You are on page 1of 100

MAKALAH FARMAKOTERAPI I

DIABETES MELITUS DAN HIPERLIPIDEMIA

Disusun Oleh:

Kelas Farmakoterapi I A Apoteker LXX

DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA 2009

BAB I ETIOLOGI DAN GEJALA DIABETES MELITUS

A. ETIOLOGI Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik metabolik yang dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein sebagai akibat adanya kerusakan dalam sekresi insulin, sensitivitas reseptor insulin, ataupun keduanya. Pada keadaan normal terjadi metabolisme seimbang dari glukosa, asam lemak bebas, dan asam amino untuk menjaga kadar glukosa dalam darah dalam batas yang normal. Sedangkan pada penderita diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat diatur dengan baik karena gangguan pada hormon insulin sehingga mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat. Diabetes Melitus dapat diakibatkan oleh: 1. Pengrusakan (destruksi) sel-sel beta pankreas yang dimediasi oleh imun akibat defisiensi absolut insulin. 2. Terjadinya resistensi pada reseptor insulin bersamaan dengan defisiensi relatif insulin. 3. Penyebab-penyebab lain tak umum: a. b. c. Penyakit-penyakit endokrin (akromegali, sindrom cushing) Penyakit pankreas eksokrin (pankreatitis) Pengobatan (golongan glukokortikoid, pentamidin, niasin, dan -interferon) Mekanisme Pelepasan Insulin Insulin diproduksi oleh sel pulau langerhans pada pankreas. Pelepasan insulin dari sel terutama dirangsang oleh adanya glukosa. Sel memiliki saluran K+ yang diatur oleh ATP intraselular (Kanal/saluran KATP ). Ketika kadar glukosa darah meningkat, semakin banyak glukosa yang masuk ke dalam sel . Glukosa masuk ke dalam sel melalui GLUT 2 transporter (lokasi jaringan hati, sel langerhans, usus halus, ginjal). Glukosa yang masuk kemudian difosforilasi oleh glukokinase dan menghasilkan ATP. Semakin banyak glukosa yang masuk ke

dalam sel maka jumlah ATP intraselular meningkat. Peningkatan jumlah ATP intraselular ini menutup kanal KATP . Akibat penutupan kanal KATP terjadi depolarisasi sel yang memprakarsai masuknya ion Ca2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif terhadap voltase dan merangsang pelepasan insulin.

Gambar 1. mekanisme pelepasan insulin di sel pulau langerhans Reseptor insulin merupakan glikoprotein yang terbagi atas sub unit dan sub unit . Setelah insulin terikat pada sub unit , kompleks insulin-reseptor masuk ke dalam sel di mana insulin dipecah oleh enzim lisosomal. Pengikatan insulin kepada reseptor mengaktifkan tirosin kinase dari sub unit dan merangsang kompleks reaksi rantai yang menimbulkan kerja dari insulin.

B. GEJALA Gejala-gejala diabetes melitus antara lain: 1. Glukosuria, yaitu terdapat glukosa dalam urin (yang dalam keadaan normal tidak ada).
2. Poliuria, yaitu peningkatan pengeluaran urin. Hal ini terjadi karena kadar

gula yang tinggi dalam darah sehingga glukosa akan sampai ke air kemih. Glukosa yang bersifat diuretik osmosis akan menarik air di sekitarnya sehingga ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa tersebut. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita. 3. Polidipsi, yaitu peningkatan rasa haus yang disebabkan karena dehidrasi. 4. Polifagia, yaitu peningkatan rasa lapar. Hal ini terjadi karena viskositas darah yang tinggi menyebabkan aliran darah lambat mencapai otak sehingga otak kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini akan merangsang respon lapar di hipotalamus. 5. Badan lemas dan lesu akibat insulin tidak dapat bekerja untuk memasukkan glukosa ke dalam sel sebagai sumber energi. 6. Berat badan menurun karena lemak dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam sel.

C. KLASIFIKASI Penyakit Diabetes Melitus dapat digolongkan menjadi 4 tipe, yaitu: 1. DM Tipe 1 : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes melitus tipe 1 merupakan penyakit karena gangguan autoimun yang berkembang pada masa anak-anak, remaja maupun masa awal dewasa. Diabetes melitus tipe 1 merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Kasus DM tipe 1 terjadi sekitar 10 % dari seluruh kasus DM. Pada umumnya DM tipe 1 diawali dengan pemaparan genetis terhadap individu yang rentan terhadap DM, pun karena agen lingkungan pencetus serta autoimunitas dari sel pulau langerhans.

Pasien DM tipe 1 harus mendapat insulin pengganti. DM tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Insiden DM tipe I memuncak pada usia remaja dini, maka dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Namun, DM tipe I dapat timbul pada segala usia. Penyebab DM Tipe 1 DM tipe 1 diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel pulau langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi virus misalnya gondongan, rubella, sitomegalovirus kronik atau setelah pajanan obat atau toksin (misalnya golongan nitrosamin yang terdapat pada daging yang diawetkan). Pada saat dilakukan diagnosis DM tipe 1, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans pada sebagian besar pasien. Penyebab seseorang dapat membentuk antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans belum diketahui secara pasti. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa terdapat suatu agen lingkungan yang secara antigenis mengubah sel-sel pankreas untuk merangsang pembentukan autoantibodi. Kemungkinan juga para individu yang mengidap DM tipe 1 memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta pulau langerhans mereka dengan virus atau obat tertentu. Sewaktu merespon terhadap virus atau obat tersebut, sistem imun gagal mengenali bahwa sel-sel pulau langerhans adalah bukan antigen. Selain itu, terdapat pula kecendrungan genetik untuk DM tipe 1. Sebagian orang mungkin memiliki gen diabetogenik, yaitu suatu profil genetik yang menyebabkan mereka rentan mengidap DM tipe 1 (atau mungkin penyakit autoimun lainnya). Karakteristik DM tipe 1 Pengidap DM tipe 1 memperlihatkan penanganan glukosa yang normal sebelum penyakit muncul. Namun, ketika penyakitnya muncul, pankreas sedikit atau tidak mengeluarkan insulin. Kadar glukosa darah meningkat karena tanpa insulin glukosa tidak dapat masuk ke sel. Pada saat yang sama, hati mulai melakukan glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat yang tersedia berupa asam amino, asam lemak, dan glikogen. Substrat-substrat ini

mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena efek katabolik glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar glukosa darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan sel darah merah yang tidak kekurangan glukosa karena keduanya tidaka memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa. Semua sel lain kemudian menggunakan asam lemak bebas untuk menghasilkan energi. Metabolisme asam lemak bebas di siklus Krebs menghasilkan adenosine trifosfat (ATP) yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sel. Pembentukan energi yang hanya mengandalkan asam-asam lemak menyebabkan produksi badan keton oleh hati meningkat. Keton bersifat asam sehingga pH plasma turun.

2. DM Tipe 2 : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Pada DM tipe 2, pankreas tetap menghasilkan insulin namun tubuh mengalami resistensi terhadap insulin sehingga tubuh menganggap kebutuhan insulin kurang. Resistensi insulin terjadi karena penurunan kemampuan insulin merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat glukosa oleh hati. DM tipe 2 biasanya dimulai pada orang berusia lebih 30 tahun dan akan lebih progresif terjadi pada usia lebih lanjut. Sekitar 15% dari pasien berusia lebih dari 70 tahun mengalami DM tipe 2. Pasien dari latar belakang ras dan etnis tertentu memiliki resiko lebih tinggi mengalami DM tipe 2. Kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat memiliki resiko dua sampai tiga kali lipat terhadap DM tipe 2. DM tipe 2 juga cenderung terjadi dalam satu keluarga. Obesitas (kelebihan berat badan) merupakan faktor utama terjadinya DM tipe 2. Sekitar 8090% pasien yang mengalami DM tipe 2 adalah pasien dengan obesitas. Obesitas menyebabkan resistensi terhadap insulin sehingga tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih besar untuk mencapai kadar gula normal darah. Pankreas pada pasien ini masih memproduksi insulin, namun memerlukan

pengendalian diri, latihan fisik dan penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan produksi insulin dan memperbaiki penggunaan glukosa. Kelainan dan penggunaan obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi tubuh dalam penggunaan insulin dan dapat menyebabkan DM tipe 2. Kortikosteroid dosis tinggi (dari penyakit Cushing atau mengkonsumsi obat kortikosteroid) dan kehamilan adalah penyebab paling umum terjadinya perubahan penggunaan insulin oleh tubuh. DM tipe 2 juga dapat terjadi pada pasien dengan kelebihan produksi hormon pertumbuhan (acromegali) dan pada orang yang mensekresi hormon tertentu penyebab tumor. Pankreatitis kronis atau berulang dan penyakit lainnya yang secara langsung merusak pankreas dapat menyebabkan DM tipe 2. Karakteristik DM Tipe 2 Orang-orang dengan DM tipe 2 mungkin tidak mengalami gejala apapun selama bertahun-tahun atau puluhan tahun sebelum mereka didiagnosis. Pada awalnya terjadi peningkatan urinasi dan rasa haus yang ringan dan secara bertahap akan semakin memburuk selama beberapa minggu atau bulan. Akhirnya, orang merasa sangat lelah, penglihatan kabur, dan mengalami dehidrasi. Kadang-kadang selama tahap awal diabetes, kadar gula darah rendah, atau mengalami kondisi yang disebut hipoglikemia. Lazimnya penyakit ini dimulai pada usia di atas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk (overweigh) dengan Q.I >27 dan pada usia lanjut. Oleh karena proses menua banyak pasien jenis ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan amiloid di sekitar sel-sel beta. Sel beta yang tersisa umumnya masih aktif, tapi sekresi insulinnya semakin berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya menurun. Mungkin juga berkaitan dengan suatu infeksi virus pada masa muda. Antara 70-80% dari semua kasus diabetes termasuk jenis ini, dimana faktor keturunan memegang peranan besar dengan kemungkinan penurunan penyakit adalah 1:20. Orang yang malas dan kurang gerak lebih besar lagi risiko terkena DM tipe 2.

Tabel 1. Perbandingan DM tipe 1 dan tipe 2 Karakteristik 1. Tingkat sekresi insulin 2. Usia awitan yang lazim 3. Persentase pasien 4. Keterkaitan dengan kegemukan 5. Faktor genetik dan lingkungan penting untuk mencetuskan penyakit 6. Kecepatan perkembangan gejala 7. Timbulnya ketosis 8. Defek dasar Sering jika tidak diobati Destruksi sel beta pankreas Jarang Penurunan kepekaan sel sasaran terhadap insulin 3. DM Dalam Kehamilan / DM Gestasional DM Gestational adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan resistensi insulin. DM Gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, resiko mengalami DM tipe 2 pada waktu mendatang lebih besar daripada orang normal. Penyebab DM Gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan gambaran sekresi berlebihan insulin seperti DM tipe 2 yang akhirnya menyebabkan penurunan responsivitas sel. Hormon pertumbuhan memiliki beberapa efek anti insulin, misalnya perangsangan glikogenolisis (penguraian glikogen) dan penguraian jaringan lemak. Semua faktor Cepat Lambat Ya Ya 10-20% Tidak 80-90% Umumnya ya DM tipe 1 Tidak ada atau hampir tidak ada Anak-anak DM tipe 2 Mungkin normal atau melebihi normal Masa dewasa

ini mungkin berperan menimbulkan hiperglikemia pada DM Gestasional. Wanita yang mengidap DM Gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan glukosa bahkan sebelum diabetes muncul. DM Gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan meningkatkan resiko malformasi konginetal, lahir mati, dan bayi bertubuh besar, yang dapat menimbulkan masalah saat persalinan. DM Gestasional secara rutin diperiksa pada pemeriksaan medis pranatal. DM Gestasional terjadi bila dua atau lebih nilai berikut ditemukan atau dilampaui setelah pemberian 75 gram glukosa oral: Puasa : 105 mg/dl 1 Jam : 190 mg/dl 2 jam : 165 mg/dl 3 jam : 145 mg/dl 4. DM Tipe Lain Termasuk dalam golongan ini adalah diabetes melitus yang disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: a. Cacat genetik fungsi sel beta: 1). 2). Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) Defek/cacat genetik fungsi sel beta akibat mutasi DNA mitokondria

(DNA adalah molekul pembawa sifat genetik yang terdapat dalam inti sel; mitokondria adalah organel sel yang berfungsi untuk pernafasan sel dan pembuatan energi sel) b. Cacat genetik kerja insulin c. Penyakit eksokrin (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya melalui pembuluh) pankreas: 1). 2). 3). Pankreatitis (radang/inflamasi pada pankreas) Tumor/pankreatektomi (pankreas telah diangkat) Pankreatopati fibrokalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada

pankreas) d. Endokrinopati

1). 2). tubuh) 3). 4).

Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan) Sindrom Cushing (terlampau banyak produksi kortikosteroid dalam Feokromositoma (tumor kelenjar anak ginjal, yang antara lain Hipertiroidisme

berfungsi menghasilkan hormon steroid [kortikosteroid]) e. Karena obat/zat kimia: 1). Vacor, pentamidin, asam nikotinat 2). Glukokortikoid, hormon tiroid 3). Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain f. Infeksi: Rubela (campak Jerman) kongenital (dialami sejak dalam kandungan), cytomegalovirus (CMV) g. Sebab imunologi yang jarang Antibodi anti insulin (tubuh menghasilkan zat anti terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glukosa ke dalam sel). h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus: Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner dan lain-lain.

BAB II LIPOPROTEIN

A.

DEFINISI DAN FUNGSI LIPOPROTEIN Kolesterol dan unsur lemak lain yang tidak dapat larut di dalam darah (seperti trigliserida dan fosfolipid) harus berikatan dengan protein agar dapat diangkut ke dalam aliran darah, sehingga disebut dengan lipoprotein. Lipoprotein merupakan perpaduan biokimia yang mengandung lipid dan protein. Lipid atau turunannya mungkin secara kovalen dan non-kovalen terikat pada protein. Banyak enzyme, transporters, struktur protein, antigen dan toxin merupakan lipoprotein. Seperti contoh yang termasuk pada High Density (HD) atau Low Density (LD) Lipoprotein yang memungkinkan lemak menjadi pembawa dalam sirkulasi darah sistemik, protein transmembran dari mitokondria. Hampir semua lipoprotein dibentuk di dalam hati, yang merupakan tempat sebagian kolesterol plasma, fosfolipid, dan trigliserida (kecuali trigliserida yang diabsorpsi dari usus dalam bentuk kliomikron) disintesis. Sejumlah lipoprotein densitas tinggi juga disintesis di dalam epitel usus selama absorpsi asam lemak dalam usus. Fungsi utama dari lipoprotein adalah untuk mengangkut komponenkomponen lipidnya di dalam darah. Lipoprotein densitas sangat rendah mengangkut trigliserida yang disintesis di dalam hati terutama dalam jaringan adipose, sedangakn lipoprotein yang lain terutama penting dalam tahap-tahap transport fosfolipid dan kolesterol yang terdapat dalam hati menuju jaringan perifer atau dari jaringan perifer kembali ke hati. Bila asupan kolesterol tidak mencukupi, sel hati akan memproduksinya. Dari hati, kolesterol diangkut oleh LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan termasuk selotot jantung, otak dan lain-lain. Sedangkan bila terjadi kelebihan kolesterol, kolesterol ini akan diangkut kembali oleh HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa ke hati yang selanjutnya diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Protein utama yang membentuk LDL yaitu Apo-B (Apolipoprotein-B) dan LDL ini

dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah sehingga dianggap sebagai lemak jahat. Sedangkan protein utama yang membentuk HDL yaitu Apo-A (Apolipoprotein-A) dan HDL ini dapat membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati sehingga dianggap sebagai lemak baik.

Gambar 2. Struktur lipoprotein Tabel 2. Jenis-jenis Apoprotein

B.

KLASIFIKASI LIPOPROTEIN 1. Kilomikron Merupakan lipoprotein dengan berat molekul terbesar, lebih dari 80% komponennya terdiri dari trigliserida yang berasal dari makanan dan kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka juga membawa kolesterol makanan ke dalam hati. 2. VLDL (lipoprotein pre- Very Low Density Lipoprotein) Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 15% kolesterol, dibentuk dari asam lemak bebas di hati. Karena asam lemak dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat, maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL. 3. IDL (Intermediet Density Lipoprotein) Merupakan zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL. Adanya IDL dapat dilihat dari kekeruhan plasma yang didinginkan. 4. LDL (Lipoprotein Low Density Lipoprotein) Merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada manusia yaitu sekitar 70%. LDL merupakan metabolit VLDL yang berfungsi membawa kolesterol ke dalam jaringan perifer. 5. HDL (Lipoprotein High Density Lipoprotein) Komponen HDL adalah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida dan 50% merupakan protein. HDL penting untuk bersihan trigliserida dan kolesterol serta untuk transport dan metabolisme ester kolesterol dalam plasma, HDL membawa 20 25% kolesterol darah dan berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer masuk ke dalam hati.

Gambar 3. Kilomikron, VLDL, IDL, LDL dan HDL Tabel 3. Perbedaan lipoprotein
Densitas (g/mL) >1.063 1.019-1.063 1.006-1.019 0.95-1.006 <0.95 Kelas HDL LDL IDL VLDL Kilomikron Diameter (nm) 5 15 18 28 25 50 30 80 100 1000 % Protein 33 25 18 10 <2 % Kolesterol 30 50 29 22 8 % Fosfolipid 29 21 22 18 7 % Trigliserol 8 4 31 50 84

C.

TRANSPORTASI LIPID 1. Jalur Eksogen Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam kilomikron. Kemudian akan diangkut oleh saluran limfe ke dalam darah melalui ductus torotikus. Di dalam jaringan lemak mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel endotel, akibatnya terbentuk asam lemak dan kilomikron. Asam lemak akan menembus endotel kembali dan masuk ke dalam jaringan lemak atau otak yang akan diubah kembali menjadi trigliserida kembali. Kilomikron akan dibersihkan oleh hati dari sirkulasi dengan mekanisme endositosis oleh lisosom berupa kolesterol bebas. Kolesterol bebas ini disimpan di hati dan siap diekskresikan ke empedu untuk menjadi lipoprotein endogen yang dikeluarkan ke dalam plasma. 2. Jalur Endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL dan akan mengalami hidrolisis dalam sirkulas oleh lipoprotein lipase menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil yaitu IDL dan LDL. High Density Lipoprotein (HDL) yang berasal dari hati dan usus yang berada di bawah pengaruh enzim lesitin akan mengalami perpindahan dari HDL menjadi VLDL dan IDL sehingga dengan demikian terjadi kebalikan arah transport kolesterol dari perifer menuju hati untuk dikatabolisme.

Gambar 4. Transportasi lipid

D.

METABOLISME LIPOPROTEIN

1.

Metabolisme Kilomikron Kilomikron merupakan lipoprotein yang banyak mengandung lipid dengan kandungan protein paling sedikit (dibandingkan lipoprotein lain) sehingga kilomikron memiliki densitas yang paling rendah dari keseluruhan lipoprotein. Kilomikron memiliki fosfolipid dan protein pada permukaannya agar permukaan yang hidrofilik dapat berikatan dengan air. Molekul hidrofobik berada di dalam inti lipoprotein. Apoprotein yang berikatan dengan kilomikron yang baru dibentuk adalah apo B-48, apo A-I, apo A-II and apo A-IV. Di sirkulasi darah, kilomikron ini mendapatkan apo-C dan Apo-E dari HDL plasma yang ditukar dengan fosfolipid. Tambahan apo-CII yang didapat dari HDL dibutuhkan untuk mengaktivasi lipoprotein lipase (LPL). LPL menghidrolisis ester asam lemak yang mengikat gliserol bebas dan asam-asam lemak. Asam-asam lemak tersebut kemudian diserap oleh sel endotel kapiler. LPL ,merupakan esterase asam amino hasil hidrolisis dari sebuah protein, terdapat di jaringan otot dan jaringan adiposa. LPL disekresi keluar dari sel dan ditranslokasi menuju permukaan lumen dari sel endotel kapiler dimana terdapat heparin sulfat. LPL adalah enzim yang paling banyak terlibat di dalam proses yang terjadi pada kilomikron dan VLDL. Kilomikron merupakan lipoprotein yang disintesis oleh usus. Makanan yang mengandung triasilgliserol (lemak) akan dicerna oleh enzim lipoprotein lipase yang terdapat di dinding usus kemudian masuk ke sistem limfatik. Dari usus kilomikron masih dalam bentuk yang belum sempurna (yang disebut kilomikron nascent) karena masih memerlukan penambahan apoprotein. Kilomikron nasen membawa triasilgliserol (TAG) dan kolesterol (C) dengan bantuan aktivator Apo B-48 juga Apo-A milik HDL yang disintesis di usus. Dalam sirkulasi darah kilomikron mendapat tambahan apoprotein yaitu Apo E dan Apo C dari HDL sehingga membentuk kilomikron yang sempurna. Ketika mendekati jaringan ekstrahepatik, adanya Apo C akan mengaktivasi enzim lipoprotein lipase untuk memecah lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak dibawa ke jaringan ekstrahepatik, seperti jaringan adiposa dan jaringan otot, dan di dalam jaringan adiposa asam lemak ini di sintesis kembali menjadi triasilgliserol untuk disimpan, sedangkan di dalam otot asam-asam lemak dioksidasi untuk menghasilkan energi. Sementara itu, gliserol tetap dalam sirkulasi darah menuju hati karena hati memiliki

enzim untuk memetabolisme gliserol. Selama jaringan mengabsorbsi asam lemak, kilomikron mengalami penyusutan secara berkala hingga menjadi kilomikron remnan yang kaya akan kolesterol. Selama terjadinya penyusutan tersebut, kilomikron mentransfer fosfolipid dan apoprotein A dan C ke HDL akibatnya kilomikron remnan kekurangan protein apo A dan apo C sehingga tidak bisa berikatan dengan LPL. Sisa kilomikron ini hanya mengandung sisa triasilgliserol, kolesterol, Apo E dan Apo B-48. Apo E merupakan reseptor ligan untuk kilomikron agar kolesterol yang diangkut dapat masuk kembali ke hati. Dalam organ hati sisa kolesterol akan diubah menjadi ester kolesterol dan asam empedu, sedangkan asam lemak bebas akan digunakan untuk sintesis HDL dan VLDL. Metabolisme kilomikron ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 5. Metabolisme kilomikron 2. Metabolisme VLDL dan LDL Hati mensintesis asam lemak dan kolesterol dan mengemasnya untuk diangkut di pembuluh darah dalam bentuk VLDL sehingga VLDL adalah kendaraan untuk mengangkut triasilgliserol dari hati ke jaringan ekstrahepatik. Akan tetapi, diet kolesterol yang tinggi dapat mengubah komposisi VLDL menjadi kaya akan ester kolesterol. Sekresi VLDL dari hati terjadi secara eksositosis. Apoprotein utama pada VLDL adalah B-100 sehingga pada abetalipoproteinemia

tidak terbentuk lipoprotein yang mengandung Apo B dan terjadi penimbunan butiran lipid di usus dan hati. Mekanisme pembentukan VLDL oleh sel parenkim hati memiliki keimripan dengan pembentukan kilomikron oleh sel usus dan. VLDL dan kilomikron yang baru disekresikan atau nascent hanya mengandung sedikit apoliporotein C dan E, kemudian VLDL yang baru disekresi dari hati mendapatkan tambahan apo C dan E dari HDL. Trigliserida pada VLDL bukan berasal dari makanan (jalur eksogen) melainkan berasal dari sintesis endogenik dari asam lemak bebas dan karbohidrat di dalam hati (jalur endogen). Proses metabolisme VLDL juga hampir sama dengan metabolism kilomikron yaitu trigliserida dan kolesterol hasil sintesis di hati akan dibawa oleh VLDL nascent menuju jaringan sel dengan aktivator apoprotein Apo B-100, Apo E dan Apo C. Dalam perjalanannya, VLDL nascent mendapat tambahan Apo C dan Apo E sehingga menjadi VLDL yang sempurna. Adanya Apo C akan mengaktivasi enzim lipoprotein lipase sehingga trigliserida yang diangkut VLDL juga mengalami hidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan masuk ke jaringan ekstrahepatik, seperti jaringan adiposa dan otot, atau berikatan dengan albumin serum sedangkan gliserol akan dibawa oleh darah masuk ke dalam hati. Pada jaringan adiposa asam lemak mengalami sintesis ulang menjadi triasilgliserol dan disimpan, sedangkan di dalam otot, asam lemak dioksidasi untuk menghasilkan energi. Setelah sebagian besar trigliseridanya dikeluarkan oleh kerja enzim lipoprotein lipase, VLDL ini menyusut menjadi IDL (intermediate Density Lipoprotein) atau sisa VLDL dan selama mengalami penyusutan, VLDL memberikan fosfolipid dan apoprotein C kepada HDL. IDL menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja enzim plasma lesitin-kolesterol asiltransferase (LCAT), mengambil ester kolesterol yang terbentuk dari kolesterol HDL. Beberapa IDL diambil oleh hati karena IDL dapat berikatan dengan reseptor sel hati dimana IDL diabsorbsi dengan cara yang sama dengan kilomikron remnant. IDL juga dapat dikatabolisme oleh LPL sehingga melepaskan lebih banyak trigliserida dan apo E menjadi LDL. Selanjutnya dengan adanya reseptor LDL di hati, kolesterol yang diangkut LDL dibawa kembali ke hati. LDL juga menyediakan kolesterol bagi jaringan. Kolesterol adalah suatu unsur pokok esensial di membran sel dan digunakan oleh sel kelenjar untuk membentuk hormone steroid. Di dalam

hati dan kebanyakan jaringan ekstrahepatik, LDL diambil dengan endositosis dengan mediator reseptor LDL. LDL terikat pada reseptor spesifik sel yang berada pada membran plasma sel target. LDL reseptor merupakan glikoprotein yang mengandung bagian dengan muatan negatif. Bagian pengikatan LDL memiliki interaksi elektrostatik dengan muatan positif arginin dan lisin yang merupakan residu apo-B 100. Reseptor LDL bermigrasi ke area membran plasma yang khusus untuk endositosis, yang disebut coated pits (lubang bersalut) karena protein clathrin melapisi atau menyalut sisi sitoplasmik pada membran. Saat LDL terikat pada reseptor, protein clathrin menyebabkan endositosis. Setelah vesikel berada di dalam sel, clathrin secara spontan terdisosiasi dari vesikel endosom. pH dari vesikel ini menurun, sehingga LDL terdisosiasi dari reseptor. Reseptor LDL terbentuk kembali menjadi permukaan sel. Vesikel bersatu dengan lisosom dan kemudian mendegradasi lipoprotein menjadi komponen asalnya, asam lemak, gliserol, kolesterol, dan asam amino. Kolestreol ini bergabung ke dalam kolam kolesterol interselular yang digunakan untuk sintesis membran atau steroid. Hati juga mengabsorpsi LDL dengan mekanisme endositosis yang sama. Kira-kira 75% dari LDL diabsorpsi oleh hati. LDL adalah lipoprotein yang kaya akan kolesterol dan banyak mengandung apo B-100. LDL adalah pembawa kolesterol utama di dalam plasma. konsentrasi LDL dalam plasma memiliki korelasi yang positif dengan kejadian penyakit jantung koroner. Oleh karena itu, LDL umumnya disebut sebagai kolesterol jahat ketika membawa kolesterol di dalam plasma menuju jaringan. LDL merupakan sumber kolesterol untuk kebanyakan jaringan di dalam tubuh. Kadar LDL yang tinggi berhubungan dengan pembentukan plak aterosklerosis yang menyumbat pembuluh darah yang menyebabkan stroke dan serangan jantung.

Gambar 6. Metabolisme VLDL dan LDL 3. Metabolisme HDL HDL disintesis dan disekresikan oleh hati dan sel usus. Akan tetapi, apoprotein C dan E hanya disintesis di dalam hati sehingga HDL yang disintesis dari usus perlu memperoleh apo-C dan -E dari HDL yang disintesis oleh hati. HDL yang baru disintesis berbentuk cakram (diskoid), dan hanya terdiri atas fosfolipid, kolesterol dan apo-A. Apo-A1 merupakan aktivator enzim Lecithin:cholesterol acyltransferase (LCAT), yaitu enzim periferal yang bersirkulasi dengan HDL dan berperan mengkatalisis pemindahan asam lemak rantai panjang dari fosfolipid ke kolesterol untuk membentuk ester kolesterol. Aktivasi enzim ini akan menyebabkan esterifikasi kolesterol pada permukaan HDL menjadi ester kolesteril. Ester kolesteril yang dihasilkan akan bergerak ke tengah membentuk inti yang non-polar sheingga molekul HDL membulat menjadi HDL3. HDL3 akan menerima kolesterol dari jaringan melalui reseptor SR-B1 (class B scavenger receptor B1). Reseptor SRB1 sebenarnya memiliki peran ganda, yaitu pada hati dan organ steroidogenik reseptor ini membantu penerimaan kolesterol dari HDL, sedangkan pada jaringan lainnya reseptor ini membantu penerimaan kolesterol dari jaringan ke HDL. HDL3 yang terus menerima kolesterol dari jaringan akan membesar dan membentuk HDL2. Selama HDL bertambah besar, HDL memerlukan apo-E yang meningkatkan

afinitas pengikatan pada reseptor di hati. HDL2 lalu menuju hati dan di hati HDL2 akan mengalami hidrolisis, baik hanya terhadap ester kolesterilnya, maupun terhadap fosfolipidnya. Jika HDL2 hanya mengalami hidrolisis pada ester kolesterilnya, maka HDL3 akan kembali terbentuk, sedangkan jika fosfolipid pada HDL2 ikut mengalami hidrolisis, maka yang tersisa dari molekul HDL hanyalah apo-A. Apo-A ini dapat diekskresikan melalui ginjal (jika berlebih) atau digunakan kembali untuk membentuk HDL melalui pembentukan pre- HDL. Fungsi utama dari HDL yang membawa kolesterol menuju hati adalah untuk memindahkan kolesterol yang berlebih dan membawa kelebihan kolesterol tersebut untuk dimetabolisme menjadi garam empedu. Fungsi pemindahan kolesterol dari jaringan ini menyebabkan hubungan yang berbanding terbalik antara konsentrasi HDL dalam plasma dan resiko terjadinya penyakit jantung. HDL umumnya disebut kolestrerol baik karena HDL merupakan pembawa kolesterol plasma kembali ke hati. Secara umum, HDL berfungsi: Memindahkan (mentransfer) apoprotein ke lipoprotein lain Memindahkan lipid dari lipoprotein lain Memindahkan kolesterol dari membran sel Mengubah kolesterol menjadi kolesterol ester melalui reaksi LCAT Memindahkan kolesterol ester ke lipoprotein lain melalui CETP. Lipoprotein lain ini mentransport kolesterol ester ke hati.

Gambar 7. Metabolisme HDL

4.

Kolesterol Dalam Jaringan Dalam jaringan, keseimbangan kolesterol diatur seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Kolesterol jaringan meningkat karena adanya pengambilan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor, misalnya reseptor LDL atau reseptor scavenger, pengambilan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya akan kolesterol ke membran sel, sintesis kolesterol, dan hidrolisis dari ester kolesteril oleh enzim kolesteril ester hidrolase. Adapun penurunan kolesterol jaringan disebabkan oleh efluk kolesterol dari membran ke HDL melalui ABCA-1 dan SRB1, esterifikasi kolesterol oleh ACAT (asil-koA:kolesterol asil transferase), dan penggunaan kolesterol untuk sintesis senyawa steroid seperti hormon atau asam empedu di hati. Penerimaan kolesterol ke dalam jaringan lebih mudah terjadi karena adanya berbagai reseptor yang memfasilitasi proses ini, bahkan kolesterol juga dapat masuk ke dalam jaringan tanpa melalui reseptor, sedangkan proses pengeluaran kolesterol dari jaringan memerlukan reseptor, seperti SR-B1 dan ABCA1, yang akan menyerahkan kolesterol jaringan kepada HDL. Oleh karena itu, selain jumlah HDL dan LDL, perbandingan jumlah HDL dan LDL juga merupakan faktor penting dalam kasus hiperlipidemia.

Gambar 8. Tranpor kolesterol keluar dari dan masuk ke dalam sel

BAB III ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI HIPERLIPIDEMIA

A.

ETIOLOGI Hiperlipidemia, hiperlipoproteinemia, atau dislipidemia adalah keadaan

dimana kadar lemak dalam darah meningkat sampai di atas batas normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida ataupun kombinasi keduanya, baik secara primer (disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan metabolisme lipid) atau sekunder (komplikasi penyakit lain). Hiperkolesterolemia dapat mempertinggi morbiditas dan mortalitas PJK (Penyakit Jantung Koroner), sedangkan hipertrigliserida meningkatkan kasus nyeri perut dan pankreatitis. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperlipidemia melalui terganggunya keseimbangan metabolisme lemak ataupun karena asupan konsumsi lemak yang berlebihan akibat life style (gaya hidup). Adapun bagian-bagian dari lemak yang dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia, antara lain sebagai berikut: 1. Trigliserida Trigliserida diperoleh dari lemak tumbuhan dan hewan yang terdiri dari campuran triasilgliserol (trigliserida dalam lemak netral). Triasilgliserol adalah ester dari alkohol gliserol dengan tiga molekul asam lemak, merupakan depot lemak pada sel tumbuhan atau hewan. 2. Kolesterol Merupakan golongan senyawa steroid yaitu sterol (steroid alkohol). Senyawa ini banyak terdapat pada hewan dan merupakan komponen membran plasma hewan serta terdapat dalam jumlah lebih sedikit pada membran organel sub seluler. Kolesterol juga banyak terdapat dalam lipoprotein plasma darah, kurang dari 70% dalam bentuk ester kolesterol. 3. Fosfolipid Fosfolipid merupakan suatu gliserida yang mengandung fosfor dalam bentuk ester asam folat, oleh karenanya fosfolipid adalah suatu fosfogliserid.

Umumnya terdapat alam sel tumbuhan, hewan dan manusia yang berfungsi sebagai unsur struktural membran. 4. Asam lemak Asam lemak adalah asam karboksilat berupa rantai hidrokarbon yang panjang, jarang terdapat bebas secara alami, terdapat dalam bentuk teresterifikasi sebagai komponen utama dari lipid yang bervariasi. Pada tumbuhan tingkat tinggi dan hewan, asam lemak yang dominan adalah C16 dan C18 seperti asam-asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam stearat.

B. a.

KLASIFIKASI Hiperlipidemia Primer Hiperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan genetik yang meliputi kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang mengakibatkan keadaan yang tidak normal pada lipoprotein. Pengklasifikasian hiperlipidemia dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Klasifikasi hiperlipidemia menurut WHO
Tipe I II a II b Kolesterol Tinggi Tinggi/normal Tinggi Kolesterol LDL Rendah/normal Tinggi Tinggi Trigliserida Tinggi Normal Tinggi Gangguan Lipoprotein Kilomikron meningkat LDL meningkat LDL dan VLDL meningkat Kilomikron sisa dan IDL meningkat VLDL meningkat Kilomikron dan VLDL meningkat Plasma* Putih susu Kuning jernih Keruh

III

Tinggi

Rendah/normal

Tinggi

Keruh

IV

Tinggi/normal

Normal

Tinggi

Keruh

Tinggi

Normal

Tinggi

Putih susu

* = perangai plasma setelah didiamkan di dalam lemari es selama semalam

Tabel 4. Klasifikasi hiperlipidemia menurut Fredrickson


Tipe Sinonim Buerger-Gruetz syndrome, Primary hyperlipoproteinaemia, or Familial hyperchylomicronemia Polygenic hypercholesterolaemia or Familial hypercholesterolemia Masalah Decreased lipoprotein lipase (LPL) or altered ApoC2 LDL receptor deficiency Decreased LDL receptor and Increased ApoB Defect in ApoE synthesis Increased VLDL production and Decreased elimination Increased VLDL production and Decreased LPL Gambaran Laboratorium Terapi

Elevated Chylomicrons

Diet Control

IIa

Elevated LDL only

Bile Acid Sequestrants, Statins, Nicotinic acid Statins, Nicotinic acid, Gemfibrozil Drug of choice: Gemfibrozil

IIb

Combined hyperlipidemia

Elevated LDL and VLDL and Triglycerides

III

Familial Dysbetalipoproteine Mia

Increased IDL

IV

Endogenous Hyperlipemia

Increased VLDL

Drug of choice: Nicotinic acid

Familial Hypertriglyceridemia

Increased VLDL and Chylomicrons

Nicotinic acid, Gemfibrozil

a.

Hiperlipoproteinemia tipe I Hiperlipoproteinemia tipe I memperlihatkan hiperkilomikronemia pada waktu puasa yang disebabkan oleh defisiensi enzim lipoprotein lipase (LPL) atau adanya perubahan pada apolipoprotein C2 yang dibutuhkan pada metabolisme kilomikron untuk memecah lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol di jaringan ekstrahepatik.

Hiperlipoproteinemia tipe I disebabkan oleh adanya perubahan dari gen reseptor LDL. Seorang pasien yang menderita Hiperlipoproteinemia tipe I memiliki serum level dari LDL-C dua atau tiga kali lebih tinggi dari orang normal. Sehingga sangatlah penting untuk melakukan identifikasi dan pengobatan sejak dini, selain itu pasien yang menderita Hiperlipoproteinemia tipe I juga dapat mengalami peningkatan kadar LDL-C. Kelainan tipe I muncul sebelum pasien berusia 10 tahun dengan gejala seperti kolik, nyeri perut, xantoma dan hepatosplenomegali. Sedangkan pada orang dewasa gejala muncul dengan tanda terjadinya penumpukan pada kolesterol seperti corneal arcus (penumpukan lipid di cornea), tendon xanthomas (penumpukan lipid di otot), dan xanthelasma (penumpukan lipid di kelopak mata). Dan pada pemeriksaan biokimia menunjukkan adanya lapisan krem di permukaan plasma pasien puasa. Hingga dengan tahun 1980, presentasi kematian akibat acute cononary sebelum usia 20 tahun menunjukkan angka yang normal yakni 0.1 % dari populasi.

Hiperlipoproteinemia tipe II Hiperlipoproteinemia tipe II, terbagi menjadi dua tipe yakni tipe IIa dan tipe IIb, dimana tipe pembagiannya berdasarkan atas tingginya kadar trigliserida terhadap LDL kolesterol. Tipe IIa Pasien yang menderita Hiperlipoproteinemia tipe II memiliki presentasi yang tidak terlalu signifikan di dalam populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menderita Hiperlipoproteinemia tipe II disebabkan adanya perubahan pada gen reseptor LDL yakni pada kromosom 19 (0,2% dari populasi) atau disebabkan adanya perubahan gen pada Apoprotein B (0,2%) sehingga kolesterol tidak dapat masuk ke dalam hati dan jaringan ekstrahepatik serta tetap berada di peredaran darah. Tipe IIb

Pada tipe ini ditandai dengan meningkatnya kadar VLDL meliputi meningkatnya kadar trigliserida, acetil CoA dan adanya peningkatan sintesis

dari B-100. Hal tersebut dapat disebabkan oleh menurunnya konsentrasi dari reseptor LDL dan meningkatnya Apoprotein B. Presentasi penderita Hiperlipoproteinemia tipe II mencapai 10% dari populasi. Kemungkinan terjadinya resiko terkena aterosklerosis pada pasien sekitar 15% bagi mereka yang juga mengalami penyakit jantung pada usia 60 tahun. b. Hiperlipoproteinemia tipe III Hiperlipoproteinemia tipe III merupakan penyakit keturunan yang sangat jarang sekali ditemui. Hiperlipoproteinemia tipe III ditandai dengan tingginya kadar kilomikron dan IDL (intermediate density lipoprotein). Penimbunan IDL pada tipe ini disebabkan oleh blokade parsial dalam metabolisme VLDL menjadi LDL dan adanya peningkatan kadar apoprotein E total. Pada penderita ini pengambilan sisa kilomikron dan sisa VLDL oleh hati dihambat dan menyebabkan terjadinya akumulasi di darah dan jaringan. Pada kelainan ini kolesterol serum dan trigliserid meningkat (350-800 mg/dl). Gejala klinik muncul pada masa remaja berupa xantoma pada kulit terutama pada siku dan lutut. Hiperlipoproteinemia tipe IV Tipe ini ditandai dengan terjadinya peningkatan VLDL dan trigliserida yang kemudian dikenal dengan hipertrigliseridemia. Gejala klinik muncul pada usia pertengahan. Separuh dari penderita ini meningkat kadar trigliseridnya pada umur 25 tahun. Mekanisme kelainan yang familiar tidak diketahui, tetapi tipe IV yang didapat biasanya bersifat sekunder akibat penyakit lain, alkoholisme berat atau diet kaya karbohidrat dan biasanya penderita gemuk.

Hiperlipoproteinemia tipe V Tipe ini memperlihatkan akumulasi VLDL dan kilomikron yang disebabkan ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme dan membuang kelebihan trigliserida sebagaimana mestinya. Kelainan ini jarang ditemukan. Hiperlipoproteinemia tipe V biasanya ditemui pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan, menderita diabetes, hyperuricemic dan tidak ditemuinya adanya xanthoma. Secara genetik Hiperlipoproteinemia tipe V bersifat heterogen dan penderita dengan kelainan familial biasanya tidak menunjukkan gejala sampai sesudah usia 20 tahun. c. Hiperlipoproteinemia Sekunder Hiperlipoproteinemia sekunder ditandai dengan kelainan pada lipid sebagai akibat dari kelainan suatu penyakit atau efek samping dari terapi obat dimana hal tersebut tercatat memiliki presentasi hingga 40% dari semua tipe pada hiperlipoproteinemia. Tabel 5. Contoh penyakit dan efek samping dari obat yang menyebabkan hiperlipoproteinemia sekunder. Penyebab penyakit Endokrin/metabolic : Penyebab efek samping obat Diabetes Mellitus Alkohol Von Grierkes disease Progestins Sexualateliotic dwarfism Thiazide diuretic Acromegaly bloker Hypothyroidism Glucocorticoids Anorexia nervosa Androgens Wemers syndrome Ciclosporin Acuteintermittent Oral contraceptives porphyria Vitamin A

Renal : Uremia Nephrotic syndrome Hepatic : Primary biliary cirrhosis, Hepatoma, Immunologic, Systemic lupus erythematosis, Monoclonal gammapathies, Stress

2.

HIPERLIPIDEMIA SEKUNDER Hiperlipidemia sekunder ditandai dengan kelainan pada lipid sebagai akibat dari kelainan suatu penyakit atau efek samping dari terapi obat dimana hal tersebut memiliki persentase hingga 40% dari semua tipe pada hiperlipidemia. Penyebab hiperlipidemia sekunder:

Penyebab hipertrigliseridemia 1. Diabetes melitus Pada penderita diabetes melitus, hormon insulin tidak bekerja, oleh karena itu glukagon-lah yang bekerja. Glukagon bekerja dengan 3 mekanisme, yaitu glukogenolisis, glukoneogenesis, dan lipolisis. Pada peristiwa lipolisis, lemak dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, asam lemak dalam darah selanjutnya masuk ke hati dan menjadi asil Ko-A. Asil Ko-A akan diesterifikasi dengan gliserol 2. membentuk trigliserida, selanjutnya hal ini mengarah pada hipertrigliseridemia. Gagal ginjal kronis Penderita gagal ginjal tidak dapat melakukan filtrasi dengan baik. Zat-zat yang seharusnya tersaring akan terbuang bersama urin. Apabila zat yang terbuang itu adalah protein, dan protein tersebut merupakan Apo C maka akan berpengaruh pada metabolisme VLDL dan kilomikron. Hal ini disebabkan karena VLDL dan kilomikron membutuhkan Apo C untuk berikatan dengan lipoprotein lipase, untuk selanjutnya memecah VLDL dan kilomikron menjadi asa lemak dan gliserol. Apabila proses ini terhambat, akan terjadi pula peningkatan trigliserida (TGA) karena VLDL dan kilomikron mengandung TGA. 3. Hipotiroidisme Pada penderita hipotiroidisme, kelenjar tiroidnya tidak se-aktif seperti pada orang normal, sehingga hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid berkurang. Tiroksin berfungsi merangsang metabolisme karbohidrat, protein, lemak. Kekurangan tiroksin berakibat pada terhambatnya metabolisme lemak intraseluler sehingga kadarnya dalam darah meningkat. 4. Gangguan penyimpanan glikogen

Bila terjadi gangguan penyimpanan glikogen, berarti terdapat gangguan kerja insulin. Selanjutnya mekanisme timbulnya penyakit sama seperti pada diabetes melitus. 5. Stress Stress merangsang keluarnya adrenalin di saraf simpatis. Adrenalin bekerja sama seperti glukagon. Mekanisme selanjutnya sama seperti pada penderita diabetes melitus. 6. 7. Sepsis Alkohol

Penggunaan alkohol akan meningkatkan aktivitas NADH di hati, yang selanjutnya akan meningkatkan produksi asam lemak yang kemudian diesterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida. 8. Lipodistrofi Lipodistrofi adalah perubahan struktur jaringan lemak. Perubahan struktur ini dapat berupa lisis yang akan mengakibatkan tingginya kadar TGA. 9. Kehamilan Kehamilan bagi beberapa wanita dapat mengakibatkan diabetes melitus gestasional. 10. Terapi penggantian hormon estrogen oral Estrogen bekerja di saraf simpatis. Saraf simpatis bila terkena rangsangan akan mengeluarkan neurotransmitter epinefrin, dimana epinefrin bekerja sama seperti glukagon. Mekanisme selanjutnya sama seperti pada penderita diabetes melitus. 11. Obat antihipertensi: beta bloker, diuretik betabloker dan diuretik adalah Efek samping dari obat antihipertensi peningkatan kadar TGA dalam darah 12. 13. Penggunaan glukokortikoid Terapi protease inhibitor Glukokortikoid bersifat katabolik dan diabetogenik akibat lipolisis. Penggunaan protease inhibitor dapat mengakibatkan efek samping berupa penyakit diabetes melitus. 14. Hepatitis akut

Hepatitis

akut

menyebabkan

kerusakan

hati.

Hati

berfungsi

untuk

memetabolisme lemak, sehingga bila hati ruseak, akan terjadi pula gangguan metabolisme lemak. 15. Lupus erythematosus sistemik

Penyebab hiperkolesteronemia Hipotiroidisme Sindrom nefrotik Sindrom nefrotik adalah kelainan ginjal dimana terjadi albuminuria. Apabila albumin terbuang lewat urin, ada kemungkinan terjadinya pembuangan proteinprotein lipase ekstrahepatik yang akan menurunkan penggunaan lipoprotein dalam darah. Anoreksia nervosa Orang yang menderita penyakit ini tidak akan memiliki nafsu makan. Apabila orang tidak makan, berarti tidak ada pemasukan kolesterol. Padahal, kolesterol merupakan unsur penting yang diperlukan oleh tubuh. Tubuh selanjutnya akan mensistesis kolesterol sehingga kadar kolesterol dalam tubuh meningkat. Kolestasis Kolestatis adalah gangguan sekresi empedu. Kolesterol di hati seharusnya dikeluarkan dalam bentuk asam empedu dan empedu. Karena ada hambatan sekresi empedu, mengakibatkan kolesterol tidak bisa dikeluarkan sehingga kadarnya dalam darah juga tinggi. Penyakit obstruktif hati Penggunaan glukokortikoid Terapi protease inhibitor Porfiria intermiten akut

C.

FAKTOR RESIKO HIPERLIPIDEMIA Beberapa faktor resiko hiperlipidemia adalah: 1. Usia: Laki-laki 45 tahun, wanita 55 tahun, atau wanita dengan menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen

2. Sejarah keluarga dengan penyakit jantung koroner prematur 3. Merokok sigaret 4. Hipertensi (140/90 mm Hg), atau orang yang meminum obat anti hipertensi 5. Kolesterol HDL yang rendah (<40 mg/dL)

BAB IV KOMPLIKASI DIABETES MELITUS

Pada tipe I, sekitar 40% penderita mengalami kegagalan ginjal. Tetapi pada tipe II, hanya sekitar 20% penderita yang mengalami kegagalan ginjal. Hal tersebut dikarenakan onset penyakit diabetes pada tipe I lebih cepat, sehingga gagal ginjal akan lebih cepat terjadi dibanding pada tipe II. Demikian pula halnya dengan retinopati, resiko terjadinya retinopati pada tipe I dan tipe II sama, namun pada tipe I prevalensinya lebih tinggi. Penyebab utama kematian pada penderita DM tipe 1 adalah gagal ginjal, sedangkan pada penderita tipe II penyebab utama kematian adalah penyakit-penyakit makrovaskuler yang mengawali infark miokard dan stroke. Penyakit makrovaskuler menjadi penyebab utama kematian pada tipe II disebabkan diabetes tidak tertata laksana dengan baik karena kurangnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat.

KOMPLIKASI AKUT A. HIPOGLIKEMIA Hipoglikemia adalah keadaan di mana kadar glukosa darah < 60 mg/dL. Pada umumnya gejala-gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar glukosa darah < 45 mg/dL.

Hipoglikemia dapat terjadi karena:


Pemakaian insulin, atau obat hipoglikemia oral yang terlalu banyak pada

pengobatan diabetes. Asupan makan tidak adekuat ; jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat. Gejala-gejala hipoglikemia adalah: 1. Fase 1 Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan seperti berkeringat, gelisah, gemetar, palpitasi, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar serta mual. Gejala ini merupakan gejala awal karena pasein masih sadar dan dapat cepat dilakukan tindakan. 2 Fase 2 Hipoglikemia yang lebih berat yaitu terjadinya gangguan fungsi otak yang dinamakan juga gejala neurologi. Hal ini menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan timbul gejalagejala seperti pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik peroral, yaitu terjadinya penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemia.

B. EFEK SOMOGYI Terjadinya hiperglikemia pada pagi hari dapat disebabkan oleh durasi yang lebih pendek dari waktu yang sudah diantisipasi dari insulin dengan efek awal yang ditetapkan untuk meningkatkan glukosa, atau oleh obat hipoglikemia yang diberikan pada malam hari yang dapat menyebabkan terjadinya lonjakan hiperglikemia (efek somogyi) pada pagi hari. Penetapan ukuran kadar glukosa darah

pada dini hari (sekitar pukul 3 pagi) akan diturunkan karena dapat menyebabkan hiperglikemia pada pagi hari. Tidak jarang penetapan ukuran kadar juga tetap dibutuhkan lebih dari jam 3 dini hari. Menanyakan kepada pasien tentang gejala hipoglikemia pada malam hari ( mimpi buruk, berkeringat yang berlebih di malam hari ) dapat membantu membedakan penyebabnya. Jika terjadi reaksi Somogyi ini, dosis insulin harus dirubah. C. KETOASIDOSIS Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut diabetes melitus yang terjadi disebabkan karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi. Keadaan tersebut merupakan keadaan serius yang dapat mengancam jiwa, kondisi ketoasidosis dapat terjadi kapan saja terutama pada penderita Diabetes Melitus tipe 1. Acapkali terjadinya ketoasidosis diawali dari tidak patuhnya pasien pada pola diet yang telah ditetapkan. Gejala-gejala yang pertama kali timbul sama seperti gejala-gejala Diabetes Melitus yang tidak diobati, yakni, mulut kering, rasa haus, intensitas buang air kecil jadi lebih sering (poliuria). Gejala lainnya seperti mual, muntah, dan nyeri perut bisa juga terjadi. Gejala-gejala selanjutnya dapat berupa seperti kesulitan bernafas, rasa dehidrasi, rasa mengantuk dan yang paling berat keadaan koma. Penyebab terjadinya ketoasidosis dikaitkan dengan kadar hormon insulin pada darah yang rendah. Keadaaan kadar insulin pada darah yang rendah menyebabkan kadar glukosa pada darah menjadi tinggi. Hormon insulin diperlukan pada proses penyerapan nutrisi agar gula dapat masuk ke dalam sel guna didistribusikan ke seluruh tubuh untuk dijadikan sumber energi. Hormon insulin juga membantu menyimpan cadangan lemak di sel lemak dari hasil pencernaan makanan. Ketika kadar hormon insulin dalam darah ditingkat rendah, maka gula tidak dapat masuk kedalam sel untuk diproses menjadi sumber energi. Jika demikian, tubuh akan mengkompensasikannya dengan cara menggunakan lemak sebagai sumber energi alternatif. Namun karena penggunaan lemak tidak dapat sempurna dibakar, maka akan dihasilkan suatu zat yang disebut badan keton. Badan keton akan terakumulasi di dalam darah dan akan dikeluarkan dari tubuh melalui urin.

Terdapatnya badan keton didalam urin disebut ketonuria. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan kadarnya di urin meningkat. Meningkatnya kadar glukosa urin akan menyebabkan volume urin bertambah sehingga cairan didalam tubuh akan berkurang. Ketika kondisi tubuh mengalami kondisi dehidrasi, maka akan menimbulkan gejala-gejala antara lain rasa haus dan mulut kering yang merupakan tanda khas dari kadar glukosa darah yang tinggi. Terjadinya dehidrasi dan terbentuknya badan keton membuat darah menjadi lebih asam. Keadaan darah yang menjadi lebih asam disebut ketoasidosis. Proses terjadinya koma pada ketoasidosis lebih bertahap dibandingkan terjadinya koma hipoglikemia. Keadaan ketoasidosis memerlukan penanganan medis segera, sehingga penderita harus cepat dibawa ke rumah sakit. Pengobatan yang harus segera diberikan adalah penyuntikan hormon insulin dan mengganti cairan tubuh yang hilang dan kadar ion kalium pada darah yang turut berkurang akibat peningkatan frekuensi buang air kecil (poliuria).

D. KOMA NON KETOTIK HIPERGLIKEMIA HIPEROSMOLAR Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Biasanya terjadi dehidrasi yang berat jika kadar gula darah meningkat (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang, suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non- ketotik. Kadar glukosa darah harus diturunkan dengan berangsur-angsur dengan cairan hipotonik dan diberi infus insulin dosis rendah (1-2 unit/h). Kecepatan perbaikan kadar glukosa darah tidak dianjurkan, karena dapat menyababkab pembengkakan serebral. Hal ini dapat terjadi terutama pada anak-anak dengan diabetes ketoasidosis. Pada kasus ini banyak terjadi kematin.

KOMPLIKASI KRONIS

A.

KOMPLIKASI PADA SISTEM KARDIOVASKULAR 1. Hiperlipidemia Pada penderita diabetes terjadinya defisiensi insulin menyebabkan hormon glukagon bekerja merangsang aktivitas lipase sensitif hormon di jaringan adiposa menyebabkan peningkatan lipolisis dan bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati. Sehingga sintesis VLDL-trigliserida oleh hati juga meningkat. Salah satu fungsi insulin meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga jumlah asam lemak yang berasal dari lipoprotein digunakan untuk sel. Akan tetapi pada penderita diabetes terjadi peningkatan lipolisis VLDL-trigliserida yang menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas dalam plasma darah. Hiperlipidemia yang terjadi pada penderita diabetes dapat menyebabkan terjadinya arterosklerosis. 2. Aterosklerosis Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab arteria koronaria yang paling sering ditemukan. Ateroklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah yang meningkat, dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan vaskular yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Jadi, keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi penting dan membahayakan miokardium distal dari daerah lesi. Mekanisme terjadinya arterosklerosis: Peningkatan lipolisis dapat menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma darah. Asam lemak bebas dihasilkan sebagai hasil dari lipolisis di jaringan adiposa dan akan dibawa ke dalam hati dan diesterifikasi menjadi triasilgliserol (TAG). TAG dan kolesterol dibawa oleh VLDL keluar dari hati. Kemudian TAG dalam VLDL dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas dalam jaringan ekstrahepatik, sedangkan VLDL berubah menjadi IDL. Selanjutnya IDL akan diubah menjadi LDL dan VLDL dalam darah meningkat. Keadaan hiperglikemia akan mempercepat proses oksidasi LDL, pada

pasien DM ukuran partikel LDLnya kecil (small dense LDL). Small dense LDL akan meningkatkan sentivitas LDL menjadi teroksidasi. Oksidasi dari LDL menstimulasi monosit masuk ke dalam intima pembuluh darah dan terjadi proses fagositosis kolesterol yang dianggap benda asing oleh makrofag menjadi sel busa (foam cell). Lama kelamaan sel busa yang terbentuk menyebabkan terjadinya ateroma (plak) yang terdegenerasi dan menebal atau sumbatan fibrous atau jaringan ikat tipis yang kaya sekali dengan kandungan lipid. Adanya ateroma akan menyebabkan pembuluh darah menebal dan elastisitasnya berkurang menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit dan terjadi kerusakan endotel menyebabkan aterosklerosis. 3. Hipertensi Salah satu penyebab utama hipertensi sekunder adalah stenosis

(penyempitan) arteri renal sebagai hasil dari aterosklerosis pada arteri renal. Sebagai hasil dari penurunan aliran darah ginjal yang menyertai penyempitan pembuluh darah, ginjal merespon dengan mengaktifkan sistem renin-angiotesin yang menyebabkan vasokonstriksi dan retensi air. 4. Angina Pektoris Angina pektoris adalah sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan nyeri di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Serangan biasanya terjadi selama 30 detik sampai 30 menit. Tipe angina :
a. Angina klasik, disebabkan karena aktivitas fisik atau tekanan emosional,

terjadi hanya beberapa menit, dapat diatasi dengan pemberin Nitrogliserin atau istirahat
b. Angina prinzmetal, yaitu sindrom dimana pasien mengalami serangan pada

saat istirahat. Pada angina jenis ini terjadi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen tanpa terjadinya aterosklerosis. Biasanya serangan terjadi terjadi pada pagi hari.
c. Angina Tidak Stabil (Crescendo angina atau Preinfarction angina),

disebabkan oleh aterosklerosis stenosis, thrombosis koroner atau vasospasme.

5.

Iskemia Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas oleh pembuluh yang

terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan dan menekan fungsi miokardium.

6.

Aritmia atau gangguan irama jantung Aritmia timbul akibat perubahan elekrofisiologi sel-sel miokardium.

Perubahan ini bermanifestasi sebagai bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aksi sisa sel. 7. Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel dinamakan gagal biventrikular. Manifestasi klinis gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan miokardium dan kemampuan serta besarnya respon kompensasi. 8. Stroke Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan aliran darah otak, stroke dapat terjadi akibat pembentukan thrombus pada arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir dari bagian tubuh lain, atau adanya perdarahan otak. Pada stroke terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke terjadi akibat pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24-72 jam pertama setelah kematian sel-sel neuron.

B.

KOMPLIKASI PADA SISTEM SARAF PERIFER

Pada penderita diabetes jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf perifer, penyakit ini dinamakan neuropati. Saraf yang dipengaruhi oleh diabetes adalah saraf somatik dan saraf otonom, baik sensorik maupun motorik. Neuropati disebabkan keadaan kronik hipoksia dari jaringan saraf. Sel-sel penunjang saraf, sel Schwann, mulai menggunakan metode-metode alternatif untuk menangani beban peningkatan glukosa kronik, yang akhirnya menyebabkan demielinisasi segmental sel-sel saraf. Demielinisasi menyebabkan perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitifitas. Hilangnya sensasi suhu dan nyeri meningkatkan kemungkinan pasien mengalami cidera yang parah dan tidak disadari. Neuropati diabetik mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena. 1. Polineuropati sensorik Tipe neuropati ini sering disebut neuropati perifer, yang sering mengenai distal serabut saraf, khususnya saraf ekstremitas bawah, gejala permulaan adalah : a. parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) b. rasa terbakar (khususnya pada malam hari) c. penurunan fungsi proprioseptif dan penurunansensibilitas terhadap sentuhan ringan d. penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui. 2. Neuropati otonom Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hamper seluruh system organ tubuh. Ada beberapa akibat utama dari neuropati otonom : kardiovaskular, seperti frekuensi jantung yang meningkat tetapi menetap, hipotensi ortostatik, dan infrak miokard tanpa nyeri Terdapat 2 tipe neuropati yang sering dijumpai adalah polineuropati sensorik dan neuropati otonom.

gastrointestinal, kelambanan pengosongan lambung dapat terjadi

dengan gejala khas seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual, muntah, selain itu dapat terjadi hiperfluktuasi kada glukosa darah. urinarius, retensi urin, penurunan kemampuan untuk merasakan disfungsi seksual, khususnya impotensi seksual merupakan salah kandung kemih yang penuh. satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Kaki Diabetik Neuropati diabetik menyebabkan penderita diabetes tidak dapat merasakan apa-apa ketika kaki mendapatkan tekanan sehingga terbentuk kalus. Karena tekanan terus-menerus, kalus menjadi lembek dan mencair lalu lepas dari luka. Selanjutnya luka akan terinfeksi dan jika tidak ditangani secara memadai akan meluas dan mungkin harus diambil tindakan amputasi. Secara umum, tingginya kadar gula darah dapat menyebabkan dua hal pada kaki penderita diabetes, yakni: 1. Kerusakan saraf Masalah pertama yang timbul adalah kerusakan saraf di tangan dan kaki. Dengan saraf yang telah rusak, penderita diabetes tidak akan dapat merasakan sakit, panas, atau dingin pada tangan dan kaki mereka. Luka pada kaki dapat menjadi buruk karena penderita diabetes tidak menyadari adanya luka tersebut. Kehilangan rasa ini disebabkan kerusakan saraf, disebut juga neuropati diabetik. Kerusakan saraf dapat juga menyebabkan infeksi. Kelainan saraf terbagi menjadi kelainan saraf otonom, motorik, dan sensorik. Manifestasi klinis kelainan saraf otonom adalah gangguan produksi keringat sehingga kaki menjadi tidak berkeringat, sedangkan di bagian tubuh lain berkeringat. Kelainan saraf motorik meliputi atrofi dan melemahnya otot-otot kaki. Jika perubahan tersebut tidak disadari oleh pasien, mereka akan tetap menggunakan sepatu yang dapat menyebabkan trauma pada kaki. Oleh karena kelainan saraf motorik biasanya diikuti hilangnya sensorik, maka dapat pula menimbulkan ulserasi, terutama di daerah telapak kaki.

Selain kelainan saraf otonom dan motorik, terdapat pula kelainan saraf sensorik. Kelainan saraf sensorik sering menjadi komponen utama terjadinya ulserasi dan amputasi pada kaki penyandang diabetes. Akibat menurun atau hilangnya kemampuan merasakan sakit, penyandang diabetes dengan kelainan saraf sensorik sering tidak menyadari adanya luka di kaki hingga luka tersebut bertambah parah. Luka tersebut dapat menjadi awal terjadinya infeksi dan berkembang sampai ke jaringan yang lebih dalam sehingga membutuhkan amputasi sebagai tata laksana. Salah satu faktor risiko kaki diabetes adalah penyakit arteri perifer. Awalnya, pengidap akan mengalami proses kehilangan rasa. Kalau tahap paraesthesia (kesemutan) sudah terlampaui, tahap selanjutnya meningkat pada hypaesthesia (baal), sampai akhirnya anaesthesia (hilang rasa sama sekali). Keluhannya adalah kesemutan saat tidur dan berlanjut pada kelemahan organ gerak. Bahkan, kaki kram dan sakit hebat jika digerakkan. Tingginya kadar gula darah mengakibatkan gangguan antaran listrik pada serabut saraf perifer (tepi) dan merusak pembuluh darah kapiler. Inilah yang mengakibatkan kesemutan dan bila serabut saraf tepi dan pembuluh darah kapiler sudah rusak, regenerasi akan sangat sulit. 2. Aliran darah yang terganggu Masalah kedua adalah ketika tidak cukupnya aliran darah ke tangan dan kaki. Aliran darah yang buruk akan menyebabkan luka atau infeksi sukar sembuh. Masalah ini disebut penyakit vaskular perifer. Penderita diabetes yang merokok akan makin memperburuk aliran darahnya. Gejala yang sering dirasakan yaitu kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, serta lebih terasa sakit pada malam hari. Penderita diabetes yang mengalami neuropati harus melakukan perawatan kaki yang memadai. Kedua masalah di atas dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik. Ditambah lagi dengan rentannya penyandang diabetes terhadap risiko infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun, akan semakin memperbesar risiko mengalami komplikasi kaki diabetik. Sebagai gambaran, misalnya kaki anda terluka karena penggunaan sepatu yang sempit. Anda tidak menyadari dan tidak merasakan sakit karena adanya kerusakan

saraf pada kaki anda. Selanjutnya, luka yang awalnya kecil itu akan terinfeksi. Pada penyandang diabetes, kadar gula dalam darah yang tinggi merupakan makanan bagi kuman. Kuman kemudian berkembang biak dan menyebabkan infeksi bertambah buruk. Hal ini diperparah dengan aliran darah kaki yang buruk sehingga memperlambat proses penyembuhan luka. Infeksi yang tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan gangren. Pada gangren, kulit dan jaringan di sekitar luka tersebut akan mati (nekrotik), sehingga daerah di sekitar luka tersebut akan berwarna kehitaman dan menimbulkan bau. Untuk mencegah gangren meluas, dokter dapat mengambil tindakan operasi untuk memotong jari kaki atau bagian dari kaki yang terinfeksi. Pemotongan bagian tubuh ini dikenal dengan istilah amputasi. Diabetes merupakan penyebab umum non-traumatik kasus amputasi kaki.

C.

KOMPLIKASI PADA PENGLIHATAN 1. Retinopati Retinopati terjadi pada penderita yang telah menderita diabetes selama bertahun-tahun. Terjadi bila pembuluh darah kecil yang terdapat di belakang mata rusak sehingga terjadi kebocoran protein dan darah ke retina. Kurang lebih 50% penderita diabetes akan mengalami retinopati setelah 10 tahun, dan 80% akan mengalami retinopati setelah 15 tahun. Pengontrolan kadar gula darah yang tidak baik akan memperparah retinopati. Terdapat tiga kategori retinopati diabetic:
a. Retinopati sederhana (background/ simple retinopathy), terdiri dari

mikroaneurisme, pendarahan, eksudat, dan udem pada retina. b. Retinopati preproliferatif, ditandai dengan iskemi arteri, terbentuk cotton wool spot, yakni daerah lesi yang kecil pada mata.
c. Retinopati proliferatif (malignant retinopathy), terdiri dari pembuluh darah

yang baru namun rapuh terbentuk (neovaskularisasi). Kebocoran pembuluh darah yang rapuh ini memperparah kerusakan retina, sehingga merusak kemampuan penglihatan.

2.

Katarak Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa mata yang ditandai

dengan lensa mata menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, sehingga ketajaman penglihatan berkurang. Kadar glukosa yang tinggi pada pasien diabetes menyebabkan glukosa menumpuk di lensa mata, namun glukosa tersebut tidak dapat keluar sehingga lama-kelamaan akan tereduksi menjadi sorbitol. Penumpukan inilah yang menyebabkan pengaburan pada lensa mata. Katarak yang terjadi pada penderita diabetes mirip dengan senile cataract, yakni katarak yang sering terjadi pada orang usia lanjut. Namun pada penderita diabetes, perkembangan penyakit lebih cepat. 3. Glaukoma Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokuler (melebihi 20 mmHg). Tekanan yang sangat tinggi menyebabkan penekanan saraf optikus sehingga terjadi kematian serat-serat saraf. Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan (berdasarkan data di Amerika Serikat). Glaukoma disebabkan oleh obstruksi atau hambatan aliran aqueous humor. Peningkatan tekanan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan saraf sehingga terjadi gangguan penglihatan. Ada 2 tipe glaukoma, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup (open-angle glaucoma and close-angle glaucoma). Glaukoma sudut tertutup terjadi karena adanya obstruksi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekuler oleh peripheral iris. Adanya sumbatan pada saluran ini menyebabkan aqueous humor tidak dapat mengalir sehingga aqueous humor yang terjerap tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut terbuka juga terjadi obstruksi aliran aqueous humor, tetapi saluran tidak sepenuhnya tertutup. Pada pasien diabetes melitus, terjadinya hipertensi (hilangnya elastisitas pada pembuluh) pada saluran yang berperan dalam mengalirkan aqueous humor di dalam bola mata juga berperan menyebabkan glaukoma.

D.

KOMPLIKASI PADA MULUT

Seperti halnya komplikasi diabetes lainnya, komplikasi pada mulut berkaitan dengan buruknya kontrol kadar gula darah. Diabetes yang tidak terkontrol mengganggu sel darah putih dan sel-sel imun seperti neutrofil, monosit dan makrofag yang berfungsi untuk pertahanan tubuh. Hal ini menyebabkan kemampuan tubuh untuk melawan bakteri menjadi menurun, dan penderita menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Di tambah lagi dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan saku gusi, menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang Penderita diabetes dengan kontrol gula darah yang buruk mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit mulut, dan manifestasinya lebih parah. Diabetes dapat menyebabkan pembuluh darah menebal dan kurang elastis, sehingga aliran oksigen dan nutrisi ke mulut berkurang dan memperlambat pengeluaran limbah yang berbahaya dari mulut. Selain itu, kadar gula yang tinggi pada saliva menyuburkan pertumbuhan bakteri pada mulut sehingga menyebabkan penyakit mulut. Manifestasi penyakit mulut tersebut antara lain: gigi tercabut, infeksi bakteri dan jamur, karang gigi, rasa sakit pada lidah, mulut kering, mulut serasa terbakar, serta disfungsi indra pengecap dan lidah. Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit mulut. Penderita DM rentan terhadap masalah-masalah dalam rongga mulut seperti: 1. Mulut kering (xerostomia) DM yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva, sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), infeksi, dan lubang gigi. 2. Radang gusi (gingivitis) dan radang jaringan periodontal (periodontitis) Komplikasi lain dari DM adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi infeksi bakteri pada

penderita diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. 3. Oral thrush Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, resiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.

E.

KOMPLIKASI PADA GINJAL Ginjal adalah organ yang berperan penting untuk pembuangan produk sisa metabolisme dari tubuh. Ginjal juga berperan pada pengaturan tekanan darah, volume darah, dan eritropoeisis. Untuk menjaga fungsi normal ginjal aliran darah yang melewati kapiler glomerular harus adekuat. Peningkatan tekanan darah yang kronik pada ginjal dapat merusak pembuluh darah ginjal sehingga mempengaruhi aliran darah ke ginjal, penghantaran oksigen, dan proses filtasi. Hal ini dapat menyebabkan insufisiensi ginjal yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gagal ginjal. Berkurangnya aliran darah ke ginjal dapat mengaktivasi sistem renin-angiotensin yang menyebabkan bertambahnya peningkatan tekanan darah. Kerusakan ginjal yang disebabkan hipertensi diperparah pada pasien diabetes. Pengaturan aliran darah oleh ginjal: Sel khusus yang terdapat pada dinding aferen arteri glomerulus yang disebut sel juxtaglomerular mampu memonitor aliran darah yang melalui arteriol renal. Sebagai respon dari penurunan aliran darah ginjal, sel tersebut melepaskan enzim renin ke sirkulasi darah. Dalam sirkulasi darah, renin berinteraksi dengan protein

(angiotensinogen) dan membentuk peptide baru yang bernama angiotensin I. Angiotensin I dengan adanya angiotensin-converting enzyme (ACE) diubah menjadi angiotensin II. ACE ditemukan pada sel endotelial pembuluh darah paruparu. Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan retensi air dan garam oleh ginjal, pelepasan aldosteron oleh kelenjar adrenal sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan garam oleh tubulus ginjal. Gagal ginjal kronik Gagal ginjal kronik merupakan hasil dari kerusakan ginjal progresif dan berkurangnya fungsi ginjal. Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh obstruksi ginjal, diabetes, hipertensi, dan nefronsklerosis (aterosklerosis pada arteri ginjal). Ada beberapa adaptasi fisiologis yang terjadi di ginjal untuk merespon gagal ginjal kronik, antara lain meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR serta hipertrofi nefron. Untu jangka waktu singkat, adaptasi ini dapat membantu. Namun, dalam jangka waktu panjang, peningkatan tekanan pada ginjal dan peningkatan kebutuhan oksigen dapat menyebabkan kerusakan nefron lebih lanjut dan kegagalan ginjal yang lebih parah.

F.

KOMPLIKASI PADA GENITALIA Pria yang menderita DM dapat mengalami impotensi. Impotensi adalah ketidakmampuan pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi. Impotensi dapat timbul sekali-kali, sering atau setiap kali pria berusaha untuk berhubungan kelamin. Impotensi dapat diakibatkan oleh oleh faktor fisik atau fisiologi. Salah satu penyebab fisik utama impotensi adalah aterosklerosis arteri-arteri penis. Pada aterosklerosis, aliran darah ke penis berkurang dan terjadi penurunan kemampuan arteri tersebut untuk berdilatasi sewaktu perangsangan seksual.

BAB V KOMPLIKASI HIPERLIPIDEMIA

A. 1. Aterosklerosis

KOMPLIKASI PADA SISTEM KARDIOVASKULER Aterosklerosis, atau pengerasan arteri, adalah suatu keadaan pada arteri

besar dan kecil dimana terjadi penimbunan lemak, trombosit, makrofag, dan sel-sel darah putih lainnya di seluruh kedalaman tunika intima/lapisan dalam (lapisan sel endotel) dan akhirnya ke tunika media/lapisan tengah (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Tahap awal dalam pembentukan aterosklerosis tampaknya adalah cedera pada sel-sel endotel yang melapisi lumen arteri. Akibat cedera, integritas sel endotel terganggu dan permeabilitas sel-sel endotel terhadap berbagai bahan didalam plasma meningkat sehingga bahan-bahan tersebut memiliki akses kedalam arteri. Cedera pada sel-sel endotel mencetuskan reaksi peradangan dan imun, sehingga terjadi pelepasan peptida-peptida vasoaktif dan penimbunan makrofag dan trombosit di luar dan di dalam arteri.Akibat dari peradangan ini dapat merangsang proliferasi sel otot-otot polos tumbuh kedalam tunika intima.Kolesterol dan lemak plasma dapat masuk ke tunika intima karena permeabilitas endotel meningkat.Apabila cedera dan peradangan terus berlanjut, maka agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (trombus). Sebagian dinding pembuluh diganti oleh jaringan parut sehingga struktur dinding berubah.Hasil akhirnya adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit, dan proliferasi sel otot polos. Semua faktor ini menyebabkan berkurangnya garis tengah arteri dan peningkatan kekakuan. Daerah aterosklerotik pada suatu arteri disebut plak.

Faktor Resiko Aterosklerosis Kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dalam darah (hiperlipidemia) dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis. Pada aterosklerosis, pengendapan lemak yang disebut sel-sel buih ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima dan meluas kedalam tunika media. Kolesterol, trigliserida, dan phospholipid ditransformasikan sebagai kompleks lemak dan protein. Peningkatan kolesterol total dan LDL, serta penurunan HDL berkaitan dengan berkembangnya penyakit jantung koroner. Hipotesis respon terhadap luka menyatakan bahwa faktor resiko seperti LDL teroksidasi, luka mekanik pada endothelium, homosistein yang berlebihan, serangan imunologis, atau infeksi menginduksi terjadinya perubahan pada endothelium dan fungsi utama, kemudian memicu terjadinya disfungsi endothelium dan rangkaian interaksi antar sel yang berakhir pada aterosklerosis. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah. Selanjutnya, LDL akan menembus dinding pembuluh darah melalui lapisan sel endotel, masuk ke lapisan dinding pembuluh darah yang lebih dalam yaitu intima. Makin kecil ukuran LDL atau makin tinggi kepadatannya makin mudah pula LDL tersebut menyusup ke dalam intima. LDL yang telah menyusup ke dalam intima akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL-teroksidasi akan memacu terbentuknya zat yang dpat melekatkan dan menarik monosit (salah satu jenis sel darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima disamping itu LDL-teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag. Sementara itu LDL-teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna yang dapat mengubah makrofag menjadi sel busa. Sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang makin lama makin besar sehingga membentuk benjolan yang mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah. Keadaan ini akan semakin memburuk karena LDL akan teroksidasi sempurna juga merangsang sel-sel otot pada lapisan pembuluh darah yang lebih dalam (media) untuk masuk ke lapisan intima dan kemudian akan membelah-belah

diri sehingga jumlahnya semakin banyak. LDL teroksidasi memicu respon inflamasi yang diperantarai oleh sejumlah chemoattractans dan sitokin. Sitokin interferon- diproduksi pada limfosit T, menghambat kemampuan sel-sel otot yang lembut untuk mensintesis kolagen. Sehingga sel-sel otot pada pembuluh darah mengalami kekakuan atau elastisitasnya berkurang.

Gambar 9. Proses terjadinya aterosklerosis

Gambar 10. Penampang melintang arteri pada keadaan normal dan pada aterosklerosis b. Hipertensi Dapat timbul hipertensi akibat aterosklerosis yang lama. Karena, pembentukan trombus, jaringan parut, dan proliferasi sel otot polos, maka lumen arteri berkurang dan resistensi terhadap aliran darah yang melintasi arteri meningkat. Ventrikel kiri harus memompa secara lebih kuat untuk menghasilkan

cukup gaya yang mendorong darah melewati sistem vascular yang aterosklerotik sehingga dapat timbul hipertensi.

c.

Stroke Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah

otak.Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron.Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24-72 jam pertama setelah kematian sel neuron.Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. d. Iskemia Iskemia merupakan suatu kondisi yang disebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen di jaringan. Ketika kerja daripada jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada orang sehat, hal tersebut akan menyebabkan pembuluh darah berdilatasi sehingga lebih banyak aliran darah dan oksigen. Tetapi,jika pembuluh darah mengalami arterosklerosis, maka tidak terjadi vasodilatasi untuk merespons meningkatnya kebutuhan oksigen. Akibatnya tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen, timbul iskemia. e. Angina Pektoris Angina pektoris merupakan rasa nyeri pada jantung yang disebabkan kurangnya oksigen ke sel-sel miokard.Apabila arteri koroner kaku atau menyempit karena terjadi arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi untuk merespons meningkatnya kebutuhan oksigen, maka timbul iskemia miokard. Sel-sel miokard

akan melakukan metabolisme secara anaerobik yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat akan menurunkan pH miokardium sehingga timbul nyeri pada dada. f. Infark Miokard Infark miokardium merupakan proses terjadinya kerusakan (nekrosis) sel-sel miokardium yang diakibatkan kurangnya pasokan oksigen dalam waktu yang lama karena terjadinya iskemia miokard. Sel-sel miokard akan mulai rusak setelah kirakira 20 menit mengalami kekurangan oksigen. g. Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.Hal ini dapat merupakan akibat dari disfungsi diastolik atau disfungsi sistolik. Disfungsi diastolik umumnya muncul karena hipertensi yang berkepanjangan yang akan menyebabkan terjadinya penurunan ventricular filling. Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung, merupakan akibat dari kerusakan ventrikel karena infark miokard.Kerusakan ventrikel kiri memicu hambatan pada arteri pulmonalis sedangkan kerusakan ventrikel kanan menyebabkan hambatan pada kapiler sistemik.Apabila kerusakan terjadi pada kedua ventrikel tersebut, maka disebut gagal jantung Gagal jantung kongestif terjadi apabila kerusakan ada pada ventrikel kiri dan ventrikel kanan.

2.

Aneurisma Aneurisma adalah suatu dilatasi dinding arteri yang terlokalisasi, mengembang dan membentuk seperti balon. Aneurisma mungkin terjadi pada arteri apa saja, namun aorta yang paling rentan terkena aneurisma. Penyebab utama aneurisma adalah aterosklerosis, dimana plak-plak lipid yang ada dapat mengikis dinding arteri dan membahayakan integritasnya. Selain itu aneurisma juga dapat terjadi karena hipertensi, infeksi vaskular, dan proses penuaan normal.

Aneurisma sejati timbul akibat atrofi tunika media arteri.Dinding arteri berdilatasi tetapi tetap utuh walaupun mengalami distorsi, dan terutama terdiri dari jaringan fibrosa. Aneurisma sejati dapat berbentuk fusiformis atau sakular. Aneurisma fusiformis aterosklerotik adalah bentuk dilatasi sirkumferensial uniformis yang lebih sering ditemukan, sedangkan aneurisma sakular berbentuk seperti kantong yang menonjol keluar pada dinding arteri. Aneurisma palsu atau pseudoaneurisma adalah akumulasi darah ekstravaskular disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah, dinding aneurismaa palsu adalah trombus dan jaringan yang berdekatan. Pseudoaneurisma paling sering disebabkan oleh cedera atau infeksi atau komplikasi dari prosedur vaskular yang infasif, seperti angioplasty atau bedah arteri. Aneurisma dapat terjadi dimana-mana dalam aorta dan pembulah darah perifer.Aneurisma aorta diklasifikasikan sebagai abdominalis, toraks, atau torakoabdominalis, bergantung pada lokasinya. Tempat terbentuknya aneurisma yang paling sering adalah aorta abdominalis. Manifestasi Klinik Aneurisma: Aneurisma seringkali asimtomatik. Tanda pertama penyakit ini dapt berupa komplikasi gawat yang berbahaya seperti rupture, trombosis akut, atau embolisasi. Aneurisma pada aorta torasik pada umumnya disertai nyeri pada punggung atau leher, batuk, sulit menelan atau ada tekanan pada trakea. Aneurisma pada aorta abdominal seringkali asimtomatik, dapat juga menimbulkan nyeri karena tekanan pada saraf tulang belakang atau organ abdominal. Aneurisma pada arteri serebral sering disertai munculnya gejala berupa kenaikan tekanan intracranial. Hal ini dapat mengakibatkan stroke bila terjadi ruptur atau pendarahan dari pembuluh darah sehingga masuk ke jaringan otak.

Gambar 11. Aneurisma B. PERLEMAKAN HATI Ketidakseimbangan antara kecepatan pembentukan dan pengeluaran triasilgliserol menyebabkan perlemakan hati (fatty liver). Lipid di dalam makanan atau dari hasil sintesis de novo dari asetil-KoA derivat karbohidrat menghasilkan asam lemak rantai panjang.Di dalam jaringan, asam lemak yang didapat dioksidasi menjadi asetil-KoA (-oksidasi) atau di esterifikasi menjadi asilgliserol, yang menyusun cadangan utama kalori tubuh dalam bentuk sebagai triasilgliserol (lemak). Asetil-KoA yang terbentuk lewat -oksidasi mengalami berbagai peristiwa penting :
1. Asetil-KoA teroksidasi sempurna menjadi CO2 + H2O lewat siklus asam

sitrat. Asam lemak menghasilkan energi yang sangat besar baik dalam oksidasi maupun dalam siklus asam sitrat, dan dengan demikian merupakan bahan baker yang sangat efektif bagi jaringan tubuh.
2. Asetil-KoA merupakn sumber atom karbon di dalam kolesterol dan

senyawa steroid lain. 3. Di dalam hati, asetil-KoA membentuk badan-badan keton yang terdiri atas aseton, asetoasetat, serta 3-hidroksibutirat; badan keton ini merupakan bahan bakar alternatif yang bersifat larut air di dalam jaringan tubuh dan sumber energi penting pada keadaan tertentu (misal:kelaparan). Oleh karena peristiwa di atas, pasien penyakit diabetes melitus dapat mengalami hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah melebihi batas normal). Kadar asam lemak bebas di dalam darah akan meningkat dan lebih banyak lagi asam lemak bebas yang akan ditarik ke dalam hati. Pada keadaan ini, lipogenesis akan

terhambat sehingga asam lemak bebas merupakan sumber utama asam lemak triasilgliserol di hati dan VLDL. Ketidakseimbangan triasilgliserol yang masuk ke hati dengan sintesis VLDL yang membawa triasilgliserol keluar hati dapat menyebabkan akumulasi triasilgliserol di hati (perlemakan hati).Akumulasi yang ekstensif dianggap sebagai suatu keadaan patologik. Jika akumulasi lipid di hati berlangsung kronis, perubahan fibrotik akan terjadi di sel hati, yang kemudian akan berlanjut menjadi keadaan sirosis dan gangguan faal hati. Perlemakan hati dapat digolongkan ke dalam 2 kategori utama. Tipe pertama berkaitan dengan kenaikan kadar asam lemak bebas di dalam plasma yang terjadi akibat mobilisasi lemak dari jaringan adipose atau dari hasil hidrolisis lipoprotein triasilgliserol atau kilomikron oleh enzim lipoprotein lipase di jaringan ekstrahepatik. Asam lemak bebas dengan jumlah yang meningkat akan diambil oleh hati dan diesterifikasi. Produksi VLDL tidak dapat mengikuti kecepatan aliran masuk (influks) asam lemak bebas sehingga terjadi penimbunan triasilgliserol yang ada di hati akan meningkat secara bermakna dalam keadaan kelaparan dan pemberian diet tinggi lemak. Pada banyak keadaan (missal, keadaan kelaparan), kemampuan untuk meyekresikan VLDL juga akan terganggu. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat rendahnya kadar insulin dan terganggunya sintesis protein. Pada diabetes mellitus yang tidak terkontrol, toksemia kehamilan pada biri-biri dan ketosis pada ternak sapi, infiltrasi lemak yang terjadi cukup berat sehingga hati tampak pucat (gambaran perlemakan) dan membesar yang mungkin disertai gangguan fungsi hati. Tipe perlemakan hati yang kedua biasanya disebabkan oleh penyekatan metabolik pada produksi lipoprotein plasma, yang memungkinkan triasilgliserol berakumulasi. Secara teoritis, lesi dapat terjadi karena (1) penyekatan pada sintesis apoliprotein, (2) penyekatan pada sintesis lipoprotein dari lipid serta apoliprotein, (3) kegagalan pengadaan fosfolipid yang ditemukan pada lipoprotein, atau (4) kegagalan pada mekanisme sekresinya sendiri. Salah satu tipe perlemakan hati yang telah diteliti secara luas pada tikus, terjadi akibat defisiensi kolin, yang karena itu kemudian diberi nama faktor lipotropik. Karena kolin dapat disintesis dengan menggunakan gugus metil labil yang diberikan oleh asam amino metionin pada proses transmetilasi, defisiensi tersebut

pada dasarnya disebabkan oleh kekurangan tipe gugus metil yang diberikan oleh metionin. Beberapa mekanisme telah dikemukakan untuk menjelaskan peranan kolin sebagai zat lipotropik termasuk ketidakadaan zat tersebut sehingga menimbulkan gangguan pada sintesis senyawa lipoprotein fosfolipid.

BAB VI DIAGNOSIS DIABETES MELITUS

A. PEMERIKSAAN DM 1. Glukosa Plasma Sewaktu Tes ini cenderung dilakukan bersamaan telah adanya keluhan klinik yang mengacu pada diabetes melitus, seperti polidipsi, polifagi, poliuria, berat badan yang menurun, glukosuria, dan sebagainya. Jika kadar glukosa plasma >200mg/dl, maka sudah dikatakan positif DM dan penderita tidak perlu lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa. 2. Glukosa Plasma Puasa (FBS) Sebelum dilakukan pemeriksaan glukosa plasma puasa, pasien sebaiknya puasa terlebih dahulu minimal 10 jam . Kadar normal <110 mg/dl, tetapi jika >126 mg/dl maka sudah dapat dikatakan DM. Namun, jika glukosa plasma puasa terganggu, yaitu 110 - <126 mg/dl, maka perlu diakukan tes toleransi glukosa oral untuk meyakinkan apakah DM atau bukan. Kriteria diagnosa: a. Dewasa : Serum puasa Darah puasa Tidak puasa 70 110 mg/dl atau 3,89-6,11 mmol/L 60 110 mg/dl atau 3,33-5,53 mmol/L 85-125 mg/dl untuk > 50 tahun

70115 mg/dl untuk < 50 tahun b. Anak-anak : 60-110 mg/dl atau 3,33-5,53 mmol/L 3. Glukosa Darah 2 jam Postprandial (2-hr PBBS) Tes dilakukan setelah makan dan merupakan tes yang baik untuk mendiagnosis ada tidaknya diabetes. Spesimen darah 2 jam setelah makan pada individu puasa menunjukkan peningkatan yang langka pada individu normal tetapi meningkat secara signifikan pada individu diabetes. Tes ini juga digunakan untuk memonitor terapi insulin. Nilai normal : <120 mg/dl atau < 6,7 mmol/L 4. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Jika hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Tes ini dilakukan untuk meyakinkan pasien apakah pasien benar-benar menderita DM. Prosedur pemeriksaan: a. Pasien puasa selama 10-12 jam, diambil sampel plasma darah vena, lalu diukur kadar glukosa darahnya. b. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama dalam waktu 5 menit c. Plasma darah pasien diambil setelah jam, 1 jam, 1 jam, 2 jam, dan 2 jam. Kemudian diukur kadar glukosa darah tiap waktu pengambilan. d. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Tabel 6. Hasil tes toleransi glukosa
Kadar Glukosa (mg/dl) Puasa 0-120 menit Setelah 2 jam Normal <115 <200 <140 Belum pasti DM 116-139 <200 140-200 DM >140 >200 >200

5. Pemeriksaan benda keton

Nilai kadar glukosa pada tes TTGO bisa tinggi setelah 2 jam mendekati normal sehinggan meragukan. Jadi, perlu dipastikan dengan tes benda keton. Pada pasien DM sering kali didapatkan kadaan ketoasidosis. Dalam keadaan normal sebenarnya benda keton juga berfungsi sebagai energi dalam metabolisme lemak, akan tetapi bila kadarnya tinggi dalam darah maka akan menyebabkan pH darah meningkat, sehingga darah menjadi asam dan teradilah ketoasidosis. 6. Hemoglobin Terglikosilasi ( HbA1c) ; Glychohemoglobin (G-Hb) ; Diabetic Control Index Tes ini merupakan indeks dari kontrol glukosa jangka panjang. Pengamatan terhadap hemoglobin terglikosilasi merefleksikan rata-rata level gula darah selama periode 2-3 bulan sebelum tes. Hasil tes tidak dipengaruhi oleh waktu, input makanan, olahraga, obat-obat diabetes, maupun stres emosional. Hasil dilihat sebagai persentase total hemoglobin: Implikasi klinis a. nilai meningkat pada kasus diabetes yang baru terdiagnosis atau yang tidak dikontrol dengan baik b. dengan kontrol insulin yang optimal, level HbA1c akan kembali pada rentang normal. c. pasien diabetes yang terkontrol dengan baik mungkin saja masih memiliki kadar hemoglobin terglikosilasi yang tinggi. Kadarnya kan menurun secara bertahap seiring dengan digantikannya eritrosit lama yang kadar HB A1c-nya tinggi dengan sel-sel eritrosit baru. d. Kontrol yang baik Kontrol sedang Kontrol buruk : < 9,0 % : 9,0 12,0 % : > 12,0 % Normal (nondiabetic) Diabetic : > 7% : 4-7%

Faktor yang mempengaruhi a. Hasil palsu mungkin saja terjadi pada kasus hemoglobinopati.

b.

Nilai rendah pada kehamilan dan anemia sel sabit. Sementara nilai

meningkat pada kondisi thalasemia. Tujuan pemeriksaan a. Mengetahui sudah berapa lama pasien menderita DM b. Mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan c. Melihat efektifitas terapi.

B.

PEMERIKSAAN KOMPLIKASI DM 1. EKG (Elektrokardiogram) Elektokardogram adalah rekaman tekanan potensial (voltase) listrik yang timbul sebagai aktivitas jantung yang dicatat oleh elektrokardiogram dari permukaan tubuh. Yang direkam adalah potensial-potensial listrik yang dapat timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi. Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan standar 25 mm/detik dan refleksi 10 mm sesuai potensi 1 mV. EKG normal terdiri dari gelombang P, Kompleks QRS dan gelombang T. 2. SGPT dan SGOT Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pelemakan dalam hati dan kematian sel hati, jug untuk mengetahui gangguan atau kelainan pada jantung. Jika sgot dan sgpt meningkat akan beresiko pada infark miokard dan penyakit hati. SGOT terdapat hampir di semua jaringan tubuh antara lain jantung dan hepar (tinggi), otot skelet, ginjal, pankreas, limfa, paru-paru. SGPT banyak terdapat di hati dan otot jantung, otot skelet pankreas, limfa dan paru-paru. Pada infark miokard, SGOT dan SGPT tinggi, tapi SGOT > SGPT. Sedangkan pada penyakit hati, SGOT dan SGPT tinggi, tapi SGPT > SGOT. Nilai normal SGOT dan SGPT tergantung cara dan umur: Cara Karmen : SGOT > 35 IU/ml, SGPT 6-32 IU/ml

Cara Reitman dan Frankel : SGOT 8 -40 IU/ml, SGPT 7-35 IU/ml Umur bayi : SGOT 0-120 IU/ml, SGPT 0-90 IU/ml. 3. LDH (Laktat Dehidrogenase) LDH (Laktat Dehidrogenase)diperiksa untuk mengetahui apakah terjadinya keelainan pada jantung karena enzim ini terdapat dalam sel otot jantung, otot skelet, hati, ginjal, eritrost dan jaringan tumor. Yang ditetapkan yaitu isozim LDH yaitu LDH1, LDH2, LDH3, LDH4, LDH5. LDH yang tinggi dalam darah menunjukkan bahwa proses glikolisis anaerob berlangsung dominan di jantung dan mengindikasikan jantung mengalami iskemia. Kadar normal 85 300 IU/L (Wrobleski), 70-240 IU/L (King) 4. Serum Kreatinin Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada gangguan pd nefron ginjal akibat TD tinggi dan dapat merusak nefron ginjal sehg terjadi gangguan sekresi & absorbsi pd ginjal. Kadar kreatinin tinggi atau melebihi batas normal menunjukkan kreatinin tidak diekskresi sempurna oleh ginjal. Kadar kreatinin serum: ringan sedang tinggi : : : 250-300 mol/L 300-700 mol/L > 700 mol/L

5. CPK (Kreatinin fosfokinase) CPK banyak terdapat di otot skelet, jantung, dan otak. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan pada otot jantung. Dikenal 3 macam isozim CPK yang tersusun dari dua sub unit dan M, yaitu : CPK 1 subunit B3 : CpK1 meningkat pada kelainan otak. CPK 2 subunit M3 : CPK2 meningkat pada kelainan jantung CPK3 subunit M : CPK3 meningkat pada kelainan otot

6. Asam Urat

Di dalam darh, asam urat akan diberikan dengan natrium membentuk garam (Natrium Uric) untuk diekskresikan melalui urin. Pada pasien diabetes melitus dan kolesterol, karena adanya gula dan lemak dalam darah maka darah akan menjadi kental dan terjadi retensi Na. Oleh karena itu asam urat yang harusnya diekskrsikan menjadi tertahan menyebabkan garam urat terakumulasi didalam darah dan terjadi hipertensi. Selain itu terakumulasi dipersendiaan sehingga menyebabkan rasa nyeri dipesendiaan.Kadar asam urat yang normal adalah 3-6 mg/dl. 7. Tekanan Darah Tekanan darah diperiksa untuk mengetahui normal tidaknya tekanan darah pada pasien. Peningkatan tekanan darah dapt mengindikaasikan penurunan elastisitas pembuluh darah. Tekanan darah tinggi (hipertensi) lebih banyak ditemukan pada diabetes dibanding non diabetes. Pasien DM mempertahnkan tekanan darah agar tidak lebih dari 140/90 mmHg karena tekanan darah yang tinggi dapat merusak atau memberi lesi pada endotel yang sebelumnya sudah abnormal. Tabel 7. Klasifikasi Tekanan Darah untuk yang berumur 18 tahun atau lebih. Kategori Optimal Normal Normal-tinggi Sistolik (mmHg) <120 <130 130-139 Tabel 8. Klasifikasi hipertensi Kategori Hipertensi Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Sistolik (mmHg) 140-159 160-179 >180 Diastolik (mmHg) 90-99 100-109 >110 Diastolik (mmHg) <80 <85 85-89

Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih pemeriksaan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, diastolik 90 mmHG atau lebih atau sistolik 140 mmHg atau lebih. 8. Kolesterol Total

Kadar kolesterol yang abnormal dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan masalah jangka panjang. Resiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit arteri koroner meningkat pada seseorang yang memiliki kadar kolesterol total yang tinggi. Kadar kolesterol rendah biasanya lebih baik dibandingkan dengan kadar kolesterol yang tinggi, tetapi kadar yang terlalu rendah juga tidak baik. Kadar kolesterol total yang ideal adalah 140-200 mg/dl atau kurang. Jika kadar kolesterol total mendekati 300 mg/dl, maka resiko terjadinya serangan jantung adalah lebih dari 2 kali.

9. Trigliserida Kadar normal dari triglserida dalam darah adalah 10-160 mg/dl. Kadar trigliserida darah diatas 250 mg/dl dianggap abnormal, tetapi kadar yang tinggi ini tidak selalu menandakan resiko terjadinya aterosklerosis maupun penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai 800 mg/dl) bisa menyebabkan pembesaran hati dan limpa dan timbulnya gejala-gejala pancreatitis (misalnya nyeri perut yang hebat). 10. HDL (High Density Lipoproteins) Kolesterol yang dibawa HDL menyebabkan menurunkan resiko gangguan jantung dan dirasa menguntungkan. HDL bertugas membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh. Idealnya, kadar kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dl. Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25% dari kadar kolesterol total. Sebagai faktor resiko dari penyakit jantung atau sroke, kadar kolesterol total tidak terlalu penting dibandingkan perbandingan kolesterol total dengan kolesterol HDL atau perbandingan kolesterol LDL dengan kolesterol HDL. 11. LDL (Low Density Lipoproteins) Kadar LDL dalam darah sangat penting untuk menilai terjadinya aterosklerosis. Idealnya kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dl. Kadar LDL dapat digunakan untuk menilai adanya resiko terjadinya aterosklerosis dengan melihat perbandingan antara kadar LDL-HDL dalam darah. Nilai LDL dapat dihitung secara matematis sebagai berikut:

LDL = kolesterol total HDL (trigliserida:5) 12. Rontgen Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat orghan-organ tubuh seperti ginjal, jantung, dan organ lannya. Diabetes tidak dapat secara langsung menyebabkan kardiomegali tetapi komplikasi diabetes pada sistem kardiovaskular yang dapat menyebabkan kardiomegali.

13. Pemeriksaan Mata Jenis pemeriksaan proliferase untuk mengetahui gejala komplikasi mata pada penderita DM dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metoda fotokoagulasi laser. Tujuannya adalah untuk mempertahankan dan memperbaikii ketajaman penglihatan dan mencegah timbulnya Retinopati Diabetik Proliferatif. Dengan mekanismemenghentikan progresivitas neovaskularisasi sehingga tidak menyebabkan kompliksai retinopati yang lebih berat dimana pada penderita DM resiko kebutaan mencapai 50-60%. Metode ini dapat mengurangi resiko komplikasi retinopati sebesar 50% dan merupakan tindakan yang cukup efektif. Rekomendasi pemeriksaan mata pada DM a. Pemeriksaan pertama:
usia diatas 30 tahun

: :

5 tahun setelah diagnose : pada saat diagnose trimester pertama

Usia dibawah 30 tahun Pada kehamilan

b. Pemeriksaan berkala:
Tidak ada retinopati

setiap tahun : 6-12 bulan

RD non proliferative ringan tanpa edema macula

RD non proliferative ringan dengan edema macula : 4-6 bulan RD non proliferative sedang-berat Selama kehamilan RD non proliferative sangat berat RD proliferatif

: : : :

3 bulan tiap trisemester terapi dan contro < 3 bulan terapi dan control < 3 bulan

14.

Pemeriksaan Jamur di Mulut Untuk menentukan diagnosis kandidiasis harus dilakukan pemeriksaan

mikroskopis, disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau kerokan (scraping) lesi pada mukosa atau kulit. Juga dapat digunakan darah, sputum dan urine.(Nolte, 1982). Selanjutnya bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada gelas objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat pseudohyphae yang tidak beraturan atau blastospora. Selain pemeriksaan mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan agar sabouraud`s atau eosinmethylene blue pada suhu 37 % C, hasilnya akan terbentuk koloni dalam waktu 24 48 jam.(Nolte ,1982,Mc Farlen,2002). Pada kasus hyperplastik kandidiasis kronis pada umumnya dilakukan biopsi, bahan pemeriksaan dapat diwarnai dengan periodic acid schiff (P.A.S),hasilnya akan terlihat pseudomyselia dan hifa. (Silverman 2001, Mc Farlen, 2002). Disamping itu akan terlihat parakeratosis dan leukosit polimorfonuklear. (Mc C ullough, 2005). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Gambar 13. Skema pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis kandidiasis

BAB VII TERAPI FARMAKOLOGIS DIABETES MELITUS DAN HIPERLIPIDEMIA

A.

PENGOBATAN DIABETES MELITUS Terapi farmakologi dilakukan pada penderita diabetes mellitus jika terapi non-farmakologi seperti olahraga, diet dan modifikasi gaya hidup tidak dapat mencapai tujuan terapi. Terapi farmakologi diabetes mellitus terdiri dari 2 yaitu dengan insulin dan obat diabetik oral (ADO). 1. Insulin
Secara kimia, insulin adalah protein yang terdiri dari 51 asam amino, 30 di

antaranya membentuk satu rantai polipeptida (rantai A) dan 21 asam amino lainnya membentuk rantai kedua (rantai B). Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan ikatan disulfida. Insulin dapat diklasifikasi berdasarkan: a. Sumber 1. Insulin Babi Insulin babi memiliki perbedaan 1 asam amino dengan insulin manusia yaitu treonin, asam amino ke-30 pada rantai A disubstitusi dengan alanin. 2. Insulin Sapi

Insulin sapi memiliki perbedaan 3 asam amino dengan insulin manusia, yaitu pada rantai A treonin asam amino ke-30 dan ke-8 disubstitusi dengan alanin, dan isoleusin asam amino 10 disubstitusi dengan valin. 3. Insulin Manusia b. 1. Masa Kerja Ultra Short Acting Insulin (Insulin Lispro, Aspart, Glulisin) Insulin Lispro merupakan insulin analog yang dihasilkan melalui teknolgi rekombinan, dimana 2 asam amino pada rantai B dimodifikasi yaitu proline pada B28 dipindah ke B29 dan lisin pada B29 dipindah ke B28. Insulin Aspart adalah insulin dimana terdapat asam aspartat pada rantai B28. Insulin glulisin adalah insulin dimana 2 asam amino pada rantai B dimodifikasi yaitu lisin B29 dipindah ke B3 dan glutamat pada B3 dipindah ke B29. Ketika disuntikkan secara subkutan, insulin Lispro dan Aspart diabsorpsi dengan cepat dan mencapai kadar maksimum dalam darah setelah 1-2 jam. Insulin Lispro dan Aspart diadministrasi 20-60 menit sebelum makan, memiliki onset 15-30 menit dan durasi kerja sekitar 3-4 jam. Insulin Lispro dan Aspart merupakan sediaan insulin yang jernih. Insulin jenis ini dapat diberikan secara intravena pada keadaan hiperglikemia yang sangat parah untuk mendapatkan efek hipoglikemia yang cepat. Namun durasi kerja insulin yang diberikan secara intravena hanya berlangsung selama 30 menit. 2. Short Acting Insulin (Insulin Regular) Insulin regular adalah kristal insulin yang tidak dimodifikasi yang biasanya disebut sebagai insulin alami. Insulin Regular merupakan insulin zinc kristal yang berbentuk larutan. Insulin regular memiliki onset 30 menit 1 jam setelah pemberian secara subkutan. Kadar maksimum diperoleh setelah 2-3 jam. Durasi insulin regular adalah 3-6 jam. Pada injeksi subkutan, regular insulin membentuk gumpalan kecil yang disebut dengan hexamer yang kemudian mengalami konversi menjadi dimer yang diikuti menjadi monomer sebelum absorbsi sistemik terjadi. Oleh karena itu, pasien harus diberitahukan untuk menyuntikan regular insulin secara subkutan 30 menit sebelum makan. Insulin regular dapat diberikan secara

intravena pada keadaan hiperglikemia yang

parah dan diabetes ketoasidosis.

Regular insulin adalah satu-satunya insulin yang dapat diberikan secara intravena. 3. Intermediate Acting Insulin (Insulin Semilente, Lente dan Isophane) Insulin Semilente adalah insulin zinc amorf. Insulin Lente adalah campuran 30% insulin zinc amorf dan 70% kristal zinc insulin. Isophane atau Neutral Protamine Hagedorn (NPH) merupakan kompleks insulin zinc kristalin dan insulin zinc protamin. Ketiganya terdapat dalam bentuk suspensi. Insulin Lente memiliki onset 3-4 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 6-12 jam setelah pemberian. Durasi kerja insulin Lente adalah 12-18 jam. NPH memiliki onset 2-4 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 4-6 jam setelah pemberian. Durasi kerja insulin Lente adalah 8-12 jam 4. Long Acting Insulin (Insulin Ultralente) Insulin Ultralente adalah suspensi kristal zinc insulin yang sukar larut. Insulin Ultralente memiliki onset 6-10 jam. Kadar maksimum dicapai setelah 10-16 jam. Durasi kerja insulin Ultralente adalah 18-20 jam. Kerja insulin Ultralente yang terlalu lama dapat menyebabkan akumulasi insulin dan hipoglikemia yang berbahaya pada pasien. Ada 2 macam insulin dengan kerja panjang yang disetujui digunakan di US. Glargine dan detemir didesain sebagai dosis tunggal insulin. Insulin glargine beda 3 asam amino dengan regular insulin, menyebabkan kelarutannya rendah pada pH 4, yang akan mengendap pada pemberian subkutan. Glargine tidak dapat diberikan secara intravena atau dicampur dengan produk insulin lainnya. Baik glargine maupun detemir tidak memberikan konsentrasi puncak pada serum dan dapat diberikan tanpa menghiraukan waktu atau adanya makanan. Selain itu jenis insulin yang mempunyai kerja panjang adalah ultralente, yaitu suspense dari insulin zinc Kristal yang kelarutannya buruk dengan durasi sampai dengan 35 jam. Kombinasi produk insulin Beberapa kombinasi insulin telah tersedia secara komersial. NPH tersedia dalam kombinasi 70/30 dan 50/30 dengan insulin regular. Campuran dua macam

insulin dengan masa kerja pendek juga telah tersedia. Campuran dua macam insulin dengan masa kerja pendek juga telah tersedia. Campuran Humalog 75/25 yang terdiri dari 75% suspense insulin lispro protamine dan 25% insulin lispro. Camouran Novolog 70/30 yang terdiri dari 70% insulin aspart protamine dan 30% insulin aspart. Suspensi insulin lispro dan aspart dikembangkan secara khusus pada produk campuran dan tidak tersedia secara komersial dalam keadaan terpisah (sediaan tunggal).

Oral inhalation insulin Insulin inhalasi pertama kali disetujui pada awal tahun 2006. Exubera, rekombinasi insulin manusia, adalah alternatif insulin injeksi yang tersedia di US. Mempunyai waktu onset antara 10-20 menit, yang sama dengan rapid-acting insulin, dan mempunyai durasi kerja sekitar 6 jam, yang sama dengan regular insulin. Inhalasi insulin tidak sepenuhnya menggantikan injeksi insulin karena injeksi insulin dengan kerja panjang sangat penting dalam kontrol basal. Produk ini tersedia dalam 3-8 unit injeksi insulin. Beberapa pasien membutuhkan inhalasi multipel untuk mencapai dosis waktu makan. Exubera tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit paruparu kronik seperti asma atau penyakit pernapasan obstruksi kronik, pasien yang merokok, atau pasien yang telah berhenti merokok 6 bulan yang lalu. Monitor fungsi paru-paru harus dilakukan pada awal dan 6 bulan setelah permulaan terapi. Tabel 6. Klasifikasi Insulin
Nama Generik Insulin Durasi Cepat Insulin pen, vial, atau Humalog (insulin Lispro) Lilly NovoNordisk Aventis 1,5 dan 3 ml pen cartridge Insulin pen, vial, atau 3 ml pen cartridge Vial 28 hari Pabrik Pilihan Cara Pemberian Suhu ruang, Kadaluarsa

Novolog (insulin Aspart) Apidra (insulin Glulisin)

28 hari 28 hari

Nama Generik Insulin Durasi Pendek Humulin R (Reguler) Tersedia U-100 dan U-500 Novolin R (Reguler)

Pabrik Lilly NovoNordisk

Pilihan Cara Pemberian U-100, 10 ml vial U-500, 20 ml vial Insulin pen, vial, atau 3 ml pen cartridge, dan InnoLet

Suhu ruang, Kadaluarsa 28 hari Vial: 30 hari, lainnya: 28 hari

Insulin Durasi Sedang NPH Humulin N Lilly NovoNordisk Lilly Lilly Aventis Vial, prefilled pen Vial, prefilled pen, dan InnoLet Vial Vial Vial Vial: 28 hari, pen: 14 hari Vial: 30 hari, lainnya 14 hari 28 hari 28 hari 28 hari

Novolin N Lente Humulin L Insulin Durasi Panjang Humulin U (ultralente) Lantus (insulin glargine) Pre-mixed Insulin Analog Pre-mixed insulin Humalog Mix 75/25 (75% netral protamine lispro, 25% lispro) Novolog Mix 70/30 (70% suspensi aspart protamine, 30% aspart) Kombinasi NPH-regular Humulin 70/30 Novolin 70/30 Humulin 50/50

Lilly

Vial, prefilled pen

Vial: 28 hari, Pen: 10 hari Vial: 28 hari, lainnya: 14 hari Vial: 28 hari, pen: 10 hari Vial: 30 hari, lain: 10 hari

NovoNordisk

Vial, prefilled pen, 3 ml pen cartridge

Lilly NovoNordisk Lilly

Vial, prefilled pen Vial, pen cartridge, InnoLet Vial

Mekanisme Kerja

Insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Selain itu insulin juga meningkatkan ambilan glukosa di hati, otot dan jaringan adipose. Indikasi Penderita diabetes mellitus tipe I, penderita diabetes mellitus tipe II yang tidak bisa ditangani oleh terapi non-farmakologik dan obat diabetes oral, penderita diabetes mellitus dengan kadar glukosa darah yang sangat tinggi, misal pada penderita diabetik hiperosmolar yang kadar glukosa darahnya bisa mencapai 600 mg/dL, wanita hamil dan menyusui. Dosis Pasien DM tipe 1 dimulai sekitar 0,6 units/kg/hari, dan dosis ditingkatkan perlahan-lahan sampai glycemic goals tercapai. Rata-rata pasien DM tipe 1 menggunakan dosis 0,6-1 unit/kg/hari Efek Samping 1. Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin. Cara penanganannya adalah: Glukosa (10-15 g) yang diberikan secara oral direkomendasikan Dekstrosa secara intravena mungkin dibutuhkan oleh pasien yang Glukagon sebanyak 1 g secara intramuskular merupakan cara untuk diberikan pada pasien yang sadar. hilang kesadaran. penanganan pilihan saat pemberian IV tidak berhasil pada pasien yang hilang kesadaran 2. Alergi Setidaknya terdapat 5 jenis antibodi insulin ketika melakukan terapi insulin, yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, IgM. Alergi insulin atau hipersensitivitas adalah kondisi yang jarang ditemukan dimana terjadi urtikaria lokal atau sistemik

akibat pelepasan histamin dari jaringan sel mast yang diinduksi oleh antibodi anti insulin IgE. Pada beberapa kasus, risiko anafilaksis juga terjadi. 3. Lipodistrofi pada tempat penyuntikan Terdapat 2 bentuk lipodistrofi, yaitu lipohipertrofi dan lipoatrofi. Lipohipertrofi disebabkan injeksi yang dilakukan pada satu area injeksi secara berulang-ulang. Aksi anabolik insulin akan meningkatkan massa lemak yang dapat terlihat pada area injeksi. Lipoatrofi, disebabkan reaksi imun antibodi insulin, ditandai oleh destruksi lemak yang terdapat di area injeksi. Injeksi yang jauh dari area sebelumya dengan insulin yang dimurnikan direkomendasikan. Oleh karena itu, rotasi tempat penyuntikan dapat dilakukan untuk mencegah lipodistrofi. Rute Pemberian 1. Subkutan. Absorpsi setelah pemberian insulin subkutan bervariasi dan bergantung pada lokasi penyuntikan dan variasi individu. Pemberian insulin subkutan terus menerus memberikan hasil yang memuaskan untuk pengendalian keadaan diabetes. 2. Intravena Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit setelah penyuntikan akan tampak efek penurunan glukosa darah. Insulin yang diberikan secara intravena merupakan sediaan insulin yang berupa larutan, yairu insulin kerja cepat. Tempat Injeksi 1. Bagian belakang lengan atas 2. Daerah perut, namun area 2 cm di sekeliling pusar tidak boleh terkena injeksi insulin 3. Bokong 4. Bagian depan paha atas

Gambar 12. Area injeksi insulin Hal-hal yang harus dperhatikan saat penyuntikan insulin: 1. Rotasi penyuntikan 2. Penyuntikan tidak boleh terkena pembuluh darah karena insulin yang diharapkan bekerja lambat akan masuk dengan cepat ke sirkulasi sistemik sehingga menimbukan efek hipoglikemia yang cepat 3. Jangan melakukan kerja berat setelah menyuntikkan insulin namun belum mendapatkan asupan makanan 4. Jangan menyuntikkan insulin di malam hari Alat Penyuntik Insulin: 1. Syringe 2. Insulin Pen Insulin pen menggunakan jarum suntik sekali pakai untuk menyuntikkan insulin 3. Insulin Jet Injektor Insulin jet injektor menggunakan tekanan untuk memasukkan insulin ke dalam epidermis, 4. Insulin Pump Insulin pump merupakan alat yang menyuntikkan insulin melalui tube dan jarum yang dimasukkan ke bawah kulit dekat abdomen. Insulin pump dapat dipakai seperti ikat pinggang. Pompa akan melepaskan sejumlah insulin setelah makan dan saat kadar glukosa darah tinggi berdasarkan pengaturan yang telah dilakukan oleh pasien.

Gambar 13. Wilayah injeksi alat insulin pada kulit Kestabilan Insulin yang belum dibuka direkomendasikan untuk disimpan di lemari es (2-8 F) sebelum digunakan. Tanggal kadaluarsa dari pabrik yang tertera pada kemasan insulin berlaku untuk insulin yang belum dibuka dan disimpan dalam lemari es. Sekali insulin digunakan, tanggal kadaluarsa tersebut bervariasi tergantung insulin dan alat pemberiannya. Tabel 1 memberikan data tanggal kadaluarsa untuk insulin yang disimpan pada suhu kamar (15-30 F). Untuk alasan finansial, pasien dapat menggunakan insulin lebih lama dari tanggal kadaluarsanya, tetapi harus hati-hati terhadap kontrol gula darah dan gejala dari kerusakan insulin (menggumpal, mengendap, berubah warna, dll). 2. a. Anti Diabetik Oral (ADO) Sulfonilurea Contoh obat sulfonylurea: Generasi I: tolbutamid, klorpropamid, tolazamid Generasi II: glibenkalamid, glipizide, gliquidon, glikazid, glimepirid Mekanisme kerja: Merangsang pelepasan insulin dari sel pulau Langerhans, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin. Di dalam tubuh, sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik sulfonilurea pada sel pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan kalsium dan terjadi depolarisasi membran, kemudian kanal Ca terbuka dan memungkinkan ion-ion Ca2+ masuk, sehingga terjadi peningkatan kadar

Ca2+ dalam sel. Peningkatan tersebut menyebabkan sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh tubuh. Obat ini hanya efektif untuk penderita diabetes tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel -nya masih bekerja dengan baik. Indikasi: DM tipe II, dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara adekuat dengan diet, latihan fisik dan penurunan berat badan saja. Kontra indikasi: DM tipe I, koma diabetikum, dekompensasi metabolik diabetik, kerusakan hati yang parah, dan disfungsi hati. Tabel 7. Profil beberapa obat 73ulfonylurea
Nama Obat Klorpropamid Tolbutamid Dosis (mg) Awal Harian 100; 250 500 250; 500 3000 Lama kerja (jam) 72 12 Frek 1 2-3 Pemberian Dengan makanan Dengan makan atau segera sesudah makan Dengan makan Glibenklamid Glikazid Glipizid Gliquidon 2,5 40 2,5 ; 5 ; 10 ;20 15 2,5-20 80-240 20 30-120 12-24 10-20 24 10-20 1-2 1-2 1-2 1-3 atau segera sesudah makan Dengan makan Sebelum makan Sebelum makan dan pagi Dengan makan atau segera sebelum makan

Glimepirid

1;2;4

24

Efek samping

Efek samping utama yang diketahui dari sulfonilurea adalah hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Kadar gula darah puasa merupakan indikator akan potensi terjadinya hipoglikemia. FPG yang tinggi menandakan peluang hipoglikemia besar. Hiponatremia (serum natrium <129 mEq/L) pernah dilaporkan terjadi pada pengguna tolbutamid, tetapi umumnya menyerang penderita dengan terapi klorpropamid yaitu sekitar 5%. Hiponatremia terjadi akibat diuresis yang terlalu kuat oleh diuretik lengkungan, akibatnya kadar natrium plasma menurun drastis. Faktor pemicu terjadinya hiponatremia adalah usia lanjut (> 60 tahun), wanita, penggunaan bersama dengan diuretik tiazid. Efek samping lain dari penggunaan sulfonilurea antara lain ruam kulit, anemia hemolitik, gangguan gastrointestinal, dan kolestasis. Reaksi tipe disulfiram pernah dilampirkan terjadi pada pengguna tolbutamid dan klorpropamid yang dikombinasi dengan alkohol. Interaksi obat Tabel 8. Obat-obatan yang berinteraksi dengan sulfonilurea Interaksi Mengubah posisi ikatan protein Warfarin, Obat salisilat, fenilbutazon,

sulfonamid. Mengubah metabolisme dalam hati Kloramfenikol, penghambat MAO, (sitokrom P-450) Perubahan ekskresi ginjal simetidin, rifampisin. Allopurinol dan Probenesid.

Interaksi obat yang terjadi pada Golongan sulfonilurea : 1. Klorpropamid dengan Probenesid Bersihan/klirens dari klorpropamid dari tubuh diperpanjang dengan adanya probenesid, tetapi secara klinik belum diketahui secara pasti. 2. Klorpropamid/Tolbutamid/Glikazid dengan Allopurinol Peningkatan waktu paruh dari klopropamid dan penurunan waktu paruh dari tolbutamid dengan pemakaian bersama dengan Allopurinol telah dijelaskan, tetapi efek dari perubahan respon hipoglikemia dari pasien tidak dapat dipastikan. Hipoglikemia dan koma terjadi pada pasien dengan penggunaan glikazid dan allopurinol. 3. Klorpropamid/Tolbutamid/Glibenklamid dengan Antikoagulan

Dicoumarol dan tolbutamid saling berinteraksi. Hal ini dapat meningkatkan hipoglikemia (kemungkinan dapat koma) dan meningkatkan efek antikoagulan (memungkinkan terjadi perdarahan) meningkatkan efek dari warfarin. 4. Tolbutamid-Azapropazone Dua kasus dilaporkan bahwa penggunaan azapropazone-tolbutamid dapat meningkatkan efek dari tolbutamid dan menyebabkan hipoglikemia. 5. Glibenklamid-Bosentan Penggunaan glibenklamid-bosentan akan meningkatkan resiko kerusakan hati dan kombinasi ini seharusnya dicegah. Glibanklamid mengurangi kadar plasma dari bosentan, dan bosentan menurunkan kadar plasma dari glibenklamid. 6. Klorpropamid/Tolbutamid dengan Kloramfenikol Efek hipoglikemia dari tolbutamid dan klorpropamid dapat meningkat dengan penggunaan kloramfenikol. Hipoglikemia akut dapat terjadi. 7. Gliklazid/Glibenklamid dengan Simetidin/Ranitidin Kasus hipoglikemia terjadi pada penggunaan gliklazid/simetidin dan glibenklamid (glyburide)/ranitidin, tetapi perubahan pada pasien diabetes yang menggunakan sulfonilurea yang juga diberikan simetidin atau ranitidin jarang terjadi. Pengecualiannya terjadi pada glipizid dengan simetidin. 8. Glipizid/Glibenklamid dengan Flukonazol Glipizid/Glibenklamid-Fluconazole dapat menyebabkan koma hipoglikemia disebabkan adanya kenaikan efek hipoglikemia yang tinggi. 9. Tolbutamid dengan Ketonazol Ketoconazole meningkatkan efek hipoglikemia dari tolbutamid. 10. Tolbutamid/Glibenklamid/Glikazid dengam Mikonazol Efek hipoglikemia terjadi pada penggunaan tolbutamid, glibenklamid (gliburid) atau gliklazid ketika digunakan bersama mikonazol. 11. Sulfonilurea dengan Rimfampisin Rifampicin menurunkan kadar serum dari tolbutamid, glimidin, klorpropamid dan glibenklamid (gliburid). Peningkatan dosis perlu dilakukan untuk mengontrol DM secara efektif. Dicoumarol dapat meningkatkan efek hipoglikemia dari klorpropamida. Warfarin-glibenklamid/tolbutamid dapat

12. Sulfonilurea dengan fibrat Sulfonilurea-Klorfibrate akan meningkatkan efek hipoglikemia pada beberapa pasien dan penggurangan dosis perlu untuk dilakukan. Efek anti diuretik dari klorfibrat pada pengobatan diabetes insipidus berlawanan dengan glibenklamid. 13. Sulfonilurea-bile acid sequestrants Efek hiperkolesterolemia dari kolestipol tidak mempengaruhi insulin tetapi akan menginaktifkan terapi dari phenformin dan sulfonilurea. Fakta menunjukan bahwa absorpsi dari glipizid akan berkurang sekitar 1/3 jika digunakan secara bersama-sama dengan kolestiramin.Tolbutamid tidak berinteraksi dengan obat ini. 14. Sulfonilurea-Beta bloker Efek hipoglikemia sufonilurea akan berkurang dengan adanya beta-blockers. Saat pemberian insulin dan sulfonilurea harus hati-hati dengan tanda-tanda dari hipoglikemia (takikardi,tremor) tidak akan terjadi meskipun produksi keringat meningkat. Tabel 9. Sediaan obat-obat golongan sulfonilurea
Klorpropamid Diabenese 100, 250mg/ tablet (Pfizer) Tesmel 100 mg/ tablet (Phytho kemo agung) Glibenklamid Daonil 5mg/ tablet, SemiDaonil 2,5mg/ tablet (Aventis) Glukonic 5 mg/ tablet (Nicholas) Glimel 5 mg/ tablet (Merck) Prodiabetik 5 mg/ tablet (Bernofarm) Renabetik 5 mg/ tablet (Fahrenheit) Glipizid Aldiab 5 mg/ tablet (Merck) Glucotrol 5, 10 mg/ tablet (Pfizer) Minidiab 5, 10 mg/ tablet (Kalbe farma) Glimepirid Amaryl 1, 2, 3 mg/ tablet (Aventis) Glikazid Diamicron 80 mg/ tablet (Darya Varia) Glibet 80 mg/ tablet (Dankos) Glicab 80 mg/ tablet (Tempo Scan Pasific) Glidabet 80 mg/ tablet (Kalbe farma) Gored 80 mg/ tablet (Bernofarm)

b.

Biguanid (Metformin) Mekanisme kerja Golongan Biguanid mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada penderita diabetes, tetapi tidak meningkatkan sekresi insulin.

Penurunan kadar gula darah ini disebabkan oleh peningkatan asupan glukosa ke dalam otot, penurunan glukoneogenesis yang meningkat dan penghambatan absorpsi glukosa intestinal. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan jaringan periferal (otot). Mekanisme pasti bagaimana metformin dapat meningkatkan sensitivitas insulin masih diteliti, tetapi mungkin berhubungan dengan adanya adenosin-5-monofosfat yang mengaktifkan aktivitas protein kinase, tirosin kinase, dan glukosa transporter. Efeknya ialah turunnya kadar insulin yang terlau kuat dan penurunan berat badan, bersifat menekan nafsu makan atau anoreksia. Pada orang normal, mekanisme anti regulasi akan menutupi efek obat sehingga kadar gula tidak berubah. Metformin tampaknya memperkuat efek insulin, dengan meningkatkan ikatan insulin pada reseptornya. Indikasi Pengobatan awal untuk diabetes tipe 2 dengan berat badan lebih atau normal dan diet gagal. Terapi tunggal pada kegagalan sulfonilurea primer dan sekunder. Terapi tambahan pada diabetes tipe 1 untuk menurunkan dosis insulin yang dibutuhkan. Kontra indikasi DM dengan koma, ketoasidosis, kerusakan fungsi ginjal yang serius, penyakit hati yang kronik, gagal jantung, infark miokard, alkoholisme, penyakit kronik dan akut yang berhubungan dengan hipoksia jarinagn, riwayat penyakit yang berhubungan dengan asidosis laktat, syok, hipersensitivitas. Perhatian: Fungsi ginjal yang kurang sempurna. Monitor fungsi ginjal secara teratur. Hamil dan menyusui hentikan pemberian 2-3 hari sebelum operasi. Kondisi yang dapat menyebabkan dehidrasi, penderita dengan infeksi serius atau trauma. Dosis Metformin biasanya diberikan dengan dosis 500 mg dua kali sehari dengan makanan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan dosisnya dari 500 mg tiap minggu hingga tercapai glikemik atau 2000

mg/ hari. Dosis metformin sehari dimungkinkan 850 mg kemudian ditingkatkan setiap satu atau dua minggu hingga mencapai dosis maksimal 850 mg sehari 3x (2550 mg/hari), sekitar 80% efek penurunan glikemik terlihat pada dosis efektif 1500 mg dan 2000 mg/hari. Efek samping Metformin mempunyai efek gastrointestinal seperti mual, kembung, diare pada sekitar 30% pasien, anoreksia dan perasaan kenyang dan menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian obat titrasi lambat. Efek samping ini dapat terjadi beberapa minggu. Jika terjadi efek samping pastikan pasien minum metformin dengan makanan atau setelah makan dan kurangi dosis hingga efek samping ini tidak terjadi. Peningkatan dosis dapat dilakukan dalam beberapa minggu. Terapi metformin jarang terjadi asidosis laktat. Metformin digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal jika diketahui kadar serum kreatinin yaitu 1,4 mg/dL pada wanita dan 1,5mg/dL pada pria. Maka metformin dikontraindikasikan. Metformin tidak boleh diberikan pada pasien usia lanjut yang telah mengalami penurunan massa otot, dimana jumlah ratarata filtrasi glomerular kreatinin urin selma 24 jam kurang dari 70-30 ml/menit. Interaksi obat Interaksi yang merugikan : a) Metformin-fenprokumon: hati b) Metformin-alkohol: alkohol meningkatkan efek anti hiperglikemia dan hiperlaktatemia dari metformin. Pasien yang diobati dengan Metformin sebaiknya menghindari alkohol. c) Simetidin dapat menurunkan bersihan dari metformin, sehingga kadar metformin dalam darah tinggi dan menyebabkan hipoglikemia. Interaksi yang menguntungkan : a) Metformin-sulfonilurea: merupakan kombinasi yang rasional, karena mekanisme yang berbeda yang saling aditif. Kombinasi tersebut dapat menyebabkan peningkatan eliminasi fenprokumon. Hal ini dihubungkan dengan adanya peningkatan aliran darah ke

menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak dari pada pengobatan tunggal masing-masing obat tersebut. b) Metformin-insulin: kombinasi ini dianjurkan pada pasien obesitas yang kadar glukosa darahnya sulit dikendalikan. Sediaan Glucophage (500 mg), Glumin (500 dan 850 mg), Benofomin (500 dan 850 mg), Diabex( 500 dan 850 mg), Eraphage ( 500mg). c. 1). Non-sulfonilurea secretagogeus Repaglinid Mekanisme kerja Menstimulasi sekresi insulin dari sel -pankreas Indikasi Diabetes militus tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet dan olah raga Kontra indikasi Hipersensitif, ibu hamil dan menyusui, diabetes militus tipe 1, diabetes ketoasidosis, ganguan fungsi hati dan ginjal parah Dosis Dosis awal: 0,5 mg setiap sebelum makan. Pasien pindahan dari obat antidiabetes lain, dosis awal 1 mg setiap sebelum makan. Dosis maksium sekali pemberian 4 mg setiap sebelum makan. Total dosis maksimum sehari tidak boleh melebihi 16 mg. Efek samping Hipoglikemia, kejadian efek tak diinginkan tidak berbeda dari yang teramati pada insulin secretagogeus oral lain. Interaksi obat

Kontrol glikemik dan hipoglikemik harus dimonitor ketika obat-obat yang menghambat & menginduksi CYP3A4 diberikan bersama repaglinid. Gemfibrozil merupakan obat yang umum digunakan untuk mengobati hipertrigliseridemia pada DM, memiliki waktu paruh 2x lipat dari repaglinid dan dihasilkan pada reaksi hipoglikemik diperpanjang. Sediaan Novonorm (0,5 mg ; 1 mg ; 2 mg) 2). Neteglinid Mekanisme kerja Menstimulasi sekresi insulin dari sel -pankreas Indikasi DM tipe 2 (non insulin) atau kombinasi dengan metformin Kontra indikasi DM tipe 1, diabetik ketoasidosis, hamil dan laktasi Dosis 120 mg 3x/hari Efek samping Hipoglikemik, ganguan saluran cerna (mual, muntah), infeksi saluran nafas atas, nyeri punggung, gejala flu, pusing, artropati, bronkhitis, batuk, peningkatan kadar enzim hati Interaksi obat Potensiasi efek hipoglikemik oleh AINS, salisilat, penghambat MAO, dan penghambat adregonik non selektif, penurunan efek hipoglikemik jika diberikan bersama tiazid, kostikosteroid, produk dari tiroid dan simpatotimetik, alkohol dan diabetik oral. Inhibitor CYP2C9 pada metabolisme tolbutamid.

Sediaan Starlix (125 mg)

d. 1).

Thiazolidindione Pioglitazon Mekanisme kerja Berikatan pada peroksisom proliferator aktivator reseptor- (PPAR-), yang paling banyak terdapat di sel lemak dan sel vaskular. Thiazolidinediones meningkatkan sensitifitas insulin di otot, hati, jaringan lemak secara tidak langsung. Indikasi Diabetes tipe 2. Kombinasi monoterapi dengan sulfonilurea atau metformin saat makan, olahraga dan monoterapi yang cukup. Kontra indikasi Untuk pasien yang pernah mengalami kerusakan jantung, hati, pasien dialisa, dan kombinasi terapi dengan insulin, anak2 dibawah 18 tahun. Dosis Untuk monoterapi 15 atau 30 mg sekali sehari, data ditingkatkan hingga 45 mg sekali sehari. Untuk terapi kombinasi 15 atau 30 mg sekali sehari.

Efek samping Idiosinkrasi hepatotoksisitas, peningkatan kadar ALT (Alanin aminotransferase), resistensi cairan, peningkatan berat badan, menurunkan kadar leptin yang berperan dalam mengatur nafsu makan dan pemasukan makanan. Interaksi obat

tidak ada interaksi obat dengan digoxin, warfarin, phenprocoumon, metformin dan sulfonilurea Sediaan Actos 15 dan 30 mg 2). Rosiglitazon Mekanisme kerja Berikatan pada peroksisom proliferator aktivator reseptor- (PPAR-), yang paling banyak terdapat di sel lemak dan sel vaskular. Thiazolidinediones meningkatkan sensitifitas insulin di otot, hati, jaringan lemak secara tidak langsung. Indikasi Untuk monoterapi sebagai tambahan diet dan olahraga untuk meningkatkan kontrol gula darah pada pasien DM tipe 2. Kontra indikasi DM tipe 1 dan ketoasidosis diabetik Efek samping Idiosinkrasi hepatotoksisitas, peningkatan kadar ALT (Alanin aminotransferase), resistensi cairan, peningkatan berat badan, menurunkan kadar leptin yang berperan dalam mengatur nafsu makan dan pemasukan makanan.

Interaksi obat Tidak ada interaksi dengan acarbose, alcohol, digoxin, food, glibenklamid, metformin, nifedipin, oral contrasepsi, ranitidine ataupun warfarin. Sediaan Avandia 4 mg

e.

-glukosidase Inhibitor (Akarbose dan miglitol) Mekanisme kerja Menghambat kerja enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) secara kompetitif dalam usus halus sehingga menunda pemecahan sukrosa dan kompleks karbohidrat Indikasi Sebagai tambahan terhadap sulfonilurea atau biguanid pada DM yang tidak dapat dikendalikan, terapi penambah diet untuk penderita diabetes mellitus. Kontra indikasi Hipersensitif, ganguan intestinal kronis berkaitan dengan absorpsi dan pencernaan, ganguan ginjal berat, kehamilan dan laktasi Dosis Awali dengan 50 mg kemudian ditingkatkan hingga 100-200 mg, 3xsehari, dosis dapat ditingkatkan hingga 4-8 minggu. Efek samping Efek samping yang sering terjadi adalah flatulensi, kembung, diare. Interaksi obat Meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin. Dapat menurunkan efek digoksin. Sediaan: Glukobay (50 mg, 100 mg) Interaksi Obat ADO atau insulin Tabel 10. Interaksi ADO secara umum Obat Angiotensin Efek terhadap glukosa Mereduksi Mekanisme Meningkatkan sensitivitas

(enzim inhibitor) Alcohol -interferon Diazoxide Mereduksi meningkatkan meningkatkan

insulin Mengurangi produksi glukosa dihati Belum jelas Mengurangi sekresi insulin, mengurangi penggunaan glukosa pripheral Memungkinkan peningkatan resisitensi insulin Melemahkan aksi insulin Melemahkan aksi insulin, meningkatkan resistensi insulin Belum jelas Menginhibisi

Diuretic Glukocorticoid Asam nikotinat

meningkatkan meningkatkan meningkatkan

Kontrasepsi oral Pentamidine

meningkatkan Menurunkan

I-kappa-b

kinase-beta (IKK-beta) (hanya Simpatomimetic Clozapin olanzapin Sedikit dosis tinggi 4-6/hari) Meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis Belum jelas, meningkatkan berat badan

meningkatkan dan meningkatkan

1. Insulin/ADO dengan steroid anabolik Nandrolon (norandrostenolon), metandienon (methandrostenolone), testosteron dan stanozolol dapat meningkatkan efek pengurangan kadar gula darah, sehingga dosis dari obat diabetes baik insulin maupun ADO harus diturunkan. 2. ADO dengan antasida Kecepatan dari absorpsi beberapa ADO meningkat dengan penggunaan bersama antasida, tetapi tidak terlihat adanya laporan dari respon yang tidak diinginkan pada penderita DM sebagai hasil dari interaksi ini. 3. Insulin/ADO dengan klorpromazin Klorpromazine dapat meningkatkan kadar gula darah, khususnya pada dosis harian 100 mg atau lebih dan mengganggu kontrol untuk penderita DM. Perlu dilakukan peningkatan dosis dari insulin maupun ADO.

4. Sulfonilurea/biguanid dengan NSAID Pada pemberian fenklofenak dengan klorpropamid dan metformin, glibenklamid dengan diflunisal dan glibenklamid dan metformin dapat terjadi hipoglikemia. Indobufen meningkatkan efek dari glipizid, dan piroksikam meningkatkan efek dari glibenklamid. 5. Insulin dengan Penghambat kanal Calsium Penghambat kanal Calsium diketahui mempunyai efek pada sekresi insulin dan pengaturan glukosa tetapi tidak terjadi gangguan yang signifikan. Terdapat sebuah laporan dimana pasien diabetes semakin parah dan membutuhkankan insulin lebih saat menerima terapi diltiazem. Pasien lain membutuhkan insulin yang dosisnya ditingkatkan 30% saat menerima terapi nifedipin, hipoglikemia terjadi pada pasien yang menggunakan gliklazid dan nikardipin. 6. ADO dengan hormon sex Beberapa obat diabetes membutuhkan penyesuaian dosis, peningkatan atau pengurangan dosis ADO saat mendapatkan terapi hormon sex seperti kontrasepsi oral, namun itu tidak umum terjadi sebagai gangguan yang serius.

Antidiabetika Oral Kombinasi Metformin dan Glibenklamid Kombinasi ini sangat cocok digunakan untuk penderita DM tipe 2 pada pasien yang hiperglikemianya tidak Hiperglikemia dengan single terapi (metformin bisa dikontrol atau glibenklamid saja), diet, dan olahraga. Di samping itu, kombinasi ini saling Diet dan Olahraga Target tercapai memperkuat kerja masing-masing obat, sehingga regulasi gula darah dapat terkontrol dengan lebih TargetKombinasi ini setelah 1 bulan samping yang lebih baik. tidak tercapai memiliki efek sedikit, apabila dibandingkan dengan efek samping apabila menggunakan Kurus Hiperglikemia Gemuk BMI (metformin Postprandial BMI > menekan monoterapi < 25 kg/m2 atau glibenklamid saja). Metformin dapat25 kg/m2 potensi glibenklamid dalam menaikkan berat badan pada pasien DM tipe 2, sehingga cocok Sulfonilurea Repaglinid Metformin (atau Acarbosa) kelebihan berat badan. untuk pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami -------------------------------Kontrol Inadekuat------------------------------------- Kombinasi Sulfonilurea Kombinasi Metformin + Repaglinid + Rosiglitazon -------------------------------Kontrol Inadekuat------------------------------------- Insulin Kontrol Inadekuat Kombinasi Insulin dengan Antidiabetik Oral

Gambar 14. Algoritma terapi obat Diabetes Melitus Tipe 2

B.

PENGOBATAN HIPERLIPIDEMIA 1. Statin (HMG-KoA reduktase) Contoh obat Lovastatin, rosuvastatin Mekanisme kerja Efek penurunan kolesterol statin disebabkan karena golongan ini merupakan inhibitor kompetitif 3-hidroksi-3-metilglutaril KoA Reduktase (HMG KoA) reduktase, yang merupakan enzim yang mengkatalisis perubahan HMG KoA menjadi mevalonat dalam biosintesis kolesterol. Akibat adanya penghambatan sintesis kolesterol, jumlah kolesterol pada hepatosit menurun, sehingga menyebabkan aktivasi Sterol Regulatory Element Binding Protein (SREBP) yang merupakan factor transkripsi yang normalnya terdapat pada sitoplasma. SREBP selanjutnya berdifusi ke dalam nucleus dan mengikat Sterol Response Elements pravastatin, simvastatin, fluvastatin, atorvastatin, dan

(SRE), menyebabkan peningkatan transkripsi gen reseptor LDL. Jumlah reseptor LDL meningkat sehingga mengikat lebih banyak LDL-plasma. Akibatnya, jumlah LDL plasma menurun. Reseptor LDL juga mengikat VLDL dan IDL karena keduanya banyak mengandung ApoE, yang dikenali oleh reseptor LDL. VLDL dan IDL adalah prekursor LDL, sehingga jumlah LDL pun menurun. Selain itu, beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa menurunnya sintesis kolesterol menyebabkan penurunan sintesis VLDL yang salah satu komponennya adalah kolesterol. Selain menghambat HMG KoA reduktase dan menghasilkan penurunan kolesterol, statin juga memiliki efek farmakologis lain yang disebut efek pleiotropik, yang mencakup memperbaiki fungsi endotel, mengurangi koagulasi darah, mengurangi inflamasi, dan meningkatkan stabilitas plak. Indikasi Statin menurunkan LDL hingga 25-55% dan TG 10-25%, serta meningkatkan HDL 5% Kontra indikasi Penyakit hati aktif atau peningkatan persisten serum transaminase yang tidak dapat diterangkan. Hamil dan laktasi. Hipersensitif. Dosis Dosis lazim 10-20 mg/ hari, dosis maksimal 80mg/hari Efek samping 1) Hepatotoksisitas Studi post marketing surveillance menunjukkan bahwa pasien yang mengonsumsi statin memperlihatkan peningkatan transaminase hepatik sebesar tiga kali lipat nilai normal, dengan insidens sebesar 1%. Insidens kemungkinan meningkat seiring dengan peningkatan dosis. Miopati dan rhabdomiolisis

Insidensnya cukup rendah (0,01%), namun resiko meningkat seiring meningkatnya konsentrasi plasma statin. Oleh karena itu, faktor-faktor yang menghambat katabolisme statin diasosiasikan dengan resiko miopati, seperti usia lanjut, disfungsi hepatik dan renal, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, BMI kecil, dan hipertiroidisme yang tidak diobati. Interaksi obat: Kombinasi dengan resin asam empedu menyebabkan reduksi LDL 20-30% lebih besar dibanding pemberian statin saja. Kombinasi statin, niasin dan resin asam empedu menyebabkan reduksi LDL hingga 70%. Obat-obat yang mengurangi katabolisme statin meningkatkan resiko miopati. Interaksi dengan gemfibrozil merupakan penyebab miopati tersering, yaitu melalui mekanisme pengambatan uptake statin ke hepatosit dan interferensi terhadap katabolisme statin oleh CYP dan glukuronidase di hati. Fibrat lain terutama fenofibrat tidak mengganggu glukuronidase statin sehingga resiko miopati rendah. Interaksi dengan niasin juga dapat menyebabkan miopati, kemungkinan disebabkan oleh peningkatan penghambatan sintesis kolesterol pada otot rangka (interaksi farmakodinamik). Obat-obat lain yang mengganggu oksidasi statin adalah golongan yang terutama dimetabolisme oleh CYP3A4, seperti siklosporin, antibiotik makrolida, fenilpiperadin, nefazodon, inhibitor HIV protease, dan antijamur azole. Statin boleh diberikan bersama obat-obat di atas apabila dosis statin kurang dari 25% dari dosis maksimal. Sediaan: Zocor (simvastatin 5 dan 10 mg) Pravachol (Pravastatin Natrium 10 dan 20 mg) Lipovas (Lovastatin 20 mg) Lipitor (Kalsium atorvastatin 10, 20, dan 40 mg) Lescol XL (Fluvastatin Na 40 mg) Crestor (Kalsium rosuvastatin 10 dan 20 mg)
I.1

Bile Acid Resin (BAR)

Contoh obat:

Kolestiramin, Kolestipol Mekanisme kerja: Mengikat empedu dalam lumen usus untuk dikeluarkan melalui feses sehingga mencegah empedu kembali ke hati melalui sirkulasi enterohepatik. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah empedu sehingga merangsang sintesis empedu di hati dari kolesterol. Penurunan jumlah kolesterol di hati akibat peningkatan biosintesis kolesterol menjadi empedu menyebabkan peningkatan ambilan kolesterol dari plasma, kondisi ini juga diikuti dengan peningkatan jumlah reseptor LDL pada membran hati sehingga terjadi penurunan kadar LDL (yang mengandung kolesterol) di plasma. Peningkatan kebutuhan akan kolesterol oleh hati juga menyebabkan peningkatan ambilan kolesterol dari jaringan oleh HDL untuk dibawa ke hati dan disintesis menjadi empedu. Akibatnya kadar HDL plasma meningkat. Selain itu, peningkatan biosintesis kolesterol juga mengakibatkan peningkatan produksi VLDL. Karena kondisi ini maka obat-obat BAR dapat memperburuk hipertrigliseridemia. Indikasi: hiperkolesterolemia primer (familial hyper cholesterolemia) dan untuk menurunkan kadar LDL Kontra indikasi: Hipersensitif, penderita gangguan complete biliary. Dosis: Kolestipol 10 g, 2x 1 hari Efek samping: Gastrointestinal: konstipasi, ketidaknyamanan abdomen, heartburn dapat diatasi dengan konsumsi makanan berserat . Selain itu juga menyebabkan flatulensi, mual, anoreksia, diare musculoskeletal: osteoporosis atau osteomalasia akibat terjadinya penghalangan absorpsi vitamin D Interaksi obat: Kolestipol dan kolestiramin dapat menurunkan absorpsi beberapa obat dalam usus, antara lain tetrasiklin, fenobarbital, digoksin, warfarin, obat golongan statin,

fenofibrate, furosemid, gemfibrozil, ezetimibe, dan diuretik thiazid. Oleh sebab itu, obat-obat tersebut harus diminum 1-2 jam sebelum pemberian kolestipol atau 4-6 jam sesudah pemberian kolestipol. Koletiramin dan kolestipol dapat mengurangi absorpsi vitamin A, D, E, dan K serta asam folat. Oleh sebab itu, harus disertai pemberian suplemen asam folat. Sediaan: Questran (kolestiramin anhidrat 4g) Cholybar (kolestiramin) (4g resin/batang) Colestid (kolestipol HCl) (serbuk 5 g/kemasan) I.2 Niasin (Asam Nikotinat)

Mekanisme kerja: Niasin merupakan vitamin B kompleks larut air yang hanya berfungsi sebagai vitamin dalam bentuk amida. Hanya niasin yang bukan dalam bentuk amida yang mempunyai efek penurunan lipid. Niasin menghambat adenilil siklase di adeposit dan menurunkan produksi cAMP, sehingga mengurangi aktivitas lipase yang sensitif terhadap hormon dan menghambat lipolisis TG sehingga kadar asam lemak bebas di plasma menurun. Hal ini menyebabkan uptake asam lemak bebas ke hati berkurang, sehingga sintesis TG hepatik juga berkurang. Penurunan sintesis TG menyebabkan berkurangnya produksi VLDL hepatik sehingga kadar LDL plasma juga berkurang. Niasin juga meningkatkan half life Apo-A HDL sehingga konsentrasi HDL plasma meningkat. Indikasi: Niasin adalah obat terbaik untuk meningkatkan HDL. Peningkatan HDL mencapai 30-40%. Selain itu, niasin juga menurunkan TG sebesar 35-45% dan menurunkan LDL sebesar 20-30%. Niasin diindikasikan untuk hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia dengan HDL rendah. Kontra indikasi: Gangguan fungsi hati yang signifikan atau tidak dapat dijelaskan, penyakit tukak peptic aktif, perdarahan arteri, anak dan remaja. Dosis:

Dosis awal 100-250 mg/ hari, ditingkatkan perlahan sebesar 100-200 mg/ hari tiap 7 hari hingga mencapai dosis total 1,5-2 gram/ hari. Efek samping: Flushing & pruritus Merupakan ES utama dan menjadi parah seiring peningkatan dosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin, sehingga dapat diatasi dengan menambahkan aspirin atau obat AINS lainnya. ES ini juga dapat diminimalisir bila dosis awal kecil (100-250mg/ hari) atau bila diminum setelah sarapan/ makan malam. Niasin dalam bentuk sustained release mengurangi efek samping ini. Dispepsia Niasin menyebabkan dyspepsia, dan dapat juga menyebabkan mual, muntah dan diare namun insidensnya lebih jarang. Semua ES ini dapat diminimalisir bila niasin diminum setelah makan. Penderita tukak lambung dikontraindikasikan terhadap niasin karena dapat memperparah tukak lambung. Hepatotoksisitas Baik sediaan regular (kristal) maupun sustained release dengan dosis lebih dari 2 gram dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Gejalanya adalah nyeri otot, AST dan ALT meningkat, level serum albumin menurun, dan LDL menurun lebih dari 50%. Resistensi insulin Efek peningkatan resistensi insulin menyebabkan pemberian niasin harus dimonitor dengan ketat pada pasien diabetes mellitus. Hiperurisemia Interaksi obat: Sediaan: Niaspan (Asam nikotinat 375, 500, 750, dan 1000 mg) I.3 Asam Fibrat

Contoh obat: Gemfibrozil, Fenofibrate Mekanisme kerja:

Obat-obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase sehingga meningkatkan hidrolisis triasilgliserida pada kilomikron dan VLDL. Akibatnya terjadi penurunan kadar triasilgliserida dalam plasma. Gemfibrozil dapat mengurangi sintesis VLDL dan apolipoprotein B bersamaan dengan meningkatnya kecepatan bersihan lipoprotein kaya trigliserida dari plasma. Klofibrat kurang efektif dibandingkan dengan gemfibrozil atau niasin dalam menurunkan produksi VLDL. Indikasi: Obat-obat turunan asam fibrat merupakan obat pilihan untuk kondisi Trigliserida dan LDL, atau Trigliserida dan HDL. Kontra indikasi: Gagal ginjal atau hati yang parah Dosis: Dosis lazim: 600 mg 2x sehari, diminum 30 menit sebelum makan Dosis maksimum (sehari): 1,5 g Efek samping: Umum terjadi: nyeri abdomen, diare, nyeri otot, rash Kurang umum: sakit kepala, pruritus, penurunan libido, pusing, mengantuk, hiperglikemia, gangguan penglihatan Jarang: Miopati, peningkatan enzim-enzim hati, batu empedu, anemia, impotensi, disfungsi ginjal Interaksi obat: Peningkatan toksisitas bila digunakan bersama statin, siklosporin, furosemid, MAO Inhibitor, dan probenesid. Penurunan efek bila digunakan bersama resin dan rifampin. Golongan fibrat dapat meningkatkan efek klorpropamid, furosemid, sulfonylurea, dan warfarin. Sediaan: Lopid (300mg/kapsul) I.4 Cholesterol Absorption Inhibitor

Contoh obat: Ezetimibe Mekanisme kerja: Secara selektif menghambat absorpsi kolesterol di brush border usus halus sehingga menurunkan kadar kolesterol plasma. Ezetimibe dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL, apoB dan trigliserida serta memfasilitasi peningkatan HDL dalam darah. Ezetimibe merupakan obat pilihan sebagai terapi tambahan berkaitan dengan mekanisme kerjanya. Ezetimibe dapat digunakan tunggal ataupun dalam kombinasi dengan statin. Dosis: 10 mg 1 kali sehari Indikasi: Hiperkolesterolemia familial maupun multifaktorial Kontra indikasi: Hipersensitivitas, penyakit hati sedang sampai parah, peningkatan serum transaminase. Perhatian: Hindari penggunaan selama kehamilan dan menyusui terutama bila pasien juga mengkonsumsi statin. Efek samping: ES muskoskleletal (miopati) ES lain: sakit kepala, nyeri dada, diare, hepatitis, pankreatitis, trombositopenia Interaksi obat: Sediaan: Ezetrol Zetia (10 mg/tablet) Vytorin (Simvastatin-Ezetimibe): Simvastatin-Ezetimibe (10mg-10mg) Simvastatin-Ezetimibe (20 mg-10mg) Simvastatin-Ezetimibe (40mg-10mg)

I.5 I.5.1

Lain-lain Fitosterol

Contoh obat: -sitosterol, stigmasterol, kampesterol, fitosterol jenuh (sitostanol, kampestanol) Mekanisme kerja: Menghambat absorpsi kolesterol eksogen Indikasi: Pasien hiperkolesterolemia poligenik yang sangat sensitif dengan penambahan kolesterol dari luar (makanan). Kontra indikasi: Pada pasien sitosterolemia dapat menyebabkan iskemia. Dosis: 2-3 g sterol/hari, maksimum 30 g sterol/hari Efek samping: Arteri koroner Interaksi obat: Sediaan: Benecol, Take control, Minute maid heart wise orange juice

BAB VIII PEMBAHASAN KASUS


Pasien: Tn. Amir (48 thn, 86 kg) Keluhan: Tiap malam beberapa kali berkemih, selalu merasa haus, tidak kuat jalan jauh dan mengangkat beban berat. Hasil lab: Pembesaran jantung, TD 163/100, gula darah sewaktu 298 mg/dl, kolesterol total 307 mg/dl, TGA 375 mg/dl, glukosa urin (+++) Obat yang diperoleh: R/ Zocor 40 mg 3 x 1 Amaryl 2 x 1 Lasix 1 x 1 Selama 5 hari evaluasi tidak memuaskan bagaimana penilaian pengobatan dan solusi?

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium diketahui Tn. Amir mengalami: Diabetes mellitus tipe II Glukosa darah sewaktu 298 mg/dL, normal 140-200 mg/dL Hipertensi Tekanan darah 163/100, normal 120/80 Hiperlipidemia Kolesterol total 308 mg/dl normal < 200 mg/dl Trigliserida 375 mg/dl normal <150 mg/dl Berdasarkan soal di atas pasien diberikan obat :

Simvastatin (Zokor) untuk mengobati hiperlipidemia. Furosemid (Lasix) untuk mengobati hipertensi Glimepirid (Amaryl) untuk mengobati hiperglikemia

Berdasarkan hasil evaluasi pengobatan selama 5 hari, ternyata tidak diperoleh hasil yang memuaskan dari terapi. Berikut ini adalah evalusi pengobatan yang dapat dinberikan:
Pengobatan hiperglikemia dengan Glimepirid (Amaryl), ADO golongan

sulfonilurea Hasil kurang memuaskan dikarenakan sulfonilurea kurang cocok digunakan pada penderita hiperglikemia yang mengalami obesitas/kegemukan (berat badan 86 kg). Untuk pengobatan terapi hiperglikemia pada pasien gemuk lebih cocok menggunakan derivat biguanid, misalnya metformin. Oleh karena itu disarankan pasien mengganti sulfonilurea dengan metformin. Apabila terapi dengan biguanid juga kurang kurang memuaskan, untuk meningkatkan hasil terapi, pasien dapat diberikan kombinasi metformin dan sulfonilurea untuk mengobati hiperglikemia.
Saran obat metformin (misalnya: glucophage)

Pengobatan hiperlipidemia dengan simvastatin (Zokor) Evaluasi pertama adalah bahwa dosis maksimal perhari yang diterima pasien adalah berlebih. Berdasarkan referensi, dosis maksimal perhari dari simvastatin adalah 80 mg, sedangkan dosis yang diterima pasien perhari adalah 120 mg, sehingga berisiko toksik. Selain itu, pemakaian obat kolesterol digunakan bukan sehari tiga kali tapi sehari sekali pada malam hari karena saat malam hari terjadi sintesis kolesterol. Hasil pengobatan kurang memuaskan dikarenakan obat yang digunakan (simvstatin/Zokor) hanya diindikasikan untuk hiperlipidemia dengan keadaaan hiperkolestrolemia. Sedangkan keadaan hipertrigliseridemia yang diderita oleh pasien tidak dapat dikoreksi oleh simvastatin (zokor). Oleh karena itu, disarankan untuk mengganti pengobatan untuk hiperlipidemia dengan mengganti simvastatin (Zokor) menjadi obat derivat fibrat (gemfibrozil) yang mempunyai indikasi mengobati penyakit hiperlipidemia dengan gambaran patologis hiperkolestrolemia dan hipertrigliseridemia. Saran obat : Gemfibrozil (Misalnya: lopid).

Obat lain yang masih dipakai furosemid (lasix) untuk mengkoreksi tekanan darah pasien serta menghindari edema jantung. Obat ini diberikan satu kali sehari pada pagi hari.

Catatan lain: Perlunya penambahan suplemen kalium karena penggunaan diuretik furosemid (lasix). Akibat penggunaan diuretik, maka cairan tubuh akan banyak keluar membawa ion-ion tubuh (terjadi hipokalemia). Sehingga perlu penambahan suplemen kalium untuk menjaga keseimbangan kation-anion dalam tubuh. Suplemen yang disarankan adalah Aspar-K. Pasien yang menderita hiperkolesterolemia memiliki resiko arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) yang mengakibatkan permukaan pembuluh darah yang harus dilalui oleh darah menjadi tidak rata sehingga akan terjadi pembekuan

darah atau trombus akibat bersentuhan dengan permukaan pembuluh darah yang kasar dan semakin memperparah aterosklerosis. Karena pasien mengalami keadaan hiperlipidemia, ada risiko yang cukup besar terjadinya sumbatan pembuluh darah akibat trombus dan emboli. Oleh karena itu perlu ditambahkan aspirin dalam konsentrasi kecil yang berguna sebagai anti platelet. Tambahan obat yang dianjurkan adalah Acetilsalicylic acid (Aspilet). Sayangnya penggunaan aspilet menyebabkan efek yang kurang baik berupa peningkatan asam urat dalam darah. Mekanisme kerjanya adalah asam asetilsalisilat akan diubah menjadi salisilat. Salisilat dalam jumlah kecil akan bereaksi dengan asam urat membentuk garam salisilat-urat yang lebih sulit dikeluarkan. Selain itu, penggunaan furosemid juga dapat berkompetisi dengan asam urat, sehingga terjadi peningkatan reaborpsi asam urat. Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat menghambat sintesis asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah tetap dalam kondisi normal. Obat yang disarankan adalah allopurinol. Rekomendasi lain yang diberikan pada pasien adalah agar pasien selalu sedia (dalam kantong) obat isosorbid dinitrat, karena pasien telah mengalami perbesaran jantung dan keadaan hiperlipidemia, sehingga risiko angina dan infark senantiasa mengancam. Isosorbid dinitrat ini sebagai pertolongan pertama pada serangan jantung.

Saran peresepan obat untuk Tn. Amir: R/ Lopid 900 mg 1 x sehari 1 tablet malam hari sebelum makan Lasix 40 mg 1 x sehari 1 tablet pagi Glucophage 500 mg 3 x sehari 1 tablet Aspilets 81 mg1 x sehari 1 tablet Aspar-K 300 mg 3 x sehari 1 tablet Allopurinol 300 mg 1 x sehari 1 tablet

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. The Merck Manuals Home edition for patients and caregivers. http://www.merck.com/mmhe/sec13/ch165/ch165a.html, September 2009, pkl 13.25 WIB. Chan, D.C., Barret, P.H.R., Watts, F.G. Lipoprotein transport in the metabolic syndrome: methodological aspects of stable isotope kinetic studies in Clinical science. 2004: 107, 221-232. Cook, Christopher L., John T. Johnson, and William E.Wade. Pharmacotherapy Principles & Practice. McGraw-Hill Companies. New York. 2008: 643. Corwin, Elizabeth J. 2000. Handbook of Pathophysiology. Lippincott Williams & Wilkins: USA. Hal 569-570. Dipiro, Joseph T. 2002. Pharmacoteraphy & Pathophysiologic Approach 6th ed. New York: McGraw Hill Companies Inc. 1373. Ganiswarna, dkk.. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995, hal. 364-368. Guyton, Arthur C, M.D., and Hall, John E. Ph.D., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, 9th ed, Jakarta, EGC. Hal 1079. Miles, B. Review of Lipoproteins. http://www.tamu.edu/classes/bich/bmiles/lectures/Lipid%20Transport.pdf-. 27 April 2009. Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., Harpers Illustrated Biochemistry. 26th Ed. United States: McGraw-Hill, 2003. Mycek, Mary J, Ph.D., Farmakologi Ulasan Bergambar, 2001, 2nd ed, Jakarta, Widya Medika. Neal, Michael J. 2002. Medical Pharmacology at a glance. Blackwell Publishing Company: Inggris. Hal 78-79. tanggal 9

Shahab, Alwi. 2006. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni. Pengarang?. 2006.Goodman & Gilman's The Pharmacologic Basis of Therapeutics - 11th Ed.Mc Graw-Hills Companies. http://en.wikipedia.org/wiki/Lipoprotein
Aronson, J. K. 2005. Meylers Side Effect of Drugs ed. 15. United kingdom: Elsevier Dipiro, Joseph T., et al. 2005. Pharmacotheraphy a pathophysiology approach sixth ed. USA: McGraw-Hill. Hamilton, P. dan D. Hui. 2006. Drugs and Drugs ed.2: A Practical Guide to The Safe Use of Common Drugs in Adults. Kanada J. Neal, Michael. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Hal. 78-79

Moses, Scott. 2008. Family Practice Notebook. http://www.fpnotebook.com/CV/ Pharm/PlntStrl.htm. Jumat, 2 Oktober 2009, pukul 13.01
Wells. Barbara G., et al. 2006. Handbook of Pharmacoteraphy 6th edition. USA: McGrawHill. Hal. 183-184 Chisholm-burns, Marie A. et al. 2008. Pharmacotherapy principles & practice. USA: McGraw-Hill. Hal. 658-660

Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4 (cetak ulang 2005). Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Walker, Roger, Olive Edwards. 2003. Clinical Pharmacy & Therapeutics Ed. 3. Spain : Elseiver Science Limited Wells, Barbara G, et all. 2006. Pharmacoterapy Handbook, Sixth Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.

You might also like