Professional Documents
Culture Documents
TANJUNG ALAM JAYA KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
SKRIPSI
Oleh :
PD
U I E ST SP MB N U A N SO A E E A N V R IA E A G N N A I N L V T R N YOGYAKARTA 2011
OPTIMALISASI KERJA ALAT PEREMUK UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BATUBARA DI PT. TANJUNG ALAM JAYA KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan NasionlV t a oykr a e r Y gaa a en t
Oleh :
PD
U i ri s e a g n nN s n l V t a oyk r nv sa P mb n u a ai a e rn Y ga at e t o e a Tanggal :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pembimbing I,
C w
w w
.s
re
(Ir. Untung Sukamto, MT.)
at ca
ns
Pembimbing II, (Ir. Gunawan Nusanto, MT.)
e! o
ft.
co
Tr ia l
RINGKASAN
PT. Tanjung Alam Jaya merupakan salah satu perusahaan pertambangan batubara yang terletak di kecamatan Pengaron, kabupaten Banjar, propinsi Kalimantan Selatan. PT. Tanjung Alam Jaya telah mengoperasikan unit peremuk
menghasilkan ukuran produk batubara yang sesuai dengan permintaan konsumen. Batubara hasil tambang berukuran 600 mm direduksi ukurannya melalui dua tahap peremukan yaitu peremukan pertama (primary crushing) crushing) yang menghasilkan produk batubara yang berukuran mm. 50 yang menghasilkan batubara berukuran 150 mm dan peremukan kedua (secondary
Alam Jaya adalah sebesar 4.706 ton per hari. Berdasarkan pengamatan dan perhitungan dilapangan diketahui bahwa produksi nyata rata-rata proses peremukan
produk 21,3% lebih besar dari toleransi yang diijinkan sebesar 10 % ). Nilai
availibility (PA) 79,63%, use of availability (UA) 81,55%, effective utilization (Eut)
PD
sasaran produksi bisa terpenuhi antara lain dengan cara : 1. Menambah jumlah umpan dari 236 ton per jam menjadi 277 ton per jam akan memberikan penambahan pengumpanan sebesar 532,5 ton perhari,
meningkatkan produksi dari 3.063 ton per hari menjadi 3595,5 ton per hari. 2. Pengurangan waktu tunda karena faktor manusia (non teknis), meningkatkan waktu kerja efektif dari 12,98 jam per hari menjadi 16,19 jam per hari akan meningkatkan produksi sebesar 757 ton per hari, dari 3.063 ton per hari menjadi 3.820 ton per hari.
64,94%, waktu kerja efektif sebesar 779,3 menit per hari dan efisiensi kerja 64,94%.
Upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk perbaikan pada unit peremuk agar
C w
w w
.s
kesediaan alat dari unit peremuk, mechanical availability (MA) 76,62%, phisycal
re
ns
batubara yang mampu dicapai saat ini adalah sebesar 3.063 ton per hari (oversize
at ca
e! o
Sasaran produksi proses peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung
ft.
co
Tr ia l
3. Penggantian secondary crusher dapat meningkatkan produksi sebesar 383,78 ton per hari, dari 3.063 ton per hari menjadi 3446,78 ton per hari. Penggabungan dari ketiga upaya-upaya tersebut memberikan peningkatan produktifitas unit peremuk dari 3.063 ton per hari menjadi 4.934 ton per hari sehingga terpenuhi target produksi perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas T ko g Mi r ,U i rt Pm agnn N s nl e r Yogyakarta. enl i n a n e is e bnua ai a V t a o el v sa o en Skripsi ini disusun berdasarkan data hasil penelitian selama 2 bulan dari Agustus Oktober 2008, di PT. Tanjung Alam Jaya, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis
3.
4. 5. 6. 7. 8.
Bapak Ir. Untung Sukamto, MT, Dosen Pembimbing I. Bapak Ir. Gunawan Nusanto, MT, Dosen Pembimbing II. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pengambilan data dan penyusunan skripsi ini di PT. Tanjung Alam Jaya. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
PD
w w
C w
.s
re
at ca
ns
Yogyakarta, 20 Juli 2011 Penyusun,
ft.
(Yalsriman Langgu)
Jaya.
co
2.
e! o
1.
Tr ia l
DAFTAR ISI
JUDUL PENGESAHAN . . RINGKASAN . KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR . . . DAFTAR TABEL . . . DAFTAR LAMPIRAN . . .
i iii iv vi vii ix x xi
PD
II.
TINJAUAN UMUM .4 L ks dnksm a nde h. oai a ea pi ar a a 4 K aanG o g R g nl eda el i ei a . o o . . . . . . 5 K aanG o g L kl. eda el i oa o . . 7 Il dnC r H j . k m a ua u n i h a . 9
C w
w w
.s
re
at ca
ns
ft.
1.1.
e! o
co
I.
PENDAHULUAN 1
BAB
Tr ia l
Genesa Batuba . r a . 9 K g t Pnm agn eia ea bna. an 12 Pno hn B t a . egl a a br a u a . . 16 Pnagu ndnPnaa n. egnkt a egpl a a 16
III.
DASAR TEORI . . . .17 Faktor Fk r agMe pna h Pr ua at yn o m egr i e m kn u e 17 3.2. Pr a nPd U iPr u. e la aa n e m k at t e . . . . 18 3.3. K sd a Aa Pr u . eei n l e m k a t e . . 28 3.4. Eetis Pngna Pr a n . f it eguan e la k fa at . 30 PRODUKSI PEREMUK BATUBARA. . 31 3.1. Poe Pr ua B t a . rss e m kn a br e u a 31 Peralatan-Pr a nPoe Pr ua . e la rss e m kn at e . . 33 Dsi s U ua . ir ui kr tb n . . . 34 K sd a Aa Pd U iPr u . eei n l aa n e m k a t t e . 36 K psa N a U iPr u . aais yt n e m k t a t e . . 36 EetisPngna Pr a nU iPr u f it eguan e la n e m k k fa at t e 37 Waktu Produksi Efektif dan Hambatan Operasi . . . 38
PD
V.
PEMBAHASAN . .
C w
w w
.s
re
at ca
ns
ft.
co
IV.
e! o
Tr ia l
43
5.4.
VI.
PD
C w
Gambar
w w
DAFTAR GAMBAR
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
m
Halaman
2
5 Pnuaa T p o . 3 egpsn o S i l 1 Kegiatan Pega a O e udn ngr n vr re .4 u b 1
Tr ia l
Kegiatan pemboran
.5 . 1
Grizzly Feeder . 2 . 0 . Double roll crusher 2 2 Bagian-B g n au B r l .2 ai Sbk e a n a ja .5 Tumpukan Material pada Ban Berja. 8 an l 2 Dar AiPoe Pr ua B t a .. 3 i a l rss e m kn a br gm r e u a .. 2 .. . Dar AiMa r l eua Pra a .. 5 i a l g m r t i Ssdh e i n ea bk .. 2 . .
PD
C w
w w
Tabel
.s
re
at ca
DAFTAR TABEL
ns
e! o
ft.
co
m
Halaman
Stratigrafi Regionl a 7 Sr i a U u D e h eyl i n t t r i m m ar Pned a . ag f a ik 8 Kualiatas Batubara rata-r a T T n n Aa Jy 1 a P . aj g l aa t u m 2 L a Pnm ag l t g t i pd Sbk e a n . 7 us ea pn Men n Ma r l aa au B r l . ia ea ja 2
Tr ia l
4.1 4.2
Dsi suua u pn ir uikr m a . tb n . . . 3 5 Distribusi Distribusi ukuran produk peremuk pertama dan undersize v r i gi lf dr i an r z e e . b tg z y e . . .3 5 Dtbsuua pou ah uipr u 3 ii ikr rdk ki n e m k ru n r t e 5 Eetis eguan e la U iPr u . f it Pngna Pr a n n e m k k fa at t e . 7 3 Waktu Kerja per Shift 3 8 K t sd a Aapd U iPr u . e r i n l aa n e m k ee a t t e . 4 8 K sd a U iPr u B t a Sbl dn eua Pra a 5 eei n n e m k a br ee m a Ssdh e i n 0 a t e u a u bk Pn ga n f tis e la U iPr u .5 ei kt Ee it Pr a n n e m k n a k fa a t t e .0 Distribusi Ukuran Produk secondary crusher . 5 . 1 .
PD
C w
Lampiran
w w
DAFTAR LAMPIRAN
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
m
Halaman
A. L MPR NC R HH J N A IA U A U A B. SPESIFIKASI TEKNIS HOOPER . . C. SPESIFIKASI TEKNIS VIBRATING GRIZZLY FEEDER.. . . . D. SPESIFIKASI TEKNIS PRIMARY CRUSHER . .
2
56 57 59 61
Tr ia l
E. SPESIFIKASI TEKNIS VIBRATING SCREEN . F. SPESIFIKASI TEKNIS SECONDARY CRUSHER . . . . G. SPESIFIKASI TEKNIS RADIAL STACKER CONVEYOR. . . . H. D S RB S U U A U A D NP O U P R MU . . IT IU I K R N MP N A R D K E E K . . . . I. J. PENGAMATAN WAKTU HAMB T N . A A . . . . P R A K NWA T H MB T N. E B IA KU A AA
63 65 67 69 72 75 78 79
Tr ia l
m
82 85
PD
C w
w w
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang PT. Tanjung Alam Jaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
.s
BAB I
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Propinsi Kalimantan Selatan dan telah mengoperasikan unit peremuk batubara untuk memenuhi permintaan pasar dengan ukuran 0 m 5m . Unit peremuk batubara di PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan berbagai macam peralatan yang terangkai dalam satu rangkaian yang terdiri dari hopper, vibrating grizzly feeder, primary crusher, vibrating screen, secondary crusher, dan belt conveyor. Batubara hasil tambang dengan ukuran rata-rata 600 mm direduksi melalui dua tahap yaitu peremukan pertama (primary crushing) dengan produk batubara ukuran -150 mm dan peremukan kedua (secondary crushing) dengan produk batubara ukuran -50 mm, kemudian produk batubara akan dialirkan menuju tempat penimbunan produk batubara (stockpile) dengan radial stacker conveyor. Produksi nyata proses peremukan batubara PT. Tanjung Alam Jaya saat ini
1.2.
PD
unit peremuk batubara di PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu untuk memenuhi target produksi perusahaan sebesar 4.706 ton per hari. 1.3. Perumusan Masalah Permasalahan permasalahan yang ditemui pada unit peremuk batubara PT. Tanjung Alam Jaya adalah : 1. Produktifitas unit peremuk di PT. Tanjung Alam Jaya saat ini sebesar 3.063 ton per hari belum mencapai target produksi sebesar 4.706 ton per hari. 2. Persentase ukuran produk +50 mm cukup besar yaitu 21,3 %, sedangkan yang diinginkan adalah 0 drpou bt a hs peremukan. 1 % a rdk a br ai i u a l
Tujuan Penelitian
w w
C w
.s
re
saat ini belum memenuhi sasaran produksi yang diharapkan, sehingga perlu
at ca
ns
ft.
hari libur dan kondisi alam. Waktu kerja 20 jam perhari yang terbagi dalam 2 shift.
co
340 hari per tahun. Diperkiraan unit peremuk tidak beroperasi selama 25 hari karena
e! o
sebesar 1.600.000 ton per tahun atau sebesar 4.706 ton per hari dengan hari kerja
mencapai rata-rata 3.063 ton per hari sedangkan produksi yang ingin dicapai adalah
Tr ia l
1.4.
Batasan Masalah 1. Penelitian dilakukan di PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. 2. Penelitian hanya mencakup pada kendala teknis unit peremuk batubara. 3. Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu hambatan pada proses peremukan batubara.
1.5.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggabungkan antara teori dengan data-data yang diperoleh di lapangan, sehingga dari keduanya didapatkan pendekatan masalah.
1. Studi literatur
Kualitas batubara
2. Pengamatan di lapangan:
PD
3. Pengambilan data
Pengambilan data meliputi : a. Data primer, seperti : Laju umpan batubara pada proses peremukan batubara Material conto pada sabuk berjalan Waktu edar alat muat Waktu tunda b. Data sekunder, seperti : Data produksi proses peremukan batubara Kondisi alat Data perawatan dan perbaikan (maintenance) unit peremuk Data curah hujan
C w
w w
.s
re
at ca
ns
ft.
e! o
co
Tr ia l
Spesifikasi alat 4. Pengolahan data Pengolahan dilakukan secara matematis dengan menggabungkan data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder, dengan mengacu kepada teori yang diperoleh melalui literatur, kemudian dianalisa secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. 5. Kesimpulan dan Saran
Setelah diperoleh korelasi antara hasil pengolahan data dan permasalahan yang ada, maka kesimpulan dan saran dapat diambil sesuai dengan keadaan dan kondisi di lapangan.
PD
memberikan masukan yang bermanfaat bagi perusahaan untuk merencanakan perbaikan secara teknis pada proses peremukan batubara sehingga target produksi yang diharapkan perusahaan sebesar 4.706 ton per hari dapat tercapai. BAB II
unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu ini, diharapkan dapat
C w
PT. Tanjung Alam Jaya (PT. TAJ) secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan.
w w
1.7.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN UMUM
.s
re
ns
pengumpanan dan efektifitas dari unit peremuk yang belum maksimal serta efisiensi
at ca
ft.
Jaya site Batang Banyu selama bulan Agustus 2008 Oktober 2008 diperoleh laju
co
Penelitian yang dilakukan pada unit peremuk batubara di PT. Tanjung Alam
e! o
1.6.
Hasil Penelitian
Tr ia l
Pertambangan
Batubara
(PKP2B) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT Tanjung Alam Jaya, PT Tanjung Alam Jaya ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan dan Eksplorasi CBGAB3 di daerah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dengan luas 6.038 Ha berlokasi di Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin, sedangkan ijin eksploitasi berdasarkan kode wilayah KW 00PB0139 dengan luas 1.232 Ha sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 206.K/40.00/DJB/06. Untuk areal yang di eksplorasi ini telah disetujui oleh Komisi Amdal Pusat Departemen Pertambangan dan Energi pada tanggal 17 November 2000 dengan nomor 4773/28/SJN.T/2000, dengan kapasitas produksi sebesar 383.373 ton per tahun.
15 1 5 B dn 0 1 S- 3 1 4 L . 1 1 4 T a 31 6 L 9 0 S Lokasi kesampaian daerah dari kota Banjarmasin ke lokasi pengamatan sekitar 82 km, dapat dicapai melalui jalan darat dari kota Banjarmasin Banjarbaru Martapura menuju ke arah Kalimantan Timur. Untuk ke lokasi pengamatan terdapat dua alternatif jalan yang bisa ditempuh yaitu : Melalui jalan kilometer 69 (Simpang Empat Pengaron) belok ke Timur (jalan umum) menuju daerah pengamatan 16 km. Melalui jalan kilometer 71 (jalan hauling) menuju daerah pengamatan 13 km dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua menuju lokasi dengan waktu tempuh 1,5 jam.
PD
w w
C w
.s
re
ns
Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 0174 Tahun 2004, tanggal 19 Mei 2004.
at ca
ft.
revisi atas dokumen ANDAL, RKL, dan RPL yang telah disetujui sesuai Keputusan
co
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka PT Tanjung Alam Jaya melakukan
e! o
Jaya melakukan peningkatan produksi batubara sebesar 1.600.000 ton per tahun.
Tr ia l
re
2.2. Keadaan Geologi Regional
PD
2.2.1. Stratigrafi Keadaan geologi dan struktur utama di Indonesia dipengaruhi oleh aktivitas lempeng
tektonik Eurasia termasuk di dalamnya adalah pulau Kalimantan. Cekungan-cekungan busur belakang, punggungan dekat kontinen biasanya terangkat seperti yang terjadi pada pegunungan Meratus di Kalimantan yang mengakibatkan cekungan busur belakang terpisah menjadi beberapa cekungan. Daerah penyelidikan terdapat pada area blok V yang termasuk pada Cekungan Barito. Sedimen-sedimen yang terdapat di bagian Barat Cekungan Barito menunjukkan karakteristik terendapkan dalam lingkungan paparan benua. Di sepanjang pinggiran bagian Timur Cekungan Barito, sedimen-sedimen mempunyai karakteristik terendapkan di lingkungan Geosinklin. Sedimen yang berumur Tersier mempunyai ketebalan
C w
w w
.s
at ca
Gambar 2.1
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
yang cenderung lebih tebal pada bagian Timurnya, tetapi fasies batuannya tidak banyak berubah. Di bagian Barat Cekungan Barito, sedimen-sedimen yang berumur Tersier mempunyai tebal beberapa ratus meter dan formasinya agak terlipatkan.Periode awal Paleogen transgresi pertama terjadi di Cekungan Barito. Air menggenangi bagian timur Cekungan yang merupakan penyusun sebagian besar batuan-batuan dasar Pra Tersier. Daerah ini menjadi laut dangkal dan lingkungan rawa dimana batubara yang terbentuk pada
sedimen kalsium organik terus bertambah, sampai akhirnya Paleogen seluruh wilayah Kalimantan Selatan tergenangi air. Sedimentasi batugamping terumbu terendapkan pada lapisan atas periode ini.
Periode Tersier terjadi regresi skala besar, lingkungan ini menjadi terrestrial yang
dasar terangkat dan tersingkap membentuk banyak pegunungan dan blok-blok batuan
PD
dasar dengan ukuran-ukuran yang berbeda. Sebagai akibatnya banyak puncak pegunungan dengan ketinggian lebih dari 2000 m terletak di sebelah timur laut Kalimantan dan sebelah tenggara barisan Meratus. Barisan Meratus yang membujur Utara-Selatan sekitar 300 km sedangkan lebarnya sekitar 70 km.
C w
w w
.s
re
Umur
at ca
Formasi
Stratigrafi Regional
ns
Tabel 2.1
Deskripsi
ft.
penelitian. Kebanyakan batuan dasar berumur periode kapur, sedangkan beberapa batuan
co
pada Batubara kualitas subbitumen. Batuan dasar Pra Tersier tersebar luas di daerah sekitar
e! o
memiliki kualitas rendah, namun pada beberapa blok batubara lainnya dapat dikelompokkan
Tr ia l
periode ini berumur Eosen. Selanjutnya daratan terdepresi dan terus menjadi dalam serta
Kwarter
Sedimen tidak kompak,sedimen detritus,konglomerat,lempung,dsb. Batuan detritus, konglomerat, serpih batubaraan,batu lempung Formasi pembawa batubara (berkadar gambut atau di bawah lignit dalam rank batubara), batu-pasir, serpih, perselingan batupasir-serpih,batu lempung.
Neogen
Undivided NeogenPaleogen Tersier Oligosen MiosenOligosen Berai (O) Undivided OligosenPaleosen Eosen Tanjung (EO) (EO)
Batu gamping, marmer, dan batu lempung Batu gamping sebagai lapisan penentu
Formasi pembawa batubara (Formasi sasaran), batupasir, serpih, perselingan batu pasir dan serpih, seam batubara, konglomerat Batuan beku dasar, batu pasir silikaan, batuan klastis, hasil gunung api, batuan sedimen,batuan metamorf
(Sumber : RKT-TL 2008 PT. Tanjung Alam Jaya)
Eosen
Pra-tersier
Kapur Jura
PD
19 h G o go Idns o Idn . i m agR H rat e 94 T e el ifnoei V lI a N Sk bn, . a n Pt o a u y o a G o g L m aB n r ai P G19 bh a ee da bt a d l ai el i e br aj m s 3 94 aw kbr an a br io s o a n a u a k penyelidikan masuk pada Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen. Formasi Tanjung tersusun atas perselingan Sandstone (batupasir), Siltstone (batulanau) dan Claystone (batulempung) dengan sisipan Coal (batubara). Secara umum urutan stratigrafi satuan batuan yang menyusun batuan Formasi Tanjung dari yang paling atas ke bawah seperti yang tertera dalam tabel 2.2. 2.3.2. Struktur Lokal Pada bagian utara lokasi penyelidikan tardapat sesar geser yang mengakibatkan terjadinya perubahan arah perlapisan dan kemiringan batuan yang
w w
C w
.s
re
at ca
Dasar (B)
Batuan
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
dapat dilihat dari perubahan bentuk sungai yang membatasi daerah penyelidikan dengan pit 1D. Tabel 2.2 Stratigrafi Umum Daerah Penyelidikan
SIMBOL
SATUAN LITOLOGI
DESKRIPSI
Soil (tanah penutup) Perselingan Siltstone dan Claystone, setempat sisipan Shally Coal/Coal dan Sandstone
C w
rata 5-10 m Sandstone
.s
re
rata 20-30 m
w w
Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan Shally Coal/Coal (setempat) ketebalan rata-
PD
Batubara (seam C), tebal 1.96-2.67 m Perselingan Siltstone dan Claystone, ketebalan rata-rata 10-15 m Batubara (Seam D up), cenderung tidak menerus, tebal 0.3-1.78 m Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan Sandstone, ketebalan rata-rata 1.5-5 m Batubara (Seam D) tebal 2.5-3.15 m Perselingan Siltstone dan Claystone, sisipan Batubara Hitam, cerah, khusus untuk batubara seam A dan B dan D up cenderung tidak menerus sedangkan seam C dan D menerus sepanjang strike dengan ketebalan relatif konstan
Keadaan iklim yang ada pada daerah darah di Indonesia khususnya daerah Kalimatan Selatan yaitu beriklim tropis ,yang mempunyai dua iklim yaitu kemarau
ns
Shally Coal Hitam-kecoklatan, karbonan, sisipan batubara tipis, tebal < 1 m (Sumber : RKT-TL 2008 PT. Tanjung Alam Jaya)
at ca
e! o
Sandstone (batupasir)
baik, pemilahan baik, mengandung kuarsa, setempat dijumpai oksida besi (konkresi)
ft.
co
Tr ia l
dan musim hujan. Musim hujan di mana pada umumnya setiap tahun jatuh pada bulan Oktober sampai Maret, sedangkan musim kemarau umunnya jatuh pada bulan April sampai September.
at ca
.s
batuan
e! o
Gambar 2.2
Batubara
C w
merupakan
w w
re
ns
sedimen yang terbentuk
ft.
co
Sumber : PT. KPP PT.Tanjung Alam Jaya
m
dari
2
hasil
PD
pembatubaraan (coalification) sisa-sisa tumbuhan purba yang terpadatkan oleh adanya pengaruh temperatur (T) dan gaya tekanan (P) yang berasal dari lapisan yang menimbunkannya dalam kurun waktu yang sangat lama. Perbedaan karakteristik batubara diakibatkan oleh material pembentuknya, keadaan dan intensitas mikrobiologi, lingkungan pengendapan, usia pengendapan, penyebab geografis batubara, komposisi kimia bahan rombakan dan kondisi, jumlah, serta distibusi pengotornya. Proses terbentuknya batubara secara umum dapat dikategorikan dalam : 1. Proses Biokimia Proses ini merupakan penghancuran oleh bakteri anaerob terhadap jasad tumbuhan tersebut membusuk dan terbentuk suatu gel yang disebut gelly. Gel
Tr ia l
tersebut akan terkumpul, terendap dan termampatkan hingga menjadi gambut atau peat. 2. Proses Thermodinamika Proses ini merupakan proses perubahan gambut menjadi batubara oleh adanya tekanan, panas bumi dan proses dari luar seperti proses geologi. Adapun urutan proses pembentukan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Gambut atau Peat
Merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan sifat fisik endapannya masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya (tanaman asal). 2. Lignite atau Brown Coal
3.
4.
PD
Secara umum sifat fisik batubara adalah sebagai berikut : 1. Berwarna coklat sampai kehitaman 2. Berlapis menyerupai batuan sedimen 3. Padat 4. Mudah terbakar 5. Kedap cahaya 6. Berkilap, kusam, sampai cemerlang 7. Berat jenis 1,25 1,45
C w
Antrasit
Dicirikan dengan sifat fisik keras, hitam, dan kilap tinggi. Nilai kalor tinggi, biasanya digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan pembakaran dengan temperatur yang tinggi.
w w
.s
re
Endapan ini dicirikan dengan keadaan fisik yang telah padat dan
at ca
ns
ft.
temperatur rendah.
co
e! o
Tr ia l
8. Kekerasan 0,5 2,5 9. Pecahan kasar sampai konkoidal Sifat kimia batubara dipengaruhi oleh faktor pembentuk, infiltrasi material asing selama dan sesudah pembentukan batubara, unsur kimia utama pembentuk batubara adalah karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur. Secara garis besar batubara terdiri dari zat organic (carbonaceous material), air (moisture), dan bahan mineral (mineral matter). Komponen-komponen yang terdapat di dalam batubara adalah : 1. Air (moisture)
Air yang terkandung di dalam batubara dibedakan menjadi air bebas (free moisture) dan air kelengasan (inherent moisture).
Semakin besar kadar air kelengasan dalam batubara, maka kualitas batubara
2.
Abu (ash)
mineral matter bawaan (inherent mineral matter) dan mineral matter dari luar
PD
3.
4.
batubara (extraneous mineral matter). Inherent mineral matter merupakan mineral pengotor yang berasal dari tumbuhan asal pembentukan batubara. Abu jenis ini tidak dapat dihilangkan karena terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara. Sedangkan extraneous mineral matter terjadi pada saat terambil waktu penambangan (parting). Zat terbang (volatile matter) Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti H2O, CO, CH4, dan uap-uap yang mengembun seperti Tar, CO2, dan H2O. Semakin rendah kadar zat terbang, maka semakin tinggi kualitas batubaranya. Karbon padat (fixed carbon)
w w
Abu yang terdapat dalam batubara pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu
C w
.s
re
at ca
ns
ft.
co
e! o
permukaan dalam rekahan dan mempunyai tekanan uap normal, air jenis ini
Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada
Tr ia l
Karbon padat ialah karbon yang terdapat pada batubara dalam bentuk zat padat. Semakin tinggi kadar karbon padat, maka semakin tinggi pula kualitas batubaranya.
Kualitas batubara PT. Tanjung Alam Jaya dapat dilihat pada tabel 2.4.
Parameter Total Moisture, % Inherent Moisture, % Ash, % Volatile Matter, % Fixed Carbon, %
2
m
e! o
ns
co
ft.
Total Sulphur, %
at ca
.s
re
PD
2.6.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing) Pembersihan lahan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk mempersiapkan medan kerja yang baik untuk kegiatan penambangan. Kegiatan pembersihan lahan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer Komatsu D85SS- 2 untuk membersihkan lahan, semak-semak dan pohon besar. Untuk pepohonan yang besar, penanganannya dipisahkan dari semak-semak dengan tujuan agar pekerjaan yang dilakukan selanjutnya lebih mudah. 2.6.2. Pengupasan Lapisan Penutup : Top Soil dan Overburden
2.6.
Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Tanjung Alam Jaya terdiri
C w
w w
Tr ia l
Nilai 5,5 4,0 6,5 40,0 47,8 1.26 6700 (adb) 38
Setelah dilakukan land clearing proses berikutnya adalah pengupasan lapisan tanah penutup (top soil) dengan tebal 30-100 cm, top soil ini kaya akan unsur hara (humus). Kegiatan penggusuran dikerjakan dengan bulldozer Komatsu D85SS-2, dan kemudian dipindahkan ke tempat tertentu yang nantinya akan digunakan kembali untuk reklamasi pada lahan bekas tambang. Tempat penumpukan top soil ini dipisahkan dengan tempat penumpukan sub soil. Pada areal tertentu yang lapisan top soil nya tipis penangananya dilakukan sekaligus dengan sub soil, yaitu dengan ditimbun dan ditempatkan bersamaan, hal ini dapat juga disebabkan karena medan kerja yang sulit (misalnya untuk daerah yang curam dan terjal) sehingga untuk memudahkan pekerjaan, top soil dan sub soil dipindahkan secara bersamaan tanpa
1. Dirrect Digging
beberapa alat mekanis seperti back hoe Komatsu PC1250 ex-1005, back hoe
Komatsu PC750.
PD
w w
Komatsu PC1250 ex-1018, back hoe Komatsu PC1250 ex-1027, dan back hoe
C w
.s
re
PT. Tanjung Alam Jaya melakukan penggalian lapisan top soil menggunakan
at ca
ns
ft.
co
penanganan lapisan tanah penutup (overburden), yang terdiri dari siltstone dan
e! o
Penanganan tanah penutup berupa top soil dan sub soil berbeda dengan
membedakannya.
Tr ia l
Untuk overburden yang agak keras, maka dilakukan dahulu penggaruan (ripping) dengan menggunakan Giant Ripper Variable Type, kemudian dilakukan penggusuran material dengan bulldozer Komatsu D85SS-2 untuk menyelesaikan pekerjaan ini.
PD
a. Pemboran (drilling blast holes) Kegiatan pemboran ini bertujuan untuk membuat lubang ledak untuk
peledakan yang menggunakan pola staggered pattern. Alat bor yang digunakan adalah Atlas Copco D-25KS yang termasuk jenis rotary drill. B t g o yn d uaa m m l i i e r a panjang 9 m. Di bawah a n br ag i nkn e ik d m t 6 dn a g i a e batang bor terdapat sebuah bit sub dengan panjang 1 m, sehingga alat bor mampu melakukan pengeboran mencapai kedalaman 9 m. Sedangkan mata bor (drill bit) yang digunakan merupakan mata bor jenis tricone bit dengan tipe RB30J. Diameter mata bor yang dipakai adalah 6,73 171 mm). (
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
Gambar 2.4
ft.
co
Tr ia l
Pemuatan lapisan tanah penutup di PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan alat muat back hoe Komatsu PC 1250 SP (ex 1005, ex 1006, ex 1009) dan back hoe
PD
Komatsu PC 750. Pengangkutan lapisan tanah penutup dilakukan dari front penambangan ke disposal dengan jarak angkut rata-rata 800 m menggunakan dump truck Komatsu HD 465. Jumlah dump truck yang digunakan disesuaikan dengan jarak angkut dan kondisi jalan yang relatif hampir sama.
2.6.3. Pembongkaran dan Pemuatan Batubara Pembongkaran batubara di PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan alat mekanis yaitu back hoe Komatsu PC 300 (ex 307, ex 311, ex 314) sedangkan back hoe Komatsu PC 200 digunakan untuk cleaning coal yaitu kegiatan membersihkan
w w
C w
.s
re
ns
diatur dalam satu baris atau beberapa baris yang sejajar ke arah bidang bebas (free
at ca
blasting). Peledakan jenjang adalah peledakan yang memakai lubang bor tegak yang
e! o
ft.
co
Tr ia l
batubara dari material pengotor, sedangkan untuk pengangkutan batubara dilakukan dari front penambangan ke stockpile dengan jarak jalan angkut sekitar 5-6 km menggunakan tronton hino fm 260 ps (22-25 ton) dengan jumlah truck yang digunakan untuk pengangkutan batubara sebanyak 5-10 unit per pit.
2.7.
Pengolahan Batubara Sebelum memasuki proses pengolahan terlebih dahulu truck hauling
memasuki jembatan penimbangan untuk mengetahui dan menghitung tonase batubara yang di angkut dari front penambangan.
Proses peremukan batubara diawali pencurahan batubara hasil penambangan dengan ukuran rata-rata 600 mm kedalam hopper, dengan menggunakan wheel loader tipe Komatsu WA 500 dengan kapasitas mangkuk sebesar 6 m3.
dialirkan dengan belt conveyor BC-1 menuju vibrating screen. Batubara yang lolos
tidak lolos ayakan menuju ke alat peremuk kedua jenis double roll crusher.
dengan radial stacker conveyor menuju coal crushed stockpile. Produk batubara dari hasil crusher tadi yang telah dilakukan pencampuran (blending) kemudian diambil
PD
2.8. Pengapalan Produk batubara yang telah diremukkan ukurannya menjadi -50 mm diangkut ke pelabuhan (port) menggunakan dump truck jenis tronton dengan kapasitas bak truck 25 30 ton dan selanjutnya dipindahkan ke kapal tongkang dengan kapasitas 5000-8000 ton menggunakan Barge Loading Conveyor. Proses pengisian ke dari Barge Loading Conveyor ke tongkang selama 8 - 9 jam pengisian.
w w
Batubara yang telah direduksi menjadi ukuran -50 mm, kemudian dialirkan
C w
.s
re
ayakan menuju belt conveyor BC-2 dan diteruskan ke radial stacker conveyor, yang
at ca
ns
ft.
co
jenis vibrating grizzly menuju alat peremuk pertama jenis double roll crusher yang
e! o
Batubara yang berada pada hopper akan diumpankan oleh alat pengumpan
Tr ia l
Peremukan batu pada prinsipnya bertujuan mereduksi material untuk memperoleh ukuran butir tertentu melalui alat peremuk dan pengayakan. Dalam memperkecil ukuran pada umumnya dilakukan dengan 3 tahap (Currie, 1973), yaitu : 1) Primary Crushing
Merupakan peremukan tahap pertama, alat peremuk yang biasanya digunakan pada tahap ini adalah Jaw Crusher dan Gyratory Crusher. Umpan material yang digunakan biasanya berasal dari hasil penambangan dengan ukuran berkisar
Merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing, alat yang digunakan adalah Rolls, Dry Ball Mills, Disc Mills danRing Mills. Umpan
PD
1). Kuat tekan batuan Ketahanan batuan dipengaruhi oleh keterepasan (friability) dan kerapuhan (brittlenes) dari kandungan mineralnya. Struktur mineral yang sangat halus biasanya lebih tahan dari pada batuan yang berstruktur kasar. 2). Ukuran umpan material batuan Ukuran umpan material batuan untuk mencapai produk yang baik pada
peremukan adalah kurang dari 85 % dari ukuran bukaan dari alat peremuk.
w w
3) Fine Crushing
C w
.s
12,5 mm sampai 25,4 mm. Produk terbesar yang dihasilkan adalah 75 mm.
re
Mill dan Rolls. Umpan yang digunakan berkisar 150 mm, dengan ukuran antara
ns
Crusher ukuran kecil, Gyratory Crusher ukuran kecil, Cone Crusher, Hammer
at ca
ft.
Merupakan peremukan tahap kedua, alat peremuk yang digunakan adalah Jaw
co
2) Secondary Crushing
e! o
dari produk peremukan material tahap pertama biasanya kurang dari 200 mm.
1500 mm, dengan ukuran setting antara 30 mm sampai 100 mm. Ukuran terbesar
Tr ia l
3). Reduction Ratio Nisbah reduksi (Reduction ratio) sangat menentukan keberhasilan suatu peremukan, karena besar kecilnya nilai reduction ratio ditentukan oleh kemampuan alat peremuk untuk mengecilkan ukuran material yang akan diremuk. Untuk itu harus dilakukan pengamatan terhadap tebal material umpan maupun tebal material produk. Reduction ratio adalah perbandingan ukuran terbesar umpan dengan ukuran terbesar produk. Pada primary crushing besarnya reduction ratio adalah 4 7 dan pada secondary crushing besarnya reduction ratio adalah 7 20 (Curie,1973). Besarnya reduction ratio merupakan batasan agar kerja alat efektif. RL = dimana : RL = limiting reduction ratio tF = tebal umpan (cm) tP = tebal produk (cm) wF = lebar umpan (cm)
...................................................................................................(3.1)
Selain faktor faktor di atas, faktor yang berpengaruh juga terhadap peremukan
PD
sehingga kegiatan peremukan bisa berhenti serta peremukan material batuan akan lebih lambat.
3.2. Peralatan pada Unit Peremuk 3.2.1. Hopper Hopper merupakan salah satu alat bantu dari unit peremuk yang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara dari material umpan batuan, selanjutnya material tersebut diumpankan ke alat peremuk oleh alat pengumpan feeder . Hopper ini terbuat dari beton yang dilapisi oleh lembaran baja pada dindingdindingnya dengan tujuan agar terhindar dari keausan akibat gesekan dan benturan dinding dengan material.
adalah cuaca, karena apabila hujan maka batubara pada ban berjalan akan tergelincir
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
Kapasitas hopper dihitung dengan rumus berdasarkan volume trapesium yang terpancung, yaitu : Vh=
1 t L atas bawah L atas x L bawah . . . 3 ) . . ( 2 L 3
Setelah volume hopper diketahui, maka kapasitas hopper tersebut adalah : K = Vh x i B . .. . . (3 . 3) . Di mana : K = Kapasitas hopper (ton) Vh = Volume hopper (m3)
menuju ke alat peremuk dapat berlangsung dengan laju yang konstan, tidak terlalu
batubara atau tidak ada umpan di dalam hopper ataupun pada alat peremuk. 3.2.2.1. Bentuk Bentuk Pengumpan (Feeder)
PD
batubara antara lain : 1. Apron Feeder, pengumpan yang berupa lembaran baja, masing-masing dihubungkan oleh roller chain (rantai berputar), feeder ini dirancang untuk memindahkan material yang berat dan besar dari hooper menuju ban berjalan atau ke unit peremuk. 2. Vibrating Feeder, merupakan tipe pengumpan yang didesain untuk memisahkan batubara dari debu-debu halus hasil penambangan. Pengumpan tipe ini terdiri dari lembaran baja bergelombang dengan jarak tertentu, cara kerjanya adalah berdasarkan getaran yang ditimbulkan oleh motor penggerak.
C w
w w
.s
re
besar dan tidak terlalu kecil, sehingga dapat mencegah terjadinya penumpukan
at ca
ns
ft.
e! o
co
Feeder adalah alat pengumpan material dari hopper ataupun dari ROM ke
Tr ia l
3.
Belt Feeder,merupakan pengumpan yang terdiri dari belt (sabuk) karet yang dihubungkan dengan pulley seperti pada belt conveyor.
4.
Reciprocating Feeder, merupakan tipe pengumpan yang cara kerjanya adalah mendorong material yang ada di dalam hopper dengan kecepatan teratur, pengumpan tipe ini terdiri dari alat pendorong yang terletak pada rel (jalur) yang dapat bergerak maju mundur secara teratur. Pengumpan ini biasanya dipakai pada alat peremuk sekunder.
5.
Chain Curtain Feeder/Ross Feeder adalah pengumpan yang menggunakan rantai yang menjulur di bawah hopper yang ditahan oleh lembaran baja, fungsinya adalah mengontrol pengumpanan pada alat peremuk primer dengan efek berat dari rantai tersebut.
PD
C w
w w
.s
re
7.
Chain and Flight Feeder, adalah pengumpan yang terdiri dari rangkaian flight (batangan baja) dengan ketebalan tertentu dan jarak tertentu yang berfungsi sebagai pendorong material menuju alat peremuk. Flight (batangan baja) tersebut dihubungkan dengan rangkaian rantai (chain) serta lantai yang berupa lembaran baja sebagai penahan material (plate).
at ca
Grizzly feeder
ns
Gambar 3.1
ft.
co
langsung masuk ban berjalan sedangkan yang tidak lolos (oversize) akan
e! o
yang cara kerjanya lebih selektif, dimana material yang lolos (undersize)
6.
Tr ia l
3.2.2.2. Perhitungan Kapasitas Teoritis Pengumpan (Feeder) Kapasitas teoritis pengumpan (feeder) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan CEMA ( Conveyor Equipment Manufactures Association), Belt Conveyor For Bulk Materials, second edition 1979 ) sebagai berikut : Q = V x T x L x d x 60 . 3 ) (. 4
= Tinggi tumpukan material di atas feeder, m = Lebar feeder, m = Densitas lepas material, ton/m3
(Mc.Nally,1979).
rotary breaker adalah perputaran rotary breker itu memberikan efek benturan
PD
2. Roll Crusher/Roll Breaker adalah roll (tabung) yang pada peremukannya memiliki gigi runcing (pick breaker). Cara kerjanya adalah kombinasi antara tekanan (compression) dan membelah (shear). Sledging rolls dapat berupa single atau double roll crusher. Tipe roll crusher ini terdiri dari roll (tabung) yang dilengkapi pick breaker, yang dihubungkan dengan fly wheel yang terhubung dengan mesin penggerak. Roll crusher mampu menangani umpan batubara hasil tambang dan mereduksinya sampai berukuran 2 inchi.
pada material yang berada di dalamnya (baik dengan dinding rotary breaker maupun dengan material itu sendiri). Batubara yang telah hancur akan lolos pada lubang-lubang screen tersebut sedangkan batubara yang tidak lolos akan mengalami proses penghancuran kembali. Pengumpanan dilakukan dengan memasukkan material batubara dari satu sisi tabung.
C w
w w
.s
re
at ca
ns
ft.
lain :Rotary Breaker, Roll Crusher, Hammer Mill atau Impact Breaker
e! o
co
Pada unit peremuk batubara jenis alat peremuk yang biasa digunakan antara
Tr ia l
3. Double roll crusher, permukaan dari roll (tabung) berupa permukaan berpola/bertekstur (pattern surface) atau permukaan bergigi (toothed) untuk batubara. Alat ini terdiri dari dua buah silinder dan masing-masing dihubungkan pada as (poros) sendiri-sendiri (gambar 3.2).
4. Hammer Mill/Impact Breaker adalah alat peremuk yang berupa rotor yang dilengkapi hammer. Cara kerjanya adalah umpan yang masuk mengalami
adalah breaker plate. Batubara yang telah terhancurkan akan melewati grade
PD
3.2.4 Ban Berjalan (Belt Conveyor) Ban berjalan (belt conveyor) adalah suatu alat angkut material yang berupa
karet dan dapat bekerja secara kesinambungan pada kemiringan tertentu maupun mendatar (CEMA, CBI Publishing Co.Inc, Second Edition, 1979). Sabuk dibuat dengan menyatukan beberapa jenis anyaman kapas, atau nilon, rayon, dan kabel baja, menjadi kontruksi tulangan yang memberikan kekuatan untuk menahan tarikan dalam sabuk. Lapisan itu ditutup dengan perekat yang terbuat dari karet yang kemudian menggabungkannya menjadi struktur yang menyatu (Peurifoy, 1988). Sabuk berjalan digerakkan oleh motor penggerak yang dipasang pada head
bar (batangan baja yang berfungsi sebagai screen) sebagai produk sedangkan yang tidak lolos akan kembali mengalami proses penghancuran.
C w
w w
.s
putaran yang dilakukan rotor dan hammer dan sebagai media penghancurnya
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
pulley. Sabuk akan kembali ke tempat semula karena dibelokkan oleh pulley awal dan pulley akhir. Material yang didistribusikan melalui pengumpan akan dibawa oleh sabuk berjalan dan berakhir pada head pulley. Pada saat proses kerja di unit peremuk dimulai, sabuk berjalan harus bergerak terlebih dahulu sebelum alat peremuk bekerja. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya kelebihan muatan pada sabuk. Pemakaian sabuk berjalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : sifat fisik, keadaan material, jarak pengangkutan, dan produksi. a. Sifat Fisik dan Kondisi Material Batuan
Kemampuan sabuk berjalan dalam mengangkut material sangat berhubungan dengan material yang diangkutnya. Kondisi material tersebut antara lain : Ukuran dan bentuk material
dari sabuk. Agar memenuhi persyaratan tersebut maka material hasil Kandungan air
PD
Komposisi material Material yang berada di kuari tidak hanya berupa material saja, tetapi juga tersisipi oleh tanah (soil). Pada saat kandungan air pada material besar, tanah akan menjadi lengket. Apabila kondisi demikian maka dapat menyebabkan
Kandungan air pada material dapat mempengaruhi kondisi sabuk berjalan. Material dengan kandungan air tinggi tidak dapat diangkut dengan sabuk berjalan yang memiliki kemiringan besar. Sebaliknya bila kandungan air terlalu sedikit, maka material yang terlalu kecil akan beterbangan. Agar kandungan air tetap tidak bertambah yang diakibatkan oleh adanya air hujan, maka sabuk berjalan harus dilengkapi dengan penutup, sehingga dengan demikian kandungan air tetap.
w w
C w
.s
re
kecil akan memudahkan dalam pengangkutan dan tidak mudah tumpah keluar
ns
at ca
ft.
ukuran tidak terlalu besar. Hal ini disesuaikan dengan bentuk sabuk berjalan
co
e! o
Tr ia l
material lengket atau menempel pada return idler, sehingga jalannya sabuk akan bergelombang dan daya motor akan semakin bertambah besar. b. Keadaan Topografi Kondisi lapangan dapat mempengaruhi penggunaan sabuk berjalan. Daerah dengan karakteristik berbukit-bukit dimana kemiringan pada daerah tersebut cukup besar, maka dibandingkan dengan penggunaan lori atau truck dalam mengangkut material, sabuk berjalan lebih memungkinkan untuk digunakan karena dalam mengatasi kemiringan kemampuan sabuk berjalan lebih besar, yaitu dapat mencapai 30% - 35%. Hal ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan suatu alat angkut. c. Jarak Pengangkutan
kerusakan, maka produksi akan menjadi sangat menurun atau bahkan tidak bisa
PD
3.2.4.1. Bagian-bagian Sabuk Berjalan (Belt Conveyor) Sabuk berjalan (Gambar 3.3.) terdiri dari ban yang menggelindingi roda gerak
awal dan roda gerak ujung yang menghampar di atas roll. Bagian-bagian terpenting dari sabuk berjalan dapat dibagi kedalam dua kelompok bagian, yaitu:
a. Bagian-bagian yang bergerak 1. Pulley adalah suatu roll atau silinder yang berputar pada sumbunya dan terletak pada ujung dari rangka sabuk berjalan. 2. Sabuk atau ban, berfungsi untuk membawa material yang diangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sabuk tersebut terbuat dari campuran karet dan beberapa lapis tenunan benang kapas (ply).
w w
C w
.s
re
sabuk berjalan yang besar, tetapi jika pada suatu saat sabuk berjalan mengalami
at ca
ns
ft.
co
unit.
e! o
jarak jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh sabuk berjalan dibuat dalam beberapa
Sabuk berjalan dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat maupun
Tr ia l
3. Motor Penggerak (Drive Unit), berfungsi untuk menggerakkan drive pulley dan biasanya dilengkapi dengan sistem perpindahan roda gigi. 4. Idler, berfungsi untuk menahan dan menyangga sabuk. Pemilihan terhadap diameter, ukuran bearing dan shaft mendasarkan pada : perawatan, kondisi operasi, muatan , serta kecepatan ban. b. Bagian-bagian Yang Tetap 1. Kerangka (frame), berfungsi untuk menyangga rangkaian muatan dapat diangkut dengan aman. sabuk sehingga
2. Penegang (Take-Up), berfungsi untuk membentuk sabuk sehingga muatan diatas idler dapat berjalan dengan baik serta untuk menghindari terjadinya selip antara ban dengan pulley penggerak
head pulley.
PD
w w
C w
.s
re
yang menempel pada sabuk dan dipasangkan pada permukaan sabuk setelah
at ca
Gambar 3.3
ns
ft.
co
e! o
roller sehingga sabuk tetap berjalan pada alur alur dengan baik..
3. Centering device, berfungsi untuk mencegah agar sbuk tidak meleset dari
Tr ia l
3.2.4.2. Kapasitas Produksi Teoritis Sabuk Berjalan (Belt Conveyor) Kapasitas teoritis sabuk berjalan sangat dipengaruhi oleh luas penampang melintang material yang terangkut sabuk berajalan, kecepatan sabuk berjalan, dan bobot isi material yang terangkut.Luas penampang melintang akan tergantung pada lebar sabuk, dalamnya cekungan sabuk, sudut lereng alam (angle of repose) material terangkut dan sejauh mana sabuk itu mampu dimuati sampai batas kemampuannya, sedangkan sudut lereng alami material diatas sabuk berjalan dipengaruhi oleh jenis dan kondisi material yang diangkut.
Dengan mengetahui luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan maka kapasitas teoritis dari sabuk berjalan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dimana : A K
Harga koefisien luas penampang (K) melintang pada sabuk berjalan dapat dilihat dalam tabel 3.1.
PD
Kapasitas teoritis sabuk berjalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Reference book, Kurimoto. Ltd Crushing and Screening) : Qt = 60 x A x V x Bi x S . . . . . .3 ) .. (6 Dimana : Qt = Kapasitas teoritis sabuk berjalan (m3/jam) A = Luas penampang muatan di atas sabuk berjalan (m3) V = Kecepatan sabuk berjalan (m/menit) Bi = Bobot isi material (ton/m3) S = Koefisien pengaruh kemiringan sabuk
w w
C w
.s
re
ns
at ca
ft.
e! o
co
Tr ia l
3.2.4.3. Kapasitas Produksi Nyata Sabuk Berjalan (Belt Conveyor) Rumus umum yang digunakan dalam menghitung kapasitas produksi nyata adalah (Reference book, Kurimoto. Ltd Crushing and Grinding) :
60 x V x G 1.000 x L
. . . . (7 . 3) . dimana : P = Produksi nyata sabuk berjalan (ton/jam) V = Kecepatan sabuk berjalan (m/menit) G = Berat material conto (kg)
at ca
.s
ft.
ns
Trough of angle ( )
C w
re
Angle of repose ( )
10o
co
Luas penampang melintang material pada sabuk berjalan 30o 20o 30o
w w
400
e! o
1,20 1,57 2,10 1,00 4,88 7,21 10,04 13,24 18,27 24,11 30,76 38,22
Tabel 3.1.
2
1,43 1,86 2,50 3,57 5,81 8,60 11,92 15,79 21,79 28,75 36,68 45,57 0,1488 1,69 2,22 2,96 4,22 6,87 10,14 14,08 18,64 25,76 33,94 43,31 53,81 0,1757
PD
0,1248
Tr ia l
Keterangan :
= Angle of repose
= Trough ofangle
Gambar 3.4
tertentu maka sudut kemiringan maksimumnya tergantung dari : hanya bisa diangkut dengan sudut-sudut kecil, yaitu 10o o. 12 b. Kesinambungan aliran umpan, umpan yang berkesinambungan akan
c. d.
Ukuran butir, ukuran seragam akan lebih mudah menggelincir. Kandungan air, bila terlalu banyak akan menyebabkan material mudah meluncur.
PD
3.3. Kesediaan Alat Peremuk Ada beberapa pengertian yang dapat menunjukkan keadaan peralataan sesungguhnya dan efektifitas pengoperasiannya (Partanto, 1993), antara lain : a. Mechanical Availability (MA) Mechanical Availability adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi peralatan yang sesungguhnya dari alat yang dipergunakan. Persamaannya dalah :
W MA x 100 % . . (. 3) 8 W R
w w
C w
.s
re
at ca
a.
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
dimana : W= Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada suatu alat yang dalam kondisi yang dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap hambatan (delay time) yang ada. R= Jumlah jam untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan prefentif. b. Physical Availability (PA)
Physical Availability adalah catatan ketersediaan mengenai keadaan fisik dari alat yang sedang dipergunakan. Persamaannyaa dalah :
PD
d.
Persamaannya adalah :
UA W 30 1 x 100 % (. ) W S
Effective Utilization (Eut) Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif. Persamaannya adalah :
Eut W x 100 % W R S
w w
suatu alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat
C w
.s
re
c.
ns
alat tersebut tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan.
at ca
. . . (. ) 31 1
ft.
= Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan, akan tetapi
e! o
co
W S . . (9 3) PA x 100 % . W R S dimana :
Tr ia l
3.4. Efektifitas Penggunaan Peralatan Efektifitas alat peremuk berhubungan dengan produksi yang dihasilkan dari peralatan tersebut. Efektifitas digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat penggunaan dan kemampuan yang dicapai peralatan tersebut yaitu dengan membandingkan antara kapasitas yang dicapai saat ini dengan kapasitas desainnya dan dinyatakan dalam persen. Perhitungan efektifitas pemakaian peralatan menggunakan persamaan :
Ep =
x 0% (. ) 10 32 1
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
BAB IV PRODUKSI PEREMUK BATUBARA PADA UNIT PEREMUK BATUBARA PT. TANJUNG ALAM JAYA
Proses peremukan batubara yang dioperasikan oleh PT, Tanjung Alam Jaya
konsumen. Produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya saat ini dipasarkan ke luar negeri, seperti Jepang, Korea, Filipina, Malaysia, dan India. Sasaran produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya adalah sebesar 4.706 ton perhari dengan waktu operasi yang tersedia 20 jam perhari, sedangkan produksi nyata saat ini adalah sebesar 3.063 ton per hari.
produk batubara berukuran -150 mm dan peremukan kedua dengan produk batubara
menggunakan wheel loader ke dalam hopper. Wheel loader yang digunakan tipe Komatsu WA 500 dengan kapasitas bucket sebesar 6 m3.
PD
jenis vibrating grizzly feeder menuju alat peremuk pertama (primary crusher) jenis double roll crusher menghasilkan produk batubara berukuran -150 mm, selanjutnya produk batubara dialirkan dengan belt conveyor BC-1 menuju vibrating screen dengan lubang bukaan 50 mm. Batubara yang lolos ayakan menuju belt conveyor BC-2, sedangkan yang tidak lolos ayakan menuju ke alat peremuk kedua (secondary crusher) jenis double roll crusher. Di sini batubara direduksi menjadi ukuran -50 mm, kemudian dialirkan dengan belt conveyor menuju coal crushed stockpile. Diagram alir proses peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu dapat dilihat pada gambar 4.1.
Batubara yang berada pada hopper akan diumpankan oleh alat pengumpan
w w
C w
.s
berukuran -50 mm. Proses peremukan batubara diawali dengan pencurahan batubara
re
ns
dilakukan dalam dua tahap peremukan yaitu peremukan pertama yang menghasilkan
at ca
Proses peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya
e! o
ft.
co
Tr ia l
ROM
600 mm
HOPPER
600 mm
Undersize
-150 mm
Oversize
-600 +150 mm
C w
.s
re F PD
at ca
VIBRATING SCREEN
50 mm ; 236 ton (ef 78,66%)
ns
e! o
PRIMARY CRUSHER
150 mm 236 tton -150 + 50 mm
ft.
Undersize
-50 mm
w w
SECONDARY CRUSHER
50 mm ( eff 62,95%)
co
Belt Conveyor BC-2
PRODUK
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Peremukan Batubara PT. Tanjung Alam Jaya
50 mm
Tr ia l
4.2. Peralatan Peralatan Proses Peremukan Proses peremukan batubara pada unit peremuk batubara didukung oleh peralatan mekanis yang terangkai menjadi satu rangkaian peralatan yang saling berhubungan dalam operasi tersebut. Secara umum peralatan peremukan batubara pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya adalah sebagai berikut : hopper, pengumpan (feeder), alat peremuk (crusher), dan alat pencurah batubara (radial stacker conveyor) dengan penjelasan sebagai berikut : 4.2.1. Hopper
Hopper adalah alat pelengkap pada rangkaian unit peremuk yang berfungsi sebagai tempat penerima material umpan yang berasal dari lokasi penambangan
lembaran-lembaran baja yang digabungkan dengan cara pengelasan, sehingga tahan pada unit peremuk PT.Tanjung Alam Jaya mempunyai volume 26,23 m3. spesifikasi teknis hopper dapat dilihat pada lampiran B. 4.2.2. Pengumpan (Feeder)
hopper menuju alat peremuk. Pengumpan yang digunakan adalah vibrating grizzly
mm, terdiri dari rangkaian batangan baja berbentuk balok panjang dengan dimensi
PD
panjang 5500 mm, lebar 1300 mm. Cara kerja alat ini adalah mengumpan batubara yang berada di hopper ke alat
peremuk,dimana batubara yang berada di atas feeder masuk ke roll crusher karena getaran dari feeder. Spesifikasi teknik feeder dapat dilihat pada lampiran C.
4.2.3. Alat Peremuk (Crusher) Alat peremuk yang digunakan pada proses pengecilan ukuran batubara di unit peremukan batubara PT. Tanjung Alam Jaya adalah double roll crusher. Double roll crusher merupakan alat peremuk yang terdiri dari dua buah roll yang masing-masing dihubungkan dengan as (poros). Roll pada alat peremuk pertama (primary crusher),
feeder yang mempunyai kapasitas desain 300 ton/jam dengan lubang bukaan 150
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
terhadap gesekan dan benturan dengan bongkah batubara. Hopper yang digunakan
sebelum material tersebut masuk ke dalam alat peremuk. Hopper terbuat dari
Tr ia l
memiliki dimensi panjang 1.500 mm, diameter 1092 mm, permukaan dilengkapi dengan gigi runcing (chiesel tooth) yang mempunyai panjang 165 mm. Umpan dari peremuk pertama adalah oversize dari vibrating grizzly feeder yaitu batubara dengan ukuran +150. Setting yang ditetapkan untuk alat peremuk ini adalah 150 mm dengan kapasitas desain sebesar 300 ton/jam. Spesifikasi teknis alat-alat tersebut dapat dilihat pada lampiran D. Roll pada peremuk kedua ( secondary crusher ), memiliki dimensi panjang 800 cm, diameter 584 mm, permukaan dilengkapi dengan gigi runcing (chiesel tooth) yang mempunyai panjang 60 mm. Umpan dari peremuk kedua adalah oversize dari vibrating screen yaitu batubara dengan ukuran -150 +50. Setting yang ditetapkan untuk alat peremuk ini adalah 50 mm dengan kapasitas desain sebesar 300 ton/jam
grizzly feeder dan produk primary crusher dengan ukuran -150 mm. Rangkaian
untuk vibrating screen adalah 50 mm. Spesifikasi teknis vibrating screen tersebut
PD
untuk mengangkut material yang lolos dari ayakan getar dan produk dari peremuk kedua ke radial stacker (Lampiran G). 4.3. Distribusi Ukuran Distribusi ukuran umpan batubara pada vibrating grizzly feeder dapat diketahui dengan melakukan pengambilan conto pada material yang masuk ke hooper yaitu diambil dari ROM stockpile. Sedangkan untuk mengetahui distribusi produk batubara vibrating grizzly feeder yang sekaligus menjadi material umpan untuk primary crusher dilakukan dengan pengambilan conto pada material umpan dari ROM.
Untuk umpan secondary crusher, pengambilan conto dilakukan pada produk primary
Belt conveyor sebagai salah satu bagian dari alat transportasi, digunakan
C w
w w
.s
re
vibrating screen mempunyai kapasitas desain 300 ton per jam. ukuran lubang bukaan
at ca
ns
ft.
e! o
co
(lampiran F).
Tr ia l
crusher sekaligus undersize dari vibrating grizzly feeder. Untuk produk dari secondary crusher, pengambilan conto dilakukan pada stockpile. Berdasarkan data tersebut, didapatkan distribusi umpan sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi ukuran umpan Ukuran umpan(mm) -700 +600 -600 +300 -300 +150 -150 + 100 -100 % berat 18,4 25,1 22,1 19,8 14,6 % kumulatif 100
Distribusi ukuran produk peremuk pertama dan undersize vibrating grizzly feeder
PD
Ukuran Produk (mm) -300 +150 -150 + 100 -100 + 50 -50 + 32 -32
re
at ca
.s
ns
( setting 150 mm) % berat 19,7 24,4 25,5 20,6 9,9 %kumulatif 100 80,3 55,9 30,4 9,9
C w
w w
Tabel 4.3 Ditribusi ukuran produk akhir unit peremuk (setting 50 mm) Ukuran Produk (mm) -100+50 -50 + 32 -32 + 10 -10 + 2 -2 % berat 21,3 37,8 20,8 12,6 7,5 %kumulatif 100 78,7 40,9 20,1 7,5
ft.
e! o
co
Tabel 4.2
Tr ia l
81,6 56,5 34,4 14,6
4.4. Kesediaan Alat Pada Unit Peremuk Untuk mengetahui kondisi baik secara fisik, mekanis, kesediaan penggunaan, dan penggunaan efektif dari peralatan yang digunakan pada unit peremuk batubara maka perlu diketahui kesediaan alatnya. Alat yang digunakan antara lain adalah peremuk pertama, ayakan getar, peremuk kedua, dan ban berjalan. Untuk mengetahui kondisi dari alat-alat tersebut maka dihitung nilai kesediaan alatnya (Lampiran L ).
Kesediaan alat pada unit peremuk batubara mempunyai nilai Mechanical Availability (MA) 76,62%, Phisycal Availability (PA) 79,63 %, Use of Availability (UA) 81,55 %, dan Effective Utilization (Eut) 64,94 %
saat ini, dengan demikian perlu diketahui sampai sejauh mana tingkat produksi hasil
PD
kemudian diumpankan oleh vibrating grizzly feeder menuju alat peremuk pertama (primary crusher) untuk direduksi menjadi ukuran 150 mm. Material yang berukuran - 150 mm sebesar 34,4 % atau sebesar 81,43 ton per jam akan langsung diloloskan menuju ban berjalan, sedangkan material yang berukuran lebih besar dari 150 mm sebesar 65,6% atau 154,57 ton, akan dihancurkan oleh primary crusher.
4.5.2. Produksi Nyata Primary Crusher Material yang tidak lolos dari vibrating grizzly berukuran +150 mm akan dihancurkan oleh primary crusher sebesar 65,6 % atau sebesar 154,57 ton per jam.
C w
w w
.s
re
at ca
ns
ft.
Tanjung Alam Jaya dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dari peralatan pada
co
e! o
4.5.
Tr ia l
4.5.3. Produksi Nyata Vibrating Screen Produk dari peremuk umpan akan menuju ke vibrating screen, yang mempunyai kapasitas desain 300 ton per jam dengan lubang bukaan sebesar 50 mm. Jumlah umpan yang lolos atau undersize dari vibrating screen sebesar 30,5 % atau sebesar 47,14 ton per jam.
4.5.4. Produksi Nyata Secondary Crusher Produksi nyata dari secondary crusher sebesar 188,86 ton per jam.
mengetahui sampai sejauh mana tingkat penggunaan peralatan unit peremuk dan
w w
C w
.s
re
yang dicapai pada saat ini dengan kapasitas desainnya. Dengan tujuan untuk
PD
Efektifitas penggunaan peralatan unit peremuk site Batang Banyu Kapasitas Desain Produksi Nyata ton/jam 236 154,57 236 188,86 236 Kapasitas Efektif % 78,66 51,52 78,66 62,95 78,66 ton/jam 300 300 300 300 300
No
Nama Alat
1 2 3 4 5
Vibrating Grizzly Primary Crusher Vibrating screen Secondary crusher Stacker conveyor
at ca
ns
Tabel 4.4.
ft.
4.6.
e! o
co
mempunyai kapasitas desain 300 ton per jam. Produksi nyata dari ban berjalan
Tr ia l
4.7. Waktu Produksi Efektif Dan Hambatan Operasi Sistem operasi proses peremukan batubara pada unit peruk batubara PT. Tanjung Alam Jaya dibagi dalam 2 gilir kerja (shift) yaitu shift I dn shift II dengan satu kali waktu istirahat untuk masing masing waktu gilir kerja. Pembagian waktu operasi proses peremukan dapat dilihat pada table 4.5. Tabel 4.5. Jadwal Waktu Kerja Per Shift Waktu pukul Kegiatan Masuk Kerja Kerja Produksi Istirahat Kerja Produksi Selesai Shift I 07.00 07.00-12.00 12.00-13.00 13.00-18.00 18.00
Shift II
PD
waktu produksi efektif berkurang, hambatan ini disebabkan karena faktor kerusakan alat ( faktor teknis) dan faktor manusia (operator). Berdasarkan pengamatan di lapangan, hambatan hambatan yang dapat dihindari dapat digolongkan sebagai berikut: a. Hambatan karena faktor alat (faktor teknis)
Hambatan yang disebabkan karena faktor alat (teknis), adalah waktu hambatan yang terjadi karena kerusakan alat, sehingga alat berhenti beroperasi dan membutuhkan waktu untuk perbaiakan. Terjadinya hambatan. Terjadinya hambatan ini menyebabkan pengurangan dalam waktu kerja sehingga menurunkan waktu produksi efektif alat yang menyebabkan efisiensi kerja alat rendah. Dari hasil
C w
w w
.s
re
produksi. Hambatan yang disebabkan oleh faktor alat biasanya terjadi karena
ns
digunakan secara efektif, hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor gangguan
at ca
ft.
e! o
co
Tr ia l
Shift I 300 60 300 -
pengamatan di lapangan, hambatan teknis pada proses peremukan dapat dikelompokkan menurut urutan alat yang digunakan pada unit peremuk. Alat terhenti atau tidak beroperasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. Gangguan pada vibrating grizzly Gangguan yang terjadi pada vibrating grizzly antara lain kerusakan dan perbaikan pada cut grizzly. Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan karena kerusakan dan perbaikan vibrating grizzly adalah sebesar 6,7 menit per hari (Lampiran I). 2. Gangguan pada primary crusher
Gangguan pada primary crusher terjadi karena kerusakan mekanik dan perbaikan pada cut primary crusher yang menyebabkan terganggunya
Gangguan pada vibrating screen antara lain; terjadi kerusakan pada net
PD
5.
Gangguan pada secondary crusher Gangguan pada secondary crusher paling sering terjadi seperti: kerusakan dan perbaikan pada cut secondary, gigi peremuk, panel induk, dan pada motor penggerak sehingga proses peremukan terganggu serta distribusi ukuran produk tidak sesuai dengan yang diinginkan. Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan kerusakan dan perbaikan secondary crusher adalah rata-rata sebesar 97,5 menit per hari (Lampiran I). Gangguan pada radial stacker conveyor Gangguan yang sering terjadi pada radial stacker conveyor berupa terjadinya selip dan putus pada belt sehingga menyebabkan sistem transportasi terhenti dan kerusakan sekaligus perbaikan pada radial stacker. Besar waktu hambatan rata-rata yang disebabkan karena kerusakan
w w
kerusakan dan perbaikan vibrating screen adalah sebesar 23,7 menit per
C w
.s
re
at ca
ns
ft.
3.
co
e! o
kerusakan dan perbaikan primary crusher adalah sebesar 34,3 menit per
Tr ia l
dan perbaikan radial stacker conveyor adalah sebesar 22,6 menit per hari (Lampiran I). Waktu total hambatan rata-rata yang terjadi karena faktor alat pada unit peremuk batubara adalah sebesar 244,5 menit b. Hambatan karena faktor operator (non teknis) Merupakan hambatan yang sering terjadi karena perilaku dari operator yang kurang disiplin yang menyebabkan menurunnya waktu produktif yang tersedia.gangguan atau hambatan non-teknis yang sering terjadi, antara lain: 1. Terlambat awal
Hambatan yang terjadi karena tertundanya produksi yang disebabkan keterlambatan memulai kegiatan pada awal shift kerja. Secara umum
perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 16,2 menit untuk shift II
PD
3. Terlambat awal kerja setelah istirahat Terlambat awal kerja setelah istirahat, disebabkan keterlamabatan memulai pekerjaan kembali setelah waktu istirahat tiap shift kerja. Besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah sebesar 5,5 menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 8 menit untuk shift II (giliran kerja kedua) 4. Mengakhiri kerja lebih awal Hilangnya waktu produksi karena operator terburu-buru atau menghentikan kegiatan sebelum waktu kerja yang ditetapkan selesai. Umumnya terjadi karena berebutan angkutan untuk kembali ke mesh. Besarnya waktu
pekerjaan untuk istirahat sebelum waktunya. Besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah sebesar 8 menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 10 menit untuk shift II (giliran kerja kedua).
w w
C w
.s
re
at ca
ns
ft.
shift. Besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah sebesar 18,2 menit
co
oleh supervisor dan waktu yang digunakan untuk pengecekan alat pada awal
e! o
hambatan ini terjadi karena adanya waktu yang terbuang yang disebabkan
Tr ia l
hambatan ini rata-rata adalah sebesar 8,6menit perhari untuk shift I (giliran kerja pertama) dan 10,4 menit untuk shift II (giliran kerja kedua)
4.7.2. Hambatan yang tidak dapat dihindari Hambatan yang tidak dapat dihindari adalah hambatan yang menyebabkan tidak dapat beroperasinya unit peremuk meskipun kondisi alat dalam keadaan baik dan siap beroperasi. Hambatan ini antara lain disebabkan karena proses pemeliharaan alat (preventive maintenance), faktor alam (cuaca dan bencana), atau dihentikannya operasi karena pertimbangan faktor keselamatan kerja. a. Pemeliharaan alat
Standby adalah waktu hambatan yang terjadi pada proses operasi peremukan
kondisi siap (tidak terjadi kerusakan). Hal ini terjadi karena pertimbangan faktor keamanan dan kelancaran pelaksanaan operasi dank arena adanya kondisi khusus,
PD
seperti yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan, bertepatan dengan bulan Ramadhan. Dari pengamatan besarnya waktu hambatan ini rata-rata adalah 90,97 menit per hari. Dengan mengetahui waktu hambatan maka waktu produksi efektif : We = 1200 420,7 = 779,3 menit Jadi, rata-rata waktu produksi efektif setiap hari yang diperoleh adalah 779,3 menit atau 12,98 jam. Waktu produksi efektif yang diperoleh digunakan untuk menghitung efisiensi kerja dengan persamaan : E =
We x 100 % Wt
w w
yang menyebabkan sistem tidak dapat beroperasi atau terhenti, padahal sistem dalam
C w
.s
re
at ca
ns
ft.
diketahui waktu rata rata yang digunakan untuk perawatan alat adalah sebesar 59,7
co
Pengamatan di lapangan dan data dari divisi maintenance PT. Tanjung Alam Jaya
e! o
batubara, dimana waktu ini telah direncanakan oleh bagian maintenance perusahaan.
Tr ia l
Di mana : We = Waktu produksi efektif per hari Wt = Waktu kerja yang tersedia per hari
E We x 100 % Wt 779,3 x 100 % 1200 64,94 %
Hasil perhitungan memperoleh nilai efisiensi waktu kerja rata-rata per hari sebesar 64,94 %.
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
BAB V PEMBAHASAN
PT. Tanjung Alam Jaya mempunyai target produksi batubara sebesar 1.600.000 ton per tahun atau 4.706 ton per hari, sedangkan kemampuan produksi yang ada pada saat ini pada site Batang Banyu adalah sebesar 236 ton per jam atau 3.063 ton per
Sasaran produksi yang diinginkan oleh perusahaan sebesar 4.706 ton per hari belum tercapai, untuk memperoleh produksi yang optimum maka perlu dilakukan penelitian dan penilaian terhadap sistem produksi pada unit peremuk site Batang Banyu.
PT. Tanjung Alam Jaya adalah untuk mengetahui kemampuan peralatan pada proses peremukan batubara dan sampai sejauh mana kemampuan tersebut dapat
PD
ditingkatkan. Ketersediaan alat dikatakan baik apabila persen kesediaan alat bekisar antara 83 92 %, dikatakan sedang apabila bekisar antara 75 83 %, dikatakan kurang baik apabila bekisar antara 67 75 % dan dikatakan buruk (kecil) apabila kurang dari 67 % (PTM, Partanto, 1995). Berdasarkan perhitungan kesediaan alat pada sistem peremuk (lampiran L) diperoleh harga-harga persamaan yang memberikan pengertian sebagai berikut : a. Kesediaan Mekanis (Mechanical Availability) Kesediaan Mekanis (Mechanical Availability) adalah cara untuk mengetahui kondisi alat yang sesungguhnya dari alat yang sedang digunakan. Kesediaan mekanis pada peremuk umpan, ayakan getar, peremuk kedua, ban berjalan adalah
w w
C w
.s
re
ns
at ca
tersebut
maka
dapat
dilakukan
e! o
perbaikan-perbaikan
ft.
co
2
untuk meningkatkan
Tr ia l
hari dengan waktu kerja efektif sebesar 12,98 jam per hari dari waktu kerja yang ada
sebesar 76,62 % yang berarti bahwa waktu yang diperlukan untuk perbaikan karena kerusakan pada alat sebesar 23,38 % dari waktu kerja alat. b. Kesediaan Fisik (Physical Availability) Kesediaan Fisik (Physical Availability) adalah untuk menunjukan ketersediaan keadaan fisik alat yang sedang digunakan. Kesediaan fisik pada peremuk umpan, ayakan getar, peremuk kedua, ban berjalan adalah sebesar 79,63 %, yang berarti bahwa waktu yang hilang karena berbagai alasan, baik karena kerusakan alat atau hambatan lainnya yaitu sebesar 20,37 % dari waktu kerja yang dijadwalkan. c. Kesediaan Pemakaian (Use of Availability)
Kesediaan Pemakaian (Use of Availability) adalah persen waktu yang digunakan alat untuk beroperasi pada saat alat dapat digunakan. Kesediaan
d.
penggunaan alat peremuk dan kemampuan yang bisa dicapai. Penggunaan efektif
berdasarkan data-data kerja dari alat yang ada dilapangan, dan alat tersebut dapat digunakan sebesar 64,94 % dari waktu kerja yang ada, atau sebesar 35,06 %
PD
dalam keadaan tidak digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi mekanik dan fisik peralatan peremukan
dalam kondisi sedang, sedangkan penggunaan efektifnya buruk (kecil). Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa peralatan proses peremukan batubara pada unit peremuk masih dapat ditingkatkan guna mencapai sasaran produksi perusahaan yang diinginkan.
5.2. Penilaian Teknis terhadap Produktifitas Unit Peremuk 5.2.1. Produksi vibrating grizzly Proses pengumpanan material kedalam hopper dilakukan oleh wheel loader, dengan kapasitas sebesar 6 m3. Kapasitas desain vibrating grizzly adalah 300 ton per
w w
merupakan cara yang paling efektif untuk menyatakan efesiensi kerja dari alat
C w
.s
re
at ca
ns
ft.
sebesar 18,45 %
co
bekerja sedang, atau alat tidak bekerja yang mana seharusnya dapat bekerja adalah
e! o
adalah 81,55 %, sehingga tingkat penggunaan alat pada saat alat tersebut dapat
pemakaian pada peremuk umpan, ayakan getar, peremuk kedua, ban berjalan
Tr ia l
jam (Lampiran C), dengan besarnya kapasitas unit peremuk tersebut dan besar kapasitas wheel loader yang digunakan maka untuk memenuhi kapasitas dari peremuk umpan diperlukan pengumpanan material batubarasebanyak 60 kali per jam, jika waktu efektif yang ada sebesar 12,98 jam per hari maka jumlah pengumpanan material batubara oleh wheel loader sebanyak 779 kali dalam satu hari kerja. Sasaran produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya sebesar 4.706 ton per hari, sehingga untuk setiap jamnya sebesar 236 ton per jam , dengan sasaran produksi tersebut maka diperlukan pengumpanan material batubara oleh wheel loader sebesar 48 kali setiap jamnya, sehingga dalam satu harinya diperlukan pengumpanan sebanyak 960 kali.
Dari data
sebesar 100 %, sehingga dapat disimpulkan vibrating grizzly dengan kapasitas 300 ton per jam memadai.
PD
5.2.2. Produksi primary crusher Produk dari vibrating grizzly akan menuju ke primary crusher, yang
mempunyai kapsitas desain 300 ton per jam dengan setting -150 mm. Pengamatan dan perhitungan menunjukkan gambaran kondisi dari primary crusher, antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 95,78 %, phisycal availability (PA) sebesar 96,59 %, utility availability (UA) sebesar 67,24 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %. 5.2.3. Produksi vibrating screen Produk dari primary crusher akan menuju ke vibrating screen, yang mempunyai kapsitas desain 300 ton per jam dengan lubang bukaan sebesar 50 mm.
w w
C w
.s
re
at ca
ns
ft.
co
melakukan pengumpanan sebanyak 85 kali per jamnya dan 1.107 kali setiap harinya
e! o
ton per jam dengan cycle time wheel loader 42.19 detik sehingga wheel loader dapat
Data hasil pengamatan dilapangan, produksi nyata unit peremuk sebesar 236
Tr ia l
Pengamatan dan perhitungan diperoleh gambaran kondisi dari vibrating screen, antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 97,05 %, phisycal availability (PA) sebesar 97,47 %, utility availability (UA) sebesar 66,63 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %. 5.2.4. Produksi secondary crusher Kapasitas desain secondary crusher sebesar 300 ton/jam dengan setting -50 mm. Pengamatan dan perhitungan diperoleh gambaran kondisi dari secondary crusher, antara lain; mechanical availability (MA) sebesar 88,88 %, phisycal availability (PA) sebesar 91,32 %, utility availability (UA) sebesar 71,11 %, dan efektivitas utility (Eut) sebesar 64,94 %. 5.2.5. Produksi radial stacker conveyor
97,56 %, utility availability (UA) sebesar 66,56 %, dan efektivitas utility (Eut)
Sasaran produksi batubara PT. Tanjung Alam Jaya, site Batang Banyu adalah sebesar 4.706 ton per hari dengan waktu kerja perusahaan adalah 20 jam,dengan sistem dua shift kerja, yaitu antara pukul 07.00 18.00 WIB dan pukul 19.00 06.00 WIB, tetapi waktu kerja efektif adalah 12,98 jam sehari. Data yang ada menunjukkan produktifitas unit peremuk pada saat ini
PD
sebesar236 ton/jam, dengan waktu kerja efektif 12,98 jam, sehingga dapat dihitung produktifitas unit peremuk sebesar 3.063 ton per hari, dengan tingkat produktifitas saat ini maka belum dapat memenuhi target dari sasaran produksi yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk memenuhi sasaran produksi yang telah ditetapkan perusahaan tersebut maka perlu diupayakan langkah-langkah perbaikan pada sistem rangkaian unit peremuk. Melalui pengamatan dan hasil pengukuran pada unit peremuk, dan
w w
C w
.s
re
sebesar 64,94 %.
at ca
ns
ft.
co
perhitungan diperoleh gambaran kondisi dari belt conveyor secara umum, antara lain;
e! o
memiliki kapasitas teori yang sama, yaitu sebesar 300 ton/jam. Pengamatan dan
PT. Tanjung Alam Jaya menggunakan ban berjalan dimana ban berjalan
Tr ia l
perhitungan terhadap kinerjanya, maka dapat disarankan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut : 1. Meningkatkan Laju Pengumpanan Kondisi saat ini dengan waktu efektif 12,98 jam, kapasitas pengumpanan yang digunakan adalah 236 ton per jam. Kapasitas desain alat mampu menampung 300 ton batubara per jam, Dengan demikian, penambahan jumlah pengumpanan dapat meningkatkan produktifitas unit peremuk yang ada saat ini. Laju pengumpanan sebesar 236 ton/jam yang selama ini dilakukan menggunakan 78,66% dari kapasitas desain unit peremuk yaitu 300 ton/jam, sehingga produktifitas (Q) per harinya : Q = 236 ton/jam x 12,98 jam = 3.063 ton
Penambahan ini akan memberikan peningkatan jumlah produksi per hari sebesar:
PD
waktu yang terbuang sebesar 35,06% atau 7,02 jam/harinya,sehingga peningkatan dalam pemanfaatan waktu kerja sangat dibutuhkan. Langkah-langkah yang diambil dalam pengurangan waktu tunda,antara lain : 1. Pengurangan waktu tunda akibat faktor non-teknis sebanyak 85,3 menit. 2. Perawatan dan pengisian bahan bakar dilakukan pada waktu istirahat, sebanyak 142,7 menit. Dari data waktu hambatan (Lampiran I), diperoleh gambaran bahwa rata-rata waktu tunda akibat faktor non teknis dan stanby adalah sebesar 192 menit per hari atau 3,2 jam per hari. Peningkatan pengawasan di lapangan dapat meningkatkan waktu produksi sebesar 3,2 jam, sehingga waktu efektif kerja meningkat menjadi :
Efisiensi waktu kerja rata-rata per hari sebesar 64,94 %, menunjukkan bahwa
C w
w w
.s
re
ns
= 3595,5 ton
at ca
ft.
co
e! o
Apabila dilakukan penambahan jumlah umpan sebesar 41 ton atau 17,37% dari 236
Tr ia l
We
Dengan demikian, produksi perhari proses peremukan batubara akan meningkat menjadi: Q = 236 ton/jam x 16,19 jam/hari =3.820 ton/hari,
at ca
ns
e! o
95,78 96,59 67,24 64,94
Tabel 5.1
ft.
V.
co
Secondary C. 88,88 91,32 71,11 64,94
re
Grizzly 99,15 99,44 65,30 64,94
Primary C.
m
Belt C. 97,19 97,56 66,56 64,94
.s
C w
w w
MA PA UA
PD
Eut
Berdasarkan hasil perhitungan data ketersediaan alat peremuk pada tabel 5.1
dan data waktu perbaikan unit peremuk ( lampiran J), mechanichal availability (MA) terendah terdapat pada secondary crusher, sebesar 88,88%, dengan waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan secondary crusher 97,5 menit atau 8,125 % dari waktu kerja yang tersedia. Berdasarkan perhitungan di atas maka disarankan penggantian pada alat secondary crusher, sebagai upaya untuk mengurangi waktu tunda akibat proses perbaikan dan meningkatkan keseragaman ukuran sesuai dengan ketentuan ukuran
2
Screen 97,05 97,47 66,63 64,94
Tr ia l
produk yang diharapkan. Penggantian ini diperkirakan dapat meningkatkan waktu efektif kerja unit peremuk sebesar 97,5 menit atau 1,625 jam. Produktifitas perhari unit peremuk setelah penggantian, sebesar : Q = 236 ton/jam x (12.98 jam +1,625 jam) = 3.446,78 ton
Waktu efektif kerja meningkat menjadi : We = 779,3 menit/hari +97,5 menit/hari = 876.8 menit/hari = 14,6 jam/hari Efisiensi kerja (E) menjadi:
E We x 100 % Wt 876,8 x 100 % 1200 73,06 %
Produktifitas unit peremuk di PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu saat ini yang mampu dicapai adalah sebesar 3.063 ton per hari dengan waktu efektif 12,98
PD
jam sedangkan target produksi yang ingin dicapai sebesar 4.706 ton per hari dengan waktu kerja yang direncanakan 20 jam, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk meningkatkan produktifitas dari unit peremuk agar target produksi yang ditetapkan dapat terpenuhi. Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan antara lain : 1. Alternatif 1, meningkatkan laju pengumpanan Penambahan kapasitas umpan sebesar 17,37% atau 41 ton meningkatkan laju pengumpanan dari 236 ton per jam menjadi 277 ton per jam. 2. Alternatif 2, mengurangi waktu tunda
w w
5.4.
C w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
Menambah waktu kerja sebesar 192 menit dari 779,3 menit per hari menjadi 971,3 menit per hari 3. Alternatif 3, peningkatan efisiensi secondary crusher Penggantian secondary crusher meningkatkan waktu efektif kerja unit peremuk sebesar 97.5 menit per hari. Akumulasi dari upaya-upaya perbaikan yang dilakukan memberikan
peningkatan produktifitas dari unit peremuk menjadi sebesar: Q = 277 ton /jam x (16,19 jam + 1,625 jam) / hari = 4934,75 ton/hari
Hasil ini menunjukkan bahwa target produksi sebesar 4706 ton per hari telah
Kondisi ketersediaan unit peremuk sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilihat pada
C w
MA
.s
re
at ca
PA 79,63 92,73 Kd ton/jam 300 300 300 300 300
tabel 5.2.
Tabel 5.2.
ns
UA 81,55 96,05
e! o
Tabel 5.3 Kn ton/jam 236 154,57 236 188,86 236
ft.
co
m
Eut 64,94 89,06 Kp ton/jam 277 174,23 277 212,86 277 En (%) 78,66 51,52 78,66 62,95 78,66
Sebelum sesudah
76,62 92,45
PD
Peningkatan Efektifitas Peralatan Unit Peremuk Nama Alat Ep (%) 92,33 58,08 92,33 70,95 92,33
No 1 2 3 4 5
Vibrating Grizzly Primary Crusher Vibrating Screen Secondary Crusher Radial Stacker
w w
tercapai. Peningkatan produktifitas unit peremuk ini dapat digambarkan seperti yang
Tr ia l
Keterangan : Kd = Kapasitas desain, ton/jam Kn = Kapasitas nyata sebelum peningkatan, ton/jam Kp = Kapasitas nyata setelah peningkatan, ton/jam En = Efektifitas sebelum peningkatan, % Ep = Efektifitas setelah peningkatan, %
Distribusi ukuran produk peremuk secondary crusher setelah penggantian dapat digambarkan seperti pada tabel 5.4.
Tabel 5.4.
re
-10 + 2 -2
ns
-32 + 10
at ca
.s
48
ft.
-50 + 32
15
co
+50
e! o
10 18,5 8,5
% berat
Ditribusi ukuran produk secondary crusher (setting 1 1/4 inchi) % kumulatif 100 90 75 27 8,5
Dari data yang ditunjukkan tabel 5.4 mengenai distribusi ukuran produk peremuk batubara, target ukuran batubara yang diharapkan sesuai dengan target perusahaan
PD
C w
w w
Tr ia l
Umpan 277tpj
HOPPER
600 mm
Undersize
-150 mm
Oversize
-600 +150 mm 181,5 ton
150 mm
re C w F PD
at ca
.s
VIBRATING SCREEN
50 mm;277ton,eff 92,33%
ns
236 tton 50 mm
e! o
-150 + 50 mm
ft.
Undersize
-50 mm
w w
SECONDARY CRUSHER
50 mm,212,86ton,eff 70,95%
co
Belt Conveyor BC-2
Radial Stacker
277ton, eff 92,33%
PRODUK
m
Produk 277 ton/jam
PRIMARY CRUSHER
Tr ia l
150 mm
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu, diambil kesimpulan dan diajukan saran sebagai
6.1.
Kesimpulan
1. Alternatif 1, penambahan umpan sebesar 41 ton menjadi 277 ton per jam. Penambahan kapasitas ini disesuaikan dengan kapasitas pengumpanan satu
meningkatkan produksi dari 3.063 ton per hari menjadi 3.595,5 ton per hari. Alternatif ini belum dapat mencapai target yang diinginkan perusahaan
2. Alternatif 2, pengurangan waktu tidak efektif karena faktor manusia atau non
waktu kerja efektif dari 12,98 jam per hari menjadi 16,19 jam per hari,
PD
3. Alternatif 3, penggantian secondary crusher dapat menghemat waktu kerja yang hilang untuk perbaikan pada secondary crusher sebesar 1,625 jam meningkatkan produksi unit peremuk sebesar 383,78 ton per hari dari 3.063 ton per hari menjadi 3.446,78 ton per hari. Alternatif ini belum mencapai target yang diharapkan perusahaan sebesar 4.703 ton per hari. Penggantian secondary crusher mengurangi persentase ukuran -150 +50 pada produk dari 21,3 % dari total produk 236 ton per jam atau sebesar 50,27 ton menjadi 1% dr pou 27t pra a u l i kc dr2, t 0 a rdk 7 o e j t e h ei a 7 o i n m a b l i 7 n setelah dilakukan penggantian, sehingga memenuhi kriteria ukuran produk
meningkatkan produksi sebesar 757 ton per hari, dari 3.063 ton per hari menjadi 3.820 ton per hari. Alternatif ini belum dapat mencapai target perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
C w
w w
.s
teknis, menambah waktu kerja sebesar 3,2 jam yang dapat meningkatkan
re
ns
at ca
e! o
unit wheel loader, memberi tambahan produk perhari sebesar 532,5 ton,
ft.
co
Tr ia l
berikut :
batubara yang ditargetkan perusahaan sesuai permintaan konsumen sebesar 50 mm dengan toleransi 0 1%. 4. Penggabungan dari semua upaya perbaikan yang dilakukan memberikan peningkatan produktifitas unit peremuk menjadi sebesar 4.934 ton per hari sehingga terpenuhi target produksi perusahaan sebesar 4.706 ton per hari.
Upaya-upaya yang disarankan untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada unit peremuk PT. Tanjung Alam Jaya site Batang Banyu, yaitu :
ketika waktu istirahat unit peremuk atau ketika pergantian shift, sehingga
PD
C w
w w
kinerja dari unit peremuk secara keseluruhan, dan untuk mencapai tingkat
.s
re
at ca
ns
ft.
co
waktu tunda.
e! o
Tr ia l
6.2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1.
Brown. G.J, O.B.E., Mech.E.(1963), Principle And Practice Of Crushing And Screening. Currie John. M. (1973), Unit Operation In Mineral Processing CSM Press Columbia. Edgar Thomas. F. (1983) Coal Processing And Pollution Control, Gulf Publushimg Company, Houston, Texas Indonesianto.Y,(2007), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pr m agnU i rt Pm agnn ai a e r oykr . e a bna, n e is e bnua N s nlV t a Y gaa a t v sa o en t
2.
3.
4.
7.
8.
_____ CEMA (Conveyor Equipment Manufactures Association), 1980, Belt Conveyor For Bulk Materials, Second Edition, CBI Publishing Company, Inc,
PD
Boston, Massachusetts.
C w
w w
.s
Prodjosumarto. P, (1995), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung.
re
at ca
6.
Mudd Seely. W. Series (1968) Coal Preparation, Third Edition, The American Institute of Mining, Metallurgical and Petroleum Engineers, Inc, New York.
ns
e! o
ft.
co
5.
Tr ia l
LAMPIRAN A DATA JUMLAH CURAH HUJAN BULANAN (MM) DI DAERAH PENELITIAN TAHUN 1998 -2007
Feb
245.60 190.70 230.40 174.90 213.40 203.40 168.00 170.20 96.35 185.08 187.80
Mar
178.90 166.40 247.10 148.20 244.20 221.70 220.00 145.00 185.40 226.80 198.37
Apr
234.10 134.90 221.50 121.30 198.60 145.30 102.50 112.80 40.47 225.60 153.71
Mei
145.30 112.50 118.70 98.00 172.30 92.10 70.70 99.00
Jun
87.20 54.70 76.80 67.30 75.20 76.50 64.20 31.90
Jul
45.70 46.20 92.30 102.50 49.70
Ags
33.10 12.50 44.60 41.60 30.10 32.40 10.60 20.20 0.00 8.79 23.39
Sep
5.00
Okt
84.50
Nov
113.90 134.00 120.80 99.60
Des
192.50 188.10 152.50 184.70 196.50 215.20 158.70 179.80 201.04 213.58 188.26
Total
1576.10 1408.20 1593.90 1301.90 1534.70 1455.80 1261.40 1242.70 1163.12 1565.66
e! o
12.50 37.00 0.44
co
55.80
2
ft.
re
122.51 115.17
89.56 87.26
ns
120.56
at ca
249.20
175.59 61.77
C w
w w
.s
Tr ia l
55.80 12.60 20.30 17.30 20.20 4.50 9.00 19.88 8.12 17.27 115.20 99.10 55.90 84.50 68.70 89.20 97.30 0.00 107.56 80.20
1410.3
PD
Panjang bawah = 1.9 m Lebar bawah Tinggi Luas atas = 1.2 m =3m
PD
Luas bawah
V1 = 4 x4 x0.5 = 8 m3
V2 =
1 16 2.28 16 x 2.28 x 2 . 15 3
C w
=4mx4m = 16 m2
= 1.9 x 1.2 m = 2.28 m2
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
=4m
Maka volume hopper, adalah Vh = V1 +z V2 +V3 = 8+17.43 + 0.8 = 26.23 m3 B.3. Kapasitas Hopper K = Vh x Bi Di mana : K = Kapasitas hopper (ton) Vh = Volume hopper (m3) Bi = Bobot isi material berai (ton/m3) Maka : K = 26.23 x 0.88 = 23 ton
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
A. Body Frame 1. Plate 2. Plate 3. Plate 4. Hardox plate 5. UNP 6. Siku B. Bearing Housing 1. Type : tebal 10 mm : tebal 16 mm : tebal 25 mm
re
4. INP
w w
3. H-Beam
C w
PD
C. Exentrik Pulley and Shaft 1. Souble Drive Shaft 2. Contol weight D. Chute Hopper Plate : tebal 5 mm : 16 inch : diameter 500 x tinggi 200 mm
.s
at ca
: 22322 FAG : 115 x 140 x 15 : 250 x 250 mm : 100 x 50 x 4,5 x 2,7 mm : tebal 16 mm : 60 x60 mm : 100 x 50 mm : Castrol Alfa 220
ns
e! o
: 60 x 60 mm
: tebal 10 mm : 150 x 75 mm
ft.
co
Tr ia l
= 1500 mm
E. Plate Grade 1. Stell bar 2. Stell bar 3. UNP F. Power Drive 1. Power motor 2. Rpm motor 3. Motor manufacture G. Power Transmission Drive 1. Type of pulley 2. Double gear 3. Pulley V-belt : 20 HP / 15 KW / 380 V/50 Hz : 1500 rpm : siemens : 100 x 16 mm : 75 x 12 mm : 100 x 50 mm
: V-belt pulley
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
: diameter 10 inch x B4
Tr ia l
1. Width 2. Length 3. Height B. Type 36 x 60 RB 1. Input lump size 2. Output lump size C. Cover Body Ship Plate D. Bearing Housing 1. SKF 2. Housing
: 600 mm : 150 mm
re
E. Pulley Crusher
1. Pulley
w w
C w
PD
F. Base Frame 1. H-Beam 2. UNP 3. Siku 4. Plate G. Power Drive 1. Power motor 2. Rpm motor : 50 HP / 37 KW / 380 V/50 Hz : 1500 rpm : 250 x250 mm : 100 x 50 mm : 60 x 60 mm : tebal 16 mm
.s
at ca
: 32230 zz
: diameter 900 x tinggi 120 x 1200 : 115 x 140 x 15 : Castrol alfa 220
ns
e! o
: tebal 8 mm
ft.
co
Tr ia l
A. Dimention
3. Motor manufacture H. Power Transmission Drive 1. Type of pulley 2. Double gear 3. Pulley V-Belt
: siemens
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
A. Body Frame 1. Plate 2. Plate 3. Pipa 4. Hardox palte 5. UNP 6. Siku B. Bearing Housing 9. Type : tebal 10 mm : tebal 16 mm
re
1. H-Beam
w w
C. Bearing Housing
C w
2. UNP 3. Siku
PD
D. Excentrik Pulley & Shaft 1. Double drive shaft 2. Control weight E. Chute Hopper Plate F. Deck Screen Flat top mesh : 50 mm : tebal 5 mm : 8 inch : diameter 600 x tinggi 600 mm
.s
at ca
ns
e! o
: 60 x 60 mm
: 150 x 75 mm
: 22324 CCW 33
ft.
co
Tr ia l
G. Power Drive 4. Power motor 5. Rpm motor 6. Motor manufacture H. Power Transmission drive 1. Type of pulley 2. V-Belt 3. Pulley V-Belt 4. Pulley V-Belt : V-Belt pulley : V-Belt B3 x 32 inch : diameter 10 inch x D4 : diameter 18 inch x D4 :40 HP / 30 KW / 380 V/50 Hz : 1500 rpm : siemens
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
4. SKF 5. Housing
re
: 30324
M.
Pulley Crusher
4. Pulley
w w
C w
PD
5. Lubication seal nok 6. Olie Base Frame 5. H-Beam 6. UNP 7. Siku 8. Plate
N.
O.
Power Drive 4. Power motor 5. Rpm motor : 50 HP / 37 KW / 380 V/50 Hz : 1500 rpm
.s
ns
at ca
e! o
: tebal 8 mm
ft.
co
Tr ia l
6. Motor manufacture P. Power Transmission Drive 4. Type of pulley 5. Double gear 6. Pulley V-Belt 7. Pulley V-Belt Q. Spring VI B Feeder Spring
: siemens
: V-Belt pulley : diameter 400 x tinggi 100 mm : diameter 10 inch x B4 : diameter 18 inch x B4
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
: 9633 mm
re
C w
.s
w w
PD
1. Carry roller length 2. Diameter carry roller 3. Pitch carry roller 4. Quantity carry roller 5. Carry roller inclination 6. Return roller langth 7. Diameter return roller 8. Pitch return roller 9. Quantity return roller 10. Return roller inclination
ns
at ca
e! o
: 1100 mm : 14 inch
: 1100 mm : 6 inch
:80 x 45 mm : 70 x 70 mm :60 x 60 mm
: 370 mm : 114 inch : 1000 mm : 99 unit : 35 deajat : 1100 : 114 inch : 2000 mm : 16 unit : 0 derajat
ft.
co
2
: diamond
Tr ia l
: 2 m/ second
D. Support 1. UNP 2. Siku 3. WF E. Bearing 1. Plummer block 2. Pillow block F. Rubber Belt 1. Belt length 2. Belt width 3. Number of ply 4. Grade & type of ply 5. Number of splice 6. Endless type 7. Manufacture G. Power Drive 1. Power motor 2. Rpm motor
: EP 300
at ca
.s
3. Motor manufacture
re
1. Type of pulley
w w
C w
PD
I. Radial Stacker 1. WF 2. WF 3. UNP 4. Plate 5. Plummer block 6. Sprocket & cahin 7. Tire ring 8. Gear motor : diameter as 90 mm : diameter 110 mm : 5 HP/3Ph/380 V/50Hz : 250 x 175 mm : 150 x 75 mm : 80 x 45 mm : tebal 6 mm
ns
e! o
: continental
ft.
co
2
: 1 splice : cold endless
Tr ia l
PD
C w
w w
25.1
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 % B ratarata
persen berat (%) +150 +150 -100 (mm) 19.8 24.2 22.5 18.3 22.6 19.8 20.2 9.5 13.8 10.4 23.6 22.4 22.2 23.7 19.1 22.5 15.6 17.3 16.4 18.2 18.7 22.1 14.6 25.6 20.8 21.3 19.8 20.2 21.8 23.1 19.7 (mm) 23.2 22.2 22.4 22.6 25.3 20.7 24.5 23.9 21.8 23.5 27.1 28.3 22.5 26.7 23.8 27.6 25.1 28.2 21.5 22.6 24.7 25.1 23.6 24.7 25.8 23.1 21.8 28.7 26.4 23.9 24.4
+100 -50 (mm) 23.4 22.6 25.8 26.5 26.9 28.7 26.3 25.1 24.3 28.1 26.7 25.2 22.8 23.5 26.1 24.3 23.8 25.2 26.3 23.1 28.9 27.1 26.4 24.6 26.5 23.8 22.9 29.8 27.2 21.4 25.4
+50 -32 (mm) 22.1 21.9 22.1 18.7 16 23.4 21.8 32.9 34.3 30.6 14.3 13.5 26.4 13.7 25.4 7.3 25.9 16.5 22.6 30.7 19.5 10.8 24.9 7.6 14.2 21.7 28.7 14.2 15.9 21.4 20.6
- 32 (mm) 11.5 9.1 7.2 13.9 9.2 7.4 7.2 8.6 5.8 7.4 8.3 10.6 6.1 12.4 5.6 18.3 9.6 12.8 13.2 5.4 8.2 14.9 10.5 17.5 12.7 10.1 6.8 7.1 8.7 10.2 9.9
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 % B ratarata
persen berat (%) +50 +50 -32 (mm) 17.7 22.1 18.4 23.2 22.8 30.7 20.6 21.9 20.9 24.2 18.1 17.8 23.4 20.6 22.3 16.9 21.5 17.8 25.4 17.1 17.6 20.1 25.8 18.8 17.9 18.5 27.2 20.6 32.3 17.6 21.3 (mm) 40.9 36.6 38.7 34.2 34.4 33.4 40.1 37.7 36.9 35.7 38.2 37.2 37.2 36.7 39.1 40.3 38.1 38.4 36.6 40.6 40.1 38.8 39.1 36.1 40.2 36.5 35.3 41.6 37.2 38.4 37.8
+32 -10 (mm) 19.2 20.1 20.7 22.1 22.9 19.2 19.7 18.4 20.5 24.1 25.8 22.2 22.1 21.9 20.9 22.2 21.0 20.6 18.9 22.1 19.6 21.8 17.4 20.2 20.2 24.5 21.4 15.2 13.8 24.9 20.8
+10 - 2 (mm) 13.6 13.4 12.9 12.6 13.1 12.3 11.3 13.1 12.4 8.6 11.3 15.1 8.9 11.4 12.1 13.9 14.2 13.6 10.3 12.8 14.1 11.6 11.3 15.6 14.4 12.7 8.3 15.7 13.3 13.6 12.6
-2 (mm) 8.6 7.8 9.3 7.9 6.8 4.4 8.3 8.9 9.3 7.4 6.6 7.7 8.4 9.4 5.6 6.7 5.2 9.6 8.8 7.4 8.6 7.7 6.4 9.3 7.3 7.8 7.8 6.9 3.4 5.5 7.5
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
Tabel I.1. Pengamatan waktu hambatan karena faktor non teknis (menit)
no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 jumlah rata-rata a 27 25 27 17 15 26 22 13 14 19 10 23 15 16 20 15 25 16 22 21 10 21 12 24 20 10 13 15 19 15 b 5 9 7 11 3 8 5 12 10 12 3 9 7 4 3 8 13 7 10 10 8 11 9 13 10 5 8 4 9 7 c 5 3 7 5 15 7 6 7 5 9 3 3 6 3 2 5 5 4 4 2 5 3 3 2 7 10 8 6 8 7 d 10 8 9 6 9 7 10 7 3 9 11 2 9 9 10 5 2 5 10 15 10 5 12 8 10 9 13 11 10 15 e 20 21 11 15 10 12 13 20 20 9 13 25 15 24 12 15 17 20 23 20 15 12 24 22 5 15 15 10 14 20 f 5 10 13 5 12 10 9 8 10 13 12 10 11 5 12 9 11 7 12 11 8 10 11 13 4 11 10 7 14 18 g 7 5 10 4 9 15 3 4 9 7 6 11 13 14 8 6 7 6 9 7 5 10 15 4 8 9 5 10 7 8 h 9 10 8 9 11 12 10 9 7 12 13 9 10 11 10 12 9 13 11 10 11 8 9 12 9 9 14 10 12 20 319 10.6
PD
C w
547 18.2
w w
240 8.0
.s
re
at ca
165 5.5
ns
259 8.6
e! o
ft.
487 16.2
co
Keterangan : a. b. c. d. Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja pertama Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir pertama Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja pertama Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja pertama
Tr ia l
301 10.0 241 8.0
e. f. g. h.
Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja kedua Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir kedua Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja kedua Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja kedua
PD
Keterangan : a. b. c. d. Cek rutin crusher Perbaikan pada vibrating grizzly feeder Perbaikan pada primary crusher Perbaikan pada vibrating screen
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
e. Perbaikan pada secondary crusher f. Perbaikan pada belt conveyor g. Pembersihan crusher
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
PD
Keterangan : i. Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja pertama j. Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir pertama k. Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja pertama
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
l. m. n. o. p.
Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja pertama Persiapan memulai pekerjaan awal gilir kerja kedua Berhenti kerja sebelum waktunya istirahat kerja gilir kedua Persiapan memulai pekerjaan setelah istirahat gilir kerja kedua Menghentikan pekerjaan sebelum waktunya pada akhir gilir kerja kedua Tabel J.2. Hambatan karena faktor alat (menit)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
a 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
e 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 f 0 0 0 0 158 0 0 0 0 0 128 0 0 0 0 0 215 0 0 0 0 0 0 176 0 0 0 0 0 0 677 22,6 g 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : h. i. j. k. l. m. n. Cek rutin crusher Perbaikan pada vibrating grizzly feeder Perbaikan pada primary crusher Perbaikan pada vibrating screen Perbaikan pada secondary crusher Perbaikan pada belt conveyor Pembersihan crusher Tabel J.3
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
Isi bbm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sholat 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 240 8
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
Sahur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Waktu operasi yang tersedia = 20 jam per hari Dengan demikian target produksi per jamyang diinginkan adalah sebesar : 4.706 ton / hari 236 ton / jam 20 jam / hari
2 at e!
re
w w
Tr .
sc an
so f
ia
l t
.c
om
W MA x 100 % W R
dimana : W=
Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada suatu alat yang
perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan prefentif. f. Physical Availability (PA)
Physical Availability adalah catatan ketersediaan mengenai keadaan fisik dari alat
PD
g.
PA
W S x 100 % W R S
dimana : S = Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan, akan tetapi alat
tersebut tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan. Use of Availability (UA) Angka Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat dijadikan suatu ukuran seberapa baik pengelolaan pemakaian peralatan. Persamaannya adalah :
W UA x 100 % W S
w w
Persamaannya adalah :
C w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
R=
Jumlah jam untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu saat
dalam kondisi yang dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini
Tr ia l
h.
Effective Utilization (Eut) Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif. Persamaannya adalah :
Eut
W x 100 % W R S
Jaya, diperoleh nilai ketersediaan alat unit peremuk sebagai berikut : Dikeahui : W = 779,3 menit R = 244,.5 menit S = ( 90,97 + 85,3 = 176,27 menit Maka :
MA
W x 100 % W R
PD
= 76,12 %
W S PA x 100 % W R S
779,3 176,27 x 100 % 779,3 244,5 176,27
PA
= 79,63 %
UA
W x 100 % W S
w w
MA
C w
.s
re
ns
at ca
e! o
ft.
co
Tr ia l
Berdasarkan pengamatan waktu operasi unit peremuk batubara PT. Tanjung Alam
UA
= 81,55 %
Eut
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
= 64,94 %
Tr ia l
Model
( kg/lb )
HP(kW)/Rpm PS (kW)/Rpm m3 (cu.yd)
WA 500
km/h(MPH)
ENGINE :
C w
w w
Overall length Overall width Overall height Wheelbase Treads(front and rears) Articulation angle (each)
mm( ft.in) mm( ft.in) mm( ft.in) mm( ft.in) mm( ft.in) degree
ns
DIMENSIONS :
at ca
.s
mm(in) ltr (cu.in)
e! o
ft.
co
re
PD
CAPACITY :
Fuel tank ltr ( U.S.gal) 465 (122.9)
Perhitungan produksi alat muat wheel loader WA 500 dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut : Q=qx x E1 x E2
Dimana: Q q = produktifitas teoritis wheel loader, m3/jam (ton/jam) = produksi per siklus (cycle), m3 (ton) = kapasitas bucket x bucket fill factor x densitas batubara
Tr ia l
315 (235)/2100 319 (235)/2100 6 (7,8) 7.1 (4.4) 12.6 (7.8) 21.2 (13.2) 34.8 (21.6) 7.9 (4.9) 14.1 (8.6) 23.5 (14.6) 38.1 (23.7)
9105 (29'10") 3400 (11'2") 3860 (12'8") 3600 (11'10") 2400 (7'10") 40
= 6 x 0,9 x 0,88 = 4,75 ton Ct = cycle time, menit = 0,42 detik = 0,7 menit ( lampiran M.2) E1 = efisiensi kerja = 0,80 (Partanto P.) E2 = Efisiensi waktu = 0,85 (Partanto P.)
Dari data-data di atas, maka produktifitas wheel loader WA 500 adalah : Q = 4,75 x x 0,80 x 0,85
PD
C w
w w
.s
re
at ca
ns
ft.
co
e! o
Tr ia l
T1
10 3 6 8 7 10 9 9 8 7 8 7 8 7 7 6 8 8 10 7 7 7 6 8 6 8 7 10 7 6 9 7 7.53
T2
18 17 17 16 16 17 17 17 19 17 19 17 18 18 18 18 19 18 18 18 20 19 18 17 17 21 19 18 20 18 20 19 18.06
T3
2 1 2 2 2 1 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1.78
T4
14 14 14 15 16 14 15 15 13 13 16 13 14 15 15 14 14 16 14 14 13 16 14 16 15 16 16 16 16 15 17 16 14.81
Ct
44 35 39 41 41 42 44 43 43 39 46 39 42 42 42 40 43 44 45 41 41 44 39 42 40 47 43 45 44 40 47 43 42.19
PD
Keterangan : Ct T1 T2 T3 T4 : Waktu edar (cycle time) alat muat, detik : Waktu penggalian (digging time), detik : Waktu pengangkutan (traveling load time), detik :Waktu penumpahan (dumping time), detik : Waktu kembali kosong ( traveling empty time), detik
C w
w w
.s
re
at ca
ns
e! o
ft.
co
Tr ia l
LAMPIRAN N Two-Roll Crusher Estimated Gradation Chart Percent Passing (Open Circuit)
1/4"
3 / 8
1/2"
5 / 8
3/4"
1 0 9 8 7 6 5 4 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 7 / 8 3 / 4 5 / 8 1 / 2 3 / 8 56 / 1 1/4" 4M 100 97 92 79 56
C w
.s
re
at ca
ns
e! o
100 92 85,1 76,1 65,5 50 45,5 37,2 28,2
ft.
co
2
w w
100 100 98 100 100 90 86 75 67 56 42 38 31,5 24 100 100 96 90 78 72,4 60,9 45,7 92 88 78 58 53 43 35,5 93 81,5 75 65 58,4 48,9 36,7 33,2 27,5 21 92 86 73 66 55 49,5 41,5 31 29 23 17,5 95 90 82 75 62 56 47 42,5 35.5 27 24 20 15
PD
Tr ia l
7 / 8 1
Product size
8M
PD
33
F C w
w w .s ns co m
25,4 18
re at ca e! o 2
ft.
Tr ia l
8,5