You are on page 1of 14

PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI

I.

Variabel karakteristik individu yang perlu dipahami Alasan mengapa perlu memahami perilaku individu adalah karena tiap individu

mempunyai perbedaan dalam merespon sesuatu maupun perilaku, karena tidak ada manusia yang sama. Setiap pemimpin organisasi harus dapat memahami karakteristik tiap individu yang menjadi anggota organisasinya sehingga dapat dengan mudah memprediksi perilaku mereka. Berbagai variabel karakteristik yang perlu dipahami antara lain karakteristik biografis, kemampian, pembelajaran, persepsi, sikap, kepuasan kerja dan stres yang selajutnya akan diuraikan satu persatu. II. Karakteristik Biografis atau Ciri ciri biografis 1. Umur Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keluar masuknya pegawai, absensi, produktivitas dan kepuasan kerja. Hubungan umur dengan keluar masuknya pegawai adalah jika umur meningkat maka tingkat keluar masuknya pegawai menurun. Alasannya karena alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit, penghasilan lebih tinggi yang telah diperoleh, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Hubungan umur dengan absensi adalah jika umur meningkat, maka ketidakhadiran yang disengaja menurun tetapi ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat. Mengingat umur yang bertambah berarti adanya keluarga yang harus dibina. Ketidakhadiran yang disengaja jarang sekali dilakukan, karena melihat pada nilai gaji yang terpotong bila tidak masuk kerja. Hubungan umur dengan produktivitas adalah jika umur meningkat, maka produktivitas menurun. Alasan adalah menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan atau kebosanan dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada juga studi yang mengemukakan bahwa hubungan umur dengan produktifitas ternyata tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan alasan, menurunnya ketrampilan jasmani tidak cukup ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan meningkatnya umur biasanya diimbangi dengan meningkatnya pengalaman. Hubungan umur dengan kepuasan kerja terbagi menjadi dua bagian yaitu bagi karyawan profesional hubungannya adalah jika umur meningkat, kepuasan kerja juga meningkat. Sedangkan bagi karyawan non-profesional hubungannya adalah kepuasan
1

merosot selama usia tengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun selanjutnya. Bila digambarkan dalam bentuk kurva, akan berbentuk kurva U.

2.

Jenis Kelamin Sejauh ini tidak ada bukti yang pasti bahwa pria atau perempuan tampil lebih baik

dalam bekerja. Tidak ada perbedaan yang berarti antara pria dan wanita dalam produktivitas dan biasanya wanita memeliki tingkat absensi atau kemangkiran yan lebih tinggi dari pria.

3.

Status Perkawinan Tidak ada studi yangg cukup untuk menyimpulkan mengenai efek status perkawinan

terhadap produktifitas. Karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, pergantian yang lebih rendah dan lebih puas dengan pekerjaannya.

4.

Jumlah Tanggungan Tidak ada informasi yang cukup tentang hubungan antara jumlah tanggungan

seseorang dengan produktivitasnya. Tetapi, jumlah anak yang dimiliki oleh pekerja berhubungan erat dingan tingkat absensi dan kepuasan kerjanya.

5.

Ras Ras sebagai warisan biologis yang digunakan individu untuk mengidentifikasikan

diri mereka sendiri. Definisi ini memungkinkan setiap individu untuk mendefinisikan rasnya sendiri.Ras telah dipelajari sedikit banyak dalam PO, khususnya dalam hubungannya terhadap hasil-hasil pekerjaan seperti keputusan pemilihan personel, evaluasi kinerja, dan diskriminasi di tempat kerja. Dalam situasi pekerjaan, terdapat sebuah kecendrungan bagi individu untuk lebih menyukai rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kinerja,keputusan promosi, dan kenaikan gaji. Terdapat sikap-sikap yang berbeda secara substansial terhadap tindakan afirmatif (affirmative action) misalnya orang-orang Amerika Afrika mendapatkan programprogram seperti ini dalam tingkat yang lebih besar dibandingkan orang kulit putih. Orangorang Amerika Afrika biasanya mengalami perlakuan lebih buruk dibandingkan orang-orang kulit putih dalam keputusan-keputusan pekerjaan,misalnya orang-orang Amerika Afrika menerima penilaian yang lebih renah dalam wawancara pekerjaan, lebih rendah memperoleh bayaran, dan lebih jarang dipromosikan.

6.

Masa Kerja Tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih

produktif dari pada yang junior. Senioritas/masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.

III. Kemampuan Menurut Robbins (2001), kemampuan merupakan suatu kapasitas yang dimiliki seorang individu untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. 1. Kemampuan Intelektual Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan atau menjalankan kegiatan mental. Menurut Robbins (2001) ada 7 dimensi yang membentuk kemampuan intelektual, yaitu: a. Kecerdasan numerik yaitu kemampuan berhitung dengan cepat dan tepat. b. Pemahaman verbal yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar. c. Kecepatan perseptual yaitu kemampuan mengenal kemiripan dan perbedaan visual dengan cepat dan tepat. d. Penalaran induktif yaitu kemampuan mengenal suatu urutan logis dalam suatu masalah dan pemecahannya. e. Penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunakanlogika dan menilai implikasi dari sautu argumen. f. Visualisasi ruang yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisi dalam ruang diubah. g. Ingatan yang adalah berupa kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu. Beberapa profesi yang erat dengan kemampuan intelektual di antaranya adalah akuntan, periset, penyelia penjual.

2. Kemampuan Fisik Kemampuan fisik merupakan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut daya stamina, kecekatan, dan keterampilan. Berbeda dengan kemampuan intelektual yang memiliki peranan besar dalam pekerjaan yang rumit, kemampuan fisik hanya

menguras kapabilitas fisik. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.

IV. Kepribadian Kepribadian merupakan terjemahan inggris, yaitu personality. Kata personality sendiri berasal dari bahasa latin persona, yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjudari bahasa ikan. Pada saat pertunjukan para aktor tidak menampilkan kepribadian yang sesungguhnya melainkan menyembunyikan kepribadiaannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dari topeng yang digunakannya. Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut lentang kepribadian, berikut dikemukakan beberapa pengertian dari para ahli. Allport mengemukakan bahwa Personality is the dinamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environtment. Secara harfiah, pengertian itu dapat diartikan bahwa: kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya. Dalam Ensiklopedia Wikipedia kata kepribadian didefinisikan sebagai a dynamic and organized set of characteristics possessed by a person that uniquely influences his or her cognitions, motivations, and behaviors in various situations. Arti harfiah dari definisi ini adalah bahwa kepribadian merupakan serangkaian karakteristik yang dinamis dan terorganisasi yang dimiliki oleh seseorang yang secara unik mempengaruhi kognisi, motivasi, tingkah laku orang tersebut dalam berbagai situasi. Pengertian ini tampaknya senada dengan pengertian yang dibuat Allport sebagaimana dikutip di atas. Sementara Robbins mengatakan kepribadian itu sebagai total dari cara cara di mana seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain, yang digambarkan dalam bentuk sifat sifat yang dapat diukur dan diperilhatkan. Faktor factor yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang oleh robbins dikatakan ada tiga yaitu : 1. Keturunan Kepribadian seseorang merupakan struktur-struktur yang berhubungan dengan asas-asas keturunan. Faktor-faktor keturunan ini dibawa sejak lahir sehingga diwarisi dari orang tuanya yang berkisar pada komposisi biologis, fisiologis dan psikologis, yang secara inheren terdapat dalam diri seseorang.

2. Lingkungan Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh pengalamannya, yakni interaksi dengan lingkungannya. Indrawijaya mengatakan bahwa faktor lingkungan di sini adalah faktor kebudayaan dan faktor kelas sosial dan nilai kerja. Lebih lanjut diterangkan oleh Robbins (1991) dan Siagian (1955) bahwa pengalaman seseorang dengan lingkungannya seperti ajaran disiplin dalam keluarga, kultur tempat seseorang dibesarkan. 3. Situasi Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh situasi-situasi khusus. Reaksi seseorang terhadap situasi tertentu bisa berbeda pada waktu yang berlainan.

Dimensi kepribadian The Big Five merupakan kristalisasi dari dimensi kepribadian yang panjang dan membingungkan. Dimensi ini terdiri dari extraversion (kawasan ekstra) atau kepribadian terbuka, mudah menyetujui, ketelitian, stabilitas emosi, dan

keterbukaan pada pengalaman, semua itu sebagai ciri pribadi positif. Menurut Kreitner dan Kinichi (1998), secara idel dimensi kepribadian The Big Five berkorelasi positif dan kuat dengan prestasi kerja seseorang. Dari hasil penelitian, ketelitian memiliki korelasi

positif yang paling kuat dengan prestasi kerja dan prestasi dalam pelatihan. Atribut kepribadian yang mempengaruhi perilaku keorganisasian oleh robbins (2001) adalah : 1. Sumber Kendali a. Internal, kepribadian yang meyakini bahwa segala apa yang terjadi dapat dikendalikan sendiri. b. Eksternal, kepribadian yang meyakini bahwa apa yang terjadi tergantung pada kekuatan luar, seperti kemujuran, nasib atau kesempatan. 2. Machiavellianisme, kepribadian yang cenderung kea rah fragmatis, menjaga jarak emosional dan meyakini bahwa tujuan dapat menghalalkan segala cara. 3. Penghargaan diri, kepribadian yang suka/tidak suka terhadap diri sendiri. Individu yang memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri adalah individu yang sangat sangat yakin bahwa kapasitasnya lebih tinggi dari tuntutan pekerjaan, suka risiko, senang pekerjaan yang menantang. 4. Pemantauan diri, adalah ciri kepribadian yang mengukur kemampuan dan menyesuaikan perilakunya kepada faktor situasional.

5. Pengambilan risiko, adalah kepribadian yang menakar segala keputusannya dengan risiko. Bagi pengambil risiko tinggi keputusan lebih cepat dan sedikit membutuhkan informasi, sebaliknya yang terjadi pada pengambil risiko rendah. Holland dan Haryobi (2001) memformulasikan tipe tipe kepribadian sebagai berikut : 1. Tipe Realistik Orang yang menyukai aktivitas di luar ruangan. Mereka sering menganggap tidak begitu penting bersosialisasi dan lebih suka bekerja sendiri. Jika harus bekerja dalam tim, ia lebih suka dengan orang yang setipe. Orang ini tidak suka bergosip dan hanya berkonsentrasi pada tugasnya. Tipe ini tidak pernah melimpahkan pekerjaannya pada orang lain. 2. Tipe Investigatif Orang selalu tertarik pada gagasan dan ide-ide. la merasa membuang waktu dengan masalah yang melibatkan emosi. Tipe ini sering berkonflik dengan orang yang biasa bergosip. 3. Tipe Artistik Orang yang senang dengan ide-ide dan materi untuk diekspresikan dengan cara yang unik. Tipe ini sangat menghargai kebebasan. Sayangnya, tipe ini rentan jadi santapan gosip karena caranya yang unik dan sering menimbulkan interpretasi yang biasa. 4. Tipe Sosial Orang yang berorientasi untuk dan dengan orang lain. Tipe ini cenderung mempunyai orientasi untuk menolong, memelihara dan mengembangkan orang lain. Karena kepekaan dan kepeduliannya, orang ini senang mengurus hal-hal yang terlalu pribadi. 5. Tipe Wiraswasta Orang yang lebih berorientasi pada orang daripada gagasan. la mendominasi orang lain untuk mencapai tujuannya. la pintar mengatur kerja orang lain, mempersuasi orang dan bernegosiasi. Kemampuan bicaranya sangat diperlukan, biasanya ia menunjukkan sifat pemarah di lingkungan kerjanya. 6. Tipe Konvensional Orang ini biasanya berfungsi paling baik dalam lingkungan dan pekerjaan yang terstruktur dengan baik serta memerlukan keletihan. la biasanya tidak suka bekerja dengan ide-ide dan orang lain.

V. Pembelajaran Pembelajaran dalam perspektif perilaku keorganisasian adalah proses perubahan yang
6

relatif konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan (Robbins, 2001). Ada tiga teori yang disampaikan Robbins untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu :

1. Pengkondisian klasik Pengondisian klasik adalah jenis pengondisian di mana individu merespons beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov.

2. Pengkondisian operan Pengondisian operan adalah jenis pengondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi. Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengondisian operan. Skinner mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut.

3. Teori pembelajaran sosial


Pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengondisian operant, teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi. Teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran. Ada 4 proses untuk menentukan pengaruh suatu model pada seseorang individu, yang oleh Robbins (2001) dijelaskan sebagai berikut : 1. Proses perhatian (attention procceses) orang hanya belajar dari dari seorang model jika

mereka mengenali dan menaruh perhatian pada perwajahanya yang menentukan. 2. Proses penahanan (retention process) pengaruh suatu model akan bergantung pada betapa baiknya individu mengingat tindakan model itu setelah model itu tidak ada lagi.
7

3. Proses reproduksi motor (motor reproduction process) setelah seseorang melihat suatu prilaku dengan mengamati model itu. 4. Proses penguatan (reinforcement process) individu individu akan dimotvasi untuk memperlihatkan perilaku bermodel jika ada rangsangan positive atau ganjaran.

VI. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Adapun Robbins (2001) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. 2. Faktor faktor yang mempengaruhi persepsi a. Pemberi kesan/pelaku persepsi Bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba menginterpretasikan apa yang yang dilihatnya tersebut, maka interpretasinya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristiknya dalam hal ini adalah karakteristik pemberi kesan / penilai. b. Sasaran/target/obyek Ciri-ciri pada sasaran/obyek yang sedang diamati dapat mempengaruhi persepsi. Orang yang penampilannya sangat menarik/tidak menarik lebih mudah untuk dikenal. c. Situasi Situasi atau konteks dimana melihat suatu kejadian /obyek juga sangatlah penting. Unsure-unsur lingkungan sangat mempengaruhi persepsi seseorang. Obyek yang sama pada hari berbeda bisa menyisakan persepsi yang berbeda.

3. Kesalahan Persepsi Ada beberapa kesalahan persepsi yang sering terjadi, yaitu :

a. Bersteriotipe Menilai seseorang atas dasar satu/beberapa sifat dari kelompoknya. Seperti didasari oleh jenis kelamin, keturunan, umur, agama, kebangsaan atau jabatan. b. Proyeksi Kecenderungan menilai seseorang atas dasar perasaan dan sifatnya. Artinya menghubungkan karakteristik sendiri dengan orang lain. c. Efek halo Menarik kesan umum terhadap seseorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal. VII. Sikap 1. Pengertian Menurut Robbins (2001) sikap adalah pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak tentang obyek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Agar pengelolaan terhadap perilaku organisasi lebih efektif, sikap penting untuk dipahami. Sedangkan Umar Nimran (1999) beralasan bahwa dari perspektif individu, sikap dapat menjadi dasar bagi interaksi seseorang dengan orang lain dan dengan dunia sekelilingnya. Dengan sikap, seseorang dapat mempelajari sikap orang lain. Dalam organisasi sikap menjadi penting karena dapat mempengaruhi perilaku kinerja.

2. Sumber Sikap Menurut Robbins (2001), ada tiga sumber sikap, yaitu: 1. Orang tua 2. Guru 3. Anggota kelompok rekan sekerja

3. Tipe Sikap Dari hasil riset perilaku keorganisasian disebutkan ada 3 tipikal sikap, yaitu: 1. Kepuasan kerja : seseorang yang mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan cenderung menunjukan sikap positif terhadap pekerjaan, demikian pula sebaliknya 2. Keterlibatan kerja : sampai sejauh mana seseorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif di dalamnya, serta menganggap kinerjanya sangat penting bagi organisasi
9

3.

Komitmen pada organisasi : sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada organisasinya, dan bertekad setia di dalamnya

Komitmen pada organisasi berhubungan negatif dengan tingkat kemahiran maupun dengan tingkat keluar masuknya pegawai, dan berkolerasi positif dengan kepuasan kerja. Komitmen pada organisasi merupakan suatu dimensi perilaku yang penting yang dapatdigunakan untuk mengevaluasi kekuatan para pekerja untuk bertahan pada suatu organisasi.

VIII. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Newstrom mengemukakan bahwa job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami pegawai dalam bekerja Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an employee feels about his or her job. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Stephen Robins mengemukakan kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai.

2. Faktor - faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Ada 5 aspek menurut Herzberg : 1. Kompensasi 2. Promosi (peningkatan jabatan) 3. Lingkungan fisik (ventilasi, warna, penerangan, bunyi, dll) 4. Lingkungan non fisik (hubungan kerja dengan atasan-bawahan, ataupun rekan sekerja, kesempatan dalam pengambilan keputusan) 5. Karakteristik pekerjaan (variasi pekerjaan, prospek pekerjaan)

10

Ada 6 aspek menurut Luthans : 1. Pembayaran 2. Work it-self 3. Promosi 4. Supervisi 5. kelompok kerja 6. Kondisi kerja

Ada 10 aspek menurut Gilmer : 1. Keamanan 2. Kesempatan untuk maju 3. Perusahaan dan manajemen 4. Upah/gajiaspek intrinsik dari pekerjaan 5. Supervisi 6. Aspek sosial dari pekerjaan 7. Komunikasi 8. Kondisi kerja 9. Benefits

3. Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan Kepuasan kerja hingga kini diyakini berkaitan dengan kinerja karyawan, kelompok, yang pada gilirannya akan brkaitan dengan efektiitas organisasi secara keseluruhan. Kepuasan kerja yang tinggi sangat mempengaruhi kondisi kerja dan dapat memberikan keuntungan yang nyata tiak hanya pada bagian pekerja tetapi juga bagi manajemen dan organisasi. Para pemimpin organisasi perlu menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap aspek kepuasan kerja ini, karena memiliki mata rantai dengan sumber daya manusia organisasi, produktivitas organisasi, dan keberlangsungan hidup organisasi itu sendiri.

IX. Stres 1. a. Pengertian Szilagyi dalam Indriyo G, 1997 : pemahaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidakseimbngan fisik dan psikis dalam diri seseorang sebagai akibat
11

lingkungan eksternal, organisasi, dan organisasi lain. b. Mikhail dalam Djanaid, 2001 : suatu keadaan yang timbul dari kapasitas tuntunan yang tidak seimbang, baik nyata maupun dirasakan dalam tindakan penyesuaian organ c. Djanaid, 2001 : respons seseorang baik yang berupa emosi fisik, kognitif (konseptual) terhadap situasi yangmeminta tuntutan tertentu pada individu

2.

Mengapa stress perlu dipahami

Alasan-alasan mengapa stress perlu dipahami, yaitu : 1. Setiap orang tidak pernah steril dari stress 2. Setiap orang memerlukan energi yanglebih banyak untuk menggapai sukses 3. Stress berhubungan erat dengan produktivitas 4. Setiapindividu haus berinteraksi dengan orang lain maupun dengan lingkungannya 5. Stress sering menimbulkan penyakit

3.

Sumber Stres

Sumber stress, yaitu : 1. Faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan 2. Peranan dalam organisasi 3. Hubungan-hubungan dalam organisasi 4. Perkembangan karier 5. Struktur dan iklim organisasi 6. Hubungan organisasi dengan pihak luar 7. Faktor dari dalam individu yang bersangkutan 8. Kepemimpinan

4.

Dampak Stres

Dampak stress menurut Indriyo Gitosudarmo, 1997: a. Faktor fisik 1. Meningkatnya tekanan darah 2. Meningkatnya kolesterol 3. Penyakit jantung koroner

b. Faktor psikologi 1. Ketidakpuasan kerja


12

2. Murung 3. Rendahnya kepercayaan 4. Mudah marah

c. Faktor organisasi 1. Ketidakhadiran 2. Keterlambatan 3. Prestasi kerja menurun 4. Kecelakaan kerja meningkat 5. Sabotase

5.

Cara mengatasi Stress

Cara-cara mengatasi stress menurut Indriyo Gitosudamo, 1997: Secara individu : 1. Meningkatkan keimanan 2. Meditasi 3. Olah raga 4. Relaksasi 5. Meminta dukungan sosial kepada keluarga dan teman 6. Menghilangkan rutinitas

Secara organisasi : 1. Perbaikan iklim organisasi 2. Perbaikan lingkungan fisik 3. Menyediakan sarana olah raga 4. Analisis dan kejelasan tugas 5. Mengubah struktur dan proses organisasi 6. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 7. Restrukturisasi tugas 8. Menerapkan manajemen berdasarkan sasaran

13

Daftar Pustaka

I.

Buku

P.Robbins, Stephen, Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi buku 2, Jakarta: Salemba Empat. Ardana, Komang, Ni Wayan Mujiati dan Anak Agung Ayu Sriathi. 2008. Perilaku Keorganisasian Edisi Pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu.

II. Internet http://viandraa.blogspot.com/2011/03/bab-1-studi-tentang-organisasi.html http://eroyinstitute.wordpress.com/2011/07/ http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/04/perilaku-individu-dalam-organisasi.html http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_organisasi http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran

14

You might also like