You are on page 1of 10

A-06/PK PETUNJUK KEGIATAN

INTERAKSI OBAT DALAM KLINIK


Petunjuk Kegiatan
I. PENDAHULUAN Dalam praktek klinik, seorang dokter akan sering menjumpai peristiwa interaksi obat di mana aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Kepentingan untuk membahas masalah interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan, di mana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan pada seorang penderita. Interaksi obat tidak sselamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan terjadi interaksi ini tidak diwaspadai pada waktu memberikan obat pada pasien, maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan lebih besar. Modul ini akan membahas berbagai bentuk dan mekanisme interaksi obat dan dampaknya secara klinik serta bagaimana menghindari kemungkinin-kemungkinan dampak yang merugikan. II. TUJUAN Sesudah kuliah dan diskusi ini,mahasiswa diharapkan: 1. Memahami berbagai bentuk interaksi obat, 2. Memahami mekanisme interaksi obat, 3. Memahami dampak klinik dari intertaksi obat, 4. Mampu menelaah interaksi dan melakukan upaya untuk menghindari terjadinya dampak yang merugikan dari interaksi opbat. III. PERSIAPAN 1. Membaca catatan kuliah/diskusi A-06/CKD mengenai INTERAKSI OBAT DALAM KLINIK. 2. Melihat satu atau beberapa contoh resep, terutama resep yang terdiri dari lebih satu jenis obat (polifarmasi) dan menelaah kemungkinan-kemungkinan adanya interaksi yang penting. Kalau menemui interaksi yang penting, ajukan dalam diskusi kelas. IV. PUSTAKA YANG DIANJURKAN Grahame-Smith DG & Aronson JK 1985 oxford textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapi. Pp.158-171. Oxford University Press, Oxford. ***

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

A-06/CKD CATATAN KULIAH

INTERAKSI OBAT DALAM KLINIK


I. PENGERTIAN DAN KEJADIAN INTERAKSI Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampior bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuhi ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai, - Terjadinya efek samping, - Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan. Angka kejadian (incidence) dari interaksi obat tidak terlalu jarang dalam klinik. Menurut laporan diperkirakan + 7% dari kejadian efek samping obat disebabkan karena peristiwa interaksi obat, dan kurang lebih 1/3 dari pasienpasien yang meninggal karena efek samping obat (+ 4% dari kematian di rumah sakit ) dikarenakan oleh interaksi obat. Peristiwa interaksi ini menjadi pokok yang penting untuk selalu diperhatikan dengan melihat kebiasaan peresapan polifarmasi yang ada dalam praktek. Sebagai contoh, setiap pasien yang datang ke Puskesmas rata-rata akan medapat obat + 4 jenis pada saat yang bersamaan. Walaupun secara teoritik atau eksperimental kemungkinan terjadinya interaksi sangat beraneka-ragam tetapi tidak semua interaksi tersebut bermakna atau penting dalam klinik . Perubahan ini hanya menyangkut interaksi yang penting secara klinik. Kepentingan klinik ini secara sekali lagi dilihat dari dampak yang terjadi apakah mempengaruhi terjadinya efek toksis ataukah menyebabkan kegagalan tercapainya efek terapik. II. OBAT YANG TERLIBAT DALAM PERISTIWA INTERAKSI Interaksi obast paling tidak melibatkan 2 jenis obat, - Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat lain. - Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau atau efek obat lain. II.1. Obat obyek Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri: a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahab besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat. b. Obat-obat dengan rasaio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis. Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi, antikoagulansia: warfarin, antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi, hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll, anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll, glikosida jantung: digoksin, antihipertensi, kontrasepsi oral steroid, antibiotika aminoglikosida, obat-obat sitotoksik, obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

II.2. Obat presipitan Obat-obat presipitanadalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut: a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain. b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik. c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitantersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi farmakokinetika, yakni terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindask sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda. III. PEMBAGIAN DAN MEKANISME INTERAKSI Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, 1. Interaksi farmasetik, 2. Interaksi famakokinetik, 3. Interaksi farmakodinamik. III.1. Interaksi farmasetik Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi di mana terjadi reaksi fisiko-kimiawi antara obat-obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas farmakologik obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat-obat yang dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalya dalam infus atau suntikan . Campuran penisilin (atau antibiotika beta-laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat-obat ini pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup, Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar masingmasing obat. Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat infus. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet), untuk melihat peringatanperingatan pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksiinfus dan lain-lain)

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain, perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan. Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain. Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya. Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.

III.2. Interaksi farmakokinetik Interkasi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut. III.2.1. Interaksi dalam proses absorpsi Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadidengan berbagai cara misalnya, Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain. Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak diabsorpsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan senyawasenyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat tertentu, misalnya: umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan Contoh-contoh interaksi dalam proses absorpsi ditampilkan pada tabel 1.

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tabel 1. Contoh interaksi obat dalam proses absorpsi Obat obyek Tetrasiklin Tetrasiklin Digoksin Antibiotika Obat presipitan Ca++, Mg++ Asl+++, Fe+++ NaHCO3 (bikarbonat) Metoklopramid Makanan Mekanisme yang terjadi Kelasi Perubahan pH Perubahan motilitas usus Perubahan pH, motilitas dll Perubahan efek Penurunan absorpsi tetrasiklin Penurunan absorpsi tetrasiklin Penurunan absorpsi digoksin Penurunan absorpsi antibiotika

III.2.2. Interaksi distribusi Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau obatobat hipoglikemik (tolbutamid, kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik. Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat-obat lain. Misalnya obat-obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat-obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi. Contoh-contoh interaksi dalam proses distribusi dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2. Contoh interaksi obat dalam proses distribusi Obat obyek Tobutamid dan obat-obat hipoglikemik Bilirubin Warfarin Presipitan - Salisilat - Fenilbutason - Sulfa Sulfa Salisilat Mekanisme Penggusuran ikatan protein Penggusuran ikatan protein Penggusuran ikatan protein (ada mekanisme dinamik lain) Efek yang terjadi Hipoglikemia Kern icterus Perdarahan

III.2.3. Interaksi dalam proses metabolisme Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, v Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:
Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Rifampisin, Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital. Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu. v Penghambatan enzim (enzyme inhibitor). Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengans egala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah: kloramfenikol isoniazid simetidin propanolol eritromisin fenilbutason alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak merugikan. Umumnya secara ringkas dapat dikatakan bahwa, - Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai. - Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang toksik. Contoh-contoh interaksi dalam metabolisme baik berupa pemacuan enzim atau penghambatan enzim ditampilkan pada tabel 3 dan 4. Tabel 3. Contoh-contoh interaksi karena pemacuan enzim Obat obyek Antikoagulan warfarin Tolbutamid Kontrasepsi oral steroid Fenitoin Doksisiklin Kortikosteroid Obat presipitan Akibat klinik Penurunan efek antikoagulan Penurunan efek antidiabetik Kegagalan kontrasepsi\ Penurunan/kegagalan terapi antiepilepsi Penurunan kadar obat Penurunan kadar obat

Rifampisin Fenitoin Fenobarbital Karbamasepin

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tabel 4. Contoh-contoh interaksi karena penghambatan enzim Obat obyek Fenitoin Antikoagulan warfarin Tolbutamid & klorpropamid Teofilin Obat presipitan Isoniazid (INH) Fenilbutason, kloramfenikol Alopurinol Fenilbutason Kloramfenikol Isoniazid, propanolol Simetidin, eritromisin (?) Akibat klinik Efek toksik meningkat Perdarahan Hipoglikemia Efek toksik meningkat

III.2.4. Interaksi dalam proses ekskresi Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses sekresi penisilin terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat-obat diuretika menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi aminoglkosida. Contoh interaksi dalam proses ekskresi ditampilakn dalam Tabel 5. Tabel 5. Interaksi obat pada proses ekskresi Obat obyek Penisilin Metotreksat Digoksin Slaisilat Indometasin Lithium Aminoglikosida Obat presipitan Probenesid Salisilat Kinidin Probenisid Probenisid Tiazida Furosemid Akibat klinik Kenaikan kadar penisilin Meningkatnya efek toksik metotreksat Toksisitas digoksin Toksisitas salisilat Toskisitas salisilat Toksisitas lithium Nefrotoksisitas aminoglikosida

III.3. Interaksi farmakodinamik Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat. Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi, \ Interaksi langsung (direct interaction) \ Interaksi tidak langsung (indirect interaction) III.3.1. Interaksi langsung Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat pada
Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut. a. Antagonisme pada tempat yang sama Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya: - Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson. - Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat fisotigmin. - Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir efek-efek kolinergik yang terjadi. b. Sinergisme pada tempat yang sama Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Contoh-contoh interaksi ini, misalnya: - Efek obat pelemas otot depolarisasi(depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang. - Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti verapamil dapat menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung yang sama. c. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama. Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya, - Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat, - Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya depresi susunan saraf pusat. - Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida - Kombinasi beberapa obat antihipertensi III.3.2. Interaksi tidak langsung Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara lain, - Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat, fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses hemostasis. - Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obatobat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada pasien-pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi. - Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika. - Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila diberikan bersama dengan obatobat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek diuretika furosemid

Obat obyek Interaksi langsung Obat-obat pelemas otot depolarisasi Obat-obat susunan saraf pusat Verapamil

Obat presipitan

Akibat klinik

Aminoglikosida kolistin, polimiksin, kinin, kinidin Obat-obat susunan saraf pusat Beta-blocker

Meningkatkan efek relaksasi otot sampai kelumpuhan Potensiasi efek Aritmia dan asistole

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Opiat Warfarin antikoagulan Interaksi tidak langsung Antikoagulan Antikoagulan Glikosida jantung Antiaritmia Glikosida jantung Diuretika Vasodilator

Nalokson Pemulihan/pembalikan efek opiat Steroid anabolik, klofibrat, Meningkatkan efek antikoagulasi kortikosteroid, estrogen, tetrasiklin Antiagregasi trombosit Obat-obat ulserogenik Obat-obat penyebab hipokalemia Obat-obat penyebab hipokalemia Obat-obat penyebab hipokalsemia (Vit D, garam Ca) Obat-obat antiinflamasi nonsteroid Beta-blocker Gangguan hemostasis dan perdarahan Perdarahan meningkat Toksisitas glikosida Penurunan efek Toksisitas glikosida Penurunan efek diuresis Peningkatan efek klinik antihipertensi dan antiangina

IV. DAMPAK KLINIK INTERAKSI OBAT Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme yang telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek (lihat II.1.), yakni: - Profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Untuk obat-obat dengan kurva kadar vs. respons yang curam (steep dose-response curve), di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti. - Obat-obat dengan resiko toksik: terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio), atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit. Di samping kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada jenis dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila efek obat obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik utama/penting terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat. Misalnya perubahan sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau kegagalan antikoagulasi. Secara ringkas, makna klinik yang bisa terjadi ada 2 macam, yakni: - Meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau tidak. - Kegagalan efek terapetik. Perlu dicatat bahwa mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik tidak selamanya berdiri sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme tersebut, sehingga untuk ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek yang terjadi. Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat-obat hipoglikemik atau dengan antikoagulan warfarin. Disamping interaksi kinetik pada ikatan protein, juga ada interaksi dinamik yang memperberat efek yang terjadi. UPAYA MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari dampak negatif dari interaksi obat. Untuk itu pegangan umum beriktu mungkin bermanfaat, 1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya: pengobatan tuberkulosis,
Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain. 2. Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik 3. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi. 4. Jika ada interaksi, tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan? Apakah perlu pengurangan dosis obat obyek? Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti? 5. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat. 6. Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek samping atau efek toksik yang timbul. Beberapa interaksi yang pernah dilaporkan mempunyai anti klinik, ditampilkan juga pada daftar terlampir. (lihat tabel 7). KEPUSTAKAAN Grahame-Smith DG & Aronson JK 1985 Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford Santoso B 1986 Makna klinik interaksi obat. Medika 12 (1):94-98 Stockley I 1981 Drug Interactions and Their Mechanisms, 3rd reprint. Cambridge University Press, Cambridge. Michaels RM & Brown GR (ed) 1985. Drug Consultants 1985-1986. John Wile & Sons, New York. Pp 332-339

***

Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

10

You might also like