You are on page 1of 30

NEGARA

Makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Politik dan Media Massa

Oleh: Kelompok 1 Syamsul Arifin Tamtowil Mustofa Rizky Pratama Putra Kelas C (0910310314) (0910310316) (0910313127)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa dan rahmatNya sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami juga berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan, kami mengakui bahwa makalah ini masih banyak memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam isi, caracara pengutipan para ahli, dan sebagainya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua kalangan yang menaruh minat pada makalah ini khususnya kepada pembimbing yang telah membantu kami dan teman-teman sangatlah kami harapkan. Selain itu, masukan dan sumbang saran dari semua pihak sangat berarti bagi perbaikan-perbaikan berikutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak. Terima kasih.

Malang, Oktober 2011

Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Salah satu syarat keberadaan negara adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa negara merupakan pemegang kekuasaan tertinggi serta pembuat sistem dan aturan yang berlaku bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Karena negara merupakan elemen penting dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus memahami lebih detail tentang negara itu sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas lebih detail tentang negara yang meliputi: pengertian, bentuk-bentuk negara, kekuasaan dan pembagian kekuasaan negara, hubungan negara dan masyarakat, serta kebijakan negara. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penulisan makalah ini, masalah yang akan dibahas antara lain: 1. Pengertian negara? 2. Bentuk-bentuk negara? 3. Kekuasaan dan pembagian kekuasaan negara? 4. Hubungan negara dengan masyarakat? 5. Kebijakan negara?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini secara umum adalah untuk memberikan penjelasan secara lebih detail tentang pengertian negara, bentukbentuk negara, kekuasaan dan pembagian kekuasaan negara, hubungan negara dengan masyarakat, serta kebijakan negara.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara Negara berasal dari kata state (Inggris), staat (Belanda), dan etat (Prancis) yang sama-sama asalnya dari bahasa latin status atau statum yang berarti keadaan atau sesuatu yang bersifat yang tegak dan tetap. Pengertian negara secara umum adalah suatu organisasi tertinggi dalam suatu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu dan hidup di dalam daerah atau wilayah yang memiliki pemerintahan yang berdaulat penuh dan memiliki kedaulatan. Pengertian negara menurut para ahli adalah sebagai berikut: y Menurut Roger F. Soltau, negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. y Menurut Georg Jellinek, negara adalah organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu. y Menurut Prof. R. Djokosoetono, negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. y Menurut Georg Wilhelm Friedrich Hegel, negara adalah organisasi kesusilaan sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal. y Menurut Roelof Krannenburg, negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri. y Menurut H.J Laski, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah, lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. y Menurut Prof. Mr. Soenarko, negara adalah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu ketika kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan. y Menurut Prof. Miriam Budiarjo, negara adalah organisasi yang dalam satu wilayah dapat melaksanakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
3

golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. y Menurut Aristoteles, negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu badan atau organisasi tertinggi yang mempunyai wewenang untuk mengatur halhal yang berkaitan untuk kepentingan orang banyak serta mempunyai kewajibankewajiban untuk melindungi, mensejahterakan masyarakatnya dan sebagainya. Dapat dikatakan menjadi suatu negara bila terdapat wilayah, rakyat dan pemerintahan. Unsur pelengkap suatu negara ialah diakui kedaulatannya oleh negara lain dan masyarakat yang ada di dalamnya. Menurut Oppenheimer dan Lauterpacht, suatu Negara harus memenuhi syaratsyarat : a. Rakyat yang bersatu b. Daerah atau wilayah c. Pemerintahan yang berdaulat d. Pengakuan dari negara lain Menurut Konvensi Montevideo tahun 1933, yang merupakan Konvensi Hukum Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konsititutif, yaitu : a. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga Negara) atau bangsa (staatvolk) b. Harus ada wilayah atau lingkungan kekuasaan c. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) atau pemerintahan yang berdaulat; dan d. Kesanggupan berhubungan dengan Negara-negara lain.

2.2 Bentuk-Bentuk Negara Bentuk-bentuk negara yang dikenal hingga saat ini terdiri dari tiga bentuk yaitu Konfederasi, Kesatuan, dan Federal. 1. Negara Konfederasi Menurut L. Oppenheim, konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kedaulatan ekstern (ke luar) dan intern (ke dalam) bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap negara anggota Konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara anggota Konfederasi itu. Menurut kepada definisi yang diberikan oleh L. Oppenheim di atas, maka Konfederasi adalah negara yang terdiri dari persatuan beberapa negara yang berdaulat. Persatuan tersebut diantaranya dilakukan demi mempertahankan kedaulatan dari negara-negara yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut. Miriam Budiardjo menjelaskan bahwa Konfederasi itu sendiri pada hakekatnya bukan negara, baik ditinjau dari sudut ilmu politik maupun dari sudut hukum internasional. Keanggotaan suatu negara ke dalam suatu Konfederasi tidaklah menghilangkan ataupun mengurangi kedaulatan setiap negara yang menjadi anggota Konfederasi. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat skema berikut :

Garis putus-putus yang melambangkan rantai komando dari Konfederasi menuju Pemerintah Negara A, B, dan C, dimaksudkan guna menunjukkan hirarki yang kurang tegas antara kedua negara tersebut (tanpa petunjuk panah plus garis putus-putus). Dapat dilihat misalnya, garis komando hanya beranjak dari

Konfederasi menuju pemerintah negara A, B, dan C, tetapi tidak pada warganegara di ketiga negara. Garis komando langsung terhadap warganegara di masing-masing negara dilakukan oleh pemerintah masing-masing. Kesediaan pemerintah ketiga negara berdaulat untuk bergabung ke dalam konfederasi lebih disebabkan oleh motivasi sukarela ketimbang kewajiban. Pengaruh Konfederasi terhadap ketiga negara berdaulat (A, B, dan C) hanya bersifat kecil saja. Mengenai lingkaran yang melingkupi masing-masing pemerintah dan negara bagaian mengindikasikan kedaulatan yang tetap ada di masing-masing negara anggota Konfederasi. 2. Negara Kesatuan Negara Kesatuan adalah negara yang pemerintah pusat atau nasional memegang kedudukan tertinggi, dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan sehari-hari. Tidak ada bidang kegiatan pemerintah yang diserahkan konstitusi kepada satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil (dalam hal ini, daerah atau provinsi). Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat (nasional) bisa melimpahkan banyak tugas (melimpahkan wewenang) kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang yang dibuat parlemen pusat (di Indonesia DPR-RI), bukan diatur di dalam konstitusi (di Indonesia UUD 1945), di mana pelimpahan wewenang tersebut bisa saja ditarik sewaktu-waktu. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, di mana ini dikenal pula sebagai desentralisasi. Namun, kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat dan dengan demikian, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar berada pada pemerintah pusat. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa yang menjadi hakekat negara Kesatuan adalah kedaulatannya tidak terbagi dan tidak dibatasi, di mana hal tersebut dijamin di dalam konstitusi. Meskipun daerah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri wilayahnya, tetapi itu bukan berarti pemerintah daerah itu berdaulat, sebab

pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusatlah sesungguhnya yang mengatur kehidupan setiap penduduk daerah. Keuntungan negara Kesatuan adalah adanya keseragaman Undang-Undang, karena aturan yang menyangkut nasib daerah secara keseluruhan hanya dibuat oleh parlemen pusat. Namun, negara Kesatuan bisa tertimpa beban berat oleh sebab adanya perhatian ekstra pemerintah pusat terhadap masalah-masalah yang muncul di daerah. Penanganan setiap masalah yang muncul di daerah kemungkinan akan lama diselesaikan oleh sebab harus menunggu instruksi dari pusat terlebih dahulu. Bentuk negara Kesatuan juga tidak cocok bagi negara yang jumlah penduduknya besar, heterogenitas (keberagaman) budaya tinggi, dan yang wilayahnya terpecah ke dalam pulau-pulau. Untuk lebih memperjelas masalah negara Kesatuan ini, perhatikan skema berikut :

Ada sebagian kewenangan yang didelegasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengatur penduduk yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pengaturan pemerintah daerah terhadap penduduk di wilayahnya lebih bersifat instruksi dari pusat ketimbang improvisasi dan inovasi pemerintah daerah itu sendiri. Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat secara langsung mengatur masingmasing penduduk yang ada di setiap daerah. Misalnya, pemerintah pusat berwenang menarik pajak dari penduduk daerah, mengatur kepolisian daerah, mengatur badan pengadilan, membuat kurikulum pendidikan yang bersifat

nasional, merelay stasiun televise dan radio pemerintah ke seluruh daerah, dan bahkan menunjuk gubernur kepala daerah. 3. Negara Federal Negara Federasi ditandai adanya pemisahan kekuasaan negara antara pemerintahan nasional dengan unsur-unsur kesatuannya (negara bagian, provinsi, republik, kawasan, atau wilayah). Pembagian kekuasaan ini dicantumkan ke dalam konstitusi (undang-undang dasar). Sistem pemerintahan Federasi sangat cocok untuk negara-negara yang memiliki kawasan geografis luas, keragaman budaya daerah tinggi, dan ketimpangan ekonomi cukup tajam. Perbedaan antara Konfederasi dengan Federasi yaitu negara-negara yang menjadi anggota suatu Konfederasi tetap merdeka sepenuhnya atau berdaulat, sedangkan negara-negara yang tergabung ke dalam suatu Federasi kehilangan kedaulatannya, oleh sebab kedaulatan ini hanya ada di tangan pemerintahan Federasi. Perbedaan antara negara Federasi dengan negara Kesatuan yaitu negaranegara bagian suatu Federasi memiliki wewenang untuk membentuk undangundang dasar sendiri serta pula wewenang untuk mengatur bentuk organisasi sendiri dalam batas-batas konstitusi federal, sedangkan di dalam negara Kesatuan, organisasi pemerintah daerah secara garis besar telah ditetapkan oleh undangundang dari pusat. Dalam negara Federasi, wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci satu per satu dalam konstitusi Federal, sedangkan dalam negara Kesatuan, wewenang pembentukan undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan umum dan wewenang pembentukan undangundang lokal tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat itu. Berikut hirarki negara Federasi:

Di dalam negara Federasi, kedaulatan hanya milik pemerintah Federal, bukan milik negara-negara bagian. Namun, wewenang negara-negara bagian untuk mengatur penduduk di wilayahnya lebih besar ketimbang pemerintah daerah di negara Kesatuan. Wewenang negara bagian di negara Federasi telah tercantum secara rinci di dalam konstitusi federal, misalnya mengadakan pengadilan sendiri, memiliki undang-undang dasar sendiri, memiliki kurikulum pendidikan sendiri,

mengusahakan kepolisian negara bagian sendiri, bahkan melakukan perdagangan langsung dengan negara luar seperti pernah dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara bagian Georgia di Amerika Serikat di masa Orde Baru. Kendatipun negara bagian memiliki wewenang konstitusi yang lebih besar ketimbang negara Kesatuan, kedaulatan tetap berada di tangan pemerintah Federal yaitu dengan monopoli hak untuk mengatur Angkatan Bersenjata, mencetak mata uang, dan melakukan politik luar negeri (hubungan diplomatik). Kedaulatan ke dalam dan ke luar di dalam negara Federasi tetap menjadi hak pemerintah Federal bukan negara-negara bagian. 2.3 Kekuasaan dan Pembagian Kekuasaan Negara 2.3.1 Kekuasaan Negara Negara (sebagai suatu organisasi di suatu wilayah) memiliki kekuasaan untuk memaksakan kedudukannya secara sah terhadap semua golongan yang ada dalam wilayah itu dan menetapkan tujuan kehidupan bersama. Negara berkewajiban menetapkan cara dan batas kekuasaan untuk digunakan dalam kehidupan bersama, sehingga dapat membimbing berbagai kegiatan penduduk ke arah tujuan bersama.

2.3.1.1 Teori Kekuasaan Negara Berikut akan dijelaskan teori asal kekuasaan negara: 1. Teori Teokrasi y Teori Teokrasi Langsung: istilah langsung menunjukkan bahwa yang berkuasa dalam negara adalah Tuhan secara langsung. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. y Teori Teokrasi tak Langsung: disebut tak langsung karena bukan Tuhan sendiri yang memerintah, melainkan raja (atas nama Tuhan). Raja memerintah atas kehendak Tuhan sebagai karunia. Anggapan ini timbul dalam sejarah pada sekumpulan manusia yang tergabung dalam partai konvensional (agama) di negara Belanda. Mereka berpendapat bahwa raja Belanda dan rakyatnya dihadapkan pada suatu tugas suci (mission sacre) sebagai perintah dari Tuhan untuk memakmurkan negara Belanda, termasuk daerah jajahannya. 2. Teori Kekuasaan Sebagaimana sudah diketahui, pelopor teori ini adalah Thomas Hobbes dan Machiavelli. Dalam bukunya yang berjudul Leviathan, Hobbes membedakan dua macam status manusia: status naturalis - kedudukan manusia sewaktu masih belum ada negara dan status civilis - kedudukan manusia setelah menjadi warga negara suatu negara. 3. Teori Yuridis Teori ini hendak mencari dasar hukum kekuasaan negara melalui tiga golongan: a) Teori Patriarkhal Teori ini didasarkan pada hukum keluarga. Pada masa masyarakat hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar, kepala keluarga (primus inter pares) menjadi pemimpin yang dipuja-puja karena kekuatannya, jasa dan kebijaksanaannya. b) Teori Patrimonial Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Karena rajalah pemegang hak milik di wilayah kekuasaannya, maka semua penduduk daerah itu harus tunduk kepadanya. Sekadar contoh, pada abad pertengahan hak untuk memerintah dan menguasai timbul dari pemilikan tanah. Dalam keadaan perang sudah menjadi kebiasaan bahwa raja-raja menerima bantuan dari kaum
10

bangsawan untuk mempertahankan negaranya dari serangan musuh. Jika perang berakhir dengan kemenangan raja, maka para bangsawan yang ikut membela negara akan mendapatkan sebidang tanah sebagai tanda jasa. c) Teori Perjanjian Teori perjanjian sebagai dasar hukum kekuasaan negara dikemukakan oleh tiga tokoh terkemuka: Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau. Mereka hendak mengembalikan kekuasaan raja pada suatu perjanjian masyarakat yang mengalihkan manusia dari status naturalis ke status civilis. 2.3.1.2 Jenis Kekuasaan Negara Berikut akan dijelaskan jenis kekuasaan negara: 1. Monarki dan Tirani Monarki berasal dari kata monarch yang berarti raja, yaitu jenis kekuasaan politik di mana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan negara (kerajaan). Para pendukung monarki biasanya mengajukan pendapat bahwa jenis kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan ini lebih efektif untuk menciptakan suatu stabiltas atau konsensus di dalam proses pembuatan kebijakan. Perdebatan yang bertele-tele, pendapat yang beragam, atau persaingan antar kelompok menjadi relatif terkurangi oleh sebab cuma ada satu kekuasaan yang dominan. Bentuk pemerintahan yang buruk di dalam satu tangan adalah Tirani. Tirantiran kejam yang pernah muncul dalam sejarah politik dunia misalnya Kaisar Nero, Caligula, Hitler, atau Stalin. Meskipun Hitler atau Stalin memerintah di era negara modern, tetapi jenis kekuasaan yang mereka jalankan pada hakekatnya terkonsentrasi pada satu tangan, di mana keduanya sama sekali tidak mau membagi kekuasaan dengan pihak lain, dan kerap kali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun lawan politik. 2. Aristokrasi dan Oligarki Dalam jenis kekuasaan monarki, raja atau ratu biasanya bergantung pada dukungan yang diberikan oleh para penasihat dan birokrat. Jika kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh orang-orang ini (penasihat dan birokrat) maka jenis kekuasaan tidak lagi berada pada satu orang (mono) melainkan beberapa (few).

11

Aristokrasi sendiri merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit (few) dalam masyarakat, di mana mereka ini mempunyai status sosial, kekayaan, dan kekuasaan politik yang besar. Ketiga hal ini dinikmati secara turun-temurun (diwariskan), menurun dari orang tua kepada anak. Jenis kekuasaan aristokrasi ini disebut pula sebagai jenis kekuasaan kaum bangsawan (aristokrasi). Biasanya, di mana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik, maka di sana ada pula monarki. Namun, jenis kekuasaan oleh beberapa orang ini (aristokrasi) tidak bertahan lama, oleh sebab orang-orang yang orang tuanya bukan bangsawan pun bisa duduk mempengaruhi keputusan politik negara asalkan mereka berprestasi, kaya, berpengaruh, dan cerdik. Jika kenyataan ini terjadi, yaitu peralihan dari kekuasaan para bangsawasan ke kelompok non-bangsawan, maka hal tersebut dinyatakan sebagai peralihan atau pergeseran dari aristokrasi menuju oligarki. 3. Demokrasi dan Mobokrasi Jika kekuasaan dipegang oleh seluruh rakyat, bukan oleh mono atau few, maka kekuasaan tersebut dinamakan demokrasi. Di dalam sejarah politik, jenis kekuasaan demokrasi yang dikenal terdiri dari dua kategori. Kategori pertama adalah demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi perwakilan (representative democracy). Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya secara langsung, tanpa perantara. Salah satu pendukung demokrasi langsung adalah Jean Jacques Rousseau, di mana Rousseau ini mengemukakan 4 kondisi yang memungkinkan bagi dilaksanakannya demokrasi langsung yaitu : 1. Jumlah warganegara harus kecil. 2. Pemilikan dan kemakmuran harus dibagi secara merata (hampir merata). 3. Masyarakat harus homogen (sama) secara budaya. 4. Terpenuhi di dalam masyarakat kecil yang bermata pencaharian pertanian. Pertanyaan kemudian adalah: Mungkinkan keadaan yang digambarkan Rousseau itu ada di era negara modern saat ini? Jumlah warganegara negaranegara di dunia rata-rata berada di atas jumlah 1-2 juta jiwa, pemilikan harta sama
12

sekali tidak merata, secara budaya masyarakat relatif heterogen (beragam) yang ditambah dengan infiltrasi budaya asing, dan pencaharian penduduk dunia tengah beralih dari pertanian ke industri. Masih mungkinkah demokrasi langsung dilaksanakan? Di dalam demokrasi langsung, memang kedaulatan rakyat lebih terpelihara oleh sebab kekuasaannya tidak diwakilkan. Semua warganegara ikut terlibat di dalam proses pengambilan keputusan, tanpa ada yang tidak ikut serta. Namun, di zaman pelaksanaan demokrasi langsung sendiri, yaitu di masa negara-kota Yunani Kuno, ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak diizinkan untuk ikut serta di dalam proses demokrasi langsung yaitu: budak, perempuan, dan orang asing. Dengan alasan kelemahan demokrasi langsung, terutama oleh

ketidakrealistisannya untuk diberlakukan dalam keadaan negara modern, maka demokrasi yang saat ini dikembangkan adalah demokrasi perwakilan. Di dalam demokrasi perwakilan, tetap rakyat yang memerintah. Namun, itu bukan berarti seluruh rakyat berbondong-bondong datang ke parlemen atau istana negara untuk memerintah atau membuat UU. Tentu tidak demikian. Rakyat terlibat secara total di dalam mekanisme pemilihan pejabat (utamanya anggota parlemen) lewat Pemilihan Umum periodik (misal: 4 atau 5 tahun sekali). Dengan memilih si anggota parlemen, rakyat tetap berkuasa untuk membuat UU, akan tetapi keterlibatan tersebut melalui si wakil. Wakil ini adalah orang yang mendapat delegasi wewenang dari rakyat. Dalam demokrasi, baik langsung ataupun tidak langsung, keterlibatan rakyat menjadi tujuan utama penyelenggaraan negara. Masing-masing individu rakyat pasti ingin kepentinganyalah yang terlebih dahulu dipenuhi. Oleh sebab keinginan tersebut ingin didahulukan, dan pihak lain pun sama, dan jika hal ini berujung pada situasi chaos (kacau) bahkan perang (bellum omnium contra omnes - perang semua lawan semua), maka bukan demokrasi lagi namanya melainkan mobokrasi. Mobokrasi adalah bentuk buruk dari demokrasi, di mana rakyat memang berdaulat tetapi negara berjalan dalam situasi perang dan tidak ada satu pun kesepakatan dapat dibuat secara damai.

13

2.3.2 Pembagian Kekuasaan Negara John Locke adalah orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara dalam bukunya Two Treaties on Civil Government (1660). Ia membagi kekuasaan negara menjadi tiga bidang sebagai berikut: 1. Legislatif: kekuasaan untuk membuat undang-undang. 2. Eksekutif: kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. 3. Federatif: kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri. Diilhami pemikiran John Locke, setengah abad kemudian Montesquieu seorang pengarang, filsuf asal Prancis menulis buku LEsprit des Lois (Jenewa, 1748). Di dalamnya ia menulis tentang sistem pemisahan kekuasaan yang berlaku di Inggris: 1. Legislatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat (parlemen). 2. Eksekutif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh pemerintah. 3. Yudikatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan di bawahnya). Isi ajaran Montesquieu berpangkal pada pemisahan kekuasaan negara (separation of powers) yang terkenal dengan istilah Trias Politica. Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah untuk membendung kesewenang-wenangan raja. Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif) harus dipegang oleh badan yang berhak khusus untuk itu. Dalam negara demokratis, kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang itu sepantasnya dipegang oleh badan perwakilan rakyat. Sedangkan kekuasaan melaksanakan undang-undang harus dipegang oleh badan lain, yaitu badan eksekutif. Dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan yustisi, kehakiman) adalah kekuasaan yang berkewajiban memertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap

pelanggaran undang-undang yang telah diadakan oleh badan legislatif dan dilaksanakan oleh badan eksekutif.
14

Walaupun para hakim pada umumnya diangkat oleh kepala negara (eksekutif), mereka berkedudukan istimewa, tidak diperintah oleh kepala negara yang mengangkatnya dan bahkan berhak menghukum kepala negara jika melakukan pelanggaran hukum. Inilah perbedaan mendasar pandangan Montesquieu dan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasasan eksekutif. Montesquieu memandang badan peradilan sebagai kekuasaan independen. Kekuasaan federatif menurut pembagian John Locke justru dimasukkan Montesquieu sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif. 2.4 Hubungan Negara dengan Masyarakat Jika kita memposisikan Negara dan Masyarakat tanpa ada kalimat lanjutannya maka kita sudah menempatkan pemikiran Machiavelian dimana masyarakat (selalu) dibawah penindasan penguasa dan tidak ada sedikitpun peranan yang diberikan kepada masyarakat untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Dalam konteks alam pikiran Machiavelian, tidak ada sedikitpun keinginan (niat) untuk memberikan HAK (Rights) kepada rakyat untuk bertanya sekalipun mengenai haknya, apalagi meminta bagian untuk keadilan bagi haknya itu. Dalam alam pikiran ini hanya satu yang dibolehkan bagi rakyat yaitu KEWAJIBAN (Obligation) dalam bentuk ketaatan buta (blind compliance) kepada sang penguasa (Atmasasmita, R., 2003). Jika kita memposisikan kalimat Negara dan Rakyat dalam pemajuan dan perlindungan HAM, maka konotasi daripadanya adalah bahwa ada kehendak kuat untuk menciptakan kesetaraan atau kesamaan posisi (bukan kedudukan) antara penguasa dan yang dikuasai (rakyatnya) di satu sisi dan penghormatan dan perlakuan yang seimbang antara hak asasi dan kewajiban asasi. Berikut akan disebutkan Hak dan Kewajiban warga negara Indonesia: y Hak Warga Negara Indonesia 1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum 2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak 3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan

15

4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai 5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran 6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh 7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undangundang yang berlaku. y Kewajiban Warga Negara Indonesia 1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh 2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) 3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaikbaiknya 4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia 5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik. Selain hak dan kewajiban yang dimiliki oleh warga negara, negara juga mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya. Berikut kewajiban negara: 1. Mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan negara 2. Menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial bagi: y fakir miskin y jompo y yatim piatu y masyarakat miskin
16

y pengagguran 3. Menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan 4. Menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan Di atas adalah hubungan negara dengan masyarakat dalam konteks hak dan kewajiban. Kita juga dapat menjelaskan hubungan negara dengan masyarakat melalui bentuk sistem politik yang diterapkan di negara tersebut. Terdapat dua sistem politik yang dikenal oleh masyarakat, yaitu liberal dan komunis. Sistem politik liberal Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok, pembatasan kekuasaan khususnya dari pemerintah dan agama, penegakan hokum, pertukaran gagasan yang bebas, sistem pemerintahan yang transparan yang di dalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas. Secara lebih rinci, sistem politik liberal bercirikan: 1) Sangat menekankan kebebasan/kemerdekaan individu. 2) Sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak kemerdekaan, hak mengejar kebahagiaan, dan lain-lain. 3) Dalam sistem pemerintahan, terbagi atas beberapa kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 4) Menganggap sistem demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara karena hak-hak asasi manusia itu terlindungi. 5) Infra struktur/struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi dan tumbangnya sistem kediktatoran. 6) Adanya homo seksual dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada kebebasan individu. 7) Melahirkan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan antara negara dengan agama. Menurut pemahaman mereka, agama adalah urusan masyarakat sedangakan negara adalah urusan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh turut campur dalam hal agama. 8) Menentang ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga hak-hak asasi manusia banyak dirampas dan diperkosa.

17

9) Melahirkan kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini sedang diusahakan dalam Sistem politik liberalisme modern untuk menghilangkan jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin. 10) Berusaha dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh anggota masyarakat atau seluruh warga negara. Mengingat penderitaan dan kesengsaraan dapat menyebabkan perbuatan-perbuatan yang bertentang dengan konstitusi negara. 11) Adanya budaya yang tinggi dengan menjungjung tinggi kreatifitas, produktifitas, efektifitas, dan inovasitas warga negaranya. 12) Mengusahakan di dalam negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber sehingga pergantian pemerintahan berjalan secara normal.m. Menentang sistem politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia. Sistem politik komunis Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-hak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat. Secara lebih rinci, sistem politik komunis bercirikan: 1) Sistem pemerintahan dengan Single Party. 2) Mengharamkan kebebasan berkumpul dan berpendapat. 3) Menghalalkan segala cara dalam mempertahankan kekuasaan. 4) Memiliki backing dari pihak militer yang sangat kuat dan selalu berusaha ikut campur dalam urusan pemerintahan. 5) Tidak boleh beragama. 6) Paling jago kalau disuruh propaganda. 7) Membenci kelompok intelektual dan cendekiawan 8) Mengagung-agungkan kelompok pekerja, buruh dan petani.

18

2.5 Kebijakan Negara 2.5.1 Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan negara, yang selanjutnya akan disebut kebijakan publik (public policy) sebenarnya sudah menjadi realitas sosial sejak manusia menyadari bahwa mereka memiliki tujuan hidup yang sama di samping variasi kepentingan yang ada. Pengertian dasar kebijakan publik adalah sebagai perwujudan keinginan dari para sarjana sosial untuk memecahkan masalah-masalah sosial di lapangan (close the gap between knowledge and policy) (Parsons, 1997: 21). Oleh karenanya kebijakan publik dipandang sebagai pedoman atau penuntun yang dipilih oleh pengambil keputusan untuk mengendalikan aspek tertentu dari masalah sosial (Finsterbuch dan Motz, 1990). Sebagai suatu penuntun, maka kebijakan publik memberikan arah tindakan bagi perilaku di masa depan sekaligus merupakan suatu kesatuan arah bagi sejumlah program dan proyek yang membutuhkan keputusan-keputusan besar dan kecil. Arah tindakan ini dihasilkan melalui proses pemilihan oleh pengambil kebijakan dari sejumlah alternative pilihan yang tersedia sehingga tindakan ini merupakan tindakan yang disengaja. Pilihan tersebut tidak bermaksud

memecahkan semua masalah, tetapi memberikan solusi dari suatu situasi yang terbatas. Konsepsi di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab yang mengutip pendapat Carl Friedrich bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatanhambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Wahab, 1997: 3). Mirip dengan definisi di atas, James E. Anderson yang dikutip Bambang Sunggono merumuskan kebijakan sebagai a purposive course of action followed by an actors in dealing with problem or matter of concern (Sunggono, 1994: 14). Dengan demikian, kebijakan diartikan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
19

Kebijakan publik pada umumnya dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu. Para warga masyarakat menerima kebijakan pemerintah sebagai suatu produk hukum yang absah. Dengan demikian, kebijakan publik memiliki daya ikat yang kuat terhadap publik secara keseluruhan dan memiliki daya paksa tertentu yang tidak dimiliki oleh kebijakan yang dibuat oleh organisasi-organisasi swasta. Kebijakan publik dibedakan dari kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan oleh individu atau kelompok. Bambang Sunggono mengutip pendapat A. Hoogerwerf (dalam Sunggono, 1994: 24) yang mengemukakan adanya dua unsur yang membedakan kebijakan publik dari kebijakan yang dikeluarkan oleh aktoraktor lain, yakni : 1. Kebijakan publik mengenai langsung atau tidak langsung semua anggota masyarakat di daerah kekuasaan tertentu. 2. Kebijakan publik mengikat bagi anggota masyarakat daerah kekuasaan tertentu, juga disebabkan karena kebijakan publik mengikat, maka selalu timbul pertanyaan apa yang menjadi ukuran kebijakan itu. Selain berlaku atau mengikat sebagian atau seluruh anggota masyarakat, kebijakan publik juga dirumuskan dan disahkan oleh suatu lembaga resmi dalam hal in lembaga-lembaga pemerintah. Mengenai hal ini, Thomas R. Dye menjelaskan bahwa suatu kebijakan tidak dapat menjadi kebijakan publik kalau tidak dirumuskan, disahkan dan dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif (dalam Sunggono, 1994: 25). Irfan Islamy selanjutnya mengemukakan empat ciri penting dari kebijakan publik, sebagai berikut: 1. Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuknya berupa penetapan

tindakantindakan pemerintah; 2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata; 3. Bahwa kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu;

20

4. Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat. (Islamy, 1997: 20-21) Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu berkenaan dengan masalah tertentu yang diorientasikan pada kepentingan masyarakat. Dengan demikian, kebijakan public merupakan suatu fenomena yang kompleks karena ada variasi kompleksitas, melibatkan multiaktor dengan beragam kepentingan di mana masing-masing pihak mencermati kebijakan dari perspektifnya masing-masing. Mengingat kompleksitas konteks kebijakan publik, maka pemerintah sebagai pihak yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dituntut untuk mampu memilih alternatif keputusan secara tepat dengan berorientasi pada sebesar mungkin kepentingan masyarakat. 2.5.2 Unsur-Unsur Dalam Kebijakan Kebijakan adalah kendaraan pemerintah untuk berbuat yang baik bagi rakyatnya. Karena itu kebijakan adalah untuk kepentingan umum (publik). Kebijakan dapat dinyatakan dalam berbagai 1) instrumen legal (hukum) seperti peraturan perundangan atau 2) instrumen ekonomi seperti kebijakan fiskal, pajak, subsidi, harga, kebijakan keuangan, moneter dan finansial; atau 3) petunjuk dan arahan atau instruksi dan perintah; 4) pernyataan politik semata (political statement); dan 5) kebijakan dapat dituangkan dalam garis-garis besar arah pembangunan, strategi, rencana, program dan kemudian dapat diterjemahkan ke dalam proyek dan rencana anggaran tertentu. Dari berbagai definisi di atas, beberapa elemen penting dari kebijakan yaitu: y Masalah yang akan diatasi dengan kebijakan y Cara untuk mengatasi masalah tersebut y Tujuan yang akan dicapai y Kepentingan yang diinginkan y Aktor yang akan melakukannya

21

y Instrumen atau perangkat untuk melaksanakan kebijakan y Aturan untuk menggunakan instrumen tersebut Kebijakan dibuat untuk mengatasi masalah Kebijakan dibuat untuk mengatasi masalah. Karena itu cara mendefinisikan masalah juga merupakan salah satu landasan untuk membuat kebijakan yang baik. Hubungan sebab dan akibat antara masalah dan penyebab masalah serta apa pengaruh dan dampak atau akibat jika suatu masalah diatasi atau suatu tindakan diambil pemerintah untuk mengatasi suatu masalah perlu dipelajari dengan seksama. Tidak terlepas kemungkinan bahwa pemerintah mengambil keputusan untuk mengatasi suatu masalah tetapi tujuannya untuk kepentingan sekelompok orang atau partai atau untuk kepentingan pemerintah sendiri. Bisa terjadi pula kebijakan yang dibuat untuk mengatasi masalah akan menimbulkan masalah baru. Syukur kalau masalah baru ini sudah diprediksi tetapi apa yang terjadi kalau tidak diduga sama sekali atau diabaikan sama sekali? Cukup banyak bukti menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat sebagai upaya menyelesaikan suatu masalah telah menimbulkan masalah baru. Cara merumuskan masalah dan menganalisis masalah yang tepat akan mempunyai pengaruh pada pembuatan kebijakan yang tepat. Misalnya sering terjadi bahwa kebijakan salah dibuat karena akar masalahnya salah diidentifikasi. Demikian pula sering terjadi kebijakan dibuat menimbulkan masalah baru karena analisis sebab akibat dari permasalahan tidak tepat. Perumusan masalah yang tepat juga sangat menentukan pilihan penggunaan instrumen yang tepat. Instrumentasi kebijakan Untuk dapat diterapkan, kebijakan memerlukan instrumen atau perangkat dan alat kebijakan (policy instruments). Instrumen diterjemahkan kembali sebagai strategi, program, proyek, petunjuk teknis pelaksanaannya di lapangan, maupun metoda, alat dan teknik analisis untuk evaluasi dan pemantauan atas kebijakan yang diterapkan. Misalnya dalam bidang ekonomi, instrumen kebijakan dapat berupa subsidi, pajak, harga, tarif, retribusi dan sebagainya. Instrumen-instrumen ini disebut sebagai instrumen ekonomi.
22

Sampai sekarang kebanyakan instrumen di keluarkan dalam bentuk peraturan. Kebijakan ditetapkan dalam bentuk peraturan dan hukum dan instrumen ini disebut sebagai istrumen legal, instrumen aturan atau instrumen hukum. Proses pembuatan kebijakan Pembuatan atau pengembangan kebijakan biasanya sangat tergantung pada kemauan politik pemerintah. Pemerintah yang bersifat diktator, represif atau otoriter cenderung membuat kebijakan secara sepihak, artinya dilakukan oleh pemerintah sendiri tanpa mempedulikan masukan dari publik serta lebih memperhatikan kepentingan politik kelompok tertentu daripada kepentingan publik. Namun di berbagai negara pengembangan kebijakan semakin

memperhatikan pendapat atau masukan dari publik. Diagram berikut menjelaskan proses pembuatan kebijakan dalam suatu siklus yang bisa dimulai di mana saja tergantung pada apakah ada kebijakan baru yang akan dibuat atau kita perlu mengevaluasi dampak dari kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya.

Proses pembuatan kebijakan Untuk membuat sebuah kebijakan baru tentu kita akan memulai pada kotak perumusan masalah dengan memperhatikan koteks sosial, ekonomi, politik dan
23

sebagainya tergantung pada masalah yang dihadapi dan kebijakan yang akan dibuat. Kemudian dirumuskan agendanya lalu dirumuskan kebijakannya dan seterusnya. Proses pembuatan kebijakan sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara atau pendekatan. Pemerintah otoriter atau korup cenderung membuat kebijakan yang menguntungkan kelompok kepentingannya, mengabaikan kepentingan publik dan masyarakat madani. Sebaliknya pemerintahaan yang democrat memerlukan partisipasi publik dalam proses pembuatannya. Proses pembuatan kebijakan yang melibatkan peran serta berbagai unsur masyarakat disebut proses konsultasi publik atau mekanisme konsultasi publik. Di dalam proses pembuatan kebijakan salah satu aktivitas atau proses yang sering diabaikan adalah sosialisasi dan institusionalisasi kebijakan. Sosialisasi dan institusionalisasi kebijakan sering menjadi persoalan serius. Ada kebijakan yang sudah dibuat beberapa tahun sebelumnya tetapi ada daerah dan masyarakat yang sama sekali tidak pernah tahu bahkan sampai kebijakan tersebut dicabut kembali dan diganti dengan kebijakan yang baru. Sering terjadi masyarakat terkejut dengan kebijakan yang dibuat terutama jika kebijakan terebut dianggap merugikan masyarakat. Sosialisasi kebijakan adalah suatu upaya untuk menyebarluaskan informasi kebijakan yang tengah atau telah dibuat. Artinya sebelum kebijakan tersebut diputuskan atau dikeluarkan secara resmi, masyarakat perlu tahu sehingga bias memberikan tanggapan atau reaksi yang bisa digunakan sebagai umpan balik atau masukkan bagi proses pembuatan kebijakan yang lebih transparan dan partisipatif. Memang tidak semua orang bisa dipuaskan dengan kebijakan dan pasti ada pihak yang menerima dan ada yang keberatan tetapi yang paling utama adalah bahwa kepentingan publik/umum diakomodasi dalam kebijakan. Institusionalisasi kebijakan adalah suatu proses yang diarahkan untuk membuat kebijakan tertentu mengakar dan melembaga di dalam organisasi dan kehidupan masyarakat. Proses ini biasanya memakan waktu yang agak panjang. Suatu kebijakan akan mengakar dengan baik jika bermanfaat atau mengakomodasi

24

kepentingan umum, menghasilkan proses perubahan yang diinginkan, mengatasi masalah bersama dan akhirnya diterima secara luas walaupun kebijakan itu sendiri sudah tidak perlu dipersoalkan tertulis atau tidak.

25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Negara adalah suatu badan atau organisasi tertinggi yang mempunyai wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan untuk kepentingan orang banyak serta mempunyai kewajiban-kewajiban untuk melindungi,

mensejahterakan masyarakatnya dan sebagainya. Syarat-syarat terbentuknya negara antara lain: rakyat yang bersatu, mempunyai daerah atau wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain. Saat ini, terdapat tiga bentuk negara yang sudah dikenal, yaitu Konfederasi, Kesatuan, dan Federal. Kekuasaan negara dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu Monarki dan Tirani, Aristokrasi dan Oligarki, serta Demokrasi dan Mobokrasi. Sedangkan pembagian kekuasaan negara dapat dibagi menjadi tiga bidang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam hubungannya dengan masyarakat, dapat dilakukan dengan dibuatnya kebijakan publik oleh negara. Kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu berkenaan dengan masalah tertentu yang

diorientasikan pada kepentingan masyarakat. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kebijakan publik antara lain: kebijakan dibuat untuk mengatasi masalah, instrumentasi kebijakan, dan proses pembuatan kebijakan.

26

DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, Miriam. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Djogo, Tony, et al. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. WORLD AGROFORESTRY CENTRE (ICRAF). Bogor. Hadi Wiyono, Isworo. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP Kelas VII. Bekasi: Ganeza Exact. Juan J. Linz, et al. 2001. Menjauhi Demokrasi Kaum Penjahat: Belajar dari Kekeliruan Negara-Negara Lain. Bandung: Mizan. Michael G. Roskin, et al. 1994. Political Science: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Rodee, Carlton Clymer. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali. Wikipedia. 2011. Negara. id.wikipedia.org. September 2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/Negara (diakses 1 Oktober 2011).

27

28

You might also like