You are on page 1of 6

Perubahan Modul Importir 2009

Modul Importir tahun 2009, dibuat untuk menyesuaikan dengan peraturan baru, yaitu Perdirjen Nomor P-42/BC/2008 dan kebutuhan lain. Perubahan tersebut antara lain: 1. Penamaan Versi 2. Perhitungan Pungutan 3. Penambahan dan Perubahan Jenis dan Format Respon 4. Penambahan EDI Documents untuk Mengantisipasi Masa Transisi Perubahan Sistem 5. Perubahan Panjang Karakter Dokumen Lampiran 6. Penambahan Data-data Referensi 7. Penambahan Fasilitas Lainnya 8. Konversi Data Lama

Detail Perubahan 1. Penamaan Versi Modul aplikasi PIB yang sekarang digunakan oleh importir/PPJK (versi terakhir) adalah modul PIB versi 4.2. Perubahan modul mulai PIB versi 4.0, 4.1, 4.1.1 (paling banyak digunakan), hingga versi terakhir 4.2 tidak signifikan secara proses, hanya berupa perbaikan bug, perubahan proses secara parsial dan penambahan fasilitas saja. Artinya, importir masih dapat menggunakan versi awal untuk proses pembuatan dokumen, pengiriman data dan penerimaan responnya. Menyesuaikan dengan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai nomor P42/BC/2009, modul importir 2009 ini akan mengalami banyak perubahan, baik secara proses maupun format output cetakannya. Dengan demikian modul versi sebelumnya sudah tidak dapat digunakan lagi, dan importir/PPJK harus melakukan upgrade dengan versi baru ini untuk dapat melakukan kegiatannya. Modul importir tahun 2009 menggunakan nama Modul PIB versi 5.0. Hal ini untuk memudahkan pembedaan user yang masih menggunakan modul versi lama (versi 4) dan versi baru (versi 5). 2. Perhitungan Pungutan Sesuai pasal 12 Perdirjen Nomor P-42/BC/2008 dinyatakan: (1) Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut: a. Untuk tarif advalorum, bea masuk = nilai pabean X NDPBM X pembebanan bea masuk; atau b. Untuk tarif spesifik, bea masuk = jumlah satuan barang X pembebanan bea masuk per-satuan barang. (2) PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut: a. PPN c. PPh = % PPN x (nilai pabean + bea masuk + cukai); = % PPh x (nilai pabean + bea masuk + cukai) b. PPnBM = % PPnBM x (nilai pabean + bea masuk + cukai); dan (3) Bea Masuk sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah bea masuk yang dibayar, ditangguhkan dan/atau ditanggung pemerintah. (4) Bea masuk, cukai, dan PDRI dihitung untuk setiap jenis barang impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam ribuan Rupiah penuh untuk satu PIB.

a. Perhitungan PDRI (Pungutan Dalam Rangka Impor: PPN, PPh, PPNBM) Formulasi perhitungan PDRI (PPN, PPh, PPNBM) PIB untuk reimpor, impor sementara dan impor untuk dipakai yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut : PDRI = tarif PDRI X ( Nilai pabean + BM (bayar/ditangguhkan) ) Formulasi perhitungan PDRI PIB fasilitas KITE sekarang ini adalah sebagai berikut: PDRI = tarif PDRI X (Nilai pabean + BM (bayar/ditangguhkan/ dibebaskan)) Formulasi perhitungan PDRI untuk reimpor, impor sementara dan impor untuk dipakai sesuai P-42 adalah sebagai berikut : PDRI = tarif PDRI X (Nilai pabean + BM (ditangguhkan, ditanggung pemerintah)) Untuk perhitungan PDRI PIB fasilitas KITE, tidak ada perubahan. b. Pembulatan Perhitungan BM, Cukai & PDRI Pembulatan perhitungan pungutan dalam dokumen PIB adalah untuk BM, cukai dan PDRI. Metode pembulatan adalah ke atas dibulatkan dalam ribuan. Walaupun kelebihan nilai hanya desimal, pembulatannya tetap ke atas menjadi ribuan. Pungutan yang dibulatkan adalah hasil akumulasi dalam satu dokumen, sedangkan pungutan per detail barang tidak dilakukan pembulatan. 3. Penambahan dan Perubahan Jenis dan Format Respon Dalam Lampiran V Perdirjen No. P-42/BC/2008, disebutkan bahwa formulir-formulir yang digunakan dalam kegiatan impor untuk dipakai adalah sbb: 1. Nota Pemberitahuan Penolakan (NPP). 2. Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL). 3. Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB). 4. SPPB pemindai peti kemas. 5. Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM). 6. Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK). 7. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF). 8. Instruksi Pemeriksaan (IP). 9. Instruksi Pemeriksaan Fisik melalui Pemindai. 10. Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik (LHP).

11. Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP Fisik). 12. Laporan Hasil Analisis Tampilan (LHAT). Dan dalam Perdirjen No. 25/BC/2009, diatur format SPTNP ( Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean) sebagai pengganti SPKPBM. Dari respon-respon di atas, yang akan dikirimkan ke modul importir secara PDE adalah sbb: 1. Nota Pemberitahuan Penolakan (NPP). 2. Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL). 3. Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB). 4. SPPB pemindai peti kemas. Respon baru 5. Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM). 6. Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK). Respon baru 7. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF). Respon baru 8. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) Semua Jenis respon di atas mengalami perubahan, walaupun hanya dari segi format cetakannya. Untuk respon SPTNP, yang merupakan perubahan dari respon SPKPBM pada PIB versi lama, mengalami banyak perubahan baik dari sisi format cetakan dokumen maupun datanya. 4. Penambahan/Perubahan APRF/EDI Documents untuk Mengantisipasi Masa Transisi Perubahan Sistem Karena kendala teknis, implementasi sistem pelayanan impor nantinya akan dilakukan secara Cut-off, artinya tidak ada masa transisi yang memungkinkan dua sistem (lama dan baru) berjalan bersama dalam satu kantor. Namun akan terjadi kendala di sisi perusahaan, jika perusahaan tersebut beroperasi di dua atau lebih KPPBC, yang mana ada kantor yang sudah menerapkan sistem baru, namun kantor lain masih menggunakan sistem lama. Untuk kantor dengan sistem baru, maka perusahaan sudah harus menggunakan modul baru, dan sebaliknya untuk pengiriman PIB ke kantor yang masih menggunakan aplikasi lama maka ia harus membuat dan mengirim dokumen dengan modul lama. Dapat dipastikan bahwa mayoritas perusahaan hanya mempunyai 1 (satu) EDI number untuk pengiriman dokumen ke semua KPPBC online. Kondisi ini akan membuat sistem pengiriman data dan penerimaan respon dari 2 modul importir (lama dan baru) yang hanya dengan 1 (satu) EDI number menjadi terganggu. Sederhananya, dapat terjadi saling perebutan respon, misalnya respon untuk modul versi baru masuk ke modul versi lama, dan sebaliknya.

Untuk mengantisipasi hal ini, harus dibuat pembeda antara data lama dan data baru. Pembeda di sini yang paling dimungkinkan adalah dokumen yang berhubungan dengan komunikasi data, yaitu EDI document berupa APRF (Application Refference). APRF dokumen yang dikirim dari modul importir ke Bea dan Cukai tidak mengalami perubahan, karena dokumen lama dan baru dapat dikirim ke dua tujuan yang terpisah. Namun untuk standardisasi, perlu dibuat pembeda dengan dokumen lama. Untuk dokumen respon, jika diperlukan pembeda karena dari satu enabler dibaca oleh dua modul yang berbeda, maka harus dibuat dokumen respon yang bisa dibedakan antara respon lama dan respon baru. Untuk itu disepakati penamaan dokumen sebagai berikut: Dokumen PIB: DOKPIB (APRF lama), DOKPIB09 (APRF baru) Respon PIB: RESPIB (APRF lama), RESPIB09 (APRF baru)

Perubahan ini harus dilakukan baik pada modul PIB versi baru dengan menyebutkan nama APRF barunya, maupun pada enablernya harus ditambahkan nama APRF baru. Dengan demikian maka pada saat proses komunikasi data tidak akan saling mengganggu antara modul versi lama dan versi baru. 5. Perubahan Panjang Karakter Dokumen Lampiran Yang dimaksud dokumen lampiran di sini adalah nomor invoice, packing list, B/L, dan lain-lain, terutama nomor Skep perizinan impor. Selama ini terjadi permasalahan apabila panjang karakter dokumen lampiran tersebut lebih dari 30 karakter, karena di modul impor hanya tersedia sebanyak 20 karakter. Selain perubahan di tabel dokumen modul impor, harus di perhatikan pula di mapper enablernya agar dapat menampung karakter sepanjang 30 tersebut. Perubahan di bagian ini juga harus diikuti dengan sosialisasi kepada perusahaan peserta NSW, yang mana pada saat ini untuk pengisian dokumen perizinan tertentu, karena keterbatasan jumlah karakter ini dilakukan aturan pembuangan karakter agar dapat dikenali oleh sistem NSW. 6. Penambahan Data-data Referensi Data referensi yang dimaksud di sini adalah data berupa kode dan uraian yang digunakan sebagai referensi dalam pembuatan dokumen PIB. Data ini didasarkan pada UN/ECE recommendation yang digunakan secara internasional. Beberapa tambahan data referensi harus ditambahkan agar sesuai dengan rekomendasi terakhir, terutama pada data pelabuhan (Recommendation No. 16) dan satuan/kemasan (Recommendation No. 20/21). (http://www.unece.org/cefact/recommendations/rec_index.htm). Beberapa kode referensi yang digunakan dalam modul PIB adalah:

1. Kode Negara (Recommendation No. 3) 2. Kode Matauang (Recommendation No. 9) 3. Kode Pelabuhan Bongkar/Muat (Recommendation No. 16) 4. Kode Moda Transportasi (Recommendation No. 19) 5. Kode Satuan (Recommendation No. 20) 6. Kode Kemasan (Recommendation No. 21) Untuk kode satuan dan kode kemasan tidak semua penambahan yang terdapat dalam kode UN/ECE langsung digunakan, namun perlu untuk dibicarakan dahulu sesuai dengan kebutuhan penggunaan dan efisiensi. Modul PIB juga menggunakan kode referensi yang bersifat lokal (hanya digunakan di Indonesia) yang juga mengalami perubahan/penambahan, yaitu: 1. Kode Kantor Bea dan Cukai. 2. Kode Gudang Tempat Penimbunan Sementara (TPS). 3. Kode Jenis Fasilitas. 4. Kode Jenis Dokumen. 7. Penambahan Fasilitas Lainya Pencetakan Form SSPCP Formulir SSPCP sudah ada pada modul versi sebelumnya. Untuk modul importir 2009 ini formulir SSPCP mengalami perubahan sesuai dengan Lampiran I Perdirjen BC Nomor P-39/BC/2008. Pencetakan Formulir kosong Hanya sekedar tambahan fasilitas jika diperlukan, berupa pencetakan formulir PIB dan SSPCP kosong/blank. Konversi data lama Kebutuhan konversi hanya diperlukan apabila importir sudah membuat data PIB di modul lama, kemudian akan diproses sesuai sistem baru di modul yang baru. Sementara untuk data-data PIB lama yang sudah selesai tidak perlu dikonversi ke modul baru, karena akan menyebabkan perhitungan yang sudah dilakukan sesuai peraturan lama akan berubah.

You might also like