You are on page 1of 4

Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional

Dalam rangka pengembangan kakao nasional telah ditetapkan program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Kegiatan utama dari program tersebut adalah Peremajaan pertanaman kakao yang rusak, Rehabilitasi pertanaman yang kurang baik, dan Intensifikasi pertanaman yang kurang produktif. Prosedur Pemberian Dokumen Jaminan Supply Dalam Rangka Penyediaan Planlet kakao Somatic Embryo Genesis Tahun 2011. Kegiatan peremajaan diarahkan untuk status kebun yang rusak berat yang ditandai dengan tanaman sudah uzur (> 25 tahun), terserang berat oleh hama-penyakit utama, populasi kurang dari 300 pohon/ha, dan produktivitas kurang dari 500 kg/ha, serta masih memenuhi persyaratan kesesuaian lahan untuk kakao. Kegiatan peremajaan telah ditetapkan menggunakan bahan tanaman unggul klonal yang tahan terhadap penyakit utama, khususnya Vascular Streak Dieback (VSD) yang telah menjangkit dan merusak sebagian besar pertanaman kakao. Penyediaan bahan tanam klonal kakao unggul dapat dilakukan dengan metode setek, sambung bibit dari benih dengan entres klon unggul (sambung pucuk atau tempel tunas/sambung samping), dan dengan metode yang lebih mutakhir yaitu teknik somatic embryogenesis (SE). Ada dua macam proses kultur jaringan tanaman yaitu melalui proses organogenesis atau embriogenesis. Ciri utama dari proses SE adalah pembentukan struktur massa/stuktur bipolar dari eksplan somatik yang akhirnya membentuk kecambah dengan titik tumbuh akar dan daun pada masing-masing ujungnya secara serempak. Sedangkan proses organogenesis ditandai dengan pembentukan struktur unipolar yaitu hanya pembentukan titik tumbuh daun atau akar secara terpisah. Karena prosesnya mirip dengan perkembangan pada biji, tanaman klonal yang dihasilkan dengan teknik SE secara morfologis/arsitektural sangat mirip dengan tanaman asal dari biji, sedangkan tanaman dari proses organogenesis bentuk tanaman mirip dengan tanaman asal setek. Tanaman kakao asal perbanyakan SE dicirikan dengan terbentuknya akar tunggang, adanya struktur jorket, dan sifat-sifat genetiknya sama dengan induk sumber eksplan (homogen). Untuk itu bahan tanam yang diperbanyak dengan teknik SE sangat menentukan sifat-sifat dari hasil perbanyakannya. Sifat-sifat unggul dari induk tanaman akan diturunkan sama persis kepada hasil perbanyakannya.Pada program perbanyakan dengan teknik SE akan digunakan klon-klon kakao unggul seperti ICCRI 03, ICCRI 04, Sca 6, Sul 1, dan Sul 2. Klon-klon tersebut memiliki dayahasil tinggi (di atas 2 ton per ha) dan tahan atau toleran terhadap penyakit utama kakao khususnya Vascular Streak Dieback (VSD). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia melaksanakan perbanyakan bahan tanam kakao unggul dengan teknologi SE yang telah dikembangkan oleh Nestle Research Centre-Tours-Perancis. Teknologi yang telah dikembangkan tersebut telah dikaji lama sehingga dianggap sudah layak untuk diterapkan secara massal. Hasil perbanyakan klon unggul kakao dengan teknik SE terbukti bersifat normal (true type) dapat berbuah seperti pada tanaman normal pada umumya. Dari pengalaman di negara lain (Equador) telah dibuktikan bahwa pertanaman kakao asal perbanyakan SE memiliki produktivitas lebih tinggi, vigor tanaman lebih vigor (jagur) dibanding dengan tanaman yang diperbanyak dengan setek, sambung, atau dari biji. Uji coba di Pusat penelitian Kopi dan Kakao juga menunjukkan hasil yang sama, perbanyakan klon-klon unggul kakao dengan teknologi SE dapat berproduksi normal seperti penggunaan metode perbanyakan klonal lainnya. Pola distribusi bahan tanaman kakao yang diperbanyak dengan teknik SE dilakukan secara berjenjang, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia hanya akan menghasilkan plantlet (tanaman kecil) pasca aklimatisasi (sudah beradaptasi dengan lingkungan luar). Plantlet disalurkan kepada para penangkar bibit di

daerah (dalam bentuk cabutan) selanjutnya para penangkar bibit melakukan pembibitan di lokasi penanaman. Dengan demikian distribusi menjadi lebih mudah dan murah. Untuk menjaga mutu, semua plantlet yang disalurkan dan bibit siap tanam yang dibuat oleh penangkar akan disertifikasi oleh lembaga yang berwenang yaitu Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP).

" Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan: (1) optimasi teknik regenerasi dan hardening beberapa klon unggul kakao; (2) bibit unggul kakao yang dihasilkan melalui jalur somatik embriogenesis (SE); (3) minimal 3 draft naskah jurnal terakreditasi (akan diterbitan di Buletin Agronomi, AGRITROP, dan Jurnal Pelita Perkebunan) atau draft naskah pengusulan paten/HAKI. Penelitian ini di latar belakangi oleh (1) Revitalisasi kebun kakao di Indonesia memerlukan bibit unggul dengan jumlah sangat besar dan dari tahun ke tahun selalu terjadi kekurangan benih (suplai benih tidak dapat memenuhi market demand) (2) Benih kakao termasuk benih rekalsitran yang cepat sekali menurun viabilitasnya, tidak tahan dikeringkan dan tidak tahan disimpan dalam suhu rendah sehingga tidak dapat dijadikan benih untuk musim tanam berikutnya. (3) Perbanyakan bibit secara generatif menggunakan benih menghasilkan tanaman dengan heterogenitas yang tinggi, tidak sama dengan induk, dan hasil produksi tidak seragam, sedangkan perbanyakan klonal vegetatif dengan cara okulasi, sambungan, dan stek dapat menghasilkan bibit yang sama dengan induknya tetapi sulit memenuhi permintaan bibit dalam jumlah besar. (4) Melalui teknologi kultur jaringan dengan teknik somatik embriogenesis dapat dihasilkan bibit kakao dalam jumlah banyak, sama dengan induknya, true of tipe, seragam, dan dalam waktu yang relatif singkat. Untuk menghasilkan bibit kakao unggul hasil somatik embriogenesis diperlukan penguasaan teknik kultur jaringan (sudah dilakukan preliminary research, Gambar 1) dan memanfaatkan sumberdaya genetik berupa klonklon unggul koleksi kebun Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Metodologi penelitian, rincian perlakuan, dan rancangan (lihat Tabel 1). Tahapan penelitian dilakukan sebagai berikut. Penelitian tahun pertama adalah: Optimasi metode/teknik regenerasi tanaman kakao yang efisien melalui jalur somatik embriogenesis hingga dihasilkan planlet, meliputi dua percobaan yaitu: (A) Optimasi regenerasi embrio somatik tanaman kakao dengan eksplan bunga, (B) Optimasi sistem regenerasi embriozigotik tanaman kakao (Theobroma cacao L.) melalui jalur somatik embryogenesis. Bibit mikro hasil penelitian Tahun I akan diberi perlakuan hardening/aklimatisasi untuk penelitian tahun II. Penelitian tahun kedua tentang optimasi metode/teknik hardening yang efisien. Pada penelitian ini ingin diperoleh metode aklimatisasi terbaik dengan menggunakan berbagai tahapan perlakuan yang mungkin akan meningkatkan jumlah bibit yang dapat hidup dengan baik dirumah kaca. Metode hardening terbaik selanjutnya akan digunakan untuk memproduksi bibit siap tanam. Penelitian tahun kedua meliputi beberapa percobaan yaitu: (A). Penentuan tahapan aklimatisasi terbaik, (B) Pemilihan treatmen ZPT yang tepat, dan kondisi hardening terhadap ketahanan hidup dan daya tumbuh bibit unggul kakao hingga siap tanam di lapang. Penelitian ini diharapkan mempunyai keluaran berikut: (1) Teknik regenerasi tanaman kakao mulai dari pemilihan eksplan hingga dihasilkan bibit yang efisien, (2) Teknik aklimatisasi/hardening kakao yang efisien, (3) Bibit unggul kakao hasil regenerasi embriosomatik, (4) Draft naskah yang siap dipublikasikan pada jurnal nasional

terakreditasi atau pengajuan usulan Paten/HAKI. Keluaran berupa bibit unggul kakao diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit kakao dalam rangka revitalisasi perkebunan kakao di Indonesia. Dengan ditemukannya teknik regenerasi melalui jalur SE, teknik hardening bibit mikro, dan bibit unggul kakao diharapkan beberapa manfaat sebagai berikut. Pertama, metode regenerasi kakao yang efisien dapat digunakan oleh peneliti bioteknologi lainnya untuk menghasilkan bibit dengan berbagai sifat unggul yang sesuai dengan sifat induknya sehingga mampu meningkatkan produksi. (kontribusi penelitian pada pembaharuan dan pemajuan IPTEK dan kontribusi ekonomi). Kedua, Kalau ditinjau dari tingkat keunggulan terhadap bibit yang sudah beredar: bibit unggul hasil kultur jaringan yang sama dengan induk unggulnya bersifat seragam dan sangat mungkin diproduksi massal sehingga nantinya akan sangat vital untuk memasok kebutuhan bibit untuk program revitalisasi perkebunan kakao. Dengan demikian bibit unggul hasil kultur jaringan dapat mengeliminasi kekurangan yang ada pada bibit asal biji dengan sifat heterogenitasnya yang tinggi dan bibit asal vegetif (stek, okulasi, dan entres) yang terbatas jumlahnya. (kontribusi ekonomi). Ketiga, Teknik regenerasi secara in-vitro juga sangat efisien untuk perbanyakan klon-klon unggul dengan ketersediaan bahan tanam yang sangat terbatas. Misal pada pengujian klon-klon pada tahap awal, pertunasan masih sedikit dan belum berproduksi. (kontribusi teknis). Keempat, teknik regenerasi invitro juga dapat menjadi dasar untuk penelitian menghasilkan bibit-bibit bebas bakteri dan virus (kontribusi penelitian pada pembaharuan dan pemajuan IPTEK). Kelima, penelitian ini sangat perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar terutama untuk pengiriman antar pulau yang membutuhkan bibit dengan daya simpan lebih lama dan dengan viabilitas yang tetap tinggi (kontribusi penelitian pada pemecahan masalah pembangunan). Keenam, keluaran berupa bibit kakao hasil kultur jaringan diharapkan dalam jangka pendek mampu memenuhi sebagian kebutuhan bibit kakao bermutu tinggi dari petani kakao dan kebun kakao. Sedangkan dalam jangka menengah (hingga 10 tahun ke depan) diharapkan dapat mensuplai dan atau mensubstitusi kebutuhan benih konvensional dalam rangka revitalisasi perkebunan kakao di Indonesia . Dengan demikian keterkaitan hasil penelitian dengan industri sangat erat. Dengan menggunakan bibit kakao hasil kultur jaringan yang merupakan hasil perbanyakan vegetatif diharapkan dapat diperoleh pertanaman kakao yang berproduksi tinggi dan seragam serta tidak memiliki variasi seperti pertanaman kakao hasil perbanyakan benih konvensional (kontribusi ekonomi dan penelitian pada pemecahan masalah pembangunan). Ketujuh, bagi pengembangan SDM, laboratorium, dan Institusi, penelitian ini diharapkan berdampak dapat meningkatkan kemampuan SDM dan meningkatkan pengembangan Institusi dalam melakukan penelitian bersama, sebab penelitian dilakukan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka). (kontribusi penelitian pada pengembangan kelembagaan atau laboratorium). Klon yang sudah dicoba eksplan bunganya adalah DRC16, TSH585, ICS13, DR1, DR2, dan ICS60. Pada seluruh klon yang dicoba pada media, menunjukkan bahwa media paling baik adalah media PPSC. Dari semua eksplan yang digunakan paling responsif petal, diikuti oleh putik, dasar bunga, dan staminodia. Sedangkan eksplan yang paling tidak responsif adalah anther. Tahapan regenerasi untuk eksplan bunga sebagai berikut: tahap inisiasi kalus (Ditanam dalam media PCG 25-30 ml selama 14 hari; Pindahkan eksplan ke media SCG 25-30 ml selama 14 hari); tahap induksi embriosomatik (Eksplan yang telah berkalus dipindah ke media induksi ED 30 ml, subkultur dilakukan selama 14 hari), tahapan multiplikasi embriosomatik (Embrio somatik yang diperoleh dengan panjang + 2 cm diperbanyak pada media PEC 30 ml, 6-10 embrio per botol. Sub kultur dilakukan dengan interval 30 hari.) tahapan pendewasaan embriosomatik, perakaran (Embrio dengan panjang 1 cm dipindah ke media pendewasaan yang mengandung media RD*) 143 ml, Jumlah embrio 4 ? 5 embrio per botol)

dan aklimatisi (akan diteliti pada tahun ke-2. Untuk percobaan dengan eksplan embriozigot Klon yang sudah dicoba: Sca6, Sca12, TSH585, BAL209, ICS60, DR1. Klon yang paling banyak membentuk kalus embriozigot adalah klon Sca12 diikuti oleh klon TSH585, ICS60, dan BAL209. Klon paling tidak responsif adalah DR1. Dari berbagai ukuran embrio sudah dicoba paling responsif ukuran embryozygote dibawah 5 mm. Tahapan regenerasi untuk eksplan embrio adalah tahap inisiasi kalus, induksi embriosomatik, multiplikasi embriosomatik, pendewasaan embriosomatik, perakaran dan aklimatisi

You might also like