You are on page 1of 22

INSIDENSI KOLELITIASIS DI RUMAH SAKIT PROF. DR.

MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO PERIODE 1 APRIL 2007- 30 APRIL 2008


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.1 Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya.2 Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1 Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.1 Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.1 Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.1,2 Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.4 Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah insidensi kolitiasis di Rumah Sakit Prof. DR. Margono Soekarjo? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui insidensi kolelitiasis di Rumah Sakit Prof. DR. Margono Soekarjo pada periode 1 April2007-30 April 2008. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi kepada kalangan medis dan masyarakat tentang penyakit batu empedu yang terjadi di Rumah Sakit Prof. DR. Margono Purwokerto pada bulan April 2007 April 2008. 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai kajian ilmiah dan landasan penelitian selanjutnya yang lebih valid. E. Kerangka Penelitian
Batu empedu Keluhan UsiPemeriksaan Jenis Obesitas a Penunjang kelamin tambahan Genetikutama Penyakit lain Obat Antihiperlipidemia Hiperlipidemia

Keterangan:

Yang diteliti BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tidak diteliti

A. Defenisi Kolelitiasis Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5 Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

B. Etiologi Kolelitiasis Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.6

C. Faktor Risiko Kolelitiasis


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (6,7,8) 1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

2. Usia lebih dari 40 tahun .


3. Kegemukan (obesitas). 4. Faktor keturunan 5. Aktivitas fisik 6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

7. Hiperlipidemia 8. Diet tinggi lemak dan rendah serat


9. Pengosongan lambung yang memanjang

10. Nutrisi intravena jangka lama


11. Dismotilitas kandung empedu 12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika) D. Anatomi

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu (5) Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.3 Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.9 E. Patofisiologi Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10 Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10 F. Klasifikasi Kolelitiasis Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1,11 1. Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama : a. Supersaturasi kolesterol b. Hipomotilitas kandung empedu c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat. 1. Batu pigmen Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim Bglukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. b. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.1,11 2. Batu campuran Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12 G. Manifestasi Klinis Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3 Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 3

H. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3 1. Asimtomatik 2. Obstruksi duktus sistikus 3. Kolik bilier 4. Kolesistitis akut 5. Perikolesistitis 6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga 7. Perforasi 8. Kolesistitis kronis 9. Hidrop kandung empedu 10. Empiema kandung empedu 11. Fistel kolesistoenterik 12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi) angga 13. Ileus batu empedu (gallstone ileus) Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3 Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.3 Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.3 G. Diagnosa a. Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tibatiba.3 Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3 b. Pemeriksaan Fisik i.Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.3 ii.Batu saluran empedu Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.3 c. Pemeriksaan Penunjang i.Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.3 ii.Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 13 iii.Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 14 iv.Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.3 H. Penatalaksanaan Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. 3 Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 3

Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10 2. Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 10 Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 15 3. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. 2 4. Disolusi kontak

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (MetilTer-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). 10 5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 16,17

6. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.10 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.18

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang dipakai adalah non eksperimental berupa survei

deskriptif. Rancangan yang digunakan adalah cross sectional retrospektif yaitu penelitian yang mencari hubunagan variabel bebas atau resiko dan variabel terikat atau akibat dengan melakukan pengukuran sesaat terhadap kejadian yang telah terjadi di masa lampau.20 B. Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah pasien kolelitiasis di instalasi rawat inap RSMS pada periode 1 April 2007 30 April 2008. C. Teknik pengambilan sampel Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara total sampling yaitu seluruh pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Margono Soekarjo dalam periode 1 April 2007 sampai 30 April 2008. D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas adalah usia, jenis kelamin, keluhan utama, keluhan tambahan, pemeriksaan penunjang. 2. Variabel tergantung adalah kolelitiasis (batu empedu). E. Definisi Operasional 1. Kolelitiasis adalah batu kandung empedu yaitu gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5 2. Insidensi adalah kasus baru yang terjadi pada suatu populasi di area tertentu dan pada kurun waktu tertentu.21 F. Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medik psaien kolesistitis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. Margono Soekarjo periode 1 April 2007 sampai dengan 30 April 2008. G. Tata Urutan Kerja 1. Tahap Persiapan a. Konsultasi dengan pembimbing b. Studi pustaka 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Mengumpulkan bahan penelitian melalui catatan medis dari sampel. 3. Tahap Akhir a. b. Pengolahan data Pembuatan laporan penelitian keseluruhan

A. Pengolahan Data Pengolah data dilakukan setelah diperoleh data sekunder dari rekam medik pasien. Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut: Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

1. 2. 3.

Menyusun data yang telah lengkap Tabulasi data dengan membuat tabel distribusi untuk laporan variabel Menyajikan dalam bentuk gambar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan case control retrospektif terhadap pasien kolesistisis yang dirawat di RSMS Purwokerto periode 1 April 2007 1 Mei 2008, didapatkan insidensi pasien wanita lebih banyak dibanding laki-laki. Diagram 1 menunjukkan jumlah pasien wanita sebanyak 38 dengan pasien laki-laki 21 orang dari total 59 pasien. Jumlah pasien wanita 64,4% dan jumlah pasien laki-laki 35,6%. Tampak jumlah pasien wanita 1,8 kali lebih besar dibanding pasien laki-laki. Diagram 1. Perbandingan Jumlah Pasien Kolesistisis Wanita Dan Laki-Laki Insidensi wanita lebih tinggi dibanding laki-laki sebagaimana penelitian otopsi terhadap pasien kolelitiasis di Amerika menunjukkan hasil sedikitnya 20% wanita dan 6% laki-laki di atas usia 40 tahun mempunyai batu empedu. Penelitian tersebut dilakukan terhadap sedikitinya 20 juta pasien kolelitiasis dimana sekitar 1 juta kasus baru terjadi setiap Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

tahunnya.22

Penelitian dari Mittal juga mengatakan sekitar 10-15% dewasa di Amerika

memiliki batu empedu dan pada Negara Amerika Latin, prevalensi batu empedu meningkat hingga 50% pada wanita.24 Pengaruh hormon pada wanita juga merupakan salah satu faktor predisposisi meningkatnya jumlah pasien wanita dibanding laki-laki. Estrogen diduga berperan penting pada wanita dengan kolelitiasis dimana estrogen dapat menstimulasi reseptor lipoprotein hepar dan meningkatkan pembentukan kolesterol empedu serta meningkatkan diet kolesterol. Sementara itu, estrogen alamiah dan kontrasepsi oral dapat menurunkan sekresi garam empedu dan menurunkan perubahan kolesterol menjadi kolesterol ester. 22 Kakar dari Amerika mewawancarai 102 wanita berusia 41-74 tahun yang terdiagnosa kolelitiasis dalam kurun waktu Januari 1979 dan September 1980 dengan control wanita sehat 98 orang. . Hasil penelitian menunjukkan resiko batu empedu pada wanita yang menggunakan estrogen minimal satu tahun sebelum terdiagnosa batu empedu adalah 1,18 (95% CI: 0.65-2.13). 23 Jing-Sen Shi dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang mengandung estrogen dan progesterone mempengaruhi pembentukan batu empedu pada pasien wanita dengan usia 20-44 tahun. 24Adapun pada wanita usia di atas 55 tahun yang mengalami menopause dan kekurangan estrogen, tetap dapat terjadi peningkatan resiko kolesistisis akibat meningkatnya faktor usia. 22 Adapun sebaran umur pasien kolesitisis beraneka ragam mulai dari umur temuda 11 tahun hingga 88 tahun. Diagram 2 menunjukkan insidensi tertinggi kolesistisis terjadi pada usia 51-60 tahun untuk wanita dan laki-laki. Sementara usia termuda terjadi pada 11-20 tahun. Usia menjadi faktor predisposisi kolelitiasis dimana semakin bertambah usia, semakin mudah terjadi kolelitiasis. Kasper dalam Harrisons Principles of Internal Medicine mengatakan faktor usia mempengaruhi perjalanan kolelitiasis karena meningkatkan sekresi kolesterol empedu, menurunkan ukuran kantong asam empedu, dan menurunkan sekresi garam empedu. Hal tersebut memudahkan terjadinya pengendapan kolesterol dan garamgaram mineral penyebab batu empedu.
22

Diagram 2. Perbandingan Jumlah Pasien Kolesistisis Wanita Dan Laki-Laki Penelitian di Amerika menunjukkan, batu empedu kolesterol menyerang 20% dari 60% dewasa di Amerika dan Eropa karena genetik dan faktor lingkungan.
26

Hal senada

diungkapkan oleh Beckingham bahwa usia lebih dari 40 tahun merupakan faktor resiko Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

terjadinya batu empedu.

Sementara, usia dewasa yang banyak terkena batu empedu

tersebut ditunjukkan pula pada Diagram 2 dimana sebanyak 71% pasien berusia lebih dari 40 tahun yang terdiri dari 15% pasien berusia 41-50 tahun, 34% pasien berusia 51-60 tahun, 19% pasien berusia 61-70 tahun dan sisanya 3% pasien berusia 71-80 tahun. Sementar itu, pasien dengan usia 11-20 tahun hanya 5% dari jumlah keseluruhan pasien. Jing-Sen Shi mengatakan batu empedu berhubungan dengan usia, kegagalan metabolisme lamak dan kerusakan fungsi pengosongan kandung empedu. Penelitian yang dilakukan Jing-Sen Shi menemukan adanya morbiditas batu empedu sebesar 0,94% pada 522 pelajar muda dimana jumlahnya jauh lebih kecil dibanding usia dewasa. empedu dan kecepatan pengosongan kandung empedu.26 Sementara itu, insidensi kolelitiasis terjadi dengan keluhan utama terbanyak berupa nyeri perut kanan atas. Diagram 3 menunjukkan 32 pasien (54%) mengeluh nyeri perut kanan atas, 22 pasien (37%) mengeluh nyeri ulu hati dan sisanya (9%) mengeluh perut melilit, nyeri seluruh permukaan perut, dada berdebar-debar, mual muntah dan nyeri punggung. Insidensi keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas tersebut 1,17 kali lebih besar disbanding keluhan lainnya. Diagram 3. Keluhan Utama Pasien Kolesistisis Nyeri perut kanan atas yang dirasakan 54% pasien sesuai dengan letak anatomis kandung empedu yaitu di kuadran kanan atas. Secara anatomi, empedu berada tepat di bawah lobus hati. Nyeri yang dirasakan adalah nyeri kolik karena kandung empedu merupakan suatu saluran (kantung). Nyeri dirasakan berkurang jika pasien membungkuk. Adapaun nyeri kolik pada batu empedu menjalar sampai dengan bahu, pungung, atau dada. 27 Gejala kolelitiasis terjadi akibat adanya inflamasi atau obstruksi yang dapat bermigrasi ke duktus biliaris. Hal tersebut menimbulkan kolik biliaris yang khas karena terjadi peningkatan tekanan intraluminal dan distensi rongga perut yang tidak dapat berkurang dengan kontaraksi biliaris berulang. Nyeri tersebut menetap dan terus menerus terjadi di tempat yang sama yaitu di kuadran kanan atas atau epigastrium. Nyeri biasanya menjalar hingga area intraskapular, scapula kanan atau bahu. 27 Nyeri kolik berlangsung tiba-tiba dengan intensitas waktu 30 menit hingga 5 jam, bertambah berat secara bertahap atau berlangsung cepat. Bila nyeri kolik dirasakan terus menerus selama 5 jam maka perlu curiga terjadinya kolesistitis akut. Mual muntah biasanya menemani episode nyeri kolik tersebut. 27 Nyeri ini jarang naik turun tetapi terjadi antara 15 menit sampai 24 jam. Bila nyeri berlanjut lebih dari 24 jam maka curiga kolesisititis akut. 2 Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com
24

Usia

mempengaruhi pembentukan batu empedu karena adanya indeks saturasi kolesterol di saluran

Diagram 4. Keluhan Tambahan Pasien Kolesistisis Sebagaimana terlihat pada Diagram 4 bahwa sebagaian besar keluhan tambahan pada kolelitiasis adalah mual dan muntah sebanyak 46%. Mual muntah terjadi karena adanya distensi pada kandung empedu akibat obstruksi atau tekanan batu ke duktus sistikus.
2

Insidensi mual dan muntah lebih dirasakan 1,4 kali lebih sering dibanding keluhan tambahan lainnya seperti perut kembung, demam, sering sendawa, perut membesar, kulit berwarna kuning, sakit pinggang, konstipasi, pusing, kencing seperti teh dan lemas. Pada kolesistitis akut, peradangan dikuti dengan leukositosis dan demam sedang. Jaundice atau pasien berwarna kekuningan terjadi apabila pasien dengan batu empedu. Dimana batu empedu berpindah dari kandung empedu ke duktus biliaris comunis.2 Diagram 5 menunjukkan efektivitas penggunaan pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG) dapat melihat dengan jelas batu pada 54 pasien (92%) sementara sisanya tidak diketahui datanya. Diagram 5. Hasil Pemeriksaan Penunjang (USG) Pasien Kolesistisis Beckingham mengatakan USG mempunyai sensitivitas 95% dan dapat melihat secara spesifik batu berdiameter 4 mm. 2 Penelitian Michael terhadap 45.831 laki-laki berusia 40-75 tahun yang diikuti sejak tahun 1986-1994 secara kohort prospektif melaporkan 828 laki-laki mengetahui gejala kolesistitis dengan USG atau radiografi.28 Kasper mengatakan akurasi identifikasi batu empedu menggunakan USG > 95% dan tidak terbatas pada kondisi jaundice dan kehamilan serta dapat mendeteksi batu empedu yang kecil sekalipun.22

BAB V PENUTUP

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

A. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan secara case control retrospektif terhadap pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto periode 1 April-30 April 2008 dapat disimpulkan bahwa: 1. Insidensi wanita 1,8 kali lebih besar disbanding laki-laki 2. Insidensi penderita batu empedu di atas 40 tahun tersebut 2,5 lebih besar dibanding pada penderita usia di bawah 40 tahun. 3. Insidensi keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas 1,17 kali lebih besar dibanding keluhan lainnya. 4. Insidensi mual dan muntah lebih dirasakan 1,4 kali lebih sering dibanding keluhan tambahan 5. Efektivitas penggunaan pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG) 92%..

A. Saran Penelitian ini sifatnya sangat terbatas. Setelah dilakukan penelitian tentang kolelitiasis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto insidensi kolelitiasis lebih mudah terjadi pada wanita, usia di atas 40 tahun, dan didiagnosa pasti dengan melihat batu melalui pemeriksaan penunjang USG. Untuk itu perlu ditingkatkan penelitian ini dengan jumlah pasien dan metode yang lebih akurat supaya insidensi batu empedu dari tahun ke tahun selalu terpantau.

DAFTAR PUSTAKA 1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384. 2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 91 Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

94. Avaliable from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi? artid=1119388[diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579. 4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=00223859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada tanggal 20 Juni 2008]. 5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22 Januari 2008]. 6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22 Januari 2008]. 7. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestivesystem/DG99999.htm. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008]. 8. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Diseases/ InDepth/?chunkiid=103348.htm. [diakses pada tanggal 28 Januari 2008]. 9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464. 10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464. 11. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html. [diakses pada tanggal 28 Januari 2008]. 12. Webmaster.2008. Available From: http://www.unboundedmedicine.com/index.php? tag=gallstone_ileus [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008] 14. Webmaster.2008. Available From: http://www.meded.virginia.edu/courses/rad/edus/index6.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 15. Webmaster.2008. Available From: http://www.thebestlinks.com/Cholecystectomy.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 16. Webmaster.2008. Available From: http://uro.med.u-tokai.ac.jp/byoukini/img/eswl.gif [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 17. Webmaster.2008. Available From: http://home.versatel.nl/snelsnel/behandeling1.htm [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 18. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. [diakses pada tanggal 22 Januari 2008]. 19. Webmaster.2008. Available From: http://www.mcl.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/hepatobil_testing/10 imaging.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 20. Sudigdo Sastroasmoro, Sofyan Ismael. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian dan Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto. 2002. Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

21. Webmaster.2008. Available From: http://en.wikipedia.org/wiki/Incidence_(epidemiology) [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 22. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principles of Internal Medicine 16th. New Yor: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890 23. Kakar F, Weiss NS, and Strite SA. 1988. Non-Contraceptive Estrogen Use And The Risk Of Gallstone Disease In Women. Dalam: American Journal of Public Health, Vol. 78, Issue 5 564-566. Available From: http://www.ajph.org/cgi/content/abstract/78/5/564 [diakses pada tanggal 10 Juni 2008] 24. Jing-Sen Shi, Jing-Yun Ma, Li-Hong Zhu, Bo-Rong Pan, Zuo-Ren Wang, and LianSheng Ma. 2001.Studies on gallstone in China. Dalam: World J Gastroenterol, 2001;7(5):593-596. Available From: http://www.wjgnet.com/1007-9327/7/593.asp [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 25. Mittal B, Mittal R . 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam JPG Online. Vol: 48. Issue : 2:149-52. Avaliable from :http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=00223859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 26. Guylaine Bouchard, Derek Johnson, Tonya Carver, Beverly Paigen, and Martin C. Carey. 2002. Cholesterol gallstone formation in overweight mice establishes that obesity per se is not linked directly to cholelithiasis risk. Dalam: Journal of Lipid Research, Vol. 43, 1105-1113, July 2002. 27. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik.html [diakses pada tanggal 10 Juni 2008]. 28. Michael F. Leitzmann,Edward L. Giovannucci,Eric B. Rimm, Meir J. Stampfer, Donna Spiegelman, Alvin L. Wing, and Walter C. Willett. 1998. The Relation of Physical Activity to Risk for Symptomatic Gallstone Disease in Men. Dalam:Annals Journal Volume 128 Issue 6 | Pages 417-425.Avaliable from : http://www.annals.org/cgi/content/abstract/128/6/417 [diakses pada tanggal 10 Juni 2008].

Artikel ini hanya untuk dibaca dan tidak untuk dibajak alias copy paste. Bila ingin mencari sumbernya dapat melihat daftar pustaka. Selamat mengembangkan otak kanan anda. www.happywithavis.multiply.com

You might also like