You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN A.

Pengertian Kurikulum Kata kurikulum berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga ,yakni currere yang berarti jarak tempuh lari yakni jarak yang harus dtempuh mulai dari start hingga finish.pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan.dalam bahasa arab, istilahkurikulumdiartikan sebagai MANHAJ,yakni jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bdaang kehidupanya . Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli rupanya sangat bervariasi, tetapi dari beberapa definisi itu dapat ditarik kesimpulan BAHWA disatu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah ;dan dilain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar. Menurut al-syaibany (1979) terbatas pada pengetahuan-pengetahuan yang

dikemukakan oleh guru atau sekolah atau institusi pendidikan lainya dalam bentuk mata pelajarang atau kitab-kitab karya ulama terdahulu,yang dikaji begitu lama oleh para peserta didik dalam tiap tahap pendidikanya.depenisi yang dikemukakan oleh kemp,morisson dan ross (1994)menekankan pada isi mata pelajaran dan ketermpilan-keterampilan yang termuat dalam suatu program pendidikan .demikian pula defenisi yang tercamtum dalam UU sisdiknas nomor 2/1989.defenisi kurikulum yang tercantum dalam UU sisdiknas no 20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat rencana pengaturan mengenai tujuan,isi;dan bhan pelajaran . Definisi yang dikemukakan oleh KAMIL DAN SARHAN senada dengan SAYLOR dan ALEXANDER (1966) bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah /perguruan tinggi yang bisa menghasilkan atau menimbulkan hasil-hasil belajar yg dikehendaki ;apakah di dalam situasi sekolah; luar sekolah atau di perguruan tinggi .kurikulum biasanya ditentukan oleh sekelompok orang asli yang disusun secara sistematis dan logis Fungsi guru dan dosen adalah sebagai penjabar atau penjelas dan penjelas dalam pembelajaran baik dalam hal isi ,metode maupun evaluasi.Fungsi pendidikan adalah menciptakan situasi atau lingkungan yang menunjang perkembangan potensi-potensi tersebut B. Pendidikan Agama Islam Atau Pendidikan Islam Pengertian istilah pendidikan agama islam dan pendidikan islam .kedua istilah ini dianggap sama ketika seseorang berbicara tentang pendidikan islam teryata isinya terbatas pada pendidikan agama islam ,atau sebaliknya ketika seseorang berbicara tentang pendidikan

agama islam justru yang d bahas di dalamnya adalah tentang pendidikan islam .padahal kdua istilah itu memiliki subtansi yang berbeda . Tafsir (2004) membedakan antara pendidikan agama islam dan pendidikan islam .PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikan agama islam PAI sebagai mata pelajarang seharusya dinamakanAgama islam karna yang diajarkan adalah agama islam bkan pendidikan agama islam katapendidikandalam hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan mate;matika (nama mata pelajaranya adalah mate-matika) ,pedidikan olahraga (nama pelajaranya adalah olahraga) ,pendidikan biologi (nama pelajaranya adalah biologi ) dan seterusya. Sedangkan pendidikan islam adalah nama system pendidikan yang islami yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukun terwujudnya sosok muslim yang di idealkan .pendidikan islam ialah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan alquran dan hadits . Menurut muhaimin (2003);bahwa pendidikan agama islam merupakan salah satu bagian dari pendidikan islam .istilah pendidikan islam dapat dipahami dalam beberapa perspektif yaitu; 1. pendidikan islam ,atau pendidikan yang berdasarkan islam,dan atau system pendidikan islam yang bersumber dari alquran dan hadits dari kedua sumber dasar tersebut terdapat beberapa perspektif yaitu; pemikiran teori dan praktik penyelengaraanya melepaskan diri dan atau kurang mempertimbangkan situasi konkrit dinamika perkumpulan masyarakat muslim yang mengitarinya. pemikiran teori dan praktik penyelengarannya hanya mempertimbankan pengalaman dan khasanah intelektual ulama klasik pemikiran,teori dan praktek penyelengaraanya hanya mempertimbankan situasi sosiohistoris dan cultural masyarakat kontemporer dan melepaskan diri dari pengalamanpengalaman serta khasanah intelektual ulama klasik . pemikiran teori praktik penyelengaraanya mempertimbangkan pengalaman dan khasanah intelektual muslim klasik serta mencermati situasi sosio-histori dan cultural masyarakat kontemporer. 2. Pendidikan keislaman atau pendidikan agama islam yakni upaya mendidik agama islam atau ajran islam dan nilai-nilainya, dalam pengertian ini dapat berwujud: segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalm menanamkan dan menumbuh kembangkan ajaran

islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupanya yang diwijudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam keterampilan hidupnya. Segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuh kembangnnya ajaran islam dan nilainilainya pada salah satu atau beberapa pihak 3. Pendidikan dalam islam, atau proses dan praktek penyelanggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat islam baik islam sebagai agama ajaran maupun system budaya dan peradaban jadi, dalam pengertian yang ke-3 ini istilah pendidikan islam dapat dipahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya. C. Pengembangan Kurikulum PAI Dari beberapa defenisi tentang kurikulum tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum pendidikan agama islam dapat diartikan sebagai: Kegiatan mengahsilkan kurikulum PAI atau Kegiatan penyusunan, pelaksanaan, penilain, dan penyempurnaan kurikulum PAI Dalam realitas sejarahya,pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigm sebelumnya masih tetep dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut; Perubahan dari tekanan pada hapalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran ajaran agama islam ,serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motifasi untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI. Perubahan dari cara berfikir tekstual, normative, dan absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama islam. D. Fungsi Kurikulum Pai 1. Bagi sekolah/ madrasah yang bersangkutan: a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam yang diinginkan atau dalam istilah KBK disebut Standar Kompetensi Pai b. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendiidikan agama islam disekoah 2. Bagi sekolah madrasah diatasnya: a. Melakukan penyesuaian , menjaga kesinambungan b. Menghindari keterulangan sehingga boros waktu

BAB II MENCERMATI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DISEKOLAH/ PERGURUAN TINGGI

A. Pendidikan Agama Islam Dalam Sorotan Bangsa Indonesia masih mengalami suasana keprihatanan yang bertubi-tubi. Asil survey menunjukkan negeri kita masih bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup didunia, KKN melanda diberbagai institusi, disiplin makin longgar, semakin meningatnya tindak kriminal, tindak kekerasan dll. Masyarakat kita juga cenderung mengarah kepada masyarakat kepentingan/patembanyang, nilai-nilai masyarakat penguyuban sudah

ditinggalkan, yang timbul dipermukaan adalah timbulnya komplik kepentingan-kepentingan individu, baik kepentingan individu, kelompok maupun kepentingan lainnya. Alhasil bangsa Indonesia menghadapi krisis multidimensional yang disebabkan karena pendidikan agama termasuk didalamnya pendidikan agama islam (muhaimin 2003). Bertolak dari hasil survey tersebut, Azyumardi Azra (2003) agaknya kurang sependapat terhadap tuduhan tersebut dengan menunjukkan kasus-kasus dibeberapa Negara berdasarkan hasil survey dari internasional Country Risk Guide Index. Sejak tahun 1992 hingga 2000 berdasarkan kasus tersebut Azra berkesimpulan bahwa tinggi rendahnya tingkat criminal tidak banyak terkait dengan agama tetapi justru lebi disebabkan karena: Lemahnya penegakan hukum Mewabahnya gaya hidup hedonistic Kurang adanya political will dan keteladan dari pejabat untuk memberantas korupsi dan penyakit social lainnya Jika krisis akhlak atau moral merupakan pangkal dari krisis multidimensional, sedangkan pendidikan agama islam banyak manggarap masalah akhlak, maka perlu ditelaah apa yang menjadi penyebab titik lemah dari pendidikan agama tersebut. B. Berbagai Kritik Tentang PAI Mochtar Buchori 1992 mengatakan bahwa menilai pendidikan agama masih gagal, kegagalan ini disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kopnitif semata dari pertumbuhan kesadaran dan mengabaikan pembinaan aspek efektif dan konatif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Mochtar Buchori juga menyatakan bahwa kegiatan pendidikan agama yang berlangsung selama ini lebih banyak menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan pendidikan lainnya. Pernyataan senada juga

dinyatakan oleh Soejadmoko (1976) bahwa pendidiikan agama harus berusaha berinteraksi dan bersinkronisasi dengan pendidikan non agama. Rasdianah mengemukakan beberapa kelemahan pendidikan agama islam disekolah, baik dalam pemahaman materi, maupun dalam pelaksanaanya yaitu dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah pada paham patalistik, bidang akhlak berorientasi pada urusan sopan santun, bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian, dalam bidang fikih cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa, ajaran islam cenderung diajarkan sebagai dogma, orientasi mempelajari Al-Quran masih cenderung pada kemanpuan membaca teks belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna. Munculnya berbagai kritik tentang kelemahan PAI dan sekaligus merupakan kegagalan bisa jadi disebabkan karena adanya kekeliruan dalam mentransfer system pengembangan kurikulum yang berkembang selama ini. C. Paradigma Pengembangan Pai Disekolah/Perguruan Tinggi Umum a. Paradigma Dikotomis Didalam paradigma ini aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, paradigm dikotomis mempunyai implikasi terhadap pengembangan pendidikan agama islam lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting serta menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains dianggap terpisah dari agama demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat keagamaan yang normatif, doktriner dan absolutis sementara itu kajian-kajian keilmuannya bersifat empiris, rasional, analitis-kritis. Sehingga perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang normative dan doktriner tersebut. b. Paradigma mekanisme Dalam kamus besar bahasa Indonesia secara epiimologis mekanisme berarti hal kerja mesin, cara kerja suatu organisasi, atau hal saling bekerja seperti mesin, yang masing-masing bergerak sesuai dengan fungsinya. Paradigma mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya bagaikan mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri dan antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.

c. Paradigma organisme Organisme dapat berarti susunan yang berjasad hidup untuk suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan islam, paradigma organism bertolak dari pandangan bahwa aktifitas kependidikan merupakan suatu system yang terdiri atas komponen yang hidup bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan tertentu yakni terwujudnya hidup religious atau dijiwai oleh ajaran dan nilai agama. d. Penciptaan suasana religious di sekolah /madrasah/perguruan tinggi Posisi penciptaan suasana religius Dilihat dari organisasi pelaksanaanya pendidikan dapat dikelompokkan menjadi pendidikan formal .masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda tetapi bisa di integrasikan antara satu dengan yang lainya ,dilihat dari karakteristik dari jalur-jalur pendidikan tersebut berarti penciptaan suasana religious di sekolah /madrasah/perguruan tinggi merupakan bagian dari pengembangan pendidikan formal dalam arti yang diprogram adalah lingkunganya situasinya,sarananya,atau iklimnya. Penciptaan suasana religious disekolah dan diperguruan tinggi memiliki landasan yang kuat setidak-tidaknya dapat dipahami dari landasan filosofi bangsa Indonesia yaitu pancasila. Operasionalnya disekolah /madrasah/perguruan tinggi Dalam konteks pendidikan agama islam disekolah,madrasah,perguruan tinggi berarti penciptaan suasana atau iklimkehidupan keagamaan yg dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yg dijiwai oleh ajaran dan nilai agama islam. Adapun untuk mewujudkan penciptaan suasana religius

disekolah,madrasah,perguruan tinggi dapat dapat dilakukan melalui pendekatan pembiasaa,keteladanan,dan pendekatan persuasive atau mngajak kepada warganya dengan cara yang halus ,dengan member alasan dan prospek yang baik yang bisa meyakinan mereka.sifat kegiatanya bisa berupa aksi positif dan reaksi positif.bisa pula berupa proaksi ,yakni membuat aksi atas inisiatif sendiri , jenis dan arah ditentukan sendiri ,tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut member warna dan arah pada perkembangan .bisa pula berupa antisipasi ,yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya.

BAB III FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI A. Hakikat Filsafat pendidikan Islam Dalam pembahasan filsafat pendidikan islam filsafat pada hakikatnya disederhanakan ke dalam 3 persoalan pokok yaitu mengenai realita yang dipelajari oleh metafisika atau ontology, pandangan mengenai pengetahuan yang dipelajari oleh epistemology, dan pandangan mengenai nilai yang dipelajari aksiologi, termasuk didalamnya etika dan estetika. Hakikat pendidikan islam sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli dapat ditilik dari ketiga persoalan tersebut (ontology, epistomologi dan aksiologi). Langgulung misalnya, mendefenisikan pendidikan islam ditinjau dari 3 pendekatan yaitu: a. Menganggap pendidikan sebagai pengembangan potensi b. Cenderung melihatnya sebagai pewarisan budaya c. Menganggapnya sebagai interaksi dan potensi budaya Disisi lain Langgulung mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah sejumlah prinsip, kepercayaan dan premis yang diambil dari ajaran islam atau sesuai dengan semangatnya dan mempunyai kepentingan terapan dan bimbingan dalam bidang pendidikan. B. Urgensi Pendapat Pendidikan Islam Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang saat ini baik dalam pendidikan islam pada khusunya maupun pada umumnya, Abd. Rahaman misalnya, mengemukakan bahwa pendidikan islam selama ini berjalan melalui cara didaktis-metodis seperti halnya pengajaran umum, dan lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang berasal dari filsafat pendidikan model barat, sehingga lebih menekankan pada transmisi pengetahuan agama untuk menemukan pedagogis islam diperlukan lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan islam yang kokoh. Sedangkan pemikiran ilmu pendidikan yang bersifat pondasional, termasuk didalamnya filsafat pendidikan mengenai stak nasi. Dengan demikian, berfilsafat dan mendidik adalah 2 tahap kegiatan dalam satu usaha. C. Tipologi Pemikiran (Filsafat) Pendidikan Islam Dalam lapangan pendidikan, masing-masing aliran dapat terwujud dalam

kemungkinan sikap dan pendirian para pendidik seperti sikap konserpatif yakni mempertahankan nilai-nilai budaya manusia, sikap rekresif yakni kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan yaitu agama sebagai perwujudan dari perenialisme, sikap bebas dan modifikatif sebagai perwujudan dari prokresifisme, sikap radikal rekonstruktif sebagai

perwujudan dari rekontionisme, sikap yang menekankan keterlibatan peserta didik dalam kehidupan empiris untuk mencari pilihan dan menentukan jati diri. Untuk mengantisipasi masalah tersebut Muhadjir (1995) menawarkan paradigm filosofis pendidikan Islam sebagai berikut : 1. Asumsi dasar yang perlu dipakai adalah pandangan realisme metafisik yang mengakui adanya keteraturan alam semesta sebagai ciptaan Allah. 2. Postulasi antologisnya : keteraturan tersebut tampil dalam seksitensi kebenaran multifaset atau multi strata, yaitu eksistensi sensual, logis, etis dan trasanden yang paralel dengan ayah, isyarah, hudan dan Rahmah. 3. Postulat aksiologisnya : ilmu pendidikan itu normatif sehingga perlu dan harus diorientasikan kepada nilai atau valus, baik yang insaniah (berkembang bersama budaya manusia) dan ilahiyah (diwahyukan). D. Tipologi-tipologi Filsafat Pendidikan Islam Dilihat dari Presfektif Pemahaman Islam Dilihat dari pemahaman tentang Islam (ideal interprestasi dan historis), maka semua filsafat pendidikan Islam tersebut di atas terdapat titik temu pada dimensi Islam idealnya, tetapi berbeda dalam dimensi interprestasi dan historisnya. 1. Perenial esensialis salafi, Islam ideal, interprestasi dan historis salafi. 2. Perenial esensialis mazhab : Islam ideal interprestasi dan historis klasik bahkan pertengahan. 3. Modernis, Islam ideal interprestasi dan historis kekinian. 4. Perenial esensialis konstektual falsifikatif : Islam ideal mengaitkan interprestasi dan historis dulu dan kini. 5. Rekontruksi sosial Islam ideal interprestasi dan historis kini dan yang akan datang. E. Impilikasinya Terhadap Pengembanagan Kurikulum PAI 1. Pengembangan kurikulum PAI menatap inovasi pendidikan Upaya pengembangan kurikulum PAI memerlukan landasan yang jelas dan kokoh, sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh arus transformasi dan inovasi pendidikan dan pembelajaran yang begitu dahsyat sebagaimana yang terjadi pada akhir-akhir ini. Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan alam inovasi pendidikan adalah guru, peserta didik kurikulum dan fasilitas, program dan tujuan. a. Guru Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikn merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. b. Peserta didik Sebagai objek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, peserta didik memegang peran yang sangat dominan. c. Kurikulum

Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. d. Fasilitas Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses belajara mengajar. e. Lingkup sosial masyarakat Dalam menerapkan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tetapi bisa membawa dampak positif maupun negatif dalam pelaksanaan. 1. Implikasi tipologi filsafat pendidikan Islam terhadap pengembangan komponenkomponen kurikulum PAI. a. Tipologi perenial-esensialis salafi Sebagaimana uraian di atas, bahwa tipologi perenial esensialis salafi lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam era salaf, sehingga pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Ilahiyah dan insaniah). Tujuan pendidikan agama Islam diorientasikan pada upaya : 1) Membantu peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran-kebenaran masa lalu. 2) Menjelaskan dan menyebarkan warisan sejarah dan budaya salaf melalui sejumlah inti pengetahuan yang terakumulasi yang telah berlaku sepanjang masa. b. Tipologi perenial-esensialis mazhabi 1) Membantu peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan kebenaran-kebenaran agama sebagai hasil interprestasi ulama pada masa pasca salaf al-shahih atau masa klasik. 2) Menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai dan pemikiran para pendahulunya yang dianggap mapan secara turun menurun. c. Tipologi Modernis Berbeda halnya dengan kedua tipologi di atas, maka tipologi modernis lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang bebas modifikatif progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespon kebutuhsn lingkungan. d. Tipologi Perenial-Esensial Kontekstual-Falsifikatif Mengambil jalan tengah antara kembali kemasa lalu dengan jalan melakukan konstektualisasi serta uji falsifikasi. Menurut tipologi rekonstruksi sosial, bahwa pendidikan agama islam bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia dan merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemeluk agama islam untuk memcahkannnya melalui dakwah bi al-hal.

BAB IV PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI


Didalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis, dan pendekatan rekonstruksi sosial (Muhadjir, 2000). Dengan memperhatikan karakteristik PAI sebagaimana uraian pada bab terdahulu, maka pengembangan kurikulum pendidikan agama islam (PAI) dapat menggunakan pendekatan eklektik, yaitu dapat memilih yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.

A. Pendekatan Subjek Akademis Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran atau mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.

B. Pendekatan Humanistis Pengembangan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang akan member peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofis, dasar teori, dasar evaluasi, dan dasar pengembangan program pendidikan. Dalam diskursus (perbincangan para filosof islam (Nasution, 1986)), manusia itu mempunyai bermacam-macam alat potensial dengan berbagai kemampuannya yang sangat unik. Dalam diri manusia terapat tiga macam jiwa, yaitu : 1. Jiwa tumbuh-tumbuhan (Al-Nafs al-nabatiyah), yang mempunyai tiga daya, yaitu : daya makan, daya tumbuh, dan daya membiak. 2. Jiwa binatang (Al-nafs al-hayawaniyah), yang memiliki dua daya, yaitu : daya penggerak (Al-muharrikah), dan daya mencerap (al-mudrikah).

3. Jiwa manusia (al-nafs al-insaniyah), yang hanya mempunyai daya berfikir yang disebut akal. Akal ini dibagi atas dua, yaitu : akal praktis yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indera pengingat yang ada pada binatang dan akal teoritis yang menagkap arti-arti yang tak pernah ada dalam materi, seperti Tuhan, ruh, dan malaikat. Dengan demikian, memanusiakan manusia juga berarti menumbuhkembangkan sebagian sifat-sifat ketuhanan (potensi/fitrah) itu secara terpadu dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosialnya.karena kemuliann orang disisi Allah lebih ditentukan oleh sejauh mana kualitasnya dalam mengembangkan sifat-sifat ketuhanan tersebut yang ada pada dirinya bukan dilihat dari aspek materi fisik dan jazadi. Pada dasarnya menusia terdiri atas dua substansi, yaitu : jasad/materi dan ruh/immateri. Jasad manusia berasal dari alam materi (saripati berasal dari tanah), sehingga eksistensinya mesti tunduk kepada aturan-aturan atau hukum Allah yang berlaku di alam materi (sunnatullah). Karena itulah, kalau manusia mau konsistensi terhadap eksistensi dirinya atau naturnya, maka salah satu tugas hidup yang harus dilaksanakannya adalah Abdullah (hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dari kehendaknya serta hanya mengabdi kepadanya), tetapi ketundukannya kepada Tuhan tidaklah terjadi secara otomatis dan pasti seabagaimana robot, melainkan karena pilihan dan keputusannya sendiri. Manusia adalah makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk yang lain dan dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk atau kejadian, baik fisik maupun psikisnya, serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) dan dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Dari berbagai uraian tersebut diatas, dapat ditegaskan bahwa istilah memanusiakan manusia dalam perpektif pendidikan islam berarti : 1) Usaha memberi kesempatan kepada pesrta didik untuk mengembangkan alat-alat potensial berbagai potensi dasar atau firahnya seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana sebagi pemecahan masalah hidup dan kehidupan. 2) Menumbuhkembangkan sebagian sifat-sifat ketuhanan (potensi/fitrah) itu secara terpadu dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosialnya. 3) Membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengembangkan amanah dari Allah, yaitu : menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi.

C. Pendekatan Teknologis Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analisis) tersebut.

D. Pendekatan Rekonstruksi Sosial Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerjasama melalui kehidupan bersama, dan kerjasama itulah manusia dapat hidup berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan terutama membantu agar peserta didik menjadi cakap dan mampu ikut bertanggungjawab terhadap pengembangan masyarakat. Dasar dan komitmen loyalitas dan dedikasi sebagai pelaku (actor) terhadap ajaran dan nilai-nilai islam tersebut yaitu : 1. Tahap Analisis a. GPAI dan Peserta didik mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan. b. Analisis tugas (Jobs analysis) 2. Tahap Desain a. Merumuskan tujuan dan target pembelajaran PAI. b. Merancang program pembealajaran PAI. c. Menetapkan waktu dan tempat pelaksanaannya. d. Mengembangkan dalam proposal atau TOR (Term Of Reference). 3. Tahap implementasi yakni pelaksanaan program atau implementasi terhadap apa yang tertuang dalam TOR. 4. Tahap evaluasi dan umpan balik, yakni evaluasi pelaksanaan program sehingga ditemukan titik-titik kelebihan dan kelemahannya dan melalui evaluasi tersebut akan diperoleh umpan balik untuk selanjutnya direvisi programnya untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi sosial di masa yang akan datang.

BAB V MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM DI MADRASAH

A. Madrasah dan Semangat Desentralisasi Pendidikan Dilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua factor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu : pertama, adanya pandangan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat, kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan pemikiran sekuler di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembangan sekulerisme, maka masyarakat muslim terutama para reformist berusaha melakukan reformasi melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.

B. Perlunya Madrasah Merespons Tantangan Pendidikan Nasional Secara umum pendidikan nasional sedang menghadapi dua tantangan yang berat, yaitu tantangan internal dan eksternal. Secara internal, kita telah dihadapkan pada hasil-hasil studi internasional yang selalu menempatkan kita dalam posisi juru kunci untuk pendidikan dan rangking atas untuk korupsi. Hasil studi The Third International Mathematics and Scienc Study Repeat 1999 (TIMSSR 1999) yang dilaksanakan pada 38 negara dari lima benua, yaitu asia, Australia, afrika, amerika, dan eropa, menempatkan peserta didik SLTP Indonesia pada urutan ke-32 dan 34 untuk skor tes IPA dan matematika. Peserta didik dari negara tetangga Singapura menduduki urutan pertama untuk skor tes matematika dan kedua untuk IPA sedangkan peserta didik dari Malaysia berada pada urutan ke-16 untuk matematika dan 22 untuk IPA. Indicator lain menunjukkan bahwa berdasarkan pada Human Development Index (HDI) Indonesia berada urutan ke-102 dari 164 negara dan Indonesia masih berada di bawah Vietnam, disamping itu hasil studi International Institut For Development menempatkan Indonesia pada urutan 49 dari 49 Negara.

C. Menyoroti Keberadaan Kurikulum Madrasah Pengembangan pendidikan madrasah tidak dapat ditangani secara parsial atau setengahsetengah, tetapi memerlukan pemikiran pengembangan yang utuh, terutama ketika

dihadapkan pada kebijakan pembangunan nasional bidang pendidikan yang mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (baca penjelasan UU No. 20/2003 tentang sisdiknas). Menurut wardiman jayanegoro (1994), manusia yang berkualitas itu setidak-tidaknya mempunyai dua kompetensi, yaitu kompetensi budang ipteks dan imtak. Untuk mengantisipasi kedangkalan pengetahuan agama dari lulusan madrasah, maka menteri agama Munawir Sadzali mencoba menawarkan MAPK (Madrasah aliyah program khusus). Hal ini dimaksudkan untuk menjawab problem kelangkaan umat yang menguasai kitab-kitab yang berbahasa arab serta ilmu-ilmu keislaman. Lulusan MAPK diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut, yang sekarang diterapkan sebagai Madrasah Aliyah Kejuruan (Bidang keagamaan). Sedangkan madrasah aliyah non keagamaan tidak jauh beda dengan SMA, karena posisi pengetahuan agama lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Ini tidak setidak-tidaknya menjadi kerisauan dari para guru madrasah. Lagi-lagi masalah persentase pengetahuan umum dan agama yang menjadi persoalan. 1. Antara Madrasah dan Non Madrasah : Suatu Pemahaman Simbolis Mungkin seseorang bertanya sebenarnya apa yang membedakan atau dimana letak perbedaan Antara Madrasah dan Non Madrasah? Yng jelas perbedaan antara keduanya adalah kalau madrasah wahana untuk membina ruh atau praktik hidup keislaman, sedangkan sekolah non-madrasah tidak demikian. Namun demikian apa makna madarasah sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik keislaman? Di madrasah mata pelajaran islam dibagi ke dalam beberapa sub mata pelajaran, yaitu Al-Quran-hadist, Akidah, akhlak, fikih, sejarah (kebudayaan) islam, dan bahkan ditambah dengan mata pelajaran bahasa arab sejak MI hingga MA, sehingga porsi mata pelajaran pendidikan agam islam lebih banyak. Sementara pada pendidikan nonmadrasah mata pelajaran pendidikan agama islam digabung menjadi satu, dan porsinya hanya dua jam per minggu. Namun demikian, didalamnya pada dasarnya juga meliputi Al-Quran dan hadist, keimanan (akidah), akhlak, ibadah syariah muamalah (fiqih), dan sejarah (kebudayaan) islam. 2. Makna Substansi Madrasah Sebagai Wahana Untuk Membina Ruh atau Praktik Hidup Keislaman

Inti dari madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau prktik hidup keislaman ialah bahwa madrasah perlu dirancang atau diarahkan untuk membantu, membimbing, melatih serta mengajar dan/atau menciptakan suasana agar para peserta didik (lulusannya) menjadi manusia Muslim yang berkualitas. Dalam arti, peserta didik mampu mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan yang berpekfektif islam. Makna pendidikan di madrasah sebagai aktivitas (formal dan non-formal) dan sebagai fenomena dan sebagai fenomena/peristiwa (informal) semuanya termuat dan perlu terkondisikan di madrasah. Pemahaman manusia berkualitas dalam khazanah pemikitan islam sering disebut sebagai insan kamil (Zarkowi soejoeti, 1987), yang mempunyai sifat-sifat; manusia yang selaras, manusia moralitas, manusia nazhar dan Itibar, serta manusia yang memakmurkan bumi. Model pengembangan kurikulum tersebut digambarkan dalam bentuk chart sebagai berikut.

Guru, Tenaga Kependidikan, Media/Sumber Belajar, Dana

PENDIDIKAN AGAMA

IQ EQ CQ SQ

(al-quranhadist;akidahakhlak;fiqih,SKI)
ISLAM

1. Pendidikan kewarganegaraan 2. bahasa 3.matematika 4. IPA 5. IPS 6. Seni dan budaya 7. Penjaskes 8. keterampilan (termasuk TIK) 9. Muatan lokal

Environtmen (lingkungan)

Dari gambar tersebut,dapat dijelaskan bahwa bidang studi PAI, yang terdiri dari Al-Quran dan hadist, akidah-akhlak, Fiqih, Sejarah, dan kebudayaan islam, serta penciptaannya suasana lingkungan yang religious hars menjadi komitmen bagi setiap warga madrasah dalam rangka mewujudkan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup keislaman. PAI juga menjadi motivator dan dinamisator bagi pengembangan kualitas IQ (intelligent quotient), EQ (emotional quotient), CQ (creativity quotient), dan SQ (spritiual quotient).

BAB VI MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI) BERBASIS KOMPETENSI
A. Gambaran Umum tentang KBK di PTAI Sebagaimana uraian pada bab terdahulu, bahwa pengembangan kurikulum berbasis kompetensi merupakan perwujudan dari pendekatan teknologis, sehingga dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dan analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Apa itu kompetensi? Kompetensi adalah seperangkat tindakan intelligent yang penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelligent harus ditunjukkan sebagi kemahiran, ketetapan dan keberhasilan bertindak. Sifat penuh tanggungjawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan, baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, tekhnologi, maupun etika. Dalam arti, tindakan itu benar ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan : Efisien, efektif, dan memiliki daya tarik dilihat dari sudut tekhnologi, dan baik ditinjau dari sudut etika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang dianggap memiliki kompetensi dalam melakukan tugas atau pekerjaan tertentu memerlukan : 1) basis skills : reading, writing. Arithmetic, dan mathematics, speaking and listening. 2) Thingking skills: thinking creatively, making decision, solving problem, visualizing things in the minds eye, knowing how to learn and reasoning. 3) Personal quality : individual responsibility, elf-esteem, sociability, self management, and integrity (Muhaimin, 2002). Karena itu ketiga kemampuan atau kecakapan tersebut harus termuat dalam pengembangan kurikulum.

B. Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi setidak-tidaknya bertolak dari landasan filosofis sebagai berikut. Secara ontologism, manusia memiliki potensi jismiyah, nafsiah yang mengandung dimensi al-nafsu, al-aql, dan al-qalb, dan potensi ruhiyah yang memancar dari dimensi

al-ruh dan al-fitrah, sehingga ia mengadakan hubungan vertical dengan-Nya (hbl min Allah) sebagi manifestasi dari sikap teosentris manusia yang mengakui ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia yang diciptakan adalah manusia yang mampu mengemban tugastugasnya dimuka bumi, baik sebagai hamba Allah maupun khalifahnya. Untuk dapat mewujudkan fungsi kekhalifahannya maka seseorang harus : 1. Memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan. 2. Bisa melaksanakan tugas atau pekerjaan sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang dimiliki. 3. Bisa menemukan jati dirinya sebagai apa atau siapa dirinya itu. 4. Bisa bekerjasama dengan orang lain atau berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi pihak lain.

C. Macam-macam Kompetensi Lulusan PTAI Perbedaan antara kurikulum sebelumnya dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dikalangan dikti, diknas, dipetakan sebagai berikut :

Deskriptor Pembeda

Kurikulum Sebelumnya

Kurikulum sekarang (KBK)

Approach Objectif

Content-based Keutuhan penguasaan ilmu

Competen-based Kebutuhan kompetensi berkarya dan method of inquiri Kapabel komprehensif professional Kompetensi dalam spectrum profesi

Atribut penguasaan ilmu Struktur pengelompokan Kemampuan berkarya Kelompok penyusun kurikulum Sifat keberlakuan

Instrumental adaftif pragmatic Tataan pohon ilmu

Tidak terperinci secara jelas MKU, MKDK, MKK

Terbakukan dalam empat elemen kompetensi MPK, MKK, MKB, MPB, MBB

Sebagai pedoman penyusutan kurikulum instutisional

Sebagai rambu-rambu penyusunan institusiona

D. Kerangka Pikir Pengembangan SKL Pengembangan Kurikulum Pengembangan Agama Islam Langkah-langkah pengembangan SKL

Landasan konseptual

Landasan empiris

Fungsi & tugas lulusan PTAI (divalidasi oleh akademis misi, praktisi, pengambil kebijakan, dan users

A. SKL B. Uraian kompetensi C. Indikator

Standar kompetensi bahan kajian

Standar kompetensi mata kuliah

Silabus mata kuliah

Rencana perkuliahan dan implementasinya

IMPLIKASINYA TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN

You might also like