You are on page 1of 11

Pendekatan CBSA dalam Pembelajaran

5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda tergantung pada kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti: mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu da yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Setiap kegiatan tersebut menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilat-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2). Sejak dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan pendidikan ditanah air, konsep CBSA telah mengalami perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperole hasil belajar yang bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi. dan psikomotorik, (A. Yasin, 1984,h.24). Dalam kerangka sistem belajar mengajar, terdapat komponen proses yakni keaktifan fisik, mental, intelektual dan emosional dan komponen produk, yakni hasil belajar berupa keterpaduan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Secara lebili rinci komponen produk tersebut mencakup berbagai kemampuan: menamati, menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji, menggeneralisasikan, menemukan, mendiskusikan, dan mengkomonikasikan hasil penemuan. Aspek-aspek kemampun tersebut dikembangkan secara terpadu melalui sistem pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA. 5.1.2 Rasional CBSA dalam pembelajaran Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus sebaga. keharusan dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada gilirannya berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif. Siswa peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai objek pembelajaran dan sebagai subjek yang belajar. Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia yang potensial sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan-harapan dan tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandan: sebagai yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip

manusiawi (humanistik), misainya melalm suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan. Pelaksanaan proses pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa belajar dan keaktifan guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA dilakukan dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi siswa melalui penyediaan lingkungan belajar yang meliputi aspek-aspek bahan pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas dan sebagainya. Cara belajar di sesuaikan dengan minat dim pemberian kemudahan kepada siswa untuk memperoleh pemahaman, pendalaman, dan pengendapan sehingga hasil belajar berintemalisasi dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur pribadi siswa aktif seperti emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan sebagainya. CBSA dapat berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan. Keaktifan guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pellilaian dan tindak lanjut pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar, sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan. Beherapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, ialah: menyiapkan lembaran kerja Menyusun tugas bersama siswa Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan; Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila siswa mendapat kesulitan; Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan; Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lambat; Menyalurkan bakat dan minat siswa; Mengamati setiap aktivitas siswa.

Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak diartikan guru menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru bertindak sebagai guru inquiry, dan fasilitator. 5.1.3 Kadar Cara Belajar Siswa Aktif Kadar MA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya keaktifan dan keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya. Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA tersebut. Kadar CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :

1)

Pada tingkat masukan, ditandai oleh: 1. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan untuk melakukan kegiatan belajar. 2. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi siswa mupun bagi guru. 3. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan sumber bahan pembelajaran. 4. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu belajar. 5. Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi serta motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.

2)

Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan: 1. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan personal dalam proses belajar. 2. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang cukup tinggi. 3. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam proses belajar dan pembelajaran. 4. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman belajar serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar itu, baik secara individual maupun secara kelompok. 5. Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari berbagai sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi mereka sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan sendiri. 6. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas penanyaan guru, mengajukan penanyaan/ masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut.

3)

Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh: 1. Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai teman sekelas. 2. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya yang diajukan oleh guru. 3. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan dengan hasil belajar. 4. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja sebagal hasil belajar dan pembelajaran.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar CBSA dalam suatu proses belajar mengajar, dan bila mungkin di klasifikasikan menjadi: kadar tinggi, kadar sedang, dan kadar rendah. Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat menonjol, namun tidak berarti

keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan pengaruh serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar, maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang / menantang siswa untuk belajar. 5.1.4 Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA Pembelajaran berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi tertentu untuk menjamin kadar CBSA yang tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada tingkat optimal. Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh indikator-indikator sebagai berikut: 1) Derajat partisipasi dan responsif siswa yang tinggi. Para siswa berperan serta secara aktif dan bersikap responsif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya menunggu stimuli yang disampaikan oleh guru, melainkan berperan aktif menentukan stimuli misalnya merumuskan suatu masalah dan mencari jawahan serdiri (responsif) atas masalah tersebut. Pada waktu guru menyajikan suatu topik, siswa aktif-responsif mempertanyakan materi yang terkandung didalamnya. Kedua contoh tersebut sebagai landa, bahwa siswa berperan serta dalam proses pembelajaran. 2) Keterlibatan siswa dalam pelaksanaan pembuatan tugas. Pada dasarnya sejak disusunnya perencanaan tugas-tugas, para siswa telah dapat diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat mengajukan usul dan minat tugas yang diinginkannya dengan asumsi bahwa tugas tersebut sesuai dengan kemampuannya. Pada waktu pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan kelompok atau dengan belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil pekerjaannya), siswa hendaknya aktif menilai tugas-tugas temannya dan hasil kerjanya sendiri dalam bentuk menilai dirinya sendiri (self evaluation). Hal ini menunjukan, bahwa tersedia berbagai kemungkinan dimana siswa dapat berperan aktif dalam pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam pembelajaran. 3) Peningkatan kadar CBSA dalam proses pembelajaran juga ditentukan oleh faktor guru. Guru hendaknya menyadari tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai, baik dalam arti efek instruksional maupun efek pengiring, dan dalam pada itu memiliki wawasan dan penguasaan yang memadai tentang bermacam-macam stategi belajar mengajar yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan belajar. Sudah barang tentu penguasaan teknik yang mantap juga merupakan persyaratan sebelum seorang guru bisa secara Kreatif merancang dan menginformasikan program belajar mengajar (T.R aka Joni, 1985, h. 18), 4) Pendekatan CBSA pada dasarnya dapat diterapkan sentua strategi dan metode mengajar, walaupun kadaannya berbeda- beda. Penggunaan metode mengajar, secara berpariasi dapat memberikan peluang penerapan CBSA dengan kadar yang tinggi. Namun demikian, pemilihan metode tersebut tetap harus ditandasi oleh tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran yang hendak dipelajari, kondisi subjek belajar itu sendiri (motivasi, pengalaman awal, kondisi kesehatan, keadaan mental, dan lain-lain), serta penguasaan guru terhadap metode tersebut. Dengan demikian, keaktivan siswa belajar tetap terarah, terbimbing, dan diharapkan mencapai hasil secara optimal.

5) Penyediaan media dan peralatan serta berbagai fasilitas belajar tetap diperlukan, agar tercipta lingkungan belajar yang menantang dan merangsang serta meningkatkan kegiatan belajar siswa. Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan teknologi hardware sangat diisyaratkan. Media dan alat merupakan alat bantu bagi siswa kendatipun mereka diminta untuk memilih dan menggunakannya sendiri sesuai dengan aktivitas belajarnya. 6) Keaktifan belajar berdasarkan CBSA tidak jarang menimbulkan kesulitan balajar pada siswa, misalnya teknik-teknik belajar, memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim masalahmasalah lain. Itu sebabnya, bimbingan dan pembelajaran remedial pada waktu tertentu diperlukan untuk membantu siswa bersangkutan, sehingga kecepatan belajar dan penyelesaian tugas-tugas tetap terus berlangsung menyertai rekan-rekannya yang tidak mendapat kesulitan. 7) Kondisi lingkungan kelas/sekolah turut berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran berdasarkan CBSA. Pengaturan, dan pembinaan lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru melalui kerja sama dengan guru-guru lainnya serta para siswa sendiri. Termasuk dalam lingkungan kelas juga suasana. disiplin kelas yang baik. 5.2 PENERAPAN CBSA Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran dalam bentuk dan teknik: Pemanfaatan waktu luang Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara menyusun rencana belajar, memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai penguasaan bahan sendiri. Jika pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara saksama dan berkesinambungan akan memberikan manfaat yang baik dalam menunjang keberhasilan belajar di sekolah. Pembelajaran Individual Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik perbedaan individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi para siswa, sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan, minat bakat yang sama. Belajar kelompok Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik pelaksanaannya dapat dalam bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi ceramah. Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing anggota dapat mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan berinteraksi satu dengan yang lainya.

Bertanya jawab Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara kelompok siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa belajar aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan timbul dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan dianggap perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan jawaban-jawaban tersebut. Belajar Inquiry/discovery (belajar mandiri) Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental intelektual dalann upaya memecahkan masalah. Dia sendiri merumuskan suatu masalah, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan serta mengaplikasikan hasil belajarnya. Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar memang lebih menonjol, sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing, memberikan fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya. Strategi dan kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai keterampilan proses sebagai bagian dari CBSA.

Pengajaran unit
Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek. Pada tahap-tahap kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan dimana siswa melakukan orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana siswa melakukan kegiatan mencari sendin informasi selanjumya menggunakan informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan laporan dan tiddak lanjut. Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka semakin jelas tentang bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam proses pembelajaran. kendatipun dengan kadar yang berbeda-beda. 5.3 PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI BAGIAN DARI CBSA 3.3.1 Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian. Proses pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh basil belajar yang baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran tersebut.

Suatu prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah belajar melalui proses mengalami secara langsung untuk memperoleh basil belajar yang bermakna. Proses tersebut dilaksanakan melalui interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dalam proses im siswa bermotivasi dan sering melakukan kegiatan belajar yang menarik dan bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan pendekatan belajar mengajar sangat penting dalam kaitannya dengan keberhasilan belajar. Dalam kurikulum telah ditegaskan, bahwa penerapan pendekatan dalam proses belajar mengajar diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri siswa supaya mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan mi disebut pendekatan proses. Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan ini mengacu kepada siswa agar belajar berorientasi pada belajar bagaimana belajar (Depdikbud, 1980). 5.3.2 Pengertian keterampilan proses dan kaitannya dengan CBSA Pendekatan dalam keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumiah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun fisik dan mental tersebut pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar. Menunjukkan jati dirinya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-keterampilan itu sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan dalan proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif (Conny Se a 1990). Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa dengan keterampilan proses siswa berupaya menemukan mengembangkan konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah dikembangkan int berguna untuk menunjang pengembangan kemampuan selanjutnya. Interaksi antara kemampuan dan konsep melalui proses balajar mengajar selanjutnya mengembangkan sikap dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis, ketelitian, dan kemampu memecahkan masalah. Pendapat yang senada diungkapkan oleh Gagne yang merumuskan pengertian keterampilan proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang konsep-konsep dari prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi kemampum-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan-keterampilan dalam bidang sains itu meliputi: mengamati. menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal dengan menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik kesimpulan menyusun definisi operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan data, dan bereksperimen. Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai pendekatan dalam perencanaan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas dan kreativitas. siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang sudah dimiliki ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajamya. Hal ini menunjukkan, babwa ketempilan proses erat kaitannya dengan CBSA.

5.3.3 Kemampuan keterampilan dasar yang perlu dilatih dalam keterampilan proses Keterampilan proses sebagai suatu pendekatan proses pembelajaran mengarah pada pengembangan kennampman fisik dan mental yang mendasar sebagai pendorong untuk mengembangkan kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa. Ada tujuh jenis kemampuan yang hendak dikembangkan melalui proses pembelajuan berdasarkan pendekatan keterampilan proses, yakni: 1) Mengamati ; Siswa harus mampu menggunakan alat-alat inderanya : melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa. Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data / informasi yang relevan dengan kepentingan belajarnya. 2) Menggolongkan / mengklasifikasikan ; Siswa harus terampil mengenal perbedaan dan persaman atas hasil pengamatannya terhadap suatu objek, serta mengadakan klasifikasi berdasarkan ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Pembuatan klasifikasi memerlukan kecermatan dalam melakukan pengamatan. 3) Menafsirkan (meginterpretasikan) ; Siswa harus memiliki keterampilan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa. Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan percobaan atau penelitian sederhana. 4) Meramalkan ; Siswa harus memiliki keterampilan menghubungkan data, fakta, dan informasi. Siswa dituntut terampil mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. 5) Menerapkem; siswa harus mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dikuasai ke dalam situasi dan pengalaman baru. Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa yang akan terjadi dan dialami oleh siswa dalam proses belajarnya. 6) Merencanakan penelitian; siswa harus mampu menentukan masalah dan variabel-vatiabel yang akan diteliti, tujuan, dan ruang lingkup penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah kerja pengumpulan dan pengolahan data serta prosedur melakukan penelitian. 7) Mengkomunikasikan; Siswa harus mampu menyusun dan menyampaikan laporan secara sistimatis dan menyampaikan perolehannya, baik proses maupun hasil belajarnya kepada siswa lain dan peminat lainnya. 5.3.4 Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran Siswa bentuk penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah atau inquiry (penemuan). 1) Pengertian pemecahan masalah

Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Tiap orang tidak pernah luput dari masalah, baik yang bersifat sederhana maupun yang sulit. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan iu dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu nasalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses penecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, read, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu. Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan sebab akibat. Kemampuan penalaran memerlukam upaya peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran terarah pada hal-hal yang bertalian dengan upaya mencari jawaban terhadap persoalan yang dibadapi. Upaya ini memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan menjajaki bidang-bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru. Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampun berpikir yang terarah untuk menghasilkan gagasan mengenai berbagai kemungkinan memecahkan masalah, dalam kaitannya dengan upaya mencapai tujuan. 2) Langkah-langkah pemecahan masalah

Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran yang baik, tetapi juga penting menguasai lingkungan langkah-langkah memecahkan masalah secara tepat. Langkah-lmgkah tersebut pada umumnya terdiri dari 1. Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu; 2. Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifikasi; 3. Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut, yang masih perlu diuji kebenarannya; 4. Siswa mengumpulkan dan mengolah data / informasi dengan teknik dan prosedur tertentu;

CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) merupakan upaya untuk lebih meningkatkan mutu belajar siswa dan dengan demikian akan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. CBSA lebih merupakan asas keterlibatan kerja daripada bentuk-bentuk kegiatan belajar yang stereotip; praktik CBSA tidak menunjuk pada bentuk kegiatan belajar tunggal, misalnya: mesti diskusi kelompok. jenis masalah pendidikan di sekolah yang manakah yang dapat atau mungkin dijawab dengan penerapan CBSA secara tepat dan intensif? Jawabannya adalah tidak semua masalah pendidikan di sekolah dapat atau mungkin terjawab dengan penerapan CBSA secara benar. Jika kita mengacu pada pendapat yang menegaskan bahwa masalah pendidikan di sekolah bersumber pada mutu setiap unsur (masukan) yang rendah, pengorganisasian proses pembelajaran yang rancu (tidak efektif dan tidak efisien), dan tolak ukur keberhasilan belajar siswa yang rancu (tarafnya rendah, subjektif, dan tidak konsisten), maka CBSA kiranya dapat dikaitkan dengan upaya pembenahan motivasi belajar siswa, intensitas kegiatan belajar siswa, dan peningkatan efektivitas-efesiensi proses pembelajaran. Jika kiat CBSA kita kaitkan dengan klasifikasi permasalahan pendidikan di sekolah secara makro, misalnya; masalah relevansi (dengan tolok kebutuhan siswa, kebutuhan masyarakat yang membangun, dan kebutuhan untuk perkembangan ilmu serta teknologi), masalah pemerataan (dengan tolok setiap warga negara berhak dan berkesempatan menikmati pendidikan yang layak, jangan sampai terjadi gejala braindrain dan under achievement), masalah mutu pendidikan (berhubungan dengan nilai serta sikap hidup, penguasaan ilmu secara fungsional serta ketajaman analisis-sintesis, dan dikuasainya kecakapan kerja atau ekonomis), dan masalah efektivitasefisiensi proses pendidikan di sekolah yang rendah maka kiat CBSA lebih mengarah pada pembenahan masalah yang terakhir, yaitu pembenahan efektivitas- efisiensi proses pembelajaran. Perlu juga disebut, biarpun kiat CBSA tidak diarahkan secara langsung untuk memecahkan semua masalah pendidikan di sekolah di atas, tetapi usaha ini bersifat strategis karena langsung menyentuh inti (masukan utama) pendidikan sekolah, yaitu peningkatan mutu belajar siswa; jika ini terbina dengan basik maka nilai transfernya dampak positifnya) sangat besar. Pada awal bab ini telah disinggung bahwa CBSA lebih merupakan asas didaktis daripada bentuk belajar tertentu; dapat ditegaskan bahwa CBSA (yang analog dengan asas siswa aktif) merupakan salah satu asas didaktis. Agar gambaran kita tentang keseluruhan asas didaktis tersebut relatif lengkap, perlu juga disebut macam asas didaktis yang lain yaitu: asas motivasi; asas pemusatan minat dan perhatian; asas apersepsi (mengkaitkan konsep (pengetahuan) yang baru dengan yang telah dikuasainya); asas korelasi (menghubungkan objek belajar yang satu dengan yang lain agar mudah dikuasai siswa secara mendalam, asas korelasi dapat bervariasi: korelasi tempat, korelasi waktu, dan korelasi ide); asas integrasi (setiap perolehan belajar terkait dalam pola berpikir serta bertindak yang kompak dan utuh); asas individualisasi (usahakan agar perkembangan siswa optimal untuk dirinya selaras dengan potensionalitasnya, situasinya, dan utuh atau mempribadi); asas peragaan (perkembangan lebih lanjut dari pembelajaran beraga adalah menunjuk perlunya mengajar-belajar dengan mendayagunakan aneka media (teknologi pembelajaran dalam arti sempit) dan aneka sumber belajar); asas penilaian (menuntut kualitas pengelolaan, sehingga fungsi diagnostis dan penjenjangan atau promotifnya terjamin); asas kerjasama (belajar kelompok); asas belajar dari alam sekitar (yang dalam perkembangan lebih lanjut menjadi asas belajar kontekstual); asas belajar berkesinambungan (analog dengan asas belajar seumur hidup); dan asas kegunaan (nilai praktis). Sehubungan dengan kebermacaman asas didaktis tersebut, dapat juga ditegaskan bahwa pembelajaran yang baik adalah yang dapat

menerapkan asas-asas tersebut secara tepat (semakin banyak asas didaktis yang diterapkan secara tepat pembelajaran tersebut semakin baik); perumusan yang lebih operasional, adalah semakin banyak asas didaktis yang diterapkan secara tepat oleh guru tertentu, guru tersebut semakin bermutu). Pengembangan lebih lanjut sehubungan dengan asas-asas didaktis tersebut, yang dinilai menunjang praktik CBSA secara langsung, adalah asas-asas didaktis sebagai berikut : asas motivasi (hal ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan siswa dan pemahaman makna belajar dari pihak siswa); asas konteks (jaringan-jaringan yang melatar belakangi onjek belajar perlu dipahami pula oleh siswa, agar alternatif pemikirannya tumbuh dan berkembang); asas fokus (apa yang menjadi pusat analisis sintesis pembelajaran tidak dapat lepas dari konteks); asas sosialisasi (asas kooperasi = kerja kelompok, yang membina sikap sosial, kecakapan diskusi serta bentuk-bentuk kerjasama yang lain, dan pembina kepedulian serta partisipasi sosial); asas belajar melalui bekerja (mendayagunakan seluruh daya hidup termasuk inderanya dan motorisnya untuk belajar); asas individualisasi (siswa adalah subjek atau pribadi yang unik (khas untuk dirinya), perlu adanya pengaturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar setiap siswa agar perkembangan pribadi siswa menjadi utuh, sehat, dan bahagia, adalah sasaran belajar yang perlu diusahakan secara serius di sekolah); asas penemuan (siswa dibimbing agar menemukan kebenaran dan nilai hidup yang bermakna bagi dirinya); dan asas pemecahan masalah (problem solving), penerapan asas ini menunjukkan adanya bimbingan agar siswa dapat menyadari adanya masalah, dapat mencirikan masalah yang ditemuinya (tahap mengidentifikasi masalah), dapat mengajukan dugaan pemecahan masalah, dapat mengumpulkan fakta-datakonsep yang relevan untuk memecahkan masalahnya, siswa terlibat aktif dalam pemecahan masalahnya (tahap verifikasi), dan siswa dapat menyimpulkan hasil pemecahan masalahnya serta dapat merencanakan kegiatan tindak lanjutnya.

You might also like