You are on page 1of 35

Kemajuan Sains dan Teknologi Pada Masa Kekhilafahan Islam

Menelusuri sejarah peradaban kaum Muslim sama artinya dengan membuka kembali lembaranlembaran sejarah yang menggambarkan kemajuan yang pernah diperoleh oleh generasi kaum Muslim terdahulu. Zaman keemasan kaum Muslim saat itu dikenal dengan sebutan The Golden Age. Pada saat itu, kaum Muslim berhasil mencapai puncak kejayaan sains dan ilmu pengetahuan yang memberikan kemaslahatan yang amat besar bagi peradaban umat manusia pada umumnya. Pada masa itu, berbagai cabang sains dan teknologi lahir. Sains dan teknologi yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh peradaban-peradaban sebelum Islam mampu digali, dijaga, dikembangkan, dan dijabarkan, secara sederhana oleh kaum Muslim. Sains dan teknologi tersebut kemudian diwariskan kepada generasi dan peradaban modern serta turut memberikan andil yang amat besar bagi proses kebangkitan kembali (renaissance) bangsa-bangsa Eropa. Bisa dikatakan, kebangkitan kembali bangsa Eropa yang memicu proses industrialisasi besarbesaran di Eropa dan Amerika tidak akan muncul jika para pionir Eropa tidak belajar kepada kaum Muslim. Berkah Perang Salib yang berkecamuk hampir selama dua abad antara kaum Muslim dan Eropa yang Kristen telah membuka mata bangsa Eropa terhadap kemajuan sains dan teknologi yang dimiliki oleh kaum Muslim. Mereka masih sempat merampas buku-buku dan berbagai manuskrip kuno yang merekam perkembangan sains dan teknologi yang tersimpan di perpustakan-perpustakaan milik kaum Muslim, meskipun sebagian besarnya mereka bakar. Untuk mengetahui betapa hebatnya kemajuan sains dan teknologi yang pernah dicapai oleh kaum Muslim pada masa pemerintahan para khalifah Islam di masa lalu, perjalanan tarikh kali ini akan menguak beberapa cabang sains dan teknologi.

A. Ilmu Bumi
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun (paruh pertama abad IX M), Al-Khawarizmi dan 99 orang asistennya telah membuat peta bumi sekaligus peta langit (peta bintang). Mereka berhasil mengukur lingkaran bumi dengan tingkat akurasi yang amat tinggi dengan dilandaskan pada pemahaman bahwa bumi itu bentuknya bulat. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah eksperimen sederhana dilakukan di dataran Sinyar (dekat kota Palmyra). Dengan menggabungkan pengetahuan matematika sederhana (sinus, cosinus dan tangent) dengan sudut jatuh sinar matahari serta peredaran bumi dalam setahun, mereka menyimpulkan bahwa derajat zawal = 56 2/3 mil atau 959 yard lebih panjang dari nilai yang sebenarnya. Setelah diperoleh derajat zawal, mereka dapat menghitung panjang keliling bumi, yaitu 20.000 mil, dan jari-jari bumi 6.500 mil. Pada saat yang sama, bangsa Eropa masih yakin bahwa bumi itu datar, hingga Columbus berhasil menginjakkan kakinya di benua Amerika, dan membuktikan bahwa bumi itu bulat. Upaya para intelektual Muslim saat itu untuk memetakan bumibeserta informasi mengenai keadaan alam, hasil bumi, dan barang tambangnyatelah dimulai pada abad ke-9 M. Al-

Muqaddasi (Abu Abdillah) yang hidup pada tahun 985 M melakukan pengembaraan panjang mendatangi berbagai negeri hingga 20 tahun lamanya. Tujuannya adalah untuk menyusun ensiklopedia sederhana mengenai ilmu bumi. Ia memberikan banyak informasi yang amat teliti tentang tempat-tempat yang dikunjunginya. Sejak saat itu, mulailah berkembang upaya-upaya spesifik yang akan melahirkan cabang ilmu historio topographical maupun demografi. Di antara buku-buku ilmu bumi yang banyak tersebar saat itu ada yang memfokuskan tentang sejumlah peraturan pos pada masa para khalifah dan peraturan mengenai kharaj di masing-masing wilayah; ada pula yang menggambarkan kondisi udara (tingkat hujan, kelembaban, intensitas sinar matahari dsb), pertambangan/logam; dan sejenisnya. Pada pertengahan abad ke-10 M, Al-Astakhri menerbitkan karyanya tentang ilmu bumi negerinegeri Islam yang disertai dengan peta berwarna yang membedakan data potensi masing-masing negeri. Pada akhir abad ke-11 M, Al-Biruni mengekspose bukunya tentang ilmu bumi Rusia dan Eropa Utara. Ia adalah Abu Raihan Biruni yang lahir di negara bagian Khurasan. Ia belajar ilmu pasti, astronomi, kedokteran, matematika, sejarah, serta ilmu tentang bangsa India dan Yunani. Ia sering melakukan korespondensi dengan Ibn Sina. Pertengahan abad ke-12 M, Al-Idrisi, seorang ahli ilmu bumi dan pelukis peta, telah membuat peta langit dan bola bumi yang berbentuk bulat. Kedua karyanya itu dibuat dari perak dan dihadiahkan kepada Raja Roger II dari Sisilia. Namun demikian, hasil karya Al-Idrisi yang amat terkenal adalah peta sungai Nil. Peta tersebut menjelaskan asal sumbernya (hulu sungai) yang kemudian dijadikan acuan bagi pengelana Eropa dalam menemukan hulu sungai Nil pada abad ke-19 M. Tahun 1290 M, Quthbuddin as-Syirazi, ahli ilmu bumi, berhasil membuat peta Laut Mediterania, yang kemudian dihadiahkannya kepada Gubernur Persia saat itu. Pada era yang sama, Yaqut arRumi (1179-1229) menyusun ensiklopedia ilmu bumi tebal yang terdiri dari 6 jilid. Ensiklopedia ini dikemas dengan judul, Mujam al-Buldn.

B. Ilmu Astronomi
Khalifah al-Manshur dari generasi ke-Khilafahan Abasiyah pernah memerintahkan untuk menerjemahkan buku tentang astronomi yang berasal dari India yang berjudul Sidhanta. Penerjemahnya adalah al-Farabi (meninggal antara 796-806 M). Ia kemudian terkenal sebagai astronom pertama di dalam sejarah Islam. Sepeninggal al-Farabi, direktur yang membidangi ilmu astronomi adalah al-Khawarizmi. Ia berhasil merumuskan perjalanan matahari dan bumi serta menyusun jadwal terbitnya bintangbintang tertentu. Pada masa pemerintahan al-Makmun, al-Khawarizmi berhasil menemukan kenyataan tentang miringnya zodiak (rasi/letak) bintang. Ia berhasil pula memecahkan perhitungan sulit yang disebut dengan persamaan pangkat tiga (a qubic equation), yang oleh Archimides pernah disinggung, tetapi tidak berhasil dipecahkan. Penemuannya yang paling masyhur dan tetap digunakan dalam berbagai cabang ilmu adalah ditemukan dan mulai digunakannya angka nol serta berhasil disusunnya perhitungan desimal. Perlu diketahui bahwa

bangsa Romawi, Yunani, maupun berbagai peradaban sebelum Islam, penjumlahan maupun pengurangan, bahkan lambang angka/bilangan belum mengenal angka nol. Pakar-pakar astronomi yang pernah hidup pada masa itu, antara lain, adalah Ahmad Nihawand; Habsi ibn Hasib (831 M); Yahya ibn Abi Manshur (hidup antara 870-970 M); an-Nayruzi (922 M), pengulas buku Euclides dan penulis beberapa buku tentang instrumen untuk mengukur jarak di udara dan laut; al-Majriti (1029-1087 M), yang dikenal lewat bukunya, Tadl al-Kawkib; azZarqali (1029-1089 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai Arzachel; Nashiruddin at-Tusi (wafat 1274) yang membangun observatorium di kota Maragha atas perintah Hulaghu. Az-Zarqali berhasil membeberkan kepada dunia cara menentukan waktu dengan mengukur tinggi matahari. Ia adalah orang pertama yang membuktikan gerak apogee matahari dibandingkan dengan kedudukan bintang-bintang. Menurut perhitungannya, gerak itu besarnya 12,04 derajat. Bandingkan akurasinya dengan nilai sebenarnya yang diperoleh saat ini, yaitu 11,8 derajat. Ibn Jaber al-Battani, yang dikenal orang Eropa sebagai Al-Batanius (858-929 M), berhasil mengembangkan beberapa penyelidikan yang pernah dilakukan oleh Ptolomeus. Ia memperbaiki perhitungan-perhitungan mengenai waktu dan jarak tempuh bulan maupun beberapa planet. Ia juga membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari setiap tahun. Perhitungannya yang teliti tentang besarnya kemiringan ekliptika, panjang tahun tropis, waktu dan jarak tempuh matahari diakui oleh pakar-pakar astronomi. Pada masa Bani Fatimiyah berkuasa, pakar astronom Muslim ternama, Ali ibn Yunus (meninggal tahun 1009 M) mempersembahkan sebuah buku mengenai ilmu astronomi kepada negara berjudul Al-Zij al-Kbir al-Hkim. Manfaat buku ini diakui oleh para pakar astronomi sehingga disalin ke bahasa Persia oleh Umar Khayyam. Umar Khayyam sendiri berhasil menyusun sistem penanggalan yang lebih teliti dibandingkan dengan penanggalan Gregorian, karena penyimpangannya hanya satu hari dalam 5000 tahun, sedangkan penanggalan Gregorian penyimpangannya satu hari dalam 3300 tahun). Buku Ali ibn Yunus juga diterjemahkan ke dalam bahasa China oleh Co Cheon King (tahun 1280 M). Pada masa yang sama, al-Biruni (1048 M) memaparkan teorinya mengenai rotasi bumi, perhitungan serta penentuan bujur dan lintang bumi dengan akurasi yang amat teliti.

C. Ilmu Pasti/Matematika
Bangsa Barat mengenal angka-angka Arab, atau biasa disebut algoritma, dengan menisbatkannya kepada al-Khawarizmi, seorang pakar matematika dan aljabar. Kata algoritma, yang disingkat menjadi augrim, bersumber dari buku-buku al-Khawarizmi. Orang-orang Eropa saat itu amat terpengaruh oleh teori-teorinya yang brilian. Hal itu tampak dalam buku Karmen de Algorismo, karangan Alexander de Villa Die (tahun 1220 M), dan buku Algorismus Vulgaris, karangan John of Halifax (tahun 1250 M). Buku al-Khawarizmi yang paling masyhur adalah Hisb al-Jabr wa al-Muqbalah. Gerald of Cremona menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Latin, yang edisi Inggrisnya berjudul The Mathematics of Integration and Equations. Buku ini menjadi referensi utama di berbagai

perguruan tinggi Eropa hingga abad ke-16 M. Selain itu, al-Khawarizmi berhasil mengembangkan perhitungan Platolemy dalam perhitungan busur dan ilmu ukur sudut dengan mengetengahkan istilah sinus serta menyusun penyelesaian yang sistematis dalam persaman pangkat dua. Ibn Ibrahim al-Fazari mengembangkannya lebih lanjut hingga ke bentuk persamaan pangkat tiga. Hal sama sebenarnya juga dilakukan dalam persamaan pangkat tiga oleh Abu Jafar al-Khazen (960 M). Hanya saja, ia lebih memfokuskan penggunaan aljabar dalam ilmu ukur, dan ia adalah peletak dasar bagi ilmu ukur analitis. Keahlian dalam aljabar yang digunakan dalam ilmu ukur sudut didalami oleh Al-Battani (858929 M). Dialah yang menguraikan persamaan sin Q/cos Q = k. Ia pun menjabarkan lebih lanjut formulasi cos a = cos b cos c + sin b sin c cos a pada sebuah segi tiga. Abu al-Wafa (940-998 M) termasuk kelompok pertama pakar matematika yang mengungkapkan teori sinus dalam kaitannya dengan segi tiga bola. Ia orang pertama yang menggunakan istilah tangent, cotangent, secant, dan cosecant dalam ilmu ukur sudut, yang sekaligus membuktikan adanya hubungan di antara keenam unsur itu. Jabir ibn Aflah, yang dikenal oleh bangsa Eropa dengan sebutan Geber (wafat tahun 1150 M), telah menulis buku dalam ilmu astronomi sebanyak 9 jilid. Para pengkaji manuskrip kuno menganggap bahwa bukunya merupakan pengembangan labih lanjut dari buku Almagest-nya Platomeus. Jabir ibn Aflah adalah orang pertama yang menyusun formulasi cos B = cos b sin A, cos C = cos A cos B pada sebuah segi tiga, yang sudut C-nya siku-siku.

D. Ilmu Fisika
Pencapaian kaum Muslim dalam perkembangan ilmu fisika, sama pesatnya dengan perkembangan yang diperoleh dalam ilmu pasti maupun ilmu kimia. Salah seorang pakar ilmu fisika yang terkenal pada abad ke-9 M adalah al-Kindi. Ia menguraikan hasil eksperimennya tentang cahaya. Karyanya tentang fenomena optik diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, De Sspectibus, dan memberikan pengaruh besar dalam proses pendidikan Roger Bacon. Di samping itu, ada pula Ibn Haytham, yang di Barat lebih dikenal sebagai Alhazen (965-1039 M). Ia bukan saja ahli dalam bidang ilmu pasti dan filsafat, tetapi juga amat mumpuni dalam bidang ilmu optik dan pencahayaan. Sebanyak 200 judul buku mengenai optik dan pencahayaan dinisbatkan kepada Ibn Haytham. Teorinya yang amat terkenal adalah tentang sumber cahaya yang menyebabkan benda dapat dilihat. Ditegaskan juga bahwa cahaya itu bukan berasal dari mata yang melihat melainkan dari benda tersebut. Teori ini jelas-jelas bertentangan dengan teori Euclides dan Platomeus yang mengatakan bahwa benda dapat dilihat karena mata yang bercahaya. Ibn Haytham juga menunjukkan tentang fenomena refleksi dan refraksi cahaya. Ia juga membuktikan adanya perbedaan berat jenis antara udara dengan benda-benda. Teorinya ini mendahului teori yang sama yang dikeluarkan atas nama Torricelli jauh lima abad sebelumnya. Ibn Haytham pula yang mulai melakukan eksperimen tentang gravitasi bumi jauh sebelum Newton merumuskan teorinya tentang gravitasi. Kepiawaian Ibn Haytham dalam ilmu optik membuatnya berhasil menemukan lensa pembesar pertama. Padahal, lensa sejenis baru dapat dibuat di Italia beberapa abad kemudian. Buku Ibn Haytham yang membahas tentang optik

diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1572 M. Bukunya amat mempengaruhi para sarjana Eropa di abad pertengahan seperti Keppler, Bacon, maupun Leonardo da Vinci. Pembahasan tentang mekanika yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul, Kitb f Marifah, karya al-Jazari (nama aslinya Badiuz Zaman Ismail) muncul pada awal abad ke-13 M. Di dalamnya diuraikan berbagai fenomena mekanika sederhana yang menjadi dasar bagi para sarjana Eropa dalam menyusun ilmu mekanika moderen.

E. Ilmu Sejarah Alam


Tumbuhan maupun hewan tidak luput dari sasaran pengkajian ilmiah para intelektual Muslim. Perkebunan (botanical garden) yang sederhana dijadikan tempat untuk melakukan eksperimen. Hal itu dijumpai di kota-kota seperti Baghdad, Kairo, Cordova dan lain-lain. Melalui eksperimennya, para intelektual Muslim berhasil mengetahui perbedaan jenis tumbuh-tumbuhan, membagi tumbuhan berdasarkan tempat asalnya, mempelajari bermacam-macam perbanyakan tumbuhan, dan mulai menyusun klasifikasi tumbuhan secara sederhana. Pada abad ke-11 M, pakar pertanian bernama Abu Zakaria Yahya menulis buku tentang pertanian berjudul Kitb al-Falahah. Langkahnya kemudian diikuti oleh Abu Jafar al-Qurthubi (1165 M) yang menyusun buku yang berisi seluruh jenis tumbuhan yang dijumpai di daerah Andalusia dan Afrika Utara. Setiap jenis tumbuhan diberi nama Arab, Latin, dan Barbar. Periode ini diikuti oleh Ibn Baythar (1248 M), yang melakukan ekseperimen tentang rumput-rumputan dan berbagai jenis tumbuhan. Ia menyusun dua buah judul buku hasil penyelidikannya. Salah satunya memuat keterangan rinci lebih kurang 200 jenis tumbuhan. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1759 M di Cremona. Kaum Muslim turut memberikan andil bagi para pakar tumbuhan dan menyediakan informasi yang amat berguna mengenai sekitar 2000 jenis tumbuh-tumbuhan yang sebelumnya belum dikenal. Pakar zologi yang terkenal antara lain adalah al-Jahir. Ia menulis buku berjudul Kitb alHayawn. Di dalamnya dijelaskan anatomi sederhana, makanan, kebiasaan hidup, serta manfaat yang diperoleh dari berbagai jenis hewan. Di samping itu, terdapat pula ad-Damiri (1405 M), seorang pakar zologi yang berasal dari Mesir. F. Ilmu Kedokteran Perhatian kaum Muslim terhadap ilmu kedokteran sudah ada sejak peradaban Islam terbentuk di kota Madinah, ditambah lagi dengan kebutuhan yang dijumpai setiap kali kaum Muslim melakukan jihad fi sabilillah. Ilmu kedokteran termasuk cabang ilmu yang paling pesat perkembangannya di Dunia Islam saat itu, karena manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Wajar kalau Khalifah Harun ar-Rasyid (abad ke IX M) memberikan perhatian yang amat besar dengan membuka fakultas khusus tentang ilmu kedokteran di berbagai perguruan tinggi di kota Baghdad, lengkap dengan rumah sakitnya. Seiring dengan perkembangannya, berbagai buku tentang ilmu kedokteran pun mulai tersebar luas. Buku-buku tersebut di kemudian hari disalin ke dalam bahasa Latin.

Kemungkinan besar, buku kedokteran pertama yang disusun oleh pakar kedokteran Muslim adalah Firdaus al-Hikmah. Buku tersebut ditulis pada tahun 850 M oleh Ali at-Tabari. Pada saat yang sama, Ahmad ibn at-Tabari melakukan eksperimen pertama tentang penyakit kurap. Ia termasuk pakar kedokteran pertama yang berhasil menyingkap penyakit kulit tersebut. Di kota Baghdad, muncul pula pakar kedokteran bernama Abubakar Muhammad ibn Zakaria. Ia dikenal dengan ar-Razi (864-932 M). karangan-karangannya tergolong sebagai encyclopedia karena tebal dan banyaknya. Untuk bidang kedokteran saja, ia menyusun sekitar 200 judul buku. Prestasinya yang hebat dipandang oleh sebagian orientalis melebihi prestasi Galinus, seorang filosof Yunani terkenal. Di antara bukunya yang terkenal adalah Al-Manshri. Buku tersebut terdiri dari 10 jilid dan telah disalin ke dalam bahasa Latin (di kota Milano) pada akhir abad ke15 M. Bukunya yang lain adalah Al-Judari wa al-Hasbah. Buku tersebut mengupas tentang penyakit cacar dan campak. Buku ini tergolong sebagai buku pertama yang membahas penyakit cacar dan campak serta penjelasan mengenai cara-cara pencegahan dan pengobatannya. Buku ini telah disalin ke dalam bahasa Latin tahun 1565 M. Buku lainnya adalah Al-Hawi yang terdiri dari 20 jilid. Buku ini memaparkan sejarah dan mengumpulkan berbagai penemuan di bidang kedokteran yang pernah dijumpai dalam peradaban Yunani, Persia, India, dan hasil analisis sang penyusunnya sendiri. Tahun 1279 M, buku ini disalin di Sisilia ke dalam bahasa Latin dan dicetak tahun 1486 M. Ali ibn Abbas (994 M) menyusun buku berjudul Kitb al-Mlik. Buku ini mengupas tentang masalah gizi dan pengobatan dengan menggunakan rempah-rempah. Ia juga menyusun buku lainnya yang memaparkan tentang sistem peredaran darah di dalam pembuluh, kehamilan dan persalinan, dan banyak lagi yang lain. Dalam spesialisasi penyakit mata, terdapat nama-nama seperti al-Haysam (965 M), Ali alBaghdadi, Ammar al-Moseli (yang menulis buku Al-Muntakhah f al-Ilj al-Ayn). Buku-buku mereka mereka telah disalin ke dalam bahasa Latin dan dicetak berulang-ulang bagi mahasiswa kedokteran Eropa pada abad pertengahan. Pakar farmasi (obat-obatan) yang terkenal di Dunia Islam adalah Ibn Bayhthar ad-Dimasyqi (1197-1248 M) yang menyusun buku Al-Adwiyah al-Mufradah. Buku tersebut berisi kumpulan berbagai resep obatan-obatan. Penulisnya menjadi peletak dasar ilmu farmasi. Sedemikian besar manfaatnya di Eropa, buku ini sempat dicetak ulang sebanyak 23 kali pada abad ke-15 M dan diberi judul Simplicibus. Spesialis bedah yang terkenal adalah Ibn Qasim az-Zahrawi al-Qurthubi (lahir 1009 M). Ia menyusun buku berjudul At-Tashrh. Beberapa bagian buku ini disalin oleh Gerald of Cremona pada abad ke-16 M ke dalam bahasa latin. Hingga abad ke-18 M, buku ini dijadikan referensi di berbagai perguruan tinggi kedokteran Eropa, terutama ilmu bedah. Di dalam buku itu juga dijelaskan jenis-jenis dan penggunaan alat bedah, perlakuan pasca bedah yang mencakup sterilisasi luka, dan sejenisnya. Menyinggung perkembangan ilmu kedokteran Islam, tidak lengkap tanpa menyebut Ibn Sina (1037 M). Bukunya yang terkenal adalah Al-Qnn f ath-Thibb yang dianggap sebagai ensiklopedia ilmu kedokteran dan ilmu bedah terlengkap pada zamannya. Selama kurun waktu

abad ke-12 sampai abad ke-14 M, buku ini dijadikan referensi utama pada fakultas kedokteran di berbagai perguruan tinggi Eropa. Sejak abad ke-15 M, buku ini telah dicetak ulang sebanyak 15 kali, bahkan beberapa bagian buku tersebut masih dicetak tahun 1930 di kota London. Sedemikian terkesannya orang-orang Eropa terhadap buku-buku dan prestasi Ibn Sina hingga Encyclopedia Britannica mengutip ucapan salah seorang orientalis Sir Thomas Clifford yang berkata, Orang-orang Eropa berpendapat bahwa karya-karya Ibn Sina dalam ilmu kedokteran telah menenggelamkan karya-karya lain seperti karya Hypocrates, bahkan karya Galinus sekali pun. Selain itu terdapat juga spesialis ilmu tulang dan mikrobiologi, seperti Ibn Zuhr (1162 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai Avenzoar. Bukunya yang terkenal adalah At-Taysr f Mudwah wa at-Tadbr. Ibn Rusydseorang dokter, penulis buku Al-Kulliyt f ath-Thibb, sekaligus seorang faqih penulis buku Bidyah al-Mujtahidberkomentar bahwa Ibn Zuhr adalah seorang pakar kedokteran Islam yang paling besar. Sejarah Islam juga dipenuhi degan pakar kedokteran lain yang memiliki spesialisasi di bidang epidemi dan kesehatan lingkungan, seperti Lisanuddin ibn al-Khatib (1313-1374 M) yang menyusun kitab tentang penularan penyakit. Ia mengikuti jejak dari Ibn Jazlah (110 M), yang di Eropa lebih dikenal dengan sebutan Ben Gesla. Ia menyingkap tentang periodisasi dan jadwal berbagai penyakit dengan memperhitungkan cuaca. Ia juga menentukan obat-obatan bagi masing-masing penyakit yang dianalisisnya. Bukunya telah disalin dan dicetak di Tassburg tahun 1532 M. Perhatian para khalifah dan kaum Muslim terhadap kesehatan dan ilmu kedokteran direalisasikan dengan dibukanya poliklinik harian dan poliklinik keliling. Para dokter yang bertugas di situ bertugas bukan saja membuka pelayanan umum bagi masyarakat, tetapi juga bagi orang-orang sakit yang ada di lembaga pemasyarakatan. Sistem pemeriksaan secara periodik bagi para pegawai yang memperoleh beban tugas tertentu dan membutuhkan kriteria kesehatan yang amat ketat merupakan prosedur rutin yang sudah dilakukan oleh kaum Muslim. Pada saat yang sama, di Eropa terdapat kepercayaan bahwa mandi itu dapat mengakibatkan penyakit tertentu, dan penggunan sabun sebagai alat pembersih sangat berbahaya bagi mereka. Tidak pelak lagi, pencapaian sains dan teknologi yang amat tinggi, yang tidak pernah dicapai oleh umat manusia pada masa sebelumnya, adalah berkat diterapkannya Islam sebagai sebuah sistem hidup dan ideology. Benar kiranya pernyatan salah seorang intelektual Muslim dari Mesir, Syekh Syaqib Arselan, yang mengatakan bahwa orang-orang Barat maju karena meninggalkan agamanya, dan kaum Muslim mundur karena meninggalkan agamanya.

MUSLIM, PELETAK DASAR MESIN KOMPUTER


09 December 2010 Brilly El-Rasheed No comments Komputer di masa sekarang sangatlah urgen. Seolah komputer adalah kebutuhan primer bagi para penulis. Komputer juga bisa menjadi sarana dawah bil qalam. Kebanyakan orang yakin

kalau penemu komputer adalah orang nonmuslim. Tapi sebenarnya peletak dasar prinsip mekanik komputer adalah orang Islam. Ngga percaya? Ketika peradaban Islam menggenggam dunia, tepatnya di era kekhalifahan, para insinyur Muslim ternyata sudah menguasai teknologi komputer. Yang pasti, teknologi yang dikembangkan para ilmuwan muslim di zaman itu bukan komputer digital, melainkan komputer analog. Istilah komputer analog, menurut Wikipedia, digunakan untuk menggambarkan alat penghitung yang bekerja pada level analog lawan (dual) dari level digital. Komputer analog juga kerap didefinisikan sebagai komputer yang mengolah data berdasarkan sinyal yang bersifat kualitatif atau sinyal analog, untuk mengukur variabel-variabel, seperti voltase, kecepatan suara, resistansi udara, suhu, dan pengukuran gempa. Komputer ini biasanya digunakan untuk mempresentasikan suatu keadaan, seperti untuk temperatur, radar, dan intensitas cahaya. Sederet peralatan yang menggunakan prinsip komputer analog telah ditemukan para ilmuwan Islam. Alat-alat itu umumnya digunakan untuk beragam kegiatan ilmiah. Di zaman keemasannya, para astronom Muslim berhasil menemukan beragam jenis astrolabe. Peralatan astronomi itu digunakan untuk menjawab 1001 persoalan terkait astronomi, astrologi, horoskop, zodiak, navigasi, survei, penentuan waktu, arah kiblat, dan jadwal shalat. Menurut D De S Price (1984) dalam bukunya A History of Calculating Machines, Al-Biruni merupakan ilmuwan pertama yang menemukan alat astrolabe mekanik pertama untuk menentukan kalender bulan-matahari. Astrolabe yang menggunakan roda gigi itu ditemukan AlBiruni pada tahun 1000 M. Tak lama kemudian, Al-Biruni pun menemukan peralatan astronomi yang menggunakan prinsip komputer analog yang dikenal sebagai Planisphere sebuah astrolabe peta bintang. Pada tahun 1015 M, komputer analog lainnya ditemukan ilmuwan Muslim di Spanyol Islam bernama Abu Ishaq Ibrahim Az- Zarqali. Arzachel, sebutan orang Barat untuk Az-Zarqali, berhasil menemukan Equatorium alat penghitung bintang. Peralatan komputer analog lainnya yang dikembangkan Az-Zarqali bernama Saphaea. Inilah astrolabe pertama universal latitudeindependent. Astrolabe itu tak bergantung pada garis lintang pengamatnya dan bisa digunakan di manapun di seluruh dunia. Dua abad kemudian, insinyur Muslim terkemuka bernama Al-Jazari mampu menciptakan jam istana (castle clock) sebuah jam astronomi. Jam yang ditemukan tahun 1206 M itu diyakini sebagai komputer analog pertama yang bisa diprogram. Jam astronomi buatan Al- Jazari itu mampu menampilkan zodiak, orbit matahari dan bulan serta bentuk-bentuk bulan sabit. Tidak hanya ketiga ilmuwan di atas, peralatan komputer analog lainnya berbentuk astrolabe juga ditemukan oleh Abu Bakar Isfahan pada 1235 M, berupa komputer kalender mekanik. Ilmuwan Muslim lainnya bernama As-Sijzi juga tercatat berhasil menemukan peralatan astronomi yang menggunakan prinsip kerja komputer analog. Alatnya bernama Zuraqi sebuah astrolabe heliosentris. Ibnu Samh astronom terkemuka di abad ke-11 M juga tercatat sebagai salah seorang penemu peralatan komputer analog berupa astrolabe mekanik. Seabad kemudian, ilmuwan Muslim serba bisa legendaris bernama Sharaf Ad-Din At-Tusi menciptakan astrolabe linear.

Al-Jazari (1136 M-1206 M) sang Bapak Teknik Modern, ilmuwan muslim legendaris dari Kashan, Iran, yang berhasil menemukan sederet peralatan teknologi yang sangat monumental di zamannya. Selain dikenal di dunia teknik modern sebagai perintis robot, Al-Jazari pun tercatat sebagai sarjana pertama yang menciptakan komputer analog yang bisa diprogram. Insinyur bernama lengkap Asy-Syaikh Ra`is Al-Amal Badi Az-Zaman Abu Al-Izz bin Ismail bin Al-Razzaz Al-Jazari itu membuat komputer analog pertama yang bisa diprogram dalam bentuk Jam Istana. Sederet karya penting dalam bidang teknologi yang diciptakannya termuat dalam bukunya, Al-Jami Baina Al-ilm wa Al-Amal Al-Nafi fi Sinaat Al-Hiya (Ikhtisar dan Panduan Membuat Berbagai Mesin Mekanik). Tercatat pula nama seorang Ilmuwan Muslim, Jamshid Al-Kashi yang sukses menciptakan Plate of Conjunctions sebuah alat hitung untuk menentukan waktu dan hari terjadinya konjungsi planet-planet. Selain itu, Al- Kashi pun juga menemukan komputer planet, The Plate of Zones. Yakni, sebuah komputer planet mekanik yang secara nyata mampu memecah kan sederet kerumitan planet. Selain itu, alat ini juga dapat memprediksi posisi garis bujur matahari dan bulan secara tepat. The Plate of Zones juga dapat menentukan orbit planet-planet, garis lintang matahari, bulan dan planet-planet, serta orbit matahari. Al-Kashi tumbuh besar ketika Timur Lenk, penguasa Dinasti Timurid, menguasai tanah kelahirannya. Kemiskinan tak mampu mematahkan semangatnya untuk belajar. Matematika dan astronomi adalah dua bidang studi yang sangat menarik perhatian dan minatnya. Perekonomian di tanah kelahirannya mulai pulih ketika Dinasti Timurid dipimpin Shah Rukh. Sang pemimpin baru itu mendukung dan mendorong berkembangnya ekonomi, seni, dan ilmu pengetahuan. Di kota kelahirannya, Al-Kashi dengan serius mempelajari dan mengkaji astronomi. Tepat 1 Maret 1407 M, dia berhasil merampungkan penulisan risalah astronomi berjudul, Sullam AsSama. Tiga tahun setelahnya, ia kembali berhasil menyelesaikan penulisan buku Compendium of the Science of Astronomy. Semua penemuan itu membuktikan bahwa peradaban Islam merajai teknologi di era kejayaannya. Padahal, pada masa itu masyarakat Barat berada dalam keterbelakangan dan kebodohan. Tak dapat dimungkiri lagi, jika sains dan teknologi merupakan kontribusi paling besar dan monumental yang disumbangkan peradaban Islam kepada dunia modern. Pencapaian terpenting di pertengahan abad ke-15 M adalah terciptanya semangat eksperimental yang dikembangkan peradaban Muslim, ungkap Bapak Sejarah Sains, George Sarton, dalam bukunya, The Introduction to the History of Science. Oliver Joseph Lodge dalam The Pioneers of Science juga mengakui kehebatan peradaban Islam di masa keemasan. Menurut dia, peradaban Islam yang diwakili masyarakat Arab telah berhasil menghubungkan secara efektif antara sains modern dengan ilmu pengetahuan lama. Zaman kegelapan terjadi karena terjadinya jurang kesenjangan dalam sejarah sains Eropa. Menurut Lodge, sekitar seribu tahun tak ada aktivitas sains, kecuali di peradaban Islam. Dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Muhammad Iqbal menyatakan, peradaban Islam yang berkembang di Arab berhasil mendorong berkembangnya sains dengan

begitu pesat di saat Barat dikungkung kebodohan. Pada masa itu, umat Islam telah memperkenalkan metode eksperimental, observasi, dan pemikiran. Orientalis asal Skotlandia, William Montgomery Watt pernah secara jujur mengatakan, bagaimana Barat sangat berhutang budi pada Islam, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Montgomery yang menyandang gelar Emiritus Professor, gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan, sangat tekun melakukan penelitiannya tentang Islam. Khususnya sejarah perkembembangan pengetahuan di dunia Islam. Montgomery secara jujur mengakui, perkembangan ilmu pengetahuan yang kini berkembang pesat di Barat dan Eropa, sesungguhnya sebagian besar telah banyak ditemukan kaum Muslim sebelumnya Dr. Fuat Sezgin, Pengarah dan Pengasas Institut Sejarah Sains Arab-Islam, Universiti Johann Wolfgang, Goethe, Frankfurt, Jerman, mengatakan bahwa kehebatan ilmuwan Islam ratusan abad silam adalah kehebatan yang tidak ternilai (karena saking hebatnyapen). Pada abad kegemilangan Islam banyak orang-orang Eropa yang belajar untuk menuntut ilmu di berbagai cabang pengetahuan dari para pakar Islam. Tetapi setelah zaman kegelapan datang, banyak pula hasil-hasil ilmuwan tersebut yang juga diselewengkan dan kemudian disebarluaskan dengan informasi yang salah secara meluas. Surabaya, 30 Dzul Qadah 1431 Ditulis oleh Brilly El-Rasheed (brillyyudhowillianto@gmail.com) Copy Right 1431 Brilly El-Rasheed

Mengapa Pemimpin disebut Pemimpin Ghibah, Ibarat Memakan Bangkai Saudara Sendiri

Ibnu Al-Haitham, Peletak Dasar Fisika Optika


March 2, 2011 by Roland Yulianto Leave a Comment

1 Vote

Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia. The Independent20 penemuan penting para ilmuwan Muslim menyebut sekitar yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura. Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat. Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar. Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ruang gelap. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M), ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtzs perspective. Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap. Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura, papar Bradley. Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera). Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan alHaitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern). Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan alHaitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827. Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai alHaitham mampu mengubah peradaban dunia. Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona

pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam. Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura Tahukah Anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara ? Istilah itu muncul berkat kerja keras al-Hatham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah. Sejak kecil al-Haitham ydikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir. Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat. Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku. Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen begitu dunia Barat menyebutnya juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika Bapak Optik dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat. Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat. Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan

manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata. Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya. Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang tersisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab al-Manazhir, tidak diketahui lagi keberadaannya, sejak dilaporkan hilang pada peristiwa pembakaran perpustakaan Iskandariah, Mesir. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin. [] Disusun dari berbagai sumber

Al-Qur'an dan Sains


Perkembangan ilmu pengetahuan atau sains tidak lepas dari peradaban Islam, generasi Islam telah banyak melahirkan tokoh-tokoh dalam berbagai bidang yang mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masing-masing dari tiga agama Samawi mempunyai kumpulan kitab yang khusus. Dokumendokumen itu merupakan dasar kepercayaan tiap penganut agama itu, baik ia orang Yahudi, orang Kristen atau orang Islam. Dokumen-dokumen tersebut bagi mereka itu merupakan penjelmaan materialdaripada wahyu Ilahi, yang bersifat wahyu langsung seperti yang diterima oleh Nabi Ibrahim atau Nabi Musa, atau merupakan wahyu yang tidak langsung seperti dalam hal Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Nabi Isa berkata atas nama Bapa dan Nabi Muhammad menyampaikan kepada seluruh manusia wahyu-wahyu Tuhan yang ia terima dengan perantaraan malaikat Jibril. Perlu dinyatakan bahwa hal-hal yang mengenai Islam pada umumnya tak diketahui orang di negeri-negeri Barat. Hal ini tidak mengherankan jika kita mengingat bagaimana generasi-

generasi diberi pelajaran agama dan bagaimana selama itu mereka itu dikungkung dalam ketidak tahuan mengenai Islam. Pemakaian kata-kata "religion Mahometane" (Mohamedanism) dan Mahometans (Mohamedans) sampai sekarang masih sering dipakai, untuk memelihara suatu anggapan yang salah yakni bakwa Islam adalah kepercayaan yang disiarkan oleh seorang manusia, dan dalam Islam itu tak ada tempat bagi Tuhan (sebagaimana yang difahamkan oleh kaum Masehi). Banyak kaum terpelajar zaman sekarang yang tertarik oleh aspek-aspek Islam yang mengenai filsafat, kemasyarakatan atau ketatanegaraan, tetapi mereka tidak menyelidiki lebih lanjut bagaimana dalam mengetahui aspek-aspek itu mereka sesungguhnya bersumber kepada wahyu Islam. Biasanya orang bertitik tolak dari anggapan bahwa Mohammad bersandar kepada wahyu-wahyu yang diterima nabi-nabi sebelum dia sendiri, dengan begitu mereka ingin mengelak dari mempersoalkan "wahyu." Al Qur-an adalah penjelmaan wahyu yang diterima oleh Muhammad dari Tuhan dengan perantaraan Jibril. Setelah ditulis, dan dihafal, Qur-an dibaca oleh kaum muslimin di waktu sembahyang dan khususnya pada bulan Ramadlan, Al Qur-an dibagi-bagi dalam surat-surat oleh Nabi Muhammad sendiri. Setelah Nabi Muhammad meninggal, pada zaman Khalifah Usman (tahun 12-14 setelah wafatnya Nabi Muhammad) Qur-an dibukukan sehingga menjadi seperti yang kita lihat sekarang. Pemikiran tentang ciri-ciri yang dapat diterima atau ditolak secara ilmiah mengenai teks Kitab Suci, memerlukan suatu penjelasan. Jika kita bicara tentang hasil ilmiah, kita maksudkan hanya hal-hal yang sudah dinyatakan secara definitif. Dengan begitu kita harus menjauhkan theoritheori explicatif (teori-teori penafsiran) yang berfaedah untuk memberi penjelasan tentang sesuatu fenomena, tetapi yang mungkin sebentar lagi terpaksa dihapuskan dan diganti dengon theori lainnya yang lebih sesuai dengan perkembangan ilmiah. Yang saya selidiki di sini adalah fakta-fakta yang tak dapat dikembalikan kepada masa sebelumnya, walaupun Sains hanya memberi penjelasan yang kurang sempurna, tetapi cukup kuat dan tidak mengandung resiko kesalahan. Pada zaman sekarang kemajuan yang diperoleh oleh manusia karena Sains dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur-an yang selama ini tak dimengerti atau disalah tafsirkan, merupakan puncak daripada konfrontasi antara Kitab Suci dengan Sains. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan karya ilmiah dengan judul Hubungan Antara Islam dan Sains ini dalam dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus 1. Tujuan umum Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara Al-Quran dan sains 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui peran Islam terhadap perkembangan sains. 1.3 Permasalahan Permasalahan yang diangkat dari penulisan karya ilmiah ini yaitu apakah Al-quran mempunyai peranan yang penting terhadap perkembangan sains dunia modern? BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alquran 2.1.1 Secara Bahasa (Etimologi) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-a ( ) yang bermakna Talaa ( ) [keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jamaa (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-a Qoran Wa Quraanan ( ) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan ( ). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Mafuul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jamaa) maka ia adalah mashdar dari Ism Faail, ertinya Jaami (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum. 2.1.2 Secara Syariat (Terminologi) Adalah Kalam Allah taala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Allah taala berfirman, Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur. (al-Insaan:23) Dan firman-Nya, Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Yusuf:2) 2.2 Pengertian Sains Kata sains berasal dari bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan. berdasarkan webster new collegiate dictionary definisi dari sains adalah pengetahuan yang diperolehmelalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomenafenomena yang terjadi di alam . Pengertian sains juga merujuk kepada susunan pengetahuan yang orang dapatkan melalui metode tersebut. atau bahasa yang lebih sederhana, sains adalah cara ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan menggunakan metode tertentu. Sains dengan definisi diatas seringkali disebut dengan sains murni, untuk membedakannya dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu : - Natural sains atau Ilmu pengetahuan Alam - Sosial sains atau ilmu pengetahuan sosial berikut ini adalah contoh dari begitu banyak pembagian bidang bidang sains, khususnya natural sains atau IPA
y y y

Biologi (Biology) : Anatomi,biofisika,genetika, Ekologi, Fisiologi, taksonomi, virulogi, zoologi, dll Kimia (Chemistry) : Kimia Analitik, Elektrokimia, Kimia organik, kimia anorganik, ilmu material, kimia polimer, thermokimia Fisika (Physics) : Astronomi, fisika nuklir, kinetika, dinamika, fisika material, optik, mekanika quantum, thermodinamika

Ilmu Bumi (Earth Science) : Ilmi lingkungan, geodesi, geologi, hydrologi, meteorologi, paleontologi, oceanografi.

2.3 Pandangan Al-quran Terhadap Sains Salah satu kemujizatan (keistimewaan) Al-Quran yang paling utama adalah hubungannya dengan sains dan ilmu pengetahuaan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan dalam AlQuran sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali Q.S Al-alaq 96/1-5. 1.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ayat tersebut di atas mengandung perintah membaca, membaca berarti berfikir secara teratur atau sitematis dalam mempelajari firman dan ciptaannya, berfikir dengan menkorelasikan antara ayat qauliah dan kauniah manusia akan mampu menemukan konsep-konsep sains dan ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammada SAW. dan umat Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. tentunya ilmu pengetahuan diperoleh di awali dengan cara membaca, karena membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan, baik membaca ayat qauliah maupun ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengethui apa-apa, pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui pengalaman yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan penglihatan demi untuk mencapai kejayaan, kebahagian dunia dan akhirat. Dalam Al-Quran terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau kebudayaan lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan kepentingan ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam Al-Quran (Islam). Al-Quran selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkin. Contoh ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan : Surat 21 ayat 30: tentang asal mula kehidupan Artinya: "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup." Surat 23 ayat 14.tentang perkembangan embrio didalam peranakan Artinya: "Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sesuatu yang melekat dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik." Surat 50 ayat 9 s/d 11: tentang siklus air Artinya: "Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang bersusun-susun untuk menjadi rizki bagi hamba-hamba (Kami). Dan Kami hidupkan dengan air itu, tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan."

2.4 Peran Islam Terhadap Sains Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut pahamSekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik. Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), AlBattani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah. Dalam buku milik Mehdi Nakosteen (2003, hal.85) disebutkan beberapa kontribusi muslim terhadap dunia pendidikan sebagai berikut : 1. Melalui abad keduabelas dan sebagian abad ke tiga belas, karya-karya Muslim tentang sains, filsafat, dan bidang-bidang lain telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin, terutama dari bahasa Spanyol dan memperkaya kurikulum barat, khususnya Eropa barat laut 2. Orang-orang Muslim, telah memberi kepada Barat metode eksperimental, sekalipun masih kurang sempurna. 3. Sistem notasi dan desimal Arab telah diperkenalkan kepada Arab 4. Karya-karya terjemahan mereka, terutama dari orang-orang seperti Avicenna dalam ilmu kedokteran, sudah digunakan sebagai teks (kuliah) di dalam kelas-kelas sekolah tinggi, jauh ke dalam pertengahan abad ke tujuh belas. 5. Mereka merangsang pemikiran orang-orang Eropa, dipelajari kembali hal itu dengan kebudayaan-kebudayaan klasik dan lainnya, sehingga membantu menghasilkan (abad) Renaisance. 6. Mereka adalah perintis universitas-universitas Eropa, mereka telah mendirikan ratusan sekolah tinggi sebelum Eropa 7. Mereka memelihara pemikiran Greco-Persian ketika Eropa bersikap tidak toleran terhadap kebudayaan-kebudayaan Pagan 8. Mahasiswa-mahasiswa Eropa di dalam Universitas Muslim membawa kembali (ke negaranya) metode-metode baru tentang pengajaran 9. Mereka telah memberi kontribusi tentang pengetahuan rumah sakit-rumah sakit, sanitasi dan makanan kepada Eropa.

BAB III PEMBAHASAN Didalam Al-Quran ada banyak ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan

perkembangannya, baik itu mulai dari awal penciptaan alam semesta dan seisinya, ilmu yang mengatur kehidupan manusia dan sekitarnya sampai dengan perkembangan ilmu pengetahuan masa mendatang. Ilmu pengetahuan atau sains yang merupakan ilmu yang didapatkan dengan menggunakan metode tertentu sehingga diakui kebenarannya oleh khalayak umum. Dari sinilah sering terjadi penafsiran isi dari ayat Al-Quran yang memang cenderung mempunyai kesamaan dengan sains. Namun, beberapa kalangan khususnya non Islam belum bisa menerima kebenaran Al-Quran dikarenakan penafsiran mereka terhadap makna Al-Quran belum sempurna. Perkembangan ilmu pengetahuan atau sains tidak lepas dari peradaban Islam, generasi Islam telah banyak melahirkan tokoh-tokoh dalam berbagai bidang yang mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. oleh Taufik El Masyk at 17:50 Label: Ilmiah, Makalah

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dasar islam


Author: KUMPULAN MAKALAH | Posted at: 09:40 | Filed Under: Agama

I. PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua) Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.

Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam

beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut. Paradigma Hubungan Agama-Iptek Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia seharihari (Jujun S. Suriasumantri, 1986). Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan MU : amalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001). Bagaimana hubungan agama dan iptek? Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):

Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din dan al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan). Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu pengetahuan. Contohnya, menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan. Dalam Bible dikatakan: Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru angin bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut, atau di pohon-pohon. (Wahyu-Wahyu 7:1)

Kalau konsisten dengan teks Bible, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible (Adian Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, www.insistnet.com) Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi. Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini

mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan: Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people. (Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat) (Lihat Karl Marx, Contribution to The Critique of Hegels Philosophy of Right, termuat dalam On Religion, 1957:141-142) (Ramly, 2000: 165-166). Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal, 1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentanganpertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000: 110). Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Qs. Alaq [96]: 1) Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81). Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT: Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (Qs. an-Nisaa` [4]: 126). Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs. ath-Thalaq [65]: 12). Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w. 632 M) yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, oeGerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah Saw segera menjelaskan: Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya [HR. al- Bukhari dan an-Nasa`i] (Al-Baghdadi, 1996: 10).

Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-Qur`an: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal. (Qs. Ali Imran [3]: 190). Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dann prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700 1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi (Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A. Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003). Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan

sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itumn menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia. Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur alQur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12). Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, danseterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath- Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksigalaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar

(miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Firman Allah SWT: (Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani). (Qs. as-Sajdah [32]: 7). Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. (Qs. al-Hujuraat [49]: 13). Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangann dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir. Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (Qs. an-Nisaa` [4]: 65). Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya (Qs. al-Araaf [7]: 3). Sabda Rasulullah Saw: Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim]. Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama. Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual,

bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.

II. PANDANGAN ISLAM TERHADAP ILMU MENURUT PARA ULAMA Pada masa dewasa ini, terpisahnya ilmu agama dan ilmu umum dengan mudah dapat kita lihat dari terpisahnya lembaga pendidikan agama seperti pondok pesantren, IAIN, atau institusi lain yang mengajarkan ilmu agama dan lembaga pendidikan umum seperti sekolah-sekolah formal kebanyakan (SD, SMP, SMP, SMA, dan perguruan tinggi) yang mengajarkan ilmu-ilmu umum. Kurikulum pendidikannya pun sangat kontras. Pada lembaga pendidikan umum misalnya, mata kuliah atau mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dirasa sangat sedikit sekali porsinya, itu pun hanya sebatas pada jenjang SD hingga SMA. Sedangkan di perguruan tinggi yang berbasis pendidikan umum, Pendidikan Agama Islam hanya memiliki porsi 2 SKS, tidak sejalan dengan visi pembangunan karakter bangsa. Islam sebenarnya tidak mengenal adanya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum karena di dalamnya terdapat pola hubungan dan peranan yang saling terkait antara hal yang satu dengan yang lainnya. Pendidikan umum dan pendidikan Islam harus berjalan beriringan jika memang ingin menghasilkan generasi-generasi bangsa yang berkarakter. Menurut Islam, ilmu tidak dapat dipisahkan dari sumbernya. Sumber ilmu tersebut adalah AlAlim (Dzat yang Maha Tahu) dan Ar-Rasyid (Dzat yang Maha Pandai). Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran pada surat Al-Anam ayat 59 yang berbunyi : Dan pada sisi Allah-lah kunci-

kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz) Jadi, jelaslah bagi kita bahwa sumber ilmu itu adalah Allah. Oleh karena itu, ilmu disampaikan kepada manusia melalui dua jalur. Jalur pertama disebut dengan jalur Atthariqoh Arrasmiah, yaitu jalur yang resmi (formal). Ilmu yang disampaikan melalui jalur ini adalah ilmu formal yang biasa disebut sebagai revelation (wahyu). Karena ilmunya bersifat formal, maka pembawanya juga merupakan pembawa formal yaitu Ar-rusul (rasul). Objek dari ilmu formal ini disebut Al-ayat A-lqauliyah yang redaksinya juga formal (tidak ditambahi, dikurangi, atau diubah). Tujuan dari ilmu formal ini adalah sebagai pedoman hidup. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 2, bahwa Al-Quran itu tiada keraguan didalamnya, maka nilai kebenaran yang dikandung oleh Al-Ayat Al-qauliyah ini adalah nilai Al-haqiqat Al-mutlaqah (kebenaran mutlak). Jalur kedua disebut sebagai Atthariqah ghairu rasmiah, yaitu jalur informal. Pada jalur ini, ilmu disampaikan melalui ilham atau inspirasi secara langsung dan siapa pun bisa mendapatkannya sesuai dengan kehendak Allah. Objek dari ilmu informal ini adalah Al-ayat Al-kauniah dan tujuannya adalah untuk penunjang dan perbaikan hidup. Adapun nilai kebenaran ilmu yang diperoleh pada jalur ini disebut sebagai al-haqiqah attajribiah (kebenaran empiris). Walaupun jalur untuk memperoleh ilmunya berbeda, tapi pada dasarnya keduai jalur ini saling terkait satu sama lain. Masing-masing jalur merupakan pendukung bagi jalur lainnya dan bermuara pada kemaslahatan manusia. Pada dasarnya, Al-ayat Al-qauliyah yang tertera di dalam Al-Quran sekurang-kurangnya memiliki 3 macam isyarat. Pertama, isyarat ilmiah, diperlukan sikap ilmiah (riset) untuk mendalaminya. Kedua, isyarat gaib, tidak cukup dengan akal untuk memahaminya tapi juga

diperlukan keimanan untuk menerimanya. Ketiga, isyarat hukmiyah (hukum), diperlukan sikap kesediaan untuk mengamalkannya. Terkadang kita tidak sadar dengan kerancuan yang kita buat sendiri. Terutama dalam menyikapi ketiga jenis isyarat tersebut. Misalnya, isyarat hukmiyah (hukum) ditanggapi secara ilmiah, contohnya larangan memakan darah, bangkai, dan babi. Kita malah sibuk melakukan riset terhadap ketiga larangan Allah tersebut untuk membuktikannya secara ilmiah. Padahal, larangan terhadap ketiga hal itu tetap harus dilaksanakan meskipun hasil riset itu ada atau tidak. Begitu juga dengan isyarat gaib. Walaupun sudah dijelaskan di dalam Al-Quran bahwa perkara gaib merupakan pengetahuan yang sangat terbatas untuk manusia, tetapi tetap saja ada manusia yang masih memercayai perkara-perkara tahayul. Allah mengaruniakan akal dan hati kepada manusia agar manusia dapat berpikir dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk serta bisa memisahkan mana yang benar dan salah. Untuk itulah, Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi agar bisa menjadi rahmat bagi semesta alam dengan bekal ilmunya.

III. KEUTAMAAN ORANG BERIMAN DAN BERILMU Sebagai manusia ada yang tidak percaya akan adanya sesuatu yang tidak dapat mereka indra.bagi mereka ,apaapa yang tidak dapat ditangkap olehsalah satu panca indra itu berarti tidak ada.sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa mereka hanya dapat menerima kebenaran sesua,bila hal itu masuk akal. Orang orang seperti ini hanya mempergunakan akalnya untuk menerima suatu,tanpa melibatkan unsure kepercayaan.dengan keterbelakangan karena itumereka tidak memprcayai pada apasaja yang dianggap tidak rasional.padahal pada kenyataan sehari-hari seseoirang tidak mungkin melepaskan diri dari kepercayaan Beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehiduopan manusia

a. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda Orang-orang beriman hanya prcaya kepada kekuatan dan kekuasaan allah.kepercayaan dan keyakinan yang demikian memberikan sikap mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan;menghilangkan kepercayaan kepeda ,kesaktian benda-benda keramat,jampi-jampi dan sebagainya b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian itu ditangan allah Firman allah: Dimana saja kamu berada,kematian akan datang mendapatkan Kamu kendatipun kamu dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-nisaa,4:78) c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan rezki atau mata pncaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.banyak orang yang melepaskan pendiriannya karena kepentingan penghidupannya. Firman allah: Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan allah lah yang memberi rezekinya,dandia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya (lauh mahfud).(hud,11;6) d. Iman memberikan ketentraman jiwa acapkali manusia dilanda resah dan duka cita,digoncang oleh keraguan dan kebimbangan.orang beriman mempunyai keseimbangan,hatinya tentram(mutmainnah),jiwanya tenang(sakinah). e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik(hayatan tayibah) kehidupan yang baik ialah kehidupan oran-orangyangselalu melakukan kebaikan,mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik

f. Iman melakukan sikap ikhlas dan konsekuen Iman memberikan pengaruh kepada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas,tanpa pamrih.orang yang beriman akan senang tiasa konsekuen dengan apayang telah diikrarkanya,baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya g. Iman memberikan keberutungan orang yang beriman akan selalu berjalan pada arah yang benar karena allah membimbing dan mengerahkanya kepada tujuan hidup yang hakiki.dengan demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya.

Dahsyatnya Ilmuwan Muslim: Al-Jahiz, Peletak Dasar Zoologi

Murid sekolah menengah pasti mengenal teori-teori penting dalam biologi, seperti rantai makanan, seleksi alam, evolusi, dan perjuangan untuk hidup (struggle for existence). Bila ditanya, siapa pencetus gagasan ini? Mereka tidak ragu-ragu menunjuk Lamarck atau Charles Darwin atau ilmuwan barat lainnya. Tetapi tahukah Anda bahwa pencetus dasar-dasar biologi tersebut adalah seorang ilmuwan serbabisa dari Basrah, Irak, yaitu Al-Jahiz. Ilmuwan abad ke-9 ini telah mampu mengungkapkan konsep-konsep tersebut, ratusan tahun sebelum ahli biologi Barat mengenalnya. Abu Uthman Amr Ibn Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri, demikian nama aslinya, lahir di Basrah, Irak pada 781 ketika berkuasa Kekhalifahan Abbasiyah di Bagdad. Al-Jahiz adalah cucu dari seorang budak kulit hitam asal Afrika Timur. Ia berasal dari keluarga miskin, untuk mempertahankan hidupnya Al-Jahiz muda menjual ikan di salah satu kanal-kanal Kota Basrah. Namun, kemiskinan tak membuat keluarga Al-Jahiz menyerah begitu saja, sang ibu berperan penting mendorong putranya untuk terus belajar.

Ia melanjutkan belajarnya hingga usia 25 tahun, dan berguru kepada sederet ilmuwan. Otaknya yang encer dan brilian membuatnya mampu menguasai beragam ilmu pengetahuan. Waktu luangnya dihabiskan untuk mendiskusikan berbagai subjek ilmu pengetahuan bersama pemuda lainnya di salah satu masjid di Kota Basrah. Semua tulisan dan karya-karya penting dilahapnya, termasuk buku-buku terjemahan filsafat Yunani, khususnya buah pemikiran Aristoteles. Pada 816 M ia memutuskan hijrah ke Baghdad, Irak untuk menyambangingi Bait al-Hikmah sebuah pusat studi dan keilmuan terbesar di dunia saat itu. Untuk mengembangkan kemampuannya, ia memanfaatkan peluang yang diberikan para sultan yang memang antusias pada ilmu pengetahuan. Dalam 25 tahun, ia sudah mendapatkan berbagai pengetahuan, termasuk kajian Alquran dan hadis. Di ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah ini, Al-Jahiz leluasa mengembangkan karirnya sebagai penulis berbagai subjek ilmu. Ia mendapat dukungan dari pihak kerajaan dengan berbagai fasilitas. Sepanjang kariernya sebagai penulis piawai, lebih dari 200 naskah buku telah ia hasilkan. Khalifah Al-Makmun pun tertarik pada kehebatan ilmunya, pada suatu kesempatan ia diundang untuk mengajar anaknya. Namun niat itu diurungkan karena anak itu takut pada tatapan mata melotot calon gurunya. Dari sinilah sang jenius mendapat julukan Al-Jahiz yang berarti si mata melotot. Salah satu karya Al-Jahiz yang sangat fenomenal adalah Kitab al-Hayawan (Book of Animals), buku ini sempat dihargai 5.000 dinar emas oleh peminatnya. Kitab al-Hayawan merupakan sebuah ensiklopedia zoologi yang terdiri atas tujuh volume. Di dalamnya, Al-Jahiz mengupas dan menguraikan lebih dari 350 jenis binatang, diulas pula tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang.

Kitab ini dipandang sejarawan sains sebagai karya besar dan terpenting yang telah disumbangkan Al-Jahiz bagi peradaban manusia. Dalam buku ini, Al-Jahiz secara khusus menguraikan teori evolusinya secara komprehensif. Teori itu didasarkan pada pengaruh lingkungan terhadap binatang. Selain kitab al-Hayawan, Al-Jahiz juga menulis beberapa kitab, di antaranya: Kitab al-Bukhala (Book of Misers or Avarice & the Avaricious), Kitab al-Bayan wa al-Tabyin (The Book of eloquence and exposition), Kitab Moufakharat al Jawari wal Ghilman (The book of dithyramb of concubines and ephebes), Risalat mufakharat al-sudan 'ala al-bidan (Superiority Of The Blacks To The Whites). Al-Jahiz merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Menurut dia, lingkungan dapat

menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas tertentu. Asal muasal beragamnya warna kulit manusia pun, menurut dia, terjadi akibat hasil dari lingkungan tempat mereka tinggal. Hasil pemikiran Al-Jahiz mengenai dampak lingkungan terhadap keberlangsungan hidup binatang, menjadi cikal bakal teori struggle for existence. Ia menguraikan ide seleksi alam dan rantai makanan seperti tertulis dalam Kitab al-Hayawan. Binatang terlibat dalam sebuah perjuangan untuk mempertahankan hidupnya; mencari makanan, menghindar jadi mangsa, dan ber kembang biak. Faktor-faktor lingkungan memengaruhi organisme untuk mengembangkan karakteristik baru guna menjamin tetap bertahan hidup, kemudian bertransformasi menjadi spesies baru. Dari 200 buku yang pernah ditulis Al-Jahiz, sebanyak 30 buku berhasil diselamatkan, termasuk 87 lembar Book of Animals (kira-kira satu pertiga dari teks asli yang ditulis Al-Jahiz) yang kini dipelihara dan disimpan di Perpustakaan Ambrosiana, Milan, Italia. Setelah 50 tahun menetap di Bagdad, peletak dasar zoologi ini memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, Basrah. Ia tutup usia di kota itu pada Januari 869 dalam usia 93 tahun. Penyebab kematiannya belum jelas. Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa ia mengalami kecelakaan, tertimbun buku di perpustakaan pribadinya. Namun, versi lain menyebutkan bahwa ia menderita sakit dan meninggal di bulan Muharam. Sumber:http://bermanfaatsemoga.blogspot.com/2009/12/dahsyatnya-ilmuwan-muslim-aljahiz.html

You might also like