium akibat trauma tumpul atau trauma tembus. 2. Pengisian diastolik dan volume sekuncup menurun 3. Pada orang yang menderita trauma dada, tekanan darah yang turun dan distensi vena leher (tanpa ada tanda-tanda tension pneumotoraks yang lain) merupakan indikasi kuat terjadinya tamponade perikardium akut. 4. Syok berat yang tidak sebanding dengan jumlah darah yang hilang perlu diduga kuat sebagai kasus tamponade. 5. Temuan-temuan lain pada tamponade dapat mencakup tekanan nadi mengecil, bunyi jantung melemah, dan pulpus paradoksus (tekanan darah turun lebih dari 10 mmHg pada inspirasi). Namun, tanda-tanda ini mungkin tidak ada, dan jika tidak ada bukan berarti tamponade jantung akut dapat disingkirkan. 6. Terapi: a. Jika denyut nadi teraba, aspirasi jarum merupakan terapi awalnya dan sering dapat menyelamatkan nyawa. (1) Aspirasi dilakukan dengan jarum spinal pendek ukuran 16 atau 18 yang disambungkan dengan kunci 3 jalur (three way stopcock) dan semprit 50 ml

(2) Jarum di tusukkan sedikit disebelah kiri, prosesus xifoideus dan di arahkan ke sefal dan ke kiri sampai darah dapat di aspirasi. Kedalaman tusukan biasanya 3-4 cm. Tindakan ini hendaknya dilakukan dengan pementauan EKG, kecuali dalam keadaan sangat darurat. Sebuah klem aligator digunakan sebagai sadapan (lead) EKG dan disambungkan ke jarum, kemudian terus dimajukan sampai terlihat arus cedera (curent of injury) pada monitor. Jarum, yang sekarang menyentuh permukaan perikardium, kemudian sedikit ditarik kembali ke ruang perikardium, dan cairan di aspirasi. (3) Kateter vena sentral dapat dipasangkan melalui jarum tersebut dan dibiarkan ke tempat yang memungkinkan tindakan aspirasi periodik untuk mencegah pengumpulan cairan kembali. b. Aspirasi jarum pada tamponade perikardium traumatik akut mungkin sulit dilakukan dan sering hanya merupakan prosedur sementara. Cairan perikardium traumatik yang utama adalah darah (hemoperikardium), dan bekuan darah tidak mudah di aspirasi melalu jarum. Torakotomi segera di UGD kadangkala diperlukan untuk menyelamtkan jiwa sampai dapat dilakukan bedah definitif di ruang operasi. c. Torakotomi di ruang operasi adalah terapi definitif untuk semua pasien dengan luka tembus pada jantung dan hemoperikardium akut dan tamponade. K. Torakotomi Terbuka di UGD 1. Indikasi a. Trauma (1) Perdarahan dari sumber manapun dengan denyut karotis dan femoralis yang tak teraba.

(2) Cedera dada dengan denyut tak teraba. b. Fibrilasi ventrikel refrakter dengan jantunng yang pada dasarnya sehat. (1) Elektrocution (kematian akibat listrik) (2) Hipotermia 2. Prosedur a. Insisi dibuat diruang interkostal ke-4 kiri dari sebuah titik kira-kira2-3 cm disebelah lateral sternum (untuk menghindari pembuluh darah dada profunda) menuju ke garis midaksila. b. Retraktor-retraktor pembuka iga digunakan untuk menampakkan jantung. c. Untuk perdarahan yang deras, aorta di kompresi tepat diatas diafragma dengan klem pembuluh darah atau dengan jari doter. Dengan demikian, darah akan ter pirau ke organ-organ vital d. Jika ada kemungkinan hemoperikardium, perikardium dibuka. Seharusnya, arteri koroner dapat terlihat lewat perikardium apabila tidak ada perdarahan perikardium. Jika arteri-arteri koroner tertutup lemak atau jika perikardium tampak keruh karena darah subperikardium, bulalah perikardium dengan cara sebagai berikut. (1) Nervus phrenicus dicari lebih dahulu (2) Insisi longitudinal pada perikardium dibuat sejajar nervus phrenicus. (3) Kantong perikardium dikosongkan dari bekuan, dan jantung dilepaskan keluar dari perikardium. (4) Luka-luka pada jantung dapat dikontrol sementara dengan tekanan jari. Hanya sedikit yang memerluka penjahitan di UGD. e. Pada orang yang menderita fibrilasi ventrikel refrakter, dapat dipakai paddle interna langsung ke jantung. Bantal-bantal kasa yang dibasiahi dengan cairan

saline digunakan untuk memisahkan paddle dari permukaan perikardium. 3050 J sudah cukup. (1) Pada elektrocution, biasanya tindakan diatas sudah cukup: (2) Pada hipotermia menghangatkan jantung dalam cairan saline hangat dapat menghasilkan defibrilasi yang baik. f. Selama prosedur dijalankan, massase jantung internal dilakukan sesuai indikasi. g. Pasien dibawa ke ruang operasi sesegera mungkin untuk terapi definitif. (Bresler,Michael Jay.2007.Manual Kedokteran Darurat hal 30-43.EGC,Jakarta

You might also like