You are on page 1of 15

JURNAL SENI BUDAYA

VOLUME 24 NO.2 SEPTEMBER


2OO9

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR


2009

DEWANPENYUNTING
Jurnal Seni Budaya MUDRA
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional Nomor: I 08/DI KTIK epDAU7 . tentan g Hasi I Akreditasi Jumal llmiah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Thhun 2007 Jurnal Seni Budaya MUDRA diakui sebagai jumal terakriditasi, dengan peringkat B.

Ketua Penyunting I Wayan Rai S. Wakil Ketua Penyunting


RintoWidyarto

Penyunting Pelaksana I Ketut Murdana

Wayan Setem
Seramasara

I Gusti Ngurah

Diah Kustiyanti

NiMade Ruastiti Ni Luh Sustiawati Penyunting Ahli


Wayan Rai S. (ISI Denpasar) Ethnomusicalogist Margaret J. Kartomi. (Monash University) Ethnomusicologist Jean Couteau. (Sarbone Francis) Sociologist of Art

'

Ron Jenkins. (Wesleyan University) Theatre Michael Tenzer. (UMBC) Ethnomusicologist

ISSN 08s4-3461
Alamat Penyunting dan Thta Usaha: UPT. Penerbitan ISI Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar 80235 Telepon (036 l)227316,Fax. (036 l) 236100 E-MaiL isidenpasa@yahoo.ac.id.

MUDRA diterbitkan oleh UPT. Penerbitan Institut Seni Indonesia Denpasar. Terbit pertama kali pada tahun 1990.
Penyunting rnenerima sumbangan tulisan yang belum pemah diterbitkan dalam media lain. Persyaratan seperti yang tercantum pada halaman belakang (Petunjuk Untuk Penulis). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tatacara lainnya

Dicetak di Percetakan PT. Percetakan Bali


Mengutip ringkasan dan pernyataan atau mencetak ulang gambar atau label dari jurnal ini harus mend apatizinlangsung dari penulis. Produksi ulang dalam bentuk kumpulan cetakan ulang atau untuk kepentingan periklanan atau promoii atau pubiitasi ulang dalam bentuk apa pun harus seizin salah satu penulis dan mendapat lisensi dari penerbit. Jumal ini dieda*an iebagai tuiaran untuk pJrguruan tinggi, lembaga penelitian dan perpustakaan di dalam dan luar negeri. Hanya iklan menyangkut sains dan produk yang ber:hub.-ungan dengannyayang dapat dimuat padajumal ini. Permission to quote excerpts and statements or reprint any figures or tables in this joumal shoutd be obtained directty from the authors. Reproduction in a reprint collection or for advertising or promotional purposes or republication in any form requires permission ofone ofthe authors and a Iicence from the publisher. Thisjoumal is distributed for national and regional higher institution, institutional research and libraries. Only advertisements of scientific or related products will be allowed space in thiJjournal.

ISSN 0854-3461

ffiffiffiw
JURNAL SENI BUDAYA
1.

Tranformasi Teks Upacara Pernikahan Adat Jawa dalam Bedaya Manten.

Supriyanto.
2. Perspektif Budaya.

....................... t

Subamanggaladalam Upacara Perkawinan Adat Surakarta: Refleksi Sosok Pemimpin Melalui

Dwiyasmono................

t0

3.
4.

Pemahaman Konsep Estetik SulukWayang Kulit Purwa Gaya Yoryakarta. Kasidi Hadiprayitno .............

t7

Manajemen Artistik Wayang Wong Bekti Budi Hastuti

Panggung Komunitas Mangut Yogyakarta.


23

5.

Sasonggan: Kajian Bentuk dan Fungsi dalam Budaya Berbahasa Bali. Nengah Arnawa Estetika Desain Ornamen Hias Topeng Tradisional Malang.

3s

6.

Moch. Abdul Rahman


7.

45

Latar Belakang Filosofis Ornamen Karang Asti pada Bangunan Suci Hindu Bali.

I Nyoman Widya Paramadhyaksa...........


8.

54

Narasi Tubuh yang Simbolik dalam Karya rupa Murniasih: Sebuah Kajian Hermeneutik.

Acep Iwan Saidi...


9. Fenomena Estetisme dalam Reprensi lklan Majalah Femina Sebagai Gejala Budaya Sensasi.

62

Iriaji .......
10.

76

Mitos dan Realitas dalam Sastra Lisan Masyarakat Ciacia di Pulau Batuatas
Sebagai Kekuatan Kultural. La Taena dan La Ode Balawa .............
87

vii

Sas*ngeti: t{ajian $*ntwk dan Fungsl,,. (Nengah hrnawa)

SASONGGANr KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI DALAM BUDAYA BERBAHASA BALI


Nengah Arnawa
Jurusan Arsitektur, Fakultas'lbknik, Universitas Udayana Denpasar, Indonesia

Abstrak
Penelitian tentang sasonggan ini bersifat normative-filosofis, sosio-kultural dan pragmatis yang didasarkan pada kondisi empiris. Studi ini bertujuan memberikan deskripsi objektif mengenai bentuk dan fungsi sasonggan dalam penggunaan Bahasa Bali. Hasil penelitian diharapkan bisa membantu perencanaan pengembangan Bahasa Bali di masa datang. Berdasarkan teori struktural, temuan penelitian menunjukkan tiga bentuk sasonggan, yaitu (l) sasonggan sebagai klausa bebas, (2) sasonggan sebagai klausa majemuk (3) sasonggan sebagai klausa tak lengkap. Keberagaman bentuk sasonggan menunjukkan dinamisme sistem intemal Bahasa Bali yang diterapkan oleh pengguna bahasa dan ungkapan-ungkapan. Berdasarkan pada teori pragmatik, ada empat fungsi sasonggan dalam budaya Bahasa Bali yang teridentifikasi (l) fungsi informatif(2) direktif (3) ekspresif (4) empati. Berbagai fungsi ini menjadi dasar perlunya pelestarian dan pengembangan sasonggan sebagai bagian dari pelestarian budaya Bali secara umum.

Sasonggan: a Study of Forms and Functions In The Balinese Language Culture


Abstract
Study of sa.ro nggan isbased on philosophic-normative, empirical condition, socio-culture and pragmatic. It is aimed at giving objective literary description to forms and functions of sasonggan in the use of Balinese language. The goal achievement is intended to be a reference in planning Balinese language in the future. Based on structural theory it was found that sasonggqn has three main forms, there are (l) sasonggan in form ofindependent clauses, (2) sasonggan in form of compound clauses, and (3) sasonggan in form of incomplete clauses. Variety of form of sasonggan shows the dynamism of internal system of Balinese language implemented by users and speech acts. Based on pragmatic theory function of sasonggan in culture of Balinese language can be identified into fourkinds, there are: (l) function of informative, (2) function of directive, (3) function of expressive, (4) function of phatic. Various functions of sasonggan in culture of Balinese language showsthatsasonggan is lingual expression in Balinese language which need to be reserved and developed as an effort of Bali culture reservation of the whole.

Keywords: Sasonggan, form, function, culture, and Balinese language.

Bahasa merupakan salah safu unsur penting dari suahr

kebudayaan, karena dengan bahasa unsur-unsur

kebudayaan lainnya dapat dilestarikan dan dikembangkan. Demikian pula ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni akan dapat terus dikembangkan
dengan melibatkan peran-peran bahasa.

lai-n i lai normatif yang memungkinkan kerj a sama antara anggota masyarakat. Dalam konteks seperti ini, sistem
me

Bahasa merupakan sebuah sistem. Sistem suatu bahasa mengatur secara internal dan eskternal pemakaiannya. Sebagai sebuah sistem, bahasa

ngandung

ni

3s

ffiumRA v0i-1,,M *,24 r.iO 2 fifip]-i:?,li,efift ]-iil3: ;i5;1-{

pemakain bahasa dapat dikatakan sebagai komponen internal sistem normatif yang merupakan salah satu unsur penting dari kebudayaan. Sistem norrnatifyang

Kuj

ian

ilm

iah terhadap sasonggan penting

dilaksanakan, sehingga bentuk paribasa Bali ini dapat

berlaku dalam suatu masyarakat membingkai


subsistem-subsistem budaya yang lain, termasuk bahasa, Jadi, sistem bahasa yang mengatur konstruksi bahasa secara internal merupakan subsistern dari sistem normatif suatu masyarakat. OIeh karena itu, dalam peristiwa tindak komunikasi pertirnbanganpertimbangan kultural tetap menjadi acuan dalam

Iebih dipahami. Pemahaman ilmiah terhadap fenomena lingual dalam bingkai budaya Bali
diharapkan dapat rnenumbuhkembangkan konstruksi,

pemakai, dan pemakaian sasonggan, sehingga budaya bahasa dan berbahasa Bali ini dapat
dilestarikan. Pengkajian sasonggan diarahkan pada dua aspek penting, yaitu (a) konstruksi sasonggan
yang merupakan irnplementasi sistem internal bahasa Bali; dan (b) fungsi sasonggan yang merupakan implementasi sistem sosiokultural dalam berbahasa Bali. Untuk mengungkapkan kedua pokok kajian itu, analisis ditrakukan dengan berpijak pada teori linguistik

rnengkonstruksi ekspresi-ekspresi ujaran. Dalam konteks dan konten seperti ini kesesuaian ekspresi lingual yang lebih dikedepankan daripada ketaatan pada aspek sistem internal suatu bahasa.
Sosonggan merupakan salah satu bentuk peribahasa

Bali. Sebagai salah satu bentuk pgribahasa Bali, memiliki keunikan dalam bentuk dan pernaknaan (Soper, 2003). Pada aspek bentuk, sasonggan cenderung menggunakan konstruksi perbandingan antara sesuatu dengan keadaan perseorangan. Dalam konten seperti ini, sasonggan dapat dijadikan media edukasi kepribadian sosial. Sasonggan dapat digunakan sebagai media
sasonggan
penyadaran akan norma-norrna sosiokultural dalarn gttyup tutur bahasa Bali, seperti ungkapan ngrebutin balung tsn pa isi (merebut tulang tanpa daging) yang bermakna memperebutkan sesuatu yang sangat tidak penting dan tidak berguna, sehingga dari sisi makna,

struktural dan teori pragmatik. Teori linguistik struktural digunakan untuk mendeskripsikan dan mengeksplanasi konstruksi-konstruksi s&sanggan dan teori pragmatik digunakan untuk menjelaskan fungsi sosonggsn dalam budaya bahasa dan berbahasa Bali.
Pengkajian ini berp,juk pada desain penelitian kualitatif, Dalam penelitian ini, data penggunaan
sasonggsn diambil dari berbagai rekaman audio seni

pentas tradisional. Rekaman audio seni pentas itu berupa tari Topeng, Arja, drarna, dan Wayang Kulit.
Data yang diperoleh dari berbagai rekaman audio seni

sssonggan ini merupakan salah satu ungkapan kearifan lokal (local genius).
Berdasarkan pijakan teori Struktural terungkap bahwa sasonggar? memiliki tiga bentuk utama, yaitu

pentas tradisional itu ditriangulasi dengan sumbersumber lain, sehingga keragaman konstruksi dan variasi konteks dan konten sasonggan dapat lebih diungkapkan. Data yangdiperoleh dielisitasi dengan

(a) sasonggan berbentuk klausa mandiri; (b)


sasonggan berbentuk klausa gabungan; dan (c)
sasonggan berbentuk klausa tidak lengkap. Varian bentuk sasonggan ini menunjukan kedinamisan sistem internal bahasa Bali yang diimplementasikan pemakai

rnetode catat. Setiap sasonggan yang digunakan dalam berbagai sumber dicatat secara utuh dengan konteksnya, sehingga keutuh an setting penggunaan sasonggan tetap dapat dipertahankan.

dalam peristiwa tindak tutur. Berdasarkan teori pragmatik, fungsi sas onggan dalam bud aya berbahasa Bali dapat diidentifikasi menjadi empat jenis, yaitu (a) fungsi informatif; (b) fungsi direktif; (c) fungsi ekspresif; dan (d) fungsi fatik. Keragarnan fungsi saso nggan dalam budaya berbahasa Bali
menunjukkan bahwa sasonggal? merupakan ekspresi lingual dalam bahasa Bali yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan sebagai upaya pelestarian budaya Bali secara keseluruhan.

Objek kajian dalam penelitian ini adalah funomena sasonggan dalam budaya bahasa Bali. Untuk menjelaskan persolan ini, metode yang digunakan adalah metode padan (Djajasudarrna, 1993: 58; Sudaryanto, lgg3: l3). Teknik yang digunakan adalah representatif-refrensial. Konkritnya adalah makna
asos iatifsas onggarz dirumuskan berdasarkan sesuatu yang dirujuk o.eh sasonggan itu.Aplikasi teknik ini

ukung oleh teknik kom paratif , yakn i membandingkan dan mengelompokkan sosonggan
d id

yang

sec

ara intuitif memiliki makna yang

berhubungan. Selanjutnya, hasil analisis disajikan secara formal dan inforrnal (Djajasudarm a, 1993: 68;

36

"Yr*x* t{,y#{t: {,".ajixn #*rztuk #sr;

F*ngsi.,.

{t'Jengah Arnawa)

Sudaryanto, 1993: 145). Yang dirnaksud teknik formal

adalah menyaj ikan hasil analisis

dengan

menggunakan matrik, tanda, atau lambang-lambang.

Penggunaan tekn ik ini dimaksudkan untuk memviasualkan hasil analisis, khusunya untuk menjelaskan proses pemaknaan sasonggan.
Penggunaan lambang-lambang itu dipadukan dengan

sehingga kurang tersedia penjelasan ilmiah yang memadai tentangfenomena ini. Padahal pemahaman makna sasonggan menjadi salah satu modal untuk dapat memahami isi atau maksud wacana budaya
itu.

penjelasan verbal, sehingga sebagian besar hasil kajian diuraikan secara verbal yang ditata secara

Bali hingga kini masih tetap dipelihara dan digunakan sebagai alat komunikasi untuk berbagai fungsi bahasa. Selain difungsikan
Secara pragmatik, bahasa

deduktif dan induktif. Selain pertimbangan di atas, penelitian ini juga dilandasi oleh pemikiran filosofis-norrnatif, empirik, pragmatik, dan sosio-budaya. Secara filosofisnormatif dinyatakan, bahwa puncak kebud ayaafi
daerah menjadi kebudayaan nasional. Sebagai bagian

sebagai alat kornunikasi, bahasa

Balijuga digunakan

sebagai wadah budaya daerah. Dalam wacana yang dilatarbelakangi budaya daerah inilah sering muncul

bentuk-bentuk sasonggan. Penggunaan sasonggan


dalam wacana kebudayaan Bali dapat menimbulkan efek emotiftertentu yang sejalan dengan nilai budaya masyarakatnya. Secara sosio-budaya, sasonggan dalarn bahasa Bali

dari kebudayaan nasional, kebudayaan Bali perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk mendukung kemajuan kebudayaan nasional. Kebudayaan Bali

itu meliputi berbagai aspek, dan salah satu aspeknya adalah bahasa, yang di dalamnya terkandung unsur sasonggan. Pada sisi lain, bahasa dinyatakan sebagai anugerah Tuhan yang paling berharga yang
rnernbedakan manusia dengan makhluk ciptaan-Nya

sering digunakan sebagai alat untuk memelihara hubungan sosial. Pengunaan sasonggan secara tepat dapat memperkuat ikatan sosial dan emosional masyarakat. Jadi, kajian tentan g sosonggan dalam bahasa Bali merupakan jalinan antara aspek filosofis-

yang lain (Mustansyir, I988: l7). Ini berarti,


sasonggan sebagai salah satu bagian inheren dari budaya berbahasa yang juga merupakan anugerah Tuhan yang patut disyukuri dan dilestarikan. Penelitian ini merupakan ungkapan rasa syukur atas anugerah Tuhan yang istimewa ini

normatif, empirik, pragmatik, dan sosio-hud dyd, sehingga dapat digambarkan seperti berikut ini,

Filosolis-normatif

SosioTuj uan pene

litian untuk mengklas ifikas i


sec

dan

budaya

Sasonggon

Empirik

mendeskripsikan

ara linguistis konstruksi

sasonggon dan memberikan eksplanasi ilmiah fungsi-

fungsi ilokus i sasonggon dalam bingkai budaya berbahasa Bali. Berdasarkan tujuan itu, penelitian
terhad ap sasonggan sebagai salah satu unsur budaya

Pragmatik
Bagan

berbahasa deskrips i

Bali diharapkan dapat memberikan data dan pemahaman yang lebih

l. Bagan Latar Kajian ,Sasonggan

komprehensif kepada pemerhati bahasa Bali.


Pemahaman yang komprehensif diharapkan dapat

dijadikan pijakan menyusun strategi perencanaan bahasa Bali, sehingga sqsonggan sebagai unsur budaya berbahasa ini dapat dikembangkan secara alamiah dan ilmiah.
Secara empirik, sasonggan sering dijumpai dalam wacana bahasa Bali. Akan tetapi kajian terhadap

maksud sasanggan belum banyak dilakukan,

2. Kerangka Teori Pengkajian fenomena sasonggan dalam budaya bahasa lali didasarkan pada dua teori mayor, yaitu teori linguistik struktral dan teori pragmatik. Teori linguistili struktural digunakan untuk mendeskripsi, mengklasifikasi, dan mengeksplanasi berb agai konstruksi sasonggan Teori pragmatik digunakan untuk menjelaskan fungsi dan maksud penggunaan sasonggan dalam setting peristiwa tutur. Kedua pokok teori itu diuarai secara singkat berikut ini.

37

edlUSRA V{JLtJM

24 f'.iC. 2 $EPTEMB'trR 2C09 3544

a.

Teori Linguistik Struktural

Teori linguistik struktural meletakkan fondasi


sebagai

kajiannya pada bentuk bahasa. Bahasa dipandang 'form' terbebas dari arti. Bentuk bahasa

rnenjadi pusat kaj ian terlebas dari apakah bentuk itu

bermakna atau tidak. Cara kerja aliran linguistik struktural berpegang pada asumsi, bahwa ekspresi bahasa merupakan sebuah struktur yang dibangun oleh segmen-segmen. Caru kerja seperti ini sering disebut analisis unsur bawahan langsung (immidiate constituent, yang sering disingkat IC).

Pembicaraan tentang linguistik struktural akan berpusat pada dua tokoh linguistik dari Arnerika dan Prancis. Di Amerika, linguistik struktral dipelopori oleh Edward Sapir dan Leonard Bloomfield. Pikiranpikiran tokoh in i dituangkan melalu i bukuay a berludul f,anguage: An fntroduction to The Study of Speech

Teori Pragrnatik Pragmatik merupakan cabang linguistik makro yang menelaah pernakaian bahasa. Pragmatik mencoba menjelaskan hubungan antara (bentuk) bahasa dengan konteks yang mendasari pemakaian (bentuk) bahasa itu (Nababan, 1987). Kajian pragmatik muncul karena telaah lingustik serin ggagal menjelaskan faktafakta lingual yang alamiah, seperti yang dikatakan Thomas (1995). People do not always or even usually say what they mean. Speokers frequently mean much more than their words actually say. People can meon something quite dffirent frorn what their words say, or even just the
oposite.

b.

Komponen teori pragmatik yang diacu dalam


penalisan ini adalah teori tindak lahasa (speecft acts

yang ditulis tahun l92l . Di Prancis, linguistik struktural dipelopori oleh Ferdinad de Saussure.
Pikiran-pikiran Saussure dituangkan dalam buku yang berjudul Course de Linguistique Generale ( l9 16).

theory) dan implikatur percakapan. Teori tindak bahasa menjelaskan bahwa dalam mengucapkan sesuatu, seseorang tidak hanya mengatakan sesuatu tetapi jugu melakukan sesuatu. Tindakan yang
dilakukan dengan menggunakan ujaran disebut tindak

Linguistik struktural merumuskan asumsi dan


hipotesis tentang bahasa berdasarkan fakta empiris bahasa secara alamiah. Prinsip-prinsip umum linguistik struktural yang relevan dengan penelitian sasonggsn ini dapat dijabarkan seperti berikut ini.

bahasa/tindak tutur/tindak ujar (speech acts).


Pemunculan kaj ian tindak berbahasa d ilatarbelakangi oleh asumsi, bahwa ungk apan/ ekspresi bahasa dapat

dirnengerti hanya dalam kaitan dengan kegiatan / situasi yang menjadi konteks ungkapan/ekspresi
bahasa

(l)

Data kajian Iinguistik harus dikumpulkan berdasarkan metode empiris - induktif. Empiris artinya berdasarkan pengamatan objektif. Indukt i f arti nya fakta- fakta d ikum pu lkan untuk

itu. Secara analitik, Austin membedakan

bahwa sebuah ujaran dapat dilihat dari tiga hal yaitu

lokusi (locutionary act), ilokusi (illocutionary act),

dan perlokusi Qterlocutionory act). Tindak lokusi


(locutionary act) dapat diidentifikasi sebagai berikut. ( 1) Tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something). (2) Mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan

(2)

dengan menganalisis

menarik generalisasi. Bahasa adalah gejala alamiah yang dapat diteliti

unsur-unsur

pembentuknya. Prinsip ini menghasilkan cabangcabang linguistik yang memusatkan perhatiannya

dalam satu ungkapan (hubungan subjek

pada salah satu komponen bahasa. Dalam

(3)

(4)
(5)

penelitian ini, berpusat pada sintaksis struktural. Bahasa terdiri dari bunyi (bentuk) dan makna. Kedua hal itu dapat dianalisis secara terlepas. Setiap satuan bahasa dalam subsistem bahasa itu rnempunyai fungsi tertentu.

(3)

predikat). Dilakukan penutur hanya untuk menyampaikan informasi tanpa tendensi melakukan sesuatu.

(4) Analisis dilakukan


gramatikal).

bebas konteks (analisis

Hubungan antarsatuan dalam sistem bahasa

Tindak ilokusi {illocutionary act atau propositional

dapat berlangsung secara sintagmatik dan


paradigmatik.

(l)

act) dapat diidentifikasi seperti berikut.

Tindak tutur yang selain digunakan untuk


mengatakan sesuatu tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu {the act of doing something).

38

$ason##ft: Kxjian fi*n*uk dan Furugsi... (NenEah Arnavda)

(2) (3) (4)

Identifikasi tindak ilokusi

harus

mempertirnbangkan partisipan dan konteks yang

melatari sebuah ujaran. Dinyatakan dengan verbal tindak ujar (speech


act verb).

kecocokan yaitu setiap penutur dan petutur wajib memaksimalkan kecocokan di ant ara mereka dan mem inimalkan ketidakcocokan di antara mereka. (6) Maksim kesimpatian yakni setiap penutur wajib
memaksimalkan rasa simpati dan meminirnalkan
rasa antipati kepada lawan tuturnya.

(5) Maksim

Tindak ilokusi bagian sentral untuk memahami


tindak tutur.

Tindak perlokusi Qterlocutionary act) dapat

Teori implikatur digunakan untuk menjelaskan makna

(l) Hasil atau efek pada pendengar yang


ditimbulkan oleh ujaran sesuai dengan konteks psnggunaannya (the act of affecting someone)

diidentifikasi seperti berikut.

ilokus

dalam

sas

onggan. Pada hakikatnya,

sasonggan merupakan suatu tindak ujar secara tidak Iiterer, sehingga pemahaman makna ilokusi rnenjadi sangat penting.

(2) Efek itu dapat disengajaatau


penutur.

tidak disengaja oleh

Teori implikatur ini dipakai untuk menerangkan


perbedaan yang sering terjadi antara apa yang diucapkan dengan apa yang dirnaksudkan atau
diimplikasikan (Nababan, 1987 :28; Soemarrno, I 988: 173). Teori implikatur inilah yang akan menjembatani

Dalarn penerapannya, teori tindak berbahasa dikombinasikan dengan teori maksim. Ada dua
maksim (aturan) yang perlu dipertimbangkan, yaitu rnaksim kerja sama dan maksim kesopanan. Grice

arti sosonggan dengan maksudnya. Arti


disampaikannya.

sebuah

(dalarn Nabab&tr, 1987) merurnuskan 4 maksim (aturan) kerja sama, yaitu (a) maksim kuantitas, (b) maksim kualitas, (c) maksim relevandi, dan (d)
maksirn cara. Pada hubungan interpersonal diperlukan prinsip kesopanan Qtolitness principle), yang terdiri dari beberapa maksirn. (1) Maksim kebijaksanaan (tact maxim). Maksim

sasonggan tidak sama dengan maksud yang ingin

Secara rinci, Levinson (dalarn Nababan, 1987: 2S)

menjelaskan fungsi implikatur

yaitu

(a)

kom isif, yakn i rneminimalkan kerugian pada orang lain atau memaksimalkan keuntungan pada orang lain. Semakin panjang konstruksi semakin sopan tuturan itu. Tuturan tidak langsung lebih sopan

ini diungkapkan dengan tuturan i*posif


'mengagurnkan' dan

memungkinkan memberikan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik; (b) memberikan penjelasan yang eksplisit tentang kemungkinan
perbedaan yang diucapkan dengan maksud pemakai

bahasa; (c) dapat menyederhanakan pemerian semantik; dan (d) dalam beberapa hal dapat
menjelaskan maksud metafora. Untuk melengkapi pandangan Levinson di atas, Searle ( 1990: 43) membedakan makna menjadi dua, yaitu

daripada tuturan langsung. Memperbesar keuntungan pada orang lain sama dengan memperbesar kerugian pada diri sendiri

makna

alam iah dan makna nonalamiah. Makna

(2) (3) (4)

(paradoks pragmatik) Maksirn penerimaan. Maksim ini mewajibkan penutur untuk memperbesar kerugian pada diri
sendiri atau mengurangi keuntungan diri sendiri.

alamiah adalah makna yang ada dalam ujaran tanpa 'manupulasi' oleh penuturnyq sedangkan makna nonalamiah adalah maksud dalam tindak komunikasi. Sejalan dengan ini, Frawley (1992:2) membedakan makna literal dengan makna implikasional. Pakar ini
menyatakan:

Maksim kemurahan yakni memaksimalkan rasa hormat pada orang lain dan mengurangi rasa hormat pada diri sendiri. Maksim kerendahan hati yakni meminimalkan ketidakhormatan pada orang lain dan rneminimalkan rasa hormat pada diri sendiri

Literal meaning ,s determinable outside of context; it comes with its own set of facts. Literal meaning is thus said to be docontextualized. Implicational meaning rs not so decidable; everything must be calculated by o hearer, working from the
expression in relation to perceived intentioru

39

"*titi.{l]ffiA

V{}L"iililtr

:;:t+

f.lr;

.;: "Sf pT[:lli[iIi"..

2i]{

}*. 35-4'4

and circumstances. lmplicational mesning is thus said to be contextualized.

Sasonggan

Payuk prungpung
Fungsi

Jadi, makna literal dinyatakan bebas konteks, sedangkan rnakna implikasional terikat konteks. Dikaitkan dengan sas onggan, makna yang
diungkapkannya adalah makna impl ikasional karena pemaknaan sasonggan sangat terikat dengan konteks

Kategori
Peran

misi berem. SPO nomina verba nomina pelaku tindakan tema

Cicing

ngungkab meru.

Sasonggan (3) rnerniliki pola sintaksis yang berbeda dan 2). Pada contoh (3), struktur dengan contoh

(l

yang memunculkannya.

klausanya tidak mengandung objek (O) tetapi diisi


dengan keterangan. Anal isis

PEMBAHASAI.I HASIL PENELTTIAI{


1. Konstruksi Sssonggfin Berdasarkan strukturnya,

Sasonggan:
Fungsi

Blakas
S

mangan
P

di

pisaga.

K
nomina

Kategori
s

nornina

as

onggan dapat

Peran

benefaktif

adjektif sifat

Iokatif

diidentifikasi menjadi tiga jenis, yaitu (a) berbentuk klausa mandiri; (b) berbentuk klausa gabungani dan (c) berbentuk klausa tidak lengkap (Soper, 2003). Berbentuk Klausa Mandiri (1999) mengatakan bahwa klausa mandiri l&rhar identik dengan kalimat tunggal. Kalimat tunggal sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat.
Sasonggan yang berstruktur klausa rnandiri, anatara lain seperti berikut ini. Contoh: ( Cicing ngungkab meru. Anjing aktif-buka bagunan suci Hindu

a. Sasonggan

l)

Berdasarkan contoh di atas dapat diketahui bahwa sasongganyang berkonstruksi sintaksis sama belum tentu memiliki fungsi sintaksis dan peran sernantik yang sama. Fakta lingual seperti ini menunjukkan bahwa pemakaian ,sasonggan dalam bud aya berbahasa Bali memiliki dinamika yang sangat tinggi. Dinamika pemilihan konstruksi sasonggan itu sangat tergantung pada setting peristiwa tutur dan pesan s as onggan y ang ingin disampaikan antarpelibat.
b.
,Sas

anggnn Berbentuk Klausa Gabungan

'Orang jelek dari golongan bawah bersanding dengan orang dari golongan atas yang dihormati
masyarakat'

Klausa gabungan sering pula disebut kalirnat majernuk. Berdasarkan sifat hubungan
antarklausany &, sssanggan dibedakan menjadi dua,

yaitu {2)
Puyuk prungpung misi berem.

Periuk keropos bagian atas berisi beram.

'Orang berpenampilan jelek, tetapi memiliki sifat yang sangat baik'

(3)

tslakas tnqngan di pisaga.


Parang tajam di tetangga. 'Orang rajin pada orang lain, tetapi di rumahnya

.sCIsonggsn koordinatif dan sa.tonggan sub_ordinatif. Disebut koordinatif apabila klausaklausa pembentuk sasonggan itu sederajat; klausaklausa pembentuknya rnasing-masing dapat berdiri sendiri. Contoh: tunu. (4) Sera panggang, sera dibakar Terasi dipanggang, terasai 'Sama saja'

malas'
( I dan 2) berpola subjek (S), predikat (P), dan objek (O).

(5) Gede kayune, gede papnnne.


Besar pohonya, besar papannya. ' Raj i n beker.,a, besar pendapatanny a' Pada sasonggan (4) terdapat dua klausa mandiri, yaittr {a) sero panggsng'terasi dipanggang'; dan (b) sera tunu 'terasi dibakar' . Dilihat dari struktur klausaklausa pembentukny a, sasonggcf, (4) menggunakan

Berdasarkan struktur klausatry&, contoh

Berdasarkan kategori p*ngisi slot-slot fungsi sintaksinya, pada contoh ( I dan 2) dapat diidentifikasi seperti berikut ini. Fungsi subjek diisi oleh kategori nomina; fungsi predikat diisi oleh kategori verba, dan fungsiob;ek diisi oleh kategori nomina. Berdasarkan analisis itu, struktur sasonggan (1 dan 2) dapat clivisualkan seperti berikut ini.

struktur klausa utama, yakni subjek mendahului predikat. Pola klausa pada sasonggan (4) dapat digambarkan seperti berikut ini.

40

Sa**n##r?: {taji;ex ffi*rrf*k, datr Fungsr... (l.,iengah Arnawa)

Sasonggan

Sera panggong

Fungsi

SPSP

, sere

tunu

Kategori
Peran

nomina verba nomina verba pasien tindakan pasien tindakan

Hal yang sama pun terjadi pada sasonggan (5). Sasonggan ini terdiri dari dua klausa, yaitu (a) gede kayune 'besar pohonnya'; dan (b) gede paponne 'besar papannya'. KIuSs-klausa pernbentuk sasonggan (5) pun setara. Perbedaannya adalah jika
pada sasonggan (a) digunakan struktur klausa utama

'kebanyakan gemuruh kekurangan hujan' yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang banyak bicara tetapi tidak ada isinya. Juga ada sasonggon lengis ulung dadi tultul qji kapas, raos ulung tan sida nuduk 'minyak tumpah dapat diambil dengan kapas, ucapan terlontar tak dapat diambil'.
,Sos
m

onggan

ini

digunakan untuk menasihati


se

asyarakat agar berhati-hati j ika m en gakatan

suafu

Sikap kehati-hatian ini dapat diungkapkan melalui sasonggarz dengan klausa tidak lengkap. (6) Gansaran tindak, kuangan daya"
Cepat berbuat, kurang berpikir 'Tindakan grasa-grusu, tanpa diperkikan matang-

sedangkan pada sasonggan

(5) digunakan struktur

klausa inversi, yakni predikat mendahului subjek. Pola klausa pada sosonggan (5) dapat digambarkan seperti berikut ini.
,Sas

matang'

onggan

(7') Ngentungan blakas matali.


punyanne,

Gede Fungsi
:

gede

papanne

Melemparkan parang bertali 'Tindakan untung-untun gan' Berdasarkan struktur klaus a, sasonggan (6) dan (7)

Kategori Adjektif
:

nomina

Peran

adjektif

nom ina

tidak memiliki subjek. Pelibat telah mengetahui


bahwa pelaku yang dimaksud dalarn sasonggan itu adalah para pelibat atau masyarakat Bali pada

sifat

benefaktif

sifat

benefaktif

umumnya. Pola klausa .sasonggan (6) dapat


Perberdaan penggunaan struktur klausa dalam mengkonstruksi sasonggan rnenunjukkan bahwa
divisualkan seperti berikut ini.

sasonrronotonroron

dalam

aya berbahasa Bali tidak selalu mementingkan subjek, sehingga 'tokoh' dalam
bud

Fungsi t
Kategori
:

tindak,

kuangan daya
P

sasonggan itu tidak menjadi dominan. Hal ini sejalan dengan prinsip kesantunan dalam teori pragrnatik dan

sejalan pula dengan etika berbahasa Bali bahwa


dianggap kurang etis Oleh karena itu strategi pengubahan struktur klausa dapat digunakan untuk'menyembunyikan' subjek dalam sosonggan.

adjektif verba

adjektif nomina
kualitas benefaktif

jika mernbicarakan orang lain.

Peran

kualitas tindakan

Pola klausa sasonggan (7) dapat divisualkan seperti berikut ini.


,Sas

c. Sasonggan Berbentuk Klausa tidak lengkap Disebut klausa tidak lengkap kerena fungsi subjek dalam konstruksi sasonggan tidak dihadirkan secara eksplisit. Ketidakhadiran fungsi subjek disebabkan pelibat telah memahami pokok yang dimaksudkan dalam sasonggan itu. Penghilangan fungsi subjek sejalan dengan prinsip ekonomi linguistik, yang menekankan efesiensi konstruksi lingual dalarn '-ijaran. Dikaitkan dengan budaya berbahasa Bali, ada prinsip etis bahwa semakin sedikit berbicara maka peluang salah mengatakan sesuatu semakin sedikit pula; sehing ga ada sasonggan yang terkait dengan
etika ini, yakni liunan krebek kuangan ujan

onggan

ngentungan
Fungsi

blakas

matali
Ket. keadaan
verba

O
Kategori
:

Peran

verba
:

nomina
pende

tindakan

rita

benefaktif

41

FUNGSI SA,SONGGAN DALAM BUDAYA BERBA}IASA BALI


a. Fungsi Informatif Fungsi informatif sebuah ujaran merupakan representasi dari tindak tutur konstantif. Leech (1997), menjelaskan bahwa tindak tutur konstantif
digunakan apabila penutur (n) memberikan informasi kepada petutur (t). Pandangan ini sejalan dengan

b. Fungsi Direktif Sebuah tuturan dinyatakan berilokusi direktif jika


dengan tuturan itu penutur ingin menghasilkan efek berupa tindakan untuk dilakukan oleh petutur (Leech, 1993 :164). Sejalan dengan Leech, Beratha (1999 :
I I 0)

fungsi deskriptif yang dikemukakan Lyons (1997).


Dalam pandangan Lyons, fungsi tindak tutur deskriptif

dan Gunawan ( 1994 : 85 86) menyatakan bahwa ilokusi direktif rnerupakan tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud agar petutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu. Elemen-elemen makna ilokusi direktif antara lain : memesan, memerintah, mengundang, menasihati,
dan meminta.

adalah penutur (n) beftujuan mengkomunikasikan informasi faktual kepada petutur (t). Halliday U973)
menyebut fungsi ujaran konstantifdengan istilah fungsi

ideasional, yakni ujaran yang digunakan untuk


menyarnpaikan pengalaman kedun iaan.

Berdasakan data, tampaknya sasonggan banyak digunakan untuk fungsi direktif ini, khususnya untuk menasihati seseorang. Menasihati dinyatakan sebagai tindak ujar direktif karena penutur ingin agar

Sasonggan mrupakan salah satu ekspresi lingual dalam bahasa Bali yang sering digunakan dalam wacana kebudayaan. Informasi-informasi kultural

banyak diungkapkan melalui sasonggon ini. Misalnya, .tas onggan abias pasih 'sepasir di laut'
digunakan untuk menyampaikan informasi kuantitas sesuatu yang tidak terhitung. Dalam konteks ini, penutur (n) ingin menginformasikan kepada petutur (t) bahwa sesuatu ada dan jutnlahnya tidak dapat dihitung. Dengan menggunakan sasonggnn abias pasih diharapkan petutur (t) memahami bahwa jumlah sesuatu y?ng dibicarakan sangat banyak,

walaupun sasonggan ini terkesan bombastis atau


melebih-lebihkan tetapi pesan yang ingiri disampaikan

ujarannya dijadikan alasan bagi petutur untuk melakukan sesuatu yang terbaik sesuai dengan norma dan etika budaya Bali. Contoh owak baduda nagih madain garuda 'Kumbang tanah ingin menandingi garuda'. Ss.songgon ini sering digt:nakan untuk mernbentuk kesadaran diri (seseorang) akan keterbatasan dirinya, sehingga tidak merniliki cita-cita atau mengharapkan sesuatu yang muluk-muluk. Sasonggan awak baduda nagih rnadsin garuda merupakan sarana edukasi publik agar setiap orang memalrami dirinyz, rnemahami keterbatasannya, memaharni potensinya, sehingga tidak melakukan sesuatu yang sia-sia. Sasonggan ini dapat pula digunakan sebagai kontrol ptilaku sosial atau
pengendalian sosial. Disadari, berbagai ketimpangan

bukanlah sesuatu yang berlebihan. Deskripsi bias


pasihdigunakan sebagai perbandingan alamiah untuk menggambarkan kuantitas sesuatu yang sangat
banyak.

sosial bermula dari kegagalan pengendalian diri secara individual. Beberapa contoh sasonggan yang memiliki makna sama antara lain, Kunang-kunang enarung sasi; Kuping ngliwatin tanduk, Contoh sosonggan lain yang berfungsi direktif, khususnya ilokusi menasihati adalah Joh pajalane liu ane tepukin'Jauh berialan, banyak yang dilihat'. Sasonggan ini digunakan untuk memberikan analogi empirik bahwa orang yang suka belajar tentu memiliki banyak pengetahuan. Sasonggan ini digunakan sebagai pedoman hidup masyarakat Bali untuk terus membelajarkan diri melalui berbagaijalur pendidikan yang ada : formal, informal, clan nonformal. Dalam budaya Bali, sastra sering digunakan sebagai media pembelajaran hingga menghasilkan ungkapan nyastra sambil mlajah,

Demikian pula sasonggan celeng Galungan celeng Kuningan'babi Galungan, Bali Kuningan' yang
digunakan untuk menggambarkan dua kondisi yang

sama. Sasonggan celeng Galungan, celeng Kuningan, digunakan untuk menggambarkan dua pilihan yang memiliki implikasi atau akibatyang sama. Pilihan mana pun yang diambil, pelibat tetap dihadapkan pada hasiI atau akibat yang sama. Siqsonggsn ini digunakan untuk menggarnbarkan rangkaian peristiwa yang pasti akan dialami oleh seluruh masyarakat. Oleh karena itu, sasonggaru celeng Galungan, celeng Kuningan dinyatakan m em i li ki fungsi informatif.

42

;t*r"s**Str#rTi

F'.t^ex!inr;

#t:tz'tttk d'xti

f,*ngst...

ihJ.-*r;

g*i-, r\i ri *w,#'1

rnlajoh sambil nyastra 'bersastra sambil belajar, belajar sarnbil bersastra'. Demikian pula sasonggan Becatan tindak kuangan daya 'kecepatan bertindak kurang pemikiran' digunakan untuk menasihati orang yang grasa-grusu mengarnbil keputusan tanpa memikirkan terlebih dahulu secara
matang apa yang akan dilakukan.

d. Fungsi Fatik
Leech (1993) dan Lyons (1977) rnenjelaskan fungsi

fatik merupakan fungsi bahasa untuk basa-basi. Fungsi fatik dimaksudkan untuk rnemelihara
hubungan sosial dalam satua kornunitas bersama. Masyarakat Bali merupakan masyarakat kornunal yang diwujudkan dalam berbagai bentuk organisasi sosial kemasyarakatan sehingga pemeliharaan
hubungan sosial menjadi sangat penting. Kehilangan hubungan sosial dapat berakibat yang sangat fatal bagi masyarakat Bali. Sasonggarl merupakan salah

c. Fungsi Ekspresif Suatu ujaran dinyatakan mengandung ilokusi


ekspres ifapabi la penufur bennaksud mengungkapkan

sikap psikologis terhadap suatu keadaan (Leech, 1993 : 164). Beratha ( 1 999 : I l0) dan Gunawan ( 1994 :

satu ekspresi Iingual dalam bahasa Bali dapat


digunakan untuk nlemelihara hubungan sosial ini.

86) menyatakan, suatu ujaran bermakna ilokusi ekspresif apabila tuturan itu diartikan sebagai evaluasi. Ilokusi ekspresifmencakup : mengucapkan terima kasih, memuji, mengeritik, dan minta maaf. Sasonggan untuk ilokusi ekspresif antara lain wares tan paneda, bungah tan pangange 'kenyang tanpa makan, cantiUtampan tanpa bus&na' seperti dalarn kutipan berikut ini. Ida kalintang sweca. Punika mqwinafi rena
manah titiang dados penyeroan. Rasa wtreg

Misalnya, scsonggan Cenik-cenikan punyan


sotong 'Kecil-kecil pohonjambu

b,ji' sering digunakan

untuk memuji seseorang yang bertubuh kecil tetapi

sanggup rnenyelesaikan pekerjaan yang berat. ini selain bermaksud memuji kelebihan orang lain tetapi juga dimaksudkan untuk tetap memelihara hubungan sosial yang telah terbangun.
Sasonggan

'Beliau sangat derrnawan. Itu yang menyebabkan saya senang menjadi abdi. Terasa kenyang tanpa makan, cantik tanpa
busana'

tan panedg. bWgah taa. Wnganggo.

Sasonggan lain yang sering digunakan untuk mernelitrara hubungan sosial, yakni kropak majolan 'kropak berjalan'. Sasonggan ini digunakan untuk menggambarkan orang yang memiliki banyak ilmu
pengetahuan, sehingga disegani banyak orang.

SIMPULAN
Sasonggan merupakan salah satu bugian dari paribasa Bali yang tidak terpisahkan dengan bud aya pemakaian bahasa Bali secara keseluruhan, Seb agai salah satu bentuk paribasa Bali, sasoruggan banyak digunakan dalam wacana kebud ayaan Bali. Oleh
karena itu, sasonggan dapat dikatakan sebagai bentuk

Sasonglan wareg tan paneda, bungah tan panganggo digunakan untuk mengungkapkan
perasaan senang penufur akan suatu keadaan yang dirasakan san gat baik untuk dirinya.
Ekspresi seseorang tidaklah selalu positif, tetapi sering

kali pula negatif. Ketika kecewa atau sedih, penutur bahasa Bali pun sering menggunakan sosonggan, seperti bedug pqngorengan 'cernbung kuali' yang digunakan untuk menggambarkan perasaan kecewa kepada seseorang yangmemiliki pendirian kaku, mau menang sendiri dan tidak bisa mengerti pendapat orang lain. SAsonggon ini merupakan analogi deskriptifterhadap bentuk fisik kuali yangjika bagian cembungnya diratakan maka kuali itu akan pecah dan tidak dapat digunakan lagi. Demikian pula sasonggan Goloh di tendas kelet di ikut 'Long gar di kepala ketat di ekor' yang digunakan untuk mengungkapkan peras aan kecewa terhadap seseorang yang pada mulanya merelakan atau
rnengikhlaskan sesuatu nanlun pada akhirnya orang tersebut berkeberatan memberikan sesuatu yang drj anj ikan sebe lumnya.

unik dalam budaya berbahasa Batri.


Berdasarkan kajian teori struktural, sasonggan dapat iidentifikas menj ad tiga bentuk, yaitu ( I ) sasonggan berbentuk klausa mand iri, (2) sasonggan
d

befbentuk klausa gabungan, dan (3) sasonggan


berbentuk klausa tak lengkap. Adanya varian bentuk-

bentuk sasonggan menunjukkan sifat kedinamisan internal kaidah bahasa Bali yang diapresiasi secara baik oleh pemakai dan diimplementasikan dalam pemakaian bahasa Bali. Dalam penggunaanfiy&, sasonggan memiliki empat fungsi pokok,.yaitu (1)

fungsi informatif, (2) fungsi direktif, (3) fungsi if, dan (4) fungs i fatik. Semua fungsi sasonggaru itu sejalan den gan budaya berbahasa Bali
ekspres
y angd ij unj ung ti n ggi para pgnuturnya.

43

Wqtlf){4& VCLUflIII

* ?"4 i'.i{).2

$f,pT[::il./lffii:R 200S

35"",tr4

DAtr'TAR RUJUKAN

Ni Luh Sutjiati. (l99Sb), "Materi Kajian Linguistik Kebud ayaan", dalam Linguistika Tahun Y Edisi Kesembilan, 4l - 45, Universitas Udayana,
Berath4
Denpasar.

Wierzbicka, Anna. (1996a). 'Cultural scripts: a new approach to study of cross culture communication'. Dalam Anna Wierzbicka (Conventor), Cross-Culture

Communication,

National University.

I-

10. Australia: Australian

Djajasudarma, T. Fatimah. ( 1993), Metode


Linguistik: Ancangan Metode dan Kajian, Eresco,
Bandung,

Wijana, I Dewa Putu. (1996). Dasar-Dasar


Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Gunawan, Asim.

(lgg4), "Kesantunan Negatif di

Chafe, Wallace L. (1970). Meoning and The Structure of Language. Chicago: The University of
Chicago Press.
Frawl ey, Wi I I iam . {1992). L in guis t ic S e mantics .New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,

Kalangan Dwi bahasawan Indone si a-Jawa d i Jakarta : kajiansosiopragmatik", dalam PELLBA7, Bl I1L Jakarta: Kanisius.

Leech, Geoffry. ( 1993) , The Principles of


Pragm*tics, Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Mnstansyir, Rizal, (t9s8), Filsafat Bahasa: Aneka It{o'ralah Arti dan Upoya Pemecahannya, Prirna Karya, Jakarta.

Gautaffi&, v/ayan Budha (1995) . Pralarnbang Basq Bali. Denpasar: CV, Kayumas.
Ginarsa, Ketut.( 1985) Paribasa Bali. Denpasar: CV.

Kayumas. KriCalaksana, Harimurti. ( t 993 ). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utarna.

sudaryanto. (1993), Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Duta Wacana University press,
Yogyakarta.

Leech, Geoffry .(1997). Semantics diterjemahkan


oleh Aina dan Sumitro. Solo: Sebelas Maret University Press.

Sukrawati, Cokorda Istri. (1995). 'sekilas tinjauan bladbadan sebagai bentuk. permainan bunyi dalam bahasa Bali', Alcsara No. 9. Tahun Y,238 - Z5l.

Thornas, Jenny. (1995). Meaning in Interaction:

An Introduction to Pragmatics. New York:


Longman.

I'{ababan, P.'W.J. (1987). Ilmu Pragrnatik: Tbori dan Penerapannya. Diperbanyak oleh Departeman Pendidikan dan Kebud ayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta. Parera, Jos Daniel. (1990) : Erlan gga.

. Teori Semantik.Jakarta

Tim Penyusun Karnus Bali-Indonesia. (1991). Kamus Bali - Indonesia. Diperbanyak dan diedarkan oleh Dinas Pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali,
Denpasar.

the P hilosophy of Language. Cambrigde


Cambridge Universify Press.

searle, John R. ( 1990) . speech Acts : An Essay in


:

Tinggen,

Bali.

I Nengah. (1995) . Aneka Rupa parrbasa


simpen A.8.,

Singaraja: Rikha Dewata.

wayan. (19s8). Basita Parihasa.

Wahab, Abdul.(1990). 'sepotong model studi tentang

Denpasar : Upada Sastra.

metafotra'. Dalam Aminuddin (ed .), Pengembangan Penelrtian Kualitatif, 126 - 138. Malang: yayasan Asih Asah Asuh.

Unika Atma Jaya Press.

soetnarmo, Marmo. ( l gss). 'Pragmatik dan perkembangan mutakhirnya'. Dalam Soenjono Dardjorvidoyo, (ed.), PELLBA I, lS7 -215. Jaka rta:

44

You might also like