You are on page 1of 10

TUGAS PRAKTIKUM ANALISIS PROYEK PETANIAN

INTAN SULISTYOSARI
NIM 10197/PN

Potensi dan Prospek Pengembangan Minyak Atsiri di Indonesia

Indonesia sejak era tahun 60-an dikenal sebagai negara penghasil minyak atsiri
terbesar di dunia terutama minyak atsiri nilam dan hingga sekarang minyak atsiri nilam
dari Indonesia masih sangat dikenal di pasar dunia.
Produk ini mempunyai orientasi export. Minyak atsiri nilam digunakan di industri
parfum sebagai zat pengikat aroma dan perannya belum mampu digantikan oleh zat
sintetis, sehingga kebutuhan minyak atsiri nilam di dunia besar sekali.
Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena
minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup mendatangkan devisa
negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik, karena
dibutuhkan secara kontinyu dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan lain-lain.
Dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak atsiri lainnya (Indonesia memiliki sekitar
200 species tanaman yang menghasilkan minyak atsiri), nilam mempunyai keunggulan
tersendiri sebagai unsur pengikat (fikatif) yang terbaik untuk wewangian (parfum). Hal ini
disebabkan karena daya lekatnya yang kuat sehingga aroma wangi tidak mudah hilang
karena tercuci atau menguap, dapat larut dalam alkohol dan dapat dicampur dengan
minyak esteris lainnya.
Nilam adalah tanaman yang berumur produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama
dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam, dan panen selanjutnya dilakukan
setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun tanaman nilam memerlukan peremajaan. Di
Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan yaitu
Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanus Benth, don Pogostemon hortensis
Benth. Pogostemon cablin Benth dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak diusahakan di
daerah itu. Nilam jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus dengan kadar minyak 2,5-
5,0%. Pogostemon heyneanus Benth dikenal dengan nama nilam Jawa, tanaman berbunga,
daun tipis dan kadar minyak rendah, berkisar antara 0,5-1,5%. Pogostemon hortensis
Benth mirip nilam Jawa tetapi juga tidak berbunga, dapat ditemukan di daerah Banten dan
sering disebut sebagai nilam sabun.
Ada tiga jenis tanaman nilam yaitu nilam Aceh (Pogostemon cablin), nilam Jawa
(Pogostemon hortensis) dan nilam tipis (Pogostemon heyneanus). Di antara ketiga jenis ini,
nilam Aceh adalah yang terbaik, karena memiliki kadar atsiri tertinggi yakni 2,5%- 5%,
sedang jenis lain hanya 0,5%. Disebut nilam Aceh sekaligus menunjukkan bahwa yang
menjadi sentra produksi minyak nilam di Indonesia, memang Daerah Istimewa Nangroe
Aceh Darussalam, di samping Sumatera Utara dan Sumatera Barat, lebih dari 80% minyak
nilam di Indonesia dihasilkan dari ketiga propinsi tersebut.
Seluruh bagian tanaman ini mengandung minyak atsiri, namun kandungan minyak
terbesar pada daunnya. Di pasar intemasional minyak - nilam dikenal dengan nama
"Patchouli oil". Hasil tanaman nilam adalah minyak yang didapat dengan cara menyuling
batang dan daunnya, belum ada senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran minyak
nilam dalam industri parfum dan kosmetika.
Dalam dunia perdagangan dikenal dua macam nilam yaitu "Folia patchouly
naturalis" (sebagai insectisida) dan "depurata" (sebagai minyak atsiri). Minyak atsiri
merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang bahan bakunya berasal dari
berbagai jenis tanaman perkebunan. Minyak atsiri dari kelompok tanaman tahunan
perkebunan antara lain berasal dari cengkeh, pala, lada, kayu manis, sementara yang
berasal dari kelompok tanaman semusim perkebunan berasal dari tanaman nilam, sereh
wangi, akar wangi dan jahe. Hingga kini minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam
memiliki pangsa pasar ekspor paling besar andilnya dalam perdagangan Indonesia yaitu
mencapai 60 persen.
Minyak nilam merupakan produk yang terbesar untuk minyak atsiri dan
pemakaiannya di dunia menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Dapat
dikatakan bahwa hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetis
yang dapat menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai fixative.
Data ekspor BPS menunjukkan bahwa kontribusi minyak nilam (Patchouli oil)
terhadap pendapatan ekspor minyak atsiri sekitar 60%, minyak akar wangi (Vetiner oil)
sekitar 12,47%, minyak serai wangi (Citronella oil) sekitar 6,89%, dan minyak jahe
(Ginger oil) sekitar 2,74%. Rata-rata nilai devisa yang diperoleh dari ekspor minyak atsiri
selama sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat dari US$ 10 juta pada tahun 1991
menjadi sekitar US$ 50-70 dalam tahun 2001, 2002 dan 2003, dengan nilai rata-rata/kg
sebesar US$ 13,13. Walaupun secara makro nilai ekspor ini kelihatannya kecil namun
secara mikro mampu meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan yang pada gilirannya
diharapkan dapat mengurangi gejolak sosial.
Minyak atsiri sebagai bahan baku penambah aroma, parfum dan farmasi memang
banyak diminta. Menurut Data Badan Pengembangan Ekspor Nasional pada tahun 2002
rata-rata ekspor minyak atsiri untuk 5 (lima) tahun terakhir mencapai US$ 51,9 juta dengan
77 negara tujuan ekspor. Singapura dan Amerika Serikat adalah penyerap tersebar ekspor
minyak atsiri Indonesia masing-masing adalah penyumbang devisa negara US$ 20 per
tahun dan US$ 10 juta per tahun. Dari ekspor tersebut minyak nilam mempunyai
permintaan sebesar 60 % Nilam termasuk komoditas unggulan nasional dengan luas 9.600
ha dan produksi sebesar 2.100 ton minyak. Berdasarkan data yang diberikan oleh seorang
eksportir minyak nilam, kebutuhan minyak nilam dunia berkisar antara 1.100-1.200 ton/
tahun, sedangkan pasokan ini dapat dihasilkan minyak nilam melalui penyulingan daun
dan tangkai daun.
Kendala-kendala dalam agribisnis nilam antara lain budidaya yang belum
sempurna, bahan tanaman yang kurang sesuai, panen, penanganan bahan dan penyulingan
yang kurang baik mengakibatkan produktivitasnya rendah. Faktor lain adalah kekeringan
(iklim) dan fluktuasi harga. Kekeringan selain karena kemarau panjang juga disebabkan
fenomena alam yaitu dikenal dengan El Nino. Nilam sangat peka terhadap kekeringan,
kemarau panjang setelah pemangkasan dapat menyebabkan tanaman mati. Suhu yang
dikehendaki sekitar 24-28°( dengan kelembaban relatif lebih dari 75% dan intensitas
radiasi. surya 75-100%.
Balittro telah mengoleksi ± 100 aksesi nilam yang diperoleh dari hasil eksplorasi,
somaklonal dan fusi protoplas antara nilam Jawa dan nilam Aceh. Dari beberapa nomor
ekplorasi telah diseleksi dan diperoleh 4 klon harapan yang berkadar minyak relatif tinggi
(> 2,5%) dan kadar patchouli alkohol > 30%. Klon-klon harapan tersebut adalah : Cisaroni,
Lhokseumawe 2, Sidikalang dan Tapak Tuan.
Selain nilam, komoditas yang bisa diambil minyak atsirinya antara lain : daun
cengkeh, bunga melati, serei dan lain-lain. Minyak atsiri dari komoditas ini digunakan
untuk bahan di industri farmasi dan di manfaatkan untuk aroma terapi.
Pangsa minyak atsiri Indonesia di pasar internasional mencapai 80 %.
Permasalahan utama adalah mutu minyak sebagai akibat dari prosesing yang tidak
sepenuhnya memenuhi standar, antara lain penggunaan alat penyuling tradisional. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, teknologi yang tersedia adalah alat penyuling tipe
Balittro dengan design baru dari stainless steel, pendingin dan pemisah minyak, hemat
bahan bakar. Khusus nilam, daerah pengembangan potensial meliputi : Aceh, Sumatera
Barat, Bengkulu. Nilai ekspor per tahun mencapai US $ 74,26 juta.
Dari beberapa jenis minyak tersebut minyak nilam memiliki potensi strategis untuk
dikembangkan, mengingat di pasar dunia membutuhkan 1.200 - 1.400 ton minyak nilam
setiap tahun dan volume itu cenderung terus meningkat, sementara produksi yang tersedia
baru mencapai 1.000 ton per tahun. Harga di pasar lokal berkisar Rp 250.000 per kilogram.
Dalam 10 tahun terakhir ini, peningkatan volume ekspor komoditi ini cukup tajam, yakni
sekitar 6 % per tahun. Indonesia memasok sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia
(Direktorat Neraca .Produksi BPS: 2002).
Harga minyak nilam di pasar lokal (di tingkat agen eksportir) berkisar Rp 200.000 -
Rp 250.000 per kg. Importir minyak nilam terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (lebih
200 ton per tahun), disusul lima negara Eropa, masing-masing Inggris (45-60 ton/th),
Perancis, Swiss (40-50 ton/th), Jerman (35-40 ton/th) dan Belanda (30 ton/th). Beberapa
eksportir minyak nilam mengaku masih kesulitan memenuhi pesanan minyak nilam yang
datang dari mancanegara. PT Jasu-Lawangi, eksportir minyak atsiri terbesar di Indonesia
baru bisa memasok 50 ton atau sekitar 10% dari permintaan. Permintaan cukup besar juga
datang dari India, Belgia, Jepang, dan Singapura.

Tabel 1. Kontribusi terhadap Produk Nasional


Kebutuhan Dalam Negeri Ekspor
(ton) Produk Produk Jumlah Nilai
Komoditas Bahan Baku Industri Primer (ton) Olahan (ton) (ton) (000 US $)
Karet 3.662.472 1.647.808 76.430 1.724.23 1.268.911.
Kelapa 3.712.071 25.593 6.054 8 24.628
Kelapa 2.967.079 31.647
sawit 1.140.159 355.781 645 582.390
Kopi 131.193 37.419 579 356.426 187.732
Lada 429.758 20.157 37.998 14.114
Cengkeh 535.745 28.603 1.683 20.157 34.996
Jambu 59.925 7.550 2.020 30.286 36.767
mete 123.979 35.784 9.570 31.392
Pala 340.800 7.398 35.784 3.747
Kayumanis 158.133 7.057 1.058 7.398 18.007
Tebu 19.382 48 95 8.115 96
Tembakau 10.220 32.807 508 143 9.895
Kapas 582.155 387 52.083 33.315 110.988
Jahe 5.643 264 0,3 52.470 1.299
Kakao 17.241 729 264,3 8.764
Kapolaga 0 6.022 729 8.234
Panili 10.501 1.355 6.022 53.117
Gambir 2.859 1.355
Nilam 18.817 1.751 270
Seraiwangi 87.514 1.7
Jarak 51
Pinang

Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja dan Luas Areal

Komoditas On Farm (orang) Off Farm (orang)


Perkebunan Perkebunan Jumlah Industri Luas Areal
Rakyat Besar Prosesing (ribu ha)
Karet 1.565.885 265.351 1.831.236 97.865 3.662.472
Kelapa 1.434.108 50.720 1.484.828 6.337 3.712.071
Kelapa 486.373 992.167 1.478.540 15.715 2.957.079
sawit 949.351 190.000 949.541 23.401 1.140.159
Kopi 65.352 6.236 71.598 131.109
Lada 294.595 3.770 298.365 196.943 429.758
Cengkeh 210.528 286 210.814 535.745
Jambu mete 23.684 192 23.876 59.925
Pala 49.572 316.790 366.362 123.979
Kayumanis 364.814 316.790 681.604 340.802
Tebu 556.174 13.104 569.278 559.931 158.133
Tembakau 34.888 34.888 19.382
Kapas 18.398 18.398 10.220
Jahe 356.545 109.179 485.724 582.155
Kakao 67.772 67.772 5.643
Kapolaga 6.842 18 6.860 17.241
Panili
Gambir 10.601 10.601 10.601
Nilam 2.850
Seraiwangi 18.817
Jarak 87.514
Pinang

1. Produksi nilam di Propinsi Kalimantan Tengah


Di Propinsi Kalimantan Tengah nilam digunakan sebagai komoditas rintisan. Mulai
ditanam petani di kabupaten Kotawaringin Timur, propinsi Kalimantan Tengah pada tahun
1999. Dimulai dari pencaharian bibit nilam ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) oleh
petani transmigrasi Kalimantan Tengah yang berminat sekali menanam nilam, karena pada
saat itu harga minyak nilam melonjak cukup tinggi dan bahkan pada tahun 1997, harga
minyak nilam mencapai Rp. 1.000.000,- per kg.
Pada saat ini telah terbentuk kelompok-kelompok tani di desa-desa, sehingga
penanaman nilam telah berkembang. Sistem tanam adalah secara monokultur dan
tumpangsari dengan tanaman hortikultura antara lain dengan kacang panjang, mentimun,
terong dan semangka dengan tujuan untuk mengoptimalkan lahan dan meningkatkan
pendapatan. Penanaman dengan menggunakan bibit (setek) yang langsung ditanam di
lapang dan dengan disemaikan terlebih dahulu dalam polibag.
Untuk menghemat bibit sebaiknya dengan menggunakan polibag, karena sistem
perakaran sudah terbentuk. Penanaman nilam di Kalimantan Tengah hanya satu tahun
dengan panen 2-3 kali, karena kadar patchouli alkohol (PA) yang merupakan salah satu
kualifikasi mutu untuk minyak nilam semakin menurun disebabkan oleh iklim dan tanah
yang kurang subur. Di samping dijual berupa minyak, hasil panen nilam di Kalimantan
Tengah dijual dalam bentuk terna basah dengan harga Rp 1.000,- - 1.500,-/kg dan terna
kering dengan harga 2.500,- 3.000,-/kg. Harga setek nilam di Kalimantan Tengah berkisar
antara Rp. 500,- 1.000,-per setek.
Semakin bertambahnya luas areal penanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman
tersebut diminati oleh petani di Kalimantan Tengah, karena mempunyai prospek dan
peluang pasar yang cukup tinggi. Untuk mendapatkan minyak atsiri yang mempunyai
rendemen minyak dan kadar patchouli alkohol tinggi, maka perlu diperhatikan beberapa
faktor yaitu teknologi budidaya, faktor iklim terutama curah hujan, lahan (topografi atau
bentuk wilayah, elevasi) dan peluang pasar.
Produksi nilam berupa minyak atsiri dapat ditampung oleh KUD setempat
(Kecamatan Parenggean). Sistem pemasaran minyak nilam selama ini adalah melalui
pedagang pengumpul di tingkat petani dan pedagang pengumpul di tingkat kecamatan
kemudian ke eksportir. Harga minyak nilam saat ini di Kalimantan Tengah adalah Rp
150.000 - 170.000/kg, dan di pulau Jawa dengan harga Rp. 245.000/liter. Harga minyak
nilam berfluktuasi tergantung pada kadar Patchouli Alkohol (PA).
Penyulingan cara petani mempunyai rendemen dan mutu minyak yang rendah.
Rendahnya mutu tersebut disebabkan antara lain cara penanganan bahan baku dan
penyulingan daun nilam menggunakan drum-drum bekas sebagai penyulingannya,
sehingga minyak berwarna coklat keunguan. Oleh sebab itu diperlukan pembinaan melalui
penyuluhan dan pengkajian mulai dari budidaya, penyulingan, introduksi alat penyulingan
dan aspek pemasaran dengan memperhatikan tingkat kesesuaian lahan dan iklim.
Untuk mendukung usaha pengembangan tanaman nilam sehingga Indonesia tetap
merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dan untuk meningkatkan
pendapatan petani, maka diperlukan beberapa upaya antara lain yaitu penggunaan benih
unggul, perbaikan budidaya dan penanganan pasca panen yang lebih baik. Untuk
menjamin kemurnian benih unggul nilam dalam jumlah yang memadai perlu diupayakan
pendirian kebun induk nilam yang selanjutnya dapat diperbanyak sebagai benih sebar.

2. Produksi nilam di Propinsi Kalimantan Barat


Ada beberapa jenis tanaman bahkan mungkin banyak yang tumbuh di Kalimantan
Barat yang belum digali dan di kembangkan, yang selama ini orang hanya mengunakannya
sebagai bumbu masak/dapur atau obat-obatan tradisional, antara lain; lada, jahe, sereh,
kunyit, kencur, daun salam, dll, yang sebenarnya tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis
yang lebih tinggi jika diolah menjadi minyak atsiri.
Minyak atsiri (essential oil) adalah minyak eteris atau minyak terbang yang
memiliki sifat mudah menguap, berbau khas sesuai dengan bau tanaman penghasilnya,
getir, memabukkan, larut dalam larutan organik namun tidak larut dalam air. Minyak atsiri
bersumber dari setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar atau
umbi (rizhoma). Minyak atsiri merupakan bahan baku untuk produk farmasi dan kosmetik
alamiah disamping digunakan sebagai kandungan dalam bumbu maupun pewangi (flavour
and fragrance ingredients). Ada sekitar 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di
pasar internasional. Saat ini Indonesia baru mengekspor sekitar 12 (duabelas) jenis minyak
atsiri antara lain : Minyak Nilam, Minyak Akar Wangi, Minyak Sereh Wangi, Minyak
kenanga, Minyak Kayu Putih, Minyak Sereh Dapur, Minyak Cengkeh, Minyak Cendana,
Minyak Pala, Minyak Kayu Manis, Minyak Kemukus dan Minyak Lada.
Melihat nilai yang cukup ekonomis dari minyak atsiri nilam tersebut, ini
merupakan peluang bagi Kalimantan Barat khususnya untuk mengembangkan potensi
tersebut. Hal ini juga didukung oleh daerah Kalimantan Barat yang memiliki lahan yang
terbentang luas untuk dikembangkan tanaman atsiri tersebut. Sebagai contoh, ada beberapa
jenis tanaman yang telah dibudidayakan seperti tanaman nilam dan jahe yang berlokasi di
kota Pontianak Jl. 28 Oktober Budi Utomo.
Sudah saatnya Kalimantan Barat menjadi bagian sebagai daerah pengahasil minyak
atsiri untuk mendukung daerah-daerah lain. Oleh karena itu Pemerintah Propinsi, Dinas
Pertanian dan Tanaman Pangan serta Dinas Perindustrian Kalimantan Barat, kiranya dapat
bersinergi untuk melirik daerah-daerah yang potensial sebagai sentra industri dalam
pengembangan minyak atsiri dan penghasil tanaman yang mengandung minyak atsiri
lainnya, serta memilih jenis-jenis tanaman yang sesuai dengan struktur tanahnya sehingga
dapat tumbuh dengan subur. Tanaman yang dapat dikembangkan tersebut antara lain
seperti; nilam, kenanga, sereh, jahe, lada, salam, dll.. Memang tidak semua tanaman
penghasil minyak atsiri tersebut dapat tumbuh mudah di daerah Kalimantan Barat yang
memiliki keasaman tanah yang cukup tinggi antara pH 3,5-4,5. Ini merupakan tantangan
bagi instansi terkait untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut tanaman apa saja yang dapat
dikembangkan.
Untuk mendapatkan minyak atsiri dengan kualitas yang baik sehingga memiliki
nilai jual yang menjadi lebih tinggi, diperlukan teknologi yang tepat dan sumber daya
manusia yang kompeten, dan didukung oleh ketersediaan bahan baku yang cukup memadai
dan berkelanjutan. Manfaat lain dari dikembangkannya minyak atsiri ini akan membuka
lapangan kerja baru bagi petani khususnya dan bagi masyarakat Kalimantan Barat pada
umumnya. Selain itu hal ini akan memberikan peluang bagi Pemerintahan Kota dan
Kabupaten untuk dapat menciptakan iklim usaha yang mendukung pengembangan dan
pemanfaatan sumber daya alam dari berbagai sektor, untuk dapat diolah lebih lanjut
menjadi produk-produk industri yang memiliki nilai tambah yang cukup besar guna
menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

3. Akarwangi Merupakan Komoditi Unggulan Jawa Barat


Di dalam Surat Edaran Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Nomor.
525/1517/Prod/2001 tanggal 27 Agustus 2001 tentang Komoditas Perkebunan Di Jawa
Barat bahwa pengertian Komoditi unggulan adalah komoditas yang diunggulkan suatu
daerah yang tumbuh dan berkembang dengan baik karena sesuai dengan agroklimat
setempat ( kondisi tanah dan iklim ) yang mempunyai peran sebagai berikut :
- Sebagai penghasil devisa dan mempunyai pangsa pasar yang besar dalam perdagangan
lokal, regional maupun global.
- Sebagi sumber penghasilan dan pendapatan utama yang tersebar disebagian wilayah
diantaranya sudah menjadi komoditas sosial di Jawa Barat.
- Merupakan komoditas spesifik lokalita yang mempunyai keunggulan, kompetitif dan
kooperatif.
- Berkembang dan menjadi unggulan daerah.
Akarwangi dalam Surat Edaran Kepala Dinas Perkebunan tersebut merupakan
salah satu komoditi unggulan,disamping itu juga merupakan komoditi lokalita artinya yang
tumbuh baik sesuai dengan agroklimat yang ada di salah satu kabupaten yaitu di Garut .
Dan telah berkembang yang saya ketahui sejak tahun 1980 yang selanjutnya ditetapkan
oleh Keputusan Gubernur nomor 30 Tahun 1990 tentang Penyempurnaan Ketentuan
Ketentuan Penanaman dan Penyulingan Serehwangi Akarwangi di Jawa Barat yang
selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Bupati Garut nomor 520/SK196-
huk/90 tentang Areal Penanaman ,Pengolahan dan Penyulingan Akarwangi di Kabupaten
Garut ;didalamnya ditetapkan 4 kecamatan yaitu kecamatan Leles, Cilawu, Bayongbong
dan Samarang dengan luas areal 2.400 Ha.
Indonesia sebagai negara penghasil minyak atsiri - Akarwangi sering disebut
produsen Java vertiver oil. . Prospek pasar, baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri,
komoditi ini pada masa yang akan datang cukup besar, seiring dengan semakin tingginya
permintaan terhadap parfum/kosmetika, trend mode dan belum berkembangnya barang
substitusi essensial oil yang bersifat pengikat (fiksasi) dalam industri parfum/kosmetika.
Untuk mempertahankan kelangsungan keberadaan komoditi Akarwangi ini perlu
ditindaklanjuti melalui kegiatan yang dilakukan dalam rehabilitasi/intensifikasi tanaman
penghasil minyak atsiri (akarwangi) adalah:
1. Perbaikan budidaya tanaman akarwangi dengan menggunakan benih dari varietas
unggul;
2. Pembangunan kebun penangkar benih di lokasi pengembangan untuk menjamin
ketersediaan benih dari varietas unggul ;
3. Pengawalan dan pendampingan pelaksanaan teknis pengembangan tanaman penghasil
minyak atsiri, penanganan pasca panen dan pengolahan;
4. Peningkatan SDM petani melalui berbagai pelatihan dan pendampingan;
5. Penumbuhan dan pengaktifan/dinamika Kelompok Tani Tanaman Penghasil Minyak
atsiri;
6. Memfasilitasi pengawalan kegiatan di tingkat pusat serta pembinaan petani Tanaman
Penghasil Minyak Atsiri oleh petugas provinsi, kabupaten dan penyuluh.
Luas areal akar wangi di tahun 2006 yang diusahakan petani Kabupaten Garut
adalah 2045 Ha dengan produksi 59 ton minyak atsiri dengan harga Rp. 330.500.- /kg di
tingkat petani.

verietas unggul nilam (Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan),

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ?. Industri Destilasi Atsiri. http://anekamesin.com/industry-development. Diakses


tanggal 22 November 2007.

Anonim.?. .http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 22 November 2007.

Suwanda, Mamat Haris. 2002. Analisis Efisiensi Penelitian dan Dampaknya terhadap
Ekonomi Nasional Studi Kasus pada Tanaman Perkebunan.
http://tumoutou.net/702_05123/mamat_hs.htm. Diakses tanggal 22 November 2007.

Usmadi. 2006. Potensi dan Peluang Minyak Atsiri Nilam.


http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=115282. Diakses
tanggal 22 November 2007

You might also like