You are on page 1of 6

GOLDEN AGE

SAAT TEPAT KEMBANGKAN KECERDASAN ANAK Oleh: Johanes Hani*) ==================================================================== Pepatah Cina mengatakan bahwa anak ibarat sebuah kertas putih, siapapun yang pernah melawatinya pasti memberikan bekas sepanjang hidupnya. Seperti apapun stimulasi yang diberikan kepadanya sejak dini, akan membekas selamanya dan terbawa hingga ia dewasa dan mandiri. Karena itu, pendidikan yang diberikan sejak dini akan sangat mempengaruhi kehidupan serta masa depan sang anak. Konfusius pernah berkata, Pemandangan terindah di dunia adalah seorang anak yang melangkah di kehidupan ini dengan penuh percaya diri setelah kita menunjukkan jalannya. Ini sebuah ungkapan penuh makna bahwa dengan petunjuk yang diberikan kepada seorang anak dengan benar, akan melahirkan sekumpulan moral positif kepada anak. Dengan memberinya kasih sayang, toleransi, rasa hormat, berdampak pada sikap anak selanjutnya. Mengembangkan kecerdasan anak sejak dini sangatlah penting. Sebab pendidikan bagi anak merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh, yang ditandai dengan kepandaian, kesetiakawanan, keterampilan, kejujuran, dan sebaginya. Stimulan yang tepat diberikan pada tahun-tahun awal sangat menentukan kualitas anak di masa depan. Seorang bayi yang baru lahir memiliki 100 miliar sel otak. Sel-sel ini akan semakin kuat apabila sering distimulasi. Sebaliknya akan semakin melemah dan akhirnya musnah apabila jarang digunakan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa perkembangan otak anak mencapai 20 30% lebih kecil dari ukuran normal, bila jarang disentuh (Depdiknas 2002). Bloom dalam penyelidikan longitudinalnya mengenai kecerdasan berpendapat bahwa kira-kira 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa telah ada pada usia 4 tahun, 30% berikutnya pada usia 8 tahun dan 20% sisanya pada pertengahan atau pada akhir dasawarsa kedua. Dengan rumusan lain bahwa perkembangan intelektual anak pada usia 4 tahun telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan pada saat mencapai usia sekitar 18 tahun perkembangannya mencapai 100%. Ini berarti perkembangan yang terjadi pada rentang usia tersebut sangatlah penting. Perkembangan itu hanya terjadi secara linear dan tidak dapat ditangguhkan pada periode berikutnya. Itulah sebabnya para ahli menyebut masa ini sebagai masa emas (golden age).

Hal tersebut di atas belum banyak diketahui oleh para orang tua, khususnya bagi mereka yang masuk kategori kaum marginal yang masih sibuk dengan kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Padahal dengan posisi serta potensi yang mereka miliki, sangat strategis untuk melakukan stimulasi kepada anak. Penelitian menunjukkan bahwa dalam urusan menumbuhkan empati pada anak, tak semua orang tua bisa begitu saja melakukannya. Studi yang dilakukan John Gottman dari Universitas Washington menemukan bahwa orang tua yang bisa menumbuhkan empati dalam diri anaknya adalah mereka yang secara aktif terlibat dalam kehidupan dan kondisi emosional anaknya. Itulah sebabnya kurangnya waktu untuk bersama antara orang tua dan anak selama beberapa dekade belakangan ini berpengaruh buruk. Penelitian suatu universitas menemukan bahwa ibu-ibu masa kini yang bekerja di luar rumah melewatkan waktu rata-rata sebelas menit per hari untuk interaksi yang berkualitas dengan anak-anaknya selama hari-hari kerja dan sekitar tiga puluh menit selama akhir pekan. Tak jauh berbeda, ibu-ibu tak bekerja menghabiskan tiga belas menit per hari. Pengumpulan pendapat yang dilakukan terhadap anak-anak usia sembilan tahun menunjukkan hanya 40 persen anak laki-laki dan 50 persen anak perempuan melewatkan waktu bersama orang tua, dan 25 persen anak laki-laki menyatakan tak melewatkan waktu sama sekali bersama keluarga. Keberadaan orang tua secara emosional akan mempengaruhi perkembangan emosi anak. Apa pun penyebabnya, masa-masa pembentukan empati yang kritis pada anak-anak juga ikut terbuang. BAGAIMANA ANAK BERKEMBANG? Anak adalah seorang individu. Ia dilahirkan dengan memiliki potensi yang unik. Masing-masing anak mempunyai kebutuhan, minat, dan kemampuannya. Sebagai seorang yang dewasa kelak, ia diharapkan dapat menyelesaikan masalahnya secara kreatif. Potensi kreativitas anak misalnya terlihat dari rasa ingin tahu anak yang sangat besar. Banyak orang tua yang kurang memahami potensi kreatif pada anak, ketika anak bertanya macam-macam orang tua melarang. Itu sama artinya dengan memangkas kreativitas anak untuk mengetahui lebih banyak hal. Rasa ingin tahu anak merupakan persemaian imajinasi mereka. Dengan imajinasinya, anak bisa melihat serta menciptakan hubungan antara unsur-unsur yang tidak rasional menurut pandangan orang dewasa. Misalnya ia menjadikan sekumpulan kertas untuk menggantikan superman atau senjata api.

Anak terus berkembang sesuai stimulasi yang diberikan. Ia lambat laun berkembang menjadi semakin dewasa dan mandiri. Menurut berbgai analisis, anak berkembang menurut tahap baik fisik maupun psikis. Secara fisik anak berkembang seperti berikut: 1) perkembangan itu meliputi banyak sisi (multidiensi). Selain petumbuhan fisik yang dapat dilihat dengan mata, perkembangan juga menyangkut banyak aspek lainnya seperti: mental, bahasa, emosi, sosial, kepribadian, dan kreativitas. 2) perkembangan itu bersifat menyeluruh dan saling berhubungan (integral). 3) perkembangan itu merupakan proses yang tidak terputus-putus (berkesinambungan). Apa yang terjadi saat ini tidak terlepas dari apa yang telah terjadi sebelumnya dan kemudian akan terjadi. Jadi stimulasi dini sangat penting bagi anak. 4) perkembangan itu bersifat saling terkait (interaktif). Perkembangan anak berlangsung melalui aktivitasnya merasakan respons lingkungan, menanggapinya, dan belajar bagaimana lingkungan merespons tanggapannya. Misalnya saat anak lari dan terantuk batu lalu jatuh. Sejak saat itu, akan belajar untuk berhati-hati agar tidak jatuh terantuk batu lagi. 5) perkembangan itu bersifat unik. Dengan potensi yang berbeda-beda, anak tumbuh dan berkembang. BAGAIMANA PERAN ORANG TUA? Perkembangan itu merupakan sebuah proses. Proses menuju kedewasaan dan kemandirian. Ketika anak dalam berproses tersebut, paling tidak orang tua berperan sebagai: fasilitator, motivator, inisiator, dan pendengar yang baik. Pertama: sebagai fasilitator orang tua menyediakan apa yang dibutuhkan anak. Fokusnya pada kebutuhan yang memungkinkan berkembangnya kecerdasan, kreativitas, serta kemandirian anak. Memang tidak semua permintaan anak dilayani, terutama yang menjurus ke hal-hal yang merugikan. Kedua: sebagai motivator orang tua harus bisa menumbuhkan sikap serta semangat belajar pada anak. Katakan bahwa kamu bisa melakukan itu. Jangan ragu-ragu untuk memuji dan meyakinkan anak atas kemampuannya. Anak perlu kejelasan tentang apa arti itu semua, mengapa ada banyak peraturan. Ajaklah anak bicara sehingga timbul kembali semangat belajarnya. Ketiga: sebagai inisiator orang tua perlu memberikan contoh yang baik. Tugas orang tua adalah menghindarkan anak dari sesuatu yang tidak dikehendaki, dan mengalihkannya kembali kepada tujuan semula. Misalnya ketika sang anak memukul-mukul kaca, Ibu mengatakan Kalau kaca dipukul-pukul, bagus bunyinya. Tapi bagaimana kalau kaca itu nanti pecah dan kamu terluka? Kalau begitu kita pukul-pukul kaleng saja, yuk kaleng juga bagus bunyinya. Inisiatif pemberian petunjuk yang baik kepada anak sangatlah penting. Keempat: sebagai

pendengar yang baik orang tua memberi anak kesempatan untuk berdialog, berbicara. Dengan pemberian kesempatan anak akan merasa diakui sebagai pribadi yang mandiri. Kemandirian ini perlu dipupuk mengingat setiap saat, dalam setiap situasi, manusia pun selalu dihadapkan pada masalah. Di lain pihak selalu terbuka berbagai kemungkinan cara pemecahannya (ingat pepatah: Banyak jalan menuju ke Roma). Namun seseorang akan merasa bahagia bila ia mampu menjawab tantangan setiap situasi dan kondisi secara mandiri, artinya memecahkan masalah sebaik-baiknya, sesuai dengan yang diharapkan lingkungannya, tetapi sesuai pula dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Ini juga disebut cara pemecahan masalah secara kreatif. Setiap anak, sejak lahir sudah membawa potensi untuk memecahkan masalah secara kreatif. Potensi kreatif anak tersebut dapat kita kenali misalnya dari rasa ingin tahu anak yang sangat besar-kecuali bila kita menghentikannya. Misalnya sering kita dengar pertanyaan yang muncul dari anak: Tuhan itu ada di mana, Ayah? Katanya ada, tapi ko tidak kelihatan? atau Bu, kenapa bola disebut bola? Masih banyak pertanyaan lain. Dorongan berpetualang yang ada dalam diri mereka jika dikobarkan oleh besarnya rasa ingin tahu ini akan berdampak dikemudian hari. Di sinilah peran orang tua mengarahkan sekaligus membimbing anak, sehingga perkembangan kecerdasannya tercipta secara optimal. Memang secara genetik perkembangan kecerdasan setiap orang berbeda-beda. Tapi stimulasi dini sangat berpengaruh terhadap optimalisasi kecerdasan dan juga emosionalnya. Dalam suatu penelitian, perbandingan kecerdasan emosi antara anak laki-laki dan perempuan menunjukkan laki-laki jauh tertinggal. Saat anak laki-laki tumbuh dewasa, mereka memiliki sangat sedikit emosi (kecuali marah) daripada anak perempuan. Dan Kindlon dan Michael Thompson, pengarang Raising Cain: Pro tecting the Emotional Life of Boys, menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan anak laki-laki kurang begitu terdidik secara emosi adalah kita mengecilkan kesadaran emosi mereka dalam berbagai persoalan. Jadi sebagai orang tua mestinya tidak membedakan perlakuan terhadap upaya membangun kecerdasan anak. Ingat, perkembangan kecerdasan anak anda akan terus berproses sepanjang hidupnya. Pengetahuan moral, keyakinan, dan kebiasaan yang anda tanamkan secara bertahap dalam diri anak sekarang akan menjadi landasan hidupnya. Berbagai stimulasi yang diberikan akan berdampak pada optimalisasi kecerdasan anak, sehingga ia tidak hanya tahu benar dan salah, tetapi juga mempunyai pendirian kuat dalam menentukan pilihan. Meskipun kita bersama anak-anak hanya sebentar, masa kanak-kanak mereka sangat penting untuk dilakukan stimulasi. Jadi nikmati waktu bersama-sama dengan anak dengan baik. Sekalipun anak-anak mempunyai kemampuan untuk mencapai berbagai kecerdasan,

paling tidak harus melalui proses penanaman nilai, pemberian contoh, penularan berbagai kemampuan melalui stimulasi serta mengajarkan berbagai hal yang bermanfaat. Pahamilah, anak adalah investasi masa depan. Jika kita memiliki investasi yang berharga, maka sekarang lakukan, mulai dengan memahami apa yang anak inginkan. []

*Penulis adalah Pamong Belajar UPTD PKB Prop.NTT Alumni pasca sarjana UNY tahun 2004 081339208625 E-mail: pkbntt@yahoo.com

Dengan gayanya mereka belajar bersosialisasi dengan sebayanya

You might also like