You are on page 1of 30

Laporan Pendahuluan

A. Pengertian Sindrom Guillain-Barre (GBS) adalah sindrom klinik yang

penyebabnya tidak diketahui secara pasti yang menyangkut saraf perifer dan cranial (Brunner dan Suddart, 2002, hal : 2248). Sindrom Guillain-Barre (GBS dilafalkan ghee-yan bahray) adalah suatu demielinasi polineuropati akut yang dikenal dengan beberapa nama lain yaitu polyneuritis idiopatik, paralisis asenden landry, dan polineuropati inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik asendens secara primer dengan segala gangguan fungsi sensorik. GBS adalah gangguan neuron motorik bagian bawah dalam saraf perifer, final common pathway untuk gerakan motorik juga. (Sylvia A. Price, 2006, hal : 1151)

B. Etiologi Penyebab yang pasti pada Sindrom Guillain-Barre sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi virus. Virus merubah sel dalam system syaraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitisasi dan magrofag akan menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin yang menyebabkan kerusakan myelin (NINDS, 2000). Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah virus yang menyerang sistem pernapasan (influenza), Measles, Cytomegalovirus

(CMV), HIV dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri yang paling sering oleh Campylobacter jejuni. Selain beberapa factor diatas ada beberapa factor predisposisinya yaitu : Imunisasi Tindakan pembedahan

C. Manifestasi klinis Terdapat kelemahan progresif simetris akut, biasanya lebih berat disebelah distal daripada sebelah proksimal dan lebih buruk di tungkai daripada di lengan. Pasien sering mengeluh kesulitan bergerak, bangun dari kursi atau naik tangga. Paralisis asenden mengenai saraf motorik sering daripada sensorik. Sensorik hilang (terutama kedudukan dan sesuai sensasi getar) bervariasi tetapi biasanya ringan. Pada beberapa pasien , gejala awal mencakup otot cranial atau ekstremitas atas (misalnya kesemutan di tangan). Secara umum kelemahan mencapai maksimum dalam 14 hari.

D. Penatalaksanaan Plasmaferisis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi

antobiotik kedalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien dan demielinasi. Pemberian immunoglobulin IV 1. Pengertian Imunoglobulin (Antibodi) adalah protein-protein pelindung yang terbentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk dalam tubuh. Di dalam tubuh imunoglobulin yang diproduksi terdiri dari berbagai tipe antara lain : IgA, IgE, IgD, IgG, IgM. (Buku Saku Patofisiologi, Hal148). 2. Tujuan terapi immunologi O Ada imunoglobulin yang sengaja diproduksi untuk pengobatan. Pada pasien dengan GBS penggunaan terapi imunoglobulin sangat bermanfaat selain plasmafaresis.

O Terapi imunoglobulin bertujuan untuk menghambat terbentuknya antibodi dari dalam tubuh yang merusak saraf dan meningkatkan kekebalan tubuh. Immunoglobulin dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut, IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. O Tujuan pemberian imunoglobulin adalah untuk menormalkan kembali sistem pertahanan tubuh.

http://www.ilunifk83.com/t220p450-allergi-penyakit-autoimunpenyakit-genetik-sel-punca-bayi-tabung-dll 3. Rute pemberian immunoglobulin Imunoglobulin diberikan secara intravena. Sebelumnya immunoglobulin diberikan secara intramuskular tapi sekarang diberikan secara IV. (Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2, Hal 1153) 4. Dosis Imunoglobulin 350-500 mg/kg BB yang diberikan sebulan sekali. 150-250 mg/kg BB yang diberikan setiap 2 minggu sekali. (Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 hal 1711) Dosis untuk bayi neonatus 500 mg/Kg BB Bayi Prematus 750 mg/Kg BB. www.pediatricaugm.blogspot.com Pemberian IVIG ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Khusus pada pasien GBS. Waktu pemberiannya selama 1/2-1jam. www.geocities.ws/.../Anak-RSAL-Guillain-Barre-syndrome

5. Efek samping Efek samping dari pemberian imunoglobulin terjadi pada 5% pasien. O Efek samping yang muncul seperti nyeri kepala, menggigil, nyeri sendi, pusing, mual, lelah, myalgia, nyeri punggung, peningkatan tekanan darah pada pasien dengan resiko hipertensi. O Reaksi dapat muncul setelah 30 menit pemberian imunoglobulin intravena dan berkurang setelah infus dihentikan. http://pediatricaugm.blogspot.com/2010/06/terapi-imunoglobulinintravena-2.html 6. Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap imunogobulin Defisiensi IgA Antibodi anti IgE / IgG. 7. Hal-hal yang perlu diperhatikan a) Dosis imunoglobulin dihitung berdasarkan berat badan pasien. b) Untuk terapi awal, sebaiknya digunakan konsentrasi yang lebih rendah dan/atau laju infusi yang lebih lambat. c) Diberikan pada jalur infus yang terpisah dari obat-obat lainnya. Bila menggunakan jalur primer, bilas dengan salin sebelum pemberian. d) Pada pasien berisiko gagal ginjal dosis, laju dan/atau konsentrasi infus dikurangi. Pengurangan laju infus atau penghentian infus dapat membantu meringankan beberapa efek samping (kemerahan pada wajah, perubahan kecepatan nadi, perubahan tekanan darah). e) Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/376srum-imunoglobulin.html

8. Macam-macam sediaan obat immunoglobulin: a) Octagam 10 % Sediaan 100 mg/ml b) Octagam 10 g/200 ml c) Octagam 5 g/100 ml d) Octagam 2,5 g/50 ml e) Gammaplex 5 g/100 ml f) Octagam 5 % Sediaan 1 g/20 ml g) GAMMAGARD LIQUID 10 % berisi 100 mg/mL protein. 98% dari protein adalah gammaglobulin, immunoglobulin A (IgA) dan immunoglobulin M, Ig G. 9. Octagam(R) Octagam 10% adalah solusi cairan (100 mg/ml) Globulin Imun untuk pemberian intravena (IVIG) Diindikasikan untuk penggunaan pada: a) Imunodefisiensi humoral primer(PI); b) Myeloma atau kanker darah limfa kronis dengan hipogamaglobulinemia sekunder yang parah dan infeksi berulang, pada anak dengan AIDS bawaan yang telah terinfeksi bakteri berulang kali; c) Purpura trombositopenik imun (ITP) pada anak-anak atau orang dewasa yang berisiko tinggi mengalami pendarahan atau sebelum operasi untuk memperbaiki jumlah trombosit; d) Sindrom Guillain Barre 10. Penatalaksanaan a) Persiapan alat dan bahan Obat immunoglobulin NaCl 0,9 % sediaan 25 ml Spuit 20 cc dan jarum 21 G Kapas alkohol

Bengkok Infus set Sarung tangan b) Persiapan pasien Jelaskan pada pasien tujuan pemberian immunoglobulin. c) Prosedur Cuci tangan Sabung infus set baru ke botol immunoglobulin, masukan cairan ke slang untuk mengeluarkan udara, lalu klem selang. Jika pasien sudah mendapatkan infus NaCl 0,9 % atau RL maka tidak perlu dibilas. Klem infus set lama lalu cabut dari IV cath yang ada pada pasien. Kemudian sambungkan ujung selang infus set baru dari botol immunoglobulin ke pasien. Buka klem dan atur tetesannya. Waktu pemberian selama 1/2-1jam. Jika pasien mendapat infus yang tidak isotonis maka perlu dibilas dengan NaCl 0,9 %. Caranya Dengan menggunakan spuit 20 cc tarik NaCl dari sediaan 25 cc. Klem set infus lama. Desinfeksi tempat suntikan pada infus set yang lama dengan kapas alcohol. Masukan 20 cc NaCl 0,9 % dari spuit ke dalam aliran. Setelah selesai dibilas cabut set infus lama dan gantikan denga set infus yang sudah tersambung pada botol immunoglobulin. Atur tetesan dalam waktu 1/2-1jam. Jika telah selesai siapkan lagi bilas lagi dengan NaCl 0,9 % (caranya sama seperti di atas). Pada pasien yang sudah mendapat terapi NaCl atau RL maka tidak perlu dibilas lagi cukup diganti infusnya. Setelah selesai bereskan alat Cuci tangan Dokumentasi (nama obat, jumlah tetesan, waktu pemberian, nama dan tanda tangan perawat).

GBS dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis sehingga Pasien diatasi/dirawat di unit perawatan intensif. Amati fungsi respirasi secara ketat, ukur kapasitas vital untuk mengetahui kekuatan otot paru.

Karena gagal pernapasan merupakan problema utama pada sindroma Guillain-Barre. Pasien yang mengalami masalah pernafasan

memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang lama. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika volume ekspirasi paksa adalah < 12-15 mL/kg, kapasitas vital cepat menurun atau < 1000 mL dan Pao2 < 70 mmHg, atau jika pasien sangat sukar mengeluarkan dahak dan diaspirasi. Sekitar 10% sampai 20% pasien memerlukan ventilasi. Jika melakukan intubasi endotrakeal, hindari obat-obatan yang menimbulkan paralisis (misalnya suksinilkolin) karena

meningkatnya resiko hiperkalemia yang membahayakan hidup. Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau ritme jantung.

Pemasangan NGT untuk mengatasi kekurangan nutrisi akibat kesulitan mengunyah dan menelan. Distrimia jangan dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang diobati dengan propanonol untuk mencegah takikardia dan hipertensi. Atropine dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik.

E. Komplikasi Komplikasi GBS yang paling berat adalah kelemahan atau paralisis pada otototot pernafasan, kardiovaskuler dan kelumpuhanm otot yang menetap. Komplikasi lain meliputi disritmia jantung, trombosis vena profunda dan emboli paru. (Buku Saku Patofisiologi. Elizabeth J. Corwin. 2009: hal 266)

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian 1.1 Identitas Umur : Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Jenis kelamin : Semua orang baik wanita maupun laki-laki dapat mengalaminya 1.2 Keluhan utama Pasien mengeluhkan parastesia (kesemutan dan kebas) pada otot kaki, sesak napas. 1.3 Riwayat penyakit sekarang Gejala yang sering dirasakan pasien yaitu kesemutan dan kebas (parestesia), kelemahan pada otot kaki yang berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah. 1.4 Riwayat penyakit dahulu Pasien mengalami infeksi pada saluran pernapasan, gastroinstentinal yang lama, bedah saraf, penggunaan obat-obat seperti kortisteroid dan berbagai jenis antibiotic. 1.4 Riwayat psikososial dan spiritual Umumnya pasien cepat marah, merasa takut, cemas akan kemungkinan paralisis yang permanen, sehingga pasien menjadi pendiam dan malas berkomunikasi dengan orang disekitarnya. Terkadang pasien merasa Tuhan tidak adil dengannya akibat penyakit yang diderita (hubungan spiritualnya kurang baik) 1.5 Pola pemenuhan kebutuhan dasar 1.5.1 Nutrisi : Asupan nutrisi pada pasien yang kurang karena adanya kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan.

1.5.2 Higyene perseorangan : Kebutuhan personal hyegiene pasien dibantu oleh keluarga dan perawat 1.5.3 Eliminasi : Pasien sering mengalami konstipasi, adanya penurunan haluaran urin (< 500 cc),retensi urine atau inkontinensia. 1.5.4 Aktivitas dan tidur : Pasien tidak mampu beraktivitas seperti biasa kerena kelemahan pada kedua tungkai. Pasien menjadi gelisah dan kurang tidur. 1.6 Pemeriksaan fisik 1.6.1 B1 (Breathing) Pasien tidak dapat batuk efektif, pengeluaran sputum, ronkhi, dispneu, adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan, apneu. 1.6.2 B2 (bleeding) Wajah kemerahan, takikardi/ bradikardi, hipotensi/ hipertensi (tekanan darahnya labil, naik turun). 1.6.3 B3 (Brain) Pusing, letargi Pengkajian fungsi motorik : Syaraf II : Penurunan pada kemampuan membuka dan

menutup mata, paralisis ocular. Syaraf V, VII, XII : Paralisis otot lidah, rahang. Syaraf IX, X, XI : Paralisis pada otot orofaring. Fungsi sensoris : klien mengalami penurunan kemampuan menilai sensorik nyeri, raba dan suhu 1.6.4 B4 (Bledder) Adanya distensi kandung kemih. 1.6.5 B5 (Bowel) Pasien sulit menelan atau mengunyah makanan, bising usus menurun, pasien mengalami konstipasi. 1.6.6 B6 (Bone) Adanya kelemahan pada otot, dan penurunan kekuatan otot

1.7 Pemeriksaan penunjang 1.7.1 Analisis pungsi lumbal menunjukkan peningkatan protein CSS dan jumlah sel darah putih rendah. 1.7.2 Pemeriksaan EMG elektrofisiologis menunjukkan pelambatan

velositas konduksi saraf, menunjukkan demielinasi. 1.7.3 Pemeriksaan gas darah SaO2 menurun, PCO2 meningkat.

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM GUILLAIN BARRE

OLEH: KELOMPOK 6:

Geovani Febriano Harna Lumban Tobing I Gusti Agung Ayu Sri Puspa Wahyuni Maria Agustini Klara Deku Maria Sri Natalia M. Wea Marsiana Lisetia Dewi Peligia Yurince Indel Rosalia Reso

(200902037) (200902038) (200902041) (200902049) (200902057) (200902062) (200902065) (200902068)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN KATOLIK ST. VINCENTIUS A PAULO SURABAYA 2011

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3. Jakarta: EGC Carpernito, Lynda Juall. 2007. Buku saku Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : EGC Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC Saputra, Lyndon. Intisari ILmu Penyakit Dalam disertai Contoh Kasus Klinik. Tanggerang : BINARUPA AKSARA Publisher

LAMPIRAN PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. (Ira) a) Apa tujuan dari penatalaksanaan Plasmafaresis? b) Bagaimana caranya? c) Siapa yang melakukan tindakan tersebut? Jawab : a. Plasmapharesis merupakan prosedur penggantian plasma yang menyebabkan reduksi antibiotik ke dalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien. (Keperawatan Medikal Bedah vol. 3 edisi 8, hal: 2249). Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Plasmapharesis dianjurkan untuk pasien yang mengalami kelemahan sedang hingga berat (kemampuan berjalan dengan bantuan atau tidak mampu berjalan sama sekali). b. Cara pemberian Secara Manual Plasmapharesis dalam jumlah yang sedikit (misalnya sampai kira-kira 500 ml) dapat dilakukan secara manual. Darah vena dikeluarkan ke dalam kantung yang berisi antikoagulan. Setelah kantung penuh atau sudah tercapai jumlah yang diinginkan, aliran diputuskan dan penderita diberi larutan NaCl 0,9% agar aliran pada vena tetap terbuka. Darah dalam kantung diputar centrifuge (mesin pemisah), plasma dibuang dan komponen lain dikembalikan ke penderita.

Dengan menggunakan cell separator Prinsip kerja cell separator dapat berupa continuous flow

centrifugation (CFC) atau intermittent flow centrifugation (IFC). Pada CFC proses pengambilan darah, pemisahan komponen dan pengambilan komponen berjalan secara continue (digunakan larutan saline dan albumin sebagai cairan pengganti plasma), sedangkan Pada IFC proses tersebut berjalan secara bergantian. Saat ini sedang dikembangkan cell separator yang menggunakan teknik membrane filtration. Dengan cara ini, plasma mengalir melalui membran yang akan menyaring komponen spesifik yang ada di dalam plasma. Diberikan secara Intravena Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama). Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. c. Yang memberikan adalah dokter dibantu perawat. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_TerapiPlasmaferesis.pdf/12_TerapiP lasmaferesis.html http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/13/penyakit-gbs-guillainbarre-syndrome-penatalaksanaan/

2. (Eci) Bagaimana cara pengkajian pada bayi yang terkena penyakit GBS? (Karena pada indentitas dikatakan bahwa GBS dapat terkena pada semua usia) Jawab : Pada bayi jarang dijumpai. Penyakit GBS yang muncul pada bayi baru lahir disebabkan karena diturunkan dari ibu. Gejala infeksi GBS pada bayi antara lain demam, nafas tersengal/sesak, detak jantung tak beraturan, lesu, kejang. Gejala ini dapat terlihat dalam beberapa hari pertama setelah lahir. Namun, dalam kasus tertentu, gejala infeksi dapat terlihat 1 minggu-3 bulan setelah lahir (late onset). Biasanya pada bayi susah untuk dilakukan pengkajian jika kelemahan masih terjadi pada ekstremitas bawah. Jika paralisis sudah semakin parah akan jelas terlihat tidak ada gerakan aktif ekstremitas dari bayi. Namun secara umum jika bayi yan terkena dapat dilakukan pemeriksaan reflek bayi. Jika kerusakan menyerang ekstremitas dapat diperiksa reflek babinski. Normalnya pada bayi refleks Babinski positif, tetap jika terkena GBS nilainya negatif yaitu tidak ada dorso fleksi ibu jari juga tidak diikuti membukanya jari-jari lain. (Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1, hal 218) Jika terkena pada ekstremitas atas bayi tidak punya kemampuan lagi untuk menggenggam. Jika kelemahan terkena pada wajah bayi tidak bisa menutup matanya, bayi tidak dapat menangis, atau menyusui. Jika sudah parah sampai menyerang otot pernapasan maka bisa timbul apneu, retrakasi dada juga tidak ada. 3. (Vika) a) Pada pemeriksaan fisik B2 dituliskan takikardi/bradikardi dan

hipotensi/hipertensi. Mengapa?

b) Pada pemeriksaan fisik B4 dituliskan retensi dan inkontinensia. Mengapa? c) Pada intervensi DP 2 ada tindakan pemberian posisi semi fowler. Apakan dengan kondisi pasien yang mengalami kelemahan tindakan ini efektif bagi pasien? Jawab a. Pada pasien GBS yang sudah mengalami gangguan pada saraf simpatis dan parasimpatis maka kontrol tekanan darah dan persarafan pada pembuluh darah arteri dan vena terganggu. Akibatnya bisa terjadi takikadi/bradikardi, tekanan

darah menjadi tidak stabil. Kadang-kadang hipotensi atau hipertensi. (Buku Saku Patofisiologi hal 227) b. Pada GBS dapat terjadi inkontinensia atau retensi urine. Cuma bedanya inkontinensia terjadi karena gangguan pada fleksus lumbalis sehingga menyebabkan penurunan control spinter eksterna dan retensi urine terjadi karena paralisis otot detrusor dan ketidakadekuatan otot detrusor bekerja. c. Semi fowler dilakukan efektif supaya pasien terbantu untuk bernafas dan pasien tidak sesak. Jika dihubungkan dengan kelemahan otot, pada awalnya kelemahan terjadi pada kelemahan otot kaki lalu menyebar ke otot wajah dan otot-otot pernapasan. Kerusakan otot-otot pernapasan ini tidak terjadi secara menyeluruh namun bertahap. Posisi diberikan jika pasien masih mampu bernapas dan dikontol kapasitas vitalnya. Jika kerusakannya menyeluruh dan kapasitas vitalnya menurun < 15 ml/kg BB maka pasien perlu diberikan ventilator. 4. (Itha) Penatalaksanaan injeksi imunoglobulin bertujuan untuk apa? Jawaban: sekalian pada penjelasan penatalaksanaan imunoglobulin. 5. (Christin) a) Bagaimana jalannya terjadi penyakit GBS karena faktor predisposisi Imunisasi dan pembedahan? (Karena pada WOC ada faktor predisposisi)

b) Pada riwayat penyakit dahulu ada data tentang penggunaan obat kortikosteroid. Apa hubungannya dengan penyakit GBS? Jawab : a. Karena pada imunisasi yang diberikan adalah bakteri yang dilemahkan atau fraksinya dan dianggap sebagai antigen oleh sistem imun tubuh. Jika diberikan saat tubuh sedang sakit atau sistem imunnya sedang turun maka vaksin ini bisa menyerang tubuh sampai di saraf. Pada pembedahan ada kemungkinan masuknya bakteri atau mikroorganisme lain ke dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada saraf. b. Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalah: Penghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang. Berkurangnya aktifitas makrofag baik yang beredar dalam darah (monosit) maupun dalam jaringan (sel Kupffer). Pengaruh tersebut diperkirakan akibat penghambatan kerja faktor-faktor limfokin yang dilepaskan oleh sel-T sensitif pada makrofag, karena tempat kerja kortikosteroid diperkirakan pada membran makrofag. Penghambatan akumulasi netrofil di tempat radang adalah akibat kerja kortikosteroid mengurangi daya lekat netrofil pada dinding endotel pembuluh darah. Dengan kata lain pemakaian obat kortikosteroid dalam waktu lama dan banyak dapat menyebabkan penurunan sistem imun. Penanganan yang

disarankan untuk saat ini pada penderita yang mendapatkan efek samping kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunan konsumsi dosis kortikosteroid secara perlahan-lahan (tapering off). http://doctorology.net

6. (Tredi) Mengapa pada manifestasi klinisnya kelemahan lebih berat pada daerah distal daripada proksimal? Jawab : Pada dasarnya GBS menyerang saraf bagian perifer dahulu, jadi kelemahan lebih dahulu terjadi di bagian distal. Jika kerusakan sudah parah pada distal maka akan menyebar ke proksimal. 7. (Indra) Sebenarnya nilai SaO2 normal adalah 95%-100% mengapa kelompok menuliskan 90%-100%? Normalnya SaO2 95-100% sudah diperbaiki. 8. (Trisna) Apa maksud dari kapasitas vital paksa dan inspirasi paksa negatif? (Pada penatalaksanaan) Jawab : Kapasitas vital yang diukur dari pasien yang berusaha bernapas sampai semampunya pasien. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kerja otot pernapasan. Kapasitas Vital (VC)/Vital Capacity (4800 ml) adalah jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal. Kapasitas Inspirasi (IC) = 3600 ml adalah jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi sesudah ekspirasi normal. 9. (Win) a) Apa maksudnya kelemahan mencapai maksimum dalam 14 hari? b) Apa maksudnya kelemahan progresif simetris akut? (Pada manifestasi klinis) Jawab :

a. Kelemahan yang dimulai secara bertahap sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap dalam waktu 14 hari, tapi ini tidak pasti pada setiap orang. b. Kelemahan yang berkembang secara cepat bertahap mulai dari ekstermitas bawah sampai saraf merusak saraf kranial dan kelemahannya bersifat simetris. Pada ekstremitas sinistra dan dekstra. 10. (Danang) Apa bedanya paralisis pada pasien GBS dan stroke? Jawab : Pada pasien GBS paralisisnya bersifat simetris sedangkan pada pasien stroke paralisisnya asimetris.

Gambar pasien stroke 11. (Choi) Bagaimana jalannya penyakit, prognosis dan pengobatan penyakit GBS? Jawab : Perjalan penyakit GBS terdiri dari 3 fase : Fase progresif, dimulai dari timbulnya gejala penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu

Fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu .

Fase rekonvalesen/penyembuhan ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan. Fase penyembuhan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.

Prognosanya Sebenarnya penderita dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu sekitar enam bulan. Dengan catatan, tidak terjadi infeksi pada tubuh penderita. Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita prognosisnya bisa buruk karena faktor usia dan waktu waktu perburukan penyakitnya sangat cepat. Penderita yang prognosisnya buruk dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Bagi mereka yang berhasil sembuh, SGB tetap menyisakan kelemahan fungsi tubuh, jika sel saraf rusak tidak bisa melakukan degenerasi atau kembali normal dengan sendirinya. Yang menyebabkan kematian biasanya karena terjadi gagal napas. Penderita yang pulih dari GBS harus menjalani terapi dan latihan secara teratur untuk dapat menggerakkan kembali anggota tubuhnya, seperti berjalan, makan, berbicara, atau menulis. Setelah satu tahun atau lebih, 85 % penderita bisa kembali normal. Penyakit GBS tidak dapat dicegah. Jika dapat terdeteksi sedini mungkin dan mendapat penanganan lebih cepat, kemungkinan sembuhnya bisa lebih besar. Pengobatannya : Secara umum 1. 2. 3. Plasmafaresis dini Pemberian injeksi imunoglobulin Jika terjadi komplikasi gagal napas lakukan pemasangan Ventilator

(Patofisiologi karangan Sylvia A. Price hal 1151)

http://www.ilunifk83.com/t220p450-allergi-penyakit-autoimun-penyakit-genetiksel-punca-bayi-tabung-dll Penulis Gita Hafas Subjek : Alergi, Penyakit Autoimun, Penyakit Genetik, Sel Punca, Bayi Tabung, Diposkan 03 Agustus 2011 jam 06:55 12. (Nova) mengapa kelemahan pada saraf V, VII, dan XII bisa menyebabkan paralisis pada otot lidah dan rahang? (Pada WOC) Jawab : Secara anatomis serabut otot dipersarafi oleh neuron. Kontraksi pada otot dipengaruhi oleh respon terhadap stimulus saraf. Jika terjadi kerusakan kerja saraf khususnya pada akson yang berhubungan lqngsung dengan serabut otot, maka kerja otot juga ikut rusak. Hal ini yang menyebabkan paralisis pada otot. (Buku Saku Patofisiologi hal. 318) 13. (Indra) Bagaimana mekanisme dari virus CMV bisa sebabkan GBS? Jawab : Cara Virus CMV ( Cytomegalovirus) masuk ke tubuh: Melalui transfusi darah Orang dengan penyakit HIV, mudah tertular CMV. Jika virus masuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi antigen-antibodi. Sehingga sistem kekebalan tubuh menurun. Virus CMV merubah sel dalam system syaraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitisasi dan magrofag akan menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin yang menyebabkan kerusakan myelin. (NINDS, 2000). http://spesialis-torch.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=16 14. (Ade Rini) apa hubungannya obat antibiotik dengan penyakit GBS? (Pada riwayat penyakit dahulu)

Jawab : Jika antibiotik diberikan pada dosis yang besar dan sering dapat menyebkan imunosupresan (menekan system imun). Contoh Antibiotik: Kloramfenikol (chloromycetin) Daktinomisin (cosmogen) Gentamisin sulfat (garamycin) Penisilin Streptomisin Vankomisin Contoh Kortikosteroid: Prednison (Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, hal 1700) 15. (Vani) apa tujuan intervensi timbang BB setiap hari? Jawab : Perubahan berat badan baik penurunan atau peningkatan dapat menjadi tanda bahwa pasien mengalami kekurangan atau kecukupan asupan nutrisi. 16. (Eusta)Apa artinya Demielinasi? (Pada WOC) Jawab : Dimielinasi menunjukkan kerusakan myelin, adanya material lunak dan protein di sekitar serabut-serabut saraf otak dan medulla spinalis yang menghasilkan gangguan tranmisi impuls saraf. (Keperawatan Medikal Bedah vol.3 hal: 2182). 17. (Novi) Mengapa diberikan diet tinggi kalori pada pasien dengan GBS? Jawab :

Sebenarnya bukan hanya diet tinggi kalori tetapi juga diet tinggi protein. Hal ini disebabkan karena protein dan kalori berfungsi dalam sintesis DNA. Jika terjadi defisiensi protein dan kalori maka akan berpengaruh pada sistem imunnya. (Keperawatan Medikal Bedah VOL 3, hal 1699) 18. (Hana) mengapa dari paralisis otot pernapasan langsung didapat DP gangguan pertukaran gas? (Pada WOC) Jawaban di WOC 19. (Indra) apa artinya inkontinensia reflek? (Pada WOC B4) Jawab : Inkontinensia Overflow/ Refleks/ paradoxa merupakan keluarnya urine secara involunter terjadi pada jarak waktu tertentu yang telah diperkirakan. Jumlah urine dapat banyak atau sedikit. Inkontinensia refleks merupakan keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urin involunter yang dapat diprediksi tanpa tanpa sensasi dorongan berkemih atau kandung kemih penuh. (Buku Saku Diagnosa Keperawatan Lynda Juall Carpenito hal 511) Penyebab inkontinensia refleks Terhambatnya berkemih akibat efek anastesi atau obat- obatan, Disfungsi medulla spinalis ( baik gangguan pada kesadaran serebral atau kerusakan arkus reflex) Tandanya Tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi, Kurangnya urgensi / dorongan untuk berkemih, Kontraksi spasme kandung kemih tidak dapat dicegah 20. (Choi) Bagaimana caranya dari penurunan curah jantung ke otak dan jantung bisa menimbulkan masalah Penurunan perfusi perifer? (Pada WOC B2) Jawaban di WOC 21. (Ira) Mengapa diberikan makanan lunak dan cair?

Jawab : Pemberian makanan lunak dan cair ini diberikan lewat NGT jika pasien benar tidak bisa mengunyah dan menelan. Tetapi jika pasien sudah mengalami perbaikkan pada otot-otot mengunyah dan menelan dapat diberikan makanan lunak dan cair secara bertahap secara oral. (Buku Saku Diagnosa Keperawatan Lynda Juall, hal 308 ) 22. (Christin) Mengapa pada intervensi dari DP inkontinensia harus dorong pasien untuk berkemih tiap 3 jam? Jawab : Intervensi dorong pasien untuk berkemih tiap 3 jam ini dimaksudkan agar pasien mampu melatih spingter eksternalnya . Pada pasien dengan inkontenensia refleks tidak mempunyai kemampuan untuk mengkontraksikan spingter eksternalnya sehingga pasien selalu kencing tanpa bisa menahanyan bila vesika urinarianya sudah penuh. (Buku Saku Patofisiologi hal: 703) 23. (Eusta) Apa referensi yang dipakai oleh kelompok sehingga pada pengkajian umur lebih sering terkena pada usia lanjut. Jika diperhatikan sekarang penyakit ini sering menyerang anak-anak? Jawab Kelompok mengambil dari handout Dr herry. Disitu tertulis insiden: 1-2/100.000 sampai 8,6/100.000 populasi lanjut usia. Dapat menyerang semua usia walaupun sering pada usia lanjut. Selain itu pada orang usia tua cenderung mengalami penurunan sistem imun sehingga lebih mudah terkena GBS. Tetapi bukan berarti penyakit GBS ini tidak menyerang anak-anak (Keperawatan Medikal Bedah, hal 1698) 24. (Choi) Pada grade berapa pasien GBS bisa mengalami sesak napas? Jawab: Pada pasien GBS tidak ada grade khusus kapan pasien mengalami sesak napas. Namun pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Pasien yang mengalami sesak napas jika

kelumpuhan sudah mencapai otot-otot pernapasan. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. (Buku Saku Patofisiologi, hal 266). 25. (Hilni) Pada pengkajian psikososial , datanya merupakan masalah mengapa kelompok tidak membuat intervensi untuk masalah tersebut? Jawaban dimasukkan pada intervensi. Masalah yang diambil adalah ansietas. 26. (Helen) Seperti apa kelemahan pada otot wajah yang dialami pasien GBS berikan contohnya? Jawab : Kelemahan yang terjadi pada otot wajah seperti pasien tidak bisa tertawa, menangis, berbicara (secara simetris) dan tidak dapat mengekspresikan emosi (Keperawatan Medikal Bedah, hal 2250). 27. (Dewi) Pada orang yang menderita rematik sering mengalami kesemutan. Apa bedanya dengan pasien GBS? Jawab : Sebenarnya pada penyakit rematik tidak ada gejala kesemutan. Manifestasi klinisnya berupa nyeri, pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan, kelemahan, dan perasaan mudah lelah. Sedangkan pada GBS gejalanya ada kesemutan (kebas) serta paralisis. Jadi GBS berbeda dengan rematik. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, hal 1784. 28. (Tredi) Seperti apakah perubahan saraf yang terjadi pada pasien GBS? (Pada WOC) Jawab : Perubahan saraf yang terjadi adalah perubahan DNA pada sel sarafnya, karena virus dan bakteri yang menginvasi ke sel sarafnya. Karena ada perubahan DNA ini menyebabkan limfosit T dan makrofag mengenali sel saraf tersebut sebagai sel asing dalam tubuh sehingga terjadi proses perusakkan selubung myelin yang melindungi akson. Kerusakkan yang bertambah besar menyebabkan kerusakan pada saraf. (buku saku patofisiologi, hal : 266)

29. (Vina)Apa maksudnya amati fungsi respirasi secara ketat sering awalnya setiap 4 jam? (Pada penatalaksanaan) Jawab : Maksud dari penatalaksaan kami pada pasien yang mengalami GBS jika sudah mengganggu proses respirasinya, maka harus dipantau secara intensif pada 4 jam pertama setelah pasien masuk ICU. Yang dipantau adalah proses inspirasi dan ekspirasinya yang berhubungan dengan kekuatan otot pernapasan, kapasitas volume tidalnya (kemungkinan adanya gagal napas). 30. Saran dari Dewi tentang DP 4 dimana kelompok membuat DP dengan sign dan simptom tidak mengarah ke problem. Sudah diubah DP-nya.

You might also like