You are on page 1of 44

Tahap perkembangan moral Kohlberg Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum

Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. [1] Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 [2] yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, [3] yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.[4] Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,[2] walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.[5][6]

Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional.[7][8][9] Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya. [4] Daftar isi [sembunyikan]

1 Tahapan-tahapan 1.1 Pra-Konvensional 1.2 Konvensional 1.3 Pasca-Konvensional 2 Contoh dilema moral yang digunakan 2.1 Dilema Heinz 3 Kritik 4 Lihat pula 5 Referensi 6 Bacaan lebih lanjut

6.1 Bacaan Bahasa Indonesia 7 Pranala luar

[sunting] Tahapan-tahapan

Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.[7][8] [9] Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini.[10][11] Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.[10][11]

Tingkat 1 (Pra-Konvensional)

1. Orientasi kepatuhan dan hukuman 2. Orientasi minat pribadi

( Apa untungnya buat saya?)

Tingkat 2 (Konvensional)

3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas

( Sikap anak baik)

4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial

( Moralitas hukum dan aturan)

Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)

5. Orientasi kontrak sosial 6. Prinsip etika universal

( Principled conscience)

[sunting] Pra-Konvensional

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-

konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.

Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.[12] Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.[4] Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral. [sunting] Konvensional

Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,[4] karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik'.[4]

Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila

seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik. [sunting] Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat hakekat diri mendahului orang lain ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku prakonvensional.

Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapatpendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-

banyaknya orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.

Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant[13]). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of ignorance dari John Rawls[14]). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.[11] [sunting] Contoh dilema moral yang digunakan

Kohlberg menyusun Wawancara Keputusan Moral dalam disertasi aslinya di tahun 1958.[2] Selama kurang lebih 45 menit dalam wawancara semiterstruktur yang direkam, pewawancara menggunakan dilema-dilema moral untuk menentukan penalaran moral tahapan mana yang digunakan partisipan. Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang menggambarkan situasi yang mengharuskan seseorang membuat keputusan moral. Partisipan tersebut diberi serangkaian pertanyaan terbuka yang sistematis, seperti apa yang mereka pikir tentang tindakan yang seharusnya dilakukan, juga justifikasi seperti mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah. Pemberian skor dilakukan terhadap bentuk dan struktur dari jawaban-jawaban tersebut dan bukan pada isinya; melalui serangkaian dilema moral diperoleh skor secara keseluruhan.[2][9] [sunting] Dilema Heinz

Salah satu dilema yang digunakan Kohlberg dalam penelitian awalnya adalah dilema apoteker: Heinz Mencuri Obat di Eropa.[5]

Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang

yang dia kenal untuk meminjam uang, tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga obat seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan: Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu. Heinz menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.

Haruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri obat bagi isterinya? Mengapa?[5]

Dari sudut pandang teoretis, apa yang menurut partisipan perlu dilakukan oleh Heinz tidaklah penting. Teori Kohlberg berpendapat bahwa justifikasi yang diberikan oleh partisipanlah yang signifikan, bentuk dari repon mereka.[7] [sunting] Kritik

Salah satu kritik terhadap teori Kohlberg adalah bahwa teori tersebut terlalu menekankan pada keadilan dan mengabaikan norma yang lainnya. Konsekuensinya, teori itu tidak akan menilai secara adekuat orang yang menggunakan aspek moral lainnya dalam bertindak. Carol Gilligan berargumentasi bahwa teori Kohlberg terlalu androsentrik[15] Teori Kohlberg semula dikembangkan berdasarkan penelitian empiris yang menggunakan hanya partisipan lelaki; Giligan berargumentasi bahwa hal tersebut membuat tidak adekuatnya teori itu dalam menggambarkan pandangan seorang

perempuan. Walaupun penelitian secara umum telah menemukan tidak adanya perbedaan pola yang signifikan antar jenis kelamin,[10][11] teori perkembangan moral dari Gilligan tidak memusatkan perhatiannya pada norma keadilan. Ia mengembangkan teori penalaran moral alternatif berdasarkan norma perhatian.[15]

Psikolog lain mempertanyakan asumsi bahwa tindakan moral dicapai terutama oleh penalaran formal. Salah satu kelompok yang berpandangan demikian, social intuitionists, mengemukakan bahwa orang sering membuat keputusan moral tanpa mempertimbangkan nilai-nilai seperti keadilan, hukum, hak asasi manusia, dan norma etika yang abstrak. Berdasarkan hal ini, argumen yang telah dianalisis oleh Kohlberg dan psikolog rasionalist lainnya dapat dianggap hanya merupakan rasionalisasi dari keputusan intuitif. Ini berarti bahwa penalaran moral kurang relevan terhadap tindakan moral dibanding apa yang dikemukakan oleh Kohlberg. [sunting] Lihat pula

Jean Piaget, Teori perkembangan kognitif Erik Erikson, Tahap perkembangan psikososial Erikson James Rest, Defining Issues Test

[sunting] Referensi

^ Crain, William C. (1985). Theories of Development (edisi ke-2Rev Ed). Prentice-Hall. ISBN 0-13-913617-7. ^ a b c d Kohlberg, Lawrence (1958). "The Development of Modes of Thinking and Choices in Years 10 to 16". Ph. D. dissertation, University of Chicago. ^ Piaget, Jean (1932). The Moral Judgment of the Child. London: Kegan Paul, Trench, Trubner and Co.. ISBN 0-02-925240-7. ^ a b c d e Kohlberg, Lawrence (1973). "The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral Judgment". Journal of Philosophy 70: 630-646. ^ a b c Kohlberg, Lawrence (1981). Essays on Moral Development, Vol. I: The Philosophy of Moral Development. Harper & Row. ISBN 0-06-064760-4. ^ Kohlberg, Lawrence (1983). Moral stages : a current formulation and a response to critics. Basel, NY: Karger. ISBN 3-8055-3716-6. ^ a b c Kohlberg, Lawrence (1971). From Is to Ought: How to Commit the Naturalistic Fallacy and Get Away with It in the Study of Moral Development. Academic Press. ^ a b c Kohlberg, Lawrence (1976). "Moral stages and moralization: The cognitive-developmental approach". Moral Development and Behavior: Theory, Research and Social Issues. Rinehart and Winston. ^ a b c Colby, Anne (1987). The Measurement of Moral Judgment Vol. 2: Standard Issue Scoring Manual. Cambridge University Press. ISBN 0-52124447-1. ^ a b c Walker, Lawrence, J. (February 1989). "A longitudinal study of moral reasoning". Child Development 60 (1): 157-166.

^ a b c d Anne Colby (1983). A Longitudinal Study of Moral Judgment: A Monograph for the Society of Research in Child Development. The University of Chicago Press. ISBN 99932-7-870-X. ^ Shaffer, David R. (2004). Social and Personality Development (edisi ke-5th Ed). Wadsworth Publishing. ISBN 0-534-60700-4. ^ Kant, Immanuel (1964). Groundwork of the Metaphysic of Morals. Harper and Row Publishers, Inc. ISBN 0-06-131159-6. ^ * Rawls, John (1971). A Theory of Justice. Cambridge, MA: Belkap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-01772-2. ^ a b Gilligan, Carol (1977). "In a Different Voice: Women's Conceptions of Self and Morality". Harvard Educational Review 47 (4).

[sunting] Bacaan lebih lanjut

Crain, William C. (1985). Theories of Development (edisi ke-2Rev Ed). Prentice-Hall. ISBN 0-13-913617-7.

Kohlberg, Lawrence (1971). From Is to Ought: How to Commit the Naturalistic Fallacy and Get Away with It in the Study of Moral Development. Academic Press.

Kohlberg, Lawrence (1973). "The Claim to Moral Adequacy of a Highest Stage of Moral Judgment". Journal of Philosophy 70: 630-646.

Kohlberg, Lawrence (1981). Essays on Moral Development, Vol. I: The Philosophy of Moral Development. Harper & Row. ISBN 0-06-064760-4.

Kohlberg, Lawrence (1983). Moral stages : a current formulation and a response to critics. Basel, NY: Karger. ISBN 3-8055-3716-6.

[sunting] Bacaan Bahasa Indonesia

Duska, Ronald (1982). Perkembangan Moral: Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg, Terjemahan Dwija Atmaka. Yogyakarta: Kanisius.

Kusdwiratri (1983). Teori Perkembangan Kognitif. Bandung: Fakultas Psikologi Unpad.

[sunting] Pranala luar

Moral Development and Moral Education: An Overview Kohlberg's Moral Stages Boston Review article covering the topic and other related areas Kohlberg's Stages of Moral Development

Rintisan psikologi

Artikel bertopik psikologi ini adalah sebuah rintisan. Anda

dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Kategori:

Psikologi pendidikan Psikologi perkembangan

Masuk log / buat akun

Halaman Pembicaraan

Baca Sunting Versi terdahulu

Halaman Utama Perubahan terbaru Peristiwa terkini Halaman sembarang

Komunitas

Warung Kopi Portal komunitas Bantuan

Wikipedia Cetak/ekspor Peralatan Bahasa lain

esky Deutsch English Franais Hrvatski

Slovenina

Halaman ini terakhir diubah pada 11.55, 3 Maret 2012. Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi Tentang Wikipedia Penyangkalan Tampilan seluler

Wikimedia Foundation Powered by MediaWiki Scribd Upload a Document Search Documents Explore

Sign Up |

Log In

/ 128 Download this Document for Free

232.

Dengan diketahui perbedaan moralitas peserta didik berkebutuhan khusus dengan non berkebutuhan khusus pada SDHj. Isriati Semarang sebagai penyelenggara PendidikanInklusif, maka secara umum suguhan-suguhan teman-teman(anak berkebutuhan khusus) memberikan sentuhan batiniahsehingga memberikan manfaat pada semua (orang tua, guru danteman sebaya). E.

Telaah Pustaka Pendidikan Inklusif disosialisasikan oleh Direktorat PembinaanSekolah Luar Biasa Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas diJakarta pada tahun 20032004, merupakan program pelayananpendidikan yang diharapkan mampu mengakses pendidikan untuk semua ( educational for all ), tanpa diskriminasi dan menerimakeberbedaan. Program Pendidikan Inklusif merupakan programpendidikan yang terus disosialisasikan dan

diupayakankeberadaannya dengan memberikan sarana prasarana danbeasiswa. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukandiantaranya sebagai berikut :1. Pengembangan Program Bimbingan Sosial untuk SiswaSekolah Dasar yang melaksanakan program Inklusi (Studi Kasusdi SD Lab. UPI Kampus Cibiru dan SD Sains Al Biruni), (PudjiAsri, 2005), dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa :(a) Profil perkembangan sosial yang berkaitan dengan hubungansosial, karakteristik kelompok, perkembangan etika pada anak berkebutuhan khusus tidak berbeda dengan anak padaumumnya hanya mengalami hambatan yang disebabkankelainannya, besarnya peranan keluarga dan lingkungansekolah dalam pembentukan perilaku sosial mereka;

24(b) Program dan pelaksanaan layanan bimbingan konselingtermasuk bimbingan sosial sudah ada tetapi dalam realisasinyabelum optimal;(c) Jenis layanan bimbingan sosial yang diberikan ada yangmengikut sertakan anak berkebutuhan khusus dalam semuakegiatan sekolah, dan ada yang mengikut sertakan orangtuadalam program kegiatan tersebut;(d) Kendala yang dihadapi guru adalah ketidak pahamannyatentang anak berkebutuhan khusus, tidak adanya panduanuntuk melaksanakan pendidikan inklusi, kurangnya tenagaprofesional dan sarana prasarana untuk menunjang kelancaranprogram pendidikannya.Rekomendasi kepada Sekolah untuk mengembangkan sistemsekolah yang ramah, meningkatkan kepedulian dan layananpendidikan dengan kerja team yang solid antara pengajar, orangtua, tenaga ahli, masyarakat dan pemerintah.Dari kesimpulan penelitian dikemukakan terkait denganhubungan sosial peserta didik yang berkebutuhan khusus, tidak ada perbedaan dalam profil perkembangan sosial yang

berkaitandengan hubungan sosial, karakteristik kelompok, perkembanganetika pada anak berkebutuhan khusus tidak berbeda dengan anak pada umumnya hanya mengalami hambatan yang disebabkankelainannya, besarnya peranan keluarga dan lingkungan sekolahdalam pembentukan perilaku sosial mereka.2. Hasil Jurnal Studi Islam mengemukakan bahwa SekolahSyariah dan Pendidikan Inklusi, yang ditulis sebgaimana ditulissebagai berikut Through comparative analysis, the study finds five same characteristics of Islamic education and inclusiveeducation: (a) education as a right/duty; (b) education for all; (c)the principle of non-segregation; (d) the holistic view of the pupil;

25 (e) handicap seen in relation to external factors, especially schoolenvironment . (Santoso, Muhammad Abdul Fattah , 2005.Pemikiran tersebut sangat mendukung berkembangnyaPendidikan Inklusif, hasil analisis perbandingan tersebutmenemukan lima karakteristik dari Pendidikan Islam danPendidikan Inklusi, a) pendidikan sebagai suatu kewajiban, b)pendidikan untuk semua, c) prinsip dari tidak adanya pemisahan,d) suatu pandangan utuh dari peserta didik, dan e) mengertirintangan dalam hubungan dalam faktor-faktor eksternal,khususnya lingkungan sekolah.3. Dalam penelitian ini penulis berusaha memberikankontribusi dalam bentuk penyajian fakta dengan mendiskripsikanmoralitas peserta didik berkebutuhan khusus dan normal yangbelajar bersama-sama pada sekolah penyelenggara PendidikanInklusif

yang diharapkan memberikan makna dalam kehidupan,dengan asumsi bahwa setiap manusia pada dasarnya memilikifitrah kesucian 8 , sehingga manusia tidak terhalang oleh kondisi-kondisi fisik semata namun lebih kepada segi batiniah yangmempunyai kekuatan yang tidak terhingga untuk mengantarkanmanusia pada posisi tertingginya, yaitu keutamaan ataukebahagiaannya dalam melaksanakan kewajiban untuk berbuatbaik demi kemaslakhatan dirinya, lingkungan dan masa depannyadengan memperhatikan dan mengedepankan nilai moralitas yangdimilikinya, yaitu menjaga kerukunan dan tetap hormat sesuaidengan derajat kedudukannya. 8 Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan (keburukan) danketaqwaannya (kebaikan) (SQ Asy Syams (Matahari), 91: 8).

26 F. Metode Penelitian Penelitian ini membidik moralitas perilaku peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik normal yang belajarbersama-sama dalam satu pembelajaran yang dilakukan dalamkelas inklusif, dimana pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik (guru) diharapkan mampu mengakomodir keberagaman pesertadidik yang berbeda dalam kondisi fisik, intelegensi, sosial maupunemosionalnya. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalahpendekatan sosiologis yang berpijak pada kebijakan lokal ( localwisdom ), mengingat SD Hj. Isriati Semarang adalah sekolah diJawa Tengah, maka pendekatan yang digunakan terfokus padamoralitas budaya Jawa. Metode Pengumpulan data 1.

Pengamatan (Observasi), adalah kegiatan yang akandilaksanakan dengan memusatkan perhatian terhadap obyek yang menjadi sasaran penelitian (Arikunto,1985: 127).Pengamatan dilakukan terhadap a) Perilaku peserta didik berkebutuhan khusus yaitu mereka yang mengalamiganngguan kesulitan belajar (Hyper aktif ringan dan Hyperaktif berat), tuna laras ( Dysruptive) (Gannguan Emosi danperilaku) dan authis, 2) Peserta didik normal yang belajarbersama-sama dengan peserta didik berkebutuhan khusus, 3)Pembelajaran guru di kelas inklusif, dengan harapandiperoleh data yang berkaitan dengan perilaku peserta didik.2.

Wawancara ( interview ) adalah sebuah dialog yang dilakukanuntuk memperoleh informasi dari terwawancara(Arikunto,1985:126). Wawancara dalam penelitian yang telah

27dilakukan untuk mengungkapkan sejarah perkembanganpenyelenggaran pendidikan inklusif, digunakan untuk memperoleh data tentang jumlah anak berkebutuhan khusus(ABK), jenis anak berkebutuhan khusus dan perilaku pesertadidik normal terhadap peserta didik berkebutuhan khusus,serta datadata lain yang mendukung untuk memperjelasanalisis penelitian ini.3.

Telaah Dokumen adalah teknik penggalian data yang terdapatdalam bentuk dokumen seperti buku, peraturan-peraturan,catatan dan lainnya (Arikunto,1985: 131). Teknik inidigunakan untuk memperoleh data tentang keadaanlingkungan, sejarah penyelenggaran Pendidikan Inklusif,pembelajaran dan perhatian guru pembimbing yang fokusterhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Teknik Analisis Data Deskripsi kualitatif dengan menggunakan bantuanprogram SPSS 9 . Selanjutnya hasil tersebut diuji dengan teknik triangulasi; yaitu menguji data yang peneliti peroleh dari satuinforman dengan informan yang lainnya. Sikap moralitas yangakan dilihat yaitu: Pertama sikap hormat terhadap orang tua,guru dan teman sebaya dan kedua sikap rukun terhadap orangtua, guru dan teman sebaya. G. Sistimatika Penulisan Dalam menguraikan kronologi berpikir penulis untuk mencarikebenaran dalam penulisan tesis ini, maka diuraikan pada bab-babsebagai berikut :

9 SPSS adalah suatu software yang berfungsi untuk menganalisis data,melakukan perhitungan statistic baik untuk statistic parametrik maupun nonparametrik dengan basis windows (Imam Ghozali, 2001: 15) pengertian moral Download this Document for FreePrintMobileCollectionsReport Document Info and Rating Follow trinanda88 Share & Embed Related Documents PreviousNext

26 p. 117 p. 153 p. 158 p. 158 p. 158 p. 95 p. 95 p. 163 p.

26 p. 44 p. 95 p. 95 p. 115 p. 115 p. 114 p. 114 p. 114 p. 115 p. 115 p. 115 p. 18 p. 115 p. 115 p. 115 p. 115 p. 115 p. 11 p.

More from this user

PreviousNext

3 p. 34 p. 3 p. 1 p. 14 p. 128 p. 1 p. 12 p. 1 p.

Recent Readcasters Putri Nurul Fadhila Dian Puspitasari Fuji Aotari Fifa Junior Add a Comment Upload a Document Search Documents

Follow Us! scribd.com/scribd twitter.com/scribd facebook.com/scribd

About Press Blog Partners Scribd 101 Web Stuff Support FAQ Developers / API Jobs Terms Copyright Privacy

Copyright 2012 Scribd Inc. Language:

EnglishhttpA. Pengertian Perkembangan Moral Sebelum kita membahas lebih jauh

mengenai pengertian dari perkembangan moral akan lebih baik kita terlebih dahulu memahami satu persatu suku katanya, kata pertama yaitu mengenai perkembangan dan kata kedua yaitu moral, agar pemahaman kita mengenai pengertian perkembangan moral bisa lebih optimal. 1. Pengertian Perkembangan Karena kata perkembangan sangat penting sehingga banyak para ahli ikut berkontribusi dalam mengartikan kata perkembangan, antara lain: Seifert & Hoffnung (1994) Perkembangan adalah long-term changes in a persons growth, feelings, pettens of thinking, social relationship, and motor skills. Reni Akbar Hawadi (2001) Perkembanga secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. 2. Pengertian Moral Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak) Banyak ahli menyumbangkan pemikirannya untuk mengartikan kata moral secara terminologi. Dagobert D. Runes Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Helden (1977) dan Richards (1971) Moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Atkinson (1969) Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan Perilaku tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan yang sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan dengan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.sementara itu perilaku amoral atau nonmoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial, akan tetapi hal itu lebih disebabkan oleh ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. 3. Pengertian Perkembangan Moral Setelah kita mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka selanjutnya yaitu kita muali memahami arti dari gamungan dua kata tersebut Perkembangan Moral Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Author : Aby FarhanKumpulan Artikel Pendidikan | Tutorial Blog | Terbaru di 2012 | Free Download Game

Artikel PERKEMBANGAN MORAL ini diposting oleh Aby Farhan pada hari 01 January 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

Artikel Terkait : http://abyfarhan7.blogspot.com/2012/01/perkembanganmoral.html


Makalah PPD

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK INTERAKSI SOSIAL AKSIOLOGI MACAM-MACAM PUASA PENGERTIAN INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK KONSEP MORAL PENDIDIKAN PENGERTIAN DAN FUNGSI KETATAUSAHAAN SEKOLAH Perencanaan Materi Bahan Pembelajaran MAKNA BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BIMBINGAN DAN KONSELING

Makalah

Anda mungkin juga meminati: KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK KONSEP MORAL PENDIDIKAN FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK PRINSIP-PRINSIP MORAL PENDIDIKAN
LinkWithin

Makalah Makalah PPD 0 komentar: Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Kes Baca Selengkapnya di : PERKEMBANGAN MORAL | AF Sahabat Artikel http://abyfarhan7.blogspot.com/2012/01/perkembangan-moral.html#ixzz1oPTQgsNn
://www.scribd.com/doc/49183378/pengertian-moral Lawrence Kohlberg mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan kedalam enam tahap perkembangan moral yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi kedalam tiga tingkatan: prakonfensional, konvensional, dan pascakonvensional. Karakteristik untuk masing-masing tahapan perkembangan moral yang dimaksud disajikan dalam tabel berikut ini.

N o

Tin gka t

U m u r

Nama

Karakteristi k

Tin gka t1

0 9

Prakonvensional

t h n Tah ap 1 Moralitas heteronomi (orientasi kepatuhan dan Melekat pada aturan

hukuman) Tah ap 2 Individualisme/ instrumentalisme (orientasi minat pribadi) Kepentingan nyata individu. Menghargai kepentingan oranglain 2 Tin gka t2 9 1 5 Konvensional

t h n Tah ap 3 Reksa interpersonal (orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (sikap anak baik)). Mengharapka n hidup yang terlihat baik oleh orang lain dan kemudian telah menganggap dirinya baik. Tah Sistem sosial dan Memenuhi

ap 4

hati nurani (orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (moralitas hukum dan aturan))

tugas sosial untuk menjaga sistem sosial yang berlangsung.

3 .

Tin gka t3

D i a t a s 1 5 t h n

Pascakonvension al

Tah ap 5

Kontrak sosial

Relatif menjungjung tinggi aturan dalam memihak kepantingan dan kesejahteraan untuk semua.

Tah ap 6

Prinsip universal

etika

Prinsip yang sendiri,

etis dipilih

bahkan ketika ia bertentangan dengan hukum

Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut tahap realisme moral atau moralitas oleh

pembatasan

dan tahap kedua

disebut tahap moralitas otonomi atau

moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbal balik. Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Pada tahap kedua, anaka menilai perilaku atas dasar tujuan yang

mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model.

Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego yang dibentuk melalui jalan internalisasi laranganlarangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa, sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri. Teori-teori lain yang non psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anakorang tua bukan satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak factor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu: 1) Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak. 2) Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, temanteman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal. 3) Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. 4) Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget.

Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang. 5) Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.

D. Upaya Optimalisasi Perkembangan Moral Hurlock mengemukakan ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu : 1) Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang dianggap benar atau salah karena tindakan itu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. 2) Pengambangan hati nuranni sebagai kendali internal bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan

mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum. 3) Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan digunakan sebagai pedoman

perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri, khusus terjadi bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namun

mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya. 4) Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak. 5) Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi anak 6) Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara social, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati. Interaksi sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap benar dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga.

Melalui interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar

bagaimana orang lain mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok sosial yang lebih besar dalam

masyarakat.

Sumber-Sumber: 1 2 3 4 5
3.8 / 5 - 4 vote(s).

Sudarwan Damin dan Khairil, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 80-81
Ahmad Fauzi dkk, Perkembangan Peserta Didik, (LAPIS PGMI, 2008), hlm 912

4.5

Author : Aby FarhanKumpulan Artikel Pendidikan | Tutorial Blog | Terbaru di 2012 | Free Download Game

Artikel KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK ini diposting oleh Aby Farhan pada hari 01 January 2012. Terimakasih atas

kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

Artikel Terkait :
Karakteristik Perkembangan KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Makalah PPD PERKEMBANGAN MORAL FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Makalah PERKEMBANGAN MORAL INTERAKSI SOSIAL AKSIOLOGI MACAM-MACAM PUASA PENGERTIAN INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK KONSEP MORAL PENDIDIKAN PENGERTIAN DAN FUNGSI KETATAUSAHAAN SEKOLAH Perencanaan Materi Bahan Pembelajaran MAKNA BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BIMBINGAN DAN KONSELING

Anda mungkin juga meminati: KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PERKEMBANGAN MORAL Penilaian Diri dan Sikap (Self Assesment) KONSEP MORAL PENDIDIKAN
LinkWithin

Karakteristik Perkembangan Makalah Makalah PPD Perkembangan Peserta Didik

0 komentar: Post a Comment Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Kesediaannya untuk Berkomentar pada Blog ini. Saya Sangat menghargai Setiap Komentar, Masukkan, Saran, dan Kritik Y sekiranya dapat Membangun Blog ini Agar Lebih Baik Lagi Kedepannya. Berkomentarlah sesuai dengan Isi Bahasan Artikel. Mohon dengan Sangat Kepada Sobat-sobat untuk tidak berkomentar Y berbau unsur: - Sara - Pornografi - No Spam !!! [banyak sobat Y berkomentar di blog ini Y dianggap Spam, jadi maaf jika ada pesan sobat Y tdk dibalas / tdk Muncul] Terima Kasih atas Kunjungannya Sobat,, Salam Sukses dari AF Sahabat Artikel
Newer Post Older Post Subscribe to: Post Comments (Atom)

Sekecil Mereka Dituntut itu, Mengapa Kita Yang Dewasa Tidak Bisa?

Daftar Harga aplikasi OS HandPhone android Terbaru terjangkiti Berbagai virus Merek

obat peninggi badan yang aman KOSMETIK MURAH

Updates Via E-Mail


Top of Form

S ig n u p e m

Bottom of Form

Facebook

Twitter

RSS Feed

Recent Popular Label Cara Membuat Rating Bintang Rich Snippet di Blog Cara Membuat Update Status Twitter di Blog Membuat Sumber Link Otomatis Saat Artikel di Copy Paste Daftar PTC No Minimum Payout [Sehari Langsung Payout] Membuat Tampilan Fanpage Facebook lebih Menarik Kontes SEO Terbaru di Tahun 2012 Hasil Pertandingan AC Milan vs Arsenal 15-02-2012 (Liga Champion) Download Game Fruit Ninja HD V.1.6.1 Bukti Pembayaran dari AdsenseCamp | PPC Cara Membuat Artikel Terkait dengan Gambar (Thumbnail)

Sahabat Blogger My Sitemeter

Blog Archive
2012 (66) March (2) February (21) January (43) Baca Komik Naruto Terbaru Online Tutorial Cara Membuat Facebook Like Button Kode Warna HTML | Lengkap Cara Membuat Artikel Terkait + Sroll Bar Bukti Pembayaran PTC dari Ref4bux Membuat Follow Twitter Burung Terbang Cara Memasang Meta Tags di Blog Cara Membuat Kotak Highlight All Potret Keadaan Fukushima Sekarang Bukti Pembayaran PTC dari PTC25 Memperindah Tampilan Windows 7 Dengan Rainmeter Sibernetika Cara Membuat Twitter Lengkap Cara Memasang Twitter Counter di Blog Cara Memasang Status Twitter di Blog Cara Membuat Tweet Box Melayang Di Blog Cara Mengganti Template Blog Gratis Daftar Film Terbaru Hollywood 2012 Cara Memasang Link, Kode HTML/Javascript di Postin... Cara Memasang Video Youtube Ke Postingan Blog Cara Menulis Artikel di Blog Cara Membuat Favicon Blog Mudah dan Praktis Membuat Share Button dalam Postingan Blog Cara Melihat Pengunjung Blog yang Online Tips Meningkatkan Trafik Pengunjung Blog Perencanaan Pendidikan Arsenal Squad 2011-2012 Wallpapers Cara Membuat Blog Gratis Cara Menambahkan Widget Share Melayang di Blog Never Give Up !

2011 (55)

Free WebHosting Gratis 000webhost.com Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional di Indone... SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYYAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYID... PERIODISASI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Daftar PTC Terpercaya 2012 (Dollar, Euro, Pounster... Link dan Banner AF Sahabat Artikel KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK PERKEMBANGAN MORAL Contact Us

About Author

Aby Farhan Hidup itu harus sesuai dengan hasrat hidupmu !!! jangan hanya menuruti ambisi orang lain yang mungkin tidak membuatmu nyaman dalam menjalankannya. ini hidup kita, , , , kita tau mana yang baik untuk diri kita sendiri percayalah. . . . Manusia dibentuk dari keyakinannya. Apa yang ia yakini, itulah dia View my complete profile

Blog Directorys

academics blogs directory

Free counters free search engine submission

Top of Form

Bottom of Form

Kunjungi Blog Y lain


Bagi Bagi Ilmu The Slots Operators Are Threatening to Sue Make Your Soundrenaline Cats can Cause Schizophrenia 3Share

Baca Selengkapnya di : KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK | AF Sahabat Artikel http://abyfarhan7.blogspot.com/2012/01/karakteristik-perkembanganmoral.html#ixzz1oPUGxA8W

You might also like