You are on page 1of 75

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

I. PENDAHULUAN
Penerapan sistem penganggaran terpadu berbasis kinerja, membawa konsekuensi akan pentingnya pengaturan sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan yang mengakomodasi semangat reformasi yang lebih demokratis, desentralistik, sinergis, komprehensif dan berkelanjutan. Sistem penganggaran yang lebih responsif diperlukan guna memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam bentuk hasil pembangunan, kualitas layanan, dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya serta mempermudah pencapaian sasaran program pembangunan pertanian, khususnya subsektor hortikultura secara efektif, efisien, akuntable dan terukur. Dalam pengembangan agribisnis hortikultura secara keseluruhan, usaha produksi yang berkaitan dengan pilihan varietas dan pilihan jenis komoditas masing-masing memiliki peluang ekonomi yang besar, tergantung dari lokasi, segmen target konsumen, ketersediaan sumberdaya dan kemampuan modal dari pelaku usaha. Dengan demikian, sebenarnya tidak tepat untuk membatasi pengembangan komoditas hanya pada jenis komoditas yang memiliki pasar dan peluang ekonomi spesifik. Di sisi lain, tidak mungkin dan tidak efektif apabila Direktorat Jenderal Hortikultura dengan alokasi dana pembangunan yang terbatas, akan menangani seluruh komoditas hortikultura yang sangat banyak. Usaha agribisnis hortikultura (tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman biofarmaka) merupakan sumber pendapatan tunai bagi masyarakat dan petani skala kecil, menengah dan besar, mengingat nilai jualnya yang tinggi, jenisnya beragam, tersedianya sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Ketersediaan sumberdaya hayati yang berupa jenis tanaman dan varietas yang banyak dan ketersediaan sumberdaya lahan, apabila dikelola secara optimal akan menjadi kegiatan usaha ekonomi yang bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja di pedesaan.
Direktorat Jenderal Hortikultura 1

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Produk hortikultura dalam negeri saat ini baru mampu memasok kebutuhan konsumen dalam negeri/pasar tradisional, dan masih sangat sedikit yang diekspor. Sistem produksi di lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum efisien, serta jumlah produksi yang terbatas, menjadi penyebab utama produk hortikultura nasional kurang kompetitif di pasar internasional. Kebijakan bidang perbankan, pasar, ekspor dan impor yang pada dasarnya belum berpihak kepada pelaku agribisnis hortikultura dalam negeri, juga berakibat produk hortikultura dalam negeri kurang mampu bersaing dengan produk hortikultura yang berasal dari negara lain. Dalam rangka mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran kinerja subsektor hortikultura, menselaraskan antara rancangan program dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan serta untuk mengurangi terjadinya perubahan rancangan kegiatan yang semula sudah tersusun, diperlukan suatu acuan pelaksanaan kegiatan pengembangan agribisnis hortikultura. Buku Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribisnis Hortikultura 2007 disusun guna memenuhi tujuan tersebut.

II. TUJUAN DAN SASARAN


Tujuan

1. Memberikan acuan dalam pelaksanaan program,


rencana kerja dan kegiatan pengembangan hortikultura tahun 2007

2. Meningkatkan pemahaman para pelaksana di daerah


dalam melaksanakan hortikultura kegiatan pengembangan

3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan


kegiatan pengembangan hortikultura B. Sasaran

Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

1. Terlaksananya kegiatan pengembangan hortikultura


tahun 2007 sebagai implementasi pembangunan hortikultura. pengem-bangan hortikultura dari program

2. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan

III. STRATEGI DAN KEBIJAKAN Sesuai dengan komitmen pemerintah yang telah menetapkan pembangunan pertanian sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional pada tahun 2007-2009, maka diperlukan berbagai terobosan melalui Revitalisasi Pertanian untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan pertanian ke depan. Pembangunan hortikultura sebagai bagian dari pembangunan pertanian harus menjabarkan secara operasional komitmen tersebut yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani serta memberi kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. A. Strategi 1. Strategi Umum Pembangunan agribisnis hortikultura perlu dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dan terpadu, dengan memperhatikan keseluruhan aspek dan segmen agribisnis dari hulu sampai ke hilir dan perangkat penunjangnya serta menuju keseimbangan antara peningkatan konsumsi, peningkatan produksi dan perbaikan distribusi yang menguntungkan semua pihak. Sesuai dengan analisis SWOT, strategi umum pembangunan agribisnis hortikultura mencakup aspek : (1) Optimalisasi SDM, (2) Peningkatan Daya Saing Produk, (3) Regulasi dan Koordinasi, dan (4) Distribusi dan Informasi. 2. Strategi Operasional
3

Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Strategi umum pembangunan agribisnis hortikultura selanjutnya akan dijabarkan menjadi strategi operasional. Pendekatan Pengelolaan Rantai Pasokan atau Supply Chain Management (SCM) diterapkan dalam pembangunan agribisnis hortikultura, dijabarkan dalam strategi operasional sebagai berikut : 1) Peningkatan Produksi Peningkatan produksi diarahkan pada komoditaskomoditas hortikultura unggulan, yang ditempuh melalui penumbuhan sentra baru dan pemantapan sentra yang telah ada. Peningkatan produksi tidak terlepas dari peningkatan produktivitas, yang mengacu kepada Standard Operational Procedure (POS) dan Good Agriculture Practices (GAP), mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat, letak strategis lokasi terhadap pasar, keseimbangan permintaan pasar (demand) dan kemampuan pasokan (supply), serta ketersediaan pendanaan terutama dalam mendukung sarana dan prasarana. Penumbuhan sentra dilakukan baik dengan memperluas sentra-sentra produksi yang telah ada maupun dengan membangun sentrasentra produksi baru. Upaya peningkatan produktivitas merupakan upaya pemantapan di sentra-sentra yang telah ada, yang ditempuh melalui upaya penerapan teknologi yang direkomendasikan dengan dukungan penggunaan sarana produksi yang ditempuh dengan bimbingan penerapan. 2) Peningkatan Mutu Produk Peningkatan mutu produk ditujukan untuk peningkatan daya saing, nilai tambah dan pendapatan. Peningkatan mutu terkait erat dengan keamanan pangan karena kesadaran dan tuntutan masyarakat (konsumen) terhadap keamanan produk yang dikonsumsi semakin tinggi, oleh karena itu peningkatan mutu merupakan bagian yang tidak
Direktorat Jenderal Hortikultura 4

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

terpisahkan dari upaya-upaya peningkatan produksi. Upaya peningkatan mutu sejalan dengan program peningkatan produk bermutu dan berdaya saing mengacu pada Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia (SI SAKTI) dengan pelabelan untuk proses dan produk yang dihasilkan yang diberi label PRIMA, yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan, yaitu Prima III, Prima II, dan Prima I, sedangkan di daerah (propinsi) didukung dengan pembentukan lembaga Otoritas Kompeten (Competent Authority) yang bertugas untuk memberikan penilaian dan sertifikasi kebun dan produk bermutu yang dihasilkan. Oleh karena itu peningkatan mutu produk hortikultura harus dimulai secara integratif, sejak pemilihan varietas, benih bersertifikat, sampai dengan pemasarannya dengan penerapan sistem jaminan mutu mengacu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Disamping itu untuk produk ekspor hortikultura kandungan residu pestisida tidak boleh melampaui Maximum Residue Limit (MRL) dan harus memenuhi persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) compliances. 3) Pengembangan Kelembagaan Kelembagaan petani merupakan unsur yang sangat penting untuk mendukung pengembangan usaha bisnis hortikultura, guna merespon pasar dan persaingan, meningkatkan efisiensi produksi, serta mengefektifkan pelayanan yang menunjang pengembangan usaha agribisnis. Kelembagaan usaha menjadikan petani memiliki kemandirian usaha dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan untuk mampu bersaing. Pengembangan kelembagaan di tingkat petani diarahkan untuk membentuk Kelompok Tani, asosiasi produsen atau koperasi usaha sehingga dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position). Untuk memperkuat aspek kelembagaan maka ada beberapa hal yang perlu
Direktorat Jenderal Hortikultura 5

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dilakukan diantaranya : penguatan manajemen kelompok melalui pola partisipatif, fasilitasi kemitraan antara kelompok tani dengan pedagang atau pengusaha, fasilitasi pertemuan pelaku usaha untuk pengaturan logistik dan distribusi, pertemuan pelaku usaha dalam rangka tukar menukar informasi suplai dan distribusi, disamping penguatan modal usaha kelompok. 4) Peningkatan Kompetensi SDM Untuk dapat memanfaatkan ketersediaan teknologi, sumberdaya manusia petani pelaku usaha, pembina di daerah dan pusat harus ditingkatkan kompetensinya, dibarengi pembinaan mental dan moral agar memiliki kejujuran, kepedulian dan ketulusan hati, integritas yang tinggi, untuk dapat menjadi pembina dan pelaku usaha hortikultura yang berhasil. Bila ditinjau dari aspek SCM maka peningkatan kompetensi SDM dapat dilakukan melalui: kegiatan penyuluhan tentang perilaku dan preferensi konsumen, peningkatan kemampuan petugas dan petani melalui : pelatihan, sosialisasi, bimbingan teknologi atau magang, pelatihan profesionalisme (petani, pedagang), rekrutmen, pembinaan dan akreditasi supply chain champions, dll. B. Kebijakan Kebijakan umum untuk menunjang produksi hortikultura adalah : pengembangan

1. Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan komoditas hortikultura diprioritaskan pada komoditas unggulan yang mengacu pada besarnya pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekologi. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas unggulan hortikultura sebagai berikut : tanaman buah terdiri atas pisang, mangga, manggis,
Direktorat Jenderal Hortikultura 6

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

jeruk, durian; tanaman sayuran terdiri atas kentang, cabe merah, bawang merah; tanaman hias terdiri atas anggrek dan tanaman biofarmaka terdiri atas rimpang. Disamping komoditas unggulan nasional, juga dikembangkan komoditas unggulan daerah disesuaikan dengan permintaan pasar regional maupun nasional. 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi Pemilihan kawasan untuk pengembangan usaha hortikultura sedapat mungkin didasarkan pada kesesuaian sumberdaya lahan dan agroklimat (jenis dan kesuburan tanah, curah hujan, ketersediaan air, topografi) dengan persyaratan produksi serta memperhatikan nilai ekonomi, permintaan pasar, nilai keuntungan kompetitif, fasilitas pemasaran, kondisi sosial ekonomi petani dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Zonasi komoditas tidak berarti suatu wilayah hanya dikembangkan satu komoditas, tetapi tetap dapat dikembangkan beberapa komoditas yang sesuai agroekologi namun dengan satu komoditas yang diutamakan. Untuk pengembangan sentra tanaman hias dapat dilakukan dengan pendekatan cluster dan belt. 3. Pengembangan Kawasan Regional Hortikultura (KAHORTI) KAHORTI merupakan suatu kawasan atau regional (terdiri dari beberapa sentra) yang memiliki potensi keunggulan komparatif baik berupa sentra produksi dan sentra pemasaran komoditas hortikultura yang secara bersama dan terpadu dapat ditingkatkan menjadi keunggulan kompetitif sebagai hasil sinergisme dan kerjasama dari variabel-variabel yang membangun keunggulan kompetitif wilayah tersebut. KAHORTI yang masih eksis dan aktif sampai saat ini adalah KAHS dan JABALSUKANUSA. Kegiatan dalam pengembangan KAHORTI meliputi :

Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

- Identifikasi jenis komoditas dan daerah sentra produksi yang telah berkembang termasuk profil masing-masing sentra.

- Pengembangan

jejaring usaha, kerjasama dan informasi agribisnis antar sentra produksi dan sentra pemasaran. (Supply Chain Management / SCM)

- Identifikasi dan penataan rantai pasokan hortikultura


- Promosi dan advokasi petani daerah dan produk hortikultura pada sentra produksi.

- Fasilitasi kerjasama pelaku usaha/kemitraan. - Fasilitasi kerjasama antara kelompok usaha agribisnis
dengan pelaku usaha agribisnis di sentra produksi dan sentra pemasaran (pengolah, pedagang dan eksportir) untuk pengembangan agribisnis secara bersama, terpadu dan selaras. komunikasi kawasan.

- Pengembangan website sebagai salah satu media


4. Pengembangan Mutu Produk

Produk hortikultura secara bertahap diarahkan untuk memenuhi standar mutu, baik untuk konsumsi segar maupun untuk bahan baku industri pengolahan, terlebih untuk tujuan ekspor harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh negara tujuan. Komoditas hortikultura terutama buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga perlu penanganan yang baik dan benar mulai dari prapanen, panen dan pasca panen. 5. Pengembangan Perbenihan dan Sarana Produksi Pengembangan perbenihan diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan benih bermutu varietas unggul (bersertifikat) yang memenuhi 7 tepat (tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, lokasi, waktu dan harga)
Direktorat Jenderal Hortikultura 8

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dengan memberdayakan potensi dalam negeri yang berdaya saing untuk memacu industri perbenihan. 6. Pengembangan Perlindungan Hortikultura Pengembangan perlindungan hortikultura diarahkan untuk mengamankan produksi di lapangan dan menjamin produk aman konsumsi, sesuai peran masing-masing, yaitu sesuai UU No.12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, bahwa pelaku utama perlindungan tanaman adalah masyarakat, sedangkan pemerintah berperan memfasilitasi dan mengatasi apabila sudah tidak dapat ditanggulangi oleh masyarakat. 7. Pengembangan Kelembagaan Pelaku usaha hortikultura terdiri dari banyak petani yang tersebar di pedesaan dengan skala kecil dan bersifat musiman sehingga menyebabkan adanya fluktuasi produksi dan harga. Oleh karena kecilnya skala usahatani, maka pembentukan kelembagaan produksi yang serasi (compatible) dengan ciri sosialbudaya dan ekonomi petani sangat diperlukan. 8. Peningkatan Kompetensi Petugas dan Petani Memasuki era globalisasi, pengembangan sub sektor hortikultura harus didukung sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi di bidangnya masingmasing. Petugas sebagai fasilitator dan dinamisator harus mempunyai integritas moral yang tinggi, kemampuan intelektual, ketajaman analisis dan naluri bisnis yang baik, yang akan mendukung tugastugasnya. Petani sebagai pelaku terpenting pada sub sistem on-farm harus mempunyai kompetensi tinggi di bidang usahatani sehingga produk hortikultura yang akan dihasilkannya bermutu tinggi, sesuai dengan preferensi konsumen yang dinamis. 9. Pemasyarakatan Produk Hortikultura
Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Di bidang promosi hortikultura, Indonesia telah tertinggal dibandingkan negara lingkup ASEAN. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang disampaikan dari tingkat pengelola produksi ke pusat promosi komoditas Indonesia. Di sisi lain kurangnya dukungan kebijakan untuk implementasi promosi produk hortikultura baik di tingkat nasional maupun internasional menyebabkan komoditas hortikultura kalah citra dan kalah bersaing dengan komoditaskomoditas dari Thailand, Malaysia, Filipina bahkan saat ini dengan Vietnam. Peran promosi dan sosialisasi kepada masyarakat dalam membangun image produk hortikultura nasional sangatlah penting hingga produk dalam negeri bisa lebih dihargai. 10. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Hortikultura Sejalan dengan era informasi, maka pelaksanaan pembangunan hortikultura harus didukung oleh data dan informasi yang akurat serta terkini. Pengembangan Sistem Informasi difokuskan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dan terkini dalam waktu yang singkat, melalui penyempurnaan metode pengumpulan dan pengolahan data dan informasi, peningkatan data dan informasi, pengembangan sistem informasi manajemen, dan sinkronisasi data statistik hortikultura. 11. Perbaikan/Penyempurnaan Regulasi Perbaikan/penyempurnaan peraturan diarahkan untuk mendorong pembangunan hortikultura sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing dan mensejahterakan pelaku usaha hortikultura. Peraturan atau kebijakan pemerintah harus berpihak kepada para pelaku usaha hortikultura dan memberikan perlindungan terhadap produsen maupun konsumen hortikultura baik pada perdagangan di dalam maupun ke luar negeri.
Direktorat Jenderal Hortikultura 10

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Dalam rangka merangsang peningkatan agribisnis hortikultura dalam negeri, sekaligus melindungi kepentingan petani yang umumnya merupakan usaha kecil, maka diperlukan upaya pengendalian impor (terutama terhadap produk sejenis dan substitusi). Salah satu instrumen ekonomi yang dapat diterapkan untuk pengendalian impor ini adalah dengan harmonisasi tarif bea masuk produk hortikultura (terutama untuk komoditas primer/segar). Kebijakan ini diperlukan agar produk hortikultura Indonesia mampu bersaing dengan produk impor, ataupun penerapan aturan tarif antar negara dapat diterapkan secara adil dan saling menguntungkan. 12. Peningkatan Investasi Untuk menghasilkan produk hortikultura bermutu dan berdaya saing, tidak mungkin dihasilkan dari kebun hortikultura skala kecil dan tersebar, namun lebih mudah terwujud apabila dikembangkan dalam kebun yang memenuhi skala ekonomi (bersifat komersial). Kondisi tersebut juga akan menyulitkan investor untuk menanamkan modalnya. Guna merangsang investor menanamkan modalnya pada kebun-kebun hortikultura skala komersial (masih terdapat lahan yang potensial) harus dilakukan promosi investasi mengenai peluang dan keuntungan yang akan diperoleh, penyediaan informasi ketersediaan lahan dan teknologi, fasilitasi ketersediaan sarana produksi, fasilitasi pengembangan prasarana serta kemudahan perijinan. Untuk dapat memberikan kepastian hukum dalam berusaha, memudahkan pemantauan dan pengawasan serta menghindari konflik antar berbagai pihak, telah diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 348/Kpts/TP.240/6/2003 tentang Pedoman Ijin Usaha Hortikultura. 13. Pengembangan Manajemen Hortikultura
Direktorat Jenderal Hortikultura 11

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Pengelolaan pembangunan hortikultura yang meliputi aspek perencanaan, monitoring serta evaluasi perlu didukung oleh data dan informasi yang akurat dan terkini serta dukungan peraturan perundang-undangan yang diarahkan agar dapat dihasilkan produk yang berdaya saing dan mensejahterakan pelaku usaha hortikultura. Peraturan atau kebijakan pemerintah harus berpihak kepada para pelaku usaha hortikultura, seperti kemudahan berinvestasi, kemudahan perijinan dalam berusaha, kemudahan ekspor, melindungi produk hortikultura dalam negeri dari serbuan produk-produk impor, menghilangkan pungutan ilegal, penyediaan fasilitas modal yang mudah dan murah, insentif pajak, biaya transportasi yang murah, jaminan keamanan usaha, dan sebagainya.

IV.

PENGORGANISASIAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 2007


Pembangunan hortikultura 2007 dilaksanakan melalui Program Pengembangan Agribisnis, dengan fokus pada pengembangan komoditas hortikultura yang merupakan sumber pendapatan tunai masyarakat dan petani. Mengingat nilai jualnya yang tinggi serta potensi serapan pasar dalam negeri dan internasional yang terus meningkat, maka upaya pengembangan hortikultura diarahkan kepada pengembangan usaha agribisnis menuju skala komersial. Pengembangan agribisnis hortikultura dilakukan melalui pendekatan pengembangan wilayah, pengembangan sentra produksi berbasis agribisnis dengan melihat potensi wilayah, potensi pasar, dan kesesuaian suatu daerah untuk pengembangan komoditas hortikultura. Produk hortikultura yang dihasilkan dari usaha agribisnis harus mempunyai daya saing yang tinggi yang dicirikan dengan : penyediaan produk dalam jumlah besar, mutu terjamin dan aman konsumsi, harga bersaing, pasokan teratur dan berkesinambungan.

Direktorat Jenderal Hortikultura

12

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

A. Pengorganisasian Program dan Anggaran Berbasis Kinerja Penyusunan program dan anggaran berbasis kinerja didasarkan pada penetapan kinerja institusi bersangkutan, sesuai tugas pokok dan fungsi yang diembannya. Penataan organisasi yang mantap dan pengelolaan program dan anggaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, akan memberikan tingkat keberhasilan yang lebih baik. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33/2004 tentang perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, maka pengelolaan dana APBN untuk subsektor hortikultura tahun anggaran 2007 adalah sebagai berikut : 1. Pusat Tingkat

Kegiatan pembangunan hortikultura di tingkat pusat difasilitasi melalui Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura yang mencakup kegiatan seluruh unit Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura. 2. Tingkat Propinsi Untuk tingkat propinsi pembangunan hortikultura difasilitasi melalui dana Dekonsentrasi. Kegiatan dekonsentrasi digunakan untuk kegiatan non fisik atau kegiatan fisik penunjang non fisik. 3. Tingkat Kabupaten/Kota Untuk tingkat Kabupaten/Kota pembangunan hortikultura difasilitasi melalui dana Tugas Pembantuan, yang sebagian besar dalam bentuk PMUK. Mekanisme penyaluran dana APBN tersebut dilakukan sebagai berikut : Dana Dekonsentrasi

- Dana dekonsentrasi merupakan bagian anggaran


kementerian
Direktorat Jenderal Hortikultura

negara/lembaga

yang

dialokasikan
13

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga

- Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan


setelah adanya pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah

Kegiatan dekonsentrasi di daerah dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan oleh Gubernur

Dana dekonsentrasi yang dilimpahkan ke propinsi hanya boleh digunakan untuk kegiatan non fisik. Sesuai penjelasan UU nomor 33/2004, yang dimaksud kegiatan non fisik adalah : koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, termasuk belanja input berupa pengadaan barang/jasa sebagai penunjang kegiatan non fisik di maksud. Dana Tugas Pembantuan

Dana tugas pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga. Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada kepala daerah (Propinsi atau Kabupaten/Kota). Kegiatan tugas pembantuan di daerah dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati atau Walikota.

Dana tugas pembantuan sebagian besar digunakan untuk membiayai kegiatan fisik dan kegiatan non fisik
Direktorat Jenderal Hortikultura 14

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pendukungnya. Dalam pemanfaatan dana Tugas Pembantuan oleh Pemda TK II dihimbau untuk menyediakan dana pendamping yang digunakan untuk menunjang keberhasilan pengembangan hortikultura. B. Penanggung Jawab Program dan Anggaran Kinerja Pengembangan Hortikultura

1. Departemen Pertanian bertanggung jawab atas

keberhasilan program dan anggaran kinerja pembangunan pertanian secara nasional. Menteri Pertanian sebagai Pengguna Anggaran/Barang dalam menjalankan tugasnya dibantu Sekjen/Dirjen/Kepala Badan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Barang. Dalam melaksanakan tugas operasional, pejabat Eselon-2 Karo/ Sesditjen/Sesba/Kapus/Direktur ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Dalam hal pengendalian dan evaluasi dilakukan secara terpadu dibawah kendali Kuasa Pengguna Anggaran.

2. Masing-masing Gubernur dan Bupati bertanggung


jawab terhadap keberhasilan program dan anggaran kinerja pembangunan pertanian di propinsi yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugas operasional, Gubernur dibantu oleh Kepala Dinas/Badan lingkup pertanian propinsi sebagai kuasa Pengguna Anggaran, dan secara teknis bertanggung jawab atas keberhasilan pembangunan pertanian yang dikelolanya. Dalam melaksanakan tugas teknisnya, Kepala Dinas/Badan lingkup pertanian Propinsi dibantu oleh Bendahara dan Kepala Dinas/Badan Kabupaten/Kota yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Pengendalian dan evaluasi dilakukan secara bersama dibawah kendali Kepala Dinas/Badan lingkup pertanian propinsi. C. Pengorganisasian Pengelolaan Dana 1. Dana Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil
Direktorat Jenderal Hortikultura 15

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pemerintah. Kegiatan pengembangan hortikultura yang dibiayai dari dana dekonsentrasi tahun 2007 adalah kegiatan non fisik yang tercakup dalam program pengembangan agribisnis. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan anggaran, Gubernur menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan pengembangan hortikultura. Untuk pelaksanaannya Gubernur menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran, Pejabat Pembuat Komitmen serta Pejabat Penguji dan Perintah Membayar. 2. Dana Tugas Pembantuan

Dana Tugas Pembantuan adalah merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada kepala daerah. Kegiatan tugas pembantuan di daerah dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. D. Revisi (DIPA) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 33/PMK.02/2006 tanggal 11 April 2006 tentang tata cara Revisi DIPA tahun 2006, bahwa DIPA Pusat yang disahkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) atau DIPA Daerah yang disahkan oleh Kepala Kanwil DJPb, apabila diperlukan perubahan dapat dilakukan revisi. Prosedur revisi dilakukan sebagai berikut : 1. Untuk usulan revisi DIPA Pusat diajukan oleh satker yang bersangkutan melalui Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan Departemen
Direktorat Jenderal Hortikultura

16

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Pertanian dan selanjutnya diajukan ke Direktur Jenderal Perbendaharaan. 2. Untuk usulan revisi DIPA Daerah diajukan oleh satker yang bersangkutan ke Kanwil DJPBN setempat. 3. Untuk usulan revisi SRAA diajukan oleh satker daerah ke unit eselon-1, kemudian diajukan ke Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan Departemen Pertanian dan selanjutnya diajukan ke Direktur Jenderal Perbendaharaan dan DJAPK Kewenangan Revisi DIPA Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 33/PMK.02/2006, tanggal 11 April 2006 tentang tata cara revisi DIPA TA. 2006. Revisi sebagaimana meliputi : 1. belanja ; a. antar unit organisasi dalam satu bagian anggaran b. antar kegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan atau c. kegiatan 2. antar jenis belanja dalam satu yang dimaksud pada ayat (1)

Pergeseran

anggaran

Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP); dan atau Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran PHLN.
17

3.

Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Hasil optimalisasi dari pergeseran anggaran belanja antar kegiatan dalam satu program sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) huruf a (2) merupakan hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah tercapai. Hasil optimalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran atau untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama. Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari peningkatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) huruf b merupakan kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Perubahan pagu PHLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c merupakan peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years. Luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak mencakup PHLN yang belum disetujui dalam APBN tahun berjalan dan pinjaman yang bersumber dari kredit ekspor. PHLN yang belum disetujui dalam APBN tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah pinjaman luar negeri yang naskah perjanjiannya belum ditandatangani sampai dengan APBN 2006 ditetapkan. Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi alokasi anggaran untuk : a. Gaji dan berbagai tunjangan yang melekat dengan gaji

b.

Belanja untuk langganan listrik, telepon, gas, dan air.


Direktorat Jenderal Hortikultura 18

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

c. tunggakan

Pembayaran

untuk

berbagai

d. Belanja Barang untuk pengadaan bahan makanan (kode MAK 521113), dan e. Belanja mengikat perwakilan RI termasuk perwakilan Kementerian Negara/Lembaga di luar negeri. Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi. Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dilakukan antar provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikal di daerah. Kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kegiatan yang didanai dari belanja pegawai mengikat dan belanja barang mengikat dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Revisi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal dilakukan setelah ditetapkannya perubahan rincian anggaran menurut alokasi anggaran satuan anggaran per satuan kerja (SAPSK). Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku kuasa pengguna anggaran menyampaikan usulan revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Usulan revisi DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya dilampiri :
Direktorat Jenderal Hortikultura 19

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

a.

Format 1.5 Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang memuat usulan perubahan pergeseran anggaran per kegiatan baik yang dananya bersumber dari Rupiah Murni maupun dari luncuran PHLN. b. Perhitungan anggaran yang diusulkan untuk dilakukan perubahan pergeseran termasuk penyediaan dana pendamping untuk luncuran PHLN yang mensyaratkan adanya dana rupiah pendamping. c. Rincian sisa dana PHLN yang ditandatangani oleh kepala satuan kerja dan diketahui oleh Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat khusus untuk perubahan pagu PHLN sebagai akibat dari luncuran PHLN. d. Dana pendukung yang terkait. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menetapkan perubahan SAPSK. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menyampaikan surat penetapan perubahan SAPSK kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku kuasa pengguna anggaran. Berdasarkan surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian Negara/Lembaga selaku kuasa pengguna anggaran menyusun dan menandatangani revisi DIPA untuk selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Surat penetapan perubahan SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar pengesahan
Direktorat Jenderal Hortikultura

20

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

revisi DIPA oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan. Perubahan/pergeseran Anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan untuk selanjutnya dimintakan persetujuan DPR-RI. Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini maka ketentuan mengenai revisi/perubahan/pergeseran anggaran yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.02/2005 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2005 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelahaan, Pengesahan dan Revisi DIPA Tahun Anggaran 2006 sepanjang belum diatur dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini dinyatakan tetap berlaku.

V.

PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2007 Program Pengembangan Agribisnis bertujuan mendorong berkembangnya usaha pertanian dengan wawasan bisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian dan industri pertanian primer yang berdaya saing, menghasilkan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja pertanian, pengembangan ekonomi wilayah, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani dan produsen, serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Salah satu agenda pembangunan ekonomi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional adalah revitalisasi pertanian. Kondisi ini mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, memberdayakan

Direktorat Jenderal Hortikultura

21

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian pembangunan nasional dengan melibatkan sektor lain.

dalam

Dalam pelaksanaannya revitalisasi hortikultura akan dilakukan dengan memberikan penekanan pada peningkatan produksi dan peningkatan daya saing produk (produktifitas, efisiensi produksi, mutu dan keamanan produk), pengembangan manajemen dan pemberdayaan kelembagaan usaha, serta melakukan agribisnis hortikultura yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian pengembangan hortikultura dilakukan secara komprehensif dan terpadu mulai dari hulu sampai hilir dan dilakukan berbasiskan pengembangan IPTEK dan SDM pertanian. A. Kegiatan Pengembangan Hortikultura Tingkat Propinsi Melalui dana APBN Tahun 2007, Direktorat Jenderal Hortikultura telah mengalokasikan dana dekonsentrasi ke propinsi dan dana tugas pembantuan di kabupaten/kota. Dana dekonsentrasi dimaksudkan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan non fisik atau kegiatan fisik penunjang non fisik di tingkat propinsi, sedangkan dana tugas pembantuan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan pembangunan hortikultura di tingkat kabupaten/kota yang sebagian besar dalam bentuk PMUK. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura 2007 baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota berikut disampaikan secara garis besar acuan pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :

1. Peningkatan Pertanian

Produksi

dan

Produktivitas

Jenis kegiatan pada kegiatan utama Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pertanian khususnya hortikultura berupa : 1) Pelatihan/Apresiasi, 2) Sosialisasi/Gerakan/Koordinasi/Pertemuan, 3) Pembinaan, 4) Identifikasi/fasilitasi dan 5) Pendampingan. Melalui jenis-jenis kegiatan tersebut diharapkan tercapai
Direktorat Jenderal Hortikultura 22

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

peningkatan produksi dan produktivitas hortikultura baik secara langsung maupun tidak langsung.

a. Peningkatan Produksi dan Mutu Buah-buahan,


Sayuran, dan Biofarmaka serta Tanaman Hias 1.1. Pelatihan/Apresiasi : Kelompok kegiatan pelatihan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan SDM yang merupakan pelaku pembangunan agribisnis hortikultura, baik aparat maupun petani. Pelatihan dapat dilakukan di dalam kelas berupa penjelasan secara teoritis, pelatihan dengan cara penggabungan penjelasan teoritis dan praktek di lapangan, atau pelatihan dengan cara pengamatan dan penerapan teknologi budidaya langsung di lahan pertanian. Pelatihan di lapangan dapat berupa Sekolah Lapang atau magang. Sekolah Lapang pada umumnya dilakukan di lahan milik petani atau kelompok tani peserta, sedangkan magang biasa dilakukan di lahan pertanian yang telah dianggap maju, atau di perusahaan agrobisnis. Jenis-jenis pelatihan pada kegiatan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pertanian yang difasilitasi dana dekonsentrasi pada tahun anggaran 2007, materinya antara lain berupa sosialisasi penerapan GAP dan POS, penerapan teknologi maju hortikultura, atau materi lain yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Jenisjenis pelatihan/ apresiasi pada tahun anggaran 2007 antara lain : Apresiasi Peningkatan Kompetensi SDM Tanaman Hias, Apresiasi Peningkatan Kompetensi Petugas Penilai Kebun GAP, Apresiasi Pedoman Pelepasan Varietas, Apresiasi Sertifikasi Benih Hortikultura, Apresiasi Rancangan Kebutuhan Benih Hortikultura, Apresiasi Perbanyakan Benih Sayuran Secara
Direktorat Jenderal Hortikultura 23

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Generatif, Apresiasi Bimbingan Akses Modal dan Akses Pasar bagi Penangkar dan Produsen Benih Dalam Negeri, Apresiasi Penanganan SIM Perbenihan dan Sarana Produksi. 1.2. Sosialisasi, Pertemuan. Gerakan, Koordinasi,

Kelompok kegiatan ini ditujukan untuk mensosialisasikan penerapan teknologi maju hortikultura dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas hortikultura. Kelompok kegiatan ini dilakukan dengan cara mensosialisasikan GAP dan POS, Manajemen Rantai Pasokan, Penerapan Teknologi Maju, Penerapan Mutu, Peningkatan Konsumsi dan Pola Produksi. Sosialisasi ditujukan kepada seluruh stakeholder hortikultura yang terdiri dari aparat, akademisi, praktisi, swasta dan petani. Gerakan terutama ditujukan kepada konsumen hortikultura secara langsung. Koordinasi/pertemuan melibatkan aparat, akademisi, praktisi dan swasta; dan apabila diperlukan melibatkan juga petani. Jenis-jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi : Sosialisasi Konsep-konsep Penerapan GAP dan POS, Gerakan untuk pemanfaatan buahbuahan dan sayur-sayuran serta tanaman hias antara lain berbentuk promosi, kampanye dan aneka lomba. 1.3. Pembinaan : Pembinaan dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas buahbuahan, sayuran dan biofarmaka serta tanaman hias. Pembinaan diprioritaskan pada daerah sentra produksi utama, lokasi pengembangan pertanian organik, lokasi pengembangan hortikultura di daerah transmigrasi, lokasi
Direktorat Jenderal Hortikultura 24

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pengembangan hortikultura terpadu ternak, lokasi daerah perbatasan/daerah terpencil, lokasi eks PLG atau lahan gambut, dan lokasi inisiasi program FATIH (Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura). Melalui kegiatan pembinaan harus bisa dihasilkan kinerja peningkatan produksi dan produktivitas hortikultura secara langsung, karena pada waktu pembinaan dilakukan telah didasarkan kepada pemahaman atas hasil identifikasi tentang permasalahan yang terjadi di lapangan dalam konteks peningkatan produksi dan produktivitas. Pembinaan dapat dilakukan oleh Pejabat/Staf Dinas Pertanian Propinsi yang kompeten dan menguasai aspek/permasalahan yang terjadi di lapangan serta mengetahui solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dengan demikian peningkatan produksi dan produktivitas secara bertahap dapat tercapai sesuai dengan target/sasaran yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian Propinsi mengacu kepada target/sasaran Renstra Pembangunan Dinas Pertanian Propinsi. Pembinaan dilakukan secara periodik disesuaikan dengan target/sasaran peningkatan produksi dan produktivitas yang telah ditetapkan. 1.4. Identifikasi/Fasilitasi : Kegiatan identifikasi harus dilakukan dalam kerangka peningkatan produksi dan produktivitas. Kegiatan Fasilitasi dilakukan dalam rangka menunjang atau mengembangkan penerapan teknologi inovatif pada kebun/sentra agribisnis, dalam bentuk penyediaan sarana dan infrastruktur yang mendukung terwujutnya suatu kegiatan yang efektif dan efisien serta bersifat mendukung upaya pemantapan industri hortikultura yang akan dilakukan oleh berbagai
Direktorat Jenderal Hortikultura 25

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pihak mulai dari tingkat nasional sampai ke lokasi-lokasi sentra yang paling kecil. Kegiatan identifikasi dilakukan di daerah penumbuhan maupun pemantapan sentra produksi, misalnya penentuan CP/CL (Calon petani/calon lokasi). Kegiatan fasilitasi dilakukan dalam bentuk kebun percontohan di lahan daerah penumbuhan atau pengembangan sentra produksi, terutama di daerah bukan sentra utama dengan mengacu pada pewilayahan komoditas. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai trigger di daerah non sentra. Jenis kegiatan identifikasi dapat berupa identifikasi CP/CL atau identifikasi potensi pengembangan lainnya. Kegiatan fasilitasi dapat dilakukan dalam bentuk fasilitasi kebun percontohan organik atau kebun percontohan lainnya.

b. Pengembangan Manajemen Pembangunan Hortikultura:

1.1. Penyusunan Program dan Rencana Kerja


Teknis/Program : Pembangunan hortikultura harus berorientasi pada kinerja, yaitu output dan manfaat yang akan dihasilkan. Program pengembangan hortikultura tahun 2007 di daerah merupakan implementasi dari kebijakan nasional, mengacu kepada Rencana Pembangunan Hortikultura Nasional Tahun 2005-2009, serta sesuai dengan apa yang digariskan dalam Pedoman Penyusunan Program Pembangunan Pertanian. Kegiatan
Direktorat Jenderal Hortikultura 26

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

penyusunan program pembangunan hortikultura di propinsi, didasarkan pada hasil musyawarah regional tingkat kabupaten/kota dan tingkat propinsi. Kegiatan tingkat propinsi bersifat non fisik melalui dana dekonsentrasi, berupa kegiatan koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan terhadap kegiatan pengembangan komoditas hortikultura di kabupaten/kota. Kegiatan di tingkat kabupaten/kota bersifat fisik melalui dana tugas pembantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Penyusunan program dan rencana kerja/teknis/program dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan koordinasi/sinkronisasi, rapatrapat, atau dalam bentuk kegiatan konsinyasi. Jenis-jenis kegiatan penyusunan program dan rencana kerja/teknis/program antara lain : penyusunan ROPK, POK, RKA-KL, dan penyusunan program pengembangan hortikultura tingkat propinsi. Untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam rangka penyusunan anggaran, serta mengikuti perubahan software Program RKA-KL, maka dapat dilakukan kegiatan pelatihan/apresiasi petugas. Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi rencana dan pelaksanaan pengembangan hortikultura ditujukan untuk meningkatkan output, manfaat dan dampak yang optimal. Pada tahun 2007 Direktorat Jenderal Hortikultura merencanakan beberapa agenda pertemuan yang bersifat nasional dan regional sebagaimana terlihat pada Lampiran 11. Pertemuan yang sifatnya teknis akan diselenggarakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Direktorat Teknis lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura, yang akan dikomunikasikan
Direktorat Jenderal Hortikultura 27

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dengan Propinsi dan Kabupaten/Kota serta pihakpihak lain yang akan terlibat dalam pertemuan teknis. Dibawah koordinasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian c.q Biro Perencanaan Departemen Pertanian terdapat juga pertemuan koordinasi dengan Dinas Pertanian Propinsi dan Kabupaten/Kota; jenis-jenis, waktu dan lokasi pertemuan dimaksud tersebut seperti tercantum didalam pedoman Umum yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Tahun 2007.

1.2. Monitoring dan evaluasi :


Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu bagian dari siklus manajemen, termasuk manajemen pembangunan pertanian. Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan program/kegiatan pembangunan hortikul-tura dari seluruh propinsi/kabupaten/kota harus dapat digunakan sebagai umpan balik dalam proses perencanaan program/kegiatan, perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan di pusat. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 431/Kpts/ RC.210/7/2004 tanggal 13 Juli 2004 tentang sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan program/proyek di lingkungan Departemen Pertanian dan diperbaharui dengan SE. Sekjen Deptan No. 391/RC.210/A/05 tanggal 29 Juni 2005 tentang hal yang sama, maka setiap pengelola proyek/bagian proyek, DIPA (Satker) wajib menerapkan sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan (SIMONEV) program/proyek di unit kerjanya (SATKER) masing-masing. Untuk itu pengelola program/kegiatan Pengembangan Agribisnis Hortikultura di daerah wajib memonitor, mengevaluasi dan menyusun laporan serta menyampaikannya kepada unit organisasi diatasnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Direktorat Jenderal Hortikultura

28

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Jenis-jenis kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi ke propinsi/kabupaten/kota yang merupakan wilayah sentra produksi, pertemuan evaluasi tahunan, pertemuan SIMONEV dan pengendalian program/kegiatan. Kegiatan sosialisasi/pelatihan SIMONEV kepada petugas pengelola SIMONEV di tingkat propinsi akan dilaksanakan di pusat bekerja sama dengan Badan PSDMP. Dinas Pertanian Propinsi wajib melakukan kegiatan yang sama (sosialisasi/pelatihan SIMONEV) kepada petugas di tingkat Kabupaten/Kota. 1.3. Penyusunan pengumpulan/pengolahan/ updating/analisis data statistik Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka pengembangan data statistik hortikultura, namun karena terdapat institusi resmi yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan data statistik, yakni Badan Pusat Statistik (BPS), mengakibatkan dihasilkannya berbagai data sementara yang berbeda-beda. Untuk itu jajaran Ditjen Hortikultura dituntut untuk dapat menghasilkan data dan statistik yang lebih akurat, aktual, presisi dan dapat dipercaya. Dalam rangka mengembangkan data statistik hortikultura di propinsi maka berbagai kegiatan dapat dilakukan seperti : sinkronisasi data statistik dengan BPS, penyusunan sasaran produksi, penetapan areal tanam, penyusunan data produksi komoditas hortikultura unggulan, penyusunan pola produksi, survei produktivitas, peningkatan validasi data, pengolahan data, peningkatan kapabilitas petugas dan rapat koordinasi.

Direktorat Jenderal Hortikultura

29

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Untuk menyamakan persepsi serta meluruskan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penetapan data statistik hortikultura, yang dapat terakumulasi mulai dari proses pengumpulan, pelaporan sampai pengolahan data, dilaksanakan Sinkronisasi Data Produksi Hortikultura. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk pertemuan dengan BPS propinsi dengan fasilitasi oleh Dinas Pertanian Propinsi. Angka hasil pengolahan dengan BPS propinsi akan digunakan sebagai bahan penyusunan dan pembahasan angka statistik secara nasional. Survei Produktivitas Hortikultura dilakukan sesuai dengan kemampuan dana yang tersedia, dengan memanfaatkan hasil/metode survei dari Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian yang telah disosialisasikan dikalangan petugas statistik. Survei dilakukan dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu statistik serta mempertimbangkan prioritas komoditas hortikultura unggulan yang dikembangkan di propinsi dan kabupaten lokasi survei. Rapat koordinasi data statistik hortikultura dapat dilakukan dengan cara mengundang petugas data statistik dari seluruh kabupaten atau dalam bentuk menghadiri rapat koordinasi data statistik tingkat nasional. Rapat koordinasi data statistik harus dapat menghasilkan data statistik yang lebih akurat serta perbaikan sistem pendataan, atau sistem pengolahan data statistik. c. Pengembangan Hortikultura di lahan gambut dan perbatasan Solusi komprehensif dan berjangka panjang dalam rangka rehabilitasi kawasan eks PLG telah dicanangkan sejak tahun 2004; dalam hal ini Departemen Pertanian bertugas melakukan
Direktorat Jenderal Hortikultura 30

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pengembangan budidaya lahan. Pengembangan hortikultura di kawasan eks PLG diprioritaskan pada komoditas buah-buahan dan sayuran semusim, yang sesuai dengan agroklimat setempat. Kegiatan pengembangan hortikultura di lahan gambut dan perbatasan dilakukan dalam kerangka peningkatan produksi dan produktivitas hortikultura di lahan gambut dan daerah perbatasan. Kegiatan di tingkat propinsi dilakukan dalam bentuk pembinaan di kabupaten/kota lokasi lahan gambut di Kalimantan Tengah dan daerah perbatasan di Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua, sedangkan kegiatan di kabupaten dalam bentuk PMUK (Penguatan Modal Usaha Kelompok). d. Pengembangan transmigrasi Hortikultura di daerah

Kegiatan pengembangan hortikultura di daerah transmigrasi dilakukan dalam kerangka peningkatan produksi dan produktivitas hortikultura di daerah transmigrasi. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan pertanian di daerah transmigrasi agar lebih efektif. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk pembinaan di kabupaten/kota daerah transmigrasi di 11 propinsi yaitu Sulawesi Tenggara, NAD, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, NTB, NTT, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan Kalimantan Selatan. Kegiatan pengembangan hortikultura di daerah transmigrasi di tingkat propinsi diarahkan dalam bentuk temu koordinasi, rapat koordinasi dan pembinaan sedangkan di kabupaten/kota dalam bentuk PMUK. 2. Penguatan Kelembagaan Perbenihan/Perbibitan 2.1. Peningkatan hortikultura produksi dan mutu benih

Peningkatan mutu produk hortikultura dimulai dari penggunaan benih unggul bermutu. Kegiatan
Direktorat Jenderal Hortikultura 31

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

peningkatan produksi dan mutu benih hortikultura dilaksanakan dalam rangka penyediaan benih bermutu varietas unggul sesuai prinsip 7 tepat (jenis, varietas, mutu, waktu, tempat, jumlah, harga) secara berkesinambungan. Penyediaan benih unggul bermutu pada tahun 2007 ditargetkan : Tanaman buah sebesar 23,8 juta pohon, kentang 6,4 ribu ton, sayuran non kentang 5 ribu ton, tanaman hias 23 juta bibit, biofarmaka 453 ton. Kegiatan peningkatan produksi dan mutu benih hortikultura dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan : Fasilitasi balai benih hortikultura, perbanyakan benih sumber kentang, pengadaan BF dan BPMT, pemeliharaan benih atau stok benih serta pemeliharaan BF dan BPMT. Untuk melengkapi pembimbingan teknis terkait peningkatan produksi dan mutu benih hortikultura dapat dilakukan melalui penyelenggaran forum perbenihan hortikultura atau apresiasi peningkatan kemampuan SDM perbenihan. Percepatan penggunaan benih varietas unggul dapat dilakukan melalui kegiatan sosialisasi penggunaan benih bermutu. Sebagaimana diketahui penggunaan benih unggul bermutu (bersertifikat) hortikultura baru mencapai kurang dari 17% yang secara berangsur-angsur akan ditingkatkan setiap tahun.

2.1.1.

Fasilitasi balai benih hortikultura

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai penghasil benih unggul bermutu, Balai Benih Hortikultura memerlukan fasilitasi ditingkat on farm. Fasilitasi yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan balai benih hortikultura setempat. Fasilitasi tersebut dapat berupa : pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan kebun, pupuk organik/an-organik atau sarana pengendalian OPT atau sarana lain yang dianggap penting dan menunjang kebun bibit. Fasilitasi juga
Direktorat Jenderal Hortikultura 32

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dapat berupa penyediaan peralatan seperti : peralatan laboratorium, pompa air, alat penyemprot (sprayer) pestisida/pupuk, cangkul, koret, gunting stek, pisau okulasi dan peralatan kebun bibit yang lain.

2.1.2.

Perbanyakan benih

Peningkatan mutu produk hortikultura dimulai dari penyediaan benih unggul bermutu dengan terlebih dahulu menyediakan benih sumber dan juga benih sebarnya. Pengadaan benih sumber dan perbanyakan benih hortikultura terdiri dari benih buah, benih sayuran, benih tanaman hias dan benih tanaman biofarmaka. Pengadaan benih sumber tanaman buahbuahan dapat berupa duplikat Pohon Induk Tunggal (PIT), Pohon Induk untuk BF dan Pohon Induk untuk BPMT. Pemeliharaan BF dan BPMT tanaman jeruk menggunakan bibit yang bersumber dari Balai Penelitian Jeruk dan Buah subtropis atau hasil penelitian dari suatu perguruan tinggi yang tanaman jeruknya telah dinyatakan bebas penyakit sistemik, dan selanjutnya dilakukan indeksing dan pemeriksaan kebenaran varietas (true to type) secara periodik. Pemeliharaan BF dan BPMT dilakukan di screen house dengan tujuan menghindarkan tanaman dari serangga pembawa virus. Pemeliharaan BF dan BPMT tanaman buahbuahan non jeruk berupa kegiatan pemupukan, pengendaliaan OPT, penyiangan, pemangkasan, penyiraman dan pemusnahan/penggantian tanaman tua atau
Direktorat Jenderal Hortikultura 33

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

tanaman terkena OPT utama. Setiap varietas buah-buahan yang sudah dilepas Menteri Pertanian harus tersedia pohon induknya di Balai Benih Hortikultura. Benih sayuran dipilih dari benih sumber varietas yang sudah dilepas atau yang diminati konsumen dengan konsultasi ke Balai Benih. Benih tanaman hias dipilih dari benih sumber varietas yang sudah dilepas atau yang diminati konsumen dengan konsultasi ke Balai Benih. Untuk benih sumber biofarmaka dipilih dari varietas yang sudah dilepas dan atau varietas yang disukai konsumen. 2.1.3. Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan rumah kasa Sarana rumah kasa (screen house) untuk pemeliharaan BF maupun BPMT tanaman buah-buahan atau shading net seperti yang digunakan untuk perbanyakan benih kentang atau perbanyakan benih krisan, anggrek, merupakan sarana yang berada di alam terbuka sehingga mudah rusak akibat korosi dan gangguan alam yang lain, untuk itu diperlukan pemeliharaan intensif berupa penggantian kawat kasa, pembersihan atau pengecatan kerangka rumah kasa. Pembangunan serre sesuai dengan pedoman SPO dalam rangka menunjang pengembangan tanaman hias juga diperlukan. Kegiatan pembangunan rumah kasa dilakukan di BBH yang belum memiliki fasilitas rumah kasa, atau BBH yang sudah memiliki rumah kasa namun sangat memerlukan tambahan rumah kasa karena tuntutan tugas-tugasnya.

2.2. Pengembangan
Direktorat Jenderal Hortikultura

Kelembagaan Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih Hortikultura


34

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Beberapa kegiatan yang terkait dengan pengembangan kelembagaan BPSBTPH diantaranya adalah pengembangan varietas hortikultura, Sertifikasi dan pelabelan, pengawasan mutu dan peredaran benih, pengujiaan benih laboratoris, apresiasi/sosialisasi peraturan perbenihan, pengembangan SDM, pengembangan sistem informasi perbenihan dan fasilitasi persiapan akreditasi laboratorium.

2.2.1.

Pengembangan Hortikultura

Varietas

Kegiatan ini meliputi observasi calon varietas hortikultura dalam rangka pelepasan varietas, inventarisasi penyebaran varietas dan pelestarian serta pemeliharaan dan pembuatan duplikat Pohon Induk Tunggal. 2.2.2. Sertifikasi dan pelabelan Kegiatan ini dimaksudkan untuk 1) pemeriksaan perbanyakan benih buah-buahan tahunan yang diarahkan dengan sistem klonal, 2) pemeriksaan lapang dan gudang terhadap benih yang diperbanyak dengan umbi (kentang dan bawang), 3) pemeriksaan lapang terhadap perbanyakan benih hortikultura semusim, selain kentang dan bawang, 4) memberikan sertifikat terhadap kelompok benih yang telah lulus pemeriksaan lapang untuk buah tahunan, pemeriksaaan lapang dan gudang untuk benih kentang/bawang serta benih hortikultura semusim. 2.2.3. Benih
Direktorat Jenderal Hortikultura

Pengawasan Mutu dan Peredaran

35

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Kegiatan pengawasan mutu benih hortikultura dimaksudkan untuk mengawal mutu benih mulai dari proses produksi sampai peredarannya, sehingga benih bermutu sampai ke tingkat konsumen. Kegiatan pengawasan mutu benih meliputi : 1) sertifikasi Benih, 2) inventarisasi penyebaran varietas hortikultura, dan 3) pengawasan peredaran benih, termasuk penanganan kasus kasus perbenihan. Sertifikasi benih merupakan tahapan proses untuk mendapatkan benih bersertifikat mulai dari pemeriksaan lapangan, uji mutu di laboratorium, pengawasan prosesing dan pemasangan label. Inventarisasi penyebaran varietas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan varietas yang sudah dilepas dimanfaatkan oleh petani. Jenis tanaman yang diinventarisasi adalah sayuran, tanaman buah, tanaman hias dan tanaman obat, diutamakan pada 10 jenis/komoditas prioritas nasional, yaitu : durian, jeruk, pisang, mangga, manggis, bawang merah, kentang, cabe, anggrek dan bunga potong serta rimpang, dan atau komoditas unggulan daerah masing masing. Untuk masingmasing komoditas perlu diinventarisir 3 varietas yang terbanyak berkembang di propinsi masing-masing. Pengawasan peredaran benih dimaksudkan untuk mengetahui tingkat mutu benih yang sedang beredar di pasaran dan mengetahui kondisi produsen/ pedagang/penyalur benih serta untuk menangani kasus-kasus perbenihan hortikultura.
Direktorat Jenderal Hortikultura

36

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

2.2.4.

Pengujian Benih Laboratoris

Pengujian mutu benih hortikultura dilakukan melalui analisis di laboratorium dalam rangka pengisian label/sertifikasi benih atau dalam rangka kegiatan-kegiatan khusus lainnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat berupa : analisis standar, analisis khusus, pengembangan metode dan uji kompatibilitas. 2.2.5. Apresiasi/sosialisasi perbenihan peraturan

Kegiatan ini merupakan wadah komunikasi antar pengambil kebijakan, pakar, peneliti, petugas pengawas benih, produsen/pedagang benih dan petani untuk evaluasi penerapan peraturan perbenihan dan menyamakan persepsi guna merumuskan cara mengantisipasi penyediaan dan pemasaran benih yang akan datang.

2.2.6.

Pengembangan SDM

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka peningkatan kompetensi SDM bagi petugas BPSBTPH. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk : 1) pendidikan dan pelatihan dasar pejabat fungsional pengawas benih tanaman, 2) pelatihan-pelatihan teknis produksi benih, atau 3) magang analisis benih dan pengawas benih lapangan. 2.2.7. Pengembangan Sistem Informasi Perbenihan Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyebarkan informasi perbenihan yang meliputi peraturan,
Direktorat Jenderal Hortikultura 37

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

produksi, penyediaan stock, penyaluran benih bermutu, varietas benih bermutu, daftar produsen/penangkar, penyalur/pedagang dan importir benih dengan potensi produksi dan penyalurannya masing-masing (meliputi : varietas, mutu, jumlah, tempat, waktu dan harga) serta informasi lain yang terkait dengan perbenihan. 2.2.8. Fasilitasi Laboratorium Persiapan Akreditasi

Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan diri dalam rangka akreditasi laboratorium penguji benih yang dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional. Persiapan meliputi : Penyediaan sarana laboratorium yang memenuhi syarat, kalibrasi alat, penyusunan panduan mutu, pra assesment serta rehabilitasi green house. 3. Mekanisasi Kegiatan Produksi Komoditas Pertanian Primer Kegiatan mekanisasi ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas peningkatan produksi hortikultura. Kegiatan mekanisasi dilakukan tanpa mengurangi tujuan penyerapan tenaga kerja di sub sektor hortikultura. Mekanisasi kegiatan produksi komoditas pertanian primer dilakukan dalam bentuk : Fasilitasi Forum Penggunaan Alsin Hortikultura. Tujuan forum penggunaan alsin hortikultura diarahkan sebagai wadah untuk menyamakan persepsi terhadap pengggunaan alat mesin hortikultura secara efektif dan efisien. Forum penggunaan alsin hortikultura melibatkan aparat, dinas pertanian propinsi, kabupaten sampai dengan tingkat lapangan. Petani/kelompok tani andalan dapat dilibatkan dalam forum dengan tujuan mendapatkan masukan atau umpan balik yang

Direktorat Jenderal Hortikultura

38

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

diperlukan dalam penyusunan kebijakan penggunaan alsin hortikultura. Alat dan mesin pertanian yang dimaksud dapat berupan alat/mesin pengolah tanah, alat/mesin untuk pemeliharaan tanaman (pengendalian OPT dan pemupukan), alat panen dan peralatan penunjang dalam kegiatan produksi lainnya.

4. Pengendalian OPT hortikultura


Salah satu aspek yang dapat mendukung meningkatnya mutu dan produksi tanaman Hortikultura adalah aspek perlindungan tanaman hortikultura. Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah suatu cara pengendalian yang memadukan beberapa cara pengendalian yang lebih diarahkan pada cara yang berdasarkan beberapa pertimbangan dari berbagai aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan teknis. Pengendalian Hama Terpadu diarahkan pada pencapaian penerapan prinsip SPS (sanitary and phytosanitary) dan memenuhi ketentuan MRL (maximum residue limit). Pengendalian hama terpadu juga diarahkan untuk mengadopsi perkembangan ilmu teknologi di bidang penggunaan biopestisida dan agens hayati yang akan menghasilkan produk aman konsumsi dan ramah lingkungan (environmental friendly). Beberapa kegiatan perlindungan tanaman hortikultura antara lain: 4.1. Penanggulangan hama dan penyakit tanaman Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendukung penanggulangan hama dan penyakit tanaman. Kegiatan ini dapat dilakukan berupa : 1) Temu/Gelar/ Demonstrasi Teknologi Pengendalian, 2) Sosialisasi Pengendalian OPT Hortikultura, dan 3) Penerapan Teknologi Agens Hayati dan Biopestisida, 4) Pembinaan dan Monitoring. Adapun rincian kegiatannya adalah sebagai berikut :
Direktorat Jenderal Hortikultura 39

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

4.1.1. Temu /Gelar/Demonstrasi Pengendalian

Teknologi

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempresentasikan teknologi pengendalian yang efektif dan efisien dalam menanggulangi serangan OPT hortikultura yang disesuaikan dengan tingkat serangan, kondisi wilayah, kemudahan operasional dan kemudahan mendapatkan teknologi tersebut. Kegiatannya berupa pertemuan/diskusi hasil kajian teknologi PHT, gelar teknologi atau demonstrasi teknologi pengendalian yang dilaksanakan oleh jajaran perlindungan tanaman hortikultura. 4.1.2. Sosialisasi Hortikultura Pengendalian OPT

Sosialisasi pengendalian OPT hortikultura bertujuan untuk memasyarakatkan upaya pengendalian OPT pada tanaman hortikultura dalam bentuk pertemuan. Manfaat kegiatan ini adalah untuk mempercepat adopsi teknologi dan meningkatkan pengetahuan pengendalian yang efektif dan efisien bagi petugas maupun petani. Sasaran kegiatan adalah aparat, petani, pengusaha saprodi perlindungan tanaman. Beberapa kegiatan sosialisasi pengendalian OPT hortikultura antara lain : pemasyarakatan pengendalian spesifik lokasi, penerapan PHT skala luas, pengamatan, inventarisasi, identifikasi serangan OPT hortikultura dan anomali iklim, pembinaan, pengendalian OPT hortikultura, pengendalian sumber infeksi dan eksplosi OPT hortikultura, gerakan pengendalian OPT, monitoring, evaluasi dan pelaporan hasil kegiatan.
Direktorat Jenderal Hortikultura 40

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

4.1.3. Penerapan Teknologi Agens Hayati dan Biopestisida Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan agens hayati merupakan salah satu komponen PHT. Agens hayati terutama agens antagonis telah tersedia di suatu ekosistem pertanaman, walaupun ketersediaannya masih sangat sedikit dibandingkan jumlah populasi OPT. Kegiatan penerapan teknologi agens hayati dapat dilakukan dengan eksplorasi, isolasi, identifikasi dan pengembangan, inundasi agens hayati dan biopestisida spesifik lokasi. Penerapan teknologi agens hayati dan biopestisida dapat didukung dengan pengadaan Pos Pelayanan dan Informasi Agens Hayati dan Biopestisida di setiap kabupaten dan kecamatan. Kegiatan penerapan teknologi agens hayati biopestida diharapkan dapat meningkatkan mutu, dan standar internasional produk hortikultura serta jaminan keamanan pangan dari komoditas hortikultura. Kegiatan penerapan teknologi agens hayati dan biopestisida dapat dilakukan antara lain dalam bentuk pembinaan/ bimbingan penggunaan, pengadaan agens hayati dan biopestisida serta pemasyarakatan dan demonstrasi penggunaannya. 4.1.4. Pembinaan dan Monitoring Pengendalian OPT Pembinaan dan monitoring dilakukan dalam kerangka penerapan prinsip pengendalian hama terpadu ataupun pengembangan pengggunaan biopestisida dan agens hayati, yang dilakukan secara periodik ataupun pada saat terjadi eksplosi. Kegiatan ini
Direktorat Jenderal Hortikultura 41

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dimaksudkan untuk perkembangan pelaksanaan lapangan baik secara langsung langsung. Hasil monitoring dan dilaporkan secara berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku. 4.2. Pengembangan Kelembagaan Tanaman (BPTPH dan Hama/Pengendali OPT)

mengetahui kegiatan di maupun tidak evaluasi agar dan berkala Proteksi Pengamat

Kegiatan pengembangan kelembagaan proteksi tanaman dimaksudkan untuk mengakomodir dan memperlancar berbagai kegiatan yang ada di BPTPH dan operasional pengamat hama. Kegiatannya meliputi : 1) Pemberdayaan petani dan petugas perlindungan (RPH dan PHP/POPT), 2) Pelatihan, apresiasi dan magang, 3) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).

4.2.1.

Kelembagaan Perlindungan : Pemberdayaan Petani dan Petugas Perlindungan (RPH dan PHP/ POPT) Salah satu unsur penting dalam elemen perlindungan tanaman hortikultura di lapangan adalah Regu Pengendali Hama (RPH) dan Pengamat Hama Penyakit (PHP/POPT). Keberhasilan pengendalian serangan OPT hortikultura ditentukan oleh kemauan, kemampuan, dan keterampilan petani dan petugas. Pemberdayaan petani dan petugas perlindungan tanaman hortikultura dimaksudkan untuk meningkatkan kuantitas petugas yang berkualitas. Peningkatan aspek kuantitas dilakukan dengan perekrutan petani dan petugas pengendali yang memiliki latar belakang atau keahlian dalam mengendalikan serangan OPT. Pemberdayaan aspek kualitas
Direktorat Jenderal Hortikultura 42

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dapat dilakukan melalui pelatihan dengan metode kelas, praktek laboratorium/lapangan, apresiasi, sekolah lapang dan gelar teknologi.

4.2.2.

Pelatihan/Apresiasi/Magang Perlindungan Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi petugas pengendali OPT tanaman hortikultura. Pelatihan/apresiasi/magang perlin-dungan antara lain meliputi : identifikasi dini, tahapan pengendalian, penerapan teknologi pengendalian dan pengembangan agens hayati. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk metode kelas dan praktek laboratorium/lapangan.

4.2.3.

Sekolah Lapang Hama Terpadu (SLPHT)

Pengendalian

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) bertujuan untuk meningkatkan peran serta petani dalam menetapkan keputusan pengendalian OPT secara tepat sesuai prinsip PHT. Kegiatan ini dilaksanakan melalui tahapan pertemuan koordinasi dan pelaksanaan di lapangan dengan metode partisipatori. Pedoman pelaksanaan SLPHT disiapkan tersendiri dan terpisah dengan pedoman umum ini. 5. Penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui penguatan modal usaha kelompok (PMUK) dan Lembaga yang Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/OT.210/6/97 dan surat Sekretaris Jenderal, Departemen Pertanian No. RC.220/720/B/VI/1998 tentang pengembangan agribisnis LM3, yang dimaksud dengan
Direktorat Jenderal Hortikultura 43

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

LM3 meliputi : pondok pesantren, seminari, paroki, pasraman, vihara dan subak, yang kedudukan, kekuatan, potensi dan keberadaannya sebagian besar di perdesaan. LM3 merupakan salah satu subyek pembangunan yang kepada mereka akan diberikan bantuan pemerintah dalam bentuk sarana, pelatihan dan pendampingan dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Tujuan dan Sasaran : 1.1. Tujuan umum : 1) Meningkatkan kemampuan dan kemandirian LM3 dalam pengelolaan usaha agaribisnis hortikultura 2) Mengembangkan keseimbangan ekonomi LM3 seperti : koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM).

3) Memfungsikan LM3 sebagai Pusat Pelatihan


Pertanian dan Pemberdayaan Masyarakat (agent development). 1.2. Tujuan khusus :

1)

Mendorong tumbuhnya LM3 sebagai embrio pembentu-kan inti kawasan agribisnis hortikultura. 2) Mengembangkan usaha agribisnis dan agroindustri di sekitar lokasi LM3. 3) Mengembangkan kemitraan dan jaringan kerjasama agribisnis hortikultura terpadu. 4) Meningkatkan pendapatan kesejahteraan masyarakat di sekitar LM3. 1.3. Sasaran 1) Menguatnya modal usaha LM3 dalam mengembangkan usaha agribisnis hortikultura.
Direktorat Jenderal Hortikultura 44

dan

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

2) Meningkatnya kemampuan dan kapasitas sumberdaya manusia serta kelembagaan usaha agribisnis LM3. 3) Meningkatnya produksi, produktivitas usaha, mutu, daya saing, nilai tambah dan pendapatan LM3 serta masyarakat sekitarnya dibidang agribisnis hortikultura. 4) Berkembangnya usaha agribisnis hortikultura termasuk diversifikasi usaha dan agroindustri di LM3 serta masyarakat sekitarnya. 5) Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan para santri/anggota LM3 dibidang agribisnis hortikultura.

6)

Meningkatnya kemandirian dan jaringan kerjasama LM3 dengan stakeholder. Ruang Lingkup Kegiatan : Ruang lingkup kegiatan LM3 hortikultura tahun 2007 adalah sebagai berikut : fasilitasi pengembangan usaha melalui penguatan modal usaha LM3 oleh Ditjen Hortikultura, dalam bentuk dana penguatan modal. Dana ini disalurkan langsung ke rekening LM3 penerima bantuan. Disamping dana penguatan modal pada DIPA Ditjen Hortikultura juga tersedia dana operasional untuk melakukan kegiatan : 1) Sosialisasi, sinkronisasi dan koordinasi pelaksanaan LM3, 2) Identifikasi dan seleksi LM3 sub sektor hortikultura, 3) Pembinaan, koordinasi dan supervisi LM3, dan 4) Monitoring dan Evaluasi LM3 tahun 2007. Penguatan Modal Usaha Agribisnis LM3 sub sektor hortikultura merupakan stimulasi dana untuk mengatasi keterbatasan modal usaha agribisnis LM3 agar selanjutnya mampu mengakses modal dari lembaga permodalan mandiri. Dana bantuan sosial bagi LM3 dikelola secara terorganisir dengan mekanisme, cara, dan bentuk ikatan tertentu. Dana tersebut dimanfaatkan untuk pengadaan sarana produksi dan modal kerja agar LM3 tumbuh menjadi
Direktorat Jenderal Hortikultura 45

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

unit usaha agribisnis yang menguntungkan, dengan manajemen usaha yang semakin berkembang bahkan hingga menjadi lembaga bisnis yang berbadan hukum seperti : koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM). Proses penetapan LM3 dan kriteria LM3 yang akan menerima dana bantuan modal usaha LM3 akan diatur kemudian dalam Pedoman Umum yang akan diterbitkan oleh Departemen Pertanian. 6. Peningkatan Kegiatan Eksibisi, Perlombaan dan Penghargaan Hortikultura 6.1. Pemasyarakatan Produk Hortikultura Kegiatan ini dilakukan di pusat dan propinsi. Kegiatan di pusat mencakup kegiatan Gelar Buah Tropika Nusantara, festival, promosi dan pemasyarakatan buah, sayuran dan biofarmaka serta tanaman hias, sedangkan kegiatan di propinsi mencakup partisipasi lomba dan gerakan pemasyarakatan hortikultura. Secara rinci dapat diuraikan kegiatannya sebagai berikut : 6.1.1. (ITF2) Indonesian Tropical Fruit Festival

Indonesian Tropical Fruit Festival (ITF2) tahun 2007 merupakan pelaksanaan yang ke lima. Kegiatan ini merupakan arena untuk promosi buah tropis Indonesia dan sekaligus sebagai wahana untuk memasyarakatkan buahbuahan Indonesia. Kegiatan ini juga diharapkan akan menjadi sarana yang efektif dalam memasarkan produk segar dan olahan buah. Diharapkan propinsi dan kabupaten yang memiliki potensi untuk pengembangan hortikultura berpartisipasi pada agenda tersebut dengan melibatkan para pengusaha yang bergerak di bidang hortikultura. Untuk itu diperlukan data
Direktorat Jenderal Hortikultura 46

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dan informasi serta profil pelaku usaha di masing-masing daerah. 6.1.2. Pekan Biofarmaka Nasional IV Kegiatan ini merupakan wahana tukar menukar informasi teknologi dan pasar, temu pelaku usaha, gelar wicara, seminar satu hari, pameran dan bursa. Pekan Biofarmaka Nasional IV direncanakan akan dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan Indonesia Hortikultura Festival, diharapkan dapat diikuti oleh propinsi, Kabupaten/sentra produksi atau berpotensi biofarmaka. 6.1.3. PENAS Kegiatan ini bertujuan untuk menjalin komunikasi dengan para KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) se Indonesia. Kegiatan ini merupakan PENAS yang ke XII yang pesertanya terdiri dari kelompok tani dan nelayan Indonesia. 6.1.4. Pekan Florikultura Nasional 2007 Kegiatan ini merupakan agenda nasional Direktorat Jenderal Hortikultura bertujuan sebagai ajang promosi anggrek/tanaman hias dan sebagai wahana pemasyarakatan tanaman hias tropika. Untuk tahun 2007, kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan di Nusa Tenggara Barat. Propinsi dan kabupaten/kota sentra anggrek/tanaman hias dan daerah potensial pengembangan anggrek/tanaman hias diharapkan dapat berperan serta pada Pekan Florikultura Nasional 2007 tersebut. 6.1.5. Gelar Buah Negara
Direktorat Jenderal Hortikultura

Tropika

Nusantara

di

Istana

47

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Gelar Buah Tropika Nusantara dilaksanakan tiap tahun dalam rangka peringatan Kemerdekaan tanggal 17 Agustus di Istana Negara. Kegiatan ini difokuskan sebagai ajang untuk memperkenalkan Aneka Buah Tropika Bermutu yang dihasilkan di Indonesia kepada para pejabat tinggi negara maupun perwakilan dari negara-negara sahabat yang hadir pada acara Peringatan Hari Kemerdakaan Republik Indonesia. Diharapkan propinsi dan kabupaten dapat berperan serta pada acara tersebut dengan mengirimkan buah-buahan berkualitas yang disertai dengan data dan informasi tentang potensi buahbuahan tersebut. 6.1.6. Gerakan Peningkatan Konsumsi Sayuran dan Buah Kegiatan ini bertujuan untuk memasyarakatkan konsumsi sayuran dan buah di kalangan masyarakat, dalam rangka meningkatkan gizi masyarakat. Kegiatan ini diprioritaskan di daerah rawan gizi. 6.1.7. Penyebaran Hortikultura Informasi Produk

Penyebaran informasi produk hortikultura diarahkan sebagai ajang untuk memperkenalkan dan sekaligus mensosialisasikan produk hortikultura nasional kepada masyarakat sehingga image terhadap produk hortikultura nasional bisa terangkat, sejajar dengan image masyarakat akan produk impor. 6.1.8. Indonesia Horticulture Festival Kegiatan ini merupakan ajang promosi hortikultura yang berskala nasional. Diharapkan semua stake holder terkait di
Direktorat Jenderal Hortikultura 48

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pusat dan daerah (Dinas Pertanian Propinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten Sentra) berpartisipasi dalam acara ini. 6.1.9. Ekspose Kawasan Sumatera (KAHS) Agribisnis Hortikultura

Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kerjasama terpadu dan sinkron antar pelaku usaha di sentra produksi dan sentra pemasaran, melalui jejaring pelaku usaha agribisnis hortikultura. KAHS merupakan suatu kawasan atau regional (terdiiri dari beberapa sentra) yang memiliki potensi keunggulan. 6.1.10. Pemasyarakatan Tanaman Biofarmaka/TOGA Kegiatan pemasyarakatan tanaman biofarmaka/TOGA bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan dengan penanaman tanaman biofarmaka sebagai alternatif kesehatan keluarga. Salah satu kegiatan dapat berupa sosialisasi pemanfaatan lahan pekarangan. 6.2. Perlombaan dan Penghargaan Kegiatan Perlombaan dan Penghargaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka memacu kreativitas dan produktivitas pelaku usaha hortikultura dalam mengembangkan produk yang dihasilkan baik dalam bentuk segar maupun olahan. Kegiatan ini merupakan kegiatan koordinatif antara pelaku usaha, pemerintah, kelompok tani hortikultura, dan para pengusaha hortikultura. Jenis kegiatan perlombaan dan penghargaan pada tahun 2007 berupa lomba dan penghargaan hortikultura serta pelaku usaha hortikultura. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan diversifikasi produk hortikultura, serta menjadi
Direktorat Jenderal Hortikultura 49

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pemacu bagi petani maupun pelaku agribisnis hortikultura dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hortikultura. 7. Pengembangan Agribisnis Fasilitas Pelayanan Terpadu

7.1. Pengembangan Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH) Kegiatan pengembangan fasilitas pelayanan terpadu agribisnis dilaksanakan di pusat, propinsi dan kabupaten. Kegiatan pusat diantaranya : koordinasi, identifikasi, verifikasi dan formulasi FATIH lintas sektoral, kajian investasi, SIM, serta pembinaan jejaring kerja, kemitraan dan kontak bisnis. Kegiatan di propinsi diantaranya temu teknis, koordinasi penyediaan pelayanan terpadu lintas sektoral, kemitraan, identifikasi/verifikasi dan formulasi pemecahan masalah investasi. Kegiatan FATIH di kabupaten diarahkan dalam bentuk kegiatan fisik maupun non fisik. 7.1.1. Temu Teknis dan Koordinasi Temu teknis dan koordinasi fasilitasi investasi terpadu hortikultura ditujukan untuk mempertemukan seluruh pelaku usaha agribisnis hortikultura ke arah berkembangnya suatu kerjasama dan kesepakatan dagang yang berkelanjutan dan saling menguntungkan. Kegiatan temu teknis dan koordinasi harus diselaraskan dengan kegiatan pembangunan pemerintah daerah agar lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan kegiatan temu teknis dan koordinasi juga dapat dilakukan oleh kelembagaan non pemerintah yang merepresentasikan petani hortikultura maju atau petani yang telah memiliki dan mampu mengakses dukungan permodalan serta memiliki bargaining position yang relatif lebih
Direktorat Jenderal Hortikultura 50

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

bagus dari pemasaran.

petani

yang

lain

dalam

hal

7.1.2. Kemitraan Usaha Pengembangan kemitraan usaha hortikultura bertujuan untuk menciptakan suatu suasana yang dapat mendorong terwujudnya jaringan kerjasama antara petani kecil dan pengusaha besar dalam bentuk kemitraan. Hal ini antara lain dimaksudkan untuk mendorong alih teknologi dari pengusaha ke petani kecil serta meningkatkan kapasitas produksi petani kecil melalui bantuan sarana produksi yang diberikan oleh pengusaha besar. Dalam pola kemitraan ini, para pengusaha diharapkan mendapatkan produk dari petani produsen secara berkelanjutan dalam jumlah, mutu, kontinuitas dan harga yang disepakati bersama. 8. Pengembangan Pertanian Organik dan Lingkungan Hidup Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyediakan produk hortikultura yang dibudidayakan melalui sistem pertanian organik bagi segmen pasar tertentu, menyediakan informasi dan memacu penerapan PHT untuk mendukung pertanian organik. Jenis-jenis kegiatan di propinsi antara lain : pembinaan, koordinasi dan pertemuan, magang petani/petugas pertanian organik, penyebaran informasi dan pengembangan hortikultura organik, fasilitasi kebun percontohan/pengembangan hortikultura organik. 8.1. Pembinaan Kegiatan ini dimaksudkan untuk membina dan memantapkan kab/kota sentra-sentra pengembangan hortikultura organik yang tersebar di 12 propinsi, 42 kabupaten/kota. Kegiatan ini dapat dilakukan secara periodik dengan melibatkan aparat
Direktorat Jenderal Hortikultura 51

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

dinas pertanian dibidangnya.

propinsi

atau

staf

yang

ahli

8.2. Pertemuan dan Koordinasi


Pelaksanaan pertemuan dan koordinasi dimaksudkan agar para stakeholder dan petani bisa mempresentasikan kegiatan dan permasalahan yang dialami dilapangan yang pada akhirnya akan memberikan solusi terbaik bagi petani. Disamping itu kegiatan ini diharapkan mampu mempertemukan antara petani hortikultura organik dengan para pelaku usaha usaha hortikultura sehingga petani mudah mendapatkan informasi pasar dan kesejahteraan yang lebih baik. 8.3. Magang Petani/Petugas Pertanian Organik Salah satu cara yang efektif untuk peningkatan kualitas SDM pelaku usaha adalah melalui magang petani/petugas. Dengan SDM yang kreatif dan inovatif, usaha tradisional subsisten dapat ditransformasikan menjadi usaha modern berbasis pasar yang tangguh dan berdaya saing. Oleh karena itu peningkatan kualitas SDM pelaku usaha tanaman hortikultura ditetapkan sebagai salah satu program prioritas.

8.4. Penyebaran Informasi dan Pengembangan


Hortikultura Organik Penyebaran informasi produk pertanian organik merupakan ajang untuk memperkenalkan dan sekaligus mensosiali-sasikan sistem pertanian organik khususnya hortikultura organik kepada masyarakat sehingga kegiatan ini dapat diaplikasikan di lapangan . 8.5. Fasilitasi Kebun Percontohan / Pengembangan Hortikultura Organik

Direktorat Jenderal Hortikultura

52

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Kebun percontohan organik adalah kebun milik petani di daerah sentra produksi yang dikelola dengan mengacu pada Sistem pertanian organik dengan menerapkan prinsip Panduan Budidaya Buah yang Benar (PB3)/Good Agriculture Practices (GAP) serta menerapkan POS. Kebun percontohan hortikultura organik diharapkan bisa mencapai luasan 1 5 Ha. Kebun ini akan menjadi contoh bagi kebun lainnya di sentra produksi tersebut dalam menerapkan sistem pertanian organik dan POS. Kebun percontohan ini dapat juga dimanfaatkan untuk menarik investor. Kegiatan pengembangan kebun percontohan terdiri dari : - Penentuan lokasi strategis kebun percontohan - Penyusunan petunjuk teknis pengelolaan kebun percontohan. - Penanganan panen dan pascapanen

- Koordinasi instansi terkait dalam membina kebun


percontohan (BPTPH, BPSBTPH, Dinas Pertanian Propinsi, Dinas Pertanian/ Kab/Kota) Kebun percontohan harus didukung oleh sarana yang memadai, baik sarana produksi dan alsin pertanian, sarana irigasi, sarana panen maupun sarana pusat konsultasi (agroklinik). Keberhasilan kebun percontohan diindikasikan dengan diikutinya teknologi yang dikembangkan oleh petani di kawasan sentra tersebut sehingga meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu produk serta meningkatkan pendapatan petani di kawasan sentra tersebut. 9. Pengembangan Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak Kegiatan ini merupakan implementasi kerjasama dan koordinasi dengan sub sektor peternakan, yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan kegiatan di sub
Direktorat Jenderal Hortikultura 53

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

sektor hortikultura dengan sub sektor peternakan, agar menambah dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta mengoptimalkan sumberdaya lahan yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan di propinsi mencakup koordinasi, pembinaan dan monitoring serta evaluasi. 9.1. Koordinasi Kegiatan koordinasi melibatkan jajaran hortikultura dengan peternakan, dimaksudkan agar para stakeholder dan petani dapat mensinergikan cara pelaksanaan di lapangan, dengan cara menyampaikan ide-ide baik di tingkat on farm maupun di sektor pemasaran, serta permasalahan yang dialami dil apangan yang pada akhirnya akan memberikan solusi terbaik bagi petani. Diharapkan pendapatan petani hortikultura serta para pelaku usaha hortikultura akan meningkat. 9.2. Pembinaan Kegiatan pembinaan dilakukan di kabupaten/kota sentra-sentra pengembangan hortikultura terintegrasi ternak yang tersebar di 6 propinsi, 10 kabupaten/kota. Kegiatan ini diharapkan dapat dilakukan secara periodik dengan melibatkan aparat dinas pertanian propinsi atau dinas peternakan propinsi atau staf yang ahli di bidangnya. 9.3. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu bagian dari siklus manajemen, termasuk manajemen pembangunan pertanian. Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dapat digunakan sebagai umpan balik dalam proses perencanaan program/kegiatan, perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, baik di propinsi sendiri maupun untuk kepentingan pengambilan kebijakan
Direktorat Jenderal Hortikultura 54

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

di pusat, berkaitan dengan pertanian terpadu antara hortikultura dengan ternak. 10. Kegiatan Lain di Luar Kegiatan Utama Namun Ada Dalam RKP Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengakomodir berbagai kegiatan yang terkait dengan peningkatan mutu, diantaranya SL-GAP komoditas hortikultura, sosialisasi GAP dan SOP, temu bisnis dan pengembangan komoditas komersial, operasional petugas statistik serta dukungan Inpres No. 6 Tahun 2003 tentang daerah pasca konflik. B. Kegiatan Pengembangan Tingkat Kabupaten/ Kota Hortikultura

Pengelolaan dana pada kegiatan Tugas Pembantuan di kabupaten/kota dilakukan untuk kegiatan-kegiatan fisik yang dikelola oleh kelompok usaha agribisnis melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). 1. Pemberdayaan Masyarakat Pertanian Melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) : Pola pemberdayaan dilakukan guna mengatasi permasalahan utama di tingkat petani yaitu keterbatasan modal petani. Permasalahan usahatani yang lain adalah belum berkembangnya usaha di hulu, hilir dan jasa penunjang pembangunan hortikultura, rendahnya penguasaan teknologi serta lemahnya SDM dan kelembagaan petani. Pola pemberdayaan yang diterapkan diharapkan dapat merangsang tumbuhnya kelompok usaha agribisnis dan mempercepat terbentuknya jaringan kelembagaan agribisnis di suatu wilayah. Tujuan : Tujuan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok adalah :
Direktorat Jenderal Hortikultura 55

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

a. memperkuat modal petani untuk mengembangkan usaha agribisnis hortikultura; b. meningkatkan produksi dan produktivitas usaha agribisnis baik secara kelompok maupun individu; c. mengembangkan usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengem bangan;

d. merangsang

berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis di kawasan pengembangan;

e. mengembangkan rekayasa teknologi tepat guna; f. meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok; dan g. mengembangkan perdesaan. Sasaran : Sasaran pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain : a. menguatnya modal petani untuk mengembangkan usaha agribisnis hortikultura; b. meningkatnya produksi dan produktivitas usaha agribisnis baik secara kelompok maupun individu; c. berkembangnya usaha agribisnis agroindustri di kawasan pengembangan; d. berkembangnya lembaga keuangan agribisnis di kawasan pengembangan; e. f. meningkatnya kelompok, dan kemandirian dan dan mikro kelembagaan ekonomi di

berkembangnya rekayasa teknologi tepat guna; kerjasama

g. berkembangnya kelembagaan ekonomi di perdesaan. Indikator Keberhasilan :


Direktorat Jenderal Hortikultura 56

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain : a. meningkatnya kapasitas usaha agribisnis hortikultura; b. meningkatnya produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis; c. terjadinya pemupukan modal perguliran dana di luar kelompok; kelompok dan

d. berkembangnya usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan; e. berkembangnya lembaga keuangan agribisnis di kawasan pengembangan; mikro

f. berkembangnya rekayasa penerapan teknologi di lapangan; g. meningkatnya dan kerjasama kelompok, dan h. berkembangnya kelembagaan ekonomi di perdesaan. Mekanisme Pemberdayaan Kelompok : Penguatan modal usaha kelompok merupakan salah satu bentuk fasilitasi dalam mengatasi keterbatasan modal. Prinsip dasar mekanisme pemberdayaan kelompok adalah : a) fasilitasi penguatan modal kepada kelompok merupakan stimulan dalam pendukung usaha kelompok, sedangkan motor penggerak utama pengembangan usaha kelompok adalah kemauan dan kemampuan kelompok itu sendiri; b) fasilitasi penguatan modal merupakan dana pinjaman yang wajib dipupuk dan digulirkan atau dikelola melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) perdesaan; c)
Direktorat Jenderal Hortikultura

kemandirian

besarnya

fasilitasi

penguatan

modal
57

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

disesuaikan dengan tahapan kebutuhan pengembangan usaha kelompok, yang dituangkan dalam proposal/rencana usaha kelompok (RUK);

d) dana penguatan modal usaha kelompok dipergunakan untuk kegiatan usaha agribisnis on-farm, off-farm dan non-farm;
e) pengembangan usaha kelompok diarahkan untuk menumbuhkan dan memperbesar skala usaha, meningkatkan efisiensi usaha dan meningkatkan jaringan usahanya; f)pengembangan kelembagaan kelompok diarahkan pada kelembagaan koperasi agribisnis dengan manajemen yang profesional dan mandiri; g) pengembangan manajemen usaha kelompok diarahkan pada peningkatan kemampuan pengurus kelompok dalam mengelola usaha dan menumbuh kan partisipasi aktif para anggotanya sehingga tercapai kemandirian kelompok; h) dalam rangka pengembangan kelembagaan, manajemen dan usaha kelompok difasilitasi dengan kegiatan pembinaan, pelatihan dan pendampingan, pengembangan IPTEK; dan i) untuk optimalisasi kinerja kelompok dan pengendalian dilakukan kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan. Pengembangan Usaha : Jenis-jenis usaha yang dikembangkan oleh kelompok sejalan dengan pengembangan kawasan yang telah ditetapkan. Berbagai jenis usaha yang dikembangkan sangat luas mencakup bidang usaha agribisnis on-farm, off-farm, maupun bidang jasa pendukung seperti jasa alsintan, koperasi simpan-pinjam, jasa angkutan, dan lainlain. Selanjutnya tahapan pengembangan usaha kelompok
Direktorat Jenderal Hortikultura 58

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

disesuaikan dengan prioritas kebutuhan pengembangan dengan kriteria: potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, permodalan, aksesibilitas dan infrastruktur, kelayakan ekonomi dan potensi pasarnya. Dengan demikian, Tim Teknis menyusun petunjuk praktis pemilihan bidang usaha yang akan dikembangkan berdasarkan kriteria tersebut. Dalam mendukung kegiatan tersebut, Tim Teknis juga menyediakan informasi tentang paket-paket teknologi, kelayakan usaha, peluang usaha dan potensi pasar serta informasi lainnya. Selanjutnya setiap kelompok dengan difasilitasi oleh Tim Teknis mengidentifikasi prioritas jenis usaha yang akan dikembangkan sesuai dengan petunjuk teknis yang ada. Pemupukan Modal Kelompok, Perguliran Dana dan Penumbuhan LKM : Dana yang disalurkan langsung kepada kelompok merupakan penguatan modal untuk terus dipupuk menjadi modal kelompok dan selanjutnya digulirkan guna memperluas sasaran penerima manfaat. Dana penguatan modal dapat digulirkan di dalam kelompok dalam rangka mengembangkan usaha kelompok ataupun digulirkan kepada kelompok usaha lain dengan pola perguliran yang bersifat spesifik lokal berdasarkan komoditas yang diusahakan dan jenis usaha. Secara lebih rinci teknis pemupukan modal usaha kelompok, pola perguliran, besarnya modal yang digulirkan dan jangka waktunya diatur dalam Petunjuk Teknis yang disusun oleh kabupaten/kota. Dalam rangka keberlanjutan pengelolaan dana bergulir, perlu adanya peran lembaga keuangan mikro (LKM) di perdesaan. Lembaga keuangan tersebut dapat berupa antara lain: Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), maupun lembaga keuangan lain yang serupa dan telah tumbuh di masyarakat atau penumbuhan lembaga baru.
Direktorat Jenderal Hortikultura 59

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Dalam penumbuhan lembaga keuangan mikro tersebut, Tim Teknis memfasilitasi proses penyiapannya bekerja sama dengan perbankan, lembaga keuangan formal, LSM dan lainnya. Pemanfaatan Dana Penguatan Modal Kelompok : Dana penguatan modal diberikan dalam bentuk tunai dan ditransfer langsung ke rekening kelompok. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola langsung oleh kelompok dan penentuan penggunaannya didasarkan pada keputusan bersama seluruh anggota kelompok. Kegiatan kelompok yang dapat didukung pembiayaannya melalui dana penguatan modal usaha kelompok antara lain meliputi : 1. Pengadaan sarana produksi, seperti benih/bibit, ternak bibit/bakalan, rehabilitasi kebun/padang penggembalaan, kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil dan lainnya sesuai kebutuhan penerapan teknologi; 2. Pengadaan atau optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian, kegiatan praproduksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil serta pengembangan unit pelayanan jasa alat dan mesin pertanian, termasuk pula biaya untuk perbaikan/perawatan sarana irigasi, embung, pompa air dan lainnya;

3. Modal usaha penunjang agribisnis (nonfarm) seperti jasa angkutan /jasa tenaga kerja, simpan-pinjam, dan lainnya;
4. Kegiatan pengembangan kelembagaan seperti memperbesar jangkauan pasar, membuka bidang usaha penunjang agribisnis, membangun jaringan kerja dengan mitra usaha, dan lainnya;
Direktorat Jenderal Hortikultura

60

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

5. Pembinaan kelompok dalam rangka peningkatan dan pengembangan kemampuan pengurus/anggota kelompok. Pembinaaan kelompok dapat difasilitasi oleh Penyuluh Pertanian, KTNA/petani pemandu/penyuluh swakarsa, mitra usaha, Lembaga Penggerak Swadaya Masyarakat, dan dinas teknis terkait. Pengembangan agribisnis hortikultura yang berdayasaing dan berkelanjutan membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembinaan penerapan teknologi dilakukan melalui penyediaan teknologi anjuran, peningkatan adopsi rekomendasi teknologi produksi dan teknologi pasca panen, termasuk bioteknologi, oleh pelaku usaha agribisnis untuk meningkatkan produksi, mutu dan daya saing produk. Pembinaan penerapan teknologi maju dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi terkait di daerah-daerah sentra produksi yang usahataninya telah mantap dan luas areal panennya telah stabil. Pembinaan penerapan teknologi maju untuk meningkatkan produktivitas, kontinuitas pasokan produk dan kualitas serta mengurangi kehilangan hasil.
Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) yang kelompok sasarannya diarahkan kepada kelompok tani dan kelompok penangkar benih, dan penyilang anggrek digunakan untuk pengadaan sarana produksi atau kegiatan pendukung lainnya sesuai kebutuhan kelompok. PMUK yang dialokasikan dari Eselon I lain lingkup Departemen Pertanian dalam rangka pembangunan hortikultura secara terpadu pemanfaatannya secara rinci mengacu kepada pedoman PMUK dari Eselon I masingmasing. PMUK dari Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air diarahkan untuk Pengembangan Irigasi dan Jalan Usaha Tani, secara teknis tata cara penggunaan dana PMUK mengacu pada Pedoman Umum PMUK yang diterbitkan oleh Ditjen PLA. PMUK dari Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) diarahkan untuk
Direktorat Jenderal Hortikultura 61

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pengembangan pemasaran atau pengolahan hasil hortikultura, secara teknis tata cara penggunaan dana PMUK mengacu pada Pedoman Umum PMUK yang diterbitkan oleh Ditjen PPHP. Kedua Jenis PMUK tersebut menginduk kepada Satu satker Hortikultura di Kabupaten/Kota. Dalam kerangka pengembangan hortikultura, pemanfaatan dana BPLM dengan mengacu pada kerangka pengelolaan dana di atas dapat diarahkan untuk upaya pemantapan sentra, penumbuhan sentra, dan pengembangan perbenihan. Pemantapan sentra diarahkan pada pembangunan/ perluasan areal kebun melalui penanaman tanaman baru yang diikuti oleh kegiatan pemeliharaan sehingga tanaman terpelihara dengan baik. Komponen kegiatan mencakup : 1. Penyediaan saprodi 2. Penyediaan sarana pengairan

3. Penyediaan pelindung
4. Pembuatan saluran drainase 5. Pembuatan jalan usaha tani 6. Penguatan kelembagaan 7. Peningkatan kualitas SDM (pelatihan) 8. Penguatan modal kelompok Untuk penumbuhan sentra, pemanfaatan dana BPLM diarahkan untuk kegiatan-kegiatan : 1. Penyediaan sarana produksi (mulsa plastik, shading net, benih, pupuk, pestisida dan lain-lain) 2. 3. 4. Penyediaan sarana pengairan Penguatan kelembagaan Penyediaan peralatan panen dan pasca panen

Direktorat Jenderal Hortikultura

62

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

5. Peningkatan kualitas SDM (teknis, administrasi dan keuangan) 6. Penguatan modal kelompok Untuk pengembangan perbenihan, pemanfaatan dana BPLM diarahkan untuk kegiatan antara lain: 1. Penyediaan benih sumber 2. Penyediaan sarana produksi 3. Peningkatan SDM kelompok (magang dll) 4. Penguatan modal kelompok 5. Pengembangan jaringan informasi antar kelompok Untuk memacu kegiatan penyilangan, pemanfaatan dana BPLM / PMUK diarahkan untuk : Penyediaan pohon induk Penyediaan / pembangunan laboratorium kultur jaringan skala kecil Penyediaan bahan kimia, sarana produksi, dan benih yang dibutuhkan (Screen House) Peningkatan kualitas SDM Penguatan modal kelompok 2. Kegiatan Non PMUK : Kegiatan non PMUK adalah kegiatan non fisik yang mendukung pelaksanaan kegiatan fisik. Kegiatan Fisik yang dimaksudkan adalah kegiatan PMUK, Alsintan, sarana dan prasarana pelayanan pengembangan hortikultura (FATIH). Struktur pembiayaan pada Satker Kabupaten/Kota adalah untuk membiayai kegiatan non fisik (administrasi satker, CPCL, pertemuan, monitoring dan evaluasi, dll) dan untuk membiayai kegiatan fisik dalam bentuk Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Dana pembinaan operasional dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal
Direktorat Jenderal Hortikultura 63

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

usaha kelompok di kabupaten/kota, dimanfaatkan untuk memfasilitasi kelancaran pelaksanaan pemberdayaan kelembagaan, koordinasi perencanaan, pembudayaan/pemasyarakatan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. Selain itu, untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran, dilakukan pembinaan yang difasilitasi oleh Kabupaten/Kota dengan memanfaatkan dana pembinaan operasional (dana non penguatan modal usaha kelompok). Bentuk fasilitasi tersebut antara lain: (1) sosialisasi di tingkat kabupaten/kota, (2) identifikasi dan seleksi kelompok sasaran, (3) pendampingan penyusunan rencana usaha kelompok, (4) pendidikan dan pelatihan kelompok sasaran, (5) pembinaan dan pendampingan manajemen dan teknis usaha kelompok, (6) pemantauan dan pelaporan, serta (7) pembinaan lanjutan dan evaluasi pasca proyek dengan dukungan dana daerah. Dukungan dari APBD II juga sangat dibutuhkan dalam mendukung keberhasilan pembangunan sub sektor hortikultura di kab/kota. Alokasi dana non fisik di tingkat Kabupaten/Kota selain digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan diatas diharapkan juga dapat mendukung beberapa kegiatan antara lain : 1) Pengembangan sentra produksi komoditas hortikultura, 2) Pengembangan Hortikultura organik, 3) Pengembangan Hortikultura di Daerah Perbatasan atau Lahan Gambut eks PLG, 4) Pengembangan pertanian di Daerah Transmigrasi dan 5) Pengembangan Hortikultura terintegrasi dengan Ternak serta 6) FATIH (Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura).

VI.

SISTEM PELAPORAN KEUANGAN Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Keuangan Negara dan Keputusan Presiden tentang pelaksanaan APBN (Lampiran 5), maka perlu dibuat suatu mekanisme dan

Direktorat Jenderal Hortikultura

64

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

peraturan yang mengatur tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Sistem Akuntasi Instansi (SAI) dilaksanakan untuk (menghasilkan laporan keuangan sbagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dan laporan BMN sebagai pertanggungjawaban penatausahaan BMN). Sistem Akuntansi Instansi berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Sistem Akuntansi Instansi dilaksanakan oleh kementerian lembaga dengan memproses transaksi keuangan yang meliputi arus uang maupun barang. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Anggaran dan Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Barang. Di samping mempertanggungjawabkan penggunaan dana barang yang berada dalam tanggungjawabnya, Menteri/Pimpinan Lembaga juga melaporkan penggunaan Dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara Lembaga yang dialokasi kepada daerah dan/atau desa. Gubenur, Bupati atau Walikota mengusulkan daftar SKPD yang akan mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi maupun tugas pembantuan kepada kementerian negara/lembaga untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. SKPD mempertanggungjawabkan pelaksanaan dana dekonsentrasi kepada Kementerian Negara Lembaga melalui Gubenur. Pertanggungjawaban pelaksanaan Dana dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan dilakukan terpisah dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Pertanggungjawaban pelaksanaan dimaksud berupa Laporan Keuangan dan Laporan BMN. Kementerian Negara/Lembaga membentuk unit akuntansi sesuai dengan hirarki organisasi, baik untuk
Direktorat Jenderal Hortikultura 65

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

pertanggungjawaban pengelolaan anggaran maupun pengelolaan barang. Unit akuntansi pengelolaan anggaran/barang terdiri dari : 1. Unit Akuntansi Pengguna anggaran/Barang (UAPA/B) UAPA/B adalah unit akuntansi pada tingkat kementerian Negara/lembaga yang ditetapjkan sesuai dengan bagian anggaran. 2. Unit Akuntansi Pembantu Eselon 1 (UAPPA/B - E1) Pengguna Anggaran/Barang

UAPPA/B - E1 adalah unit akuntansi pada tingkat Eselon 1 yang ditetapkan sesuai dengan sttruktur eselon pada Kementerian Negara/Lembaga. 3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B W) UAPPA/BW adalah unit akuntansi yang berada pada tingkat Kantor Wilayah atau unit kerja yang ditetapkan sebagai coordinator Kementerian atau ditetapkan masingmasing eselon 1 sesuai struktur Kementerian Negara/Lembaga. 4. Unit akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) UAKPA/B adalah unit akuntansi pada tingkat satuan kerja yang ditetapkan sesuai dengan unit kerja yang mendapat alokasi anggaran (DIPA). Pembentukan unit akuntansi pada Kementerian Negara/Lembaga disamping mempertanggungjawaban pengelolaan anggaran/barang Kementerian Negara/lembaga masing-masing juga memper-tanggung jawabkan Anggaran Pembiayaan dan perhitungan yang dipergunakannya. Selain itu, untuk mempertanggungjawabkan Dana Dekonsentrasi, Kementerian Negara Kementerian
Direktorat Jenderal Hortikultura 66

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Negara/lembaga menetapkan SKPD sebagai UAKPA/UAKPB Dekonsentrasi, dan Pemerintah Derah Tingkat I sebagai UAPPA W/UAPPB-W dekonsentrasi. Penanggungjawab UAKPA/UAKPB Dekonsentarasi adalah Kepala SKPD yang menerima dana dekonsentrasi, sedangkan penanggungjawab UAPPA-W/UAPPB-W Dekonsentrasi adalah Gubernur. Sedangkan untuk pertanggungjawaban Tugas Pembantuan, Kementerian Negara/lembaga menetapkan SKPD sebagai UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan, dan Pemerintah Daerah Tingkat I atau II sebagai UAPPAW/UAPPB-W Tugas Pembantuan. Penanggungjawab UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan adalah Kepala SKPD yang menerima dana tugas pembantuan, sedangkan penanggungjawab UAPPA-W/UAPPB-W Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah (Gubenur/Bupati/Walikota). Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pelaksanaan Sistem Akuntansi Instansi, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Direktorat Jenderal Hortikultura

67

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

UAK

Gambar 1. Mekanisme Pelaporan Sistem Akutansi Instansi


Keterangan :

: arus data laporan ( termasuk Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan ) : arus LPJ APP : rekonsiliasi data : pencocokan laporan BMN dengan laporan keuangan : arus laporan APP

UAPPB
68

Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

VII.

MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN


Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu bagian dari siklus manajemen, termasuk manajemen pembangunan pertanian. Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan program/ kegiatan pembangunan hortikultura dari seluruh Indonesia diperlukan sebagai umpan balik dalam proses perencanaan program/kegiatan, perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Evaluasi kegiatan program dan anggaran kinerja menggunakan format dengan pendekatan indikator kinerja dengan menggunakan alat ukur kerangka logis (input, output, outcome, benefit dan impact). Indikator kinerja ini digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja yang dilakukan menunjukkan kemajuan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka menilai kinerja pelaksanaan pembangunan sub sektor hortikultura dapat diukur dengan menggunakan indikator dan cara penilai menggunakan input yang paling ekonomis (hemat) untuk mencapai tingkat output tertentu, serta efisiensi (daya guna) yang diukur dengan cara membandingkan antara output dengan input yang telah dikeluarkan, dan efektivitas (hasil guna) dengan cara mengukur sejauhmana outcome telah dicapai. Mengacu pada UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Gubernur (propinsi) wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi kepada Menteri (pasal 90 ayat 4), SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota (Pasal 97 ayat 3), Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada Menteri yang menugaskan (Pasal 97 ayat 4). Peraturan pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2004 tentang rencana kerja dan anggaran instansi pemerintah,

Direktorat Jenderal Hortikultura

69

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

menyebutkan laporan kinerja dievaluasi dan menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi analisis dan evaluasi usulan anggaran tahun berikutnya. Pelaporan hasil kegiatan program dan anggaran kinerja ini, merupakan suatu bentuk penyampaian informasi serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak dari persiapan kegiatan sampai pada akhir pelaksanaan. Melalui laporan itu juga akan dapat dilihat sejauhmana tingkat keberhasilannya. Kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan mengacu pada SK Mentan No. 431/Kpts/RC.210/2004 tanggal 13 Juli 2004 dan SE. Sekjen No. 391/RC.210/A/6/05 tentang Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan (SIMONEV) program/proyek di lingkungan Departemen Pertanian. Prosedur monitoring dan evaluasi mengacu pada hirarki sistem Monev, dimana hirarki yang lebih tinggi melakukan monitoring dan evaluasi kepada hirarki di bawahnya secara berjenjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing. Secara detil masalah SIMONEV akan dirumuskan oleh Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian dan akan disosialisasikan secara bersama ke daerah. Hirarki Sistem Monev dapat dilihat pada Gambar 2. Sesuai dengan pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan aparat pelaksana kegiatan di Kabupaten/kota dan propinsi wajib membuat laporan secara berjenjang ke Pusat yang mencakup : 1. Kemajuan pelaksanaan program sesuai indikator kinerja program dan anggaran kinerja. 2. Masalah dan kendala pelaksanaan serta realisasi fisik dan keuangan. 3. Sebelum ada perubahan, maka format pelaporan masih tetap menggunakan format yang lama dan disesuaikan dengan kondisi yang ada. 4. Laporan disampaikan secara berjenjang mulai dari tingkat kelompok sampai ke pusat sesuai dengan format dan kondisi yang ada.
Direktorat Jenderal Hortikultura 70

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Selain menyusun laporan sesuai dengan SK Mentan tersebut di atas, Pelaksana kegiatan juga menyusun laporan sesuai SK Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No. 120/KET/7/1994 tentang Sistem Pemantauan dan Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan-Kegiatan Pembangunan dan laporan insidentil bilamana diperlukan. Jadwal penyampaian laporan dilihat pada Gambar 2.
BAPPENAS Nasional

Departemen Pertanian

Sektor/program

Unit Eselon I

Sub-sektor/Sub-program

Kegiatan

Program/kegiatan

Kegiatan

Program/Kegiatan

Keterangan :

= Monev

= Laporan

Gambar 2.

Hirarki Sistem Monitoring dan Evaluasi


71

Direktorat Jenderal Hortikultura

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

BAPPENAS

Nasional (tgl 25 bln berikutnya)

Sekjen Departemen Pertanian (Biro yg Membidangi Monev)

Sektor/program (tgl 20 bln berikutnya)

Unit Eselon I

Sub-sektor/Sub-program (tgl 15 bln berikutnya)

Satker Propinsi

Kegiatan (tgl 10 bln berikutnya)

Satker Kab/Kota Kegiatan (tgl 5 bulan berikutnya)

Gambar 3. Jadwal Penyampaian Laporan

Direktorat Jenderal Hortikultura

72

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Dalam melaksanakan program pengembangan agribisnis hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura secara berkala harus menyampaikan laporan perkembangan, keberhasilan, masalah dan hambatan ke Menteri Pertanian, Presiden, DPR dan Publik. Oleh karena itu, di samping laporan di atas, penyiapan laporan perkembangan kegiatan dan kinerja pelaksanaan program pengembangan agribisnis hortikultura secara terpadu dan holistik tetap diperlukan. Hal ini disampaikan setiap akhir tahun yang merupakan kompilasi dari laporan setiap kabupaten. Dalam mendapatkan output monitoring dan evaluasi secara efisien, efektif dan terukur, perlu dukungan sarana dan prasarana MONEV (peralatan, komputer, software, dll), disamping peningkatan kemampuan SDM yang menangani masalah MONEV. Perhatian dan fasilitasi serius dari penanggungjawab program ditingkat propinsi sangat diharapkan sehingga MONEV dan Pelaporan dapat dikelola secara baik.

VIII.

PENUTUP

Pedoman Umum Pelaksanaan Progam/Kegiatan Pengembangan Hortikultura Tahun Anggaran 2007 ini merupakan salah satu acuan bagi pelaksanaan kegiatan di daerah dan seluruh instansi terkait dalam melaksanakan kegiatan, sehingga program/kegiatan pengembangan agribisnis hortikultura dapat berjalan sesuai dengan rencana, berdaya guna, efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan.
Direktorat Jenderal Hortikultura

73

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

Dalam rangka mewujudkan pembangunan agribisnis hortikultura TA 2007 yang lebih baik, maka yang perlu dicermati adalah (a) akurasi rancangan kegiatan program dan proyek di tingkat kabupaten, propinsi, pusat (jenis kegiatan, volume berdasarkan prioritas) sebagai penjabaran satuan tiga, (b) keterpaduan kegiatan lintas sub sektor dari hulu sampai dengan hilir secara sinergis di wilayah kabupaten andalan (spesifik lokasi) dalam konteks membangun sistem dan usaha agribisnis; (c) serta dukungan penciptaan iklim makro yang kondusif (fiskal, moneter, perdagangan) (d) pelaksanaan koordinasi yang efektif dalam manajemen program dan proyek untuk mencapai sasaransasaran secara optimal. Pedoman ini disusun sedemikian rupa agar terdapat fleksibilitas dalam penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Petunjuk Teknis (Juknis) sebagai terjemahan dari prioritas wilayah maupun kelompok, sehingga memberikan ruang bagi pelaksana kegiatan untuk menyesuaikan dengan situasi, kondisi setempat, serta kebutuhan masyarakat penerima manfaat proyek.

Direktorat Jenderal Hortikultura

74

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribinis Hortikultura 2007

LAMPIRAN

Direktorat Jenderal Hortikultura

75

You might also like