You are on page 1of 13

Makalah AL-HADIST

ILMU-ILMU HADIST

Disusun Oleh: Apriliansyah Purnomo Mahfud Aan Nurdiyanto (10660009) (10660011) (10660012) (10660013)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI YOGYAKARTA 2011

BAB I KATA PENGANTAR

Hampir seluruh umat Islam sepakat bahwa Hadis berkedudukan sebagai salah satu sumber ajaran yang harus di taati, berdasarkan dalildalil baik dari al-Quran, Hadis maupun Ijma sahabat.Dalam surat alHasyr ayat 7, Allah berfirman:


"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta'ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80) Ayat ini memerintahkan kepada umat untuk mengikuti dan menaati hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang disampaikan oleh Nabi, begitu juga perintah Allah dalam surat al-Ahzab ayat 36

Dalam sebuah hadis Nabi menyatakan


Para sahabat sepakat menetapkan wajib ittiba terhadap Hadis. Di waktu Nabi masih hidup, para sahabat selalu konsekwen melaksanakan perintah-perintahnya. Sepeninggal Nabi, para sahabat bila tidak menjumpai ketentuan-ketentuan dalam al-Quran tentang suatu perkara, mereka selalu bertanya bagaimana ketentuan tersebut dalam hadis. Demikian yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Para sahabat lainnya.

Karena hal demikian suatu ijma. Karena banyak kalangan yang ingin lebih dalam mengetahui hadist, maka muncullah berbagai ilmu hadist.

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN ILMU HADIST Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya: ulumul al-hadist). ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ulum dan Al-hadist. Kata ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ilm, jadi berarti ilmu-ilmu; sedangkan al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat. (Mahmud al-thahhan, Tatsir Mushthalah al-hadist (Berokut: Dari Al-quran al-karim, 1979), h.14) dengan demikian, gabungan kata ulumul-hadist mengandung pengertian ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW. Sedang secara terminologi ilmu hadis adalah ilmu yang berbicara tentang tata cara bersambungnya hadist kepada Nabi,dari segi keadaan para rowi dan para keadaan sanad. Menurut ulama mutakhkhirin ilmu hadist dibagi dua yaitu; 1. Ilmu Hadis Riwayah Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya. (Jalal al-din Abd al-Rahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Ed. Abdul Al-Wahhab Abd al-Lathif (Madinah: Al-Maktabat al-Ilmiyyah.cet kedua. 1392 H/ 1972 M), h. 42; Lihat juga M. Jammaluddin al-Qasimi, Qawaid al-Tahdist min Funun wa Mushthalah al-Hadist (Kairo: Al-Bab al-Halabi, 1961). H. 75) Sedangkan pengertian menurut Muhammad ajjaj a-khathib adalah: Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti

atau terperinci. (Lihat M.Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.7. Definisi yang hampir sama senada juga dikemukkan oleh Zhafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawaid fi ulum al-Hadist, Ilmu hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengan perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya. (Zhafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani alTahanawi, Qawa id fi Ulum al-Hadist, Ed. Abd al-Fattah Abu Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahdhah, 1404 H/ 1984).h.22.). Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi saw. Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi saw dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:

Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan,

juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;

dan pembukuannya. Ilmu Hadis Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi saw masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para Sahabat Nabi saw menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadis Nabi saw. Mereka berusaha untuk memperoleh Hadis-Hadis Nabi saw dengan cara mendatangi Majelis Rasul saw serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadangkadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk bergantian menghadiri majelis Nabi saw. Tersebut, manakala di antara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Umar r.a., yang menceritakan, Aku beserta tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul saw. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama. (Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 67). Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan Hadis Nabi saw berlangsung hingga usaha penghimpunan Hadis secara resmi dilakukan pada masa

pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (memerintah 99 H/717 M- 124 H/ 742 M). Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadis Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan Hadis, dia dicatat sebagai ulama pertama yang menghimpun Hadis Nabi saw atas perintah Khalifah Umar ibn abd al-Aziz. Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan Hadis secara besar-besaran terjadi pada abad ke 3 H yang dilakukan oleh para ulama, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tarmidzi, dan lain-lain. Dengan dibukukan Hadis-Hadis Nabi saw oleh para Ulama di atas, dan buku mereka pada masa selanjutnya telah jadi rujukan para Ulama yang datang kemudian, maka dengan sendirinya Ilmu Hadis Riwayah tidak banyak lagi berkembang. Berbeda lagi dengan Ilmu Hadis Dirayah, pembicaraan dan perkembangannya tetap berjalan sejalan dengan perkembangan dan lahirnya sebagai cabang Ilmu Hadis. Dengan demikian, pada masa berikutnya apabila terdapat pembicaraan dan pengkajian tentang Ilmu Hadis Dirayah, yang oleh para Ulama disebut juga dengan Ilm Mushthalah al-Hadist atau Ilm Ushul al-Hadist. 2. Ilmu Hadis Dirayah Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut: dan Ilmu Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya (Lihat al-Suyuthi, Tadrb al-Rawi h. 40; Lihat juga al-Qasimi, Qawaid al-Tahdits, h.75.) Uraian dan elaborasi dari definisi di atas diberikan oleh Imam al-Suyuthi, sebagai beikut: Hakikat riwayat, adalah kegiatan sunah (Hadis) dan penyandaran kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu perkataan seorang perawi haddatsana fulan, (telah menceritakan kepada kami si Fulan), atau Ikhbar, seperti perkataannya akhbarana fulan, (telah mengabarkan kepada kami si Fulan). (al-suyuthi. Tadrib al-Rawi, h. 40.) Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti sama (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru), qiraah (murid membacakan catatan

Hadis dari gurunya di hadapan guru tersebut), ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk diriwayatkan), kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang), munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk diriwayatkan), kitabah, (menuliskan hadis untuk seseorang), ilam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya), washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya), dan wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru). (M.M Azami, Studies ih Hadith Methologi and Literature.16: Mahmud al-thahhan. Taisir Mushthalah al-Hadist, h. 157-164). Muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi terakhir, atau munqathi, yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, ataupun di akhir, dan lainnya. Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi. Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi keadilan mereka (aladalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh). Syarat-syarat mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi ketika mereka menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika menyampaikan riwayat (syarat pada al-adda). Jenis yang diriwayatkan (ashnaf al-marwiyyat), adalah penulisan Hadis di dalam kitab al-musnad, al-mujam, atau al-ajza dan lainnya dari jenis-jenis kitab yang menghimpun Hadis Nabi saw. Definisi yang lebih ringkas namun komprehensif tentang Ilmu Hadis Dirayah dikemukakan oleh M. Ajjaj alKhathib, sebagai berikut : Ilmu Hadis Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marawi dari segi diterima atau ditolaknya. (M, Ajjaj al-khathib, Ushul al- Hadits, h. 8 ) Al-khatib lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut: al-rawi atau perawi, adalah orang yang meriwatkan atau menyampaikan Hadis dari satu orang kepada yang lainnya; al-marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw atau kepada yang lainnya, seperti sahabat atau yang lainnya Tabiin; keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah, mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh

dan tadil ketika tahammul dan adda al-Hadist, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan periwayatan Hadis; keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ittishal al-sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya illat atau tidak, yang menentukan diterima atau ditolaknya suatu Hadis. Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadis. Pembahasan tentang sanad meliputi: (i) segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar: (ii) segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya ); (iii) segi keselamatan dan kejanggalan (syadz); (iv) keselamatan dan cacat (illat); dan (v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad. Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahihan atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam al-quran, atau selamatnya: (i) dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz); (ii) dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- mana), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al-Quran, atau dengan fakta sejarah; dan(iii) dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal. Tujuan dan urgensi Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan Hadis-Hadis yang maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang mardud (yang ditolak). Ilmu Hadis Dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum dikenal dengan Ulumul Hadis, mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits. Keseluruhan nama-nama di atas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang sama, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetaui keadaan perawi (sanad) dan marwi (matan) suatu Hadis, dari segi diterima dan ditolaknya. (Ibid., h. 9.)

Para ulama Hadis membagi Ilmu Hadis Dirayah atau Ulumul Hadis ini kepada beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas padanya, seperti pembahasan tentang pembagian Hadis Shahih, Hasan, Dan Dhaif, serta macam-macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaannya (tahmmul) dan periwayatan (adda) Hadis, pembahasan al-jarih dan al-tadil serta tingkatan-tingkatannya, pembahasan tentang perawi, latar belakang kehidupannya, dan pengklasikasiannya antara yang tsiqat dan yang dhaif, dan pembahasan lainnya. Masing-masing pembahasan di atas dipandang sebagai macam-macam dari Ulumul Hadis, sehingga, karena banyaknya, Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa macam-macam Ulumul Hadis tersebut banyak sekali, bahkan tidak terhingga jumlahnya. (Ibd, h. 11, lihat juga Tadrib al-rawi, h. 53 ). Ibn alShaleh menyebutkan ada 65 macam Ulumul Hadis, sesuai dengan pembahasannya, seperti yang dikemukakan di atas. (Abu Amr Ibn al-Shaleh, ulum al-hadits, ed. Nur al-Din Atr (Madinah: Maktabat al-Ilmiyyah, 1972), h 510). B. CABANG ILMU HADIST Dalam perkembangan selanjutnya munculah beberapa ilmu hadist yang mempunyai pembahasan objek yang lebih khusus yan berpangkal pada sanad,matan atau keduanya. Biarpun ilmu - ilmu itu lebih mengarah kepada suatu objek tertentu,tetapi saling diperlukan dan erat hubungannya satu dengan yang lain. Ilmu yang berpangkal kepada sanad a. Ilmu rijal al-hadis Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang ihwal dan sejarah kehidupan para rawi dari golongan sahabat,tabiin dan tabiit tabiin.juga dibahas tentang muhadlromin,mawali dan hal hal yang berpautan dengannya.muhadromin adalah orang yang hidup pada zaman jahilliyah,zaman nabi dalam keadaan islam,tetapi tidak sempat bertemu dengan nabi.jadi mereka tergolong sebagian dari tabiin,bahkan tabiin besar.seperti,hamru bin maimun,aswad yasid anNakhai,suaid bin gaflah,suraij bin hani dan lain - lain.Almawali adalah para rowi dan ulama yang semula adalah budak.
b. Ilmu thabaqat ar-ruat.

Ini termasuk ilmu rijal al-hadis.ilmu ini membahas masalah yang diarahkan kepada kelompok orang orang yang berserikat dalam satu alat pengikat yang sama.misalanya tabaqat sahabat,tabaqat tabiin. Faedah mengetahuhi tabaqat sahabat dan tabaqat tabiin untuk mengetahui kemuttasilan atau mursalan sutau hadist. c. Ilmu tarikhrijal al-hadis Ilmu ini membahas tentang kapan dan dimana seorang rowi dilahirkan,dari siapa ia menerima hadist,siapa orang yang pernah mengambil hadist darinya,kemudian kapan dan dimana ia meninggal.mengetahui tanggal lahir dan meninggal seorang rowi sangatlah penting,karena untuk mengetahui kebenaran pengakuan seseorang. Begitu juga pengetahuan tentang kampung halaman sangatlah besar faedahnya,mengingat adanya rowi rowi yang memiliki nama yang sama. d. Ilmu jarh wa tadil Ilmu yang membahas keadaan rowi dari segi di tolak atau diterima periwayatannya.pada umumnya keaiban rowi berkisar kepada 5 macam berikut ini: 1. Bidah,yakni melakukan perbuatan tercela diluar ketentuan syariah 2. mukhalafah, yaitu berselisih dengan riwayat orang yang lebih tsiqah 3.khalath, yaitu banyak kekeliruan dalam periwayatan 4.jahalat al-hal, yaitu tidak dikenal identitasnya 5.dakwah al-inqitha, yaitu diduga keras sanatnya tidak bersambung Al-jarh/tajrih adalah menunjukan sifat jelek yang melekat pada rowi hadis,seperti pelupa pembohong dan sebagainya. At-tadil yaitu meniai adil kepada orang lain dengan menunjukan sifat baik.yang melekat pada orang tersebut,seperti sifat kuat hafalan,cermat,terpercaya dan sebagainya. Dalam ilmu hadis,penyelidikan terhadap rawi adalah kewajiban dalam rangka menjaga kemurnian sunnah Nabi SAW. Firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 6 :


Ada beberapa tingkatan dalam tadil:

1. Menggunakan kata pujian yang bersangkutan seperti :

, ,
2. Mengulang kata pujian,baik yang sama atau mirip,seperti:

, , , ,
3. Menggunakan kata pujian tanpa pengulangan,seperti:

, , , ,
4. Menggunakan kata kata yang menggambarkan kebaikan seseorang,tidak

melukiskan kecermatan atau kekuatan hafalan,seperti:

, ,
5. Menggunakan kata kata yan g agak tegak dekat dengan tajrih,seperti:

, , , ,
Ada 2 hal yang berhubungan dengan tadil:
1. Pada tingkatan tertinggi (1,2)yang ditonjolkan adalah bahwa rawi

mempunyai kecerdasan,ketilitian,kecermatan dan kekuatan hafalan yang amat bagus.


2. Pada tingkat yang paling ringan (4,5) terlihat bahwa rawi sebagai orang

jujur,setia terhadap agama,tetapi tidak dilaporkan kecerasan dan kekuatan hafalanya.hal ini berarti dalam tadil yang ditekankan adlah kecerdasan dan kejujuran. Adapun tingkatan dalam jarh adala sebagai berikut:
1. Menggunakan ungkapan yang sangat buruk,dan sangat memberatkan

kepada rawi yang dicatat karena kedustaany, seperti:

, ,
2. Menggunakan kata kata yang lebih lunak dalam kedustaanya seperti:

, ,

3. Menggunakan kata yang lebih lunak lagi yang menunjukkan hadisnya

ditolak oleh orang banyak,atau tidak ditliskan hadisnya, sepeti:

,
4. Menggunakan kata yang lebih lunak lagi yang menggambarkan bahwa hadis yang dibawa oleh rawi tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, seperti:

, , ,
5. Menggunakan kata - kata yang menunjukkan cacat ringan, seperti:

, ,
Ilmu yang berpangkal kepada matan: a. Ilmu gharib al-hadis Ilmu yang membahas tentang makna yang terdapat pada lafat hadis yang sulit dipahami. Kesulitan ini muncul mungkin dikarenakan 1.adanya pekembangan bahasa,sehingga memungkinkan adanya kata kata yang tidak terpakai lagi, atau ada kosakata dari bahasa asing yang masuk dalam bahasa arab. 2.adanya matan hadist yang sulit diterima oleh akal, sehingga diperlukan takwil berdasarkan kaidah penggunaan bahasa ketiika hadist itu disampaikan. Misal:

,, ,
b. Ilmu asbab wurud al-hadis Ilmu yang membicarakan sebab sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya. urgansi asbab wurud al-hadis sama halnya dengan asbab nuzul al-Quran. Dengan memahami asbab al-wurud, maka makna yang dikandung suatu hadis dapat dipahami dengan mudah, namun demikian tidak semua hadis mempunyai asbab al wurud. c. Ilmu tarikhal-mutun

Ilmu ini menitik beratkan pembahasan kepada kapan atau diwaktu apa hadis itu di ucapkan atau perbuatan itu dilakukan oleh nabi. Ilmu ini penting untuk mengetahui nasikh dan mansukhnya hadis sehingga dapat di amalkan. d. Ilmu nasikh wa mansukh Ilmu yang membahas hadis hadis yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu di sebut mansukhdan yang datang kemudian di sebut nasikh. e. Ilmu talfiq al-hadis Ilmu yang membahas hadis hadis yang menurut lahirnya saling berlawanan, sehingga harus dikompromikan dengan menghilangkan kesukarannya.yakni dengan taqyid al-muthlaq,takhshish al-am,atau dengan takwil.

Ilmu yang berpangkal pada sanad dan matan a. Ilmu ilal al-hadist Ilmu yang membahas sebab sebab yang tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahihan hadist,mis,misalnya mengatakan mutasil terhadap hadis yang munqathi,menyebut marfu terhadap yang mauquf,memasukkan hadis ke dalam hadis yang lain dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Handout Materi. 2007. Al- Hadist. Yogyakarta: Fakultas Sains dan Teknologi. Porf, Dr. Hasbi Ash- Shidieqy. 2002. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. Jakarta: Bulan Bintang.
http://attanzil.wordpress.com/2008/08/05/ulumul-hadits/

http://ahmadfaruq.blogdetik.com/hadist

You might also like