You are on page 1of 5

Hak untuk Hidup Pendahuluan Perkara yang menghasilkan adanya satu pihak yang meninggal dunia, sudah sering

kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam media cetak atau media elektronik. Pelanggaran secara sepele atau secara skala besar sudah sering terjadi. Apalagi belakangan ini sering terjadinya kejahatan masyarakat yang mengakibatkan banyak yang tidak mendapatkan rasa aman. Hak untuk hidup pun dilanggar. Terutama pasal 9 yang bagian 2 yang berbunyi Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.1. Baru saja tanggal 23 Februari 2012 kemarin, terjadi penyerangan oleh sekelompok masyarakat ke Rumah Duka RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat2. Ada dua orang tewas pada saat kejadian. Sering kita berpikir bahwa rumah sakit tidak mungkin menjadi target dari penyerangan massal atau penyimpangan seperti ini, tapi nampaknya semua berubah. Berbeda dengan pikiran kita sebelumnya. Penyimpangan sudah banyak terjadi. Selain itu, masih tidak transparannya pemerintah kita, masih banyak warga di luar sana yang masih tidak mendapatkan kelayakan hidup. Pasal 9 bagian yang 3 pun dilanggar, hak untuk lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kenyataannya, sering kita jumpai mereka yang masih tinggal di pinggir jalan dan di lingkungan yang kotor. Apakah hidup yang tentram, damai dan sehat hanyalah sebuah impian belaka? Sesuatu yang tidak bisa dicapai, walau sudah banyak undang-undang yang dibuat untuk mendukung terwujudnya kehidupan yang damai. Tentu saja ini bukan hanya sebuah khayalan saja, namun bisa terwujud dengan cara yang efektif dan efisien. Penulis bermaksud membahas mengenai hak untuk hidup, penyimpangan dan kesimpulannya.
1 2

Handout dari Mr.Crish Koran Kompas terbitan 27 Februari 2012

Rumusan Masalah 1. Apakah kehidupan yang ada di Indonesia sudah bisa dibilang sesuai dengan sesuatu yang memang adalah hak kita? (kehidupan tentram, dsb.) 2. Setujukah bahwa hukuman mati adalah penyimpangan dari hak untuk hidup? Atau hukuman mati adalah sebuah pengecualian. Pembahasan Hak untuk hidup adalah hak yang tak terenggutkan (non-derogable right), tak boleh dicabut dalam keadaan apa pun. Pencabutan hak ini tidak diperkenankan bukan saja dalam keadaan perang, apalagi dalam keadaan damai.3 Pembahasan mengenai posisi hak ini sebagai sesuatu yang tak terenggutkan terdapat di UU 39/1999 tentang HAM (bab 3) di pasalnya yang ke-44, yang berbunyi: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak untuk hidup di Indonesia, dibahas dalam UU 39/1999 bab tiga, pasal yang ke 9 yang berbunyi: (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan

meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
3

Hendardi, Hak Hidup dan Hukuman Mati,<http://artikel.sabda.org/hak_hidup_dan_hukuman_mati>, diakses 28 Februari 2012 4 Sama dengan poin ke 5.

Tidak hanya dibahas di UU 39/1999, tetapi juga di UUD 1945 Amandemen II yang berbunyi5: a. Pasal 28 A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. b. Pasal 28 B ayat (2) : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, danberkembang diskriminasi. c. Pasal 28 H ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan Menurut Konvensi di Amerika, hak untuk hidup sudah kita dapatkan sejak kita berada di dalam kandungan.6 Aborsi adalah salah satu penyimpangan dari hak untuk hidup terhadap anak-anak. Hidup mereka direnggut hanya karena orang tuanya tidak bisa merawat atau anak haram. Kesimpulan Hak untuk hidup terbilang masih tidak terjalankan dengan baik di Indonesia. Masih banyaknya rasa tidak aman ketika berjalan di tengah malam, terutama untuk perempuan. Penjambretan, pemerkosaan, pembunuhan dan sebagainya masih tetap membayangi setiap orang. Contohnya, tingkat tawuran pelajar dari tahun 2010 hingga 2011 naik sebanyak 211 kasus7. Ini membuktikkan keamanan masih belumlah stabil untuk beberapa daerah yang sering terjadi kerusuhan, walau tidak secara skala massa besar hanya tawuran pelajar saja. serta berhak atas perlindungan dari kekerasandan

Eva Achjani Zulfa,SH,MH, Hak Untuk Hidup,Hak Untuk Berkeluarga DanMelanjutkan KeturunanSertaHak Mengembangkan Diri,< http://www.scribd.com/doc/39517578/Hukam-HakUntuk-Hidup>, diakses 28 Februari 2012 6 Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2001), hal. 189 7 Koran Kompas Terbitan 27 Februari 2012

Walau tingkat kemiskinan kita sudah lebih membaik dibanding tahun sebelumnya8, tapi tetap saja kalau kita lihat di jalan-jalan masih banyak anak-anak yang dibawah umur sedang mengamen atau mengasong. Bahkan tidak jarang kita temui banyaknya anak kecil yang sudah mulai menjadi pelaku penjambretan. Motif di balik semua perbuatan negatif ini adalah untuk menaikkan taraf hidup karena terkadang mereka yang berada di tempat terpencil, tidak terjangkau oleh bantuan dari pemerintah. Selain itu, lingkungan yang bersih sangat sulit untuk didapatkan di kota. Hanya perumahan yang mahal yang menjamin lingkungan akan bersih, sisanya adalah tanggunngan sendiri. Tingkat polusi yang terus meningkat tentu memberikan dampak negatif juga terhadap lingkungan yang bersih ini. Penulis setuju bahwa hukuman mati adalah penyimpangan dari hak untuk hidup. Mengapa? Karena, pertama, hukuman mati ini sudah jelas mencoba merenggut nyawa seseorang dengan cara dibunuh. Padahal kita tahu bahwa di dalam perundangundangan disebutkan bahwa adanya hak untuk hidup, tetapi kita malah membunuhnya. Kedua, hak untuk hidup ini sudah melekat terhadap diri sendiri, kalau ada satu pihak atau seseorang berusaha merenggut atau melepaskan itu sama saja seperti sedang berusaha mengakhiri hidup seseorang.9 Hal ini masih menuai banyak kontroversi, ada pihak yang mendukung ada juga yang tidak mendukung, walau secara dominan lebih banyak yang tidak mendukung. Hampir semua Negara menjunjung tinggi hak untuk hidup, seperti yang terkandung dalam Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi RI.10 Di Indonesia, hukuman mati pun masih menuai kontroversi. Setelah tibo dan kawan-kawan yang dihukum mati atas kerusuhan Poso, banyak yang beranggapan ini bisa menjadi sebuah mafia hukum.
8

Anonim, Perkembangan Tingkat Kemiskinan< http://tnp2k.go.id/kebijakan/kemiskinan-diindonesia/perkembangan-tingkat-kemiskinan.html> 9 Hendardi, Hak Hidup dan Hukuman Mati,<http://artikel.sabda.org/hak_hidup_dan_hukuman_mati>, diakses 28 Februari 2012 10 Sama dengan poin 9

Adapun pihak yang membuat pengecualian atas hukuman mati ini. Menurut Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan politik dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuamn mati pada kejahatan yang paling berat, dikenakan dengan suatu keputusan final suatu pengadilan yang berwenang sesuai dengan undang-undang.11 Kepastian jawaban tentu belum ditemukan, dan masih banyaknya kontroversi mengenai jalan yang jelas terhadap hukuman mati. Kelayakan kehidupan di Indonesia pun terkadang patut dipertanyakan, begitu banyak uang yang diberikan pada Negara tapi kualitasnya masih terbilang minim untuk sebuah Negara yang memiliki banyak SDA dan SDM (walau kurang berkualitas, karena kurangnya pendidikan).

11

Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2001), hal. 188, diakses 28 Februari 2012

You might also like