You are on page 1of 3

Akreditasi Laboratorium

Rangkuman Diskusi Mailing List Migas Indonesia - April 2003

Pertanyaan : (Adrianto Caltex Pacific Indonesia) Perlukah Laboratorium diakreditasi ? Apakah data yang di hasilkan dari sebuah laboratorium dapat dipercaya ? Dapatkah data dipertanggungjawabkan secara hukum ? Apakah data yang dihasilkan Laboratorium di Indonesia sama dengan data jika di analisa di negara lain ? ....................? Masalah akreditasi sebenarnya sudah tertuang dalam PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI, Nomor 1452 K/10/MEM/2000 tertanggal 3 November hal 442 menyatakan bahwa : Nama laboratorium tempat analisis kimia dan fisika harus disebutkan dan sedapat mungkin menggunakan laboratorium yang telah di akreditasi. Untuk Indonesia akreditasi laboratorium adalah di bawah BSN-KAN yang membagi laboratorium menjadi 2 yaitu Laboratorium Kalibrasi dan Laboratorium Penguji. Saat ini untuk persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi harus mengikuti IEC/ISO 17025 yang telah diadopsi oleh BSN menjadi SNI 19-17025-2000 Untuk mengenal seperti apa sih IEC/ISO 17025, ini ada artikel secara sekilas menjelaskan IEC/ISO 17025 sebagai standard akreditasi untuk laboratorium : Lihat file download :ISO17025-ILAC.ppt Tanggapan 1 : (Subhan Wahyudi Corelab Indonesia) Ada baiknya saya perkenalkan dulu, nama saya Subhan Wahyudi, relatif baru bergabung di milis ini, saya bekerja di Laboratorium Penguji Lingkungan. Kebetulan topik ini sedang saya pelajari, jadi saya ikut urun rembug. Saya mulai dengan menanggapi beberapa pertanyaan yang penting untuk dipahami. Laboratorium sangat perlu diakreditasi, karena untuk memberikan kepercayaan atas data hasil uji yang dikeluarkan laboratorium tsb. Agar pengguna data tsb percaya bahwa data yang dihasilkan dapat dipercaya, maka laboratorium harus diakreditasi. Data yang dihasilkan oleh laboratorium yang telah diakreditasi harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Hal itu dikarenakan data yang dihasilkan oleh suatu laboratorium terakreditasi telah melalui sejumlah persyaratan yang telah ditetapkan sesuai ISO 17025. Di dalam ISO 17025, hampir semua hal yang mempengaruhi kualitas data dikendalikan/diatur sehingga kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi bisa dihindari atau diminimalisasi. Tetapi kita tidak bisa percaya 100% karena setahu saya di dalam ISO 17025 hanya mengatur persyaratan umum kompetensi laboratorium, tidak spesifik mengatur laboratorium tertentu.

Permasalahan selanjutnya apakah data yang dihasilkan laboratorium di indonesia sama dengan data yang dianalisis di negara lain?.........ya seharusnya sama atau hampir sama, tapi itu sulit sekali karena faktor yang mempengaruhi hasil analisis sangat banyak sekali. Jangankan untuk membandingkan hasil laboratorium dengan negara lain, untuk mendapatkan nilai hasil uji yang sebenarnya pun dalam satu laboratorium sangat sulit. Hasil uji yang tercantum dalam laporan hasil uji itu sendiri sebenarnya bukan nilai mutlak, tapi nilai perkiraan terbaik yang dihasilkan laboratorium tsb terhadap nilai sebenarnya. Tanggapan 2 : (Setyodewati KAN-BSN) Untuk rekan Subhan Wahyudi PT. Corelab Indonesia, memang betul yang anda utarakan. Persyaratan-persyaratan khusus untuk suatu laboratorium tidak terdapat dalam ISO/IEC 17025, ini dapat diperoleh dari dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh lab-lab dari negara-negara maju (misalnya untuk laboratorium kalibrasi dari NIST, NML/CSIRO, PTB, NPL/Inggris dll). Sebagai tambahan salah satu cara untuk menilai kompetensi laboratorium adalah Uji banding antar laboratorium (Uji profisiensi). Hal ini telah dilakukan oleh KAN : yaitu antar lab yang ada di Indonesia dan hasilnya memuaskan. Tetapi begitu lab-lab tersebut di uji bandingkan di Regional saja (Asia Pasifik misalnya) banyak yang outlier, nah ini namanya jago kandang. Kami sedang menginvestigasi kenapa hal ini bisa terjadi padahal metode yang digunakan sama. Dapat saya tambahkan dalam menilai laboratorium menggunakan ISO/IEC 17025 disyaratkan bahwa personel kompeten dalam melakukan pengujian dan/atau kalibrasi, mengevalausi hasil dll (point 5.2.1 dari ISO/IEC 17025). Penilaian ini dilakukan oleh asesor yang mengerti di bidangnya, misalnya untuk pengujian kopi, asesor akan menilai kesesuaian personel dalam menguji ini ; mulai dari pendidikan, cara melakukan pengujian, kesesuaian metodenya, ruangan yang digunakan dan lain-lain yang berhubungan dengan pengujian kopi tersebut. Apakah metode yang digunakan metode yang mutakhir? Jadi dalam menilai kompetensi laboratorium lebih ditekankan dalam aspek teknisnya disamping dokumentasinya. Biasanya jika personel laboratorium baru 1 tahun di lab. tidak akan diakui. SNI yang dikeluarkan sedang dikaji ulang lagi, karena ada beberapa yang tidak mungkin dilakukan lagi atau sudah ketinggalan jaman. Demikian sekedar info, jika ingin lebih jauh dapat menghubungi saya kapan saja. Tanggapan 3 : (Anton J. Hartomo Chandra Asri Petrochemical Center) Sebagai tambahan : khusus untuk bidang MATERIAL PLASTIK, uji profisiensi sedunia telah terintis diikuti LAB POLIMER Chandra Asri (saat itu saya kelola) yang merupakan satu-satunya peserta dari Indonesia. Hasilnya baik. Memang dalam hal standarisasi dan kalibrasi, sebaiknya (kalau bisa) direct ke rujukan- rujukan internasional (ASTM, JIS, BS, DIN dll). Uji bersama profisiensi Lab sedunia, salah satu tolok ukur cermat mutu LAB, niscaya makin disosialisasikan di tanah air.

Tanggapan 4 : (Subhan Wahyudi Corelab Indonesia) Sekarang ini sejauh yang saya ketahui istilah uji profisiensi sendiri berangkali masih asing di mata orang-2 lab, kecuali untuk lab yang telah diakreditasi lebih familiar. Benar harus makin disosialisasikan di tanah air, baik melalui KAN-BSN atau lembaga penyelenggara lain. Bahkan ada beberapa lab yang menunggu program semacam ini, tapi mereka tidak tahu. Hal ini saya jumpai di beberapa lab yang ada di suatu industri. Mengenai lab di Indonesia yang jago kandang, saya berpendapat salah satunya karena lab di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan semua persyaratan ISO 17025. Saya ambil contoh mengenai pelaporan ketidakpastian analisis belum diterapkan di laboratorium penguji, dan selama ini hanya sesuai permintaan klien. Itupun jarang ada karena mungkin user data belum tahu atau belum paham terhadap data tsb. KAN sendiri belum tegas mengharuskan pelaporan ketidakpastian tsb. Sedangkan asesor juga keliatannya masih menutup mata (tapi kalo asesor tidak begitu, bisa-2 semua lab yg telah diakreditasi bias dicabut lagi akreditasinya ...... ???). Selain itu masih banyak hal yang menyebabkan kenapa lablab yang ikut uji profisiensi regional hasilnya outlier. Untuk sementara itu saja yang bisa saya tambahkan. Tanggapan 5 : (Anton J. Hartomo Chandra Asri Petrochemical Center) Dear all, ISO dll yang soal prosedur&admin, tak terkait profisiensi. Yang terakhir ini berskema standar-kalibrasi. Menurut saya : 1. Pembenahan stdr-kalibr di tanah air, sesuai spesialisasi-sasaran khusus, di tanah air belum OK (bagi banyak bidang); bagi industri lebih baik rujuk ke badan internasional semacam ASTM agar tidak "mbulet"/complicated. Juga proficiency-test nya. Untuk plastik, CHANDRA ASRI bahkan satu2nya yang ikut sejak awal rintisannya oleh ASTM. Pertamina/Pulogadung & Lab Polimer BPPT/Serpong rasanya belum. Memang prioritas lebih pada industri yang produknya dipasarkan global. Tapi uji mutu produk skemanya bukan itu saja, bahkan yang terkait makanan juga mesti sesuai aturan FDA dst. Kita tak boleh menunggu sampai secara nasional mampu setara. Apalagi berbagai standarisasi (ASTM dll) juga terus diupdate, sementara kebanyakan industri kita masih saja merujuk ke edisi outdated. Maka caranya langsung saja member internasional dan ikuti program2 profisiensinya. Untuk ASTM ada banyak bidang diuji profisiensi dengan peserta banyak LAB di seluruh dunia. 2. Akreditasi juga demikian. Lebih praktisnya ikut dulu yang internasional, sampai sistem nasional kita sungguh siap. Pada akhirnya customer dan masyarakat umum melihat BUKTI bukan janji kok. Bagi praktisi LAB industri, lebih safe ikut yang internasional.

You might also like